Kreatif. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Vol. III/ No. 1/ Edisi 4/ Mei 2015
“Ayo Antre !” Pentingnya Budaya Tertib Mengantre pada Anak Sekolah Dasar Melalui Media Komunikasi Visual Hikmah Novita Kurniati Sekolah Tinggi Seni Rupa dan Desain Visi Indonesia “Ayo Antre !” Pentingnya Budaya Tertib Mengantre pada Anak Sekolah Dasar Melalui Media Komunikasi Visual Abstract Moral education is important for children. Moral education for children is also provision and investment in the future of a nation. One application is the activities lined up. During this time, the school teaches the importance of standing in line, but in practice there are still many condition, people can’t wait the queue. There are many adults, which are commonly the most exist generation in the community, who don’t want to keep inline. Based on this problem, when this habit continuously happen, then we will seriously produce unfavorable generation for our country. Discomfort, chaos, and even huge losses will be the public lifestyle. Let’s line up! (AYO ANTRE!), designed as a solution to promote movement for elementary school student. Limiting the scope of study and dissemination of this social media campaign, using the facilities in the school environment, in the cafeteria where the children sometimes don’t want to queue. The selection of the target audience was motivated by the view that a human epistemology born without innate mental contents, in other words “empty”, and all source of knowledge gained little by little through the experiences and perceptions of the instrument senses the world outside themselves (Suryabrata, 2011). Using hypno-parenting approach and experimental methods of habituation in the media, as well as using the media closest to the daily activities of school children, Let’s line up! (AYO ANTRE!) Campaign expected to give awareness in the minds of children of primary school. Therefore, the presence of this campaign in the form of appropriate visual communication media will allow the target audience to support the movement orderly queue. Furthermore they will always remember the message, to always-orderly queue and apply in everyday life.
Kata Kunci: queue culture, social campaign, visual communication, design for children.
180
Hikmah Novita Kurniati. “Ayo Antre !” Pentingnya Budaya Tertib Mengantre pada Anak Sekolah Dasar Melalui Media Komunikasi Visual
A. Latar Belakang Penciptaan kampanye sosial AYO ANTRE! Ini dilatar belakangi oleh banyaknya fenomena tentang payahnya orang Indonesia dalam mengantre melatarbelakangi rencana perancangan komunikasi visual ini. Kasus “Florence” yang terjadi beberapa waktu yang lalu adalah salah satu fenomena yang menjadi efek dari kepayahan orang Indonesia dalam mengantre. Ada yang menyebutkan bahwa kemajuan sebuah bangsa dapat dilihat bagaimana masyarakatnya dapat mengantre dengan baik. Oleh karena itu, penting sekali untuk mendidik anak-anak untuk dapat menerapkan budaya mengantre semenjak dini karena anak-anak merupakan investasi bagi kemajuan bangsa. Antre dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai berdiri berderet-deret memanjang menunggu untuk mendapat giliran (membeli karcis, mengambil ransum, membeli bensin, dsb) sedangkan mengantre berdiri dalam deretan memanjang sambil menunggu giliran untuk dilayani mengambil (membeli, dsb) sesuatu. Antrean adalah orang, bahan olahan, atau unit yang sedang menunggu giliran untuk dilayani, diolah, dsb. Sedangkan pengantre adalah orang yang mengantre dan pengantrean adalah proses, cara, perbuatan mengantre. Di dalam perkembangan prakteknya pengantrean tidak hanya
dilakukan dengan berdiri berderet-deret saja, namun saat ini orang semakin menuntut kenyamanan dalam melakukan proses mengantre antara lain dengan menggunakan nomor urut atau kartu dan si pengantre cukup duduk menunggu giliran mereka dipanggil untuk dilayani. Budaya mengantre sebetulnya berasal dari barat, di sana mereka telah berhasil menerapkan pola “first come first served!”. Jadi siapapun anda, apakah penguasa, pengusaha atau rakyat biasa tetap harus melakukan proses pengantrean ketika menginginkan sesuatu sampai anda mendapatkan giliran untuk dilayani. Hal ini tidak hanya menuntut tindakan moral equality atau kesetaraan saja namun lebih pada equity atau penghargaan. dari sinilah tercermin budaya sabar, saling menghormati dan saling menghargai hak orang lain. Di Indonesia terlampau sering terjadi kepayahan dalam mengantre dikarenakan kuatnya budaya Patriarki, egaliter dan budaya khawatir di dalam masyarakatnya. Budaya patriarki yang berkembang pesat terkadang menghadirkan rasa iri dan dengki dan terkadang jika disalahgunakan dapat sangat merugikan orang atau pihak-pihak lainnya. Terlebih karena pengaruh globalisasi yang masuk di negeri ini memungkinkan untuk menerapkan budaya antre karena mulai banyak
