ANALISIS DAMPAK PEMBERLAKUAN ACFTA TERHADAP PROFITABILITAS, NILAI, DAN EFISIENSI PERUSAHAAN INDONESIA: STUDI ATAS PERUSAHAAN BUMN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (TAHUN 2008-2012) Atsarina Fadhlizil Ikram & Dwi Hartanti Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh pemberlakuan ACFTA terhadap profitabilitas, nilai, dan efisiensi perusahaan BUMN di Indonesia, dengan menggunakan analisis regresi dengan data panel. Dengan menggunakan 11 perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2008Q1-2012Q1, ditemukan bahwa pemberlakuan ACFTA berpengaruh negatif terhadap profitabilitas, nilai, dan efisiensi perusahaan BUMN. Profitabiltas, nilai, dan efisiensi perusahaan dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan variabel ROA, ROE, ROS, Tobin’s Q, Net Income per Employee, dan Sales per Employee. Penelitian ini juga dilakukan untuk meneliti pengaruh faktor-faktor eksternal dan internal perusahaan BUMN terhadap kinerja perusahaan BUMN sebelum dan setelah pemberlakuan ACFTA, dan ditemukan bahwa faktor kondisi makroekonomi, kompetisi pasar, dan masalah keagenan (corporate governance) berpengaruh terhadap kinerja perusahaan BUMN sebelum dan setelah pemberlakuan ACFTA. Kata Kunci : ACFTA; Profitabilitas; Nilai; Efisiensi; BUMN; Faktor internal dan eksternal Abstract This study was conducted to analyze the effect of the implementation of ACFTA on profitability, value, and efficiency of state-owned enterprises in Indonesia, by using panel data regression analysis. By using 11 state-owned enterprises listed on the Indonesia Stock Exchange in the year 2008-2012, it was found that the implementation of ACFTA negatively affect profitability, value, and efficiency of Indonesia’s state-owned companies. Profitability, value, and efficiency in this study was measured by using a variable ROA, ROE, ROS, Tobin's Q, Net Income per Employee, and Sales per Employee. This study was also conducted to investigate the influence of internal and external factors on the performance of state-owned enterprises before and after the implementation of ACFTA, and found that macroeconomic factors, market competition, and the problem of agency (corporate governance) affect the performance of state-owned enterprises before and after implementation of ACFTA. Keywords : ACFTA; Profitabilit;, Value;, Efficienc; BUMN; Internal and External Factors
1
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
2
1.
Pendahuluan Era milenium merupakan era persaingan bebas dalam dunia bisnis, dimana persaingan
dalam dunia bisnis semakin “sengit” dan terus berkembang. Setiap perusahaan dalam industri harus mampu untuk selalu meningkatkan daya saing demi menghadapi kompetitor yang semakin banyak dan semakin mudah untuk masuk ke dalam industri. Porter (1980,1985,1998) berpendapat bahwa perusahaan yang mampu bersaing atau memiliki daya saing yang baik adalah perusahaan yang memiliki market share yang luas dan juga kekuatan yang besar terhadap yang suppliers dan juga pelanggannya, serta produk yang tidak memiliki barang pengganti yang kuat (no strong substitute products). Pada tanggal 29 November 2004, Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN dan China menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation atau perjanjian kerja sama ekonomi negara-negara Asean dengan China dalam bentuk AseanChina Free Trade Area (ACFTA). Perjanjian ACFTA ini memberikan tantangan tersendiri bagi industri yang terdapat dalam negeri yang bersangkutan untuk dapat bersaing secara global. Terdapat Pro-kontra terkait dengan perjanjian yang mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2010 ini, sebagian masyarakat menganggap bahwa perjanjian ini dapat menjadi pemicu bagi industri dalam negeri untuk meningkatkan daya saing nya, namun sebagian masyarakat menganggap perjanjian ACFTA ini dapat mengancam industri nasional. Penerapan ACFTA dikhawatirkan akan menghancurkan industri nasional, sebab, tarif bea masuk barang-barang dari China ke ASEAN, khususnya Indonesia menjadi sepuluh hingga nol persen. Penurunan tarif dan bea masuk ini memberikan ancaman bagi produk lokal karena masuknya barang-barang dari Cina yang terkenal murah. Di lain pihak, para pro beranggapan bahwa pemberlakuan ACFTA akan memberikan dampak positif secara agregat pada perekonomian Indonesia. Namun yang menarik dari pro dan kontra terhadap ACFTA ini bahwa sebagian besar pengamat ekonomi bahkan pejabat publik saat itu berkomentar positf mengenai pemberlakuan ACFTA di Indonesia. Indrawati (2010) pada Rapat Kerja ACFTA dengan Komisi VI DPR di Gedung DPR RI, Rabu (20/1/2010) menyatakan bahwa ACFTA akan berpengaruh positif pada proyeksi laba industri 2010 secara agregat. Namun disamping itu faktor laba bersih, prosentase pay out ratio atas laba juga menentukan besarnya dividen atas laba perusahaan. Pengamat ekonomi Sunarsip (2012) mendukung dengan berpendapat bahwa ACFTA sesungguhnya secara agregat memiliki dampak yang positif bagi perusahaan dalam negeri. Sebagai contoh perusahaan-perusahaan konstruksi akan dengan mudah
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
3
mendapatkan bahan baku untuk kegiatan konstruksinya dengan murah: seperti besi dan baja. Selain itu perusahaan-perusahaan yang banyak membutuhkan mesin-mesin impor juga akan dengan mudah mendapatkannya dengan murah. Dengan demikian Impor bagi Indonesia akan menjadi lebih murah, sehingga harga barang-barang juga menjadi lebih murah. Keoptimisan tersebut, karena dengan adanya ACFTA, industri akan dapat memanfaatkan barang modal yang lebih murah dan dapat menjual produk ke Cina dengan tarif yang lebih rendah. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi. BUMN memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat (UU No. 19 Th 2003). Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah: (1) Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. (2) Mengejar keuntungan. (3) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak. (4) Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. (5) Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat. BUMN juga memiliki peranan yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan juga pendapatan negara. BUMN memiliki peranan yang penting terhadap pendapatan negara, dengan nilai aset yang mencapai sepertiga dari total PDB negara. Selain aspek finansial, BUMN juga memilki kontribusi untuk memproduksi produk/jasa yang belum secara ekonomis dapat diproduksi oleh swasta, namun dianggap strategis dan dibutuhkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, BUMN dinilai sebagai aset strategis negara yang perlu dijaga pertumbuhan dan perkembangannya. Menyadari pentingnya peran BUMN bagi negara, kementrian BUMN banyak melakukan persiapan untuk menghadapi ACFTA. Abubakar (2011) menyatakan bahwa kementrian BUMN telah menginstruksikan Bank BUMN untuk memberikan support penuh untuk peningkatan daya saing dan produksi BUMN. Perbankan nasional akan memberikan dukungan sepenuhnya atas percepatan bantuan permodalan, dan bunga yang diberikan bagi pengelolaan produk ACFTA akan dimaksimalkan untuk lebih rendah sehingga bisa bersaing dengan produk China yang masuk ke dalam negeri. Selain itu, untuk meningkatkan kinerja BUMN juga dilakukan perbaikan internal perusahaan BUMN dengan cara melakukan restrukturisasi dan juga perbaikan dalam penerapan Good Corporate Governance dalam organisasi BUMN. Dengan latar belakang tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk meneliti sebenarnya bagaimana dampak pemberlakuan ACFTA terhadap
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
4
kinerja perusahaan BUMN di Indonesia. Apakah benar pemberlakuan ACFTA meguntungkan BUMN seperti yang diharapkan oleh pemerintah dan pembuat kebijakan? Atau justru akan merugikan perusahaan itu sendiri? Dan apa saja faktor internal dan eksternal perusahaan yang dapat mempengaruhi
profitabilitas, efisiensi, dan nilai perusahaan sebelum dan sesudah
ACFTA?
