Artikel
Menggemakan KB Lewat Seni di Kulonprogo Mardiya
Menyikapi terus melemahnya gema program Keluarga Berencana (KB) di masyarakat, pemerintah sekarang ini terus berupaya mencari jalan keluar untuk mengantisipasinya. Hal ini dilandasi oleh pemahaman bahwa program KB merupakan program sosial dasar yang sangat diperlukan untuk membangun sebuah bangsa yang maju dan mandiri dalam semua aspek kehidupannya. Apalagi hingga kini program KB masih merupakan satu-satunya program yang paling dapat dipertanggungjawabkan untuk dapat mengendalikan laju pertumbuhan penduduk di satu sisi dan meningkatkan kualitasnya di sisi lain, tanpa harus melanggar norma agama, adat istiadat dan etika budaya. Ini berarti, menggemakan kembali program KB agar setiap anggota masyarakat memiliki kesadaran akan pentingnya KB dalam arti luas, patut kita dukung bersama bila kita menginginkan gerak pembangunan di semua sektor berjalan mulus tanpa ada hambatan yang berarti. Terlebih Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak dilantik menjadi Presiden RI tahun 2004 lalu telah berketetapan untuk merevitalisasi program KB sebagai bagian dari upaya meningkatkan derajad kesehatan dan kesejahteraan keluarga. Kepala BKKBN Pusat Dr. Sugiri Syarief, MPA sendiri melalui Peraturan Kepala BKKBN Nomor 28/HK-010/B5/2007 telah mengubah visi program KB dari “Menuju Keluarga Berkualitas 2015” menjadi “Seluruh Keluarga Ikut KB” yang memberi makna bahwa seluruh anggota keluarga melalui porsinya masing-masing mampu mendukung suksesnya pelaksanaan program KB di lingkungan keluarganya masing-masing.
1
Dalam upaya menggemakan kembali program KB di masyarakat, Kabupaten Kulonprogo memiliki cara tersendiri untuk merealisasikannya. Cara dimaksud dapat dibaca dari pernyataan Bupati Kulonprogo H. Toyo Santoso Dipo pada saat memberi sambutan
pada puncak acara Hari Keluarga Nasional (Harganas) XVI Kabupaten
Kulonpropgo di Gedung Kaca Wates, Sabtu (25/7) lalu. Saat itu beliau secara tegas mengatakan bahwa untuk menggemakan program KB di Kulonprogo, para pengelola program dan Penyuluh KB di lapangan selain harus meningkatkan kinerjanya juga diharapkan mampu menggandeng pihak-pihak terkait seperti tokoh masyarakat, tokoh agama, LSOM, pemuda, alim ulama, organisasi profesi termasuk pelaku seni untuk diajak bekerja sama, berkoordinasi dan bersinergi menggelorakan program KB secara efektif di masyarakat. Dengan menggandeng unsur yang terakhir, maka media seni tradisional mulai dari wayang kulit, kethoprak, dagelan, musik campur sari, angguk, jathilan, tarian dan lain-lain
akan dioptimalkan kembali guna mengintensifkan
Komunikasi Informasi Edukasi (KIE) KB di masyarakat tanpa meninggalkan cara-cara KIE modern melalui pertemuan penyuluhan, orientasi, dialog, seminar, pelatihan, pentaloka dan sebagainya. Keseriusan Bupati Toyo Santoso Dipo untuk menggemakan program KB melalui media seni tradisional di Kulonprogo dapat dibuktikan dengan diterbitkannya Surat Keputusan (SK) Bupati Kulonprogo Nomor 237 Tahun 2009 tentang Pembentukan Kelompok Seni Peduli Keluarga Berencana (KSP-KB), yang mengamanatkan para pelaku seni untuk terus berupaya meningkatkan pengetahuan dan wawasan masyarakat tentang KB dalam rangka menumbuhkan kesadaran dan kepeduliannya terhadap program dimaksud. Untuk itu, kelompok seni ini selain mempunyai tugas melakukan KIE KB di
2
masyarakat, juga berwenang untuk menetapkan kebijakan dan strategi KIE melalui media seni. Termasuk di dalamnya melakukan evaluasi dan menyusun laporan pelaksanaan tugas sekaligus melaporkannya kepada bupati secara langsung. Pertimbangan dasar yang dijadikan landasan terbitnya SK tersebut adalah bahwa dalam rangka mendukung program KB sekaligus memenuhi tuntutan masyarakat terhadap pemahaman mengenai KB, perlu ketersediaan sarana komunikasi informasi dan edukasi di mana salah satu media yang efektif dan efisien adalah melalui media seni tradisional. Mengapa media seni tradisional ? Paling tidak ada dua alasan mendasar yang dapat dijadikan pegangan. Pertama, media seni tradisional hingga sekarang masih menjadi media hiburan menarik bagi seluruh lapisan masyarakat di Kulonprogo, tanpa memandang usia, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan dan di mana mereka tinggal. Terbukti, setiap ada tontonan wayang, jathilan, kethoprak atau angguk di mana pun di seluruh pelosok Kulonprogo tidak pernah