ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Rosihan Rosman dan Hermanto Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat ABSTRAK Nilam merupakan salah satu komoditi ekspor Indonesia yang termasuk ke dalam keluarga Labiateae. Hasil dari tanaman ini adalah minyaknya yang didapat dari hasil penyulingan baik batang, maupun daunnya. Tanaman ini merupakan telah lama berkembang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Dalam upaya mempertahankan Aceh yang dikenal dengan nilam Acehnya diperlukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan produksi dan mutu nilam dari Aceh. Salah satu upaya tersebut adalah dengan mengupayakan pengembangan nilam ke daerah-daerah yang sesuai. Daerah yang sesuai untuk pengembangan nilam di daerah Aceh adalah daerah dengan ketinggian < 700 m diatas permukaan laut, jenis tanah Latosol, Andosol atau jenis tanah lainnya dengan kedalam efektif > 100 cm dan kedalam air tanah > 75 cm, pH tanah 5 - 7, tekstur tanah liat berlempung dan liat berpasir, curah hujan 1.750 – 3.500 mm per tahun, hari hujan > 100. bulan basah di atas 7 bulan. Dengan menggunakan teknik Geografi Information System(GIS) yang didukung oleh data tanah dan iklim berupa peta tanah, peta iso hiyet, peta topografi, data curah hujan, suhu dan kelembaban serta tata guna lahan maka dilakukan pengelompokan wilayah dengan kesesuaian lingkungan agroekosistem yang hampir sama untuk tanaman nilam. Hasil studi agroekosistem pada provinsi NAD ini terdapat 1.160.464 ha (20%) tergolong sangat sesuai (S1), 1.816.764 ha (32%) sesuai (S2), 1.230.721 ha (21%) agak sesuai (S3) dan 1.462.651 ha (27%) tidak sesuai (N) bagi tanaman nilam. Produk studi ini diharapkan memberikan informasi yang dapat dijadikan dasar kebijakan dalam perencanaan dan pengelolaan
pewilayahan komoditas nilam yang sesuai dengan kondisi setempat.
PENDAHULUAN Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman atsiri termasuk famili Labiateae (Nuryani, 1998). Minyak nilam banyak digunakan sebagai bahan fixatif dalam pembuatan parfum, sabun dan kosmetik. Tanaman ini dapat tumbuh dan menghasilkan minyak bermutu baik pada ketinggian 0 - 700 m di atas permukaan laut, dengan curah hujan 1.750 – 3.500 mm/tahun, temperatur rata-rata harian 24 - 28°C dengan tanah berdrainase baik, tekstur lempung liat berpasir, dan tanah berpasir lainnya, pH 5,5 - 7 dan gembur (Rosman et al., 1998). Daerah-daerah pengembangan nilam di Indonesia adalah Provinsi NAD (Tapaktuan, Sidikalang, Lhokseumawe), Sumatera Utara (Dairi) dan Sumatera Barat (Pasaman) Lampung, Jambi, Bengkulu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Rosman, 1998). Dalam mendukung pengembangan nilam di Aceh, agar kuantitas dan kualitas hasil yang diperoleh sesuai dengan harapan, terlebih dahulu dilakukan telaahan potensi lahan dan iklim wilayah Aceh. Pengembangan tanaman nilam yang telah diketahui
21
karakternya dan sesuai dengan persyaratan tumbuh yang diinginkan tanaman akan mencapai tingkat efisiensi dalam memanfaatkan teknologi, modal dan sumber daya lahan. Teknologi seperti ini akan merupakan dasar bagi sistim pola tanam dalam rangka Pelaksanaan pembudidayaan yang mengarah kepada pemanfaatan lahan atau meningkatkan intensitas tanam melalui tanaman sela dan tanaman campuran. Oleh karenanya kajian mengenai kondisi lingkungan sangat diperlukan agar usaha tani dapat berhasil guna. Mengingat tanaman nilam merupakan komoditas yang cukup potensial dalam menghasilkan devisa bagi negara, seyogyanya perlu mendapat perhatian dalam upaya pengembangannya. Kesesuaian lahan untuk tanaman nilam di Provinsi NAD ini merupakan suatu gambaran anjuran dasar pengembangan atau sebagai usaha tertentu untuk dapat digunakan sebagai salah satu dasar operasional. KESESUAIAN LAHAN DAN IKLIM Kesesuaian lahan aktual dan potensial Kesesuaian lahan aktual yaitu kesesuaian pada saat evaluasi dilakukan, sedangkan faktor pembatas tertinggi yang dapat diatasi akan diperoleh kesesuaian lahan potensal. Adapun kriteria penilaian untuk tanaman ini bersifat kwalitatif (Tabel 1), dengan menggunakan beberapa parameter dan memperhatikan
