PENERAPAN FUNGSI MANAJEMEN DALAM PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH / ASET DAERAH Oleh : YANISON MN, SE.,MM Widyaiswara Muda Badan Diklat Provinsi Sumatera Barat ABSTRACT Pengelolaan barang milik daerah sebagai suatu aset daerah adalah merupakan tanggung jawab pemerintah daerah yang merupakan amanah dari publik untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan publik dan penyelenggaraan pemerintahan itu sendiri. Hal-hal mengenai prosedur dan administrasi dalam kepengelolaannya telah diatur mulai dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah sampai ke tingkat Peraturan Daerah. Tinggal lagi bagaimana upaya pemerintah daerah dalam memaksimalkan manfaat dari barang milik daerah sehingga tercapai suatu tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Dalam ilmu manajemen, sesuai pendapat George R. Terry untuk mencapai tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi dalam memanfaatkan sumber daya guna mencapai tujuan terdapat 4 fungsi dasar yang membagi proses manajemen, yaitu : perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan. Penerapan keempat fungsi manajemen ini dapat membantu pemerintah daerah dalam mengelola barang milik daerah secara efektif dan efisien. Keynote : Manajemen, Barang Milik Daerah dan Pemerintahan Daerah I.
Pendahuluan Sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan yang mewajibkan setiap unit pelaporan pada instansi pemerintah untuk menyusun neraca sebagai bagian dari laporan keuangan pemerintah, maka aset tetap mulai mendapat perhatian serius di kalangan instansi pemerintah termasuk Pemerintah Daerah. Dengan dijadikannya aset tetap sebagai salah satu komponen dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, fokus para pemerintah daerah dalam menuntaskan persoalan aset tetap cenderung kepada penyajian angka-angka di neraca, bagaimana upaya agar angkaangka tersebut dapat diyakini kewajarannya oleh para auditor BPK-RI yang berujung pada opini WTP/WDP/TW/Disclaimer. Dalam pandangan sempit, seolah-olah penggunaan aplikasi sistem informasi menjadi satu-satunya solusi terhadap penatausahaan aset yang kompleks. Bila diamati secara seksama, maka persoalan yang paling mendasar dalam pengelolaan barang milik daerah bukanlah terletak pada bagaimana kita menyajikan nilai aset secara akurat dalam laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan, akan tetapi berada pada upaya kita mengoptimalkan fungsi barang milik daerah dalam penyelenggaraan pemerintah serta pelaksanaan urusan yang menjadi kewenangannya sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Untuk melaksanakan urusan dan kewenangan tersebut di masing-masing daerah telah dibentuk Badan / Kantor / Dinas atau yang secara umum disebut Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Keberadaan barang milik daerah bagi sebuah SKPD adalah merupakan salah satu sumber daya yang digunakan untuk menunjang pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) SKPD. Oleh sebab itu seperti yang ditegaskan dalam PP No.6 Tahun 2006 maupun Permendagri No.17 Tahun 2007 bahwa status SKPD dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah (BMD) adalah sebagai Pengguna. Artinya SKPD hanya dapat menguasai BMD sepanjang dipergunakan untuk penyelenggaraan tupoksinya. Jika BMD tersebut sudah tidak digunakan lagi untuk menunjang Tupoksinya, maka SKPD wajib menyerahkan lagi BMD tersebut kepada Kepala Daerah melalui Pengelola BMD (Sekretaris Daerah). Karena terkait dengan masalah anggaran, maka pemenuhan kebutuhan BMD di setiap SKPD kondisinya sangat terbatas. Tidak semua kebutuhan BMD dapat terpenuhi dalam 1 tahun anggaran. Oleh sebab itu, dituntut kemampuan para pimpinan SKPD untuk bisa memanage sumber daya BMD yang ada untuk dapat memenuhi tuntutan pelaksanaan tupoksi dengan alokasi sumber daya BMD yang terbatas tersebut. Pimpinan SKPD harus mampu mengarahkan bawahannya agar bertindak seefisien dan efektif mungkin dalam penggunaan Sumber Daya BMD. Pimpinan SKPD juga harus bisa mengawasi dan mengontrol penggunaan BMD sehingga betul-betul hanya digunakan untuk menunjang Tupoksi SKPD. II. Pembahasan 2.1 Konsep dan Pengertian Manajemen BMD Ada beberapa konsep dan istilah yang sering digunakan dalam pengelolaan BMD, yaitu : Aset/Aset Tetap, Barang Inventaris dan Barang Milik Daerah. Istilah Aset lebih sering kita gunakan dalam menggambarkan BMD atau aset tetap. Menurut PP No. 71 Tahun 2010, Aset didefinisikan sebagai ”sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya”. Sedangkan Aset Tetap dalam PP No.71 Tahun 2010 tersebut didefinisikan sebagai ”aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum”. Jadi ada 2 fungsi Aset Tetap dari definisi tersebut yaitu : 1. Digunakan untuk kegiatan pemerintah, dan 2. Dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Permendagri No. 17 Tahun 2007 menjelaskan bahwa Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau perolehan lainnya yang sah. Penjelasan yang sama juga terdapat pada PP No.6 Tahun 2006. Bila 1sset1aca dengan seksama baik Permendagri No.17 Tahun 2007 maupun PP No.6 Tahun 2006, tersirat bahwa yang dimaksudkan dengan Barang Milik
Daerah tersebut lebih terfokus kepada asset tetap. Jadi dalam pembahasan ini, istilah Barang Milik Daerah (BMD) adalah sama dengan Aset Tetap. Dari definisi BMD tersebut diatas, dapat digambarkan perspektif BMD sebagai berikut : •
BMD adalah Aset / Kekayaan, sehingga harus dijaga dan dipelihara BMD/Aset Tetap pada Neraca Pemerintah Daerah pada umumnya memiliki nilai terbesar adalah yang terbesar dibandingkan akun neraca lainnya.
