ARTIKEL ILMIAH PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP CAHAYA DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR THE APPLICATION OF DISCOVERY LEARNING MODEL TO INCREASE ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS’ UNDERSTANDING OF LIGHTS CONCEPT AND THEIR SKILLS OF SCIENTIFIC PROCESS Oleh: 1)
Widya Wahyuni Hafid,Mahasiswa S2 Program Studi Pendidikan IPA PPs UHO* 2) Dr. La Harimu, M.Si, Dosen Program Studi Pendidikan IPA PPs UHO* 3) Dr. Fahyuddin, S.Pd, M.Pd, Dosen Program Studi IPA PPs UHO*
PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN IPA KONSENTRASI SEKOLAH DASAR UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI
2017
1
PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP CAHAYA DAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA SEKOLAH DASAR Widya Wahyuni Hafid THE APPLICATION OF DISCOVERY LEARNING MODEL TO INCREASE ELEMENTARY SCHOOL STUDENTS’ UNDERSTANDING OF LIGHTS CONCEPT AND THEIR SKILLS OF SCIENTIFIC PROCESS ABSTRACT This study aimed to obtain empirical data about the impact of applying discovery learningmodel on the improvement of students’ understanding of lights concept and scientific processing skills at class V of SDN I Ambekairi. This quasy experimental study used the pretest-posttest non equivalen control group designinvolving 52 subjects comprising of 27 students in an experimental class and 25 in a control class.Data were collected using a test of conceptual understanding and a test of scientific processing skills whose reliability had been established, which was 0.67 for the understanding of concept of Light and 0.51 for the scientific processing skills. Data were analyzed using a technique of descriptive analysis and one-tail t-test at a significance degree of 0.05. results of the study showed that 1) there was a significant difference in the mean score of understanding of Light concept between what was gained by the students who learnt using discovery learningmodel and what was earned by their cohort who learnt using the convensional model; 2) there was a significant difference in the mean score of N-gain of understanding of Light concept between what was achieved by the students who learnt using discovery learningmodel and what was earned by their cohort who learnt using the convensional model; 3)there was a significant difference in the mean score of scientific processing skill between what was gained by the students who learnt using discovery learningmodel and what was earned by their cohort who learnt using the convensional model; 4) there was a significant difference in the mean score of N-gain of scientific processing skill between what was achieved by the students who learnt using discovery learningmodel and what was earned by their cohort who learnt using the convensional model. The conclusion was that the application of discovery learningmodel could increase students’ understanding lights concepts and their scientific processing skill significantly higher than conventional learning at 95% degree of significance. Keywords: Discovery Learning Model, Understanding Lights Concept, Scientific Processing Skill.
2
Pendahuluan Berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 ketentuan umum pasal 1 menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Tujuan pendidikan di sekolah dasar dapat tercapai melalui pengajaran dari berbagai disiplin ilmu, salah satu disiplin ilmu tersebut adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Ilmu Pengetahuan Alam sebagai salah satu mata pelajaran di sekolah dasar, merupakan program untuk menanamkan dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai ilmiah pada murid, serta rasa mencintai dan menghagai Tuhan Yang Masa Esa. Pemahaman terhadap konsep dalam pembelajaran adalah penting karena konsep-konsep merupakan building block berpikir dan dasar bagi proses-proses mental yang lebih tinggi serta berguna untuk merumuskan prinsip-prinsip dan generalisasi-generalisasi (Dahar, 2006). Siswa dikatakan memahami apabila mereka dapat mengkonstruksi makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis (Anderson dan Krathwohl, 2010). Keterampilan proses sains adalah perangkat kemampuan kompleks yang biasa digunakan oleh para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah ke dalam rangkaian proses pembelajaran. Menurut Dahar (1996), keterampilan proses sains adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki. Salah satu model pembelajaran yang mampu meningkatkan keterampilan proses sains siswa adalah model pembelajaran discovery learning. Hal tersebut terjadi karena model discovery learning memberikan mengungkapkan sebagai model belajar mengajar yang memberikan peluang diperhatikannya proses dan hasil kegiatan belajar siswa merupakan model belajar mengajar yang memberikan peluang kepada murid untuk menemukan sendiri informasi-informasi yang diperlukan untuk tujuan instruksional (Moedjiono, 1992). Salah satu materi IPA yang membutuhkan keterampilan proses sains adalah Cahaya yang terdiri atas 5 sifat yakni cahaya merambat lurus, cahaya dapat menembus benda bening, cahaya dapat dipantulkan, cahaya dapat dibiaskan dan cahaya dapat diuraikan. Model pembelajaran discovery learning sebagai salah satu alternatif pembelajaran yang berorientasi pada pembelajaran bermakna.
