ASUHAN KEBIDANAN GANGGUAN SISTEM REPRODUKSI PADA NY.A P4A1 DENGAN PERDARAHAN UTERUS DISFUNGSIONAL (PUD) DI BANGSAL MAWAR 1 RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA
STUDI KASUS
Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Mengikuti Pendidikan Program Studi Diploma IV Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Oleh : ANISA ADI KURNIAWATI R 0108014
PROGRAM STUDI D IV KEBIDANAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011
ABSTRAK Anisa Adi Kurniawati. R0108014. 2011. Asuhan Kebidanan Gangguan Sistem Reproduksi Pada NY.A P4A1 dengan Perdarahan Uterus Disfungsional di Bangsal Mawar 1 RSUD DR Moewardi Surakarta. Program Studi D IV Kebidanan Fakultas Kedokteran. Universitas Sebelas Maret. Latar Belakang : Perdarahan uterus disfungsional merupakan kegawatdaruratan jika tidak segera ditangani. Data bagian rekam medik RS Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan selama tahun 2010 terdapat 1143 kasus gangguan reproduksi, 139(12,16%) kasus adalah perdarahan uterus disfungsional. Tujuannya untuk menerapkan asuhan kebidanan pada ibu dengan gangguan sistem reproduksi dengan perdarahan uterus disfungsional, menggunakan manajemen kebidanan 7 langkah Varney. Metodologi penelitian : Menggunakan observasional deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Asuhan kebidanan dalam penelitian ini menggunakan 7 Langkah Varney dan data perkembangan SOAP. Hasil studi kasus : Didapatkan diagnosa gangguan sistem reproduksi wanita dengan perdarahan uterus disfungsional. Setelah dilakukan kuretase dan rawat inap selama 4 hari sesuai asuhan kebidanan yang tepat diperoleh hasil keadaan umum ibu menjadi stabil dan membaik yang ditandai dengan berhentinya perdarahan, hilangnya rasa lemas dan tidak terjadinya anemia. Simpulan : Terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dalam asuhan kebidanan pada Ny. A yaitu tidak dilakukan pemeriksaan haemoglobin sebelum kuretase dan tidak diberikan tablet besi sebagai penambah darah. Meski demikian, secara garis besar antara teori dengan prakteknya telah sesuai.
Kata kunci : Asuhan kebidanan, gangguan sistem reproduksi wanita, perdarahan uterus disfungsional.
ABSTRACT Anisa Adi Kurniawati. R0108014. 2011. Midwifery Care Of Reproductive System Disorder In Mrs.A P4A1 With Dysfunctional Uterus Bleeding In Mawar Ward 1 Of Surakarta Dr. Moewardi Hospital. DIV Midwifery Study Program of Medical Faculty of Sebelas Maret University. Surakarta. Background: Dysfunctional uterus bleeding is very dangerous if not managed immediately. Meanwhile the successfulness rate of dysfunctional uterus bleeding treatment is 90%. Data on medical record of Surakarta Dr. Moewardi Hospital shows that during 2010 there is 1143 reproductive disorder cases, 139 (12.16%) of which is dysfunctional uterus bleeding. The objective is to apply the midwifery care to women developing reproductive system disorder with dysfunctional uterus bleeding, using midwifery management of Varney’s seven steps. Method: The research method employed was an analytical observational one with case study approach. The midwifery care in this research used Varner’s seven steps and SOAP development data. Result: It was found the diagnosis of woman reproductive system disorder with dysfunctional uterus bleeding. After curettage and hospitalization for 4 days corresponding to the appropriate midwifery care, the woman condition generally was getting stable and improved indicated by the bleeding ceasing, malaise, and anemia. Conclusion: There is a gap between theory and practice in midwifery care in Mrs. A that hemoglobin examination is not performed before curettage and not given iron tablets as a blood booster. However, an outline of theory with practice has been appropriate.
Keywords: Midwifery care, women reproductive system disorder, disfungsional uterus bleeding.
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan berkah, rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan studi kasus dengan judul ”Asuhan Kebidanan Gangguan Sistem Reproduksi Pada Ny.A P4A1 dengan Perdarahan Uterus Disfungsional di Bangsal Mawar 1 RSUD Dr Moewardi Surakarta”. Selama penyusunan studi kasus ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis dengan kerendahan hati mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr.dr. Zainal Arifin Adnan, SpPD-KR-FINASIM dekan Fakultas Kedokteran UNS. 2. H. Tri Budi Wiryanto, dr. Sp.OG (K) ketua Program Studi D IV Kebidanan FK UNS. 3. Sri Mulyani, S.Kp.Ns.M.Kes sekretaris Program Studi DIV Kebidanan FK UNS. 4. Erindra Budi C,S.Kep,Ns.M.Kes ketua tim KTI. 5. Agus Eka NY, SST, M.Kes pembimbing utama atas segala petunjuk, bimbingan, motivasi dan saran bagi penulis. 6. Selfi Handayani, dr, M.Kes pembimbing pendamping atas segala petunjuk, bimbingan, motivasi dan saran bagi penulis. 7. Seluruh dosen dan karyawan Program Studi D IV Kebidanan FK UNS yang telah membantu dalam penyusunan studi kasus ini.
8. Segenap keluarga besar RS Dr. Moewardi Surakarta yang telah membantu dalam penyusunan studi kasus ini. 9. Ny. A beserta keluarga yang telah bersedia menjadi subjek dalam penyusunan studi kasus ini. 10. Keluarga tercinta di rumah yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, keceriaan, kedamaian dan segalanya bagi penulis. 11. Teman-teman mahasiswa D IV Kebidanan FK UNS angkatan 2008 yang saling membantu. 12. Semua pihak yang terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan studi kasus ini. Penulis menyadari bahwa dalam studi kasus ini masih terdapat banyak kekurangan, baik dari segi isi, penulisan, maupun keterbatasan literatur. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dimasa yang akan datang. Akhirnya, penulis berharap semoga studi kasus ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Surakarta, Juli 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..........................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ...........................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................
iii
KATA PENGANTAR ........................................................................
vi
DAFTAR ISI ......................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ..............................................................................
x
DAFTAR GAMBAR..........................................................................
xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................
xii
BAB I.
PENDAHULUAN ..............................................................
1
A. Latar Belakang.............................................................
1
B. Rumusan Masalah ........................................................
3
C. Tujuan .........................................................................
3
D. Manfaat .......................................................................
4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................
5
A. Teori Medis......................................................................
5
1.
Gangguan Reproduksi .............................................
6
2.
Menstruasi ..............................................................
6
3.
Perdarahan Uterus Disfungsional ............................
7
a.
Definisi Perdarahan Uterus Disfungsional ........
7
b.
Klasifikasi .......................................................
7
c.
Etiologi ............................................................
9
d.
Gambaran klinik ..............................................
9
e.
Patofisiologi ....................................................
13
f.
Diagnosis Banding ..........................................
15
g.
Diagnosa .........................................................
16
h.
Penatalaksanaan ..............................................
18
i.
Prognosis ........................................................
26
B. Teori Manajemen Kebidanan ..........................................
28
1.
Pengertian ...............................................................
28
2.
Penerapan Asuhan Kebidanan .................................
28
3.
Follow Up Catatan Perkembangan Kondisi Klien....
46
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................
48
A. Jenis Penelitian ................................................................
48
B. Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................
48
C. Subjek Penelitian .............................................................
48
D. Jenis Data ........................................................................
48
E. Teknik Pengambilan Data ................................................
50
F. Analisis Data ..................................................................
51
BAB IV. TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN .....................
52
A. Tinjauan Kasus Kebidanan .............................................
52
B. Pembahasan ....................................................................
74
BAB V. PENUTUP .........................................................................
82
A. Kesimpulan ....................................................................
82
B. Saran ..............................................................................
84
DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1
Keluhan Dan Gejala Saat Anamnesis...............................
17
Tabel 4.1
Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu……...
54
Tabel 4.2
Keadaan anak dan nifas yang lalu………………………..
54
Tabel 4.3
Kebiasaan sehari – hari …………………………………..
56
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Algoritme PUD Perimenopause ..........................................
27
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Jadwal Kegiatan Studi Kasus Lampiran 2 : Lembar Konsultasi Pembimbing Utama Lampiran 3 : Lembar Konsultasi Pembimbing Pendamping Lampiran 4 : Surat ijin Pengambilan Data di DKK Surakarta Lampiran 5 : Surat Jawaban Pengambilan Data di DKK Surakarta Lampiran 6 : Surat Ijin Pengambilan Data di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Lampiran 7 : Surat Jawaban Pengambilan Data di RSUD Dr. Moewardi Surakarta Lampiran 8 : Lembar Persetujuan Pasien dalam Pengambilan Kasus Lampiran 9 : Laporan Tindakan Kuretase
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan dalam bidang kesehatan reproduksi merupakan tanggung jawab bersama baik itu tenaga kesehatan maupun masyarakat karena dampaknya luas menyangkut berbagai aspek kehidupan dan menjadi parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Salah satu permasalahan dalam bidang kesehatan reproduksi adalah masalah reproduksi yang berhubungan dengan gangguan sistem reproduksi. Hal ini mencakup infeksi, gangguan menstruasi, masalah struktur, keganasan pada alat reproduksi wanita, infertilitas, dan lain-lain (Baradero, 2007). Hampir semua wanita pernah mengalami gangguan menstruasi selama masa hidupnya. Gangguan menstruasi dapat berupa kelainan siklus atau perdarahan. Masalah ini dihadapi oleh wanita usia remaja, reproduksi dan klimakterik (Robe, 2002). Salah satu gangguan sistem reproduksi yang berhubungan dengan menstruasi adalah perdarahan uterus disfungsional (PUD). Penderita perdarahan uterus disfungsional akut biasanya datang dengan perdarahan banyak, sehingga harus cepat ditangani karena merupakan keadaan gawat darurat dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Sedangkan angka
keberhasilan terhadap pengobatan perdarahan uterus disfungsional mencapai 90% (Manuaba, 2008). Perdarahan uterus abnormal seringkali terjadi dengan gambaran klinik yang bervariasi dan rumit. Angka kejadian mencapai 19.1 % dari semua kunjungan poliklinik untuk kasus ginekologi di Amerika (Nicholson, 2001). Selain itu dilaporkan bahwa sekitar 25% tindakan pembedahan ginekologi dilakukan berkaitan dengan perdarahan uterus abnormal. Dan dari angka tersebut didapatkan presentase 46,5% dengan gejala amenore sekunder, 17,6% oligomenore, 21,8% PUD, 14,1% amenore primer (Goodman, 2000). Di Indonesia belum ada angka yang menyebutkan kekerapan perdarahan uterus
disfungsional
ini
secara
menyeluruh.
Kebanyakan
penulis
memperkirakan kekerapannya sama dengan diluar negeri, yaitu 10% dari kunjungan ginekologik. Dua per tiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit berumur diatas 40 tahun, dan 3% dibawah 20 tahun. (Wiknjosastro, 2007). Rumah Sakit Dr. Moewardi merupakan rumah sakit milik pemerintah provinsi Jawa Tengah yang terletak di Surakarta sebagai rumah sakit tipe A, menjadi pusat rujukan bagi rumah sakit lain di daerah Jawa Tengah bagian Tenggara dan Jawa Timur Bagian Barat. Data pada bagian rekam medik RS Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan selama tahun 2010 terdapat 1143 kasus gangguan reproduksi, 139 (12,16%) kasus diantaranya adalah perdarahan uterus disfungsional (Rekam Medik RSUD Dr. Moewardi Surakarta, 2010).
Studi kasus mengenai perdarahan uterus disfungsional pernah dilakukan sebelumnya oleh Setyo Mahanani Nugroho (2008) dengan judul “Asuhan Kebidanan pada Nn. P dengan Perdarahan Uterus Disfungsional di Bangsal Dahlia RSUD Wonogiri“. Perbedaan dengan proposal penulis terletak pada waktu, tempat dan subjek, sehingga diharapkan studi kasus ini memberikan hasil yang berbeda. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk dapat menyusun studi kasus dengan judul “Asuhan Kebidanan Gangguan Sistem Reproduksi Pada Ny.A P4A1 dengan Perdarahan Uterus Disfungsional (PUD) di Bangsal Mawar 1 RSUD Dr Moewardi Surakarta” dengan menerapkan manajemen kebidanan tujuh langkah Varney. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang
diatas maka penulis dapat merumuskan
masalah yaitu “Bagaimana asuhan kebidanan gangguan sistem reproduksi pada Ny.A dengan perdarahan uterus disfungsional di Bangsal Mawar 1 RSUD Dr Moewardi ?.” C. Tujuan 1. Tujuan Umum : Tujuan umum dari penulisan studi kasus ini adalah untuk mempelajari dan memahami asuhan kebidanan pada kasus gangguan sistem reproduksi wanita dengan perdarahan uterus disfungsional dengan menggunakan konsep manajemen kebidanan Tujuh Langkah Varney.
2. Tujuan Khusus : Mahasiswa dapat mempelajari atau mengobservasi tentang : a) Pengumpulan data dasar secara subjektif dan objektif pada kasus gangguan sistem reproduksi wanita dengan perdarahan uterus disfungsional. b) Intepretasi data klien meliputi Diagnosa, Masalah dan Kebutuhan pada kasus gangguan sistem reproduksi wanita dengan perdarahan uterus disfungsional. c) Diagnosis potensial dan antisipasi yang harus dilakukan bidan dari kasus gangguan sistem reproduksi wanita dengan perdarahan uterus disfungsional. d) Kebutuhan atau tindakan segera untuk konsultasi, kolaborasi, merujuk kasus gangguan sistem reproduksi wanita dengan perdarahan uterus disfungsional. e) Rencana asuhan kebidanan untuk kasus gangguan sistem reproduksi wanita dengan perdarahan uterus disfungsional. f) Pelaksanakan tindakan untuk kasus gangguan sistem reproduksi wanita dengan perdarahan uterus disfungsional. g) Evaluasi efektivitas asuhan yang diberikan dan memperbaiki tindakan yang dipandang perlu. h) Kesenjangan antara teori dan praktik.
D. Manfaat Manfaat aplikatif dari studi kasus ini antara lain : 1. Institusi Hasil studi kasus ini dapat dimanfaatkan sebagai pertimbangan penyempurnaan penanganan asuhan kebidanan pada kasus gangguan sistem reproduksi wanita dengan perdarahan uterus disfungsional. 2. Klien dan masyarakat Agar klien maupun masyarakat mendapatkan peningkatan kualitas pelayanan yang lebih baik pada kasus gangguan sistem reproduksi wanita dengan perdarahan uterus disfungsional.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.