2.
Tinjauan Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
2.1
Profitabilitas Perusahaan BUMN Sebelum/Setelah ACFTA Dengan berkurangnya pos-pos tarif untuk keluar masuknya barang ke luar atau dari
dalam negeri karena pemberlakuan ACFTA, maka perusahaan dalam negeri diharapkan dapat mendapatkan bahan baku dengan harga yang lebih murah dan memberikan dampak positif terhadap profitabilitas perusahaan. Seperti yang diungkapkan Yuce dan Rakmanyil (2010) Perdagangan bebas secara teori akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Peningkatan ini disebabkan oleh biaya impor yang lebih murah untuk perusahaan-perusahaan yang membutuhkan bahan baku dan meningkatnya penjualan barang-barang kompetitif yang diproduksi di dalam negeri pada pasar luar negeri. Pada penelitian yang dilakukannya, Yuce dan Rakhmanyil (2010) menemukan adanya peningkatan siginifikan pada ROS dan ROE perusahaan di Amerika Serikat pada tahun 1993-1997 (t-1 sampai t+3 pemberlakuan NAFTA). ROA perusahaan juga mengalami perubahan (meningkat), walaupun tidak signifikan. Dari temuan tersebut dapat disimpulkan bahwa perusahaan di Amerika Serikat mengalami peningkatan profitabilitas selama tahun 1993-1997. Penelitian mengenai NAFTA juga pernah dilakukan oleh Baggs dan Brander (2006). Penelitian yang dilakukan oleh Baggs dan Brander (2006) menemukan adanya peningkatan profitabilitas
pada perusahaan di
Canada. Maka dengan latar belakang tersebut penelitian ini berusaha membandingkan kinerja yang dicapai oleh perusahaan setelah pemberlakuan ACFTA 1 Januari 2010, dan dikembangkan hipotesis yang pertama, yaitu: H1: ACFTA berpengaruh positif terhadap profitabilitas perusahaan BUMN
2.2
Nilai Perusahaan BUMN Sebelum/Sesudah ACFTA Nilai perusahaan merupakan fungsi dari cash flow dan cost of capital (Yuce dan
Rakhmanyil, 2010). Efek keseluruhan yang diharapkan dari proses liberalisasi adalah adanya peningkatan aliran kas perusahaan yang disebabkan oleh berkurangnya biaya transaksi dan
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
5
akses modal yang lebih mudah akibat dari liberalisasi keuangan. Pada akhirnya, diharapkan adanya peningkatan nilai perusahaan dari proses tersebut. Sebaliknya, bagi perusahaan yang tidak kompetitif tingkat persaingan yang lebih besar yang harus dihadapi oleh perusahaan karena perdagangan bebas dapat menyebabkan penurunan aliran kas dan biaya transaksi yang lebih mahal. BUMN memiliki peran sebagai penyedia barang dan jasa yang dianggap strategis dan dibutuhkan oleh masyarakat, walaupun barang/jasa tersebut dinilai tidak ekonomis untuk diproduksi. Hal ini menyebabkan perusahaan BUMN memiliki kondisi yang beragam, dimana BUMN tidak selalu bermain dalam industri yang kompetitif. Dengan demikian dampak liberalisasi terhadap nilai perusahaan BUMN pun bisa beragam. Untuk membandingkan nilai pasar perusahaan pada perusahaan dengan ukuran yang berbeda, Yuce dan Rakmanyil (2010) menggunakan rasio Tobin’s Q yang juga akan digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur nilai perusahaan. Dengan latar belakang tersebut, maka dikembangkan hipotesis yang kedua, yaitu : H2 : ACFTA berpengaruh terhadap nilai perusahaan BUMN
2.3
Efisiensi Perusahaan BUMN Sebelum/Sesudah ACFTA Megginson dan Netter (2001) mengemukakan bahwa dengan menempatkan BUMN
dalam pasar kompetisi, pemerintah berharap bahwa perusahaan-perusahaan ini akan menggunakan sumber daya manusia, keuangan, maupun teknologinya secara lebih efisien. Shareholders (termasuk karyawan) dalam suatu perusahaan swasta akan mendapat keuntungan dari peningkatan efisiensi ini. Akan tetapi, perusahaan jugalah yang akan paling banyak menderita apabila efisiensi perusahaan tidak meningkat (Wardhani, 2011). Efisiensi yang dilakukan perusahaan dapat juga berupa pengurangan jumlah pegawai. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yuce dan Rakhmanyil (2010), yang menemukan bahwa terdapat penurunan tenaga kerja yang signifikan pada perusahaan Amerika Serikat setelah pemberlakuan NAFTA. Pengukuran efisiensi dilihat dengan menggunakan dua proksi yaitu Net Income per Employee (NIEFF) dan Sales per Employee (SALEFF). Dengan adanya penurunan tingkat tenaga kerja maka efisiensi perusahaan akan meningkat. Walaupun demikian, peneliti belum menemukan bukti empiris yang kuat untuk menentukan bagaimana sebenarnya pengaruh kebijakan perdagangan bebas terhadap tingkat efisiensi pendapatan dan penjualan perusahaan secara khusus, oleh karena itu untuk mengetahui bagaimana pengaruh pemberlakuan ACFTA terhadap efisiensi perusahaan, peneliti membuat hipotesis terbuka untuk menjawab pertanyaan penelitian ini.
