SEMINAR NASIONAL GENDER & BUDAYA MADURA III MADURA: PEREMPUAN, BUDAYA & PERUBAHAN
UPAYA PENYULUH KB (PKB) DAN KADER KB TERHADAP PENINGKATAN PARTISIPASI PRIA DALAM KB DAN KESEHATAN REPRODUKSI DI KECAMATAN KAMAL KABUPATEN BANGKALAN TAHUN 2016 Endah Dwi Damaiyanti, S.KM dan Tri Oktaf Kurniawati, S.KM Penyuluh KB (PKB) dan Kader KB Kec.Kamal, Kab. Bangkalan
[email protected] [email protected] Abstrak Ruang lingkup KB saat ini tidak hanya menangani masalah kontrasepsi saja, akan tetapi ada 4 Pilar Program KB, yaitu pendewasaan usia perkawinan; pengaturan kelahiran; ketahanan keluarga; dan peningkatan ekonomi keluarga. Dalam karya tulis ilmiah ini kami membahas salah satu pilar dari Program KB yaitu Pengaturan Kelahiran yang bertujuan membantu PUS dalam mencapai tujuan reproduksi dengan menggunakan cara, alat, dan obat kontrasepsi. Keberhasilan Program KB selama hampir setengah abad masih banyak didukung oleh peran perempuan dalam penggunaan alat kontrasepsi.Dalam Program KB Nasional seharusnya penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab bersama sebagai pasangan, sehingga kontrasepsi yang dipilih mencerminkan kebutuhan serta keinginan suami istri. Data bulan Desember 2015 di wilayah Kecamatan Kamal tercatat tingkat kepesertaan KB adalah 5.522 dan kepesertaan pria hanya 1,3%. Ini membuktikan bahwa perbedaan gender masih menyimpan beberapa masalah dalam masyarakat. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat partisipasi kepesertaan pria dalam Program KB dan Kesehatan Reproduksi yaitu kondisi lingkungan sosial budaya; pengetahuan dan kesadaran pria masih rendah; dan keterbatasan penerimaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan KB. Tujuan yang hendak dicapai adalah ikut mendukung peningkatan partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi terutama di wilayah Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan dan masyarakat yang lain pada umumnya. Strategi yang dapat dikembangkan adalah penggarapan wilayah; advokasi; KIE; dan pelayanan.Melalui strategi ini diharapkan pelaksanaan peningkatan partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Kata Kunci: Partisipasi Pria, PUS, KB dan Kesehatan Reproduksi, Kader KB, Penyuluh KB A. PENDAHULUAN Latar Belakang Program keluarga berencana adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas. Pilar program KB mengenai pengaturan kelahiran bertujuan menekan angka kelahiran sehingga menurunkan TFR (total fertility rate). Dari program ini diharapkan semua Pasangan Usia Subur (PUS) baik pria maupun perempuan ikut berpartisipasi dalam kegiatan KB. Akan tetapi dalam pelaksanaanya sebagian besar peserta KB adalah perempuan. Partisipasi pria menjadi sangat penting dalam ber KB karena pria adalah partner dalam reproduksi dan seksual; bertanggung jawab secara sosial dan ekonomi; dan secara nyata terlibat dalam fertilitas dan memutuskan kontrasepsi yang akan digunakan dan mendukung kehidupan reproduksi istrinya (BKKBN, 2004). Indonesia telah mulai melaksanakan pembangunan yang berorientasi pada keadilan dan kesetaraan gender dalam KB dan kesehatan reproduksi. Sejalan dengan kondisi tersebut, maka upaya peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi merupakan tantangan program 209 http://lppm.trunojoyo.ac.id/budayamadura/download
SEMINAR NASIONAL GENDER & BUDAYA MADURA III MADURA: PEREMPUAN, BUDAYA & PERUBAHAN
dimasa mendatang.Telah disepakati pada tahun 2016 target partisipasi pria dalam ber KB untuk Kabupaten Bangkalan sebesar 3.3% dari seluruh total target semua metode alat kontrasepsi, sementara kondisi saat ini partisipasi pria dalam ber KB baru mencapai 1,6%. Begitu pula dengan wilayah Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan pada bulan Desember tercatat tingkat kepesertaan KB adalah 5.522 dan kepesertaan pria hanya 1,3%. Masih sangat rendahnya kesertaan KB pria di wilayah Kamal terlihat dari keikutsertaannya yang baru mencapai sekitar 1,3%, yakni kondom 0,9%, vasektomi 0,4%. Dari gambaran tersebut bahwa pola pencapaian peserta KB pria rendah dikarenakan kondisi