www.parlemen.net
DRAFT TANGGAPAN APPSI TERHADAP RUU REVISI UNDANG-UNDANG NO. 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Rapat Dengar Pendapat Dengan Pansus DPR RI Tentang Revisi UU No. 22 Tahun 1999 Jakarta, 2 Juni 2004
ASOSIASI PEMERINTAH PROVINSI SELURUH INDONESIA Association for Provincial Government of Indonesia Sekretariat : Balaikota DKI Jakarta Blok B LT. 3
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net JI. Medan Merdeka Selatan No. 8 - 9 Jakarta Pusat Telp. (021) 351 7970 Fax. (021) 351 7953
● ● ● ●
PENGANTAR KETUA UMUM APPSI PADA RAPAT DENGAR PENDAPAT DENGAN PANITIA KHUSUS DPR-RI TENTANG REVISI UU 22/1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH Yth. Ketua Panitia Khusus dan Para Anggota DPR-RI tentang revisi UU Nomor 22/1999. Yth. Ketua Komisi II DPR-RI dan Para Anggota Yth. Para Gubernur anggota APPSI Hadirin sekalian.
AssalamuaLaikum Wr. Wb. Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat rahmat dan karunia-Nya kita dapat berkumpul bersama pada hari ini bersama Panitia Khusus dan Komisi II DPR-RI yang membahas revisi UU Nomor 22/1999 dalam suasana penuh kekeluargaan. Selanjutnya perlu saya jelaskan gambaran singkat tentang APPSI. APPSI merupakan asosiasi para Gubernur seluruh Indonesia yang dibentuk pada tahun 2001 sesuai ketentuan pasal 115 UU No.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah dan duduk sebagai anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD). Maksud dan tujuan pendirian APPSI adalah sebagai wadah kerja sama, forum tukar menukar pengalaman dan wadah penyaluran aspirasi bagi para Gubernur seluruh Indonesia dalam berbagai aspek penyelenggaraan otonomi daerah, khususnya penyelenggaraan otonomi daerah propinsi.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Sejak berdiri APPSI telah menyelenggarakan beberapa kali Musyawarah Nasional dan Rapat Kerja yang menghasilkan beberapa rekomendasi dalam menyikapi berbagai aspek yang terkait dengan dinamika penyelenggaraan otonomi daerah di Indonesia. Pimpinan Pansus dan Komisi II DPR RI dan Para Anggota yang saya hormati, Saya terpilih sebagai Ketua Umum Dewan Pengurus APPSI pada Musyawarah Nasional Tahun 2003 di Bandung untuk masa kepengurusan 2003-2007. Sejak saya menjabat sebagai Ketua Umum APPSI telah diselenggarakan dua kati Rapat Kerja APPSI yaitu di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam pada bulan September 2003 dan di Propinsi Maluku pada bulan Maret 2004. Pada Rapat Kerja tersebut, juga telah dihasilkan sejumlah rekomendasi yang telah kami laporkan kepada Presiden Republik Indonesia. Pada siang hari ini, saya bertindak dalam kapasitas sebagai Ketua Umum Dewan Pengurus APPSI yang berkepentingan dalam menyikapi revisi UU Nomor 22 Tahun 1999 yang telah cukup lama terkatung-katung. Masukan-masukan yang ingin kami sampaikan pada hari ini adalah sebagai masukan bersama seluruh anggota APPSI yang telah mengadakan rapat pada tanggal 19 dan 28 Mei 2004 di Jakarta dan Bogor. Pimpinan Pansus dan Komisi II DPR RI dan Para Anggota yang saya hormati, Berdasarkan hasil penelaahan kami atas draft RUU Revisi UU 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka dapat kami sampaikan pandangan kami sebagai berikut : 1.
Pada dasarnya RUU tersebut telah sesuai dengan aspirasi yang berkembang selama ini di kalangan anggota APPSI dan telah sesuai dengan manajemen pemerintahan daerah, terutama yang berkaitan dengan adanya kejelasan mengenai hubungan antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota dan khususnya solusi atas persoalan hirarkhis yang selama ini banyak menimbulkan permasalahan dalam pelaksanaan otonomi daerah.
2.
Adanya kriteria distribusi kewenangan sebagaimana diatur dalam RUU tersebut diharapkan dapat menciptakan kejelasan kewenangan dalam setiap urusan pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Adanya kewenangan yang jelas dari masing-masing tingkatan pemerintahan diharapkan dapat mengurangi tumpang tindih dan kecenderungan tarik menarik kewenangan antar tingkatan pemerintahan.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net 3.
Bahwa dalam RUU telah pula diatur secara jelas mengenai posisi dan kewenangan Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah. Dengan adanya kejelasan dan pengaturan secara eksplisit mengenai kewenangan Gubernur tersebut diharapkan akan dapat menghilangkan berbagai interpretasi yang timbul selama ini terutama yang berkaitan dengan hubungan Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di wilayah kerjanya.
4.
Namun demikian berdasarkan analisis yang mendalam masih kami temukan beberapa hal yang masih memerlukan penyempurnaan atas draft yang diajukan oleh Pemerintah sebagaimana terurai berikut ini. a. Mengenai pemilihan Kepala Daerah langsung, sebaiknya panitia pemilihan sepenuhnya diberikan ke KPUD. Adalah akan sulit menentukan siapa yang akan mewakili pihak DPRD kalau mereka diikutkan dalam panitia pemilihan. Hal ini juga untuk mendukung netralitas dalam proses pemilihan Kepala daerah secara langsung. Demikian juga untuk pengawasannya diserahkan kepada Panwaslu yang sudah ada di daerah selama ini. Sedikitnya baik KPUD dan Panwaslu Daerah sudah menimba pengalaman dari pelaksanaan Pemilu dan Pilpres. b.
Dalam hal pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya lainnya di wilayah taut hendaknya ditegaskan bahwa Daerah “diberi kewenangan" dan bukan bersifat "dapat diberi". Dengan demikian sifatnya lebih .affirmative dan bukan fakultatif dan memberikan kejelasan kewenangan Daerah mengingat banyak Daerah yang kegiatan ekonominya berbasis dilaut khususnya daerah-daerah kepulauan.
c.
Adanya kegiatan evaluasi terhadap RAPBD oleh Pemerintah kurang kondusif untuk memberdayakan otonomi daerah. Kami menyetujui adanya pengawasan preventif terhadap raperda ,Pajak dan Retribusi Daerah dan raperda Tata Ruang untuk mencegah pungutanpungutan Yang distortif terhadap iklim perekonomian dan investasi di daerah. Namun untuk evaluasi terhadap RAPBD bagi kami terasa, excessive (berlebihan) karena penyusunan RAPBD sudah melalui berbagai proses Rakorbang dari tingkat Desa sampai nasional. Kalaupun evaluasi tersebut dimaksudkan untuk menciptakan sinerji kegiatan pembangunan antar pemerintahan yang bermuara dalam RAPBD, kegiatan tersebut sudah dilakukan melalui proses konsultasi pembangunan . Evaluasi kalaupun dilakukan akan cenderung bersifat formalitas karena Daerah yang lebih tahu bagaimana masalah dan prioritas daerah yang memerlukan pembiayaan. Pengawasan dan evaluasi dapat dilakukan oleh masyarakat melalui mekanisme "social control".
d.
Dalam hal pemberhentian Kepala Daerah, perlu diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah, mengingat terdapat berbagai alternative yang mungkin terjadi yang tidak mungkin dijelaskan satu persatu dalam UU Pemerintahan Daerah.
e.
Untuk pembentukan kawasan khusus nasional di daerah, maka konsultasi dan pertimbangan dari daerah sangat diperlukan untuk menciptakan akseptasi Daerah. Hal ini belum nampak dalam RUU Revisi.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
f.
Perlunya dipertimbangkan untuk adanya Polisi Daerah untuk meningkatkan efektifitas penegakan hukum khususnya Peraturan Daerah. Selama ini terasa penegakan Perda sering kurang efektip karena Polisi Pamong Praja ataupun Petugas Tramtib kurang diberi kewenangan untuk penegakan hukum. Sedangkan banyak peraturan daerah yang memuat sanksi pidana yang menjadi domain polisi untuk pengusutannya. Polisi Daerah tersebut bukan untuk menyaingi polisi nasional tapi system rekrutmen dan pembinaannya secara tehnis kepolisian dilakukan oleh Polisi Nasional (Polri), hanya pemanfaatannya dibawah kendali Kepala daerah.
g.
Perlunya ketegasan mengenai konstruksi lembaga pemerintah daerah. Rakyat memberikan mandat kepada Kepala Daerah dan DPRD untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah. Kepala Daerah berperan sebagai eksekutif daerah sedangkan DPRD berperan sebagai legislative daerah. Jadi pemerintah daerah terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD. Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Daerah dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah (Sekda bagi Kepala Daerah dan Sekwan bagi DPRD). Dengan demikian akan mencegah kerancuan dalam mempergunakan istilah pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah adalah kegiatan yang dilakukan oleh Kepala Daerah dan DPRD serta dibantu oleh perangkat daerah. Dengan cara demikian akan terdapat kejelasan kelompok pejabat politik (Kepala Daerah dan DPRD) dan kelompok pejabat karir (perangkat daerah).
Demikianlah beberapa masukan yang ingin saya sampaikan kepada Panitia Khusus revisi UU Nomor 22 Tahun 1999 dan kepada Komisi II DPR RI, dengan harapan bahwa masukan kami dapat diakomodir dalam pembahasan RUU tersebut. Secara lebih rinci terlampir kami sampaikan matriks dari usulan APPSI yang dalam perumusannya dibantu oleh Dewan Pakar APPSI yang diketuai oleh Prof. DR. Ryaas Rasyid. Terima kasih. Wassalamualaikum Wr. Wb.
Ketua Umum Dewan Pengurus APPSI
SUTIYOSO
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Draf Usul dan Saran APPSI Terhadap Revisi UU 22/1999 Tentang Pemerintahan Daerah No
Rumusan RUU
Usulan Perbaikan
Argumentasi
1.
Pasal 9 ayat (1) tentang Kawasan Khusus Nasional di Daerah.
Ditambahkan kalimat penetapan kawasan khusus nasional di daerah perlu dikonsultasikan dengan Pemerintah Daerah.
Penetapan kawasan khusus nasional selama ini kurang dikonsultasikan dengan daerah, sehingga sering menimbulkan konflik.
2.
Bab III Pembentukan, penggabungan, penghapusan daerah, dan perubahan batas daerah.
Bab III judul bab seharusnya dibedakan antara pembentukan dengan penghapusan dan penggabungan daerah.
−
Perlu pembedaan pembentukan, penghapusan dan penggabungan mengingat indikatornya juga berbeda.
−
Perlu penjelasan terutama yang berkaitan dengan jumlah kabupaten, kecamatan dalam rangka pembentukan daerah.
3.
4.
Pasal 17 ayat (4) tentang ketenteraman dan ketertiban dan Pasat 28 d tentang Perlindungan Masyarakat.
−
Perlu dibentuk polisi daerah
−
Tugas polisi daerah adalah untuk penegakan ketenteraman ketertiban, pelaksanaan perda, pengayoman masyarakat, dan pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 20 ayat (1) Daerah dapat diberikan kewenangan oleh Pemerintah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya Lainnya di wilayah taut dalam bidang dan batas tertentu.
Kata dapat dihilangkan
Untuk meningkatkan efektifitas penegakan hukum di daerah.
−
Banyak daerah-daerah yang potensi unggulannya di Laut, untuk itu daerah harus diberi kewenangan untuk mengelola laut
−
Isu penting bukan batas wilayah, tetapi kewenangan pengelolaan. Karena batas wilayah masing-masing daerah telah diatur dengan UU pembentukan wilayah daerahnya.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No 5.
Rumusan RUU Pasal 26 tentang Lembaga Pemerintahan Daerah
Usulan Perbaikan −
Pemerintah daerah terdiri dari Kepala Daerah dan DPRD yang masing-masing berperan sebagai eksekutif dan legislatif daerah, yang dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh perangkat daerah.
−
Pemerintahan Daerah adalah aktivitas yang dilakukan oleh eksekutif, legistatif, dan dibantu oleh perangkat daerah.
Argumentasi −
Memberikan posisi yang tepat bahwa penanggungjawab daerah adalah kepala daerah dan DPRD yang mendapat mandat dari rakyat
−
Memberikan kejelasan pengertian pemerintah daerah dan pemerintahan daerah
6.
Pasal 27 a. Mendapatkan bagi hasil dari pengelolaan sumber daya nasional yang berada di daerah oleh pemerintah atau yang dikuasakan/yang diberi ijin.
Agar diperhatikan dalam revisi UU 25/1999 (seperti hak daerah untuk memperoleh bagi hasil dari sektor perkebunan)
Selama ini yang memperoleh bagi hasil hanya daerah penghasil, namun daerah pengolah tidak memperoleh bagi hasil, padahal daerah pengolah juga mendapatkan dampak eksternalitas.
7.
Pasal 36 ayat 2 : Anggota Panitia Pemilihan sebagaimana pada ayat (1) terdiri dari unsur anggota DPRD, KPUD, dan anggota Masyarakat Ayat 3: anggota Panitia pengawas Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur kepolisian, kejaksanaan dan masyarakat.
−
Anggota Panitia Pemilihan Kepala Daerah adalah KPUD Panitia pengawas pemilihan adalah Panwaslu Daerah
Perlunya kesamaan sistem Nasional dengan di daerah (Pilres oleh KPU, Pilkada oleh KPUD)
−
Pasal-pasal terkait (pasat 37 dan 38) agar Panitia pemilihan Kepala Daerah adalah KPUD menyesuaikan dengan pemikiran ini.
8.
Pasal 43 Rumusan UU 22/99 belum mengatur Tata cara dana kampanye
Tambah satu Ayat (3) ketentuan dana kampanye diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah
Selama ini Peraturan Perundang-undangan yang ada baru mengatur mekanisme Dana kampanye pemilu legistatif dan Pil Pres.
9
Pasal 58 tentang Pemberhentian kepala daerah (oleh DPRD)
Perlu tambahan pasat yang mengatur mekanisme pemberhentian kepala daerah dalam PP
−
Menghindari Kolaborasi dan kolusi antara DPRD dan kepala daerah
−
Memberikan akses kepada rakyat melalui DPRD dan pemerintah untuk mengusulkan pemberhentian Kepala
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
Rumusan RUU
Usulan Perbaikan
Argumentasi Daerah, manakala kepala daerah melanggar ketentuan tetapi DPRD tidak melakukan tindakan.
10
Pasal 112 tentang ketentuan penyampaian RAPBD kepada Pemerintah Pusat terlebih dahulu untuk dievaluasi sebelum disahkan oleh Gubernur
−
Diusulkan agar pasat 112 ayat 1 sampai dengan 3 dihilangkan.
−
Perlu ditambahkan pasat baru yang berisi keharusan untuk melakukan sinkronisasi perencanaan pembangunan antar tingkat pemerintahan (Pusat, Propinsi, Kabupaten, kota) yang mengacu pada UU perencanaan yang berlaku
−
Pengawasan preventif dalam bentuk persetujuan atau evaluasi Pemerintah terhadap RAPBD kurang efisien dan akan mengakibatkan ketertambatan.
−
Sinkronisasi perencanaan pembangunan sudah merupakan alat evaluasi
11
Pasal 158 Belum mengatur tentang lembaga yang membantu Gubernur di daerah dalam melaksanakan tugas dan kewenangan sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah, dan pelaksanaan tugas-tugas dekonsentrasi.
Dalam melaksanakan tugas Gubernur sebagai wakil pusat di daerah dibantu oleh staf dekonsentrasi
Tidak mungkin Gubernur dan wakil Gubernur menjalankan sendiri tugas-tugas dekonsentrasi. Dan tugas-tugas tersebut tidak tepat dilimpahkan pelaksanaannya ke dinas-dinas otonom
12
Pasal 169 ayat 1 A&B Keberadaan Asosisasi Pemerintah daerah tidak diakui atau disebutkan secara jelas Sebagai anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD).
Pada pasal 169 ayat 1A agar dicantumkan secara jelas bahwa kedudukan,Asosiasi Pemerintah Daerah sebagai salah satu anggota DPOD yang terdiri dari : APPSI, APKASi, APEKSI, seperti telah diatur secara baik pada Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 115 ayat 2
1.
2.
Akan dihadapi kesulitan secara teknis untuk memilih wakil Pemerintah Provinsi, wakil Pemerintah Kota dan wakil Pemerintah Kabupaten yang duduk sebagai anggota DPOD 2. Asosiasi Pemerintah Daerah merupakan kebutuhan penting sebagai wadah kerjasama antar Pemerintah Daerah dan sebagai penyalur aspirasi Pemerintah Daerah dan dimiliki oleh banyak Negara Demokratis di dunia
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Jakarta, Juni 2004 Dewan Pengurus APPSI Ketua Umum SUTIYOSO
REKOMENDASI RAPAT KERJA I APPSI 2004 AMBON, 3-5 MARET 2004
I.
Kewenangan Pengelolaan Sumber Daya Alam ●
Pengelolaan kelautan diusulkan tetap diletakkan dalam lingkup kewenangan pemerintah daerah, mengingat banyaknya ilegal fishing (pencurian ikan), perusakan lingkungan (pemboman ikan), penyelundupan yang melalui jalur laut yang sulit dikontrol langsung oleh pemerintah Pusat. Akan lebih efektif dan efisien, jika pengelolaan pantai tetap menjadi kewenangan daerah, asalkan kewenangan-
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net kewenganan itu dirinci secara jelas dalam peraturan pemerintah dan diikuti dengan supervisi, monitoring, evaluasi dan pengawasan yang intensif dari pemerintah nasional. ●
II.
III.
Pengelolaan kehutanan produksi, perkebunan dan pertambangan diusulkan untuk tetap diletakkan dalam lingkup kewenangan pemerintah daerah, sedangkan hutan konservasi tetap dipertahankan oleh Departemen Teknis. Hal ini berkenaan dengan optimalisasi pemanfaatan hutan dan hasil hutan yang secara langsung memberi tanggung jawab kepada pemerintah Daerah untuk mencegah perusakan hutan dan lingkungan hidup.
Harmonisasi Kebijakan ●
Harmonisasi otonomi daerah membutuhkan keselarasan dalam landasan kebijakan. Oleh karena itu diusulkan agar seluruh UndangUndang sektoral yang materinya mengandung substansi yang bertentangan dengan makna dan tujuan otonomi Daerah disesuaikan dengan materi dan substansi Undang-Undang Pemerintahan Daerah yang memberi otonomi kepada pemerintah Propinsi, dan Kabupaten, Kota,
●
Untuk menjamin stabilitas pemerintahan Nasional dan Daerah dalam jangka panjang diperlukan rumusan yang jelas dan definitif tentang pembagian kewenangan antar tingkat pemerintahan dalam konstitusi Negara. Maka disarankan agar dalam penyempurnaan UUD 45 hendaknya MPR memberi perhatian khusus terhadap hal ini.
●
Pemerintah Nasional harus tegas menyerahkan kewenangan kepada Gubernur (sebagai wakil pemerintah nasional) melalui PP dekonsentrasi yang secara rinci mendefinisikan sektor-sektor kewenangan sehingga dapat menjadi acuan dalam melakukan supervisi, koordinasi, fasilitasi dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan kabupaten/kota.
●
Kebijakan pembentukan otorita oleh Pemerintah Nasional, sebaiknya hanya menyangkut kawasan untuk kepentingan bisnis, dan tidak ada pemukiman penduduk di dalamnya. Adapun terhadap wilayah otorita yang sudah ada secara bertahap dialihkan dan ditempatkan di bawah kewenangan pemerintah Daerah.
Kompensasi Dampak Eksternalitas Lokal
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net ●
Aset negara di Daerah yang terkait dengan kepentingan nasional, tetapi mempunyai dampak (eksternalitas) lokal yang besar, pengelolaannya sebaiknya diserahkan kepada Pemerintah Daerah.
●
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang operasionalnya berdampak pada aspek eksternalitas seperti kerusakan lingkungan dan polusi, diwajibkan untuk memberikan kontribusi dalam bentuk kompensasi yang proposional kepada pemerintah Daerah.
●
Pelabuhan yang berfungsi melayani kepentingan nasional dan internasional tetap dikelola oleh Pemerintah Nasional, namun kompensasi harus diberikan kepada Daerah untuk membiayai dampak sosial dan lingkungan. Adapun mengenai kegiatan pembangunan dan perijinan dan penempatan usaha dalam lingkungan pelabuhan tetap merupakan kewenangan daerah.
IV.
Sistem Kepegawaian Nasional-Daerah ● Sistem Kepegawaian Pusat harus dibedakan dengan Daerah. Untuk jabatan strategis di Daerah yang selayaknya dikelola oleh tenaga profesional harus berstatus sebagai pegawai pemerintah nasional. Sedangkan Kewenangan Daerah hanya sebatas pengelolaan pegawai daerah dan penempatannya dalam jabatan-jabatan di luar jabatan strategis dimaksud. Di samping itu harus ada standar kompetensi untuk menduduki jabatan-jabatan di Pemerintah Daerah.
V.
Keuangan Daerah ● Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebaiknya ditetapkan sebagai Pajak Daerah, sehingga daerah dapat memanfaatkannya antara lain untuk menawarkan insentif daerah dalam menarik investasi. ●
VI.
Untuk harmonisasi dan optimalisasi penetapan dan pemungutan pajak dan retribusi daerah (perda) perlu di lakukan pengawasan preventif dari pemerintah nasional, tetapi harus dengan batas waktu pengesahan yang tidak lebih dari tiga bulan setelah ditetapkan.
Kebijakan Pertanahan ● Kewenangan administrasi pertanahan seyogyanya dikukuhkan sebagai kewenangan Daerah dan sebagai konsekuensinya seluruh produk hukum yang menghambat proses pelaksanaan kewenangan tersebut hendaknya segara dicabut. Dengan demikian pemerintah nasional dapat berkonsentrasi dalam pembuatan norma, standar, prosedur, supervisi dan fasilitasi.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net ●
VII.
Penegakan Hukum Daerah ● Untuk menjaga stabilitas Pemerintah Provinsi dan mencegah terjadinya perusakan citra Pemerintah Daerah, akibat dari ekpose kasuskasus yang belum masuk ke pengadilan, direkomendasikan agar setiap adanya dugaan kasus terhadap aparat pemerintah, pihak kepolisian dan atau kejaksaan terlebih dahulu berkoordinasi dengan Gubernur sebelum memanggil yang bersangkutan. Dan Pihak Kepolisian dan Kejaksaan tidak mengekspose apalagi mendramatisir kasus dimaksud ke media masa, sebelum secara resmi diajukan ke Pengadilan. ●
VIII.
Agar segera dikeluarkan kebijakan Land Reform yang mengatur secara tegas pengguguran hak atas penguasaan dan pengelolaan tanah Negara yang terlantar oleh perusahaan dan atau pribadi setelah batas waktu lima tahun agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
Perlu pembentukan polisi Daerah (local police) dalam rangka memperkuat langkah-langkah penegakan hukum (Peraturan Daerah) di Daerah, yang seringkali berada diluar jangkauan kewenangan Gubernur dan tidak bisa secara optimal ditangani oleh polisi negara.
Pemekaran Wilayah (Propinsi, Kabupaten, dan Kota) ● Di dalam menerapkan prinsip efektifitas di dalam kebijaksanaan Pemekaran Daerah (Propinsi, Kabupaten, Kota) sebaiknya dalam revisi UU 22/1999 tentang Pemerintah Daerah secara tegas ditetapkan semua usul pemekaran harus melalui Pemerintah Nasional (tidak dapat dilakukan melalui inisiatif DPR). Hal ini dimaksudkan agar pengkajian yang menyeluruh atas faktor-faktor pendukung untuk _pembentukan Daerah yang baru dapat terlaksana secara objektif dan profesional.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net Ambon, 4 Maret 2004 DEWAN PENGURUS APPSI
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Deklarasi Ambon PERNYATAAN SIKAP GUBERNUR SELURUH INDONESIA. TENTANG PELAKSANAAN PEMILU 1. 2. 3.
Pelaksanaan Pemilihan umum di Indonesia yang diselenggarakan pada 2004 merupakan Agenda Politik Nasional sangat penting guna memilih wakil rakyat dan memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Sebagai Agenda Nasional, maka segala persoalan yang berkaitan dengan proses Pemilu harus dapat ditangani secara cepat dan tepat, sehingga terjamin pelaksanaan Pemilu yang bebas, jujur dan adil. Berkenaan dengan hal tersebut, maka para gubernur Gubernur seluruh Indonesia menyatakan kesepakatan untuk membantu terselenggaranya pelaksanaan Pemilu agar sukses tanpa ada halangan, sehingga hasil hasilnya dapat menjadi landasan yang kuat bagi lahirnya pemerintahan baru yang akan mengantar seluruh rakyat Indonesia menuju Indonesia baru yang lebih . adil, makmur dan beradab. Ambon, 4 Maret 2004 DEWAN PENGURUS APPSI
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
KESIMPULAN, PROGRAM DAN REKOMENDASI RAPAT KERJA I APPSI TAHUN 2003 TANGGAL 23 s/d. 25 SEPTEMBER DI NAD I.