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
6
Dengan latar belakang tersebut, maka dikembangkan hipotesis yang ketiga, yaitu : H3 : ACFTA berpengaruh terhadap efisiensi BUMN
2.4
Posisi Perusahaan dalam Pasar Pemberlakuaan ACFTA memungkinkan perusahaan asing maupun perusahaan dalam
negeri untuk lebih mudah keluar masuk pada pasar industri suatu negara (terutama dari negara anggota). Apabila semakin banyak perusahaan yang bermain dalam suatu pasar, maka tingkat kompetisi pada pasar tersebut akan semakin tinggi. Tingginya persaingan dalam suatu pasar industri akan memberikan pengaruh pada Market Share perusahaan dalam industri tersebut. Tingkat Market Share perusahaan biasa digunakan sebagai proksi untuk mengukur market power perusahaan dalam industri dan biasanya berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan, terutama pada tingkat profitabilitas perusahaan (Anastassopoulos, 2004). Market power perusahaan dapat diukur dengan menggunakan tingkat konsentrasi pasar atas penjualan yang dilakukan oleh perusahaan pada industri. Tingkat market shares perusahaan diukur dengan menggunakan four firms concentration ratio yang pernah dilakukan oleh Roberts (1999). Semakin tinggi nilai market share perusahaan menunjukkan semakin kuatnya posisi suatu perusahaan dalam industri. Anastassopulos (2004), menemukan bahwa tingkat market share perusahaan berpengaruh positf terhadap profitabilitas perusahaan makanan lokal di negara Yunani. Dengan latar belakang tersebut, maka dikembangkan hipotesis yang keempat, yaitu : H4 : Posisi perusahaan dalam pasar berpengaruh positif terhadap kinerja BUMN pada saat pemberlakuan ACFTA
2.5
Kondisi Makroekonomi Negara ACFTA adalah sebuah kebijakan yang akan memberikan pengaruh pada keadaan
makroekonomi di Indonesia. Kondisi makroeknomi ini dapat memberikan pengaruh terhadap kinerja BUMN. Berdasarkan tinjaunnya dari berbagai studi empiris, Boubakri et al (2005a) berpendapat bahwa kinerja perusahaan milik negara di negara berkembang dipengaruhi oleh kondisi maroekonomi negara yang bersangkutan. Kondisi makroekonomi suatu negara dianggap sebagai faktor eksternal yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan.
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
7
2.5.1 Keterbukaan Pasar Kebijakan perdagangan internasional seperti ACFTA memberikan pengaruh pada tingkat keterbukaan suatu pasar dalam negeri sebagai salah satu faktor makroekonomi yang diperkirakan akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Mankiw (2008) mengatakan bahwa terdapat keuntungan yang dapat diperoleh dari pasar yang lebih terbuka pada perdagangan internasional. Perdagangan internasional memberikan kesempatan pada masyarakat untuk memproduksi atau mengonsumsi apa yang terbaik bagi mereka yang dapat diperoleh dari pasar yang lebih luas (tidak terbatas negara). Keterbukaan pasar juga dapat meningkatkan standar hidup masyarakat suatu negara dengan membiarkan negara tersebut untuk memproduksi barang/jasa yang memiliki comparative advantage. Oleh karena itu, kebijakan perdagangan internasional akan berpengaruh pada trade balance suatu negara. Purwaningsih (2012) menemukan bahwa setelah dua tahun sejak diberlakukannya ACFTA pada tahun 2010, nilai ekspor Indonesia ke Cina maupun nilai impor Indonesia dari Cina sama-sama mengalami peningkatan. Namun peningkatan impor Indonesia ke Cina lebih besar daripada peningkatan ekspor nya. Hal ini menyebabkan Indonesia masih mengalami deficit trade balance. Dalam penelitinnya Boubakri et al (2005a) menggunakan ukuran tingkat perdagangan sebagai proksi untuk mengukur tingkat keterbukaan pasar suatu negara yang juga sebagai faktor makroekonomi yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Ukuran perdagangan suatu negara dihitung dengan membandingkan trade balance suatu negara terhadap PDB nya. Boubakri et al (2005a) menemukan bahwa perubahan ukuran tingkat perdagangan suatu negara berpengaruh positif terhadap perubahan profitabilitas dan efisiensi perusahaan milik negara di negara berkembang yang terdaftar pada Bank Dunia. Dengan latar belakang tersebut, maka dikembangkan hipotesis yang kelima, yaitu : H5 : Tingkat keterbukaan pasar berpengaruh positif terhadap kinerja BUMN pada saat pemberlakuan ACFTA
2.5.2 Tingkat Inflasi Tingkat inflasi juga merupakan salah satu kondisi makroekonomi yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap kinerja suatu perusahaan. Tingkat inflasi dalam hal ini berhubungan dengan teori paritas daya beli suatu negara. Mankiw (2008) dalam bukunya yang berjudul Principle of Economics mangatakan bahwa: “Jika dua Negara menghasilkan produk yang merupakan substitusi satu sama lain, permintaan produk tersebut akan berubah saat terjadi perbedaan tingkat inflasi. Jika
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
8
Inflasi mata uang asal (Ih) lebih besar dari inflasi mata uang asing (If) dan nilai tukar mata uang kedua negara tersebut tidak berubah, maka daya beli konsumen atas barang asing lebih besar dibandingkan daya beli atas barang lokal, dan sebaliknya ” Apabila tingkat inflasi di suatu negara lebih tinggi dari tingkat inflasi negara lain, masyarakat akan cenderung membeli barang dari luar negeri karena dianggap lebih murah, begitupun sebaliknya. Yuce dan Rakhmanyil (2010) menggunakan tingkat inflasi pada periode t-1 sebagai variabel independen yang mempengaruhi kinerja perusahaan, dan menemukan bahwa tingkat inflasi berpengaruh signifikan negatif terhadap profitabilitas perusahaan. Dengan latar belakang tersebut, maka dikembangkan hipotesis yang keenam, yaitu : H6 : Tingkat inflasi berpengaruh negatif terhadap kinerja BUMN pada saat pemberlakuan ACFTA
2.6
Masalah Keagenan (Corporate Governance) Penerapan Good Corporate Governance (GCG) telah menjadi trend bagi perusahaan
untuk meningkatkan kinerja perusahaan belakangan ini. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor : Kep-117/MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 yang telah berubah menjadi Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor : Per-01/MBU/2011 tanggal 1 Agustus 2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara yang mengacu pada pasal 2 ayat (1), menekankan bahwa BUMN berkewajiban BUMN untuk menerapkan GCG secara konsisten dan berkelanjutan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah melakukan perbaikan reporting perusahaan kepada stakeholders dengan menerapkan prinsip TARIF, yaitu Transparency, Accountability, Responsibility, Independency, dan Fairness . Permasalahan terkait Corporate governance yang sering dialami oleh perusahaan milik negara adalah adanya agency problem atau masalah keagenan dalam organisasi perusahaan. Masalah keagenan disebutkan sebagai salah satu penyebab BUMN tidak beroperasi secara efektif (Boubakri, 2004a). Megginson, Nash, dan Randenborgh (1994) mengemukakan bahwa perusahaan milik pemerintah pada struktur modalnya tidak bisa berjalan dengan efektif. Hal itu dikarenakan perusahaan dengan kepemilikan pemerintah (BUMN) sering ditunggangi oleh berbagai tujuan oleh pemerintah, misalnya memaksimalkan tingkat pekerja dan mengembangkan keuntungan bagi negara yang terbelakang. Faisal (2005) dalam penelitiannya menggunakan dua variabel untuk mengukur masalah keagenan pada
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
9
perusahaan yaitu pendekatan asset utilization yang dikur dengan menggunakan rasio perputaran aktiva (Asset Turnover) dan pendekatan beban operasional yang diukur dengan menggunakan rasio beban operasional perusahaan terhadap total penjualan. Faisal (2005) menyatakan tingkat asset turnover yang tinggi mengindikasikan praktek yang efisien dalam pemanfaatan aset sehingga akan meningkatkan nilai perusahaan. Beban operasional menujukkan diskresi manajerial dalam membelanjakan sumberdaya perusahaan. Semakin tinggi beban diskresi manajerial mengindikasikan semakin tingginya biaya keagenan. Fairfield dan Yohn (2001) dengan mengambil sampel perusahaan di Amerika Serikat menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara rasio perputaran aktiva dan tingkat profitabilitas perusahaan yang diukur dengan rasio ROA dan ROE. Wardhani (2011) dalam peneltiannya menemukan bahwa tingkat perputaran aktiva berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan BUMN dan beban operasional berpengaruh negatif terhadap kinerja perusahaan BUMN. Dengan latar belakang tersebut, maka dikembangkan hipotesis yang ketujuh dan kedelapan, yaitu : H7 : Masalah keagenan yang diukur dengan pendekatan asset utilization berpengaruh positif terhadap kinerja BUMN pada saat pemberlakuan ACFTA H8 : Masalah keagenan yang diukur dengan pendekatan beban operasional berpengaruh negatif terhadap kinerja BUMN pada saat pemberlakuan ACFTA.
