ARTIKEL UJI KANDUNGAN BORAKS PADA ROTI YANG DIJUAL DI KAWASAN PASAR SENTRAL KOTA GORONTALO SATRIA WAHYUNINGSIH ABAS, Hj. RAMA P. HIOLA, SIRAJUDDIEN BIALANGI 1
[email protected] JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2014 ABSTRAK Roti merupakan jajanan yang populer di Indonesia karena bentuknya yang praktis namun berpotensi terhadap penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang dilarang seperti Boraks. Mengkonsumsi boraks di dalam makanan tidak langsung dirasakan, namun dalam jangka waktu lama walau hanya sedikit akan terjadi akumulasi (penumpukan) sehingga dapat menyebabkan gangguan kesehatan bahkan kematian. Penelitian ini merupakan desain penelitian Deskriptif. Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk menguji kandungan boraks pada roti yang dijual di Kawasan Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2013. Populasi dalam penelitian ini 22 penjual roti yaitu roti bermerek dan tidak bermerek yang dijual di Kawasan Pasar Sentral Kota Gorontalo. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 15 Sampel roti, yang terdiri dari 9 jenis roti bermerek dan 6 jenis roti tidak bermerek yang dilakukan dengan pertimbangan tertentu sesuai ciri-ciri yang dikehendaki. Teknik pengambilan sampel yaitu Purposive Sampling. Hasil penelitian menggunakan metode reaksi uji nyala api membuktikan bahwa roti yang dijual di kawasan Pasar Sentral Kota Gorontalo dari 15 sampel roti, baik roti bermerek dan roti tidak bermerek yang terdiri dari 3 jenis roti (Roti Manis, Roti Tawar dan Roti Isi) ditemukan 1 sampel roti Positif (+) mengandung boraks yang berjenis roti isi dan tidak bermerek. Berdasarkan penelitian ini maka diharapkan kepada penjual roti agar mengetahui apakah roti memiliki izin dan tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa dan bagi pemilik roti tidak menggunakan bahan pengawet berbahaya boraks. Serta melakukan penyelidikan lebih mendalam dan penyuluhan oleh instansi terkait sehingga makanan yang dipasarkan memenuhi syarat kesehatan. Kata Kunci : Boraks, Roti Bermerek, Roti Tidak Bermerek.
1
Satria Wahyuningsih Abas Mahasiswi pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo, Dr. Hj. Rama P. Hiola, Dra., M.Kes dan Sirajuddien Bialangi, S.KM, M.Kes Dosen pada Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo
Definisi roti menurut Standar Industri Indonesia (SII) no 0031-74, yaitu roti adalah makanan yang terbuat dari tepung terigu yang diragikan dengan ragi roti dan dipanggang dan di dalam adonan boleh ditambah dengan garam, gula, susu atau bubuk susu, lemak, dan bahan-bahan pelezat, seperti coklat, kismis, sukade, dan sebagainya. Roti merupakan salah satu jenis makanan yang banyak diminati oleh masyarakat karena bentuknya yang praktis, memiliki berbagai jenis rasa, harganya terjangkau dan mudah untuk mendapatkannya. Secara umum saat ini roti dikelompokkan menjadi 3 jenis, yaitu roti tawar, roti manis dan roti isi. masa kadaluwarsa roti yang relatif singkat sering dalam pengolahannya dicampurkan zat pengawet agar roti dapat bertahan lama dan tidak mudah rusak atau berjamur salah satunya zat pengawet boraks. Secara fisik boraks merupakan serbuk kristal berwarna putih, tidak berbau, larut dalam air, tetapi tidak larut dalam alkohol. Boraks yang merupakan garam natrium dengan rumus kimia Na2B4O7 10 H2O yang banyak digunakan dalam berbagai industri nonpangan, terutama industri kertas, gelas, pengawetan kayu, dan keramik. Boraks merupakan senyawa yang bisa memperbaiki tekstur makanan, sehingga menghasilkan rupa yang bagus. Oleh karena itu, bahan kimia yang seharusnya bukan untuk pangan ini sering kali disalah gunakan untuk mengolah bahan pangan (Wijaya, 2011). Keracunan makanan sesungguhnya bukanlah fenomena baru. Dinegara maju sekalipun, kasus ini belum pernah sirna, meskipun langkah pengawasan makanan secara ketat telah digalakan. Contohnya, keracunan makanan akibat menyantap roti (1996) dan hot dog (1998) (USA Today, 23 desember 1998) yang diproduksi oleh salah satu perusahaan roti terkemuka di Chicago, Amerika Serikat (Arisman,2009). Sikap dan pengetahuan yang terbatas menjadi faktor pengusaha/produsen roti menggunakan bahan pengawet berbahaya boraks. hal ini tidak lepas juga dari faktor kebutuhan karena murahnya harga bahan pengawet boraks, kurangnya pengetahuan tentang bahaya jika mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet, dan juga faktor ekonomi.
METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah desain penelitian deskriptif yaitu untuk menguji ada tidaknya kandungan boraks pada roti bermerek dan tidak bermerek yang dijual di Kawasan Pasar Sentral Kota Gorontalo dengan melakukan pendekatan Kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 22 penjual roti baik roti bermerek dan tidak bermerek yang terdiri dari 3 jenis roti (Roti Manis, Roti Tawar dan Roti Isi) yang dijual di Kawasan Pasar Sentral Kota Gorontalo. Sampel dalam penelitian menggunakan purposive sampling yang berjumlah 15 Sampel roti, yang terdiri dari 9 jenis roti bermerek dan 6 jenis roti tidak bermerek yang dilakukan dengan pertimbangan tertentu sesuai ciri-ciri yang dikehendaki. Tehnik pengambilan sampel ini mendasarkan pada kriteria tertentu dari suatu tujuan yang spesifik yang sebelumnya ditetapkan oleh peneliti, subjek yang memenuhi kriteria tersebut menjadi anggota sampel (Nasir, 2011). Dalam penelitian ini menggunakan Analisis Deskriptif dengan Analisis Univariat yaitu menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik dari setiap variabel yang disertai tabel distribusi frekuensi dan presentase yaitu roti bermerek dan tidak bermerek yang mengandung boraks (Notoatmodjo, 2005).
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Distribusi Kondisi Penjual Roti Di Kawasan Pasar Sentral Kota Gorontalo Kondisi Penjual
Jumlah Roti yang dijual n
%
Menetap
18
82%
Pindah-pindah
4
18%
22
100%
Jumlah Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa kondisi penjual roti di kawasan Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2013 yang berpindah-pindah tempat
berjumlah 4 atau sebesar (18%) dan menetap berjumlah 18 atau sebesar (82%) penjual. Tabel 2 Distribusi Jenis Roti Berdasarkan Sumber Roti Di Kawasan Pasar Sentral Kota Gorontalo No
Jenis Sampel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Roti Tidak Bermerek Roti Tidak Bermerek Roti Tidak Bermerek Roti Tidak Bermerek Roti Tidak Bermerek Roti Tidak Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Jumlah Sumber : Data Primer 2013 Keterangan : = Ya - = Tidak
Kode Sampel A B C D E F G H I J K L M N O
Sumber Roti Buatan Titipan Sendiri 13 2
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa jenis roti bersumber dari titipan dan buatan sendiri yang bermerek dan tidak bermerek. Dari 15 Jenis Roti yang dijual terdapat 6 jenis roti yang tidak bermerek dan 9 jenis roti bermerek. Jenis roti bermerek dengan kode sampel (A,B,C,D,E dan F ) dan 1 diataranya buatan sendri yaitu jenis roti dengan kode sampel F sedangkan Jenis roti yang bermerek dengan kode sampel (G,H,I,J,K,L,M,N dan O dan 1 diantaranya buatan sendiri dengan kode sampel K.
