PENINGKATAN EMOTIONAL QUOTIENT MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VIIIC SMP ISLAM SUDIRMAN AMPEL TAHUN AJARAN 2015/2016
ARTIKEL SKRIPSI
Oleh Anis Ludiyani 132012006
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016
PENINGKATAN EMOTIONAL QUOTIENT MELALUI LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DENGAN TEKNIK SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VIIIC SMP ISLAM SUDIRMAN AMPEL TAHUN AJARAN 2015/2016 Oleh: Anis Ludiyani Pembimbing I Dr. Yari Dwikurnaningsih, M.Pd, Pembimbing II Setyorini, M.Pd. Program Studi S1 Bimbingan dan Konseling-FKIP-UKSW ABSTRAK Penelitian ini dilaksanakan karena terdapat siswa yang memiliki emotional quotient yang rendah di kelas VIIIC SMP Islam Sudirman Ampel. Hal ini ditunjukkan dengan siswa yang kurang memiliki motivasi belajar dan sulit mengendalikan emosi. Penelitian ini bertujuan untuk menguji signifikansi peningkatan emotional quotient melalui layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama pada siswa kelas VIIIC SMP Islam Sudirman Ampel. Jenis penelitian adalah eksperimen semu dengan desain penelitian pre-test and post-test control group design. Subjek penelitian adalah 8 siswa yang memiliki emotional quotient rendah yang dibagi menjadi kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Setiap kelompok terdiri dari 4 siswa, kedua kelompok diuji homogenitas menghasilkan P=0,511 (p>0,050), artinya tidak ada perbedaan yang signifikan sehingga penelitian dapat dilanjutkan. Teknik pengumpulan data menggunakan Skala Emotional Quotient yang diadaptasi dari Daniel Goleman (1995). Teknik analisis data yang digunakan adalah Mann-Whitney dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows. Hasil analisis data menghasilkan mean rank pre test pada kelompok eksperimen 2,50 dan post test 6,50. Terdapat selisih sebesar 4.00, dengan Asmp. Sig (2-Tailed) 0,021. Maka dapat disimpulkan layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama secara signifikan dapat meningkatkan emotional quotient siswa kelas VIIIC SMP Islam Sudirman Ampel. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi guru BK dalam memberikan pelayanan bimbingan konseling kepada peserta didik. Kata Kunci: Emotional Quotient, Bimbingan Kelompok, Sosiodrama. PENDAHULUAN Manusia sebagai makhluk yang memiliki emosi sangat terpengaruh dengan suasana perasaannya dalam melakukan kegiatan. Karena itu emosi mempunyai peran penting dalam mendukung keberhasilan. Emotional quotient membuat manusia dapat bersikap pro aktif, yaitu kemampuan memilih respon. Ketika dipukul misalnya, manusia juga merasa marah atau takut, namun bisa memilih respon yang berbeda. Pura-pura berani atau
bahkan menunjukkan senyuman. Karena memiliki emotional quotient manusia mampu memilih respon. Kelompok orang yang mampu meraih sukses ternyata adalah kelompok orang yang mampu mengendalikan emosi dan peka terhadap emosi orang lain (dalam Rakhmat, 2005). Pada bangku pendidikan formal peserta didik diutamakan untuk mengembangkan IQ, padahal kecerdasan yang lain juga tidak kalah penting untuk dikembangkan. Terlihat
pada saat UN peserta didik berlombalomba mendapat nilai bagus walaupun dengan mengupayakan berbagai cara, bahkan terdapat guru yang sengaja memberikan kunci jawaban kepada siswa semata-mata agar sekolah mendapat peringkat tinggi. Hal seperti ini tentu kurang tepat, perkembangan terakhir dalam seminar Multiple Intellegence di Denpasar diperoleh penelitian Daniel Goleman menyatakan bahwa keberhasilan seseorang hanya 20% yang dipengaruhi oleh IQ (Intellectual Quotient), 80% dipengaruhi EQ (Emotional Quotient) dan SQ (Spiritual Quotient). (sumber: http:// www.kompasiana.com/rasawulansari widuri/tujuh-dasar-kecerdasanemosional). EQ tinggi diperlukan agar individu mampu mengelola emosi, mampu mengendalikan diri sendiri, berempati dan peduli dengan orang lain dengan mengutamakan kepentingan umum/rakyat, daripada kepentingan perorangan atau golongan. (2005), mengemukakan bahwa kunci sukses yang sebenarnya tidak lain adalah kemampuan untuk mampu memahami emosi diri dan emosi orang lain disekitar kita, dan memanfaatkan interaksi emosi ini semaksimum mungkin untuk tujuantujuan positif yang hendak dicapai bersama. EQ (Emotional Quotient) dan IQ (Intellectual Quotient) tetap dibutuhan hanya proporsinya berbeda. Goleman (2002), menyatakan bahwa perasaan gelisah tanpa alasan yang jelas, sulit beradaptasi, terlalu kritis, cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat sering dialami individu yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi. Orang-orang seperti itu akan menjadi sumber masalah jika ditambah dengan
