BAB IV GAMBARAN UMUM SANITASI KABUPATEN MADIUN RENCANA PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI 4.1. Visi dan Misi Sanitasi Kabupaten Madiun 4.1.1. Visi Secara umum visi misi Pembangunan Wilayah Kabupaten Madiun, mengacu pada visi misi Kabupaten Madiun yang tercantum dalam Rencana Program Jangka Panjang Daerah (RPJPD). Berdasarkan kondisi Kabupaten Madiun serta tantangan yang dihadapi dalam 20 tahun mendatang maka Visi Pembangunan Kabupaten Madiun Tahun 2005-2025 adalah : ” KABUPATEN MADIUN YANG MAJU, BERBASIS AGRO MENUJU SEJAHTERA ” Berlandaskan
pada
visi
Pemerintah
Kabupaten
Madiun
tersebut
maka
visi
pengembangan wilayah Kabupaten Madiun adalah : ” TERWUJUDNYA KESEIMBANGAN PERTUMBUHAN ANTAR WILAYAH MENUJU KABUPATEN MADIUN SEJAHTERA DENGAN BERBASIS AGRO ”
4.1.2. Misi Untuk mendukung visi tersebut, maka misi Kabupaten Madiun sebagai berikut : 1. Mewujudkan Keseimbangan pertumbuhan wilayah di Kabupaten Madiun. Misi pengembangan wilayah ini diperlukan untuk menumbuhkan pusat dan subsub pusat pertumbuhan baru di Kabupaten Madiun yang sekaligus menjadi generator
pertumbuhan
bagi
wilayah
belakangnya
dan
diharapkan
akan
memberikan “Multiplier Effect” sehingga dapat mengurangi ketimpangan atau kesenjangan pertumbuhan antar wilayah. 2. Mewujudkan Keseimbangan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Madiun. Misi
pengembangan
wilayah
ini
diperlukan
untuk
menggerakkan
dan
menumbuhkan perekonomian masyarakat melalui pembangunan sektor agro dalam kerangka pencapaian visi pengembangan wilayah di Kabupaten Madiun, serta meningkatkan penyerapan tenaga kerja. 3. Meningkatkan sarana dan prasarana/ infrastruktur kabupaten yang menjamin aksesibilitas publik, berwawasan lingkungan dan nyaman. Misi pengembangan wilayah ini diperlukan untuk meningkatkan sarana dan prasarana/infrastruktur yang ada di Kabupaten Madiun, sehingga masyarakat di Kabupaten Madiun dapat menikmati sarana dan prasarana yang sama di setiap kecamatan,
terciptanya
aksesibilitas
yang
mudah
sehingga
dapat
lebih
menumbuhkan dan meningkatkan potensi yang ada di masing-masing kecamatan dan menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan. 4. Meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat Kabupaten Madiun. Misi pengembangan wilayah ini diperlukan untuk meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia di Kabupaten Madiun dalam menerima perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, sehingga diharapkan dapat bersaing dengan wilayah lain, mampu menumbuhkan pendapatan, menumbuhkan perekonomian di wilayahnya sehingga tercipta kemandirian. 5. Mewujudkan pemantapan fungsi lindung dan optimasi fungsi budidaya diseluruh wilayah Kabupaten Madiun. Misi pengembangan wilayah ini diperlukan untuk melakukan penataan terhadap kawasan lidung dan kawasan budidaya yang ada di Kabupaten Madiun, sehingga lebih
sinergis
dalam
pemanfaatannya,
tetap
terjaga
fungsi
lindungnya,
berwawasan lingkungan dan terakomodir dalam penataan ruang yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungannya. 6. Meningkatkan
akses,
kesadaran,
partisipasi
masyarakat
dalam
proses
perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang dalam pengembangan wilayah Kabupaten Madiun. Misi pengembangan wilayah ini diperlukan untuk memberikan akses, kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menjaga lingkungannya, dalam menata wilayahnya sehingga diharapkan tercipta keharmonisan pemanfaatan ruang. 7. Mewujudkan
berbagai
kemudahan
bagi
pengembangan
investasi
serta
peningkatan kerjasama regional. Misi pengembangan wilayah ini diperlukan untuk memberikan kemudahan di dalam
melakukan
investasi
di
Kabupaten
Madiun
dengan
memberikan
kemudahan di dalam perijinan, ketersediaan sarana dan prasarana/infrastruktur yang memadai serta iklim yang kondusif. 8. Mewujudkan
integrasi
program
pembangunan
yang
didukung
seluruh
pemangku kepentingan. Misi pengembangan wilayah ini diperlukan untuk terciptanya keharmonisan, keselarasan antar berbagai program yang akan dilaksanakan di Kabupaten Madiun.
4.2. Strategi Penanganan Sanitasi 1. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Jaringan Prasarana Wilayah. 2. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Jaringan Jalan. 3. Kebijakan
dan
Lingkungan.
Strategi
Pengembangan
Sistem
Prasarana
Pengelolaan
4. Kebijakan dan Strategi Pengembangan Jaringan Sumber Daya Air. 5. Kebijakan
dan
Strategi
Lingkungan;pengelolaan
Pengembangan Sistem
Jaringan
Sistem
Prasarana
Persampahan
Pengelolaan
Yang
Ramah
Lingkungan. 6. Pengoptimalan sistem sanitasi lingkungan yang sudah ada dan pengembangan sistem individual dan komunal yang diarahkan pada sistem publik. 7. Penyediaan dan peningkatan pelayanan air bersih. 8. Pertahanan kawasan resapan air di Kabupaten Madiun. 9. Kebijakan dan Strategi Kawasan Rawan Bencana Terdiri dari kawasan rawan banjir dan kawasan rawan kebakaran. Secara umum daerah yang pasti menjadi kawasan rawan bencana secara periodik tidak disarankan sebagai lokasi pemukiman dan diprioritas sebagai kawasan konservasi. 10. Penanganan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. 11. Kebijakan
dan
Strategi
Penetapan
Kawasan
Strategis
Penyelamatan
Lingkungan Hidup Kawasan Strategis dari Sudut Kepentingan Penyelematan Lingkungan
Hidup,
Meliputi
Kawasan
Perlindungan
dan
Pelestarian
Lingkungan Hidup, Termasuk Kawasan Yang diakui Sebagai Warisan Dunia. 4.3. RENCANA PENGINGKATAN PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DAN PENGEMBANGAN SISTEM PENGENDALI BANJIR Banjir merupakan momok bagi kawasan rawan banjir, terutama pada kawasan dengan ketinggian yang lebih rendah dari muka air sungai/air laut, kawasan pertemuan sungai dengan sungai, kawasan dengan drainase yang buruk, dan kawasan yang mempunyai tingkat porositas tanah yang rendah. Pengendalian banjir dapat dilakukan dengan pendekatan secara struktur dan non struktur. A.
Pengendalian banjir dengan infrastruktur Melakukan perbaikan sungai dasarnya adalah mengusahakan agar air banjir tidak meluap dan sekaligus menghilangkan rintangan-rintangan di sungai yang dapat mengakibatkan pembendungan. Termasuk di dalam perbaikan sungai antara lain: Membuat tanggul baru atau mempertinggi tanggul yang sudah ada. Normalisasi sungai. Membuat bangunan-bangunan proteksi tebing pada tempat yang rawan longsor. Pemasangan pompa banjir pada kawasan rawan banjir yang mempunyai potensi strategis.
B.
Pengendalian banjir dengan Non Struktur Kegiatan non struktur bertujuan untuk menghindari dan juga menekan besarnya masalah yang ditimbulkan oleh banjir, antara lain dengan cara mengatur pembudidayaan lahan di dataran banjir dan Daerah Aliran Sungai (DAS) sedemikian rupa sehingga selaras dengan kondisi dan fenomena lingkungan/alam termasuk kemungkinan terjadinya banjir. Upaya tersebut dapat berupa :
Konservasi tanah dan air di Daerah Pengaliran Sungai (DPS) hulu untuk menekan besarnya aliran permukaan dan mengendalikan besarnya debit puncak banjir serta pengendalian erosi untuk mengurangi pendangkalan/sedimentasi di dasar sungai. Kegiatan ini merupakan gabungan antara rekayasa teknik sipil dan teknik agro, yang bertujuan untuk mengendalikan aliran permukaan antara lain dengan terasiring, bangunan terjun, check-dam/dam penahan, dam pengendalian sedimen, penghijauan dan reboisasi serta pembuatan sumur resapan. Penataan ruang dan rekayasa di DPS hulu sehingga pembudidayaan/pendayagunaan lahan tidak merusak kondisi hidrologi DAS dan tidak memperbesar masalah banjir. Partisipasi masyarakat yang didukung adanya penegakan hukum antara lain dalam mentaati ketentuan menyangkut tata ruang dan pola pembudidayaan dataran banjir dan DAS hulu, menghindari terjadinya penyempitan dan pendangkalan alur sungai akibat adanya sampah padat termasuk bangunan, hunian liar dan tanaman di bantaran sungai. Penetapan sempadan sungai yang didukung oleh penegakan hukum. Penyuluhan dan pendidikan masyarakat lewat berbagai media menyangkut berbagai aspek dalam rangka meningkatkan kepedulian dan partisipasinya. C. Rencana Sistem Sanitasi Lingkungan Tujuan rencana sistem sanitasi lingkungan adalah memenuhi kebutuhan akan sistem prasarana yang berfungsi mengalirkan air limbah domestik (air limbah rumah tangga) yang berasal dari perumahan dan permukiman, dalam mencapai ruang hidup yang sehat dan produktif Air limbah domestik ini dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu : 1. Black Water : yaitu air limbah manusia (human waste) yang berasal dari toilet/jamban 2. Gray Water, yaitu buangan air limbah rumah tangga yang berasal dari kamar mandi, dapur dan tempat cuci (sullage) Jenis limbah yang ada di Kabupaten Madiun di bedakan menjadi dua, yaitu limbah domestik (rumah tangga) dan limbah industri. Sedangkan berdasarkan sistem pembuangan limbahnya, di Kabupaten Madiun menggunakan sistem setempat atau individual. Dalam jangka pendek, pengembangan sistem publik air kotor tidak memungkinkan untuk dikembangkan mengingat investasi yang cukup besar. Dengan demikian sampai dengan tahun 2029, penanganan air limbah lebih ditekankan pada pengoptimalan sistem yang sudah ada, dan mengembangkan sistem individual dan komunal yang sudah diarahkan pada sistem publik. Arahan pengembangan pengelolaan sistem pembuangan air limbah di Kabupaten Madiun adalah sebagai berikut : 1. Untuk Limbah Rumah Tangga Berdasarkan standar, dengan kepadatan penduduk < 200 jiwa/ha, maka dipergunakan sistem pembuangan on site sanitation. Pada sistem ini pengelolaan limbah dilakukan oleh masing-masing rumah tangga/kegiatan.