181
Kreatif. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Vol. III/ No. 1/ Edisi 4/ Mei 2015
masyarakat yang sadar akan manfaat antre bagi kelancaran suatu proses. Pentingnya budaya mengantre juga ditegaskan oleh seorang guru di Australia melalui pendapatnya yang diunggah di media sosial beberapa waktu yang lalu tentang Matematika vs Mengantre serta manfaat mengantre bagi anak didiknya. Guru tersebut menyebutkan bahwa yang menyebutkan bahwa tidak terlalu khawatir jika anak-anak sekolah dasar yang mereka didik tidak pandai Matematika. Mereka justru jauh lebih khawatir jika anak-anak tersebut tidak pandai mengantre. Menurutnya, kita hanya perlu melatih anak selama tiga bulan saja secara intensif untuk bisa Matematika, sementara kita perlu melatih anak hingga dua belas tahun atau lebih untuk bisa mengantre dan selalu ingat pelajaran berharga di balik proses mengantre. Karena biasanya hanya sebagian kecil saja dari murid-murid dalam satu kelas yang kelak akan memilih profesi di bidang yang berhubungan dengan Matematika. Sementara semua murid dalam satu kelas tersebut pasti akan membutuhkan Etika Moral dan Pelajaran Berharga dari mengantre di sepanjang hidup mereka kelak. (http://intisari-online.com/, 2013) Mengantre dengan cara yang benar memberi manfaat kepada anak-anak untuk bisa belajar manajemen waktu, bersabar menunggu gilirannya tiba, belajar 182
menghormati hak orang lain yang datang lebih awal. Anak belajar berdisiplin dan tidak menyerobot hak orang lain, belajar kreatif untuk memikirkan kegiatan apa yang bisa dilakukan untuk mengatasi kebosanan saat mengantre (di Jepang biasanya orang akan membaca buku saat mengantre). Anak juga bisa belajar bersosialisasi menyapa dan mengobrol dengan orang lain di antrian, belajar tabah dan sabar menjalani proses, belajar hukum sebab akibat, bahwa jika datang terlambat harus menerima konsekuensinya di antrean belakang, belajar disiplin, teratur dan kerapihan. Selain itu anak belajar memiliki rasa malu, jika ia menyerobot antrean dan hak orang lain, belajar bekerjasama dengan orang-orang yang ada di dekatnya jika sementara mengantre ia harus keluar antrean dan belajar jujur pada diri sendiri dan pada orang lain.
Gambar 1. Anak-anak sedang mengantre Sumber: http://intisari-online.com/read/mari-belajar-mengantri
Hikmah Novita Kurniati. “Ayo Antre !” Pentingnya Budaya Tertib Mengantre pada Anak Sekolah Dasar Melalui Media Komunikasi Visual
Dari latarbelakang diatas muncul rumusan masalah sebagai call to action dari gerakan ini yaitu tentang bagaimana mengaktifkan kampanye AYO ANTRE! sebagai gerakan tertib mengantre pada anak usia sekolah dasar? tujuan penciptaan kampanye sosial ini yaitu untuk mengkomunikasikan gerakan tertib mengantre melalui kampanye AYO ANTRE! pada anak usia sekolah dasar sampai dengan munculnya kesadaran dan aksi. Perancangan ini diharapkan dapat bermanfaat, antara lain untuk menumbuhkan kesadaran dan kesabaran pada anak-anak, menumbuhkan sikap menghormati dan menghargai hak orang lain pada anak semenjak dini dan yang paling penting adalah anak dapat menerapkan kegiatan mengantre kapan saja dan dimana saja baik itu di lingkungan sekolah maupun di tempat lain. Target perancangan kali ini memiliki batasan yaitu anak-anak SD dalam satu wilayah kec. Gondomanan dengan setting Lingkungan Sekolah Dasar (SD) Muhammadiyah Kauman B. LANDASAN TEORI PENCIPTAAN Sebagai landasan dalam penciptaan kali ini teori utama yang digunakan adalah teori psikologi anak. Teori tersebut digunakan untuk mengamati, concern, dan mempelajari tingkah laku anak, selain itu juga digunakan untuk mengetahui habitus mereka dan pola pikir merekasebagai
