auditorial
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
3
auditama
SAINS, OUR DIFFERENT WAY SAINS merupakan standar untuk menjaga kualitas kegiatan pengawasan Inspektorat Jenderal
K
etika ditanya mengenai SAINS, tidak jarang dari kita yang akan mengerutkan dahi. Tentu saja kita tidak akan membahas mengenai ilmu alam, karena sejatinya SAINS yang dimaksud adalah SAINS yang dimiliki oleh Inspektorat Jenderal. SAINS seharusnya bukanlah hal yang asing di telinga kita. Kali ini kita akan mengenalnya lebih dekat sebagai sebuah standar khas Itjen.
Inspektorat Jenderal. Standar audit pertama kali diperkenalkan di Inspektorat Jenderal pada tahun 2004, dan telah mengalami dua kali perubahan yaitu tahun 2009 dan terakhir 2010. Bapak Sumarno memaparkan bahwa SAINS adalah panduan bagi pelaku profesi dalam hal ini adalah auditor dimana dalam standar itu terdapat hal-hal yang harus dijaga terutama dari segi mutu. Dengan kata lain, standar ini merupakan persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh seseorang atau sebuah institusi dalam melaksanakan profesinya. Dengan bahasa yang lebih sederhana, Bapak Riyantomantan auditor senior di Inspektorat VII yang juga menjadi salah satu tim dalam penyusunan SAINS, menyatakan bahwa SAINS merupakan standar untuk menjaga audit atau monitoring agar audit tetap berjalan pada koridor.
Di suatu pagi yang cerah tim Auditoria berkesempatan berbincang dengan tiga orang narasumber untuk memaparkan lebih jauh tentang SAINS. Ibu Raida, Bapak Sumarno, dan Bapak Riyanto--orang-orang yang terlibat dalam penyusunan SAINS, menyapa pembaca Auditoria dengan penjelasan mereka masing-masing mengenai SAINS. Ibu Raida, salah seorang yang terlibat langsung dalam penyusunan SAINS memaparkan bahwa SAINS merupakan singkatan dari Standar Audit Internal
4
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
auditama “Semangat kita adalah semangat untuk mendapatkan yang terbaik melalui penyusunan standar kita sendiri yaitu SAINS”
SAINS dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi auditor Itjen dalam melakukan seluruh kegiatan pengawasan termasuk audit investigasi dan batas-batas tanggung jawab pelaksanaan tugas sesuai ruang lingkup tugas pengawasannya. Sedangkan tujuan penyusunannya adalah: 1. menetapkan prinsip-prinsip dasar yang merepresentasikan praktik-praktik pengawasan yang seharusnya; 2. menyediakan kerangka kerja pelaksanaan dan peningkatan kegiatan pengawasan agar memberi nilai tambah; 3. menetapkan dasar-dasar pengukuran kinerja audit; dan 4. mempercepat perbaikan kegiatan operasi dan proses organisasi auditi
“Mungkin karena semangat kita adalah semangat untuk mendapatkan yang terbaik melalui penyusunan standar kita sendiri yaitu SAINS. “ Jawab Pak Sumarno ketika disinggung mengenai tujuan penyusunan SAINS
Sebelum ada SAINS, sebenarnya sudah ada standar yang digunakan di Inspektorat Jenderal. Standar audit pertama kali diperkenalkan di Inspektorat Jenderal pada tahun 2004. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, situasi pun berkembang sehingga dibutuhkan suatu standar audit yang dapat menjawab tantangan perkembangan tersebut. Saat itu, terdapat suatu standar yang dibuat oleh IIA (The Institute of Internal Auditors) dan menjadi best practice pada beberapa institusi audit internal di seluruh dunia. Hal itulah yang menginspirasi tim penyusun untuk menyusun SAINS pada waktu itu, tentunya dengan beberapa penyesuaian agar cocok diterapkan di Itjen. SAINS sendiri sudah mengalami dua kali perubahan yaitu tahun 2009 dan terakhir 2010. SAINS ditetapkan dengan Keputusan Inspektur Jenderal nomor Kep-20/IJ/2004, tertanggal 23 September 2004. Berbarengan dengan lahirnya SAINS, lahirlah juga ‘saudara’ SAINS yaitu SKI (Standar Kualitas Investigasi) untuk audit investigasi yang ditetapkan dengan Kep-33/IJ/2004 tanggal 12 November 2004. Dalam kurun waktu 2004 sampai 2008 penilaian mutu hasil audit dilakukan oleh tim adhoc yang dibentuk pada saat tertentu setiap tahunnya. Tim ini terdiri dari perwakilan semua Inspektorat dengan jumlah lebih kurang 10 orang. Namun, sejak dibentuknya Inspektorat VII pada 2009, maka tugas tim ini menjadi salah satu tugas dan fungsi Inspektorat VII. Beranjak 2009, meningkat pula kedewasaan dan kematangan SAINS. Standar audit tersebut menyesuaikan diri mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Dua peraturan ini meleburkan SKI (Standar Kualitas Investigasi) ke dalam SAINS menjadi satu tubuh SAINS yang utuh dan makin lengkap.
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
5
auditama
Menginjak 2010, SAINS berusaha menyempurnakan diri mengikuti best practice yang dilakukan asosiasi internal auditor international yaitu Institute Internal Auditors (IIA) menjadi standar untuk semua kegiatan pengawasan di Itjen. Penyempurnaan ini ditandai dengan perubahan nama yang semula Standar Audit Inspektorat Jenderal, menjadi Standar Audit Internal Inspektorat Jenderal, dengan singkatan yang dipertahankan tetap sama SAINS.
“Yes, because the winner do the same thing in the different way. Our different way named SAINS.” SAINS terdiri dari 3 buku yaitu Standar, Petunjuk Praktis, dan Petunjuk Pelaksanaan. Framework tersebut diadopsi dari IIA yg terdiri dari Definisi, kode etik, dan standar. Struktur buku standar SAINS sendiri diklasifikasikan menjadi standar umum dan standar kinerja. Standar umum meliputi standar-standar yang terkait dengan karakteristik organisasi dan individu-individu
6
yang melakukan kegiatan pengawasan di lingkungan Inspektorat Jenderal yang diklasifikasikan ke dalam 5 (lima) kelompok sebagai berikut: 1. Tujuan, Wewenang, dan Tanggung Jawab (kode 1000) 2. Independensi dan obyektivitas (kode 1100) 3. Kecakapan (Proficiency) dan Kecermatan Profesional (Due Professional Care) (kode 1200) 4. Program Penjaminan dan Pengembangan Mutu (kode 1300) 5. Kerahasiaan (kode 1400) Menurut Bu Raida, di antara kelima kelompok ini standar 1300 tentang program penjaminan mutu adalah yang paling unik. Dalam standar ini dsebutkan bahwa untuk menjaga mutu hasil pengawasan perlu dilakukan penilaian internal dan eksternal. Standar inilah yang menjadi dasar bagi Inspektorat Jenderal melaksanakan penilaian internal yang selama ini diperkenalkan dengan nama reviu SAINS. Maksud reviu SAINS adalah reviu terhadap cara kerja auditor dalam menerapkan standar audit internal Itjen. Dalam melakukan reviu penerapan standar
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
auditama ini mengikuti best practice yang dikembangkan oleh IIA yaitu Quality Assurance and Improvement Program (QAIP). Reviu SAINS dilakukan terhadap pemenuhan seluruh standar, mulai dari karateristik individu, organisasi yang diatur dalam standar umum sampai dengan pemenuhan standar kinerja mulai dari perencanaan penugasan yang dituangkan dalam Program Kerja, pelaksanaan pekerjaan yang dituangkan dalam kertas kerja, sampai dengan pelaksanaan komunikasi hasil pengawasan berupa penyajian laporan. Selain penilaian internal, standar Itjen juga mensyaratkan dilakukannya penilaian eksternal minimal 5 tahun sekali. Penilaian eksternal yang dimaksud sampai saat ini belum terlaksana. Direncanakan akhir tahun (2013-red) dapat dilakukan penilaian eksternal dengan metode peer review (Telaah Sejawat). Sejawat Itjen adalah Inspektorat Jenderal Kementerian lain. Pedoman Telaah Sejawat saat ini sedang disiapkan oleh Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), yang ketua Komite Telaah Sejawatnya dipegang oleh Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan.
hal yang diatur menjadi lebih detail. Saya tidak tahu juga latar belakang adanya SAINS ini apakah hanya untuk gagah-gagahan atau untuk alasan lain tapi yang jelas dgn adanya standar SAINS ini nilai CM (Capability Model) kita yang paling tinggi di antara eselon 1 lain di Indonesia yaitu level 3 (hasil penilaian BPKP tahun 2011-red).” Ujar Pak Sumarno ketika ditanya apakah yang membuat SAINS unik. Perbincangan kami dengan Pak Sumarno diakhiri dengan jawaban yang sungguh menyenangkan. Kita memiliki SAINS yang membedakan kita dengan instansi pengawasan internal lain. Secara langsung maupun tidak langsung SAINS telah membuat Itjen kita menjadi unik. SAINS tidak akan pernah bisa dilepaskan dari daftar alasan mengapa Itjen Kemenkeu merupakan APIP terbaik di Indonesia. Yes, because the winner do the same thing in the different way. Our different way named SAINS. (imz/eno/top)
Di sini lain, standar kinerja mendeskripsikan sifat kegiatan pengawasan dan menyediakan kriteria kualitas untuk mengukur kinerja Inspektorat Jenderal yang diklasifikasikan ke dalam 7 (tujuh) kelompok sebagai berikut: 1. Pengelolaan Kegiatan pengawasan (kode 2000) 2. Sifat Pekerjaan (kode 2100) 3. Perencanaan pengawasan (kode 2200) 4. Pelaksanaan pengawasan (kode 2300) 5. Komunikasi Hasil pengawasan (kode 2400) 6. Pemantauan Tindak Lanjut (kode 2500) 7. Penerimaan Risiko oleh Manajemen (kode 2600) “Yang membedakan SAINS dari standar lain? Di standar Menpan syarat menjadi auditor adalah S1 sedangkan di SAINS syarat menjadi auditor adalah sertifikasi. Selain itu, keunikan terdapat pada petunjuk praktis dan petunjuk pelaksanaan sehingga VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
7
auditama
SAINS
, REPRESENTASI
WAJAH ITJEN “Opini WTP BPK atas laporan keuangan membuktikan adanya dampak positif implementasi SAINS”
M
enyandang peran sebagai penjamin mutu dan pedoman audit, rasanya tidak berlebihan jika kita menyebut SAINS adalah wajah Itjen. Tim Auditoria berkesempatan melanjutkan perbincangan dengan ketiga narasumber: Ibu Raida, Bapak Sumarno, dan Bapak Riyanto. Kami begitu antusias untuk mengetahui bagaimana SAINS mampu mengubah wajah Itjen. Ketiga narasumber tak kalah antusias membedah SAINS. Jika pada tulisan sebelumnya kita telah membedah isi SAINS, implementasi sang standar menjadi pertanyaan kami selanjutnya. Implementasi SAINS terdapat di dalam aktivitas audit, monitoring, evaluasi, dan sebagainya dengan tujuan menjaga kualitas audit. Bentuk nyata implementasinya tercermin pada kertas kerja para auditor di inspektorat. Kertas kerja itu diurutkan dari rencananya. Dari perencanaan tersebut akan diturunkan menjadi tema-tema pengawasan unggulan yang kemudian diwujudkan dalam program kerja. Di dalam program kerja tersebut terdapat langkah kerja yang harus dilakukan auditor saat melakukan aktivitasnya di lapangan. Untuk mengadministrasikan langkah-langkah kerja
8
tersebut dibuatlah surat tugas. Berdasarkan surat tugas ini, tim penilai melakukan penilaian apakah masing-masing peran dalam surat tugas tersebut (pengendali teknis, ketua tim, dan anggota tim) telah sesuai dengan standar yang terdapat pada SAINS. Implementasi SAINS memberikan dampak yang positif dengan memudahkan pekerjaan auditor sebab segala sesuatunya telah diatur dengan jelas. Di samping itu, kinerja auditor menjadi lebih terpacu dengan dibuktikan hasil reviu SAINS yang meningkat dari tahun ke tahun.Dengan adanya SAINS, saat ini sangat jarang sekali terdapat auditor yang nganggur karena semuanya sibuk dengan mengerjakan pekerjaan sebaik-baiknya.
Tak cukup berbicara standar praktik audit, SAINS juga mengatur mengenai pengembangan profesionalitas auditor secara berkelanjutan. “Karena fungsi Itjen selain sebagai assurance juga sebagai konsultan maka hasil yang dicapai Kemenkeu dewasa ini seperti hasil audit laporan keuangan yang WTP (wajar tanpa pengecualian-red) membuktikan adanya dampak pengimplementasian SAINS.”Ujar Pak Sumarno sembari tersenyum. Setiap tahunnya, implementasi SAINS diukur dari penilaian internal yang dilakukan melalui kegiatan
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
auditama sebagainya.
reviu SAINS. Penilaian implementasi SAINS tersebut dilaksanakan oleh Inspektorat VII selaku auditor internal Inspektorat Jenderal. Sudah barang tentu, nilai masing-masing Inspektorat akan berbeda-beda: ada yang bagus, ada pula yang kurang bagus. Namun, secara umum, nilai Inspektorat tiap tahun senantiasa meningkat. Sampai tahun 2012 Inspektorat Jenderal secara keseluruhan masih memenuhi sebagian standar (Partially Conforms).
“Pada dasarnya profesional audit itu kan semacam menyediakan jasa yang tidak hanya enak tampilannya tapi juga harus berkualitas. Nah untuk mengetahui bagus atau tidaknya jasa tersebut maka perlu diadakan evaluasi dengan survey ke pihak stakeholder, reviu internal, reviu eksternal, dansupervisi. Walaupun sudah direviu internal masih diperlukan reviu eksternal agar lebih objektif serta adanya beberapa sisi yang mungkin tidak terlihat apabila hanya dengan reviu internal.Inti dari semua itu adalah penjagaan mutu. Tujuan penjagaan mutu dimaksudkan untuk menjamin kredibilitas. Kalau hasil pengawasan tidak benar,bisa hancur kredibilitas itjen.”Pak Sumarno menjelaskan.
“Dalam Standar 1230 disebutkan bahwa Inspektur Jenderal wajib memfasilitasi auditor untuk mengikuti kegiatan pengembangan profesional berkelanjutan.”
Setelah penilaian dilaksanakan, tim penilai mengadakan pembahasan dengan pihak Inspektorat yang dinilai. Selama pembahasan tersebut, pihak Inspektorat yang dinilai dipersilakan untuk melengkapi kekurangan apabila nilainya dirasa kurang. Nilai hasil pembahasan tersebut akan masuk dalam realisasi IKU masing-masing Inspektorat. Dengan ada penilaian yang dilakukan tim penilai pada akhir tahun, saat ini auditor menjadi berusaha lebih dalam melaksanakan penugasan agar sesuai dengan SAINS. Penilaian tersebut juga membuat para pimpinan tinggi dan tertinggi di Inspektorat peduli dengan pelaksanaan SAINS dengan cara senantiasa mendorong auditor-auditor di bawahnya untuk selalu bekerja sesuai standar yang terdapat pada SAINS. Penilaian setiap Inspektorat merupakan salah satu alasan mengapa SAINS itu menjadi penting untuk menjadi perhatian para auditor beserta para pejabat elit di atasnya. Selain penilaian internal, SAINS juga menyorot mengenai penilaian eksternal. Hal tersebut dilaksanakan dalam rangka menjaga mutu pelaksanaan pengawasan baik audit, reviu, dan
Namun selama ini belum pernah dilakukan penilaian oleh pihak eksternal.Dalam SAINS sendiri disebutkan bahwa penilaian eksternal dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Menurut Pak Sumarno, kemungkinan kalau konsep peer review sudah selesai baru akan terlaksana. Sementara ini penilaian eksternal adalah salah satu nilai SAINS yang belum terlaksana.Dengan belum terlaksananya penilaian eksternal kita belum tahu apakah kegiatan pengawasan kita sudah benar dan sesuai SAINS jika ditinjau dari luar. Konsep peer review ini bisa dilakukan oleh BPK atau oleh Itjen kementerian lain. Sebenarnya sempat diusulkan untuk direviu oleh EY tetapi dibatalkan karena biayanya sangat mahal.
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
9
auditama terkait reviu SAINS adalah pendekatan reward. Sejak tahun 2011 Itjen memberikan penghargaan terhadap hasil reviu SAINS yang dilakukan oleh tim dari Inspektorat VII ini. Dalam penilaian reviu SAINS terdapat tim terbaik dan inspektorat terbaik. Di tahun 2012 inspektorat terbaik adalah inspektorat IV. Ada pula tim terbaik beberapa tahun lalu yaitu Mas Aris Eko. Hadiah untuk tim terbaik adalah diklat di luar negeri. Tim terbaik mendapat reward yang cukup menggiurkan. Tidak ada sanksi yang diberikan terhadap Tim Audit yang nilainya dibawah rata-rata.“Paling cuma dimarahin Pak Inspekturnya.hehe” canda Pak Riyanto Ketika ditanya mengenai pengembangan professional berkelanjutan, senyum kembali menghiasi wajah Pak Sumarno.Tak cukup berbicara standar praktik audit, SAINS juga mengatur mengenai pengembangan profesional auditor secara berkelanjutan.Pak Riyanto menambahkan bahwa pengembangan profesionalitas auditor secara berkelanjutan juga sudah diimplementasikan di Itjen. Salah satu yang paling banyak dilaksanakan adalah adanya diklatdiklat bagi para auditor. Selain itu, PKS (Pelatihan di Kantor Sendiri) dilaksanakan secara rutin oleh masingmasing Inspektorat untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan antar sesama auditor. Terkadang pula, auditor juga ikut menghadiri dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan-kegiatan seminar yang berguna bagi peningkatan kompetensinya dan kompetensi auditor lain saat kembali ke kantor lagi. “Dalam Standar 1230 disebutkan bahwa Inspektur Jenderal wajib memfasilitasi auditor untuk mengikuti kegiatan pengembangan profesional berkelanjutan.” Ungkap Bu Raida Setiap peraturan pasti memiliki sanksi.Namun menurut Pak Sumarno, pendekatan yang kita lakukan dalam pengembangan kualitas hasil pengawasan
Praktik yang terjadi selama ini jika tidak melaksanakan pekerjaan sesuai SAINS maka akan berpengaruh buruk pada nilai reviu SAINS-nya. Memang belum ada penilaian individu sebagai anggota tim dalam SAINS. Sementara ini penilaian personal dilakukan dengan penilaian 360 derajat.Secara informal nilai individu juga dinilai oleh masing-masing katim. Jika penilaian katim terhadap seorang auditor buruk maka akan berimbas pada ketidakdiikutkan auditor tersebut ke penugasan berikutnya. Jika tidak masuk penugasan berarti tidak ada angka kredit dan berimbas pula pada kenaikan pangkat yang terhambat.Mungkin ini bisa disebut sanksi tidak langsung. Sebagai sebuah standar tentu SAINS tidak lepas dari kekurang dalam penerapannya. Menurut Ibu Raida, beberapa hal yang masih belum memenuhi standar penerapan SAINS antara lain;
a. Standar 1230 - Pengembangan Professional Berkelanjutan Sebagian auditor masih belum memenuhi jumlah hari pengembangan profesi yang ditargetkan selama 13 (tiga belas) hari dalam tahun 2011.
