BAB
VII
SEJARAH UUD DI INDONESIA
A. UUD Awal Kemerekaan
Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, kemerdekaan ini terjadi karena Jepang gaal memerdekakan Indonesia melalui BPUPKI/PPKI yang direncanakan pada tanggal 24 Agustus 1945, kegagalan ini disebabkan pasukan Jepang kalah perang melawan pasukan sekutu di bawah komando AS untuk wilayah Asia, yang ditandai dengan meletakkan senjata semua pasukan militer Jepang pada tanggal 14 Agustus 1945 di seluruh Asia dan tunduk dibawah perintah pasukan Sekutu. Namun secara resmi pemerintah Jepang menyerah pada pasukan Sekutu dibawah Komando AS tanggal 2 September diatas kapal perang AS Missisippi. Tragedi ini berimbas pula terhadap bangsa Indonesia yaitu Jepang tidak mau lagi memerdekakan Indonesia karena terikat dengan perintah pasukan
Sekutu.
Oleh
karena
itu
bangsa
Indonesia
memproklamirkan
kemerdekaannya tanpa persiapan yang matang pada tanggal 17 Agustus 1945, dengan pertimbangan pasukan Sekutu belum masuk ke Indonesia, disisi lain Jepang sudah tidak berkuasa lagi kecuali hanya bertindak atas nama Sekutu. Sebagaimana lazimnya setiap negara yang telah merdeka harus punya konstitusi, sedangkan Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 tidak memiliki konstitusi. Maka pada tanggal 18 Agustus 1945 dilaksanakanlah sidang panitia persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) di Jakarta, yang anggotanya adalah anggota PPKI yang ditunjuk Jepang tanggal 7 Agustus 1945 sejumlah 21 orang, oleh Soekarno
ditambah 6
orang lagi sehingga menjadi 27 orang (semula Soekarno menambah 9 orang tapi 3 orang menolak dengan alasan tidak mau bergabung dalam lembaga bentukan Jepang itu yaitu Syahrir, Adam malik, Sukarni). Mengingat sempitnya waktu untuk merumuskan pasal-pasal dalam konstitusi maka dipinjamlah Arsip rumusan konstitusi yng dibuat oleh BPUPKI pada tanggal 28 Mei sampai 17 Juli 1945. Rumusan dirubah sana sini atau disesuaikan dengan suasana merdeka, maka disepakatilah namanya UUD NRI Tahun 1945. Dan mulai berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945.
Pemberlakuan UUD NRI tahun 1945 ini hanya bersifat sementara, yakni sampai ditetapkan UUD yang permanen oleh MPR hasil pemilu sebagaimana diperintahkan dalam aturan tambahan angka (2) UUD 1945 bahwa “dalam 6 bulan sesudah MPR dibentuk, majelis itu bersidang untuk menetapkan UUD”. Dan sebelum terbentuknya MPR, DPR, DPA maka tugas MPR, DPR, DPA dijalankan oleh presiden dengan bantuan Komite Nasional sebagaimana dituangkan dalam Aturan Peralihan Pasal IV “ sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional. Tugas membentuk MPR dan lainnya
diserahi pada Presiden Indonesia yang
diangkat PPKI sebagaimana tertuang dalam Aturan Tambahan angka (I) UUD 1945 “dalam 6 bulan sesudah berakhirnya perang Asia Timur Raya, Presiden Indonesia mengatur dan menyelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam UUD ini”. Dalam membentuk MPR ini harus terebih dahulu membentuk DPR, karena anggota MPR terdiri dari anggota DPR, ditambah utusan daerah dan utusan golongan (pasal 2 ayat 1), susunan DPR diatur dengan UU (pasal 19 ayat 1). Disisi lain yang membuat UU adalah Presiden bersama DPR (pasal 5 ayat 1 juncto pasal 20 ayat 1). Pembentukan anggota DPR ini harus melalui pemilihan umum. Oleh karena itu Presiden selaku kepala Negara bertindak melakukan semua kegiatan Negara karena lembaga Negara lainnya belum terbentuk, kegiatan pertama kali adalah menyelenggarakan pemilihan umum, walaupun secara tegas tidak disebutkan dalam UUD 1945, hanya menyebutkan kedaulatan adalah ditangan rakyat dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. (pasal 1 ayat 2) Dalam ajaran tata Negara pelaksanaan kedaulatan rakyat ini adalah dengan pemilihan umum untuk tujuan memilih wakil rakyat di DPR. (sebagai negara demokrasi). Namun pemilihan umum tidak kunjung terlaksana karena pemerintah Hindia Belanda kembali ke Indonesia dari pengasingan di Australia. Kembalinya pemerintah Hindia Belanda inididukung oleh pasukan Sekutu yang didalamnya ada pasukan Belanda yang tergabung dalam ABCD (American, British, China, Deutchland). Apalagi pihak sekutu tidak mengakui Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 karena mereka menganggap merdeka tersebut adalah rekayasa pasukan Jepang. Sehingga kemerdekaan tersebut tidak dapat pengakuan secara internasional.