Komunal, secara bersama-sama oleh beberapa keluarga, yang biasanya berupa jamban jamak, MCK atau tangki septik komunal diterapkan pada wilayah-wilayah padat penduduk. Menerapkan sistem limbah cair bercampur yaitu dengan memanfaatkan saluran atau selokan air hujan yang telah ada dengan cara merehabilitasi fungsi saluran atau meredesain saluran yang ada. Bagi kawasan baru dan perumahan atau real estate harus merehabilitasi saluran air hujannya dengan menggunakan system tercampur atau mendesain bagi yang belum terbangun. Pengelolaan air limbah masih memungkinkan untuk diterapkan system on site dengan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) menyatu dengan TPA. 2. Untuk Limbah Cair Rumah Sakit/Puskesmas Harus mempunyai fasilitas dan peralatan pengolahan limbah cair dan melakukan pengelolaan secara baik. Harus melakukan monitoring dan pengawasan terhadap limbah cairnya ke badan air. Pengolahan limbah toksin seperti limbah cair sisa obat-obatan dan suntikan, harus dipisahkan dari pengolahan limbah cair yang bersifat non toksin. 3. Untuk Limbah Cair Industri Setiap industri harus mempunyai fasilitas dan peralatan pengolahan limbah cair dan melakukan pengelolaan secara baik. Perlunya monitoring dan pengawasan terhadap limbah cair yang di buang ke badan air melalui inventarisasi jenis industri guna memudahkan monitoring dan pengawasan. 4.4. RENCANA PENINGKATAN SISTEM PERSAMPAHAN 4.4.1. JUMLAH TIMBULAN SAMPAH Pola pembuangan sampah yang ada di Kabupaten Madiun dilaksanakan dengan sistem individual dan komunal yang sudah dilayani oleh sistem pengelolaan sampah umum, mulai dari pengumpulan, hingga pembuangan akhir, yang dikelola oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Secara umum, sampah dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
Sampah organik, yaitu jenis sampah yang dapat diproses oleh alam (dapat didaur ulang secara alami), misalnya makanan, daun-daunan dan lainnya
Sampah non-organik, yaitu jenis sampah yang tidak bisa didaur-ulang secara alami, misalnya sampah plastik, besi, logam, porselin, dan lainnya.
Sedangkan untuk sumber sampah dapat berasal dari:
Sampah rumah tangga (domestik)
Sampah non rumah tangga (non domestik) yang terbagi atas: sampah pasar dan pertokoan sampah jalan, sampah fasilitas umum/sosial (pendidikan, kesehatan, perkantoran, dsb) sampah kawasan industri (pabrik, kerajinan, dsb)
Sumber sampah lainnya.
Perhitungan volume timbulan sampah didasarkan pada beberapa faktor, yaitu besarnya peningkatan tingkat pelayanan tiap tahun dan peningkatan jumlah penduduk. Dominasi komposisi sumber sampah untuk wilayah Kabupaten Madiun diperkirakan tidak akan berubah terutama dalam waktu dekat, karena pola hidup masyarakat dalam mengurangi penggunaan barang yang menghasilkan belum dapat dirubah dalam jangka pendek. Jadi dengan bertambahnya jumlah penduduk akan terjadi penambahan volume sampah. Jumlah timbulan sampah total (domestik + non domestik) per orang/hari diasumsikan sebesar 1,5 liter (Sumber Acuan : Standar Spesifikasi Timbulan Sampah di Indonesia, Dept. PU, LPMB, Bandung, 1993). Selanjutnya untuk mengetahui jumlah timbulan sampah perharinya, maka dari jumlah timbulan sampah per liter/orang/hari dikalikan dengan jumlah penduduk. Untuk mengetahui berat timbulan sampah maka volume sampah (m 3/hari) dikalikan dengan nilai densitas sampah (kg/m 3). Untuk mengetahui lebih lanjut jumlah timbulan sampah per hari yang dihasilkan oleh penduduk di Kabupaten Madiun dapat dilihat pada Tabel 3.13. 4.4.2. DAERAH PELAYANAN Daerah pelayanan meliputi seluruh desa di Kabupaten Madiun. Dengan sistem manajemen pengelolaan sampah, terutama untuk pengangkutan dari TPS menuju TPA yang dilakukan secara terintegrasi oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Madiun. 4.4.3. KEBUTUHAN PERALATAN PERSAMPAHAN Berdasarkan prediksi jumlah timbulan sampah Kabupaten Madiun, maka dapat ditentukan jumlah kebutuhan peralatan persampahan yang harus dimiliki oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Madiun khususnya untuk pelayanan Kabupaten Madiun sebagimana terlihat pada Tabel 3.14. 4.4.4. UMUR TPA Berdasarkan data eksisting, TPA Kaliabu seluas 6 ha diperkirakan masih mampu menampung
kebutuhan
sampah
Kabupaten
Madiun
sampai
Tahun
2023,
sebagaimana perhitungan pada Tabel 3.15.
4.4.5. ARAHAN PENGEMBANGAN Berdasarkan hasil prediksi dan permasalahan pengembangan prasarana persampahan meliputi : 1.
yang
ada,
maka
arahan
Umur TPA Kaliabu diperkirakan sampai Tahun 2023. Perlu adanya alternatif lokasi TPA baru, mengingat lokai TPA Kaliabu berdekatan dengan penetapan Kawasan Perkotaan Mejayan yang dipersiapkan menjadi Ibukota Kabupaten
Madiun. Selain itu perlu juga alternatif lokasi TPA baru untuk wilayah Kabupaten Madiun bagian selatan. Ada beberapa alternatif lokasi pengembangan TPA baru namun perlu dilakukan studi lebih lanjut. Alternatif lokasi TPA sebagai berikut : 1) Lokasi TPA di Sareng dan Bader sebagaimana diungkapkan dalam RPJM Kawasan Agropolitan Kabupaten Madiun, 2) Banjarsari Wetan yang merupakan aset pemerintah Kabupaten Madiun 2.
Pemilihan lokasi baru untuk tempat pembuangan akhir harus sesuai dengan persyaratan teknis dan daya dukung lingkungan.
3.
Pengurangan masukan sampah ke TPA dengan konsep reduce-reuse-recycle di sekitar wilayah sumber sampah.
4.
Pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kaidah teknis.
5.
Rehabilitasi dan pengadaan sarana dan prasarana persampahan, bergerak dan tidak bergerak.
6.