taraf emotional quotientnya rendah. Jika hal ini dibiarkan terus terjadi maka dampak kedepannya akan membuat individu sulit bersosialisasi karena emosional yang tidak dapat dikelola dengan baik. Setelah dilakukan penelitian awal pada kelas VIIIC SMP Islam Sudirman Ampel terdapat sebanyak 33,3% siswa mempunyai kecerdasan emosional pada kategori rendah, 43,3% kategori sedang dan 23,3% kategori tinggi. Salah satu upaya yaitu dengan memberikan layanan bimbingan konseling dalam bentuk bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama. Bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok (Prayitno, 1995). Sehingga semua peserta dalam kegiatan kelompok dapat saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, dan memberi saran. Sosiodrama digunakan untuk memberikan pemahaman dan penghayatan akan masalah-masalah sosial serta mengembangkan kemampuan siswa untuk memecahkannya. Jadi sosiodrama disini dapat melatih peserta didik untuk memecahkan persoalan-persoalan baik pribadi maupun sosial, melalui karakter yang diperankan. Peserta didik dapat memahami perasaan orang lain sehingga dapat merefleksikan pada diri sendiri perilaku yang kiranya kurang sesuai untuk dilakukan pada orang lain. Teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan emotional quotient peserta didik. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pamudya (2014) pada peserta didik kelas VIII SMP Negeri 1 Kebakkramat Tahun Ajaran 2014/2015 yang berjudul “Sosiodrama
untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosi”. Terdapat hasil analisis sebesar p = 0,000<0,05 sehingga penelitian tersebut menunjukkan bahwa, sosiodrama efektif untuk meningkatkan emotional quotient secara signifikan. Penelitian Rachmawati (2007) yang berjudul “Permainan Sosiodrama dalam Menumbuhkan Kemampuan Empati pada Anak”. Hasil penelitian ini menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen dengan hasil analisis p= 0,005 < 0,05. Dapat disimpulkan permainan sosiodrama berpengaruh terhadap empati anak. Penulis tertarik untuk melakukan penelitian : “Peningkatan Emotional Quotient Melalui Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Sosiodrama Pada Siswa Kelas VIIIC SMP Islam Sudirman Ampel”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui signifikansi peningkatan emotional quotient siswa kelas VIIIC SMP Islam Sudirman Ampel melalui layanan bimbingana. kelompok dengan teknik sosiodrama. Manfaat penelitian ini dapat mengembangkan teori emotional quotient dari Daniel Goleman khususnya emotional quotient pada peserta didik SMP di Indonesia. Jika dalam penelitian ini ditemukan bahwa bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan secara signifikan emotional quotient siswa maka hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Pamudya (2014) dan Rachmawati (2007). LANDASAN TEORI Emotional quotient pada saat sekarang ini merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi bagi kita. Pertama kali teori ini dikemukakan oleh Salovey dan Mayer pada tahun 1990, yang mendefinisikan EQ merupakan kemampuan memantau
dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan (dalam Goleman, 2002). Goleman (2002), menyatakan bahwa emotional quotient merupakan kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa emotional quotient merupakan kemampuan individu untuk mengelola emosinya dengan baik, agar dapat memahami diri sendiri, memahami orang lain, memiliki kepekaan terhadap lingkungannya dan pada akhirnya tidak sulit untuk bersosialisasi sehingga menjadi pribadi yang menyenangkan. Goleman (2009) merinci aspekaspek kecerdasan emosi secara khusus sebagai berikut: Mengenali emosi diri a. Kemampuan individu yang berfungsi untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu, mencermati perasaan yang muncul. Kemampuan mengenali diri sendiri adalah dengan kesadaran diri. b. Mengelola emosi Kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang timbul karena kegagalan ketrampilan mengelola emosi. Kemampuan mengelola emosi meliputi kemampuan penguasaan diri dan kemampuan menenangkan kembali. c. Memotivasi diri sendiri Kemampuan ini meliputi: pengendalian dorongan hati, kekuatan berfikir positif dan optimis. d. Mengenali emosi orang lain