Tabel 3 Distribusi Hasil Pemeriksaan Laboratorium Jenis Roti Yang Dijual Di Kawasan Pasar Sentral Kota Gorontalo Tahun 2013 No
Kode Sampel
Hasil Uji
Keterangan
1
Sampel Roti A
Merah
Negatif (-) Boraks
2
Sampel Roti B
Merah
Negatif (-) Boraks
3
Sampel Roti C
Merah
Negatif (-) Boraks
4
Sampel Roti D
Merah
Negatif (-) Boraks
5
Sampel Roti E
Hijau
Positif (+) Boraks
6
Sampel Roti F
Merah
Negatif (-) Boraks
7
Sampel Roti G
Merah
Negatif (-) Boraks
8
Sampel Roti H
Merah
Negatif (-) Boraks
9
Sampel Roti I
Merah
Negatif (-) Boraks
10
Sampel Roti J
Merah
Negatif (-) Boraks
11
Sampel Roti K
Merah
Negatif (-) Boraks
12
Sampel Roti L
Merah
Negatif (-) Boraks
13
Sampel Roti M
Merah
Negatif (-) Boraks
14
Sampel Roti N
Merah
Negatif (-) Boraks
Merah
Negatif (-) Boraks
15 Sampel Roti O Sumber : Data Primer 2013
Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat hasil pengujian Laboratorium terhadap roti bermerek dan tidak bermerek yang dijual di kawasan Pasar Sentral Kota Gorontalo yang di uji dengan Metode Reaksi Nyala Api diperoleh salah satu sampel Positif (+) mengandung boraks yaitu sampel roti E, sedangkan 14 sampel lainnya Negatif (-) dari boraks.
Tabel 4 Distribusi Jenis Roti Berdasarkan Lama Penyimpanan
No
Jenis Sampel
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Roti Tdk Bermerek Roti Tdk Bermerek Roti Tdk Bermerek Roti Tdk Bermerek Roti Tdk Bermerek Roti Tdk Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Roti Bermerek Jumlah Sumber : Data Primer 2013
Kode Sampel A B C D E F G H I J K L M N O
Lama Penyimpanan 4-6 7-9 10-12 1-3 Hari Hari Hari Hari 11 3 0 0
>15 Hari 1
Keterangan : = Berjamur - = Belum Berjamur Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil pengamatan mengenai lama penyimpanan roti berkisar antara 1-3 hari, 4-6 hari dan >15 hari. Jenis roti tidak bermerek yang berkisar 1-3 hari terdapat pada kode sampel (C dan D), 4-6 hari terdapat pada kode sampel (A,B dan F) dan >15 hari terdapat pada kode sampel E. Sedangkan jenis roti yang bermerek berdasarkan pengamatan mengenai lama penyimpanan roti berkisar antara 1-3 hari terdapat pada kode sempel (G,H,I,J,K,L,M,N dan O).
Kondisi Penjual Roti Di Kawasan Pasar Sentral Kota Gorontalo Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa Kondisi penjual roti yang berpindah-pindah di sebabkan roti yang diperjual belikan harus cepat laku terjual karena roti tidak menggunakan bahan pengawet. Roti yang diolah menggunakan campuran keju, coklat dan gula, apabila roti tidak laku terjual dan disimpan roti
sudah tidak bagus, baunya amis dan teksturnya sudah rusak. Sedangkan penjual roti yang menetap roti yang bermerek biasanya roti akan di jemput oleh pemilik/pemasok apabila roti tersebut sudah 3 hari setelah diantar meskipun sudah laku terjual atau belum. Hal ini dikarenakan roti hanyalah titipan oleh pemilik/pengusaha. Sedangkan roti yang tidak bermerek apabila roti belum habis biasanya hanya ditambahkan dengan yang baru, hal ini dipengaruhi oleh banyakknya jumlah roti yang produksi. Banyaknya jumlah produksi roti itulah tentunya dapat memaksa pengusaha menambahkan zat pengawet berbahaya seperti boraks agar rotinya tidak cepat rusak dan dapat bertahan lama.
Jenis Roti Berdasarkan Sumber Roti Di Kawasan Pasar Sentral Kota Gorontalo Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa jenis roti bersumber dari titipan yang tidak bermerek berjumlah 6 jenis roti dengan kode sampel (A,B,C,D,E dan F ) dan yang bermerek berjumlah 9 jenis roti dengan
kode sampel
(G,H,I,J,K,L,M,N dan O). Roti yang bersumber dari titipan lebih banyak dibandingkan dengan buatan sendri, Hal ini tentunya menjadi faktor utama ketidak tahuan penjual mengenai roti yang diperjual belikan apakah mengandung zat pengawet berbahaya seperti boraks. Roti yang bermerek memiliki label tanggal produksi dan tanggal kadaluwarsa yang tercantum dalam kemasan roti. Sedangkan roti yang tidak bermerek masa kadaluwarsanya tidak dapat diketahui, tetapi roti akan ditambahkan atau diambil jika roti yang tidak laku tersebut sudah rusak atau berjamur.