10
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
auditama
b. Standar 1312- Penilaian Eksternal Sampai tahun 2012, Inspektorat Jenderal belum merencanakan melakukan penilaian eksternal.
c. Standar 2010- Perencanaan Beberapa Inspektorat (Inspektorat I sampai V) masih belum terlihat menggunakan peta risiko yang dimiliki Auditi dalam menetapkan tujuan penugasannya.
d. Standar 2030 – Manajemen Sumber Daya Masih terdapat Auditor Muda dengan Sertifikasi Ketua Tim yang diperankan sebagai Anggota Tim pada semua Inspektorat.
e. Standar 2240 – Program Kerja Penugasan
Sementara menurut Pak Riyanto kelemahan umum implementasi SAINS adalah adanya ketidakadilan dalam penilaian SAINS tersebut. Penugasan pengawasan di Inspektorat Jenderal itu ada bermacam-macam: audit, pendampingan, monitoring, dan sebagainya. Praktik yang dilaksanakan selama ini adalah penilaian disamakan antara berbagai aktivitas tersebut.Padahal bila ditilik lebih lanjut, beban kerja pada masing-masing aktivitas itu sangat berbeda. Misalnya, aktivitas audit tentu lebih kompleks daripada aktivitas monitoring sehingga beban kerja aktivitas audit diarasa kurang adil apabila disamakan nilainya dengan aktivitas monitoring. Oleh karena itu, mekanisme pembobotan diperlukan untuk mengatasi ketidakadilan itu.
Masih terdapat penugasan yang tidak dilengkapi dengan Program Kerja.Dan dalam hal terdapat perubahan langkah di lapangan tidak dilakukan penyesuaian.
f. Standar 2330 – Dokumentasi Informasi Masih terdapat penugasan yang kertas kerjanya tidak tertib.Tidak semua langkah kerja yang ada dalam Program Kerja dibuatkan kertas kerjanya, terutama analisis dan simpulan. g. Standar 2340 – Supervisi Penugasan Masih terdapat pelaksanaan supervisi yang tidak didokumentasikan, dan tidak optimal. h. Standar 2420 – Kualitas Komunikasi Masih terdapat laporan yang tidak memenuhi kualitas tepat waktu.Pada umumnya penyelesaian laporan masih lebih dari 10 hari kerja sejak berakhirnya penugasan, dan pada Bidang Investigasi lebih dari 15 hari kerja. VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
11
auditama salah satu Ketua Komitenya adalah Inspektur Jenderal kita dan sebagian pengurusnya juga para Auditor Madya kita.” Jawan Bu Raida ketika ditanya mengenai harapan terhadap SAINS ke depan.
“Kita berharap pada akhir tahun ini AAIPI akan menerbitkan Standar Audit yang berlaku untuk semua Aparat Pengawasan Intern Pemerintah. Selama ini kita merupakan satu-satunya Inspektorat Jenderal di negeri ini yang telah mempunyai standar dan melakukan penilaian terhadap penerapannya. Kita berharap Standar Audit yang akan dikeluarkan oleh AAIPI sebaik SAINS kita. Kita sudah nyaman dengan SAINS yang kita miliki saat ini, namun sesuai aturan yang ada, pada saat kita telah mempunyai asosiasi profesi maka yang berwenang menerbitkan standar adalah asosiasi. Pada akhir tahun 2012 tepatnya hari Rabu tanggal 15 Desember 2012 Wakil Presiden RI telah mengukuhkan berdirinya Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI), yang
12
Sedangkan Pak Riyanto berharap penilaian SAINS di masa depan diharapkan lebih adil dan sesuai proporsi berdasarkan aktivitas yang dikerjakan oleh para auditor. Selain itu, penilaian oleh pihak eksternal yang independen masih diperlukan sehingga performa pengawasan di Itjen lebih baik lagi.Diklat dan segala bentuk peningkatan kompetensi auditor lainnya juga sebaiknya tetap dilakukan kalau perlu ditingkatkan kualitasnya karena bukan tidak mungkin SAINS harus diubah atau ditingkatkan kualitas isinya agar sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Itjen patut berbangga, SAINS telah berkontribusi membentuk wajah Itjen sebagai Inspektorat Jenderal terbaik di negeri ini. Dengan SAINS, mutu Itjen senangtiasa dikawal agar berada di kelas terbaik. Bukan untuk gagah-gagahan, tetapi SAINS adalah nafas yang menghidupkan jiwa-jiwa Itjen menjadi instansi pengawasan yang karismatik dan berwibawa. (imz/eno/top)
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
Liputan Khusus Subbagian Tata Usaha Inspektorat,
Bukan Sekedar Pelengkap
“
Mungkin sebagian orang bertanya peran subbagian tata usaha Inspektorat dalam mendukung pelaksanaan tugas auditor, mungkin sebagian orang menatap sebelah mata terhadap pekerjaan rutinitas yang terlihat itu-itu saja. Benarkah demikian? Mari kita lihat.” Keberadaan subbagian tata usaha tidak dapat dipisahkan dari keberadaan inspektorat, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/ PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, bahwasanya subbagian tata usaha mempunyai tugas melakukan urusan administrasi dan pelayanan teknis pada inspektorat. Selama ini yang kita ketahui, kegiatan utama subbagian tata usaha lebih berfokus pada seputar administrasi dan pelayanan terkait kebutuhan inspektorat dalam pelaksanaan kegiatan pengawasan. Namun pada pelaksanaannya di lapangan, kegiatan subbagian tata usaha di masing-masing inspektorat ini tidak melulu bersifat rutin, tapi juga mencakup kegiatan tidak rutin. Disisi lain, khusus untuk Inspektorat Bidang Investigasi, subbagian TU juga bertanggungjawab atas monitoring pengaduan, yaitu pengelolaan helpdesk WiSe.
“…adalah penting bagi seorang pemimpin untuk selalu memberikan kepercayaan dan bimbingan terhadap para pegawai subbagian TU.”
Kinerja suatu organisasi tergantung pada kinerja pegawainya atau dengan kata lain perilaku anggota organisasi baik individu dan kelompok dapat memberikan kekuatan atas kinerja organisasi. Bapak Agus Arbianto selaku Kasubbag Inspektorat VI menuturkan bahwa terkait dengan pengelolaan subbagian tata usaha, terutama dalam pelaksanaan
aktivitas pekerjaan sehari-hari, adalah penting bagi seorang pemimpin untuk selalu memberikan kepercayaan dan bimbingan terhadap para pegawai subbagian TU. Hal ini, merupakan aplikasi teori motivasi X dan Y yang dikembangkan oleh Douglas McGregor. Teori ini telah digunakan dalam manajemen sumber daya manusia, perilaku organisasi, komunikasi organisasi dan pengembangan organisasi. Douglas McGregor mengemukakan strategi kepemimpinan efektif dengan menggunakan konsep manajemen partisipasi, yaitu suatu konsep dengan menggunakan asumsi-asumsi sifat dasar
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
13
Liputan Khusus manusia. Dengan memberikan kepercayaan terhadap kapasitas dan kapabilitas mereka dalam bekerja, maka para pegawai akan selalu termotivasi untuk memberikan yang terbaik. Keduanya berbanding lurus, dimana kepercayaan yang diberikan diikuti dengan kinerja yang memuaskan. Kinerja pegawai tersebut adalah hal yang penting untuk diperhatikan organisasi karena dapat mempengaruhi tujuan dan kemajuan organisasi itu sendiri. Untuk mengetahui sejauh apa tugas dan fungsi subbagian tata usaha inspektorat beserta dinamika pekerjaannya sehari-hari, reporter Auditoria mencoba untuk melakukan wawancara khusus kepada Kasubbag Tata Usaha Inspektorat VI dan Kasubbag Tata Usaha Inspektorat Bidang Investigasi, simak wawancaranya berikut ini.
Bagaimana dinamika pekerjaan sehari-hari di subbagian tata usaha Anda? Terkait dengan dinamika dan intensitas pekerjaan sehari-hari di Inspektorat VI, pekerjaan rutin selalu ada dan kegiatan di luar rutinitas juga ada. Sedangkan Bapak Arief Rofiadi selaku Kasubbag Tata Usaha Inspektorat Bidang Investigasi menuturkan bahwa intensitas pekerjaan di tempatnya cukup banyak bila dibandingkan subbagian TU IR lain, jadi surat masuk pun relative banyak. “Waktu itu kami pernah menghitung analisis beban kerja dan memang load surat masuk cukup banyak. Saya disini sebagai Kasubbag TU harus sebisa mungkin mengetahui disposisi yang disampaikan Inspektur, walaupun sekilas namun harus saya baca satu-satu surat masuk dan melayani temen-teman auditor”, tukas pria yang pertamakali masuk IBI pada tahun 2004 tersebut.
14
“Untuk di Inspektorat Bidang Investigasi, biasa diterapkan kebiasaan yang diadaptasi dari Bagian Perencanaan Keuangan, yaitu acara sharing pagi, untuk saling mengingatkan, saling support dan secara tidak langsung juga bisa melatih kemampuan public speaking.”
Bagaimana kiat-kiat Anda mengelola subbagian tata usaha Untuk pengelolaan tugas dibagi menjadi per PIC, jadi setiap bidang tugas ada PIC-nya. Seperti hukuman disiplin, monitoring dan progress report, semuanya memiliki peranan masing-masing, namun dikondisikan satu sama lain untuk tetap memahami pekerjaanpekerjaan subbagian TU secara keseluruhan. Jadi ketika PIC-nya tidak hadir karena keperluan tertentu semisal diklat atau penugasan, bisa digantikan oleh pegawai lainnya. Untuk di Inspektorat Bidang Investigasi, biasa diterapkan kebiasaan yang diadaptasi dari Bagian Perencanaan Keuangan, yaitu acara sharing pagi, untuk saling mengingatkan, saling support dan secara tidak langsung juga bisa melatih kemampuan public speaking.
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
Liputan Khusus Apakah pernah ada pekerjaan yang sifatnya diluar tugas dan fungsi?
Apa saja kendala yang sering dihadapi oleh subbagian tata usaha?
Tiap tahun subbagian tata usaha melakukan perbaikan uraian jabatan (urjab) dan semua kegiatan yang ada di subbag TU ditata dan diupayakan sudah masuk ke dalam urjab tersebut. Kalaupun ada pekerjaan di luar tupoksi, biasanya pekerjaan yang bukan dalam porsi subbagian TU namun masih terkait dengan tugas kedinasan, contohnya telaah pendapat.
Untuk Inspektorat VI, sejauh ini belum ada kendala yang berarti, baik itu dari sisi SDM maupun fasilitas pendukung, semuanya sudah cukup. Namun untuk Inspektorat Bidang Investigasi (IBI), kendala yang dihadapi adalah masih kurangnya dukungan IT terkait aplikasi persuratan. “IBI itu kan kadang harus merespon segera. Misalnya saat Pak Menteri/ Pak Irjen meminta data follow-up atas kasus tertentu. Kami biasanya agak kesulitan mengikuti perkembangannya status atas kasus tersebut”, tutur pria yang akrab disapa bapak Arief tersebut. “Terus juga kendalanya kami kan harus meng-handle laporan-laporan kasus, itu bisa dibilang harus selalu siap. Karena pernah suatu ketika informasi kasus yang sudah lama dibutuhkan oleh pimpinan. Sekarang kan masalahnya berkas selalu bertambah, kami agak
Bagaimana kualitas dan kuantitas SDM yang mendukung pelaksanaan tugas subbagian tata usaha? Bapak Agus Arbianto menuturkan bahwa dari segi kualitas, SDM subbagian TU Inspektorat VI cukup cakap dan bisa diandalkan, “Disamping itu mereka juga sering mendapat penugasan keluar membantu auditor. Untuk hal itu saya beri kebebasan karena pada dasarnya nantinya mereka juga akan diarahkan untuk menjadi auditor. Menurut pendapat saya, dengan jumlah pegawai yang ada di subbagian TU dan kualitas mereka yang sekarang ini, kuantitas pegawai dibandingkan beban kerja yang ada rasanya masih bisa ter-cover semua”. Beliau menambahkan, “Justru untuk jumlah auditor yang masih kurang, terutama saat musim reviu laporan keuangan sehingga kami cukup kewalahan. Opsi yang ada adalah mengurangi sampling. Kalau semisal SDM-nya lebih banyak, tentunya sampling yang digunakan bisa diperluas lagi sehingga meningkatkan validitas hasil laporan. Saat mendekati deadline laporan, biasanya pegawai TU ikut diambil untuk membantu audit. Untungnya sejauh ini, teman-teman Subbagian TU masih sanggup untuk mengerjakan load pekerjaan yang sedemikian banyak. Sementara Bapak Arief Rofiadi merasa diuntungkan dengan kualitas SDM di tempatnya bekerja yang cukup baik. “Mereka sudah punya persiapan untuk bekerja di sini dan saya tidak merasa kesulitan saat saya butuh mereka untuk kerja lembur karena mereka cukup bertanggung jawab. Dari segi kuantitas saya kan punya 12 staf, walaupun sebagian kadang diminta untuk mengaudit namun masih memadai lah”, tukasnya.
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
15
Liputan Khusus kesulitan menempatkan berkasnya, arsipnya gitu lah. Sekarang sudah mulai penuh tempat penyimpanan berkas kami. Kadang-kadang juga butuh ruang BAP, kadangkala kurang, sehingga kami juga pernah meminjam ruangan lain”, tambahnya.
selama bekerja, karena banyak pekerjaan jadi banyak waktu yang tercurah di sini. Tapi menurut saya itu bukan duka sih, namun lebih sebagai konsekuensi saja”.
“Kedepannya semoga jumlah auditor bisa ditambah, karena secara tidak langsung jika jumlah auditor mencukupi untuk melaksanakan pekerjaan inspektorat, maka pegawai subbagian TU bisa lebih fokus dan bekerja optimal melaksanakan pekerjaan di subbagian TU.”
Adakah pengalaman menarik yang dialami sepanjang pelaksanaan tugas sebagai kasubbag TU Inspektorat? “Mungkin awal bertugas sebagai kasubbag TU Inspektorat VI, ada beberapa tantangan yang harus saya hadapi. Seperti menumbuhkan rasa percaya rekan-rekan, baik di subbagian TU maupun juga para auditor. Bahwa yang saya lakukan dan kerjakan sepenuhnya untuk kepentingan kedinasan”, tutur Bapak Agus Arbianto. Beliau juga memaparkan bahwa pada awal-awal juga ada retensi, tapi semua bisa diatasi dengan menciptakan suasana kerjasama yang kondusif.
Apa saja suka dan duka selama menjabat sebagai Kasubbag TU?
Seperti apa harapan dan visi kedepan terhadap subbagian tata usaha inspektorat?
Bapak Arief mengaku telah melalui berbagai suka dan duka selama bekerja, “Sukanya, di TU IBI menurut saya cukup menarik karena berbagai macam pekerjaan ada di sini, misalnya: risk management, manajemen kinerja, manajemen aset, BMN dan sebagainya. Saya mencoba apply saat ada lowongan IBI. Saya tertarik karena pekerjaannya cukup kompleks, jadi bisa banyak belajar. Kok jadi TU bukan auditor IBI? setelah berkeluarga saya menjadi lebih banyak pertimbangan saat harus meninggalkan keluarga. Kalau di TU kan bisa full di sini, meski sekalisekali harus diminta ke luar kota juga”. Lulusan STAN tahun 1992 itu pun berujar kembali, “Mengenai duka
Kalau kuantitas pekerjaan yang banyak dibandingkan dengan jumlah pegawai yang terbatas, maka bisa berpengaruh terhadap kualitas pekerjaan. Selain itu, kualitas SDM pun bisa semakin ditingkatkan melalui diklat-diklat dan workshop”, ucap Bapak Agus Arbianto. “Kami punya visi pekerjaan sebanyak mungkin paperless, jadi semua di-handle melalu aplikasi/dukungan IT yang memadai. Kedepan juga mulai ditingkatkan prosedur tata persuratan dan BMN, sehingga nanti akan memudahkan tugas-tugas kami”, tambah Bapak Arief menutup perbincangan siang itu.
16
(JRA/NYM/AHS)
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
Auditoase
Kehormatan Auditor
S
etiap merasa semangat saya mulai menurun, entah semangat kerja, atau lebih parah lagi semangat hidup, biasanya saya memutar koleksi film lama. Saya punya beberapa DVD Original yang sengaja saya beli dengan sisa gaji yang tak seberapa itu, ehm.. Koleksi film asli yang saya punya sudah berpuluh kali saya tonton. Biasanya saya memilih tema sesuai permasalahan yang saya hadapi. Saat saya merasa hubungan dengan Ayah saya agak merenggang karena satu atau beberapa sebab, saya memutar film “And When Did You Last See Your Father”. Saya menekuri kembali betapa indahnya punya seorang Ayah, seperti apapun sosok Ayah yang kita punya. Betapa banyak sisi kenangan yang bisa kita reguk bersama Ayah. Betapa sulitnya diingkari pentingnya posisi seorang Ayah bagi anaknya. Setelah menonton film itu, dan menghabiskan beberapa lembar tisu penyeka air mata, biasanya saya menelepon Ayah saya sambil meminta maaf semaaf-maafnya. Atau saya pacu mobil sekencangkencangnya menembus malam buat sekedar mencium tangannya, dan mendekap tubuhnya. Saat saya merasa tanggungjawab saya sebagai seorang Ayah mulai terkikis oleh kesibukan kerja di kantor, atau oleh lelahnya fisik yang makin menua, saya menonton “Patriot”-nya Mel Gibson. Menyaksikan bagaimana sayangnya Benjamin Martin kepada tujuh anaknya, menyaksikan amarahnya yang menggelegak saat seorang anaknya tewas tertembus peluru musuh tepat di hadapannya, menyaksikan bagaimana ia melatih anak-anaknya mengatasi masalah, membuat sisi ke-Ayah-an saya bagai hidup kembali.
