Nadrah, Asal Usul Bahasa : Sebuah Tinjauan Tata Bahasa Tradisional
240
ASAL USUL BAHASA : SEBUAH TINJAUAN TATA BAHASA TRADISIONAL Nadrah Abstraction: Linguistic history was begun from tradisional linguistic. Traditional grammar analyze laanguage based on philosophy and semantic. In its development, tradisional linguistic ideology was popular in linguistic Greek period. Traditional theory basically was based on meaning analysis. Besides, traditional grammar didn’t pay attention to language hierarchy so that the boundaries between gramatical unity with other unities wasn’t clear. Futher, if it was related to approaches that were done by saints such as Plato and Aristoteles said that language analysis was based on philosophy’s view. Before modern linguistis appeared, that view was specifically in meaning part and language are pretended as a tool. Because of that, (1) Traditional langauge wasn’t known the differences between utterances language with written language just based on written language. (2) Its grammar language was described based on other languages especially Latin. (3) Language principles was made true or false. (4) Language problems always was described by using logic. (5) Last finding and principles tended to holdd out. Kata kunci: asal usul bahasa; tata bahasa tradisional A. P E N D A H U L U A N Menariknya sejarah linguistik dewasa ini karena memungkinkan kita untuk membebaskan diri dari pengertian-pengertian tertentu yang keliru mengenai bahasa yang umum dianut. Linguistik, seperti setiap cabang ilmu yang lain, dibangun berdasarkan masa lampau; tidak hanya dengan menantang dan menyangkal ajaran tradisional, tetapi juga dengan mengembangkan dan merumuskannya kembali. Perlu diperhatikan di sini bahwa apa yang umumnya diacu sebagai “tata bahasa tradisional” jauh lebih kaya dan lebih bervariasi daripada yang sering ditunjukkan dalam acuan-acuan sepintas lalu yang diuraikan dalam banyak buku pegangan modern mengenai linguistik. Banyak dari sejarah pemikiran linguistik Barat terdahulu yang kabur dan kontroversial. Ini terutama disebabkan oleh kenyataan bahwa kebanyakan sumber aslinya telah hilang: dari yang masih ada jelaslah bahwa meskipun dapat ditelusuri jalur perkembangannya 240
Nadrah, Asal Usul Bahasa : Sebuah Tinjauan Tata Bahasa Tradisional
241
yang terus berkesinambungan, dari pemikiran Plato dan tokoh-tokoh Sofis sampai ke para cendikiawan Abad Pertengahan, selama jangka waktu itu banyak ahli tata bahasa yang mampu mengajukan gagasan orisinal. Apabila sejarah harus lebih sekadar catatan tahunan masa lalu, sebuah penilaian subjektif tidak terelakkan dalam pengurutan dan penafsiran peristiwaperistiwa. Karena itu, muncul pernyatan klasik bahwa tidak akan ada sejarah yang tidak memihak. Dalam sejarah suatu ilmu, dalam hal ini dalam sejarah liunguistik, terdapat unsur subjek tambahan dalam menentukan apa kegiatan dan tujuan pakarpakar terdahulu yang dianggap bagian dari cakupannya sehingga termasuk ke dalam sejarah bidang tersebut. Untuk menghindari pemaksaan ukuran linguistik sekarang ini terhadap pengambilan keputusan tentang karya linguistik masa lalu, kita mungkin sepakat untuk menganggap sebagai bagian dari sejarah linguistik setiap kajian bersistem yang diarahkan kepada suatu segi atau sejumlah segi bahasa yang dipandang sebagai objek yang menarik dan berharga dari kajian semacam itu. Minat terhadap bahasa dan masalah linguistik praktis secara terpisah mengarah ke ilmu linguistik lebih dari satu pusat peradaban. Masing-masing memiliki keunggulan dan pencapaiann sendiri dalam gerak perkembangan sejarah masing-masing