PENDAHULUAN Pembagian Komisi pada Rapat Kerja I APPSI Tahun 2003 dikelompokkan ke dalam 3(tiga) bidang, yaitu :
II.
1.
Komisi Pengembangan dan Implementasi Good Governance, dengan anggota : Prov. Sumatera Selatan (Ketua); Prov. D.I. Yogyakarta; Prov. Sumatera Utara; Prov. Jambi; Prov. Kalimantan Barat; Prov. Sulawesi Tengah; Prov. Jawa Tengah; Prov. Maluku Utara; Prov. Kalimantan Tengah; Prov. Bali, dengan nara sumber Dr. Andi Malarangeng.
2.
Komisi Pengembangan Program-program Pembangunan Daerah, dengan anggota : Prov. Gorontalo (Ketua); Prov. DKI Jakarta; Prov. Papua; Prov. NAD; Prov. Jawa Barat; Prov. Banten; Prov. Kalimantan Timur; Prov. Sulawesi Utara; Prov. Bengkulu; Prov. Sulawesi Tenggara, dengan nara sumber Dr. Alfitra Salam.
3.
Komisi Pengembangan Hubungan Kelembagaan Pusat-Daerah dan Penguatan Peran APPSI, dengan anggota : Prov. NTT (Ketua); Prov. Maluku, Prov. Lampung; Prov. Jawa Timur; Prov. Sumatera Barat; Prov. Kep. Bangka Belitung; Prov. Kalimantan Selatan; Prov. NTB; Prov. Sulawesi Selatan; Prov. Riau, dengan nara sumber Prof. Dr. M. Ryaas Rasyid, MA
KESIMPULAN A. Komisi Bidang Pengembangan dan Implementasi Good Governance
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Para Gubernur yang tergabung dalam Komisi I Bidang Pengembangan dan Implementasi Good Governance telah mengadakan rapat pembahasan secara komprehensif dengan hasil bahasan sebagai berikut : I.
B.
Kesimpulan Berdasarkan kesimpulan yang telah dapat disepakati sebagai berikut : 1. Untuk memperkuat implementasi Good Governance di daerah perlu ada standarisasi kompetensi yang meliput a. Sistem rekruitmen b. Pengembangan karier 2. Menciptakan efisiensi administrasi yang mencakup aspek-aspek a. Organisasi b. Prosedur dalam pengambilan keputusan c. Biaya operasional d. Peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat dan e. Transparansi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 3. Memperkuat internal control yang mencakup a. Penegakan disiplin b. Pemberian sanksi
Komisi Bidang Prioritas Program-program Pembangunan Daerah Para Gubernur yang tergabung dalam Komisi II Bidang Prioritas Program-program Pembangunan Daerah telah mengadakan rapat pembahasan secara konprehensif dengan hasil bahasan sebagai berikut : 1. Membuka peluang yang sebesar-besarnya bagi penyediaan lapangan kerja khususnya bagi masyarakat lokal melalui kemudahan proses Investasi. 2. Mempercepat pengembangan infrastruktur terutama pada daerah-daerah yang memiliki potensi ekonomi dan daerah terpencil serta terisolir.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net 3. 4. 5. 6. 7. C.
Peninjauan kembali tentang perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah terutama yang menyangkut bagian Daerah dari pajak Pusat dan berkaitan dengan dana dan proyek dekonsentrasi disalurkan kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat di Daerah. Memperkuat kerja sama antar daerah, terutama kerja sama antar Provinsi-provinsi untuk percepatan kesejahteraan rakyat. Menata kembali pengelolaan aset daerah terutama atas aset-aset pelabuhan nasional, jalan tol dan kompleks olah raga serta kawasan kawasan publik yang akan lebih berdaya guna jika dikelola oleh Provinsi. Meninjau kembali sistem pengelolaan aset daerah. Prioritas penanganan pada daerah-daerah rawan konflik dan rawan bencana alam.
Komisi Bidang Pengembangan Hubungan Kelembagaan Pusat-Daerah dan Penguatan Peran APPSI. Para Gubernur yang tergabung dalam Komisi III Bidang Pengembangan Hubungan Kelembagaan Pusat-Daerah dan Penguatan Peran APPSI telah mengadakan rapat pembahasan secara konprehensif dengan hasil bahasan sebagai berikut : 1.
2.
3.
4.
5.
Mendukung semua upaya Pemerintah untuk menyempurnakan UU No. 22/1999, UU No. 25/1999 dan UU No. 34/1999 dengan catatan perubahan atas ketiga UU tersebut tidak bermakna sebagai langkah menarik kembali wewenang Otonomi yang bersifat substansial (Resentralisasi). Perubahan tersebut antara lain harus mencakup penegasan tentang : a. Kedudukan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat. b. Kedudukan Gubernur sebagai Kepala Wilayah Administrasi Pemerintah Provinsi. c. Pelantikan Gubernur oleh Presiden secara langsung. PP No. 8 dan PP No. 9 Tahun 2003 mengandung substansi yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip Otda, sehingga pelaksanaannya akan menimbulkan kerancuan-kerancuan dan dapat mengganggu stabilitas penyelenggaraan Pemerintahan di daerah. Hubungan Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten dan Kota harus dipertegas dengan pemberian kewenangan Dekonsentrasi pada Gubernur secara rinci untuk semua bidang Pemerintahan dengan diikuti kewenangan supervisi, fasilitasi, koordinasi dan pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan pada tingkat Kabupaten/Kota. Perlu rumusan yang Iebih jelas tanpa kemungkinan penafsiran yang berbeda tentang hubungan kerja antara Gubernur dengan DPRD, khususnya yang berkenaan dengan kesetaraan kedudukan di antara kedua lembaga tersebut, serta batas-batas tanggung jawabnya masing-masing.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net III.
PROGRAM A.
Program Good Governance Program-program prioritas yang perlu dilakukan untuk menciptakan Good Governance meliputi : 1.
2.
B.
Memfasilitasi pembuatan Perda yang berkaitan dengan standar kompetensi terutama yang berkaitan dengan a. Syarat-syarat untuk memangku jabatan b. Proses rekruitmen dan promosi dengan Iangkah-Iangkah −
Mengajukan lamaran
−
Fit and Proper test
−
Presentasi dihadapan Gubernur sebagai dasar bagi Gubernur untuk mengambil keputusan
Untuk mengimplementasikan efisiensi di bidang administrasi perlu dilakukan program-program a. Fasilitasi pembuatan Perda tentang Organisasi dan Tata Laksana b. Implementasi Pelayanan Publik harus mengacu kepada prinsip-prinsip cepat, tepat, murah dan mudah c. Kebijakan untuk menekan biaya operasional dalam APBD d. Fasilitasi pembuatan Perda tentang Standar Kualitas Pelayanan Publik dengan prioritas pada sektor pendidikan, kesehatan dan perijinan. e. Fasilitasi pembuatan Perda tentang pelayanan Informasi kepada masyarakat f. Fasilitasi pembuatan Perda tentang pengawasan Internal
Program-program Prioritas Pembangunan Daerah Dari pengamatan secara seksama, disepakati program-program prioritas yang harus segera dilakukan 1. Memfasilitasi pembuatan Perda-perda yang memberi kemudahan masuknya investor ke daerah 2. Alokasi Anggaran (APBD) yang Iebih besar ke sektor infrastruktur, khususnya jalan, Irigasi, listrik, air bersih, pendidikan dan kesehatan.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net 3. 4. C.
Menciptakan kondisi yang kondusif dalam upaya pematangan persiapan kerja sama antar daerah provinsi yang spesifik seperti kerja sama dalam bidang Pariwisata, produk unggulan dan pemasaran. Mempererat solidaritas antar Provinsi terutama dalam membantu daerah-daerah konflik.
Program-program Prioritas Hubungan Kelembagaan Pusat-Daerah dan Penguatan Peran APPSI. Dari pengamatan secara seksama, disepakati program-program prioritas yang harus segera dilakukan 1.
2. 3.
4.
Dewan Pakar melakukan kajian yang intensif dan komprehensif terhadap rancangan RUU Revisi dimaksud, dan melaporkan/mempresentasikan kepada Dewan Pengurus selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Rapat Kerja I APPSI tahun 2003 di Banda Aceh. Dewan Pakar bersama Direktur Eksekutif menyusun surat kepada Presiden untuk menjelaskan hasil evaluasi APPSI terhadap PP No. 8/2003 dan PP No. 9/2003. Dewan Pakar melakukan kajian atas kewenangan Pemerintah Pusat yang Iebih tepat jika didekonsentrasikan kepada Gubernur dan melaporkan hasil kajian kepada Dewan Pengurus selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Rapat Kerja I APPSI Tahun 2003 di Banda Aceh. Dewan Pakar melakukan kajian tentang hubungan kepada Daerah dengan DPRD dan melaporkan hasilnya kepada Dewan Pengurus APPSI selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah Raker I APPSI Tahun 2003 di Banda Aceh.
IV.
REKOMENDASI
1. 2. 3.
Agar Pemerintah Pusat mencabut/merevisi PP No. 8/2003 dan PP No. 9/2003. Agar Pemerintah Pusat segera menyusun UU tentang Etika Pemerintahan Agar Pemerintah Pusat meninjau kembali pola bagi hasil pajak-pajak Pusat di Daerah dengan memberikan sebagian kepada Provinsi untuk mendukung pembangunan daerah. Agar seluruh pengelolaan dana dan proyek dekonsentrasi yang disalurkan ke Kabupaten dan Kota melalui Gubernur. Agar pengelolaan atas aset pelabuhan nasional dan kompleks olah raga nasional dan kawasan-kawasan publik yang lebih berdaya guna jika dikelola oleh Pemerintah Provinsi dapat diserahkan kepada Provinsi. Agar Pemerintah Pusat memperketat persyaratan dan implementasi pemekaran daerah otonom.
4. 5. 6.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net 7.
Agar Pemerintah Pusat memberi, perhatian dan mengakomodasikan usul-usul perubahan atas :UU No. 22/1999; UU No. 25/1999 dan UU No. 34/1999 dan membuka ruang bagi pertukaran pikiran antara APPSI dengan tim Depdagri yang bertanggung jawab menyusun konsep perubahan UU dimaksud.
MASUKAN DAN USULAN DALAM RANGKA REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999
Disampaikan dalam rangka rapat tim advokasi revisi UU Nomor 22 Tahun 1999 APPSI DI Hotel salak Bogor, tanggal 27 s.d 28 Mei 2004
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
PEMERINTAH PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2004 DAFTAR MASUKAN DAN USULAN DALAM RANGKA REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 DARI ANGGOTA TIM ADVOKASI PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NO
BIDANG/PERMASALAHAN
PENJELASAN
USUL/SARAN
1
2
3
4
Peranan Gubernur dalam penyelenggaraan dekosentrasi. Pasal 32 draft revisi UU Nomor 22 Tahun 1999 menetapkan adanya pelimpahan wewenang kepada gubernur sebagai wakil pemerintah yang dilimpahkan langsung (berdasarkan pasal 32 ayat 2) di samping terdapat pelimpahan wewenang lain yang akan diatur melalui Keppres.
Dalam praktek pelaksanaan dekosentrasi seperti diatom pada PP Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekosentrasi ternyata Departemen Tekhnis/Lembaga Teknis Non Departemen cenderung tidak mau melimpahkan sebagian kewenangan dengan Keppres kepada Gubernur. Mekanisme pelaksanaan proyek dekosentrasi yang diatur keppres Nomor 42 Tahun 2002 belum sepenuhnya diikuti oleh Departemen Teknis/Lembaga Teknis Non Departemen. Seharusnya pembahasan dan penyusunan DIP proyek dekosentrasi dilaksanakan di daerah oleh DJA, Dinas Daerah dan Bappeda Propinsi berdasarkan SPAAP, di mana Pimpro dan Bendpronya diangkat gubernur, tetapi ternyata ada penyusunan dan pembahasan DIP yang dilaksanakan oleh Departemen Tekhnis/LPND pelaksanaannya oleh Dinas Daerah tetapi Pimpro dan Bendpronya diangkat oleh Menteri/LPND yang bersangkutan.
1.
2.
Kewenangan wilayah taut Pasal 3 ayat (2) draft revisi UU Nomor 22 Tahun 1999. Menetapkan wilayah Propinsi, Kab/Kota, dan
dapat
Kenyataan menunjukkan pemerintah tidak sepenuhnya menangani pengelolaan dan
1.
2.
3.
Proyek Dekosentrasi yang dilimpahkan kepada Gubernur tentu menjadi tanggung jawab gubernur, karena itu setiap pembahasan dan penyusunan DIP harus sesuai dengan Keppres Nomor 42 Tahun 2002, di mana Pimpro dan Bendpronya diangkat oleh gubernur. Perlu dibuat peraturan pemerintah tertang penyelenggaraan dekosentrasi yang mengatur rincian pelimpahan kewenangan dan departemen teknis/LPND kepada gubernur Penunjukan atau penegasan pejabat pemerintah oleh gubernur sesuai pasal 32 ayat (4) untuk melaksanakan penyelenggaraan dekonsentrasi perlu dilakukan dengan penjelasan lebih lanjut
Sebaiknya wilayah propinsi kepulauan tidak hanya wilayah daratan tetapi juga meliputi juga wilayah laut sejauh 12 mil yang diukur dari
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
BIDANG/PERMASALAHAN
PENJELASAN
USUL/SARAN
1
2
3
4
desa sebagaimana pada ayat (1) meliputi daratan kecuali ditetapkan lain dalam UU Pembentukan daerah. Pasal 20 ayat (1) Daerah dapat diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk mengelola Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Lainnya di wilayah laut dalam bidang dan batas tertentu.
pengawasan wilayah laut. Dengan adanya kewenangan di wilayah laut sehingga wilayah propinsi Kepulauan Bangka Belitung sangat menaruh perhatian, tidak hanya mengelola sumber daya melainkan juga dalam memelihara dan mengamankan wilayah laut antara lain dengan memesan kapal patroli laut pada APBD tahun 2003 dan tahun 2004 seharga 12 milyar. Di samping itu bekerja sama dengan Dirjen PUM DEPDAGRI pada tahun 2002 telah dilaksanakan penegasan dan penetapan batas
garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan. Untuk mengatasi konflik kepentingan ajar Kabupaten/Kota serta antar nelayan tradisional dalam pemanfaatan sumber daya perikanan, maka kepala kabupaten/kota dan desa hanya meliputi wilayah daratan saja.
kewenangan wilayah taut dengan Propinsi Sumsel dan direncanakan akan dilanjutkan penegasan dan penetapan batas dengan propinsi lain yang berbatasan. 3.
Hubungan wewenang perlu diatur lebih lanjut dengan perubahan peraturan perundang-undangan sektoral, karena ditemukan pasal-pasal kewenangan antar tingkat pemerintahan yang akan menimbulkan kerancuan dan berpotensi melahirkan konflik atau dapat mengakibatkan inefisiensi penyelenggaraan pemerintahan,
Kalau kita kaitkan dengan PP Nomor 25 Tahun 2000 dan Keputusan Mendagri Nomor 130-67 Tahun 2002 tentang pengakuan kewenangan kabupaten/kota, masih terdapat bidang kewenangan yang bermasalah, sebagai contoh dikemukan sebagai berikut: 1.
Dalam 16 draft revisi UU Nomor 22 Tahun 1999 pasal ditetapkan Pengendalian lingkungan hidup berdampak regional adalah urusan wajib propinsi. Sementara itu berdasarkan PP Nomor 25 Tahun 2000, Pertambangan Umum (Timah) adalah kewenangan Kab/Kota yang dewasa ini menimbulkan kerusakan lingkungan,
1.
Untuk menghindari konflik antara propinsi dengan Kabupaten/Kota maka sebaiknya kewenangan pertambangan umum timah dijadikan urusan kewenangan propinsi.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
BIDANG/PERMASALAHAN
PENJELASAN
USUL/SARAN
1
2
3
4
kerawanan sosial dan kerugian negara yang sulit dikendalikan. 2.
Berdasarkan UU nomor 34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU Nomor 18 tahun 1997 pasal 2 ayat (1) menetapkan pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan adalah pajak propinsi. Sementara itu dalam keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 130-67 tahun 2002 menetapkan perizinan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan merupakan kewenangan kabupaten/kota.
2.
Untuk efektifitas pemungutan pajak tersebut, sebaiknya kewenangan pemberian izin pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan menjadi kewenangan propinsi.
3.
PP Nomor 25 Tahun 2000 menetapkan pengelolaan hutan lindung dan hutan produksi adalah kewenangan kabupaten/kota Sedangkan UU Nomor 4 tahun 1999 jo PP Nomor 34 Tahun 2002 dan PP Nomor 35 Tahun 2002 menetapkan pemegang otoritas perencanaan dan penganggaran pelaksanaan pengelolaan hutan lindung dan hutan produksi tetap berada pada pemerintah pusat.
3.
Perlu Keselarasan antara peraturan perundang-undangan di bidang kehutanan ini, agar tidak terbengkalainya pembangunan kehutanan di daerah.
4.
Panitia pelaksanaan Pilkada dan Wakil Pilkada berdasarkan pasal 36 draft revisi UU Nomor 22 Tahun 1999 dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan yang diawasi Panitia Pengawas yang masing-masing di bentuk DPRD dengan Keputusan DPRD.
Memang KPUIKPUD dan Panwaslu berdasarkan UU Nomor 12 tahun 2003 hanya bertugas untuk melaksanakan pemilu Presiden/Wakil Presiden, DPR, DPD dan DPRD, tetapi sebaiknya juga melaksanakan Pilkada dan Wakil Pilkada karena KPUD sebagai lembaga independen.
Pasal 36 draft revisi UU Nomor 22 tahun 2002 hendaknya menetapkan pelaksanaan pemilihan Pilkada dan Wake Pilkada oleh KPUD, UU Nomor 12 Tahun 2003 perlu direvisi, di mana KPUD bertugas juga melaksanakan Pemilihan Pilkada dan Wakil Pilkada.
5.
Bakal Calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah di samping diusulkan Parpol,
Apabila Panitia pelaksanaan pemilihan KPUD
Perlu dikaji ulang mengenai Panitia Pemilihan dan siapa yang berwenang
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
BIDANG/PERMASALAHAN
PENJELASAN
USUL/SARAN
1
2
3
4
juga dimungkinkan bakal calon lain (independen). Pasal 38 ayat (6) draft revisi UU Nomor 22 Tahun 1999 hasil penelitian ditetapkan dengan keputusan DPRD, Pasal 38 ayat (7) DPRD menetapkan minimal 2, maksimal 4 pasangan calon.
untuk calon ditetapkan dengan keputusan KPUD. Apabila otoritas pada DPRD untuk menetapkan calon, maka dikhawatirkan calon independen akan gugur karena tentu saja DPRD sebagai perpanjangan partai politik akan mengutamakan dari partai Politik.
menetapkan calon serta batas maksimal jumlah calon agar terhindar dari kesan diskrimasi antara calon parpol dan calon independen
6.
Pasal 43 Draft UU Nomor 22 tahun 1999 Menetapkan pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional dalam negeri dan pemerintah desa atau sebutan lain dilarang memberikan fasilitas dan bertindak yang dapat menguntungkan/merugikan salah satu calon selama masa kampanye
Kata-kata merugikan salah satu calon selama kampanye seolah-olah dapat diartikan bahwa di luar masa kampanye mereka dapat melakukan larangan tersebut.
Larangan itu berlaku pada seluruh tahap proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
7.
Pada pasal 46 ayat (1) draft revisi UU Nomor 22 tahun 1999 menetapkan bila calon kepala daerah terpilih meninggal dunia atau berhalangan tetap, talon kepala daerah terpilih dilantik kepala daerah. Pasal 47 ayat (1) draft revisi UU Nomor 22 tahun 1999 menetapkan bila wakil kepala Daerah meninggal dunia atau berhalangan tetap, calon Kepala Daerah tetap dilantik.
Kekosongan Wakil Kepala Daerah pada kasus tersebut dapat diambil 2 orang diajukan oleh kepala daerah untuk dipilih oleh DPRD yang berasal dari parpol yang menang pada saat pemilihan. Penetapan Pasangan Bakal Calon tentu berdasarkan kesepahaman dan kecocokan satu sama lain bila diganti dari parpol lain belum tentu cocok atau sepaham dengan Kepala Daerah.
Menurut Hemat kami kekosongan jabatan Wakil Kepala Daerah pada kedua kasus tersebut sebaiknya tetap tidak diisi (dikosongkan).
Pasal 35 draft UU Nomor 22 tahun 1999 mengenai syarat calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Persyaratan mempunyai kecakapan pengetahuan di bidang pemerintahan; dan syarat tidak pernah melakukan perbuatan tercela dapat menimbulkan perbedaan penafsiran. Mengenai syarat pendidikan perlu ditingkatkan untuk mengimbangi dengan perkembangan kemajuan
1.
2.
Perlu dibuat penjelasan lebih lanjut mengenai syarat Kecakapan di bidang pengetahuan dan syarat tidak pernah melakukan perbuatan tidak tercela. Mengenai tingkat pendidikan bagi bakal calon Gubernur dan Wakil Gubernur
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
BIDANG/PERMASALAHAN
PENJELASAN
USUL/SARAN
1
2
3
4
dalam era globalisasi.
minimal S1 dan untuk Bupati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota minimal sarjana Muda.
DRAFT USULAN/TANGGAPAN TERHADAP MATERI REVISI UU NO.22 TAHUN 1999 NO
MATERI UU
ALASAN TANGGAPAN
SARAN PERUBAHAN
USULAN MATERI SELENGKAPNYA
1.
Pada pasal 9 1(satu) ayat lagi.
ditambah
Tambahan satu ayat pada pasal (9) kami maksudkan agar Provinsi Kabupaten/Kota dapat dilibatkan dalam pengelolaan kawasan khusus yang dikelola Pemerintah diwilayahnya.
Pasal 9 yang terdiri dari 2 (dua) ayat dirubah menjadi 3 (tiga) ayat.
Pasal 9 ayat (3) Pemerintah Provinsi,Kabupaten / Kota dapat dilibatkan dalam pengelolaan kawasan khusus oleh Pemerintah diwilayahnya sesuai kewenangan yang dimiliki Provinsi,Kabupaten/Kota.
2.
Pasal 12 ayat (5), (7), dan (8) sebutan Propinsi dirubah menjadi Provinsi.
Konsistensi penggunaan istilah dalam perundang-undangan agar tetap konsisten untuk menghindari adanya kerancuan istilah dalam penerapannya.
Sebutan Propinsi agar diganti dengan sebutan Provinsi.
Pasal 12 ayat (5),(7),dan (8) sebutan Propinsi dirubah dengan sebutan Provinsi.
3.
Pasal 16 ayat (4) kata minimum.
Agar
Kata
Pasal
perlu
penggunaan
istilah
sama
minimum
diganti
kata
16
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
ayat
(4)....
Pelayanan
www.parlemen.net NO
MATERI UU
ALASAN TANGGAPAN
SARAN PERUBAHAN
USULAN MATERI SELENGKAPNYA
dengan penggunaan istilah pada pasal yang lainnya.
minimal.
minimum jadi Pelayanan minimal.
4.
Pasal 36 ayat (2) dan ayat (3) Kata melibatkan masyarakat .
Kalimat melibatkan masyarakat perlu dibuatkan kriteria yang jelas untuk menghindari timbulnya perbedaan persepsi dalam penerapannya.
Perlu adanya tambahan satu ayat pada pasal 36 yaitu ayat (5).
Pasal 36 ayat (5) mengenai pengertian melibatkan masyarakat akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
5.
Pasal 38 ayat (7) .
Perlu ada pembagian kewenangan antar Pemerintah dan Daerah berkaitan dengan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Pasangan Bakal Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (6) untuk pasangan Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dikonsultasikan kepada Pemerintah dan untuk pasangan Bakal Calon Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota dikonsultasikan kepada Gubernur.
Pasal 38 ayat (7) pasangan Bakal Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (6) untuk pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur dikonsultasikan kepada Pemerintah dan untuk pasangan Bupati l Walikota dan Wakil Bupati /Wakil Walikota dikonsultasikan kepada Gubernur.
6.
Pasal 40 ayat (1) dan pasal 44 ayat (1) .
Pada pasal 40 ayat (1) dan pasal 44 ayat (1) memuat materi yang sama sehingga pasal 40 perlu didrop dan pasal 44 ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (4) agar tidak menimbulkan pengulangan pada substansi materi yang sama.
Pasal 40 diusulkan untuk dihilangkan dan pasal 44 ditambah 1 (satu) ayat yaitu ayat (4) yang berbunyi: hasil pemungutan suara ditetapkan selambat-lambatnya 1 (satu bulan sebelum berakhirnya jabatan Kepala daerah. Sebab kalau ditetapkan 5 (lima) hari sebelum berakhirnya jabatan Kepala Daerah maka pelantikan belum tentu dapat dilaksanakan karena harus diproses pengusulan pengangkatannya,penerbitan
Pasal 44 ayat (4) hasil pemungutan suara ditetapkan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya jabatan Kepala Daerah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI UU
ALASAN TANGGAPAN
SARAN PERUBAHAN
USULAN MATERI SELENGKAPNYA
keputusan pengangkatan dan persiapan pelantikan di Daerah. 7.