3.
Metodologi Penelitian
3.1
Data dan Sampel Untuk melakukan analisis dalam penelitian ini, penulis menggunakan menggunakan 4
tahun (16 triwulan) sebagai masa pengamatan penelitian. terdiri dari 8 triwulan sebelum pemberlakuan ACFTA pada 1 Januari 2010
(t-8,t-7,..., t-1) dan 8 triwulan setelah
pemberlakuan ACFTA (t+1, t+2,...,t+8). Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari laporan keuangan interim perusahaan sebagai sumber data utama, yaitu laporan laba rugi, neraca, dan informasi lain mengenai perusahaan. Data yang merupakan akun laporan laba rugi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan jumlah tambahan (incremental) dari jumlah akun triwulan sebelumnya, untuk triwulan pada tahun yang sama. Data finansial perusahaan ini diperoleh dari Data stream yang disediakan oleh Pusat Data Ekonomi dan Bisnis Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (PDEB FEUI). Selain laporan keuangan, informasi-informasi lain yang diperlukan dalam penelitian juga diperoleh dari Fact
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
10
Book BEI, Indonesian Capital Market Directory (ICMD), dan informasi-informasi lain yang membantu. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan BUMN yang tercatat pada periode antara 1 Januari 2008 hingga 31 Maret 2012. Perusahaan yang dipilih tidak termasuk perusahaan yang berada dalam industri keuangan karena data keuangannya berbeda dengan perusahaan lain, untuk menghindari perbedaan karakteristik perusahaan. Setelah mengeluarkan perusahaan keuangan, peneliti melakukan pemerikasaan terhadap data yang tidak lengkap dan juga outlier data dan kemudian melakukan perbaikan/penyesuaian terhadap data tidak lengkap dan data outlier tersebut. Ada atau tidaknya data outlier dilihat dari statistik deskriptif masing-masing variabel penelitian, dimana data yang bernilai lebih/kurang dari batas maksimum/minimum yang diperbolehkan dianggap sebagai outlier. Data outlier dalam penelitian ini diatasi dengan metode wisorize yaitu dengan mengganti data yang bersifat outlier dengan batas maksimum/minimum yang diperbolehkan tersebut. Batas maksimum dan minimum dari nilai variabel dihitung dengan cara menjumlah kan nilai mean ditambah (atau dikurangi) 3 x standar deviasi nya. Dengan mengunakan kriteria di atas, maka diperoleh total sampel sebanyak 11 perusahaan, dengan total 176 observasi untuk masing-masing model yang diperoleh dari 11 data perusahaan BUMN dikalikan dengan 16 periode waktu pengamatan.
3.2
Univariate Analysis Dalam melakukan Univariate Analysis, digunakan metode nonparametrik seperti yang
digunakan Yuce dan Rakmanyil (2010) dan juga oleh Megginson, Nash, dan van Randerborgh (1994). Untuk menguji prediksi teoritis, langkah yang dilakukan pertama-tama adalah
menghitung
nilai
masing-masing
proksi
(variabel
independen),
yaitu
ROA,ROE,ROS,Tobins’s Q, NIEFF, dan SALEFF, yang digunakan pada periode yang telah yang ditentukan yaitu triwulan I tahun 2008 (t-8) hingga triwulan I tahun 2012 (t+8). Proksi ini kemudian dianalisis dengan menggunakan Wilcoxon Signed-Rank Test untuk melihat apakah terdapat perbedaan mean yang signifikan pada performa perusahaan sebelum dan setelah pemberlakuan ACFTA.
3.3
Multivariate Analysis Dalam melakukan analisis multivariat, digunakan pendekatan estimasi model panel
dengan model regresi linear berganda untuk periode 2008 Q1 – 2012 Q1. Variabel indikator
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
11
DACFTA bernilai 0 pada periode sebelum 2010 Q1 dan bernilai 1 setelah 2010 Q1. Untuk mengukur pengaruh dari faktor internal dan eksternal terhadap kinerja BUMN setelah pemberlakuan ACFTA, peneliti menginteraksikan variabel dummy DACFTA dengan variabel faktor
internal/eksternal
yang
mempengaruhi
kinerja
perusahaan
BUMN
setelah
pemberlakuan ACFTA. Model penelitian dibangun berdasarkan tinjauan literatur yang telah dilakukan sebelumnya. Maka spesifikasi model yang digunakan dalam analisis ini adalah sebagai berikut :
KINEi,t 0 1 DACFTAi,t 2 X i,t 3Yi,t I X i DACFTA i,t i
Keterangan : KINEi,t
: Kinerja BUMN pada periode t
DACFTAi,t
: Sebelum / setelah ACFTA (dummy)
Xi,t
: Faktor internal dan eksternal pada periode t
Yi,t
: Variabel kontrol pada periode t
KINEi,t diukur dengan menggunakan tiga proksi yaitu ROA (Return on Asset), ROE (Return on Equity), dan ROS (Return on Sales) untuk profiabilitas. Net Income Efficiency (Nieff) dan Sales Efficiency (Saleff) untuk efisiensi perusahaan. Dan yang terakhir, proksi Tobin’s Q untuk mengukur nilai perusahaan. Variabel yang digunakan sebagai proksi dari faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi kinerja perusahaan BUMN (X i,t) terdiri dari Market Share perusahaan pada periode t (MSHARE), Asset turnover perusahaan pada periode t (AST), rasio beban operasional perusahaan terhadap total penjulan pada periode t (SGA), tingkat inflasi pada periode t-1 (LAGINFLASI), dan rasio Net Export terhadap PDB pada periode t (TRADE). Variabel kontrol (Yi,t) yang digunakan terdiri dari leverage perusahaan pada periode t (LEV) dan ukuran perusahaan yang merupakan logaritma natural dari total assets pada periode t (FIRMSIZE).
4.