•
BMD adalah salah satu sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi, sehingga penggunaannya harus sesuai dengan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Organisasi dan harus seefisien mungkin.
•
BMD adalah investasi, sehingga penggunaan / Pemanfaatan BMD harus dapat memberikan kontribusi yg optimal bagi daerah. Manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno yaitu mẽnagement, yang memiliki
arti seni melaksanakan dan mengatur. Karenanya, manajemen dapat diartikan sebagai ilmu dan seni tentang upaya memanfaatkan semua sumber daya yang dimiliki untuk mencapai tujuan
secara efektif dan efisien. Manajemen dipandang dari berbagai
perspektif yang ada mempunyai dasar yang kuat dan tidak terlepas dari perpaduan antara ilmu dan seni. Namun pengertian manajemen yang lebih popular dan paling sering digunakan adalah pengertian manajemen menurut Bapak Ilmu Manajemen yaitu George R. Terry yang mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses yang membedakan atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni demi mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Jadi. Dari definisi Terry ini kita bisa melihat fungsi dasar manajemen adalah sebagai berikut : 1. Perencanaan (planning) yaitu sebagai dasar pemikiran dari tujuan dan penyusunan langkah-langkah yang akan dipakai untuk mencapai tujuan. Merencanakan berarti mempersiapkan segala kebutuhan, memperhitungkan matang-matang apa saja yang menjadi kendala, dan merumuskan bentuk pelaksanaan kegiatan yang bermaksuud untuk mencapai tujuan. 2. Pengorganisasian (organization) yaitu sebagai cara untuk mengumpulkan orangorang dan menempatkan mereka menurut kemampuan dan keahliannya dalam pekerjaan yang sudah direncanakan. 3. Penggerakan (actuating) yaitu untuk menggerakan organisasi agar berjalan sesuai dengan pembagian kerja masing-masing serta menggerakan seluruh sumber daya yang ada dalam organisasi agar pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan bisa berjalan sesuai rencana dan bisa memcapai tujuan. 4. Pengawasan (controlling) yaitu untuk mengawasi apakah gerakan dari organisasi ini sudah sesuai dengan rencana atau belum. Serta mengawasi penggunaan sumber daya
dalam organisasi agar bisa terpakai secara efektif dan efisien tanpa ada yang melenceng dari rencana. Berdasarkan konsep dan definisi diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa Manajemen BMD adalah suatu proses yang terdiri perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni demi terhadap pendayagunaan BMD secara efisien dan efektif untuk menunjang penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah. 2.2 Alasan Perlunya Manajemen BMD Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa ketersediaan BMD di daerah terbatas. Sementara itu, dengan Otonomi Daerah, peran dan tugas Pemerintah Daerah terhadap Pembangunan dan Pelayanan Kebutuhan publik semakin besar. Oleh sebab itu kita dituntut untuk memaksimalkan manfaat dari sumber daya BMD yang tersedia tersebut agar Tujuan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tercapai. Disinilah pentingnya Manajemen BMD. Keterbatasan ketersediaan BMD di daerah bukan hanya disebabkan kemampuan keuangan daerah yang terbatas, akan tetapi juga dibatasi oleh ketentuan perundangundangan yang berlaku yang menetapkan standar-standar yang menjadi acuan dalam pemenuhan kebutuhan BMD. Aturan-aturan tersebut antara lain seperti : •
Pasal 178 UU No.32 Th 2004 tentang Pemerintah Daerah yang antara lain berbunyi : –
BMD yg digunakan untuk kepentingan umum tidak dapat dipindahtangankan atau digadaikan.
–
BMD dapat dihapus dari daftar inventaris untuk dijual/dihibahkan/dimusnahkan.
–
Pelaksanaan pengadaan BMD harus sesuai kemampuan keuangan daerah dan kebutuhan daerah dengan prinsip2 efisiensi, efektivitas dan transparansi
•
PP No.6 Th 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dan Perubahannya (PP No.38 Th 2008).
•
PP No.71 Th 2010 tentang SAP.
•
Permendagri No.17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan BMD.
•
Perda-Perda tentang Pengelolaan BMD di Daerah.
•
Perbup/Perwako ttg Sistem dan Prosedur Pengelolaan BMD.
•
Perbup/Perwako ttg Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.
•
Standarisasi Sarana & Prasarana Pemerintah Daerah, Standar Biaya/Belanja
Namun tujuan dari pengaturan tersebut adalah untuk menjaga agar penggunaan dan pemanfaatan BMD tepat sasaran dan efisien. 2.3 Perbedaan Manajemen BMD dengan Penatusahaan BMD Pada prinsipnya kedua konsep tersebut sama-sama bertujuan memudahkan pengelola maupun pengguna BMD dalam melaksanakan tugas. Perbedaan mendasar hanyalah terletak pada orientasinya. Penatusahaan BMD lebih berorientasi pada tertib
administrasi sedangkan Manajemen BMD berorientasi kepada hasil, artinya bagaimana mendayagunakan BMD secara efektif dan efisien seoptimal mungkin dalam menunjang tugas pemerintahan daerah. Secara garis besar perbedaan antara penatausahaan BMD dapat digambarkan pada tabel berikut ini : Tabel 1 Perbedaan Penatausahaan BMD dengan Manajemen BMD Penatausahaan BMD
Manajemen BMD
1. Berorientasi pada Tertib Administrasi
1. Berorientasi pada bagaimana mengoptimalkan penggunaan BMD secara efektif dan efisien. 2. Fungsi : Pembukuan, Inventarisasi dan 2. Fungsi : Perencanaan, Pelaporan. Pengorganisasian, Penggerakan dan Pengawasan. 3. Merupakan Kompetensi Pelaksana. 3. Merupakan Kompetensi Pengambil Kebijakan / Keputusan. 2.4 Penerapan Fungsi Manajemen dalam Penggunaan BMD 2.4.1 Planning / Perencanaan 2.4.1.1 Analisa Kebutuhan BMD Perencanaan BMD sebagaimana yang diatur dalam Permendagri No. 17 Tahun 2007 adalah berbasis Kebutuhan. Oleh karena itu langkah-langkah yang perlu kita ambil dalam menyusun perencanaan kebutuhan BMD tersebut antara lain seagai berikut :
Lakukan analisa kebutuhan barang (baik jumlah maupun spesifikasinya) dan sesuaikan dengan standar yang ada (Standarisasi Sarana dan Prasarana Pemerintahan Daerah). Standarisai ini tentunya sudah memperhitungkan jumlah pegawai luas ruangan kantor dan hal-hal lain yang bersifat. Jika belum melebihi standar maka kebutuhan tersebut dapat kita proses lebih lanjut. Penting untuk diketahui bahwa standarisasi tersebut hanya mengatur kebutuhan yang bersifat umum sedangkan untuk kebutuhan yang bersifat khusus perlu penjelasanpenjelasan dan analisa-analisa yang bersifat teknis.
