STRATEGI PENGEMBANGAN MENYELURUH TERHADAP MINYAK NILAM (PATCHOULI OIL) DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Elly Sufriadi dan Mustanir Jurusan Kimia FMIPA Universitas Syiah Kuala Banda Aceh ABSTRAK Indonesia merupakan pemasok 80 - 90% minyak nilam dunia. Sejak dekade tujuh puluhan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam memberikan kontribusi sekitar 70% dari kapasitas ekspor minyak nilam tersebut. Sejak tahun 1999 produksi minyak nilam di Aceh menurun tajam. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya hal tersebut antara lain adalah: (1) Sistem perniagaan minyak nilam tidak sehat karena dikuasai oleh kartel; (2) Harga jual tidak stabil, berkisar antara 100 – 200 ribu rupiah); (3) Teknologi penyulingan masih konvensional, sehingga produk minyak nilam dari Aceh memiliki akseptabilitas yang rendah. Berdasarkan permasalahan tersebut, strategi pengembangan yang harus dilakukan adalah: (1) Ekspansi teknologi penyulingan dari penggunaan drum bekas sebagai ketel menjadi stainless steel yang memenuhi standar; (2) Adanya kebijakan pemerintah daerah terhadap tataniaga minyak nilam yang berpihak kepada petani dan (3) Modifikasi terhadap produk ekspor dari bentuk minyak nilam mentah menjadi komponen-komponen kimia utama yang dibutuhkan oleh industri kosmetik saat ini. Dengan demikian, potensi minyak nilam Provinsi Nanggro Aceh Darussalam yang sangat besar secara signifikan mampu meningkatkan pendapatan asli daerah secara berkesinambungan.
PENDAHULUAN Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) termasuk tanaman penghasil minyak atsiri yang memberikan kontribusi penting dalam dunia farmasi, terutama untuk industri
parfum dan aroma terapi. Tanaman nilam berasal dari daerah tropis Asia Tenggara terutama Indonesia dan Filipina, serta India, Amerika Selatan dan China (Grieve, 2002). Tanaman nilam dapat tumbuh subur pada tanah yang subur, gembur dan banyak mengandung bahan organik. Jenis tanah yang baik adalah regosol, latosol dan aluvial. Tekstur tanahnya lempung berpasir atau lempung berdebu, keasaman tanahnya (pH) = 6 – 7, dan mempunyai daya resapan tanah yang baik dan tidak tergenang air pada musim hujan. Untuk menghasilkan daun nilam dengan konsentrasi minyak yang tinggi diperlukan sinar matahari yang penuh, jatuh secara langsung sekalipun daun nilam menjadi lebih kecil dan tebal. Komposisi minyak nilam secara adalah : -patchoulene 2,90 – 3,80%, -guaiene13,10 – 15,20%, caryophyllene 3,30 – 3,90%, -patchoulene 5,10 – 5,90%, seychellene 8,60 – 9,40%, -bulnesene14,70 – 16,80%, dan norpatchoulenol 0,50%. Berdasarkan komposisi tersebut terlihat bahwa komponen utama minyak nilam adalah patchouli alcohol. Komponen utama inilah yang biasanya digunakan sebagai pengikat (fixative) pada industri parfum.
11
Dewasa ini minyak nilam juga digunakan untuk bahan anti septik, anti jamur, anti jerawat, obat eksim, kulit pecah-pecah, ketombe, dan untuk mengurangi peradangan. Disamping itu, minyak nilam juga digunakan untuk membantu mengurangi kegelisahan dan depresi atau membantu penderita insomnia (gangguan susah tidur). Mulai era delapan puluhan minyak nilam sering dipakai untuk bahan aroma terapi. Berdasarkan laporan Market Study Essential Oils and Oleoresin, produksi nilam dunia mencapai 500 550 ton per tahun. Produksi Indonesia sekitar 450 ton per tahundan Cina (50 80 ton per tahun). Negara tujuan ekspor adalah Singapura, India, AS, Inggris, Belanda, Prancis, dan Jerman, Swiss, dan Spanyol.