Hasil Penelitian
4.1
Univariate Analysis Secara teori, pemberlakuan ACFTA akan memberikan pengaruh terhadap variabel-
variabel dependen dan independen dalam penelitian ini. Variabel dependen merupakan proksi
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
12
untuk mengukur perubahan kinerja BUMN sebelum dan sesudah pemberlakuan ACFTA. Variabel independen dalam penelitian ini dianggap sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan dalam pemberlakuan ACFTA. Metode non-parametrik Wilcoxon SignedRank Test dilakukan untuk melihat apakah terdapat perubahan mean yang signifikan pada variabel-variabel penelitian, seperti tercantum pada tabel 4.1 dibawah ini :
Tabel 4.1 Hasil Uji Wilcoxon Variabel
Mean Before
Mean After
Mean Change
Asymp. Sig. (2tailed)
Variabel Dependen: 0.1165 ROA 0.2091 ROE 0.1244 ROS 2.5414 TobinsQ 335860 Nieff 3003500 Saleff
0.1226 0.2250 0.1544 3.3208 546270 3398500
0.0061 0.0159 0.0300 0.7794 210410 395000
0.023 0.037 0.000 0.019 0.000 0.000
** ** * ** * *
Variabel Independen: 0.4416 Mshares 1.1235 AST 0.0352 SGA 2.2738 LagInflasi 0.0992 Trade 0.5051 Lev 22.6919 FirmSize
0.4269 1.0399 0.0350 1.8800 0.1088 0.4718 22.8898
-0.0147 -0.0836 -0.0002 -0.3938 0.0096 -0.0333 0.1979
0.000 0.003 0.934 0.436 0.000 0.000 0.000
* *
Ket: * ** ***
* * *
Signifikan pada tingkat Kepercayaan 99% Signifikan pada tingkat Kepercayaan 95% Signifikan pada tingkat Kepercayaan 90%
Sebelum pemberlakuan ACFTA, nilai ROA menunjukkan rata-rata sebesar 11,65% dan setelah pemberlakuan ACFTA meningkat menjadi 12,26% (signifikan pada tingkat kepercayaan 95%). ROE sebelum dan setelah ACFTA menunjukkan peningkatan dari 20,91% menjadi 22,5% (signifikan pada tingkat kepercayaan 95%). Rata-rata ROS meningkat (signifikan pada tingkat kepercayaan 99%) dari 12,44% menjadi 15,44%. Nilai rata-rata TOBINSQ setelah pemberlakuan ACFTA lebih tinggi dibandingkan sebelum ACFTA, yaitu 2,54 menjadi 3.32 (signifikan pada tingkat kepercayaan 95%). Hal
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
13
serupa terjadi pada tingkat NIEFF dan SALEFF yang mengalami peningkatan signifikan setelah pemberlakuan ACFTA. Nilai NIEFF meningkat dari Rp. 335 juta menjadi Rp.546 juta dan SALEFF meningkat Rp. 3.003 juta menjadi Rp. 3.398 juta (signifikan pada tingkat kepercayaan 99%) Rata-rata MSHARES mengalami perubahan secara signifikan dengan koefisien negatif, menunjukkan bahwa secara umum market shares perusahaan mengalami penurunan setelah pemberlakuan ACFTA. Hal ini menggambarkan bahwa pemberlakuan ACFTA meningkatkan tingkat kompetisi pasar dalam industri dimana perusahaan akan lebih mudah untuk masuk (atau keluar) kedalam pasar yang akan menyebabkan penurunan market shares perusahaan menurun karena terdapat semakin banyak pesaing yang bermain dalam pasar. Rata-rata AST mengalami penurunan (signifikan pada tingkat kepercayaan 99%) dari 1,12 menjadi 1,04, hal ini menunjukkan terdapat penurunan pada tingkat efisiensi penggunaan aset pada perusahaan BUMN setelah pemberlakuan ACFTA. Rata-rata SGA, yang digunakan untuk mengukur tingkat diskresi manajerial, juga mengalami penurunan walaupun tidak signifikan. Rata-rata TRADE mengalami perubahan secara signifikan dengan koefisien positif, menunjukkan bahwa trade balance negara mengalami peningkatan setelah pemberlakuan ACFTA. Rata-rata LEV mengalami perubahan yang signifikan dengan koefisien negatif, yang menujukkan terdapat perubahan yang signifikan terhadap struktur modal BUMN setelah pemberlakuan ACFTA. Ukuran perusahaan FIRMSIZE juga mengalami perubahan secara signifikan dengan koefisien positif (signifikan pada tingkat kepercayaan 99%).
4.2
Multivariate Analysis Regresi dilakukan dengan menggunakan STATA 10.0. Sebelumnya peneliti
melakukan uji asumsi klasik terhadap model untuk mengetahui apakah terdapat permasalahan multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi pada keenam model penelitian. Dari hasil uji asumsi klasik, ditemukan bahwa keenam model mengalami permasalahan heteroskedastisitas dan autokorelasi. Untuk mengatasi permasalaha heteroskedastisitas dan autokorelasi tersebut, regresi dilakukan dengan metode Generalized Least Square (GLS). Uji F statistik dilakukan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel dependennya. Dari uji keseluruhan model dalam tabel 4.5 terlihat bahwa prob F variabel dependen yang diregresi memiliki nilai statistik yang signfikan (< 0.05). Angka statistik tersebut menunjukkan bahwa
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
14
variabel independen yang digunakan dalam model mempunyai pengaruh terhadap variabel dependennya. Nilai R2 menunjukkan baik atau tidaknya model regresi yang digunakan dalam penelitian. Semakin besar nilai R2, maka semakin besar pula kemampuan variabel independen yang digunakan dalam model untuk menjelaskan variabel dependen. Dalam tabel regresi 4.5 terlihat bahwa nilai R2 untuk model berkisar diatas 40% hingga 68%. Angka R2 dapat diartikan variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 40% hingga 68%. Sedangkan sisanya, yaitu 32% hingga 60% merupakan pengaruh variabel bebas lainnya diluar model. Uji t dilakukan untuk mengetehaui bagaimana pengaruh variabel independen sebagai faktor yang akan mempengaruhi variabel dependen. Dari tabel regresi 4.2 terlihat bahwa koefisien DACFTA bernilai negatif (signifikan pada tingkat kepercayaan 99%) terhadap ROA, ROE, dan ROS, hal ini menunjukkan bahwa pemberlakuan ACFTA memberikan pengaruh negatif terhadap profitabilitas BUMN. Koefisien DACFTA juga menunjukkan koefisien negatif pada variabel Tobin’s Q (signifikan pada tingkat kepercayaan 95%), dan juga pada variabel efisiensi NIEFF (signifikan pada tingkat kepercayaan 99*). Koefisien DACFTA*MSHARE menunjukkan nilai yang positif (signifikan pada tingkat kepercayaan 99%) terhadap ROA, ROE, dan ROS. Hal serupa juga terjadi terhadap nilai perusahaan TOBINSQ serta efiesiensi NIEFF dan SALEFF yang menujukkan koefisien positif (signifikan pada tingkat kepercayaan 99%). Koefisien DACFTA*TRADE menunjukkan nilai yang positif (signifikan pada tingkat kepercayaan 99%) terhadap ROA, ROE, dan ROS. Koefisien positif juga terlihat terhadap efiesiensi pendapatan NIEFF (signifikan pada tingkat kepercayaan 90%). ACFTA*TRADE tidak berpengaruh signifikan terhadap TOBINSQ dan SALEFF (dengan koefisien negarif). Koefisien DACFTA*INFLASI menunjukkan nilai yang negatif (signifikan pada tingkat kepercayaan 95%) terhadap ROA, ROE, dan ROS. ACFTA*INFLASI tidak berpengaruh signifikan terhadap TOBINSQ, NIEFF, dan SALEFF. Koefisien DACFTA*AST signifikan terhadap ROA, ROE, TOBINSQ, NIEFF, dan SALEFF, serta memiliki koefisien yang konsisten, positif, terhadap semua variabel kinerja. Koefisien DACFTA*SGA signifikan terhadap TOBINSQ (dengan koefisien positif) serta NIEFF, dan SALEFF (dengan koefisien negatif). Walaupun tidak signifikan, koefisien DACFTA*SGA konsisten bernilai negatif untuk variabel profitabilitas ROA, ROE, dan ROS.