Inventarisir kondisi BMD yang ada untuk mengetahui apakah perlu penambahan, penggantian atau cukup dilakukan perbaikan saja.
Beri skor masing-masing usulan penambahan atau penggantian berdasarkan intensitas pemakaian sehingga kita dapat menentukan prioritas pengadaan. Sebagai contoh :
Tabel 2 DAFTAR : ANALISA KEBUTUHAN BMD TAHUN ....... SKPD : ................................................. No
Nama Barang
Jml Jml Kebutuhan Tersedia
Kondisi Baik
Rusak Ringan/ Masih ekonomis utk diperbaiki
1. 2.
Personal Komputer Infokus
10 1
7 1
5
1
3. 4. 5.
Mesin Tik Handycam Dst...
5 2
3 1
2 1
1
*) Intensitas Penggunaan
: 1. Tidak Pernah 2. Jarang 3. Kadang-kadang 4. Sering 5. Selalu
Skor Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Intensit Rusak Pengadaan Baru Perbaikan as Berat/ Penamb Pengg Jumlah Tidak dpt Pemaka ahan antian diperbaiki/ ian *) Tidak ekonomis utk diperbaiki 1 5 3 1 4 1 2 1 1 -
2 3
2 1
1
Ket
2.4.1.2 Pengembangan Alternatif Pemenuhan Kebutuhan BMD Untuk
mencapai
mengenyampingkan
tingkat
efektivitas
efisiensi
pencapai
yang
tujuan,
tinggi
dengan
tidak
beberapa
alternatif
untuk
pemenuhan kebutuhan BMD dalam tahap perencanaan perlu dikembangkan. Antara lain dapat digambarkan sebagai berikut :
Kembangkan alternatif yang lebih efisien dan ekonomis untuk pemenuhan kebutuhan barang yang skor intensitas pemakaiannya rendah (≤ 3), seperti: Menyewa Pinjam ke SKPD lain Pemakaian bersama. Jika memang tidak ada alternatif pengganti, sementara barang tersebut
urgensinya sangat tinggi, maka pemenuhan kebutuhan barang tersebut dapat kita prioritaskan.
Upayakan memilih barang yang spesifikasinya lebih umum, operasionalnya mudah dan perawatan/perbaikannya tidak sulit. Contoh : Untuk pemenuhan kebutuhan Printer Inkjet, ada banyak pilihan yang tersedia, namun printer yang jamak dipakai orang biasanya lebih mudah dioperasikan dan perbaikan serta suku cadangnya cukup tersedia. Untuk pemenuhan kebutuhan sepeda motor standar, pilihan terhadap sepeda motor matic lebih ekonomis karena bisa dioperasionalkan oleh pria maupun wanita, baik pemula maupun tingkat lanjut. Demikian juga dengan pemilihan mobil operasinal, disamping hemat BBM dan mudah perawatannya juga kapasitas angkutnya leih besar oleh sebab itu moil dengan jenis MPV (Multi Purposed Van) sangat dianjurkan untuk kendaraan operasional SKPD.
Analisa Kebutuhan BMD juga harus memperhatikan situasi dan kondisi daerah, karena perbedaan kondisi daerah juga mempengaruhi kebutuhan BMD. Contoh : Untuk kota-kota besar yang sering mengalami kemacetan lalu lintas, maka memilih mobil dinas dengan transmisi otomatis jauh lebih memudahkan dibanding mobil dengan transmisi manual. Walaupun secara jamak mobil dengan transmisi manual lebih mudah pemeliharaannya.
2.4.1.3 Forecasting / Meramal / Memprediksi Kebutuhan Potensial Salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang manajer adalah kemampuan forecasting atau memprediksi kondisi dimasa yang akan datang, Hal ini penting, karena perencanaan adalah langkah-langkah yang akan kita lakukan untuk masa yang akan datang. Secara teori perencanaan kebutuhan BMD adalah merupakan suatu kegiatan peramalan/forecasting. Didalam menyusun perencanaan kebutuhan BMD, disamping berpedoman kepada ketersediaan BMD saat ini kita juga harus memprediksi berapa kebutuhan BMD di tahun yang akan datang. Pada pelaksanaannya, dalam penyusunan Rencana Kebutuhan BMD, seringkali SKPD hanya berusaha untuk memenuhi standar sarana dan prasarana minimal yang telah ditetapkan. Sedangkan asumsi-asumsi perubahan-perubahan seperti : 1. Peralihan Teknologi. 2. Perubahan Peraturan Perundang-undangan 3. Perubahan Iklim atau cuaca. 4. Perubahan personil. Juga mempengaruhi kebutuhan BMD sering tidak menjadi perhatian. Dampak dari kondisi tersebut akan dirasakan dari cukup signifikannya usulan perubahan APBD yang disebabkan adanya kebutuhan barang yang tidak diperhitungkan sebelumnya.