3
Dengan model pembelajaran discovery learning ini akan dapat meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa. Keterampilan proses perlu dikembangkan melalui pengalamanpengalaman langsung sebagai pengalaman belajar. Melalui pengalaman langsung, seseorang dapat labih menghayati proses atau kegiatan yang sedang dilakukan. Sedangkan menurut kurikulum KTSP, keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan yang dipelajari siswa pada saat mereka melakukan inkuiri ilmiah (BSNP, 2006). Beberapa literatur telah menunjukkan bahwa model pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa dan menciptakan pembelajaran yang menyenangkan akan tetapi literatur yang ada kebanyakan dilakukan pada sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Olehnya itu, dalam penelitian ini akan dicoba pada tingkat sekolah dasar karena pada dasarnya bahwa pembelajaran model discovery learning mempengaruhi pemahaman konsep dan keterampilan ilmiah siswa (Widiadnyana, 2014). Berdasarkan hasil wawancara terhadap guru IPA dan siswa yang dilakukan di Sekolah SDN I Ambekairi Kabupaten Konawe, diperoleh informasi bahwa sistem pembelajaran yang dilakukan dalam proses belajar mengajar masih dominan bersifat teacher centered. Sehingga wajar jika pengetahuan yang dimiliki oleh siswa sampai saat ini belum seperti apa yang diharapkan. Hal ini dibuktikan dengan nilai rata-rata hasil ulangan harian IPA siswa pada materi pokok Cahaya pada dua tahun ajaran terakhir yakni pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015 dan 2015/2016 yaitu hanya sebesar 64 dan 63. Nilai ini berada di bawah nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yaitu sebesar 65. (Sumber: nilai UH siswa kelas V SDN I Ambekairi tahun ajaran 2014/2015 dan 2015/2016). Kajian Pustaka a. Model Discovery Learning
Menurut Hamzah dan Nurdin (2011) model penemuan (discovery learning) merupakan strategi pembelajaran dimana siswa didorong untuk menemukan sendiri pengetahuan atau konsep baru. Selanjutnya, Hamalik (2012) juga mengemukakan pendapatnya bahwa model Discovery learning adalah proses pembelajaran yang menitik beratkan pada mental intelektual para anak didik dalam memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi, sehingga menemukan suatu konsep atau generalisasi yang dapat diterapkan dilapangan. Moedjiono (1992) mengungkapkan bahwa model pembelajaran penemuan (discovery learning) sebagai model belajar mengajar yang memberikan peluang diperhatikannya proses dan hasil kegiatan belajar siswa, digunakan dalam
4
kegiatan belajar-mengajar dengan tujuan: a) Meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam memperoleh dan memproses perolehan belajar; b) mengarahkan para siswa sebagai pelajar seumur hidup; c) mengurangi ketergantungan kepada guru sebagai satu-satunya informasi yang diperlukan oleh para siswa; dan d) melatih para siswa mengeksplorasi atau memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber informasi yang tidak akan pernah tuntas digali. Menurut Sriyono (1992) ada lima tahapan dalam pelaksanaan model discovery learning, yakni: (a) Merumuskan masalah untuk dipecahkan oleh murid (b) menetapkan jawaban sementara atau hipotesis, (c) murid mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab permasalahan atau hipotesis, (d) menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi dan (e) mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi ke situasi baru. Namun, model discovery learning juga memiliki beberapa kekurangan yakni, a) Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini. Siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik; b) Bila kelas terlalu besar penggunaan teknik ini akan kurang berhasil. b. Pembelajaran Langsung Menurut Kardi dan Nur (2000) mengemukakan bahwa pembelajaran langsung juga merupakan suatu strategi mengajar yang