Volume ekspor minyak nilam periode 1995 - 1998 mencapai 800 1.500 ton, dengan nilai devisa US$ 18 53 juta. Sementara data terbaru menyebutkan nilai devisa dari ekspor minyak nilam sebesar US$ 33 juta atau 50% dari total devisa ekspor minyak atsiri Indonesia. Secara keseluruhan Indonesia memasok lebih dari 90% kebutuhan minyak nilam dunia. Sejak dekade tujuh puluhan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), terutama Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Barat dan Aceh Tenggara, merupakan sentra tanaman nilam terluas di Indonesia. Jumlah produksi nilam Aceh memberikan kontribusi sebesar 70% terhadap pasokan minyak nilam Indonesia. Sejak tahun 1999, jumlah produksi minyak nilam Aceh mengalami stagnasi (Gambar 1).
Produksi (Ton) 400
350
300
250
200 378 319
150 268 100
179
189
184
1996
1997
305 283
263
253
1999
2000
50
0 1993
1994
1995
1998
Tahun
Sumber: Dinas Perkebunan Prov. NAD Tahun 2003
Gambar 1. Produksi Nilam NAD dalam 10 tahun
12
2001
2002
Hal ini disebabkan oleh rendahnya animo masyarakat untuk melakukan produksi karena harga jual minyak nilam tidak stabil. Secara umum, beberapa faktor penyebab kelesuan produksi minyak nilam di NAD antara lain adalah : (1) Harga jual di tingkat petani tidak stabil; (2) Beberapa standar kualitas minyak nilam belum tercapai, seperti tingkat kemurnian (dicampur dengan minyak kruing) dan kadar besi terlarut masih tinggi; (3) Sebagian besar dari petani melakukan budi daya tanaman nilam pada lokasi yang berpindah-pindah, sehingga dengan situasi keamanan saat ini, petani nilam mengalami kesulitan untuk mempertahankan jumlah produksi. Harga minyak nilam Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap turunnya produksi minyak nilam Provinsi NAD adalah ketidakstabilan harga di tingkat petani. Pada awal tahun 1998 (semester pertama krisis moneter Indonesia), petani nilam sempat merasakan harga jual minyak nilam mencapai Rp. 1.500.000,- per kilogram. Padahal menurut Sauer dan Pamela (1998) harga di pasaran internasional saat itu berkisar antara US$55 sampai US$ 60 (kurs tengah ± Rp. 15.000,-/US$). Sehingga bila dikonversikan ke rupiah nilainya adalah sembilan ratus ribu rupiah. Sebagai akibatnya, di Kabupaten Aceh Selatan dan Aceh Barat yang merupakan daerah utama penghasil minyak nilam, masyarakat melakukan alih usaha secara mendadak. Sebagian besar petani yang
sebelumnya aktif di sektor pertanian dan perkebunan lain meninggalkan kegiatannya untuk menanam nilam secara besar-besaran. Keadaan terebut akan mengakibatkan produksi nilam berlebih, sehingga beberapa bulan berikutnya harga minyak nilam langsung turun dengan drastis mencapai Rp. 100.000,- - Rp. 200.000,per kilogram. Walaupun sebagian besar dari nilam yang ditanam belum mencapai umur untuk siap panen dan disuling, tetapi biaya produksi (mulai dari masa tanam) telah mengikuti harga jual yang tinggi. Akibatnya, setelah masa panen, sebagian besar petani enggan menjual minyak nilamnya karena masih mengharapkan harga yang sesuai dengan biaya produksi. Sampai saat ini masih ada petani yang menyimpan minyak nilam yang diproduksi pada tahun 1998. Berdasarkan hasil analisis, instabilitas harga ini disebabkan oleh adanya monopoli tata niaga minyak nilam di tingkat eksportir. Walaupun Provinsi NAD merupakan produsen minyak nilam terbesar, namun ekspor minyak nilam masih dilakukan melalui Sumatera Utara. Pada era delapan puluhan, PT. Pupuk Iskandar Muda (PT. PIM) telah mencoba menjadi bapak angkat petani nilam dengan cara menampung hasil produksi masyarakat yang selanjutnya diekspor ke luar negeri (terutama ke Singapur), namun upaya ini mengalami hambatan karena minyak yang diekspor oleh PT. PIM ditolak oleh importir negara tersebut. Dampak sosial yang dihasilkan dari instabilitas harga minyak nilam ini