Mengembangkan kemitraan dengan swasta dan kerjasama dengan kabupaten sekitarnya yang berkaitan untuk pengelolaan sampah dan penyediaan TPA. Tabel 3.13. PREDIKSI JUMLAH TIMBULAN SAMPAH DI KABUPATEN MADIUN TAHUN 2009-2029
Tabel 3.14 KEBUTUHAN PERALATAN SAMPAH KABUPATEN MADIUN TAHUN 2009-2029 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kecamatan
Jumlah Penduduk Volume Timbulan Keb. Bin Sampah Keb. Gerobak Keb.Transfer Keb.Container Keb.Dump Keb. Arm Roll (Jiwa) (unit) (unit) Depo (Unit) (unit) Truk (unit) Truck (unit) Sampah (m3/hari)
Kebonsari geger Dolopo Dagangan Wungu Karee Gemarang Saradan Pilangkenceng Mejayan Wonoasri Balerejo Madiun Sawahan Jiwan TOTAL
54.626 60.814 53.771 50.376 52.914 33.624 33.054 63.393 55.239 44.006 33.322 45.257 38.706 26.297 56.187 701.584
24,58 27,37 24,20 22,67 23,81 15,13 14,87 28,53 24,86 19,80 15,00 20,37 17,42 11,83 25,28 315,71
410 456 403 378 397 252 248 475 414 330 250 339 290 197 421 5.262
4 5 4 4 4 3 2 5 4 3 2 3 3 2 4 53
2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 20
2 2 2 1 1 1 1 2 2 1 1 1 1 1 2 20
0,34 0,38 0,34 0,31 0,33 0,21 0,21 0,40 0,35 0,28 0,21 0,28 0,24 0,16 0,35 4
0,38 0,43 0,38 0,35 0,37 0,24 0,23 0,45 0,39 0,31 0,23 0,32 0,27 0,18 0,40 5
Keterangan (Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003) * Kapasitas Bin Sampah = 60 lt * Gerobak kapasitas = 2 m3 (rate 3 kali sehari) * Transfer depo = kap. 8 m3 dikosongkan 2 kali sehari * Container kapasitas = 6 m3 (rit 2 kali sehari) * Dump Truck kapasitas : 6 m3 (rit 3 kali sehari) * Arm Roll Truk = 8 m3 (rit 6 kali sehari)
Tahun 2014
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kecamatan Kebonsari geger Dolopo Dagangan Wungu Karee Gemarang Saradan Pilangkenceng Mejayan Wonoasri Balerejo Madiun Sawahan Jiwan TOTAL
Jumlah Penduduk Volume Timbulan Keb. Bin Sampah Keb. Gerobak Keb.Transfer Keb.Container Keb.Dump Keb. Arm Roll (Jiwa) (unit) (unit) Depo (Unit) (unit) Truk (unit) Truck (unit) Sampah (m3/hari) 57.044 25,67 428 4 2 2 0,357 0,401 63.505 28,58 476 5 2 2 0,397 0,447 56.151 25,27 421 4 2 2 0,351 0,395 52.606 23,67 395 4 1 1 0,329 0,370 55.256 24,87 414 4 2 2 0,345 0,389 35.112 15,80 263 3 1 1 0,219 0,247 34.517 15,53 259 3 1 1 0,216 0,243 66.199 29,79 496 5 2 2 0,414 0,465 57.684 25,96 433 4 2 2 0,361 0,406 45.954 20,68 345 3 1 1 0,287 0,323 34.797 15,66 261 3 1 1 0,217 0,245 47.261 21,27 354 4 1 1 0,295 0,332 40.419 18,19 303 3 1 1 0,253 0,284 27.461 12,36 206 2 1 1 0,172 0,193 58.674 26,40 440 4 2 2 0,367 0,413 732.639 329,69 5.495 55 21 21 5 5
Keterangan (Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003) * Kapasitas Bin Sampah = 60 lt * Gerobak kapasitas = 2 m3 (rate 3 kali sehari) * Transfer depo = kap. 8 m3 dikosongkan 2 kali sehari * Container kapasitas = 6 m3 (rit 2 kali sehari) * Dump Truck kapasitas : 6 m3 (rit 3 kali sehari) * Arm Roll Truk = 8 m3 (rit 6 kali sehari)
Tahun 2019 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kecamatan Kebonsari geger Dolopo Dagangan Wungu Karee Gemarang Saradan Pilangkenceng Mejayan Wonoasri Balerejo Madiun Sawahan Jiwan TOTAL
Jumlah Penduduk Volume Timbulan Keb. Bin Sampah Keb. Gerobak Keb.Transfer Keb.Container Keb.Dump Keb. Arm Roll (Jiwa) (unit) (unit) Depo (Unit) (unit) Truk (unit) Truck (unit) Sampah (m3/hari) 59.569 26,81 447 4 2 2 0,372 0,419 66.316 29,84 497 5 2 2 0,414 0,466 58.636 26,39 440 4 2 2 0,366 0,412 54.935 24,72 412 4 2 2 0,343 0,386 57.702 25,97 433 4 2 2 0,361 0,406 36.666 16,50 275 3 1 1 0,229 0,258 36.045 16,22 270 3 1 1 0,225 0,253 69.129 31,11 518 5 2 2 0,432 0,486 60.237 27,11 452 5 2 2 0,376 0,424 47.988 21,59 360 4 1 1 0,300 0,337 36.338 16,35 273 3 1 1 0,227 0,255 49.352 22,21 370 4 1 1 0,308 0,347 42.208 18,99 317 3 1 1 0,264 0,297 28.676 12,90 215 2 1 1 0,179 0,202 61.271 27,57 460 5 2 2 0,383 0,431 765.068 344,28 5.738 57 22 22 5 5
Keterangan (Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003) * Kapasitas Bin Sampah = 60 lt * Gerobak kapasitas = 2 m3 (rate 3 kali sehari) * Transfer depo = kap. 8 m3 dikosongkan 2 kali sehari * Container kapasitas = 6 m3 (rit 2 kali sehari) * Dump Truck kapasitas : 6 m3 (rit 3 kali sehari) * Arm Roll Truk = 8 m3 (rit 6 kali sehari)
Tahun 2024 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kecamatan Kebonsari geger Dolopo Dagangan Wungu Karee Gemarang Saradan Pilangkenceng Mejayan Wonoasri Balerejo Madiun Sawahan Jiwan TOTAL
Jumlah Penduduk Volume Timbulan Keb. Bin Sampah Keb. Gerobak Keb.Transfer Keb.Container Keb.Dump Keb. Arm Roll (Jiwa) (unit) (unit) Depo (Unit) (unit) Truk (unit) Truck (unit) Sampah (m3/hari) 62.206 27,99 467 5 2 2 0,389 0,437 69.252 31,16 519 5 2 2 0,433 0,487 61.231 27,55 459 5 2 2 0,383 0,431 57.366 25,81 430 4 2 2 0,359 0,403 60.256 27,12 452 5 2 2 0,377 0,424 38.289 17,23 287 3 1 1 0,239 0,269 37.640 16,94 282 3 1 1 0,235 0,265 72.189 32,48 541 5 2 2 0,451 0,508 62.903 28,31 472 5 2 2 0,393 0,442 50.112 22,55 376 4 1 1 0,313 0,352 37.946 17,08 285 3 1 1 0,237 0,267 51.537 23,19 387 4 1 1 0,322 0,362 44.076 19,83 331 3 1 1 0,275 0,310 29.945 13,48 225 2 1 1 0,187 0,211 63.983 28,79 480 5 2 2 0,400 0,450 798.932 359,52 5.992 60 22 22 5 6
Keterangan (Sumber : Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2003) * Kapasitas Bin Sampah = 60 lt * Gerobak kapasitas = 2 m3 (rate 3 kali sehari) * Transfer depo = kap. 8 m3 dikosongkan 2 kali sehari * Container kapasitas = 6 m3 (rit 2 kali sehari) * Dump Truck kapasitas : 6 m3 (rit 3 kali sehari) * Arm Roll Truk = 8 m3 (rit 6 kali sehari)
Tabel 3.15 UMUR TPA KALIABU KABUPATEN MADIUN
Analisa
Eksisting (2008) Rata-rata Rata - rata Timbulan Timbunan Sampah Sampah Sampah Terlayani/ Kab/Kota Terangkut (m3/Hari) (m3/Hari) (m3/thn)
0,16
0,11
34,38
Sisa Lahan Timbunan TPA ha
1,80
Total Densitas Densitas Faktor Lahan Sampah Sampah Kompaksi TPA Terkompaksi Lepas Sampah ha
6,00
(kg/m3)
(kg/m3)
600,00 350,00
1,71
Volume Sampah Terlayani
Volume Tanah Penutup
Total Tinggi Kebutuhan Volume Tumpukan Lahan
(m3/thn)
(m3/thn)
(m3/thn)
73.441
14.688
88.129
Analisa Umur TPA
Masa Umur TPA s/d thn
m2/thn
m
2,50
35.252
14
2023
Ketentuan teknis
untuk pembangunan TPA baru maupun TPA lama yang masih
beroperasi sebagai berikut : 1. TPA baru atau yang direncanakan a. Zona Penyangga Zona penyangga sesuai dengan Pedoman Pengoperasian dan Pemeliharaan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem Controlled Landfill dan Sanitary Landfill dengan jarak 0-500 meter. Pemanfaatan lahannya ditentukan sebagai berikut : 0-100 meter : diharuskan berupa sabuk hijau. 101-500 meter : pertanian non pangan dan hutan. Ketentuan pemanfaatan ruang : Sabuk hijau dengan tanaman keras yang boleh dipadukan dengan tanaman perdu terutama tanaman yang dapat menyerap racun dengan ketentuan sebagai berikut : 1) jenis tanaman adalah tanaman tinggi dikombinasi dengan tanaman perdu yang mudah tumbuh dan rimbun terutanama tanaman yang dapat menyerap bau, 2) beberapa pohon adalah minimum 5 meter. Pemprosesan sampah utama. Instalasi pengolahan sampah menjadi energi, pembakaran bersama unit pengelolaan limbahnya.
atau
instalasi
Kegiatan budidaya perumahan tidak diperbolehkan pada zona penyangga. Kriteria teknis : Tidak menggunakan air tanah setempat dalam kegiatan pengolahan sampah. Ketersediaan sistem drainase yang baik. Ketersediaan fasilitas parkir dan bongkar muat sampah terpilah yang akan di daur ulang di lokasi lain. Pengelolaan : Jalan masuk ke TPA : 1) dapat dilalui truk sampah dua arah dengan lebar badan jalan minimum 7 meter, 2) jalan kelas I dengan kemampuan memikul beban 10 ton dengan kecepatan 30 km/jam. Drainase permanen terpadu dengan jalan didukung oleh drainase lokal tak permanen.
dan
bila
diperlukan
Sabuk hijau yang dimaksudkan untuk zona penyangga adalah ruang dengan kumplan pohon dan bukan sekedar deretan pohon yang bila dimungkinkan mempunyai nilai ekonomi. Tanaman yang direkomendasikan adalah yang sesuai dengan kondisi alam setempat, termasuk iklim, rona fisik dan kondisi lapisan tanah. b. Zona Budi Daya Terbatas Zona budi daya terbatas untuk TPA baru dengan sistem pengurugan berlapis bersih tidak diperlukan.