Saat merasa rutinitas kantor mulai melunturkan integritas saya atau saat mendengar perilaku tak elok beberapa teman kantor, saya memutar “A Few Good Men”. Film yang satu ini mampu menggedorgedor semangat kerja dan integritas saya dengan hebatnya. Saya tak cuma kagum dengan akting Jack Nicholson yang luar biasa menyatu dengan arogansi Kolonel Nathan R. Jessup, atau sosok santai Tom Cruise yang sukses menyatu dalam pengacara muda Letnan Dainel Kaffie, atau sosok Kopral Dawson yang saya simpulkan sebagai sang “a few good men”. Saya lebih kagum pada kepiawaian Aaron Sorkin dalam menuangkan dialog film ini. Betapa bernyawa dialog-dialog dalam film luar biasa ini, tak lepas dari kreativitas sang penulis skenario, Aaron Sorkin. Meski dimulai dengan pemandangan khas ala pangkalan militer AS, kali ini di Guantanamo, film ini jauh dari dar der dor. Film ini lebih banyak berbicara tentang loyalitas dan –tentu saja- kehormatan. Kematian Prajurit William T Santiago, akibat code red memulai rangkaian cerita yang menawan ini. Santiago “dihukum” akibat kelemahan fisik dan mental yang membuatnya mengorbankan loyalitas seorang prajurit kepada kesatuannya. Namun hukuman ini sungguh berlebihan, karena berujung pada kematian prajurit muda ini. Kolonel Nathan R. Jessup, Komandan Pangkalan Marinir AS di Teluk Guantanamo, Kuba, adalah seorang militer dalam arti yang sebenar-benarnya, menurut pandangan dirinya. Loyalitasnya kepada kesatuan sungguh tak berbatas. Perhatikan urutan loyalitas mereka, Units-Corps-God-Country. Bahkan loyalitas terhadap Tuhan-pun hanya ada di urutan ketiga. Ini yang selalu ditanamkan Kolonel Jessup kepada seluruh marinir bawahannya. Tatkala
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
17
Auditoase loyalitas ini dinodai –karena Santiago berkirim surat ke luar dan mengadukan kesalahan korps-nya- Jessup tak bisa menerimanya. Maka jatuhlah perintah Code Red. Dari sini cerita bergulir. Tak penting betul siapa yang salah, siapa yang benar dalam film ini. Bukan tentang salah atau betul film ini bercerita. Kehormatanlah yang menjadi tema sentral. Kehormatan Kolonel Jessup dengan segala arogansi dan supremasi militeristiknya. Kehormatan yang menjelma menjadi loyalitas lebay kepada kesatuan hingga mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan. Kehormatan yang berwujud kebanggaan kepada kesatuan yang membuat kematian satu atau dua orang tak ada nilainya dibanding keutuhan kesatuan. Kehormatan yang paling menarik justru dapat kita lihat dari si tersangka, Kopral Dawson. Sejak melintas pertama kali dalam film ini, sosok sang kopral sungguh menakjubkan. Tatapan matanya tajam, sikap tubuhnya tak berubah meski harus terbenam dalam sel militer. Saat harus menerima kenyataan pahit, tetap dipecat dari kesatuan meski hakim mengakui ia hanya menjalankan perintah, simaklah dialognya dengan Downey. Downey : “ I don’t understand... Colonel Jessup said he ordered the Code Red. Colonel Jessup said he ordered the Code Red! What did we do wrong? What did we do wrong? We did nothing wrong! Dawson: “Yeah we did. We were supposed to fight for people who couldn’t fight for themselves. We were supposed to fight for Willy”. Begitu “baik”-nya kopral yang satu ini, hingga saya bisa menyimpulkan, dialah yang dimaksud dengan “A Few Good Men”. Tak keliru kalau sang pengacara, Letnan Kaffie memberikannya sebuah kalimat pujian, sekaligus penutup film ini, katanya, “You don’t need to wear a patch on your arm to have honor” Yup, Kaffie..... anda benar sekali. orang-orang semacam Dawson tak perlu harus memakai tanda
18
pangkat apapun untuk bisa dianggap terhormat. Begitupun kita, semua kita bisa menjadi terhormat. Kehormatan tak selalu berbanding lurus dengan jabatan. Kehormatan tak mesti terkait langsung dengan besarnya peran kita di kantor. Kehormatan kadang tak terkait besarnya gaji dan tunjangan. Kehormatan tak berhubungan langsung dengan mewahnya kendaraan (dinas) yang kita eksploitasi. Kehormatan nyaris tak ada hubungannya wangi harum seragam biru muda yang kita kenakan. Kehormatan bukan hanya milik Auditor, yang selalu bisa bikin auditi tunduk. Kehormatan bukan milik para pejabat struktural yang punya kewenangan pengelolaan sumber daya. Kehormatan tidak selalu beriringan dengan gelar akademis. Berapa banyak orang yang titelnya berderet tapi perilakunya tetap nista. Sel tahanan KPK-pun dijejali dengan para master dan doktor. Kehormatan milik semua orang yang ingin dan berjuang keras memilikinya. Kehormatan ada dalam pikir laku langkah kita semua. Kehormatan bisa dimiliki seorang figuran semacam petugas kebersihan dan Satpam, bila ia berlaku hormat atas dirinya, atas profesinya dan atas orang lain. Kehormatan bisa jadi milik para pegawai sekretariat yang harus bekerja keras seharian, melayani sepenuh hati, dengan apresiasi sekedarnya. Kehormatan bisa jadi ada di pundak para pegawai sekretariat yang dengan ikhlas menatap rumput tetangga yang sangat jelas –cetha elo-elo- jauh lebih hijau dan segar. Kehormatan sangat boleh jadi dimiliki para pelaksana sekretariat yang tetap tersenyum, meski setiap hari dipameri gadget baru para auditor, sepatu baru, kendaraan, dan banyak lagi atrbut kemewahan yang makin hari makin tak terjangkau. Tenang kawan, kehormatan itu milikmu, selama engkau mendekapnya.... Lantai 6, Djuanda II, 8 Oktober 2013 cwl
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
Ex-auditor
Itjen yang Sekarang adalah
Mitra
M
enonton pesta tiwah dan keracunan durian, menjadi pengalaman tak terlupakan Pak Ahmad Yani ketika melakukan audit di daerah saat masih bergabung di Itjen. Pak Yan, begitu beliau biasa disapa, merupakan mantan auditor Itjen yang sekarang menjabat sebagai Kepala Bagian Perencanaan dan Organisasi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan. Ditemui di ruang kerjanya yang rapi, Pak Yan menceritakan suka duka saat masih menjadi bagian dari Itjen.
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
19
Ex-auditor Bagaimana kabar Bapak? Alhamdulillah baik.
Bisa diceritakan riwayat kerja Bapak selama bergabung di Itjen? Saya lulus Ajun D3 taun 1987 dan langsung masuk di Itjen. Pada saat itu saya ditempatkan di Ir Pajak bersama 29 orang lainnya. Jadi total ada 30 orang dari angkatan saya yang masuk di Ir Pajak. Tahun pertama di Ir Pajak, kami ibarat diplonco, dan belum ada tugas untuk memeriksa. Kami diberi tugas untuk membaca dan mempelajari peraturan terkait Itjen, membuat resume kemudian mempresentasikannya. Kemudian, tahun 1988 saya diperbantukan di Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan masuk ke dalam Tim Gabungan Institusi Pajak. Dua tahun saya di BPKP, saya melanjutkan kuliah DIV, dan kembali ke Itjen taun 1993. Saya ditempatkan di Ir Pajak lagi, dan kali ini saya sudah mulai memeriksa. Setelah golongan naik ke IIIB, saya dipromosikan ke Pemeriksa Pembantu Pajak. Taun 1998 dipromosikan ke Pemeriksa Keuangan yang bertugas memeriksa PBB, sampai dengan taun 2001.
Bagaimana sampai Bapak mutasi ke DJPK? Saya bergabung di Itjen terhitung sejak tahun 1987 sampai dengan 2001. Pada taun 2001, terdapat reorganisasi di Kementerian Keuangan. Pada tahun itulah dibentuk Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Pusat Daerah (PKPD) yang sekarang berganti nama menjadi Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK). Saya senang kerja di Itjen. Namun, saya merasa pengalaman saya menjadi auditor sudah cukup dan mungkin sudah saatnya saya mencari hal baru. Kemudian saya memutuskan untuk mengikuti tes masuk ke PKPD.
Suka dan duka yang Bapak alami selama di Itjen? Banyak sekali pengalaman yang saya peroleh selama di Itjen, terutama adalah kesempatan untuk berkunjung ke daerah-daerah terpencil. Kita banyak ketemu dengan orang-orang dari berbagai macam daerah dengan budaya dan karakter masing-masing. Dan tidak jarang waktunya bisa sampai 20 hari. Untuk mengisi waktu, biasanya kita keliling kota, ibaratnya
20
sampai sudut kota diubek-ubek. Itu sukanya. Namun, tentu saja dukanya adalah kita meninggalkan keluarga untuk waktu yang cukup lama. Sampai-sampai ada joke, karena kelamaan keluar kota, pulang ke rumah kita dipanggil “om” sama anak-anak. Duka lainnya adalah kalau yang kita periksa itu adalah orang yang kita kenal baik. Ada perasaan tidak nyaman kalau orang tersebut terbukti melakukan kesalahan dan kita harus memberikan rekomendasi hukuman. Jadi kepikiran keluarganya bagaimana. Saya penah punya pengalaman, orang yang saya periksa itu sampai nangis, karena dikira kami polisi. Tapi ya namanya tugas, unsur subjektifitas harus dihindari.
Pengalaman yang tak terlupakan? Banyak pengalaman yang saya dapatkan ketika ke daerah, contohnya adalah ketika pulang dari Medan, saya dan tim naik kapal laut selama 2 hari 2 malam. Pernah juga saya ke Jambi pulang pergi naik bis. Waktu di Tanjung Pinang juga saya merasa seperti liburan, karena bisa melihat tempat-tempat indah, bisa berenang. Ada pengalaman yang tak terlupakan, yaitu waktu saya keracunan durian. Saya ingat betul kejadian itu. Waktu saya mengaudit ke daerah Siantar, waktu itu bulan puasa, saya dan teman-teman membeli durian dan dimakan waktu buka puasa. Kami beli karena murah sekali, hanya 3 ribu rupiah. Malam harinya saya rasakan perut saya kembung. Karena sudah tidak kuat lagi, jam 2 malam saya ke dokter, sendirian, karena malu kalau mengajak teman. Dokter bilang ini karena kebanyakan makan durian. Pengalaman lain yaitu waktu melihat pesta tiwah di Palangkaraya. Waktu itu saya satu tim dengan Pak Agus Dwiyono, melihat upacara penguburan mayat di pedalaman suku Dayak. Kami naik ojek, karena tidak ada mobil yang menuju daerah tersebut. Kami kira lokasinya dekat, ternyata sangat jauh. Kami nonton sampai dini hari, kembali ke hotel sudah hampir pagi. Waktu pemeriksaan kami ngantuk sekali, sehingga dimarahi ketua tim.
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
Ex-auditor Cerita lain yang memalukan ya.. saya pernah terpeleset di bathub kamar mandi. Sampai sekarang kalau ingat itu saya suka tertawa sendiri.
Bagaimana suasana kerja di kantor yang baru Bapak? Awal mula saya di PKPD terus terang saya kaget. Di Itjen kan kita kerjanya berdasarkan penugasan. DI PKPD, sebagai Kepala Seksi, dan satu-satunya Kepala Seksi dengan 2 anak buah, saya disibukkan dengan rapat dan surat menyurat. Setiap hari ada disposisi, rapat, undangan rapat baik kepada saya pribadi maupun mewakili atasan. Dan setiap ada rapat, kita siapkan bahan-bahan, menyusun pointer, membuat power point, mem-brief atasan karena kita mesti mewakili. Pernah suatu kali saya sebagai eselon III mewakili eselon I. Nah disitulah repotnya, karena kita harus bertindak selaku Dirjen.
Butuh berapa lama Bapak akhirnya bisa menyesuaikan diri? Saya kebingungan waktu itu, karena terbiasa di Itjen yang menerima penugasan, menyusun laporan, selesai. Di kantor yang baru saya ditugaskan menyusun konsep, rapat sana sini. Wah.. capek juga, sampai saya berpikiran untuk keluar. Hampir setiap hari pulang malam, membuat saya merasa tidak kuat. Namun, seiring perkembangan organisasi, pegawai bertambah, ada tambahan Kepala Seksi dan staf baru, saya mulai merasa nyaman dan terbiasa. Banyak pengalaman baru yang sangat berharga yang saya peroleh, seperti rapat dengan Bank Dunia, JAICA, dan lain-lain. Di sini kita memang sering berhubungan dengan orang asing. Tahun 2003, semua sudah berjalan dengan baik, saya juga sudah mulai terbiasa. Dan di tahun yang sama pula, saya mendapat kesempatan untuk mengikuti short course di salah satu universitas di Hungaria. Bangga sekali rasanya waktu itu mewakili kantor untuk menghadiri short course ke luar negeri.
Apa yang Bapak rasakan setelah sekarang berbalik menjadi pihak auditee? Saya tau persis bagaimana teman-teman di sini sebagai auditee, dimana mereka merasa takut ketika pemeriksa datang. Takut bukan berarti ada kecurangan, namun takut apabila nanti ada kendala, masalah, dan sejenisnya. Kalau teman-teman Itjen datang, saya biasa saja karena sudah kenal, malah saling bercanda. Karena saya sebelumnya di Itjen, jadi saya tau apa yang teman-teman Itjen lakukan. Tidak seseram yang dibayangkan kok. Kalau memang terkesan teman-teman Itjen menyeramkan, saya tau kok itu cuma di’serem-seremin’ aja. Teman-teman Itjen tidak akan mencari-cari hal-hal yang tidak ada datanya. Sebagai mantan auditor, saya merasa senang. Kenal dengan teman-teman Itjen kadang membuat suasana malah mejadi tidak formal. Tapi karena urusan pekerjaan, kita tetap lakukan secara professional. Hubungan antara auditor dan auditee yang lebih cair saya rasa akan memudahkan pekerjaan dan hasilnya akan menjadi lebih baik. Posisi saya sebagai Kepala Bagian Perencanaan dan Organisasi (PO) membuat saya tetap berhubungan dengan teman-teman Itjen, karena kami bertanggung jawab mengenai tindak lanjut pemeriksaan, IKU, RM, dan juga terkait dengan WiSE. Saya juga sebagai pintu masuk teman-teman Itjen yang akan melakukan pemeriksaan di sini. Teman-teman Itjen pasti ke tempat saya dulu, baru saya antar ke bagian atau unit yang bersangkutan.
Bagaimana reaksi rekan-rekan setelah tau Bapak sebagai mantan auditor Itjen? Sampai sekarangpun saya merasakan ada semacam perbedaan. Orang menganggap bahwa Itjen itu dulu suka mencari kesalahan. Orang saat itu berpikir saklek “wah, dari Itjen…”. Ketika ada pemeriksaan, Kepala Bagian atau unit yang bersangkutan pasti
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
21
Ex-auditor meminta pendapat saya, karena dianggap yang lebih tau. Bahkan saya diminta untuk menemani proses pemeriksaan, tidak hanya oleh Itjen namun juga pemeriksaan oleh BPK. Ini karena kita dianggap punya pengalaman di bidang pemeriksaan. Ya saya senang saja, dan teman-teman juga tidak ada masalah.
penerbitan SE tentang gratifikasi. Teman-teman Itjen sekarang tidak mau lagi minum di tempat kami. Kalau dulu-dulu kan masih mau. Menurut saya sih sebenarnya tidak apa-apa, kan hanya sekedar minum, tapi kami menghargai itu.
Masukan untuk Itjen lebih baik ke depannya? Menurut Bapak, apakah perubahan paradigma Itjen dari watchdog ke konsultan dan katalisator sudah seusai harapan? Dengan adanya reformasi birokrasi, memang sudah saatnya Itjen mengubah peran Itjen yang sebelumnya hanya sebagai pengawas sekarang bertransformasi menjadi konsultan. Sebagai auditee, kami merasa terbantu sekali dengan peran Itjen ini. Pada akhirnya kita menggunakan Itjen sebagai salah satu tools untuk meyakinkan kualitas pekerjaan kita. Kita yakin teman-teman Itjen lebih netral dalam melihat segala sesuatu dari kacamata auditor. Sebagai internal auditor di Kemenkeu, peran Itjen semakin baik. Itjen sebagai pereda sebelum api membesar, karena halhal kecil yang dapat menyebabkan suatu masalah di kemudian hari dapat diantisipasi terlebih dahulu. Dan menurut kami, peran Itjen sebagai konsultan dan katalisator sudah berjalan dengan baik.
Saya berharap, Itjen – sebagai Three Line of Defense, ke depannya menjadi lebih baik lagi. Sebagai bemper kita di Kementerian Keuangan untuk berhubungan dengan pihak luar, Itjen diharapkan menjadi semakin professional. Saya percaya teman-teman Itjen professional, apalagi dengan adanya sertifikasisertifikasi yang diperoleh teman-teman Itjen. Itu dapat menjamin bahwa saran yang diberikan itu baik.
Itjen diharapkan dapat menjadi mitra yang baik bagi auditee supaya bersama-sama memperbaiki kinerja dan kualitas Kemenkeu di semua bidang. Meskipun saya mendengar ada pengalaman buruk juga, ketika ada beberapa pegawai yang diperiksa IBI karena terkait kasus tertentu. Teman-teman disini merasa seram, dan saya bilang “ya iyalah, kan itu PM yang masuk”. Namun secara umum, tugas Itjen sebagai katalisator sudah dilaksanakan dengan baik, dan kalau bisa menjadi semakin dan selalu baik. (DIT/RHM)
Dalam beberapa kegiatan, kami sering bekerjasama dengan Itjen. Itjen kami libatkan, misalnya pada penyusunan LAKIP dan PMPRB. Itjen bukan marah-marahin kita, namun membantu kita untuk menyiapkan apa-apa yang dibutuhkan sehingga kita siap. Beda dengan dulu, kalau ada dokumen yang kurang misalnya, Itjen Cuma bilang “ini salah”. Sekarang sudah tidak lagi. Sekarang kita lebih dibimbing. Itjen sekarang sudah menerapkan SAINS, dan itu memang diperlukan agar pekerjaan dapat terlaksana dengan baik. Ada pengalaman lucu mengenai
22
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
wawancara
BAPAK SOFANDI ARIFIN, SEKRETARIS INSPEKTORAT JENDERAL:
“Berkarya dalam Kesederhanaan”
D
i tengah kesibukan padat Beliau sebagai Sekretaris Inspektorat Jenderal, Bapak yang mengaku “masih perlu banyak belajar sebagai Sekretaris yang baru” ini menyempatkan waktunya menyapa pembaca Auditoria.
Bagaimana cerita Bapak saat pertama kali bekerja di Itjen? Saya masuk di Itjen pada tahun 1988. Saat itu ada 13 orang yang seangkatan dengan saya yang masuk di Itjen. Di masa-masa menunggu dari penerimaan PNS hingga ditempatkan ada beberapa dari angkatan saya tersebut yang pindah ke tempat lain karena merasa tidak dikaryakan. Sehingga, dari 13 orang tadi, sekitar 10 orang yang masih bertahan di Itjen. Saat itu tempat kerjanya masih di sebelah (Gedung Radius Prawiro) Bagaimana awal karir Bapak ? Sejak masuk di Itjen saya sudah menjadi pemeriksa, saat itu belum ada jabatan fungsional auditor. Awalnya, saya bergabung dengan tim gabungan BPKP dan DJP yang bertempat di gedung Pancoran selama 2 tahun. Lalu saya kembali ke Itjen, tidak lama kemudian saya mengikuti program kerja sama dengan luar negeri untuk mengambil S2. Kebetulan waktu itu dari Itjen ada yang ikut berangkat bareng ke luar negeri diantaranya Pak Erwin Silaen, Pak Anis Adwani, dan Pak Timbul. Kami mengikuti seleksi dan kebetulan lolos untuk kuliah di Kanada. Di Kanada saya mengambil studi teknisnya sebelum mengambil master degree pada tahun 1994-1995. Saya akhirnya VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
23
Wawancara menyelesaikan pendidikan master saya di New Haven University, Connecticut, USA tahun 1996. Setelah itu, saya kembali ke Itjen dan ditempatkan di Inspektorat Bidang 1. Di unit tersebut, saya menjadi pemeriksa lagi sebelum saya dimutasi ke Inspektorat Bidang 6. Di situ saya merasakan menjadi anggota tim, lalu ketua tim, dan akhirnya menjadi pemeriksa pembantu. Saya sempat dipromosikan menjadi inspektur pembantu atau koordinator kelompok (setelah ada jabatan fungsional auditor) di Inspektorat Bidang 5. Pada tahun 2004 saya ikut seleksi masuk IBI, namun karena sertifikasi saya masih setingkat ketua tim, maka di IBI saya menjadi ketua tim, bukan korkel lagi.