22
persyaratan agronomis tanaman kayumanis, yang akan dikembangkan antara lain : 1. Topografi, seperti ketinggian wilayah dihitung meter dari permukaan laut. 2. Kualitas tanah (aspek fisika seperti tekstur, drainase dan aspek kimia seperti pH tanah). 3. Iklim, seperti curah hujan (mm)/hari hujan, temperatur (°C), prosentase kelembaban udara dan radiasi matahari, yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Dari hasil evalluasi lahan dan iklim Provinsi NAD didapatkan daerah-daerah yang amat sesuai, sesuai dan agak sesuai untuk tanaman nilam. Daerah yang amat sesuai adalah daerah dengan tanpa pembatas atau sedikit pembatas yang dapat diatasi. Daerah yang sesuai adalah daerah dengan beberapa pembatas yang masih dapat diatasi atau satu faktor pembatas yang agak berat tetapi masih dapat diatasi sampai batas-batas tertentu. Daerah hampir sesuai adalah daerah dengan beberapa faktor pembatas yang cukup berat, tetapi masih dapat diatasi sampai batas-batas tertentu. Parameterparameter di atas batas-batas yang ditentukan dianggap tidak sesuai, karena faktor pembatas yang berat sekali dan sulit untuk diatasi, umpamanya tanah liat masam atau curah hujan lebih dari 3.500 mm/tahun. Dengan peningkatan teknologi/ managemen, termasuk modal/input untuk memperbaiki faktor-faktor pembatas tersebut maka kesesuaian
aktuil akan dapat ditingkatkan pada batas-batas tertentu menjadi kelas kesesuaian yang lebih baik. Umpama tanah amat masam (strongly acid) dengan kesesuaian sesuai akan menjadi amat sesuai bila dilakukan tindakan seperti pengapuran. Penilaian kesesuaian lahan dan iklim untuk tanaman nilam di Provinsi NAD Kesesuaian lahan untuk tanaman nilam di Provinsi NAD dapat mmberikan rekomendasi secara umum, ke arah mana perluasan/intensifikasi mungkin masih dapat dilaksanakan. Sedangkan penelaahan faktor-faktor ekonomi diperlukan untuk tahap berikutnya. Beberapa faktor pembatas yang harus diperhatikan antara lain : (1) Topografi/ketinggian dari muka laut, (2) kualitas tanah dan (3) iklim (Tabel 1). Tapografi Untuk tanaman nilam ketinggian yang sesuai antara 0 - 100 dan 400 700 meter dari permukaaan laut, sedangkan yang amat sesuai (S1) untuk tanaman nilam dengan ketinggian antara 0 - 100 meter diatas permukaan laut (dpl), sedangkan untuk daerah di atas 700 meter dpl dianggap hampir sesuai (S3). Tanah Untuk kualitas tanah beberapa parameter yang diperhatikan antara lain Jenis tanah Tanah dengan jenis-jenis Latosol, Podsolik, Andosol dan Regosol adalah yang terbaik.
Tekstur Yang terbaik adalah tekstur lempung berpasir, tekstur adalah sebagai faktor pembatas termasuk agak berat diatasi. Drainase Faktor drainase termasuk faktor pembatas agak mudah diatasi dengan membuat saluran-saluran drainase, untuk tanaman nilam memerlukan drainase yang baik (well drained). Kemasaman tanah Kemasaman termasuk pembatas yang dapat diatasi pengapuran, untuk tanaman memerlukan pH tanah agak sampai netral (pH 5,5 – 7,0).
faktor dengan nilam masam
Kandungan kimia tanah Seperti C organik, P2O5, K2O, dan KTK dapat dilihat pada Tabel 1. Rendahnya kandungan kimia dapat diatasi dengan pemberian pupuk seperti pupuk kandang, Urea, SP-36 dan KCl. Iklim Beberapa faktor iklim merupakan faktor pembatas yang sukar/tidak dapat diatasi untuk tanaman nilam. Beberapa parameter iklim yang diperhatikan antara lain : 1. Curah hujan, antara 1.750 – 3.000 mm/tahun, yang amat sesuai (A) antara 2. 300 -3.000 mm setahun, sedangkan 1.750 – 2.300 mm/tahun atau 3.000 – 3.500 mm/tahun termasuk sesuai (S). 2. Hari hujan, dimaksud jumlah hari hujan setahun, yang terbaik letak antara 120 - 180 hari hujan amat
23
sesuai (A), sedangkan antara 100 120 atau 180 - 210 adalah sesuai (S), lihat Tabel 1. 3. Bulan basah lebih dari 7 bulan adalah yang diinginkan agar tanaman nilam tumbuh dan menghasilkan dengan baik. Bulan basah yang dimaksud adalah curah hujan dalam sebulan di atas 100 mm per bulan.