Tidak seperti praktek forecasting di perusahaan, dimana peramalan harus terukur dan menggunakan pendekatan metode kuantitatif, maka peramalan kebutuhan BMD di lingkungan Pemerintah Daerah cukup dengan metode kualitatif sederhana saja, yaitu dengan memperhatikan data historis serta
perubahan-
perubahan sebagaimana yang diuraikan diatas. Contoh : Dengan adanya kebijakan KTP gratis dari pemerintah daerah, maka dapat diprediksikan bahwa pada tahun depan jumlah pengurusan KTP akan meningkat secara signifikan. Kebutuhan BMD potensial yang dapat diramalkan pada SKPD Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil antara lain sebagai berikut : Penambahan peralatan komputer untuk perekaman data penduduk Penambahan luas ruang tunggu pelayanan Penambahan bangku tunggu pelayanan. Dan sebagainya.
2.4.2 Organizing / Pengorganisasian 2.4.2.1 Pengaturan Pola Hubungan Antar Personil dan Unit-Unit yang Terintegrasi maupun Terpisah Dalam
kaitannya
dengan
penggunaan
BMD
pada
SKPD,
maka
pengorganisasian dalam pendayagunaan BMD adalah bagaimana menciptakan polapola hubungan antar personil dan atar unit yang berkaitan dengan pendayagunaan BMD sehingga tercapai tujuan organisasi melalui secara efisien dan efektif. Sebagian besar pola-pola hubungan tersebut telah diatur oleh Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, seperti : PP No.6 Tahun 2006, Permendagri No.17 Tahun 2007 maupun Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota/Bupati tetang Barang Milik Daerah. Demikian juga dengan tugas dan kewenangan masing-masing personil atau unit yang terlibat dalam pengelolaan BMD.
Struktur Organisasi Pengelolaan BMD berdasarkan Permendagri No. 17 Tahun 2007 dapat kita gambarkan sebagai berikut : Gambar 1 : STRUKTUR PENGELOLAAN BMD Kepala Daerah Selaku Pemegang Kekuasaan Tertinggi BMD
Sekretaris Daerah Selaku Pengelola BMD
Kepala SKPD
Kepala SKPD
Kepala SKPD
Selaku
Selaku
Selaku
Pengguna BMD
Pengguna BMD
Pengguna BMD
Kepala UPTD Selaku Kuasa Pengguna BMD
Pengurus BMD / Penyimpan BMD
Bila diamati Struktur Organisasi Pengelolaan BMD tersebut diatas, terdapat sedikit perbedaan antara pengelolaan keuangan dengan pengelolaan BMD. Pada pengelolaan keuangan, Pengguna Anggaran dapat menguasakan kewenangan penggunaan anggaran pada pejabat eselon III dibawahnya. Sedangkan pada pengelolaan BMD, Kuasa Pengguna BMD hanya terdapat pada SKPD yang memiliki UPTD saja. Hal ini mengindikasikan bahwa secara ketentuan perundangundangan tidak membutuhkan rentang kendali birokrasi yang panjang, dengan kata
lain, pimpinan SKPD dianggap mampu mengawasi pelaksanaan penggunaan BMD di SKPDnya tanpa mendelegasikannya kepada pejabat eselon III dibawahnya. Pengalaman menunjukkan bahwa potensi penyalahgunaan BMD lebih sering terjadi pada SKPD yang memiliki Unit-unit terpisah (UPTD) yang banyak, seperti : Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan Kecamatan. Oleh sebab itu disetiap UPTD perlu ditunjuk Kuasa Pengguna, Pengurus dan Penyimpan Barang agar fungsi manajemen BMD dan Penatausahaan BMD juga dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Penggunaan BMD pada UPTD tetap berada dibawah kendali SKPD Pengguna. Dalam hal pengaturan pola hubungan penggunaan BMD dengan unit-unit terpisah tentunya pengguna perlu melakukan koordinasi. Koordinasi ini diperlukan untuk penyelarasan tugas-tugas yang terkait dengan unit yang berada di luar SKPD. Dalam hal penggunaan BMD sebagaimana yang diatur dalam Permendagri No.17 Tahun 2007 koordinasi hanya dapat dilakukan dengan Pengelola BMD seperti : Usul Pemanfaatan BMD oleh pihak ketiga, Kehilangan BMD, Penyalahgunaan BMD yang
berakibat
kerugian
daerah,
Kehilangan
BMD,
Penghapusan,
Pemindahtanganan, Penilaian BMD, dan lain-lain. Selanjutnya Pengelola BMD lah yang akan menindaklanjutinya dengan meliatkan instansi terkait seperti : Inspektorat, Bagian Hukum, Dinas Teknis, dan lain-lain. Dari sini kita melihat bahwa kewenangan Kepala SKPD terhadap BMD hanya sebatas Penggunaan BMD untuk kepentingan penyelenggaraan tupoksi saja. Hal ini akan memudahkan pengguna untuk lebih fokus terhadap pendayagunaan BMD saja.
2.4.2.2 Penyusunan Standar Operasional Prosedur Penyusunan Standar Operasional Prosedur dalam penggunaan BMD adalah menggambarkan alur penggunaan BMD. Merujuk kepada Permendagri No.17 Tahun 2007, Standar Operasional Prosedur (SOP) Penggunaan BMD dapat digambarkan sebagai berikut :
Tabel 3 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PENGGUNAAN BMD No.
