Artikel
Tantangan Mendongkrak Kesertaan KB Pria di Kulonprogo Mardiya
Upaya peningkatan partisipasi pria dalam ber-KB yang selama ini diukur dengan tingkat kesertaan KB Pria melalui penggunaan alat kontrasepsi Kondom dan Metode Operatif Pria (MOP), telah mendapat perhatian serius pemerintah sejak isu kesetaraan gender dalam ber-KB keras menggema pasca ICPD-1994 di Kairo. Di masa lalu, persoalan pengaturan kelahiran masih terfokus pada perempuan sehingga terkesan bahwa KB adalah urusan perempuan, sehingga istrilah yang harus ber-KB. Belakangan KB juga harus menjadi urusan laki-laki. Artinya, seorang suami sekarang ini tidak boleh tidak harus peduli KB, karena KB telah menjadi urusan bersama. Akan lebih utama bila sang suami mau berperan langsung melalui penggunaan alat/cara kontrasepsi Kondom atau MOP atau dengan kata lain menjadi peserta KB. Upaya mendongkrak kesertaan KB pria, tentu banyak sekali tantangannya. Terbukti, lebih dari satu dasa warsa pemerintah berupaya merekrut peserta KB Pria, hasilnya masih jauh dari memuaskan. Di level nasional, berdasarkan hasil SDKI 2007 kesertaan KB Pria baru 1,5 persen dengan rincian Kondom 1,3 persen dan MOP hanya 0,2 persen. Artinya, tidak berbeda secara signifikan dengan hasil SDKI 2002 yang berada dalam kisaran 1,3 persen dengan rincian pengguna Kondom 0,9 persen dan MOP 0,4 persen. Capaian ini masih jauh dari target RPJMN yang mengamanatkan jumlah peserta KB Pria pada tahun 2009 adalah 4,5 persen dari total PA. Di provinsi DIY sendiri, berdasarkan laporan dari BKKBN DIY, hingga akhir Desember 2009, kesertaan
1
KB Pria telah mencapai angka cukup menggembirakan yakni 5,88 persen dengan rincian pengguna Kondom
5,26 persen dan MOP 0,61 persen. Sementara di Kulonprogo,
meskipun telah terjadi peningkatan proporsi kesertaan KB Pria sekitar 0,4 persen dibanding tahun 2008 hingga proporsinya mencapai 4,51 persen, kondisinya masih jauh tertinggal dibanding capaian beberapa kabupaten/kota lain di DIY. Karena tercatat, Kota KB Prianya mencapai 16,69 persen, Sleman 7 persen dan Bantul 5,61 persen. Satusatunya kabupaten yang capaiannya di bawah Kulonprogo hanya Gunungkidul sebesar 2,18 persen . Tentang beratnya tantangan
mendongkrak kesertaan KB Pria di Kulonprogo
dapat dilihat dari perkembangan kesertaan KB Pria sejak tahun 2006 lalu di mana saat itu total KB Pria mencapai 2.132 akseptor dari total PA sebanyak 48.632 akseptor atau proporsinya 4,39 persen. Namun di tahun 2007 proporsi tersebut turun menjadi 4,18 persen, karena jumlah peserta KB pria hanya 2.043 dari total PA sebanyak 48.928. akseptor. Selanjutnya di tahun 2008, kondisinya semakin memburuk dengan proporsi hanya 4,11 persen karena KB Pria nya hanya 2.040 dari total PA 49.651. Baru pada tahun 2009 kesertaan KB Pria dapat sedikit terdongkrak dengan capaian peserta KB Pria sebanyak 2.295 dari total PA 50.906 akseptor atau proporsinya mencapai 4,51 persen. Berdasarkan pencermatan penulis, paling tidak ada empat hal yang menyebabkan kesertaan KB Pria di Kulonprogo relatif rendah di antara kabupaten/kota di DIY walaupun dibandingkan capaian nasional boleh berbangga. Keempat hal yang dimaksud adalah: (1) Kurangnya promosi, sosialisasi dan KIE KB Pria, (2) Terbatasnya sarana prasarana, dana dan sumber daya manusia untuk pelayanan KB pria khususnya MOP, (3) Kurang optimalnya dukungan stakeholder dan shareholder (kemitraan) untuk program
2
KB Pria, (4) Masih banyaknya hambatan dari sisi sosial, budaya dan agama dalam upaya lebih memasyarakatkan Kondom dan MOP sebagai alat kontrasepsi andalan pria. Salah satu hambatan pemasyarakatan Kondom di kalangan para suami
di
Kulonprogo sekarang ini karena masih adanya stigma negatif terhadap alat kontrasepsi Kondom, walaupun belakangan mereka semakin paham bahwa Kondom adalah alat kontrasepsi dual protection yang mampu mencegah kehamilan di satu sisi dan mencegah penularan IMS-HIV/AIDS di sisi lainnya. Namun kesan bahwa Kondom sebagai alat kontrasepsi yang tingkat kegagalannya tinggi, kurang enak dipakai, rumit penggunaannya dan sebagian di antara mereka ada yang merasa jijik, tetap masih sulit digunakan. Terlebih Kondom selama ini
dianggap dekat dengan pandangan miring masyarakat