13
dirasakan berpengaruh terhadap inkonsistensi pola mata pencaharian masyarakat. Pada saat harga minyak nilam melambung, sebagian besar masyarakat melakukan budidaya nilam secara besar-besaran dan meninggalkan lapangan kerja yang biasa digelutinya. Sebaliknya pada saat harga turun masyarakat kembali ke profesi lama. Kondisi ini secara tidak langsung akan berakibat kepada kontinuitas produksi. Sebagai contoh, pada tahun 1998, akibat melambungnya harga minyak nilam, sekitar 200 hektar lahan pertanian (padi) di Kabupaten Aceh Selatan menjadi terbengkalai karena petani lebih tergiur untuk melakukan budidaya nilam. Padahal bila harga minyak mampu dipertahankan pada level tertentu, masyarakat diberikan kebebasan untuk memilih jenis usaha yang layak dan memiliki penghasilan tetap. Guna mengatasi permasalahan ini pemerintah daerah perlu melakukan beberapa upaya strategis seperti : 1. Mengeluarkan kebijakan yang mengatur proses tataniaga minyak nilam, termasuk pemberdayaan UKM lokal. Selama ini jalur tataniaga minyak nilam sangat panjang; dimulai dari petani, ke pedagang lokal, selanjutnya ke pedagang pengumpul, dan baru sampai ke ekportir di Medan. Panjangnya rantai tata niaga ini turut berpengaruh terhadap nilai jual. Sebaiknya di setiap kecamatan terdapat UKM (misalnya Koperasi) yang mampu mengambil posisi sebagai pengumpul dan selanjutnya
14
langsung berhubungan dengan pengusaha eksportir. 2. Merintis ekspor minyak nilam langsung dari Provinsi NAD. Selama ini hampir semua minyak nilam Aceh diekspor melalui Medan. Harganya minyak nilam Aceh dengan segala kondisi positif dan negatifnya dikendalikan oleh eksportir di Medan. Proses peningkatan nilai tambah seperti kualitas yang memenuhi standar dilakukan pada fase ini (sebelum diekspor). Dengan demikian pendapatan yang lebih besar justru diperoleh Provinsi Sumatera Utara. Padahal proses ini bisa dilakukan di Provinsi NAD melalui kerjasama yang baik antara pengusaha lokal dengan pemerintah daerah. Untuk menunjang upaya ini diperlukan komitmen dan usaha yang keras dari semua pihak yang terlibat dalam tataniaga minyak nilam. Karena kalaupun eksportir sudah ada, tetapi bila masih ada pedagang pengumpul yang membawa minyak nilam ke Medan, maka usaha ini akan sia-sia. Untuk mengantisipasi terjadinya hal tersebut, perlu dipikirkan suatu standar harga yang kompetitif dan sehat. 3. Perlu dilakukan pemasaran yang lebih intensif di luar negeri, baik secara konvensional maupun pemanfaatan e-business, yang sifatnya tidak mengikat dan monopoli. Salah satu faktor pendukung untuk ekspor minyak nilam langsung dari Aceh adalah
