ARTI PENTING PEMAJUAN DAN PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP PANDUAN PBB UNTUK BISNIS DAN HAM DI INDONESIA (United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights)
Disusun Oleh : Sugeng Bahagijo Beka Ulung Hapsara Mugiyanto Yolandri Simanjuntak Juni, 2016
NGO with UN Special Consultative Status with the Economic and Social Council
ARTI PENTING PEMAJUAN DAN PELAKSANAAN PRINSIP-PRINSIP PANDUAN PBB UNTUK BISNIS DAN HAM DI INDONESIA (United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights)
Disusun Oleh : Sugeng Bahagijo Beka Ulung Hapsara Mugiyanto Yolandri Simanjuntak
Juni, 2016
NGO with UN Special Consultative Status with the Economic and Social Council
DAFTAR ISI I
PENGANTAR
4
II
APAKAH UNGP ITU
8
III MENGAPA UNGP PENTING
12
IV APA YANG BISA DILAKUKAN PARA PEMANGKU KEPENTINGAN
16
V
LAMPIRAN
20
1. Kronologi UNGP
20
2. Daftar Sumber Bacaan
22
Business and Human Rights – INFID
3
I PENGANTAR
Foto
4
Business and Human Rights – INFID
H
ari-hari ini adalah ulang tahun kelima PrinsipPrinsip Panduan PBB mengenai Bisnis dan Hak Asasi Manusia (HAM) atau United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGP) disahkan secara mufakat oleh Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 16 Juni 2011. Pengesahan prinsip-prinsip panduan ini dilakukan tanpa voting dan mendapatkan dukungan penuh dari 28 negara yang tergabung dalam Dewan HAM PBB. Dengan demikian, hal ini dapat dimaknai bahwa prinsip-prinsip panduan ini mendapatkan dukungan universal. Dukungan universal ini sangat penting dalam rangka memberlakukan dan menerapkan Kerangka Perserikatan Bangsa-Bangsa “Perlindungan, Penghormatan, dan Pemulihan”. Pengesahan UNGP ini merupakan hasil dari proses panjang selama lebih dari empat dekade yang kemudian ditutup dengan kerja keras Perwakilan Khusus Sekjen PBB John Ruggie. Melalui mandat kerja selama enam tahun dengan dukungan yang besar dari mayoritas negara-negara anggota PBB, kelompokkelompok bisnis, dan komunitas hak asasi manusia, UNGP kemudian disahkan.1 UNGP bukanlah sebuah perjanjian internasional (treaty) yang secara hukum mengikat (legally binding). Kekuatannya terletak pada kerelaan para pihak untuk melaksanakannya, pada reputasi dan sanksi moral dan sosial. Kekuatannya juga terletak pada sejauh mana negara/pemerintah serta perusahaan melaksanakannya. 1 Lihat Lampiran 1, Kronologi Pengesahan UNGP
Business and Human Rights – INFID
5
UNGP sangat relevan karena perkembangan praktik bisnis yang eksesif berpotensi dan telah menyebabkan terjadinya berbagai bentuk pelanggaran HAM. Menurut Organisasi Buruh Internasional (International Labour Organization atau ILO), di seluruh dunia terdapat lebih dari 450 juta orang bekerja dalam mata rantai produksi baik di bawah perusahaan-perusahaan pemasok (supplier) maupun perusahaan-perusahaan subkontraktor. Mereka bekerja di berbagai perusahaan multinasional atau perusahaan nasional di berbagai bidang. Mereka bukan merupakan karyawan atau pekerja perusahaan multinational corporation (MNC) tersebut tetapi menjadi pekerja dari para pemasok dan subkontraktor dari berbagai perusahaan-perusahaan terkemuka.2 Tiga tahun yang lalu, 2013, sebuah gedung berlantai delapan bernama Rana Plaza, yang menjadi pabrik garmen di pinggiran Kota Dhaka, Bangladesh, ambruk dan memakan korban 1.100 orang meninggal dunia dan 2.000 orang terluka. Pabrik itu mempekerjakan lebih dari 5.000 orang. Pabrik ini merupakan bagian dari pemasok/ subkontraktor sebuah merek