“Saat awal masuk IBI adalah saat yang cukup berat bagi saya karena kalau kita masuk IBI kita harus berkomitmen dan menjunjung integritas, sekali ada yang berkhianat rusaklah semua.” Mohon diceritakan pengalaman Bapak selama di IBI? Saya masuk ke IBI karena pada saat itu bidang Investigasi yang menarik minat saya. Selain itu IBI adalah inspektorat yang mengutamakan integritas di tengah zaman jahiliyah saat itu hehe. Setelah Pak Murtedjo naik jabatan menjadi Inspektur Bidang 5, saya naik juga menjadi korkel untuk menggantikan kekosongan formasi yang ada. Setelah menjadi korkel, saya mengikuti diklat Pengendali Teknis dan lulus serta mendapat sertifikat dan akhirnya saya resmi menjadi auditor madya IBI. Saya bekerja di IBI sejak IBI lahir yaitu tahun 2004. Saat awal masuk IBI adalah saat yang cukup berat bagi saya karena kalau kita masuk IBI kita harus berkomitmen dan menjunjung integritas, sekali ada yang berkhianat rusaklah semua. Hari-hari di IBI diwarnai dengan penugasan-penugasan pemeriksaan dan investigasi yang penuh dengan suka dan duka. Apalagi saat itu belum ada remunerasi seperti sekarang sehingga kita
24
harus benar-benar tegas tidak menerima pemberian apapun dari pihak yang diperiksa dengan cara yang low profile. Hal itu menjadi tantangan berat buat saya tapi Alhamdulillah saya dapat melaluinya. Terlebih lagi dengan adanya IBI ini membuat kepercayaan pimpinan terhadap Itjen semakin bertambah dan keseganan unit eselon I lain terhadap itjen juga bertambah. Namun, juga tidak bisa dipungkiri pula bahwa ada yang tidak suka dengan adanya IBI ini. Ya pendapat orang kan beda-beda. Yang penting kita sudah melakukan sesuatu yang benar dan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kalau bukan kita yang memulai, siapa lagi?
Apakah pengalaman paling berkesan mengenai pekerjaan Bapak di Tim Gabungan Itjen, BPKP, dan KPK? Kasus besar yang pernah saya tangani bersama tim antara lain kasus Gayus kemarin. Sebenarnya kasus tersebut mulai ada sejak tahun 2010 namun pihak Itjen belum ada yang khusus menyelidiki kasus tersebut. Kemudian, setelah ada inpres 1 pada bulan Januari 2011, Pak Menteri menginstruksikan agar dibentuk tim gabungan antara itjen, BPKP, dan dibawah supervisi KPK pada bulan Februari 2011 untuk menyelidiki kasus tersebut. Perjuangan tim gabungan untuk menyelidiki kasus tersebut cukup berat. Pada saat awal, pihak Pajak mau bekerja sama dengan tim gabungan tersebut. Namun, semakin ke belakang mulai susah untuk meminta data ke pihak Pajak. Dengan berbagai cara kita upayakan agar mendapat data sehingga data sedikit demi sedikit kita peroleh dan dapat digunakan untuk penelitian terhadap kasus tersebut. Sampai ada beberapa hal yang cukup materiil yang kita angkat ke pimpinan. Setelah menguras tenaga dan waktu yang tidak sedikit, akhirnya output dari penyelidikan kasus tersebut diperoleh dan diapresiasi oleh pimpinan karena sangat bermanfaat hingga ke KPK, MA, dan DJP sendiri untuk dilakukan penindakan. Karena dalam kasus tersebut Pak Menteri belum bisa percaya sepenuhnya dengan DJP,tim gabungan dilanjutkan tetapi dengan tetap melibatkan DJP untuk menyelidiki indikasi-indikasi penyimpangan di tubuh DJP. Saat itu, tim dari Itjen bersifat membantu tim DJP. Kalau sebelumnya DJP sebagai auditee kita, saat itu DJP sebagai pemeriksa WP dan itjen diangkat sebagai tenaga ahlinya. Bersama DJP dan BPKP, kita
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
wawancara (Itjen) memeriksa wajib pajak. Alhamdulillah tim gabungan ini cukup berhasil karena bisa menambah penerimaan negara. Hingga hari ini tim Gabungan tersebut belum dibubarkan karena finishing laporannya belum selesai. Sehingga, besok Jumat (5 April 2013-red) saya harus ke Denpasar untuk ikut rapat finalisasi laporan tim gabungan ini.
Seperti apa pengalaman Bapak saat merangkap jabatan Inspektur IV dan Plt. Ses Itjen? Yang cukup berat kemarin saat saya menjabat sebagai inspektur IV karena selain masih sebagai tim gabungan juga diberi mandat untuk menjadi plt. Sesitjen sehingga beban kerja saya menumpuk. Karena saking menumpuknya ada beberapa pekerjaan yang saya bawa ke rumah. Namun, untuk seorang pimpinan rangkap pekerjaan begitu sudah biasa. Alhamdulillah setelah pelantikan inspektur IV kemarin saya merasa lega karena beban kerja saya berkurang. Sekarang saya bisa lebih fokus pada pekerjaan di sekretariat.
Selama 25 tahun mengabdi, apa saja suka dukanya selama bekerja di Itjen? Kalau dulu waktu masih menjadi pemeriksa/auditor, sukanya itu adalah sering jalan atau travelling karena penugasan sering ke luar kota. Di samping itu, sukanya adalah bisa bertemu dengan banyak orang di Departemen Keuangan. Kalau dukanya sih sepertinya tidak ada, karena saya orangnya easy going dan gampang beradaptasi sehingga pergi kemana pun gak jadi masalah.
Mungkin ada pengalaman waktu di IBI mengaudit kawan sendiri? Apa itu bisa dibilang dukanya bekerja di Itjen? Kalau kita menerima pengaduan bahwa ada temen kita dari inspektorat lain terlibat atau melakukan penyimpangan, saya biasanya prihatin kok masih ada yang seperti itu. Padahal atasan sudah memberi arahan sedemikian rupa. Termasuk kemarin ada kejadian waktu saya di IBI ada laporan terkait kasus di salah satu inspektorat, maka mau tidak mau kita harus tetap memeriksanya meski teman kita sendiri. IBI tidak ingin dianggap melunak kalo kasusnya berkaitan dengan orang dalam. Semua yang melakukan penyimpangan akan diproses berdasarkan bukti-bukti dan fakta yang ada. InsyaAlloh selama
saya di sana kami bekerja secara professional bukan berdasarkan personalisasi/kecenderungan perasaan semata. Tantangannya adalah ketika pelaku belum juga mau mengakui kesalahannya, maka kita perlu bukti dokumen dan petunjuk disamping pernyataan saksi semata. Namun, itu bukan menjadi masalah.
Jika tadi sudah disebutkan tantangan di IBI, apakah tantangan selama menjadi SesItjen ini apa, Pak?
“Tantangan yang pertama harus saya hadapi adalah saya masih harus banyak belajar karena latar belakang saya selama ini adalah sebagai auditor.” Tantangan yang pertama harus saya hadapi adalah saya masih harus banyak belajar karena latar belakang saya selama ini adalah sebagai auditor. Tantangan yang kedua adalah memperbaiki organisasi yang ada. Oleh karena itu saya mempelajari masingmasing unit, apa yang sudah berjalan, kira-kira apa yang kurang, nah apa yang kurang itulah yang harus dibenahi. Dan itu didiskusikan dengan Kabag, Kasubag, dan tidak jarang dengan Pelaksana yang ada di sekretariat itjen. Soalnya merekalah yang tahu bagaimana dan apa yang terjadi di unitnya. Dan itulah yang menjadi masukan kepada saya untuk melakukan perbaikan. Masalah yang masih menghadang kita dan belum ditemukan solusinya adalah bahwa kita (sekretariat) masih kekurangan pegawai.Alhamdulillah, sekitar bulan ini kita akan mendapat tambahan pegawai sebanyak kurang lebih 70 orang dari STAN. 70 orang ini pun saya dengar tidak langsung ditempatkan di Itjen karena harus Tes Kemampuan Dasar (TKD) dulu. Oleh karena itu, saya sudah meminta ke Bagian Kepegawaian untuk memberikan pelatihan khusus agar 70 orang itu lulus TKD.depan pun masih aka nada penerimaan pegawai baru hingga tercapai target 800 pegawai di Itjen.
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
25
Wawancara Untuk meningkatkan kompetensi dan motivasi para pegawai di Itjen, apa yang akan Bapak lakukan sebagai SesItjen yang baru? Dalam hal untuk meningkatkan kompetensi pegawai sejak awal sudah dicanangkan capacity building melalui diklat-diklat yang diadakan melalui Bagian Kepegawaian yang direncanakan sejak awal tahun untuk jangka waktu satu tahun. Kita sudahmenawarkan kepada masing-masing unit tentang diklat yang ada dan kita juga membuka kesempatan kalau dari masing-masing unit itu mau mengajukan diklat tambahan apa yang dibutuhkan selain apa yang kita tawarkan karena yang paling tahu kebutuhan spesifik adalah di masing-masing inspektorat/Bagian. Oleh karena itu, masing-masing inspektorat itu dapat langsung menghubungi sekretariat untuk usulan diklat tambahan tersebut. Selain diklat di dalam kita juga bekerja sama dengan pihak luar untuk mengadakan diklat di luar, baik di luar kementerian keuangan maupun diklat di luar negeri karena sejak awal kita sudah menganggarkan itu, selain itu kita juga dituntut untuk mengikuti perkembangan internasional. Jadi capacity building kita itu harus senantiasa kita bangun, bahkan dalam IKU Kementerian menyatakan bahwa IKU jamlat diklat setiap pegawai sebesar 5% dan itu harus terpenuhi oleh setiap pegawai bukan unit. Diklatdiklat ini diharapkan meningkatkan kemampuan pegawai di itjen. Selain diklat, ada pula sertifikasi kompetensi baik nasional maupun internasional bagi para pegawai Itjen. Alhamdulillah sudah banyak pegawai kita yang memiliki sertifikasi internasional dan itu pun jumlahnya terus bertambah. Apalagi dengan adanya yang muda-muda ini kita tawarkan terus untuk ikut program sertifikasi ini. Selain itu, saat ini kita juga sedang bekerja sama dengan pihak NESO (Nederland Educational Service Office) dari Belanda yang menawarkan training di sana baik teori maupun praktek selama 3 minggu dan atas biaya mereka (NESO). Sementara sebagai hasil yang ingin dicapai yaitu kita bisa menyampaikan/ diseminasi kepada unit lain baik di Kemenkeu maupun di luar Kemenkeu tentang materi yang kita peroleh di training tersebut. Jadi selepas training itu kita membuat workshop untuk intern Itjen dan di luar Itjen tentang hasil training NESO. Hanya saja syarat untuk mengikuti training ini TOEFL minimalnya
26
adalah 550. Karena pegawai kita jarang yang mendapat TOEFL sebesar itu, NESO memberikan toleransi minimal TOEFL 525 saja, nanti hasil seleksi TOEFL ini akan diseleksi lagi dengan tes wawancara oleh mereka (NESO). Minimal 15 orang yang akan diikutsertakan, untuk hasil seleksi sementara baru dapat 14 orang. Memang ada beberapa yang belum melengkapi berkas, setelah berkasnya dilengkapi maka mereka juga akan diseleksi. Semoga kita bisa dapat 15 orang itu.
Selama Bapak bekerja di Itjen, adakah hambatan atau masalah yang dihadapi berkaitan dengan peran Itjen sebagai APIP? Permasalahan memang selalu ada, terutama saat kita mengaudit. Karena sekarang ini kita tidak seperti dulu yang hanya sebagai watchdog, sekarang kita lebih sebagai konsultan dan katalisator sehingga kita lebih banyak memberikan keyakinan (assurance) dan lebih enak hubungannya dengan auditi dibandingkan
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
wawancara dengan dulu. Dan itu sudah berjalan lancar sampai sekarang. Hanya saja audit kepatuhannya agak berkurang. Sejauh ini Pak Menteri juga tahu dan menekankan bahwa itu juga gak boleh dilepas. Pak Menteri mengingatkan bahwa audit kepatuhan harus tetap dilakukan supaya mereka (auditi) tahu bahwa mereka tetap diawasi. Untuk itu, mulai sekarang di setiap inspektorat harus ada TPU yang mengenai audit kinerja. Nah di audit kinerja inilah kita akan melihat kinerja dari mereka (auditi) termasuk di dalamnya menguji kepatuhan. Selain itu, saat ini yang sedang kita kembangkan adalah berkaitan dengan PP 60 tahun 2008 yang mana peran PIC-nya ada di IR 7 terkait dengan Risk Manajemen dan Unit Kontrol Intern (UKI). Nah itu kerjaan yang besar. Kalau saya sejujurnya belum pernah ikut, namun berkaitan dengan UKI ini kemarin dari sekretariat ada yang diikutkan TOT yaitu Kabag BOT, Kabag Umum, dan Kabag PK. Hal tersebut juga merupakan satu bentuk kerjasama antara sekretariat dengan inspektorat untuk pelaksanaan tugas karena kita di bawah bendera yang sama yaitu Itjen. Dan ini pekerjaan yang besar untuk penguatan kelembagaan di Kementerian Keuangan.
Dari segi pimpinan, pimpinan IBI itu seperti ada nilai lebihnya, bukan bermaksud sombong lho, tapi memang begitu adanya. Kemudian Pak Helmi lah yang menjadi Inspektur IBI. Kenapa saat itu saya juga diusulkan karena mungkin menurut pimpinan saya ada prestasi di antaranya saat di tim gabungan itu. Itulah mengapa saya menjadi salah satu yang diusulkan saat itu. Saat itu yang masih kosong posisi inspektur IV dan II. Untuk Inspektur IV diisi oleh saya, dan Inspektur II oleh Pak Sigit. Jadi mulailah saya bekerja di Inspektur IV saja waktu itu. Nah, untuk alasan kenapa saya menjadi Plt. Ses juga tidak tahu, karena itu wewenang atasan. Mungkin atasan menganggap itu pas dengan personality saya atau ada pertimbangan lain saya pun juga tidak tahu. Setelah saya menjadi Plt. Ses dan Inspektur IV lumayan juga pekerjaannya.Pas kemarin ada proses seleksi lagi, Alhamdulillah sudah terpilih untuk inspektur IV dan inspektur VII. Karena sudah ada yang mengisi sebagai Inspektur IV otomatis kerjaan Inspektur IV lepas.
Harapan ke depan Bapak untuk pribadi dan untuk Itjen apa?
“Kalau saya inginnya unit sekretariat ini menjadi unit sekretariat yang terunggul. Dengan adanya sekretariat yang unggul, unit Itjen ini juga akan ikut terangkat.”
“Kita kerja untuk bekal kita di dunia dan di akhirat. Jadi dari situ kita sudah bisa menjaga atau membentengi diri kita sehingga kita bekerja bukan hanya semata-mata untuk mendapat penghasilan.“ Bisa tolong diceritakan Pak bagaimana proses yang Bapak lalui dari menjadi auditor madya, Inspektur IV, hingga menjadi SesItjen sekarang? Itu wewenangnya pimpinan, saya sendiri juga kaget tiba-tiba dapat kepercayaan ini. Dulu sejak di IBI sewaktu inspekturnya masih Bapak Hadi Rudjito sudah ada pembicaraan ke arah sana juga, namun karena waktu itu hanya ada 2 yaitu saya dan Pak Helmi, waktu itu Pak Helmi dahulu yang diusulkan.
Kalau saya inginnya unit sekretariat ini menjadi unit sekretariat yang terunggul. Dengan adanya sekretariat yang unggul, unit Itjen ini juga akan ikut terangkat. Sebagaimana adanya IBI yang membuat pamor Itjen menjadi berbeda dari sebelumnya. Tidak hanya cukup IBI dan sekretariat, unit lainnya termasuk Inspektorat harus ikut bersinergi untuk dapat menjadi unit-unit yang unggul sehingga Itjen menjadi Itjen yang unggul juga dibandingkan itjen kementerian lain. Saat ini terlihat kalau Itjen Kemenkeu ini sudah mulai menjadi semacam
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
27
Wawancara benchmark bagi Itjen Kementerian lain. Tercermin dari beberapa inspektorat mereka yang datang dan belajar di sini. Kemudian juga pegawai kita diminta menjadi narasumber untuk kegiatan2 di inspektorat lain, itu merupakan bukti bahwa semakin hari kita semakin baik. Nah tapi ini harus dijaga terus dan tidak boleh berpuas diri sampai di sini saja. Jadi istilah continuous improvement tidak boleh berhenti. InsyaAlloh kita bisa berkembang lagi karena ada generasi muda dan dengan adanya pengkaderan dari para senior. Sehingga menjadi pegawai yang unggul sekarang dan nanti.
“Saat ini terlihat kalau Itjen Kemenkeu ini sudah mulai menjadi semacam benchmark bagi Itjen Kementerian lain” Bagaimana cerita Bapak sejak SD hingga SMA? Saya dulu waktu sekolah trmasuk nomaden ya, jadi sering pindah-pindah sekolah. Kelas 1 SD di Majalengka, kelas 2 SD di Medan, kemudian kelas 3 sampe lulus SD di Padang, SMP kelas 1 di Padang, belum sampai naik pindah lagi ke SMP 73 Filia di Jakarta. Itu di Lapangan Ros, itu adalah cikal bakal SMP 119 Jakarta sekarang. SMAsempet di SMA 26 Tebet, Jakarta beberapa bulan trus pindah lagi ke SMA Magelang sampai naik ke kelas 2 IPS, lalu kelas 2 dilanjutkan di SMA Kediri. Saya lulus dari SMA Kediri lalu ikut ujian masuk ke UGM, fakultas ekonomi sampai lulus.