melalui pemasaran yang intensif ke manca negara, sehingga akan diperoleh market-market baru yang selama ini belum tersentuh oleh eksportir lama. Kualitas minyak Selama tiga dekade, produk minyak nilam Aceh selalu mengalami tekanan dalam hal kualitas, terutama berkaitan dengan warna, yang disebabkan oleh adanya kandungan besi terlarut. Selain itu juga berhubungan dengan tingkat kemurnian, karena sebagian minyak nilam dicampur dengan minyak kruing di tingkat pengrajin. Faktor utama yang menyebabkan adanya kandungan besi terlarut di dalam minyak nilam adalah penggunaan peralatan penyulingan yang masih konvensional, terutama ketel yang berasal dari drum bekas. Pada temperatur yang tinggi, besi dari drum berada dalam bentuk ion akan terikut dengan uap dan terakumulasi dalam minyak. Penggunaan peralatan penyulingan dari bahan stainless steel sudah saatnya dilakukan, karena disamping mampu meningkatkan kualitas minyak, juga dapat meningkatkan rendemen minyak nilam itu sendiri. Secara umum peralatan penyulingan terdiri atas : Ketel uap Pasu (ketel) penguapan dilengkapi dengan tungku pemanasan yang menggunakan bahan baku kayu atau batu bara Pipa pendingin Bak air pendingan Gelas penampung
Proses yang dilakukan dalam penyulingan minyak nilam adalah: Daun nilam kering dimasukkan dalam pasu pendidih/pasu penguap bersamasama dengan air. Air panas yang telah mengalami penetrasi ke dalam sel herba (batang dan daun kering) menguap dan membawa minyak nilam, selanjutnya uap mengalami proses pendinginan di pipa pendingin. Campuran air dan minyak yang mengembun kemudian ditampung pasu. Dalam pasu campuran air dan minyak dipisahkan dengan alat pemisah atau secara sederhana disendok. Pada tahap akhir minyak disimpan dalam drum yang dilapisi seng (Anonimous, 2002). Kapasitas pasu penguap 100 kg daun kering per sekali masak, waktu penguapan 8 jam dan hasil minyak nilam antara 2,50 - 3,0 kg. Kebutuhan bahan bakar persekali pemasakan 0,25 m3. Investasi yang dibutuhkan untuk penggunaan peralatan penyulingan ini adalah sekitar lima puluh juta rupiah. Perkembangan teknologi pengolahan essential oils di negaranegara maju sudah demikian pesatnya, namun Indonesia belum mampu mengikuti perkembangan tersebut. Pemacuan industri essential oils sampai pada industri pengolahan menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi sangat diperlukan. Disain peralatan yang memenuhi standar yang lebih baik akan memberikan peningkatan rendemen dan kualitas produk. Meskipun harga peralatan ini relatif lebih mahal, akan tetapi kalau dipetimbangkan untuk jangka panjang
15
akan lebih murah dan menguntungkan. Peningkatan kualitas essential oils melalui modifikasi, pengembangan teknologi proses maupun rekayasa peralatan proses produksi essential oils diharapkan dapat meningkatkan kuantitas produk dengan kualitas yang kompetitif sehingga dapat meningkatkan nilai ekspor, menambah devisa bagi negara dan kesejahteraan para petani produsen (Harfizal, 2002). Salah satu bentuk desain peralatan penyulingan yang telah disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan didasarkan kepada kualitas serta rendemen minyak nilam yang tinggi adalah yang diajukan oleh H & R Scents seperti terlihat pada Gambar di bawah ini.
Berdasarkan kebutuhan ini, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) di masing-masing Kabupaten perlu memfasilitasi UKM di masing-masing kecamatan yang menjadi sentra produksi nilam. Dengan demikian salah satu faktor penyebab rendahnya kualitas minyak nilam dapat dieliminir. Disamping itu, Disperindag juga harus melakukan sosialisasi terhadap petani nilam agar tidak melakukan pencampuran minyak nilam dengan minyak kruing.