terkenal yang dijual ke seluruh dunia.3 Baru-baru ini, tahun 2016, Oxfam telah melansir sebuah laporan pemantauan kepada 10 merek/perusahaan terkemuka di dunia. Hasil pemantauan oleh Oxfam (April 2016) menunjukkan bahwa 10 merek terkenal (Danone, Nestle, Unilever, dan lain-lain) selama tiga tahun ini telah banyak melakukan perbaikan mata rantai produksinya dibanding dengan keadaan tiga tahun lalu. Sejumlah perbaikan itu tampak terlihat pada beberapa bidang di antaranya: perlindungan lingkungan, kesetaraan gender, penurunan emisi, dan sebagainya. Walau demikian masih banyak pekerjaan rumah yang tersisa.4 Satu peristiwa besar baru-baru ini kiranya dapat disebut terkait dengan Business and Human Rights (selanjutnya: BHR) adalah terkuaknya berbagai dana legal dan ilegal (penghindaran pajak) oleh pengusaha dan politisi Indonesia di negara suaka pajak yang dikenal dengan Panama Papers. Sebuah gugus tugas para pengacara internasional yang dibentuk oleh The International Bar Association’s Human Rights Institute (IBAHRI) telah mengeluarkan laporan penyelidikan perihal kaitan antara pajak, hak asasi manusia, dan kemiskinan tahun 2015.5 Salah satu kewajiban perusahaan dalam UNGP adalah kepatuhan terhadap UU Perpajakan di Indonesia. Menurut Menteri Keuangan Indonesia, Bambang Brojonegoro, 2 Human Rights Watch. 2016. “Human Rights in Supply Chains, A Call for a Binding Global Standard for a Due Diligence”. Human Rights Watch Report, 30 Mei 2016. https://www.hrw.org/ report/2016/05/30/human-rights-supply-chains/call-binding-global-standard-due-diligence
3 Human Rights Watch. 2016. “Human Rights in Supply Chains, A Call for a Binding Global Standard for a Due Diligence”. Human Rights Watch Report, 30 Mei 2016. https://www.hrw.org/ report/2016/05/30/human-rights-supply-chains/call-binding-global-standard-due-diligence 4 Oxfam. 2016. “The Journey to the Sustainable Food; a Three Years Update on the Behind the Brands Campaign”. April 2016. https://www.oxfam.org/en/research/journey-sustainable-food-threeyear-update-behind-brands-campaign 5 Lipsett, Lloyd. “Tax Abuse as a Business and Human Rights Issue”. Shiftproject.org. http://www. shiftproject.org/article/tax-abuse-business-and-human-rights-issue.
6
Business and Human Rights – INFID
Foto
banyak perusahaan MNC yang tidak mematuhi kewajibannya dalam membayar pajak. Menurut Menkeu Bambang Brojonegoro, sekitar 2.000 perusahaan penanaman modal asing (PMA) selama 10 tahun tidak membayar pajak. Rata-rata perusahaan tersebut harus membayar Rp 25 miliar per tahun (Detik.com, Maret 2016). Artinya, satu perusahaan selama 10 tahun telah mencuri Rp 2,5 triliun, dan dua ribu perusahaan berarti telah merugikan Indonesia sebanyak Rp 5.000 triliun! Sebuah angka yang fantastik atau lebih 2,5 kali volume Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (2016). Di Indonesia, menurut data-data pengaduan yang diterima oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) pada tahun 2015 menunjukkan bahwa korporasi merupakan pihak kedua yang sering melanggar HAM sesudah kepolisian.6 Sejak dua tahun lalu, Komnas HAM telah memulai langkah-langkah menyusun Rencana Aksi Nasional Business and Human Rights (RAN BHR). Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) juga telah melaksanakan berbagai kegiatan untuk memajukan dan melaksanakan UNGP, antara lain melalui Konferensi BHR dan penyediaan dokumen BHR dalam bahasa Indonesia. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia dan Universitas Airlangga, Surabaya, baru-baru ini telah menyelenggarakan focus group discussion atau FGD di Surabaya untuk membahas UNGP.7