telah menyentuh tradisi linguistik Eropa dan memberi sumbangan kepada tradisi tersebut. Kita sulit percaya bahwa linguistik Eropa bisa mencapai posisinya yang sekarang tanpa pengertian yang diperkenalkan ke dalam linguistik Eropa, terutama karya para ahli bahasa India kuno mengenai tata bahasa dan fonologi Sanskerta. Zaman ilmu Eropa telah menjadi ilmu dunia dan linguistik. Kita dapat menelusuri sejumlah besar aliran kajian linguistik yang mengalir ke dalam tradisi Eropa dan menjadi bagian dari tradisi itu pada zaman yang berbedabeda sehingga membentuk ilmu linguistik sebagaimana yang dikenal dunia sekarang ini. B. P E M B A H A S A N Agar kita mendapat gambaran yang lebih lengkap tentang perkembangan linguistik, perkembangannya dapat dibagi ke dalam tiga periode besar, yakni
Nadrah, Asal Usul Bahasa : Sebuah Tinjauan Tata Bahasa Tradisional
242
periode awal, periode perkembangan, dan periode pembaharuan (Pateda, 1994:1415). Dalam kesempatan ini, penulis membahas pada tahap periode awal. Periode awal atau sering juga disebut periode tata bahasa tradisional dicirikan oleh faktor logika yang menjadi tumpuan analisis, yaitu kaum analogis dan kaum anomalis, zaman Iskandaria, tata bahasa Yunani, zaman Romawi, abad pertengahan, zaman Renaisance, dan tradisi India (Lyons, 1995:4-21; Alwasilah, 1993:15-47; Robins, 1995:13-133). 1. Kaum Analogis dan Kaum Anomalis Kaum analogis berpendapat bahwa bahasa itu pada hakikatnya sistematis dan teratur, sebaliknya kaum anomalis berpendapat bahwa bahasa itu pada hakikatnya tidak sistematis dan tidak teratur. Penalaran analogis secara luas dipakai oleh Plato dan Aristoteles, serta para pengikutnya dalam studi ilmu-ilmu pengetahuan. Berdasarkan perbandingan boy: boys, secara analogis kita bentuk beribu-ribu kata lain: cow: cows, girls, dan sebagainya; apabila ditentukan cow atau cows, kita dapat memecahkan persamaan boy: boys= cow: X atau boy:boys= X: cows. Kaum analogis mencurahkan perhatian mereka untuk menetapkan berbagai model yang dapat dijadikan acuan bagi penggolongan kata-kata yang teratur dalam bahasa (istilah paradigma hanyalah kata Yunani untuk model atau contoh).
Kaum
anomalis
tidak
menyangkal
adanya
keteraturan
dalam
pembentukan kata-kata dalam bahasa, tetapi menunjukkan banyaknya contoh ketidakteraturan kata-kata yang untuk membentuknya, penalaran anlogis tidak ada gunanya (child: children, dan sebagainya). Lagi pula, banyaknya analogi yang berlain-lainan harus diakui sebagai kata yang sama golongannya (ini lebih mencolok bagi bahasa Yunani dan Latin daripada bahasa Inggris). Mereka juga menunjukkan kenyataan bahwa hubungan antara bentuk kata dan artinya sering kali tidak teratur, misalnya nama kota Thebe atau Thena adalah jamak dalam bahasa Yunani, meskipun menandai satu kata saja; salah satu kata Yunani untuk child (paidion) netral jeniusnya. Meskipun kata untuk children harus maskulin atau feminin (bandingkan dengan kata Jerman Kind, yang juga netral: contohcontoh anomali seperti ini dapat ditemukan dalam banyak bahasa). Contoh anomali lain dapat diberikan dengan adanya sinonimi dan homonimi. Jika bahasa
Nadrah, Asal Usul Bahasa : Sebuah Tinjauan Tata Bahasa Tradisional
243
