BAGIAN PERTAMA PENDAHULUAN
1.1. Topik dan/atau Judul Tayang Topik yang dipilih oleh penulis adalah tentang Kehidupan Anak-anak. Judul Tayangan
: Hidupnya Bocah Ondel-Ondel
1.2. Latar Belakang Di
Jakarta
dan
sekitarnya
berangsur-angsur
terjadi
pembauran antar suku bangsa, bahkan antar bangsa, dan lambat laun keturunannya masing-masing kehilangan ciri-ciri budaya asalnya. Akhirnya sernua unsur itu luluh lebur menjadi sebuah kelompok etnis baru yang kemudian dikenal dengan sebutan masyarakat Betawi.
Dari masa ke masa masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri-ciri budayanya yang makin lama semakin maju, sehingga mudah dibedakan dengan kelompok etnis lain. Namun bila dikaji pada permukaan wajahnya sering tampak unsur-unsur kebudayaan yang menjadi sumber asalnya. Jadi tidaklah mustahil bila bentuk kesenian Betawi itu sering menunjukkan persamaan dengan kesenian daerah atau bangsa lain.
1
2
Kesenian Betawi tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat secara spontan dengan segala kesederhanaannya. Oleh karena itu Kesenian Betawi dapat digolongkan sebagai kesenian rakyat. Salah satu bentuk pertunjukan rakyat Betawi yang sering ditampilkan dalam pesta-pesta rakyat adalah ‘Ondel-ondel’.
Media utama kesenian ini adalah sebuah boneka raksasa tinggi-besar. Ukurannya sekitar 2,5 meter dengan garis tengah ± 80 cm. Boneka inilah yang lazim disebut dengan Ondel-ondel. Boneka ini berbahan dasar bambu. Bagian dalamnya dibuat semacam pagar atau kurungan ayam supaya
mudah dipikul orang yang
membawanya. Boneka ini digerakan oleh seseorang yang masuk ke dalam. Jangan pernah bayangkan wajah boneka Ondel-ondel ini rupawan. Buang kesan itu jauh-jauh. Karena wajah Ondel-ondel ini bisa dibilang “menyeramkan” dan absurd sekali. Matanya besarbulat melotot. Kepalanya dilapisi ijuk atau kertas-kertas warnawarni, sebagai rambut. Jika “manggung” Ondel-ondel selalu dibawa sepasang: lelaki-perempuan. Ada ciri khas Ondel-ondel lelaki dan perempuan, lelaki wajahnya berwarna merah sedangkan perempuan biasanya berwarna putih. Untuk Ondel-ondel pria berwarna merah, maksudnya atau menandakan semangat dalam keberanian sebagai seorang laki-laki dan juga gahar. Untuk Ondelondel wanitanya berwarna putih, maksudnya atau menandakan kebaikan dan kesucian.
3
Sejarah Ondel-ondel mengatakan bahwa dahulu Ondelondel adalah alat penolak bala tau azimat, atau pelindung kampung. Kemudian Ondel- ondel diarak keliling kampung untuk mengusir berbagai penyakit yang melanda desa. Dahulu pada saat manusia masih menganut kepercayaan animisme Ondel-ondel dianggap benda keramat. Namun lama kelamaan, masyarakat mulai berbudaya, mulai beragama, mulai berpikir kritis dan tidak percaya takhayul maka (lama kelamaan) Ondel- ondel tidak lagi berfungsi sebagai boneka penolak bala. Pada zaman Ali Sadikin (Gubernur DKI Jakarta; 1966-1977), Ondel-ondel menjelma sebagai kesenian rakyat
yang
menghibur.
Bentuk
wajah
yang
sebelumya
menyeramkan berubah menjadi berwarna dengan hiasan di kepala, baju bewarna-warni dan beragambar corak yang menarik. Pergeseran fungsi Ondel-ondel ini berdasar pada perubahan pola pikir masyarakat yang tidak lagi percara tahayul.1
Ondel-ondel adalah kesenian khas Betawi yang ada sejak zaman leluhur nenek moyang. Dahulu Ondel-ondel dianggap sebagai boneka penolak bala yang dikramatkan2. Namun sekarang Ondel-ondel berubah fungsi menjadi ”alat pencari uang”. Sebelumnya Ondel-ondel dipakai untuk acara-acara penting seperti
1
2
Notosusanto, Nugroho, dkk. Sejarah Nasional Indonesia, Jilid II & III, Depdikbud, 1975
Proyek Pelestarian dan Pengembangan Kesenian Tradisional Betawi, Dinas Kebudayaaan Pemda DKI Jakarta, 1995.
4
penyambutan tamu agung, acara sunatan, atau acara penting lainnya.
”Pengamen Ondel-ondel”
mencari nafkah dengan
mengarak Ondel-ondel dari kampung ke kampung, mereka adalah sekumpulan orang dari berbagai golongan usia mulai dari anakanak hingga dewasa. Pengamen Ondel-ondel ini biasanya orang Betawi asli.
Arakan Ondel-ondel tidak lepas dari musik khas Betawi itu sendiri. Alat musik yang mengiringi Ondel-ondel dinamakan tehyan. Hanya sedikit orang yang mengenal alat musik tehyan. Keberadaan alat musik yang berasal dari negeri Cina ini mulai langka. Cara bermainnya yang cukup sulit pun menyebabkan alat musik tehyan saat ini mulai ditinggalkan. Meski demikian, alat musik tehyani masih sering dijumpai pada saat pertunjukan kesenian Ondel-ondel walau hanya sebagai pengisi suara saja.
Tehyan merupakan alat musik gesek berbentuk panjang dengan bagian bawah yang agak melebar. Jika diamati, alat musik ini mirip rangka manusia mulai bagian badan hingga bokong. Tangga nada dalam alat musik tehyan dalam permainannya lebih mengandalkan feeling atau perasaan (diatonal). Hal tersebut membuat alat musik ini berbeda dengan alat musik lainnya. Tehyan menjadi bagian penting alat musik pengiring Ondel-ondel. Suara yang dihasilkan dari tehyan menuntun Ondel-ondel ketika menari.
5
Alat musik tehyan dimainkan untuk mengeluarkan unsur melodi dalam lagu Ondel-ondel. Selain tehyan alat musik yang digunakan adalah gendang pecak, ningnog, gong, bende atau kemes, dan rabana. Lebih lengkapnya alat musik pengiring Ondel-ondel terdiri dari gendong, tepak, gendang kempul, kenong kemong, kecrek, gong dan tehyan atau terompet. Perkembangan zamanlah yang membuat
musik pengiring Ondel-ondel menjadi sederhana
dikarenakan kini Ondel-ondel dijadikan media mencari nafkah yaitu dengan mengamen Ondel-ondel.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata mengamen memiliki kata dasar amen yang merupakan kata terikat, kata tersebut hanya bisa memiliki arti apabila sudah ditambahkan dengan imbuhan me- yang menjadi mengamen atau imbuhan pengmenjadi pengamen. Kata mengamen sudah berubah menjadi kata kerja yang memiliki arti berkeliling (menyanyi, main musik, dsb) untuk mencari uang.3
Obseravasi tentang pengamen Ondel-ondel dilakukan di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat. Kelompok pengamen Ondelondel dalam tayangan dokumneter ini diketuai oleh seorang pemuda berumur 27 tahun bernama Ponco. Kesenian Ondel-ondel yang dimiliki Ponco merupakan kesenian yang diturunkan oleh 3
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
6
kakeknya yang biasa dipanggil Kong Minan. Ponco mengajak anak-anak yang dalam bahasa Betawi disebut dengan kata bocah untuk
mengamen
Ondel-ondel,
berkeliling
seputar
daerah
Kemayoran, Cempaka Putih, Cempaka Baru, Serdang, Galur, dan tujuan akhir mengamen di Mesjid Akbar Kemayoran Jakarta Pusat.
Kelompok yang dibentuk Ponco ini bernama “Sayda Grouep” berisikan bocah-bocah berusia dibawah 15 tahun. Ponco mempercayakan Dwi dan Mbeng (anggota kelompok) sebagai orang yang dipercaya Ponco untuk mengkordinir bocah-bocah lainnya. Dwi memiliki kecintaan terhadap kesenian Budaya Betawi yaitu Ondel-ondel, namun Dwi tidak mendapatkan izin dari orang tuanya, dikarenakan kewajiban sekolahnya menjadi terabaikan, demi kegiatan mengamen tersebut.
Anggota kelompok dari “Sayda Grouep” terdiri dari sekitar 7-15 orang, namun jumlah tersebut tidak selalu ada dalam rombongan. Terkadang ada yang ikut serta karena ingin mendapat uang untuk membeli rokok saja. Kelompok ini biasanya memulai aktifitas ngamen dari jam 1 siang sampai dengan jam 11 malam. Hasil dari ngamen dihitung bersama di rumah Ponco dan dibagi rata sesuai jumlah bocah yang ikut mengamen. Hasil yang didapatkan peranak berkisar Rp. 10.000(sepuluh ribu rupiah) sampai dengan Rp. 25.000(dua puluh lima ribu rupiah). Anak-
7
anak tersebut sangatlah menyukai pekerjaan mengamen ini, yang menurut mereka sekaligus dapat mempopulerkan Kebudayaan Betawi.
Kesenian Ondel-ondel ini, walaupun bergeser fungsi, namun masih merakyat dengan adanya Ondel-ondel keliling kampung. Berdasarkan fakta dan data yang didapat, para pengamen Ondel-ondel yang melestarikan budaya betawi bertempat tinggal di kampung-kampung kumuh atau gang-gang sempit. Untuk modal pun mereka berusaha sendiri. Para pengamen Ondel- ondel keliling berharap pemerintah lebih peduli terhadap kehidupan mereka yang rata-rata meperihatinkan dan serba sederhana.
Berdasarkan fakta dan data tersebut maka penulis tertarik dengan
topik
anak-anak
pengamen
Ondel-ondel.
Penulis
menemukan realita di daerah DKI Jakarta khususnya pada daerah Kemayoran, Jakarta Pusat. Realita kehidupan anak-anak yang memiliki keinginan serta kecintaan terhadap kebudayaan Betawi yaitu Ondel-ondel sebagai mata pencaharian.
“Hidupnya Bocah Ondel-Ondel” menjadi judul dari tayangan dokumenter berdurasi 16 menit 33 detik. Judul tersebut terinspirasi dari hasil riset dan observasi langsung dikehidupan bocah Ondel-ondel dengan harapan semoga kesenian Ondel-ondel tetap terjaga dan menjadi Identitas budaya Jakarta.
8
1.3. Jenis Tayangan Jenis tayangan Hidupnya Bocah Ondel-Ondel adalah Dokumenter
1.4. Kegunaan Tayangan Kegunaan dari tayangan Hidupnya Bocah Ondel-Ondel adalah sebagai berikut; Menyampaikan realita kehidupan anak-anak yang mencari nafkah dengan menjual kebudayaan Betawi yaitu Ondel-ondel, berdasarkan fakta dan data. Menyampaikan pesan kelestarian terhadap kebudayaan betawi yaitu Ondel-ondel.
1.5. Target Penonton Terget penonton yang dituju dari tayangan Hidupnya Bocah OndelOndel adalah sebagai berikut;
Usia
: Anak-Anak (6 tahun-12 tahun) Remaja (13 tahun – 17 tahun) Dewasa (18 tahun – 35 tahun) Orang tua (36 tahun– keatas)
Jenis kelamin
: Laki-laki dan Perempuan
Status Sosial Ekonomi
: B (Menengah keatas) C (Menengah kebawah)
9
1.6. Target Biaya Produksi Target biaya produksi Hidupnya Bocah Ondel-Ondel adalah Rp. 1.755.000 ,- dengan rincian biaya sebagai berikut;
Dana Pra Produksi:
Riset (selama 2 bulan)
: Rp. 500.000
Transportasi
: Rp. 50.000
Dana Produksi:
Dana untuk bocah ondel-ondel
: Rp. 500.000
Konsumsi
: Rp. 100.000
Dana Pasca produksi:
Print Cover
: Rp. 10.000
Print Label
: Rp. 10.000
DVD (@Rp. 15.000,-) x 2 buah
: Rp. 30.000
Media Promosi: -
Backdrop (100cm x 150cm)
: Rp. 75.000
-
X Banner (60cm x 160cm)
: Rp. 250.000
-
Poster (A3) Art Paper 320gr
: Rp. 50.000
-
Stikcer digital biasa
: Rp. 10.000
-
Mug (Digital Printing)
: Rp. 30.000
10
-
Jam (Digital Printing)
: Rp. 35.000
-
Pin (Press Printing)
: Rp. 10.000
-
Mini Banner (25cm x 40cm)
: Rp. 40.000
-
Baju (tanpa kerah cotun)
: Rp. 65.000 +
TOTAL
: Rp. 1.755.000 ,-
TERBILANG : SATU JUTA TUJUH RATUS LIMA PULU LIMA RIBU RUPIAH
1.7. Lokasi Produksi Lokasi Produksi adalah nomaden (berpindah pindah) namun masih dalam regional yang sama yaitu daerah Kemayoran, Jakarta Pusat.
1.8. Media Promosi Media
promosi
merupakan
media
yang
mewakili
keberagaman informasi dan mempertahankan citra dari film documenter Hidupnya Bocah Ondel-Ondel. Merancang sebuah media promosi tidak hanya memberikan informasi namun menjadi penciptaan identitas dari film documenter Hidupnya Bocah OndelOndel.
11
Merancang sebuah media promosi terletak pada kekuatan desain yang diciptakan. Desain bisa diterjemahkan sebagai seni terapan, arsitektur dan berbagai pencapaian kreatif lainnya. Dalam sebuah kalimat, kata desain bisa digunakan baik sebagai kata benda maupun kata kerja. Sebagai kata kerja “desain” memiliki arti proses untuk membuat atau menciptakan obyek baru. Sebagai kata benda, “desain” digunakan untuk menyebut hasil akhir dari sebuah proses kreatif, baik itu berwujud sebuah rencana, proposal, atau bentuk nyata. Dengan demikian proses desain adalah sebuah proses kreasi untuk mewujudkan obyek baru dengan tanpa menghilangkan fungsi serta elemen estetis dalam proses penciptaanya. Unsur-unsur desain meliputi; 1. Garis,
2. Bentuk,
3.Ruang, 4. Warna, 5.Typografi. Berikut media promosi yang dibuat untuk tayangan dokumenter Hidupnya Bocah Ondel-Ondel; (1.) Trailer berdurasi 1 menit 37 detik,
(6.) Gelas,
(2.) Jam,
(7.) Backdrop,
(3.) Pin,
(8.) Mini banner,
(4.) Stiker,
(9.) X banner, dan
(5.) Baju,
(10.) Poster.
12
Gambar 1.8 Media Pomosi Tayangan Dokumenter Hidupnya Bocah Ondel-Ondel