Pasal 48 kata menerapkan diganti dengan kata menetapkan.
Untuk tidak menimbulkan pemahaman yang keliru.
Menerapkan diganti dengan Menetapkan.
Pasal 48 ......menetapkan.
DAFTAR USULAN PERUBAHAN RUU NO. 22 TAHUN 1999 NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
1
2
3
4
5
1.
Pasal 20 ayat (1), Daerah dapat diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk mengelola
Apabila ada daerah yang mempunyai pulau, sementara di dalam materi RUU Revisi tidak
Sesudah kata Bidang dan batas ditambahkan kalimat Wilayah laut untuk Kabupaten/Kota 4 mil laut dan
Pasal 20 ayat (1), Daerah dapat diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk mengelola
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
1
2 sumber daya alam dan sumber daya lainnya di wilayah laut dalam bidang dan Batas tertentu.
3 tercantum penjelasan tentang batas wilayah laut, maka pulau tersebut menjadi tidak bertuan sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi terbengkalai dan hal ini tidak sejalan dengan prinsip-prinsip otonomi daerah,
2.
Pasal 36 Ayat (2), Anggota Panitia pemilihan sebagaimana ayat (1) terdiri dan unsur anggota DPRD, KPUD, dan Anggota masyarakat.
3.
4.
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
4
5
untuk Propinsi 12 mil laut di ukur dari garis pantai terluar.
sumber daya alam dan sumber daya lainnya di wilayah laut dalam bidang dan batas wilayah laut untuk Kabupaten/Kota 4 mil laut dan untuk Propinsi 12 mil laut di ukur dari garis pantai terluar.
Apabila Panitia Pemilihan dan panitia pengawasan pemilihan terdiri dari berbagai unsur, maka akan sulit dalam pengambilan keputusan karena masing-masing unsur mempunyai kewenangan dan peran yang merasa paling eksis. Selain itu sampai saat ini di tiap-tiap Propinsi, Kabupaten/Kota sudah terdapat Lembaga KPU dan Panwaslu yang anggotanya sudah berpengalaman dalam Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden.
Sesudah kalimat ayat (1) ditambahkan kalimat Adalah anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Propinsi, Kabupaten /Kota.
Pasal 36 Ayat (2), Anggota Panitia pemilihan sebagaimana ayat 1 (satu) adalah anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Propinsi, Kabupaten / Kota.
Pasal 36 Ayat (3), Anggota panitia pengawas pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari unsur Kepolisian, Kejaksaan dan masyarakat.
Sda
Sesudah kalimat ayat (1) ditambahkan kalimat adalah anggota Pengawas Pemilihan Umum Daerah (Panwaslu) Propinsi, Kabupaten /Kota.
Pasal 36 Ayat (3), Anggota panitia pengawas pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah anggota Pengawas Pemilihan Umum Daerah (Panwaslu) Propinsi, Kabupaten/Kota.
Pasal 37 ayat (1), Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Untuk meniaga netralitas, transparansi dan kesinambungan
Setelah kata Dilaksanakan ditambah dengan kata seluruhnya oleh Panitia
Pasal 37 ayat (1), Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
1
2 Daerah dilaksanakan melalui tahap persiapan, pencalonan, pelaksanaan pemilihan, pengesahan dan pelantikan.
3 penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dari tahap awal sampai dengan akhir, maka seluruh proses pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan Kepala Daerah.
Pasal 37 ayat (4), Tahap pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh KPUD yang meliputi : a. Penetapan tata cara dan waktu pelaksanaan kampanye; b. Penetapan tata cam pelaksanaan pemungutan suara; c. Pembentukan panitia kecamatan, PPS dan KPPS: m. Pelaksanaan Pemungutan suara; n. Penetapan has]] rekapitulasi hasil perhitungan suara; o. Penetapan Berita Acara
Untuk menjaga konsistenitas ayat (4) dengan ayat (1) Pasal 37, RUU No.22 tahun 1999
5.
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
4
5
Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Daerah dilaksanakan seluruhnya oleh Panitia Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah melalui tahap persiapan, pencalonan,pelaksanaan pemilihan, pengesahan dan pelantikan.
Kata Dilaksanakan oleh KPUD dihapus.
Pasal 37 ayat (4), Tahap pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. Penetapan tata cara dan waktu pelaksanaan kampanye; b. Penetapan tata cara pelaksanaan pemungutan suara termasuk saksi; c. Pembentukan panitia kecamatan, PPS, KPPS; j. j. Pelaksanaan Pemungutan suara; k. Penetapan hasil rekapitulasi hasil perhitungan suara; l. Penetapan Berita Acara hasil perhitungan suara; m. Penyerahan Berita Acara hasil perhitungan suara;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
1 p. q. r.
2 hasil perhitungan suara; Penyerahan Berita Acara hasil perhitungan suara; Penetapan pasangan calon terpilih; Pengusulan calon terpilih untuk mendapatkan pengesahan.
Pasal 38 ayat (8) : Berdasarkan hasil konsultasi .... dst
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
3
4
MATERI RUU SELENGKAPNYA
n. o.
Apabila bakal calon melebihi dari 4 pasangan, sedangkan dalam penyaringan yang memenuhi syarat lebih dari 4 pasangan maka tidak dapat dilakukan seleksi
dan sebanyak-banyaknya 4 (empat) pasangan calon dihapus
5 Penetapan pasangan calon terpilih; Pengusulan calon terpilih untuk mendapatkan pengesahan.
Berdasarkan hasil konsultasi .......sekurang-kurangnya 2 (dua) pasangan talon dengan nama dan orang yang berbeda
Pasal 12 ayat 2 dan 3 : sebaiknya disetarakan/digabungkan Pasal 9 ayat (1) : Untuk menyelenggarakan .......Dst
" Kawasan khusus" : .... ditetapkan oleh pemerintah. Seharusnya yang ditetapkan pemerintah itu harus disertakan pertimbangan Daerah
Setelah kata Kabupaten/kota ditambahkan dengan memperhatikan pertimbangan Daerah yang bersangkutan
Pasal 9 ayat (1) : Untuk menyelenggarakan ......... Kabupaten/Kota dengan memperhatikan pertimbangan Daerah yang bersangkutan
Pasal 35 huruf i Berpendidikan sekurangkurangnya ....................dst
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah adalah pemimpin yang menjadi panutan masyarakat yang memiliki kemampuan, terutama kemampuan manajerial. Sehingga S1 atau D4 merupakan syarat
SLTA dan sederajat diganti dengan Strata satu (S1)
Pasal 35 huruf i Berpendidikan sekurangkurangnya Strata Satu (S1) atau Diploma IV
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
1
2
3 minimum untuk menjadi pemimpin.
4
5
Kata "evaluasi" cenderung tidak ada hak konsultasi, sehingga dianggap terjadi penilaian yang sepihak
Kata dievaluasi oleh diganti dengan dikonsultasikan kepada
Pasal 84 ayat (4) Khusus Peraturan Daerah....... harus dikonsultasikan kepada Pemerintah
Pasal 113 ayat (1) : Rancangan Peraturan Daerah ...... Kepada Gubernur untuk dievaluasi
sda
Kata "dievaluasi" digantikan dengan "dikonsultasikan"
Pasal 113 ayat (1) Rancangan Peraturan kepada Gubernur dikonsultasikan.
Pasal 67 ayat (3) : Sekretaris Daerah ....... atas persetujuan Gubernur .........dst
Dalam rangka pembinaan dan pengembangan karir pegawai (PNS) yang bersangkutan.
Diubah menjadi "diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati Walikota"
Pasal 67 ayat (3) Sekretaris Daerah .......... diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/Walikota
Pasal 84 ayat (4) : Khusus Peraturan ....harus dievaluasi Pemerintah.
Daerah oleh
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Daerah untuk
www.parlemen.net
DAFTAR USULAN PENAMBAHAN/PENYEMPURNAAN DRAFT REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 No
Materi RUU Revisi (Bab, Pasal, Ayat)
Alasan Pembahasan
Saran Perubahan/ Penambahan/ Penyempurnaan
Materi RUU Selengkapnya
1
2
3
4
5
1.
Pasal 16 ayat (5) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah urusan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi, karakter dan potensi unggulkan. Pasal 17 ayat (6) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa urusan yang secara nyata ada dan potensi unggulan daerah sebagai dasar pengembangan daya saing daerah
Pada pasal tersebut tidak mengatur cakupan urusan pilihan yang merupakan kewenangan Provinsi maupun Kabupaten/Kota sehingga tidak adanya kejelasan kewenangan urusan pilihan yang dimiliki oleh Provinsi maupun Kabupaten/Kota
Memberikan rincian yang jelas terhadap cakupan urusan pilihan yang merupakan kewenangan Provinsi dan Kabupaten/Kota atau perincian tersebut diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 16 ayat (5) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah urusan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan kondisi, karakter dan potensi unggulan ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 17 ayat (6) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa urusan yang secara nyata ada dan potensi unggulan daerah sebagai dasar pengembangan daya saing daerah ketentuan lebih lanjut diatur dengan Peraturan Pemerintah
2.
Pasal 17 ayat (5) Untuk pelaksanaan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh pemerintah
Dalam pelaksanaan kewenangan yang dimiliki oleh Kabupaten/Kota baik urusan wajib dan urusan pilihan terutama dalam penyerahan dana dekonsentrasi selaku daerah otonom dalam bidang kehutanan,
Adanya penambahan redaksi katakata pada pasal tersebut dalam pelaksanaan kewenangan Kabupaten/Kota harus sepengetahuan Gubernur
Pasal 17 ayat (5) Untuk pelaksanaan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengacu pada standar pelayanan minimal yang ditetapkan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
Materi RUU Revisi (Bab, Pasal, Ayat)
Alasan Pembahasan
Saran Perubahan/ Penambahan/ Penyempurnaan
Materi RUU Selengkapnya
1
2
3 pertambangan, obat-obatan harus sepengetahuan/melalui Gubernur selaku Kepala Daerah
4
5 oleh pemerintah dan pelaksanaannya sepengetahuan Gubernur selaku Kepala Daerah Provinsi. Pasal 17 ayat (7) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dilaksanakan oleh Daerah setelah pengakuan Pemerintah atas sepengetahuan terlebih dahulu oleh Gubernur selaku Kepala Daerah Provinsi
Pasal 17 ayat (7) Urusan pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dilaksanakan oleh Daerah setelah pengakuan Pemerintah
3.
Pasal 35 huruf g Mempunyai kecakapan dan pengetahuan di bidang pemerintahan
Pada pasal tersebut mengatur tentang persyaratan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, agar Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah lebih berpotensi/mempunyai kualitas yang baik maka diperlukan penambahan dalam redaksi pasal 35 huruf g.
Penambahan kata berpengalaman setelah kata pengetahuan.
Pasal 35 huruf g Mempunyai kecakapan, pengetahuan dan berpengalaman di bidang pemerintahan
4.
Pasal 45 ayat (7) Pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud ayat (6) diusulkan oleh DPRD kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan kepada Menteri
Dari kedua pasal tersebut terjadi ketidaksinkronan karena pada pasal 45 ayat (7) menyebutkan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota disahkan oleh Menteri Dalam Negeri sedangkan pada Pasal 49 ayat (1) Bupati dan Wakil Bupati
Mengubah redaksi pada pasal 45 ayat 7 bahwa pasangan Calon Gubernur dan wakil Gubernur, Calon Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota disahkan oleh Presiden dan untuk pengesahan Calon Bupati dan
Pasal 45 ayat (7) Pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud ayat (6) diusulkan oleh DPRD kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk pasangan Calon
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
Materi RUU Revisi (Bab, Pasal, Ayat)
Alasan Pembahasan
Saran Perubahan/ Penambahan/ Penyempurnaan
Materi RUU Selengkapnya
1
2 Dalam Negeri melalui Gubernur untuk pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota untuk pengesahan
3 atau Walikota dan Wakil Walikota disahkan oleh Presiden dan boleh melimpahkan kewenangan tersebut kepada Menteri Dalam Negeri.
4 Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota dapat dilimpahkan kewenangan kepada Menteri Dalam Negeri
5 Gubernur dan Wakil Gubernur dan kepada Presiden atau melimpahkan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota untuk pengesahan
Sebaiknya kata "dipandu" dihilangkan karena otomatis pada pelaksanaannya pejabat yang melantik ikut mengucapkan
Penghapusan kata "dipandu"
Pasal 50 ayat (1) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebelum
Pasal 49 ayat (1) Presiden mengesahkan pengangkatan pasangan calon terpilih dan mengesahkan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota masa jabatannya sebelumnya Pasal 49 ayat (2) Presiden dapat melimpahkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk mengesahkan pengangkatan pasangan calon terpilih Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota dan mengesahkan pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota masa jabatannya sebelumnya 5.
Pasal 50 ayat (1) Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebelum memangku jabatannya dilantik dengan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
Materi RUU Revisi (Bab, Pasal, Ayat)
Alasan Pembahasan
Saran Perubahan/ Penambahan/ Penyempurnaan
Materi RUU Selengkapnya
1
2 mengucapkan sumpah/janji dipandu oleh Pejabat yang melantik
3 sumpah/janji tersebut Hal ini berkonotasi bahwa Pejabat tersebut juga ikut bersumpah/berjanji
4
5 memangku jabatannya dilantik dengan mengucapkan sumpah/janji
6.
Pasal 53 Wakil Kepala Daerah mempunyai tugas : a ........
Seorang Wakil Kepala Daerah selain mempunyai tugas juga mempunyai kewenangan agar dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya dapat berjalan dengan baik
Agar diatur kewenangan yang dimiliki oleh Wakil Kepala Daerah atau digabungkan dalam pasal 53
Pasal 53 Wakil Kepala Daerah mempunyai wewenang dan tugas : a ..............
7.
Pasal 60 ayat (2) Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan oleh Pemerintah tanpa usulan DPRD karena terbukti melakukan makar dan/atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dinyatakan dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap Pasal 60 ayat (4) Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud ayat (2), diusulkan oleh DPRD dengan Keputusan DPRD setelah melalui Rapat Paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan
Adanya kontradiksi pada kedua pasal tersebut, pada pasal 60 ayat (2) menyebutkan Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan oleh Pemerintah tanpa usulan DPRD sedangkan pada pasal 60 ayat (4) Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan oleh Pemerintah diusulan DPRD
Karena adanya kontradiksi antara pasal 60 ayat (2) dan Pasal 60 ayat (4) sebaiknya pasal 60 ayat (4) dihapuskan.
Pada pasal 60 hanya terdapat 3 ayat karena ayat (4) dihapuskan.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
1
Materi RUU Revisi (Bab, Pasal, Ayat) 2 sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota DPRD yang hadir.
Alasan Pembahasan
Saran Perubahan/ Penambahan/ Penyempurnaan
Materi RUU Selengkapnya
3
4
5
jumlah
8.
Pasal 67 ayat (3) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) untuk Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota atas persetujuan Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Mengingat Sekretaris Daerah Propinsi pada pasal 67 ayat (2) diangkat oleh Presiden Melalui Menteri Dalam Negeri maka Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota seharusnya diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/Walikota dan untuk yang akan datang disarankan agar untuk penempatan, pengangkatan dan pemberhentian pejabat eselon II dijajaran Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan kewenangan Gubernur.
Adanya perubahan redaksi yaitu .... diangkat dan diberhentikan oleh Bupati dan Walikota .......kata Bupati dan Walikota dihapus menjadi Gubernur atas usul Bupati/Walikota
Pasal 67 ayat (3) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) untuk Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas persetujuan Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan Perundangundangan
9.
Pada Pasal 74 Tugas dan wewenang DPRD selain yang diatur dalam perundang-undangan yang lain, juga meliputi : a. Menyaring pasangan bakal calon b. Menetapkan pasangan calon c. Membahas rancangan peraturan daerah bersama Pemerintah Daerah
Mengacu pada Pasal 52 point d menyebutkan bahwa Kepala Daerah mempunyai wewenang dan tugas dalam menyusun dan mengajukan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama. Dari pasal tersebut DPRD juga mempunyai tugas dan wewenang dalam membahas Peraturan Daerah tentang APBD bersama Pemerintah Daerah.
Penambahan Pasal 74, sehingga pasal 74 pointnya menjadi 4 point
Pada Pasal 74 Tugas dan wewenang DPRD selain yang diatur dalam Perundangundangan yang lain, juga meliputi : a. Menyaring pasangan bakal calon b. Menetapkan pasangan calon c. Membahas rancangan peraturan daerah bersama Pemerintah Daerah d. membahas Peraturan Daerah tentang APBD bersama
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
Materi RUU Revisi (Bab, Pasal, Ayat)
Alasan Pembahasan
Saran Perubahan/ Penambahan/ Penyempurnaan
1
2
3
4
10
Pasal 65 ayat (1) Perangkat daerah Provinsi terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Pasal 65 ayat (2) Perangkat daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Camat dan Lurah
Pada pasal 90 tersebut menyebutkan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja merupakan perangkat daerah padahal dalam pasal 65 tidak dijelaskan bahwa Satuan Polisi Pamong Praja adalah perangkat daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota
Menambahkan Satpol PP dalam pasal 65 ayat (1) dan ayat (2) ke dalam perangkat daerah dan pasal 90 yang merupakan penjabaran dari Satpol PP dipindahkan menjadi Pasal 71 setelah penjabaran Lembaga Teknis
Pasal 90 Untuk membantu Kepala Daerah dalam menegakkan Peraturan Daerah dan penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja sebagai perangkat daerah yang ditetapkan dengan Peraturan daerah dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah Pasal 74 Tugas dan wewenang DPRD ........
Materi RUU Selengkapnya
5 Pemerintah Daerah. Pasal 65 ayat (1) Perangkat daerah Provinsi terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah. Lembaga Teknis dan Satuan Polisi Pamong Praja
Pasal 65 ayat (2) Perangkat daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja, Camat dan Lurah
Pada Draft Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tidak mengatur kewajiban DPRD seharusnya jika ada tugas dan wewenang juga ada kewajiban.
Setelah penjelasan tugas dan wewenang pada pasal 74, kewajiban DPRD diatur dalam Pasal 75
Pasal 75 Kewajiban DPRD :.......
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
USULAN DAN SARAN PEMERINTAH PROPINSI DKI JAKARTA TERHADAP REVISI UU NO. 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH
1.
Prinsip penyelenggaraan otonomi daerah disarankan ditambah dengan prinsip demokrasi, HAM, partisipasi dan transparansi.
2.
Hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2), pengaturannya perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
3.
Pemerintah sebelum menetapkan kawasan khusus dalam Propinsi dan atau Kabupaten/Kota terlebih dahulu harus mendapat rekomendasi dari Gubernur dan atau Bupati/Walikota.
4.
Yang dimaksud dengan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan apakah urusan pemerintahan yang sudah diserahkan atau urusan yang masih menjadi kewenangan pemerintah. Apabila yang dimaksud dengan kewenangan pilihan adalah kewenangan pemerintah, maka perlu ada kriteria yang jelas mengenai kewenangan yang bisa dipilih oleh daerah.
5.
Dalam Pasal 34 yang melaksanakan tugas dekonsentrasi adalah Deputi Gubernur. Deputi Gubernur apakah pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4) atau pejabat pemerintah daerah. Bagaimana kedudukan Deputi Gubernur dalam struktur organisasi Pemerintah Propinsi.
6.
Dalam Panitia Pemilihan Kepala Daerah anggota masyarakat (tokoh adat, tokoh agama dan LSM) didudukan sebagai anggota. Disarankan yang duduk sebagai anggota panitia pemilihan adalah DPD (Dewan Perwakilan Daerah) mewakili masyarakat.
7.
Pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah disarankan ditetapkan oleh Kepala Daerah dengan persetujuan Mendagri untuk Sekdaprop dan persetujuan Gubernur untuk Sekda Kabupaten/Kota.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net 8.
Mengingat Ibukota Negara Republik Indonesia berada di Propinsi DKI Jakarta diusulkan agar dalam Pasal 178 ayat (4) dimasukkan pula pengaturan mengenai a. Dalam ayat (4) huruf a setelah "tanggung jawab" ditambah kata "pembiayaan" yang bersumber dari APBN. b. Dalam ayat (4) huruf e disarankan agar perangkat Propinsi DKI Jakarta dimungkinkan berbeda dengan daerah lain berdasarkan pedoman yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. c. Pemberian bagi hasil pajak dan bukan pajak (tax sharing) kepada Pemerintah Propinsi DKI Jakarta yang lebih proporsional. d. Dalam memadukan Rencana Umum Tata Ruang Jakarta sebagai ibukota negara dengan RUTR Daerah sekitar (Bodetabekjur) menjadi tanggung jawab Pemerintah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
CATATAN KOREKSI KONSEP REVISI UU NOMOR 22 TAHUN 1999 VERSI AMANAT PRESIDEN RI TANGGAL 10 MEI 2004 (Bogor, 26 Mei 2004)
Secara keseluruhan konsep revisi uu nomor 22 tahun 1999 versi amanat Presiden ini telah memenuhi harapan penyempurnaan. Konsep ini adalah merupakan penggabungan antara dua undang-undang (Tentang Pemerintahan Di Dacrah dan Pemerintahan Desa), serta aturan lain-lain. Hal ini telah membantu menghindari in efisiensi dan tumpang tindih aturan tentang penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Disarankan agar ada proporsi yang seimbang terhadap aturan dan definisi wilayah pemerintahan secara berjenjang, yakni, Pusat, Provinsi, Kabupaten dan Kota, Kecamatan, Desa dan Kelurahan, sehingga makna penggabungan beberapa aturan dimaksud berfungsi secara efektif, misalnya perlu pengaturan lebih lengkap lagi tentang penyelenggaraan Pemerintahan Kecamatan dan Kelurahan. Terjadi penggabungan struktur aturan yakni sifat aturan dasar (Undang-Undang) dan sifat aturan pelaksanaan (Peraturan Pemerintah), atau hal-hal rinci/detail. Dengan demikian disarankan perlu menambahkan satu atau lebih ayat yang menyatakan tentang perlu tidaknya undang-undang ini ditindak lanjuti dengan aturan pelaksanaan atau aturan teknis. Akan lebih baik apabila draf revisi UU nomor 22 versi amanat Presiden ini telah disertai dengan draf penjelasan umum pasal-pasal yang merupakan lampiran yang tidak terpisahkan. Perlu dituangkan secara tajam dan jelas dalam satu atau lebih pasal tentang posisi Pemerintah Provinsi (Gubernur) selaku perangkat pemerintah pusat di daerah. Dalam bab 111, pasal 13, perlu menambahkan satu ayat yang mengatur tentang posisi provinsi yang telah terbentuk selanjutnya tidak memenuhi ketentuan pada bab III, pasal 12, ayat 5. Atau diisyaratkan untuk tertuang pada aturan pelaksanaan (Peraturan Pemerintah). Pemindahan ibukota Daerah, perubahan nama Daerah, perubahan nama ibukota, pemberian nama bagian rupa bumi, dan perubahan batas Daerah sebagaimana dalam bab III pasal 14, ayat 3, sebaiknya harus diatur dengan Undang-Undang dan bukan Peraturan Pemerintah, dengan pertimbangan bahwa status semula diatur dalam Undang-Undang.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Bab V, pasal 38, ayat 7, perlu ada penambahan kata " melalui proses berjenjang secara administratif' pada akhir kalimat. Bab V, pasal 39, ayat 2, perlu ada penambahan kata " melalui proses berjenjang secara administratif' pada akhir kalimat. Pasal 60, dianggap perlu menambahkan satu atau lebih ayat tentang aturan kemungkinan terjadinya kesalahan/ kekeliruan proses penetapan usulan DPRD perihal pemberhentian Kepala Daerah. Hal ini untuk menjamin keseimbangan prinsip kemitraan sejajar antara Kepala Daerah dan DPRD. Nomenklatur Sekretaris Daerah Provinsi disarankan untuk diganti menjadi Sekretaris Wilayah Daerah, mengingat fungsinya selaku pembantu Gubernur pada dua fungsi (Kepala Daerah dan Perangkat Pemerintah Pusat). Perlu ada institusi dibawah kendali/ koordinasi Sekretaris Wilayah Daerah yang secara jelas mengembang tugas dekonsentrasi. Disarankan agar Bab VI tentang Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah, tidak diatur dalam konsep revisi uu ini, karena bukan merupakan elemen pelaksanaan pemerintahan di Daerah. Demikian usulan koreksi sebagai bahan pertimbangan seperlunya.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
DAFTAR USULAN PERUBAHAN RUU NO. 22 TAHUN 1999 No
Materi RUU Revisi (Bab, Pasal ayat)
Alasan Perubahan
Saran Perubahan
Materi Selengkapnya
1
2
3
4
5
1.
Bagian Kedua : Pembentukan Daerah Otonom Pasal 3 ayat (2) Wilayah Propinsi, Kabupaten/Kota dan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Daratan, kecuali ditetapkan lain dalam Undang-Undang Pembentukan Daerah.
