BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketidakstabilan sinyal bagi Provider Telekomunikasi menjadi permasalahan yang sangat komplek terutama pada pemancar BTS (Base Transceiver Station) di daerah remote yang menerapkan sistem yang kurang peka terhadap gangguan (fading dan propagasi) lingkungan, sehingga kadangkala sinyal yang diharapkan oleh konsumen tidak sesuai harapan. Pemanfaatan kerja sistem yang telah ada yaitu AGC sistem masih kurang dapat membantu pemancar dalam pengiriman sinyal yang baik. Sebagai produsen telekomunikasi besar wajib memiliki jaringan yang stabil walaupun dalam keadaan cuaca/ iklim yang buruk. Untuk mengatasi permasalahan tersebut maka dirancang suatu sistem baru yang dapat menguatkan power normal agar pemancar memiliki sinyal yang tetap kuat/ stabil, diperlukan desain sistem pengaturan power dengan mendeteksi suhu lingkungan dan kelembapan udara serta cahaya dengan bantuan Sistem Minimum sebagai sistem yang mengatur kondisi penguatan power tidak kurang ataupun melebihi nilai setting dan menentukan power threshold sebagai langkah awal dalam pemasangan sistem ini serta memonitoring kondisi cuaca/ iklim lingkungan. Hasil perancangan sistem desain pengaturan kombinasi tahapan prioritas beban utama ON dan beban kondisonal yang hidup berdasarkan perubahan nilai-nilai dari faktor yang mempengaruhi kekuatan power ke sinyal yang semakin kecil. Pada akhirnya, masalah penguatan daya baterai pada pemancar dan penguatan sinyal bisa dilakukan dengan bantuan sensing menggunakan sensor di daerah remote yang diimplementasikan pada proyek akhir ini. Oleh karena itu penulis memilih judul “RANCANG BANGUN PENGATURAN DAYA PADA PEMANCAR SECARA OTOMATIS MENGGUNAKAN SENSOR”.
1.2 Rumusan Masalah Terdapat beberapa perumusan masalah yang perlu diperhatikan dalam Proyek Akhir ini sebagai berikut: a. Bagaimana mengantisipasi pelemahan sinyal akibat cuaca dan iklim lingkungan yang tidak baik? b. Bagaimana perancangan control daya pada pemancar menggunakan perhitungan duty cycle?
1
1.3 Tujuan Adapun tujuan proyek akhir ini sebagai berikut : a. Dapat melakukan implementasi dari perancangan sistem penguatan daya yang adaptif dengan menggunakan informasi data yang diambil dari perubahan nilai sensor. b. Dapat merancang kontrol sinyal menggunakan Control PWM dan perhitungan duty cycle c. Dapat mengetahui seberapa jauh kegunaan dari alat yang telah diimplementasikan ini.
1.4 Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam Proyek Akhir ini adalah 1. Tidak membahas masalah desain antena 2. Tidak membahas masalah noise/ gangguan sinyal. 3. Tidak membahas masalah kestabilan sinyal. 4. Perangkat keras yang digunakan adalah mikrokontroler ATMega32 sebagai sistem kontrol untuk pemrosesan semua sistem, Liquid Crystal Display (LCD) sebagai penampil menu dan oscilator armstrong sebagai pembangkit sinyal gelombang pembawa. 5. Perangkat lunak yang digunakan adalah Arduino sebagai wadah menulis source code/ program verify dan AVRDUDESS sebagai uploader/ kompiler untuk mikrokontroler. 6. Sensor yang digunakan LM35, LDR dan Sensor Air. 7. Kontrol daya berjalan menyesuaikan kondisi cuaca/iklim lingkungan yang ada di sekitar. 8. Hanya membahas masalah penguatan sinyal (range frekuensi).
2
1.5 Definisi Operasional 1.5.1
Defenisi Pemancar Pemancar adalah sumber sinyal atau getaran radio yang dipancarkan melalui antena pemancar ,sinyal radio berfrekuensi tinggi dihasilkan oleh suatu alat didalam pemancar yang disebut osilator/oscilator. Dalam system komunikasi, pemancar adalah bagian yang berfungsi mengubah informasi menjadi bentuk yang sesuai (gelombang electromagnet dengan panjang tertentu) agar dapat dipancarkan. Pemancar kemudian menggabungkan sinyal yang dihasilkan dalam media pemancaran, antara lain kabel kawat, atau udara.