4. Temperatur, data diambil pada stasiun meteorologi terdekat dari lokasi. Temperatur letak antara 23 29°C dan pertumbuhan yang optimum sekitar 25 - 26°C. Amat sesuai (S1), antara 24 - 25°C atau antara 26 - 28°C. sesuai (S2) dan di atas 28 - 29°C hampir sesuai (S3), lihat Tabel 1. 5. Kelembaban udara, yang terbaik letak antara 70 - 90%, lihat Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria penilaian kesesuaian lahan dan iklim tanaman nilam Kesesuaian Parameter Ketinggian (m dpl) Jenis tanah
S1 (amat sesuai) 100-400 Latosol, Andosol
T
A
Kedalaman tanah Tekstur
air
N Drainase
(>100 cm) Lempung berpasir Lempung liat berpasir kwarsa Baik
A Kemasaman (pH)
Agak masam (5,5-7)
K2O (me/100 g) C-Organik (%) P2O5 (ppm) KTK (me/100 g)
>10 2-3 16-25 >17
H
24
S2 (sesuai) 0-100 atau 400-700 Podsolik, Regosol, Kambisol (75-100 cm)
S3 (hampir sesuai
N (tidak sesuai)
> 700
> 700
Lainnya
Jenis tanah lainnya
(50-75 cm)
(< 50 cm)
Lempung lainnya berliat dan berpasir lainnya
Lain-lain
Agak baik
Terhambat
Agak terhambat Agak masam Masam sampai netral sampai (5-5,5) masam sekali ( 4,5-5) 0.6-10 0.2-0.4 3-5 <1 10-15 >25 5-16 <5
Masam sekali atau Alkalis (<4,5 atau > 7,5) -
Tabel 1. Lanjutan Kesesuaian
S1 (amat sesuai)
Parameter Curah hujan (mm) I
2000-2300
K
Hari hujan
120-180
L
Bulan basah per 7-9 tahun Temperatur (°C) 25-26
I
M Kelembaban (%)
70-90
S2 (sesuai)
S3 (hampir sesuai
1750-2300 atau 3000-3500 100-120 atau 180-210 10-11
1200-1750 atau >3500 210-230 atau 85-100 <11 atau 5-6
N (tidak sesuai) <1200 >5000
atau
< 85 <5
24-25 atau 26- 23-24 atau < 23 atau > 28 28-29 29 60-70 50-60 atau > < 50 90
Sumber : Rosman et al., 1998
POTENSI WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM DALAM PENGEMBANGAN TANAMAN NILAM Provinsi NAD sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang hingga saat ini memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pengusahaan tanaman nilam dibanding daerah lainnya perlu dipertahankan. Hasil studi menunjukkan potensi pengembangan tanaman nilam di daerah ini diklasifikasikan kedalam 4 kelompok wilayah yaitu wilayah yang tergolong sangat sesuai dengan sedikit atau tanpa faktor pembatas (S1) luas 1.160.464 ha (20% dari total wilayah), wilayah yang memiliki beberapa faktor pembatas yang masih dapat diatasi (S2) 1.816.764 ha (32 % dari total wilayah), wilayah yang memiliki beberapa faktor pembatas yang agak berat namun masih dapat di atasi (S3) 1.230.721 ha
(21% dari total wilayah), dan wilayah yang memiliki faktor pembatas yang tidak dapat atau sulit diatasi (N) yang luasnya masingmasing tertera pada Tabel 2, dengan total wilayah produksi 5.670 ha. Tabel 2. Luas wilayah kesesuaian lahan bagi tanaman nilam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Klasifikasi kesesuaian lahan S1 S2 S3 N Jumlah
Luas (ha)
Persentase (%)
1.160.464 1.816.764 1.230.721 1.462.651 5.670.600
20 32 21 27 100
Keterangan : S1 = Amat sesuai S2 = Sesuai S3 = Hampir sesuai N = Tidak sesuai
25
INPUT TEKNOLOGI YANG DIPERLUKAN Dalam upaya mendukung pengembangan nilam di Provinsi Aceh, untuk wilayah-wilayah tertentu yang layak untuk pengembangan nilam akan menjadi lebih tinggi potensi hasilnya bila disertai teknologi yang sesuai untuk suatu lokasi. Teknologi seperti pemupukan, pembuatan drainase, peningkatan kemasaman tanah dan sebagainya perlu mendapat perhatian. Pemupukan Untuk tanah-tanah yang kurang humusnya sebaiknya dilakukan pemupukan. Hasil penelitian beberapa peneliti (Tabel 3) pada tanah Podsolik dengan dosis 120 kg N + 60 - 80 kg P2O5 + 0 - 100 kg K2O mampu meningkatkan hasil. Begitu pula pada tanah Latosol 280 kg Urea + 70 kg TSP + 140 kg KCl per ha.