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat hasil pengujian pada 15 sampel roti yang terdiri dari 6 jenis roti tidak bermerek dengan kode sampel (A,B,C,D,E dan F ) dan yang bermerek berjumlah 9 jenis roti dengan kode sampel (G,H,I,J,K,L,M,N dan O), diperoleh 1 sampel Positif (+) mengandung boraks yaitu sampel yang tidak bermerek dengan kode sampel E , sedangkan 14 sampel lainnya Negatif (-) dari boraks.
Ditemukannya 1 sampel positif (+) boraks karena pengusaha/produsen menginginkan agar rotinya tidak cepat rusak dan dapat bertahan lama, karena jumlah produksi roti yang banyak. Setiap orang memiliki karakter yang berbeda dari segi pengetahuan, sikap, dan kebiasaan yang umumnya sukar untuk diubah. Sikap dan pengetahuan yang terbatas menjadi faktor pengusaha/produsen roti menggunakan bahan pengawet berbahaya. Selama belum ada yang keracunan mengkonsumsi roti olahannya selama itu pula pengusaha/produsen masih menggunakan pengawet boraks pada roti sehingga menjadi kebiasaannya tanpa mementingkan bahaya kesehatan konsumen. Terjadinya penyalahgunaan boraks dalam pengolahan roti meskipun pengusaha/produsen mengetahui bahaya menggunaan pengawet boraks, tetap saja digunakan hal ini biasanya dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi, pendidikan dan mudahnya mendapatkan pengawet boraks. Meskipun dilarang penggunaan boraks dalam makanan, boraks dalam roti terus dikonsumsi hal ini disebebkan karena penjual dan konsumen tidak mengetahui apakah dalam olahan roti tersebut terdapat zat pengawet boraks yang merupakan bahan yang dilarang digunakan dalam makanan. Oleh karena itu perlu adanya pengawasan oleh pihak terkait mengenai penggunaan bahan tambahan makanan agar makanan yang dikonsumsi baik untuk kesehatan. Cara mengatasi agar boraks tidak digunakan dalam pembuatan makanan jajanan tidak cukup hanya dengan memberi larangan. Selain itu, juga diperlu penyuluhan secara periodik tentang bahaya boraks, dan perlu diupayakan bahan lain sebagai pengganti boraks, yaitu bahan yang memiliki kegunaan seperti boraks sebagai tambahan makanan tetapi tidak membahayakan kesehatan ( Sugiatmi, 2006).
Untuk mengetahui makanan tidak mengandung zat pengawet seperti
boraks dilakukan dengan Uji Laboratorium salah satunya dengan metode reaksi nyala api. Uji nyala adalah salah satu metode pengujian untuk mengetahui apakah dalam makanan terdapat boraks atau tidak. Disebut uji nyala karena sampel yang digunakan dibakar uapnya, kemudian warna nyala dibandingkan dengan warna nyala boraks asli. Serbuk boraks murni dibakar menghasilkan nyala api berwarna
hijau. Jika sampel yang dibakar menghsilkan warna nyala hijau maka sampel dinyatakan positif mengandung boraks (Rofa, 2010). Berdasarkan survei kedua setelah penelitian ditempat pengambilan sampel yang Positif (+) mengandung boraks, penjual tidak memberitahukan siapa pemilik usaha roti itu, namun jika memesan roti maka akan dipesan langsung pada pemiknya. Roti tersebut biasanya dititipkan dan diantar dengan menggunakan kenderaan Bentor. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan. Pengamanan Makanan dan Minuman
Pasal 21 (1)
Pengamanan makanan dan minuman diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dan makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan mengenai standar dan atau persyaratan kesehatan. (2) Setiap makanan dan minuman yang dikemas wajib diberi tanda atau label yang berisi : a. bahan yang dipakai, b. komposisi setiap bahan, c. tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa, d. ketentuan lainnya. (3) Makanan dan minuman yang tidak memenuhi ketentuan standar dan atau persyaratan kesehatan dan atau membahayakan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang untuk diedarkan, ditarik dan peredaran, dan disita untuk dimusnahkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Ketentuan mengenai pengamanan makanan dan minuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Kondisi Jenis Roti Berdasarkan Lama Penyimpanan Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa hasil pengamatan mengenai lama penyimpanan roti ada yang berkisar antara 1-3 hari, 4-6 hari dan >15 hari. Roti memiliki masa kadaluwarsa yang berbeda karena disebabkan oleh tingkat dan cara pengolahan roti itu sendiri, roti yang baik dapat bertahan 1-6 hari tergantung suhu dan lama penyimpanan. Apabila roti dapat bertahan melebihi 7 hari maka roti tersebut diduga mengandung zat pengawet berbahaya seperti boraks. Roti adalah jenis olahan makanan yang sifatnya mudah rusak dan cepat berjamur, hal ini dapat dipengaruhi oleh suhu dan lama masa penyimpanan.