Zona budi daya terbatas untuk sistem pengurugan berlapis terkendali ditentukan sejauh 0-300 meter dari batas terluar zona inti. Pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut : Rekreasi dan RTH. Industri terkait pengolahan sampah, pendaurulangan sampah dan lain-lain.
pengolahan
kompos,
Pertanian non pangan. Permukiman di arah hulu TPA bersangkutan diperbolehkan dengan persyaratan tertentu untuk menghindari dampak pencemaran lindi pada daerah hilir TPA. Persyaratan tersebut termasuk sistem drainase yang baik, fasilitas pemilahan, pengemasan dan penyimpanan sementara. Kriteria Teknis Tersedia akses dan jaringan jalan yang baik. Tersedia jaringan drainase yang memadai. Tersedia sistem pembuangan limbah cair yang baik untuk fasilitasfasilitas pengolahan sampah yang menghasilkan limbah. Tersedia pasokan air dan tidak menggunakan air tanah setempat dalam proses produksi dan kegiatan penunjang lain di dalam kawasan. Tersedia parkir dan bongkar muatan sampah dan muat sampah terpilah yang akan di daur ulang di lokasi lain. Lebar jalan dan ruang terbuka memungkinkan manuver kendaraan pengangkut sampah dua arah, baik yang sedang bergerak maupun yang sedang bongkar muatan. Penggunaan lahan pada zona budidaya terbatas selain kepada ketentuan di atas ditentukan dengan melakukan kajian lingkungan sesuai dengan yag tersebut dalam ketentuan umum.
<= 501-800 m <= 500 m
TPA ZONA INTI
ZONA PENYANGGA ZONA BUDIDAYA TERBATAS
Gambar 3.30. PEMBAGIAN ZONA DI SEKITAR TPA BARU
Zona Inti = Site Tapak TPA = TPA
2. TPA lama atau yang sedang dioperasikan a. Zona Penyangga Zona penyangga telah tersedia di dalam TPA. Pada TPA yang belum memiliki zona penyangga ditetapkan zona penyangga pada area 0-500 meter sekeliling TPA dengan pemanfaatan sebagai berikut : 0-100 meter : diharuskan berupa sabuk hijau. 101-500 meter : pertanian non pangan dan hutan. Ketentuan pemanfaatan ruang : Sabuk hijau dengan tanaman keras yang boleh dipadukan dengan tanaman perdu terutama tanaman yang dapat menyerap racun dengan ketentuan sebagai berikut : 1) jenis tanaman adalah tanaman tinggi dikombinasi dengan tanaman perdu yang mudah tumbuh dan rimbun terutama tanaman yang dapat menyerap bau, 2) beberapa pohon adalah minimum 5 meter. Pemprosesan sampah utama. Instalasi pengolahan sampah menjadi energi, pembakaran bersama unit pengelolaan limbahnya.
atau
instalasi
Kegiatan budidaya perumahan tidak diperbolehkan pada zona penyangga. <= 501-800 m 0- 500 m
TP A ZONA INTI
Zona Inti = Site Tapak TPA = TPA
ZONA PENYANGGA ZONA BUDIDAYA TERBATAS
Gambar 3.31. PEMBAGIAN ZONA DI SEKITAR TPA LAMA TANPA PENYANGGA Kriteria teknis : Tidak menggunakan air tanah setempat dalam kegiatan pengolahan sampah. Ketersediaan sistem drainase yang baik.
Ketersediaan fasilitas parkir dan bongkar muat sampah terpilah yang akan di daur ulang di lokasi lain. Pengelolaan : Jalan masuk ke TPA : 1) dapat dilalui truk sampah dua arah dengan lebar badan jalan minimum 7 meter, 2) jalan kelas I dengan kemampuan memikul beban 10 ton dengan kecepatan 30 km/jam. Drainase permanen terpadu dengan jalan didukung oleh drainase lokal tak permanen.
dan
bila
diperlukan
Sabuk hijau yang dimaksudkan untuk zona penyangga adalah ruang dengan kumplan pohon dan bukan sekedar deretan pohon yang bila dimungkinkan mempunyai nilai ekonomi. Tanaman yang direkomendasikan adalah yang sesuai dengan kondisi alam setempat, termasuk iklim, rona fisik dan kondisi lapisan tanah. b. Zona Budi Daya Terbatas Zonan budi daya terbatas tidak diperlukan pada TPA lama yang menggunakan sistem pengurugan berlapis bersih. Zona budi daya terbatas untuk sistem pengurugan berlapis terkendali ditentukan sejauh 501-800 meter dari batas terluar tapak TPA. Pemanfaatan ruang adalah sebagai berikut : Rekreasi dan RTH. Industri terkait pengolahan sampah, pendaurulangan sampah dan lain-lain.
pengolahan
kompos,
Pertanian non pangan. Permukiman di arah hilir bersyarat. Permukiman yang telah ada sebelumnya harus memperhatikan persyaratan-persyaratan teknis dalam penggunaan air tanah. Khusus untuk air minum disarankan untuk tidak menggunakan air tanah. F. PENGELOLAAN PERSAMPAHAN Sistem pengelolaan persampahan di wilayah perencanan sebagai berikut Pengangkutan Sampah Arahan pola pelayanan pengelolaan sampah yang akan dikembangkan di Kabupaten Madiun adalah:
Upaya reduksi dan pengolahan sampah dilaksanakan secara terpadu sejak di TPS - TPA sampah.
Sampah rumah tangga dan hasil penyapuan jalan akan diolah di TPA yang ada, dengan target tingkat pelayanan dan merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Madiun.
Pewadahan dan Pengelolaan di Sumber Timbulan Sampah Pewadahan timbulan sampah bertujuan untuk memudahkan pengumpulan sampah, dengan batasan-batasan sebagai berikut :
Volume wadah individual 60 liter dimana dapat menampung sampah rumah tangga selama 2 (dua) hari dengan asumsi satu KK rata-rata terdiri atas 5 orang.
Untuk domestik, wadah dapat berupa tong sampah yang terbuat dari bahan yang tidak korosif, konstruksi murah, mudah dirawat dan wadah tertutup. Wadah diletakkan di depan rumah untuk memudahkan pengumpulan sampah.
Wadah untuk kawasan komersial dan fasilitas umum menggunakan bin container.
Wadah komunal ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau namun tidak terlalu dekat dengan rumah
Pengumpulan Sampah Pengelolaan diserahkan kepada RT setempat yang bertanggungjawab terhadap pengumpulan sampah dari sumber ke depo/TPS. Kecuali sumber yang menghasilkan sampah 2,5 m3 atau lebih per hari diwajibkan untuk mengumpulkan dan mengangkut sampah sendiri langsung ke lokasi pembuangan akhir (TPA). Tempat Pembuangan Sementara (TPS) Sampah. TPS yang direncanakan berupa landasan container dan Transfer Depo. Landasan kontainer digunakan untuk lokasi-lokasi dengan akumulasi timbulan sampah yang besar namun memungkinkan dibangunnya transfer depo. Transfer depo ini diletakkan di perkantoran, pertokoan, permukiman tidak teratur dan sebagainya. Pada landasan ini diletakkan hauled containt untuk menampung timbulan sampah kemudian langsung diangkut dengan arm roll truck. Pengangkutan Sampah
Pengelolaan kegiatan pengangkutan sampah adalah merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Madiun yang bertugas mengelola sistem pengangkutan dari Depo/TPS sampai TPA.
Pengangkutan dengan arm roll truck untuk mengangkut hauled container .
Sampah harus tertutup selama pengangkutan sehingga tidak tercecer di jalan.
Pengangkutan sebaiknya dilakukan pagi hari atau malam hari disaat aktivitas perkantoran, pendidikan dll tidak dilakukan.