Kemudian UUD 1945 menurut kaca mata Eropa tidak demokratis karena kekuasaan Presiden terlalu besar. Untuk menjawab hal ini maka keluarlah maklumat sebagai berikut : 1. Maklumat Wakil Presiden nomor X tanggal 15 Oktober 1945, isinya : “KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) melaksanakan tugas legislatif.“ Dengan demikian KNIP sama dengan MPR/DPR, sehingga KNIP yang semula membantu Presiden (AP pasal IV) dialihkan menjadi badan legislatif atas dasar maklumat. Wakil Presiden nomor X tanggal 15-10-1945. 2. Membentuk partai politik merupakan ciri khas Negara demokrasi, maka pemerintah mengeluarkan maklumat tanggal 3 Nopember 1945 tentang pembentukan partai sebanyak – banyaknya. 3. Dalam rangka mengurangi kekuasaan Presiden, keluar pula maklumat pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahan dari sistem Presidentil menjadi sistem Parlementer. Sekaligus agar Belanda mau berunding dengan Indonesia tentang masalah kemerdekaan Indonesia, sebab Belanda mengatakan tidak mau berunding dengan Soekarno yang antek-antek Jepang itu.
Semua usaha diatas yang dilakukan Indonesia ternyata tidak merubah pendirian Belanda untuk menguasai Insonesia, langkah pertama yang dilakukan Belanda adalah Agresi militer Belanda I dan II terhadap pemerintahan Indonesia yang didukung oleh wilayah-wilayah yang pro-Belanda. Penyelesaian dariagresi ini adalah tercapainya kesepakatan antara republik dengan wilayah-wilayah yang pro Belanda pada tanggal 22 Juli 1949 yang dikenal dengan “kongres antara Indonesia di Yogyakarta”. Kesepakatan tersebut adalah mendirikan Republik Indonesia Serikat (RIS). Berdasarkan demokrasi dan feeralisme. Pada
tanggal
29
Oktober
1949ditanda
tanganilah
Piagam
Persetujuan
Pemberlakuan Konstitusi RIS dinegeri Belanda oleh delegasi Republik Indonesia bersama Delegasi Pertemuan untuk Permusyawaratan Federal (15 orang Delegasi). Pada tanggal 27 Desember 1949 ditanda tanganilah Induk Persetujuan hasil Koferensi Meja Bundar (KMB) oleh Ratu Juliana dan wakil pemerintah Indonesia di Den Haag Belanda. Disini lahir pulalah Uni Belanda-Indonesia, dimana masingmasing Negara punya hak yang sama kedalam dan keluar Negeri.
Pada saat ini pulalah Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia yang mereka sebut dengan penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia, sementara Indonesia menyebutnya dengan pemulihan kedaulatan. Jadi secara resmi Belanda angkat kaki dari Indonesia pada tanggal 27 desember 1949. Dengan demikian berakhir pulalah berlakunya UUD 1945 pada tanggal 27 Desember1949, selanjutnya berlakulah konstitusi RIS.