Kemampuan ini disebut empati, yaitu kemampuan yang bergantung pada kesadaran diri emosional, kemampuan ini merupakan ketrampilan dasar dalam berhubungan sosial. e. Membina hubungan Seni membina hubungan sosial merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain, meliputi ketrampilan sosial yang menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan hubungan antar pribadi. Berdasarkan kajian diatas maka seseorang memiliki emotional quotient tinggi apabila mampu mengenali emosi diri, mengelola emosi, dapat memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan antar pribadi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi emotional quotient individu menurut Goleman (2009), yaitu: 1. Lingkungan keluarga. Keluarga merupakan lingkungan pertama untuk individu dalam mempelajari segala hal termasuk emosi. Peran serta orang tua sangat dibutuhkan karena orang tua adalah subyek pertama yang perilakunya diidentifikasi, diinternalisasi yang pada akhirnya 2. Lingkungan non keluarga. Lingkungan yang dimaksud adalah masyarakat dan lingkungan penduduk. Sedangkan menurut Patton (2002) faktor yang mempengaruhi emotional quotient adalah sebagai berikut:
1. Keluarga, adalah perekat yang menyatukan struktur dasar dunia kita agar satu. 2. Hubungan-hubungan pribadi. Hubungan interpersonal terhadap seseorang dalam keseharian yang memberikan penerimaan dan kedekatan emosional dapat menimbulkan kematangan emosional pada seseorang dalam bersikap dan bertindak. 3. Hubungan dengan teman kelompok. Pada tugas perkembangan ada tahap dimana individu membentuk teman sekelompok untuk membangun citra diri sosial. 4. Lingkungan. Dimana individu tinggal dan bergaul ditengah-tengah masyarakat yang mempunyai nilainilai atau norma-norma tersendiri dalam berinteraksi sehingga mempengaruhi pola kehidupan seseorang. 5. Hubungan dengan teman sebaya. Secara disadari atau tidak pergaulan individu dengan teman sebaya yang akan saling mempengaruhi dan dapat membentuk kehidupan emosi tersendiri. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi emotional quotient adalah keluarga, lingkungan, hubungan pribadi, hubungan dengan teman kelompok dan hubungan dengan teman sebaya. Menurut Tohirin (2009) terdapat tujuh teknik dalam bimbingan kelompok:
1. Teknik Home Room 1. Program ini dilakukan diluar jam pelajaran dengan menciptakan kondisi sekolah atau kelas seperti di rumah menyenangkan. Dengan kondisi tersebut para siswa dapat mengutarakan perasaaannya seperti di rumah. Tujuan
utama program ini adalah agar guru dapat mengenal siswanya secara lebih dekat sehingga dapat membantunya secara efisien. 2. Karyawisata Dilaksanakan dengan mengunjungi dan mengadakan peninjauan pada objek-objek yang menarik yang berkaitan dengan pelajaran tertentu, mereka mendapatkan informasi yang mereka butuhkan hal ini akan mendorong aktifitas penyesuaian diri, kerjasama, tanggung jawab, kepercayaan diri, serta mengembangkan bakat dan cita-cita. 3. Diskusi kelompok Merupakan suatu cara dimana siswa memperoleh kesempatan untuk memecahkan masalah secara bersamasama. Setiap siswa memperoleh kesempatan untuk mengemukakan pikirannya masing-masing dalam memecahkan suatu masalah, dalam melakukan diskusi siswa diberi peranperan tertentu seperti pemimpin diskusi dan notulis serta peserta lain menjadi anggota. Dengan demikian akan muncul rasa tanggung jawab dan percaya diri. 4. Kegiatan kelompok Dapat menjadi suatu teknik yang baik dalam bimbingan, karena kelompok memberikan kesempatan kepada individu untuk berpartisipasi secara baik. Banyak kegiatan tertentu yang lebih berhasil apabila dilakukan secara berkelompok. Melalui kegiatan kelompok dapat mengembangkan bakat dan menyalurkan dorongan-dorongan tertentu, selain itu setiap siswa memperoleh kesempatan untuk menyumbangkan pikirannya. Dengan demikian akan muncul rasa tanggung jawab seorang siswa di beri kesempatan untuk memimpin teman-teman dalam membuat pekerjaan bersama sehingga