Teori Medis 1. Gangguan Reproduksi Gangguan reproduksi adalah kegagalan wanita dalam manajemen kesehatan reproduksi (Manuaba, 2008). Permasalahan dalam bidang kesehatan reproduksi salah satunya adalah masalah reproduksi yang berhubungan dengan gangguan sistem reproduksi. Hal ini mencakup infeksi,
gangguan menstruasi, masalah struktur, keganasan pada alat
reproduksi wanita, infertilitas, dan lain-lain (Baradero, dkk., 2007). Gangguan reproduksi disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon. Gangguan reproduksi yang biasa terjadi, misal kista endometriosis yang banyak dialami wanita yang memiliki kadar FSH dan LH tinggi (Kasdu, 2005). 2. Menstruasi Menstruasi normal terjadi akibat turunnya kadar progesteron dari endometrium yang kaya esterogen. Siklus menstruasi yang menimbulkan ovulasi disebabkan interaksi kompleks antara berbagai organ. Disfungsi pada tingkat manapun dapat mengganggu ovulasi dan siklus menstruasi. Gangguan dari siklus menstruasi tersebut dapat berakibat gangguan uterus, gangguan kesuburan, abortus berulang, atau keganasan. Gangguan dari sikluas menstruasi merupakan salah satu alasan seorang wanita berobat ke dokter. Siklus menstruasi normal berlangsung selama 21-35
hari, 2-8 hari adalah waktu keluarnya darah haid yang berkisar 20-60 ml per hari. Penelitian menunjukkan wanita dengan siklus mentruasi normal hanya terdapat pada 2/3 wanita dewasa, sedangkan pada usia reproduksi yang ekstrim (setelah menarche dan menopause) lebih banyak mengalami siklus yang tidak teratur atau siklus yang tidak mengandung sel telur. Siklus mentruasi ini melibatkan kompleks hipotalamus-hipofisis-ovarium (Manuaba, 2008). 3. Perdarahan Uterus Disfungsional a. Definisi Perdarahan
uterus
disfungsional
adalah
perdarahan
uterus
abnormal (jumlah, frekuensi, atau lamanya) yang terjadi baik di dalam maupun diluar siklus haid, yang semata – mata disebabkan gangguan fungsional mekanisme kerja poros hipotalamus – hipofisis – ovarium – endometrium tanpa adanya kelainan organik alat reproduksi (Robe, 2002) b. Klasifikasi Klasifikasi Perdarahan Uterus Disfungsional menurut Chalik. 1)
Perdarahan Uterus Disfungsional pada usia remaja Etiologi
diperkirakan
karena
disfungsi
dari
sumbu
hipotalamus – hipofisis yang mengakibatkan anovulasi sekunder. Pada masa ini ovarium masih belum berfungsi dengan baik (disfungsi ovarium) pada remaja yang mengalami perdarahan
disfungsional sistem mekanisme siklus feedback yang normal belum mencapai kemantangan (delayed maturation). 2)
Perdarahan Uterus Disfungsional pada masa reproduksi Pada usia reproduksi perdarahan yang tidak teratur umumnya terjadi akibat kelainan organik, namun perdarahan uterus disfungsional juga bisa terjadi. Selain itu harus pula dipikirkan akan kemungkinan wanita itu mengalami perdarahan akibat penggunaan alat kontrasepsi. Oleh karena itu perlu sekali dilakukan
pemeriksaan
yang
lengkap
sebelum
diagnosis
perdarahan uterus disfungsional ditegakkan. 3)
Perdarahan Uterus Disfungsional pada masa premenopause Beberapa tahun menjelang menopause fungsi ovarium mengalami kemunduran karena secara histologis di dalam korteks ovarium hanya tersisa sedikit jumlah folikel primordial yang resisten terhadap gonadotropin. Sekalipun terus terangsang oleh gonadotropin akan tetapi folikel tersebut tidak akan mampu menghasilkan jumlah estrogen yang cukup. Kekurangan estrogen seperti ovulasi, menstruasi, kekuatan jaringan vagina dan vulva. namun
demikian
tidak
semua
wanita
akan
mengalami
kekurangan estrogen dalam masa ini bahkan sebaliknya dapat juga mengalami kelebihan estrogen bebas yang beredar, karena dalam masa ini terjadi kekurangan globulin pengikat hormon kelamin (sex hormone binding globulin = SHBG) sementara
kelenjar adrenal masih tetap menghasilkan estrogen disamping sedikit estrogen yang masih dihasilkan folikel yang tersisa. Dengan begitu dalam masa perimenopause dapat juga terjadi perdarahan uterus disfungsional baik akibat kekurangan maupun oleh karena relatif kelebihan estrogen. c. Etiologi Perdarahan uterus disfungsional umumnya disebabkan oleh gangguan fungsi ovarium sekunder yang berpuncak pada kelainan fungsi pada salah satu tempat dari sistem sumbu hipotalamus – hipofisis – ovarium, dan jarang karena gangguan fungsi korteks anak ginjal atau kelenjar tiroid (Chalik, 2000). Perdarahan uterus disfungsional terjadi akibat gangguan (endokrin) pada sistem hipothalamus, hipofisis, ovarium dan endometrium dan (non endokrin) psikogenik, neuropenik, nutrisi yang kurang & penyakit sistemik (Robe , 2002) Perdarahan uterus disfungsional murni disebabkan oleh perdarahan uterus anovulasi, perdarahan uterus dengan ovulasi (persisten atau disfungsi korpus luteum) dan perdarahan uterus karena atropi endometrium (Manuaba, 2004) d. Gambaran Klinik Tanda klinis yang menonjol pada perdarahan uterus disfungsional adalah pengeluaran darah dari rahim yang menyalahi ciri – ciri haid yang normal, terjadi pada wanita yang bukan akseptor kontrasepsi dan
pada pemeriksaan dalam dari wanita tersebut tidak ditemukan suatu lesi yang dapat menyebabkan perdarahan seperti infeksi, tumor, septum dan sebagainya (Chalik, 2000). Perdarahan uterus disfungsional dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu: 1) Perdarahan uterus disfungsional tipe anovulasi Pada perdarahan uterus disfungsional tipe anovulasi, tidak terdapat pembentukan progesteron sehingga hanya terdapat satu komponen hormonal, yaitu estrogen sehingga pertumbuhan endometrium berlajut terus tanpa batas. Perdarahan yang terjadi karena kemapuan Art spiralis untuk memberikan nutrisi sudah tidak mungkin sehingga dapat berakhir dengan perdarahan. Dimana dari delapan puluh persen dari semua perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan uterus disfungsional tipe anovulasi. Oleh karena itu, perdarahan uterus disfungsional tipe anovulasi mempunyai manifestasi klinik sebagai berikut : a) Jumlah dan lamanya tidak dapat diduga. b) Datangnya tidak dapat diduga. c) Tidak terdapat kontraksi otot rahim sehingga tidak terdapat rasa nyeri. d) Intervalnya tidak sesuai dengan siklus menstruasi.
Perdarahan yang banyak pada perdarahan uterus disfungsional tipe anovulasi disebabkan oleh : a) Tidak
terbentuknya
thrombus
pada
pembuluh
darah
superfisialis b) Tidak terdapat vasokonstriksi pembuluh darah arterial spinalis, yang mempunyai reseptor untuk PGF2 alfa. Kejadian perdarahan uterus disfungsional tipe anovulasi sebagian besar terjadi pada perimenarke, artinya sekitar 1-2 tahun setelah
menarke
dan
perimenopause.
Pada
kejadian
perimenopause perlu diperhatikan ada kemungkinan rangsangan estrogen yang kuat dan terlalu lama akan menimbulkan mammae karsinoma, hiperplasia endometrium edematosa atau atipik, yang keduanya dianggap sebagai batu loncatan menuju karsinoma endometrium. Pada beberapa ahli, tipe hiperplasia sudah dianggap sebagai endometrial karsinoma in situ. Pada masa klimakterium dan menopause banyak terjadi perdarahan uterus disfungsional yang disebabkan oleh rangsangan estrogen, sekalipun pengeluaran dari ovarium tidak terlalu banyak. Sumber estrogen pada masa klimakterium dan menopause adalah ovarium (korteks) sisa sel theka, stroma ovarium karena rangsangan LH mengeluarkan androstenedion dikonversi lemak menjadi estron (6,5%) dan testosterone dikonversi menjadi estradiol (1%). Kedua derivate estrogen rangsang endometrium
sehingga dapat menimbulkan perdarahan uterus disfungsional (Manuaba, 2004). 2) Perdarahan uterus disfungsional tipe ovulasi Kejadian perdarahan uterus disfungsional tipe ovulasi dapat diterangkan karena terjadi korpus luteum persisten atau defisiensi sehingga pengeluaran progesteron tidak adekuat. Dari seluruh kejadian perdarahan uterus disfungsional hampir 20% kejadian perdarahan uterus disfungsional bertipe ovulasi. Progesteron yang merupakan pemicu terjadinya pembentukan prostaglandin menyebabkan terjadi berbagai bentuk perbandingan antara PGF2 alfa dan prostasiklin. Di samping itu, ada kemungkinan pembentukan tromboksan konsentrasinya kurang tinggi sehingga pembentukan thrombus pada pembuluh darah tidak sempurna. Dengan demikian, bentuk perdarahan uterus disfungsional tipe ovulasi mempunyai manifestasi klinik sebagai berikut : a) Terdapat gejala sindrom premenstrual, yaitu: mamae tegang dan mungkin depresi. b) Berat badan dapat bertambah. c) Terdapat dismenorhoe. d) Perdarahan yang terjadi tidak teratur. e) Jumlahnya bervariasi.
Perdarahan uterus disfungsional tipe ovulasi terjadi sekitar 20% dan sebagian besar terjadi pada masa reproduksi aktif (Manuaba, 2004). e. Patofisiologi Pada siklus haid yang normal atau yang berovulasi, perubahan yang dialami kelenjar – kelenjar, pembuluh darah, dan komponen stroma dari endometrium berturut – turut terjadi sesuai dengan pengaruh estrogen dan progesteron yang secara teratur dan bergiliran dihasilkan oleh folikel dan korpus luteum atas pengaruh gonadotropin (FSH dan LH secara teratur) yang dihasilkan hipofisis setelah menerima rangsangan dari faktor – faktor pelepas gonadotropin (gonadotropin releasing factors) dan hipotalamus. Perubahan anatomi dan fungsional dari endometrium berulang kembali setiap 28 hari yang secara berurutan dapat dibagi kedalam 5 fase : fase menstruasi, fase proliferasi, fase sekresi, fase persiapan untuk implantasi dan fase kehancuran (endometrial breakdown). Pada perdarahan uterus disfungsional tidak ditemukan kelima fase ini secara baik dan teratur pada endometrium yang diperoleh melalui kerokan. Pada peristiwa anovulasi tidak terdapat fase sekresi dan fase persiapan untuk implantasi, endometrium didominasi oleh pengaruh estrogen sehingga tetap berada dalam fase proliferasi yang berlebihan dan mengalami hiperplasia sehingga endometrium tumbuh menebal bisa mencapai lebih dari 12 mm yaitu ketebalan maksimal
endometrium dalam fase proliferasi normal. Jika pengaruh estrogen berlangsung berlarut – larut dan berulang tanpa sedikitpun ada pengaruh
progesteron
menyebabkan
(unopposed
estrogen
stimulation)
miometrium mengalami hiperplasia dan uterus
mengalami pembesaran yang simetri (miohiperplasia). Perdarahan uterus disfungsional seperti metropathia hemorrhagica sering kali disertai oleh pembesaran rahim yang demikian. Karena peristiwa anovulasi adalah penyebab utama dari perdarahan uterus disfungsional, endometrium biasanya hampir seluruhnya berada dibawah pengaruh estrogen. Semua fase transisi terlihat, mulai dari proliferasi yang lemah, hiperplasia sederhana sampai hiperplasia glandularis sistika (sweese cheese pattern) dan poliposis. Pengaruh estrogen yang tidak memenuhi kewajaran sering menyertai perdarahan pada remaja dimana terdapat fungsi sumbu hipotalamus – hipofisis – ovarium yang belum matang, atau pada keadaan yang menyertai obesitas, sindroma Stein-Leventhal, atau pada akhir dekade ke-4 dari usia seorang wanita. Dalam masa sekitar 3 tahun setelah pubertas sering kali terjadi gangguan menstruasi, kebanyakan disebabkan oleh respon ovarium yang belum baik terhadap FSH yang mengakibatkan produksi estrogen berkurang. Dengan demikian endometrium tidak cukup banyak
menerima
rangsangan
sehingga
dapat
menimbulkan
perdarahan yang tidak teratur. Seperti halnya pada masa mendekati klimakterium.