Selama pemberlakuan UUD 1945 dalam kurun waktu 1945 sampai 1949 ada beberapa hal perlu kita catat adalah :
1. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M. Hatta diangkkat secara aklamasi dalam sidang PPKI atas usul Otto Iskandardinata (anggota PPKI) 2. Lembaga Negara menurut UUD 1945belum dibentuk kecuali lembaga Presiden. 3. KNIP yang awalnya pembantu Presiden diubah menjadi badan Legislatif. 4. Sistem Presidentil diubah menjadi sistem parlementer. 5. Materi UUD 1945 diubah tidak dengan pasal 37tapi cukup dengan maklumat karena MPR belum terbentuk. 6. UUD 1945 berakhir berlakunya pada 27 Desember 1945 dan digantikan dengan konstitusi RIS yang di buat di Den Haag Belanda
B. UUD Semasa RIS
Sebagaimana telah dibahas diatas bahwa rumusan konstitusi RIS telah disepakati berlakunya pada tanggal 27 Desember 1949, sehingga berakibat pula Indonesia terdiri dari Negara Pusat dan Negara Bagian, namun UUD 1945tetap berlaku pada Negara bagian RI berpusat di Yogyakarta. Perubahan UUD 1945 ke KRIS yang terdiri dari 197 pasal ini menurut Moh. Yamin hanyalah
sebagai taktik sekedar untuk memungkinkan membentuk negara
persatuan Indonesia yang meliputi segenap tanah air ( bekas wilayah Hindia Belanda )dan bangsa Indonesia yang diakui oleh dunia Internasional. Sedangkan perubahan dasar federalisme menjadi unitarisme akan dilanjutkan sebagai perobahan dalam negri Indonesia tanpa campur tangan Belanda (Pasal 186 KRIS ). Apa yang dilakukan Moh.Yamin tersebut maka 15 februari 1950 DPR – RIS melakukan sidang atas desakan pergerakan rakyat dan parlemen. Selanjutnya 19
Mei 1950 tercapailah persetujuan antara RIS dan RI untuk membentuk negara kesatuan RI dibawah UUD yang baru yakni UUD sementara sebagai perubahan konstitusi RIS. Dengan berubahnya bentuk negara dari federasi ke unitarisme maka Negara bagian Indonesia Timur dan Negara bagian Sumatra Timur msih menghendaki tetap di bawah RIS. Sedangkan Negara bagian lainnya telah menggabungkan diri pada Negara bagian Republik Indonesia atas desakan rakyat dan parlemenya masing – masing. Untuk menyelesaikan masalah di atas maka 15 Agustus 1950 Pres. Soekarno mengeluarkan Piagam Pernyataan bahwa Naskah UUD sementara 1950 telah di tanda tanggani bersama dengan perdana menteri dan menteri kehakiman RIS. Intinya telah sepakat UUDS – 1950 mulai di berlakukan pada 17 Agustus 1950 (pasal II ayat 1 UUDS) selama pemberlakuan konstitusi RIS tidak ada hal yang berarti
dapat
di
catat,
karena
masa
berlakunya
KRIS
sangat
pendek
sekali,sementara UNI Belanda – Indonesia dalam praktek tidak terlaksana. Namun yang penting disini bahwa dengan berlakunya KRIS, maka Belanda mengakui Negara Indonesia dengan imbalan Negara RIS wajib bayar hutang – hutang Hindia Belanda waktu di Australia dan biaya agresi I dan Iisebesar $ 4,8 Milyar kepada pemerintah Belanda. Sebab RIS menurut Belanda adalah kelanjutan pemerintah Hindia Belanda sehingga wajib bayar hutang Hindia Belanda.