target audiens kampanye. Sedangkan teori pendukung, menggunakan teori persepsi visual dan komunikasi visual yang digunakan untuk mencoba menggambarkan pola pikir anak-anak agar sebagai target audiens kampanye AYO ANTRE!, mereka menjadi lebih tertarik. 1. Teori Utama: Teori Psikologi Anak Belajar dari quotes Benjamin Franklin (pemerhati anak), Secara psikologis kecenderungan anak dalam proses pembelajaran dan menanggapi suatu aturan/ informasi: “Tell me I will forget, show me I will remember, involve me I will understand.” Yang kurang lebih terjemahannya seperti ini: Katakan padaku aku akan melupakannya, tunjukkan padaku aku akan ingat, ajaklah aku merasakannya aku akan mengerti dan faham (Pratomo, 2012). Maka di dipilih beberapa teori psikologi anak yang diambil sebagai landasan, antara lain: a. Teori Medan (Field Teory), Kurt Lewin mengatakan: Ruang hidup disebut juga “medan psikologis” (keseluruhan situasi) adalah totalitas realitas psikologis yang berisikan semua fakta yang dapat mempengaruhi tingkah laku individu pada sesuatu saat. Dengan kata lain, tingkah laku adalah fungsi daripada ruang hidup. Dan ruang hidup itu adalah hasil interaksi antara Pribadi (P) dan lingkungan psikologis (Lp) (Suryabra-
183
Kreatif. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Vol. III/ No. 1/ Edisi 4/ Mei 2015
ta, 2011). b. Teori Tabularasa, John Locke: (dari bahasa Latin kertas kosong) merujuk pada pandangan epistemologi bahwa seorang manusia lahir tanpa isi mental bawaan, dengan kata lain “kosong”, dan seluruh sumber pengetahuan diperoleh sedikit demi sedikit melalui pengalaman dan persepsi alat inderanya terhadap dunia di luar dirinya (Gunarsa, 2004). c. Teori Hypnoparenting, yaitu dengan menanamkan sugesti di benak anak melalui kebiasaan yang berulang-ulang. Di dalam Hypnoparenting digunakan teknik terapi hypnosis/ hypnoterapi yaitu cara berkomunikasi atau menasehati seseorang menggunakan sugesti kea lam bawah sadar manusia. Hypnosis merupakan kondisi seseorang di bawah pengaruh sugesti. Dalam kasus ini sugesti ditancapkan di alam bawah sadar anak-anak sehingga dijamin akan sangat efektif hasilnya. Secara logika, suatu pengulangan dilakukan dalam interval waktu yang panjang. Meskipun dalam kondisi sadar juga dapat menimbulkan efek hypnosis yang subliminal, contohnya: anak dari suku Padang senang dengan makanan pedas, sedangkan anak-anak dari dataran Cina suka sekali dengan warna merah. (Pratomo, 2012) Dari teori ini mengambil sebuah rumus
184
yang juga digagas oleh Kurt Lewin dan kurang lebih hampir mirip dengan teori sebelumnya, yaitu: B = f (P,E) B : Behaviour / perilaku f : faktor variabel P : Personal character/ faktor karakter yang ada dalam diri individu E : Environtment atau faktor lingkungan tempat individu berada 2. Teori Pendukung: Teori Persepsi Visual Teori ini berbicara tentang bagaimana sistem perseptual manusia bekerja dan menjadi landasan berfikir, ide, maupun kreativitas kaitannya dengan perancangan, sehingga karya visual yang dibuat memiliki kesesuaian dengan target audiens (Indrayana, 2013). Persepsi menjadi hal yang sangat penting ketika target audiens mendapat stimulus yang notabene adalah sebuah iklan yang ditujukan atau ditargetkan kepada mereka. Hal ini akan menjadi tolok ukur keberhasilan suatu iklan, apakah dapat dipersepsi dengan baik oleh audiensnya atau justru audiens menjadi bingung karena tidak dapat menangkap makna, pesan bahkan emosi yang tersirat didalamnya. Maka dari itu pengetahuan tentang persepsi menjadi sangat penting karena memiliki fungsi-fungsi yang berkaitan erat dengan proses komunikasi yang ada dalam sebuah pesan iklan. Proses
Hikmah Novita Kurniati. “Ayo Antre !” Pentingnya Budaya Tertib Mengantre pada Anak Sekolah Dasar Melalui Media Komunikasi Visual
persepsi melalui lima tahap yaitu: a. Tahab Observasi: merupakan proses penerimaan sensasi dari stimulus melalui organ indera. Sensasi merupakan pengalaman awal, proses menyadari, dan merasakan atribut dari stimulus. b. Tahap Seleksi: dalam tahap ini individu melakukan seleksi pada stimulus atau informasi yang diperhatikannya untuk untuk diproses lebih lanjut atau yang dikenal dengan perceptual selection. c. Tahap Organisasi: dalam tahap ini informasi yang diterima diteruskan ke sistem otak manusia dan secara internal diolah untuk membangun pemahaman terhadap stimulus seperti bentuk, rupa, kedalaman, cahaya, warna, jarak, ukuran, gerakan, orientasi, intonasi suara, notasi aroma, rasa manis dan sebagainya. Pada organisasi juga melibatkan identifikasi dan kategorisasi terhadap stimulus, yang dapat dipengaruhi leh aspek-aspek yang bersifat objektif maupun subjektif d. Tahap Interpretasi: pada tahap ini individu membangun pemahaman baik secara perseptual, kognitif maupun afektif terhadap stimulus atau situasi yang secara umum membangun asumsi. e. Tahap Respon: pada tahap ini individu