Kegiatan Pengg una
1.
2. 3. 4. 4. 5.
6. 7.
8.
Kuasa Pengguna
Pengurus
Pelaksana Penyimpan
Output Kepala Ruangan (Kabag/Kabid/Kasi)
Menerima BMD dari Pengelola sesuai SK Penetapan Status Penggunaan dari Kepala Daerah Menyerahkan BMD untuk disimpan / dibukukan Menerima, Membukukan dan Menyimpan BMD Mencatat BMD kedalam KIB dan Buku Inventaris Mengajukan Usul Penggunaan BMD Menerima dan Menyetujui Usulan Penggunaan BMD Menerbitkan Surat Penunjukan Pemakai BMD Menyerahkan BMD ke Kepala Ruangan, Kuasa Pengguna untuk selanjutnya diserahkan ke Pemakai Mencatat BMD kedalam KIR
9.
Memonitor dan Penggunaan BMD
Mengontrol
10.
Menyampaikan Penggunaan BMD
Laporan
11.
Mengevaluasi Penggunaan BMD
Catatan : Standar Operasional Prosedur (SOP) Kuasa Pengguna BMD berpedoman kepada SOP Pengguna.
Pemakai BA. Serah Terima
Buku Penerimaan & Pengeluaran BMD Pembaruan KIB dan BI Usul Penggunaan BMD Usul Penggunaan BMD yg tlh disetujui Surat Penunjukan Pemakai BMD Tanda Terima Penyerahan BMD
Pembaruan KIR Informasi Kesalahan dan Tindakan Koreksi Laporan Penggunaan BMD Informasi Menyeluruh Penggunaan BMD
Ket
2.4.2.3 Staffing / Penyusunan Personalia Staffing merupakan salah satu fungsi manajemen yang karena eratnya keterkaitannya dengan fungsi organizing maka staffing dapat diitegrasikan kedalam fungsi organizing. Fungsi Staffing adalah berupa penyusunan personalia pada suatu organisasi sejak dari merekrut personil, pengembangannya sampai kepada usaha agar setiap personil memberi dayaguna maksimal kepada organisasi. Secara garis besar personalia yang berkaitan langsung dengan penggunaan BMD secara langsung dapat dibagi kedalam 2 golongan yaitu : Pengurus / Penyimpan BMD Pemakai / Operator BMD. Pengurus / Penyimpan adalah personil yang akan melakukan penatausahaan BMD yang merupakan perpanjangan tangan pimpinan SKPD dalam melakukan penatausahaan BMD yang bertugas melakukan pembukuan, inventarisasi dan pelaporan BMD. Pengurus/Penyimpan BMD yang lalai dalam melakukan pembukuan barang dapat mengakibatkan kehilangan BMD yang ada di SKPD. Oleh sebab itu perlu ditetapkan kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang Pengurus / Penyimpan BMD. Pengalaman terdahulu, seringkali terjadi pimpinan SKPD dalam menunjuk pengurus atau penyimpan barang tidak seteliti dan sehati-hati ketika menunjuk pengurus keuangan / bendahara pengeluaran. Bahkan tidak jarang pula pimpinan SKPD menunjuk personil dengan kinerja rendah dan tidak memiliki latar belakang pembukuan sebagai pengurus / penyimpan BMD. Akibat data maupun nilai BMD yang disajikan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tidak diyakini kewajarannya oleh auditor. Akibat yang lebih buruk lagi adalah kehilangan BMD yang dapat merugikan keuangan daerah. Sama seperti pengurus keuangan, kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh Pengurus/Penyimpan BMD adalah : Memahami Pembukuan, Teliti, Memiliki Integritas dan Motivasi yang tinggi karena BMD yang dikelolanya adalah merupakan kekayaan pemerintah daerah yang bernilai tinggi. Disamping itu perlu adanya kompensasi yang seimbang agar motivasi pengurus / penyimpan BMD dapat dipertahankan ataupun ditingkatkan. Sama seperti Pengurus / Penyimpan BMD, personil yang memakai atau mengoperasikan BMD perlu juga dianalisa jumlah maupun kompetensinya. Mengingat beragam ciri dan karakteristik BMD pada suatu SKPD maka untuk memudahkan pengawasan, perlu ditunjuk 1 (satu) orang personil sebagai pemakai / operator yang bertanggung jawab atas keberlangsungan operasional BMD serta perawatannya.
Dari
sisi
personil
dikelompokkan sebagai berikut :
yang
akan
memakainya,
BMD
dapat
1. BMD yang tidak memerlukan keterampilan khusus sehingga bisa diapakai oleh banyak orang, maka biasanya penanggungjawab BMD tersebut adalah Kepala Unit tempat BMD berada atau personil yang ditunjuk oleh Kepala Unit tersebut. Contoh : Kamera saku, Personal Komputer, Printer, dan lain-lain. 2. BMD yang memerlukan keterampilan / keahlian khusus ataupun lisensi, sehingga perlu ditunjuk 1 orang personil teknis yang ahli/terampil serta memiliki lisensi sebagai pemakai yang akan bertanggungjawab atas keberlangsungan operasional BMD tersebut serta perawatannya. Contoh : Alat-alat berat, Komputer Server, Truk Sampah, dan lain-lain. 3. BMD yang diperuntukkan kepada sesorang karena jabatannya, maka biasanya pemakai langsung bertindak sebagai penanggung jawab. Contoh : Kendaraan Dinas, Meja Kerja, Rumah Dinas, dan lain-lain. Pada prinsipnya untuk menghindari penyalahgunaan serta kerusakan yang berakibat pada inefisiensi maka semua pemakai wajib memiliki pengetahuan, keterampilan ataupun lisensi/sertifikasi yang dibutuhkan untuk pemakaian BMD dimaksud. Untuk peningkatan kompetensi personil sesuai dengan yang diharapkan, pimpinan SKPD secara berkala maupun per kasus perlu mengikutsertakan personil pada Pelatihan-pelatihan maupun Bimingan Teknis. Untuk peningkatan motivasi umum serta kompetensi dalam melakukan kerjasama antar personil dan antar unit maka pilihan Pelatihan Kantor Sendiri dianggap lebih relevan. Karena teori yang diperoleh bisa langsung disimulasikan karena semua personil yang dibutuhkan sudah berada dilokasi pelatihan. Disamping itu pelatihan kantor sendiri lebih menghemat anggaran karena dapat menekan biaya transportasi dan akomodasi peserta. Contoh : Achivement Motivation Training (AMT), Sosialisasi Peraturan Perundang-undangan tentang Pengelolaan BMD, dan lain-lain. Adapun untuk pelatihan yang bersifat spesialisasi, seperti peningkatan kapailitas penggunaan mesin A, Bintek Pengurusan Barang, dan lain-lain, mengingat peserta yang akan mengikuti hanya 1 atau 2 orang saja, maka akan lebih efektif menugaskan personil tersebut ke Pusat Pelatihan yang tersedia.
2.4.3 Actuating / Penggerakan Actuatung / Penggerakkan adalah bagaimana upaya agar rencana yang telah disusun bisa terlaksana secara sistematis dalam organisasi yang telah dikondisikan alur tugas dan keweangan serta kompetensi setiap unit maupun personilnya. Penggerakan ini dapat direalisasikan melalui pendekatan fungsi manajemen sebagai berikut :
2.4.3.1 Leading Leading / Kepemimpinan adalah fungsi manajemen yang bertujuan bagaimana memulai prakarsa suatu pekerjaan atau tugas. Hal pertama yang dilakukan dalam melaksanakan fungsi leading / kepemimpinan tentu saja adalah memberi instruksi. Dengan telah disusunnya langkah-langkah sebagaimana yang tertuang dalam perencanaan BMD, maka selanjutnya Kepala SKPD perlu menngitruksikan unit atau personil terkait untuk merealisasikan rencana tersebut. Hal kedua, adalah mengkomunikasikan dengan unit atau personil terkait secara perorangan atau kolektif hal-hal yang menyangkut detail pelaksanaan rencana. Hal ketiga, adalah memberikan kepastian tugas dan kewenangan kepada masing-masing unit atau personil (si A melakukan tugas A untuk itu diberikan kewenangan A). Oleh sebab itu dalam hal penggunaan BMD, Kepala SKPD harus menunjuk dengan resmi personil yang akan memakai atau memikul tanggung jawab pemakaiaan atas BMD. Misal :
Seorang Adminitrator Database sesuai dengan
tugasnya ditunjuk sebagai Pemakai Komputer Server dan memiliki kewenangan atas keberlangsungan operasional komputer server tersebut yang tidak dapat di ganggu gugat oleh personil lain. Hal keempat, mengatur mekanisme koordinasi antar unit yang saling terkait agar dalam pelaksanaan tugas masing-masing unit / personil mengetahui dengan siapa dia perlu berkoordinasi dan agar tidak terjadi benturan dan pergesekan dalam menjalankan tugas. Misal : Pengajuan kebutuhan barang dilakukan sekali dalam sebulan berkoordinasi dengan pengurus barang yang lebih mengetahui ketersediaan barang. Kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang Pimpinan SKPD dalam menjalankan fungsi ini adalah ”tegas”. Tegas dalam arti kata tidak toleran terhadap suatu kesalahan, sekecil apapun dan terhadap siapapun. Kesalahan yang kecil apabila dibiarkan, besar kemungkinan akan berulang dan berulang, yang pada akhirnya menjadi budaya dalam suatu SKPD. Setiap kesalahan sekecil apapun, sengaja atau tidak sengaja harus ada konsekwensi. Konsekwensi paling kecil adalah teguran. Jika pimpinan tidak berani menegur bawahan, hal ini akan menghamat terwujudnya pelaksanaan tugas sesuai dengan aturan dan kebijakan pimpinan. Hal ini sering kita jumpai pada beberapa kasus dimana atasan tidak bertindak tegas,
Ketegasan
memberikan kepastian bagi bawahan untuk bersikap sesuai dengan aturan dan kebijakan pimpinan. Kompetensi kedua yang harus dimiliki agar fungsi leading bisa terlaksana adalah ”bijaksana”. Bijaksana mengandung arti dalam memiliki pertimbanganpertimbangan serta analisa yang tajam dalam mengambil keputusan terhadap persoalan yang spesifik (tidak diatur dalam ketentuan perundang-undangan yang
ada). Pertimbangan-pertimbangan tersebut tentunya tetap berpegang pada prinsipprinsip : Tidak melanggar aturan dan tidak merugikan daerah.
2.4.3.2 Motivating Terjadinya penyalahgunaan BMD atau penggunaan BMD yang tidak efisien di SKPD pada umumnya disebabkan oleh rendahnya motivasi pemakai BMD. Rendahnya rasa memiliki terhadap BMD serta kurangnya pengetahuan terhadap BMD yang digunakan adalah penyeab utama rendahnya motivasi. Banyak teori dalam ilmu manajemen yang digunakan untuk meningkatkan motivasi. Dalam hal pendayagunaan BMD ada beberapa pendekatan dalam meningkatkan motivasi, antara lain : 1.
Pendekatan Ekonomi, dengan menciptakan pemahaman bahwa penggunaan BMD yang optimal, efektif dan efisien dapat meningkatkan kinerja keuangan daerah, yang secara tidak langsung akan berdampak kepada kesejahteraan masyarakat dan pegawai itu sendiri.
2.
Pendekatan Religius, bahwa BMD adalah amanah.
3.
Pendekatan Edukatif, dengan memerikan tauladan kepada bawahan tentang bagaimana perlakuan terhadap BMD yang baik.
4.
Pendekatan Kompetensi, dengan meningkatkan pengetahuan dan skill pemakai BMD.
Tingginya motivasi, akan memudahkan tugas fungsi manajemen berikutnya yaitu Controlling / Pengendalian.
2.4.4 Controlling / Pengendalian 2.4.4.1 Pengawasan dan Pengendalian (Monitoring and Cotrolling) Pengawasan/Monitoring dimaksudkan untuk mengetahui kecocokan dan ketepatan kegiatan yang dilaksanakan dengan rencana yang telah disusun. Setiap BMD pada umumnya telah didistribusikan kepada seluruh bidang / bagian / seksi menurut kebutuhan tupoksinya, maka untuk memudahkan pelaksanaan pengawasan, masing kepala bagian / bidang / seksi secara berjenjang mengawasi pelaksanaan pendayagunaan BMD oleh personil yang berada di jajarannya. Dengan menggunakan penggolongan monitoring menurut William Travers Jerome maka dapat kita kembangkan langkah-langkah monitoring, sebagai berikut: 1.
Monitoring apakah penggunaan BMD sudah berdaya guna dan efisien. Upayakan meminimalisir adanya BMD yang menganggur atau penggunaan diluar tupoksi yang nantinya pasti berakibat pada inefisiensi.
2.
Monitoring BMD dari bahaya gangguan, pencurian, pemborosan, dan penyalahgunaan.
3.
Monitoring kesesuaian kompetensi pemakai dengan yang disyaratkan.
4.
Monitoring kinerja BMD apakah masih ekonomis untuk dioperasikan, atau perlu perbaikan. Pemeliharaan yang secara rutin dilakukan akan meningkatkan umur produktif BMD. Sebaliknya kerusakan yang kecil apabila dibiarkan akan mempercepat proses penuaan BMD.
5.
Monitoring yang digunakan untuk mengukur penampilan tugas pelaksana.
6.
Monitoring
terhadap
penggunaan
BMD
yang
tidak
sesuai
dengan
peruntukkannya. 7.
Monitoring terhadap ketersediaan sarana penunjang yang dibutuhkan untuk operasional BMD, sehingga penggunaan BMD berjalan lancar.
8.
Monitoring terhadap motivasi personil yang terkait dengan pendayagunaan BMD. Pengendalian/Controlling merupakan tindak lanjut dari pengawasan. Yang
digunakan untuk memperbaiki kegiatan yang menyimpang dari rencana, mengoreksi penyalahgunaan aturan dan sumber-sumber, serta untuk mengupayakan agar tujuan dicapai seefektif dan seefisien mungkin. Untuk memudahkan pelaksanaan pengendalian mengingat banyaknya aktivitas yang harus ddilakukan oleh masingmasing personil dalam SKPD, maka perlu dibuatkan sebuah standar penggunaan atau petunjuk penggunaan yang harus menjadi acuan bagi pemakai BMD. Contoh : Standar Penggunan Personal Komputer 1. Menghidupkan : Pasang Instalasi listrik, LAN, maupun printer yang diperlukan untuk mengopefrasikan Personal Komputer (Jika sudah, periksa kembali apakah sudah terpasang dengan sempurna). Tekan tombol Power On, dan tunggu sampai keluar tampilan menu windows. Lakukan update antivirus secara online sebelum memulai pekerjaan Scan semua partisi dengan antivirus yang telah tersedia. 2. Mengoperasikan : Pilih menu operasi sesuai kebutuhan pekerjaan Selalu melakukan penyimpanan file secara berkala untuk menghindari hilangnya dokumen yang sedang dikerjakan Menu browser internet diluar kepentingan dinas hanya boleh dibuka dalam jam istirahat (12.00 s/d 13.30 WIB). Tutup dokumen yang sudah selesai dikerjakan dan simpan. 3. Mematikan. Matikan komputer dengan aplikasi Shutdown dan jangan mematikan dengan menggunakan tombol power. Cabut instalasi komputer ke listrik. 4. Hal-hal lain : Untuk menghidari pemborosan daya, jika akan meninggalkan pekerjaan untuk sementara waktu maka pilih menu standby pada aplikasi shutdown. Jika terjadi kerusakan atau gangguan segera laporkan kepada Kepala Bagian / Bidang / Seksi ............... Jika terjadi penggunaan diluar standar tersebut maka tugas pejabat yang diserahi kewenangan memonitor / mengendalikan untuk menegur, mencegah /
melarang ataupun mengarahkannya. Disamping itu, pengendalian terhadap penggunaan BMD juga dapat dilakukan dengan menerbitkan Surat Penunjukan Pemakai, sehingga pemakai bertanggung jawab atas keberlangsungan operasional BMD dan pemeliharaannya. Dalam hal pengawasan dan pengendalian penggunaan BMD, maka pendelegasian tugas pengawasan dan pengendalian adalah berdasarkan pembagian ruangan akan lebih efektif mengingat besar struktur masing-masing ruang tergantung kondisi SKPD, ada yang pembagian ruangan tersebut per seksi (esselon IV) dan ada pula yang per Bidang/Bagian (esselon III). Hal ini untuk menghindari pengawasan dan pengendalian yang overlapping sehingga tidak efektif. Dari hasil kedelapan langkah monitoring diatas, dapat dikembangkan kebijakan-kebijakan Kepala SKPD sehingga tujuan pendayagunaan BMD dengan prinsip-prinsip efisiensi dan efektivitas dapat tercapai, sebagai berikut:
2.4.4.2 Reporting / Pelaporan Pelaporan adalah salah satu fungsi manajemen berupa penyampaian perkembangan atau hasil kegiatan atau pemberian keterangan mengenai segala hal yang bertalian dengan tugas dan fungsi-fungsi kepada pejabat yg lebih tinggi, baik secara lisan maupun tertulis sehingga dalam menerima laporan dapat memperoleh gambaran tentang pelaksanaan tugas orang yg memberi laporan. Pada prinsipnya tujuan dari pelaporan Manajanemen BMD Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh BMD untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pelaporan dapat dikelompokkan atas 2 jenis : 1. Pelaporan Berkala (Bulanan, Triwulan, Semesteran dan Tahunan) : Pelaporan Berkala bertujuan sebagai informasi bagi pimpinan yang lebih tinggi untuk mengambil keputusan, baik jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Hal yang dilaporkan secara berkala ini bukan meruapaka suatu kejadian yang membutuhkan penangan segera dan cenderung bersifat rekapitulasi dari kasus-kasu yang terjadi dalam kurun tertentu. Contoh : Laporan Semesteran BMD, Laporan Mutasi BMD, dan lain-lain 2. Pelaporan Kasus Pelaporan ini ersifat insidentil dan membutuhkan penanganan sesegera mungkin. Contoh : Laporan Kehilangan, Laporan Kerusakan yang tidak dapat ditanggulangi oleh unit bersangkutan, dan lain-lain.