dapat membantu siswa dalam mempelajari keterampilan dasar dan memperoleh informasi yang dapat diajarkan selangkah demi selangkah. Selanjutnya Arends (2001) juga mengatakan hal yang sama yaitu pembelajaran langsung merupakan suatu pembelajaran yang membantu siswa untuk memperoleh keterampilan dan pengetahuan secara bertahap. Senada dengan pendapat diatas menurut Roy Killen (dalam La Iru dan Safiun, 2012) yaitu pembelajaran langsung merujuk pada berbagai teknik pembelajaran ekspositori (pemindahan pengetahuan dari guru kepada murid secara langsung, misalnya melalui ceramah, demonstrasi dan tanya jawab) yang melibatkan seluruh kelas.Sintaks pembelajaran langsung yang dikemukakan oleh Slavin (dalam La Iru dan Safiun, 2012) yaitu: 1) menginformasikan tujuan dan orientasi belajar; 2) mereview pengetahuan dan keterampilan prasyarat, dalam fase ini guru mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai oleh siswa; 3) menyampaikan materi pelajaran, dalam fase ini guru menyampaikan materi pelajaran, menyajikan informasi, memberikan contoh-contoh, mendemonstrasikan konsep dan sebagainya; 4) melaksanakan bimbingan; 5) memberi latihan; 6) menilai kinerja siswa dalam memberikan umpan balik; dan 7) memberikan latihan mandiri. c. Pemahaman Konsep IPA Dalam Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom (Anderson and Krathwohl, 2010), memahami merupakan salah satu jenjang domain kognitif yang tujuan
5
utama pembelajarannya adalah menumbuhkan kemampuan transfer.Siswa dikatakan memahami apabila mereka dapat mengkonstruksi makna dari pesanpesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis, yang melalui pengajaran, buku, atau layar komputer. Bloom (1987) mengelompokkan hasil belajar atas tiga aspek, yaitu: 1) aspek kognitif, berhubungan dengan perubahan pengetahuan; 2) aspek afektif, berhubungan dengan perkembangan atau perubahan sikap; 3) aspek psikomotor, berhubungan dengan penguasaan keterampilan motorik. Ranah kognitif terbagi menjadi enam tingkatan, yaitu: (1) ingatan, (2) pemahaman, (3) penerapan, (4) analisis, (5) sintestis, dan (6) evaluasi. Pendapat Bloom direvisi oleh Anderson dan Krathwohl (2001) yang membagi pengetahuan dalam dua dimensi yaitu dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Dalam Revisi Taksonomi Pendidikan Bloom (Anderson and Krathwohl, 2010), memahami merupakan salah satu jenjang domain kognitif yang tujuan utama pembelajarannya adalah menumbuhkan kemampuan transfer.Siswa dikatakan memahami apabila mereka dapat mengkonstruksi makna dari pesanpesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun grafis, yang melalui pengajaran, buku, atau layar komputer. d. Keterampilan Proses Sains Menurut Rustaman (2013), keterampilan proses adalah keterampilan yang melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual, manual dan sosial. Menurut Dahar (1996), keterampilan proses sains (KPS) adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki. Keterampilan proses sains terdiri dari sejumlah keterampilan tertentu. Keterampilan proses dasar merupakan suatu fondasi untuk melatih keterampilan proses terpadu yang lebih kompleks. Seluruh keterampilan proses ini diperlukan pada saat berupaya untuk mencatatkan masalah ilmiah. Keterampilan proses terpadu khususnya diperlukan saat melakukan eksperimen untuk memecahkan masalah. Berikut ini uraian beberapa keterampilan proses dasar dan keterampilan proses terpadu yang dapat dilatihkan pada siswa pada tingkat Sekolah Dasar yakni: 1) Pengamatan; 2) Pengukuran; 3) Menyimpulkan; 4) Klasifikasi; 5) Komunikasi; 6) Prediksi. e. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (quasi experiment) yang dilakukan melalui penggunaan model pembelajaran discovery learning. Desain penelitian yang digunakan adalah Pre-Tests Post-Test Non Equivalent Control Group Design (Sugiyono, 2012).