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
Tabel 4.2 - Hasil Regresi KINEi ,t 0 1 DACFTAi ,t 2 X i ,t 3Yi ,t I X i DACFTA i ,t i
Variabel C DACFTA DACFTA*mshare DACFTA*AST DACFTA*SGA DACFTA*inflasi DACFTA*trade mshare AST SGA LagInflasi Trade Lev FirmSize R-squared Wald Chi2 Prob > Chi2 Ket: * ** ***
ROA (Fixed Effect) Coeff. Prob. -3.825 0.000 -0.327 0.000 0.089 0.010 0.059 0.004 -0.181 0.493 -0.011 0.017 2.277 0.001 -0.877 0.000 0.147 0.000 0.402 0.206 0.015 0.000 -2.053 0.000 -0.038 0.616 0.188 0.000 0.4683 928.84 0.0000
* * * * ** * * * * * *
ROE (Fixed Effect) Coeff. Prob. -5.903 0.000 -0.573 0.000 0.178 0.003 0.102 0.004 -0.565 0.216 -0.018 0.028 3.995 0.001 -1.174 0.000 0.163 0.002 0.731 0.183 0.021 0.000 -3.475 0.000 -0.095 0.468 0.300 0.000 0.4027 548.29 0.0000
* * * * ** * * * * * *
ROS ( Fixed Effect) Coeff. Prob. -3.992 0.000 -0.218 0.007 0.108 0.003 0.016 0.443 -0.306 0.263 -0.010 0.034 1.856 0.008 -0.524 0.000 0.109 0.001 0.509 0.121 0.012 0.000 -1.803 0.001 0.036 0.641 0.187 0.000 0.4593 1008.2 0.0000
* * *
** * * * * * *
Tobin's Q (Fixed Effect) Coeff. Prob. -15.116 0.278 -3.841 0.039 2.284 0.006 3.453 0.000 29.194 0.000 0.069 0.533 -10.129 0.533 0.176 0.955 1.546 0.033 -15.368 0.043 -0.031 0.670 1.737 0.890 0.475 0.793 0.614 0.329 0.4546 1241.26 0.0000
Signifikan pada tingkat Kepercayaan 99% Signifikan pada tingkat Kepercayaan 95% Signifikan pada tingkat Kepercayaan 90%
15
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
** * * *
** **
Nieff (Fixed Effect) Coeff. Prob. -2.3E+07 0.000 * -1.4E+06 0.003 * 1.0E+06 0.000 * 3.6E+05 0.003 * -4.4E+06 0.005 * -3.8E+04 0.166 7.5E+06 0.063 *** -2.7E+06 0.001 * 4.5E+05 0.012 ** 5.3E+06 0.005 * 5.9E+04 0.001 * -8.7E+06 0.005 * -1.6E+06 0.000 * 1.1E+06 0.000 * 0.5111 1046.1 0.0000
Saleff ( Fixed Effect) Coeff. Prob. -6.8E+07 0.000 * -1.9E+05 0.807 1.5E+06 0.000 * 4.5E+05 0.027 ** -5.0E+06 0.060 *** 5.9E+04 0.204 -9.4E+06 0.166 -1.4E+06 0.268 2.7E+06 0.000 * 8.2E+06 0.010 * -2.5E+04 0.401 -7.2E+05 0.891 -3.3E+06 0.000 * 3.3E+06 0.000 * 0.6852 7282.5 0.0000
16
Variabel kontrol LEV memiliki pengaruh yang signifikan hanya untuk proksi NIEFF dan SALEFF saja. Jika dilihat dari arah koefisiennya, variabel leverage memiliki koefisien yang negatif hampir untuk semua proksi, kecuali untuk proksi ROS dan TOBINSQ. Hal ini meunjukkan bahwa terdapat hubungan yang negatif antara leverage dengan kinerja perusahaan. Untuk variabel kontrol FIRMSIZE, berpengaruh postif dan signifikan untuk semua proksi profitabilitas, nilai, dan efisiensi. Hal ini menujukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan akan meningkatkan profitabilitas dan efisiensi perusahaan BUMN. 5.