6 Komnas HAM. 2016. “Pernyataan Komnas HAM tentang Tantangan Hak Asasi Manusia Tahun 2016.” Kabar Latuharhary. http://www.komnasham.go.id/kabar-latuharhary/pernyataan-komnas-hamtentang-tantangan-hak-asasi-manusia-tahun-2016. 7 Widyanto, Untung. 2016. “Perlindungan HAM dalam Bisnis Jadi Tanggung Jawab Bersama”. Tempo. co, Rabu, 27 April 2016. https://m.tempo.co/read/news/2016/04/27/063766251/perlindungan-hamdalam-bisnis-jadi-tanggung-jawab-bersama
Business and Human Rights – INFID
7
II APAKAH UNGP ITU
Foto
8
Business and Human Rights – INFID
P
rinsip-Prinsip Panduan PBB mengenai Bisnis dan HAM (UNGP) merupakan kerangka pengaturan praktik bisnis yang melindungi dan menghormati HAM. UNGP bukan merupakan dokumen perjanjian internasional yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi negara yang meratifikasinya (legally binding treaty). UNGP merupakan prinsipprinsip panduan yang pelaksanaannya didasarkan pada kesukarelaan pihak-pihak terkait, yang dalam hal ini adalah negara, korporasi, dan masyarakat. Secara umum, UNGP terdiri dari tiga pilar yang berbeda tetapi saling terkait, yaitu: Pilar 1. Tanggung Jawab Negara untuk Melindungi Hak Asasi Manusia (State Responsibiity to Protect Human Rights). Pilar ini mengatur kewajiban negara dalam melindungi individu dari pelanggaran hak asasi manusia oleh pihak ketiga, termasuk bisnis; Pilar 2. Tanggung Jawab Perusahaan untuk Menghormati Hak Asasi Manusia (Corporate Responsibility to Respect Human Rights). Pilar ini mengatur perusahaan untuk tidak melanggar hak asasi manusia yang diakui secara internasional dengan menghindari, mengurangi, atau mencegah dampak negatif dari operasional korporasi; dan Pilar 3. Akses bagi Korban untuk Mendapatkan Pemulihan (Access of the Victims to Remedy). Pilar ini berisi aturan agar korban pelanggaran HAM atau mereka yang terkena dampak operasi perusahaan mendapatkan hak atas pemulihan yang efektif, baik melalui mekanisme yudisial maupun non-yudisial.
Business and Human Rights – INFID
9
Foto
Salah satu hal penting dalam UNGP yang merupakan turunan dari pilar kedua, yaitu tanggung jawab perusahaan untuk menghormati HAM, adalah bahwa perusahaan uji tuntas hak asasi manusia (human rights due diligent), dengan cara: (i) Pembuatan kebijakan yang mengartikulasikan komitmen perusahaan untuk menghormati HAM. (ii) Melakukan penilaian dampak yang aktual dan potensial dari kegiatan usaha perusahaan terhadap pemenuhan HAM. (iii) Mengintegrasikan komitmen dan penilaian dampak ke dalam sistem pengendalian dan pengawasan internal perusahaan. (iv) Melakukan penelusuran mengenai potensi-potensi permasalahan baru dan melakukan pelaporan kinerja. Bersamaan dengan disahkannya UNGP pada Juni 2011, Dewan HAM PBB juga membentuk Kelompok Kerja PBB untuk Bisnis dan HAM yang beranggotakan lima
10
Business and Human Rights – INFID
Foto
orang ahli yang berasal dari perwakilan regional PBB dengan mandat mempromosikan penyebaran, pelaksanaan, dan pengintegrasian UNGP dalam kebijakan pemerintah secara global. Kelompok Kerja PBB untuk Bisnis dan HAM ini menjalankan mandatnya dengan cara: 1. 2. 3. 4. 5.
Melakukan kunjungan ke negara; Membuat laporan tahunan; Mengarahkan Forum Tahunan dan Forum Regional Bisnis dan HAM; Mendukung penyusunan Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM; Mendukung pihak-pihak lain dalam pelaksanaan UNGP.