Pada
masa
ini
kepekaan
ovarium
terhadap
gonadotropin menurun, dan oleh karena itu sering terjadi peristiwa anovulasi. Perdarahan anovulasi ini dari uterus bisa normal dan teratur datangnya, atau bisa juga terjadi bermacam – macam gangguan perdarahan yang abnormal. Pengaruh estrogen yang berlebihan dimana terdapat pengaruh progestagennya (unopposed estrogen effects) menyebabkan proliferasi yang progesif pada endometrium dengan urutan sebagai berikut: hiperplasia proliferatif, hiperplasia
adenomatosa,
dan
pada
beberapa
kasus,
setelah
berlangsung beberapa tahun, gambaran endometrium menjadi tipis dan menjadi kanker (Chalik, 2000). Perdarahan uterus disfungsional tidak semata terjadi pada endometrium yang mengalami hiperplasia. Perdarahan dapat terjadi pada segala tipe endometrium yang atrofik, hiperplastik, estrogenik, progestasional, dan pada endometrium yang berada dibawah pengaruh campuran estrogen dan progesteron (Wiknjosastro, 2007). f. Diagnosa banding Sebelum diagnosis perdarahan uterus disfungsional ditegakkan, perlu
diperhatikan
kemungkinan
kelainan
lain
yang
bisa
menyebabkan perdarahan tidak teratur keluar melalui vagina seperti: patologi kehamilan yaitu pada kehamilan ektopik jika uji HCG positif, nyeri unilateral dan perdarahan. Abortus dan kondisi
pascapartum (subinvolusio, produk konsepsi yang tertinggal, dan infeksi). Bisa juga pada keganasan seperti kanker serviks, kanker uterus dan kanker tuba falopii, atau pada endometritis kronik (pada bercak intermenstruasi episodik dan tuberkulosis endometritis). Defek uterus juga memungkinkan, contohnya adalah fibroid dan polip endometrium, patologi serviks, vagina, dan ovarium, polip serviks, infeksi berat, disfungsi korpus luteum dan tumor ovarium terutama tumor penyekresi hormon. Bisa juga penyakit sistemik seperti defek koagulasi, hipotiroidisme, insufisiensi adrenal, sirosis, dan pengaruh alat kontrasepsi (Morgan, 2009). g. Diagnosa Pembuatan anamnesa yang cermat penting untuk diagnosa. Diperlukan pertanyaan bagaimana awal mula perdarahan, apakah didahului siklus yang pendek atau oleh oligomenorea atau amenorea, sifat perdarahan (banyak sedikitnya darah, sakit atau tidak), lama perdarahan
dan
sebagainya. Pada
pemeriksaan
umum
perlu
diperhatikan tanda – tanda yang menunjuk kearah kemungkinan penyakit metabolik, penyakit endokrin, penyakit menahun, dan lain – lain. Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan pemeriksaan dengan teliti kearah penyakit yang bersangkutan. Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan – kelainan organik yang
menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu) (Wikjosastro, 2007). Pada pasien yang mengalami PUD, anamnesis perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Tabel 2.1 Keluhan dan gejala saat anamnesis Keluhan dan gejala Nyeri pelvic Mual, peningkatan frekuensi berkemih Peningkatan berat badan, fatigue, gangguan toleransi terhadap dingin Penurunan berat badan, banyak keringat palpitasi
Masalah Abortus, kehamilan ektopik Hamil Hipotiroid
Hipertiroid Koagulopati
Riwayat konsumsi obat antikoagulan
(gangguan pembekuan darah)
Riwayat hepatitis, ikterik
Penyakit hati
Hirsutisme, akne, akantosis nigricans,
Sindrom ovarium
obesitas
polikistik (SOPK)
Perdarahan pasca koitus Galaktore, sakit kepala, gangguan lapang pandang
Dysplasia serviks, polip endoserviks Tumor hipofisis
Sumber : Hestiantoro, 2007 Diagnosa pada perdarahan uterus disfungsional ditegakkan setelah kelainan – kelaianan lain yang bisa menyebabkan perdarahan melalui aurat (kelainan organik dan lesi) telah disingkirkan, dan jika perlu dibantu dengan pemeriksaan histopatologi kerokan endometrium dan
pencatatan suhu basal badan dan pemeriksaan tanda – tanda ovulasi lainnya. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan darah lengkap meliputi pemeriksaan faal hati, kadar glukosa darah, profil hematologi untuk mengetahui ada atau tidaknya anemia atau kelainan – kelainan sistem pembekuan (blood dyscrasias), pemeriksaan ginekologik yang lengkap perlu diperluas dengan pemeriksaan ultrasonografi dan histeroskopi untuk mendeteksi kelainan dalam rongga rahim khususnya pada endometrium (Chalik, 2000). h. Penatalaksanaan Penatalaksanaan perdarahan uterus disfungsional secara umum perlu memperhatikan faktor-faktor berikut: 1) Umur, status pernikahan, fertilitas Hal ini dihubungkan dengan perbedaan penanganan pada tingkatan
perimenars,
Penanganan juga
reproduksi
seringkali berbeda
dan
perimenopause.
antara penderita yang
telah dan belum menikah atau yang tidak dan yang ingin anak. 2) Berat, jenis dan lama perdarahan Keadaan ini akan mempengaruhi keputusan pengambilan tindakan mendesak atau tidak. 3) Kelainan dasar dan prognosisnya Pengobatan kausal dan tindakan yang lebih radikal sejak awal telah dipikirkan jika dasar kelainan dan prognosis telah diketahui sejak dini (Kahn, 2000)
Pada
dasarnya
tujuan
penatalaksanaan
perdarahan
uterus
disfungsional adalah: 1)
Memperbaiki keadaan umum
2)
Menghentikan perdarahan
3)
Mengembalikan fungsi hormon reproduksi. Yang meliputi pengembalian siklus haid abnormal menjadi normal, pengubahan siklus anovulatorik menjadi ovulatorik atau perbaikan
suasana
sehingga
terpenuhi persyaratan
untuk
pemicuan ovulasi. 4)
Menghilangkan ancaman keganasan. Pada perdarahan uterus disfungsional langkah pertama yang harus
dikerjakan adalah memperbaiki keadaan umum, termasuk pengatasan anemia. Langkah kedua adalah menghentikan perdarahan, baik secara hormonal maupun operatif. Setelah keadaan akut teratasi, sebagai langkah ketiga, dilakukan upaya pengembalian fungsi normal siklus haid dengan cara mengembalikan keseimbangan fungsi hormon reproduksi. Untuk ini dapat dilakukan pengobatan hormonal selama 3 siklus berturut-turut. Bilamana upaya ini gagal, maka diperlukan tindakan untuk meniadakan patologi yang ada guna mencegah berulangnya perdarahan uterus disfungsional. Secara singkat langkah-langkah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Perbaikan keadaan umum Pada perdarahan yang banyak sering ditemukan keadaan umum yang buruk, pada
keadaan
perdarahan uterus
disfungsional akut anemia yang terjadi harus segera diatasi dengan
transfusi
darah.
Pada perdarahan uterus
disfungsional kronis keadaan anemia ringan seringkali dapat diatasi dengan diberikan sediaan besi, sedangkan anemia berat membutuhkan transfusi darah (Kahn, 2000). 2) Penghentian perdarahan a) Pemakaian hormon steroid seks (1). Estrogen Digunakan pada perdarahan uterus disfungsional untuk menghentikan perdarahan karena memiliki berbagai khasiat yaitu: (a) Penyembuhan luka (healing effect) (b) Pembentukan
mukopolisakarida
pada
dinding
pembuluh darah (c) Vasokonstriksi, karena merangsang pembentukan prostaglandin (d) Meningkatkan pembentukan trombin dan fibrin serta menghambat proses fibrinolisis.
(2). Progestin Berbagai jenis progestin sintetik telah dilaporkan dapat menghentikan perdarahan. Beberapa sedian tersebut antara
lain adalah
noretisteron, MPA,
megestrol asetat, didrogesteron dan linestrenol. Noretisteron
dapat
menghentikan
perdarahan
setelah 24 - 48 jam dengan dosis 20-30 mg/hari, medroksiprogesteron
asetat
dengan
dosis
10-20
mg/hari selama 10 hari, megestrol asetat dengan didrogesteron dengan dosis 10-20 mg/hari selama 10 hari, serta linestrenol dengan dosis 15 mg/hari selama 10 hari. (3). Androgen Merupakan pilihan lain bagi penderita yang tidak cocok dengan estrogen dan progesteron. Sediaan yang dapat dipakai antara lain adalah isoksasol (danazol) dan metil testosteron (danazol merupakan suatu turunan 17-a- etinil-testosteron). Dosis yang diberikan adalah 200 mg/hari selama 12 minggu. Perlu diingat bahwa pemakaian jangka panjang sediaan androgen akan berakibat maskulinisasi.
b) Pemakaian penghambat sintesis prostaglandin. Pada
peristiwa
perdarahan,
prostaglandin
penting
peranannya pada vaskularisasi endometrium. Dalam hal ini PgE2 dan PgE2a meningkat secara bermakna. Dengan dasar itu, penghambat sintesis prostaglandin atau obat anti inflamasi non steroid telah dipakai untuk pengobatan perdarahan uterus disfungsional, terutama perdarahan uterus
disfungsional
anovulatorik.
Untuk
itu
asam
mefenamat dan naproksen seringkali dipakai dosis 3 x 500 mg/hari selama 3-5 hari terbukti mampu mengurangi perdarahan. c) Pemakaian antifibrinolitik Sistem pembekuan darah juga ikut berperan secara lokal pada perdarahan uterus disfungsional. Peran ini tampil melalui aktivitas fibrinolitik yang diakibatkan oleh kerja enzimatik. Proses ini berfungsi sebagai mekanisme pertahanan dasar untuk mengatasi penumpukan fibrin. Unsur utama pada sistem fibrinolitik
itu adalah
plasminogen, yang bila diaktifkan akan mengeluarkan protease palsmin. Enzim
tersebut
akan
menghambat
aktivasi palsminogen menjadi plasmin, sehingga proses fibrinolisis akhirnya akan terhambat pula. Sediaan yang ada
untuk keperluan ini adalah asam amino kaproat (dosis yang diberikan adalah 4 x 1-1,5 gr/hari selama 4-7 hari). d) Pengobatan operatif Jenis pengobatan ini mencakup: dilatasi dan kuretase, ablasi laser dan histerektomi. Dilatasi
dan
kuretase
merupakan tahap yang ringan dari jenis pengobatan operatif pada perdarahan uterus disfungsional. Tujuan pokok dari kuretase pada perdarahan uterus disfungsional
adalah
untuk diagnostik, terutama pada umur diatas 35 tahun atau perimenopause. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya frekuensi keganasan pada usia tersebut. Tindakan ini dapat menghentikan perdarahan karena menghilangkan daerah nekrotik pada endometrium. Persiapan sebelum kuretase diantaranya USG, mengukur tensi dan hemoglobin darah, memeriksa sistem pernafasan, mengatasi perdarahan dan memastikan pasien dalam kondisi baik (Kahn, 2000). Namun demikian tindakan kuretase pada perdarahan uterus disfungsional masih diperdebatkan, karena yang diselesaikan hanyalah masalah pada organ sasaran tanpa menghilangkan kausa. Oleh karena itu kemungkinan kambuhnya cukup tinggi (30-40%) sehingga acapkali diperlukan kuretase berulang. Beberapa ahli bahkan tidak menganjurkan kuretase sebagai pilihan utama untuk
menghentikan
perdarahan
pada
perdarahan
uterus
disfungsional, kecuali jika pengobatan hormonal gagal menghentikan perdarahan. Pada
ablasi
endometrium
dengan laser ketiga lapisan endometrium diablasikan dengan cara vaporasi neodymium YAG laser. Endometrium akan hilang permanen, sehingga penderita akan mengalami henti haid yang permanen pula. Cara ini dipilih untuk penderita yang punya kontraindikasi pembedahan dan tampak cukup efektif sebagai pilihan lain dari histerektomi, tetapi bukan sebagai pengganti histerektomi (Manuaba, 2004). Tindakan histerektomi pada penderita perdarahan uterus disfungsional harus memperhatikan usia dan paritas penderita. Pada penderita muda tindakan ini merupakan pilihan terakhir. Sebaliknya pada penderita perimenopause atau menopause, histerektomi harus dipertimbangkan bagi semua kasus perdarahan yang menetap atau berulang. Selain itu histerektomi juga dilakukan untuk perdarahan uterus
disfungsional
dengan
gambaran
histologis
endometrium hiperplasia atipik dan kegagalan pengobatan hormonal maupun dilatasi dan kuretase (Manuaba, 2004).
3) Mengembalikan keseimbangan fungsi hormon reproduksi Usaha ini meliputi pengembalian siklus haid abnormal menjadi normal, pengubahan siklus anovulatorik menjadi ovulatorik
atau
persyaratan
perbaikan
untuk
polimenorea,
suasana
pemicuan
oligomenorea,
sehingga
ovulasi.
terpenuhi
Tampil
menoragia
dan
sebagai
perdarahan
pertengahan siklus, perdarahan bercak prahaid atau pasca haid. Perdarahan pertengahan siklus diatasi dengan estrogen konjugasi
0,625-1,25
mg/hari
atau
etinilestradiol
50
mikogram/hari dari hari ke 10 hingga hari ke 15. Perdarahan bercak prahaid diobati dengan progesterone (medroksi progestron asetat atau didrogestron) dengan dosis 10 mg/hari dari hari ke 17 hingga hari ke 26 (Achadiat, 2004). Beberapa penulis
menggunakan
progesteron
dan
estrogen
pada
polimenorea dan menoragia dengan dosis yang sesuai dengan kontrasepsi oral, mulai hari ke 5 hingga hari ke 25 siklus haid. Perdarahan uterus disfungsional anovulatorik mempunyai dasar kelainan kekurangan progesteron. Oleh karena itu pengobatan untuk mengembalikan fungsi hormon reproduksi dilakukan dengan pemberian progesteron, seperti medroksi progesteron asetat dengan dosis 10-20 mg/hari mulai hari ke 16-25 siklus haid. Dapat pula digunakan didrogesteron dengan dosis 10-20 mg/hari dari hari 16-25 siklus haid, linestrenol
dengan dosis 5-15 mg/hari selama 10 hari mulai hari hari ke 16-25 siklus haid. Pengobatan hormonal ini diberikan untuk 3 siklus haid. Jika gagal setelah pemberian 3 siklus dan ovulasi tetap tak terjadi, dilakukan pemicuan ovulasi. Pada penderita yang tidak menginginkan anak keadaan ini diatur dengan penambahan estrogen dosis 0,625- 1,25 mg/hari atau kontrasepsi oral selama 10 hari, dari hari ke 5 sampai hari ke 25 (Achadiat, 2004). i. Prognosis Hasil pengobatan bergantung kepada proses perjalanan penyakit (patofisiologi). Penegakan diagnosa yang tepat dan regulasi hormonal secara dini dapat memberikan angka kesembuhan hingga 90 %. Pada wanita muda, yang sebagian besar terjadi dalam siklus anovulasi, dapat diobati dengan hasil baik.
Sumber : Manuaba, 2008 PUD Perimenopause Usia > 40 tahun Belum menopause
Akut/banyak Hb -> <- KU
Kronik/sedikit Hb -> <- KU Faktor pembekuan
Hb 10 gr %
Hb < 10 gr %
Kelainan Pembekuan (-)
Transfusi Perbaiki KU
D&C
Kelainan Pembekuan (+)
Rujuk hematologi
Simptomatik
Histopatologik
Keganasan
Hyperplasia endometrium
Normal
Rujuk onkologi
Lihat protokol Hyperplasia
Konservatif
Gangguan keseimbangan hormonal
Sembuh
Berulang
Estrogen konjugasi (Premarin 0,625 mg/hr) – 20 hr Progestin (Primolut N 5 mg/hr) – 7 hr
Mikrokuretase
Sembuh
Tetap
Lanjutkan 3 siklus lagi
Gambar 1. Perdarahan uterus disfungsional pada perimenopause Sumber : Achadiat, 2004
B.