kepercayaan dirinya tumbuh dan karenanya ia memperoleh harga diri. 5. Organisasi Siswa Melalui organisasi siswa banyak masalah-masalah siswa baik sifatnya individual maupun kelompok dapat dipecahkan. Melalui organisasi, para siswa memperoleh kesempatan untuk belajar mengenal berbagai aspek kehidupan sosial. Mengaktifkan siswa dalam organisasi akan dapat membentuk rasa tanggung jawab dan harga diri. Misalnya siswa yang memperoleh kepercayaan menjadi ketua OSIS dan lain sebagainya akan dapat mengembangkan bakat kepemimpinan dan memupuk rasa tanggung jawab serta harga diri siswa yang bersangkutan. 6. Sosiodrama Dapat digunakan sebagai salah satu teknik bimbingan kelompok. Sosiodrama merupakan suatu cara membantu memecahkan masalah siswa melalui drama. Sesuai namanya, masalah yang didramakan adalah masalah sosial. Metode ini dilakukan melalui kegiatan bermain peran. Di dalam sosiodrama individu akan memerankan suatu peran tertentu dari situasi masalah sosial. Pemecahan masalah individu di peroleh melalui penghayatan peran tentang situasi masalah yang dihadapinya. Dari pementasan peran selanjutnya diadakan diskusi mengenai cara-cara pemecahan masalahnya yang dihadapi oleh seorang individu sebagai anggota kelompok atau yang dihadapi oleh kelompok lain. 7. Pengajaran Remedial (Remedial Teaching) Merupakan suatu bentuk pembelajaran yang diberikan kepada seorang atau beberapa orang siswa untuk membantu kesulitan belajar
yang dihadapinya. Pengajaran remedial merupakan adalah satu teknik pemberian bimbingan yang dapat dilakukan secara individu maupun kelompok tergantung kesulitan belajar yang di hadapi oleh siswa. Adapun pada penelitian ini penulis menggunakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok yaitu teknik sosiodrama. Menurut Nursalim & Suradi (2002) sosiodrama merupakan teknik dalam bimbingan kelompok untuk memecahkan masalah–masalah sosial melalui kegiatan bermain peran. Di dalam sosiodrama, peserta akan memerankan suatu peranan tertentu dari situasi masalah sosial. Sehingga peserta akan merasakan secara langsung dan terlibat secara emosional dalam situasi yang diperankan. Menurut Santrock (1995), permainan sosiodrama adalah permainan yang melibatkan interaksi sosial dengan teman-teman sebaya. Sedangkan menurut Hurlock (1980), permainan sosiodrama adalah permainan yang aktif terhadap perilaku dan bahasa. Teknik ini dapat digunakan untuk melatih peserta didik dalam mengelola emosi, mengekspresikan perasaan kepada orang lain dan ketrampilan-ketrampilan dalam bersosialisasi yang dikemas dalam bentuk sosiodrama.Sehingga dapat disimpulkan sosiodrama merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok yaitu dengan memerankan sebuah drama untuk memecahkan persoalan sosial. Dengan siswa mengalami secara langsung peristiwa dalam hubungan sosial, diharapkan dapat menyelesaikan konflik yang dihadapi dan memahami perasaan orang lain sehingga dapat
mengendalikan dan mengekspresikan emosi dengan tepat dan efisien. Menurut Nursalim & Suradi(2002) tujuan penggunaan sosiodrama adalah: a. Menggambarkan bagaimana seseorang atau beberapa orang menghadapi suatu situasi sosial. b.Menggambarkan bagaimana cara memecahkan suatu masalah sosial. c. Mengembangkan sikap kritis terhadap tingkah laku yang harus atau jangan dilakukan dalam situasi sosial tertentu. d. Memberi kesempatan untuk meninjau situasi sosial dari berbagai sudut pandang tertentu. Berdasarkan kajian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa tujuan sosiodrama adalah dapat meningkatkan pemahaman peserta terhadap diri sendiri maupun situasi sosial sehingga mereka mampu menyelesaikan masalahnya. Menurut Nursalim & Suradi (2002) prosedur pelaksanaan sosiodrama memiliki urutan langkah pelaksanaan sebagai berikut: 1. Konselor mengemukakan masalah dan tema yang akan diangkat dalam sosiodrama. Masalah dalam cerita harus dipahami, sehingga secara mudah tergugah untuk ikut berpartisipasi dalam masalah penyelesaian dan pengentasannya. 2. Setelah konselor selesai menyampaikan garis besar alur cerita, lalu menentukan pemain yang akan berperan sebagai tokoh-tokoh tertentu. 3. Selanjutnya menentukan kelompok penonton. Tugas kelompok penonton adalah mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok penonton dapat