C. UUD Semasa Sistim Parlementer
Pada 17 Agustus 1950 resmilah UUDS 1950 berlaku diseluruh wilayah Republik Indonesia atas dasar kesepakatan antara Negara- negara bagian RIS. Dan UUDS 1950 ini menganut sistem parlementer (pasal 51) dengan bentuk Negara kesatuan (pasal 1 ayat 1). Berasarkan pasal 134 UUDS-50,” Konstituante (sidang pembuat UUD) bersama pemerintah selekas–lekasnya menetapkan UUD RI
yang akan
menggantikan UUDS.” Sebagai tindak lanjut pasal 134 ini (dimasa pemerintahan PM Ali Sastroamidjojo) dikeluarkan UU no. 7 tahun 1953 tentang penyelenggaraan pemilihan umum. Pada 15 Desember 1955 di bawah PM Burhanudin Harahap diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR dan anggota badan Konstituante (sama dengan MPR). Peserta pemilihan umum sebayak 28 partai politik, yang keluar sebagai pemenang 4 besar adalah PNI (57 DPR 119 Badan konst), Masyumi (57 DPR 112 Badan Konst),
PNU (45 DPR 91 Badan konst), PKI (39 DPR 80 Badan Konst). Total kursi DPR adalah 257 (suara 37.785.200) dan total kursi Badan Konstituante 520 (suara 37.857.105). Dan pelantikan anggota badan Konstituante dilakukan pada tanggal 10 Nopember 1956. Badan Konstituante tidak berhasil mencapai kesepakatan untuk melahirkan UUD sesuai perintah pasal 134 UUDS-50. Perbeadan paling tajam dalam pembahasan naskah UUD adalah masalah dasar negara yaitu apakah Pancasila atau bentuk lain, karena PKI ingin merubah Pancasila dengan Eka sila (gotong royong) sementara masyumi ingin mempertahankan Pancasila, bahkan sebagian anggota sidang tidak mau lagi datang kesidang dengan berbagai alasan. Pada tanggal 2 April 1959 Presiden Soekarno mengusulkan kepada badan Konstituante untuk kembali saja ke UUD 1945. Namun usul tersebut setelah dibawa kesidang paripurna Badan Konstituante tidak memperoleh kesepakatan suara bulat (mayoritas), kemudian dilakukan voting sampai 3 tahap yakni tahap I (setuju 321, tidak setuju 199) tahap II (setuju 316, tidak setuju 201) tahap III (setuju 215, tidak setuju 205) tetap saja tidak memperoleh suara mayoritas yaitu 2/3 x 520 = 350. Jadi dengan votingpun tidak memperoleh persetujuan 2/3 dari jumlah anggota sidang (pasal137). Dengan demikian usul Pres. Soekarno ditolak sidang Paripurna Badan Konstituante. Oleh karena itu Presiden memandang Badan Konstituante tidak mungkin lagi dapat menyelesaikan tugas untuk membuat UUD. Anjuran untuk kembali ke UUD 1945 juga ditolak. Memperhatikan situasi seperti ini maka Presiden Soekarno menilai telah timbul suatu keadaan ketatanegaraan yang membahayakan persatuan bangsa Indonesia. Maka Pres. Soekarno setelah meminta pendapat militer mengeluarkan Dekrit (keadaan darurat). Dekrit dalam ketatanegaraan dibolehkan bila situasi telah dipandang mengancam stabilitas Negara secara nasional, bahkan Kepala Negara harus dan wajib mengambil langkah-langkah tertentu demi stabilitas Negara. Dekrit Presiden dikeluarkan pada tanggal 5 Juli 1959 dengan keputusan Presiden No.150 tahun 1959, isi pokoknya adalah :
1. Menetapkan pembubaran Badan Konstituante 2. Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. 3. Tidak berlaku lagi UUD sementara.
4. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dalam pemerintahan Orde Baru, Dekrit 5 Juli 1959 ini dianggap konstitusional dan hal ini dinyatakan syah berdasarkan ketetapan MPRS No. XXTahun 1966 tentang sumber tertib hukum. Selama pemberlakuan UUDS-50 ada hal-hal yang perlu dicatat antara lain : 1. Pembangunan
bangsa
belum
berjalan
karena
partai
politik
lebih
mengedepankan kepentingan partai ketimbang kepentingan nasional. 2. Ekonomi belum berkembang karena kebijakan pemerintah tidak jelas. 3. Daerah cenderung separatis atau desintegrasi karena tidak meratanya pembangunan, terutama pembangunan diluar Jawa. 4. Pada masa inilah pemilihan legislatif untuk pertama kali dilaksanakan yaitu pada tanggal 15 Desember 1955. 5. UUDS-50 berakhir masa berlakunya atas dasar dekrit Presiden 5 Juli 1959
D. UUD Setelah Dekrit Presiden
UUD 1945 berlaku kembali atas dasar dasar Dekrit Presiden 5 Juli 1959, mulai berlaku tanggal 5 Juli 1959 dan berakhir pada 10 Maret 1973. ( yaitu terbentuknya MPR hasil pemilihan umum 3 Juli 1971) Masa pemberlakuan UUD 1945 dibawah Dekrit dapat kita bagi kedalam 2 keadaan yakni : 1. Keadaan selama rezim Soekarno (Orde Lama) 2. Keadaan selama rezim Soeharto (Orde Baru) Ad. 1. Keadaan selama rezim Soekarno (Orde Lama) Setelah keluarnya Dekrit 5 Juli 1959 yang isinya menyatakan berlaku kembali UUD 1945, maka mulai 5 Juli 1959 Indonesia tunduk dibawah UUD 1945. Namun dalam prakteknya penyelenggaraan Negara tidak mencerminkan jiwa UUD 1945, bahkan Presiden Soekarno cenderung otoriter, pemilihan umum tidak pernah dilaksanakan, akibatnya : a. Lembaga negara hanya dibentuk dengan penetapan Presiden.
b. NASAKOM identik dengan Pancasila. c. Wakil Presiden tidak ada. d. Presiden merangkap sebagai Perdana Menteri. e. Disamping UUD 1945 berlaku pula Hukum Revolusi. f.