1.5.2
Defenisi Oscilator Osilator adalah pembangkit sinyal dengan periode tertentu. Osilator menghasilkan beberapa bentuk gelombang, yaitu : sinus, kotak, segitiga, gigi gergaji dan pulsa. Osilator terbentuk dari beberapa model rangkaian sesuai dengan bentuk gelombang yang dihasilkannya. Secara umum prinsip rangkaian osilator dibagi dua, yaitu Osilator Harmonisa dan Osilator Relaksasi. Macam-macam osilator harmonisa/ sinus : 1.5.2.1 Osilator Amstrong Osilator amstrong dinamai sesuai dengan nama penemunya Edwin Amstrong. Osilator amstrong terdiri dari sebuah penguat dan sebuat umpan balik rangkaian LC.
Gambar 1-1 Osilator Amstrong
1.5.2.2 Osilator Hartley Osilator Hartley termasuk jenis osilator LC. Osilator Hartley tersusun dari dua buah induktor yang disusun seri dan sebuah kapasitor tunggal. Kelebihan osilator hartley adalah mudahnya mengatur nilai frekuensi yaitu dengan menempatkan sebuah kapasitor variabel pada komponen kapasitornya. Selain itu amplitudo output osilator juga relatif tetap pada range frekuensi kerja penguat osilator.
3
Gambar 1-2 Osilator Hartley
1.5.2.3 Osilator Colpits Osilator Colpits termasuk jenis osilator LC. Osilator colpits tersusun dari dua buah kapasitor yang disusun seri dan sebuah induktor tunggal. Kelebihan osilator colpits adalah mudahnya mengatur nilai frekuensi yaitu dengan menempatkan sebuah induktor variabel pada komponen induktornya seperti halnya penggunaan kapasitor variabel pada osilator hartley. Amplitudo output osilator juga relatif tetap pada range frekuensi kerja penguat osilator.
Gambar 1-3 Oscilator Colpits
1.5.2.4 Osilator Clapp Osilator Clapp termasuk jenis osilator LC. Osilator Clapp tersusun dari tiga buah kapasitor dan satu buah induktor. Konfigurasi osilator clapp sama dengan osilator colpits namun ada penambahan kapasitor yang disusun seri dengan induktor (L). Osilator Clapp diperkenalkan oleh James K. Clapp pada tahun 1948.
Gambar 1-4 Osilator Clapp
4
1.5.2.5 Osilator pergeseran Fasa Osilator pergeseran fasa termasuk jenis osilator RC. Pada osilator pergeseran fasa terdapat sebuah pembalik fasa total 180 derajat. Pembalik fasa ini di menggeser fasa sinyal output sebesar 180 derajat dan memasukkan kembali ke input sehingga terjadi umpan balik positif. Rangkaian pembalik fasa ini biasanya dibentuk oleh tiga buah rangkaian RC.
Gambar 1-5 Osilator Pergeseran Fasa
1.5.2.6 Osilator Kristal Osilator Kristal adalah osilator yang rangkaian resonansinya tidak menggunakanan LC atau RC melainkan sebuah kristal kwarsa. Rangkaian dalam kristal mewakili rangkaian R, L dan C yang disusun seri. Osilator Pierce ditemukan oleh George W. Pierce. Osilator Pierce banyak dipakai pada rangkaian digital karena bentuknya yang simpel dan frekuensinya yang stabil.
Gambar 1-6 Osilator Kristal
1.5.2.7 Osilator Jembatan Wien Osilator ini termasuk jenis osilator RC. Osilator jembatan Wien disebut juga osilator “Twin-T” karena menggunakan dua “T” sirkuit RC beroperasi secara paralel. Satu rangkaian adalah sebuah RCR “T” yang bertindak
5
sebagai filter low-pass. Rangkaian kedua adalah CRC “T” yang beroperasi sebagai penyaring bernilai tinggi. Bersama-sama, sirkuit ini membentuk sebuah jembatan yang disetel pada frekuensi osilasi yang diinginkan. Sinyal di cabang CRC dari filter Twin-T yang maju, di RCR itu – tertunda, sehingga mereka dapat melemahkan satu sama lain pada frekuensi tertentu.