Suatu Wilayah meliputi daratan dan perairan sehingga ketentuan tersebut seyogyanya tidak membatasi hanya Daratan, serta dilihat dari fungsi air yang langsung berhubungan dengan kepentingan masyarakat sehingga sangatlah tepat apabila Propinsi/Kabupaten/Kota diberi kewenangan untuk mengelola air termasuk pemeliharaan sumber-sumber air yang selama ini memang sudah dilaksanakan oleh Propinsi dan Kabupaten/Kota.
.......Sesudah kata meliputi daratan ditambahkan kata dan perairan. Selanjutnya kalimat kecuali ditetapkan lain dalam Undang-Undang Pembentukan Daerah dihapus, diganti dengan yang pengelolaannya didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-Undangan
Pasal 3 ayat (2) Wilayah Propinsi, Kabupaten/Kota dan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi Daratan dan perairan yang pengelolaannya didasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Bab II Pasal 8 : Penyelenggaraan sebagian urusan pemerintahan yang tidak diserahkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (3) dapat dilimpahkan kepada Gubernur dan atau Kepala Instansi Vertikal berdasarkan azas dekonsentrasi, atau ditugaskan kepada Propinsi, Kabupaten, Kota dan/atau Desa berdasarkan azas Tugas Pembantuan.
Saat ini dana yang dianggap dana dekonsentrasi disalurkan melalui DIBALE yang dahulunya eks Kanwil/Kandep sehingga sulit untuk diawasi dan disinergikan penggunaannya. Hal ini menyebabkan inefisiensi dan menimbulkan peluang kebocoran/KKN.
Usulan . Dalam penjelasannya perlu disebutkan secara tegas mengenal pendistribusian dana Dekonsentrasi dari Pemerintah kepada Propinsi dan dana Tugas Pembantuan kepada Propinsi, Kabupaten/Kota dan Desa agar diatur secara jelas prosedur mekanismenya melalui Gubernur.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
Materi RUU Revisi (Bab, Pasal ayat)
Alasan Perubahan
Saran Perubahan
Materi Selengkapnya
1
2
3
4
5
3.
Bab III Pembentukan, Penggabungan dan penghapusan Daerah dan Perubahan Batas Daerah. Pasal 12 Ayat (5) : pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Propinsi sekurang-kurangnya mencakup tujuh Kabupaten/Kota, dan untuk membentuk Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya mencakup tujuh Kecamatan.
Supaya ada kejelasan dan menghindari penafsiran tentang keharusan bagi DaerahDaerah yang sudah ada untuk memperluas Wilayahnya menjadi 7 (tujuh) Kabupaten/Kota bagi Propinsi dan 7 (tujuh) kecamatan bagi Kabupaten/Kota.
Usulan : 1. Dalam Penjelasannya disebutkan bahwa ketentuan ini tidak berlaku bagi Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota yang dibentuk sebelum Keputusan ini, 2. Dalam penjelasannya harus ada kewajiban mempersiapkan diri dalam penataan wilayah melalui studi kelayakan serta melakukan langkah-langkah lain agar pemekaran tersebut betul-betul terencana, dan seluruh persyaratannya dapat terpenuhi terutama pengadaan infra struktur pemerintahan, pembiayaan serta potensi ekonominya sehingga tidak menjadi beban bagi Kabupaten Induk dan Pemerintah yang lebih tinggi
4.
Bab IV Hubungan Antar Pemerintahan dan Pemerintahan Daerah. Pasal 15 ayat (4) dan (5) Ayat (4)
Peraturan Pemerintah yang telah ditetapkan, antara lain PP NO. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom. ruang lingkupnya masih memberi kesan bersifat sentralisasi.
Usulan : Mohon dalam Peraturan Pelaksanaannya konsekwen dengan pasal ini (tidak melebar) dan dari aspek kelembagaan pembentukan Kabinet supaya memperhatikan kebutuhan berdasarkan hasil revisi UU No. 22 Tahun 1999.
Tingkat Antar
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
Materi RUU Revisi (Bab, Pasal ayat)
Alasan Perubahan
Saran Perubahan
Materi Selengkapnya
1
2 Urusan Pemerintahan yang tidak diserahkan adalah urusan Pemerintahan dalam bidang Hubungan Luar Negeri, Yustisi, Pertahanan, Keamanan, Moneter, Fiskal Nasional, Agama dan Bagian Tertentu Urusan Pemerintahan lainnya, Ayat (5) Bagian tertentu urusan Pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mencakup a sampai d : (1) s/d 20)
3
4
5
5.
Bab IV Hubungan Antar Tingkat Pemerintahan dan Antar Pemerintahan Daerah. pasal 16 ayat (3) huruf I penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang berskala regional yang diserahkan lebih lanjut oleh Pemerintah.
Urusan pelayanan dasar kesehatan yang diserahkan ke Kabupaten/Kota tidak ada di Propinsi padahal dari kepentingan banyak dibutuhkan intervensi/penanganan oleh Propinsi.
Usulan : sesudah kata ditambahkan kata “dan".
6.
Bab IV Bagian Kedua : Hubungan Pemanfaatan Daya Pasal 19 ayat (2) :
Sumber daya dan faktor produksi sesuai kedudukannya adalah untuk kepentingan negara dan masyarakat luas, sehingga pelimpahan dan Penugasan serta Pemberian Kuasa Kepada Pihak Ketiga
Usulan . Dalam penjelasannya disebutkan bahwa Penyerahan, Pelimpahan dan Penugasan serta Pemberian Kuasa Kepada Pihak Ketiga agar dibatasi tidak termasuk kebijakan
Sumber
regional
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang berskala regional dan yang diserahkan lebih lanjut oleh Pemerintah.
www.parlemen.net No
Materi RUU Revisi (Bab, Pasal ayat)
Alasan Perubahan
1
2 Pengelolaan jenis sumber daya dan faktor produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk penyerahan, pelimpahan, dan penugasan serta pemberian kuasa kepada pihak ketiga, dari Pemerintah kepada Daerah, atau kerjasama antara Pemerintah dan Daerah dan/atau antar Daerah.
3 agar dibatasi tidak termasuk kebijakan publik antara lain perijinan, dalam rangka pengendalian pemanfaatan sumberdaya alam. Selain itu dalam prakteknya banyak Pihak ketiga seperti BUMN-BUMN yang cenderung tidak mematuhi peraturan daerah padahal kepadanya berlaku seluruh hukum di Indonesia.
Bab V Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pasal 54 ayat (2) : Kepala Daerah selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban pula untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Presiden, dan memberikan keterangan Laporan Pertanggung Jawaban kepada DPRD dalam pelaksanaan tugas Desentralisasi dan menginformasikan dokumen atau hasil Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada masyarakat
Karena dalam hal menginformasikan dokumen atau hasil laporan Penyelenggaraan Pemerintahan kepada masyarakat sangat dimugkinkan adanya hal-hal yang perlu dan tidak perlu diinformasikan.
7.
Saran Perubahan
Materi Selengkapnya
4
5
publik antara lain perijinan, dalam rangka pengendalian pemanfaatan sumberdaya alam.
Usulan : Harus ditetapkan prosedur dan mekanisme yang jelas agar ada kepastian hukum bagi semua pihak sehingga Kepala Daerah (Pemerintah Daerah) tidak menjadi bulan-bulanan masyarakat
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
Materi RUU Revisi (Bab, Pasal ayat)
Alasan Perubahan
Saran Perubahan
Materi Selengkapnya
1
2
3
4
5
8.
pasal 67 Ayat (3) : Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat, (1) untuk Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota atas persetujuan Gubernur sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pejabat Eselon II tertentu dalam pelaksanaan tugasnya diharuskan untuk berkoordinasi dan bersinergi mengenai program-program kerjanya dengan Pemerintah Pusat dan Kabupaten/Kota.
Usulan : agar Pejabat yang diproses pengangkatannya oleh Pemerintah tidak hanya Sekretaris Daerah tetapi diberlakukan pula bagi beberapa Pejabat Eselon II tertentu yang menurut sifat pekerjaannya perlu akses dengan Pemerintah Pusat dalam rangka mewujudkan sinkronisasi dan sinergitas penyelenggaraan pemerintahan (contoh Bapeda dan Bawasda).
9.
Bagian Kelima Peraturan Daerah dan keputusan kepala daerah Pasal 84 ayat (4) : Khusus Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pajak daerah, retribusi daerah, anggaran pendapatan dan belanja daerah dan tata ruang daerah sebelum diundangkan dalam lembaran daerah harus dievaluasi oleh Pemerintah.
Untuk memperkuat posisi Gubernur sebagai kepala Daerah dan untuk kecepatan deteksi dini kemungkinan terjadinya penyimpangan dan agar cepat bisa diatasi.
Usulan : Peraturan Daerah Kabupaten/Kota evaluasinya agar dilimpahkan kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah, sedangkan PerdaPerda lain pengawasan represifnya dilimpahkan ke Daerah.
10.
Bagian Kedua belas Pasal 151 ayat (3) Sumber pendapatan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas :
Pendapatan Desa sangat terbatas, oleh karena itu bantuan dari Pemerintah, Propinsi dan Kabupaten/Kota harus dialokasikan secara khusus untuk memperkuat pemerintahan Desa.
Usulan : pada huruf c, setelah kata Kabupaten/Kota ditambahkan kalimat 'yang dialokasikan secara khusus'
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
c. bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang dialokasikan secara khusus;
www.parlemen.net No
Materi RUU Revisi (Bab, Pasal ayat)
1 a. b. c.
d. 11.
2 pendapatan asli Desa; bagi hasil pajak dan retribusi Pemerintah Kabupaten/Kota; bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota; sumbangan dari pihak ketiga; pinjaman Desa.
Bagian Kelima belas Pasal 166: Pemerintah melakukan klarifikasi, penyelidikan, pemeriksaan dan pengusutan terhadap permasalahan yang timbul dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
Alasan Perubahan
Saran Perubahan
Materi Selengkapnya
3
4
5
Agar Lembaga Hukum tidak mengklaim lembaga Eksekutif seolah-olah mencampuri kewenangannya
Usulan : Kata-kata penyelidikan dan pemeriksaan perlu dikaji kembali
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
DAFTAR USULAN PERUBAHAN RUU NOMOR 22 TAHUN 1999 DART PEMERINTAH PROPINSI JAWA TENGAH I.
FILOSOFI USUL PERUBAHAN. a. Normatif. Kita semua sepakat bahwa Negeri ini masih dalam bentuk NKRI sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 berikut amandemenamandemennya. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang mengatur Pemerintahan Daerah Juga masih sepakat bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah tetap dalam kerangka NKRI, meskipun dengan memberikan penguatan peranan Kabupaten/Kota untuk dapat mengatur dirinya sendiri. b. Implementasi Rambu-rambu pelaksanaan Otonomi Daerah sebagaimana diamanatkan UU Nomor 22 Tahun 1999 tersebut, belum dapat diwujudkan karena ternyata justru semakin berkembang Efora demokratisasi tanpa batas dan eforia otonomi daerah Kabupaten/Kota yang sering sulit dikendalikan. Kesenjangan antara Kabupaten/Kota semakin sulit dikendalikan karena masing-masing Kabupaten/Kota sangat bersemangat mengembangkan diri masing-masing yang kurang memperhatikan Kabupaten/Kota tetangga dan NM. Ini memang sulit dihindari karena masing-masing Kabupaten/Kota mempunyai potensi beragam (SDA, SDM dan Budaya). Pemerintah Propinsi sebagai Wakil Pemerintah tidak dapat berbuat banyak dapat berperan mengendalikan kesenjangan Kabupaten/Kota (sosial, ekonomi, publik dan budaya) apalagi Pemerintah Propinsi sebagai Daerah otonom tidak dapat berbuat apa-apa. c. Permasalahan Selain hal-hal yang bersifat teknis dan politis, salah satu penyebab utama dan Peran Pemerintah Propinsi yang lemah dalam pengendalian Kabupaten/Kota adalah pada system hubungan Pemerintah Propinsi dengan Kabupaten/Kota. Sebagaimana diatur dalam UU No.32 Tahun 1999 antara lain Pemerintah Propinsi hanya sebagai fasilitator pemberdayaan otonomi Kabupaten/Kota, tidak ada hubungan hirarkhies Kabupaten/Kota dengan Pembentukan Pemerintah Propinsi sebagai daerah otonom dan pengangkatan Pejabat Eselon II khususnya Sekda oleh Bupati/Walikota tanpa persetujuan Pemerintah Propinsi. Hal ini disamping merugikan institusi Pemerintah Daerah juga merugikan pola karier seorang PNS. Dengan kewenangan penuh ada pada Bupati/Walikota dalam mengangkat pejabat strategis , maka akan terjadi kesenjangan kemampuan SDM aparatur masing-masing Kabupaten/Kota dan ini sangat berpengaruh terhadap
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
d.
II.
pengelolaan potensi daerah yang pasti tidak akan seimbang. Bagi PNS, kariernya dirugikan , sudah tertutup tidak dapat mutasi horizontal ke Daerah Lain dan Vertikal ke Propinsi. Permasalahan selanjutnya, peran DPRD yang begitu kuat telah berdampak pada munculnya eforia otonomi daerah sangat kuat yang secara politis Pemerintah Propinsi tidak ada daya melakukan pembinaan, apalagi pengendalian sangat sulit. Usul Perubahan Secara kongkrit , Peranan Pemerintah Propinsi perlu diperkuat, apabila kita masih sepakat negeri ini berbentuk NKRI sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Untuk memperkuat peran Propinsi dalam pengendalian Kabupaten/Kota maka system pola hubungan Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota perlu dirubah termasuk hubungan Eksekutif dan DPRD juga perlu dirubah. Pemerintah Propinsi tidak sekedar sebagai fasilitator dan supervisi pelaksanaan Otonomi Daerah Kabupaten/Kota, tetapi perlu diberikan fungsi pembinaan dan pengawasan baik preventif maupun represif. Untuk ini diperlukan komitmen/kesepahaman politik, bahwa semua itu demi keutuhan NKRI (Sosial, Budaya. ekonomi dan Politik).
USULAN PERUBAHAN DALAM PASAL-PASAL SEBAGAIMANA TERCANTUM DALAM MATRIKS TERLAMPIR.
KAWASAN KHUSUS No 1.
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan) pasal 9 dan 10
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
Perlu ditambahkan pasal yang mengatur pengelolaan mengenai Kawasan khusus baik kawasan khusus Pemerintah, Propinsi dan Kabupaten/Kota
Perlu ditambahkan 1 pasal mengenai pengelolaan kawasan khusus
Pasal tambahan : Pengelolaan kawasan khusus sebagaimana dimaksud pasal 9 dan pasal 10 diselenggarakan sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di daerah yang bersangkutan
PERAN GUBERNUR DAN PROSES PILKDA
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
pasal 32 ayat (2) huruf h, i, dan j
Dalam rangka pengawasan preventif Gubernur tidak hanya sekedar Fasilitasi dan Supervisi Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan otonomi daerah dan penyelenggaraan pemerintah Desa tetapi perlu diberikan fungsi pembinaan dan pengawasan
Ada 2 alternatif saran perubahan : 1. 1.Ayat 2 huruf i dan j dihapus dan huruf h sebelum kata pengawasan ditambah kata pembimbingan dan, setelah kata pembangunan ditambah kata "di", dan setelah kata Kabupaten/Kota ditambah kalimat dan Desa 2. Huruf i dan j kata Fasilitasi dan supervisi dirubah dengan kata pembinaan dan pengawasan
Ada 2 alternatif saran perubahan Pasal 32 ayat (2): 1. Alternatif pertama pasal 32 ayat (2) huruf h menjadi Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Daerah Kabupaten/kota dan Desa. 2. Alternatif kedua: ● Huruf i menjadi Pembinaan dan pengawasan Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan otonomi daerah ● Huruf j menjadi Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pemerintahan Desa.
Pasal 35 ayat huruf g Mempunyai kecakapan dan pengetahuan di bidang pemerintahan
Persyaratan calon KDH dan Wakil KDH sering menimbulkan permasalahan apabila tidak ada kriteria yang terukur seperti pada persyaratan huruf "g" yang hanya menyatakan"Mempunyai kecakapan dan pengetahuan di bidang pemerintahan"
Persyaratan tersebut perlu ditambah dengan adanya fit and Propertest oleh Tim yang profesional dalam penjelasan RUU perlu dijelaskan setiap persyaratan dengan kriteria yang terukur, atau kriteria terukur ini diatur lebih lanjut
Pasal 35 ayat huruf g Mempunyai kecakapan dan pengetahuan di bidang pemerintahan yang dilakukan dengan Fit and Propertest
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net oleh Pemerintah pasal 36 ayat (2), ayat (3)
Karena KPU selama ini sebagai penyelenggara Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden
Pemilihan KDH dan Wakil KDH dilaksanakan oleh KPU yang diawasi oleh Panitia pengawas pemilihan yang dibentuk dengan Keputusan DPRD. Ayat 2 dihapus
Pasal 36 ayat (1) Pemilihan KDH dan Wakil KDH dilaksanakan oleh KPUD yang diawasi oleh Panitia pengawas pemilihan yang dibentuk dengan Keputusan DPRD
Pasal 39 ayat 1 Menteri Dalam Negeri memberitahukan kepada Kepala Daerah dan DPRD mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah 6 (enam) bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir
Menteri dalam Negeri memberitahukan kepada Gubernur dan DPRD Propinsi mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah, sedang Gubernur memberitahukan kepada Bupati/Walikota DPRD Kabupaten/Kota mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah
●
Pasal 39 ayat 1 Menteri Dalam Negeri memberitahukan kepada Gubernur dan DPRD Propinsi mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah 6 (enam) bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir, sedangkan Gubernur memberitahukan kepada Bupati/Walikota dan DPRD Kabupaten/Kota mengenai akan berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah 6 (enam) bulan sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir
●
Setelah kata kepada Kepala Daerah diganti kata Gubernur dan setelah kata DPRD ditambah kata Propinsi dan Setelah kata berakhir ditambah kalimat sedang Gubernur memberikan Bupati/Kota dan DPRD Kabupaten/Kota mengenai berakhirnya masa jabatan Kepala Daerah
PENGANGKATAN SEKRETARIS DAERAH No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan) pasal 67 ayat (3) Sekretaris Daerah
sebagaimana
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
Ayat (3) tidak konsisten dengan ayat (2) yang menyebutkan bahwa Sekda Propinsi
Sekda Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan Gubernur atas
Pasal 67 ayat (3) Sekretaris Daerah sebagaimana
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net dimaksud pada ayat (1) untuk Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota atas persetujuan Gubernur sesuai dengan peraturan perundangundangan
diangkat dan diberhentikan Presiden atas usul Gubernur, sedangkan ayat (3) Sekda Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota atas persetujuan Gubernur. Mestinya Sekda Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan Gubernur atas usul Bupati/Walikota
usul Bupati/Walikota
dimaksud pada ayat (1) untuk Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/ Walikota sesuai dengan peraturan perundangundangan.
PERATURAN DAERAH No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
ALASAN PERUBAHAN
pasal 84 ayat (4) Khusus Peraturan Daerah yang berkaitan dengan pajak Daerah, retribusi Daerah, Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah, dan tata ruang Daerah sebelum diundangkan dalam Lembaran Daerah harus dievaluasi oleh Pemerintah
Untuk Peraturan Daerah Propinsi kewenangan pengesahan oleh Pemerintah dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Gubernur dalam rangka menjaga rentang kendali terlalu panjang
SARAN PERUBAHAN ● ●
Pengesahan Perda Propinsi ada pada Pemerintah Pengesahan Perda Kab/Kota oleh Gubernur dan tidak perlu pembatasan jenis Perda
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
MATERI RUU Selengkapnya Pasal 84 ayat (4) Pengesahan Peraturan Daerah Propinsi oleh Pemerintah dan pengesahan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Gubernur
www.parlemen.net KERJASAMA DAERAH No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
ALASAN PERUBAHAN
pasal 127 ayat (3) Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan ayat (2) yang membebani APBD dan masyarakat harus mendapatkan persetujuan DPRD
Persetujuan DPRD tersebut tidak diperlukan sepanjang bidang-bidang yang dikerjasamakan sudah kewenangan daerah. Adapun persetujuan DPRD diperlukan pada saat pengajuan anggaran kegiatan kerjasama dalam APBD
SARAN PERUBAHAN Pasal 127 ayat (3) dihapus
MATERI RUU Selengkapnya Pasal 127 ayat (3) hapus
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
penambahan 1(satu) ayat pada Pasal 164
Pasal 164 disinkronkan dengan Pasal 163 ayat (6)
Pengawasan Preventif Peraturan Daerah Propinsi oleh Pemerintah, pengawasan Preventif Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Propinsi
Pasal 164 ayat (10) (1). Dalam rangka pengawasan preventif dimaksud ayat (6) Pasal 163 Peraturan Daerah Propinsi sebelum diundangkan disahkan terlebih dahulu oleh Pemerintah dan Perda Kabupaten/Kota oleh Propinsi (2). Ayat selanjutnya menyesuaikan .
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
USULAN PERUBAHAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REVISI TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR USULAN PERUBAHAN RUU REVISI TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
1
2
3
4
5
1.
BAB I, Ketentuan Umum, Pasal 1 a. Pemerintah Pusat dan seterusnya sampai dengan huruf ff yang berbunyi Pegawai Negeri Sipil Daerah dan seterusnya
−
Belum disebutkan pengertian/ definisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa ( APBDes ) dalam butir-butir Pasal 1, Bab I Ketentuan Umum ;
Perlu adanya penambahan butir gg
−
Dalam ketentuan umum huruf f mendefinisikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
gg. Anggaran pendapatan dan Belanja Desa selanjutnya APBDes adalah rencana operasional Tahunan Desa yang memuat kegiatan rutin penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Desa yang dijabarkan dan diterjemahkan dalam angka-angka rupiah, disatu pihak mengandung target penerimaan dan dilain pihak mengandung perkiraan batas tertinggi pengeluaran Keuangan Desa.
Pasal 3 Ayat (2) Wilayah Provinsi,
Secara geografis terdiri dari lautan dan atau daratan.
Terdapat penambahan kata bagian "Daratan" ditambah “dan atau
Pasal 3 Ayat (2) Wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota,
2.
Kabupaten/Kota,
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
1
2 dan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi daratan kecuali ditetapkan lain dalam undang-undang pembentukan daerah
3
4
5 dan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi daratan dan atau lautan kecuali ditetapkan lain dalam undang-undang pembentukan daerah.
3.
Pasal 6 Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilakukan berdasarkan prinsip efisiensi, efektif, produktif dan akutabel, melalui upaya-upaya koordinasi, pembinaan, pengawasan dan kerjasama antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah.
Perlu adanya ketegasan penjenjangan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta untuk menciptakan pemerintahan yang Good Goverment
Terdapat penambahan kata setelah .... berdasarkan prinsip "hierarki"' efisiensi, efektif, produktif, akutabel "dan transparan"
Pasal 6 Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilakukan berdasarkan prinsip hierarkhi, efisiensi, efektif, produktif, akutabel, dan transparan melalui upaya-upaya koordinasi, pembinaan, pengawasan dan kerjasama antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah.
4.
Pasal 7 (1). Penyelenggaraan Otonomi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menimbulkan adanya hubungan antar tingkat pemerintahan, antar Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Desa dan hubungan antara Pemerintah Daerah dengan pengelola kawasan khusus.
Makna kata mengandung arti yang tidak jelas
Perlu adanya perubahan kata menimbulkan menjadi mewujudkan dan penambahan kata Hierarki.
Pasal 7 (1). Penyelenggaraan Otonomi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 "mewujudkan" adanya hubungan "hierarki" antar tingkat pemerintahan, hubungan fungsional antar Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Desa dan hubungan antara Pemerintah Daerah dengan pengelola kawasan khusus.
lautan"
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
1
2
3
4
5
(2).
a. hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan/atau Desa.
Terdapat kata penambahan kata hierarki setelah kata hubungan
(2).
a.
(3).
Jenis hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup hubungan kewilayahan, wewenang, administrasi pemanfaatan sumber daya dan dukungan keuangan dengan memperhatikan adanya penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan dan yang tidak diserahkan kepada Daerah berdasarkan peraturan perundangundangan.
5.
6.
Pengertian administrasi belum mencakup organisasi dan tata laksana setelah administrasi
Perlu adanya penambahan kata organisasi dan tata laksana setelah administrasi
(3).
Jenis hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup hubungan kewilayahan, wewenang, administrasi, “organisasi dan tata laksana”, pemanfaatan sumber daya dan dukungan keuangan dengan memperhatikan adanya penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan dan yang tidak diserahkan kepada Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
BAB II, Kebijakan desentralisasi Bagian keempat terdiri dari 3 pasal yaitu 9,10 dan 11
Perlu penambahan satu pasal baru yaitu menjadi pasal 11 dan pasal 11 lama menjadi pasal 12 dan seterusnya.
Agar tidak terjadi kawasan khusus menjadi eksklusif yang tidak memberlakukan Peraturan Daerah Otonom .