Bisa diceritakan bagaimana keadaan atau suasana Majalengka di saat Bapak dilahirkan dan tinggal di sana? Iya betul, kebetulan saya dan orang tua tinggal di kaki gunung Cermai jadi suasananya sejuk dan kotanya termasuk banyak buah mangga. Di setiap rumah selalu ada buah mangga. Senengnya sih karena kotanya sejuk ya dan kotanya yang kecil. Saya hanya tinggal 1 tahun di situ, jadi mungkin tidak banyak kenangan yang didapat. Kalau waktu kecil saya suka main dan mandi di sungai Cideres padahal itu
28
sungai bahaya juga khan kalau ada banjir kiriman dari gunung. Suatu ketika di bawah gak hujan, tapi tiba-tiba ada arus besar yang datang, makannya kita harus siap-siap biar tidak terbawa arus.
Waktu kecil suka main apa Pak? Waktu itu saya suka main patok lele dan main gasing juga.
Bisa diceritakan bagaimana pertemuan Bapak dengan Ibu (Istri) Bapak? Saya ketemu dia di Itjen karena seangkatan dengan saya. Dia orang Bandung yang sudah lama tinggal di Jakarta. Awalnya sih sebagai teman biasa, sering diajak jalan. Waktu jalan saya ajak kenalan, kebetulan saat itu niat saya sedang tidak mencari pacar tapi mencari calon. Diajak kenalan, pendekatan, dan dirasa cocok ya langsung aja. Gak lama kok itu.
Boleh ceritakan hobi Bapak? Dulu sempat hobi main tenis, tapi sekarang saya lebih suka jogging aja. Tapi jogging pun sudah mulai jarang ini karena kesibukan. Jujur saja berat badan saya naik nih sejak menjabat sebagai Inspektur itu. Temanteman sih menyarankan untuk datang pagi seperti Pak Elman dan Pak Rahman untuk jogging terlebih dulu sebelum beraktivitas di kantor supaya fresh.
Ada pesan dan kesan Pak untuk pembaca Auditoria? Pesan Kesan saya, saya jadi teringat saat pertama menjadi inspektur itu, saya kebetulan baru di sana, sehingga niat pertama saya saat itu adalah saya bekerja untuk ibadah. Sehingga sejak awal kita mulai dengan niat yang baik. Karena motivasi kita bekerja itu berawal dari niat kita. Jadi kita kerja itu bukan karena hanya ingin dinilai atasan bagus. Kita kerja untuk bekal kita di dunia dan di akhirat. Jadi dari situ kita sudah bisa menjaga atau membentengi diri kita sehingga kita bekerja bukan hanya semata-mata untuk mendapat penghasilan. Selain itu, menurut saya, pimpinan itu adalah role model. Jadi anak buah itu mencontoh pimpinannya. Jadi sebagai pimpinan kita harus memberikan contoh yang baik. Kita harus terus memperbaiki diri karena untuk memperbaiki sesuatu itu berawal dari diri sendiri kok bukan orang lain. Kalau kita tidak mau memperbaiki diri ya akan susah untuk menjadi lebih baik meskipun dipaksa sekalipun. (DUMS/IMZ/TOP)
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
wawancara SEBUAH PERCAKAPAN SINGKAT
TENTANG SAINS
P
agi yang cerah, Tim Auditoria berkesempatan bertemu dengan salah satu Ketua Tim yang pernah mendapatkan nilai SAINS tertinggi, A. Aris Eko Prasetyo. Berikut adalah hasil interview kami:
Apa yang Bapak ketahui tentang SAINS? SAINS, sesuai dengan Per-10/IJ/2010 merupakan standar bagi individu maupun organisasi di Inspektorat Jenderal (Kemenkeu) dalam melaksanakan aktivitas audit internal.
Bagaimana praktiknya selama ini? Saya selaku pribadi tidak terlalu memahami detil SAINS yang diatur dalam Peraturan Irjen tersebut. Selama ini dalam praktik penugasan secara umum mengikuti apa yang biasanya dilakukan, dan selama tidak ada teguran/peringatan dari atasan/peer/ anggota tim/subbag TU Ir, ya saya anggap apa yang saya laksanakan sudah sesuai dengan SAINS. Belakangan bahkan saya rasa (perasaan saya saja, tanpa mengurangi apresiasi saya terhadap manfaat Teammate) pemahaman SAINS tereduksi menjadi kepatuhan menggunakan aplikasi Teammate.
deadline untuk memenuhi standar kualitas yang lain meskipun akhirnya yang dinilai sebagian besar adalah pencapaian deadline.
Apa harapan/ekspetasi Bapak mengenai SAINS ke depannya? Harapan saya, SAINS terinternalisasi di tiap individu dan organisasi. Saya rasa ini adalah tantangan bagi Inspektorat VII yang dalam Per-10/IJ/2010 dilimpahi tugas menetapkan petunjuk praktis dan panduan pelaksanaan SAINS. Reviu penerapan SAINS yang dilaksanakan saat ini saya rasa sangat tepat untuk selalu mengingatkan tiap individu dan organisasi menjaga kualitas audit internalnya (apalagi kalau pernah dapat nilai jelek di reviu SAINS seperti saya.
Apa saja kendala yang ditemukan dalam implementasi SAINS?
Bagaimana SAINS dapat menjadi wajah Itjen?
Kendala yang dihadapi secara umum, ya kendala yang biasanya dihadapi dalam organisasi. Lack of information, kurangnya aktivitas internalisasi, dan lain-lain (pegawai seperti saya, sudah males untuk baca-baca konsep). Kendala lain adalah di saat banyak penugasan yang kita terima dalam suatu saat tertentu, sementara untuk memenuhi standar SAINS saya (tim) harus memenuhi beberapa persyaratan (deadline) ya akhirnya kita korbankan
Wajah akan terlihat cerah kalo kondisi badan prima dan jiwa sehat. SAINS dapat jadi wajah Itjen kalau semua individu dan organisasi dapat melaksanakan SAINS sesuai dengan rohnya. Kami berharap Inspektorat VII bisa menjadi pembimbing bagi kami (khususnya para auditor). Kalau perlu ditunjuk mentor-mentor SAINS dari Inspektorat VII yang mengawal penerapan SAINS di tiap organisasi selama tahun berjalan sebelum direviu SAINS-nya
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
29
Kartun
30
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
RAGAM PENGAWASAN MENCERMATI ATURAN KONTRAK TAHUN JAMAK11 Oleh: Ahmad Ghufron, SE, M.Ak.22
Pendahuluan Salah satu temuan BPK RI terkait proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang adalah masalah kontrak tahun jamak (KTJ). BPK RI mempermasalahkan permohonan dan persetujuan KTJ proyek Hambalang tersebut. Dari segi permohonan, BPK RI mempermasalahkan Kementerian Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora) karena pengajuan permohonan kepada Menteri Keuangan yang seharusnya oleh Menteri Pemuda dan Olah Raga ternyata dilakukan oleh Sekretaris Kemenpora tanpa adanya pendelegasian wewenang dari Menpora. Dalam kaitan dengan ini BPK juga menyalahkan Menpora yang dianggap membiarkan tindakan Sekretaris Kemenpora. Adapun dari segi persetujuan, BPK RI mempermasalahkan Kementerian Keuangan karena terhadap permohonan persetujuan KTJ yang diduga melanggar sejumlah peraturan diproses dan diberikan persetujuan. Temuan BPK tersebut berkaitan dengan aturan bahwa KTJ untuk nilai dan pekerjaan tertentu harus mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari Menteri Keuangan. Di samping itu, aturan KTJ secara umum juga mengandung berbagai risiko yang dapat menimbulkan persoalan lain, baik bagi Kementerian Negara/Lembaga (K/L) yang menjalankan ataupun Kementerian Keuangan yang memproses persetujuan dan penganggaran.
1
Tulisan merupakan pendapat pribadi.
2
Auditor Muda pada Inspektorat V ITJEN Kemenkeu.
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
31
RAGAM PENGAWASAN Tulisan ini akan memaparkan pandangan Penulis tentang beberapa aspek dalam aturan KTJ yang perlu mendapatkan perhatian, baik dari perspektif keselarasan dengan aturan keuangan negara secara umum maupun risiko yang mungkindapat terjadi.
Regulasi tentang persetujuan KTJ diatur kembali dalam perubahan kedua Prepres 54/2010 yang dituangkan dalam Perpres No. 70 Tahun 2012. Dalam Perpres tersebut tersebut ketentuan khusus tentang KTJ yang diatur meliputi:
Perkembangan Aturan KTJ
Definisi KTJ, yaitu kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya untuk masa lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran atas beban anggaran.
Istilah KTJ dalam pengadaan barang/jasa Pemerintah mulai digunakan dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dalam peraturan sebelumnya istilah yang digunakan adalah Kontrak Jangka Panjang. Meskipun istilah yang digunakan berbeda namun definisi keduanya sama, yaitu ”kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang dilakukan atas persetujuan oleh Menteri Keuangan untuk pengadaan yang dibiayai APBN, Gubernur untuk pengadaan yang dibiayai APBD Propinsi, Bupati/Walikota untuk pengadaan yang dibiayai APBD Kabupaten/Kota” (Pasal 30 ayat (8) Keppres 80/2003 jo. Pasal 28 ayat (5) Keppres 18 Tahun 2000). Dalam aturan ini untuk KTJ bagi pengadaan yang dibiayai APBN seluruhnya harus dimintakan persetujuan kepada Menteri Keuangan. Merespon perkembangan dinamika pengadaan barang/jasa, Pemerintah menerbitkan Perpres No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan jasa Pemerintah yang menggantikan Kepres No. 80 Tahun 2003. Dalam Perpres tersebut ketentuan khusus tentang KTJ yang diatur meliputi:
Penegasan kembali persetujuan atas KTJ, yaitu: 1) oleh Menteri/Pimpinan Lembaga bersangkutan untuk kegiatan sampai dengan Rp 10 miliar bagi kegiatan tertentu, dan 2) oleh Menteri Keuangan untuk kegiatan yang nilainya di atas Rp 10 miliar atau sampai dengan Rp 10 miliar di luar kegiatan tertentu. Uang muka dengan pilihan 20% dari nilai kontrak tahun pertama atau 15% dari total nilai kontrak (tanpa ada klausul yang terendah). Batas waktu persetujuan KTJ oleh Menteri Keuangan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dokumen diterima lengkap. Terhadap aturan KTJ dalam Perpres tersebut telah diterbitkan aturan pelaksanaan, berupa: Peraturan Menteri Keuangan No. 56/ PMK.02/2010 untuk Keppres No. 80 Tahun 2003 beserta perubahannya. Peraturan Menteri Keuangan No. 194/ PMK.02/2011 untuk Perpres No. 54 Tahun 2010.
Definisi KTJ sebagai kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya untuk masa lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran atas beban anggaran. Pembagian nilai kontrak yang dimintakan persetujuan, yaitu: 1) oleh Menteri Keuangan untuk kegiatan yang nilainya di atas Rp 10 miliar, dan 2) oleh Menteri/Pimpinan Lembaga bersangkutan untuk kegiatan sampai dengan Rp 10 miliar bagi kegiatan tertentu. Ketentuan ini masih tetap berlaku pada perubahan pertama Perpres bersangkutan yang tertuang dalam Perpres No. 35 Tahun 2011. Uang muka, dengan opsi yang terendah antara 20% dari nilai kontrak tahun pertama atau 15% dari total nilai kontrak.
32
Aturan pelaksanaan ini merinci tata cara pengajuan persetujuan KTJ kepada Menteri Keuangan termasuk dokumen yang harus disampaikan dan waktu penyelesaian persetujuan KTJ. Dalam aturan pelaksanaan ini juga ditegaskan tanggung jawab Menteri/Pimpinan Lembaga secara formil dan materiil untuk menjamin pemenuhan kelayakan teknis dan ketersediaan dana pada tiap tahun anggaran untuk pelaksanaan KTJ, penyelesaian masalah-masalah
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
RAGAM PENGAWASAN teknis pekerjaan terkait KTJ, dan klausul bahwa persetujuan KTJ oleh Menteri Keuangan bukan merupakan pengakuan/ pengesahan (endorsement) atas kebenaran dan keabsahan proses pengadaan barang/jasa dan/atau penunjukan pemenang penyedia barang/jasa.
Titik Kritis Aturan KTJ Dari serangkaian aturan mengenai kontrak tahun jamak, beberapa hal menjadi titik krusial untuk dicermati, baik dari kacamata keselarasannya dengan peraturan perundang-udangan yang berkaitan, optimalisasi keuntungan bagi keuangan negara, maupun potensi masalah dalam pelaksanaannya. Berdasarkan analisis penulis titik-titik kritis tersebut meliputi hal-hal berikut:
1. Persetujuan KTJ Dalam Pasal 52 ayat (2), ketentuan tentang persetujuan KTJ dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
Di dalam penjelasan UU 17/2003 ditegaskan bahwa prinsip pembagian kekuasaan keuangan tersebut perlu dilaksanakan secara konsisten agar terdapat kejelasan dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab, terlaksananya mekanisme checks and balances serta untuk mendorong upaya peningkatan profesionalisme dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan. Pelibatan Menteri Keuangan untuk menyetujui KTJ yang merupakan tugas dan wewenang Menteri/Pimpinan Lembaga dapat menurunkan profesionalisme K/L bersangkutan dalam pengelolaan keuangan negara, terutama dalam kaitan dengan penganggaran berbasis kinerja. Karena akan muncul kesan Menteri Keuangan ikut bertanggung jawab dalam pencapaian kinerja Kementerian/Lembaga lain. Ditinjau dari aspek proses penganggaran, KTJ yang dilaksanakan dalam waktu lebih dari satu tahun anggaran memang memerlukan jaminan alokasi anggaran. Namun mengacu pada sistem penganggaran kita yang telah menerapkan kerangka
a. Oleh Menteri/Pimpinan Lembaga yang bersangkutan untuk kegiatan yang nilai kontraknya sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) bagi kegiatan-kegiatan tertentu yang disebut dalam ayat tersebut. b. Oleh Menteri Keuangan untuk kegiatan yang nilainya diatas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan kegiatan yang nilainya sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) yang tidak termasuk dalam kriteria kegiatan tertentu pada huruf a. Yang perlu dikritisi dalam aturan ini adalah keharusan persetujuan oleh Menteri Keuangan pada huruf b. KTJ pada dasarnya merupakan salah satu jenis kontrak/ perikatan antara pengguna barang/jasa dengan penyedia barang/jasa. Segala bentuk perikatan merupakan pelaksanaan fungsi otorisator yang menjadi tanggung jawab dan wewenang Menteri/ Pimpinan K/L selaku chief operational officer (COO). Menteri Keuangan selaku chief financial officer (CFO) tidaklah terkait dengan tanggung jawab perikatan tersebut. Pembagian tugas dan wewenang ini secara jelas diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
pengeluaran jangka menengah (KPJM), penyediaan anggaran untuk kesinambungan KTJ tersebut harus menjadi tanggung jawab Menteri/Pimpinan Lembaga berkaitan. Alokasi anggaran tersebut sudah harus dicantumkan dalam RKA K/L dengan prakiraan maju dan dibahas dengan Komisi terkait di DPR. Peran Menteri Keuangan yang diwakili oleh DJA hanya melakukan penelaahan RKA K/L yang telah disetujui DPR untuk digabung menjadi Rincian Anggaran Belanja Pemerintah Pusat dan dituangkan dalam Keputusan Presiden. Penetapan alokasi anggaran sampai dengan fungsi, progam, kegiatan, dan jenis belanja untuk setiap K/L mutlak menjadi tanggung jawab K/L bersangkutan bersama Komisi terkait di DPR. Hal ini diatur secara jelas baik di dalam UU 17/2003, PP tentang
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
33
RAGAM PENGAWASAN penyusunan RKA K/L, maupun UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD - MD3, dalam kaitan dengan pembagian tugas antara Badan Anggaran dan Komisi-komisi di DPR. Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah hanya membahas aspek makro dan sinkronisasi RKA K/L dengan Badan Anggaran. Adapun detil RKA K/L untuk tiap K/L merupakan tugas pembahasan antara K/L dengan Komisi terkait di DPR (Pasal 14 dan 15 UU 17/2003, Pasal 10 PP No. 90/2010, dan Pasal 96 dan Pasal 107 UU 27/2009). Ditinjau dari aspek pembentukan peraturan perundang-undangan menurut UU 12/2011, aturan terkait persetujuan Menteri Keuangan terhadap KTJ juga tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, terutama asas “kejelasan tujuan”, asas “dapat dilaksanakan”, dan asas “kedayagunaan dan kehasilgunaan”. Hal ini karena tidak diketahui secara jelas tujuan Menteri Keuangan memberikan persetujuan terhadap KTJ. Ketidakjelasan tujuan ini menjadikan ketentuanketentuan dalam aturan pelaksanaan (saat ini PMK 194/PMK.02/2011) menjadi tumpang tindih, karena pada satu sisi mengharuskan permohonan persetujuan kepada Menteri Keuangan, namun pada sisi lain Menteri/Pimpinan Lembaga tetap harus bertanggung jawab secara formil dan materiil terhadap KTJ termasuk kelakan teknis dan penyediaan anggaran pada tiap-tiap tahun. Hal ini berakibat pada tidak jelasnya ukuran efektivitas yang dapat digunakan dan kebutuhan atas aturan tersebut menjadi tidak jelas dan manfaat aturan tersebut tidak dapat didefinisikan.
2. Uang muka dan penggunaannya Sebagaimana diatur dalam Pasal 88 ayat (2) Perpres 70/2012, untuk KTJ besaran uang muka dapat diberikan dengan dua opsi, yaitu:
34
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
1) 20% (dua puluh perseratus) dari Kontrak tahun pertama; atau 2) 15% (lima belas perseratus) dari nilai Kontrak. Selanjutnya dalam ayat (3) dan (4) diatur penggunaan oleh penyedia barang/jasa dan pengurangan uang muka secara bertahap, sebagai berikut: Ayat (3): Uang Muka yang telah diberikan kepada Penyedia Barang/Jasa, harus segera dipergunakan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan Rencana Penggunaan Uang Muka yang telah mendapat persetujuan PPK. Ayat (4): Nilai Jaminan Uang Muka secara bertahap dapat dikurangi secara proporsional sesuai dengan pencapaian prestasi pekerjaan. Penetapan opsi besaran uang muka di atas berubah dari aturan sebelumnya dalam Perpres 54/2010. Perubahan selintas hanya menyangkut hal sepele, dengan menghilangkan klausul “yang terendah”. Namun dampak dari penghapusan dua kata itu sebetulnya berisiko besar memunculkan moral hazzard. Karena dengan dihapusnya dua kata tersebut pilihan sepenuhnya diserahkan kepada PPK tanpa parameter yang jelas. Moral hazzard ini semakin terbuka lebar dengan aturan penggunaan uang muka yang tidak tegas. Sebagaimana diatur dalam ayat (3) dan ayat (4), aturan penggunaan uang muka hanya mengharuskan penyedia barang/jasa untuk segera meggunakan uang muka untuk melaksanakan pekerjaan sesuai Rencana Penggunaan Uang Muka yang telah mendapat persetujuan PPK. Perpres tidak mengatur langkah apa yang harus diambil oleh PPK bila penyedia barang/jasa
RAGAM PENGAWASAN tidak memenuhi pekerjaan sesuai dengan Rencana Penggunaan Uang Muka. Akibatnya penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat terganggung bila pekerjaan yang telah direncanakan dengan uang muka tidak dijalankan berlarut-larut.