Gambar 1-7 Osilator Jembatan Wien
1.5.3 Osilator Relaksasi Osilator Relaksasi adalah osilator yang memanfaatkan prinsip saklar secara terus menerus dengan periode tertentu yang menentukan frekuensi output. Osilator relaksasi menghasilkan beberapa bentuk gelombang non sinus, yaitu : Gelombang kotak, segitiga, pulsa dan gigi gergaji. Osilator relaksasi sederhana adalah sebuah multivibrator / flip-flop. Prinsipnya adalah mensaklar tagangan suply oleh sebuah komponen transistor atau FET.
Gambar 1-8 Multivibrator
6
Osilator relaksasi juga ada yang menggunakan IC yaitu yang terkenal adalah dengan IC 555.
Gambar 1-9 Osilator IC 555
1.5.4 Link Radio Link Radio adalah sistem radio line of sight (LOS) adalah hubungan telekomunikasi (jarak jauh) pita lebar (broadband) yang menggunakan perangkat radio pada frekuensi gelombang mikro (microwave).
Gambar 1-10 Komunikasi Microwave
1.5.5 Daya pancar Daya pancar adalah daya yang keluar dari pemancar sebelum masuk kesaluran pencatu. 1.5.6 Free space loss (FSL) Free space loss adalah hilangnya power sebuah sinyal radio saat ia berpindah dari pemancar ke penerima.Proses terjadinya free space loss (redaman ruang bebas) seperti gambar 1-11. Untuk perhitungan dari free space loss (redaman ruang bebas) ini menggunakan rumus pada persamaan (1) [4][5] : L = 92,4 + 20log 10 F + 20log 10 D . . . . (1)
7
Gambar 1-11 Proses terjadinya free space loss
dimana : L = free space loss di antara dua antena isotropis (dB) F = frekuensi transmisi (GHz) D = jarak saluran (Km) 1.5.7 Interferensi Interferensi adalah sebuah interaksi antar gelombang di dalam suatu daerah. Interferensi dapat bersifat membangun dan merusak. Bersifat membangun jika beda fase kedua gelombang sama sehingga gelombang baru yang terbentuk adalah penjumlahan dari kedua gelombang tersebut. Bersifat merusak jika beda fasenya adalah 180° , sehingga kedua gelombang saling menghilangkan. Pada sebuah interferensi terdapat dua jenis interferensi yaitu interferensi antar sistem yang sama (Intra system case) dan antar sistem yang berbeda (Inter system case). Intra system case merupakan jenis gangguan yang disebabkan oleh sinyal yang tidak diinginkan dalam sistem. Dua kasus yang mungkin terjadi dalam intra system case adalah melebihi batas interferensi (Overreach Interference) dan spur atau gangguan persimpangan. Solusi dari kasus keduanya adalah dengan menambahkan tambahan ruang bebas sehingga kerugian yang tidak diinginkan tidak terjadi, menggunakan rute yang cocok, dan menggunakan antena dengan rasio front-to-back. Sedangkan pada inter sytem case merupakan interferensi yang disebabkan oleh penerimaan transmisi yang tidak diinginkan dari suatu system yang berbeda. Kedua jenis interferensi tersebut dapat mengakibatkan buruknya kualitas transimisi data yang dikirimkan oleh suatu hop link dan akan mempengaruhi availability yang di hasilkan oleh perancangan jaringan suatu hop link. Redaman Propagasi Radio, perambatan gelombang radio di ruang bebas dari Tx ke Rx akan mengalami penyebaran energi di sepanjang lintasannya, yang mengakibatkan kehilangan energi yang disebut rugi (redaman) propagasi. Rugi propagasi adalah akumulasi dari redaman saluran transmisi, redaman ruang bebas (free space loss), redaman oleh gas (atmosfer), redaman oleh intensitas cahaya dan redaman hujan. Propagasi Gelombang, adalah perambatan gelombang pada media perambatan. Media perambatan atau biasa juga disebut saluran transmisi
8
gelombang dapat berupa fisik yaitu sepasang kawat konduktor, kabel koaksial dan berupa non fisik yaitu gelombang radio atau sinar laser. Propagasi Line of Sight (LOS), propagasi gelombang pada frekuensi diatas 30 MHz memanfaatkan gelombang langsung dan gelombang pantul oleh permukaan bumi. Pada propagasi LOS terdapat daerah yang harus dan wajib terhindar dari halangan, daerah itu disebut dengan daerah fresnel (fresnel zone). Seperti yang ditunjukkan pada gambar dibawah ini. Propagasi Gelombang dalam Ionosfir, pada frekuensi tinggi atau daerah HF, yang mempunyai range frekuensi 3 – 30 MHz, gelombang dapat dipropagasikan menempuh jarak yang jauh akibat dari pembiasan dan pemantulan lintasan pada lapisan ionospher. Gelombang yang berpropagasi melalui lapisan ionosfer ini disebut sebagai gelombang ionosfer (ionospheric wave) (Aswoyo, 2006: 89). Ionosfir tersusun dari 3 (tiga) lapisan , mulai dari yang terbawah yang disebut dengan lapisan D, E dan F. Sedangkan lapisan F dibagi menjadi dua, yaitu lapisan F1 dan F2 (yang lebih atas), seperti Gambar 3.