Peningkatan kemasan tanah Upaya peningkatan kemasaman tanah (pH) dapat dilakukan dengan pemberian kapur. Pemberian kapur akan mempengaruhi keseimbangan unsure hara tanah. Selain itu menurut Sufiani dan Hobir (1998) pH yang rendah akan mengakibatkan timbulnya serangan nematoda. Pembuatan drainase Upaya mencegah kelembaban tanah oleh adanya genangan air yang dapat berakibat buruk terhadap tanaman sengat diperlukan drainase, terutama daerah dengan kondisi kedalaman air tanahnya yang dangkal, bertekstur liat tinggi, dan bercurah hujan tinggi, Tanah yang tergenang air tidak cocok untuk pertumbuhan tanaman karena menyebabkan tanaman mudah terserang penyakit busuk akar (Suratman dan Kappow, 1987).
Tabel 3. Pemupukan pada tanah Podsolik dan Latosol No Jenis tanah Dosis pupuk Hasil 1 Podsolik merah 120 kg N + 80 kg Meningkat kecoklatan P2O5 + 100 kg K2O 276% dari kontrol 2. Podsolik 120 kg N + 60 kg 3,8 ton terna kuning P2O5 kering per ha 3.
26
Sumber Adiwiganda, et al dalam Dhalimi et al, (1998). Sunarwidi et al dalam Dhalimi et al (1998). Latosol merah 280 kg Urea + 70 Meningkat 64 - Tasma dan kecoklatan kg TSP + 140 kg 77% dibanding Wahid (1988). KCl per ha. kontrol
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil studi agroekosistem menunjukkan bahwa pada provinsi NAD ini terdapat 1.160.464 ha (20%) tergolong sangat sesuai (S1), 1.816764 ha (32%) sesuai (S2), 1.238721 ha (21%) agak sesuai (S3) dan 1.462.651 ha (27%) tidak sesuai bagi tanaman nilam. Pengembangan tanaman nilam di Provinsi NAD perlu mendapat perhatian dan dukungan teknologi agar dapat dipertahankan keberadaannya. Pengembangan tanaman ke arah wilayah yang sesuai dapat mencegah dari resiko kegagalan. Selain itu teknologi yang akan digunakan juga akan efisien. Saran Hasil studi ini diharapkan memberikan informasi yang dapat dijadikan salah satu dasar kebijakan dalam perencanaan pengembangan dan pengelolaan pewilayahan komoditas nilam yang sesuai dengan kondisi setempat. DAFTAR PUSTAKA Dhalimi A, Anggraeni, Hobir, 1998. Sejarah dan perkembangan budidaya nilam di Indonesia. Monograf nilam No. 5. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. p. 1 - 9. Lembaga Penelitian Tanah, 1964. Peta tanah eksplorasi Sumatera Bagian Utara. LPTI, Bogor.
--------, 2004. Peta pembagian administrasi pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. U.D. Fajar Baru, Medan. Nuryani Y., 1998. Karakterisasi. Monograf nilam No. 5. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. p. 16 - 23. Rosman. R, O. Trisilawati, 2002. Peta kesesuaian lahan dan iklim tanaman nilam di pulau Jawa Bagian Barat. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Rosman. R, Emyzar dan Wahid. P., 1998. Karakteristik lahan dan iklim untuk pewilayahan pengembangan. Monograf No. 5. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. Supiani, S. dan Hobir, 1998. Teknik produksi bibit. Monograf No. 5. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. p. : 40 – 46. Suratman dan Kappow, 1987. Pedoman bercocok tanam nilam (Pogostemon cablin Benth) Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. 20 p. Tasma dan Wahid, 1988. Pengaruh mulsa dan pemupukan terhadap pertumbuhan dan hasil nilam. Pemberitaan Tanaman Industri 15 (1 - 2) : 34 - 41. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Bogor.
27
28