lingkungan sosial budaya yang tidak mendukung, pengetahuan dan kesadaran pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi adalah urusan perempuan saja, dan keterbatasan penerimaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan KB. Oleh karena itu, upaya peningkatan partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi perlu difokuskan pada faktor-faktor tersebut, salah satu cara untuk mencapainya adalah meningkatkan peranan dan upaya Penyuluh KB (PKB) dan Kader KB sebagai barisan garda terdepan dalam mensukseskan program KB dan Kesehatan Reproduksi. Rumusan Masalah Bagaimana upaya yang harus dilakukan oleh Penyuluh KB dan Kader KB terhadap peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi di Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan? Tujuan Tujuan yang hendak dicapai dalam karya tulis ini adalah ikut mendukung peningkatan partisipasi pria dalam KB dan kesehatan reproduksi di Kecamatan Kamal Kabupaten Bangkalan dan masyarakat yang lain pada umumnya. Manfaat Manfaat yang dapat diambil dari karya tulis ini yaitu sebagai masukan upaya Penyuluh KB dan Kader KB terhadap peningkatan partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi di Kecamatan Kamal dan dapat dijadikan contoh bagi daerah yang lain, serta dapat menambah khasanah keilmuan dibidang KB dan Kesehatan Reproduksi. B. PEMBAHASAN Saat ini keluarga berencana dan kesehatan reproduksi merupakan salah satu topik penting yang mendapat perhatian dari berbagai pihak dengan menyajikan fakta seputar kesehatan reproduksi.Baik positif maupun negatif hal ini mendorong pemerintah, perorangan, swasta dan lembaga swadaya masyarakat untuk mengambil peran aktif dalam menyosialisasikan sekaligus memberikan jalan keluar atas permasalahan kesehatan reproduksi. Hal mendasar dalam pelaksanaan pengembangan program partisipasi pria untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender adalah perubahan kesadaran, sikap dan perilaku pria/suami maupun isterinya tentang KB dan Kesehatan Reproduksi. Wujud dari partisipasi pria dalam melakukan KB yang kaitannya dengan kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab pria atau suami dalam kesertaan ber-KB, serta berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangan dan keluarganya. Bentuk partisipasi pria atau suami dalam KB dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Partisipasi pria atau suami secara langsung (sebagai peserta KB) adalah pria atau suami menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan, seperti kondom, vasektomi, serta KB alamiah yang melibatkan pria atau suami (metode sanggama terputus dan metode pantang berkala). 210 http://lppm.trunojoyo.ac.id/budayamadura/download
SEMINAR NASIONAL GENDER & BUDAYA MADURA III MADURA: PEREMPUAN, BUDAYA & PERUBAHAN
Sedangkan bentuk partisipasi pria dalam KB secara tak langsung menurut (Azwar, 2005) dapat membantu para istri dalam hal:Menunda kehamilan, mengatur jarak kehamilan dan mengakhiri kesuburan; Mengetahui kecocokan istri dalam menggunakan jenis alat kontrasepsi yang digunakan sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya; Membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB, dan mengingatkan istri untuk kontrol, membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi dari pemakaian alat kontrasepsi; Mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan, mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan saat ini terbukti tidak memuaskan; Membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode pantang berkala; Empati terhadap istri dan tidak ingin menambah beban istri dengan bertambahnya jumlah anak; dan Sebagai bukti suami sayang kepada istri. Berbagai macam jenis metode kontrasepsi menurut Irianto, 2004 dibagi menjadi dua yaitu: 1. Metode kontrasepsi sederhana Tanpa memakai alat/obat (tradisional) antara lainSenggama terputus dan Pantang berkala (Sistem Kalender, Pengamatan Lendir Vagina, dan Pengukuran Suhu Tubuh). Memakai alat/obat antara lain Kondom, Diafragma/cap, Cream, Jelly, Tablet berbusa, dan Cairan berbusa 2. Metode kontrasepsi