6
O1
O2
X
O3 O4 Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas yaitu model pembelajaran discovery learning dan model pembelajaran langsung. Variabel terikatnya yaitu pemahaman konsep IPA dan keterampilan proses sains. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data interval. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen tes pemahaman konsep Cahaya dengan nilai reliabilitas 0,67 dan tes keterampilan proses sains dengan nilai reliabilitas 0,51. Hasil Penelitian A. Analisis Deskripsi 1. Deskripsi Data Pemahaman Konsep Ukuran statistik data diperoleh dari analisis data pre-test dan post-test pemahaman konsep yang dilaksanakan terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil analisis pemahaman konsep pada materi Cahaya terhadap pre-test dan post-test dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Statistik Deskripsi Pemahaman Konsep Cahaya Siswa Pembelajaran Langsung Discovery Learning Statistika (N=25) (N=27) Deskriptif Pre-test Post-test N-Gain Pre-test Post-test N-Gain Mean 45.80 68.00 0.40 47.41 83.15 0.70 SD 10.57 5.77 0.13 12.89 8.45 0.09 Maksimum 65 90 0,75 75 95 0,86 Minimum 25 65 0.13 25 65 0.50 Berdasarkan data pada tabel 5.1, menunjukkan bahwa nilai pretest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak ada perbedaan kemampuan awal siswa secara klasikal. Kedua kelas mengalami peningkatan setelah mendapat perlakuan pembelajaran dan nilai gain yang dinormalisasikan kedua kelas berada pada kategori tinggi dan sedang. Hasil pemahaman konsep kelas dengan pembelajaran model discovery learning lebih tinggi daripada hasil pemahaman konsep dengan pembelajaran langsung. Berdasarkan presentase siswa terhadap kategori N-gain yaitu rendah, sedang dan tinggi dapat dilihat pada gambar 5.1
7
100
discovery learning
Jumlah siswa (%)
80 60 40 20 0 Tinggi
Sedang
Rendah
Kategori N-gain Pemahaman Konsep
Gambar 5.1. Grafik persentase siswa (%) yang memperoleh N-Gain pemahaman konsep pada kategori rendah, sedang, dan tinggi Berdasarkan data pada gambar 5.1, menujunkkan bahwa presentase siswa terhadap hasil pemahaman konsep siswa dengan model pembelajaran discovery learning secara umum di dominasi oleh kategori tinggi sedangkan presentase siswa hasil pemahaman konsep dengan pembelajaran langsung secara umum berada pada kategori sedang. Maka dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa presentase siswa hasil pemahaman konsep dengan pembelajaran discovery learning lebih tinggi dari hasil pembelajaran langsung. 2. Deskriptif Keterampilan Proses Sains Siswa Ukuran statistik data diperoleh dari analisis data pre-test dan post-test keterampilan prose sains yang dilaksanakan terhadap kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil analisis keterampilan proses sains pada materi Cahaya terhadap pre-test, post-test dan N-Gain dapat dilihat pada Tabel 5.2 Tabel 5.2 Statistik Deskripsi Keterampilan Proses Sains Siswa Materi Pokok Cahaya
Pembelajaran Langsung Discovery Learning (N=25) (N=27) Pre-test Post-test N-Gain Pre-test Post-test N-Gain Mean 46.00 66.40 0.38 46.67 84.44 0.71 SD 8.66 7.57 0.12 6.20 5.77 0.09 Maksimum 60 90 0,67 60 90 0,83 Minimum 30 60 0.38 40 70 0,60 Berdasarkan data pada tabel 5.2, menunjukkan bahwa nilai pretest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak ada perbedaan kemampuan awal siswa secara klasikal. Kedua kelas mengalami peningkatan setelah mendapat perlakuan pembelajaran dan nilai gain yang dinormalisasikan kedua kelas berada pada kategori tinggi dan sedang. Hasil keterampilan proses sains siswa kelas dengan pembelajaran model discovery learning lebih tinggi daripada hasil keterampilan Statistika Deskriptif
8
proses sains siswa dengan pembelajaran langsung. Berdasarkan presentase siswa terhadap kategori N-gain yaitu rendah, sedang dan tinggi dapat dilihat pada gambar 5.2 .
Jumlah siswa (%)
100 80 60 discovery learning
40 20
Pembelajaran Langsung
0 Tinggi
Sedang
Rendah
Kategori N-gain
Gambar 5.2.Grafik Presentase siswa (%) yang memperoleh N-Gain Keterampilan Proses Sains Pada Kategori Tinggi, Sedang dan Rendah Berdasarkan data pada gambar 5.2, menujunkkan bahwa presentase siswa terhadap hasil keterampilan proses sains siswa dengan model pembelajaran discovery learning secara umum di dominasi oleh kategori sedang dan tinggi sedangkan presentase siswa keterampilan proses sains konsep dengan pembelajaran langsung secara umum berada pada kategori sedang. Maka dari gambaran tersebut dapat disimpulkan bahwa presentase siswa hasil keterampilan proses sains dengan pembelajaran discovery learning lebih tinggi dari hasil pembelajaran langsung. B. Hasil Uji Perbandingan Data N-Gain Pemahaman Konsep Cahaya Siswa Antara Kelas Model Discovery Learning dan kelas Pembelajaran Langsung 1. Hasil Uji Normalitas Pemahaman Konsep Cahaya Tabel 5.3 Rangkuman hasil uji normalitas data pemahaman konsep siswa Uji Normalitas Post-test Sig.hit Sig.tab 0,65 0,05 0,01 0,05
N-gain Sig.hit Sig.tab DL 0,99 0,05 PL 0,61 0,05 Distribusi Keterangan Normal Keterangan: Tingkat Kepercayaan yang diambil 95% atau tolak H0, jika Asymp.Sig < 0,05 dan terima H0, jika Asymp.Sig > 0,05 Berdasarkan data pada Tabel 5.3 menunjukkan uji normalitas yang dilakukan terhadap terhadap data N-gain pemahaman konsep siswa untuk siswa Kelas
Pre-test Sig.hit Sig.tab 0,44 0,05 0,64 0,05
9
kelas kontrol juga menunjukkan bahwa nilai sighitung terhadap sigtabel (α = 0,05) adalah sighitung> sigtable. Sehingga dapat disimpulkan bahwa N-gain pemahaman konsep siswa baik kelas dengan pembelajaran discovery learning maupun kelas dengan pembelajaran langsung terdistribusi normal. 2. Hasil Uji Homogenitas Pemahaman Konsep Cahaya Siswa Tabel 5.4 Rangkuman hasil uji homogenitas data pemahaman konsep siswa Uji Homogenitas Kelas Pre-test Post-test N-gain Sig.hit Sig.tab Sig.hit Sig.tab Sig.hit Sig.tab DL 0,33 0,05 0,19 0,05 0,44 0,05 PL Ho diterima Keterangan (homogen) Berdasarkan data pada Tabel 5.4 hasil uji homogenitas dengan uji levene terhadap data N-gain pada pemahaman konsep siswa hasil pembelajaran discovery learning dan kelas dengan pembelajaran langsung menunjukkan bahwa nilai kelompok data keseluruhan hasil tes pemahaman konsep terlihat nilai N-gain yaitu sighitung > sigtable = 0,05), artinya terima H0. Hal ini dapat disimpulkan bahwa data N-gain pemahaman konsep siswa antara hasil test, N-gain sighitung=0,44 lebih besar dari sigtable ( ) artinya data pemahaman konsep siswa baik kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen. 3. Hasil Uji Hipotesis Pemahaman Konsep Cahaya Siswa Tabel 5.5 Rangkuman hasil dan uji hipotesis pre-test, post-test, dan N-gain pemahaman konsep siswa Uji Hipotesis Pre-test Post-test N-gain Kelas Sig.hit Sig.hit Sig.hit Sig.tab Sig.tab Sig.tab DL 0,75 0,05 0,00 0,05 0,00 0,05 PL Keterangan Terima H1 Keterangan: Tingkat Kepercayaan yang diambil 95% atau tolak H0, jika Asymp.Sig < 0,05 dan terima H0, jika Asymp.Sig > 0,05
10