benar-benar hasil konvensi manusia, seseorang tidak akan mengharapkan adanya berbagai macam ketidkateraturan itu jika ada harus dibetulkan. Kaum anomalis berpendapat bahwa bahasa hasil alam. Hanya sebagian bahasa dapat diuraikan menurut pola-pola pembentukkan bahwa perhatian yang semestinya harus diberikan pada pemakaian, betapapun kenyataan pemakaian tertentu mungkin tidak masuk akal. Pada zaman Yunani para filsuf meneliti apa yang dimaksud dengan bahasa dan apa hakikat bahasa. Para filsuf tersebut sependapat bahwa bahasa adalah sistem tanda. Dikatakan bahwa manusia hidup dalam tanda-tanda yang mencakup segala segi kehidupan manusia, misalnya bangunan, kedokteran, kesehatan, geografi, dan sebagainya. Tetapi mengenai hakikat bahasa – apakah bahasa mirip realitas atau tidak – mereka belum sepakat. Dua filsuf besar yang pemikirannya terus berpengaruh sampai saat ini adalah Plato dan Aristoteles. Plato berpendapat bahwa bahasa adalah physei atau mirip realitas, sedangkan Aristoteles mempunyai pendapat sebaliknya, yaitu bahwa bahasa adalah thesei atau tidak mirip realitas kecuali onomatope dan lambang bunyi (sound symbolism). Pandangan Plato bahwa bahasa mirip dengan realitas atau nonarbitrer diikuti oleh kaum naturalis. Pandangan Aristoteles bahwa bahasa tidak mirip dengan realitas atau arbitrer diikuti oleh kaum konvensionalis. Perbedaan pendapat ini juga merambah ke masalah keteraturan (regular) atau ketidakteraturan (irregular) dalam bahasa. Kelompok penganut pendapat adanya keteraturan bahasa adalah kaum analogis yang pandangannya tidak berbeda dengan kaum naturalis. Kaum anomalis yang berpendapat adanya ketidakteraturan dalam bahasa mewarisi pandangan kaum konvensionalis. Pandangan kaum anomalis mempengaruhi pengikut aliran Stoic. Kaum Stoic lebih tertarik pada masalah asal mula bahasa secara filosofis. Mereka membedakan adanya empat jenis kelas kata, yakni nomina, verba, konjungsi dan artikel. 2. Zaman Iskandaria Dengan didirikannya perpustakaan besar di koloni Yunani. Kota tersebut menjadi pusat penelitian kusastraan dan linguistik yang mendalam. Naskah-naskah para pengarang masa lampau dan khusunya yang memuat tulisan sajak-sajak
Nadrah, Asal Usul Bahasa : Sebuah Tinjauan Tata Bahasa Tradisional
244
Homerus ketika itu sudah benar-benar rusak. Dengan membandingkan naskahnaskah lain mengenai karya-karya yang sama, para sarjana Iskandaria pada abad ketiga dan kedua sebelum Masehi berusaha memperbaiki tulisan aslinya dan memutuskan mana karya-karya yang asli dan mana yang tidak karena bahasa dalam tulisan klasik dalam banyak segi berbeda dengan bahasa Yunani kontemporer yang dipakai di Iskandaria. Berkembanglah kebiasaan membuat komentar-komentar tentang tulisan dan uraian mengenai tata bahasa yang menjelaskan berbagai kesulitan yang mungkin dihadapi pembaca karya penyair Yunani terdahulu. Kekaguman terhadap karya sastra besar masa lalu meneguhkan kepercayaan bahwa bahasa yang dipakai untuk menulisnya dengan sendirinya juga lebih murni dan lebih benar jika dibandingkan dengan bahasa percakapan yang dipakai di Iskandaria dan di pusat-pusat studi Helenistik lainnya. Oleh karena itu, tata bahasa yang dihasilkan oleh sarjana-sarjana Helenistik mempunyai sasaran ganda: menggabungkan tujuan memantapkan dan menjelaskan bahasa yang digunakan para pengarang klasik dengan hasrat melestarikan bahasa Yunani agar tidak rusak oleh orang-orang yang tidak tahu bahasa dan sastra. Pendekatan studi bahasa yang dibina oleh klasisisme Iskandaria ini menimbulkan dua pengertian yang keliru dan fatal. Yang pertama mengenai hubungan antara bahasa tulis dan bahasa lisan; yang kedua berhubungan dengan cara berkembangnya bahasa. Kedua-duanya boleh diacu sebagai apa yang disebut kekeliruan klasik dalam studi bahasa. Sejak semula para sarjana linguistik Yunani lebih mencurahkan perhatian mereka pada bahasa tulis. Tidak ada perbedaan yang konsisten
antara
bunyi-bunyi
dan
huruf-huruf
yang
dipakai
untuk