Tempat Pembuangan Akhir TPA yang dioperasikan adalah TPA Kaliabu memiliki kapasitas seluas 6 ha yang terletak di desa Kaliabu kecamatan Mejayan. Rencana sistem pengelolaan sampah di Kabupaten Madiun dapat dilihat pada bagan berikut :
Jalan
Pengumpulan
TPS/ Depo
Kantor
Pasar
Pengangkuta n Pengumpulan
Permukim an
Industri
TPS/ Depo
Dibakar
Pengangkutan
Kegiatan Pengomposan Adapun tujuan dari kegiatan komposting tersebut adalah :
Mengolah sampah organik menjadi produk yang bermanfaat.
Mendesiminasikan pengolahan kompos dan pemanfaatannya sebegai bentuk pemberdayaan komunitas dan pendidikan.
Kegiatan Pengomposan dilaksanakan di areal Komposting dalam kompleks TPA. Tahapan yang bisa dilalui dalam Proses pengolahan sampah organik menjadi kompos dapat dilihat pada bagan dibawah. Arahan kegiatan ini juga dapat dilakukan oleh masyarakat di sekitar lingkungan perumahan, sehingga dapat mereduksi volume sampah rumah tangga yang dibuang ke tempat pengumpulan akhir (TPA) melalui berbagai kegiatan pemanfaatan dan pengolahan sampah dengan melaksanakan komposting tersebut. Selain sistem pengelolaan seperti disebutkan di atas, yang perlu dilakukan adalah peningkatan peran serta masyarakat dan peran swasta untuk bekerjasama mensukseskan sistem pengelolaan persampahan yang akan diterapkan dengan melakukan sosialisasi.
TPA
Bagan. ALUR PEMBUATAN KOMPOS SAMPAH KOTA
PENGIRIMAN SAMPAH ANORGANIK
PEMILAHAN PENCACAHAN KOTORAN TERNAK EM-4
AIR
SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA
PENGKONDISIAN & PEMBENTUKAN TUMPUKAN
PEMBALIKAN
PENYIRAMAN PROSES PENGKOMPOSAN PEMANTAUAN
PEMATANGAN
KOMPOS PENGERINGAN PENGAYAKAN
KOMPOS HALUS
PENGEMASAN
KOMPOS KASAR
PENYIMPANAN
4.5. RENCANA SISTEM PENGEMBANGAN JARINGAN DRAINASE Tujuan dari rencana sistem pengembangan saluran drainase di Kabupaten Madiun adalah mengalirkan air permukaan ke badan air penerima atau bendungan resapan buatan, dalam mencapai ruang hidup yang sehat dan produktif. Sistem drainase di Kabupaten Madiun masih menggunakan sistem drainase gabungan, adalah sistem drainase yang mempunyai jaringan saluran pembuangan yang sama baik untuk air permukaan maupun air limbah yang diolah. Penanganan pada sistem drainase di Kabupaten Madiun adalah : 1. Saluran primer : melalui program kali bersih, normalisasi dan perawatan lainnya
2. Saluran sekunder, saluran tersier dengan berbagai dimensi yang mengikuti sistem jaringan jalan Untuk lebih jelasnya rencana sistem pengembangan jaringan drainase di Kabupaten Madiun dapat dilihat pada Gambar dibawah ini. Selain itu, berdasarkan data kejadian banjir dapat dilihat bahwa pada areal dimana akan dijadikan pengembangan Perkotaan Mejayan sebagai Ibukota Kabupaten Madiun sering terjadi genangan akibat banjir yang datangnya dari Kali Jeroan. Luas genangan ini akan semakin bertambah manakala lahan pertanian berubah menjadi lahan terbagun. Untuk mengatasi terjadinya banjir di daerah ini dan di daerah lainnya perlu disusun sistem drainase yang memadai. Pembangunan system drainase seyogyanya dilakukan secara terpadu.
4.6. RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN SUMBERDAYA AIR Untuk mensukseskan program Pemerintah Kabupaten Madiun sebagai Lumbung Padi Jawa Timur, terdapat beberapa potensi yang dapat mendukung bagi pengembangan program tersebut, diantaranya adalah; a.
Luas lahan sawah di Kabupaten Madiun kurang lebih 31.594 ha meliputi sawah irigasi teknis, sawah irigasi setengah teknis, irigasi sederhana, irigasi desa non PU, sawah tadah hujan.
b.
Selain itu terdapat lahan tegal/kebun/ladang seluas kurang lebih 2.643 ha, lahan tegalan ini dimungkinkan dapat dikembangkan menjadi lahan irigasi.
c.
Jenis tanah yang ada di Kabupaten Madiun terdiri atas sebagian besar tanah aluvial sebesar 36% dari luas Kabupaten Madiun, keadaan ini sangat mendukung karena tanah aluvial cocok untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian/irigasi.
d.
Keadaan topografi di Kabupaten Madiun terutama pada lahan irigasi dan tegalan mempunyai kemiringan yang cukup baik.
e.
Terdapatnya gunung api dan hutan yang merupakan satuan sistem yang memungkinkan dapat direkayasa geohidrologinya, yaitu dalam usaha memperbanyak recharge air tanah di sekitar hutan.
f.
Terdapat beberapa sungai yang membentang dari puncak gunung dan perbukitan yang memungkinkan untuk direkayasa dan dikendalikan serta dikembangkan sebagai embung atau waduk.
g.
Memiliki potensi aquifer yang cukup baik.
Namun permasalahan yang terjadi saat ini di Kabupaten Madiun adalah jumlah air yang tersedia kurang dari jumlah air yang dibutuhkan. Berdasarkan keadaan tersebut maka dalam usaha mendukung program Madiun sebagai Lumbung Padi Jawa Timur, maka beberapa usaha yang diusulkan adalah : a.
Pengembangan program intensifikasi dan eksentifikasi lahan irigasi.
b.
Pengembangan potensi sumber-sumber air, dan
c.
Pengembangan jaringan irigasi, waduk.
Agar dapat terealisasi Kabupaten Madiun sebagai lumbung padi Jawa Timur maka harus di targetkan agar intensitas tanam lebih optimal. Sementara mengupayakan intensifikasi maupun ekstensifikasi perlu dukungan penyediaan air yang cukup. Berkaitan dengan usaha peningkatan tanam, maka di depan sudah diuraikan bahwa akibat usaha tersebut, kebutuhan air akan meningkat. Dengan peningkatan tersebut tentu kapasitas saluran yang ada akan mengalami ketidak mampuannya. Oleh karena itu dimungkinkan perlu dilakukan re-design saluran dan bangunan irigasi lainnya. Jumlah debit yang akan mengalir dapat di estimasi dengan melakukan perencanaan pola tata tanam. Perencanaan pola tata taman adalah kegiatan pengaturan jadwal tanam dari
beberapa jenis tanaman yang bisa ditanam pada daerah tersebut dalam jumlah waktu tertentu. Misalkan dalam satu tahun terdapat pengaturan pola tanaman yang terdiri dari padi-padi-polowijo atau padi-polowijo-polowijo. Pengaturan ini ditujukan agar lahan yang ada dapat dimanfaatkan dengan sebesar-besarnya, tetapi dalam batas kebutuhan air-nya tercukupi oleh jumlah debit/volume air yang tersedia atau dapat disediakan di daerah tersebut. Pada Bagan 3.1 sebagai upaya strategis mensukseskan Kabupaten Madiun sebagai lumbung padi di Jawa Timur. Dalam usaha penyediaan air untuk padi, yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebutuhan air untuk padi relatif besar dibanding dengan kebutuhan air untuk tanaman lain seperti polowijo. Oleh karena itu dalam pengembangan intensitas tanam padi dibutuhkan sejumlah air yang lebih banyak. Pada Tabel 3.11 berikut ini dapat dibandingkan antara kebutuhan air untuk tanaman padi dengan tanaman polowijo. Tabel 3.11 PERKIRAAN KEBUTUHAN AIR UNTUK TANAMAN DI JAWA TIMUR Jenis tanaman dan masa tanaman Padi :
Kebutuhan air (lt/dt/ha)
Garapan unt pembibitan (1/20 areal) Garapan unt tanaman
5 1,5
Pertumbuhan
1,0
Tebu
Garapan dan pembibitan ( 1 bl.) Tebu Muda ( 7 bl.) Tebu Tua ( sisa )
Polowijo
Kedelai, kacang hijau, jagung
0,25
Tembakau, rossela
0,25
Bero
0,275 0,275 0,0
0,0
1. Program Intensifikasi Tanaman Padi Untuk peningkatan hasil panen padi, harus diupayakan pengaturan tanam semaksimal mungkin tanaman padi. Namun harus diperhatikan terhadap dampak keseimbangan ekosistem yang ada, yaitu yang dapat mengendalikan berkembang biaknya hama tanaman yang berakibat tehadap kegagalan tanam. Sebagai pengalaman di beberapa wilayah lain di pulau jawa, pernah dilakukan tanam padi setahun 3 kali, pada tahun-tahun pertama memang menghasilkan yang berkelipatan, namun beberapa tahun kemudian sebagaimana terjadi pada tahun 1980, terjadi ledakan hama yang pada saat itu sudah tidak dapat dikendalikan lagi. Semua tanaman habis dalam semalam karena hama wereng, ditempat lain terjadi ledakan hama belalang dan ada juga terjadi ledakan hama tikus, burung, ulat dan lain-lain. Setelah dievaluasi penyebab terbesar adalah karena tidak pernah terputusnya rangkaian evolosi hama tersebut, karena tersedianya makanan sepanjang tahun. Oleh karena itu disarankan pola-tata tanam untuk padi maksimum 2 kali setahun. Pada umumnya permasalahan yang dihadapai adalah karena ketersediaan sumber air irigasi tidak mencukupi. Untuk peningkatan intensifikasi tanam, selain diperlukan ketersediaan sumber air irigasi, juga memerlukan peningkatan