Saluran keluar air pendingin Isulator
Saluran masuk air pendingin
Saluran keluar minyak
Air dan bahan baku (nilam) Uap masuk untuk selonsong pemanas Uap pemanas langsung
Sumber: H & R Scents, 2003
16
Drainase
Budidaya nilam Sebagian besar dari petani masih menanam tanaman nilam pada lokasi yang berpindah-pindah karena mereka beranggapan kualitas minyak nilam akan menurun bila terus menerus dibudidayakan pada lokasi yang sama. Berdasarkan pengalaman petani-petani sebelumnya, fakta ini memang terjadi. Namun demikian, bila pola ini tidak dirubah, akan berdampak negatif bagi lingkungan seperti perambahan hutan secara besar-besaran. Proses budidaya tanaman nilam sebaiknya dilakukan secara menetap dengan mengantisipasi kemungkinankemungkinan turunnya kualitas minyak nilam melalui pola tanam yang tepat (Hobir, 2002). Pola tanam yang dapat diikuti adalah dengan cara sebagai berikut. Pengolahan lahan dimulai 1 - 2 bulan sebelum tanam dengan pencangkulan tanah sedalam 30 cm. Tujuan pencangkulan adalah untuk mendapatkan kondisi tanah yang gembur dan remah, sekaligus pembersihan tumbuhan penganggu (gulma). Setelah tanah dicangkul kemudian dibuat bedengan untuk ditanami nilam. Ukuran bedengan adalah: tinggi 20 - 30 cm, lebar 1 - 1,5 meter dan panjang disesuaikan dengan kondisi lapangan. Jarak antara bedengan satu dengan lainnya berkisar antara 40 - 50 cm untuk memudahahkan perawatan. Tanah bedengan tersebut dibiarkan seminggu, kemudian dicangkul untuk meremahkan tanah dan sekaligus dilakukan pemberian pupuk organik (pupuk kandang). Kebutuhan pupuk
sebanyak 10 - 20 ton per hektar tergantung dari tingkat kesuburan tanah. Setelah diberi pupuk kandang kemudian didiamkan selama 2 minggu. Menjelang waktu tanam dibuat lubang tanam ukuran 15 cm panjang x 15 cm tinggi x 15 cm lebar. Jarak antara lubang satu dengan lainnya antara 40 cm x 50 cm atau 50 cm x 50 cm. Karena faktor musim sangat berpengaruh pada tanaman nilam yang peka terhadap kebutuhan air, maka waktu tanam diusahakan pada permulaan musim hujan. Penanaman dilakukan dengan memasukkan stek kedalam lubang kemudian ditutup dan dipadatkan. Penanaman stek diatur pada kedalaman 2 - 3 buku masuk dalam lubang, supaya jaringan akar cukup kuat. Agar panen dapat dilakukan terus menerus, diperlukan jadwal penanaman per kelompok petani. Apabila diasumsikan dilakukan dua kali penyulingan per hari dan setiap penyulingan membutuhkan 100 kg, maka dalam satu hari akan menghabiskan 200 kg daun kering. Untuk mendapatkan daun kering per hari sebanyak 400 kg, dibutuhkan 0,125 hektar lahan. Apabila dalam satu bulan dilakukan 25 hari penyulingan maka diperlukan 3,125 hektar lahan siap panen. Pada tahap pemeliharaan, beberapa hal yang perlu dilakukan adalah: setelah tiga minggu kita perlu mengecek apakah stek tumbuh dengan baik. Pada stok yang kurang baik pertumbuhan tunasnya diperlukan penyisipan dengan mengambil stock berasal dari persemaian yang sama agar
17
pertumbuhan merata. Pada masa pertumbuhan tanaman nilam membutuhkan air untuk kelembaban tanah terutama pada musim kemarau. Penyiraman dapat dilakukan dengan mengalirkan air pada parit-parit antara bedengan atau dengan menggunakan sprinkle shower. Pemberian air diatur sesuai dengan umur tanaman nilam. Pada awal fase pertumbuhan memerlukan banyak air namun jumlah itu akan terus berkurang. Penyiangan diperlukan untuk menjaga kemampuan akar tanaman dalam menyerap unsur sara berjalan secara optimal. Penyiangan gulma akan membutuhkan pemupukan. Untuk itu digunakan dua jenis pupuk yaitu pupuk organik dan pupuk buatan. Pupuk organik diperoleh daril limbah kotoran hewan atau pupuk hijau. Pemberian pupuk harus didasarkan pada umur tanaman seperti terlihat pada tabel dibawah. Disamping untuk pemeliharaan tanaman, upaya ini juga bermanfaat untuk mempertahankan kualitas tanah pasca panen, sehingga pola budidaya yang berpindah-pindah tidak perlu dilakukan.
