Aspek Perdagangan dan Global Production Network Sektor Manufaktur Seminar Nasional dan Kongres ISEI: Menghidupkan Kembali Sektor Industri Nasional Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 7-9 Oktober 2015
Haryo Aswicahyono CSIS
Outline •JASMERAK: JAngan Sampai MElupakan sejaRAh eKonomi •Turunnya Daya Saing Ekonomi Indonesia •Paradigama Baru Perdagangan dan Industrialisasi: Global Production Network
JASMERAK Jangan Sampai Melupakan Sejarah Ekonomi
Boom Minyak 1970-1980 • 1970-1980: Boom Minyak.
Agriculture
Fuel and Mineral
2013
2010
2007
2004
2001
1998
1995
1992
1989
1986
1983
1980
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Manufacturing
• Pada Puncaknya, minyak merupakan 85% ekspor Indonesia • Kebijakan: Intervensionist, Inward Looking dan Besarnya Peran BUMN • Dimungkinkan karena adanya rejeki minyak • Manufacture tidak berkembang karena “dikerdilkan” oleh efek Dutch Disease
Deregulasi setengah hati: 1980-1983 • Harga minyak melemah sejak 1982. Pertumbuhan ekonomi merosot • Reaksi pemerintah: deregulasi setengah hati. Respon makro cepat,
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
• Devaluasi 28% (maret 1983) • Pembatalan proyek2 raksasa padat modal • Penghapusan subsidi minyak, pertanian dan BUMN
• Respons mikro cenderung semakin proteksionis • Sistem Tata Niaga Impor diperkenalkan pertama kali tahun 1982 • Menteri Muda Penggunaan Produksi Dalam Negeri (Ginanjar Kartasasmita)
Agriculture
Fuel and Mineral
2013
2010
2007
2004
2001
1998
1995
1992
1989
1986
1983
1980
• Walaupun ragu-ragu ada beberapa reformasi substansial
Manufacturing
• Deregulasi perbankan • Bea cukai “dipensiunkan” diserahkan ke SGS
• Respon swasta belum terlalu cepat. Sektor manufaktur mulai tumbuh, dan ekspor manufaktur mulai menggantikan ekspor minyak
Deregulasi sepenuh hati: 1986-1993
Agriculture
Fuel and Mineral
2013
2010
2007
2004
2001
1998
1995
1992
1989
1986
1983
1980
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Manufacturing
• Harga minyak anjlok ke level $12. Butuh tiga tahun dan satu resesi lagi untuk menghentikan tendensi proteksionis • Skema ekspor sertifikat diganti dg fasilitasi ekspor (BAPEKSTA) yang lebih professional dan tidak korup • Rupiah didevaluasi lagi th 1986, diiringi paket deregulasi Oktober 1986, Januari 1987, November 1988, and Mei 1990 • Deregulasi 1986 jauh Lebih efektif dibanding deregulasi 1983. Devaluasi membuat ekspor tetap kompetitif. Deregulasi memotong ekonomi biaya tinggi • Ekspor manufaktur melonjak tajam. Akhirnya melampaui
Deregulasi sepenuh hati: 1986-1993 • Deregulasi Perdagangan
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Agriculture
Fuel and Mineral
2013
2010
2007
2004
2001
1998
1995
1992
1989
1986
1983
1980
• Pakto 1986: Penghapusan tata niaga impor (monopoli, quota) diganti tariff equivalent • Paknov 1987: Pengahpusan monopoli impor baja dan plastick(efek psikologi besar, meyakinkan dunia usaha bahwa pemerintah benar-benar serius) • Alokasi kuota ekspor tekstil menjadi lebih transparan, monopoli impor kapas dihapus tahun 1989 • Pakmei 1990. Impor elektronik boleh dilakukan oleh importir umum • Deregulasi Investasi berhasil menarik investor dari Japan, Korea, Taiwan
Manufacturing
• Deregulasi 1986 jauh Lebih efektif dibanding deregulasi 1983. Devaluasi membuat ekspor tetap kompetitif. Deregulasi memotong ekonomi biaya tinggi • Ekspor manufaktur melonjak tajam. Akhirnya melampaui ekspor minyak di tahun 1993
Lelah Deregulasi: 1993-1997 • Sejak 1993, reformasi ekonomi melambat • Tata niaga merebak lagi
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Agriculture
Fuel and Mineral
2013
2010
2007
2004
2001
1998
1995
1992
1989
1986
1983
1980
• Tata Niaga Cengkeh (BPPC), monopoli sekaligus monopsoni • Tata Niaga Jeruk antar pulau, monopoli • Pengeculian pajak untuk mobil Timor • Tarif impor untuk propylene and ethylene dinaikkan (Candra Asri)
Manufacturing
• Tenaga kerja mulai langka, upah buruh naik secara natural. Pesaing baru di Industri padat karya • Ekspor manufaktur sudah stagnan jauh sebelum krisis 1998
Deregulasi besar-besaran 1998 • IMF LOI
90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
• Deregulasi sektor-sektor yang tak tersentuh sebelumnya • Tarif Impor yang kompleks disederhanakan menjadi hanya 3 tiers. 10%, 5% dan 0% • Th 2000 rata-rata impor tariff tinggal 9.7% • Larangan impor kapal dan kapal bekas dihapus • Tataniaga yang komplek disederhanakan
• Tapi mengapa tidak mendorong ekspor manufaktur?