Sehingga Presiden juga sebagai Panglima Revolusi.
g. Menko merangkap Ketua Lembaga lainnya. h. Anggota MPRS dan DPR-GR diangkat oleh Presiden. i.
Anggota DPR hasil pemilu 1955 dibubarkan Presiden pada tahun 1960 karena DPR menolak RABPN yang diajukan pemerintah dan membentuk DPR-GR.
j.
MPRS mengangkat Soekarno sebagai Presiden seumur hidup (Tap MPRS No. III Tahun 1963).
Penghujung
pemerintahan
Presiden
Soekarno,
terjadinya
perebutan
kekuasaan yang dilakukan oleh PKI yang dikenal dengan G 30 S/PKI atau GESTAPU
(Gerakan
GPenghujung
September
pemerintahan
30)
Presiden
pada
tahun
Soekarno,
1965.
terjadinya
Akhir
dari
perebutan
kekuasaan yang dilakukan oleh PKI yang dikenal dengan G 30 S/PKI atau GESTAPU (Gerakan September 30) pada tahun 1965. Akhir dari G 30 S/PKI ini adalah lahirnya SUPERSEMAR dari Presiden Soekarno kepada Menteri / Panglima Angkatan Darat Letjen Soeharto. Dengan keluarnya SUPERSEMAR ini maka berakhir pulalah rezim Presiden Soekarno. Sekaligus UUD 1945 atas dasar Dekrit semasa rezim Soekarno juga berakhir pada 11 Maret 1966. Dan kedudukan UUD 1945 dikembalikan pada posisi yang seharusnya. Dikenal dengan pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekwen maksudnya akan melaksanakan semua isi UUD 1945 apapun hasilnya harus diterima. Ad. 2. Keadaan selama rezim Soeharto ( Orde Baru ) Dengan adanya G 30 S/PKI ini tampaknya Pres. Soekarno agak membela PKI, akibatnya terjadilah konflik antara Presiden dengan Rakyat yang di pelopori oleh KAMI dan KAPPI, menuntut pembubaran PKI atau dikenal dengan TRITURA pada 10 Januari 1966, yang isinya :
a.
Bubarkan PKI
b.
Bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur G 30 S/PKI
c.
Turunkan harga sandang pangan
Sebagai kelanjutan dari gerakan ini maka tanggal 11 Maret 1966 keluarlah SUPERSEMAR dari Presiden Soekarno kepada Menpangab Letjen Soeharto yang isinya mengambil langkah-langkah pengamanan untuk menyelamatkan keadaan. (SUPERSEMAR ini dikukuhkan dengan ketetapan MPRS No. IX tahun 1966 tanggal 21 Juni 1966). Selanjutnya atas dasar SUPERSEMAR ini dibentuklah MPRS, pengisian keanggotaannya diambil dari berbagai elemen masyarakat yang ada waktu itu sehingga di MPRS terbentuk fraksi : 1. Unsur nasionalis ( PNI, IPKI, MURBA) 2. Unsur Islam ( NU, PSII, Parmusi ) 3. Unsur Kristen-Katholik ( Parkindo, Parkat ) 4. Unsur Karya ( Karya ABRI, Karya Pembangunan ) 5. Unsr Daerah ( Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi, Maluku, Irian Barat. ) Berdasarkan Tap MPRS No. XIII Tahun 1966 pengemban SUPERSEMAR membentuk Kabinet Ampera. Kemudian melakukan pembersihan terhadap Kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI dan menghapus kebijakan Presiden Soekarno Yang bertentangan dengan UUD 1945, seperti : 1. Menghapus ideologi Nasakom 2. Menghapus Hukum Revolusi 3. Menghapus jabatan panglima besar Revolusi 4. Membentuk Lembaga Negara dengan UU yang semula dengan Penpres 5. Akan melaksanakan pemilihan umum, selama ini tidak dilaksanakan 6. Membatalkan Soekano sebagai Presiden seumur hidup.