memberikan sikap yang secara umum merupakan manifestasi respon yang bersifat tidak jelas atau perilaku yang merupakan kecenderungan tindakan yang tampak dari seseorang hasil dari interpretasi terhadap stimulus. 3. Persepsi Visual Anak Anak-anak memiliki persepsi visual yang berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu mendesain untuk target audiens dewasa akan berbeda dengan target audiens anak-anak. (Fishel, 2001) dalam bukunya Designing for children: marketing design that speak to kids, rokcport publisher mengatakan, anak-anak merupakan individu yang kompleks dan penuh kejutan. Mendesain untuk anak-anak tidak semata-mata membuat gambar jenaka atau lucu. Desain yang efektif untuk anak-anak adalah: a. Harus menarik, dapat menggelitik intelektual mereka dan membuat mereka berinteraksi. Desain yang menarik tidak hanya harus baru namun yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. b. Harus memberi informasi, dan menghargai intelegensi mereka. Memberi tahu dunia luar tanpa harus menggurui c. Dapat memuaskan anak-anak, baik secara isi, nilai estetis serta value. Mendesain untuk anak-anak memiliki sebaiknya berdasarkan pada tingkat usia dan perkembangan mereka. Contohnya 185
Kreatif. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Vol. III/ No. 1/ Edisi 4/ Mei 2015
pada anak usia 6-11 tahun, perkembangan pengetahuan matematika meningkatkan pemikiran spatial mereka. Pada masa itu anak sudah dapat menggunakan pengetahuannya sendiri untuk memahami dan berinteraksi dengan desain yang kompleks Bertambah kosakata budayanya dan memungkinkan memahami dan menghargai humor, dan hal-hal lucu lainnya. Ahmad Thoyib menuliskan dalam penelitian skripsinya yang berjudul Perancangan Buku Pop Up Pengenalan Rumah Joglo Untuk Anak SD, tentang seorang pemerhati anak, Esther Widhi Andangsari, M.Psi yang berpendapat bahwa anak-anak usia 6-11 tahun mudah mengingat apa yang dilihat dan dibacanya. Mampu membaca buku yang tidak terlalu tebal karena sudah bisa menerima tulisan yang banyak walau tetap harus dibatasi karena masih mudah jenuh, dalam memilih judulpun tidak mempermasalahkan panjang pendeknya kata namun lebih pada persuasif atau tidaknya kata tersebut dan selain itu memiliki irama yang enak didengar (Thoyib, 2013). Dalam bukunya Understanding Comic, Scott Mc Load mengataan bahwa, menurut beberapa pakar, anak-anak sekolah dasar suka menghabiskan waktu dengan sesuatu yang bergambar, bersifat fantasi, menyukai warna cerah, tokoh karakter sederhana dan seru. (Mc.Load, 2001) Dalam ilmu psikologi dan komunika186
si pada anak, karakter umum yang dimiliki anak-anak sekolah dasar antara lain, senang bermain, senang bergerak dan berpindah, senang melakukan sesuatu secara langsung, dan senang bekerja dalam kelompok. Oleh karena itu metode belajar anak sekolah dasar sebaiknya memungkinkan anak bergerak dan berpindah tempat, syarat dengan permainan, memberi kesempatan bekerja kelompok dan terlibat langsung dalam proses belajar. Kebebasan dalam berkarya dan berimajinasi adalah salah satu kekuatan dalam desain untuk anak-anak. Bahasa anak anak adalah: tidak pernah takut salah, tidak serba kaku dalam urusan bentuk dan warna, serta berani mencoba. Berbicara dalam bahasa anak bisa membuat anak merasa nyaman dan membantu mereka mengetahui maksud yang disampaikan (Gisburg, 2014) Sebuah desain anak-anak seharusnya dapat mengikuti gaya bahasa anak. 4. Perkembangan Pengamatan Anak Dari hasil-hasil penelitian di bidang ini ternyata bahwa ada dua tipe pengamatan yaitu: a. Tipe “pelihat warna” Anak yang tergolong tipe pelihat warna dalam perkembangan perasaannya lebih cepat terhadap warna. Mereka suka menghias gambar dengan warna mencolok sekalipun motif gambarnya tidak terlihat sempurna.
Hikmah Novita Kurniati. “Ayo Antre !” Pentingnya Budaya Tertib Mengantre pada Anak Sekolah Dasar Melalui Media Komunikasi Visual