Teori Manajemen Kebidanan 1. Pengertian Asuhan Kebidanan Asuhan kebidanan adalah proses pengambilan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan (Depkes RI, 2007). 2. Pengertian Manajemen Kebidanan Manajemen asuhan kebidanan adalah pendekatan dan kerangka pikir yang digunakan oleh bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara sistematis mulai dari pengumpulan data, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Sofyan, 2007). Manajemen kebidanan menurut Varney terdiri dari 7 langkah yaitu pengkajian, interpretasi data, diagnosa potensial dan antisipasi, tindakan segera, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Varney, 2007). Teori manajemen kebidanan adalah suatu metode pendekatan masalah-masalah ibu dan anak serta keluarga berencana yang khususnya diberikan oleh bidan dalam memberikan asuhan kebidanan baik secara individu, keluarga maupun masyarakat. Dimana didalam melaksanakan asuhan kebidanan menggunakan 7 langkah Varney (Varney, 2007) 3. Manajemen Kebidanan 7 Langkah Varney Penerapan manajemen kebidanan pada gangguan reproduksi dengan Perdarahan Uterus Disfungsional menurut 7 langkah Varney meliputi:
a. Langkah I (Tahap Pengumpulan Data Dasar) Langkah pertama adalah mengumpulkan data dasar yang menyeluruh untuk mengevaluasi ibu. Data dasar ini meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan fisik dan pelviks sesuai indikasi, meninjau kembali proses perkembangan perawatan saat ini atau dengan meninjau catatan rumah sakit terdahulu, dan meninjau kembali data hasil laboratorium dan laporan penelitian terkait secara singkat, data dasar yang diperlukan adalah semua data yang berasal dari sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi ibu (Varney, 2007). Data yang terkumpul bisa berupa data subyektif dan data obyektif 1)
Data Subyektif Data subjektif adalah data yang diperoleh melalui tanya jawab dengan klien atau anamnesis. Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, alasan dirawat, data kebidanan, data kebiasaan
sehari-hari,
bio-psiko-sosio-spiritual,
serta
pengetahuan klien (Soepardan, 2008). a) Identitas (biodata) (1). Nama
pasien
harus
jelas
dan
lengkap
untuk
menghindari kesalahan dalam pemberian terapi. (2). Umur sebaiknya didapat dari tanggal lahir, yang ditanyakan untuk mengantisipasi diagnosis masalah kesehatan dan tindakan yang dilakukan. Dalam kasus
ini, perdarahan uterus disfungsional lebih umum terjadi pada usia dibawah 19 tahun dan diatas 39 tahun (Llewellyn, 2001). (3). Suku atau bangsa: Merupakan kemungkinan adanya adat dan kebiasaan yang berpengaruh dalam kesehatan. (4). Agama berisi mengenai kayakinan ibu yang digunakan untuk mempermudah dalam memberi support mental kepada ibu dan keluarga. (5). Nama suami harus ditulis dengan jelas agar tidak keliru dengan orang lain, mengingat banyak sekali nama yang sama. (6). Pendidikan dan pekerjaan selain sebagai tambahan identitas, informasi tentang pendidikan dan pekerjaan, baik istri maupun suami, dapat menggambarkan keakuratan data yang akan diperoleh serta dapat ditentukan pola pendekatan dalam anamnesis. (7). Alamat tempat tinggal pasien harus ditulis dengan lengkap dan jelas. Kejelasan alamat ini diperlukan agar sewaktu-waktu dapat dihubungi. b)
Keluhan Utama Alasan wanita tersebut mengunjungi tenaga kesehatan di klinik,
kantor,
persalinan,
kamar gawat
rumah
sakit
atau
darurat,
pusat
rumahnya,
pelayanan
seperti
yang
diungkapkan dengan kata – katanya sendiri (dapat berhubungan dengan sistem tubuh) (Wiknjosastro, 2007). Keluhan yang dirasakan klien diperlukan untuk menentukan tindak lanjut dalam memberikan asuhan kebidanan. Keluhan yang biasanya muncul dalam kasus perdarahan uterus disfungsional dapat berupa perdarahan akut dan banyak, perdarahan irreguler dan menoragia (Robe, 2002). c)
Data Kebidanan (1). Riwayat menstruasi meliputi umur menarche, frekuensi menstruasi, lama menstruasi, banyaknya darah yang keluar,
gangguan
perdarahan
uterus
sewaktu
menstruasi.
disfungsional
Pada
riwayat
kasus
menstruasi
digunakan sebagai indikator ketidaknormalan perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenorea atau amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainya (Wiknjosastro, 2007). (2). Status perkawinan ditanyakan untuk mengetahui ibu kawin atau tidak kawin, usia menikah pertama, sudah berapa lama ibu menikah dan berapa kali ibu menikah. (3). Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu disajikan dalam bentuk table yang berisi tentang berapa kali ibu hamil, umur kehamilan selama hamil, tanggal lahir
bayi, jenis persalinan, tempat persalinan, penolong persalinan dan penyulit. Keadaan anak dan nifas yang lalu berisi mengenai jenis kelamin putra putri ibu, berat badan waktu lahir, panjang badan waktu lahir, keadaan anak sekarang, riwayat laktasi, perdarahan dan lamanya ibu nifas. (4). Riwayat keluarga berencana yang perlu ditanyakan adalah jenis kontrasepsi apa yang pernah dipakai ibu, alasan pemberhentian, lama dan keluhan. Hal tersebut untuk mengetahui apakah perdarahan yang diderita pasien sebagai akibat penggunaan alat kontrasepsi hormonal atau bukan (Hestiantoro, 2007). d)
Data Kesehatan (1). Data kesehatan sekarang adalah keadaan yang dirasakan ibu sekarang dan riwayat penyakit kronis yang sedang diderita ibu, misalnya ibu sedang menderita asma, DM, hipertensi, TBC, hepatitis dan lain-lain. (2). Riwayat kesehatan yang lalu dapat mengetahui penyakit yang pernah diderita pasien sebelumnya, misalnya DM, hipertensi, jantung, asma, TBC, hepatitis dan lain-lain. (3). Riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji untuk mengetahui penyakit yang ada di keluarga pasien khususnya penyakit menular.
(4). Riwayat penyakit keturunan dikaji untuk mengetahui apakah ibu memiliki riwayat penyakit menurun atau memiliki keturunan kembar baik dari keluarga ibu maupun suami. e)
Data Kebiasaan Sehari – hari (1). Nutrisi dikaji untuk mengetahui status gizi pasien sebelum dan selama sakit apakah mengalami perubahan, frekuensi makan dan minum, jenis makanan dan minuman, apakah punya makanan pantangan, apakah ibu alergi terhadap suatu makanan. Penderita perdarahan uterus disfungsional sering mengalami anemia karena perdarahan berlebih yang dialaminya, anemia ini bisa didukung karena kurangnya nutrisi. Untuk menaikkan Hb ke dalam batas normal bisa dilakukan dengan asupan gizi yang cukup. (2). Eliminasi yang meliputi kebiasaan BAB, BAK, frekuensi, warna urin, bau urin, konsistensi feses dan keluhan misalnya obstipasi. (3). Istirahat dan tidur perlu ditanyakan frekuensi tidur dalam sehari apakah ada keluhan atau tidak. (4). Personal hygiene ditanyakan untuk mengetahui kebersihan tubuh yang meliputi frekuensi mandi, gosok gigi, ganti bajuataupakaian dalam, keramas, dan cara membersihkan alat genetalianya.
(5). Pola seksual perlu dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu melakukan hubungan seksual dalam seminggu dan ada atau tidaknya keluhan. f)
Data Psikososial dan Agama (1). Hubungan dengan keluarga untuk mnegetahui psikologis ibu dalam keluarga, mungkin ibu memiliki masalah dengan keluarga sehingga menyebabkan ibu berfikir terlalu berat dan mempengaruhi hipotalamus ibu dan mengganggu pola menstruasi ibu. (2). Hubungan
dengan
masyarakat
untuk
mnegetahui
pergaulan ibu dalam masyarakat. (3). Kegiatan ibadah perlu ditanyakan untuk mempermudah dalam memberi motivasi kepada ibu. 2)
Data Obyektif Data obyektif adalah data yang diperoleh dari hasil observasi, pemeriksaan dan penelaahan catatan keluarga, masyarakat dan lingkungan (Syahlan JH, 2006). Data yang dikaji pada ibu dengan Perdarahan Uterus Disfungsional adalah : a)
Keadaan umum Pengkajian ini terdiri dari pemeriksaan umum seperti pemeriksaan status kesadaran dan keadaan umum ibu meliputi pemeriksaan vital sign (Nadi, Suhu, Respirasi dan
Tekanan Darah) dan tinggi badan ibu, berat badan ibu serta lingkar lengan atas ibu. b)
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan dengan melihat, meraba dan mendengar dimulai dari ujung rambut sampai kaki. Pada kasus perdarahan uterus disfungsional, pemeriksaan fisik biasanya normal kecuali terdapat kehilangan darah yang banyak dan menyebabkan hipovolemia atau anemia (Manuaba, 2008). (1). Kepala (a) Rambut : pola rambut, kerontokan, ada tidaknya infeksi kulit kepala, ketombe, kutu rambut, lesi, bagian yang botak dan karakter umum (misal : kering, berminyak). (b) Muka : bentuk, kontur, kesimetrisan, kondisi (pucat, lesu, segar), ada tidaknya ruam atau lesi dan kelengkapan organ. (c) Mata : ukuran, bentuk dan kesamaan ukuran pupil, warna konjungtiva merah jika tidak anemi dan putih jika anemi, warna sklera putih pada batas normal.
(d) Hidung : ada tidaknya sumbatan pada hidung atau polip (kesulitan nafas), perdarahan melalui hidung, kesimetrisan bentuk, dan cedera. (e) Mulut dan gigi : ada tidaknya perdarahan gusi, lesi, nyeri, kesimetrisan bibir, kelengkapan bibir, caries gigi, dan posisi lidah. (f) Telinga : evaluasi pasien tentang ketajaman pendengarannya dan perubahan terbaru terhadap pendengaran, bentuk, kesimetrisan telinga,benjolan dan kebersihan telinga. (2). Leher : ada tidaknya nyeri atau kekakuan pada leher, pembesaran atau nyeri tekan pada kelenjar getah bening, pemebesaran tyroid. (3). Dada : pemeriksaan payudara mengenai bentuk, kesimetrisan, ada tidaknya benjolan, nyeri tekan, menonjol atau tidaknya putting dan hiperpigmentasi areola. (4). Abdomen : kesimetrisan, ukuran, kontur, ada tidaknya lesi, pigmentasi, memar, bekas luka, massa, nyeri tekan, pembesaran organ dalam, kekakuan, dan aktivitas peristaltik.
Pada kasus perdarahan uterus disfungsional temuan – temuannya normal (Manuaba, 2008). Pada kasus perdarahan uterus disfungsional seperti metropathia hemorrhagica sering kali disertai oleh pembesaran rahim (Chalik, 2000). (5). Genetalia : bentuk genetalia, pengeluaran (warna, bau, jumlah
dan
karakter)
dan
ada
tidaknya
lesi.
Pemeriksaan dalam (vagina toucher dan inspekulo) dikaji untuk mengetahui kondisi vagina urethra, dinding vagina, portio, Orifisium urethra eksterna, korpus uteri, pengeluaran,dan discharge. Pemeriksaan panggul dan kemaluan dengan spekulum, digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya trauma atau benda asing (Rayburn, 2001). c)
Data Penunjang Uji
Laboratorium
pada
kasus
perdarahan
uterus
disfungsional menurut Morgan, 2009 (1). Pap Smear, biopsi endometrium, quantitative beta human chorionic gonadotropin (QBHCG), hitung darah lengkap, uji koagulasi, TSH, dan DHEAS bila ada maskulinisasi
(2). Ultrasonografi (USG) Pemeriksaan
ultrasonografi
pelvis
dapat
menemukan adanya pembesaran satu atau kedua ovarium. Namun yang perlu diingat bahwa pada PUD tidak selalu terjadi pembesaran ovarium sehingga diagnosa PUD dapat diduga tanpa harus melakukan pemeriksaan ultrasonografi terlebih dulu (Manuaba, 2004) Data diagnostik tambahan pada kasus perdarahan uterus disfungsional menurut Manuaba, 2008 (1). Biopsi endometrium Pada
kasus
endometrium
perdarahan hampir
selalu
uterus
disfungsional,
proliferative
atau
hiperplastik, mengindikasikan perangsangan estrogenic berlebihan
tanpa
pengaruh
progesterone
yang
berkaitan dengan ovulasi. (2). Tes Kehamilan terhadap HCG Suatu tes negativ membantu dalam menyingkirkan kemungkinan kehamilan. (3). Tes koagulasi Hitung trombosit atau waktu perdarahan atau kedua – duanya diindikasikan bila terdapat kecurigaan
terhadap
trombositopenia
atau
penyakit
Von
Willebrand (kelainan koagulasi) (4). Gonadotropin serum Pada kasus perdarahan uterus disfungsional yang persisten selama bertahun – tahun reproduktif sering memerlukan prosedur diagnostik lanjutan. Peningkatan LH dan penurunan kadar FSH dikaitkan dengan sindrom ovarium polikistik. (5). Tes fungsi tiroid Diindikasikan apabila terdapat kecurigaan terhadap hipo atau hiper tiroidi. (6). Prolaktin serum Diindikasikan bila peningkatan kadarnya memberi kesan adanya adenoma hipofise yang mensekresi prolaktin. b. Langkah II (Tahap Interpretasi Data) Interpretasi
data
menjadi
masalah
atau
diagnosa
yang
teridentifikasi secara spesifik. Kata masalah dan diagnosa keduanya digunakan karena masalah tidak dapat didefinisikan sebagai diagnosa tetapi dibutuhkan sebagai pertimbangan dalam mengembangkan rencana perawatan yang komprehensif kepada pasien (Varney, 2007).
1)
Diagnosa Kebidanan Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan (Salmah, 2006). Ditulis secara lengkap berdasarkan anamnesa, data subyektif, pemeriksaan fisik dan diagnosa penunjang. Pada kasus perdarahan uterus disfungsional diagnosis ditegakkan berdasarkan beberapa kriteria, yaitu: terjadinya perdarahan pervaginam yang tidak normal (lamanya, frekuensi dan jumlah) yang terjadi di dalam maupun di luar siklus haid, tidak ditemukan kelainan organik maupun kelainan hematologi (faktor pembekuan), hanya ditemukan kelainan fungsi poros hipotalamus-hipofisis-ovarium dan organ (endometrium), terjadi pada usia perimenars, masa reproduksi, dan perimenopause (Achadiat, 2004). Diagnosa kebidanan yang dapat ditegakkan pada kasus pasien ibu dengan ganguan reproduksi Perdarahan Uterus Disfungsional adalah Ny. A umur 43 tahun, P4A1 dengan perdarahan uterus disfungsional, dengan dasar data subyektif dan data obyektif.
2)
Masalah Masalah adalah hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman klien yang ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis (Salmah, 2006) Masalah pada kasus perdarahan uterus disfungsional yang adalah timbulnya rasa cemas akibat perdarahan akut dan banyak (Hestiantoro, 2007).