seperti Kondom identik dengan pelacuran, kenakalan pria, seks bebas dan sebagainya. Sementara itu, MOP yang juga dikenal sebagai vasektomi dan merupakan salah satu bentuk sterilisasi, sepertinya masih akan banyak diganjal oleh sebagian ulama/ustad di Kulonprogo, apabila dipromosikan secara luas pada masyarakat. Lebih-lebih di awal Januari 2009 lalu, MUI sempat mengeluarkan fatwa haram bagi pria untuk vasektomi, meskipun masih dalam batas-batas tertentu. Hal krusial yang masih dipersoalkan adalah kaitannya dengan ghayah (tujuan) vasektomi itu apakah atas dasar indikasi medik atau justru bertujuan yang bertentangan dengan maksud dari nikah itu sendiri, misalnya supaya bebas selingkuh. Hal lain yang dipersoalkan adalah bahwa vasektomi yang dilakukan dengan memotong saluran mani (vas deferens) itu termasuk perbuatan mengubah ciptaan Allah dengan menghilangkan bagian dari tubuh manusia yang berfungsi. Hambatan promosi ini masih diperparah dengan banyaknya mitos yang berkaitan dengan vasektomi, seperti vasektomi dilakukan dengan memotong penis,
3
setelah vasektomi penis tidak bisa berdiri, tidak ada cairan yang keluar saat ejakulasi dan gairah seks menurun, yang sesungguhnya sama sekali tidak ada alasan yang mendasar. Dengan adanya berbagai hambatan tersebut, dalam rangka mendongkrak kesertaan KB Pria, para pengelola KB termasuk Penyuluh KB di Kulonprogo harus berani dihadapkan pada tantangan untuk: Pertama,
melakukan intensifikasi upaya
promosi, sosialisasi dan KIE KB Pria melalui jalur kelompok, karena selain menghemat waktu, tenaga dan biaya, hasilnya dipastikan akan lebih baik. Pengalaman dari Kelompok KB Pria “Rama Bima” dan “Kokoh” dari Kecamatan Girimulyo Kulonprogo, promosi KIE melalui sistem “gethok tular” pada kelompok peternak kambing PE, masing-masing telah mampu merekrut 44 dan 28 orang untuk menjadi peserta KB MOP. Bayangkan, kondisi yang demikian itu terjadi di tingkat dusun! Kedua, melakukan pendekatan dan pelibatan lebih besar pada tokoh masyarakat, tokoh agama terutama kiai atau ustad yang berpengaruh, organisasi profesi maupun lintas sektor dan mitra kerja lainnya dalam advokasi KIE pada kelompok sasaran. Harapannya, mereka lebih percaya dan yakin bahwa MOP atau vasektomi itu adalah cara KB yang baik untuk kesehatan dan masa depan keluarga mereka tanpa harus melanggar normanorma dan agama serta meninggalkan syarat-syarat dasar untuk mengikuti KB, kecuali Kondom yang memang hampir tanpa efek samping. Ketiga, membentuk bentuk grup-grup leader (pelopor) di masing-masing wilayah sebagai upaya efektif untuk mempromosikan pentingnya sekaligus manfaat KB Pria bagi mereka. Para suami dipastikan akan lebih percaya bila yang memberi saran, motivasi, anjuran dan ajakan untuk ber- KB Pria melalui penggunaan Kondom atau MOP itu
4
adalah para pelakunya sendiri. Lebih-lebih orang itu selama ini menjadi teman dekat mereka. Keempat,
memberikan reward (penghargaan) pada para suami yang mau ber-
KB. Reward tersebut bisa dalam bentuk piagam penghargaan, lencana, kemudahan memperoleh kredit usaha, kemudahan mencari kerja, pemberian tunjangan khusus atau hal-hal lain yang berupa dukungan finansial. Reward ini penting untuk lebih memotivasi para suami agar mau ber-KB. Apabila para pengelola KB di tingkat kabupaten dan Penyuluh KB di lapangan dapat mengantisipasi berbagai tantangan dan permasalahan tersebut secara baik, bersungguh-sungguh, terencana dan berkelanjutan, kita dapat meyakini bahwa kesertaan KB Pria di Kulonprogo akan cepat terdongkrak. Bahkan dimungkinkan akan melampaui apa yang telah dicapai oleh kabupaten kota lain di DIY saat ini. Terlebih sekarang ini selain telah terbentuk jaringan kerjasama pelayanan MOP dengan RSU Sardjito, RS Hardjolukito dan RS Bethesda, Kulonprogo saat ini telah memiliki Mobil Unit Pelayanan (Muyan) KB Keliling hasil pengadaan tahun 2009 dengan dukungan dana dari DAK Bidang KB yang dapat digunakan sewaktu-waktu untuk mendekatkan tempat pelayaan. Sementara di tahun anggaran 2010 juga akan ada pengadaan Mobil Unit Penerangan (Mupen) KB yang sudah barang tentu akan memperlancar upaya advokasi dan KIE KB termasuk KB Pria di seluruh pelosok wilayah Kulonprogo.
Drs. Mardiya, Kasubid Advokasi Konseling dan Pembinaan Kelembagaan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Badan PMPDP & KB Kabupaten Kulonprogo.
5