b. Tipe “pelihat bentuk” Anak yang tergolong tipe pelihat warna dalam perkembangan perasaannya lebih cepat terhadap bentuk. Mereka belum merasa puas jika gambarnya belum serupa dengan contohnya. Dalam masa anak sekolah ternyata anak-anak masih kurang memperhatikan bentuk yang digambarnya, namun yang mereka perhatikan cenderung warnanya secara keseluruhan (Zulkifli, 2013). 5. Teori Komunikasi Visual Komunikasi menjadi hal yang sangat penting dalam iklan. Bagaimana pesan yang ada dalam suatu iklan dikomunikasikan kepada audiens adalah inti dari iklan itu sendiri. Komunikasi pada iklan tidak berhenti pada tahap audiens tertarik untuk melihat tampilan iklan, namun komunikasi yang sempurna adalah bagaimana suatu iklan tersebut berhasil memprovokasi sang audiens untuk menceritakan pengalaman visual ataupun pengalaman rasa yang dia alami kepada orang lain (Pratiwi, 2010). Salah satu definisi dari komunikasi adalah; komunikasi merupakan suatu proses pengiriman dan penerimaan pesan yang terjadi antara dua pihak. Tujuan komunikasi dapat dibedakan menurut maksud dan caranya, menjadi: (a) Identifikasi, (b) Informasi, (c) Promosi (provokasi, persuasi, propaganda, dll), dan (d) Ambience
(penggarapan lingkungan). Dalam semua usaha komunikasi pemasaran, tujuan komunikasi diarahkan pada; membangun keinginan, menciptakan kesadaran, meningkatkan sikap dan mempengaruhi niat, dan mempermudah pemakaian atau pembelian. Teori komunikasi merupakan teori yang mempelajari bagaimana hal yang satu dapat menyampaikan pesan atas informasi yang ada bersamanya kepada hal yang lain (manusia individu/khalayak). Sedangkan Komunikasi visual merupakan istilah yang nantinya akan merangkum berbagai kegiatan komunikasi yang mengandalkan stimuli visual, baik yang bersifat statis ataupun yang bersifat dinamis (bergerak). Pratiwi juga menegaskan penentuan jenis media komunikasi visual menjadi hal yang sangat vital untuk keberhasilan suatu kampanye. Komunikasi visual dengan pengertiannya berkomunikasi dengan memberikan atensi terhadap stimulus dan reaksi indera penglihatan sangat berpengaruh terhadap aksi yang akan dilakukan oleh masyarakat atau public. C. METODE PENCIPTAAN KAMPANYE AYO ANTRE! 1. Observasi dan identifikasi Dari hasil temuan melalui pengamatan pendidikan mengantre di ajarkan di sekolah khususnya taman kanak-kanak dan sekolah dasar. Namun masih ditemukan di
187
Kreatif. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Vol. III/ No. 1/ Edisi 4/ Mei 2015
beberapa kantin sekolah kegiatan ini tidak berhasil dengan baik. Anak-anak cenderung melupakan nasihat guru jika tidak terpantau. Testimoni dari para penjual yang berada di sekitar sekolah menyebutkan, masih banyak anak-anak yang tidak mau mengantre, hampir semua ingin dilayani terlebih dahulu dengan suara keras, berulang-ulang hingga menimbulkan kegaduhan agar mendapatkan perhatian si penjual untuk segera dilayani. Sedangkan mereka mengacuhkan dan tidak mau tahu bahwa ada pengantre yang sebelumnya sudah tiba terlebih dahulu dan belum dilayani. Temuan dari berbagai artikel menyebutkan bahwa di tempat pelayanan publik dan hiburan keluarga, anak yang menyerobot antrean lebih banyak mendapatkan pengaruh dari orangtua, khususnya ibu. Padahal lingkungan terdekat (keluarga & sekolah), merupakan pengaruh penting dan terbesar bagi anak. Kurt Lewin (psikologi sosial) dalam teorinya merumuskan “pribadi itu selalu ada dalam lingkungannya, pribadi tidak dapat dipikirkan lepas dari lingkungannya”. Dari hasil temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa orang tua memiliki pengaruh cukup kuat terhadap perilaku anaknya, dan anak memiliki kecenderungan untuk mencontoh orang yang berada dekat di lingkungannya. Dan dari hasil temuan itu penulis merumuskan identifikasi tar188
get audiens untuk perancangan kampanye AYO ANTRE! secara demografis yaitu anak-anak usia: 6-12 th, gender: laki laki & perempuan dalam strata ekonomi sosial (SES) C (menengah). Pendidikan Sekolah Dasar (SD) dengan psikografis behaviour; anak yang tidak suka mengantre, gaya hidup anak - urban (perkotaan), modern, memiliki uang saku lebih, sering jajan, penyuka gadget, pengguna internet dan sosial media, game addict, tontonan tanpa parental guiding, sok berkuasa, seharian ditinggal kerja orang tua, memiliki orang tua yang sibuk bekerja dan cuek, galak, bahkan terkadang kurang peduli terhadap tingkah laku (manners) anaknya. 2. Analisis Data Dari data target audiens yang dipilih selanjutnya oleh penulis dianalisis menggunakan model analisis 5W 1 H dengan hasil sebagai berikut: a. What: menerapkan dan menanamkan dalam benak anak-anak kesadaran pentingnya mengantre dalam kesehariannya. b. Why: karena nilai-nilai dalam kegiatan mengantre memiliki banyak manfaat yang sangat berguna bagi pendidikan moral dan melatih kesabaran anak serta membangun sikap saling menghormati dan menghargai hak orang lain. c. Who: primer kepada anak-anak, sekunder orang tua dan guru.
Hikmah Novita Kurniati. “Ayo Antre !” Pentingnya Budaya Tertib Mengantre pada Anak Sekolah Dasar Melalui Media Komunikasi Visual
d. Where: di lingkungan sekolah/ fasilitas umum di sekitar lingkungan sekolah, karena sekolah merupakan lingkungan terdekat anak-anak dan di sekolah pendidikan formal dan moral diajarkan secara berdampingan, serta dapat terpantau oleh guru dan orang tua. Selain itu lingkungan sekolah lebih efektif dari pada lingkungan rumah karena dasar lingkungan sekolah adalah perilaku sedangkan lingkungan rumah dasarnya adalah kasih sayang. e. When: dalam keseharian anak di sekolah, pada saat mereka dalam situasi harus mengantre, agar anak melihat, mengingat, mampu melakukan dan menerapkan kebiasaan mengantre di lingkungan lain di luar sekolah f. How: menggunakan media yang dekat dengan anak yaitu fasilitas umum di sekitar sekolah yang terdapat proses antrean di dalamnya, diilustrasikan dengan gaya visual dan penyampaian pesan yang ringan, tidak membebani, memberikan reward dan anak akan selalu mengulanginya dengan senang hati tanpa disuruh hingga menjadi kebiasaan. D. PEMBAHASAN 1. What To Say Dari hasil studi yang dilakukan baik landasan teori maupun metode yang digunakan, what to say atau pesan yang ingin
disampaikan dalam kampanye AYO ANTRE! yaitu membangun kesadaran dan kesabaran anak dalam mengantre dan merasakan manfaat mengantre, sebagai big idea. Main message: Ayooo, Antre! Agar lancar dan semua kebagian. Call to action: mengajak anak untuk melakukan pengantrean terutama di lingkungan sekolah dan dapat menerapkannya di luar sekolah. Desire respon yang ingin didapatkan “ternyata asyik loh mengantre, dan ada untungnya!” Tone and maners yang digunakan yaitu karakter anak-anak, childish, ceria, penuh warna, ringan, riang, gembira, enerjik, berteriak, bebas, dinamis, mengajak, informatif. a. Studi Visual Dalam perancangan kampanye ini dibutuhkan adanya sosok karakter sebagai penyampai pesan, tujuannya adalah: agar target audiens merasa lebih dekat, lebih mudah masuk dalam kerangkan persuasinya atau lebih mudah menerima ajakan, memiliki teman dan merasa disapa. Selain itu lebih mudah menimbulkan awarness serta terkesan tidak menggurui sehingga pesan sosial yang disampaikan lebih mudah diterima, dimengerti dan dipahami oleh mereka. Untuk itu, studi bentuk karakter juga disesuaikan dengan pola pikir dan persepsi mereka tentang konsep bentuk dan warna yang lebih mudah dikenali dalam kehidupan sehari-hari mereka. Atas dasar alasan tersebut, bentuk karakter yang akan digunakan adalah 189
Kreatif. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Vol. III/ No. 1/ Edisi 4/ Mei 2015
penggambaran sosok kartun sederhana, mengembangkan bentuk dasar yang mudah dikenali anak contohnya menggunakan stilasi dari bentuk geometris yang diharapkan mampu menarik minat anak terutama usia sekolah dasar. Bentuk kartunnya cenderung fantasi, bukan realis maupun semi realis, eksplorasi peggunaan warna lebih dominan dari pada bentuk dan bermain ekspresi. Oleh karena itu, dipilih bentuk dengan menggunakan shape based dan alphabetic based. Kesederhanaan bentuk dicapai dari sintesis keduanya yang digabung dengan penggunaan warna-warna dan ekspresi positif yang berkesan ringan, senang dan riang sesuai dengan karakter anak. Alasan penggunaan bentuk tersebut berdasar persepsi visual anak usia sekolah dasar yang sudah sangat mengenal dan sering bersinggungan dengan bentuk-bentuk dasar tersebut dalam proses bermain dan belajar mereka. Selain itu alasan lainnya adalah, pola pikir mereka yang masih kurang memperhatikan bentuk, namun yang mereka perhatikan lebih cenderung pada komposisi warnanya secara keseluruhan. Anak-anak usia sekolah dasar berkecenderungan memperhatikan warna yang mencolok, sekalipun motif gambarnya tidak terlihat sempurna (Zulkifli, 2009). b. Studi Warna Warna yang digunakan dalam visualisasi karakter ini diambil dari warna-war190
na dasar yang diurutkan berdasarkan gradasi pelangi. Hal ini juga memungkinkan anak-anak lebih mengenali warna-warna tersebut, walaupun warna yang akhirnya mereka sukai cenderung bercampur dengan warna putih atau tint. Percampuran warna dasar dengan putih memiliki kesan lebih ringan dan soft (Sanyoto, 2009). Dalam tata visual, warna yang digunakan tetap berkiblat pada target audiens yaitu anak-anak, hanya saja dalam layout pengaplikasian warna juga di komposisikan sesuai kebutuhan medianya. Apakah media tersebut hanya sebagai pelengkap dan pendukung saja, atau media yang lebih bersifat informatif, persuasif atau bahkan provokatif. Perpaduan antara kebutuhan media dan menjawab target audiens tentunya diselaraskan tidak hanya dengan cara yang harmonis, namun kontras warna juga digunakan untuk kebutuhan media-media tertentu yang sifatnya lebih provokatif dan persuasif. c. Final karakter