3)
Kebutuhan Kebutuhan adalah hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosis dan masalah yang didapatkan dengan melakukan analisis data (Salmah, 2006). Kebutuhan muncul setelah dilakukan pengkajian
(Varney,
2007). c. Langkah III (Tahap Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial dan Mengantisipasi Penanganannya) Mengidentifikasi
masalah
atau
diagnosa
potensial
lain
berdasarkan seperangkat masalah dan diagnosa terbaru adalah suatu hal untuk antisipasi, pencegahan jika mungkin, pengawasan penuh dan persiapan untuk kejadian apapun. Langkah ini vital untuk perawatan apapun (Varney, 2007). Diagnosa potensial pada kasus perdarahan uterus disfungsional adalah anemia berat sampai dengan syok (Achadiat, 2004). Pada kasus perdarahan uterus disfungsional yang berlangsung selama
beberapa tahun, gambaran endometrium menjadi tipis dan berpotensi menjadi kanker (Chalik, 2000). Rangsangan estrogen yang kuat dan terlalu lama akan menimbulkan mammae karsinoma, hiperplasia endometrium edematosa atau atipik, yang keduanya dianggap sebagai batu loncatan menuju karsinoma endometrium (Manuaba, 2004) Antisipasi yang bisa dilakukan bidan menghadapi kasus perdarahan uterus disfungsional pada wanita dewasa muda, identifikasi apakah sudah aktif melakukan hubungan seksual. Pada wanita dewasa muda yang belum aktif melakukan hubungan seksual dan dengan keadaan baik, bidan masih dapat mencobanya dengan terapi hormonal pil KB, berhati – hatilah dalam memberi keterangan agar keluarganya tidak tersinggung (Manuaba, 2008). Pada kasus perdarahan uterus disfungsional antisipasi yang dilakukan yaitu istirahat baring dan pemberian nutrisi yang cukup (Wiknjosastro, 2007). d. Langkah IV (Tahap Menetapkan Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera) Langkah keempat menggambarkan sifat berkelanjutan dari manajemen proses tidak hanya selama perawatan primer tetapi selama para bidan terus-menerus bersama pasien tersebut. Beberapa data mengindikasikan situasi darurat dimana bidan harus bertindak secepatnya
untuk
keselamatan
ibu
atau
bayi,
data
lain
mengindikasikan situasi yang membutuhkan tindakan segera sambil menunggu bantuan dokter, situasi lain tidaklah darurat tapi mungkin membutuhkan konsultasi atau manajemen kolaborasi dengan dokter (Varney, 2007). Kebutuhan terhadap tindakan segera pada kasus perdarahan uterus disfungsional yang mungkin dilakukan bidan adalah melakukan rujukan sehingga mendapatkan terapi yang adekuat (Manuaba, 2008). Sedangkan kebutuhan tindakan segera yang berhubungan dengan anemia ringan karena perdarahan kronik adalah dengan mengobati sebab perdarahan dan pemberian preparat Fe (Manuaba, 2001). e. Langkah V (Tahap Menyusun Rencana Tindakan) Langkah kelima mengembangkan rencana perawatan yang komprehensif yang ditentukan oleh langkah sebelumnya. Suatu rencana perawatan yang komprehensif meliputi hal-hal yang diindikasikan oleh kondisi pasien dan masalah lain yang berkaitan. Apapun yang berkaitan dengan aspek apapun dari perawatan harus disetujui oleh kedua pihak baik oleh bidan atau wanita tersebut agar bersifat efektif (Varney, 2007). Rencana asuhan kebidanan secara umum yang dilakukan pada kasus perdarahan uterus disfungsional adalah : 1)
Memberikan disfungsional.
penjelasan
tentang
perdarahan
uterus
2)
Memberikan motivasi dan support mental kepada klien (Manuaba, 2008).
3)
Menganjurkan klien untuk rawat inap untuk mendapatkan perawatan intensif (Achadiat, 2004)
4)
Melakukan observasi dengan memperhatikan gejala-gejala klinik
yang
berhubungan
dengan
perdarahan
uterus
disfungsional (Manuaba, 2008). 5)
Konsultasi atau kolaborasi dengan dokter spesialis (obstetri ginekologi dan atau haematologi) (Manuaba, 2008).
6)
Memberikan transfusi darah jika Hb < 10 mg/dl (Achadiat, 2004)
7)
Memberikan medikamentosa (Errol, 2007).
f. Langkah VI (Tahap Implementasi) Langkah
keenam
adalah
pelaksanaan
perawatan
yang
komprehensif. Hal ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau wanita yang bersangkutan, bidan atau anggota tim kesehatan lain. Jika bidan tidak melakukan sendiri, dia bertanggung jawab atas pengarahan pelaksanaannya. Pada keadaan melakukan kolaborasi dengan dokter dan memberi kontribusi terhadap penatalaksanaan perawatan ibu dengan komplikasi, bidan dapat mengambil tanggung jawab mengimplementasikan rencana perawatan kolaborasi yang menyeluruh. Implementasi yang efisien akan meminimalkan waktu dan biaya serta meningkatkan kualitas perawatan kesehatan. Suatu
komponen
implementasi
yang
sangat
penting
adalah
pendokumentasian secara berkala, akurat, dan menyeluruh (Varney, 2007). Implementasi pada kasus perdarahan uterus disfungsional mengacu pada rencana tindakan yang sudah disetujui oleh pasien. g. Langkah VII (Tahap Evaluasi) Langkah terakhir evaluasi adalah salah satu langkah pemeriksaan dari rencana perawatan, apakah kebutuhan ”butuh-bantuan” yang teridentifikasi dalam masalah dan diagnosa. Rencana dianggap efektif jika terlaksana dan tidak efektif jika tidak terlaksana (Varney, 2007). Evaluasi dari pelaksanaan asuhan kebidanan pada klien dengan kasus perdarahan uterus disfungsional adalah: 1)
Ibu mengerti tentang penyakitnya setelah diberikan penjelasan oleh bidan (Manuaba, 2008).
2)
Ibu telah merasa lebih baik setelah mendapatkan motivasi dari bidan (Manuaba, 2008)
3)
Klien bersedia melaksanakan rawat inap untuk pemberian terapi yang intensif (Achadiat, 2004)
4)
Gejala-gejala klinik dari perdarahan uterus disfungsional sudah teratasi (Manuaba, 2008).
5)
Hasil kuretase dipastikan tidak adanya patologi anatomi endometrium (Llewellyn, 2001).
6)
Obat anti-inflamasi nonsteroid berupa asam mefenamat terlihat dapat mengurangi kehilangan darah (Errol, 2007). Sedangkan preparat Fe untuk meningkatan kadar haemoglobin (Manuaba, 2001).
4. Follow Up Catatan Perkembangan Kondisi Pasien Dari hasil evaluasi sebelumnya dapat dilakukan asuhan kebidanan menggunakan langkah SOAP. 7 langkah Varney disarikan menjadi 4 langkah, yaitu SOAP (Subjektif, Objektif, Assesment, dan Planing). SOAP disarikan dari proses pemikiran penatalaksanaan kebidanan sebagai perkembangan catatan kemajuan keadaan klien. Menurut KepMenKes RI No:936/MenKes/SK/VII/2007 adalah sebagai berikut: a. S: Subjektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien, melalui anamnesa sebagai langkah I Varney. b. O: Objektif Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil laboratorium dan tes diagnostik lain yang dirumuskan dalam data fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney. c. A: Assesment Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi: 1)
Diagnosa atau masalah.
2)
Antisipasi diagnosa atau masalah potensial.
3)
Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter, konsultasi atau kolaborasi dan rujukan sebagai langkah 2,3 dan 4 Varney.
d. P: Planing Menggambarkan pendokumentasian dari tindakan dan evaluasi perencanan Varney.
berdasarkan Assesment sebagai langkah 5, 6 dan 7
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun Karya Tulis ini adalah penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan Studi Kasus. Metode observasional adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal – hal yang diteliti (Hidayat, 2008). Penelitian deskriptif adalah suatu metode penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara objektif. Studi kasus adalah melakukan penelitian yang rinci tentang seseorang atau suatu unit selama kurun waktu tertentu (Notoatmojo, 2005). B. Tempat Dan Waktu Penelitian Tempat penelitian yaitu di RS Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Maret sampai Agustus 2011. C. Subjek Penelitian Dalam penyusunan studi kasus ini penulis mengambil subyek Ny. A P4A1 dengan perdarahan uterus disfungsional di Bangsal Mawar I RS Dr. Moewardi Surakarta. D. Jenis Data Dalam penyusunan studi kasus ini penulis menggunakan jenis data primer dan data sekunder.
1. Data Primer Data primer yaitu pengumpulan data dilakukan secara langsung oleh peneliti terhadap sasaran (Budiarto, 2001). Data yang dikumpulkan peneliti dalam kasus perdarahan uterus disfungsional ini antara lain identitas pasien secara lengkap, keluhan utama masuk rumah sakit, data kebidanan, data kesehatan, data kebiasaan sehari- hari pasien meliputi (pola nutrisi, personal hygiene, istirahat, eliminasi .dan pola seksual) dan berupa data psikososial dan agama. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung dari unit sasaran. Data ini dapat diperoleh antara lain dari rekam medik (Budiarto, 2001). Pada kasus perdarahan uterus disfungsional data sekunder yang di dapat ialah data dari catatan medis klien catatan medis klien yang ditulis oleh anggota tim kesehatan berupa pemeriksaan umum, pemeriksaan fisik dan catatan perkembangan yang berhubungan dengan klien. Hasil pemeriksaan penunjang dapat membantu untuk menetapkan diagnosis medis dan dapat membantu
mengevaluasi
keberhasilan
dari
tindakan
keperawatan.
Kepustakaan digunakan untuk memperoleh data dasar klien yang komprehensif, dapat dengan cara membaca literatur yang berhubungan dengan masalah klien. Studi Dokumentasi Rekam Medik RSUD Dr Moewardi Surakarta digunakan untuk mengetahui angka kejadian
perdarahan uterus disfungsional (PUD) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta pada tahun 2010. E. Teknik Pengambilan Data Teknik pengambilan data yang digunakan dalam penulisan studi kasus ini adalah : 1. Wawancara Wawancara
adalah
suatu
metode
yang
dipergunakan
untuk
mengumpulkan data dimana peneliti mendapatkan keterangan secara lisan dari seorang sasaran penelitian (responden) atau bercakap-cakap berhadapan dengan orang tersebut
(Notoatmodjo, 2005). Pada
pengambilan kasus perdarahan uterus disfungsional pasien dan keluarga pasien dapat diwawancarai untuk mendapatkan keterangan secara lisan. 2. Observasi Observasi adalah cara pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung kepada responden penelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan diteliti (Hidayat, 2008). Adapun yang diobservasi adalah keadaan umum dan kesadaran, aktivitas, nutrisi, eliminasi dan sifat perdarahan. 3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik bertujuan untuk mengumpulkan data tentang kesehatan pasien, menambah informasi, atau menyangkal data yang diperoleh dari riwayat pasien, mengidentifikasi masalah pasien, menilai perubahan status pasien serta mengevaluasi pelaksanaan tindakan yang
telah diberikan (Nursalam, 2001). Antara lain melakukan pemeriksaan vital sign dan pemeriksaan head to toe. 4. Studi Kepustakaan Studi Pustaka adalah pengumpulan data dan teori-teori dari buku-buku sumber yang dijadikan bahan yang digunakan untuk pemecahan masalah (Notoatmojo, 2005). 5. Studi Dokumentasi Studi dokumentasi adalah metode pengumpulan data dengan cara mengambil data yang berasal dari dokumen asli (Hidayat, 2008). Pada teknik pengambilan kasus perdarahan uterus disfungsional, studi dukumentasi yang diperoleh dari rekam medik berupa pemeriksaan penunjang dan perjalanan penyakit klien. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis perdarahan uterus disfungsional adalah pemeriksaan biopsi endometrium, USG, pemeriksaan hematologik lengkap dan pemeriksaan hormon reproduksi. F. Analisis Data Data yang didapat dianalisis secara deskriptif menggunakan prinsipprinsip manajemen asuhan kebidanan menurut Varney dan menggunakan SOAP untuk catatan perkembangan.
BAB IV TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Kasus Kebidanan Tanggal / Jam masuk RS : 16 Maret 2011 Jam 20.19 WIB Tempat
: Bangsal Mawar 1 RS Dr. Moewardi Surakarta
No register
: 01.05.69.91
1. Pengumpulan Data Dasar Tanggal : 16 Maret 2011
Jam : 20.20 WIB
a. Data Subjektif 1) Identitas Nama Pasien
: Ny. A
Nama Pasien
: Tn.J
Umur
: 43 tahun
Umur
: 42 tahun
Suku/bangsa
: Jawa/Indonesia
Suku/bangsa
: Jawa/Indonesia
Agama
: Islam
Agama
: Islam
Pendidikan
: SD
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
: Swasta
Pekerjaan
: Swasta
Penghasilan keluarga : ± Rp 500.000 – 1.000.000 Alamat
: Petoran RT 1 RW 8 Alamat
: Petoran RT 1 RW 8
Jebres, Surakarta
Jebres, Surakarta
2) Keluhan utama pada waktu masuk Ibu datang dengan keluhan mengalami perdarahan dari tanggal 3 Maret 2011 sampai sekarang (16 Maret 2011) serta merasakan lemas dan tidak enak badan.
3) Data Kebidanan a) Riwayat Menstruasi Menarche
: Umur 17 tahun
Siklus
: 28 hari. Namun pada bulan Februari ibu tidak menstruasi.
Lamanya
: 5-6 hari. Pada bulan Februari 2011 tidak menstruasi, bulan Maret 2011 sampai sekarang menstruasi selama 14 hari.
Banyaknya
: 2 kali ganti pembalut/hari. Pada tanggal 3 Maret 2011 sampai dengan sekarang (16 Maret 2011) ganti pembalut 4-5 kali pembalut/hari.
Jenis
: Encer, tidak ada gumpalan. Sejak tanggal 3 Maret 2011 darah berupa stolsel.