dijadikan bahan diskusi setelah permainan selesai. 4. Pementasan drama, yang perlu diperhatikan adalah memahami alur cerita dan percaya diri dalam berperan. 5. Setelah selesai pementasan drama diadakan diskusi yang membahas apakah sudah tepat pengentasan masalah yang ditampilkan dalam drama. Diskusi ini dilakukan oleh pemain, penonton dan konselor. Selain itu peserta juga dapat saling memberikan kritik dan saran. Menurut Romlah (2001) dalam pelaksanaan kegiatan sosiodrama, konselor memegang peran cukup penting antara lain: 1. Sebagai fasilitator, yaitu memberikan fasilitas kepada siswa dalam melaksanakan kegiatan. 2. Sebagai motivator, konselor mampu memberikan motivasi dan dapat mengkondisikan siswa untuk melaksanakan sosiodrama sehingga dapat mencapai tujuan yang diinginkan. 3. Sebagai koordinator, konselor mampu memimpin siswa mulai dari tahap persiapan hingga tahap evaluasi. Konselor mengarahkan siswa jika dialog keluar dari konteks pembahasan, serta memimpin jalannya diskusi. Pembagian kelompok ini dapat dilakukan dengan sukarela ataupun ditunjuk (Romlah, 2001). 1. Kelompok pemain bertugas memainkan peran sesuai dengan skenario sosiodrama yang telah dipersiapkan. 2. Kelompok penonton bertugas mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi dari kelompok penonton merupakan bahan diskusi setelah permaian selesai.
Ahmadi (2005) mengungkapkan keunggulan teknik sosiodrama adalah sebagai berikut: 1. Melatih siswa untuk mendramatisasikan sesuatu serta melatih keberanian. 2. Metode ini akan menarik perhatian siswa sehingga suasana kelas menjadi hidup. 3. Siswa dapat menghayati suatu peristiwa sehingga mudah mengambil kesimpulan berdasarkan penghayatan sendiri. 4. Siswa dilatih untuk menyusun pikirannya dengan teratur. Selain beberapa kelebihan sosiodrama diatas, penulis dapat menyimpulkan dengan sosiodrama siswa tidak hanya mengerti persoalanpersoalan psikologis, tetapi juga ikut merasakan perasaan dan pikiran orang lain bila berhubungan dengan sesama manusia. Sehingga dapat mengekspresikan dan mengontrol emosi dengan tepat, ikut menangis bila sedih, rasa marah, emosi, dan gembira. Siswa dapat menempatkan diri pada posisi orang lain dan memperdalam pengertian mereka tentang orang lain (dapat memahami orang lain). Penelitian ini mengacu pada penelitian Pamudya (2014). Sosiodrama Untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosi Pada Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Kebakkramat Tahun Ajaran 2014/2015, hasil analisis p= 0,000<0,05 sehingga teknik sosiodrama dapat meningkatkan emotional quotient secara signifikan. Penelitian Rachmawati (2007). Pengaruh Permainan Sosiodrama dalam Menumbuhkan Kemampuan Empati pada Anak Peserta Didik Kelas V SD Negeri Pati Kidul 04, terdapat hasil analisis p=0,005<0,05 sehingga teknik
sosiodrama dapat meningkatkan emotional quotient secara signifikan. Dalam penerapan layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama siswa diharuskan lebih aktif dan kreatif dalam bersosialisasi, mereka harus dapat mengendalikan serta mengekspresikan emosi dengan tepat. Selain itu juga agar dapat memotivasi diri dan lebih memahami diri sendiri maupun orang lain. Dengan siswa dapat mengendalikan emosi dan memposisikan diri dengan baik, hal ini bisa berpengaruh terhadap emotional quotient. Sehingga siswa dapat bertumbuh menjadi pribadi yang memiliki emotional quotient tinggi dan berkepribadian yang menyenangkan bagi orang lain. Pernyataan tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pamudya (2014) yang berjudul “Sosiodrama untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosi”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa, bimbingan kelompok teknik sosiodrama efektif untuk meningkatkan emotional quotient. Hipotesis dalam penelitian ada peningkatan emotional quotient yang signifikan pada siswa kelas VIIIC SMP Islam Sudirman Ampel melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini diselenggarakan adalah penelitian eksperimen semu. Menggunakan desain PretestPosttest Control Group Design Siswa kelas VIIIC SMP Islam Sudirman Ampel. 4 siswa kelompok eksperimen dan 4 siswa kelompok kontrol. Variabel bebas : Layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama. Variabel terikat : emotional quotient.