sarana irigasi yang ada, Disamping pemeliharaan jaringan irigasi. Pada Bagan 3.2 ditunjukkan menyelesaikan usaha intensifikasi
itu
pula
program-program
perlu yang
dilakukan diperlukan
program dalam
2. Program Ekstensifikasi Lahan Sawah Program ini bertujuan melakukan reklamasi guna peningkatan dari suatu lahan yang semula sebagai lahan tegalan di reklamasi menjadi lahan irigasi, konsep ini akan dapat dilakukan jika dimungkinkan dapat disediakannya sejumlah air sesuai dengan kebutuhan irigasi. Sehingga program ekstensifikasi lahan sawah ini akan dapat berjalan dengan baik. Untuk pemenuhan penyediaan air irigasi yang dibutuhkan, maka pengembangan sumber-sumber air menjadi kebutuhan mutlak, disamping penyediaan lahan sawah. Program ini berupa usaha perluasan sawah, yakni suatu usaha yang dilakukan merubah lahan tegalan atau lahan lain yang tidak produktif menjadi lahan irigasi. Usaha ini dimungkinkan jika jumlah air yang dibutuhkan dapat desediakan disamping jenis tanahnya layak sebagai lahan sawah irigasi (layak ditanami) Kemungkinan tersediaannya air, baik yang bersumber dari sungai, mata air atau yang lain, hal ini perlu dikaji terlebuh dahulu. Dengan demikian di dalam usaha peningkatan intensitas tanam maka perlu dilakukan upaya pengembangan sumber-sumber air dan peningkatan sarana irigasi serta pemeliharaan jaringan yang ada. Pada Bagan 3.3 dapat dilihat bahwa yang mendukung program peningkatan intensifikasi adalah tiga hal pokok tersebut di atas. 4.6. 1. RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN SUMBERDAYA AIR LINTAS KABUPATEN/ KOTA Terkait dengan usaha intensitas tanam dan ekstensifikai lahan irigasi, pengembangan sumber-sumber air dapat dilakukan dengan cara rekayasa potensi sungai, pemanfaatan mata air dan pengembangan potensi air tanah yang ada. Tentunya semua ini harus dilakukan pengkajian terlebih dahulu. Jika tidak terdapat data yang cukup misalkan tidak tercatatnya data debit sungai secara rutin, dan atau tidak terdapat data hujan maka sebelum dilakukan pengkajian harus diawali dengan survey dan pengukuran/pengamatan aliran sungai. Survey pengamatan aliran sungai harus dapat menggambarkan kondisi sungai dalam satu siklus musim dan dapat memperkirakan debit andalan yang ada di sungai yang akan dikaji. Kabupaten Madiun memiliki sumberdaya air cukup besar baik dari beberapa sungai yang melintasi Kabupaten Madiun maupun dari sumber-sumber air yang berada di waduk-waduk. Dari 41 sungai yang melalui Kabupaten Madiun terdapat tiga sungai yang berada pada perbatasan Wilayah Kabupaten Madiun dengan wilayah lainnya. Sungai-sungai tersebut adalah: 1) Kali Madiun yang melalui Kota Madiun dan menjadi wilayah perbatasan antara Kabupaten Madiun dan Kabupaten Magetan, serta perbatasan antara Kabupaten Madiun dan Kota Madiun, 2) Kali Asin yang menjadi batas wilayah antara Kabupaten Madiun dan Kabupaten Ponorogo, serta 3) Kali Widas yang menjadi batas wilayah antara Kabupaten Madiun dan Kabupaten Nganjuk. Kali Madiun dan Kali Asin dimanfaatkan untuk penyediaan air irigasi di kabupaten/kota tersebut, sehingga dalam pengelolaannya perlu melibatkan kerjasama antara kabupaten/kota tersebut.
Dalam mengembangkan/memanfaatkan sumberdaya air lintas kabupaten/kota dengan melakukan koordinasi dengan kabupaten/kota lain dalam pemanfaatanjaringan sumberdaya air lintas kabupaten/kota. 4.6.2. RENCANA PENGEMBANGAN WILAYAH SUNGAI KABUPATEN TERMASUK WADUK, SITU, DAN EMBUNG Dari siklus hidrologi diketahui bahwa air hujan yang jatuh ke bumi sebagian akan mengalir sebagai air permukaan, sebagian menguap, dan sebagian lagi masuk ke dalam tanah (infiltrasi) dan akan merupakan simpanan air di dalam tanah yang dapat keluar lagi ke permukaan sebagai mata air dan sebagian lagi mengalir dalam satu aliran dengan aliran sungai sebagai base flow. Dengan demikian maka aliran sungai menjadi stabil apabila jumlah air resapan lebih banyak. Untuk itu maka untuk meningkatkan sumber-sumber air perlu dilakukan dengan memasukkan sebanyak banyaknya air hujan ke dalam tanah. Peningkatan sumber-sumber air dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain: 1. Usaha menambah penampungan air pada musim hujan (retarding) untuk dimanfatkan pada musim kemarau/kering, dengan menambah waduk-waduk atau embung dengan memanfaatkan cekungan-cekungan yang ada. 2. Rekayasa daerah tangkapan air untuk memperoleh resapan air ke dalam tanah sebanyak-banyaknya, dengan tujuan untuk mempengaruhi siklus hidrologi air tanah. Maksudnya adalah agar tanah menjadi lebih jenuh dengan air, dan kejenuhan ini merupakan simpanan air dalam tanah. Dengan rekayasa ini diharapkan dapat dihasilkan base flow sungai yang lebih besar, permukaan air tanah yang lebih tinggi, debit mata air menjadi lebih besar, dan menambah debit akuifer. Rekayasa ini pada umumya dilakukan dengan cara reboisasi pada daerah yang telah gundul, dan/atau membuat terasering. Disamping itu ada cara lain yang efektif yang perlu dikenalkan dalam rencana RTRW ini yaitu membuat chek dam. Dengan pembuatan chek dam ini diharapkan daerah sekitar cek dam akan lebih basah dan ditumbuhi tanaman dari bibit yang disebar secara alami oleh binatang maupun burung yang terdapat di daerah ini. Upaya ini akan lebih efektif apabila dapat dilakukan dengan koordinasi Dinas Kehutanan. 3. Menetapkan sempadan sungai yang didukung oleh penegakan hukum. 4. Melakukan penyuluhan dan pendidikan masyarakat lewat berbagai media menyangkut berbagai aspek dalam rangka meningkatkan kepedulian dan partisipasinya. Dari uraian tersebut di atas maka dapat disarankan program sebagai berikut: 1. Reboisasi Program ini diyakini keberhasilannya dalam upaya menahan aliran permukaan sehingga memperbanyak terjadinya infiltrasi dan perkolasi. Tetapi yang menjadi masalah adalah pelaksanaan reboisasi yang dimaksud sering mengalami kegagalan karena tanaman mati akibat kurang air diwaktu kering. 2. Terassering Program ini menghasilkan proses infiltrasi dengan baik, namun dalam proses terassering terjadi perubahan
tanah asli
longsor timbunan
galian
struktur tanah asli yang asalnya merupakan endapan kompak kemudian digali dan ditimbunkan di tempat lain untuk memperoleh kelandaian muka tanah yang diharapkan, sehingga tanah urugan ini meskipun terdiri dari susunan tanah yang sama namun mengalami perubahan nilai porositas (e ). Sehingga ketika hujan datang struktur tanahnya menjadi mudah jenuh air dan tidak kompak. Keadaan ini menjadikan keadaan yang tidak stabil sehingga rawan longsor. Cara ini efisien dilakukan pada daerah dengan kelerengan antara 8-25% 3. Pembuatan dam penahan (check dam) Program ini bertujuan menahan air pada palung sungai yang ada yaitu dengan cara membendung aliran di sungai, dengan demikian air yang mengalir bisa tertahan pada palung sungai tersebut, sehingga dapat memperbanyak proses infiltrasi. Menurut Hukum Darcy, kapasitas infiltrasi ditentukan oleh lama genangan, tinggi genangan, luas permukaan genangan dan pengaruh permeability tanah. Kapasitas Infiltrasi = Q. t. Wilayah yang perlu diusahakan untuk ditingkatkan resapan airnya, dapat dilihat pada Gambar 3.28 Sedangkan tipikal bentuk check dam dapat dilihat pada berikut.
Q=
k . A.
dimana :
Chek Dam
infiltrasi infiltrasi infiltrasi
dh dL Q = laju infiltrasi K = koef permeability tanah A = luas permukaan tanah tergenang h = tinggi genangan L = tebal lapisan tanah.
4.6.3. PENGEMBANGAN JARINGAN IRIGASI Sistem jaringan pengairan meliputi jaringan air bersih dan irigasi. Pemenuhan kebutuhan akan air bersih dan irigasi dilakukan dengan peningkatan jaringan sampai ke wilayah yang belum terjangkau, sedangkan irigasi dengan peningkatan saluran dari sistem setengah teknis dan sederhana ditingkatkan menjadi irigasi teknis. Hasil akhir yang diharapkan dari rencana sistem jaringan pengairan adalah meningkatnya produksi pangan dengan penyediaan air irigasi sepanjang tahun dari sumbernya baik sungai maupun mata air/danau sampai ke lahan pertanian (sawah) sesuai dengan luas areal irigasi yang direncanakan. Untuk mencapai target tersebut ada beberapa faktor kunci dalam rencana sistem jaringan pengairan, yaitu:
Pelestarian fungsi hidrologi terutama peresapan di daerah hulu;
Peningkatan jaringan irigasi sampai ke tingkat kwarter;
Peningkatan manajemen pengelolaan sarana dan prasarana pengairan dan kerja sama antar institusi terkait.
Pengembangan sistem irigasi dalam rangka peningkatan pelayanan irigasi diarahkan pada pengelolaan DAS yang terdapat di Kabupaten Madiun. Mengingat wilayah DAS ini mencakup beberapa kabupaten/kota dan masing – masing memiliki karakteristik, kepentingan, dan permasalahan yang berbeda – beda, maka bentuk – bentuk kerjasama pengelolaan DAS antar wilayah kabupaten/kota perlu dikembangkan. Adapun upaya peningkatan pelayanan ini hal – hal yang dapat ditempuh secara umum adalah:
Penyempurnaan pengelolaan DAS dengan mengembangkan kerja sama antar wilayah kabupaten/kota.
Pengembangan dan peningkatan jaringan irigasi sebagai upaya menjamin terjaganya daya dukung pangan.
Pengoptimalan potensi sumber air yang ada, misalnya : pemanfaatan waduk, danau/ranu, mata air dan sungai untuk memperluas wilayah pelayanan irigasi.
Kabupaten Madiun merupakan daerah pertanian yang cukup subur khususnya untuk pertanian lahan basah terutama di daerah-daerah yang dilalui oleh irigasi. Dengan kondisi seperti ini masih dimungkinkan intensifikasi dan ekstensifikasi terbatas jaringan pengairan sehingga seluruh lahan basah potensial untuk sawah dapat dijangkau irigasi, sehingga kegiatan produksi dapat lebih optimal. Prasarana pengairan untuk sistem irigasi teknik terdiri dari bangunan utama yang berupa bendung, jaringan saluran, bangunan pembagi dan bangunan ukur (alat ukur), yang telah dibangun dengan biaya besar. Keberhasilan sistem irigasi tersebut sangat tergantung pada operasi dan pemeliharaan (OP) yang juga memerlukan biaya. Beberapa masalah yang dihadapi dalam mempertahankan kemampuan system ini antara lain adalah : a. Dengan bertambah tingginya intensitas hujan maka pola pengoperasian bendung yang didasarkan pada pola pengoperasian irigasi sudah tidak sesuai lagi, berkurangnya kebutuhan air irigasi di musim hujan dan bertambahnya debit aliran di musim hujan menyebabkan bertambahnya aliran yang harus dilimpahkan ke sungai di hilir bendungan. Pengoperasian yang keliru akan menyebabkan banjir di daerah hilirnya dan dapat menyebabkan erosi di sungai. Dalam hal ini sumber daya manusia yang terlibat dalam operasional dan pemeliharaan bendung harus selalu ditingkatkan kemampuannya. b. Kurangnya pemeliharaan bangunan-bangunan pengairan akan mengakibatkan kesulitan baik di musim hujan karena terjadinya banjir, dan di musim kering karena kekeringan. c. Masalah lain yang timbul adalah adanya perubahan tata guna lahan dimana lahan sawah telah berubah fungsi menjadi lahan peruntukan lain. Sebagian daerah sawah telah berubah menjadi daerah industri dan pemukiman yang tersebar tidak menurut pengaturan pengairan irigasi. Kondisi ini menyebabkan, pembagian air yang semula proporsional terhadap luas baku sawah dan pola tanam yang telah ditetapkan menjadi tidak sesuai lagi dengan penggunaanya. Masalah ini merupakan masalah serius dalam operasi dan pemeliharaan terutama dalam menghadapi meningkatnya aliran permukaan di musim hujan dan kekurangan air di musim kering.
d. Pesatnya perkembangan daerah terbangun dapat memicu bertambahnya penggunaan air tanah dalam dengan menggunakan pompa-pompa. Penggunaan air tanah dalam yang berlebihan akan dapat menurunkan permukaan air tanah. Kabupaten Madiun merupakan daerah perbukitan dan sebagian besar merupakan wilayah dataran rendah sehingga berpotensi untuk pengembangan budidaya pertanian baik untuk pertanian tanaman pangan, palawija maupun perkebunan, maka sistem tata air/pengelolaan air merupakan hal yang penting untuk menjaga agar lahan tetap dapat dibudidayakan untuk kegiatan pertanian dan perkebunan. Untuk itu, beberapa program perbaikan dan pembangunan baru prasarana pengairan dimaksudkan untuk meningkatkan produktifitas pertanian, meliputi: a. Saluran primer, sekunder, saluran tersier; dan b. Pintu air dan rumah jaga. Rencana pengembangan prasarana pengairan lebih ditekankan pada upaya-upaya perbaikan saluran yang sebagian besar dalam kondisi rusak. Kegiatan akan dilakukan untuk setiap wilayah pelayanan pengairan di wilayah Kabupaten Madiun antara lain: a. Perlindungan terhadap sumber-sumber mata air dan daerah resapan air; dan b. Perluasan daerah tangkapan air. Sedangkan upaya pengembangan pelayanan pengairan dilakukan dengan cara : a. Melakukan perlindungan terhadap sumber-sumber mata air; b. Melakukan perlindungan terhadap daerah aliran air, baik itu saluran irigasi, serta daerah aliran sungai; c. Mencegah terjadinya pendangkalan terhadap saluran irigasi; serta d. Pembangunan dan perbaikan pintu-pintu air. Sedangkan dalam hal penggunaan air tanah untuk keperluan irigasi, perlu adanya kerjasama antara dinas-dinas terkait dan masyarakat untuk tetap menjaga potensi air tanah dan keberlangsungan debit dari masing-masing sumber air. Untuk lebih jelasnya rencana pengembangan jaringan irigasi di Kabupaten Madiun dapat dilihat pada Gambar 3.29. 4.6.4. PENGEMBANGAN JARINGAN AIR BAKU UNTUK AIR BERSIH Pemenuhan kebutuhan air yang diperoleh dari sumbernya berasal dari sumber air bersih air tanah dan air permukaan yang dimanfaatkan dengan mengambil langsung dari mata air, sungai, maupun dengan pembuatan sumur gali dan sumur pompa. Kualitas air sumur yang digunakan rata-rata berkualitas cukup baik dan tidak berbau, namun permasalahan muncul pada aspek kuantitas air tersebut, dimana pada saat musim kemarau, sumur-sumur gali menjadi kering. Arahan pengembangan dan pengelolaan jaringan air baku untuk air bersih adalah sebagai berikut : 1.
Air di badan-badan sungai yang berada di luar kawasan lindung dan merupakan sumber utama dengan debit yang besar dan kualitas air
yang sedang sampai baik, dapat dimanfaatkan untuk keperluan irigasi, perikanan, dan air baku bagi penyediaan air bersih perkotaan/perdesaan. 2.
Air di badan-badan sungai yang termasuk kawasan lindung tidak boleh dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, kecuali untuk kondisi khusus atau telah mendapat ijin dari instansi yang berwenang.
3.
Air di sejumlah mata air di kawasan perbukitan yang kondisi tutupan lahannya terpelihara dengan baik, dapat dimanfaatkan dengan tetap mempertimbangkan debit yang aman bagi kelestarian mata air dan bagi kawasan di bawahnya.
4.
Air tanah dangkal di kawasan permukiman dapat dimanfaatkan terutama untuk pemenuhan kebutuhan air bersih domestik pada skala penggunaan individu (unit rumah tangga) yang relatif kecil.
5.
Air tanah dalam, jika potensinya mencukupi maka dapat dimanfaatkan dengan perijinan dan pengawasan oleh instansi yang berwenang.
4.6.5 PENGEMBANGAN JARINGAN AIR BERSIH KE KELOMPOK PENGGUNA Penyediaan dan pengelolaan air bersih di Kabupaten Madiun terbagi dalam 2 (dua) sistem, yaitu sistem jaringan perpipaan yang dikelola oleh PDAM dan sistem air bersih yang diusahakan secara mandiri oleh masyarakat (HIPPAM/swakelola). A.
Sistem Swakelola Masyarakat (HIPPAM) Pelayanan air bersih dengan sistem ini umumnya merupakan sistem pemenuhan kebutuhan air yang diperoleh langsung dari sumbernya yang dilakukan sendiri oleh masyarakat. Sumber air bersih berasal dari air tanah dan air permukaan yang dimanfaatkan dengan mengambil langsung dari mata air, sungai, maupun dengan pembuatan sumur gali dan sumur pompa. Arahan pengelolaan sistem air bersih oleh masyarakat yang umumnya berada di perdesaan adalah : 1.