E. UUD Setelah Supersemar
Pada tanggal 12 Maret 1967 Letjend Soeharto diangkat menjadi penjabat Presiden oleh MPRS untuk mengisi kekosongan pimpinan negara sampai terpilihnya Presiden oleh MPRS hasil pemilihan umum. ( Tap MPR No. XXXIII tahun 1967 ) Pengangkatan ini sebagai akibat ditolaknya kelengkapan kekurangan data pertanggung jawaban Pres. Soekarno yang berjudul Nawaksara oleh sidang MPRS Tahun 1967. (Tap MPRS No. V Tahun 1966 juncto Tap MPR No. XXXIII Tahun 1967)
Pada tanggal 27 Maret 1968 barulah Letjend Soeharto dikukuhkan menjadi Presiden sampai terpilihnya Presiden oleh MPR hasil pemilihan umum. (Tap MPRS No. XLIV Tahun 1968)
Program pertama Pres. Soeharto adalah penyelenggaraan pemilihan umum, sebagaimana yang telah ditetapkan MPRS bahwa pemilihan umum diselenggarakan pada 5 Juli 1968. (Tap MPRS No. XI Tahun 1966). Namun karena berbagai hal sehingga secara teknis belum dapat dilaksanakan. Barulah pemilihan umum dapat terlaksana pada tanggal 3 Juli 1971 yang diikuti 10 partai politik. (Tap MPRS XLII tahun 1968)
Setelah teerbentuknya MPR dari hasil pemilihan umum tahun 1971, maka bulan Maret 1973 diselenggarakan sidang umum MPR. Tugas utama MPR adalah menetapkan UUD dan memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Berdasarkan Tap MPR No. V Tahun 1973, ditetapkan UUD 1945 sebagai UUD Negara Republik Indonesia dan Tap MPR No. IX Tahun 1973 menetapkan Jend. Soeharto sebagai Presiden RI dan Tap MPR No. XI Tahun 1973 menetapkan Sri Sultan Hamengkubuwono sebagai wakil Presiden.
Dengan terbitnya Tap MPR No. V Tahun 1973 ini maka pemberlakuan UUD 1945 atas dasar Dekrit telah berakhir. Pemberlakuan UUD 1945 selanjutnya sudah bersifat tetap karena telah ditetapkan oleh MPR melalui Tap MPR No. V Tahun 1973 pasal 3. Yakni menyatakan tetap berlaku dan perlu disempurnakan Tap MPRS No. XX Tahun
1966 tenteang memorandum DPR-GR mengenai sumber tertib hukum RI dan urutan peraturan Perundang-undangan RI, yang diurutan pertama adalah UUD NRI 1945.
F. UUD Setelah Bersifat Tetap
Setelah UUD 1945 ditetapkan sebagai UUD NRI oleh MPR melalui Tap MPR No. V Tahun 1973 maka pemerintah bertekad akan melaksanakan UUD secara murni dan konsekwen. Tap MPR No. 1 tahun 1983 pasal 104 bunyinya : Majelis berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan terhadapnya serta akan melaksanakan secara murni dan konsekwen. Untuk lebih kuat lagi posisi pasal 104, terbit pula Tap MPR No. IV Tahun 1983 tentang Referendum, isinya : Pasal 1: Majelis berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak dan tidak akan melakukan perubahan terhadapnya serta akan melaksanakan secara murni dan konsekwen. Pasal 2 : Apabila MPR berkehendak untuk merubah UUD 1945 terlebih dahulu minta pendapat rakyat melalui Referendum.
Dengan adanya ketentuan ini maka pasal 37 UUD 1945 selama pemerintahan Orde Baru tidak pernah dilaksanakan, walaupun sebetulnya dalam aturan perundangundangan, Tap MPR tidak dapat merubah UUD, sementara Tap MPR No. IV Tahun 1983 telah bernuansa merubah pasal 37 UUD 1945. Dimana pasal 37 UUD 1945 hanya mensyaratkan harus disetujui 2/3 anggota MPR, tidak ada keharusan Referendum lebih dahulu. Jadi pasal 37 UUD 1945 adalah hak penuh MPR selaku penjelmaan rakyat Indonesia. Tapi oleh MPR sendiri hak tersebut dikembalikan pada rakyat melalui Referendum. Dalam praktek kenegaraan tidak pernah ada muncul ide merubah UUD 1945, kalau ada niat untuk merubah UUD 1945 dianggap melanggar hukum negara.
Selama pemberlakuan UUD 1945 bersifat tetap pada rezim orde baru mulai 10 Maret 1973 sampai runtuhnya orde baru 21 Mei 1998, bertepatan lahirny era reformasi, ada beberapa hal yang perlu dicatat, yakni :
1. MPR / DPR dibentuk berdasarkan hasil pemilihan umum 2. Presiden dan Wakil Presiden diangkat atas dasar musyawarah oleh MPR 3. Pegawai Negeri saluran hak politiknya wajib melalui GOLKAR 4. Pengembangan IPOLEKSOSBUD HANKAM dengan sistem PELITA 5. Pemilihan umum DPR, DPRD dilaksanakan sekali 5 tahun 6. Partai politik setelah pemilihan umum tahun 1971, dikurangi jumlahnya dari 10 partai menjadi 3 partai. Dan dituangkan dalam UU No. 3 Tahun 1975 yakni P3, Golkar dan PDI. 7. Stabilitas Negara cukup Kondunsif, karena ABRI / POLRI bertindak resepsif. 8. Penghujung orde baru KKN merajalela, akibatmya orde baru tumbang karena adanya gerakan reformasi yang di komandoi para mahasiswa. 9. Tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto mundur sebagai Presiden RI atas saran ketua MPR Harmoko dan di lanjutkan oleh BJ Habibi sampai terlaksananya sidang MPR hasil pemilihan umum reformasi 7 Juni 1999 yakni tanggal 14 – 21 Oktober 1999.
G. UUD Setelah Reformasi Reformasi adalah suatu gerakan untuk memformat ulng atau menata ulang hal – hal yang menyimpang untuk di kembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai – nilai ideal yang di cita – citakan denga rakyat. Syaratnya adalah adanya penyimpangan, dilakukan harus dengan cita – cita yang jelas, berdasarkan pada kerangka struktur tertentu, perubahan kearah kondisi yang lebih baik,dilakukan dengan dasar moral dan etika yang berketuhananserta terjaminya persatuan dan kesatuan Bagsa.
Dengan adanya gerakan reformasi ini maka tanggal 21 Mei 1998 Pak Harto mundur sebagai Presiden RI. Selanjutnya jabatan Presiden diserahkan pada wakil Presiden (pasal 8 UUD 1945) yaitu pada Bj Habibi, yang di ambil sumpahnya oleh pimpinan MPR di Bina Graha, Karena gedung MPR waktu itu di duduki demonstran. Namun pelimpahan jabatan ini oleh maha siswa dianggap tidak legitimite (tidak sesuia dengan prosedur) sehingga BJ Habibi diangap tadak syah sebagai Presiden. (tidak ada Tap MPR tentang BJ Habibi sebagai Presiden).
Akibat desakan mahasiswa maka BJ Habibi menyetujui penyelengaraan pemilihan umum dipercepat. Atas persetujuan MPR hasil pemilu 1997 maka pemilu dilaksanakan pada tanggal 7 Juni 1999 yang diikuti 48 partai politik. Pemilu ini dimenangkan oleh PDIP dibawah kepemimpinan Megawati. Pada tanggal 14 – 21 Oktober 1999 dilaksanakan SU-MPR hasil pemilu 1999. Dalam sidang ini pertanggung jawaban BJ Habibi sebagai Presiden pengganti ditolak MPR (Tap MPR No. III Tahun 19999). Akibat penolakan ini, BJ Habibi mundur sebagai calon Presiden mendampingi KH Abdurrachman Wahid, sehingga calon Presiden tinggal KH Abdurrachman Wahid, karena pemilihan Presiden harus lebih dari satu orang, maka Megawati maju sebagai calon Presiden dari PDIP.