Gambar 1-12 Lapisan ionosfer
Berikut penjelan dari masing – masing lapisan ionosfer : I. Lapisan D terletak sekitar 40 km – 90 km. Ionisasi di lapisan D sangat rendah, karena lapisan ini adalah daerah yang paling jauh dari matahari. Lapisan ini mampu membiaskan gelombang-gelombang yang berfrekuensi rendah. Frekuensi-frekuensi yang tinggi, terus dilewatkan tetapi mengalami redaman. Setelah matahari terbenam, lapisan ini segera menghilang karena ion-ionnya dengan cepat bergabung kembali menjadi molekul-molekul. II.
Lapisan E terletak sekitar 90 km – 150 km. Lapisan ini, dikenal juga dengan lapisan Kenelly–Heaviside, karena orang-orang inilah yang pertama kali menyebutkan keberadaan lapisan E ini. Setelah matahari terbenam, pada lapisan ini juga terjadi penggabungan ion-ion menjadi
9
molekul-molekul, tetapi kecepatan penggabungannya lebih rendah dibandingkan dengan lapisan D, dan baru bergabung seluruhnya pada tengah malam. Lapisan ini mampu membiaskan gelombang dengan frekuensi lebih tinggi dari gelombang yang bisa dibiaskan lapisan D. Dalam praktek, lapisan E mampu membiaskan gelombang hingga frekuensi 20 MHz. III.
Lapisan F terdapat pada ketinggian sekitar 150 km – 400 km. Selama siang hari, lapisan F terpecah menjadi dua, yaitu lapisan F1 dan F2. Level ionisasi pada lapisan ini sedemikian tinggi dan berubah dengan cepat seiring dengan pergantian siang dan malam. Pada siang hari, bagian atmosfir yang paling dekat dengan matahari mengalami ionisasi yang paling hebat. Karena atmosfir di daerah ini sangat renggang, maka penggabungan kembali ion-ion menjadi molekul terjadi sangat lambat (setelah terbenam matahari). Karena itu, lapisan ini terionisasi relatif konstan setiap saat. Lapisan F bermanfaat sekali untuk transmisi jarak jauh pada frekuensi tinggi dan mampu membiaskan gelombang pada frekuensi hingga 30 MHz.
a. Hamburan oleh Troposfir (Troposphere Scatter), sistem komunikasi radio yang mengunakan sifat hamburan gelombang elektromagnetik oleh partikelpartikel troposfir yang disebut sistem tropo atau thin line troposcattering system. Jaraknya berkisar 200 – 800 km dan frekuensi yang dipakai yaitu 300 - 30.000 MHz berada di daerah UHF dan SHF (J, Herman,1986: 4.11).
1.6 Metode Pengerjaan Metode yang digunakan dalam menyusun Proyek Akhir yang berjudul ”Rancang Bangun Pengaturan Daya Pada Pemancar Secara Otomatis Menggunakan Sensor” menggunakan metode SDLC (Systems Development Life Cycle) yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:
10
1.6.1
Metode Pengumpulan Data
a. Pencarian referensi dan sumber-sumber yang berhubungan dengan kontrol daya (range frekuensi) menggunakan sinyal PWM dan perhitungan duty cycle. b. Mempelajari dan memahami perhitungan duty cycle. 1.6.2
Metode Pengembangan Sistem
a. Tahap Analisis Pada tahap analisis dalam perancangan sistem kontrol daya pemancar menggunakan perhitungan duty cycle berdasarkan tinjauan pustaka, yaitu mencari referensi atau materi perancangan control pwm to voltage, referensi tentang perancangan perangkat pemancar menggunakan oscilator armstrong, pemrograman bahasa C pada pengendali sinyal PWM.