C. Hasil Uji Perbandingan Data N-Gain Keterampilan Proses Sains Siswa Antara Hasil Pembelajaran Model Discovery Learning dan Pembelajaran Langsung 1. Hasil Uji Normalitas Keterampilan Proses Sains Siswa Tabel 5.6 Rangkuman hasil uji normalitas keterampilan proses sains siswa Uji Normalitas Kelas Pre-test Post-test N-gain Sig.hit Sig.tab Sig.hit Sig.tab Sig.hit Sig.tab DL 0,02 0,05 0,01 0,05 0,12 0,05 PL 0,01 0,05 0,04 0,05 0,23 0,05 H0 diterima Keterangan (Distribusi normal) Berdasarkan Tabel 5.6 bahwa uji normalitas yang dilakukan terhadap data pre-test, post-test, dan N-gain keterampilan proses sains siswa untuk kelas eksperimen nilai sighitung terhadap sigtabel (α = 0,05), menunjukkan bahwa sig.hitung> sig.table. Sedangkan uji normalitas yang dilakukan terhadap terhadap data N-gain keterampilan proses sains siswa untuk siswa kelas kontrol menunjukkan juga bahwa nilai sig.hitung terhadap sig.tabel (α = 0,05) adalah sig.hitung> sig.table. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data N-gain keterampilan proses sains siswa baik kelas dengan pembelajaran discovery learning maupun kelas dengan pembelajaran langsung terdistribusi normal. 2. Hasil Uji Homogenitas Keterampilan Proses Sains Siswa Tabel 5.7 Rangkuman hasil uji homogenitas keterampilan proses sains siswa Uji Homogenitas Kelas Pre-test Post-test N-gain Sig.hit Sig.tab Sig.hit Sig.tab Sig.hit Sig.tab DL 0,03 0,05 0,38 0,05 0,89 0,05 PL H0 diterima Keterangan (Homogen) Berdasarkan Tabel 5.7 dapat dilihat bahwa data N-Gain lebih besar dari sig.table ( ) yaitu sig.hitung> sig.table artinya data N-gain keterampilan proses sains siswa baik kelas eksperimen dan kelas kontrol adalah homogen.
11
3. Hasil Uji Hipotesis Keterampilan Proses Sains Siswa Tabel 5.8 Rangkuman hasil hipotesis keterampilan proses sains Uji Hipotesis Kelas Pre-test Post-test N-gain Sig.hit Sig.tab Sig.hit Sig.tab Sig.hit Sig.tab DL 0,75 0,05 0,00 0,05 0,00 0,05 PL Keterangan Terima H1 Berdasarkan Tabel 5.8 bahwa uji hipotesis kelas eksperimen dan kelas kontrol pada pre-test menunjukkan bahwa nilai sig.hitung>Sig.tabel yaitu 0,75> 0,05 ( ), artinya keterampilan proses sains siswa sebelum perlakuan bahwa keterampilan proses sains siswa kelas eksperimen tidak jauh berbeda atau relatif sama dari siswa kelas kontrol. Sedangkan hasil uji hipotesis rata-rata N-gain menunjukkan bahwa nilai sig.hitung<Sig.tabel ( ) yaitu 0,00 < 0,05, artinya rata-rata nilai N-gain peningkatan keterampilan proses sains kelas eksperimen dengan pembelajaran discovery learning lebih besar secara signifikan dari kelas kontrol dengan pembelajaran langsung. D. Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan bahwa pre-test telah dilakukan bersamaan antara tes pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Hasil pre-test menunjukkan kemampuan awal terhadap pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa terhadap materi Cahaya relatif sama atau tidak jauh berbeda. Adanya kemampuan awal siswa kedua kelas relatif sama disebabkan karena belum pernah diajarkan sebelumnya atau mendengarkan informasi tentang konsep Cahaya, serta belum mendapatkan perlakuan dari guru tentang pembelajaran discovery learning maupun pembelajaran langsung, sehingga pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa tentang Cahaya terlihat beragam berdasarkan pre-test. Selanjutnya, hasil post-test kedua kelas terdapat peningkatan, akan tetapi hasil post-test kedua kelas berbeda, dimana kelas eksperimen lebih tinggi secara klasikal dari pada kelas kontrol. Adanya perbedaan tersebut disebabkan oleh pemberian perlakuan yang berbeda pula. Dari hasil tes pemahaman konsep siswa yang didapatkan setelah mengikuti pembelajaran discovery learning pada konsep Cahaya sebesar 83,14 tersebut telah melebihi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah yakni 65. Hal ini disebabkan karena kelas eksperimen mendapatkan perlakuan dengan pembelajaran discovery learning dengan mengacu pada lima tahapan merumuskan masalah, menetapkan jawaban sementara atau hipotesis, mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk
12
menjawab permasalahan atau hipotesis, menarik kesimpulan jawaban atau generalisasi dan mengaplikasikan kesimpulan atau generalisasi ke situasi baru. Tingginya hasil post-test kelas eksperimen mempengaruhi juga tingginya nilai N-gain. Nilai N-gain kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol sehingga dapat disimpulkan bahwa secara deskriptif pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning terhadap konsep Cahaya lebih baik dari kelas kontrol dengan pembelajaran langsung. Hasil tes keterampilan proses sains siswa diperoleh juga data yang menunjukkan kelas dengan pembelajaran model discovery learning lebih tinggi dari hasil tes keterampilan proses sains kelas dengan pembelajaran langsung. Peningkatan nilai rata-rata N-Gain siswa kelas eksprimen lebih tinggi, karena setiap tahapan dalam model pembelajaran discovery learning mendukung siswa untuk aktif dalam pembelajaran dan mendapatkan pengalaman belajar lebih bermakna sehingga sesuatu yang dipelajari akan bertahan lebih lama dan memberikan dampak terhadap peningkatan keterampilan proses sains siswa pada materi pokok Cahaya. Uraian di atas menyimpulkan bahwa model pembelajaran discovery learning dapat membantu siswa dalam mengembangkan keterampilan proses sainsnya dalam memecahkan suatu masalah sebelum mengambil keputusan. Siswa mampu terampil dalam mengamati (observasi), menyelidiki, menafsirkan menyimpulkan dan berkomunikasi sesuai dengan konsep IPA yang dikuasainya kemudian mengembangkannya dalam bidang lain, misalnya bidang sosial. Hal ini sejalan menurut Putrayasa et al. (2015) dalam penelitiannya menemukan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara hasil belajar IPA siswa kelas V SD di desa Bontihing Kecamatan Kubutambahan yang diajar dengan model pembelajaran discovery learning dan pembelajaran konvensional karena dengan pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning siswa dapat berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dan meningkatkan minat belajar siswa. Penelitian lain juga dilakukan oleh Widiadnyana et al. (2014) menemukan bahwa model pembelajaran discovery learning berpengaruh terhadap hasil belajar IPA dan sikap ilmiah siswa kelas VII SMP Negeri 3 Tembuku tahun pelajaran 2013/2014. Secara rinci djelaskan bahwa terdapat perbedaan nilai ratarata hasil belajar dan keterampilan ilmiah siswa yang signifikan antara kelompok yang belajar dengan model pembelajaran discovery learning dengan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung. Sehingga uraian diatas dapat disimpulkan bahwa model discovery learning dapat membantu siswa memiliki keterampilan proses sains dalam memecahkan suatu masalah dan menemukan sendiri konsep yang hendak dipecahkan. Sehingga dapat memperoleh pengetahuan dan pemahaman konsep yang lebih bermakna bagi dirinya. Kemudian akan lebih menyenangkan jika tersedia pula media benda
13
konkret sehingga semakin menarik minat perhatian siswa dan merasa tidak bosan selama pembelajaran berlangsung. Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis data dan pengujian hipotesis penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. a. Nilai rata-rata N-gain peningkatan pemahaman konsep siswa yang menerima pembelajaran menggunakan model pembelajaran discovery learning lebih besar secara signifikan dengan siswa yang menerima pembelajaran langsung, hal ini berdasarkan uji hipotesis (uji-t) diperoleh sig.hitung<sig.tabel yaitu 0,00 < 0,05. Begitu juga dengan gain yang dinormalisasikan bahwa rata-rata N-gain kelas eksperimen lebih besar yaitu 0,70 dari pada kelas kontrol