Gambar 1. Anak-anak sedang mengantre Sumber: http://intisari-online.com/read/mari-belajar-mengantri
Hikmah Novita Kurniati. “Ayo Antre !” Pentingnya Budaya Tertib Mengantre pada Anak Sekolah Dasar Melalui Media Komunikasi Visual
Tulisan A,N,T,R,E (dibaca antre) pada masing masing karakter diharapkan akan selalu diingat oleh anak-anak. Ketika karakter tersebut hadir secara kontinyu akan membuat pembiasaan pikiran pada anak-anak. d. Studi Huruf/ Tipografi Dalam elemen grafis pada visualisasi media tipografi yang digunakan disesuaikan dengan tone and manners dari perancangan ini, yaitu karakter anak-anak yang karakter anak-anak, childish, penuh warna, ringan, riang, gembira, enerjik, berteriak, bebas, dinamis dan penuh keceriaan. Setelah melalui pemilihan berbagai alternatif dan sintesis, ada beberapa jenis huruf yang digunakan dalam visualisasi perancangan kali ini antara lain: Annoying Kettle dan Appleberry, untuk display type. Sketchetik Light dan Helvetica digunakan untuk text type. 3. How To Say Metode kampanye AYO ANTRE adalah unconventional guerilla advertisment menggunakan Trough The Line Media atau media dalam garis yang merupakan pengembangan dari program media ATL (Above The Line) dan BTL (Below The Line). Sifatnya lebih I, dekat, bahkan bersinggungan dengan target audiens (TA). TTL mengajak TA masuk ke dalam medianya dan menghadirkan experience/ pengalaman (baru). Terkadang tanpa sa-
dar atau memberi kejutan (surprise) kepada TA. Lebih Intim dan membangun pertunangan (engage) dengan TA yang tanpa disadari mampu menanamkan awarness, selalu diingat dan membuat TA melakukan speak out bahkan sharing dan loyalitasnya terbangun tanpa diminta. Bentuk medianya antara lain; Unconventional media dapat melalui event hingga CSR (Corporate Social Responsibility), Ambient media yang memanfaatkan lingkungan dan bentuk kampanye Guerilla Ad. Ambient media sendiri menurut jenis medianya terbagi menjadi tiga yaitu: (a) teatrikal, (b) printed dan (c) instalasi. Dalam kampanye AYO ANTRE! unconventional guerilla advertisment akan digunakan sebagai metode penyampaian pesan kepada TA. Hal ini dilakukan karena penulis melihat media ini tanpa disadari mampu menanamkan awarness terhadap TA. Adapun strategi yang dilakukan dalam proses menanamkan pesan ke dalam benak audiens dibagi dalam tiga tahap yaitu: a. Pre Campaign: Poster Event Poster sebagai media pra kampanye menjadi media yang paling banyak bersentuhan dengan TA. Selama kegiatan sehari-hari di sekolah. Poster event ini yang nantinya memberi informasi dan melakukan ajakan untuk menerapkan gerakan tertib antri kepada anak-anak sekolah dasar. 191
Kreatif. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Vol. III/ No. 1/ Edisi 4/ Mei 2015
b. Main Campaign: Warung Percontohan Warung percontohan merupakan media yang akan sering dikunjungi oleh anak-anak. Di sini anak-anak diwajibkan mengantre ketika membeli sesuatu. Dengan warung percontohan ini diharapkan anak-anak dapat menerapkan budaya antre di warung /kantin atau fasilitas umum lainnya yang tidak terdaftar dalam program kampanye. Di dalam warung akan ada beberapa media pendukung yang diaplikasikan untuk menunjang kesuksesan program kampanye AYO ANTRE! antara lain:
uat untuk menggantikan nomor antrean. Media ini digunakan atas dasar perkembangan definisi antre yang semakin meluas dan menuntut kenyamanan para pengantrenya. Dalam kartu antrea ini akan disisipkan kolom stamp dan menggunakan sistem reward atau hadiah bagi pemilik cap atau stiker terbanyak. Cap atau stiker diberikan oleh penjaga warung percontohan kepada anak yang berhasil dengan sabar mengantre. Penukaran reward atau hadiah dilakukan setiap akhir pekan di tiap-tiap warung percontohan.
1) Stepping print Stepping print dipilih untuk melatih anak-anak mengantre dan merasakan asiknya aktifitas mengantre, dalam stepping print nantinya dibuat konsep permainan yang menarik minat anak untuk terus mengikuti alurnya dan balon kata yang berisi kata-kata sugestif agar anak memiliki awarness terhadap setiap petunjuknya. Tujuan permainan terletak dalam permainan itu sendiri dan dapat dicapai pada waktu bermain (Zulkifli, 2009). Stepping print sifatnya permanen dan diharapkan dapat memberi sugesti kepada anak untuk selalu melakukan tindakan mengantre di tempat lain walaupun tanpa alat bantu sekalipun.
3) Poster instruksi grafis cara mengantre Poster ini akan ditempatkan di setiap warung percontohan tujuannya untuk memberi petunjuk kepada calon pelanggan yang baru mengikuti program tertib mengantre.
2) Kartu antre Kartu antre adalah media yang dib-
192
4) Banner/ spanduk selamat datang di warung percontohan antre Media ini akan ditempatkan di tiap warung percontohan bertujuan memberi identitas warung percontohan yang melaksanankan program tertib mengantre kepada setiap pelanggan. 5) Mini banner ucapan selamat berhasil mengantre dengan baik Media ini akan diletakkan di meja kasir di setiap warung percontohan tujuannya memberi penghargaan dan ucapan terimakasih karena mengantre dengan tertib
Hikmah Novita Kurniati. “Ayo Antre !” Pentingnya Budaya Tertib Mengantre pada Anak Sekolah Dasar Melalui Media Komunikasi Visual
serta mengingatkan untuk selalu meminta cap atau stiker antre kepada penjual/penjaga warung percontohan. c. Follow Up Campaign: merchandise reward Merchandise diberikan gratis sebagai reward keberhasilan anak-anak dalam proses mengantre mereka di warung percontohan. Merchandise menjadi media pendukung yang pas bagi kampanye ini karena ukurannya kecil dan bisa dibawa dan digunakan di mana saja dan memberikan solusi keberhasilan positif bagi kampanye ini. Alasan penggunaannya berdasarkan kecenderungan sifat anak suka mendapatkan hadiah dan akan melakukan hal apa saja jika “diiming-imingi” hadiah. Tujuan memberikan hadiah kepada anak-anak adalah membangkitkan bagian diri mereka yang bersifat kooperatif (Gray, 2004). Beberapa merchandise yang digunaan untuk reward dalam kampanye ini antara lain; stiker, pin, mug, thumbler (tempat minum)/ tempat makan dan boneka karakter. Mekanisme pemberian reward dengan cara mengumpulkan cap atau stiker antre yang diberikan warung percontohan dan ditempelkan di kartu antre, hingga jumlah tertentu cap atau stiker tersebut dapat ditukar dengan salah satu merchandise. 5. Final Desain dan Aplikasi Media
Gambar 3. Poster Instruksi Cara mengantre di warung percontohan Sumber: Dokumentasi Pemulis
Gambar 4. Poster Event Gerakan tertib mengantre Sumber: Dokumentasi Pemulis
193
Kreatif. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Vol. III/ No. 1/ Edisi 4/ Mei 2015
Gambar 7. Banner selamat datang di warung percontohan Sumber: Dokumentasi Pemulis
Gambar 5&6. Contoh tampilan warung percontohan Sumber: Dokumentasi Pemulis
Gambar 8. Kartu ANTRE Sumber: Dokumentasi Pemulis
194
Gambar 9. bStepping print Sumber: Dokumentasi Pemulis
Hikmah Novita Kurniati. “Ayo Antre !” Pentingnya Budaya Tertib Mengantre pada Anak Sekolah Dasar Melalui Media Komunikasi Visual
lam mensosialisasikan pentingnya budaya mengantre, menumbuhkan kesadaran dan kesabaran pada anak usia dini, terutama bagi anak usia sekolah dasar, karena anak adalah investasi bangsa dan penerus budaya Indonesia. Selain itu penulis merasa bangga dengan pengalaman yang didapatkan dari proses penciptaan kali ini dan berharap dapat meneruskannya menjadi program penelitian yang lebih luas, lebih kaya manfaat dan menjadi referensi yang dapat digunakan oleh berbagai pihak. Daftar Pustaka: Gambar 10. Merchandise reward Sumber: Dokumentasi Pemulis
E. SIMPULAN Proses penggarapan karya penciptaan kampanye tertib mengantre yang dilakukan penulis membutuhkan analisis yang cukup dalam, karena permasalahan antre bukan sekedar permasalahan moral yang ringan. Program kampanyenya pun juga tidak dapat dilakukan hanya dalam hitungan hari atau minggu saja. Ini sebuah proyek berjangka yang membutuhkan dedikasi waktu, tenaga dan pikiran, namun sudah menjadi tanggung jawab moral yang besar bagi kita untuk mengkomunikasikannya. Melalui penciptaan kampanye AYO ANTRE! Ini, penulis ingin mengabdikan sedikit kemampuannya da-
Fishel Chaterin, 2001, “Designing For Children: Marketing Design That Speak To Kids”, Rokcport Publisher, Minessota. Ginsburg, HerbertP., 2014, Menyelami Pikiran Anak, Wawancara Klinis dalam Penelitian dan Praktik Psikologi Anak, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Gunarsa, Singgih D., 2004, Psikologi Perkrmbangan Anak dan Remaja, Penerbit Gunung Mulia, Jakarta. Gray, John, 2004, “Children Are From Heaven, Cara Membesarkan Anak Secara Positif, Menjadi Kooperatif, Percaya Diri Dan Memahami Perasaan Orang Lain”, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Indrayana, Andika, 2013, “Psikologi Persepsi Catatan Kuliah”, STSRD VISI, Yogyakarta. L, Zulkifli, 2009, Psikologi Perkembangan,
195
Kreatif. Jurnal Desain Komunikasi Visual. Vol. III/ No. 1/ Edisi 4/ Mei 2015
PT Remaja Rosdakarya, Bandung. Mc Cloud, Scout, 2001, “Understanding Comics, Memahami Komik”, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta. Pratomo Yogo, Dewi, 2012, “HypnoParenting”, Noura Book, PT Mizan Publika, Jakarta. Sanyoto, Ebdi, Sadjiman, 2009,“Nirmana, Dasar-dasar Seni dan Desain”, Jalasutra, Yogyakarta. Suryabrata, Sumadi, 2011, Psikologi Kepribadian, Raja Grafindo Persada, Surabaya. Sumber Skripsi & Thesis: Pratiwi, Peni, 2010, “Unconventional Media”, Thesis Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia, Yogyakarta. Thoyib, Ahmad, 2013, “Perancangan Buku Pop Up Pengenalan Rumah Joglo Untuk Anak SD”, Skripsi STSRD VISI, Yogyakarta. Sumber Internet: Artikel disusun oleh: K. Tatik Wardayati, Minggu, 01 September 2013 - 06:00 pm, http://intisari-online.com/read/ mari-belajar-mengantri, diakses: Jumat, 14 Februari 2014 – 09:00 pm.
196