Warna
: Merah tua
Keluhan
: Saat menstruasinya teratur, ibu tidak ada keluhan. Saat mengalami menstruasi panjang ini ibu mengeluh sedikit lemas dan pusing.
b) Status Perkawinan Kawin / tidak kawin : Kawin sah/resmi Pernikahan ke-
: Satu
Usia kawin
: 22 tahun
Lama perkawinan
: ± 21 tahun
c) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu: Tabel 4.1 Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu KehaUmur Tahun Jenis Tempat Penolong milan kehamilan partus partus Partus
No
Penyulit
1
Pertama
9 bulan
1990
spontan
RB
Bidan
Tidak ada
2
Kedua
9 bulan
1992
spontan
RB
Bidan
Tidak ada
3
Ketiga
9 bulan
1995
spontan
RS
Dokter
Tidak ada
4
Keempat 9 bulan
2003
spontan
RS
Dokter
Tidak ada
5
Kelima
2011
kuretase
-
-
-
Abortus
Sumber : Data primer, 2011 Keadaan anak dan nifas yang lalu: Tabel 4.2 Keadaan anak dan nifas yang lalu Anak No
Laktasi
Nifas
Jenis
BB
PB
Keadaa
Perda-
Nifas
rahan
(hari)
Kelamin
(gr)
(cm)
n anak
1
Laki – laki
2700
48
Hidup
± 2tahun Normal
40
-
2
Perempuan
2700
48
Hidup
±1tahun
Normal
40
-
3
Perempuan
2700
48
Hidup
±2tahun
Normal
40
-
4
Laki - Laki
3000
48
Hidup
±6bulan
Normal
40
-
Sumber : Data primer, 2011 d) Riwayat Keluarga Berencana Ibu mengatakan baru menggunakan kontrasepsi implan setelah kelahiran anak ketiga selama 5 tahun kemudian beralih dengan kontrasepsi suntik 3 bulan setelah kelahiran anak keempat selama 2 tahun. Setelah itu ibu tidak menggunakan kontrasepsi jenis apapun.
Ket
4) Data Kesehatan a) Data kesehatan sekarang Keadaan umum ibu sedang, ibu merasa agak sedikit lemas. Ibu mengatakan keluar darah banyak dari jalan lahir mulai tanggal 3 Maret 2011 sampai sekarang (16 Maret 2011). b) Riwayat kesehatan yang lalu (1) Riwayat penyakit yang pernah diderita Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit menular (GO, AIDS, TBC), penyakit menahun (Hipertensi, Jantung), dan penyakit menurun (Asma, Diabetes Melitus). (2) Operasi yang pernah dialami Ibu mengatakan tidak pernah menjalani operasi namun pernah kuretase pada bulan Januari 2011 karena keguguran kehamilan yang kelima. c) Riwayat kesehatan keluarga Ibu mengatakan bahwa dalam keluarga tidak terdapat penyakit menular, menahun dan riwayat penyakit kanker. d) Riwayat penyakit keturunan Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit keturunan seperti asma, jantung, hipertensi, kanker dan keturunan kembar.
5) Data Kebiasaan Sehari-hari Tabel 4.3 Kebiasaan Sehari-hari Kebutuhan Keterangan Nutrisi : a. Makan Frekuensi makan: 3 kali/hari Jenis: nasi, lauk, sayur dan buah. Tidak ada makanan pantang Tidak ada alergi makanan b. Minum Frekuensi: 6-8 gelas/hari Jenis: teh, air putih, susu, kopi. Eliminasi: a. BAK
Tidak ada keluhan
Frekuensi BAK : 3-4 kali/ hari Warna urin : jernih Bau urin
b. BAB
Keluhan
: khas urin
Tidak ada keluhan
Frekuensi BAB : 1- 2 kali/hari Konsistensi feses : semi padat
Istirahat: a. Tidur siang b. Tidur malam
± 1,5 jam ± 7 jam
Tidak ada keluhan
Personal hygiene: a. Mandi
b. Keramas c. Gosok gigi d. Ganti baju dan pakaian dalam e. Seksual Frekuensi
f. Aktifitas
2 kali/hari 3 kali/minggu 2 kali/hari 2 kali/hari
Tidak tentu ( karena suami bekerja di luar kota )
Tidak melakukan pekerjaan berat seperti angkat beban, ibu hanya melakukan kegiatan ringan sebagai ibu rumah tangga Sumber : Data primer, 2011
Tidak ada keluhan
Ibu tidak melakukan hubungan seksual selama mengalami perdarahan. Tidak ada keluhan
6) Data Psikososial dan Agama a) Hubungan dengan Keluarga Ibu mengatakan tinggal di rumah pribadi bersama ibu kandung dan 4 anak kandungnya, hubungan dengan anggota keluarganya sangat baik dan harmonis, keluarga senantiasa memberi dukungan selama ibu menjalani pengobatan dan perawatan. b) Hubungan dengan masyarakat Ibu mengatakan tinggal di lingkungan perkampungan, hubungan dengan tetangga sangat baik, masyarakat sekitar turut memberi dukungan selama ibu mengalami sakit ini. c) Kegiatan ibadah Ibu mengatakan taat menjalankan ibadah agama dan menjalankan solat 5 waktu. b. Data Objektif 1) Pemeriksaan Umum Keadaan umum : Sedang Kesadaran
: Compos mentis
Vital sign
: Tekanan Darah: 130/80 mmHg, Suhu: 36,50 C Respirasi: 20 kali/menit,
Pengukuran fisik : Tinggi Badan Berat Badan
: 155 cm : 55 kg
Lingkar Lengan Atas: 28 cm
Nadi: 80kali/menit
2) Pemeriksaan Fisik a) Kepala
: Bentuk kepala mesochepal, rambut coklat, bergelombang, bersih, tidak rontok
Muka
: Bentuk oval, tidak oedem, pucat
Mata
: Bentuk normal, simetris, konjungtiva tidak anemis (merah muda), sklera tidak ikterik (berwarna putih)
Hidung
: Simetris, berlubang, bersih, tidak ada polip, tidak ada sekret
Mulut / Gigi
: Bentuk normal, simetris, bibir kering, lidah bersih,
tidak
ada
stomatitis,
tidak
ada
pembengkakan pada gusi, gusi tidak berdarah, gigi utuh, tidak ada caries dentist Telinga
: Bentuk normal, simetris, bersih, tidak ada serumen
b) Leher
: Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid dan limfe
c) Dada/Axilla Mammae
: Simetris, bentuk dan ukuran normal, tidak ada massa
Axilla
: Tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan kelenjar getah bening, tidak ada nyeri tekan
d) Abdomen Inspeksi
: Tidak ada pembesaran, tidak ada linea/striae, tidak terdapat luka bekas operasi
Palpasi
: Tidak teraba massa, konsistensi kenyal, tidak terdapat nyeri tekan, TFU tidak teraba.
e) Genitalia Inspeksi
: Tidak ada oedem, tidak ada varises, pengeluaran pervaginam berupa darah stolsel dan berwarna merah tua
Inspekulo
: Vagina urethra dalam batas normal, dinding vagina dalam batas normal, portio utuh, orifisium uretra eksterna tertutup, pengeluaran berupa darah, tidak ada discharge
Vagina Toucher : Vulva uretra dalam batas normal, dinding vagina dalam batas normal, portio utuh kenyal, orifisium uretra eksterna tertutup, cavum uteri sebesar telur ayam kampung. f) Ekstremitas Atas
: Simetris, jari tangan lengkap, tidak cacat, tidak ada oedem
Bawah
: Simetris, jari kaki lengkap, tidak cacat, tidak ada oedem, tidak ada varises
3) Data Penunjang a) Laboratorium (16 Maret 2011) Golongan darah
:A
Haemoglobin
: 10,0 g/dl
Eritrosit
: 3, 39 106/UL
Hematokrit
: 27,2 %
Leukosit
: 8,8 103/UL
Trombosit
: 372 103/UL
Gula Darah Sewaktu : 95 mg/dl Ureum
: 16 mg/dl
Kreatinin
: 0,7 mg/dl
Albumin
: 4,4 g/dl
Natrium
: 139 mmol/L
Kalium
: 3,5 mmol/L
Klorida
: 107 mmol/L
Tes Kehamilan
: negative (-)
b) USG (16 Maret 2011) USG : Vulva uretra terisi cukup, tampak uterus ukuran 5x4x3 cm3, indometrial line (+), adnexa kanan kiri dalam batas normal. Kesimpulan : Tidak ada kelainan ginekologis
2. Interpretasi Data Dasar Tanggal : 16 Maret 2011
Jam : 20.30 WIB
a. Diagnosis Kebidanan Ny. A P4A1 umur 43 tahun dengan perdarahan uterus disfungsional dengan anemia ringan pada usia perimenopause. Dasar Subjektif : 1) Ibu mengatakan pernah melahirkan 4 kali 2) Ibu mengatakan pernah mengalami keguguran dan kuretase pada bulan Januari 2011 3) Ibu mengatakan berusia 43 tahun 4) Ibu mengatakan merasa sedikit lemas dan pusing 5) Ibu mengatakan mengalami perdarahan sejak tanggal 3 Maret 2011 hingga sekarang. Perdarahan tidak disertai rasa nyeri. Dasar Objektif : 1) Keadaan umum : Sedang, 2) Vital sign
Kesadaran: Compos mentis
: Tekanan Darah: 130/80 mmHg, Respirasi: 20 kali/menit,
3) Inspeksi
Suhu: 36,50C
Nadi: 80 kali/menit
: Muka pucat, pengeluaran pervaginam berupa stolsel warna merah tua.
4) Inspekulo
: Vagina urethra dalam batas normal, dinding vagina
dalam batas normal, portio utuh, orifisium uretra eksterna tertutup, pengeluaran berupa darah, tidak ada discharge 5) Pemeriksaan Haemoglobin : 10,0 gr%
6) USG (16 Maret 2011) USG : Vulva uretra terisi cukup, tampak uterus ukuran 5x4x3 cm3, indometrial line (+), adnexa kanan kiri dalam batas normal. Kesimpulan : Tidak ada kelainan ginekologis b. Masalah Ibu cemas dan gelisah. Dasar : Ibu sering kali menanyakan kondisinya. c. Kebutuhan 1) Memberi informasi tentang kondisi dan perdarahan yang sedang dialami ibu. 2) Memberikan support mental pada ibu untuk mengurangi rasa cemas. 3. Mengidentifikasikan Diagnosis atau Masalah Potensial dan Mengantispasi Penanganannya Tidak terjadi diagnosa potensial. 4. Menetapkan Kebutuhan terhadap Tindakan Segera Tidak terdapat kebutuhan. 5. Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh Tanggal : 16 Maret 2011
Jam : 20.35 WIB
a. Observasi Keadaan Umum (KU), vital sign (VS), dan perdarahan. b. Informasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga. c. Kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian terapi lebih lanjut. d. Beri support mental dan motivasi ibu untuk mengurangi rasa cemas. e. Anjurkan keluarga pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien.
6. Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman Tanggal : 16 Maret 2011
Jam : 20.40 WIB
a. Mengobservasi KU, VS, dan perdarahan (20.40 WIB). b. Menginformasikan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga, bahwa perdarahan uterus disfungsional merupakan perdarahan per vaginam abnormal yang dapat terjadi di dalam maupun di luar siklus haid tanpa di sertai kelainan organik dan hematologik. Hal ini akan menyebabkan anemia jika tidak segera ditangani (20.43 WIB). c. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian terapi lanjut, hasil advise dokter (20.45 WIB) : 1) Mondok di Bangsal 2) Pasang infus RL 20 tpm, dipasang jam 20.45 WIB 3) Advise dokter SpOG dalam pemberian terapi a) Asam traneksamat 1 gram/8 jam (IV) b) Asam mefenamat 3 x 500 mg (per oral) c) Vitamin B.Complek 2 x 250 mg (per oral) d) Usul dilakukan kuretase d. Memberi support mental dan motivasi ibu untuk mengurangi rasa cemas dan gelisah (20.50 WIB). e. Menganjurkan keluarga pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dengan memberikan makanan yang mengandung zat besi, contonhya makanan yang berbahan dasar kacang – kacangan, daging merah dan sayuran hijau (20.55 WIB).
7. Evaluasi Tanggal : 16 Maret 2011
Jam : 21.00 WIB
a. Hasil observasi KU dan VS 1) Keadaan umum : Sedang, 2)
Vital sign
Kesadaran: Compos mentis
Respirasi: 20 kali/menit, 3) PPV
Suhu: 36,5 0C
: Tekanan Darah: 130/80 mmHg,
Nadi: 80 kali/menit
: Darah merongkol - merongkol berwarna merah tua
4) Laboratorium : Haemoglobin 10,0 gr/dl b. Ibu dan keluarga sudah memahami bahwa kondisi kesehatan ibu kurang baik sehingga perlu perawatan untuk perbaikan keadaan umum. c. Terapi sesuai advise dokter SpOG telah diberikan, hasil: 1) Ibu mondok di bangsal Mawar 1 2) Infus RL 20 tpm telah dipasang pada tangan kiri 3) Asam traneksamat 1 gram telah di injeksikan pada jam 00.00 WIB 4) Asam mefenamat telah diminum 1 tablet / 500 mg peroral pada jam 20.50 WIB 5) Vitamin B.Complek telah diminum 1 tablet / 250 mg peroral pada jam 20.50 WIB d. Ibu sudah merasa lega dan kekhawatiran akan kondisinya telah berkurang (21.00 WIB). e. Keluarga pasien telah memenuhi kebutuhan nutrisi pasien sesuai dengan anjuran bidan (20.40 WIB)
CATATAN PERKEMBANGAN I Tanggal : 17 Maret 2011
Jam : 09.00 WIB
1. Subjective (S) a. Ibu mengatakan badannya masih terasa sedikit lemas dan pusing b. Ibu mengatakan masih mengalami perdarahan. 2. Objective (O) a. KU
: Sedang, Kesadaran: Compos mentis
b. Vital sign
: Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Respirasi: 20 kali/menit,
Suhu: 36,50 C Nadi: 84 kali/menit
c. Terpasang infus RL 20 tetes/menit pada tangan kiri. c. Pemeriksaan fisik Muka
: Pucat, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, muka tidak oedem.