sepi dari penonton. Sama halnya saat ada pentas campursari, dagelan dan sejenisnya. Anak-anak dan remaja bahkan warga yang sudah uzur pun, rela berjubel untuk menonton karena ini dianggap sebagai hiburan yang menyegarkan dan tidak membosankan. Apalagi mereka tidak harus keluar uang untuk mendapatkan tontonan penghilang rasa penat itu. Kedua, media seni tradisional merupakan media yang memberi peluang sangat besar untuk dapat dimasuki pesan-pesan yang bersifat informatif dan edukatif termasuk pesan-pesan tentang KB. Hal ini dapat dimengerti karena media seni tradisional sarat dengan komunikasi baik verbal maupun non verbal. Dalam kesenian wayang kulit misalnya, sang dalang akan dapat berbicara banyak tentang tuntunan dan refleksi kehidupan manusia. Pada saat limbukan, pesan-pesan tuntunan kehidupan yang baik
3
termasuk pentingnya ber-KB bagi seluruh anggota keluarga dapat disampaikan secara lebih luwes dan mengena melalui dialog interaktif dengan penonton. Pesan-pesan KB ini dengan mudah juga dapat dimasukkan dalam kesenian kethoprak, dagelan atau campur sari karena pesan-pesan tersebut dapat disisipkan lewat lakon yang diambil, dialog antar pemain atau lewat gubahan lagu. Walaupun kita juga tidak memungkiri bahwa kesenian jathilan, angguk atau tarian tradisional yang lebih banyak mengekspresikan seni melalui gerakan anggota
tubuh juga tetap berpeluang untuk disisipi pesan-pesan KB yang
menarik perhatian penonton. Sungguh beruntung, Kulonprogo banyak memiliki seniman beken yang kepeduliannya terhadap program KB tidak perlu diragukan lagi. Paling tidak, dalam seni pedalangan kita memiliki Anom Sucondro, dalam seni dagelan kita memiliki Sujendro, Suryono dan H. Amat Riyanto, dalam seni kethoprak kita memiliki Murdopo, Sukidal dan Haryadi, dalam seni angguk kita memiliki Hari Wuryani dan Sri Wuryanti, dalam seni campur sari kita memiliki Mbak Ndari, Mbak Mamik dan Mbak Ira. Ini belum termasuk mereka yang bergelut dalam seni tari, seni karawitan, seni rias, elektone, dan sebagainya yang jumlahnya tidak hanya dalam hitungan jari tetapi mencapai puluhan. Kulonprogo juga memiliki pencipta lagu dan aransemen musik yang namanya sudah beken baik di tingkat lokal maupun nasional yakni Bapak Budi Jolong yang beberapa waktu lalu telah menciptakan lagu “Mas Gundul
Melu KB”
dengan dukungan
pembiayaan dari BKKBN Provinsi DIY. Bila kita runut ke belakang, sebelum terbitnya SK Bupati terkait dengan keberadaan KSP-KB , sudah banyak aktivitas yang dilakukan para pelaku seni semenjak kepengurusannya terbentuk pada hari Rabu, 5 Agustus 2009 lalu di ruang pertemuan
4
Badan Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa Perempuan dan Keluarga Berencana (BPMPDP dan KB) Kabupaten Kulonprogo, Jalan Sugiman-Watulunyu Wates. Beberapa aktivitas yang layak kita ketahui antara lain siaran radio setiap hari Selasa pukul 13.00 - 14.00 WIB yang mengangkat tema KB sebagai bahasan pokok (sebelumnya siaran dilakukan setiap hari Rabu pukul 09.00 - 10.00 WIB) di Radio Suara Pasar. Kemudian pementasan musik campur sari dan dagelan KB pada event-event tertentu, misalnya pada saat acara monitoring dan evaluasi kegiatan TMKK-KB-Kes, Rakerda KB, peringatan Harganas XVI Tahun 2009 dan sebagainya. Para pelaku seni juga telah beberapa kali melakukan pentas limbukan KB pada pagelaran wayang kulit di wilayah kecamatan Girimulyo, di mana kegiatannya selalu didokumentasikan dalam bentuk Compack Disk (CD) sehingga siapapun dapat memutar kembali atraksi yang dilakukan kelompok seni ini. Minggu malam, 11 Oktober 2009 besok tepatnya pada malam penutupan Manunggal Fair Tahun 2009, kelompok seni yang peduli terhadap program KB ini akan kembali tampil menghibur masyarakat dalam bentuk pementasan seni campur sari dan dagelan KB yag dikemas dalam lakon “Pronocitro - Roro Mendut”. Memang ini kelihatan tak biasa, karena semua atraksi akan selalu dikaitkan dengan KB. Tapi itulah jalan yang telah ditempuh oleh pelaku seni di Kulonprogo yang tergabung dalam KSP-KB ini. Mereka telah berketetapan untuk membantu program pemerintah di bidang KB melalui cara mereka sendiri atas dasar kesadaran dan kepeduliannya terhadap masalah penduduk dan kesejahteraan keluarga. Pertanyaan kita, dari manakah mereka memperoleh dana untuk membiayai semuanya itu, sementara kita tahu bahwa dukungan kegiatan dari APBD maupun APBN sekarang ini sangat minim ?
Inilah hebatnya KSP-KB Kulonprogo. Mereka tidak
5
tergantung pada anggaran pemerintah. Dengan kreatif, anggota kelompok KSP-KB melakukan pendekatan pada para pengusaha, pihak perbankan, para pejabat pemeritah, anggota legislatif dan lain-lain untuk dapat memberi dukungan awal sebelum kelompok ini bisa mandiri. Kelompok KSP-KB juga memproduksi dan menjual paket-paket seni pada masyarakat atau keluarga yang punya gawe (hajatan), mulai dari acara merti desa/dusun, pesta perkawinan, supitan, syukuran, syawalan, dan pertemuan lainnya di mana di dalamnya telah dicantumkan harga-harga standar mulai dari paket ekonomi/sederhana, umum/standar atau spesial/khusus. Pengajuan proposal ke berbagai instansi seperti BKKBN Pusat, dan perusahaan-perusahaan besar mulai dirintis dengan tetap berpegang norma-norma yang telah disepakati kelompok. Di tingkat lokal, selain
akan terus bermitra dengan Badan Pemberdayaan
Perempuan dan Masyarakat (BPPM) dan BKKBN
Provinsi DIY, juga akan terus
merapat dengan Badan PMPDP dan KB Kabupaten Kulonprogo di bawah pimpinan Drs. Krissutanto maupun dengan Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga yang saat ini dibawah kendali Drs.Bambang Pidegso, MSi. Selanjutnya, sebagai institusi yang konsern terhadap pembangunan keluarga kecil bahagia sejahtera, kelompok seni ini akan terus berupaya menarik perhatian publik dengan terus mempergencar pemberitaan aktivitas yang dilakukan melalui media cetak maupun elektronik termasuk internet, sehingga persepsi dan apresiasi masyarakat Kulonprogo terhadap KB semakin baik. Mendasarkan pengalaman selama ini, tampaknya hampi semua program KSP-KB akan dapat berjalan baik. Terbukti, banyak pengusaha dan pejabat yang memberi perhatian lebih terhadap kelompok seni ini. Begitu pula pihak perbankan, anggota legislatif dan masyarakat pada umumnya. Sekarang tinggal bagaimana kelompok ini
6
mampu memanej agar dapat tetap eksis dan berkembang secara mandiri di kemudian hari. Apalagi nafas yang dihembuskan sejak awal dari kelompok seni ini adalah kemandirian. Artinya, kelompok mampu memberi sumbangsih yang cukup berarti dalam menggemakan program KB di Kulonprogo, tetapi keberadaan kelompok ini tidak menjadi beban pemerintah dan masyarakat dari sisi pendanaan. Oleh karena itu, sudah selayaknya kita memberi apresiasi positif
pada mereka dan kelompok seni yang
dibentuk, karena nyata-nyata telah mampu berbuat sesuatu
yang berguna bagi
pengembangan program KB di Kulonprogo sebagai bagian dari upaya mewujudkan ”Kulonprogo Go International”.
Sebuah obsesi besar
yang tidak cukup hanya
disemangati, tetapi harus menjadi inspirasi untuk berbuat sesuatu dengan keteguhan hati.
Drs. Mardiya, Kasubid Advokasi Konseling dan Pembinaan Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi BPMPDP dan KB Kulonprogo.
7