Business and Human Rights – INFID
11
III MENGAPA UNGP PENTING
Foto
12
Business and Human Rights – INFID
W
alaupun tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, UNGP tetap memiliki beberapa kontribusi bagi pengaturan praktik bisnis dan membangun kerja sama para pihak sebagaimana disebutkan dalam tulisan Iman Prihandono8 sebagai berikut: UNGP memperjelas kewajiban negara dan tanggung jawab korporasi terhadap HAM. Hal ini penting untuk mengisi ‘accountability gap’, yang merupakan masalah utama dalam isu relasi bisnis dan HAM. UNGP menyediakan alat bagi manajemen risiko dan sistem peringatan dini bagi kegiatan usaha korporasi dengan risiko pelanggaran HAM yang tinggi. UNGP membuka kesempatan bagi terjadinya kerja sama antara NGOs, korporasi, dan masyarakat korban dalam membentuk mekanisme pemulihan yang efektif. ]Masalah-masalah utama yang hendak diatasi oleh UNGP dan sering menjadi kasus di lapangan adalah berbagai perusahaan dan para pemasoknya atau subkontraktornya terlibat atau melakukan berbagai pelanggaran berikut: (i) masalah pertanahan; (ii) perusakan lingkungan hidup (khususnya pertambangan); (iii) kondisi kerja yang tidak layak, termasuk upah minimum; (iii) perusahaan/pabrik mempekerjakan anak; (iv) diskriminasi pekerja (perempuan diupah lebih rendah ketimbang laki-laki); (v) perusahaan pemasok dan subkontraktor melakukan berbagai pelanggaran. 8 Prihandono, Iman. 2015. “Kerangka Hukum Pengaturan Bisnis dan HAM di Indonesia”. Referensi Elsam, 13 Februari 2015. http://referensi.elsam.or.id/2015/02/kerangka-hukumpengaturan-bisnis-dan-ham-di-indonesia/
Business and Human Rights – INFID
13
Dalam Laporan United Nations Asia Regional Forum on Business and Human Rights, yang berlangsung di Doha, Qatar 19–20 April 2016, telah diidentifikasi sejumlah isu penting berkaitan dengan, antara lain: (i) hak buruh migran; (ii) dampak dari pengadaan tanah secara luas; (iii) rantai pasok sektor garmen; (iv) pekerja anak dan pekerja paksa dan perdagangan manusia; (vi) hak privasi dalam dunia digital; (vii) akses pemulihan/ kompensasi melalui mekanisme pengadilan dan nonpengadilan; (viii) hak-hak pembela HAM; (ix) event olahraga megabesar, dan; (x) hak-hak masyarakat adat.9 Beberapa pokok penting yang dicatat dalam laporan Forum BHR Asia itu antara lain: (a) hingga hari ini belum ada satu pun negara Asia yang telah menyusun RAN BHR; (b) perlunya National Human Rights Institution (Komnas HAM) di berbagai negara Asia menjadi penganjur RAN BHR. (c) pentingnya “due diligence” HAM di sektor industri tertentu, khususnya sektor garmen. Industri garmen menjadi penting karena beberapa fakta: (a) sebagian besar buruh adalah perempuan dan mereka tidak tergabung dalam serikat pekerja; (b) sebagian besar perusahaan tidak memiliki serikat pekerja; (c) sebagian besar pekerja tersebut tidak memiliki kontrak kerja dan mereka dipekerjakan oleh pihak ketiga. Bagi pemerintah, pemerintah bukan saja berperan sebagai pengambil kebijakan dan pengawas (policy makers dan regulator), melainkan juga menjadi pelaku dan pemilik perusahaan-perusahaan negara (Badan Usaha Milik Negara atau BUMN). Karena itu, sangat penting bahwa negara/pemerintah juga menjadi teladan dan contoh yang baik. Adopsi dan pelaksanaan UNGP di Indonesia akan memperkuat dasar hukum bagi akuntabilitas perusahaan-perusahaan di