2.
B.
Pengembangan sistem pengelolaan jaringan air bersih perdesaan yang dikelola sendiri oleh masyarakat memerlukan pembinaan teknis dan kelembagaan dari instansi terkait. Masyarakat membentuk kelompok HIPPAM untuk melakukan kegiatan sistem pengelolaan jaringan air bersih yang belum terlayani oleh PDAM di tingkat pedesaan.
Sistem Jaringan Perpipaan (PDAM) Pelayanan dan pengelolaan sistem jaringan perpipaan air bersih di Kabupaten Madiun dilakukan oleh PDAM Kabupaten Madiun. Distribusi air bersih dilakukan dengan menggunakan sistem jaringan pipa transmisi dan distribusi yang berfungsi untuk mengalirkan air dari sumber mata air ke instalasi pengolahan/penampungan yang selanjutnya dialirkan oleh pipa distribusi ke pelanggan. Sistem operasi yang digunakan adalah sistem gravitasi (pengaliran) dan sistem pompa. Sistem gravitasi ini adalah sistem yang mengalirkan air sesuai dengan topografi dan kemiringan tanah. Sedangkan sistem pompa merupakan pengaliran air dari sumber air dengan bantuan alat (pompa). Dasar penentuan kebutuhan air ini berasal dari proyeksi penduduk daerah pelayanan PDAM Kabupaten Madiun selama periode waktu perencanaan, jumlah cakupan pelayanan pada tahun terakhir, jumlah sambungan pelayanan (SR,
HU/KU dan non domestik), rata-rata unit konsumsi air yang digunakan oleh setiap sambungan pelayanan dan prosentase kehilangan air yang terjadi pada tahun terakhir.
Data-data yang ada tersebut, selanjutnya diolah sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh MDGs dan kemampuan PDAM dalam melakukan penambahan sambungan pelayanan dan air baku setiap tahunnya. Kemudian melalui formula-formula untuk perhitungan proyeksi kebutuhan air, akhirnya didapatkan hasil seperti yang tercantum pada Tabel 3.12. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa pertumbuhan penduduk daerah pelayanan PDAM Kabupaten Madiun meningkat antara 0,88 % per tahun. Jumlah cakupan pelayanan PDAM pada tahun 2008 sebesar 36,52 % dan untuk mencapai target MDGs, maka standar tersebut dinaikkan perlahan hingga mencapai 52,71 % pada tahun 2029 Jumlah sambungan rumah (SR) pada tahun 2008 mencapai 22.354 unit, sedangkan untuk HU/KU mencapai 132 unit. Unit konsumsi untuk tiap sambungan pelayanan tersebut, masing-masing sebesar 122 - 125 L/org/hr dan 30 L/org/hr. Unit konsumsi tersebut diperkirakan tetap stabil pada tahun-tahun berikutnya. Selanjutnya untuk sambungan non domestik, jumlah sambungan pelayanan pada tahun 2008 mencapai 753 unit. Sesuai dengan perkembangan penduduk dan fasilitas, maka direncanakan jumlah sambungan non domestik (sosial, instansi pemerintah, niaga dan industri) yang dapat dilayani oleh PDAM dapat meningkat setiap tahunnya. Pada rencana kebutuhan air ini, direncanakan jumlah sambungan non domestik yang dapat dilayani oleh PDAM dapat mencapai 1.181 unit pada tahun 2029 Nilai rata-rata kehilangan air yang terjadi di PDAM Kabupaten Madiun pada tahun 2008, sebesar 28,30 %. Untuk memenuhi standar kebijakan yang telah ditetapkan oleh PU Cipta Karya, maka nilai kebocoran air ini harus diturunkan hingga mencapai 20 - 25 %. Oleh karena itu, setiap kenaikan tahun perencanaan, nilai rata-rata kebocoran tersebut diminimalkan perlahan hingga mencapai 20 % pada tahun 2029. Hasil akhir dari rencana ini adalah didapatkan proyeksi kebutuhan air baku yang harus disediakan oleh PDAM untuk melayani kebutuhan air penduduk daerah pelayanan selama periode waktu perencanaan. Jumlah seluruh sambungan pelayanan (SR, HU/KU dan non domestik) yang direncanakan meningkat menjadi 25.122. unit pada tahun 2009, kemudian meningkat terus sampai pada tahun 2029 menjadi 36.263 unit. Berdasarkan rencana penambahan jumlah sambungan seperti yang telah disebutkan di atas, maka didapatkan nilai kebutuhan air baku yang harus disiapkan oleh PDAM sampai tahun 2029. Jumlah kebutuhan air sampai akhir tahun perencanaan diperkirakan mencapai 325,08 L/dt. Jika ditinjau dari kapasitas terpasang PDAM hingga tahun 2008 sebesar 383 L/dt, maka hingga akhir periode perencanaan, kapasitas yang tersedia tersebut masih mencukupi dan tidak diperlukan adanya penambahan kapasitas atau jam operasional produksi-distribusi. Dengan demikian yang diperlukan hanyalah pengoptimalan sarana dan prasarana sistem pelayanan air minum yang ada saat ini. Untuk meningkatkan pelayanan air bersih dengan menggunakan sistem jaringan perpipaan, maka beberapa arahan pengembangan sebagai berikut : 1.
Diharapkan sampai dengan akhir perencanaan, semua kota kecamatan sudah memiliki sistem penyediaan air bersih perpipaan.
2.
Untuk sistem pendistribusian air bersih tetap menggunakan sistem yang ada, yaitu dengan sistem gravitasi dan sistem perpompaan.
3.
Untuk sumber air dapat menggunakan sumber air yang telah ada dan untuk memenuhi air minum, dan apabila perlu debit pemakaian sumber air yang ada dapat ditambah.
4.
Untuk mengatasi kebocoran terhadap jaringan perpipaan, maka dilakukan perbaikan pada jaringan yang telah rusak (penggantian pipa dan sistem sambungan), sehingga dapat meminimalkan nilai kebocoran sesuai dengan standart yang ada.
5.
Untuk masyarakat golongan rendah, khususnya yang ada di kawasan padat perkotaan diupayakan dengan membuat kran umum atau sumur umum (hidran umum).
3. yang strategis, dekat dengan lingkungan permukiman, mudah dijangkau. 4.6.6. RENCANA LINGKUNGAN
PENGEMBANGAN
SISTEM
PRASARANA
PENGELOLAAN
Pembangunan ekonomi dan pengembangan sumberdaya manusia yang konsisten dengan peningkatan kualitas lingkungan, dapat dilaksanakan melalui komitmen bersama para pelaku pembangunan dengan memasukkan pertimbangan lingkungan dalam kebijaksanaan pembangunan baik di tingkat makro dan sektoral. Sistem prasarana lingkungan yang menjadi fokus perhatian meliputi persampahan, sanitasi dan air bersih.
Tabel 3.12. RENCANA KEBUTUHAN AIR BERSIH KABUPATEN MADIUN TAHUN 2009-2029
4.7. RENCANA PENINGKATAN KAMPANYE PHBS DAN FASILITAS KESEHATAN Pembangunan fasilitas kesehatan diarahkan sebagai berikut : 1. Pembangunan fasilitas kesehatan dilakukan dengan peningkatan kualitas sarana dan prasarana kesehatan yang ada maupun pembangunan fasilitas kesehatan baru. Kebutuhn fasilitas kesehatan baru di Kabupaten Madiun sebagai berikut : Rumah Sakit Wilayah Pata Tahun 2008 jumlah rumah sakit : 3 unit rumah sakit yang berada di Kecamatan Wungu, Mejayan, dan Madiun. Tahun 2029 : dibutuhkan 1 (satu) rumah sakit, yang direncanakan berada di Kecamatan Dolopo. Puskesmas, Jumlah Puskesmas di Kabupaten Madiun Tahun 2028 : 25 unit yang tersebar di seluruh kecamatan. pada tahun 2029 diperlukan puskesmas sebanyak 8 unit, sehingga tidak memerlukan penambahan puskesmas karena jumlah puskesmas saat ini telah mencukupi kebutuhan penduduk. Yang diperlukan adalah peningkatan dari puskesmas menjadi puskesmas rawat inap. Puskesmas Pembantu, Jumlah puskesmas pembantu saat ini masih mencukupi kebutuhan penduduk hingga tahun 2029, sehingga tidak memerlukan penambahan unit lagi. BKIA/Rumah Sakit Bersalin, Berdasarkan proyeksi kebutuhan, pada tahun 2029 Kabupaten Madiun tidak memerlukan penambahan. Posyandu, Pada Tahun 2029 juga tidak membutuhkan penambahan. Apotik, Pada Tahun 2029 dibutuhan penambahan apotik : 28 unit yang dialokasikan di setiap kecamatan. 4. embangunan fasilitas kesehatan baru dilakukan tersebar pada lokasi-lokasi yang strategis, dekat dengan lingkungan permukiman, mudah dijangkau.
dialokasikan di setiap kecamatan.