Diversivikasi produk Salah satu kendala yang dialami adalah masih terbatasnya sasaran ekspor minyak nilam karena importir yang membeli minyak nilam Indonesia masih minim. Sejak munculnya kompetitor baru seperti Filipina dan China, daya saing minyak nilam di pasaran internasional menjadi lebih ketat. Padahal saat ini banyak sekali produk hilir minyak nilam yang muncul baik sebagai bahan obatobatan, aromaterapi, dan parfum. Selama dua dekade sejak tahun enampuluhan, sebagian besar produk minyak nilam diarahkan sebagai zat pengikat (fixative) pada industri parfum. Komponen utama dalam minyak nilam yang dipakai sebagai pengikat tersebut hanya pachouli alcohol. Berdasarkan kenyataan ini, sudah saatnya Indonesia tidak lagi melakukan ekspor minyak nilam mentah, tetapi harus dilakukan peningkatan nilai tambah dari produk minyak nilam tersebut. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah menyiapkan teknologi pemisahan komponen-komponen minyak nilam di
Tabel 1. Pemupukan nilam pada berbagai umur Umur tanaman 1 - 2 Bulan 3-5 5-8 Setelah Panen 8 – 12 12 – 16 16 - 20
18
Pupuk urea (g) 50 - 70 25 - 50 25 50 - 75
Pupuk ZA (g) 50 - 75 25 - 50 50 - 75
Pupuk TSP (g) 50 - 75 12,50 50 - 75
Pupuk KCl (g) 25 - 50 12,5 - 25
tingkat ekportir, sehingga produk yang dijual oleh eksportir ke pasar internasional adalah berupa patcholi alcohol dan komponen-komponen minor lain sesuai dengan kebutuhan industri kosmetik saat ini. Beberapa keuntungan yang diperoleh dengan melakukan pola ini adalah: (1) Terjadi peningkatan nilai tambah dari produk, padahal kapasitas ekspor menjadi lebih kecil; (2) Komponen-komponen selain pachouli alcohol dapat digunakan sebagai bahan baku produk hilir yang lain di Indonesia, disamping dapat juga diekspor; (3) Dengan kualitas minyak nilam yang terkenal paling baik di dunia, penetrasi pasar dapat dengan mudah dilakukan tanpa harus bersaing dengan minyak nilam dari negara lain, karena yang menjadi market tidak lagi hanya sebatas importir minyak nilam, tetapi juga mampu menjangkau pihakpihak industri farmasi dan kosmetik; (4) Secara tidak langsung, kondisi ini juga akan dapat memperbaiki harga minyak nilam di tingkat petani. Minyak nilam sebagai essential oils memiliki sifat yang menonjol antara lain: mudah menguap pada suhu kamar dan larut dalam pelarut organik (Harfizal, 2002). Sesuai sifat ini konsep pemisahan komponenkomponen minyak nilam didasarkan kepada proses fraksionasi (pemisahan bertingkat). Penelitian-penelitian yang ditujukan untuk memisahkan minyak nilam pada skala laboratorium telah banyak dilakukan di Indonesia, namun sampai saat ini belum mampu diimplementasikan ke dalam bentuk
teknologi tepat guna. Padahal di negara-negara maju teknologi semacam ini telah berkembang dengan pesat. Salah satu model pemisahan komponen minyak atsiri yang dapat dijadikan acuan adalah peralatan ekstraksi yang diusulkan oleh H & R Scents (2003) seperti terlihat pada gambar di bawah ini.
Sumber: H & R Scents, 2003 1.– 4. Extractors, 5. Evaporator – untuk menguapkan pelarut, 6. Peralatan distilasi vacum untuk menghilangkan sisa pelarut, 7. Penampung distilat (pelarut), 8. Pompa pelarut, 9. Condensor untuk penguapan pelarut, 10. Tangki penampung akhir pelarut, 11. Tangki penampung akhir ekstrak untuk menghilangkan pelarut, 12. Saluran menuju dan keluar dari tangki, 13. Saluran menuju pemurnian pelarut, 14. Saluran untuk uap pelarut dari ekstraktor, 15. Saluran pelarut menuju ekstraktor, 16. Aliran ekstrak dari ekstraktor menuju evaporator, 17. Saluran keluar pelarut bebas ekstrak
Bila upaya ini dapat dilakukan dengan serius, maka proses menuju perubahan paradigma yang berorientasi kepada ekspor produk hulu menjadi ekspor produk hilir secara bertahap akan dapat tercapai. Pada dasarnya, pembangunan sistem agribisnis
19
perkebunan merupakan suatu upaya membangun daya saing agribisnis perkebunan melalui transformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing pada produkproduk berbasis perkebunan. Untuk mentransformasi keunggulan komparatif kepada keunggulan bersaing, tahap pertama yang harus dilakukan adalah mengembangkan subsistem agribisnis hulu (pembibitan, agro-otomotif, agro-kimia) dan pengembangan subsistem agribisnis hilir perkebunan yakni pendalaman industri pengolahan ke lebih hilir dan membangun jaringan pemasaran secara internasional. Pada tahap ini produk akhir yang dihasilkan sistem agribisnis perkebunan didominasi oleh produkproduk olahan lanjutan atau bersifat capital and skilled-labor intensive. KESIMPULAN Potensi minyak nilam Indonesia, khususnya Provinsi NAD yang demikian besar sudah selayaknya mendapat perhatian serius semua pihak terkait untuk dikembangkan dan dimanfaatkan secara maksimal. Komoditas nilam merupakan salah satu sumber daya alam yang besifat endemik dan memiliki peluang untuk mendatangkan devisa negara dalam jumlah yang besar. Untuk itu beberapa upaya yang harus dilakukan adalah: (1) Pemerintah daerah bersama dengan pelaku bisnis mengeluarkan regulasi tentang tataniaga minyak nilam yang disertai dengan melakukan pemasaran yang intensif baik secara konvensional maupun e-business; (2) Perbaikan ketel
20
penyuling dengan bahan stainless steel yang memenuhi standar; (3) Modifikasi terhadap produk ekspor dari bentuk minyak nilam mentah menjadi komponen-komponen kimia utama yang dibutuhkan oleh industri kosmetik dan farmasi saat ini; (4) Dinas-dinas teknis yang terkait dengan industri ini secara intensif melakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang budidaya nilam yang tepat, sistem produksi yang efektif dan efisien serta standardisasi kualitas minyak nilam. DAFTAR PUSTAKA Anonimous, 2003, Data hasil poduksi perkebunan provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dalam sepuluh tahun, Dinas Perkebunan Provinsi NAD, Banda Aceh. _________, 2003. Raw materials and and processing, www.h&rscents. com _________, 2002. Aspek produksi nilam, www. bi.go.id Grieve, M., 2003. A modern herbal, patchouli, www.botanical.com Harfizal, 2002. Jurnal Saint dan Teknologi, www.iptek.net.id Hobir, 2002. Permasalahan dalam usahatani nilam, Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Vol. 8 (1) Sauer and Pamela, 1998. Patchouli Oil Market Expected to Remain Stable, High Beam Research www.highbeamresearch.com