3. Tahapan pekerjaan versus definisi KTJ Pasal 52 Perpres 70/2012 mendefinisikan Kontrak Tahun Jamak sebagai Kontrak yang pelaksanaan pekerjaannya untuk masa lebih dari 1 (satu) Tahun Anggaran atas beban anggaran. Dengan demikian KTJ dapat meliputi pekerjaan yang diselesaikan dalam 2 tahun anggaran, 3 tahun anggaran, dan seterusnya. Pengerjaan yang melebihi satu tahun anggaran tersebut sudah pasti sangat terkait dengan alokasi anggaran tiap tahunnya. Untuk itu PMK 194/2011 telah mengatur bahwa Menteri/Pimpinan Lembaga harus bertanggung jawab untuk penyediaan anggaran pada tiap tahun. Namun demikian tidak ditemukan aturan tentang kewajiban pengikatan penyedia barang/ jasa untuk menjalankan tahapan pekerjaan tiap tahunnya dan langkah yang harus diambil oleh PPK dalam hal penyedia barang/jasa tidak memenuhi tahapan pekerjaan tersebut, sehingga disiplin anggaran dapat terganggu.
Perlu Perubahan Aturan KTJ Pengelolaan keuangan negara yang baik harus dapat memastikan bahwa dalam setiap pelaksanaan kegiatan dipenuhi asas-asas umum pengelolaan keuangan negara, dijalankannya pembagian kekuasaan keuangan negara secara disiplin, dan diselenggarakannya pengendalian intern yang memadai. KTJ sebagai salah satu bentuk pelaksanaan pengelolaan keuangan negara, juga harus memenuhi kaidah-kaidah tersebut. Untuk itu aspek-aspek kritis dalam aturan KTJ di atas menurut hemat Penulis perlu ditinjau kembali dengan melakukan penataan kembali ketentuan-ketentuan yang berkaitan, baik pada tingkatan Peraturan Presiden maupun Peraturan Menteri Kuangan.
Beberapa hal berikut perlu dipertimbangkan dalam melakukan perubahan aturan KTJ: 1. Dalam rangka menjalankan pembagian kekuasaan keuangan negara secara disiplin, KTJ tidak perlu lagi disetujui oleh Menteri Keuangan. Persetujuan yang diperlukan adalah dari Menteri/Pimpinan Lembaga sebagai COO K/L yang dipimpinnya dalam rangka menjamin kesinambungan anggaran dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Untuk itu perlu juga diatur proses penganggaran pekerjaan yang dilakukan dengan KTJ sebagai bagian dari aturan tentang penyusunan RKA K/L. Aturan khusus terhadap pekerjaan ini dikarenakan secara umum pekerjaan yagn dilakukan dengan KTJ memiliki nilai anggaran yang material. Di dalam aturan tersebut juga termasuk di dalamnya keharusan persetujuan dari Komisi terkait di DPR sebelum RKA K/L disampaikan kepada Kementerian Keuangan. 2. Terkait dengan uang muka, perlu diatur kembali opsi yang jelas atas pilihan besaran uang muka agar lebih menguntungkan bagi keuangan negara, namun di lain pihak tidak merugikan penyedia barang jasa. Hal yang juga perlu diatur adalah perikatan pelaksanaan pekerjaan dengan uang muka sesuai dengan Rencana Penggunaan Uang Muka disertai dengan langkah yang dapat dilakukan oleh PPK dalam hal rencana tersebut tidak dipenuhi. 3. Dalam rangka menegakkan disiplin pelaksanaan anggaran, perlu diatur secara jelas perikatan pengguna barang/jasa dengan penyedia barang/ jasa terkait tahapan pekerjaan yang harus dilakukan pada tiap tahun beserta langkah yang harus diambil dan konsekuensi bagi para pihak dalam hal tahapan tersebut tidak dapat dilaksanakan.
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
35
RAGAM PENGAWASAN
Jangan S Beri Kami Uang
udah menjadi tradisi dalam keluarga besar saya –dan mungkin banyak keluarga lainnyauntuk membagikan uang pada anak-anak kecil dalam momen-momen tertentu. Lebaran dan liburan adalah saat kami berkumpul dan saling berkunjung. Itulah saat anak-anak mengumpulkan pundi-pundi Rupiah. Dulu saya bahkan bisa meraup hingga ratusan ribu. Kini tiba giliran saya untuk berbagi. Adik, sepupu, keponakan, banyak juga lembaran Rupiah harus saya siapkan saat lebaran atau liburan.
Hingga suatu ketika seorang sepupu, anak paman saya, menolak uang yang saya sodorkan. Saya yakin dia seorang pemalu. Maka saya paksalah dia. Semakin saya paksa semakin menolak dia. Mungkin saja jumlahnya kurang. Lalu saya tambah, tapi dia tetap bergeming. Menyerah juga akhirnya, bukan dia tapi saya. Aneh pikir saya. Lalu sang ayah, paman saya, mengklarifikasi. Anaknya bukan pemalu tapi hanya melaksanakan pesan ayahnya. “Jangan terima uang pemberian (sangu) orang ya Nak!”, pesan sang ayah. Saya bertanya: “Kenapa?”. “Agar tak jadi kebiasaan buruk”, jawab sang ayah. …
Oleh Andy Noor Isnaini
36
Sabtu pagi suara ketukan pintu membangunkan tidur pagi saya. Ternyata tamu saya Pak Subur. Bukan Subur yang banyak dibicarakan orang, tapi yang ini
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
RAGAM PENGAWASAN “Jangan ngasih uang berapapun kepada tukang-tukang saya Pak. Itu bisa jadi kebiasaan buruk.”
Subur tukang gali sumur. Kunjungannya pagi itu ternyata bermaksud memperbaiki sumur saya yang airnya keruh beberapa hari terakhir. Karena rumah saya masih dalam masa garansi, termasuk sumurnya, maka saya komplain ke mandor. Mandor bilang nanti tukang sumur akan datang. Dia juga bilang karena masih garansi maka saya tak perlu bayar. Yang jadi soal Pak Subur bilang sumurnya harus diperdalam. Itu berarti paralon harus diperpanjang. Yang lebih penting itu berarti 200 ribu harus saya siapkan. Bagi saya sebenarnya itu tak jadi soal. Masalah air adalah hal yang vital. Asalkan urusan sumur jadi lancar, 200 ribu cukup layak saya bayar. Tapi bukankah mandor bilang tak perlu bayar. Lalu saya telepon mandor. Marahlah dia. Pak Subur pun jadi sasaran kemarahannya. Dia bilang ke Pak Subur: “Itu kan masih garansi, itu kan tanggung jawabmu, kamu kan saya bayar, kenapa minta bayaran lagi?”. Terjawab sudah kenapa Pak Subur begitu bersemangat siap bekerja di pagi buta. Selamatlah 200 ribu saya. Saya bilang terima kasih kepada mandor. Saya juga bilang, sebenarnya tanpa diminta pun saya akan memberikan tips pada Pak Subur, walaupun tak akan sebanyak itu jumlahnya. Tapi terkejutlah saya ketika mandor berkata jangan. “Jangan ngasih uang berapapun kepada tukang-tukang saya Pak. Itu bisa jadi kebiasaan buruk.”
Pada kejadian pertama, sang ayah tak mau anaknya mempunyai kebiasaan buruk, menerima barang apapun -terutama uang- tanpa melakukan apaapa, tanpa ada kerja. Dia tak mau anaknya terbiasa menerima sesuatu hanya karena statusnya, bukan karena prestasinya. Dia tak mau anaknya menjadi pemalas, mengharapkan datangnya sesuatu yang lebih tanpa ada usaha lebih. Pada kejadian kedua, sang mandor tak mau pekerjanya mempunyai kebiasaan buruk, mengharapkan tips dari pekerjaannya. Lebih dari itu, dia juga tak mau pekerjanya pasang tarif untuk hasil kerjanya. Jika ada uang kerja Spartan, tak ada uang kerja asal-asalan. Dia ingin pekerjanya selalu memberikan usaha dan pelayanan terbaik pada pelanggan, karena mereka sudah digaji untuk itu. Memang sejak saat itu, saya tak gampang kasih uang. Bukan karena pelit, bukan karena ngirit. Orang mungkin tak paham. Maksud saya baik. Tapi, jangan-jangan sayalah contoh kebiasaan buruk itu. Berapa banyak gaji dan tunjangan saya terima hanya karena status saya sebagai PNS. Berapa banyak uang harian dan honor saya terima hanya karena nama saya tertera dalam ST dan SK. Berapa banyak masih saya minta untuk kerja yang itu-itu saja, kerja yang memang kewajiban saya.
…
"Bukan karena pelit, bukan karena ngirit. Orang mungkin tak paham. Maksud saya baik" VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
37
Ragam Pengawasan
O.J.K:
Babak Baru Pengawasan Jasa Keuangan
M
ulai tanggal 31 Desember 2012, salah satu keluarga kita (Kementerian Keuangan) berkurang satu, yaitu Bapepam LK. Bapepam LK berganti nama menjadi Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Mungkin banyak yang sudah sering mendengar tentang OJK atau ada juga yang hanya sekilas yang mendengar tentang OJK. Apakah perbedaan OJK dengan Bapepam LK, atau dengan Bank Indonesia, akan menarik kita pelajari disini dan mengenalnya. Berhubung sudah tidak menjadi bagian dari Kementerian Keuangan, maka hubungannya dengan Inspektorat Jenderal adalah berkurangnya pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat VI,yang selama ini mengawasi Bapepam LK. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia diatur dalam sebuah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). OJK akan beroperasi penuh pada tahun 2013.Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Lembaga Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya. Lembaga Jasa Keuangan Lainnya adalah pergadaian, lembaga penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Menurut Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Sejak tanggal 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang
38
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Pasar Modal, Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan ke OJK. Sejak tanggal 31 Desember 2013, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK. Yang akan dialihkan seperti SDM Pengaturan dan Pengawasan Bank, TSI dan gedung atau aset, pengalihan dokumen. Fungsi pengawasan bank (mikro prudensial) akan beralih ke OJK sedangkan BI memiliki kewenangan makro prudensial serta pemeriksaan bank.OJK mulai tahun 2013 akan bertugas untuk mengatur dan mengawasi industri keuangan nonbank yang selama ini dilakukan Bapepam-LK. OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan: terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan mampu melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat. OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. Setelah pembentukan OJK, peranan Bank Indonesia adalah menjalankan fungsi independen sebagai Bank Sentral selaku otoritas moneter dan sistem pembayaran. BI berwenang mengatur dan mengawasi seluruh aspek perbankan dalam rangka perumusan dan pelaksanaan kebijakan moneter
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
Ragam Pengawasan dan sistem pembayaran. Dalam pelaksanaannya, BI melakukan kebijakan moneter melalui penetapan uang beredar atau suku bunga, dengan tujuan utama menjaga sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah menggunakan instrumen-instrumen, antara lain operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto, penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. Selain itu, BI juga menciptakan efisiensi sistem pembayaran, kesetaraan akses dan perlindungan konsumen.OJK dan BI akan bekerjasama dalam pengawasan bank terkait penentuan institusi bank yang masuk kategori
systemically important bank, dibantu oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Untuk menjalankan tugasnya, OJK dibiayai oleh anggaran yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau pungutan dari pihak yang melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan.Akuntabilitas perencanaan dan penggunaan anggaran wajib terlebih dahulu memperoleh persetujuan dari DPR. Dalam hal akuntabilitas pelaksanaan tugas, OJK wajib menyusun laporan yang terdiri atas laporan kegiatan secara berkala kepada Presiden dan DPR. Selain laporan kegiatan, OJK juga diwajibkan menyusun laporan keuangan tahunan yang diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Kantor Akuntan Publik yang ditunjuk oleh BPK Pembentukan sistem pengawasan independen atau OJK di Indonesia dilatar belakangi oleh pengalaman dan kondisi keuangan yang sama dengan negara-negara di Eropa dan Asia. Pengalaman di Indonesia adalah dalam kasus penyelamatan Bank
Century yang dinilai terjadi kesalahan prosedur penyelamatan bank tersebut, yang menunjukkan bahwa BI sebagai pengatur dan pengawas perbankan dinilai telah gagal dalam menjalankan tugasnya. Peranan bank sentral setelah pembentukan OJK di Indonesia adalah sebagai otoritas moneter dan sistem pembayaran, seperti peranan bank sentral di negara Inggris, Jerman, Jepang dan Korea dengan tujuan utama untuk menjaga stabilitas keuangan dan menjamin kelancaran sistem pembayaran dan perlindingan konsumen. Untuk anggaran dalam melaksanakan tugas OJK di Indonesia sama dengan negara Jepang dan Korea Selatan, yaitu didanai dari anggaran belanja pemerintah dan pungutan dari lembaga yang diawasi, sedangkan negara-negara di Eropa seperti Inggris dan Jerman mendanai lembaga pengawas independen mereka dari iuran yang dipungut dari lembaga yang diawasi tanpa menerima anggaran dari pemerintah. Berdasarkan pengalaman kegagalan dan keberhasilan dari penerapan sistem pengawasan independen di negara-negara Eropa dan Asia, seperti: a) pengalaman negara Jerman dalam kasus penipuan Phoenix dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat Bundesanstalt für Finanzdienstleistungsaufsicht ( BaFin ), dan kegagalan Financial Services Authority (FSA) Inggris dalam mendeteksi risiko bisnis Nothern Rock karena pengawasan yang dilakukan tidak sesuai dengan standar yang berlaku, sebaiknya OJK dan lembaga keuangan di Indonsia harus menerapkan konsep Good Corporate Governance meliputi komponen fairness, transparency, accountability, dan responsibility, agar sistem pengawasan OJK dan kegiatan di sektor jasa keuangan dapat berjalan dengan teratur, adil, transparan dan akuntabel; b) pengalaman negara Inggris yang gagal dalam menangani Nothern Rock karena kurangnya koordinasi antara FSA dan Bank of England (BOE), dan keberhasilan FSA di Jepang karena koordinasi yang baik antara FSA, Bank of Japan (BOJ) dan lembaga keuangan lainnya, maka kerjasama atau koordinasi yang baik antara OJK, BI sebagai bank sentral dan lembaga keuangan lainnya harus dibentuk, dalam hal pengumpulan dan pertukaran informasi dan konsultasi tentang perubahan kebijakan dan perkembangan lain terkait stabilitas keuangan; dan c) kegagalan negara Korea menangani masalah perusahaan kredit,
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
39
Ragam Pengawasan yang diakibatkan karena lembaga pengawas yang dibentuk saling ketergantungan dan berada di bawah pengaruh dan kekuasaan Ministry of Finance and Economy (MOFE), maka independensi fungsi, tugas dan wewenang yang dilakukan oleh OJK harus jelas dan tidak dipengaruhi oleh pemerintah maupun kekuasaan lembaga keuangan lainnya. Pada tanggal 19 Juli 2012,komisi XII DPR RI telah memilih secara aklamasi Deputi Gubernur BI, Muliaman Darmansyah Hadad sebagai Ketua Dewan Komisioner OJK masa jabatan 2012-2017.Muliaman Darmansyah Hadad resmi dilantik sebagai Dewan Komisioner pada hari Jumat 20 Juli 2012 di Jakarta. 6 anggota Dewan Komisioner adalah: 1. Nurhaida 2. Firdaus Djaelani 3. Kusumaningtuti S Soetiono 4. Ilya Avianti 5. Nelson Tampubolon 6. Rahmat Waluyanto OJK mengumumkan sudah menunjuk sembilan deputi komisioner. Enam di antaranya berasal dari Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) dan sisanya adalah pegawai asal Bank Indonesia (BI). Berikut ini nama-nama deputi komisioner OJK: 1. Lucky Fathul (Kepala Kantor BI Bandung) 2. Abraham Bastari (Sekretaris Umum Bapepam-LK) 3. Harti Haryani (Director of Logistic and Security BI) 4. Anis Baridwan (Kepala Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Riil Bapepam-LK) 5. Sri Rahayu Widodo (Direktur Direktorat Investigasi dan Mediasi Perbankan BI) 6. Robinson Simbolon (Kepala Biro Perundangan dan Bantuan Hukum Bapepam-LK) 7. M Noor Rachman (Kepala Biro Penilaian Keuangan Perusahaan Sektor Jasa Bapepam-LK) 8. Ngalim Sawega (Ketua Bapepam-LK) 9. Dumoly Freddy Pardede (Kepala Biro Dana Pensiun Bapepam-LK) Selain itu akan ada lima orang yang menjabat sebagai spesialis utama OJK mereka adalah Mulabasa
40
Hutabarat, Christina Sani, Etty Retno Wulanari, Satrio Wibowo, dan Wahyu Hidayat. Adapun Kepala Sekretaris OJK berada di bawah Triyono yang sebelumnya bermarkas di bank sentral. Dewan Komisoner Otoritas jasa Keuangan (OJK) dan para pegawainya akan efektif bekerja pada 30 Desember 2013. Untuk sementara, seluruh Dewan Komisioner dan pegawai OJK akan berkantor di Gedung Bidakara. Pegawai yang bekerja di pengawasan perbankan sementara akan berkantor di Gedung Bank Indonesia. Sedangkan pegawai untuk pengawasan pasar modal akan tetap beraktivitas di Gedung Bapepam LK (sumber: www.tempo.co). OJK harus buka buku baru dan memulai cara-cara baru dalam bekerja terutama mengatasi persoalanpersoalan industri keuangan yang juga punya tantangan baru. 1 Januari 2013 OJK mulai efektif. Terutama menyusun isu-isu perlindungan konsumen dan menerima pengaduan masyarakat. OJK bakal menyusun database produk keuangan baik perbankan atau pun non-perbankan seperti asuransi dan produk pasar modal. Sehingga, masyarakat bisa mengetahui portofolio masing-masing produk tersebut.Selain itu juga akan ada call center sehingga masyarakat bisa bertanya produk ini memang terdaftar atau tidak Kementerian Keuangan melimpahkan 13.100 aset kepada OJK. Dokumen asset negara yang dilimpahkan ini sudah diaudit dan dinyatakan semuanya dalam keadaan baik. Dokumen ini meliputi 13.100 aset, nilainya tidak kurang dari Rp 317,7 miliar (sumber: www.investor.co.id). Jumlah institusi keuangan yang akan diawasi oleh OJK adalah sekitar 3.681 unit dengan kapitalisasi senilai Rp7,778 triliun, setara dengan PDB Indonesia (sumber: catatanlepasnick. blogspot.com). Melihat hal ini tentu saja sektor keuangan akan menjadi riskan jika terjadi mismanagement atau “salah urus” oleh OJK. Mengingat keterbatasan anggaran di RAPBN 2013, diharapkan pungutan OJK bisa berasal dari industriindustri jasa keuangan. Diharapkan pungutan tersebut bisa dimulai pada 2013, jadi bisa digunakan untuk 2014. Recylce pungutan akan menghasilkan suatu mekanisme output yang positif bagi pelaku industri keuangan. Hasil dari pungutan itu bisa dihasilkan suatu pengaturan dan pengawasan yang
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
Ragam Pengawasan
lebih terintegrasi, transparan, dan adil bagi industri keuangan di Indonesia. Beban premi hendaknya tidak memberatkan industri keuangan karena akan berdampak kurang kompetitif. Hingga akhir tahun 2012, anggaran OJK berasal dari Kementerian Keuangan khususnya dari BapepamLK. Nilainya mencapai Rp 201 miliar. Dana tersebut dirinci yaitu Rp 126 miliar yang akan dikembalikan lagi ke Bapepam-LK (setelah bergabung dengan OJK pada 2013) dan untuk OJK sendiri sebesar Rp 75 miliar (sumber: kompas.com). Sejak pendiriannya, independensi lembaga adalah persoalan serius yang seringkali mengundang kritik banyak pihak. Dari 6 anggota Dewan Komisioner (DK) yang dipilih secara independen, hanya satu yang berasal dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sisanya merupakan “orang lama” Bank Indonesia dan Bapepam-LK. Selain itu anggota Ex-officio yang berasal dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan dianggap rentan sebagai “pintu masuk” bagi politisi untuk mengintervensi urusan OJK, sekalipun keberadaan mereka dimaksudkan untuk memastikan terpeliharanya kepentingan nasional dalam rangka persaingan global dan kesepakatan internasional, kebutuhan koordinasi, dan pertukaran informasi dalam rangka menjaga dan memelihara stabilitas sistem keuangan. Siapa pun yang menjadi DK di OJK akan terlibat secara batin, karena lama bekerja di satu lembaga keuangan. Mereka dikhawatirkan akan sulit bersikap objektif karena ingin membalas budi kepada lembaga yang telah membesarkannya. Ada kekhawatiran bahwa independensi OJK akan terpengaruh dengan adanya unsur ex officio dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.