Sosiodrama adalah teknik dalam bimbingan kelompok yang bertujuan untuk memecahkan masalah yang dialami individu dengan memanfaatkan dinamika kelompok, dimana individu saling memainkan peran dengan topik tertentu dari suatu situasi masalah sosial. Emotional quotient merupakan kemampuan individu dalam mengelola dan mengekspresikan emosi dengan baik, sehingga menjadikan individu mudah bersosialisasi serta menjadi pribadi yang menyenangkan. Teknik pengumpulan data menggunakan skala emotional quotient yang disusun oleh Goleman (1995), yang berisi 60 item pernyataan. Teknik analisis penelitian ini menggunakan teknik analisis Mann-Whitney. Hasil dari skala emotional quotient diperoleh validitas item paling rendah pada penelitian ini 0,202 sedangkan paling tinggi 0,505. Hasil dari skala emotional quotient diperoleh reliabilitas sebesar 0,896 sehingga dinyatakan baik. Hasil uji beda emotional quotient kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sebelum perlakuan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dengan ditunjukkan sig. 0.511>0.05. Sehingga penulis dapat melanjutkan penelitian. HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN Subjek pada penelitian ini adalah 8 siswa kelas VIIIC SMP Islam Sudirman Ampel yang memiliki emotional quotient rendah. Dari 8 siswa dibagi 2 kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kesamaan antara kedua kelompok, dengan kategori skor skala emotional quotient rendah yang diuji
homogenitas harus menghasilkan Asymp. Sig (2-tailed)> 0,05. Hipotesis yang diajukan penulis adalah ada peningkatan emotional quotient yang signifikan pada siswa kelas VIIIC SMP Islam Sudirman Ampel melalui layanan bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama. Treatment dilaksanakan dalam 8 sesi pertemuan. Pembahasan permasalahan dalam bimbingan berdasarkan aspek-aspek emotional quotient menurut Goleman. Aspekaspek tersebut adalah: mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan. Berdasarkan hasil post test, diketahui bahwa terjadi peningkatan emotional quotient yang signifikan pada kelompok eksperimen. Berdasarkan hasil analisis data yang membandingkan hasil post test kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yang menghasilkan Asymp. Sig (2-tailed) sebesar 0,021<0.050 dengan selisih mean rank post test sebesar 4.00 sehingga dinyatakan ada perbedaan yang signifikan antara hasil post test kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Diperoleh pula mean rank pre test pada kelompok eksperimen 2.50 dan post test kelompok eksperimen 6.50, dengan selisih mean rank 4.00 dengan hasil Asymp. Sig (2tailed) sebesar 0,021<0.050. Maka dapat terdapat peningkatan yang signifikan kelompok eksperimen sesudah diberikan perlakuan. Berdasarkan hasil analisis data tersebut maka hipotesis yang diajukan penulis diterima. Dengan demikian, layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama dapat meningkatkan emotional quotient siswa kelas VIIIC SMP Islam Sudirman Ampel. Sebab emotional quotient
merupakan salah satu hal penting yang mendukung keberhasilan individu seperti yang diungkapkan Rakhmat (2005) bahwa kunci sukses yang sebenarnya tidak lain adalah kemampuan untuk memahami emosi diri dan emosi orang lain disekitar kita, dan memanfaatkan interaksi emosi ini semaksimum mungkin untuk tujuantujuan positif yang hendak dicapai bersama. Goleman (2002), menyatakan bahwa emotional quotient merupakan kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Pada penelitian ini, diperoleh hasil skala emotional quotient siswa yang rata-rata paling rendah adalah pada aspek keterampilan bersosialisasi/ membina hubungan. Oleh karena itu penulis memilih menggunakan teknik sosiodrama dikarenakan sosiodrama merupakan salah satu teknik dalam layanan bimbingan kelompok yang bertujuan melatih cara berinteraksi individu dengan orang lain. Peserta didik tidak hanya mengerti persoalanpersoalan psikologis, tetapi mereka juga ikut merasakan perasaan dan pikiran orang lain bila berhubungan dengan sesama manusia. Peserta didik juga dapat menempatkan diri pada posisi orang lain sehingga dapat memupuk rasa empatinya. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Rachmawati (2007) dan Pamudya (2014). PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan: Ada peningkatan kecerdasan emosional yang signifikan siswa kelas VIIIC SMP Islam Sudirman Ampel setelah mengikuti layanan