Pasal 11 Kawasan khusus sebagaimana tersebut pada pasal 9 dan 10 berlaku ketentuan Daerah Otonom .
BAB III, Pembentukan, Penggabungan, Penghapusan Daerah dan Perubahan batas
Tidak jelas sehingga menimbulkan macam-macam penafsiran
Perlu adanya penambahan kalimat setelah diresmikan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Hubungan "hierarki" antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan/atau Desa.
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
1
2 Daerah. Pasal 12 ayat ( 7 ) Propinsi atau Kabupaten/Kota induk yang telah menjadi lebih dari satu Propinsi atau Kabupaten/Kota baru diresmikan.
3
4
5
Pasal 12 ayat ( 1) sampai dengan ayat (9)
Perlu adanya pengaturan lebih lanjut dari penilaian skor pada calon daerah.
Perlu adanya penambahan butir yaitu butir 10 yang berbunyi penetapan skor pada calon Daerah maupun Daerah induk sebagaimana tersebut ayat (9) ditetapkan Pemerintah.
Pasal 12 ayat (10) Penetapan skor pada calon Daerah maupun Daerah induk sebagaimana tersebut ayat (9) ditetapkan Pemerintah.
Pasal 12 ayat (8) Propinsi atau Kabupaten/Kota hasil pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk daerah baru lagi sekurang-kurangnya setelah 10 (sepuluh) tahun sejak peresmiannya.
Disesuaikan dengan peraturan yang berlaku saat ini
Pembetulan kata menjadi Provinsi
propinsi
Pasal 12 ayat (8) Provinsi atau Kabupaten/Kota hasil pembentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dibentuk daerah baru lagi sekurangkurangnya setelah 10 (sepuluh) tahun sejak peresmiannya.
Pasal 12 ayat (9) Calon daerah ditetapkan apabila masing-masing skor pada calon Daerah maupun Daerah induk sekurang-kurangnya diatas nilai minimal kelulusan.
Karena kata kelulusan mempunyai makna yang kurang jelas, maka diganti dengan kata yang ditentukan
Perlu adanya penggantian makna kata kelulusan menjadi yang ditentukan
Pasal 12 ayat (9) Calon daerah ditetapkan apabila masing-masing skor pada calon Daerah maupun Daerah induk sekurang-kurangnya diatas nilai minimal yang ditentukan.
Pasal 13 Ayat (2)
Daerah terdiri dari beberapa wilayah,
Perlu adanya penambahan kata
Pasal 13 ayat (2)
7.
dari
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
1
2 Penghapusan dan penggabungan daerah otonom sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil evaluasi kemampuan daerah otonom dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
ALASAN PERUBAHAN
maka suatu daerah baru
3 ketika
akan
dibentuk
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
4
5 Pembentukan, Penghapusan dan penggabungan daerah otonom sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil evaluasi kemampuan daerah otonom dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
pembentukan.
8.
Pasal 14 ayat (2) Ketentuan mengenai kriteria, persyaratan dan tatacara pembentukan serta penghapusan dan penggabungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 dan pasal 13, serta perubahan batas daerah dan pemindahan ibu kota daerah diatur dengan Pemerintah
Perubahan batas daerah karena perluasan suatu daerah, perlu adanya suatu pengaturan yang jelas
Perlu adanya penambahan kata disebabkan adanya perluasan daerah
Pasal 14 ayat (2) Ketentuan mengenai kriteria, persyaratan dan tatacara pembentukan serta penghapusan dan penggabungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 dan pasal 13, serta perubahan batas daerah disebabkan adanya perluasan daerah dan pemindahan ibu kota daerah diatur dengan Pemerintah
9.
Pasal 15 Ayat (2) Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah ada yang bersifat wajib dan pilihan.
Status Kepala Daerah harus jelas.
Urusan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota
Pasal 15 Ayat (2) Urusan Pemerintahan gang diserahkan kepada Daerah Kabupaten/Kota ada yang bersifat wajib dan pilihan.
Ayat (5), ponit b Pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah
Pembinaan dan Pengawasan secara operasional bersifat administratif sehingga perlu pengendalian secara langsung.
Ditambahkan kata Pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
Ayat (5), ponit b Pembinaan dan pengawasan dan pengendalian atas penyelenggaraan pemerintahan daerah
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
1
2
3
4
5
10.
Pasal 32 ayat (2) o. pengawasan terhadap proses pemilihan Kepala daerah Kabupaten/Kota.
Biar tidak tumpang tindih antar fungsifungsi pengawasan lain.
Perlu ada penjelasan lebih lanjut.
Pasal 35 f. berusia sekurang-kurangnya 35 (tiga puluh lima) tahun bagi Gubernur/Wakil Gubernur dan 30 tiga puluh) tahun bagi Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota.
Perlu adanya pengaturan umur maximum dan peningkatan sekurangkurangnya usia
35 Tahun dirubah menjadi 40 Tahun 30 Tahun dirubah menjadi 45 tahun Usia maksimum 65 tahun dan 60 tahun
Pasal 35 huruf g berbunyi mempunyai kecakapan dan pengetahuan di bidang pemerintahan.
Biar jelas tetang cakap dan tahu di bidang pemerintahan itu apa kriterianya.
Peru adanya ukurnya.
i.
berpendidikan sekurangkurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Atas dan atau sederajat.
Pengertian sederajat bisa menimbulkan banyak pengertian dan perlu adanya klasifikasi pendidikan
Perlu adanya penjelasan tentang pengertian sederajat dan perubahan pendidikan sekurangkurangnya S-1
Pasal 35 huruf k tidak sedang dicabut
Orang dicabut hak pilihnya dikarenakan perintah Undang-Undang sebagaimana
Perlu diatur dalam penjelasan pasal demi pasal yang menyebutkan
penjelasan
Pasal35 f. berusia sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun bagi Gubernur/Wakil Gubernur dan 35 (tiga puluh lima) tahun bagi Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota, setinggi-tingginya berusia 65 (enam puluh lima) tahun bagi Gubernur/Wakil Gubernur dan 60 (enam puluh) tahun bagi Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota.
tolok
i.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
berpendidikan sekurangkurangnya Sarjana Strata-1 dan atau sederajat.
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
2
3 pasal 35 huruf j, juga karena dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
4 bahwa hak pilih seseorang dapat dicabut oleh keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum.
5
Pasal 35 huruf m berbunyi tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Biar tidak terdapat berbagai macam penafsiran yang kurang tepat.
Perlu diperjelas, macam-macam perbuatan tercela dalam suatu anak kalimat pasal 35 huruf m tersebut.
12.
Pasal 36 ayat ( 2 ) Anggota Panitia Pemilihan sebagaimana pada ayat (1) terdiri dari unsur Anggota DPRD, KPUD, dan Anggota masyarakat
Tidak semua orang singkatan KPUD .
Perlu adanya secara utuh
13.
Pasal 37 ayat ( 4) huruf c Tahap pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh KPUD yang meliputi : a. Penetapan tatacara dan waktu pelaksanaan kampanye ; b. Penetapan tatacara pelaksanaan pemungutan suara ; c. Pembentukan Panitia Pemilihan Kecamatan PPS dan KPPS;
Tidak semua orang mengetahui arti singkatan KPUD, PPS dan KPPS .
1 hak pilihnya.
mengetahui
penulisan
KPU
Pasal 36 ayat ( 2) , Anggota Panitia Pemilihan sebagaimana pada ayat (1) terdiri unsur Anggota DPRD, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) dan Anggota masyarakat
Perubahan kata-kata dari singkatan diuraikan secara jelas
Pasal 37 ayat ( 4) huruf c Tahap pelaksanaan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang meliputi : a. Penetapan tatacara dan waktu pelaksanaan kampanye ; b. Penetapan tatacara pelaksanaan pemungutan suara ; c. Pembentukan Panitia Pemungutan Suara (PPS)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
1
2
3
4
Penambahan Kata dimaksud diperlukan karena mendasarkan pada aspirasi masyarakat Desa yang dituangkan dalam Peraturan Daerah terhadap pembentukan, penghapusan dan/atau penggabungan Desa.
Pasal 37 ayat ( 6) Pembentukan, penghapusan dan / atau penggabungan Desa ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
14.
Pasal 40 ayat (1) pasal 44 ayat (1) pengertiannya sama.
Biar tidak ada pasal-pasal yang kalimatnya diulang-ulang.
Perlu dijadikan dalam satu (1) ayat di dalam pasal 44 tersebut.
Pasal 40 ayat ( 2) Hasil Pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan selambat-lambatnya 5 (lima) hari sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir.
Jangka waktu 5 hari tidak mencukupi, lebih-Iebih dikaitkan dengan pasal 45 ayat (6) dan (7)
Perubahan 5 hari menjadi 10 hari
15.
Dalam pasal 48 terdapat kata ....... menerapkan ....... mengusulkan ........
Pengertian kata-kata tersebut berbeda.
Diganti : ......... Menetapkan ............mengusulkan
16.
Dalam pasal 52 huruf b berbunyi mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sebagaimana
Untuk keseragaman.
Disesuaikan dengan pasal 27, 28 dan 29
MATERI RUU Selengkapnya 5 dan Ketua Panitia Pemungutan Suara (KPPS) ; Pasal 37 ayat ( 6 ) Pembentukan, penghapusan dan / atau penggabungan Desa dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pasal 40 ayat (2) Hasil Perlu diperpanjang jangka waktunya 10 (sepuluh ) hari sehingga berbunyi hasil pemungutan suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , ditetapkan selambat-lambatnya 10 ( sepuluh ) hari sebelum masa jabatan Kepala daerah berakhir.
Pasal 52. Mengupayakan terlaksananya hak
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
1
2 dimaksud dalam pasal 27, pasal 28 dan pasal 29.
3
4
17.
Dalam pasal 46, 47 dan 58 terdapat kalimat berhalangan tetap.
Biar tidak terdapat bias tafsir, perlu ada penjabaran terminologi dimaksud.
Perlu adanya penjelasan tentang perhalangan tetap sebagaimana dimaksud dalam pasal 46, 47 dan 58 dalam pasal ketentuan umum atau dalam penjelasan
18.
Pasal 52 Ayat (b) Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29
Mengupayakan terlaksananya dapat dikonotasikan usaha dalam pelaksanaan Pemerintahan tidak tegas, akan tetapi kata melaksanakan berarti tindakan positif yang harus dilaksanakan dalam Pemerintahan.
Mengupayakan terlaksananya diubah menjadi melaksanakan kewajiban daerah dan seterusnya
19.
Pasal 60 ayat (4) tidak sinkron dengan pasal 60 ayat (2). Dalam pasal 60 ayat (2) terapat kata tanpa usulan DPRD dan seterusnya dan pasal 60 ayat (4) terdapat kata diusulkan oleh DPRD dan seterusnya.
Biar tidak membingungkan.
Perlu dijelaskan maksudnya atau salah satu ayat di drop.
20.
Pasal 72 ayat ( 3 ) Lurah mempunyai tugas : a. Pelayanan masyarakat ; b. Pemeliharaan prasarana dan fasilitas c. pelayanan umum; d. Penyelenggaraan
Kelurahan sebagai sumber data dan informasi dalam penyelenggaraan Pemerintah Kelurahan.
Perlu penambahan butir e.
MATERI RUU Selengkapnya 5 dan kewajiban dst.
Pasal 52 Ayat (b) Melaksanakan kewajiban daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 28 dan Pasal 29
Pasal 72 ayat (3) , perlu penambahan butir , yaitu butir e sehingga berbunyi Lurah mempunyai tugas : a. Pelayanan masyarakat ; b. Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
1
e.
2 ketenteraman dan ketertiban umum, dan Pemberdayaan masyarakat .
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
3
4
MATERI RUU Selengkapnya c.
d. e. 21.
Penambahan ayat ( 1 ) merupakan satu rangkaian makna dengan ayat ( 2) .
Pasal 74 ayat ( 4) DPRD yang mempunyai kurang dari 4 (empat) fraksi bagi Propinsi dan 3 (tiga) fraksi bagi Kabupaten/Kota dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Bagian ketujuh, perencanaan Daerah, paragraf kesatu, lingkungan perencanaan Daerah pasal 95 .
Perlu dihilangkan kesatu .
tulisan
paragraf
22.
Pasal 94 (1). Gaji dan tunjangan PNS Daerah dibebankan pada APBD yang bersumber dari alokasi Dasar dalam Dana Alokasi Umum
Gaji PNS Daerah yang sangat kecil seperti saat ini sangat mempengaruhi kinerja organisasi
23.
Pasal 142 butir a .
Desa memiliki Otonomi Desa dengan
5 Penyelenggaraan ketentraman dan ketertiban umum; Pemberdayaan masyarakat. Penyelenggaraan administrasi Kelurahan
Perlu adanya penambahan kata ayat (1) sehingga berbunyi : DPRD yang mempunyai kurang dari 4 empat) fraksi bagi Propinsi dan 3 (tiga) fraksi bagi Kabupaten/Kota dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat ( 2 ) .
Penghilangan tulisan paragraf kesatu disebabkan karena tidak menyebutkan paragraf kedua dan selanjutnya . Pasa194 (1). Gaji dan tunjangan Jabatan serta tunjangan kesejahteraan PNS Daerah dibebankan pada APBD yang bersumber dari alokasi Dasar dalam Dana Alokasi Umum. Penambahan kalimat hak asal-usul
Pasal 142 butir a.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No 1
24.
25.
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan) 2 Kewenangan Desa melekat pada Desa.
yang
ALASAN PERUBAHAN
sudah
3 mendasarkan pada asal usul desa sesuai sosial budaya setempat.
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
4
5 Kewenangan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul Desa yang melekat pada Desa.
desa
Pasal 146 ayat ( 3) Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat ( 2 ) oleh Bupati / Walikota atas usul Badan Perwakilan Desa .
Dalam realita desa masih terdapat dalam kota.
Penambahan kata sepanjang kata sepanjang di wilayah kota masih terdapat desa dimaksud diartikan bahwa penyebutan Bupati/Walikota yang mana Walikota di wilayahnya masih terdapat Desa.
Pasal 146 ayat (3)
Pasal 148 ayat ( 6) huruf d Anggota BPD dilarang : a. Membuat Keputusan secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya, anggota keluarganya , kroninya, golongan tertentu secara nyata bertentangan dengan Peraturan PerundangUndangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain ;
Dalam kepengurusan Anggota BPD banyak berasal dari Anggota Partai Politik.
Perlu penghilangan pada butir d.
Pasal 148 ayat ( 6) huruf d Anggota BPD dilarang : a. Membuat Keputusan secara khusus memberikan keuntungan bagi dirinya , anggota keluarganya , Kroninya , golongan tertentu secara nyata bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan dan merugikan kepentingan umum atau mendiskriminasikan warga negara dan golongan masyarakat lain ;
−
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Pemberhentian Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) oleh Bupati/Walikota atas usul badan Perwakilan Desa sepanjang di wilayah Kota masih terdapat Desa.
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
1
2
3
4
5
b.
c.
d.
Melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme serta menerima uang, barang dan / atau jasa dari pihak lain yang patut diduga akan mempengaruhi Keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; Merangkap Jabatan sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Menjadi Anggota Partai Politik
Pasal 164 ayat (3) Pemerintah dapat melimpahkan kewenangan pembatalan pada ayat (2) untuk peraturan Daerah Kab/Kota kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat
e.
f.
Perlu adanya fungsi Gubernur sebagai wakil pemerintah secara nyata
Dihapusnya kata dapat
Melakukan korupsi, kolusi dan , nepotisme serta menerima uang, barang dan / atau jasa dari pihak lain yang patut diduga akan mempengaruhi Keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; Merangkap Jabatan sebagai Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan
Pasal 164 ayat (3) Pemerintah melimpahkan kewenangan pembatalan pada ayat (2) untuk peraturan Daerah Kab/Kota kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
GUBERNUR KALIMANTAN BARAT USUL PERUBAHAN/PENAMBAHAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH RAPAT TIM ADVOKASI APPSI TANGGAL 27-28 MEI 2004 BOGOR, JAWA BARAT
POKOK-POKOK PIKIRAN GUBERNUR KALIMANTAN KARAT TERHADAP USUL PERUBAHAN/PENAMBAHAN PADA REVISI UU NO. 22 TAHUN 1999
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
I.
DASAR PEMIKIRAN Secara filosofis sumber hukum tertinggi yang mendasari pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah ketentuan yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 ( terakhir dengan Amandemen Keempat disyahkan tanggal 10 Agustus 2002 ). Pemaknaan ketentuan Pasal 18 yang mengatur " Pemerintahan Daerah " telah diperluas dengan mengamanatkan pada pengaturan lebih lanjut dalam undang-undang. Ketentuan yang secara tegas mencantumkan adanya pola hubungan antar lembaga pemerintahan di Daerah, antara lain seperti pada −
Pasal 18 ayat ( 4 ) : Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota dipilih secara demokratis.
−
Pasal 18 A ayat ( 2 ) : Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Dengan amanat tersebut di atas, jelas bahwa pemaknaan ketentuan yang mengatur pola hubungan pemerintahan daerah dengan pemerintah pusat seharusnya juga mengalami perubahan, dimana filosofi pengaturan Pemerintahan Daerah dalam UU No. 22 Tahun 1999 berdasarkan pada UUD 1945 ( sebelum Amandemen ), sedangkan Amandemen Keempat telah lebih jauh memberi arahan bagi pengaturan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Secara akademis kebijakan desentralisasi tidak semata-mata ditinjau dari segi pemberian kewenangan an sich ( decentralization of power) namun juga dalam pengertian decentralization of management yang seimbang dengan decentralization of authority. Arah perubahan atau revisi UU Otonomi Daerah tentunya harus sesuai dengan dasar pemikiran yang terkandung dalam Amandemen Keempat UUD 1945, baik pada Pasal 18, Pasal 18 A maupun Pasal 18 B. Filosofi seperti ini akan memberi arah keserasian dan keseimbangan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pemerintahan secara lebih luas dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI ).
II.
Pokok-Pokok Usulan yang perlu diatur dalam Draft RUU tentang Pemerintahan Daerah 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Adanya hubungan antar tingkat pemerintahan, terutama pada hubungan pemerintahan antar pemerintah provinsi dengan kabupaten/Kota. Penguatan peran Gubernur selaku Wakil Pemerintah. Kejelasan dan ketegasan pengaturan tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang disertai keharusan pendanaannya. Pemilihan Kepala Daerah. Pola Hubungan Eksekutif Daerah dan Legislatif Daerah. Pengawasan refresif bagi peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah Kabupaten/Kcta dilakukan pada tingkat Provinsi.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net 7. 8. III.
Kriteria dan indikator pembentukan Daerah yang didasarkan pada faktor yang obyektif, bukan atas dasar faktor politis. Keterpaduan perencanaan dan tats ruang antar tingkat pemerintahan.
Disamping hal-hal pokok tersebut di atas, yang perlu menjadi perhatian dalam draft RUU tentang Pemerintahan daerah adalah sebagai berikut : 1. 2. 3.
Hal-hal yang diatur dan dicantumkan kedalam Bab, Pasal dan Ayat RUU cukup mengatur ketentuan pokok tidak bersifat teknis. Pengaturan yang teknis diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaan. Rentang waktu akan ditetapkannya peraturan pelaksanaan, harus ditegaskan pada ketentuan peralihan, sehingga mengikat Pemerintah untuk menetapkannya.
Demikian pokok-pokok pikiran yang menjadi perhatian dan harapan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dalam perubahan atau penyusunan RUU tentang Pemerintahan Daerah.
GUBERNUR KALIMANTAN BARAT
H. USMAN JA'FAR DAFTAR USULAN PERUBAHAN RUU NOMOR 22 TAHUN 1999 No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
1.
Bab I KETENTUAN UMUM Pasal I ......
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan) o. Kelurahan adalah wilayah Kerja Lurah sebagai perangkat Kabupaten /Kota dalam wilayah kerja kecamatan
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
2.
Bab III PEMBENTUKAN, PENGGABUNGAN, PENGHAPUSAN DAERAH DAN PERUBAHAN BATAS DAERAH Pasal 12 Ayat. 5. " Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Provinsi sekurang-kurangnya mencakup 7 (tujuh) Kabupaten/kota dan untuk membentuk Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya mencakup 7 (tujuh ) Kecamatan.
Kriteria pembentukan Daerah, seharusnya memperhatikan sejarah dan jumlah Daerah yang dapat dibedakan atas jumlah wilayah di Pulau Jawa dan Luar Jawa. Karena tujuan pembentukan Daerah adalah untuk mempercepat pelaksanaan pembangunan dan ketercakupan pelayanan kepada masyarakat serta peningkatan kesejahteraan pada umumnya, maka aspirasi pembentukan Daerah di luar Pulau Jawa sulit untuk dipenuhi dengan kriteria jumlah : untuk Provinsi mencakup 7 ( tujuh ) Kab/Kota dan untuk Kabupaten/Kota mencakup sekurang-kurangnya 7 (tujuh ).
Untuk membentuk Daerah, seharusnya sekurang-kurangnya 5 (lima) kab/Kota untuk Provinsi dan mencakup 5 ( lima) Kecamatan untuk pembentukan Kab/Kota.
Ayat ( 5 ) : Pembentukan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) untuk Provinsi sekurang-kurangnya mencakup 5 (lima) Kabupaten/Kota dan untuk membentuk Kabupaten/Kota sekurangkurangnya mencakup 5 (lima) kecamatan.
3.
Bab II Pasal 3, Ayat ( 2) : Wilayah Provinsi, Kabupaten/Kota
Kewenangan pemerintahan Daerah, terutama pada tingkat Provinsi seharusnya mencakup juga wilayah
Kata "...meliputi daratan..." tidak dicantumkan menyatu pada tingkat pemerintahan, yaitu :
Pasat 3.
Kata “...dalam wilayah kerja kecamatan“ adalah merujuk pada wilayah kerja camat, maka kata " ...dalam wilayah kerja kecamatan " seharusnya sejalan dengan pengertian pada Pasal 1 huruf n. Yang melekatkan kata "...wilayah kerja camat."
MATERI RUU Selengkapnya o. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai perangkat Kabupaten/Kota dalam wilayah kerja camat.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan) dan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi daratan kecuali ditetapkan lain dalam undang-undang pembentukan daerah.
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
laut. Mengingat kedudukan provinsi sebagai wilayah administrasi, dimana Gubernur juga dapat bertindak selaku Wakil Pemerintah, maka kewenangan pengelolaan baik potensi maupun pengaturan perizinan cukup pada level Pemerintah Provinsi.
−
untuk Daerah Otonom di Kabupaten/Kota dan Desa, wilayahnya meliputi daratan.
−
Sedangkan untuk wilayah provinsi juga mencakup laut sejauh 12 mil.
MATERI RUU Selengkapnya
4.
Pasal 7. Ayat ( 2) : Hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. ...... b. ....... c. hubungan antar Pemerintah kabupaten/Kota dalam satu Provinsi ; d. hubungan antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota ;
Urutan jenis hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar pemerintah daerah, seharusnya berjenjang vertikal dulu baru secara horizontal.
Penyebutan jenis hubungan tingkat pemerintahan, terutama pada point d ( bersifat vertikal) didahulukan baru point c ( bersifat horizontal ).
Pasal 7. Ayat ( 2 ) Hubungan antar tingkat pemerintahan dan antar Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. ........ b. ......... c. hubungan antara Pemerintah Provinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota ; d. hubungan antar Pemerintah kabupaten/Kota dalam satu Provinsi ;
5.
Bab II Pasal 10, Untuk meningkatkan daya saing daerah, Pemerintah Provinsi dan atau pemerintah kabupaten/Kota dapat menetapkan kawasan khusus
Pada beberapa Daerah terdapat karakteristik wilayah yang khusus yang tidak sama dengan Daerah lainnya, seperti ; memiliki wilayah perbatasan dengan negara tetangga dan wilayah perbatasan antar Daerah
Penetapan kawasan khusus yang berskala regional dan antar Daerah dalam wilayah provinsi cukup dilakukan oleh Pemerintah Provinsi.
Pasal 10. Untuk meningkatkan daya saing daerah, Pemerintah Provinsi dapat menetapkan kawasan khusus berskala regional dalam wilayah Provinsi atau berskala lokal dalam
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan) berskala regional dalam wilayah Provinsi atau berskala lokal dalam wilayah Kabupaten/Kota.
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
yang memiliki potensi ekonomi dan perdagangan yang dapat dikembangkan. Oleh sebab itu pada wilayah yang khusus dimaksud, tanpa memasuki kewenangan yang dikecualikan menurut Pasal 15 ayat (4), kepada Pemerintah Provinsi diberikan kewenangan untuk menetapkan kawasan khusus dalam rangka pengembangan ekonomi dan perdagangan regional dan yang tidak memiliki implikasi secara nasional.
wilayah Kabupaten/Kota atas usul Pemerintah Kabupaten/Kota.
6.
Pasal 23. Ayat (1) dan Ayat ( 2 ).
Harus ada ketentuan yang mengikat bagi departemen/lembaga Pemerintah Non departemen untuk menyerahkan pembiayaan disamping pelaksanaan tugas dekonsentrasi bagi provinsi dan tugas pembantuan bagi Provinsi, Kabupaten/Kota dan Desa.
Ada penambahan ayat pada Pasal ini menjadi 3 ayat.
Ayat ( 3) ; Pelaksanaan tugas dekonsentrasi dan tugas pembantuan dari departemen/lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ( 2 ) harus diikuti dengan pembiayaan yang menjadi bagian dan anggaran departemen/lembaga pemerintah non departemen terkait.
7.
Paragraf Kedua Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pasal 34 dan seterusnya.
−
Paragraf Kedua : Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, Pasal 34 dan seterusnya menjadi bab tersendiri.
Bab VI Paragraf Kesatu Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Paragraf kedua mengatur yang tentang Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dipisahkan dari Bab yang mengatur tentang Penyelenggaraan
Pemisahan
Pasat
yang
memuat
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
ALASAN PERUBAHAN Pemerintahan Daerah. −
8.
Bab V Paragraf Ketujuh Pertanggungjawaban APBD Pasal 121. Ayat (1) ; Kepala Daerah menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa laporan keuangan yang telah diperiksa oleh BPK dan atau aparat pengawas fungsional pemerintah secara berjenjang sampai dengan,
Seharusnya ketentuan pengaturan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dalam undang-undang ini, hanya mengatur hal-hal pokok saja, sedangkan untuk ketentuan yang bersifat teknis terutama berkaitan dengan tatacara pemilihan/pentahapan Pemilihan diatur lebih lanjut dalam petunjuk pelaksanaannya, yaitu dalam Peraturan Pemerintah ( PP ).
Ketentuan pada pasal ini tumpang tindih dengan ketentuan pada Pasal 54 ayat ( 2 ) yang menyebutkan bahwa Kepala Daerah selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud ayat (1) berkewajiban pula untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintah daerah kepada Presiden, dan memberikan keterangan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD dalam pelaksanaan tugas desentralisasi dan menginformasikan dokumen atau hasil laporan
SARAN PERUBAHAN ketentuan Pokok dengan Pasal yang bersifat teknis.
MATERI RUU Selengkapnya Pasal 34 dan seterusnya. Pasal 37 ; Ayat (1) ; Pemilihan kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan melalui tahap persiapan, pencalonan, pelaksanaan pemilihan, pengesahan Ayat (2) ; Tata cara pelaksanaan tahapan pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Seharusnya kewajiban Kepala Daerah cukup diatur sesuai Pasal 54 ayat ( 2 ), yaitu : −
Laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada Presiden.
−
Dan memberikan Keterangan Laporan Pertanggungjawaban kepada DPRD dalam penyelenggaraan desentralisasi yang bersumber dari APED.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan) Pasal51.
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya
penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
9.
Bagian Kedua belas Pemerintahan Desa Pasal 137 Sampai dengan Pasal 157.
Secara konseptual pengaturan tentang Pemerintahan Desa tidak perlu diatur secara teknis dalam UU ini, sebab sesuai dengan makna yang tercover dalam RUU tentang Pemerintahan Daerah dan sesuai penjelasan pada Bab I huruf b, menyebutkan bahwa Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan Pemerintah yang diserahkan kepada Daerah sebagai fungsi-fungsi pemerintahan daerah otonom yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang merupakan tembaga pemerintahan daerah menurut asas desentralisasi.
Cukup memuat hal-hal pokok tentang Pemerintahan Desa, sedangkan mengenai tata cara penyelenggaraan pemerintahan desa dan pola hubungan antar tembaga desa diatur lebih lanjut dalam Peraturan pemerintah.
10.
Bagian Ketiga belas Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pasal 158, Pasal 159, Pasal 160, dan Pasal 161.
Memiliki keterkaitan erat dengan ketentuan yang mengatur mengenai Bab V ; Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Bagian ketiga Pemerintahan Daerah. Jadi seharusnya Bagian Ketiga belas, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pasal 158, Pasal 159, Pasat 160, dan Pasal 161, masuk ke dalam Bagian Ketiga.
Bagian Ketiga belas : Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan , Pasat 158, Pasal 159, Pasal 160, dan Pasal 161, dipindahkan urutannya setelah Pasat 33.
Bagian Keempat Hubungan Kewilayahan Pasat 9 ; ........( sama dengan bunyi Pasat 24 sebelumnya ) Dan Bagian Kelima Hubungan Administrasi Pasal 10
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
MATERI RUU REVISI (Bab, Pasal, Ayat dan)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU Selengkapnya ........( sama dengan bunyi Pasal 25 sebelumnya )
BAHAN MASUKAN/MATERI DALAM RANGKA PENYEMPURNAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DARI PEMERINTAH PROPINSI KALIMANTAN TIMUR A.
Latar Belakang dan Pertimbangan 1.
Patut kita syukuri, kita telah memiliki Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang dikenal dengan sebutan Undang-Undang Otonomi Daerah (TJU OTDA) sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
2.
Sejak diberlakukannya UU OTDA tanggal 01 Januari 2000 sampai saat ini, kurang lebih 4 (empat) tahun berlakunya, dimana kita juga harus mengakui adanya perubahan kemajuan/peningkatan didalam pembangunan di Daerah dengan adanya UU OTDA disatu sisi, dan disisi lain masih terdapat ketentuan-ketentuan didalam UU OTDA yang perlu "dikritisi" untuk lebih baik/maju lagi.
3.
Kritisi yang dilakukan tentunya didasari dengan niat baik dan bersifat konstruktif, artinya setelah melihat dan melaksanakan di lapangan (selama lebih kurang 4 tahun berlakunya UU OTDA) terdapat masalah/kendala ataupun perbedaan persepsi didalam pelaksanaan dari ketentuan-ketentuan UU OTDA tersebut yang perlu kita sepakati untuk dilakukan penyempurnaan agar lebih baik dapat dilaksanakan semua pihak .
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
B.
4.
Kesepakatan penyempurnaan UU OTDA dimaksud harus didasari pula dengan pertimbangan a. Persamaan pola pikir (persepsi) untuk kemajuan bangsa dan negara dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini penting, karena untuk mencegah terjadinya "disintegrasi" bangsa b. Perbedaan kepentingan harus dilihat sebagai "mitra", artinya perbedaan kepentingan (termasuk kewenangan) antara Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota harus dilihat dan dipahami sebagai mitra didalam sinerjisitas pembangunan yang lebih baik/maju, lestari dan berkelanjutan dalam koridor NKRI. c. Perwujudan menuju kepada transparant governance and good governance yang dapat dipertanggungjawabkan kepada publik (public accountability), sehingga memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa dalam koridor NKRI. d. Mengedepankan kepentingan publik (public interest) dengan memperhatikan dan mengantisipasi perkembangan ke depan, terutama yang menyangkut masalah peningkatan jumlah penduduk, angkatan kerja (ketenagakerjaan), pendapatan, lingkungan hidup, kewenangan untuk pelayanan publik, dan lain-lain. e. Sejak dini mempersiapkan agenda berikutnya yang jelas dan tegas terhadap penyusunan/penyelesaian peraturan-peraturan pelaksanaannya. Dalam hal ini, perlu adanya satu pedoman Term of Reference (TOR) yang terbagi dalam cluster-cluster didalam menyusun peraturan-peraturan pelaksanaannya yang melibatkan berbagai stake holders.
5.
Pertimbangan-pertimbangan penyempurnaan UU OTDA tersebut di atas, dimaksudkan agar nantinya dalam pengambilan keputusan (dissenting opinions) dapat mengakomodasi dan mengkolaborasi berbagai masukan/kepentingan sehingga keputusan yang diambil merupakan kesepakatan yang dapat diterima semua pihak dalam koridor persatuan dan kesatuan NKRI.
Masukan/Materi Penyempurnaan UU OTDA Dalam mengkritisi UU OTDA yang berlaku saat ini, Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur berupaya untuk turut serta memberikan masukan/materi terhadap penyempurnaan ketentuan-ketentuan UU OTDA tersebut, sebagai berikut : 1.
Ketegasan mengenai batas wilayah Propinsi, terutama batas wilayah laut sejauh dua belas mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan (vide Pasal 3 jo. Pasal 10 UU OTDA).
2.
Ketegasan mengenai hubungan hierarki antara Gubernur, Bupati dan Walikota (vide Pasal 4 UU OTDA).
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net 3.
Mengenai eksistensi dari pada MUSPIDA, baik itu MUSPIDA Propinsi, MUSPIDA Kabupaten dan MUSPIDA Kota perlu dicantumkan secara jelas dan tegas dalam penyempurnaan UU OTDA.
4.
Ketegasan mengenai lingkup kewenangan Daerah antara Propinsi, Kabupaten dan Kota terutama yang berkaitan dengan pelayanan publik (vide Pasal 11 UU OTDA). Dalam hal ini perlu diperhatikan kemampuan masing-masing daerah yang berbeda didalam melaksanakan kewenangan tersebut.
5.
Ketegasan mengenai kewenangan Gubernur karena jabatan/kedudukannya adalah juga sebagai Wakil Pemerintah sebagaimana dimaksud Pasal 31 UU OTDA, dan dikaitkan dengan lingkup kewenangan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 UU OTDA.
6.
Mengenai proses dan persyaratan pemilihan langsung Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota termasuk Kepala Desa) agar dicantumkan secara tegas dan jelas (vide Pasal 33 W OTDA).
7.
Mengenai Perangkat Daerah, terutama mengenai Sekretaris Daerah agar secara tegas disebutkan bahwa Sekretaris Daerah adalah karier tertinggi kepegawaian daerah dan secara administrasi kepegawaian daerah dibawah pengaturan Sekretaris Daerah (vide Pasal 61 UU OTDA). "
8.
Persetujuan terhadap Peraturan Daerah (PERDA) cukup sampai ke Gubernur (vide Pasal 69 UU OTDA). Hal ini untuk lebih mudah didalam percepatan proses pembentukan dan pelaksanaan Peraturan Daerah, dan DPRD dalam hal ini berfungsi sebagai pengawas dalam pelaksanaan Peraturan Daerah.
9.
Mengenai masalah kepegawaian daerah sebaiknya pengaturannya dilakukan secara Nasional oleh Pemerintah agar terjadi keseragaman didalarn pengaturannya (vide pasal 75 sampai dengan pasal 77 UU OTDA.
10.
Persyaratan tentang pendidikan minimal dan pengalaman Kepala Daerah (Gubernur, Bupati dan Walikota) dan Kepala Desa (vide pasal 33 jo. Pasal 97 UU OTDA).
11.
Mengenai Dana Perimbangan terutama Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) agar diberikan sesuai dengan proporsional pembagiannya dengan memperhatikan besarnya kontribusi yang diberikan suatu daerah dan faktor-faktor kesulitan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net pembangunan di daerah serta berbatasan dengan wilayah negara lain (vide pasal 80UU OTDA jo. UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah). 12.
Ketegasan mengenai kewenangan terhadap kawasan-kawasan tertentu (Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Kota) sebagaimana dimaksud didalam pasal 119 UU OTDA, termasuk mengenai eksistensi terhadap Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (KAPET).
13.
Kewenangan-kewenangan pada masing-masing tingkat Pemerintahan Daerah berbentuk Piramida, karena bentuknya sekarang baru pada Daerah Kabupaten/Kota, kecil pada Propinsi dan agak besar di tingkat Pemerintah Pusat.
14.
Kewenangan Propinsi yang bersifat lintas Kabupaten dan Kota menjadi semakin tidak jelas dengan keluarnya beberapa Aturan Pelaksanaan UU. 22/99, sehingga Kewenangan ini - sulit untuk dilaksanakan, khususnya bagi yang menghasilkan penerimaan.
15.
Konsepsi Penataan Kelembagaan Perangkat Daerah. a. Kewenangan Penataan Perangkat Daerah yang dalam pelaksanaannya adalah kelembagaan atau organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kewenangan, dimana lembaga yang bertugas melaksanakan fungsi-fungsi legislatif yaitu DPRD, fungsi eksekutif yaitu Kepala Daerah yang lain adalah Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, dan Lembaga Teknis Daerah dan untuk melaksanakan kewenangan yang bersifat lintas Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Dinas hendaknya diatur;. kembali secara tegas agar organisasi yang melaksanakan kewenangan dimaksud tidak tumpang tindih dengan perangkat pusat atau perangkat Kabupaten/Kota lainnya misalnya perumusan kewenangan Desentralisasi, Dekonsentrasi dan tugas Pembantuan agar secara tegas diatur pemisahan ketiga tugas tersebut sehingga pada tahap implementasi dapat berjalan seimbang. b.
Hubungan kelembagaan Eksekutif dan Legislatif dikonstruksikan sebagai hubungan kemitraan yang sejajar yang dinyatakan bahwa kebijakan daerah dituangkan dalam Perda ditetapkan oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan DPRD dalam prakteknya karena Kepala Daerah dipilih oleh DPRD dan bertanggung jawab kepada DPRD dapat memberi peluang adanya citra dan anggapan DPRD lebih tinggi kedudukannya dari Kepala Daerah.
c.
Posisi Lembaga Sekretariat DPRD yang diatur masuk dalam birokrasi karier yang diperuntukkan untuk memberikan pelayanan administrasi terhadap DPRD, kalau lembaga ini dimasukkan dalam kategori Perangkat Daerah lembaga ini bagian dari eksekutif namun pengaturannya belum jelas (baik dalam Undang-Undang maupun pelaksanaan PP).
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net d.
C.
Konstruksi kelembagaan harus mencerminkan adanya mekanisme yang mengatur checks dan balance antara Eksekutif, Legislatif dan masyarakat begitu juga dengan jabatan politik dan karier haruslah ada pembedaan yang tegas dan jelas.
PENUTUP. 1.
Pada prinsipnya Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur dapat mendukung adanya penyempurnaan (revisi) terhadap ketentuanketentuan UU OTDA yang didasari dengan maksud memperkokoh Persatuan dan Kesatuan dalam koridor Negara Kesatuan republik Indonesia (NKRI) dan mencegah terjadinya disintegrasi bangsa.
2.
Penyempurnaan terhadap ketentuan-ketentuan dalam UU OTDA tersebut, nantinya akan dapat membawa dampak positif yang lebih baik dan maju lagi untuk Pembangunan Daerah pada khususnya dan Pembangunan Nasional pada umumnya yang lestari dan berkelanjutan dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
3.
Didalam pengembangan keputusan, hendaknya nilai-nilai kepastian hukum dan keadilan juga menjadi dasar pertimbangan nantinya terhadap penyempurnaan ketentuan-ketentuan dalam UU OTDA tersebut, sehingga bermanfaat bagi peningkatan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Samarinda, 24 Mei 2004 TIM ADVOKASI PENYEMPURNAAN UU OTDA PROPINSI KALIMANTAN TIMUR
2. Drs. H. A. RACHIM ASMARAN, MM
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net Kepala DISPENDA Propinsi Kalimantan Timur
(.......................................................................)
BAHAN MASUKAN/MATERI DALAM RANGKA PENYEMPURNAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH DAN UNDANG-UNDANGAN 25 TAHUN 1999 TENTANG PERIMBANGAN KEUANGAN DAERAH Untuk Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 BAB III Pasal 12 ayat 5 : Pembentukan Daerah untuk Propinsi sekurang-kurangnya 7 Kabupaten/Kota dan untuk Kabupaten/Kota sekurang-kurangnya 7 Kecamatan disarankan untuk 5 Kab/Kota untuk Propinsi dan 5 Kecamatan untuk Kabupaten/Kota mengingat daerah Kalimantan Timur yang begitu luas, wilayah Kabupaten/Kota dan Kecamatan yang sedikit. Pasal 17 ayat 4 : Pelayanan Dasar a sampai j disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yaitu kewenangan wajib tapi diarahkan kepada urusan-urusan saja. Pasal 67 ayat 3 : Sekretaris Daerah untuk Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota atas persetujuan Gubernur disarankan untuk Sekda diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/Walikota. Pasal 95 ayat 4 : Rencana Strategik Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah selambat-lambatnya : 3 (tiga) bulan setelah pelantikan Kepala Daerah disarankan untuk 6 (enam) bulan setelah pelantikan Kepala Daerah karena proses suatu Peraturan Daerah memakan waktu yang cukup panjang. Untuk Revisi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pasal 14 huruf c : Penerimaan pertambangan minyak yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan disarankan untuk 20% Pemerintah Daerah dan 80% Pemerintah Pusat. Untuk huruf f : penerimaan pertambangan gas alam disarankan 35% untuk Pemerintah Daerah dan 60 % untuk Pemerintah Pusat. Pasal 28 ayat 2 : Kebutuhan fiskal daerah untuk menjalankan fungsi pelayanan dasar publik dilihat terutama dari kebutuhan pendanaan untuk penyediaan pelayanan kesehatan; penyediaan pelayanan pendidikan, penyediaan infrastruktur, pengentasan kemiskinan. Disarankan untuk ditambah penanggulangan lingkungan dan masalah perbatasan. ayat 3 : ditambahkan dengan indeks kerusakan lingkungan, indeks penambahan penduduk, indeks pengelolaan perbatasan. Pasal 34 ayat 1 : dana alokasi khusus ditambah c untuk pengelolaan daerah perbatasan.
USULAN REVISI UU NO.22 TAHUN 1999 PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
OLEH
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
TIM ADVOKASI APPSI REVISI UU NO. 22 TAHUN 1999 PROVINSI KALIMANTAN TIMUR
Drs. H. Syahruddin MS, MM. Drs. H. Abd. Rahim Asmaran, MM. SAMARINDA 26 Mei 2004 USULAN REVISI UU NO.22 TAHUN 1999 USUL # 1: Bagian Kedua Pembentukan Daerah Otonomi Pasal 3 : Ayat (2) Wilayah Propinsi, Kabupaten/Kota dan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi daratan, kecuali ditetapkan lain dalam UU pembentukan daerah. Ayat (2) tersebut diatas, direvisi menjadi : Wilayah Propinsi, Kabupaten/Kota dan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi daratan dan lautan/perairan, kecuali ditetapkan lain dalam UU pembentukan daerah. Adapun alasan revisi ayat (2) Ps. 3 tersebut adalah : ● Propinsi/Kabupaten/Kota, bukan hanya wilayah yang terdiri dari daratan saja, tapi juga berupa wilayah laut/perairan, karena Indonesia adalah negara Kepulauan (ada 17.000 Pulau ) yang dibatasi oleh wilayah laut/perairan. ● Jadi ayat tersebut secara tegas harus menjelaskan juga batas wilayah laut/perairan tersebut, misalnya 12 mil dari lepas pantai. USUL # 2:
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net Pasal 100. Ayat (1.) ayat (2) dan ayat (3) yang berhubungan dengan dana perimbangan sebaiknya dicantumkan pada revisi UU no 25 saja, agar tidak terjadi overlapping. USUL # 3: Pasal 112 dan 113. Pasal-pasal yang berhubungan dengan mekanisme persetujuan APBD (Pasal. 112 dan 113 ) ditingkat propinsi dan Kabupaten/kota, sebaiknya dikembalikan ke mekanisme sebelumnya, yaitu cukup pihak eksekutif dan legislatif setempat.
Adapun alasan revisi pasal 112 dan 113: Untuk menghindari potensi konflik didaerah serta disesuaikan dengan semangat otonomi daerah. hal ini juga berdasarkan pertimbangan agar iklim politik dan ekonomi daerah semakin kondusif, mengingat Indonesia selain terdiri dari 33 propinsi juga terdiri atas lebih kurang 400 kabupaten/Kota. tentunya untuk membuat UU yang baru, kita wajib menghindari konflik yang kontra produktif bagi negara kesatuan republik Indonesia, aspirasi 400 kabupaten/kota juga harus menjadi bahan pertimbangan bagi pengambilan kebijakan lebih lanjut. USUL # 4: Selain itu kami juga mengusulkan agar Undang-Undang yang dibuat lebih bersifat normatif sedangkan teknis dan penjabaran melalui Peraturan Pemerintah saja.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
DAFTAR USULAN PERUBAHAN RUU NOMOR 22 TAHUN 1999 PROVINSI MALUKU NO 1.
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT) Bab I, Pasal 1
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
Perlu diberikan pengertian yang bersifat baku dalam ketentuan umum terhadap istilah-istilah tertentu dalam RUU ini yang belum diberikan pengertian atau belum lengkap untuk mencegah timbulnya kesalahan penafsiran dalam implementasinya
Istilah-istilah yang perlu diberikan pengertian yang ada di dalam RUU ini yang belum diberikan pengertiannya dalam Pasal 1 antara lain: Daerah yang bersifat khusus atau yang bersifat istimewa
Dalam UU ini, yang dimaksudkan dengan: a. Tidak ada perubahan b. Tidak ada perubahan c. Tidak ada perubahan d. Tidak ada perubahan e. Tidak ada perubahan f. Tidak ada perubahan g. Tidak ada perubahan h. Tidak ada perubahan i. Tidak ada perubahan j. Rumusan baru yang berbunyi : Daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa adalah daerah yang karena perbimbanganperbimbangan dari sudut adat istiadat, ciri dan karakteristik daerahnya dapat diberikan perlakuan secara khusus atau istimewa
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA k.
2.
Pasal 3
1.
2.
Ayat (2) RUU ini dapat menimbulkan kerancuan karena: a. Berbicara tentang kewenangan terhadap suatu wilayah, maka wilayah itu harus dilihat secara utuh baik daratan, lautan maupun udara b. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah merupakan wilayah kepulauan, dimana laut bukan lagi dilihat sebagai pemisah tetapi merupakan penghubung antara daratan/pulau yang satu dengan daratan/pulau yang lain c. Khususnya bagi Daerah Maluku yang 90% wilayahnya adalah laut, dimana laut merupakan penghubung antara daratan/pulau yang satu dengan daratan/pulau yang lain Masyarakat Maluku umumnya terdiri dari kesatuan-kesatuan masyarakat adat yang mempunyai hak-hak tradisional atas laut sebagai hak asal-usul yang harus dipertahankan baik
1.
2.
Rumusan kata-kata .... meliputi daratan ....Dstnya harus ditambah dengan rumusan kata-kata daratan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah 2. Khusus menyangkut hak masyarakat adat atas taut, harus dibuat rumusan yang bersifat memberikan akses dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat atas wilayah laut tersebut
(1). (2).
(3).
(4).
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
J menjadi K tidak ada perubahan, dan seterusnya tidak ada perubahan Pasal 3 Tidak ada perubahan Wilayah Provinsi, Kabupaten/kota dan Desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi daratan dan lautan Wewenang Provinsi, Kabupaten/Kota dan Desa atas laut selanjutnya ditetapkan dengan peraturan perundangundangan Ayat (3) menjadi ayat (4) tanpa perubahan
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
Perlu dibuka ayat baru dalam pasal ini untuk memberikan peran kepada masyarakat sebagai stake-holders untuk dapat mengusulkan pembentukan daerah
Pasal 12 (1). Tidak ada perubahan (2). Tidak ada perubahan (3). Tidak ada perubahan (4). Pembentukan daerah baru sesuai pertimbangan pada ayat (1), (2), dan (3) pasal ini dapat diusulkan masyarakat setempat (5). Ayat (4) menjadi ayat (5) dengan rumusan: usul pembentukan daerah oleh masyarakat disampaikan kepada DPRD Provinsi induk untuk Provinsi atau DPRD Kabupaten/Kota untuk Kabupaten/Kota dan selanjutnya diteruskan oleh DPRD menurut tingkatannya masingmasing kepada Pemerintah untuk diproses melalui tahapan pengkajian oleh Pemerintah, pertimbangan DPOD, penyusunan RUU pembentukan daerah
dalam rangka menjaga kelestarian lingkungan laut maupun dalam rangka pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya kelautan 3.
Pasal 12
Pasal ini tidak memperlihatkan peranan kepada masyarakat sebagai stakeholders untuk dapat mengusulkan pembentukan daerah
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA (6).
4.
5.
Pasal 17
Pasal 19
Ayat (7) dan pasal ini tidak relevan dengan rumusan dalam pasal (6), malah terkesan sangat sentralistik
Ayat (7) dari pasal dihapus
Hubungan pemanfaatan sumberdaya atom dalam ayat (1) pasal ini selain harus memperhatikan peraturan perundang-undangan yang berlaku, juga kepentingan daerah dan masyarakat di daerah khususnya masyarakat adat. Kata dapat dalam ayat (2) pasal ini bisa ditafsirkan boleh atau tidak boleh. Hal ini akan membuka peluang bagi munculnya kewenangan sentralistik Pemerintah yang dapat merugikan kepentingan masyarakat di daerah
Ayat (1) pasal ini selain menetapkan hubungan yang berdasarkan perundang-undangan , tetapi juga harus memperhatikan kepentingan masyarakat di daerah terutama masyarakat adat. Kata dapat dalam ayat (2) pasal ini harus dirubah dan diganti dengan kata harus.
(1). (2). (3). (4). (5). (6). (7). (1).
(2).
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
(6) Ayat (5) menjadi ayat (6) tidak ada perubahan Pasal 17 Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan Dihapus Pasal 19 Hubungan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya mencakup pengelolaan jenis sumberdaya dan faktor produksi, bagi hasil dan pelestarian lingkungan hidup berdasarkan peraturan perundangundangan, kepentingan masyarakat di daerah khususnya masyarakat adat dengan hak-hak tradisionalnya Pengelolaan jenis sumberdaya dan faktor produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dalam
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
(3). 6.
Pasal 20
Sebagai wilayah kepulauan, maka daratan dan lautan merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, dimana urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah juga akan berkaitan dengan laut yang merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Pelaksanaannya dari ketentuan dalam UU ini tidak saja dapat dilaksanakan dengan ketentuan perundangundangan pusat, tetapi juga dapat dilakukan dengan ketentuan perundang-undangan di daerah, apalagi hal tersebut berkaitan dengan hak-hak tradisional masyarakat adat. Bagi daerah-daerah kepulauan seperti Maluku, perlu diberikan ketentuan khusus menyangkut bidang kewenangan dan batas tertentu
Kata dapat di dalam ayat (1) pasal ini perlu diganti dengan kata harus
Kata Peraturan Pemerintah harus diganti dengan kata ketentuan perundang-undangan yang dapat membuka peluang bagi hak-hak tradisional masyarakat adat sehingga dapat ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(1).
(2).
Perlu dibuka ayat baru dalam pasal ini yang memberikan akses kepada daerah-daerah yang berbasis wilayah kepulauan untuk mengelola dan memanfaatkan laut sebagai sumber pendapatan daerah dan pelaksanaan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
bentuk penyerahan, pelimpahan dan penugasan serta pemberian kuasa kepada daerah, kerjasama antara Pemerintah dan daerah dan/atau antar daerah atau antara Pemerintah, daerah dengan masyarakat adat 3 Tidak ada perubahan Pasal 20 Daerah harus diberikan kewenangan oleh Pemerintah untuk mengelola sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya di wilayah laut dalam bidang dan batas tertentu. Dengan memperhatikan ketentuan dalam ayat (1), maka bagi daerah-daerah yang berbasis sebagai wilayah kepulauan, perlu diperhatikan luasnya wewenang, bidang dan batas tertentu dalam pengelolaan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya di wilayah laut yang memungkinkan daerah yang bersangkutan dapat
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
fungsi pemerintahan daerah
(3).
7.
Pasal 27
Terdapat hak-hak daerah yang belum ditentukan dalam pasal ini, seperti hak untuk memanfaatkan dan mengelola sumber-sumber alam yang berada di bawah wewenangnya. Pelaksanaan ketentuan ayat ini, harus diatur lebih rinci dalam Peraturan Pemerintah, karena rumusannya bersifat umum
Pasal ini harus merumuskan penambahan ayat baru hak atas pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam yang berada di bawah kewenangan daerah. Perlu dibuka ayat baru dalam pasal ini untuk mengaur ketentuan ini secara lebih rinci
(1).
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
melaksanakan fungsi pemerintahan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya lainnya di wilayah laut secara optimal Pasal 2 menjadi pasal 3, dengan rumusan : pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan ketentuan perundangundangan Pasal 27 Dalam penyelenggaraan otonomi daerah, Daerah mempunyai hak: a. Mendapatkan bagi hasil dan pengelolaan sumberdaya nasional yang berada di daerah oleh pemerintah atau dikuasakan/diberikan izin untuk itu. b. Mengelola dan memanfaatkan sumberdaya daerah yang berada di bawah wewenangnya c. Butir b menjadi butir c
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
(2).
8.
Pasal 30
Sifat pemilihan secara demokratis harus menganut prinsip-prinsip pemilihan umum yaitu langsung, umum, bebas dan rahasia
Ayat (5) pasal ini perlu dirubah rumusannya dengan memasukan prinsip-prinsip pemilihan umum ke dalam pemilihan Kepala Daerah
9.
Pasal 32
Dalam materi suatu peraturan perundang-undangan, perlu dihindari rumusan yang bersifat tumpang tindih dan mengulang. Karena pelimpahan wewenang kepada Gubernur dalam pasal ini dilakukan dengan Kepres, maka seyogianyalah Gubernur harus mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaan tugas kepada
Perlu perubahan rumusan dalam pasal 32 ayat (5) untuk menghindari rumusan yang bersifat mengulang serta dalam rangka penyesuaian rumusan yang berkenaan dengan wewenang dan pertanggungjawabannya pelaksanaan wewenang tersebut
tanpa perubahan d. Butir c menjadi butir d tanpa perubahan Pelaksanaan ketentuan dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah
Pasal 30 (1). Tidak ada perubahan (2). Tidak ada perubahan (3). Tidak ada perubahan (4). Tidak ada perubahan (5). Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dipilih dalam suatu pasangan secara langsung, umum, bebas dan rahasia (1). (2). (3). (4). (5).
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Pasal 32 Tidak ada Perubahan Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan Tidak ada perubahan Dalam melaksanakan urusan sebagaimana yang disebutkan dalam ayat (2) dan ayat (3), Gubernur
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
orang yang memberikan kewenanqan tersebut
10.
Paragraf Kelima Pemberhentian Kepala Daerah Pasal 58
Rumusan pasal harus menggambarkan judul Dalam paragraf kelima, diberi judul: Pemberhentian Kepala Daerah Namun dalam pasal 53 ayat (1), dirumuskan tentang pemberhentian Kepala Daerah dan/atau Wakil Kepala Daerah
wajib mempertanggungjawabkan dan melaporkan pelaksanaannya kepada Presiden Paragraf Kelima, judulnya ditambah rumusan ... dan Wakil Kepala Daerah
Paragraf Kelima Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
DAFTAR USUL TAMBAHAN REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
1.
Pasal 35 ayat "g" Cakap dan mempunyai Pengetahuan di Bidang Pemerintahan
Mempunyai kecakapan dan pengetahuan di bidang pemerintahan memberikan penafsiran seorang calon Kepala Daerah hanya membaca buku dipandang cakap dan memiliki pengetahuan di bidang pemerintahan.
Sesudah kata cakap dan memiliki pengetahuan di bidang pemerintahan serta pengalaman.
Pasal 35 ayat "g" Mempunyai kecakapan, Pengetahuan dan pengalaman di bidang pemerintahan
2.
Pasal 158 ayat 5 Kata disetor ke Kas Negara
Kalau disetor ke Kas Negara sama dengan dikembalikan. Jadi disetor ke Kas Daerah dan penggunaannya untuk keadaan darurat tapi dengan izin Presiden.
Kata "disetor Ke Kas Negara" menjadi "disetor Ke Kas daerah" dan ditambah penggunaannya atas izin Presiden.
Pasal 158 ayat 5 Disetor ke Kas Daerah dan penggunaannya untuk keadaan darurat atas izin Presiden.
3.
Pasal Bidang Kelautan dan Kehutanan
Bukan hanya kewenangan di bidang kelautan dan kehutanan tapi juga bidang lain yang terkait yaitu bidang perikanan dan pertambangan.
Kata kelautan dan kehutanan ditambah dengan perikanan dan pertambangan untuk mempermudah pembinaan, pelayanan dan pengawaan.
-
4.
Pasal Azas Dekonsentrasi yang menjadi kewenangan Gubernur.
Ada Departemen tertentu langsung berhubungan Kabupaten/Kota.
Lebih dipertegas Dekonsentrasi.
-
secara dengan
Kewenangan
TERNATE, Mei 2004 PEMDA PROVINSI MALUKU UTARA
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
USULAN PENYEMPURNAAN DARI PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TERHADAP RANCANGAN REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
1.
Pasal7: (3). Jenis hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup hubungan kewilayahan, wewenang, administrasi, pemanfaatan sumberdaya, dan hubungan keuangan dengan memperhatikan adanya penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan dan yang tidak diserahkan kepada Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan fakta empirik penyelenggaraan otonomi daerah selama ini, Gubernur, Bupati dan Walikota sebagai pejabat pembina kepegawaian daerah memiliki kekuasaan yang begitu luas dan nyaris tanpa kontrol dalam hal penerimaan PNS baru dan penempatan PNS dalam jabatan structural. Hampir setiap penerimaan PNS baru telah memunculkan kasus-kasus yang diduga masyarakat sarat dengan KKN. Demikian pula dengan pengangkatan PNS dalam jabatan structural, lebih banyak mengabaikan aspek kompetensi. Karena itu agar terdapat hubungan yang bersifat mengikat antar tingkatan pemerintahan maka aspek kepegawaian (personil) perlu dibunyikan secara tegas dan jelas pada pasal perubahan.
Setelah kata administrasi perlu ditambahkan kata pemerintahan dan kepegawaian
Pasal 7: (3). Jenis hubungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup hubungan kewilayahan, wewenang, administrasi pemerintahan dan kepegawaian, pemanfaatan sumberdaya, dan hubungan keuangan dengan memperhatikan adanya penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan dan yang tidak diserahkan kepada Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.
2.
Pasal 16: (1). Provinsi dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan diberi wewenang
Alasannya : Agar tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda terhadap sebutan regional, maka setiap kata-kata regional perlu diganti menjadi Provinsi
Pada Pasal 16 ayat (1) kata-kata regional perlu diubah menjadi Provinsi. Pasal 16
Pasal 16: (1). Provinsi dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang diserahkan diberi
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT) oleh Pemerintah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dengan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) yang cakupannya berskala regional (2). .....dst ........(tetap) (3). Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. pengendalian lingkungan hidup yang berdampak regional; b. .......dst ........s/d....l (4). .........tetap (5). .........tetap
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
(2). Pada Pasal 16 ayat (3) setelah huruf e perencanaan, dst, pelaksanaan pada huruf f perlu diganti dengan menambahkan kalimat “Pengelolaan Pegawai Negeri Sipil yang meliputi Kabupaten dan Kota dalam wilayah Provinsi
(3).
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
wewenang oleh Pemerintah untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dengan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) dan (5) yang cakupannya dalam wilayah Provinsi Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi urusan wajib dan urusan pilihan sesuai dengan kondisi dan karakter Daerah; Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. pengendalian lingkungan hidup yang berdampak dalam wilayah Provinsi; b. pengelolaan perkembangan dan administrasi dalam wilayah Provinsi; c. penanggulangan wabah penyakit menular dan serangan hama yang cakupannya bersifat
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA lintas Kabupaten/Kota; d. Perencanaan struktur tata ruang wilayah Provinsi, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian ruang wilayah provinsi serta penatagunaan tanah dan penataan ruang lintas Kabupaten/Kota; e. Perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian pembangunan dalam wilayah Provinsi; f. pengelolaan Pegawai Negeri Sipil dalam wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota g. pendidikan dan pelatihan bidang tertentu dan alokasi sumberdaya manusia potensial dalam wilayah Provinsi. h. Penyelenggaraan ketertiban umum; i. Penyediaan pelayanan social dst.... j. pelayanan bidang
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
(4). (5). Bagian Kelima Hubungan Administrasi
(1).
ketenagakerjaan dst .... k. Melaksanakan pelayanan dasar yang tidak atau belum dst ..... l. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang mencakup wilayah Provinsi yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan bila dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota; m. penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang meliputi wilayah provinsi yang diserahkan lebih lanjut oleh Pemerintah. .......(tetap seperti redaksi semula) .......(tetap seperti redaksi semula)
Bagian Kelima Hubungan Administrasi Pemerintahan dan Kepegawaian
Pasal 25: Hubungan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dilaksanakan untuk
Alasannya : Karena menurut Pasal 4 ayat (2) UU No. 22 Th 1999 antar daerah otonom tidak adanya hubungan hirarki satu sama lainnya, maka hubungan
(1).
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Pasal 25 Hubungan administrasi pemerintahan dan kepegawaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT) mewujudkan hubungan manajemen pemerintahan antar tingkat pemerintahan yang serasi, pengelolaan dokumen negara dan dokumen publik yang baku. (2). Hubungan manajemen pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup aspek koordinasi perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan dan pengawasan dibidang personil, pendanaan serta sarana dan prasarana. (3). Pedoman tentang hubungan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur sesuai dengan peraturan perundangundangan.
BAB V PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Bagian Kedua
ALASAN PERUBAHAN Pemerintah dengan daerah otonom dan antara Provinsi dengan Kabupaten/Kota seolah-olah terlepas dan saling menihilkan. Untuk itu perlu dirumuskan secara tegas hubungan pemerintahan dan kepegawaian sebagai simpul pengikat antara Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota sebagai instrumen pengukuh NKRI-
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
(2).
(3).
ayat (3) dilaksanakan untuk mewujudkan hubungan manajemen pemerintahan antar tingkat pemerintahan yang serasi, pengelolaan dokumen negara dan dokumen publik yang baku. Hubungan administrasi pemerintahan dan kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup aspek koordinasi perencanaan, pengorganisasian, pengelolaan dan pengawasan dibidang kepegawaian, pendanaan serta sarana dan prasarana. Pedoman tentang hubungan administrasi pemerintahan dan kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
BAB V PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Bagian Kedua
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT) Hak dan Kewajiban Daerah. Pasal 28 Dalam penyelenggaraan otonomi, Daerah mempunyai kewajiban: a. menyediakan pelayanan umum b. dan sejenisnya sampai dengan huruf k. c. berperan serta dalam pembangunan nasional.
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA Hak dan Kewajiban Daerah
Alasannya : Untuk menjamin terselenggaranya hakhak publik untuk memperoleh pelayanan dasar, maka Daerah selain seperti yang sudah disebut dalam redaksi Pasal 28, juga diwajibkan untuk menyelenggarakan urusan wajib dan urusan pilihan sehingga Daerah akan benar-benar memahami dan berkewajiban melaksanakan urusanurusan pemerintahan yang sudah diserahkan dan menjadi wewenangnya.
Pasal 28 Dalam penyelenggaraan otonomi, Daerah mempunyai kewajiban: a. menyelenggarakan urusan wajib dan urusan pilihan seperti yang disebutkan pada Pasal 16 dan Pasal 17 sesuai tingkat pemerintahan; b. Menyediakan pelayanan umum; c. Mengembangkan sumberdaya produktif di daerahnya; d. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; e. Melindungi masyarakat; f. Melestarikan nilai-nilai sosiokultural; g. Mengembangkan kehidupan demokrasi; h. Mengembangkan keadilan dan pemerataan; i. Melestarikan lingkungan hidup; j. Mengelola perkembangan dan administrasi kependudukan; k. Membentuk dan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
l.
m.
menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai kewenangannya; Menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan nasional, serta tegak dan utuhnya Negara Kesatuan Republik Indonesia; Berperan serta dalam pembangunan nasional.
5.
Pasal 31 (1). Gubernur disamping sebagai Kepala Daerah juga sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Administrasi; (2). Wilayah Gubernur sebagai Wakil Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Wilayah Provinsi yang juga merupakan Daerah Provinsi.
Alasannya: Agar terbangun pemahaman yang sama antara Pemerintah dan Daerah, maka peran dan posisi Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat harus diperkuat dan diperjelas dalam rangka sebagai perekat hubungan antara Pemerintah dan daerah otonom dalam Wilayah kerja Gubernur.
Pasal 31 (3). Gubernur disamping sebagai Kepala Daerah juga sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah Administrasi ; (4). Wilayah Gubernur sebagai Wakil Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebut Wilayah Provinsi yang meliputi Kabupaten dan Kota yang juga merupakan Daerah Provinsi .
6.
Pasal 32: (1). Dalam menyelenggarakan asas dekonsentrasi, Pemerintah ... (dst redaksinya tetap; (2). Sebagian wewenang sebagaimana dimaksud pada
Alasannya: sama seperti diatas yaitu penguatan peran dan posisi Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di Wilayah administrasi
Pasal 32: (1). Dalam menyelenggarakan asas dekonsentrasi, Pemerintah ......(dst, redaksinya tetap); (2). Sebagian wewenang sebagaimana dimaksud
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT) ayat (1) yang dilimpahkan kepada Gubernur meliputi: a. melestarikan dan mengamalkan Pancasila dst....... b. Memelihara konsistensi dan keserasian antara kebijakan .... Dst sampai dengan huruf r,
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
pada ayat (1) yang dilimpahkan kepada Gubernur meliputi: a. melestarikan dan mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara dan menciptakan, memelihara kesatuan dan kerukunan nasional, serta menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. memelihara konsistensi dan keserasian antara kebijakan Pemerintah dengan kebijakan Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayahnya untuk memelihara dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia; c. penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan; d. sosialisasi peraturan
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
e.
f.
g.
h.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
perundang-undangan dan kebijakan nasional di Daerah; koordinasi regional di bidang perencanaan, pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan pemerintahan daerah; penetapan kebijakan penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum di wilayahnya; pengawasan terhadap Peraturan Daerah, Keputusan Kepala Daerah dan Keputusan DPRD serta Keputusan Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota. Termasuk kewenangan untuk membatalkannya apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; pengawasan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan Daerah Kabupaten/Kota;
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA i. fasilitasi dan supervisi Kabupaten/Kota dalam menyelenggarakan otonomi daerah; j. fasilitasi dan supervisi penyelenggaraan pemerintahan desa; k. pembinaan, pengelolaan dan pengawasan kepegawaian di Kabupaten dan Kota dalam wilayah Provinsi; l. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan otonomi daerah Kabupaten/Kota; m. pengkajian sebagai dasar pertimbangan mengenai pembentukan, penghapusan, penggabungan Daerah, perubahan batas Daerah, pemberian nama bagian rupa bumi, perubahan nama Kabupaten/Kota, dan pemindahan ibukota Kabupaten dalam wilayahnya; n. penserasian dan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
o.
p.
q.
r.
7.
Pasal36: (3). Anggota Panitia Pemilihan sebagaimana pada ayat (1) terdiri dari unsur anggota DPRD, KPUD, dan anggota masyarakat
Alasannya: 1. Jumlah maksimal anggota Panlih Kepala Daerah perlu ditetapkan agar terdapat keseragaman pada semua daerah dan ditetapkan ganjil untuk mengantisipasi terjadinya pengambilan keputusan yang sulit yang memerlukan voting.
Setelah kata ayat (1) ditambahkan kata-kata sebanyak-banyaknya 9 (sembilan) orang, sebelum kata anggota sebelum DPRD dan kata anggota sebelum masyarakat dihapus
penyelarasan pertumbuhan dan perkembangan antar daerah di wilayahnya; pengawasan terhadap proses pemilihan Kepala Daerah Kabupaten/Kota; melantik Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota atas nama Presiden; fasilitasi kerjasama dan penyelesaian perselisihan antar Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi; penyelenggaraan urusan pemerintahan lainnya yang belum tertampung oleh instansi pemerintah.
Pasal36: (3). Anggota Panitia Pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebanyak banyak 9 (sembilan) orang terdiri dari unsur DPRD, KPUD, Pemerintah Daerah dan masyarakat
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN 2.
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
Setelah kata keterangan kata laporan pertanggungjawaban dihapus dan diganti dengan kata-kata pelaksanaan kebijakan daerah dan APBD.
Pasal 54 (3). Kepala Daerah selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkewajiban pula untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Presiden dan menyampaikan keterangan pelaksanaan kebijakan daerah dan APBD kepada DPRD dalam pelaksanaan tugas desentralisasi dan menginformasikan dokumen atau hasil laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat:
Pemilihan Kepala Daerah selain melibatkan hal-hal bersifat administratif juga melibatkan pendanaan dari APBD, karena itu unsur pemerintah daerah perlu dilibatkan.
8.
Pasal54 (2). Kepala Daerah selain mempunyai kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) , berkewajiban pula untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Presiden dan memberikan keterangan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD dalam pelaksanaan tugas desentralisasi dan menginformasikan dokumen atau hasil laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat;
Alasannya : Karena Kepala Daerah dipilih langsung oleh masyarakat, maka Kepala Daerah tidak lagi bertanggung jawab kepada DPRD. Karena itu, laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah tidak diperlukan lagi, tapi perlu diformat dalam keterangan pelaksanaan kebijakan daerah yang dituangkan dalam APBD.
9.
Pasal 56: (1). Kepala Daerah menyampaikan laporan pelaksanaan kebijakan daerah kepada DPRD (2). Laporan sebagaimana
Alasannya sama dengan sebelumnya
Pasal 56: (5). Kepala Daerah menyampaikan keterangan pelaksanaan kebijakan daerah dan APBD kepada DPRD selambat-lambatnya
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
10.
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT) dimaksud pada ayat (1) sepanjang mengenai APBD disampaikan dalam sidang paripurna yang bersifat terbuka untuk umum.
Pasal58 (3). Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil "Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, diusulkan oleh DPRD dengan Keputusan DPRD setelah diberitahukan oleh Pimpinan DPRD dalam Rapat Paripurna; (4). pemberhentian Kepala Daerah dan wakil Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diusulkan oleh DPRD dengan Keputusan DPRD setelah melalui Rapat Paripurna yang dihadiri oleh sekurangkurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
(6).
Alasannya: Karena Kepala Daerah dipilih secara langsung maka peran dan kewenangan DPRD dalam mengusulkan pemberhentian Kepala Daerah secara teknis dan administrative harus dibatasi secara ketat setelah menerima usulan dari masyarakat pemilih.
Pasal 58 ayat (3) diusulkan untuk dihapus karena makna dan substansinya sama dengan ayat (4) dan yang semula bunyi ayat (4) dipisah menjadi ayat (3) dan ayat (4) dengan penyempurnaan redaksi.
4 (empat) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang mengenai APBD disampaikan dalam sidang paripurna yang bersifat terbuka untuk umum.
Pasal58 (4). Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diusulkan oleh sekurang-kurangnya 10 persen dari jumlah pemilih terdaftar kepada DPRD; (5). Setelah menerima usulan masyarakat seperti yang dimaksud pada ayat (3), DPRD dengan Keputusan DPRD yang dilaksanakan melalui Rapat Paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota DPRD dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPRD yang hadir dan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT) hadir.
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA mencerminkan seluruh fraksi, selanjutnya mengusulkan pemberhentian tersebut kepada Presiden.
Mataram, 27 Mei 2004 Kepala Biro Pemerintahan Sekretariat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Selaku Anggota Tetap APPSI dalam Tim Advokasi Revisi UU No. 22 Th. 1999
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
DAFTAR USULAN PERUBAHAN RUU NOMOR 22 TAHUN 1999 OLEH PEMERINTAH PROVINSI PAPUA
DISAMPAIKAN PADA RAPAT PEMBAHASAN RANCANGAN PERUBAHAN UU NOMOR 22 TAHUN 1999 DI JAKARTA DAFTAR USULAN PERUBAHAN RUU NOMOR 22 TAHUN 1999 OLEH PEMERINTAH PROVINSI PAPUA NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
1.
Pasal 1 butir n. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Kabupaten dan Kota.
Selain UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah terdapat UU tentang Otonomi Khusus yang mengatur pula tentang penyelenggaraan Pemerintahan di Provinsi yang mendapat status Otonomi Khusus (Provinsi NAD dan Papua) . Menurut UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Kecamatan sebagai Perangkat Kabupaten dan Kota disebut Distrik yang dipimpin oleh Kepala Distrik.
Sesudah kalimat wilayah kerja Camat, ditambah kalimat; atau yang disebut dengan nama lain.
Kecamatan adalah wilayah kerja Camat atau yang disebut dengan nama lain sebagai perangkat Kabupaten dan Kota.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
2.
Pasal 65 ayat (2) Perangkat Daerah, Kabupaten/Kota terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah , Camat dan Lurah
Sebutan Camat dan Lurah adalah pejabat yang memimpin dalam perangkat Daerah Tingkat Kecamatan dan Kelurahan
Setelah kalimat Lembaga Teknis Daerah , kata Camat diganti dengan Kecamatan dan kata Lurah diganti dengan kata Kelurahan
Perangkat Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan.
3.
Pasal 146 ayat (2) Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c karena : a. berakhir masa jabatan dan telah dilantik Kepala Desa yang baru; b. tidak lagi memenuhi syarat dan/atau melanggar sumpah/janji; c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap; d. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana serendahrendahnya 5 (lima) tahun;
Pada Pasal 145 memuat ketentuan mengenai larangan bagi Kepala Desa. Dalam perjalanan masa jabatan Kepala Desa dapat terjadi Kepala Desa melakukan hal-hal yang dilarang sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 145 tersebut. Sehingga dengan demikian dalam Pasal 146 ayat (2) perlu ditambah ketentuan tentang pelanggaran terhadap Pasal 145.
Sesudah huruf d ditambah huruf e tentang ketentuan terhadap pelanggaran larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145.
Pasal 146 ayat (2) Kepala Desa diberhentikan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c karena a. berakhir masa jabatan dan telah dilantik Kepala Desa yang baru; b. tidak lagi memenuhi syarat dan/atau melanggar sumpah/janji; c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap; d. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar tindak pidana dengan ancaman pidana serendah-rendahnya 5 (lima) tahun; e. pelanggaran larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net NO
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT)
ALASAN PERUBAHAN
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
4.
Pasal 67 ayat (3) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota atas persetujuan Gubernur sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Berdasarkan UU No. 22 Tahun 1999 Bupati/Walikota telah melakukan pengangkatan dan pemberhentian Sekretaris Daerah tanpa konsultasi dengan Gubernur. Sehingga menimbulkan masalah di daerah antara lain :
Pasal 67 ayat (3) Setelah kata oleh, diganti dengan kalimat, oleh Gubernur atas usul Bupati/Walikota.
Pasal 67 ayat (3) Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan perundangundangan.
−
Pejabat yang diberhentikan tidak diaktifkan oleh Bupati/Walikota dan harus dimutasikan dari Kab/Kota
−
Gubernur tidak mempunyai wewenang dalam menentukan jabatan yang baru untuk pejabat yang bersangkutan.
−
Eselon bagi SEKDA merupakan eselon tertinggi di Kab/Kota sehingga bila diberhentikan tidak terdapat eselon yang setingkat di Kab/Kota.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
SARAN / MASUKAN REVISI UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1999 VERSI AMANAT PRESIDEN RI TANGGAL 10 MEI 2004 1. 2.
3. 4.
5.
6.
Pasal 4 ayat (2), (3), (4) dan (5) seyogianya dimasukkan ke dalam pasal penjelasan Undang-Undang. Pasal 12 ayat (4) kalimatnya perlu diperjelas yaitu setelah kata "pemerintah, pertimbangan DPOD, dst..." Pasal 12 ayat (7) perlu mendapat penjelasan. Pasal 12 ayat (9) perlu pengaturan lebih lanjut. Pasal 32 ditambah dengan kata "hukum" menjadi "penerapan dan penegakan hukum serta peraturan perundang-undangan". a. Pasal 35 huruf g, ditambah kata "pengalaman" menjadi mempunyai kecakapan, pengetahuan dan pengalaman dibidang Pemerintahan b. Untuk pendidikan Calon Gubernur Strata Satu (S 1), untuk Bupati/Walikota setingkat akademi (D3) Pasal 39 ayat (2) Laporan Pertanggung Jawaban Akhir Masa Jabatan (LPJAMJ) Kepala Daerah kepada Pemerintah. −
Disini perlu dievaluasi dan dinilai oleh Pemerintah : untuk LPJAMJ Gubernur oleh Mendagri. Untuk LPJAMJ Bupati/Walikota oleh Gubernur.
−
Jika hasil penilaian/evaluasi dari LPJAMJ tersebut ternyata kinerjanya lemah atau menunjukkan hasil yang tidak baik/tidak layak maka Kepala Daerah tersebut tidak boleh dicalonkan lagi pada pemilihan berikutnya.
−
Hal tersebut sebagai konsekuensi bahwa Pemerintah menyelenggarakan kebijakan desentralisasi.
−
Untuk menegakkan kewibawaan Pemerintah dalam menyelenggarakan kebijakan desentralisasi dalam rangka NKRI maka Kepala Daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah perlu bertanggung jawab kepada Pemerintah yang dalam hal ini Untuk Gubernur wajib bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri.
− Untuk Bupati/Walikota wajib bertanggung jawab kepada Presiden yang didelegasikan kepada Mendagri melalui Gubernur. Pasal 40 ayat 2 −
Penetapan hasil pemungutan suara paling lambat 7 atau 10 hari sebelum masa jabatan Kepala Daerah berakhir. Tidak 5 hari seperti pada ayat 2 tersebut.
−
Hal ini agar panitia pemilihan lebih cepat melaksanakan tugasnya dan penetapan surat keputusan pengangkatan/pengesahan Kepala Daerah oleh Presiden atau Mendagri waktunya tidak terlalu singkat, mengingat banyaknya jumlah Propinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net Demikian beberapa hal yang dapat kami sampaikan sebagai bahan masukan kepada APPSI, yang merupakan tambahan dari rapat pembahasan APPSI di Balai Kota DKI Jakarta pada tanggal 19 Mei 2004 yang lalu.
Bandar Lampung, 27 Mei 2004 KEPALA BIRO BINA TATA PEMERINTAHAN SETDA PROPINSI LAMPUNG,
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net DAFTAR USULAN DARI PEMERINTAH PROPINSI RIAU TERHADAP PERUBAHAN RUU NOMOR 22 TAHUN 1999 NO 1.
MATERI RUU REVISI (BAB, PASAL, AYAT) Pasal 7 ayat (1) Penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menimbulkan adanya hubungan antar tingkat Pemerintahan, antar Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Desa, dan hubungan antara Pemerintah Daerah dengan Pengelola Kawasan Khusus
ALASAN PERUBAHAN 1.
2.
3.
4.
2.
Pasal 19 ayat (2) Pengelola jenis sumber daya dan faktor produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
Pengelola kawasan khusus tidak mempunyai kewenangan wajib tetapi hanya menjalankan fungsi pemerintahan tertentu yang bersitat khusus sesuai dengan kepentingannya. Jika dimasukkan dalam pasal ini akan menimbulkan penafsiran bahwa pengelola kawasan khusus mempunyai kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan Hal ini telah terjadi polemik kewenangan antara otorita Batam dengan Pemerintah Kota Batam. Sebagai contoh pemberian izin usaha, izin mendirikan bangunan dan pengaturan pertanahan. Untuk menghindari adanya tumpang tindih kewenangan antara Pemerintah Daerah dengan Kawasan Khusus (Otorita)
Untuk menjamin kewenangan
adanya
kepastian
SARAN PERUBAHAN
MATERI RUU SELENGKAPNYA
Dihapus kalimat "dengan Pengelola Kawasan khusus"
Pasal 7 ayat (1) Penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 menimbulkan adanya hubungan antar tingkat Pemerintahan, antar Pemerintah Daerah. Antar Pemerintah Desa, dan hubungan antara Pemerintah Daerah
Menghapus kata "dapat"
Pasal 19 ayat (2) Pengelolaan jenis sumber daya dan faktor produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net dilakukan dalam bentuk penyerahan, pelimpahan dan penugasan serta pemberian kuasa kepada pihak ketiga, dari pemerintah kepada daerah atau kerjasama antara pemerintah dan daerah dan/atau antar daerah. 3.
Pasal 20 ayat (1) Daerah dapat diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya lainnya di wilayah laut dalam bidang dan batas tertentu.
dalam bentuk penyerahan, pelimpahan dan penugasan serta pemberian kuasa kepada pihak ketiga, dari pemerintah kepada daerah atau kerja sama antara pemerintah dan daerah dan/atau antar daerah. Untuk menjamin adanya kepastian kewenangan dalam pengelolaan dan pengendalian sumber daya alam dan sumber daya lainnya di wilayah laut
Mengganti kalimat "dapat diberikan" dengan "mempunyai" dan menghapus kalimat "oleh pemerintah"
Pasal 20 ayat (1) Daerah mempunyai kewenangan untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya lainnya di wilayah laut dalam bidang dan batas tertentu.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
USUL/SARAN : PERUBAHAN ATAS DRAFT RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMERINTAH DAERAH No
Pasal
Usul / Saran Perubahan
1.
Konsideran
Konsideran Mengingat Angka 2 diubah dan harus ditulis sebagai berikut : 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan -Lembaran Negara Nomor 4311;
2.
Pasal 1
Penulisan huruf a, b, c dan d dan seterusnya diubah dan harus dibaca : 1, 2, 3, 4 dan seterusnya. Pada Pasal 1 perlu dijelaskan apa yang dimaksud dengan urusan dan urusan pemerintah.
3.
Pasal 1 huruf (i)
Antara kata "Wilayah dan berwenang" ditambahkan kata "yang".
4.
Pasal 3 ayat (1) dan (2)
Ditulis dan harus dibaca sebagai berikut : (1). Pembentukan daerah otonom sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dilakukan dengan membentuk Propinsi, dan dalam wilayah Propinsi dibentuk Kabupaten dan Kota, serta dalam wilayah Kabupaten/Kota dibentuk dan/atau diakui keberadaan Desa atau yang disebut dengan nama lain.
5.
Pasal 4 ayat (4)
Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) dimaksudkan/ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan dengan mempertimbangkan aspek .......dst
6.
Pasal 5
Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) memperhatikan ciri dan keragaman daerah serta kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang kenyataannya masih ada dan sesuai perkembangan masyarakat dan sesuai prinsipprinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Keterangan
www.parlemen.net No
Pasal
Usul / Saran Perubahan
7.
Pasal 12 ayat (5)
Apa alasan kriterianya, karena masing-masing daerah mempunyai demokrafi yang berbeda.
8.
Pasal 12 ayat (8)
Antara kata "sejak dan kata peresmian" ditambahkan kata "tanggal".
9.
Pasal 13
Antara kata "ayat (2) dan kata sebagai" ditambahkan kata "akan dijadikan".
10.
Pasal 15 ayat (4)
Huruf a angka 5) antara kata "perundang-undangan dan kata dan" ditambahkan kata-kata "yang bersifat nasional". Ayat (4) d ditambahkan satu point lagi : (21). Standar pendidikan Nasional mulai dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) sampai Perguruan Tinggi.
11.
Pasal 29 ayat (1)
Diubah dan harus dibaca : (1). Hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 diwujudkan dalam bentuk Rencana Kerja Pemerintahan Daerah dan dijabarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang dikelola dalam sistim Pengelolaan Keuangan Daerah.
12.
Pasal 35 huruf e
belum pernah menjabat sebagal Kepala Daerah dan wakil Kepala Daerah selama 2 (dua) kali masa jabatan secara berturut-turut pada daerah yang sama.
13.
Pasal 35 huruf j
Penulisan kata-kata "G.30. S/PKI" diubah dan harus dibaca "Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia".
14.
Pasal 35 huruf m.
Agar dibuatkan dalam penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan perbuatan tercela.
15.
Pasal 35 huruf I
Tidak dalam status terpidana dalam perkara yang diancam dengan pidana penjara dan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
16.
Pasal 36
Diubah menjadi; (1). Pemilihan Kepala Daerah dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) yang diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum Daerah (Panwasluda)
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Keterangan
www.parlemen.net No
Pasal
Usul / Saran Perubahan (2).
Keterangan
Kegiatan Panitia Pemilihan dan Pengawas Pemilihan di dukung oleh pendanaan dari Anggaran Pemerintah daerah dan Pemerintah.
17.
Pasal 38 ayat (4) huruf c.
Dihapus.
18.
Pasal 39 ayat (2)
Antara kata "pemerintah dan penulisan angka 4 (empat)" ditambahkan kata "sekurang-kurangnya".
19.
Pasal 45 ayat (1)
Penulisan kata "suara" setelah kata "pasangan Calon Gubernur yang memperoleh suara dihapus", dan begitu juga penulisan kata "suara" pada Pasal 45 ayat (2) setelah kata "pasangan Calon Bupati/Walikota yang memperoleh suara dihapus".
20.
Pasal 53 huruf d.
Dihapus dan huruf "e" menjadi huruf "d" dan seterusnya.
21.
Pasal 54
Penulisan kata "UUD" diubah dan harus dibaca "Undang-Undang Dasar".
22.
Pasal 54 ayat (2).
Agar dibuatkan dalam penjelasan mengenai Penyelenggaraan Pemerintahan kepada masyarakat.
23.
Pasal 56 ayat (2).
Antara kata "mengenai dan kata APBD" ditambahkan kata "pelaksanaan".
24.
Pasal 57 huruf f
Merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya dan jabatan karier , merangkap jabatan sebagai anggota DPRD, maupun menjadi hakim pada ......... dst.
25.
Pasal 59 ayat (2)
Diubah dan harus dibaca : (2). Kepala Daerah dan atau Wakil Kepala Daerah diberhentikan oleh Pemerintah tanpa melalui usulan DPRD apabila terbukti melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dijatuhi hukuman kurungan dan atau penjara.
26
Pasal 61 ayat (6).
(6).
27.
Pasal 91
Diubah dan harus dibaca :
bentuk
Laporan
Apabila seorang Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dinyatakan bersalah berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dijatuhi hukuman kurungan dan atau penjara maka mengusulkan pemberhentiannya dengan Keputusan DPRD.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
Pasal
Usul / Saran Perubahan Selain Penyidik POLRI maka penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Peraturan Daerah dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Penuntut Umum sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
28.
Pasal 94
Diubah dan harus dibaca: (1). Gaji dan Tunjangan PNS Daerah dibebankan pada APBN . (2). Tetap (3). Dihapus (4). Dihapus
29.
Pasal 100 ayat (2) dan ayat (3).
Penulisan kata-kata "DAK" diubah dan harus ditulis"Dana Alokasi Khusus".
30.
Pasal 113 ayat (2).
Penulisan kata-kata "selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari" diubah dan harus dibaca "selambat-lambat 45 (empat puluh lima) hari".
31.
Pasal 121 ayat (1).
Setelah kata laporan ditambah kata keterangan sehingga menjadi laporan keterangan pertanggung jawaban
32.
Pasal 122
Setelah kata laporan ditambah kata keterangan, sehingga menjadi laporan keterangan pertanggung jawaban
33.
Pasal 137 ayat (2).
Penulisan kata-kata "sepanjang masih hidup" diubah dan harus dibaca "sepanjang kenyataannya masih ada"
34.
Pasal 137 ayat (3), (4) dan (5).
Setelah "akhir kalimat" ditambahkan kata-kata "dan harus mendapat pengesahan dari Pemerintah Daerah dan DPRD".
35.
Pasal 144
Diubah dan harus dibaca: a. Bertanggung jawab kepada rakyat melalui Badan Perwakilan Daerah (BPD) b. Menyampaikan laporan pertanggung jawaban penyelenggaraan pemerintahan kepada Badan Perwakilan Daerah (BPD) c. Menyampaikan keterangan laporan pertanggung jawaban penyelenggaraan pemerintahan desa kepada Bupati/Walikota
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Keterangan
www.parlemen.net No
Pasal
Usul / Saran Perubahan melalui Camat.
36.
Pasal 146 ayat - (2) huruf d.
d.
Dinyatakan bersalah berdasarkan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap yang dijatuhi hukuman penjara atau kurungan.
37.
Pasal 149
Setelah "ayat 3" ditambahkan "ayat 4 dan ayat 5" baru sebagai berikut: (4). Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa yang bersifat mengatur harus disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 15 (lima betas) hari setelah ditetapkan untuk dapat dilakukan pengawasan. (5). Pemerintah Kabupaten/Kota dapat membatalkan Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa yang bersifat mengatur kalau bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan perundangundangan lebih tinggi dan peraturan perundang-undangan lainnya.
38.
Pasal 178 ayat (2).
Diubah dan harus dibaca : (2). Desa-desa yang ada di Kota pada saat mulai berlakunya Undangundang ini masih tetap diakui keberadaannya sepanjang kenyataannya masih ada dan Pemerintah Kabupaten/Kota dapat membentuk Pemerintahan Desa di daerahnya masing-masing sesuai dengan tuntutan dan dinamika masyarakat di daerah yang bersangkutan.
39.
Pasal 67 ayat (2)
Diubah dan harus dibaca: (2). Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Dalam Negeri an. Presiden atas usul Gubernur sesuai dengan peraturan perundangundangan .
40.
Semua penulisan
Kata DPOD diubah dan harus dibaca "Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah".
41.
Semua penulisan
Kata APBD dan APBN diubah dan harus dibaca " Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah" dan "Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara".
42.
Semua penulisan
Kata UUD diubah dan harus dibaca "Undang-Undang Dasar".
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Keterangan
www.parlemen.net No
Pasal
Usul / Saran Perubahan
43.
Semua penulisan
Kata KPUD diubah dan harus dibaca "Komisi Pemilihan Umum Daerah".
44.
Semua penulisan
Kata PPS dan KPPS diubah dan harus dibaca "Panitia Pemungutan Suara" dan "Ketua Penyelenggara Pemungutan Suara".
45.
Semua penulisan
Kata PNS diubah dan harus dibaca "Pegawai Negeri Sipil".
46.
Penjelasan
Agar dibuatkan Penjelasan Umum dan Penjelasan Pasal demi Pasal dari Rancangan Undang-undang ini.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Keterangan
www.parlemen.net
DAFTAR USULAN PERUBAHAN RUU REVISI UU NO.22/1999 DARI PEMERINTAH PROPINSI SUMATERA UTARA No.
Materi Revisi RUU (Bab, Pasal, Ayat, Butir)
Alasan Perubahan
Saran Perubahan
Materi RUU Selengkapnya
1.
Ayat (2), (3), (4) dan (5) pasal 4.
Ayat-ayat tersebut merupakan penjelasan/perincian terhadap ayat (1) pasal 4.
Ayat (2), (3), (4) dan (5) itu cukup dimuat dalam penjelasan.
Penjelasan atas pasal 4.
2.
Penggunaan istilah "Tingkat Pemerintahan" pada pasal 6, pasal 7 dan pasal lainnya.
Memberi kesan adanya "hierarki”, Tingkat I dan Tingkat II.
Buat penjelasan ketentuan umum.
Tingkat Pemerintahan adalah Tingkat Pusat, Tingkat Daerah dan Tingkat Desa/Kelurahan.
3.
Pasal 7 ayat (2), (c) dan (d).
Agar ada urutan substansi
pada
Pasal 7 ayat (2) : −
butir c menjadi butir d
−
butir d menjadi butir c.
Ayat (2) dan (3) pasal 12, cukup dimuat dalam Penjelasan.
Penjelasan atas pasal 12 ayat (1).
-
-
4.
Ayat (2) dan (3) pasal 12.
Ayat (2) dan (3) pasal 12 pada hakekatnya adalah penjelasan/rincian dari ayat (1) pasal 12.
5.
Pasal 12 ayat 7.
Tidak jelas maksudnya.
6.
Pasal 16 ayat (3) butir (k)
Kata-kata memiliki nilai ekonomis lebih tinggi, tidak sesuai dengan hakekat pelayanan dasar.
Kata "... Nilai ekonomis..." diganti dengan "....beban ekonomis...".
k.
7.
Pasal 20 ayat (1).
Kata "dapat" belum berarti akan ada penyerahan kewenangan.
Kata " dapat dihapuskan.
Daerah diberikan kewenangan oleh Pemerintah untuk mengelola sumber daya alam dan sumber daya lainnya di
"
supaya
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
k. Penyelenggaraan pelayanan dasar Iainnya yang berskala regional yang memiliki beban ekonomis yang tidak dapat dilaksanakan Kab/Kota.
www.parlemen.net wilayah laut dalam bidang dan batas tertentu. 8.
Pasal 27 ayat a.
Di Propinsi Sumatera Utara terdapat perkebunan baik Negara dan Swasta. Dari sumber ini Daerah tidak mendapat bagi hasil.
Daerah mendapat bagi hasil dan Perusahaan Perkebunan Negara/Swasta.
Pasal 27 ayat a: "mendapatkan bagi hasil dan pengelolaan sumber daya Nasional dan Perkebunan yang ada di Daerah yang dikelola oleh Pemerintah atau yang diberi izin, berdasarkan peraturan perundang-undangan.
9.
Pasal 30 ayat (3).
Sesuai kondisi dan potensi Daerah, tidak semua Daerah harus memiliki Wakil Kepala Daerah, sementara dipihak lain ada daerah yang sangat membutuhkan Wakil Kepala Daerah lebih dari satu.
Kepala Daerah dapat dibantu oleh seorang atau lebih Wakil Kepala Daerah sesuai kebutuhan.
Kepala Daerah sebagaimana d maksud pada ayat (1) dapat dibantu oleh seorang atau lebih Kepala Daerah, berdasarkan peraturan perundang-undangan.
10.
Pasal 31 ayat (1).
Sangat perlu kejelasan kedudukan, tugas, tanggungjawab, kewajiban dan hak sebagai Wakil Pemerintah di wilayah Administrasi.
Diperlukan Peraturan Pemerintah yang mengatur kedudukan, tugas, tanggung jawab,kewajiban dan hak sebagai Wakil Pemerintah di wilayah Administrasi.
Gubernur disamping sebagai Kepala Daerah juga sebagai Wakil Pemerintah di wilayah Administrasi, yang kedudukan, tugas, tanggung jawab,kewajiban dan haknya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
11.
Pasal 121 dan 122.
−
Kepala Daerah cukup menyampaikan laporan bukan laporan pertanggungjawaban kepada DPRD.
(Perubahan istilah laporan pertanggungjawaban menjadi laporan, pada pasal 121 ayat (1), dan pasal 122 ayat (1),(2) dan (4)).
−
Laporan pertanggungjawaban disampaikan kepada Pemerintah (Pusat).
Semua istilah laporan pertanggungjawaban pada pasal 121 dan pasal 122, diganti menjadi laporan saja; Kecuali pada pasal 122 ayat (3).
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Saran/Usul Penyempurnaan Draft Rancangan Undang - Undang tentang Pemerintahan Daerah No 1.
2.
3.
Pasal 38(7)
39(1)
45(1)
Materi Tertulis −
−
−
Usul Penyempurnaan
Pasangan bakal calon sebagaimana dimaksud ayat (6) dikonsultasikan kepada Pemerintah
−
Menteri Dalam Negeri memberitahukan kepada KDH dan DPRD, mengenai akan berakhirnya masa Jabatan KDH 6 (enam) bulan sebelum masa Jabatan KDH berakhir
Pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diusulkan oleh DPRD kepada Presiden melalui Mendagri untuk pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur untuk pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota untuk pengesahan
Alasan / Pertimbangan
Pasangan bakal calon Kdh, sebagaimana dimaksud ayat (6) terlebih dahulu dikonsultasikan kepada Mendagri bagi calon KDH Prov., dan,kepada Gubernur bagi calon Kdh Kab/Kota ;
−
Lebih jelas, terarah dan memiliki kepastian hukum.
−
Memberi kewenangan dan wibawa Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat
−
Menteri Dalam Negeri memberitahukan kepada KDH DPRD Prov. Mengenai akan berakhirnya masa jabatan KDH 6(enam) bulan sebelum masa Jabatan KDH berakhir
Penekannya pada aspek kewenangan. pengendalian dan Pengawasan jalannya Pemerintah Daerah ,
−
Penambahan ayat (2) berbunyi Gubernur memberitahukan kepada KDH dan DPRD Kab/Kota mengenai akan berakhirnya masa jabatan KDH 6(enam) bulan sebelum masa Jabatan KDH berakhir ;
−
Selanjutnya ayat 2 menjadi ayat 3 dan (3) menjadi ayat (4)
−
Pasangan calon terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diusulkan oleh DPRD kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri untuk pasangan talon Gubernur dan Wakil Gubernur sedangkan untuk pasangan talon Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota kepada Gubernur atas nama Presiden untuk Penetapan Surat Keputusan Pengesahannya ;
−
Penekannya lebih pada aspek effesiensi, efektifitas dan rentang kendali Pemerintahan
−
Bobot kewenangan dan otoritas Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat
−
Bahwa pengalaman selama ini Pengesahan keanggotaan legislatif (Anggota/Pimp;nan DPRD Kab./Kota) dengan Surat Keputusan Gubernur atas nama Presiden tidak menimbulkan
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
Pasal
Materi Tertulis
Usul Penyempurnaan
Alasan / Pertimbangan Problem di Daerah ;
49(1)
−
Presiden mengesahkan Pengangkatan pasangan calon terpilih dan mengesahkan pemberhentian Gubernur dan wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota masa jabatan sebelumnya
−
Presiden mengesahkan pengangkatan pasangan calon terpilih dan mengesahkan pemberhentian Gubernur dan Wakil Gubernur. masa jabatan sebelumnya serta kepada Gubernur atas nama Presiden mengesahkan pengangkatan pasangan terpilih dan mengesahkan pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota yang telah berakhir masa jabatannya
sda
49(2)
−
Presiden dapat melimpahkan kepada Menteri Dalam Negeri untuk mengesahkan pengangkatan pasangan calon terpilih Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota dan mengesahkan pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota masa jabatan sebelumnya
−
Presiden dapat melimpahkan kepada Gubernur untuk mengesahkan pengangkatan pasangan calon terpilih Bupati dan Wakil Bupati dan atau Walikota dan Wakil Walikota dan mengesahkan pemberhentian Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota masa jabatan sebelumnya
sda
5.
64(1)
−
Tindakan penyidikan terhadap Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis Presiden
−
Tindakan penyidikan terhadap Gubernur dan Wakil Gubernur dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis Presiden dan untuk tindakan penyidikan terhadap Bupati / Wakil Bupati dan Walikota I Wakil Walikota dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Gubernur
−
Demikian pula halnya terhadap tindakan penyidikan Anggota DPRD Kab./Kota terlebih dahulu mendapat izin tertulis dari Gubernur
6.
67(3)
−
Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat(1) untuk Kab./Kota diangkat dan diberhentikan oleh Bupati/Walikota atas persetujuan Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan
−
Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pejabat eselon dua lainnya untuk Kab./Kota diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur atas usul Bupati/ Walikota sesuai peraturan perundang-undangan
−
Hal ini dimaksudkan agar terwujudnya Rasionalitas Pembinaan Karier PNS di Daerah
−
Terwujudnya penyebaran dan penempatan pejabat yang lebih merata dan berkemampuan
4.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net No
Pasal
Materi Tertulis
Usul Penyempurnaan
Alasan / Pertimbangan disetiap Daerah −
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
Lebih menjamin ketersediaan pejabat yang memenuhi syarat disetiap Daerah