Dalam pemilihan ini kursi Presiden dimenangkan oleh KH Abdurrachman Wahid, (Tap MPR No. VII Tahun 1999). Sementara kursi Wakil Sementara dimenangkan Megawati setelah mengalahkan Hamzah Haz (Tap MPR No. VIII Tahun 1999). Dua tahun kemudian Pres. KH Abdurrachman Wahid dilengserkan MPR dalam sidang istimewa dengan alasan : awalnya karena kasus bulog, kemudian beralih menjadi kinerja buruk. ( Tap MPR No. II Tahun 2001 ). Pencopotan ini dilawan oleh KH Abdurrachman Wahid, dengan mengeluarkn dekrit Presiden tanggal 21 Juli 2001 yang isinya :
a. Bekukan MPR dan DPR , b. Percepat pemilihan umum, c.
Bekukan Golkar sambil menunggu putusan MA.
Dekrit ini dikeluarkan bertepatan malam terakhir sidang istimewa MPR. Namun tidak mendapat dukungan dari Militer. Walaupun demikian oleh pimpinan MPR dimintakan fatwa MA atas Dekrit tersebut. MA berpendapat bahwa dekrit tersebut dianggap tidak syah atau inkonstitusional, dengan alasan Presiden mencampuri urusan pengadilan sehingga bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga MPR mengabaikan Dekrit ini. Selanjutnya diangkat Megawati sebagai Presiden setelah mengalahkan Hamzah Haz dari PPP. ( Tap MPR No. III Tahun 2001 ). Sementara wakil Presiden diangkat
Hamzah Haz setelah berhasil mengalahkan Akbar tandjung dari GOLKAR. (Tap MPR No. IV Tahun 2001) Dengan beralihnya Era Orde Baru ke Era Reformasi dan terbentuknya MPR Era Reformasi. Maka dilakukan perubahan UUD 1945 karena dianggap tidak cocok lagi dengan tuntutan kebutuhan bangsa dan negara. Seperti batasan kekuasaan antara eksekutif, legislatif, yudikatif tidak jelas, kurangnya peerlindungan HAM, jabatan Presiden tidak tegas dan kekuasaan Presiden terlalu besar . Tahapan perubahan (amandemen) UUD 1945 adalah :: 1. 19-10-1999 s.d 18-08-2000 ( 18 ayat ) 2. 18-08-200 s.d 10-11-2001 ( 55 ayat ) 3. 10-11-2001 s.d 10-08-2002 ( 67 ayat ) 4. 10-08-2002 s.d sekarang ( 29 ayat ) Hampir 90% pasal-pasal UUD 1945 telah diubah oleh MPR periode 1999 – 2004 dibawah pimpinan Amin Rais. Yang tidak diubah hanyalah Pembukaan UUD 1945.
Khusus tentang masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden pasal 7 UUD 1945 telah diubah dalam sidang istimewa MPR sebagaimana Tap MPR No. XIII Tahun 1998 dimana masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden hanya 5 tahun dan boleh dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk 1 periode lagi. Tapi Tap MPR ini ditentang banyak pihak karena UUD tidak dapat diubah dengan Tap MPR, mengingat Tap MPR berada dibawah UUD 1945. (Tap MPRS No. XX Tahun 1966) jadi kalau mau merubah UUD harus dengan amandemen. Dalam era reformasi ada hal-hal yang perlu dicatat yakni : 1. UUD 1945 telah diamandemen kecuali Pembukaan 2. Pemilu diikuti banyak partai 3. Jumlah partai peserta pemilu selalu berubah setiap periode pemilu 4. Setiap ormas dan parpol tidak selalu berasas Pancasila dan UUD 1945 5. Semua anggota MPR berasal dari DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu 6. Pemerintahan menerapkan sistem keterbukaan dan akuntabilitas 7. Presiden dan Wakil Presiden awalnya (1999) dipilih MPR dengan sistem voting namun periode berikutnya mulai tahun 2004 dan 2009 dipilih langsung oleh rakyat 8. Demonstrasi dibolehkan asal ada izin pihak berwenang dan tidak anarkhis.
SOAL MANDIRI 1. Jelaskan sejarah singkat tentang UUD di Indonesia ! 2. Jelaskan sejarah singkat tentang orde lama ! 3. Jelaskan sejarah singkat tentang orde baru ! 4. Apa yang dimaksud dengan SUPERSEMAR ? Jelaskan ! 5. Sebutkan tahapan perubahan (amandemen) UUD 1945 ?
=================== SELAMAT MENGERJAKAN =======================