makro prudensial serta pemeriksaan bank. Guna memperlancar peralihan ini, maka perlu dikoordinasikan penyamaan persepsi dan visi amanat UU OJK, struktur organisasi OJK, kebijakan dan implementasi penguasaan dan pengalihan SDM, management SDM, penggunaan aset dan sarana atau prasarana BI dalam jangka waktu tertentu serta kepemilikan, cakupan dan periode dokumen yang dialihkan. Semuanya harus dikoordinasikan. Soal kelancaran tugas di masa transisi, kebutuhan data atau informasi untuk pelaksanaan tugas, pola sharing data, pengembangan dan integrasi sistem informasi serta akuntabilitas dalam pengelolaan informasi bersama termasuk dalam menjaga kerahasiaan informasi. Para pejabat OJK diharapkan agar bersifat independen dan profesional. Selain itu, dengan dibentuknya OJK, pengawasan yang terkoordinir tidak tumpang tindih. Pengawasan hendaknya menyadari bahwa perbankan bersifat prudent dan banyak hal yang mengandung rahasia. Tidak sama dengan pasar modal yang cenderung spekulatif dan disclosure. Para elit politik diharapkan untuk tidak memasukkan kepentingan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Jika itu dilakukan, maka krisis moneter seperti tahun 1997 tak akan terulang. OJK harus menjadi lembaga yang independen, karena tantangan peralihan pengawasan BI ke OJK akan mempengaruhi stabilitas sistem keuangan di Indonesia.
Fungsi pengawasan bank (mikro prudensial) akan beralih ke OJK sedangkan BI memiliki kewenangan VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
41
RAGAM PENGAWASAN PENINGKATAN PENGELOLAAN PENERIMAAN NEGARA MELALUI SISTEM MODUL PENERIMAAN NEGARA (MPN G-1) 1. Pendahuluan Sebelum sistem MPN diterapkan (Tahun 2006), 3 (tiga) unit pengelola Penerimaan Negara menggunakan sistem penerimaan masing-masing, yaitu Ditjen Pajak menggunakan Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3), Ditjen Bea dan Cukai menggunakan Sistem Electronic Data Interchange (EDI) dan Ditjen Perbendaharaan menggunakan Sistem Penerimaan Negara (SISPEN). Sistem MPN mengintegrasikan tiga sistem penerimaan tersebut dan MPN merupakan modul yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pencatatan, sampai dengan pelaporan. Pengembangan sistem pembayaran penerimaan negara ini bertujuan meningkatkan efisiensi layanan sekaligus sebagai langkah modernisasi sistem pembayaran penerimaan negara. Keberadaan MPN diyakini akan memberikan kemudahan bagi wajib pajak/wajib bayar/wajib setor untuk menunaikan kewajiban perpajakannya melalui layanan yang bersifat fleksibel berupa cara dan fasilitas payment channel, bersifat On-Line untuk layanan setoran 24 jam. Selain itu keberadaan MPN akan memberi kepastian nilai penerimaan dengan keberadaan penomoran unik dengan kode penomoran khusus (NTPN) untuk setiap transaksi sehingga diharapkan memberikan data yang akurat dengan jaminan validitas transaksi penerimaan yang terkendali dengan Real Time Monitoring. Sampai dengan saat ini MPN masih terbatas melayani beberapa jenis penerimaan negara, antara lain: Setoran Pajak (PPh Non Migas; PPN; PPnBM; PBB; BPHTB; dan Pajak Lainnya), Setoran Bukan Pajak, Setoran Bea Masuk dan Cukai, Setoran Pengembalian Belanja Negara dan Setoran Potongan SPM. Untuk penerimaan negara lainnya seperti Setoran PPh Migas, Setoran PPh Valas Non Migas, dan Setoran PBB Migas penerimaan langsung melalui BUN/BI. 2. Prosedur Penerimaan Negara Melalui MPN
42
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
RAGAM PENGAWASAN
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
43
RAGAM PENGAWASAN
Prosedur dan penatausahaan Penerimaan Negara adalah sebagai berikut : 1) Tata Cara Penyetoran Penerimaan Negara Wajib pajak/wajib bayar/wajib setor menyetor/membayar kewajibannya melalui Bank/Pos Persepsi : (1) Pembayaran diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal pembayaran. (2) Penyetoran/pembayaran dilakukan dengan menggunakan surat setoran. (3) Wajib pajak/wajib bayar/wajib setor bertanggungjawab atas kelengkapan dan kebenaran data yang digunakan untuk membayar kewajibannya. 2) Penatausahaan Penerimaan Negara pada Bank/Pos Persepsi (1) Bank/Pos Persepsi menerima surat setoran dan meneliti kesesuaian dan kelengkapan pengisian surat setoran. (2) Bank/Pos Persepsi memastikan kecukupan jumlah dana penyetor sesuai dengan jumlah setoran yang diinginkan oleh wajib pajak/wajib bayar/wajib setor. (3) Bank/Pos Persepsi merekam surat setoran ke dalam sistem MPN. (4) Bank/Pos Persepsi wajib mengkreditkan setoran penerimaan negara ke rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi. (5) Bank/Pos Persepsi wajib memberikan NTPN dan NTB/NTP atas setiap setoran penerimaan negara. (6) Bank/Pos Persepsi menyerahkan surat setoran yang telah ditandatangani, diberi stempel dinas serta telah ditera NTPN dan NTB/NTP kepada wajib pajak/wajib bayar/wajib setor. (7) Bank/Pos Persepsi melimpahkan seluruh penerimaan negara ke rekening Sub RKUN KPPN pada Bank Indonesia paling lambat pukul 16.30 waktu setempat hari kerja bersangkutan.
44
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
RAGAM PENGAWASAN (8) Bank/Pos Persepsi menyampaikan laporan atas penerimaan negara beserta dokumen sumber ke KPPN mitra kerja setiap hari. 3) Penatausahaan Penerimaan Negara pada KPPN (1) Penerimaan Negara Melalui Potongan SPM a) KPPN mengesahkan data penerimaan yang berasal dari potongan SPM yang sudah diterbitkan SP2D untuk mendapatkan NTPN paling lambat setiap akhir hari kerja. b) Menerbitkan BPN untuk transaksi penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM dengan mencantumkan NTPN dan NPP sebagai bukti pengesahan penerimaan negara. c) Menyusun DNP atas penerimaan negara yang berasal dari potongan SPM. (2) Penerimaan Negara Melalui Bank/Pos Persepsi a) Penatausahaan penerimaan negara melalui bank/pos persepsi dilakukan oleh Kuasa BUN melalui penetapan DNP pada KPPN. b) KPPN menerima dan meneliti kelengkapan LHP beserta dokumen sumber dari bank/pos persepsi. c) Meneliti kesesuaian antara DNP dengan data transaksi penerimaan. d) Mencocokkan data yang tercantum dalam Rekapitulasi Nota Kredit dengan masing-masing DNP. e) Meneliti DNP dengan dokumen sumber baik mengenai jumlah uang, jenis setoran maupun akun serta membubuhkan paraf pada setiap halaman dan tanda tangan pada lembar terakhir DNP. f) Membukukan transaksi penerimaan negara dengan melakukan unggah (upload) data transaksi penerimaan negara yang diterima dari bank/pos persepsi ke dalam aplikasi KPPN.
g) Meneliti ketepatan jumlah uang yang dilimpahkan ke rekening Sub RKUN KPPN atau rekening BO III PBB. h) Membukukan transaksi pelimpahan penerimaan negara berdasarkan Nota Debet Pelimpahan/Completion Advice. i) Menyusun laporan harian sesuai dengan ketentuan. Prosedur Perbaikan Data yang dilakukan pada Bank/ Pos Persepsi : a. Prosedur Reversal ■ Bank/pos persepsi melakukan perbaikan data transaksi penerimaan negara melalui prosedur Pembalikan (Reversal). ■ Reversal dilakukan setelah memperoleh persetujuan dari pejabat kantor cabang/ unit kerja bank/pos persepsi yang bertanggungjawab atas penatausahaan penerimaan negara dan diwujudkan dengan Kode Pengamanan (Security Code) pada sistem teknologi informasi bank/pos persepsi. ■ Reversal hanya untuk perbaikan transaksi yang diakibatkan kesalahan perekaman elemen-elemen data setoran oleh bank/pos persepsi. ■ Reversal dapat dilakukan paling lambat 1 (satu) jam setelah transaksi penerimaan negara mendapatkan NTPN. ■ Transaksi reversal harus disertai dengan perekaman transaksi pengganti. ■ Reversal dilakukan sebelum jam 15.00 waktu setempat pada tanggal buku berkenaan. ■ Dalam hal transaksi reversal tidak disertai dengan perekaman transaksi pengganti, maka pimpinan bank/pos persepsi membuat surat pernyataan tanggungjawab mutlak. ■ Bank/pos persepsi menyampaikan laporan data transaksi reversal penerimaan negara dan data transaksi pengganti dan/atau surat pernyataan tanggungjawab mutlak pada setiap hari kerja ke KPPN bersamaan dengan penyampaian LHP. ■ Penyampaian laporan data transaksi reversal penerimaan negara ke KPPN disertai dengan
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
45
RAGAM PENGAWASAN copy surat setoran dan BPN transaksi yang direversal yang telah diberi tanda batal. b. Prosedur Non Reversal ■ Dalam hal bank/pos persepsi tidak dapat melakukan reversal, maka bank/ pos persepsi mengajukan permohonan perbaikan data transaksi penerimaan negara. ■ Perbaikan data merupakan tindakan koreksi yang dilakukan pada tahun berjalan atas kesalahan pencatatan penerimaan negara oleh bank/pos persepsi dan tidak mempengaruhi kas. ■ Bank/pos persepsi mengajukan permohonan perbaikan data ke KPPN dan menyatakan bertanggungjawab atas kebenaran permohonan perbaikan dimaksud.
• Tahap pertama yaitu Rekonsiliasi atas yang dilakukan antara data transaksipenerimaan negara yang dihimpun dari Kantor Pusat Bank/ Pos Persepsidengan data transaksi penerimaan negara yang tercatat pada sistemMPN. • Tahap kedua yaitu Rekonsiliasi bawah yang dilakukan antara datatransaksi penerimaan negara yang dihimpun dari KPPN berdasarkanLaporan Harian Penerimaan (LHP) Bank/Pos Persepsi dengan datatransaksi penerimaan negara yang tercatat pada sistem MPN.
■ KPPN meneruskan permohonan perbaikan data tersebut ke unit admistrasi penerimaan negara atau satuan kerja terkait.
Hasil rekonsiliasi atas dihasilkan kategori data transaksi penerimaan negara dalam status Diakui, Audit, Belum Kirim, Tidak Diakui dan Reversal.
■ Berdasarkan permohonan dan/atau hasil konfirmasi dari unit administrasi penerimaan negara atau satuan kerja, KPPN melakukan perbaikan data.
Hasil rekonsiliasi bawah dihasilkan kategori data transaksi penerimaan negara dalam status Match, Partial Match, MPN Unmatch, LKP Unmatch dan Cancel-Out Match.
■ KPPN menyampaikan dokumen perbaikan data ke bank/pos persepsi.
hasil
■ KPPN menyampaikan hasil perbaikan data beserta dokumen pendukung ke kantor pusat DJP/DJBC/DJA melalui kantor pusat DJPB.
3. Penetapan Status Data Penerimaan Negara Melalui MPN Dalam penyelenggaraan layanan setoran penerimaan negara oleh Petugas Bank/Pos persepsi, dimungkinkan terjadinya kesalahan, kegagalan, pembatalan transaksi penerimaan negara dan/atau kerusakan data transaksi penerimaan negara yang mengakibatkan ketidaksesuaian data antara yang tercatat oleh Sistem MPN pada Kementerian Keuangan dengan yang tercatat oleh Sistem MPN pada Bank/Pos Persepsi. Untuk menjamin dan meningkatkan kualitas data transaksi penerimaan negara pada Sistem MPN maka dilakukan beberapa tahap kegiatan yaitu : 1) Rekonsiliasi data transaksi penerimaan negara pada Sistem MPN secara elektronis
46
yang dilakukan dua tahap, dimulai dari:
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
Data hasil rekonsiliasi yang masih memerlukan penetapan lebih lanjut dengan kategoriPartial Match, Reversal, Tidak Diakui, Belum Kirim, MPN Unmatch, LKP Unmatch dan Cancel-Out Match. 2) Mekanisme tindak lanjut atas data hasil rekonsiliasi berupa permintaan Klarifikasi kepada pihak-pihak terkait, yaitu: ■ data Partial Match dan Cancel-Out Match dimintakan klarifikasi kepada Bank/P0s Persepsi pembuat transaksi dan KPPN mitra kerja Bank/Pos Persepsi berkenaan. ■ data Reversal, Tidak Diakui, Belum Kirim, dan MPN Unmatchdimintakan klarifikasi kepada Bank/Pas Persepsi pembuat transaksiberkenaan. ■ data LKP Unmatch dimintakan klarifikasi kepada KPPN terkaittransaksi berkenaan. Hasil klarifikasi data transaksi penerimaan negara berupa informasi yang dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori data, yaitu Reversal, Tidak diakui, MPN Unmatch, Belum Kirim dan Cancel Out Matched.
RAGAM PENGAWASAN 3) Dilaksanakan Konfirmasi atas hasil klarifikasi kepada DJP, DJBC, DJA dan DJPb. Konfirmasi data transaksi penerimaan negara melalui MPN kepada KPPN, DJP, DJBC dan DJA, dalam rangka menindaklanjuti permintaan klarifikasi data guna mengetahui “Apakah ada diantara NTPN tersebut yang dipergunakan dalam penatausahaan/pembukuan oleh wajib bayar dan tercatat pada pembukuan KPPN, yang dipergunakan sebagai pengurang kewajiban wajib bayar yang berada dalam catatan piutang DJA, yang dipergunakan wajib bayar dalam rangka kepabeanan dan cukai menurut catatan DJBC dan yang dipergunakan wajib pajak sebagai pengurang kewajiban perpajakannya yang berada dalam catatan piutang pajak DJP ”. 4) Penyiapan dan penetapan Rekomendasi penetapan status baru datatransaksi penerimaan negara yang dilakukan dengan cara mencocokan hasilklarifikasi atas data transaksi penerimaan negara dengan hasil konfirmasi serta mempertimbangkan buktibukti yang ada dan/ataudiperoleh. 5) Penetapan dan penyampaian keputusan penetapan status baru datatransaksi penerimaan negara.
4. Permasalahan yang muncul terkait MPN TransaksiReversal terjadikarena human error (oleh petugas bank/ teller dan wajib pajak/ penyetor) yaitu berupa salah nominal, batal bayar, salah kode MAP/Akundan salah masa/ tahun pajak, Selain itutransaksi Reversal terjadi karenasistem error, yaitu berupa double input, time out, gagal cetak BPN dan gangguan sistem. Kemungkinan terjadinya kesalahan human error pada Bank/Pos persepsi tersebut disebabkan beberapa hal antara lain:
belum terstandarisasi seperti jangka waktu pelayanan dan jumlah counter/ teller yang disiapkan. ■ Para WP/Wajib Bayar/Wajib Setor masih lebih memilih menyetor langsung ke Teller di Bank dari pada pembayaran melalui e-payment melalui ATM, SMS maupun internet banking. Kemungkinan terjadinya kesalahan sistem error pada Bank/Pos Persepsi disebabkan beberapa hal, antara lain: ■ Keterbatasanjaringan perbankan/pos sehingga tempat pembayaran penerimaan negara terbatas. ■ Pelayanan terhadap WP belum terstandardisasi antara satu bank dengan bank lainnya tergantung sistem perbankan masing-masing bank ■ Saat peak season tanggal jatuh tempo pembayaran penerimaan negara sistem perbankan sering mengalami masalah dalam mengakses NTPN dari MPN. Meskipun telah terdapat ketentuan yang mengatur prosedur reversal dan seharusnya data transaksi penerimaan negara yang direversal memiliki data penggantinya, karena reversal adalah prosedur perbaikan transaksi dengan melakukan pembatalan transaksi yang keliru untuk mencatatkan kembali transaksi yang sebenarnya, namun kenyataannya masih terdapat transaksi reversal tanpa transaksi penggantinya dan meskipun ada penggantinya, transaksi tersebut berbeda pada nilai setornya atau bahkan tanggal bukunya.
Jakarta, 20 Juni 2013 Yaya Kamaya Auditor Madya Inspektorat III
Potensi kesalahan perekaman oleh Teller karena banyak struktur data MPN yang harus direkam/diinput dan potensi kesalahan terbesar pada saat peak season tanggal jatuh tempo pembayaran penerimaan negara. ■ Pelayanan
terhadap
WP/Wajib
Setor VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
47
Alexander on Leadership
N A N I P M I M E KEP M Q T DAN
B
agaimanakah peran kepemimpinan dalam implementasi manajemen kualitas total?