Indonesia. Akuntabilitas itu terutama akan didukung oleh adanya ketentuan remedy atau pemulihan bagi korban pelanggaran HAM. Hingga tahun 2016, sejumlah negara telah menyusun RAN BHR, antara lain Norwegia, Belanda, Inggris, dan beberapa negara lain. Bagi perusahaan, adopsi dan pelaksanaan UNGP akan mengurangi risiko, baik risiko akan reputasi dan risiko keuangan secara langsung. Walau demikian perusahaan harus memastikan bahwa semua lini dan jajarannya memahami, tidak saja pada tingkat konsep, tapi juga pada tingkat operasional–apa yang boleh dan apa yang tidak boleh. Sejumlah perusahaan telah memulai langkah-langkah menuju pelaksanaan BHR antara lain melalui sistem Pelaporan BHR. Bagi serikat pekerja, warga negara, dan konsumen; UNGP akan membantu para pemimpin serikat pekerja dan anggotanya dan warga secara umum bahwa perusahaan 9 United Nations. “Report of the Working Group on the issue of human rights and transnational corporations and other business enterprises on the Asia Forum on Business and Human Rights”. Official Document System of the United Nations. https://documents-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/ GEN/G16/107/05/PDF/G1610705.pdf?OpenElement
14
Business and Human Rights – INFID
Foto
sudah memenuhi kewajibannya dalam hal kepatuhan kepada hak-hak pekerja seperti pemenuhan upah minimum, tidak mempekerjakan anak, dan membayar pajak dengan benar, dan lain-lain. Juga akan membantu warga untuk menagih akuntabilitas perusahaan dan pemerintah. Secara umum, bagi warga negara dan konsumen Indonesia, pelaksanaan UNGP akan membantu mendorong perilaku perusahaan ke arah yang lebih baik dan warga dapat menilai perusahaan yang kredibel dan memiliki reputasi yang baik.
Business and Human Rights – INFID
15
IV APA YANG BISA DILAKUKAN PARA PEMANGKU KEPENTINGAN
Foto
16
Business and Human Rights – INFID
Keberhasilan pelaksanaan United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights salah satunya ditentukan oleh partisipasi aktif dan substantif oleh para pemangku kepentingan. Pendekatan multipihak merupakan pendekatan yang paling efektif dalam implementasi UNGP ini karena posisi para pihak setara dan bisa saling mengontrol mulai tahap kampanye dan sosialisasi, baik pelaksanaan maupun pada tahap menentukan indikator keberhasilan. Dalam konteks Indonesia terdapat beberapa pihak yang memiliki peran dalam menentukan keberhasilan ataupun kegagalan pelaksanaan UNGP. Para pihak tersebut adalah pemerintah (pusat dan daerah), sektor bisnis, masyarakat bisnis, dan juga tidak ketinggalan, parlemen. Pemerintah. Pemerintah bisa memulai dengan beberapa langkah, antara lain mempersiapkan Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM. Rencana aksi ini merupakan induk atau panduan bagi pelaksanaan UNGP di Indonesia. Jika Indonesia memiliki rencana aksi, akan ada manfaat-manfaat yang besar bagi semua pihak, misalnya: a. Kejelasan peran para pihak yang berkepentingan dalam pelaksanaan UNGP; b. Standar sama yang harus dipatuhi oleh perusahaan, misalnya standar keterbukaan perusahaan yang kuat, standar perusahaan tentang kebijakan sumber daya manusia ataupun standar penanganan kasus pelanggaran HAM;
Business and Human Rights – INFID
17
c. Menjadi panduan partisipasi publik untuk organisasi masyarakat sipil, serikat pekerja, dan organisasi buruh, jurnalis, dan lain-lain.
Setelah Rencana Aksi Nasional Bisnis dan HAM yang partisipatif dan substantif tersusun, pemerintah bisa melakukan beberapa hal sebagai “pemicu” pelaksanaan UNGP yang lebih luas, misalnya: I. Pemerintah terutama Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Keuangan dapat melakukan uji coba terhadap 100 perusahaan terbuka (Tbk.) di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memulai pelaksanaan UNGP secara sukarela dalam bentuk kewajiban pelaporan perusahaan tersebut. II. Komnas HAM bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI, misalnya, dapat membuat Pedoman Pelaksanaan BHR untuk perusahaan-perusahaan di Indonesia terutama untuk para pemegang saham dan direksi 100 perusahaan. Pemerintah daerah juga memegang peran penting dalam pelaksanaan UNGP di Indonesia. Pemerintah daerah bisa memulai dengan mempelajari UNGP, RAN Bisnis dan HAM, serta kalau perlu menuangkannya menjadi kebijakan daerah partisipatif, berdiskusi dengan perusahaan-perusahaan, organisasi masyarakat sipil yang ada di wilayah tersebut agar implementasinya terarah. Pada era otonomi daerah, peran pemerintah daerah harus lebih dikuatkan agar bisa mencegah kasus-kasus pelanggaran HAM seperti pembakaran hutan, meninggalnya beberapa korban di bekas lubang tambang. Perusahaan. Perusahaan di Indonesia, baik perusahaan swasta maupun perusahaan BUMN, dapat memulai dan melaksanakan UNGP dalam beberapa bentuk, antara lain: (i) membuat komitmen dan melaksanakan komitmen dalam seluruh mata rantai nilai (pemasok, mitra kerja, kontraktor). (ii) Perusahaan bisa membuat “human rights due diligence” untuk memastikan bahwa operasi dan mata rantai produksinya termasuk kepada pemasok dan subkontraktornya (supply chain) memenuhi dan menghormati hak asasi manusia. Untuk itu, perusahaan bisa mulai: (iii) memperkuat kapasitas teknis para manajer dan direktur di jajaran perusahaan perihal UNGP dan apa yang dapat dilakukan untuk melaksanakannya. Merek-merek ternama dunia (Coca-Cola, Unilever, Nike, Adidas, New Balance, GAP, dan lain-lain) yang memiliki ratusan pemasok dan subkontraktor (pabrik dan perusahaan) di Indonesia bisa membuat buku pedoman bagi para pemasok dan subkontraktornya; Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), misalnya, dapat juga menyusun “panduan untuk anggotanya tentang bagaimana melaksanakan UNGP”;
18
Business and Human Rights – INFID
Foto
Asosiasi Perusahaan Alihdaya (outsourcing) dapat memulai pelaksanaan UNGP dengan memberikan pedoman kerja yang lebih baik sesuai dengan ketentuan pemerintah. Organisasi Masyarakat Sipil dan Jurnalis. Dua sektor tersebut memegang peran yang tidak kecil dalam pelaksanaan UNGP. Organisasi masyarakat sipil bisa berkontribusi dalam bentuk riset-riset, membantu pemerintah pusat dan daerah dalam menyusun kebijakan-kebijakan terkait bisnis dan HAM, menguatkan kapasitas organisasi dan serikat buruh terkait prinsip-prinsip dan standar dalam UNGP, serta peran lain yang bisa dilakukan. Jurnalis dan organisasi jurnalis bisa berperan dalam memberitakan inisiatif-inisiatif pemerintah, perusahaan, organisasi masyarakat sipil, dan serikat buruh dalam melaksanakan UNGP, melakukan investigasi kasus-kasus pelanggaran HAM yang melibatkan perusahaan ataupun melatih para jurnalis supaya paham dengan prinsip, standar, dan manfaat UNGP.
Business and Human Rights – INFID
19
V LAMPIRAN Lampiran 1
Kronologi UNGP Kronologi Lahirnya Prinsip-Prinsip Panduan PBB untuk Bisnis dan HAM atau United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights
1970
1973
Dewan Ekonomi dan Sosial PBB mengusulkan pembentukan komisi untuk mempelajari Transnational Corporations (TNC) dalam proses pembangunan dan hubungan internasional kepada Sekretaris Jenderal PBB.
2011 Kerja keras Ruggie menghasilkan Prinsip-Prinsip Panduan PBB untuk Bisnis dan HAM (UN Guiding Principles on Business and Human Rights) yang diserahkan kepada Dewan HAM PBB dan menjadi standar global pertama untuk mencegah dan menangani risiko yang berdampak merugikan hak asasi manusia yang berhubungan dengan aktivitas bisnis.
20
Business and Human Rights – INFID
Sekretaris Jenderal PBB di forum United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) III di Santiago, Chili, menyetujui dibentuknya sebuah Komisi Transnational Corporations (United Nations Commisiion on Transnational Corporations–UNCTC), dengan tujuan merumuskan Kode Etik Perusahaan Transnational.
2008 John Ruggie selesai menyusun kerangka “Perlindungan, Penghormatan, dan Pemulihan” (Protect, Respect, Remedy) dan disambut baik oleh Dewan HAM PBB sebagai konsep untuk menengahi perdebatan tentang bisnis dan HAM. Dewan HAM PBB memperpanjang mandat John Ruggie selama tiga tahun untuk memberikan rekomendasi lebih konkret yang bisa mempertemukan ekspektasi para aktor, sebuah kerangka yang mengklarifikasi tanggung jawab aktor terkait, dan memberikan dasar untuk berpikir dan bertindak.
1994
1998
Komisi Transnational Corporations ini dibubarkan karena tidak dapat meratifikasi aturan yang dapat disetujui karena perbedaan pendapat antara negara maju dan negara berkembang.
Sub-Komisi untuk Promosi dan Perlindungan Hak Asasi Manusia di Komisi HAM PBB membentuk Kelompok Kerja (Working Group) untuk Perusahaan Transnasional dengan tugas menyusun standar kewajiban perusahaan untuk hak asasi manusia.
2005 Sekretaris Jenderal PBB pada masa itu, Kofi Annan, menunjuk John Ruggie, profesor dari Universitas Harvard, sebagai Perwakilan Khusus Sekjen PBB untuk Bisnis dan HAM (UN Special Representative of the SecretaryGeneral on Human Rights and Transnational Corporations and Other Business Enterprises–SRSG) untuk merumuskan kerangka guna menjawab perdebatan tentang tanggung jawab hak asasi manusia di sektor bisnis.
2003 Kelompok kerja ini selesai menyusun draf akhir naskah “Norma-Norma mengenai Tanggung Jawab Perusahaan Transnasional dan Perusahaan Bisnis Lainnya Berkenaan dengan Hak Asasi Manusia” (Norms on the Responsibilities of Transnational Corporations and Other Business Enterprises with Regard to Human Rights). Naskah ini mendapat dukungan dari beberapa NGOs dan penolakan dari sektor bisnis; begitu juga menurut Komisi Hak Asasi Manusia, kerangka ini tidak memiliki kedudukan hukum.
Business and Human Rights – INFID
21
Lampiran 2
Daftar Sumber Bacaan: Human Rights Watch. 2016. “Human Rights in Supply Chains, A Call for a Binding Global Standard for a Due Diligence”. Human Rights Watch Report, 30 Mei 2016. https://www. hrw.org/report/2016/05/30/human-rights-supply-chains/call-binding-global-standarddue-diligence Komnas HAM. 2016. “Pernyataan Komnas HAM tentang Tantangan Hak Asasi Manusia Tahun 2016.” Kabar Latuharhary. http://www.komnasham.go.id/kabar-latuharhary/ pernyataan-komnas-ham-tentang-tantangan-hak-asasi-manusia-tahun-2016. Lipsett, Lloyd. “Tax Abuse as a Business and Human Rights Issue”. Shiftproject.org. http://www.shiftproject.org/article/tax-abuse-business-and-human-rights-issue. Oxfam. 2016. “The Journey to the Sustainable Food; A Three Years Update on the Behind the Brands Campaign”. April 2016. https://www.oxfam.org/en/research/journeysustainable-food-three-year-update-behind-brands-campaign Prihandono, Iman. 2015. “Kerangka Hukum Pengaturan Bisnis dan HAM di Indonesia”. Referensi Elsam, 13 Februari 2015. http://referensi.elsam.or.id/2015/02/kerangkahukum-pengaturan-bisnis-dan-ham-di-indonesia/ United Nations. “Report of the Working Group on the issue of human rights and transnational corporations and other business enterprises on the Asia Forum on Business and Human Rights”. Official Document System of the United Nations. https://documents-dds-ny.un.org/doc/UNDOC/GEN/G16/107/05/PDF/G1610705. pdf?OpenElement] Widyanto, Untung. 2016. “Perlindungan HAM dalam Bisnis Jadi Tanggung Jawab Bersama”. Tempo.co, Rabu, 27 April 2016. https://m.tempo.co/read/news/2016/04/27/063766251/ perlindungan-ham-dalam-bisnis-jadi-tanggung-jawab-bersama
22
Business and Human Rights – INFID
International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Jl. Jatipadang Raya Kav.3 No.105 Pasar Minggu Jakarta Selatan, 12540 Phone : 021 7819734, 7819735 Email :
[email protected] Website : www.infid.org