BAB 1 INTRODUKSI
Bab 1 menguraikan tentang latar belakang riset dan rumusan masalah riset sebagai sebab timbulnya pertanyaan riset yang akan dijawab melalui riset ini. Bab ini juga berisi tujuan riset, motivasi riset, dan kontribusi yang diharapkan dari riset.
1.1.
Latar Belakang Riset Salah satu pilar tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih
menurut konsensus Asian Development Bank adalah akuntabilitas, yaitu pemerintah
sebagai
penyelenggara
negara
wajib
menyampaikan
akuntabilitas kepada masyarakat atas wewenang dan tanggung jawab yang diembannya,
baik
berupa
akuntabilitas
keuangan,
akuntabilitas
administratif maupun akuntabilitas kebijakan publik. Tuntutan akan akuntabilitas publik dan perwujudan tata kelola pemerintahan yang baik, memunculkan peran pengawasan intern (Krina, 2003). Menurut Pasal 1 angka 3 Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, pengawasan intern adalah seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lain terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai bahwa kegiatan telah dilaksanakan sesuai dengan tolok ukur yang telah ditetapkan secara efektif dan efisien
1
2
untuk kepentingan pimpinan dalam mewujudkan tata kepemerintahan yang baik. Di Indonesia, pengawasan intern pemerintah dilaksanakan oleh auditor intern yang dikenal sebagai Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang terdiri dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Kementerian/Lembaga, dan Inspektorat Provinsi/Kabupaten/ Kota. Keberadaan berbagai unsur APIP tersebut perlu didukung dengan pedoman dan peraturan perundang-undangan tentang pengawasan intern pemerintah yang menjamin terlaksananya pengawasan secara efektif dan efisien, salah satunya dalam bentuk Standar Audit APIP sebagai kriteria atau ukuran mutu minimal untuk melakukan kegiatan audit yang wajib dipedomani oleh APIP (Standar Audit APIP, 2008). Untuk menjamin agar pelaksanaan audit oleh APIP terarah, serasi, seragam, dan berkualitas, diperlukan penjabaran lebih lanjut standar ke dalam pedoman operasional kerja yang memadai dalam bentuk juklak dan juknis (BPK, 2013). Hal tersebut sesuai dengan yang digariskan dalam paragraf 1140 Standar Audit APIP yang menyatakan bahwa APIP harus menyusun kebijakan dan prosedur untuk mengarahkan kegiatan audit. Hasil pemeriksaan kinerja BPK atas Efektivitas Fungsi Pengelolaan Audit dan Reviu Laporan Keuangan (LK) oleh APIP Tahun 2012 dan Semester I Tahun 2013 pada Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi
Birokrasi
(PAN-RB),
Kementerian
Dalam
Negeri
(Kemendagri), BPKP, serta APIP pada 16 Inspektorat Kementerian/ Lembaga, 32 Inspektorat Provinsi, 25 Inspektorat Kabupaten, dan 13
3
Inspektorat Kota menunjukkan bahwa tata kelola sistem pengawasan sebagai prasyarat dasar berfungsinya pengelolaan kelembagaan APIP yang meliputi standar, kode etik, dan petunjuk pelaksanaan/petunjuk teknis (juklak/juknis) belum mendukung pengelolaan audit dan reviu LK. Dari 86 APIP yang diperiksa tersebut hanya 7 APIP yang telah menyusun pedoman/juklak/juknis audit dan reviu LK, 53 APIP tidak memiliki pedoman/juklak/juknis audit dan reviu LK, serta 26 APIP tidak diperoleh informasi. Akibatnya proses dan hasil audit APIP dinilai belum bisa memenuhi standar profesionalisme. Kondisi tersebut sejalan dengan Perka BPKP Nomor 1633 Tahun 2011 tentang Pedoman Teknis Peningkatan Kapabilitas APIP yang menyebutkan bahwa salah satu penyebab rendahnya level kapabilitas APIP di Indonesia adalah lemahnya manajemen/tata kelola/proses bisnis APIP. Sampai dengan Maret 2015 sebanyak 367 dari 417 APIP daerah masih berada di level 1 Internal Audit Capability Model (IACM) yang artinya 88% APIP daerah di Indonesia belum dapat memberikan jaminan atas proses tata kelola sesuai dengan peraturan (BPKP, 2015). Inspektorat Daerah Kabupaten Kulon Inspektorat
Kulon
Progo)
dibentuk
Progo (selanjutnya
berdasarkan
Peraturan
disebut Daerah
Kabupaten Kulon Progo Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah dan Peraturan Bupati Kulon Progo Nomor 71 Tahun 2012 tentang Uraian Tugas pada Unsur Organisasi Terendah pada Inspektorat Daerah. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, Inspektorat Kulon Progo berpedoman kepada beberapa peraturan antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang
4
Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 23 Tahun 2007 tentang Pedoman Tata Cara Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor 05 Tahun 2008 tentang Standar Audit APIP dan Peraturan Bupati Kulon Progo Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengawasan Intern Pemerintah Daerah. Pelaksanaan pengawasan pada Inspektorat Kulon Progo juga mengacu kepada Peraturan Bupati Kulon Progo Nomor 30 Tahun 2012 tentang Piagam Pengawasan Internal (Internal Audit Charter) di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Dalam Pasal 10 piagam tersebut dinyatakan bahwa salah satu kewajiban Inspektorat Kulon Progo adalah menerapkan Kode Etik dan Standar Audit APIP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam Pasal 9 dijelaskan salah satu wewenang Inspektorat Kulon Progo adalah menentukan mekanisme, metodologi, teknik dan lingkup waktu pemeriksaan sesuai dengan standar audit/pemeriksaan untuk mencapai tujuan dan hasil pemeriksaan yang akan dicapai secara optimal. Salah satu jenis kegiatan pengawasan intern pada Inspektorat Kulon Progo adalah pemeriksaan kasus. Dari hasil riset pendahuluan, pemeriksaan kasus pada Inspektorat Kulon Progo sejak tahun 2010 tidak lagi dilakukan atas pelanggaran disiplin PNS melainkan seluruhnya bersifat audit investigatif yang bertujuan untuk menemukan fraud dan atau terjadinya kerugian negara. Hal ini sesuai dengan Pasal 6 Pedoman Pengawasan Intern
5
Pemerintah Daerah yang menyebutkan salah satu bentuk pemeriksaan yang dilakukan
Inspektorat
Kulon
Progo
adalah
pemeriksaan
khusus/kasus/investigasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap permasalahan tertentu yang berdasarkan bobot permasalahan mengandung unsur penyalahgunaan (fraud) atau mengandung unsur pidana atau auditi/subyek berada dalam ranah penyelidikan atau penyidikan oleh aparat peradilan. Audit yang bersifat investigatif merupakan penugasan yang mempunyai kerumitan lebih tinggi dibanding penugasan lainnya karena selain harus memahami tentang pengauditan dan akuntansi, auditor juga harus memahami
tentang
hukum
dalam
hubungannya
dengan
kasus
penyimpangan atau kecurangan yang dapat merugikan keuangan negara (Karyono, 2013). Oleh karenanya Standar Audit APIP secara khusus mengatur pelaksanaan audit investigatif mulai dari perencanaan, supervisi, pengumpulan dan pengujian bukti, dokumentasi, pelaporan, sampai dengan pemantauan tindak lanjutnya. Dari hasil riset pendahuluan Inspektorat Kulon Progo belum menjabarkan Standar Audit APIP-Audit Investigatif tersebut ke dalam Standard Operating Procedure (SOP), juknis maupun juklak. Selain itu Inspektorat Kulon Progo belum pernah melakukan evaluasi apakah pelaksanaan auditnya telah sesuai dengan Standar Audit APIP (selanjutnya disebut SAAPIP) sebagaimana diamanatkan dalam Piagam Pengawasan Internal.
6
1.2.
Permasalahan Riset
Inspektorat
Kulon
Progo
wajib
berpedoman
pada
SAAPIP
saat
melaksanakan audit termasuk audit investigatif. Sampai dengan saat ini Inspektorat Kulon Progo belum memiliki SOP/juklak/juknis audit investigatif sebagai penjabaran lebih lanjut atas standar tersebut. Dengan ketiadaan SOP/juklak/juknis tersebut, timbul pertanyaan apakah audit investigatif yang dilakukan oleh Inspektorat Kulon Progo selama ini telah sesuai dengan SAAPIP.
Oleh karena itu
riset ini
akan mengevaluasi kesesuaian
pelaksanaan audit investigatif dengan SAAPIP sekaligus mengetahui faktorfaktor yang mempengaruhi pelaksanaan audit investigatif di Inspektorat Kulon Progo.
1.3.
Pertanyaan Riset
Pertanyaan dalam riset ini adalah: a. Bagaimana kesesuaian pelaksanaan audit investigatif pada Inspektorat Kulon Progo dengan SAAPIP? b. Faktor-faktor apa yang berperan dalam meningkatkan kesesuaian pelaksanaan audit investigatif pada Inspektorat Kulon Progo dengan SAAPIP?
1.4.
Tujuan Riset
Tujuan dari riset ini adalah untuk: a. Mengevaluasi
kesesuaian
pelaksanaan
Inspektorat Kulon Progo dengan SAAPIP.
audit
investigatif
pada
7
b. Mengidentifikasi
faktor-faktor
yang
berperan
dalam
meningkatan
kesesuaian pelaksanaan audit investigatif pada Inspektorat Kulon Progo dengan SAAPIP.
1.5.
Motivasi Riset
Penugasan audit investigatif yang dilakukan oleh APIP daerah belum banyak mendapat perhatian. Padahal dari sifat dan tujuan penugasannya, audit investigatif mempunyai tingkat kerumitan dan risiko penugasan yang lebih tinggi dibanding jenis penugasan yang lain. Mengingat hal tersebut motivasi riset ini adalah untuk mengaplikasikan pengetahuan yang telah didapat
selama
pengauditan
duduk
investigatif,
di
bangku
perkuliahan
terutama
sehingga
diharapkan
dapat
mengenai
memberikan
sumbangan pemikiran yang bersifat ilmiah tentang pelaksanaan penugasan audit investigatif oleh APIP daerah dan dapat memberikan saran perbaikan terhadap praktik yang ada selama ini.
1.6.
Kontribusi Riset
Kontribusi riset yang diharapkan adalah: 1.6.1. Kontribusi teoritis a. Bagi dunia akademis untuk melengkapi riset di bidang Akuntansi Sektor Publik. b. Bagi periset lain untuk mengembangkan hasil riset lebih lanjut bagi kepentingan pendidikan dan pengambilan keputusan.
8
1.6.2. Kontribusi praktis a. Bagi Inspektorat Kulon Progo dalam merumuskan perbaikan praktik pelaksanaan audit investigatif. b. Bagi APIP pusat sebagai pembina APIP daerah dalam merumuskan kerja sama dan pembinaan yang lebih baik.