Sebuah kasus yang dapat dipelajari adalah sebagai berikut……. Manajemen Texas Instrumen (TI) memahami pentingnya kualitas sejak 1964, ketika pendirinya, Patrick Haggerty menerbitkan pernyataan misi dan nilai-nilai TI. Beberapa saat kemudian mereka melakukan pelatihan untuk meningkatkan kesadaran mutu yang dibawakan oleh para empu dalam bidang kualitas seperti Juran, Deming, dan Crosby. Langkah tersbeut diikuti dengan malakukan uji banding kepada perusahaan-perusahan yang menjadi model dalam kualitas. Dari hasil pelatihan dan uji banding tersebut, TI menyadari bahwa apa yang selama ini dianggap penting dalam bisnis industri elektronik yaitu teknologi harus segera diubah menjadi customer driven. Budaya perusahaan harus segera diubah. Pemimpin harus memberikan pesan yang jelas, merumuskan strategi perubahan, dan membina
48
apa yang sudah dimiliki untuk mensukseskan perubahan. Perubahan tersebut membuat perubahan yang besar dari perilaku seluruh manajer terhadap kualitas total. TI mensyaratkan manajernya untuk memimpin proses kualitas total dari depan. Mereka menyadari bahwa kepemimpinan dengan keteladanan merupakan teknik yang paling efektif untuk mencapai perubahan budaya yang signifikan. TI memiliki kebijakan kualitas untuk seluruh dunia yang dinyatakan dengan: “We will achieve business excellence by: 4 Encouraging and expecting involvement of every tier.
the
creative
4 Listening to our customers and meeting their needs. 4 Continuously improving our processes, products and services.”
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
Alexander on Leadership Komunikasi dengan seluruh staff selalu merupakan prioritas utama manajer di setiap tingkatan. Komunikasi dilakukan baik dengan saluran-saluran resmi berupa rapat- rapat, komunikasi elektronik, pengarahan dari pimpinan puncak dan manajer, dan program awareness melalui poster, majalah Total Quality Management, stiker, dan lain sebagainya. Komunikasi diarahkan agar semua anggota organisasi menyadari dan berkomitmen melaksanakan nilainilai kualitas perusahaan.
---000--Lalu bagaimana menjadi pemipin yang efektif dalam perspektif manajemen kualitas total (Total Quality Management/TQM)? John S. Oakland, seorang guru besar manajemen kualitas, memberikan beberapa persyaratan… Mengembangkan dan menerbitkan misi (belief and purpose) organisasi yang jelas. Pimpinan harus menyatakan dengan sangat jelas visinya. Apa yang diinginkannya terhadap organisasi dan apa tujuan keberadaan organisasinya. Pimpinan juga harus merumuskan misi organisasinya.Pimpinan harus mendedikasikan waktu yang memadai untuk merumuskan hal ini dan mengembangkan program-program implementasinya. Pernyataan visi dan misi tersebut selanjutnya digunakan untuk mengkomunikasikan bagaimana organisasi di masa depan. Pimpinan puncak, tidak bisa tidak, harus menunjukkan komitmen total atas hal ini. Unit audit intern harus menyelaraskan pernyataan visi dan misinya dengan visi dan misi orgainsasi secara keseluruhan dengan tetap menjaga visi dan misi khasnya sebagai unit audit intern yang independen dan objektif.
akan lebih menekankan strategi asurans ataukan mengedepankan strategi tipe konsultatif. Strategi tersebut akan menentukan arah dan postur organisasi yang akan dicapai. Meskipun pimpinanlah yang bertanggung jawab menysusun strategi, pelibatan seluruh pegawai organisasi akan meningkatkan komitmen mereka. Identifikasi faktor-faktor penting untuk keberhasilan (critical succes factors/CSF) dan proses utama organisasi. Selanjutnya mengidentifikasi CSF, yaitu tujuan antara yang sangat penting bagi pencapaian visi dan misi. CSF adalah apa yag harus dipenuhi agar misi dan visi bisa
Kembangkan strategi yang jelas dan perencanaan yang kuat untuk mencapai visi dan misi. Pencapaian visi dan misi mensyaratkan pengembangan strategi termasuk strategi posisi di pasar. Untuk organisasi audit intern harus menentukan apakah strategi yang akan digunakan untuk mendukung pelaksanaan tugas dalam konstelasi divisi-divisi dalam organisasi. Apakah VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
49
Alexander on Leadership kinerjanya”. Sikap ini harus di mulai dari pimpinan puncak dan terus mewarnai pemimpin di bawahnya sampai seluruh pegawai. Hal tersebut terjadi apabila pimpinan puncak menjadi teladan. Katakata memang mudah diucapkan tetapi tidak akan berarti jika pemimpin tidak menjalankannya secara konsekwen.
b. Kemampuan Setiap pegawai harus dapat melaksanakan apa yang dibutuhkan dan diharapkan darinya, tetapi yang terpenting adalah menentukan apa yang benar-benar dibutuhkan dan diharapkan. Jika apa yang diharapkan dari setiap pegawai tidak jelas dan standar kinerja yang diharapkan terhadap pegawai juga tidak jelas maka pimpinan tidak dapat berharap pegawai untuk menghasilkan kinerja yang berkualitas.
tercapai. CSF kemudian diikuti dengan menentukan proses utama organisasi, sebuah proses yang harus dilakukan untuk mencapai kondisi CSF. Mereviu struktur manajemen. Setelah mendefinisikan visi, misi, strategi, CSF dan proses utama mungkin memerlukan reviu atas struktur organisasi. Seluruh jajaran pimpinan dan pegawai dapat bekerja dengan efektif sesuai dengan proses utama yang telah ditetapkan. Reviu tersebut meliputi pendefinisian kembali tugas dan tanggungjawab setiap anggota organisasi prosedur operasi standar yang harus dilakukan. Struktur yang dirancang tersebut harus disepakati merupakan cara terbaik menjalankan proses utama.
Pelatihan, pelatihan, dan pelatihan. Pelatihan amat penting dalam meningkatkan kemampuan pegawai. Pelatihan harus sesuai dengan kebutuhan dan harapan organisasi. Pelatihan harus direncanakan dengan baik dan direviu efektivitasnya dari waktu ke waktu.
c. Partisipasi Partisipasi seluruh pegawai harus dibangun untuk ikut serta menjamin kualitas. Untuk itu pegawai harus dibekali kemampuan manajemen praktis yang mendasar. Pegawai setidaknya diberikan pelatihan untuk menjalankan Plan, Do, Check, Action (PDCA).
Memberdayakan dan meningkatkan partisipasi pegawai. Agar kepemimpinan menjadi efektif, pimpinan harus dekat dengan pegawai. Pimpinan harus mengembangkan komunikasi efektif baik ke atas, kebawah, maupun horizontal. Apa-apa yang dikomunikasikan harus diambil tindakan nyata, tanpa tindakan nyata, pegawai akan frustasi dan enggan berkomunikasi.
Pegawai yang sudah mampu memnjalankan PDCA akan menjalankan proses tersebut secara serius. Apa pun yang pegawai lakukan akan mengikuti siklus PDCA secara runtut dan tidak menggunakan pendekatan tradisional yang sekedar menjalankan (do). Langkah dasar PDCA tersebut harus dilengkapi dengan pengetahuan tentang manajemen proyek, teknik perencanaan, dan metode pemecahan masalah. Pengetahun tersebut dapat diajarkan dalam tempo yang relatif singkat.
Pemberdayaan pegawai harus memperhatikan halhal berikut:
a. Sikap. Sikap utama dalam memimpin setiap organisasi yang akan jadi pemenang digambarkan dalam kalimat berikut: “ Saya akan memahami secara pribadi siapa pelanggan saya dan apa kebutuhan dan ekspektasi mereka. Saya akan melakukan apa pun yang diperlukan untuk memuaskan mereka. Saya akan memahami dan mengkomunikasikan persyaratan saya kepada pemasok, dan menginformasikan kepadanya apabila ada perubahan dan memberikan umpan balik atas
50
Jadi, wahai pemimpin siapkan rencana aksi nyata kalau ingin organisasi anda menjadi organisasi yang menjalankan manajemen kualitas total (TQM)…… Jakarta, 28 Juni 2013
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
kartun
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
51
Pojok psikologi
Lonely, I’m feeling so lonely..
KESEPIAN? Siapa takut..
S
ebagai auditor yang sering melanglang buana ke kota orang dalam waktu yang tidak sebentar, tak ditampik ada saat-saat tertentu anda merasa “kesepian”. Apa sih itu rasa kesepian? Kesepian merupakan salah satu bentuk kesedihan. Kesepian menurut ilmu psikologi merupakan perasaan terkucil, penuh kesedihan karena merasa dirinya hanya hanya hidup seorang diri. Berikut adalah daftar Do & Don’t dalam mengatasi ketika rasa itu datang:
Do 1. Use your phone or laptop to communicate with your significant others. Ketika sudah berakhir hari penugasan audit dan kembali ke hotel, apabila rasa kesepian melanda, gunakan kemajuan teknologi untuk membantu anda, telepon / skype / chat dengan kekasih hati anda atau orang dekat lain yang anda anggap penting. Bila berkomunikasi dengan significant other biasanya akan memakan waktu berjam-jam sehingga anda dapat melupakan kesepian anda, ceritakan tentang hari anda kepadanya dan mintalah dukungan semangat.
2. Go out and have fun with your team. Keluarlah dengan teman-teman setim anda, baik itu wisata kuliner maupun belanja oleh-oleh, bahkan sekedar ngopi dan ngobrol di cafe, manfaatkan waktu luang untuk bersama dan bersosialisasi dengan orang lain.
52
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
Pojok psikologi 3. Spend your time to do your hobby. Hobi, ini cara paling ampuh mengatasi kesepian, bagi anda yang hobi nggame bahkan bisa sampai lupa makan loohh, apalagi lupa waktu. Waktu akan terasa cepat apabila kita mengerjakan hal-hal yang kita sukai (hobi) _time relativity_ Einstein. Bawalah peralatan hobi anda bersama, ketika anda akan pergi penugasan.
Don’t 1. Listen melankolic song (sad song). Mendengarkan lagu-lagu tentang kesepian dan kesedihan, hal tersebut akan menghanyutkan anda dalam emosi yang berlebihan dalam menangani kesepian.
2. Lonely, just me, my self and I. Mendekam dalam kamar hotel, sendirian, tidak bergabung dengan teman setim maupun masyarakat. Kesepian ditambah dengan kesendirian akan menambah luka jiwa anda.
3. Lost control. Hilang arah, membenarkan diri dengan alasan kesepian dan terasing untuk melakukan hal-hal yang melanggar norma susila dan norma agama. Anda datang ke kota tersebut tidak hanya membawa nama diri namun juga nama institusi. Kesenangan terlarang yang berlangsung dalam hitungan menit, jam maupun hari bisa saja merusak masa depan anda.
So, kesepian? Siapa takut.. (TS)
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
53
Sudut kantor
Siapa Bilang Aku Terbelakang? Siang malam aku selalu menunggu Menunggu tak kenal waktu Ya, aku memang bisu Tapi aku kan selalu ada dihari-harimu Memang, aku selalu ditempatkan dibelakang Identik dengan urusan buang-membuang Dan tak pernah ada di pikiran orang-orang Mungkin, 4x4 meter ukuran yang pas untukku Bau. Itulah opini orang terhadapku Aku pasrah apabila mereka tak menyukaiku Tetapi, para perempuan dengan piranti dandannya Para gadis dan ibu-ibu dengan bermacam cerita Para lelaki dengan segala info olahraga Selalu datang menyapa tiap harinya Dan, aku tak pernah bosan dengan mereka Meski aku hanya dibutuhkan sesekali saja Saat mereka dengan kebutuhan buang membuangnya Tapi tak apa, aku rasa aku berguna Meskipun, ada sebagian yang datang untuk menyiksa Namun ada juga yang memelihara tanpa terpaksa Sesungguhnya aku juga mempunyai rasa Ah.. Seandainya semua berhati sama
54
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
Sudut kantor Mungkin tak pernah terpikir di benak kita, betapa dekatnya kita dengan tempat tersebut. Di tengah keseharian dengan jam-jam kesibukan kerja, tak banyak waktu yang habis disana. Terikat ruang dan waktu, yang tak pernah lekang oleh waktu. Ruang yang tak lapang dan meskipun hanya pada waktu tertentu kita kesana, keberadaannya selalu kita butuhkan. Peradaban yang maju, memberikan ia wajah baru. Dengan wajah yang berbeda dan nama yang beraneka, mungkin terlihat tak sama, tapi hanya satu gunanya. Ruang yang sepi dan sunyi ini, terkadang juga mampu melahirkan inspirasi. Dengan kondisinya yang sedemikian rupa, ia mencerminkan gaya hidup penggunanya. Bersih tidaknya, normal atau tidak fungsinya, dan bagaimana harumnya, bergantung pada kedisiplinan dan kepedulian kita sendiri. Ya, itulah toilet kita... (RHM/NYM)
"
Dan, aku tak pernah bosan dengan mereka Meski aku hanya dibutuhkan sesekali saja Saat mereka dengan kebutuhan buang membuangnya Tapi tak apa, aku rasa aku berguna"
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
55
HOBBY
T
Bermusik itu A
idak sedikit orang yang sulit mengkespresikan perasaannya dalam kata-kata, mereka cenderung diam, malu, atau bahkan takut untuk mengatakan hal yang benar-benar membuncah dalam hati. Perasaan yang berkecamuk itu kadang harus dikeluarkan agar hati menjadi tenang. Banyak bentuk/cara untuk meluapkan perasaan tersebut salah satunya adalah lewat musik. Mengambil mic di tempat karaoke lalu bernyanyi sekencang-kencangnya, memainkan gitar/piano/bass/drum sesuai suasana hati. Jika hati senang memainkan lagu-lagu ceria dan jika sedih memainkan yang mellow. Bahkan menciptakan sebuah lagu bukanlah hal yang sulit jika sudah terbiasa. Menciptakan lagu cinta untuk orang yang disayang, lagu rindu untuk seseorang yang sedang menunggu di tempat jauh atau bahkan lagu kritik terhadap pemerintahan yang penuh intrik. Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan mempunyai fasilitas yang bisa dibilang cukup memadai untuk bermain musik. Bertempat di lantai 13, Itjen punya semacam studio kecil untuk mefasilitasi pegawainya dalam bermain musik. Di sana terdapat keyboard, gitar, bass, drum, cajone, dan mic. Ruangan tersebut biasa dipakai oleh pegawai Itjen untuk bermain musik, khususnya ketika akan diselenggarakan acara yang membutuhkan hiburan. Latihan biasanya saat jam istirahat atau jam pulang kantor sehingga tidak mengganggu pekerjaan pegawai lain. Sebenarnya banyak pegawai Itjen yang mempunyai suara merdu dan jago memainkan alat musik, namun entah kenapa mereka seolah tenggelam dalam pekerjaan dan kesibukannya sehingga lupa cara untuk bersenang-senang. Mempunyai studio sendiri dengan fasilitas
56
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
HOBBY
Asyik
yang lengkap seharusnya bisa dimanfaatkan para pegawai untuk mengekspresikan dirinya. Rehat sejanak dari ruwetnya pekerjaan dengan bermain musik bersama kawan, memainkan lagu jaman sekarang atau nostalgia lalu tertawa bersama hingga jalannya waktu menjadi tak terasa pastilah menyenangkan untuk dilakukan. Musik itu seni, sesuatu yang tercipta dari bentuk ekspresi dan kreativitas manusia yang menghasilkan unsur keindahan. Tidak ada batasan umur dalam bermusik, tua muda boleh memainkannya. Tidak perlu merasa rendah saat suara atau kemampuanmu dalam bernyanyi dan bermain alat musik masih banyak kekurangan, itu bukan alasan untuk tidak melakukannya, Justru itu menjadi alasan supaya kita berusaha lebih baik lagi. Jangan pernah berpikir tidak mempunyai bakat, musik bukan soal bakat tapi soal ekspresi diri. Masa bodoh dengan pendapat orangorang sekitar yang mengatakan suara dan permainan gitar kita yang tidak enak didengar. Mungkin kalau boleh mengutip kata Soimah “Masalah buat loe?!”. Mari Bermusik, Mari Berekspresi. (BPG/JRA)
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
57
BERITA KELUARGA PENSIUN Selamat memasuki masa purnabhakti, pensiun bukan berarti berhenti berkarir, tapi menuju sebuah karir yang baru.. Terimakasih banyak atas kontribusi Bapak dan Ibu selama ini untuk Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.. April 2013
Kristanto, S.H.
Auditor Muda Inspektorat IV
Elyta, S.E
Pelaksana Bagian Perencanaan dan Keuangan
Yusi Mariani, B.Sc
Pelaksana Bagian Kepegawaian Mei 2013
Sedyo
Pelaksana Bagian Sistem Informasi dan Pengawasan Juni 2013
Mugaini
Pelaksana Inspektorat III
58
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
RESENSI BUKU Judul : Pengarang : Penerbit : Tahun Terbit :
Efektivitas Kebijakan Kelembagaan PEngawasan Prof. Dr. Makmur, M.Si. Refika Aditama 2011
I
stilah pengawasan di tengah-tengah kehidupan masyarakat memliki tingkat penafsiran, dimulai dari penafsiran yang sangat sederhana sampai kepada penafsiran yang sangat komplek dan rumit, baik yang berkaitan dengan pola pemikiran maupun pola aktifitas yang harus dilakukan. Fungsi pengawasan secara umum dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi prefentif dan fungsi represif. Buku ini menjelaskan tentang pentingnya pengawasan dalam sebuah lembaga. Pengawasan dalam buku ini dimaknai sebagai suatu bentuk pola pikir dan pola tindakan untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada seseorang atau beberapa orang yang diberikan tugas untuk dilaksanakan dengan menggunakan berbagai sumber daya yang tersedia secara baik dan benar, sehingga tidak terjadi kesalahan dan penyimpangan yang sesungguhnya dapat menciptakan kerugian oleh lembaga atau organisasi yang bersangkutan. Buku ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama membahas tentang efektivitas kebijakan, sedangkan bagian kedua membahas tentang kebijakan kelembagaan pengawasan
Judul : Pengarang : Penerbit : Tahun Terbit :
Indonesia Mengajar: kisah para pengajar muda di pelosok negeri Ikhdah Henny dan Retno Widyastuti (penyunting) Bentang 2012
P
endidikan, masih saja menjadi barang mahal di tanah saudara-saudara kita yang jauh dari pusat. Bangunan yang hampir roboh, fasilitas yang kurang memadai, jarak yang jauh dan terjal, kurangnya tenaga pengajar, dan masalah-masalah lain masih saja terjadi. Lalu, bagaimana ceritanya kalau anak-anak muda, generasi penerus bangsa ini tergerak hatinya. Mereka adalah 51 Pengajar Muda yang terpilih dari 1383 calon. Mereka rela meninggalkan kenyaman kota dan jauh dari keluarga untuk mengabdi di pelosok negeri, sebagai guru. Tak sekedar mengajar baca tulis hitung, mereka juga mengajar banyak nilai-nilai kebaikan, pun gantian belajar pada masyarakat asli. Buku ini menceritakan kisah para Pengajar Muda yang ditempatkan di beberapa pelosok negeri. Kesulitan, kebahagiaan, tangis, tawa mewarnai kisah mereka. Buku ini juga menunjukkan seperti apa wajah pendidikan negeri ini. Apa benar ada kebiasaan guru memukul muridnya dengan rotan? Apa benar guru-guru jarang dating ke sekolah, terutama saat hujan deras? Buku ini menjawab semuanya. (MJN)
VOL V No. 33 | Edisi April - Juni 2013
59