efektif terpilih meliputi Pil, IUD/spiral, Suntikan, Implant/susuk, dan Metode Efektif Permanen (vasektomi dan Tubektomi). Secara umum pengetahuan metode kontrasepsi modern sudah meningkat pada tahun 2003. Tingkat pengetahuan perempuan pernah kawin dan berstatus kawin mencapai 98.5 %, sedangkan pria sebesar 96.3 %.Namun demikian pengetahuan mereka tentang metode kontrasepsi pria masih rendah.Pengetahuan perempuan pernah kawin dan berstatus kawin tentang vasektomi 39 %, sedangkan pengetahuan prianya 31.9 %.Pengetahuan perempuan tentang kondom sebesar 76.3 % dan perngetahuan prianya sebesar 82.3 % (BKKBN, 2004). Banyak faktor yang mempengaruhi mengapa tingkat partisipasi pria dalam ber KB dan kesehatan reproduksi masih rendah, antara lain: 1. Kondisi lingkungan sosial budaya Sebagian masyarakat masih menganggap KB dan Kesehatan Reproduksi serta kesehatan ibu hamil merupakan urusan perempuan dimana keputusan untuk ber-KB, pergi periksa kehamilan, imunisasi bayi diserahkan pada kaum perempuan. Partisipasi pria dalam KB dapat dilakukan dalam bentuk partisipasi langsung maupun tidak langsung. Kurangnya dukungan dari kalangan TOMA dan TOGA tentang KB pria, yang seharusnya menjadi contoh bagi masyarakat setempat. Terkait dengan budaya masyarakat yang partriarkhat dan rendahnya pengetahuan tentang pantingnya partisipasi pria dan kesetaraan dan keadilan gender. Komitmen politis dalam Program KB dan Kesehatan Reproduksi masih tertuju kepada perempuan/istri, sementara pria/suami masih belum tersentuh. Sebagian besar ibu/isteri tidak mendukung dan merasa khawatir bila suaminya berkontrasepsi dengan alasan kasihan karena suami mencari nafkah, merasa khawatir suami nyeleweng, takut adanya efek samping terutama penurunan libido (BKKBN, 2003). 2. Pengetahuan dan kesadaran pria masih rendah Kurangnya informasi (KIE) tentang metode kontrasepsi pria. Terbatasnya jenis kontrasepsi pria yang ada. Terbatasnya tempat pelayanan KB pria. Banyaknya rumor yang berkembang negatif tentang kontrasepsi pria. Diantaranya adalah persepsi alat kontrasepsi yang mengurangi kepuasan hubungan seksual. Persepsi budaya yang negatif bahwa keluarga berencana pria hanya untuk pria yang melakukan hubungan 211 http://lppm.trunojoyo.ac.id/budayamadura/download
SEMINAR NASIONAL GENDER & BUDAYA MADURA III MADURA: PEREMPUAN, BUDAYA & PERUBAHAN
seksual di luar nikah.Persepsi isteri/keluarga terutama terhadap vasektomi, mahalnya pelayanan vasektomi, dan kurangnya minat pria. 3. Keterbatasan penerimaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan KB KIE yang dilakukan lebih banyak pada sasaran perempuan. Terbatasnya pilihan cara dan metode KB pria yaitu kondom dan MOP/Vasektomi. Keterbatasan penerimaan dan aksesibilitas terhadap informasi dan pelayanan KB. Media KIE, konseling yang tersedia, informasi yang diberikan petugas dan tempat pelayanan masih bias gender. Konseling membantu akseptoragar dapat dengan mantap membuat keputusan sendiri untuk mengikuti program KB dan Kesehatan Reproduksi. Terbatasnya cakupan promosi/KIE partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi karena dukungan dana hanya terbatas pada PHLN pada propinsi dan kabupaten tertentu. Masih minimnya penggunaan media elektronik (radio, TV) sebagai media promosi KB pria. Penelitian terhadap kontrasepsi baru pria (suntik KB pria) sampai saat ini belum menunjukkan hasil. Minimnya petugas kesehatan terutama petugas KB pria dan terbatasnya pengetahuan dan kemampuan para pengelola, kader dalam melakukan KIE KB pria. Upaya Meningkatkan Partisipasi Pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi Dalam grand strategi BKKBN (2004) terdapat strategi dalam meningkatkan partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi, antara lain: 1. Penggarapan wilayah Dimaksudkan untuk memberikan fokus sasaran agar penyelenggaraan peningkatan partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi dapat dilaksanakan secara optimal, efektif, dan efisien.Penggarapan wilayah dikembangkan menjadi stategi khusus yaitu pertamapemanfaatan data dan informasi,kedua keberpihakan pada keluarga rentan, dan ketiga perhatian pada segmen khusus (pria). 