Abdomen
: Tidak terlihat pembesaran, tidak terdapat bekas luka operasi
PPV
: Darah (+), discharge (-)
3. Assasment (A) Ny. A P4A1 umur 43 tahun dengan pendarahan uterus disfungsional dengan anemia ringan pada usia perimenopause. 4. Planning (P) a. Observasi KU dan VS (17 Maret 2011) 1) Jam 06.00 WIB. KU: Sedang, Kesadaran: Compos mentis Vital sign: Tekanan Darah: 120/80 mmHg,
Suhu: 36,50C
Respirasi: 20 kali/menit,
Nadi: 84 kali/menit
2) Jam 12.00 WIB. KU: Sedang, Kesadaran: Compos mentis Vital sign: Tekanan Darah: 110/80 mmHg, Respirasi: 22 kali/menit,
Suhu: 36,10C
Nadi: 88 kali/menit
3) Jam 18.00 WIB. KU: sedang, Kesadaran: Compos mentis Vital sign: Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Respirasi: 20 kali/menit,
Suhu: 36,40C
Nadi: 84 kali/menit
b. Kolaborasi dengan dokter SpOG dalam pemberian terapi (08.00 WIB). 1) Asam traneksamat 1 gram/8 jam (IV). Hasil: Obat telah diinjeksikan pada jam 08.00 WIB, jam 16.00 WIB, dan jam 00.00 WIB. 2) Asam mefenamat 3 x 500 mg 3) Vitamin B.Complek 2 x 250 mg 4) Usul dilakukan kuretase. c. Kolaborasi dengan bagian gizi dalam pemenuhan diit TKTP. Hasil : Ibu bersedia makan dengan diit TKTP pada jam 07.00 WIB, jam 12.00 WIB, dan jam 18.00 WIB. d. Memberikan
inform
concent
kepada
ibu
dan
keluarga
serta
menganjurkan ibu untuk berpuasa sejak jam 00.00 WIB sampai dilakukan kuretase besok pagi Hasil : Ibu dan keluarga telah menandatangani inform concent dan menyetujui untuk berpuasa sejak pukul 00.00 WIB.
e. Menciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang. Hasil : Ibu dapat beristirahat dengan nyaman. f. Melibatkan keluarga dalam proses perawatan dan pemenuhan kebutuhan ibu. Hasil : Keluarga menunggu dan membantu pemenuhan kebutuhan ibu.
CATATAN PERKEMBANGAN II Tanggal : 18 Maret 2011
Jam : 09.00 WIB
1. Subjective (S) Ibu mengatakan bahwa dirinya tengah berpuasa sejak semalam untuk kuretase yang akan di jalaninya. 2. Objective (O) a. KU
: Sedang,
Kesadaran: Compos mentis
b. Vital sign
: Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Respirasi: 20 kali/menit,
Suhu: 36,50 C Nadi: 88 kali/menit
c. Terpasang infus RL 20 tetes/menit pada tangan kiri. d. Pemeriksaan fisik Muka
: Pucat, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, muka tidak oedem.
Abdomen
: Tidak terlihat pembesaran, tidak terdapat bekas luka operasi.
PPV
: Darah (-), discharge (-).
3. Assasment (A) Ny. A P4A1 umur 43 tahun dengan pendarahan uterus disfungsional dengan anemia ringan pada masa perimenopause. 4. Planning (P) a. Menginformasikan kepada ibu bahwa akan dilakukan tindakan kuretase, yaitu tindakan yang dilakukan oleh dokter SpOG untuk mengambil jaringan pada rahim ibu agar tidak terjadi perdarahan lagi. Ibu tidak akan merasakan sakit karena akan dilakukan pembiusan. Hasil: Ibu mengerti dan merasa lebih siap untuk menghadapi kuretase tersebut. b. Melakukan observasi KU dan VS pre kuretase (12.30 WIB). Keadaan umum : Sedang, Vital sign
Kesadaran : Compos mentis
: Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Suhu: 36,5 0C Respirasi: 20 kali/menit, Nadi: 88 x/menit
c. Memberikan motivasi pada ibu yaitu menganjurkan ibu untuk berdoa agar kuretase dapat berjalan lancar. Hasil: Ibu bersedia untuk berdoa, respon ibu baik. d. Kolaborasi dengan dokter SpOG dalam tindakan kuretase. Dilakukan kuretase pada tanggal 18 Maret 2011 jam 13.00 – 13.30 WIB oleh dr. SpOG. Hasil : didapatkan kerokan endoserviks (5 cc) dan endometrium (5 cc), jaringan dikirim ke laboratorium bagian patologi anatomi (PA).
e. Melakukan observasi KU dan VS post kuretase (14.00 WIB) Keadaan umum : Sedang, Vital sign
Kesadaran : belum sadar penuh
: Tekanan Darah: 110/80 mmHg, Suhu: 36,8 0C Respirasi: 24 kali/menit, Nadi: 84 kali/menit
f. Melakukan advise dokter selanjutnya (16.00 WIB). Injeksi asam traneksamat 1 gram/8 jam (IV) Obat oral (per os): Cefadroxyl
2 x 500 mg /hari
Asam Mefenamat
3 x 500 mg /hari
Vitamin B.Complek
2 x 250 mg /hari
Hasil: Ibu sudah diinjeksi asam traneksamat 1 gram (jam 16.00 WIB) dan bersedia minum obat dari dokter pada jam 16.10 WIB. g. Memberikan makan atau minum sedikit-sedikit setelah ibu sadar penuh. Hasil: Ibu sadar penuh jam 16.00 WIB dan bersedia minum h. Menciptakan lingkungan yang nyaman dan tenang Hasil: Ibu dapat beristirahat dengan nyaman jam 17.00 WIB. i. Melibatkan keluarga dalam proses perawatan dan pemenuhan kebutuhan ibu Hasil: Keluarga menunggu dan membantu pemenuhan kebutuhan ibu.
CATATAN PERKEMBANGAN III Tanggal : 19 Maret 2011
Jam : 09.00 WIB
1. Subjective (S) Ibu mengatakan perdarahannya sudah berhenti dan merasa keadaannya lebih sehat. 2. Objective (O) a. KU
: Baik
Kesadaran: Compos mentis
b. Vital sign
: Tekanan Darah: 100/70 mmHg, Respirasi: 20 kali/menit,
Suhu: 36,50 C Nadi: 84 kali/menit
c. Terpasang infuse RL 20 tetes/menit pada tangan kiri d. Pemeriksaan fisik Muka
: Tampak pucat, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, muka tidak oedem.
Abdomen
: Tidak ada pembesaran, tidak terdapat bekas luka operasi.
PPV
: Darah (-), discharge (-)
3. Assasment (A) Ny. A P4A1 umur 43 tahun dengan pendarahan uterus disfungsional dengan anemia ringan pada usia perimenopause post kuretase hari ke 1 4.
Planning (P) a. Observasi KU dan VS (19 Maret 2011) 1) Jam 06.00 WIB. KU: Sedang, Kesadaran: Compos mentis Vital sign: Tekanan Darah: 100/70 mmHg, Respirasi: 20 kali/menit,
Suhu: 36,50C Nadi: 84 kali/menit
2) Jam 12.00 WIB. KU: Sedang, Kesadaran: Compos mentis Vital sign: Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Respirasi: 20 kali/menit,
Suhu: 36,40C Nadi: 88 kali/menit
3) Jam 20.00 WIB. KU: sedang, Kesadaran: Compos mentis Vital sign: Tekanan Darah: 120/80 mmHg, Respirasi: 24 kali/menit,
Suhu: 36,40C Nadi: 84 kali/menit
b. Kolaborasi dengan dokter SpOG dalam pemberian terapi 3) Terapi per oral (per os): Cefadroxyl Asam traneksamat
2 x 500 mg /hari 3 x 500 mg /hari
Vitamin B.Complek 2 x 250 mg /hari Hasil : Obat telah diminum sesuai anjuran. 4) Usul boleh pulang jika kondisi baik. c. Melepas infus Hasil : Selang infus telah dilepas jam 11.00 WIB d. Menginformasikan pada keluarga tentang : 1) Kondisi ibu yang sudah baik dan sudah diperbolehkan pulang. 2) Anjurkan ibu untuk mematuhi terapi yang diberikan dokter. 3) Anjurkan ibu untuk kembali kontrol pada tanggal 22 Maret 2011 di Poli Kebidanan dan Kandungan. Hasil :Ibu paham mengenai kondisinya. Ibu bersedia untuk mematuhi anjuran dokter dan berjanji akan kontrol pada tanggal 22 Maret 2011. Administrasi telah diselesaikan oleh keluarga. Ibu pulang jam 12.00 WIB.
CATATAN PERKEMBANGsAN IV (KONTROL I) Tanggal : 22 Maret 2011
Jam : 10.00 WIB
1. Subjective (S) a.
Ibu mengatakan datang untuk mengontrolkan kesehatannya.
b.
Ibu mengatakan sudah tidak mengalami perdarahan dan merasa sehat.
2. Objective (O) a. KU
: Baik,
Kesadaran: Compos mentis
b. Vital sign
: Tekanan darah: 120/80 mmHg, Respirasi: 20 kali/menit,
Suhu: 36,5 0C Nadi: 84 kali/menit
c. Pemeriksaan fisik Muka
:Tidak pucat, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, muka tidak oedem.
Abdomen
: Supel, tidak ada pembesaran, tidak terdapat bekas luka operasi.
PPV
: Darah (-), discharge (-)
d. Hasil pemeriksaan Patologi Anatomi (16 April 2011) Makros: diterima jaringan: I Endoserviks 0,5 cc, coklat, cetak semua II Endometrium sebanyak 0,5 cc, coklat, cetak semua. Mikros: I Keping-keping sediaan endoserviks terdiri atas jaringan endoserviks sembab, terdapat epitel silindris.
II
Kerokan
kavum
endometrium,
uteri
kelenjar
menunjukkan hipertrofi
keping
dan
jaringan
berproliferasi,
berbentuk tubulus, stroma padat, tidak dijumpai tanda ganas. Kesimpulan: Tidak tampak kelainan anatomis 3. Assasment (A) Ny A P4A1 umur 43 tahun dengan post kuretase atas indikasi perdarahan uterus disfungsional dengan anemia ringan pada usia perimanopause. 4. Planning (P) a. Menginformasikan hasil pemeriksaan KU, VS dan hasil pemeriksaan laboratorium. Hasil: Ibu sudah mengerti dan paham tentang keadaannya saat ini, ibu mengerti bahwa hasil pemeriksaan laboratoriumnya tidak mengarah pada keganasan, respon ibu baik. b. Melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG dalam pemberian terapi. Terapi oral (per os):
Cefadroxyn X
3 x 500 mg /hari
Asam Traneksamat XV
3 x 500 mg /hari
Asam Mefenamat XV
3 x 500 mg /hari
Vitamin B.Complek X
2 x 250 mg /hari
c. Menganjurkan ibu untuk mematuhi terapi yang diberikan dokter. Hasil : Ibu mengerti dan bersedia untuk mematuhi anjuran dokter. d. Menganjurkan ibu untuk tetap makan makanan yang bergizi seperti nasi, sayuran hijau (kangkung, daun singkong, dan lain-lain), lauk pauk (tempe, telur, dan lain-lain), buah-buahan (pepaya, pisang, dan lain-lain), dan susu.
Hasil : Ibu berjanji untuk makan makanan yang bergizi. e. Menganjurkan ibu agar tetap menjaga kesehatannya dengan baik. Hasil : Ibu berjanji akan tetap menjaga kesehatannya dengan baik.
B. Pembahasan Pada tahap ini, penulis akan memaparkan kesesuaian dan kesenjangan antara
konsep
teori
medis
serta
teori
asuhan
kebidanan
terhadap
penatalakasanaan kasus asuhan kebidanan pada Ny. A P4A1 dengan perdarahan uterus disfungsional dengan anemia ringan pada usia perimenopause di Bangsal Mawar I RS Dr. Moewardi Surakarta dan masalah-masalah yang dijumpai selama pelaksanaan studi kasus, sehingga dapat diketahui keberhasilan
proses
manajemen
kebidanan
yang
telah
dilaksanakan.
Berdasarkan data-data yang didapatkan, penulis telah melakukan analisis data dengan menggunakan prinsip-prinsip manajemen asuhan kebidanan menurut Varney dan untuk catatan perkembangan dengan menggunakan metode SOAP. 1. Pengumpulan Data Dasar a. Data Subjektif Perdarahan uterus disfungsional lebih umum terjadi pada usia di bawah 19 tahun dan diatas 39 tahun (Llewellyn, 2001). Dalam kasus ini, Ny. A berumur 43 tahun. Keluhan yang biasanya muncul dalam perdarahan uterus disfungsional dapat berupa perdarahan akut dan banyak, perdarahan irreguler dan menoragia (Robe, 2002). Keluhan yang
dirasakan oleh Ny. A mendukung teori tersebut. Ibu mengeluh mengalami perdarahan yang banyak dan dalam waktu yang lama. Pada kasus perdarahan uterus disfungsional riwayat menstruasi digunakan sebagai indikator ketidak normalan perdarahan, apakah di dahului oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenorea/amenorea, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainya (Wiknjosastro, 2005). Sesuai dengan teori tersebut, gangguan perdarahan yang dialami oleh Ny. A bersifat lama dan banyak, ibu mengalami menstruasi selama 14 hari dengan 4-5 kali ganti pembalut/hari dan pada bulan sebelumnya tidak menstruasi. Riwayat kontrasepsi yang perlu ditanyakan dalam kasus perdarahan uterus disfungsional adalah mengenai jenis kontrasepsi yang pernah dipakai ibu, alasan pemberhentian, lama dan keluhan. Hal tersebut untuk mengetahui apakah perdarahan uterus disfungsional yang diderita pasien sebagai akibat penggunaan alat kontrasepsi hormonal atau bukan (Hestiantoro, 2007). Terjadi pada wanita yang bukan akseptor kontrasepsi (Chalik, 200). Dalam hal ini, Ny. A mengatakan baru menggunakan kontrasepsi implan setelah kelahiran anak ketiga selama 5 tahun kemudian beralih dengan kontrasepsi suntik 3 bulan setelah kelahiran anak keempat selama 2 tahun. Setelah itu ibu tidak menggunakan kontrasepsi jenis apapun.
b. Data Objektif Data objektif meliputi pemeriksaan secara umum, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada pemeriksaan umum, keadaan umum pasien sedang, kesadaran compos mentis dan pemeriksaan tandatanda vital dalam batas normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik melalui inspeksi, didapatkan bahwa muka pucat, konjungtiva tidak anemis, tidak tampak adanya pembesaran abdomen, pada genital terdapat pengeluaran darah haid yang merongkol - merongkol. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Manuaba (2008), biasanya didapatkan hasil normal kecuali jika terdapat kehilangan darah yang banyak dan menyebabkan hipovolemia atau anemia. Pemeriksaan dalam (vagina toucher dan inspekulo) dikaji untuk mengetahui kondisi vagina urethra, dinding vagina, portio, orifisium urethra eksterna, korpus uteri, pengeluaran, dan discharge. Pemeriksaan panggul
dan
kemaluan dengan spekulum, digunakan untuk
menyingkirkan kemungkinan adanya trauma atau benda asing (Rayburn, 2001). Dari pemeriksaan inspekulo pada Ny. A, diperoleh hasil Vagina urethra normal, dinding vagina dalam batas normal, portio utuh, orifisium uretra eksterna tertutup, pengeluaran berupa darah, tidak ada discharge. Vaginal Toucher : Vulva uretra normal, dinding vagina dalam batas normal, portio utuh kenyal, orifisium uretra eksterna tercutup, cavum uteri sebesar telur ayam kampung.