bimbingan kelompok teknik sosiodrama. Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengajukan saran bagi : 1. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling Penelitian ini dapat menjadi bahan referensi bagi guru BK dalam memberikan pelayanan bimbingan konseling kepada peserta didik. terlebih bagi siswa SMP yang sudah mulai mengalami gejolak emosional. 2. Bagi Peserta Didik Berdasar hasil penelitian ini, hendaknya peserta didik dapat meningkatkan emotional quotient pada setiap aspeknya melalui layanan bimbingan kelompok teknik sosiodrama. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Bagi peneliti selanjutnya, dapat mengaplikasikan teknik lain dalam bimbingan kelompok untuk meningkatkan emotional quotient peserta didik. DAFTAR PUSTAKA Ali, Mohamad. 1984. Penelitian Kependidikan Prosedur & Strategi. Bumi Siliwangi: Angkasa. Arikunto. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Azwar, S. 2000. Reliabilitas dan validitas edisi ke-3. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cooper, R.K. dan Sawaf, A. (1998). Executive EQ: Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi. (Terjemahan T. Hermaya). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Djumhur, I. & Surya, M. (2001). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah. Bandung: CV. Ilmu. Goleman, Daniel. 2002. Working With Emotional Intelligence (terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. --------------------. 2009. Emotional Intelligence (terjemahan). Jakata: PT. Gramedia Pustaka Utama. Hartinah, Sitti. 2009. Konsep Dasar Bimbingan Kelompok. Bandung: PT. RefikaAditama. Nursalim, Mochamad dan Suradi. 2002. Layanan Bimbingan dan Konseling. Unes:University Press. Pamudya, Day Shella Elqurahma Citra. 2014. Sosiodrama Untuk Meningkatkan Kecerdasan Emosi Pada Peserta Didik Kelas VIII SMP Negeri 1 Kebakkramat Tahun Ajaran 2014/2015. Surakarta: UNS. Diunduh dari https://eprints.uns.ac.id/17220/ 2/ pada tanggal 3 November 2015. Patton, Patricia. 2002. EQ-Kecerdasan emosional Membangun Hubungan Jalan Menuju Kebahagiaan dan Kesejahteraan. Jakarta : PT. Pustaka Delaprasata. Prayitno. 1995. Layanan Bimbingan dan Konseling Kelompok (Dasar dan Profil). Jakarta: Ghalia Indonesia. Rachmawati, Maria Ulfah Mira Aliza. 2007. Pengaruh Permainan Sosiodrama Dalam Menumbuhkan Kemampuan Empati pada Anak Peserta Didik Kelas V SD Negeri Pati
Kidul 04. Yogyakarta: UII. Diunduh dari http://psychology.uii.ac.id/ pada tanggal 3 November 2015. Rakhmat, Jalaludin. 2005. Sepia 5 Kecerdasan Utama. Bandung: Ahaa Pustaka. Romlah, Tatiek. 2001. Teori dan Praktek Bimbingan Kelompok. Malang: UniversitasNegeri Malang. Samodra, Papak. 2011. Meningkatkan Kecerdasan Emosional Pada Siswa Kelas XI IS 4 SMA Negeri 2 Salatiga Melalui Layanan Bimbingan Kelompok. Salatiga: UKSW. Santrock. J. W.1995. Life-Span Development:Perkembangan Masa Hidup: Edisi Lima. Jakarta: PT Erlangga. Sugiyono. 2014. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Tohirin. 2009. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta: Rajawali Pers. Uno, Hamzah. B. 2014. Model Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Upton, Penney. 2012. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga. Yusuf, Syamsu dan A. Juntika Nurihsan. 2008. Landasan Bimbingan & Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya.