Artikel HARI IBU 22 DESEMBER
Mengobarkan Semangat Perjuangan Kaum Perempuan Drs. Mardiya Peringatan Hari Ibu (PHI) ke-82 tahun ini yang secara nasional jatuh pada hari Rabu, 22 Desember 2010 akan sangat layak bila kita manfaatkan untuk meningkatkan wawasan kebangsaan serta pembinaan karakter dan pekerti bangsa bagi kaum perempuan pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Tujuannya tidak lain adalah agar kita tetap memiliki jiwa dan semangat juang untuk mencapai kehidupan yang terhormat dan bermartabat tanpa bias gender. Oleh karenanya wajar bila pemerintah mengharapkan agar berbagai kegiatan yang dilakukan dalam rangka memeriahkan PHI 2010 ini baik di tingkat pusat dan daerah, secara langsung maupun tidak langsung dapat semakin
mengobarkan
langkah kaum perempuan dalam
perjuangannya menuju cita-cita. Paling tidak, ada dua alasan mendasar mengapa PHI 2010 perlu dimaknai sebagai momentum yang tepat untuk melanjutkan perjuangan kaum perempuan. Pertama, berbeda dengan Mother’s Day yang dirayakan oleh Amerika, Kanada dan negeri Barat lainnya setiap hari Minggu di minggu kedua bulan Mei, Hari Ibu di Indonesia tidak hanya diperingati untuk menghargai jasa perempuan dalam konteks keluarga, melainkan dalam kerangka yang lebih menyeluruh yakni perempuan sebagai pejuang dalam merebut, menegakkan kemerdekaan serta warga negara yang akan terus mengisi kemerdekaan itu dengan pembangunan nasional. Oleh karena itu, peringatan Hari Ibu di negara kita selain dimaksudkan untuk mengingatkan pada seluruh rakyat Indonesia akan makna Hari Ibu sebagai kebangkitan dan perjuangan kaum perempuan yang tidak terpisahkan dari kebangkitan dan perjuangan bangsa, juga untuk terus mengobarkan api semangat kaum perempuan agar senantiasa tebal tekadnya gua melanjutkan perjuangannya mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 1
Semangat perjuangan kaum perempuan ini secara gamblang telah dimanifestasikan dalam bentuk lambang Hari Ibu yang berupa setangkai bunga melati dengan kuntumnya, yang menggambarkan kasih sayang kodrati antara ibu dan anak;
kesucian, kekuatan dan pengorbanan ibu, serta
kesadaran kaum perempuan untuk menggalang kesatuan, persatuan dan keikhlasan berdarma bakti dalam pembangunan bangsa dan negara kita tercinta ini. Kedua, kaum perempuan (baca: ibu) sejak awal berdirinya Boedi Oetomo pada tahun 1908 telah terlibat langsung sebagai penggerak dan motivator kebangkitan nasional, seiring dengan terbentuknya bagian perempuan di Bandung yang menerbitkan Majalah Dwi Mingguan Putri Hindia. Bahkan bila dirunut lebih jauh, organisasi perempuan yang berkecimpung dibidang pendidikan, telah berdiri lebih awal dengan nama Sekolah Kautamaan Istri pada tahun 1904 di Bandung. Organisasi perempuan lainnya muncul pada tahun 1911 dengan nama Kerajinan Amai Setia, yang mendidik perempuan belajar membaca dan menulis dengan huruf latin serta membuat kerajinan tangan. Selain itu, pada tahun 1912, muncul perusahaan koran Soenting Malajoe di Bukittinggi yang ditangani oleh Rangkayo Rohana Kudus yang sepenuhnya dikendalikan dan dikelola oleh perempuan. Koran ini menyerukan keinginan kaum perempuan pada masa itu untuk memperoleh kesamaan hak (emansipasi) dan kemerdekaan Indonesia. Pergerakan kaum perempuan ini semakin marak dengan berdiriya Puteri Mardika di Jakarta yang mendorong dan membimbing kaum perempuan Indonesia untuk dapat menyuarakan pendapatnya, memperbaiki status perempuan dan menyediakan pendidikan bagi perempuan dan laki-laki. Hal tersebut membuktikan bahwa kaum perempuan di bumi Nusantara ini, sejak awal telah gigih mendorong kebangkitan nasional, yang puncaknya terjadi pada saat diselenggarakannya Kongres Organisasi Perempuan pertama di Yogyakarta tahun 1908 yang pesertanya tidak kurang dari 30 organisasi perempuan dari 12 kota di Pulau Jawa dan Sumatera. .
2
Atas dasar kedua alasan tersebut, maka maksud penyelenggaraan PHI 2010 sekurangkurangnya adalah agar seluruh Warga Negara Indonesia, laki-laki dan perempuan terutama generasi muda, baik yang berada di dalam negeri maupun luar negeri, senantiasa mengenang dan menyegarkan kembali ingatannya tentang perjuangan dan kebangkitan kaum perempuan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari kebangkitan bangsa kita dalam memperjuangkan kemerdekaannya. Termasuk di sini, mewariskan nilai-nilai luhur dan semangat perjuangan yang terkandung dalam sejarah perjuangan kaum perempuan kepada seluruh lapisan masyarakat, agar tekad dan keyakinannya semakin tebal yang dapat dijadikan modal dasar untuk melanjutkan perjuangan mengisi kemerdekaan maupun pembangunan serta untuk mewujudkan perdamaian yang dilandasi semangat persatuan dan kesatuan bangsa sebagai salah satu bentuk pengamalan Pancasila. Maksud lainnya adalah untuk meningkatkan aspirasi masyarakat terhadap keluhuran kodrat, harkat, martabat serta kedudukan kaum perempuan dalam upaya menjaga keutuhan dan kesejahteraan keluarga maupun masyarakat melalui peningkatan kualitas peran sertanya baik peran pribadi mandiri maupun organisasinya dalam berbagai aktivitas pembangunan. Sementara tujuannya secara umum adalah meningkatkan kiprah perempuan Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara serta pembangunan nasional yang berkelanjutan guna tercapainya tujuan pembanguan nasional dan pembangunan milenium (MDGs) serta terwujudnya Kesetaraan dan Keadilan Gender (KKG). Sedangkan secara khusus tujuannya paling tidak mencakup enam hal, yaitu: (1) Membangun karakter moral dan pekerti bangsa menuju Indonesia yang adil, demokratis, aman dan damai serta sejahtera, (2) Meningkatkan kualitas hidup perempuan dalam berbagai aspek kehidupan dan pembangunan guna mewujudkan KKG, (3) Mendorong peningkatan keterwakilan politik perempuan minimal 30 persen dan pengambilan keputusan publik dalam Pemilu 2009, (4) Menghapus dan melindungi perempuan dari segala bentuk kekerasan termasuk perdagangan 3
orang terutama perempuan dan anak, (5) Mendorong terwujudnya kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, dan (6) Meningkatkan peran serta instansi pemerintah, non pemerintah, masyarakat, swasta dan dunia usaha dalam memacu produktivitas ekonomi perempuan guna menanggulangi kemiskinan. Dengan demikian, PHI 2010 selain dapat kita maknai sebagai momentum untuk mengenang kembali perjuangan kaum perempuan Indonesia yang telah meretas jalan panjang dalam mewujudkan peran dan kedudukannya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, juga menjadi momentum yang tepat untuk merenungkan kembali tentang apa yang telah dikerjakan/dicapai dan apa yang belum dikerjakan oleh kaum perempuan Indonesia untuk kepentingan kaum perempuan itu sendiri disatu sisi maupun kepentingan bangsa dan negara disisi lainnya. Disamping itu juga menjadi saat yang tepat untuk
memberikan kesempatan pada
segenap komponen masyarakat untuk mengoreksi kekurangan dan kelemahan kaum perempuan di negeri kita dalam memperjuangkan peran dan kedudukannya di kancah kehidupan berbangsa dan bernegara. Apalagi sesungguhnya perjuangan meningkatkan peran dan kedudukan kaum perempuan tersebut masih panjang, sehingga keberhasilan yang telah dicapai selama ini barulah langkah awal menuju cita-cita kemerdekaan Indonesia yang aman, tentram, damai, adil dan makmur. Disinilah perlunya kita
sebagai warga negara Indonesia yang baik, terus berupaya
mengobarkan semangat kaum perempuan di negeri kita agar tetap bergairah berjuang dalam mewujudkan cita-citanya, sebagaimana telah dirintis oleh para pejuang perempuan Indonesia dimasa lalu. Bukan hanya oleh mereka yang terlibat dalam Kongres Perempuan Indonesia I di Yogyakarta pada tanggal 22 – 25 Desember 1908 yang kemudian hari pertama peyelenggaraan kongres tersebut diputuskan sebagai Hari Ibu melalui Keppres No 316 Tahun 1959, tetapi juga oleh para peserta kongres-kongres perempuan selanjutnya. Termasuk di sini adalah cita-cita 4
yang diimpikan oleh para pahlawan perempuan abad ke-19 seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya’ Dien, Cut Mutiah, RA Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain. Itu semua perlu kita lakukan, karena kaum perempuan Indonesia tidak boleh lemah sedikitpun dalam menghadapi tantangan hidup, apapun resiko dan pengorbanannya. Lebih-lebih kita telah semakin sadar, bahwa peran kaum perempuan di masa kini dalam konteks pembangunan nasional semakin tidak dapat diabaikan, bahkan menjadi kunci strategi dalam penentuan masa depan dunia. Dengan demikian, kelemahan kaum perempuan yang nota bene adalah kaum ibu secara langsung maupun tidak langsung akan menjadi awal petaka negeri ini. Bukan hanya dari sisi moralitas dan pekerti bangsa yang terus merosot, tetapi juga akan terjadi kerusakan tatanan dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang secara langsung maupun tidak langsung akan menjadi pemicu timbulnya ketidakadilan dan hilangnya kehidupan yang demokratis, aman dan sejahtera.
Drs. Marduya Kasubid Advokasi Konseling dan Pembinaan Kelembagaan B dan Kesehatan Reproduksi BPMPDP dan KB Kabupaten Kulonprogo.
5