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis perdarahan uterus disfungsional adalah biopsi endometrium (dilatasi dan kuretase diagnostik),
pemeriksaan
USG,
pemeriksaan
hematologik,
dan
pemeriksaan hormon (Manuaba, 2008). Pemeriksaan penunjang yang dilakukan dalam menegakkan kasus ini adalah kuretase diagnostik, USG, dan pemeriksaan darah lengkap. Pemeriksaan USG (16 Maret 2011) menunjukkan tidak terdapat kelainan ginekologis. Dari pemeriksaan darah lengkap diperoleh kadar Hb 10,0 gr%. Sementara hasil dari pemeriksaan patologi anatomi (18 Maret 2011) adalah tidak tampak kelainan anatomis dan tidak dijumpai tanda ganas pada endometrium. Pada tahap ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dan kasus nyata yang penulis kaji. 2. Interpretasi Data Dasar Interpretasi data meliputi diagnosis kebidanan, masalah dan kebutuhan. Dari pengumpulan data dasar dapat ditegakkan diagnosis kebidanan yaitu Ny. A P4A1 umur 43 tahun dengan perdarahan uterus disfungsional dengan anemia ringan pada usia perimenopause. Dasar untuk menegakkan diagnosis pada Ny. A diperoleh dari data subjektif dan data objektif. Masalah pada kasus perdarahan uterus disfungsional adalah timbulnya rasa cemas akibat perdarahan akut dan banyak (Hestiantoro, 2007). Dalam kasus ini, Ny. A mengeluh merasa cemas karena perdarahan yang dialaminya.
Bidan memberikan penjelasan dan motivasi tentang perdarahan uterus disfungsional setelah menetapkan diagnosis tersebut (Manuaba, 2008). Kebutuhan untuk menangani diagnosis kebidanan dan masalah yang timbul dalam kasus ini adalah memberikan informasi pada ibu tentang kondisinya, serta memberikan support mental agar rasa cemas pada ibu berkurang. Dalam tahap ini tidak terdapat kesenjangan antara teori dengan kasus nyata. 3. Mengidentifikasikan Diagnosis atau Masalah Potensial dan Mengantispasi Penanganannya Diagnosis potensial yang muncul pada kasus perdarahan uterus disfungsional
adalah
terjadi
anemia
(Achadiat,
2004).
Untuk
mengantisipasi hal tersebut dapat dilakukan dengan istirahat tirah baring dan asupan nutrisi yang cukup (Winkjosastro, 2007). Sesuai dengan teori tersebut, diagnosis potensial dalam kasus perdarahan uteru disfungsional pada Ny.A adalah terjadi anemia dan diantisipasi dengan anjuran untuk istirahat tirah baring serta pemberian nutrisi yang adekuat. Dalam tahap ini tidak ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus nyata. 4. Identifikasi Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera Tindakan yang perlu segera dilakukan oleh bidan dalam penanganan kasus PUD adalah melakukan kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian terapi dan tindakan serta kolaborasi dengan bagian laboratorium (Manuaba, 2008). Dalam tahap ini, penulis tidak menemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus nyata.
5. Menyusun Rencana Asuhan yang Menyeluruh. Rencana asuhan kebidanan secara umum yang dilakukan pada kasus perdarahan uterus disfungsional adalah memberikan informasi dan motivasi,
melakukan
observasi
terhadap
perdarahan,
dan
konsultasi/kolaborasi dengan dokter ahli dan laboratorium. Kolaborasi dengan dokter SpOG diantaranya dalam pemberian antiprostaglandin atau antifibrinolisis, dalam tindakan dilatasi dan kuretase (Manuaba, 2008). Perencanaan dalam kasus perdarahan uterus pada Ny.A yaitu observasi keadaan umum, observasi vital sign dan perdarahan, pemberian informasi mengenai hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga, perawatan intensif, kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian terapi dan tindakan, pemberian support mental, pemberian posisi dan lingkungan yang aman dan nyaman pada ibu, dan pemenuhan kebutuhan nutrisi
ibu.
Terapi
(antifibrinolisis),
yang
asam
diberikan
mefenamat
meliputi
asam
(antiprostaglandin),
traneksamat cefadroxyl
(antibiotik) dan Vitamin B.Complek. Dalam teori menyebutkan bahwa pada perdarahan uterus disfungsional kronis keadaan anemia ringan seringkali dapat diatasi dengan diberikan sediaan besi, sedangkan anemia berat membutuhkan transfusi darah (Kahn, 2000). Namun pada praktek lahan tidak diberikan tablet besi. Maka dari itu terdapat kesenjangan antara teori dan praktek dalam perencanaan kasus. Kesenjangan lain terdapat pada kuretase. Dalam teori ada yang menyebutkan bahwa kuretase pada perdarahan uterus disfungsional masih
diperdebatkan, karena yang diselesaikan hanyalah masalah pada organ sasaran tanpa menghilangkan kausa. Oleh karena itu kemungkinan kambuhnya cukup tinggi (30-40% sehingga acapkali diperlukan kuretase berulang. Beberapa ahli bahkan tidak menganjurkan kuretase sebagai pilihan utama untuk menghentikan perdarahan pada perdarahan uterus disfungsional, kecuali jika pengobatan hormonal gagal menghentikan perdarahan (Manuaba, 2004). Namun teori lain menjelaskan dilatasi dan kuretase merupakan tahap yang ringan dari jenis pengobatan operatif pada perdarahan uterus disfungsional. Tujuan pokok dari kuretase pada perdarahan uterus disfungsional adalah untuk diagnostik, terutama pada umur diatas 35 tahun atau perimenopause (Kahn, 2000). Teori juga menyebutkan bahwa sebelum dilakukan kuretase, hendaknya dilakukan pemeriksaan hemoglobin darah. Namun dalam prakteknya hal tersebut tidak dilakukan. Pemeriksaan kadar hemoglobin dilakukan saat pasien masuk (16 Maret 2011) didapatkan hasil 10,0 gr%. Tidak dilakukannya pemeriksaan ulang hemoglobin pada tanggal 18 Maret 2011 dikarenakan hasil pemeriksaan hemoglobin sebelumnya telah memenuhi syarat untuk dilakukan kuretase (minimal 10 gr%). 6.
Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan Aman Pada kasus perdarahan uterus disfungsional ini, bidan melakukan rencana asuhan menyeluruh yang mengacu pada perencanaan. Setiap rencana dapat dilakukan dengan baik. Hal ini didukung oleh adanya kerja sama yang baik antara ibu, keluarga ibu, bidan maupun tenaga kesehatan
yang lain. Dalam tahap ini, penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dan kasus nyata. 7.
Evaluasi Evaluasi yang diharapkan dari pelaksanaan asuhan kebidanan adalah ibu mengerti tentang penyakitnya dan diharapkan gejala-gejala klinik dari perdarahan uterus disfungsional teratasi (Manuaba, 2008). Hasil kuretase dipastikan tidak adanya
patologi anatomi endometrium
(Llewellyn, 2001). Sementara, dengan mengobati sebab perdarahan, anemia dapat teratasi (Manuaba, 2001) Evaluasi dalam kasus ini adalah perdarahan uterus disfungsional yang dialami Ny. A dapat diatasi dengan baik, ditandai dengan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, vital sign dalam batas normal dan perdarahan berhenti. Hasil dari kuretase diagnostik tidak menunjukkan tanda ganas dan kelainan anatomis. Ibu paham mengenai kondisinya. Terdapat kesenjangan antara teori dan praktek di lahan yaitu tidak dilakukannya pemeriksaan haemoglobin sebelum dilakukan kuretase dan tidak diberikannya tablet besi dalam mengatasi anemia ringan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Asuhan kebidanan pada Ny. A P4A1 umur 43 tahun dengan perdarahan uterus disfungsional di Bangsal Mawar 1 RS Dr. Moewardi Surakarta, dianalisis dengan menggunakan Tujuh Langkah Varney, sehingga dapat disimpulkan bahwa : 1.
Hasil pengumpulan data dasar didapatkan data-data yang mendukung adanya perdarahan uterus disfungsional, dari data subjektif diperoleh bahwa ibu mengalami menstruasi yang terlalu lama, banyak, dan belum berhenti. Dari data objektif ditemukan bahwa konjungtiva tidak anemis, muka pucat, dan terdapat perdarahan per vaginam merongkol - merongkol.
2.
Diagnosis kebidanan dalam kasus ini adalah Ny. A P4A1 umur 43 tahun dengan perdarahan uterus disfungsional dengan anemia ringan pada usia perimenopause. Masalah yang timbul yaitu gangguan rasa cemas. Sedangkan kebutuhan untuk menanganinya adalah dengan memberikan informasi dan motivasi pada ibu tentang keadaannnya.
3.
Diagnosis potensial yang muncul pada kasus ini adalah potensial terjadinya anemia sehubungan dengan perdarahan yang dialami ibu. Diantisipasi dengan istirahat tirah baring dan pemberian nutrisi adekuat.
4.
Kebutuhan akan tindakan segera dalam kasus ini adalah kolaborasi dengan dokter SpOG dalam pemberian terapi dan tindakan kuretase. Terapi yang
diberikan meliputi asam traneksamat (antifibrinolisis), asam mefenamat (antiprostaglandin), cefadroxyl (antibiotik) dan Vitamin B.Complek. 5.
Perencanaan asuhan kebidanan pada kasus perdarahan uterus disfungsional adalah observasi keadaan umum, vital sign dan perdarahan, pemberian informasi tentang keadaan pasien, kolaborasi dengan dokter SpOG untuk pemberian terapi dan tindakan kuretase, pemberian support mental dan motivasi pada pasien, serta anjuran untuk istirahat cukup dan pemenuhan nutrisi.
6.
Pelaksanaan
tindakan
dilakukan sesuai dengan rencana dan tidak
mengalami hambatan. 7.
Evaluasi dari pelaksanaan asuhan kebidanan sudah sesuai dengan yang diharapkan. Perdarahan uterus disfungsional yang dialami Ny. A dapat diatasi dengan baik, ditandai dengan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, vital sign dalam batas normal dan perdarahan berhenti. Hasil dari kuretase diagnostik tidak menunjukkan tanda ganas dan kelainan anatomis.
8.
Terdapat sedikit kesenjangan antara teori dengan kasus nyata dalam tahap perencanaan. Dimana tidak dilakukannya pemeriksaan haemoglobin sebelum tindakan kuretase dan tidak diberikan tablet besi sebagai penambah darah. Meski demikian, secara garis besar antara teori dengan prakteknya telah sesuai.
B. Saran 1.
Bagi Rumah Sakit Diharapkan untuk mempertahankan kualitas asuhan kebidanan pada klien dengan perdarahan uterus disfungsional di RS Dr. Moewardi Surakarta.
2.
Bagi Masyarakat Ibu hendaknya segera memeriksakan diri pada tenaga kesehatan jika mengalami perdarahan per vaginam yang lama dan banyak, sehingga segera mendapatkan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kasus yang dialami.
3.
Bagi Klien Pasien yang sudah mengalami perdarahan uterus disfungsional hendaknya menjalani pengobatan secara tuntas dalam mengkonsumsi obat ataupun periksa ulang sesuai anjuran tenaga kesehatan dan hendaknya untuk menjaga psikologis ibu supaya tidak terlalu memikirkan sesuatu lebih berat agar tidak terjadi perdarahan uterus disfungsional yan berulang.
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, Chisdiono M. 2004. Prosedur Tetap Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : EGC. hal: 86-89 Baradero Mary, Dayrit Wilfrid Mary, Siswadi Y. 2007. Klien Dengan Gangguan System Reproduksi & Seksualitas. Jakarta: EGC. hal: 12 Benson, Ralph C. 2008. Buku Saku Obstetri Ginekologi. Edisi9. Jakarta : EGC. hal: 626-627 Budiarto E. 2001. Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : EGC. hal: 5 Chalik TMA. 2000. Hemoragi Utama Obtetri & Ginekologi. Edisi2. Jakarta : Widya Medika. hal: 237-255 Depkes RI. 2007. Pedoman Manajemen Kebidanan. Jakarta: Depkes RI. hal: 5-13 Errol R. 2008. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Edisi2. Jakarta : Erlangga. pp: 14-15 Hacker N. 2001. Essentials Of Obstetrics and Gynekology 2nd ed. Jakarta : Hipocrates. pp: 578-580 Hendrik H. 2006. Problematika Haid. Jakarta : Tiga Serangkai. hal: 126-130 Hestiantoro, A. Wiweko, B. 2007. Panduan Tatalaksana Perdarahan Uterus Disfungsional. Bandung: HIFERI. hal: 1 Hidayat A. A. A. 2008. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. hal: 42-100 Kahn B. 2000. Abnormal uterine bleeding-Reproductive age women. Women’s Health and Gynecology. Clinical Practice Guidelines for Primary Caare Burses. USA. pp: 4-6 Kasdu D. 2005. Solusi Problem Wanita Dewasa. Jakarta : Puspa Swara. hal:1 Llewellyn D, Jones. 2001. Dasar-dasar Jakarta:Hipokrates. hal: 210
Obstetri
&
Ginekologi.
Manuaba IAC. 2008. Gawat Darurat Obstetri Ginekologi & Obstetri Ginekologi Sosial untuk Profesi Bidan. Jakarta : EGC. hal:300-305 Manuaba IBG. 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Jakarta : EGC. hal: 506-516
Manuaba IBG. 2004. Dasar – Dasar Teknik Operasi Ginekologi. Jakarta : EGC. hal: 230-241 Morgan, Geri. 2009. Obstetri dan Ginekologi Panduan Praktek. Edisi 2. Jakarta : EGC. hal: 178-180 Notoatmodjo S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta. hal: 72-138 Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan: Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba Medika. hal: 19-30 Ralp C, Benson. 2008. Buku Saku Obstetri & Gynekologi. Jakarta : ECG. hal: 626-627 Rayburn, W. F. 2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika. p: 341 Robe T. 2002. Buku Saku Ilmu Kandungan. Jakarta : Hipocrates. hal: 5-8 Salmah, Rusmiati, Maryanah. 2006. Asuhan Kebidanan Antenatal. Jakarta: EGC. hal: 155-173 Soepardan, S. 2008. Konsep Kebidanan. Jakarta: EGC. hal: 96-102. Sofyan. 2007. 50 tahun IBI : Bidan menyongsong masa depan. PB : IBI. hal: 126 Varney H. 2006. Asuhan Kebidanan (Varney’s Midwifery) 4th ed. Jakarta : EGC. hal: 342-348 Wiknjosastro H. 2006. Ilmu Kebidanan dan Kandungan. Edisi2. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. hal: 223-228 Wiknjosastro H. 2007. Ilmu Kebidanan. Edisi3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo. hal: 22-23