[124] Wajib Tunduk kepada Hukum Pemilik Kerajaan Langit dan Bumi Sunday, 20 April 2014 00:32
Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.
Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan (Nya), dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya (TQS al-Furqan [25]: 2).
Tidak sedikit yang beranggapan bahwa manusia berhak mengatur negara yang ditinggalinya dengan sekehendaknya. Seolah negeri yang ditinggali itu milik mereka. Padahal, negeri yang mereka tinggali adalah bagian dari bumi milik Allah SWT. Bahkan, bukan hanya bumi, langit dan seluruh jagad raya ini adalah kerajaan milik Allah SWT. Dialah Raja dan pemiliknya sehingga seluruh isinya wajib tunduk dan patuh kepada-Nya. Dan Allah SWT telah menurunkan hukum yang wajib ditaati seluruh manusia.
Ayat ini adalah di antara yang menegaskan bahwa kerajaan langit dan bumi adalah milik-Nya. Tidak ada yang menjadi sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan.
Milik Allah
Allah SWT berfirman: al-Ladzî lahu mulk al-samâwâti wa al-ardh (Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi). Menurut Ibnu Jarir al-Thabari, kata al-ladzî di sini merupakan sifat bagi al-ladzî yang pertama, yang disebutkan dalam ayat sebelumnya.
Dalam ayat sebelumnya Allah SWT memuji diri-Nya dengan ungkapan: tabâraka (Maha Suci). Lalu disebutkan bahwa Dia Yang Maha Suci itulah yang menurunkan al-Furqân
1/5
[124] Wajib Tunduk kepada Hukum Pemilik Kerajaan Langit dan Bumi Sunday, 20 April 2014 00:32
kepada hamba-Nya, yakni Alquran kepada Rasulullah SAW.
Kemudian ayat ini menyebutkan beberapa sifat Dzat yang telah menurunkan Alquran tersebut. Sifat pertama yang disebutkan adalah sebagai pemilik mulk al-samâwâti wa al-ardh, kerajaan langit dan bumi. Pengertian sifat ini adalah Dia adalah al-mutasharrif fîhâ kayfa yasyâ` (Sang Pemilik otoritas dalam mengatur di dalamnya sebagaimana dikehendaki-Nya). Demikian penjelasan Fakhruddin al-Razi dalam tafsirnya.
Menurut Abu Zahrah, al-mulk berarti al-sulthân (kekuasaan). Kekuasaan tersebut mutlak milik Allah SWT. Tidak ada kekuasaan bagi selain-Nya. Dialah yang mengurusi langit dan bumi. Bintang tidak bisa berjalan kecuali dengan kekuasaan-Nya. Semua yang ada di langit, baik matahari, bulan, maupun bintang tunduk dengan perintah-Nya. Demikian pula bumi dan semua yang ada di dalamnya, seperti gunung, laut, dataran tinggi, binatang, tambang, dan lain-lain, tunduk kepada perintah-Nya.
Diterangkan juga oleh Wahbah al-Zuhaili dalam tafsirnya, al-mâlik al-haqîqî (Pemilik sebenarnya) semua yang ada di langit dan di bumi adalah Allah SWT. Pengertian al-Mâlik adalah yang memiliki al-sulthân al-muthlaq (kekuasaan mutlak) dalam pengaturan di kerajaan-Nya sebagaimana yang Dia dikehendaki. Dia pula yang memiliki kekuatan yang sempurna atas apa yang ada di kerajaan-Nya, baik mengadakan maupun melenyapkan, mengihidupkan dan mematikan, memerintah dan melarang sesuai dengan kebijaksaan dan kemaslahatan.
Dalam ayat ini disebutkan dua kata yang menunjukkan bahwa dengan jelas bahwa pemilik otoritas mutlak di jagad raya ini adalah Allah SWT, yakni kata lahu (milik-Nya) dan al-mulku (k erajaan). Maka, sebagaimana dijelaskan Abu Hayyan al-Andalusi, ayat ini memberitakan bahwa apa yang ada di dalam langit dan bumi adalah milik-Nya; juga kerajaan keduanya adalah kerajaan-Nya. Dengan demikian, berkumpul pada-Nya dua hal, yakni: kepemilikan dan kerajaan.
Oleh karena kerajaan langit dan bumi adalah milik Allah SWT, maka yang diberlakukan di dalamnya adalah keputusan dan hukum-Nya. Mengomentari ayat ini, Ibnu Jarir al-Thabari berkata bahwa Dia berfirman: Maka bagi penghuni kerajaan-Nya dan dalam kekuasan-Nya
2/5
[124] Wajib Tunduk kepada Hukum Pemilik Kerajaan Langit dan Bumi Sunday, 20 April 2014 00:32
wajib menaati-Nya dan tidak durhaka terhadap-Nya
.
Setelah itu diberitakan sifat lainnya dengan firman-Nya: walam yattakhidz walad[an] (dan Dia tidak mempunyai anak). Ini memastikan bahwa tidak ada satu pun yang menduduki kedudukan sebagai anak, baik secara hakiki maupun majazi. Dengan kata lain, sebagaimana dinyatakan Ibnu Katsir, Dia tidak memiliki anak secara mutlak.
Dibeberkan al-Qurthubi, Allah SWT menyucikan diri-Nya dari perkataan kaum musyrik, Yahudi, dan Nasrani beranggapan Allah SWT memiliki anak. Maha Suci Allah dari semua perkataan tersebut. Berkaitan dengan perkataan Yahudi dan Nasrani diberitakan dalam QS al-Taubah [9]: 31. Sedangkan bantahan terhadap kaum Musyrik yang menuduh Allah SWT memiliki anak-anak perempuan, disebutkan dalam QS al-Shaffat [37]: 149-153.
Oleh karena itu, barangsiapa menyandarkan anak kepada-Nya, maka sungguh dia telah berdusta dan mengada-adakan kedustaan atas tuhan-Nya. Demikian penjelasan Ibnu Jarir al-Thabari.
Tidak Ada Sekutu
Selanjutnya disebutkan sifat lainnya yang mempertegas sebelumnya: walam yakun lahu syarîk fi al-mulk (dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-[Nya]). Kata syarîk merupakan merupakan bentuk sifat dari kata syirkah. Pengertian syirkah adalah sesuatu dimiliki oleh dua atau lebih. Ayat ini menafikan adanya selain Allah SWT yang ikut memiliki dan menguasai kerajaan langit dan bumi.
3/5
[124] Wajib Tunduk kepada Hukum Pemilik Kerajaan Langit dan Bumi Sunday, 20 April 2014 00:32
Diterangkan al-Thabari, tidak layak ada sekutu selain Allah SWT dalam kerajaan dan kekuasaan-Nya sehingga diperbolehkan menyembah selain-Nya. Allah SWT mengingatkan: “ Wahai manusia, esakanlah Tuhanmu yang telah menurunkan al-Furqan kepada hamba-Nya Muhammad SAW dalam ketuhanan. Bersihkanlah ibadah hanya kepada-Nya dari sesembahan lain, baik tuhan-tuhan, patung, malaikat, jin, manusia. Tidak patut beribadah kecuali kepada Allah, Sang Pemilik semua itu.
Seandainya ada sekutu selain-Nya, niscaya alam semesta ini akan rusak binasa sebagaimana disebutkan dalam QS al-Anbiya’ [21]: 22).
Kemudian Allah SWT berfirman: wa khalaqa kulla syay`i (dan Dia telah menciptakan segala sesuatu). Sifat lainnya Dzat yang menurunkan al-Fuqan adalah Dzat yang menciptakan segala sesutu. Maka, sebagaimana ditegaskan al-Thabari, segala sesuatu adalah ciptaan dan milik-Nya; dan semua yang dimiliki harus taat kepada pemilik mereka dan melayani tuan mereka, bukan kepada yang lain.
Lalu disebutkan: faqaddarahu taqdîr[an] (dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya). Kata qaddara berasal dari kata al-taqd îr. Kat a tersebut berarti menjadikan sesuatu dengan ukuran tertentu dan aspek tertentu sesuai dengan tuntutan hikmah. Jika dihubungkan dengan Allah SWT, maka al-taqdîr berarti menciptakan sesuatu secara sempurna dan detail, tidak terjadi penambahan dan pengurangan hingga Allah SWT mengholangkan atau menggantikannya. Demikian menurut al-Asfahani.
Sedangkan Ibnu ‘Athiyah berpendapat bahwa taqdîr al-asysyâ` berarti membatasinya dengan tempat dan waktu, dan ukuran, kemaslahatan, dan kesempurnaannya.
Itulah Dzat yang menurunkan Alquran untuk manusia. Siapa pun yang mengimani dan memahami ayat ini dengan benar menolak penerapan hukum-hukum Alquran dalam kehidupan. Betapa tidak, Alquran diturunkan oleh Pemilik kerajaan langit dan bumi. Atas dasar apa manusia yang tinggal bumi milik Allah SWT berani menolak perintah Raja dan Pemiliknya? Atas dasar apa manusia berani menolak perintah Dzat yang menciptakan dirinya, semua rezeki yang dinikmati, segala kenikmatan yang diterima, dan semua makhluk di alam semesta? Sungguh hanya manusia yang bodoh berani melakukannya.
4/5
[124] Wajib Tunduk kepada Hukum Pemilik Kerajaan Langit dan Bumi Sunday, 20 April 2014 00:32
Berangkat dari ayat ini pula, semua ideologi dan pemikiran yang memberikan kebebasan bagi manusia membuat aturan sendiri seraya mencampakkan hukum Allah SWT seperti sekulerismem kapitalisme, liberalisme, dan demokrasi wajib ditolak. Sebab, semua ideologi dan pemikiran itu hanya memuat manusia menjadi ingkar kepada-Nya. Wal-Lâh a’lam bi al-shawâb.
Ikhtisar: 1. Pemilik kerajaan langit dan bumi adalah Allah SWT, sehingga seluruh makhluk wajib tunduk dan mengabdi kepada-Nya 2. Allah SWT tidak punya anak dan sekutu dalam kekuasaan-Nya 3. Allah SWT pencipta segala sesuatu dan menetapkan semuanya dengan ukuran yang paling bagus
5/5