Interkasi antara suhu dan lama penyimpanan berpengaruh terhadap jumlah kapang pada roti. Jumlah kapang tertinggi terdapat pada suhu kamar 250C dengan lama penyimpanan 6 hari dan terendah terdapat pada suhu 100C dengan lama penyimpanan 4 hari (Babay, 2013).
Roti bermerek berjumlah 9 dan 6 tidak
bermerek diketahui 1 sampel roti tidak bermerek menggunakan bahan pengawet boraks dapat dilihat pada Tabel 1 Roti yang menggunakan bahan pengawet itu tidak diketahui dari komposisi yang tertera pada kemasan, karena tidak mencantumkan tanggal produksi dan tanggal kadaluwarsa. Berdasarkan lama penyimpanan terhadap roti yang bermerek dan tidak bermerek dapat diketahui masa simpan roti dengan kode sampel (C,D,G,H,I,J,K,L,M,N dan O) masa simpannya adalah 3 hari, lama penyimpanan roti dengan kode sampel (A,B dan F) masa simpannya adalah 6 hari dan lama penyimpanan roti dengan kode sampel E masa simpannya relatif lama yaitu > 15 hari. Setelah diobservasi sejak peneliti membeli sampel roti, diketahui roti dengan kode sampel (C,D,G,H,I,J,K,L,M,N dan O) dalam keadaan tertutup tahan sampai 3 hari dan kemudian mengalami perubahan fisik seperti struktur semakin keras, bau khas butter dan ditumbuhi jamur. Roti dengan kode sampel (A,B dan F) dalam keadaan tertutup tahan sampai 6 hari dan kemudian mengalami perubahan fisik sama. Sedangkan roti dengan kode sampel E dalam keadaan tertutup dapat bertahan sampai >15 hari belum mengalami perubahan fisik, strukturnya apabila dipilin akan rontok, baunya apek dan belum ditumbuhi jamur. Pembusukan roti disebabkan oleh rusaknya protein dan pati. Pembusukan roti disebabkan oleh tumbuhnya mikroorganisme pembusuk. Mikroorganisme tersebut tidak mati selama pemanggangan, tetapi setelah roti disimpan mulai tumbuh dan berkembang. Setelah roti keluar dari oven maka didinginkan terlabih dahulu agar uap panas yang ada dari sisa pembakaran keluar. Setelah suhu roti sesuai dengan yang diharapkan maka siap untuk dikemas. Suhu yang optimal adalah antara 35-36 C. Tetapi bila terlalu lama di luar maka akan menyebabkan roti mudah terserang jamur ataupun kapang. Dan jika plastik kemasan tidak tertutup rapat maka roti tawar akan cepat berjamur karena terpapar oleh udara sekitar (Pane, 2012).