Diskusi Penelitian
4.2
Pemberlakuan ACFTA Pemberlakuan ACFTA diharapkan akan meningkatkan profitabilitas perusahaan,
namun hasil regresi memperlihatkan hal yang sebaliknya, yang menujukkan bahwa pemberlakuan ACFTA ternyata justru akan menyebabkan penurunan pada profitabilitas perusahaan, maka hipotesis pertama dalam penelitian ini tidak terbukti. Hasil regresi membuktikan hipotesis kedua dan ketiga dalam penelitian ini. Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa pemberlakuan ACFTA memberikan pengaruh yang signifikan pada nilai serta efisiensi pendapatan dan penjualan perusahaan BUMN; pemberlakuan ACFTA menyebabkan penurunan pada nilai dan efisiensi perusahaan BUMN. Penurunan kinerja BUMN ini bisa terjadi karena pemberlakuan ACFTA yang baru berjalan selama tiga tahun, sehingga belum bisa memperlihatkan bagaimana dampak yang sebenarnya dari pemberlakuan ACFTA. Yuce dan Rakhmanyil (2010) megatakan bahwa salah satu langkah yang dilakukan perusahaan untuk melakukan efisiensi adalah dengan cara mengurangi jumlah pekerja dalam perusahaan tersebut (dalam jangka pendek). Kondisi ini tidak sesuai dengan keadaan BUMN di Indonesia dimana perusahaan BUMN di Indoesia cenderung mengalami over staffing. Sesuai dengan amanah dari UUD 1945, tersirat bahwa negara perlu menyediakan cukup lapangan pekerjaan bagi warganya, oleh karenanya BUMN sebagai suat badan usaha yang dimiliki negara sekaligus sebagai alat produksi
harus
mempertimbangkan tentang
penampungan tenaga kerja ("Peran BUMN dalam pemulihan ekonomi" n.d), hal ini lah yang mungkin menjadi penyebab adanya penurunan efisiensi pada perusahaan BUMN dalam rangka pemberlakuan ACFTA. Mueller (1990), mengatakan bahwa rasio Tobin’s Q menggambarkan harapan pasar terhadap nilai future economic returns perusahaan. Nilai Tobin’s Q yang bernilai 1 menunjukkan bahwa penilaian pasar terhadap aset perusahaan sama dengan nilai buku dari aset perusahaan tersebut. Apabila nilai Tobin’s bernilai kurang dari 1, hal ini menujukkan
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
17
bahwa pasar meng-undervalue nilai aset perusahaan. Dan apabila nilai Tobin’s Q kurang lebih dari 1, hal ini menujukkan bahwa pasar meng-overvalue nilai dari aset perusahaan. Jika kita lihat dari pergerakan nilai Tobin’s Q selama periode pengamatan, menunjukkan bahwa nilai Tobin’s Q untuk perusahaan BUMN bernilai rata-rata bernilai lebih dari 1. Hal ini menunjukkan harapan pasar atas future economic return perusahaan dengan diberlakukannya ACFTA masih tinggi, walaupun mengalami penurunan. 4.3
Tingkat Kompetisi Pasar Market shares perusahaan menggambarkan market power perusahaan dalam
menghadapi kompetisi pasar dalam rangka pemberlakuan ACFTA. Oleh karena itu dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin kuat posisi perusahaan dalam pasar yang ditunjukkan dengan semakin tingginya tingkat market share maka akan meningkatkan profitabilitas, nilai, serta efisiensi perusahaan BUMN setelah pemberlakuan ACFTA. Hal tersebut menujukkan bahwa hipotesis keempat pada peneltian ini terbukti. Wardhani (2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa struktur pasar yang bersaing akan mendorong perusahaan untuk berusaha beroperasi lebih efisien. Penurunan market shares perusahaan dapat menggambarkan peningkatan tingkat kompetisi pasar. Hal ini disebabkan perusahaan swasta asing maupun dalam negeri akan cenderung lebih mudah untuk masuk ke dalam indsutri dengan adanya perjanjian free trade. Penambahan perusahaan yang “bermain” dalam suatu industri akan mengurangi market share perusahaan lama yang berada pada industri tersebut. Market Shares perusahaan dihitung dengan membandingkan total sales perusahaan dengan total sales perusahaan terbesar dalam industri Karena market shares merupakan turunan langsung dari nilai penjualan, maka apabila terdapat penigkatan pada market shares maka efisiensi penjualan juga akan cenderung meningkat. 4.4
Faktor Makroekonomi Kondisi makroekonomi, tingkat inflasi dan trade, merupakan faktor eksternal yang
diperkirakan akan mempenagruhi kinerja BUMN dalam rangka pemberlakuan ACFTA. Dari hasil regresi DACFTA*TRADE dapat diartikan bahwa semakin terbuka pasar dalam negeri terhadap perdagangan internasional, yang ditunjukkan dengan semakin tingginya tingkat ukuran perdagangan TRADE, maka akan meningkatkan profitabilitas serta efisiensi pendapatan perusahaan BUMN setelah pemberlakuan ACFTA. Maka dapat disimpulkan hipotesis kelima pada peneltian ini cukup terbukti.
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
18
Dari asil regresi DACFTA*INFLASI dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat inflasi negara maka akan menyebabkan penurunan profitabilitas perusahaan BUMN setelah pemberlakuan ACFTA. Sehingga, hipotesis keenam dalam penelitian ini cukup terbukti, bahwa tingkat inflasi memberikan pengaruh yang negatif terhadap profitabilitas perusahaan BUMN setelah pemberlakuan ACFTA. Seperti yang dikatakan Boubakrie et al (2005), faktor makroekonomi merupakan faktor yang berada di luar perusahaan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap kenaikan maupun penurunan kinerja perusahaan. Jika diperhatikan pada hasil regresi, terlihat bahwa variabel trade cenderung memberikan arah yang berkebalikan dengan variabel inflasi. Menurut Mankiw (2008) saat laju inflasi sebuah negara realtif naik, maka konsumsi impor suatu negara akan cenderung meningkat, hal ini disebabkan harga barang substitusi dari luar negeri dirasa lebih murah. Teori Mankiw tentang hubungan antara inflasi dan trade terlihat dalam penelitian ini, yang terlihat dari koefisien yang cenderung berkebalikan antara variabel inflasi dan trade. 4.5
Masalah Keagenan (Corporate Governance) Rasio asset turnover dan beban operasional dalam penelitian ini digunakan sebagai
proksi untuk mengukur masalah keagenan dalam perusahaan sebagai salah satu isu corporate governance dalam perusahaan BUMN. Dalam hal ini, efisiensi penggunaan aset yang digambarkan oleh besaran rasio asset turnover mengindikasikan berkurangnya agency cost operasional perusahaan. Di sisi lain, rasio beban operasional menggambarkan tingkat diskresi manajerial yang dinilai akan meningkatkan agency cost tersebut. Dari koefisien DACFTA*AST dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat efisiensi penggunaan aset perusahaan (asset utilization) yang digambarkan oleh rasio asset turnover maka akan menyebabkan peningkatan pada profitabilitas, nilai, dan efisiensi perusahaan BUMN setelah pemberlakuan ACFTA. Sehingga, hipotesis ketujuh dalam penelitian ini terbukti. Koefisien DACFTA*SGA yang negatif ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat diskresi manajerial, yang digambarkan oleh rasio beban operasional terhadap total penjualan, maka akan menyebabkan penurunan pada profitabilitas dan efisiensi perusahaan BUMN setelah pemberlakuan ACFTA. Secara teori, besarnya tingkat diskresi manajerial akan menyebabkan turunnya nilai perusahaan (Faisal, 2005), namun hasil regresi pada penelitian
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
19
ini memperlihatkan hasil yang berkebalikan yang menunjukkan bahwa DACFTA*SGA berpengaruh signifikan positif terhadap nilai perusahaan TOBINSQ. Dalam hal ini, peneliti belum bisa menemukan jawaban secara teoritis mengapa hal ini bisa terjadi, dan menjadikan temuan ini sebagai batasan penelitian.
6.
Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mencari tahu bagaimana dampak pemberlakuan ACFTA
terhadap profitabilitas, nilai, dan efisiensi perusahaan BUMN di Indonesia. Selain dari dampak pemberlakuan ACFTA tersebut, penelitian ini juga dilakukan untuk mencari tahu apakah faktor-faktor internal dan eksternal seperti kondisi makroekonomi, persaingan pasar, dan penerapan corporate governance
akan mempengaruhi kinerja BUMN sebelum dan
setelah pemberlakuan ACFTA. ACFTA merupakan sebuah fenomena liberalisasi perdagangan yang dinilai akan meningkatkan performa perusahaan. Pemberlakuan ACFTA dinilai akan meningkatkan profitabilitas, nilai, dan efisiensi perusahaan. Peningkatan ini disebabkan oleh biaya impor yang lebih murah untuk perusahaan-perusahaan yang membutuhkan bahan baku dan meningkatnya penjualan barang-barang kompetitif yang diproduksi di dalam negeri pada pasar luar negeri. Dari penelitian yang sudah dilakukan, ditemukan bahwa pemberlakuan ACFTA ternyata memberikan dampak yang negatif terhadap profitabilitas, nilai, dan efisiensi perusahaan BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Model regresi panel pada penelitian ini menggunakan variabel-variabel independen untuk melihat faktor-faktor yang dinilai akan mempengaruhi kinerja perusahaan dalam rangka pemberlakuan ACFTA. Variabel independen dikelompokkan menjadi tiga, yaitu variabel faktor eksternal yang diwakili oleh market shares perusahaan dan variabel makroekonomi inflasi dan trade, variabel faktor internal asset turnover dan rasio beban operasional sebagai proksi penerapan corporate governance dalam perusahaan, serta variabel kontrol leverage dan ukuran perusahaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat market hares memiliki pengaruh positif terhadap profitabilitas, nilai, dan efisiensi perusahaan, hal ini menujukkan bahwa apabila posisi perusahaan dalam pasar (market power) semakin tinggi, maka profitabilitas, nilai, dan efisiensi perusahaan akan meningkat. Hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti juga memperlihatkan bahwa tingkat inflasi dan trade menujukkan pengaruh yang siginifikan terhadap proksi profitabilitas perusahaan. Koefisien untuk inflasi dan trade
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
20
cenderung memiliki arah yang berkebalikan satu sama lain, hal ini membuktikan teori yang dikemukakan Mankiw (2008) yang menyebutkan bahwa saat laju inflasi sebuah negara realtif naik, maka konsumsi impor suatu negara akan cenderung meningkat, hal ini disebabkan harga barang substitusi dari luar negeri dirasa lebih murah. Variabel kontrol leverage memberikan arah yang negaif hampir untuk semua proksi kinerja, hal ini menunjukkan bahwa tingkat Leverage yang semakin rendah akan meningkatkan kinerja BUMN. Ukuran perusahaan memiliki hubungan yang positif terhadap profitabilitas, nilai, dan efisiensi perusahaan, hal ini menunjukkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar juga profitabilitas, nilai, dan efisiensi nya.
6.1
Batasan Penelitian dan Saran Batasan dalam penelitian ini adalah jumlah perusahaan sampel yang sedikit, hanya 11
perusahaan, yang dapat menyebabkan hasil penelitian ini tidak terlalu representatif untuk menggambarkan kondisi BUMN Indonesia yang sebenarnya. Keterbatasan berikutnya adalah penggunaan variabel faktor yang terbatas hanya lima macam, sehinngga dimungkinkan untuk mencari faktor lain yang mungkin berpengaruh secara lebih luas dan lengkap. Adapun saran-saran yang dapat diberikan peneliti untuk perkembangan studi selanjutnya, yang pertama melakukan peneltian dengan jumlah sampel perusahaan yang lebih banyak untuk lebih merepresentasikan populasi BUMN secara keseluruhan. Saran yang kedua adalah mengganti skala waktu pengamatan
dengan menggunakan tahun sehingga dapat
menggunakan laporan keuangan yang sudah diaudit. Saran yang ketiga adalah mencari faktorfaktor lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi kinerja perusahaan BUMN lebih lengkap.
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
21
DAFTAR REFERENSI
Anastassopoulos, George. (2004). Profiablity Differences between MNE Subsidiaries and Domestic Firms: The Case of Food Industry in Greece. Agribusiness, pg.45 Baggs, J,, Brander, J. (2006). Trade Liberalization, Profitability, and Financial Leverage. Journal of International Business Studies, 37 pg. 196-211 Boubakri, N., Cosset, J., & Guedhami, O. (2004). Privatization, Corporate Governance and Economic Environment: Firm-Level Evidence from Asia. Pacific-Basin Finance Journal 12, pp. 65–90. Boubakri, N., Cosset, J, & Guedhami, O. (2005). Liberalization, Corporate Governance and the Performance of Privatized Firms in Developing Countries. Journal of Corporate Finance 11, pp. 767–790. Fairfield, Patricia M & Yohn, Teri Lombardi. (2001). Using Asset Turnover and Profit Margin to Forecast Changes in Profitability. Review of Accounting Studies pg. 371 Faisal. (2005). Analisis Agency Costs, Struktur Kepemilikan, dan Mekanisme Corporate Governance. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, 8 (2), hal. 175-190. Firmanzah (2012).
BUMN dan Daya Saing Nasional , (13 Oktober 2012).
http://www.setkab.go.id/artikel-6036-.html, 22 November 2012, 11.40 WIB Inilah.com. Inilah Dampak ACFTA terhadap BUMN, (25 Januari 2010) http://www.bumn.go.id/ptpn5/publikasi/berita/inilah-dampak-acfta-terhadap-bumn/ 22 November 2012, 11.45 Koran Jakarta. Bank BUMN dilibatkan ACFTA, (19 April 2011). http://www.bumn.go.id/42712/publikasi/berita/bank-bumn-dilibatkan-acfta/
,
22
November 2012, 12.00 Mankiw, N. Gregory, Euston, Quah, & Wilson, Peter. (2008). Principles of Economics, Asian Edition, Cengage Learning Asia Pte Ltd, Singapore Megginson, William L, Nash, Robert C, & Randenborgh, Matthias Van. (1994). The Financial and Operating Performance of Newly Privatized Firms: An International Empirical Analysis. The Journal of Finance, vol 49, no. 2 (Jun 1994), pp 403-452 Megginson & Netter. (2001). From State to Market: A Survey of Empirical Studies on Privatization. Journal of Economic Literature, Vol. 39, No. 2 (Jun., 2001), pp. 321-389.
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
22
Mueller, D. (1990). The Dynamics of Company Profits: An International Comparison. Cambridge University Press, Cambridge, U.K. Porter, M.E. (1985). Competitive Advantage. Free Press, New York, 1985. Porter, M.E. (1980). Competitive Strategy. Free Press, New York, 1980. Porter, M.E. (1998). On Competition. Boston: Harvard Business School, 1998. Purwaningsih. (2012). ASEAN - China Free Trade Area (ACFTA) dan Dampaknya Terhadap Perdagangan Indonesia – Cina Setelah Dua Tahun Berjalan. Mini Economica 40 (2012) 188-194 Roberts, Peter W., (1999). Product Innovation, Product-Market Competition and Persistent Profitability in the U.S. Pharmaceutical Industry. Strategic Management Journal, Vol. 20, No. 7 (Jul., 1999), pp. 655-670. Wardhani, Elly Setya. (2011). Analisis Kinerja BUMN Sebelum dan Setelah Privatisasi. Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Yuce, Ayse & Rakhmanyil, Sergiy. (2010). Internationalization and Profitability of the U.S Multinational Companies after The Free Trade Agreement. International Business and Economic Research Journal: Dec 2010
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013
23
Analisis dampak..., Atsarina Fadhlizil I, FE UI, 2013