b. Tahap Perancangan dan Implementasi Pada tahap ini sistem kontrol daya pemancar yang dirancang terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak. Pada perancangan perangkat keras yang di rancang yaitu bentuk rangkaian control pwm, rangkaian sistem minimum yang menggunakan ATMega 328, rangkaian sensor, rangkaian pemancar oscillator armstrong, dan LCD. Pada perancangan perangkat lunak yang dirancang yaitu pemrograman untuk sensor dan pemrograman untuk kontrol sinyal PWM dengan mengatur parameter suhu, cahaya dan intensitas air agar mendapatkan sinyal keluaran sistem yang diinginkan. Dalam implementasi masing-masing rangkaian dari perangkat keras maupun
pemrograman
dapat
bekerja
sesuai
fungsinya.
Dengan
menggunakan sinyal PWM dari mikrokontroller, kontrol daya pemancar dapat berfungsi secara adaptif dengan kondisi yang terukur.
c. Tahap Pengujian 1. Pengujian Mikrokontroler ATMega328 Pengujian
mikrokontroler
dilakukan
untuk
memastikan
IC
mikrokontroler dapat diisi program dan mengeluarkan tegangan output. Pengujian Mikrokontroler ATMega328 dilakukan dengan mendownload program dan memfungsikan semua kaki mikrokontroler sebagai output
11
berlogika high untuk menguji tegangan di setiap kakinya. Hasil pengujian menunjukkan bahwa script program dari Arduino bisa diunduh, sehingga dari hasil ini dapat dipastikan bahwa mikrokontroler masih bisa digunakan. 2. Pengujian LCD Pengujian LCD dilakukan dengan cara mengunduh program tes LCD untuk menampilkan script program tes LCD. Tegangan yang masuk terukur kerangkaian LCD adalah 3,2 V. 3. Pengujian Control PWM dan Pemancar Oscilator Armstrong Pengujian sistem ini dilakukan dengan cara memberikan variasi input dari mikrokontroller, sehingga menghasilkan perubahan voltase dan frekuensi. 4. Pengujian Sensor Sensor terdiri dari tiga kondisi, yaitu sensor air, sensor LM35 dan sensor LDR. a. Sensor Air diteteskan air, maka lampu led indikator air akan menyala lebih terang dan LCD akan menampilkan nilai yang lebih tinggi. Keadaan disaat sensor terkena air dan tidak terkena air mengakibatkan adanya perbedaan tegangan yang masuk ADC. Perbedaan tegangan ini akan di konversi menjadi logika biner “1” dan “0” dengan menentukan batas tegangan tengah (threshold). b. Sensor LM35 mendapatkan suhu panas, maka lampu led indikator suhu akan menyala lebih terang dan LCD akan menampilkan nilai yang lebih tinggi. Keadaan disaat sensor mendapakan suhu panas dan suhu dingin mengakibatkan adanya perbedaan tegangan yang masuk ADC. Perbedaan tegangan ini akan di konversi menjadi logika biner “1” dan “0” dengan menentukan batas tegangan tengah (threshold). c. Sensor LDR mendapatkan cahaya terang, maka lampu led indikator cahaya akan menyala lebih terang dan LCD akan menampilkan nilai yang lebih tinggi. Keadaan disaat sensor mendapatkan cahaya terang dan gelap mengakibatkan adanya perbedaan tegangan yang
12
masuk ADC. Perbedaan tegangan ini akan di konversi menjadi logika biner “1” dan “0” dengan menentukan batas tegangan tengah (threshold).
1.7 Jadwal Pengerjaan Tabel 1 menunjukkan jadwal pengerjaan proyek akhir Tabel 1-1 Jadwal Pengerjaan Proyek Akhir
Tahun 2015 NO
Kegiatan
Februari 1 2
1
Pengumpulan Data
2
Analisis
3
Perancangan
4
Implementasi
5
Pengujian Pembuatan Laporan
6
Maret
3 4 1 2
3 4 1
April 2 3 4
Mei 1 2
3 4 1
Juni 2 3 4
13