Penggunaan boraks pada produk pangan sebenarnya sangat tidak dianjurkan
karena
dapat
berakibat
fatal
pada
kesehatan
tubuh
yang
mengonsumsinya. Meskipun boraks dilarang penggunaannya tetapi di kalangan industri kecil maupun besar tidak mempedulikan hal tersebut (Subaedi, 2013). Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya satu sampel roti yang positif (+) mengandung boraks yang berjenis roti tidak bermerek. Penelitian yang sama mengenai uji kandungan boraks pada roti ini pernah dilakukan oleh Pane I. S, Nuraini D dan Chayaya I. 2012 tentang Analisis Kandungan Boraks (Na2b4o7 10 H2o) Pada Roti Tawar Yang Bermerek Dan Tidak Bermerek Yang Dijual Di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan. Menyimpulkan bahwa Kandungan boraks pada 4 roti tawar yang bermerek yang dijual di Kelurahan Padang Bulan Tahun 2012 adalah negatif, yang berarti memenuhi persyaratan kesehatan menurut Permenkes No 1168 tahun 1999 tentang Bahan Tambahan Makanan dimana tidak boleh ada bahan tambahan makanan berbahaya dalam makanan. Kandungan boraks pada 4 roti tawar yang tidak bermerek yang dijual di Kelurahan Padang Bulan Tahun 2012 adalah negatif, yang berarti memenuhi persyaratan kesehatan menurut Permenkes No 1168 tahun 1999 tentang Bahan Tambahan Makanan dimana tidak boleh ada bahan tambahan makanan berbahayadalam makanan. Ditemukannya hasil yang Negatif (-) dikarenakan jumlah sampel yang di uji sedikit dan membatasi penelitiannya pada jenis roti tawar, hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan peneliti dengan memperbanyak sampel berjumlah 15 sampel roti, dimana setiap sampel berbeda merek, baik roti bermerek dan tidak bermerek yang terdiri dari roti tawar, roti manis, roti isi dan menemukan 1 sampel positif (+) Boraks yang berjenis roti isi tidak bermerek.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Setelah dilakukan penelitian di Laboratorium Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Gorontalo terhadap kandungan boraks pada roti yang dijual di kawasan Pasar Sentral Kota Gorontalo dapat disimpulkan bahwa : Berdasarkan Uji Laboratorium dengan menggunakan metode nyala api terhadap kandungan boraks pada roti bermerek yang dijual di kawasan pasar sentral kota gorontalo dari 9 jenis roti semuanya Negatif (-) boraks atau tidak mengandung boraks. Berdasarkan Uji Laboratorium dengan menggunakan metode nyala api terhadap kandungan boraks pada roti tidak bermerek yang dijual di kawasan pasar sentral kota gorontalo dari 6 jenis roti terdapat satu sampel Positif (+) boraks atau mengandung boraks dengan kode sampel E yang berarti belum memenuhi persyaratan kesehatan berdasarkan SNI 01-0222-1995 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor : 722/MENKES/PER/IX/88 Tentang Bahan Tambahan Makanan yang dilarang digunakan dalam makanan.
Saran Adapun yang menjadi saran dalam penelitian ini, bagi Penjual Roti : Roti yang dijual diketahui izin produksi dan tanggal kadaluwarsa, Penjual harus mengetahui siapa pemasok/pemilik roti, Pemilik roti agar tidak menggunakan bahan pengawet berbahaya seperti boraks. Bagi Masyarakat/Konsumen untuk lebih hati-hati dalam memilih jenis roti yang di konsumsi terlebih memperhatikan merek, izin produksi dan tanggal kadaluwarsa roti. Dan Instansi Kesehatan lebih tegas melakukan pengawasan dan memberikan sangsi pada oknum produsen yang menggunakan bahan pengawet berbahaya boraks, Melakukan penyuluhan tentang bahaya boraks untuk mencegah penyalahgunaan terhadap penggunaan bahan tambahan makanan.
DAFTAR PUSTAKA Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta : EGC Babay . 2013. Pengaruh Suhu Dan Lama Penyimpanan Terhadap Jumlah Kapang Pada Roti Tawar (Penelitian Disuatu Industri Rumah Tangga Pangan Kota Gorontalo). Skripsi. Fakultas Ilmu-ilmu kesehatan dan keolahragaan. Universitas Negeri Gorontalo. Nasir, Muhith, dan Ideputri. 2011. Buku Ajar Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogyakarta : Nuha Medika. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Pane I. S, Nuraini D dan Chayaya I. 2012. Analisis Kandungan Boraks (Na2b4o7 10 H2o) Pada Roti Tawar Yang Bermerek Dan Tidak Bermerek Yang Dijual Di Kelurahan Padang Bulan Kota Medan. Jurnal. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Departemen Kesehatan Lingkungan.(online), 8 hal. Rofa, Samadin, Ridwanullah, dan Windayanti. 2010. Uji Nyala Pada Sampel Boraks. Laporan Praktikum. Pendidikan Kimia UIN SGD Bandung. (online), 5 hal.