2. Advokasi Dimaksudkan untuk mendapat dukungan dari pengambil keputusan dari berbagai tingkatan di wilayah kerja masing-masing.Tahapan yang dilakukan yaitu pertama penggalangan mitra dengan pembentukan atau menghimpun kekuatan baik perorangan maupun organisasi, kedua kerjasama dengan media masa sehingga menghasilkan kebijakan yang mendukung pelaksanaannya. 3. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku stake holders (PUS, Provider, Pengambil Keputusan) tentang partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi. Langkahlangkah yang dikembangkan antara lain : Pemosisian citra pria ber KB Menanamkan citra bahwa pria ber KB adalah pria yang bertanggung jawab dalam keluarga, dan memperoleh manfaatnya baik secara ekonomis maupun kesehatan.Meningkatkan kesertaan KB Pria berarti merubah pengetahuan sikap dan perilaku dari yang sebelumnya tidak atau belum mendukung KB Pria menjadi mendukung dan mempraktekkannya sebagai peserta.Mereka yang tadinya menganggap bahwa KB adalah urusan perempuan harus bergeser ke arah anggapan bahwa KB adalah urusan serta tanggung jawab suami dan isteri (Kaniaulfa, 2012). Promosi Menginformasikan, mempengaruhi, sikap dan perilaku positif PUS dan provider, kontrasepsi pria, dan tempat pelayanan KB. Promosi melalui media massa, langsung petugas dengan klien, publisitas dan komunikasi dari mulut ke mulut. Meningkatkan peran Institusi Masyarakat (Kelompok KB, IMP, PKK) dalam KIP/Konseling partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi. 212 http://lppm.trunojoyo.ac.id/budayamadura/download
SEMINAR NASIONAL GENDER & BUDAYA MADURA III MADURA: PEREMPUAN, BUDAYA & PERUBAHAN
Harga (kemandirian) Menginfokan kepada PUS dan provider, dan pengambil kebijakan tentang biaya yang dikeluarkan dapat dipahami dan memberikan makna. Saluran distribusi Mendekatkan tempat pelayanan, suasana tempat pelayanan, kontak petugas, tanda petunjuk, dan informasi harga.Mengembangkan tempat pelayanan KB pria yang berkualitas, penyediaan fasilitas pelayanan dan alat kontrasepsi sesuai dengan kebutuhan, 4. Pelayanan Keterjangkauan fisik Tempat pelayanan lebih mudah dijangkau oleh masyarakat khususnya pria.Mekanisme pendistribusian kondom berbasis masyarakat (IMP, Kelompok KB pria, PKK), pelayanan di tempat kerja, Tim Mobil Kontap, dan Vending Machine Kondom.Petugas KB memberikan konseling kepada akseptor untuk memilih metode kontrasepsi yang akan digunakan dan disukai. Pada umumnya kaum bapak tidak dapat mengungkap kontrasepsi mana yang paling mereka sukai untuk dipakai oleh isteri maupun ia sendiri karena ketidaktahuannya. Maka pria memerlukan tenaga medis pria yang didukung oleh TOGA baik dalam hal KIE dan pelayanan medis.Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan kelancaran komunikasi antara pemberi pelayanan dengan akseptordan tidak merasa sungkan atau malu. Keterjangkauan ekonomi Agar biaya dapat dijangkau oleh akseptor, karena menjadi bagian yang penting. Meliputi uang, waktu, kegiatan kognitif dan upaya perilaku serta nilai yang akan diperoleh akseptor. Untuk pelayanan gratis atau subsidi perlu dipertimbangkan biaya pelayanan dan biaya akseptor. Keterjangkauan psikososial Meningkatkan penerimaan partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi secara sosial dan budaya oleh masyarakat, pengambil kebijakan, TOMA, dan TOGA. Keterjangkauan pengetahuan Agar pria bisa memperoleh pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi melalui iklan dan media informasi termasuk papan tanda klinik. Keterjangkauan administrasi Agar ketetapan administrasi medis dan peraturan yang berlaku pada semua aspek pelayanan berlaku untuk pria dan perempuan. 5. Pengembangan SDM Peningkatan pengetahuan dan keterampilan dari pengelola, pelaksana, dan kader sebagai provider yaitu melalui orientasi dan pelatihan tentang KB dan Kesehatan Reproduksi. Upaya yang dilakukan di dalam BKKBN sendiri yaitu Kreativitas pegawai, Sinergi antar unit atau individu, dan Pemberian tanggung jawab. Mitra kerja yang terdiri dari dokter, bidan, perawat, Kader, Kelompok KB, IMP maupun organisasi kemasyarakatan (LSOM/LSM, sektor dan organisasi profesi dalam peningkatan partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi. Usaha yang dilakukan melalui benchmarking atau membandingkan kinerja BKKBN disatu wilayah dengan wilayah lainnya, magang, dan kemitraan. Peranan Petugas Konseling adalah membantu akseptor KB memahami dirinya, hambatan yang ada pada dirinya dan bila diperlukan membantu dalam proses pembuatan keputusan melalui berbagai pertimbangan yang obyektif. Menurut Sumpeno (2009) ada sepuluh hal yang perlu diperhatikan sebagai provider KB (fasilitator) agar pendampingan berjalan secara efektif, yaitu: Menghayati kebutuhan masyarakat; Menyadari kekuatan diri; Bekerja dengan
213 http://lppm.trunojoyo.ac.id/budayamadura/download
SEMINAR NASIONAL GENDER & BUDAYA MADURA III MADURA: PEREMPUAN, BUDAYA & PERUBAHAN
penuh tanggung jawab; Menikmati tugas; Kebanggaan atas kinerja; Menyesuaikan diri; Menetapkan prioritas; Berkolaborasi; Positive believing; dan Belajar. Dari penjelasan grand strategi di atas dapat dikembangkan penerapannya oleh Penyuluh KB dan Kader KB dengan menyesuaikannyamelaui hasil pemetaan wilayah, analisis kekuatan, kelemahan dan kekuatan dan ancaman yang ada, sehingga partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi dapat terlaksana dengan baik. C. KESIMPULAN Rendahnya partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi memiliki banyak penyebab diantaranya adalah kondisi lingkungan sosial budaya, pengetahuan dan kesadaran pria masih rendah, danketerbatasan penerimaan dan aksesibilitas terhadap pelayanan KB.Berdasarkan kondisi tersebut, sebagai Penyuluh KB dan Kader KB perlu dilakukan langkah-langkah untuk mengatasi masalah tersebut, diantaranya adalah penggarapan wilayah, advokasi, KIE, pelayanan, dan pengembangan SDM.Dengan grand strategi ini diharapkan pelaksanaan peningkatan partisipasi pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. DAFTAR PUSTAKA Anonim.Modul Gender dalam Program KB. Aslichati, Lilik. Organisasi Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga sebagai Sarana Pemberdayaan Perempuan.Universitas Terbuka. Azwar, Azrul, 2005. Kebijakan dan Strategi Nasional Kesehatan Reproduksin di Indonesia.Dirjen Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta. BKKBN, 2003.PeningkatanPartisipasi Pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi di Indonesia. BKKBN, 2004.PeningkatanPartisipasi Pria dalam KB dan Kesehatan Reproduksi ,Direktorat Peningkatan Partisipasi Pria, BKKBN. Jakarta. BKKBN, 2013.Laporan Umpan Balik Hasil Pelaksanaan Sub Sistem Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan Kontrasepsi.Direktorat Pelaporan dan Statistik, BKKBN. Jakarta. BKKBN Provinsi Jawa Timur, 2009. Buku Petunjuk Teknis KIP/K Pelayanan Kontrasepsi.Jakarta. Darmayanti, Surya, 2009. Teknik Komunikasi Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dalam Mensukseskan Program Medis Operasi Pria (MOP) di Desa Torjun Kecamatan Torjun Kabupaten Sampang Madura.Universitas Trunojoyo. Irianto, Kus, 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Yrama Widya. Bandung. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013.Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Dasar dan Rujukan. Muhatiah, Reno. Partisipasi Pria dalam Program Keluarga Berencana (KB.Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar. Prastyani, Shinta. Televisi dan Keluarga Berencana untuk Laki-laki.Universitas Jendral Soedirman. Saputra, Dwi Galih, 2013. Upaya Peningkatan Partisipasi Pria dalam Mengikuti Kegiatan KB Pria (Vasektomi) di Kecamatan Pakal Kota Surabaya.Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. Sumpeno, Wahyudi, 2009. Menjadi Fasilitator Genius.Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Suyono, Haryono, 2005. Sinergi Baru Pemberdayaan Keluarga. Yayasan Dana Sejahtera Mandiri. Jakarta. Ulfahkania, 2012.Peran Pria dalam Kesehatan Reproduksi.
214 http://lppm.trunojoyo.ac.id/budayamadura/download