yaitu 0,40. b. Nilai rata-rata N-gain peningkatan keterampilan proses sains siswa yang menerima pembelajaran menggunakan model pembelajran discovery learning lebih besar secara signifikan dengan siswa yang menerima pembelajaran konvensional, hal ini berdasarkan uji hipotesis (uji-t) diperoleh sig.hitung<sig.tabel yaitu 0,00>0,05. Begitu juga dengan gain yang dinormalisasikan bahwa rata-rata N-gain kelas eksperimen lebih besar yaitu 0,71 dari pada kelas kontrol yaitu 0,38. Sehubungan dengan hasil penelitian yang diperoleh, maka penulis menyampaikan beberapa saran sebagai berikut. a. Pelaksanaan model pembelajaran discovery learning menggambarkan pembelajaran yang aktif sehingga siswa diharapkan siap secara mental untuk belajar aktif agar tujuan pembelajaran tercapai secara optimal. Dalam hal ini, peran guru sebagai motivator, mediator, dan fasilitator sangat penting. b. Bagi guru yang ingin menggunakan model pembelajaran discovery learning, hendaknya memperhatikan penggunaan waktu untuk setiap tahap pembelajaran, sehingga rencana pembelajaran dapat terlaksana dengan baik. Selain itu, guru juga harus mempersiapkan media pembelajaran misalnya media animasi ataupun media konkret yang sesuai dengan materi yang akan diajarkan. c. Proses pembelajaran yang baik khususnya mata pelajaran IPA hendaknya seorang guru harus bisa membangun keterampilan proses sains melalui penanaman konsep, sehingga melahirkan siswa yang terampil bukan hanya dalam bidang IPA tetapi juga di bidang-bidang yang lain. d. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan mempelajari dengan sebaik-baiknya model pembelajaran discovery learning sebelum diterapkan, sehingga kendala-kendala yang akan terjadi dapat diminimalisir.
14
Daftar Pustaka Arikunto, S.2009. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara. BSNP. 2006. Standar Kompetensi Mata Pelajaran IPA SD/MI. Jakarta: Depdiknas Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. Jakarta: Depdiknas Bloom. 1987. Taksonomi dan Daya Pikir (Terjemahan). Jakarta: Rineka Cipta Dahar R.W., 2006. Teori- teori Belajar. Cetakan ke-2. Bandung: Erlangga Depdiknas. 2007. Materi Sosialisasi dan Pelatihan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SD/MI. Jakarta tersedia pada ktsp.diknas.go.id/download/ktspsd.pdf Dimyati, M. dan Moedjiono . 2006. Belajar dan Pebelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hamalik, O. 2003. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. La Iru & Safiun A. 2012. Analisis Penerapan dan Pendekatan, Metode, Strategi, dan Model-Model Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Presindo. Kardi, S. Dan Nur M. 2000. Pengajaran Langsung. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya Universitas Press. Moedjiono dan Moh, Dimyati. 1992. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Depdikbud. Roestiyah, N. K. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta Rustaman, N. Y. 2013. Pengembangan Butir Soal Keterampilan Proses Sains. FMIPA UPI. http://onengdalilah.blogspot.com/2009/02/12. Diakses tanggal 12 November 2016. Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sudjana, Nana. 2002. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Sugiyono. 2008. Model Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif Dan R&B. Bandung: ALFABETA Takdir, I, M.. 2012. Pembelajaran Discovery Strategy and Mental Vocational Skill. Jogjakarta. Diva Press. Widiadnyana, I.W., Sadia, I.W., Suastra, I.W. 2014. Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap Pemahaman Konsep IPA dan Sikap Ilmiah Siswa SMP. Singaraja: Vol 4.
15