menggambarkannya. Kalaupun diketahui ada perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulis, cenderung selalu ada anggapan bahwa yang pertama tergantung pada dan berasal dari yang kedua. Perhatian para sarjana Iskandaria terhadap kesusastraan hanya memperkuat anggapan itu. Thomas Aquinas berpendapat, ilmu, termasuk filsafat, berpangkal pada pengamatan dan pengalaman indrawi, lalu dilakukan abstraksi ”yang umum ditarik dari yang partikular”. Abstraksi itu dibimbing oleh asas: pertama, asas dari logika. Contoh, pernyataan ”keseluruhan lebih besar daripada salah satu bagiannya”. Ini
Nadrah, Asal Usul Bahasa : Sebuah Tinjauan Tata Bahasa Tradisional
245
analisis konsep. Kedua, pergaulan dan pembicaraan antarmanusia karena dalam konteks itu ada asas-asas tertentu yang selalu ikut ditegaskan, bahkan ditegaskan di tengah-tengah upaya untuk menyangkalnya. Contohnya, orang yang menolak adanya bebenaran sebetulnya implisit dikatakan ” benarlah bahwa tidak ada kebenaran”. Melalui asas-asas tersebut, dimulailah metode deduksi. Dengan metode inilah semua bentuk pengetahuan diturunkan. Berbeda dengan Aristoteles, Thomas menekankan pula intuisi (pengaruh Agustinus). Intuisi dipahami sebagai karunia Tuhan, sebagai illuminatio, terang-Nya. Terang yang dimaksud, terang akal manusia yang dianugerahkan Tuhan. Penekanan pengetahuan dan cara kerja filsafat pada masa skolastik adalah pada objek pengetahuan serta ciri objektif pengetahuan itu sendiri. 3. Tata Bahasa Yunani Orang Yunani sudah terbiasa dengan berbagai kategori tata bahasa yang dipakai dalam uraian-uraian tradisional bahasa Yunani sejak belajar di sekolah. Pengakuan
terhadap
kategori-kategori
ini
semata-mata
akan
langsung
mempengaruhi pandangan seseorang yang hendak menganalisis bahasa tersebut. Bahkan dengan pengetahuan yang amat dangkal tentang sejarah tata bahasa Yunani pun kita bisa melihat bahwa itu tidak benar. Analisis sangat teliti yang terdapat dalam buku-buku tata bahasa baku bahasa Yunani di sekolah begitu tidak jelasnya sehingga diperlukan kira-kira enam abad untuk menggarapnya. Lagi pula itu bukanlah satu-satunya analisis yang mungkin dilakukan dan barangkali bahkan bukan yang terbaik. Kiranya tidak patut dikatakan bahwa cara-cara yang agak berbeda untuk menguraikan bahasa yang disukai oleh beberapa ahli tata bahasa Yunani yang kemudian dibakukan dan diwariskan kepada anak cucu sebagai tata bahasa bahasa Yunani. Protagoras, salah seorang tokoh Sofis paling awal dan paling berpengaruh dianggap berjasa membedakan tiga jenis kata dalam bahasa Yunani. Plato-lah (tahun 429-347 SM) dengan tegas membedakan kata benda dengan kata kerja. Akan tetapi, dua kelas kata yang didefinisikan Plato sebagai kata benda dan kata kerja tidak sama luasnya dengan kelas-kelas kata yang diberi label-label tersebut dalam sistem analisis kemudian yang menjadi dasar buku tata bahasa di sekolah-
Nadrah, Asal Usul Bahasa : Sebuah Tinjauan Tata Bahasa Tradisional
246
sekolah. Seperti didefinisikan Plato, kata benda atau nomina adalah kata yang dapat berfungsi dalam kalimat sebagai subjek. Predikat dan kata kerja atau verba adalah kata yang dapat menyatakan perbuatan atau koalitas yang disebut dalam predikat. Abad Pertengahan dibuat pembagian kata menjadi nomina, verba, dan adjektiva. Aristotelis (384-322 SM) mengikuti pembedaan antara nomina dan verba seperti Plato, tetapi menambahkan satu kelas lain yang berbeda, yaitu kata sambung atau konjungsi. Yang dimaksud Aristotelis dengan istilah ini adalah semua kata yang tidak termasuk kelas kata utama, nomina, dan verba. Ia juga mengambil alih penggolongan tiga jenis kata. Akan tetapi, ia melihat bahwa namanama banyak benda adalah maskulin atau feminin dalam tata bahasa Yunani. Ia mulai memakai istilah antara untuk mengacu pada jenis ketiga. Satu langkah yang lebih maju yang dibuat Aristotelis adalah pengenalannya akan kategori kata dalam kata kerja Yunani. Dia memperhatikan bahwa variasi sistematis tertentu pada bentuk-bentuk kata kerja dapat dihubungkan dengan pengertian waktu seperti kini atau lampau. Namun, ajarannya mengenai hal ini (meskipun lebih jelas dari ajaran Plato) masih amat kurang jelas. 4. Zaman Romawi Sudah umum diketahui bahwa di setiap kalangan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kesusastraan Romawi, pengaruh Yunani sangat besar. Sejak abad kedua sebelum Masehi, dalam beberapa hal bahkan lebih awal, para aristokrat Romawi dengan penuh gairah mengikuti kebudayaan Yunani dan metodemetode pendidikan Yunani. Anak-anak mereka dididik untuk berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Yunani maupun Latin, dan sering kali pergi untuk menyempurnakan pendidikan mereka di salah satu pusat filsafat dan retorika Helenistik yang besar. Oleh karena itu, tidak begitu mengherankan apabila ternyata ahli-ahli tata bahasa Latin hampir sepenuhnya tergantung pada model Yunani mereka. Pengaruh kelompok Iskandaria maupun kelompok Stoa jelas terlihat pada karya Varro mengenai bahasa Latin (abad pertama sebelum Masehi). Di Roma, seperti di Yunani, studi-studi tata bahasa tetap sebagai alat
Nadrah, Asal Usul Bahasa : Sebuah Tinjauan Tata Bahasa Tradisional
247
bantu bagi studi-studi filsafat, kritik sastra, dan retorika. Pertentangan antara kaum "analogis" dan kaum "anomalis" tetap dihidupkan dan ciri-ciri tata bahasa yang lain banyak dibicarakan di antara para pencinta bahasa, sastra, dan filsafat. Caesar sendiri menulis buku tata bahasa Tentang Analogi (yang dipersembahkannya kepada Cicero) di tengah kampanye militernya di Galia. Berkat kejayaan Romawi maka pengaruh Romawi di Eropa sangat besar. Bahkan menguasai bahasa Romawi dengan baik menandakan bahwa orang tersebut adalah seorang intelek. Pada masa Romawi, kelas kata menurut Dionysius Thrax ada delapan jenis kata yang ditambah satu lagi sehingga menjadi sembilan, yaitu numeralia (=kata bilangan). Tokoh Romawi yang secara hati-hati membahas bidang linguistik bahsa Latin ialah Varro (116-27 SM). Varro mengarang sebuah buku yang berjudul De Lengua Latina yang terdiri atas 25 jilid. Dalam buku tersebut dibicarakan etimologi, morfologi, dan sintaxis. Selain Varro masih ada lagi bahasa yang hidup pada waktu itu yang dapat diminta keterangannya dalah Priscia yang kemudian dikenal sebagai peletak dasar tata bahasa Priscia dengan karyanya Institutiones Grammaticae. Pada tata bahasa itu dibicarakan fonologi, morfologi, dan sintaksis. Berbicara kelas kata, Priscia membaginya atas delapan kelas, yakni nomen, verbum, participium, pronomen, adverbio, praeposetio, interjectio, dan conjunctio. Pada masa Romawi, berkembang pula kebudayaan Yunani yang disebut Hellenisme. Pengaruh Hellenisme terdapat pada Alexandria bahwa ilmu pengetahuan disoroti berdasarkan ajaran Stoa (=Stoik). Ada tiga hal yang utama dari kelompok Stoa, yakni pembedaan antara studi bahasa secara logika dan studi bhasa secara gramatikal. Usaha menciptakan istilah teknis yang berhubungan dengan bahasa dan pembedaan antara kaum Stoik dengan penganut Ariestoteles (=Logika Peripatetic). Untuk itu, kaum Stoik membedakan tiga aspek utama bahasa, yakni (a) tanda, simbol, sign yang disebut senainon, (b) makna atau semainomenon atau lekton, dan (c) hal-hal eksternal atau situasi atau to pragma atau to tunghanon.
Nadrah, Asal Usul Bahasa : Sebuah Tinjauan Tata Bahasa Tradisional
248
5. Abad Pertengahan Ciri utama masa ini ialah peranan utama yang dipegang oleh sistem pendidikan Latin. Syarat utama untuk mendapat penghargaan, yakni kemahiran seseorang dalam bahasa Latin karena bahasa Latin dianggap sebagai bahasa gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan. Yang berkembang pada masa pertengahan ini adalah Skolastik. Skolastik adalah suatu cara mempelajari ilmu yang diperoleh di biara-biara, pertemuan alim ulama, dan di sekolah-sekolah istana. Di sekolah tersebut diajarkan artes liberales berupa lecciones yang diberikan pada waktu pagi dan diperdebatkan pada waktu sore. Pada masa pertengahan ini, perhatian lebih banyak ditujukan lepada bahasa Romawi meskipun kerajaan Romawi telah lenyap. Tujuan ahli tata bahasa pada waktu itu ialah mencari kesesuaian antara peristiwa bahasa dan prinsip teori yang telah disusun lebih dahulu. Pada masa pertengahan, ada dua hal perlu dikemukakan sehubungan dengan perkembangan linguistik. Kedua hal itu ialah munculnya kaum Modistae dan tata bahasa spekulatif. Kaum Modestae mengagung-agungkan unsur semantik. Tiap benda mempunyai beberapa ciri yang perlu dibedakan dengan sebutan modi essendi. Pikiran manusia dapat menangkap pengertian yang ada pada konsep baik secara aktif maupun secara pasif. Daya tangkap secara aktif mereka sebut modi itellegendi activi dan daya tangkap secara pastif mereka sebut modi intellegendi passivi. Suatu ciri zaman Abad Pertengahan yang dominan di Eropa adalah posisi penting yang diduduki bahasa Latin dalam sistem pendidikan. Segala kemajuan pribadi, baik bagi kaum awam maupun bagi kaum rohaniwan, tergantung pada pengetahuan bahasa Latin. Bahasa Latin bukan hanya bahasa liturgi dan kitab suci saja, melainkan juga bahasa universal yang dipakai dalam diplomasi, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Bahasa Latin sebagai bahasa asing harus dipelajari di sekolah dengan tujuan penting, baik tujuan praktis maupun tujuan kultural sehingga banyak ditulis buku pegangan guna membantu anak sekolah untuk menguasainya. Sebagian besar buku pegangan tersebut berdasarkan pada tata bahasa Donatus dan Priscianus. Bahasa Latin bukan hanya bahasa asing, tetapi juga terutama bahasa tulis. Apabila bahasa itu
Nadrah, Asal Usul Bahasa : Sebuah Tinjauan Tata Bahasa Tradisional
249
dipakai untuk berbicara, setiap negara mengembangkan lafal atau pengucapan yang berbeda. Kenyataan ini hanya memperkuat pandangan tradisional mengenai kedudukan utama bahasa tulis. 6. Zaman Renaissance Kata renaisance berhubungan dengan kata renaitre yang bermakna lahir kembali. Renaissance adalah masa kehidupan kembali usaha mempelajari zaman kuno (Yunani dan Romawi) baik mengenai keseniannya, filsafat, sastra yang lahir pada abad 16 dan 17. Sarjana Renaissance menolak tradisi skolastik. Pada masa renaissance yang sangat berpengaruh adalah humanisme (=kemanusiaan). Berbicara tentang renaissance, ada dua hal yang merupakan kebanggaan, yakni (a) tuntutan terhadap manusia untuk menjadi homo trilinguis (= menguasai bahasa Yunani, Latin, Ibrani). (b) bahasa-bahasa di luar Eropa mendapat perhatian dan diperbandingkan. Dengan kata lain, timbul hasrat untuk mempelajari bahasa daerah bahkan Kitab Injil yang ditulis bahasa Yunani dan ibrani diterjemahkan ke dalam bahasa daerah. Ini membawa konsekuensi kepada pemikiran masalah kekeluargaan bahasa. Sarjana yang terkenal yang memikirkan kekeluargaan bahasa pada waktu itu ialah Josephus. Justru Sealiger (1540-1609) berpendapat bahwa di Eropa terdapat sebelas bahasa induk di antaranya empat yang besar, yakni Yunani, Jerman, Romawi, dan Slavia. Seperti telah dikatakan di atas, pada masa renaissance perhatian bahasa di luar Eropa telah ada. Hal ini akibat usaha misionaris. Mereka banyak menghasilkan laporan tentang bahasa di Asia misalnya bahasa Jepang, Tionghoa, bahasa di India, dan Indonesia. Bahkan dengan diketahuinya bahasa Sansekerta hasrat untuk mempelajari bahasa di Asia makin bertambah. Hal ini ditunjukkan untuk melengkapi perbandingan bahasa yang mereka kerjakan. Para sarjana Renaisans pasti mengira bahwa mereka memutuskan tradisi skolastik secara radikal. Petrarchus dan para pengikutnya menertawakan bahasa aliran itu karena "barbarisme" mereka, dan mengambil cara penggunaan bahasa Cicero sebagai model gaya bahasa Latin yang baik. Dari Cicero pulalah asal cita-cita "humanisme" mereka—istilah ini (humanitas dari Cicero) bersinonim dengan "peradaban" dan berlawanan dengan "barbarisme". Berpegang pada
Nadrah, Asal Usul Bahasa : Sebuah Tinjauan Tata Bahasa Tradisional
250
pendapat bahwa kesusastraan kuno klasik merupakan sumber segala nilai yang "beradab",
mereka
mencurahkan
tenaga
untuk
mengumpulkan
dan
mempublikasikan naskah para penulis klasik. Setelah ditemukannya alat pencetak pada akhir abad XV, penyebaran naskah-naskah menjadi cepat dan luas. Tata bahasa menjadi alat bantu untuk memahami kesusastraan dan tulisan dalam bahasa Latin yang "baik". Erasmus sendiri (pada tahun 1513) menerbitkan sintaksis bahasa Latin berdasarkan karya Donatus. Bahasa Yunani juga menjadi sasaran studi yang mendalam juga bahasa Ibrani. Jadi, kaum "humanis"-lah yang meneruskan bahasa dan kesusastraan dari tiga budaya itu kepada generasi-generasi sarjana selanjutnya. Zaman ini dianggap sebagai zaman pembukaan abat pemikiran abad modern Menjelang Lahirnya linguistik modern. Linguistik tradisional bahwa a) bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya perbedaan antara ujaran tulisan. b) tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan dari bahasa lain. c) kaidah bahasa dibuat secara deskriptif. d) persoalan kebahasaanya sering dideskripsikan dengan logika. e) pertemuan terdahulu cenderung untuk selalu dipartahankan. 7. Tradisi India Di India piagam Acoka dianggap dokumen tertulis yang tertua. Meskipun di India tulis-menulis telah dikenal, tetapi cara belajar yang disampaikan secara lisan masih berlangsung sampai abad ke-19. Di India orang mempelajari bahasa untuk tujuan ritual, artinya dengan mempelajari bahasa (Sansekerta) secara sakasama. Mereka dapat mengucapkan doa-doa yang terdapat dalam buku-buku Veda secara lebih baik. Pengucapan yang baik itu diharapkan permintaan kepada dewa akan terkabul. Tradisi tata bahasa India tidak hanya bergantung pada tradisi YunaniRomawi, tetapi juga pada tradisi yang lebih tua, lebih beraneka dalam perwujudannya, dan dalam beberapa segi lebih unggul dalam apa yang telah dicapai. Panini (abad IV SM), yang diakui sebagai yang terbesar di antara para ahli tata bahasa India, menyebutkan sejumlah besar pendahulunya. Ia bekerja berdasarkan tradisi yang sudah ada beberapa abad sebelumnya. Mengenai keanekaragaman dan luasnya karya tata bahasa India: sekitar dua belas aliran
Nadrah, Asal Usul Bahasa : Sebuah Tinjauan Tata Bahasa Tradisional
251
teori tata bahasa yang berbeda-beda telah dikenal dalam tradisi India (sebagian besar, jika tidak semua, sedikit banyak tergantung pada Panini). Di luar itu masih ada sekitar seribu karya tata bahasa yang terpelihara. Ada dua hal yang menyebabkan karya linguistik India boleh dianggap lebih unggul dari tata bahasa tradisional Barat: pertama mengenai fonetik, dan kedua dalam studi mengenai struktur internal kata. Studi tata bahasa India rupanya berpangkal pada keperluan pemeliharaan agar tidak rusak, tidak hanya naskahnya, tetapi juga pengucapan syair-syair pujian Weda. Pembacaannya secara tepat dan cermat dianggap sangat penting bagi keberhasilannya dalam upacara Hindu. Penggolongan bunyi bahasa (speech sound) India lebih terperinci, lebih cermat, dan lebih kuat berdasarkan pengamatan dan percobaan dari apa pun yang telah dicapai di Eropa (atau di tempat lain, sepanjang pengetahuan kita) sebelum akhir abad XIX. Ilmu fonetik di Eropa sebenarnya sangat dipengaruhi oleh penemuan dan terjemahan tulisari-tulisan tentang linguistik di India oleh sarjana-sarjana Eropa. Analisis kata-kata para ahli tata bahasa India cukup jauh melampaui apa yang mungkin dianggap perlu bagi tujuan mereka semula, yakni memelihara bahasa naskah-naskah suci. Tata bahasa Panini sebenarnya tidak secara khusus ditujukan untuk pemeliharaan bahasa syair-syair pujian Weda, tetapi untuk bahasa pada zamannya sendiri. C. S I M P U L A N Sejarah Linguistik dimulai dari linguistik tradisional. Tata bahasa tradisional menganalisis bahasa berdasarkan filsafat dan semantik. Dalam perkembangannya di dalam aliran linguistik tradisional dikenal linguistik zaman Yunani. Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan linguis pada waktu itu adalah pertentangan antara bahasa bersifat alami (fisis) dan bersifat konvensi (nomos). Bersifat alami atau fisis maksudnya bahasa itu mempunyai hubungan asal-usul, sumber dalam prinsip-prinsip abadi dan tidak dapat diganti di luar manusia itu sendiri. Kaum naturalis adalah kelompok yang menganut paham itu, berpendapat bahwa setiap kata mempunyai hubungan dengan benda yang ditunjuknya. Atau dengan kata lain, setiap kata mempunyai makna secara alami,
Nadrah, Asal Usul Bahasa : Sebuah Tinjauan Tata Bahasa Tradisional
252
secara fisis. Sebaliknya kelompok lain, yaitu kaum konvensional, berpendapat bahwa bahasa bersifat konvensi, artinya makna-makna kata itu diperoleh dari hasil-hasil tradisi dan kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai kemungkinan bisa berubah. Teori tradisional didasarkan terutama pada analisis makna. Selain itu, tata bahasa tradisional tidak memperhatikan hierarki dalam bahasa sehingga batas antara satuan-satuan gramatik yang satu dengan yang lain, tidak jelas. Bahkan kalau kita hubungkan dengan pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh filsof, misalnya Aristoteles dan Plato, yaitu analisis bahasa dilihat dari pandangan filsafat. Sebelum munculnya linguistik modern, pandangan itu mengkhususkan diri dalam bidang arti dan bahasa dianggap sebagai ‘alat’. Oleh karena itu, (1) pada tata bahasa tradisional ini tidak dikenal adanya perbedaan antara bahasa ujaran dengan bahasa tulisan, hanya bertumpu pada bahasa tulis. (2) Bahasa yang disusun tata bahasanya dideskripsikan dengan mengambil patokan-patokan dari bahasa lain, terutama bahasa Latin. (3) Kaidah-kaidah bahasa dibuat secara preskriptif, yakni benar atau salah. (4) Persoalan kebahasaan seringkali dideskripsikan dengan melibatkan logika. (5) Penemuan-penemuan atau kaidah-kaidah terdahulu cenderung untuk selalu dipertahankan. Penulis; Nadrah, M.Pd adalah Dosen Tetap pada Jurusan Tarbiyah STAIN Bengkulu DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa. Cahyono, Bambang Yudi. 1994. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakrta: Renika Cipta. Elmubarok. 2011. “Tata Bahasa Tradisional”. http://www.elmubarok.co.cc/ 2009/12/tata-bahasa-tradisional.html. Bandung, 28 April 2011.
Nadrah, Asal Usul Bahasa : Sebuah Tinjauan Tata Bahasa Tradisional
253
Kushartanti, Untung Yuwono dan Multamia RMT Lauder. 2005. Pesona Bahasa Langkah Awal Memahami Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Lyons, John. 1995. Pengantar Teori Linguistik (Terj. I Soetikno). Jakarta: Gramedia. Oka, I.G.N dan Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depdikbud Pateda, Mansoer. 1994. Linguistik: Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa. Robins, R.H. 1990. A Short History of Linguistics. London: Longman. Robins, R.H. 1995. Sejarah Singkat Linguistik (Terj. Arsil Marjohan). Bandung: ITB Bandung. Susandi. 2011. ”Kajian Linguistik”.http://susandi.wordpress.com/seputarbahasa/kajian-linguistik/#comment-454. Bandung, 28 April 2011. Verhaar, J.W.M. 2010. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.