Agriculture
Fuel and Mineral
2013
2010
2007
2004
2001
1998
1995
1992
1989
1986
1983
1980
• • • •
Manufacturing
Boom komoditas (dutch disease) Pasar tenaga kerja yang makin rigid Infrastructure bottleneck Faktor Tiongkok dan reformasi di CMLV, pesaing baru • Tertinggal dalam global production network
• Daya saing Indonesia melemah
Perubahan Struktur Ekspor Manufaktur 60
50 40 30 20 10 1980 1982 1984 1986 1988 1990 1992 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012 2014
0
Unskilled Labor Intensive
Resource Based Labor Intensive
Resource Based Capital Intensive
Electronics
Footloose Capital Intensive
• Resource based Labor Intensive turun drastic sejak awal 1990an. Kegagalan HILIRISASI kayu mentah menjadi kayu lapis karena tidak menjaga hutan sbg supply kayu. Negara pengimpor substitusi dari Plywood ke Particle Board. Terjadi sekarang dengan Rotan • Unskilled labor Intensif yang melonjak tajam antara 1983-1992 berkat deregulasi terus melemah karena 1. pengusaha tidak memodernisasi industrinya (naik kelas) 2. Pasar tenaga kerja yang makin rigid. 3. Pesaing baru China, CLMV, Bangladesh • Resource based capital Intensive dan Footloose capital intensive yang berkembang • Elektronik, tertinggal dalam global production network
TURUNNYA DAYA SAING MANUFAKTUR
…. latar belakang: harga komoditas melonjak lantas anjlok 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100
Palm oil
Rubber
Australian thermal coal
Indonesian Natural Gas
Simple Average Crude Oil
Jul-15
Nov-14
Mar-14
Jul-13
Nov-12
Mar-12
Jul-11
Nov-10
Mar-10
Jul-09
Nov-08
Mar-08
Jul-07
Nov-06
Mar-06
Jul-05
Nov-04
Mar-04
Jul-03
Nov-02
Mar-02
Jul-01
Nov-00
Mar-00
0
• Harga komoditas mulai merangkak naik sejak 2003 • Melonjak pesat sejak 2006 • Anjlok sebentar karena krisis 2008 • Dengan cepat melonjak lagi sampai puncaknya tahun 2011 • Sejak 2011 harga komoditas terus turun sampai sekarang (pertumbuhan ekonomi dan ekspor Indonesia melemah sejak 2011) • Pendorong: Pertumbuhan ekonomi China yang membutuhkan banyak bahan mentah • Menyebabkan dutch-disease • Apresiasi nilai tukar yang melemahkan daya saing ekspor manufaktur • Menyedot sumber daya ke sektor ekstraktif
… Real Effective Exchange Rate (REER) • Nilai tukar sangat menentukan daya saing ekspor. Tapi bukan nilai tukar nominal yang menentukan, namun Nilai Tukar Riil. REER ditentukan oleh • Faktor 1: Nilai tukar rupiah RELATIF terhadap mata uang lain. Apresiasi kehilangan daya saing ekspor. Depresiasi menambah daya saing ekspor. Tapi ingat adanya kata RELATIF thd mata uang lain. Walaupun Rupiah terdepresiasi, namun jika mata uang lain terdepresiasi lebih dalam. Maka ekspor Indonesia tetap kehilangan daya saing (currency war) • Faktor 2: biaya produksi domestic, diwakili dengan angka INFLASI. Jika Inflasi Indonesia lebih tinggi disbanding negara2 lain, maka Indonesia kehilangan daya saing demikian juga sebaliknya • Kedua faktor ini sudah diperhitungkan dalam perhitungan REER
… apresiasi Rp selama boom komoditas (dutch disease) melemahkan daya saing ekspor manufaktur 140 130 120
110 100 90 80 70
Indonesia
Malaysia
Philippines
Thailand
Nov-14
Mar-14
Jul-13
Nov-12
Mar-12
Jul-11
Nov-10
Mar-10
Jul-09
Nov-08
Mar-08
Jul-07
Nov-06
Mar-06
Jul-05
Nov-04
Mar-04
Jul-03
Nov-02
Mar-02
Jul-01
Nov-00
Mar-00
60
• Sejak 2000, dibanding negara-negara tetangga, terlihat trend apresiasi REER Indonesia lebih tajam • Tahun 2013 (mini crisis), Rupiah mulai anjlok, lumayan mengembalikan daya saing ekspor • Tapi perhatikan, walau nominal Rp terdepresiasi terus, namun REER justru menunjukkan trend apresiasi sejak 2014. Rupiah yang menguat seminggu terakhir ini tidak 100% kabar baik • REER Indonesia juga lebih volatile disbanding REER negara-negara tetangga. Resiko nilai tukar lebih tinggi -> perlu hedge yang lebih mahal, biaya pinjaman tinggi
… mengurai pertumbuhan ekspor (constant market share analysis) • Bayangkan anda punya banyak toko diberbagai daerah dan menjual berbagai produk, total pangsa pasar anda naik terus, apakah berarti anda kompetititif? • Anda bisa mengurai naiknya pangsa pasar toko-toko itu disebabkan karena a. naiknya permintaan atau karena b.produk anda kompetitif (murah/bermutu) • Faktor demand/Faktor struktural
• Toko toko anda berada di daerah-daerah yang sedang tumbuh • Toko toko anda menjual produk-produk yang sedang laku/harganya naik
• Cepat tanggap terhadap perubahan permintaan/Adjustment factor
• Anda gesit mengurangi/menambah produk/daerah sesuai naik turunnya permintaan
• Daya saing
• Produk anda laris karena lebih murah atau lebih berkualitas
• Ekspor Indonesia juga bisa diurai ke tiga factor tersebut. Ternyata bukan daya saing yang mendorong pertumbuhan pangsa pasar Indonesia. Namun karena external demand factor. Lagi-lagi karena boom komoditas. Karena bertumpu pada demand factor. Maka ketika demand melemah, ekspor Indonesia juga melemah
… Constan Market Share Analysis • Perhatikan garis ungu yang menunjukan perubahan pangsa ekspor Indonesia di dunia • Sejak 2005 terlihat pangsa ekspor Indonesia terus meningkat • Namun peningkatan pangsa pasar itu disebabkan karena factor structural/permintaan (kolom merah). Kita mengekspor di pasar yang sedang tumbuh pesat (eg. China) dan mengekspor produk2 yang harganya sedang naik • Kemampuan adjustment negative • Daya saing negative atau kecil
… Constant Market Share Analysis • 2004-2012: Structural atau Demand effect dominan. Boom komoditas • Efek daya saing negative, jika positif sangat kecil • Efek adaptasi selalu negative. Supply tidak cepat merespon perubahan permintaan di dunia
… kenaikan upah yang pesat namun tidak diimbangi kenaikan produktivitas tenaga kerja melemahkan daya saing manufaktur padat karya 650 550 450 350 250
150 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
50
Labor Productivity Unit Labor Costs
Average Wage
• 2000-2002 upah rata2 naik pesat. Penyesuaian yang wajar karena inflasi yang tinggi pada saat dan setelah krisis 1997 • 2002-2011 upah rata2 naik tidak terlalu pesat, produktivitas tenaga kerja juga membaik antara 20002006, namun setelahnya stagnant • Tiga tahun terakhir upah rata-rata meningkat pesat, namun peningkatan produktivitas tenaga kerja sangat kecil • ULC = biaya upah per unit produksi = Upah Nominal/Produktivitas melonjak sejak 2012
Logistik yang lemah ikut menyumbang pelemahan daya saing manufaktur 3.7 3.5 3.3
3.1 2.9 2.7
2.5 2007
Indonesia
2010
Philippines
2012
Thailand
2014
India
China
• Sudah terlalu sering dibahas, dan sudah menjadi kesepakatan umum bahwa logistik Indonesia lemah. Arah pemerintah saat ini yang bertekad membenahi logistik sudah benar • Indeks logistic Indonesia terendah tahun 2010. Menujukkan perbaikan antara 2010-2014. Namun tetap di bawah Thailand dan China. Masih banyak ruang untuk perbaikan
Paradigama Baru Perdagangan dan Industrialisasi: Global Production Network
Paradigama Baru Industrialisasi: Global Production Network • Pra Revolusi Industri:
• PRODUSEN: Pengrajin, Petani dan KONSUMEN berada di satu lokasi (desa)
• Revolusi Industri: 1st Unbundling
• REVOLUSI TRANSPOTASI, Kapal Laut dan Kereta Api memungkinkan dipisahnya PRODUSEN dan KONSUMEN -> perdagangan internasional berdasar keunggulan komparatif • Karena teknologi komunikasi belum maju, diperlukan kedekatan antar produsen agar KOORDINASI produksi berjalan lacar. Aglomerasi produksi dalam satu negara
• Pasca Revolusi Industri: 2nd Unbundling
• REVOLUSI ICT memungkinkan KOORDINASI jarak jauh yang kompleks. Biaya koordinasi menjadi murah • Perbedaan upah yang besar antar negara maju dan negara berkembang mendorong offshoring dan trade in task ke berbagai negara sesuai keunggulan komparatif namun lebih detail. Keunggulan komparatif dalam komponen dan sub komponen -> FRAGMENTASI PRODUKSI ke berbagai negara • Aglomerasi tetap diperlukan tapi dalam bentuk lain eg: AUTOMOTIVE HUB Thailand
Paradigama Baru Industrialisasi: Global Production Network • Keuntungan global production network: memudahkan industrialisasi bagi pemain baru • Negara berkembang tidak perlu membangun seluruh rantai nilai dari hulu sampai hilir agar Industrinya kompetitif. HILIRISASI dan HULUISASI menjadi kurang relevan. US/Jepang/Korea dulu harus meng
• Yang harus disiapkan oleh negara berkembang untuk berpartisipasi dalam tahap awal global production network (Baldwin, 2011) • Tenaga kerja yang reliable • Iklim Usaha yang ramah terutama ramah terhadap PMA • Kedekatan dengan negara yang maju secara teknologi dan bersedia meng-offshore pabriknya
• Untuk tahap berikutnya yang lebih kompleks diperlukan: ICT – Investment-Service-IP nexus • • • •
Infrastruktur ICT yang lebih baik Service Links. Logistik, dan berbagai jasa penunjang global production network Ramah PMA Penghargaan terhadap Intelectual Property Right
• Keuntungan tambahan, perbedaan waktu mendorong offshoring agar proses produksi bisa berlangsung 24 jam. Eg Call Center (Philippines), Arsitektur (Ridwan Kamil)
… dua negara dengan strategi industrialisasi yang berbeda menghasilkan kinerja berbeda • Malaysia: Tidak mengikuti paradigm GPN. Tapi mengejar strategi Mobil Nasional Proton • Thailand: Mengikuti paradigm GPN. Tidak berambisi membuat mobil nasional namun berusaha menjadikan negaranya sebagai AUTOMOTIVE PRODUCTION HUB • Terlihat perbedaan kinerja yang cukup besar dalam ekspor impor mobil dan komponen
Trade in Value Added dalam Global Production Network • Data nilai total ekspor dan impor semakin tidak lagi memadai sebagai panduan kebijakan panduan kebijakan untuk ekspor impor barang hasil global production network. Jaman 1st unbundling, negara mengekspor A, mengimpor B sesuai keunggulan komparatif • Di era global production network negara A mengimpor sub-subkomponen dari negara B, diolah menjadi sub-komponen (ada nilai tambah). Lantas diekspor lagi ke negara A. diolah lagi menjadi komponen lantas diekpor lagi ke negara A dst dst. • Ukuran yang tepat adalah Trade in Value Added • Bagaimana posisi Indonesia dalam Trade in Value Added?
Kontribusi sektor jasa dalam ekspor Indonesia • Sektor jasa memiliki peran penting dalam GPN. • Diukur berdasar nilai tambahnya, kontribusi jasa dalam ekspor Indonesia terkecil dibanding negara2 OECD dan beberapa negara non OECD • Salah satu penjelasannya ekspor Indonesia memang bukan ekspor yang banyak menggunakan jasa yaitu ekspor sumber daya. Bisa juga mencerminkan rendahnya atau kurang mendalamnya partisipasi Indonesia dalam GPN
Kesimpulan • Pengalaman perkembangan sektor manufaktur Indonesia sejak 1970an menujukkan faktor eksternal dan kebijakan domestik mempengaruhi perkembangan (ekspor) sektor manufaktur. Respon kebijakan yang tepat terhadap perubahan eksternal maupun domestic mampu mendorong pertumbuhan (perdagangan) sektor manufaktur. Reformasi yang berkelanjutan (eg. Regulatory review proses) penting untuk pertumbuhan dan keberlanjutan sektor manufaktur • Lemahnya daya saing menjadi penyebab utama lemahnya pertumbuhan sektor manufaktur, terutama sektor manufaktur padat karya. Manajemen nilai tukar, kebijakan ketenaga kerjaan, peningkatan produktivitas dan perbaikan logistic menjadi kunci untuk perdagangan manufaktur • Paradigma Perdagangan dan Industrialisasi dunia sudah banyak berubah dibanding awalawal Indonesia melakukan Industrialisasi. Abad ini dicirikan dengan semakin besarnya Global Production Network dalam perdagangan Internasional. Kebijakan paradigma lama seperti import substitusi, mobil (atau apapaun) nasional, dan hilirisasi, bukan lagi paradigm yang tepat untuk dunia yang telah berubah.