2.4.4.3 Evaluasi / Penilaian Evaluasi atau Penilaian terhadap penggunaan BMD dilakukan bertujuan untuk perbaikan dan peningkatan kinerja pada periode (Tahun Anggaran berikutnya). Hasil penilaian ini akan menentukan penyusunan rencana tahun berikutnya. Memasuki akhir periode tertentu (tahun anggaran), kita perlu melakukan penilaian yang nantinya akan kita jadikan acuan perbaikan atau peningkatan kinerja pada periode betikutnya. Yang terpenting untuk lebih efektifnya pelaksanaan penilaian ini, kita perlu menetapkan kinerja standar. Pengukuran Kinerja Standar ini dapat dilakukan dengan berpedoman kepada kinerja masa lalu dan kinerja rata-rata untuk persoalan yang sejenis. Penilaian Kinerja Pendayagunaan BMD ini dapat dilakukan terhadap 2 (dua) objek, yaitu : 1. Kinerja Personil Mengingat output dari kinerja personil dalam suatu lembaga pemerintahan lebih banyak ersifat kualitatif. Penilaian kinerja yang bersifat kualitatif biasanya lebih sulit dari pada penilaian kinerja yang bersifat kuantitatif. Seorang karyawan bagian produksi dapat diukur kinerjanya dari jumlah produk yang dihasilkannya demikian juga dengan karyawan bagian pemasaran dapat diukur dari nilai penjualan prodek. Untuk menilai kinerja personil terkait dengan pendayagunaan BMD ada beberapa metode yang dapat digunakan.
Tingkat kerusakan BMD yang berada dalam pemakaiannya.
Tingkat kehati-hatian dalam penggunaan BMD.
Produktivitas yang dihasilkan dari penggunaan BMD.
Untuk efektifnya pelaksanaan penilaian ini, kita perlu menetapkan kinerja standar minimal berdasarkan riwayat/pengalaman penggunaan BMD sejenis.
2. Kinerja BMD Tujuan dari penilaian ini untuk mengetahui apa persoalan yang menjadi kendala pencapaian optimalisasi pendayagunaan BMD secara efektof dan efisien terhadap pelaksanaan tupoksi SKPD. Jika persoalan tersebut terletak pada personil, maka dalam perencanaan personil kedepan dapat disusun langkahlangkah antara lain : Perlu penambahan personil dikarenakan masih terdapatnya kapasitas yang menganggur dari suatu BMD, Perlu peningkatan kompetensi personil, dan lain sebagainya. Sebaliknya jika persoalan tersebut berada pada BMD nya sendiri, maka kebijakan kedepan bisa berupa, antara lain : Upgrade spesifikasi BMD, penggantian BMD, penambahan BMD, dan lain-lain. Didalam Permendagri No.17 Tahun 2007 dijelaskan bahwa BMD yang tidak digunakan untuk operasional SKPD harus dikembalikan kepada Pengelola BMD. Pengembalian BMD kepada Pengelola ini berakiat dihapuskan BMD
tersebut dari Daftar Pengguna. Artinya pengguna diebaskan dari tanggung jawab terhadap BMD. Dalam hal pengembalian BMD kepada Pengelola, Pengguna diharapkan untuk mengusulkan alternatif pendayagunaan BMD, seperti : Kerjasama pemanfaatan dengan pihak ketiga, Disewakan ataupun dijual, yang kesemuanya itu bertujuan untuk optimalisasi pemanfaatan BMD. III. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : 1. Manajemen BMD adalah sisi lain dari upaya meningkatkan kinerja pengelolaan BMD yang lebih berorientasi pada hasil yang optimal, efektif dan efisien. 2. Manajemen BMD di tingkat SKPD adalah kompetensi yang mutlak harus dimiliki oleh seorang Pimpinan SKPD selaku Pengguna BMD sehingga dapat memaksimalkan manfaat dari keterbatasan sumber daya BMD untuk kepentingan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. 3. Keempat fungsi manajemen, yaitu Perencanaan, Pengorganisasian, Penggerakkan dan Pengendalian dapat diaplikasikan dalam rangka pendayagunaan BMD agar tercapai manfaat yang optimal, efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA 1. George R. Terry (2006) : Prinsip-Prinsip Manajemen. 2. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 6. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. 7. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah.