Analisis Hubungan Tipe Pertumbuhan Perusahaan dan Keputusan Struktur Modal pada Perusahaan-perusahaan Non-Financial yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012 Arninda Farindia, Wardatul Adawiyah Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa hubungan tipe pertumbuhan perusahaan dengan pengambilan keputusan struktur modal. Terdapat tiga tipe pertumbuhan yang diklasifikasi berdasarkan marketto-book ratio dan tangibilitas; tipe pertumbuhan rendah (G1), tipe pertumbuhan campuran (G2), dan tipe pertumbuhan tinggi (G3). Dengan market leverage sebagai variabel dependen, variabel independen yang digunakan adalah market-to-book ratio, tangibilitas, profitabilitas, log natural dari total aset, median industrial leverage, dan status pembayaran dividen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tiap tipe pertumbuhan memiliki karakteristik yang berbeda sehingga besar efek dan arah hubungan antar variabel dependen dan variabel independen dapat berbeda antar tipe pertumbuhan. Kata Kunci: Struktur Modal; Pertumbuhan; Non-Financial
Pendahuluan Pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan merupakan sesuatu yang penting bagi setiap perusahaan. Dalam kondisi pasar Indonesia sebagai emerging market, peluang perusahaan untuk mengembangkan bisnisnya menjadi semakin besar. Kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan dinamika bisnis di pasar tentu akan menentukan laju dan keberlangsungan bisnis perusahaan. Kemampuan dan pencapaian perusahaan sangat tercermin melalui neraca keuangannya. Terdapat dua komponen utama dalam neraca perusahaan, yaitu aset dan liabilitas. Bagian aset menggambarkan struktur kekayaan perusahaan. Sedangkan pada bagian liabilitas, dapat terlihat struktur keuangan perusahaan dari sumber eksternal maupun internal yang sedang atau akan digunakan perusahaan. Sehingga, struktur modal merupakan salah satu komponen utama yang merepresentasikan neraca perusahaan. Oleh karena itu, perencanaan terkait struktur modal sangat penting untuk menjalankan bisnis jangka panjang. Perencanaan struktur modal yang baik akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam menanggapi kerugian serta perubahan pada pasar keuangan. Tentunya setiap perusahaan memiliki struktur modal optimal yang berbeda-beda. Penting bagi manajer keuangan untuk memahami faktor-faktor yang mempengaruhi struktur modal sebelum mengambil keputusan perencanaan struktur modal. Myers (2001) menyatakan, sampai saat ini, tidak ada teori baku terkait pemilihan antara kedua sumber modal tersebut. Lemmon, Roberts, dan Zender (2008) dalam penelitiannya menemukan sebuah pola terkait rasio leverage. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa mayoritas dari variasi rasio leverage sifatnya stabil dari waktu ke waktu. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi tidak akan merubah jumlah rasio hutang yang signifikan selama bertahun-tahun. Wu dan Au Yeung (2012) menemukan bahwa tipe pertumbuhan (diidentifikasi dengan rasio market-to-book dan tingkat tangibilitas) sebagai faktor yang berpengaruh terhadap pengambilan keputusan struktur modal. Hipotesis awal pada penelitian tersebut menyatakan bahwa perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan cenderung melakukan investasi pada riset dan pengembangan dibandingkan dengan investasi aset tangible. Perusahaan-perusahaan ini akan cenderung melakukan pendanaan dengan saham atau ekuitas. Sedangkan perusahaan dengan tipe pertumbuhan rendah, akan cenderung melakukan investasi aset tangible dan cenderung mendanai investasinya dengan hutang. Dengan latar belakang di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini menjadi: 1. Bagaimana pengaruh market to book ratio, tangibilitas, profitabilitas, log of total asset, median industrial leverage, dan status pembayaran dividen terhadap struktur modal (book leverage dan market leverage) pada perusahaan non-financial yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Bagaimana pengaruh tipe pertumbuhan perusahaan terhadap pengambilan keputusan struktur modal perusahaan non-financial yang terdaftar di BEI.
Analisis Hubungan..., Arninda Farindia, FE UI, 2014
Dengan perumusan masalah di atas, peneliti memiliki tujuan penelitian sebagai berikut: 1. Mengetahui pengaruh market to book ratio, tangibilitas, profitabilitas, log of total asset, median industrial leverage, dan status pembayaran dividen terhadap struktur modal (book leverage dan market leverage) pada perusahaan non-financial yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). 2. Mengetahui pengaruh tipe pertumbuhan perusahaan terhadap pengambilan keputusan struktur modal perusahaan non-financial yang terdaftar di BEI. Tinjauan Teoritis Myers (2001) mengemukakan bahwa studi terkait struktur modal mencoba untuk mengetahui komposisi dari sekuritas dan sumber pendanaan lainnya yang digunakan oleh perusahaan untuk mendanai investasi riil. Struktur modal suatu perusahaan diukur dengan membandingkan total utang dan total ekuitas perusahaan. Jika perusahaan memiliki proporsi utang yang lebih besar daripada nilai ekuitas, maka dapat dikatakan bahwa perusahaan didanai oleh utang dan sebaliknya. Studi terkait teori struktur modal yang optimal selalu didasari oleh kerangka teoritis yang dicetuskan Modigliani dan Miller (1958) yang menyatakan bahwa pemilihan antara hutang atau ekuitas tidak memiliki efek yang signifikan terhadap nilai perusahaan maupun biaya dengan asumsi pasar modal yang sempurna dan tanpa friksi. Meskipun demikian, Myers (2001) mengemukakan bahwa pembiayaan tentu berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Hal ini dikarenakan karena adanya pajak, asimetri informasi, dan biaya keagenan. Teori terkait struktur modal berfokus diantara faktor-faktor tersebut. Hingga saat ini, tidak ada teori baku dalam pemilihan struktur modal yang optimal. Meskipun demikian, terdapat beberapa teori bersyarat yang dapat diaplikasikan pada beberapa kondisi. Seperti trade-off theory yang menyatakan bahwa sebuah firm akan menentukan tingkat utang yang dapat menyeimbangkan keuntungan dari segi pajak dan biaya yang dikeluarkan apabila terjadi financial distress. Teori ini menjelaskan keputusan pengambilan utang oleh perusahaan yang membayar pajak. Kemudian pecking order theory yang menyatakan bahwa ketika perusahaan tidak dapat melakukan pendanaan internal, maka perusahaan akan lebih memilih untuk menambah utang daripada menerbitkan saham. Serta signaling theory yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat leverage yang lebih tinggi akan memiliki valuasi yang lebih tinggi pula di mata investor. Untuk memahami lebih lanjut terkait struktur modal, perlu dipahami struktur dari ketidak sempurnaan pasar. Telah banyak literatur keuangan yang menunjukkan bahwa tipe aset dan keberadaan asymmetric information mempengaruhi struktur modal. Asymmetric information menyebabkan ketidak sempurnaan pasar modal yang kemudian menyebabkan konflik keagenan. Wu dan Au Yeung (2012) menambahkan bahwa asymmetric information dapat berasal dari aset dan peluang pertumbuhan. Perusahaan pada umumnya didominasi oleh salah satu dari dua faktor tersebut. Jika asymmetric information perusahaan berasal dari aset, seperti pada ekuilibrium ekuitas klasik, maka perusahaan akan cenderung mendapatkan efek adverse selection pada saat menerbitkan saham baru. Sebaliknya, pada saat asymmetric information perusahaan berasal dari kemungkinan pertumbuhan, maka akan kecil kemungkinan over- atau under-valued pada saat menerbitkan saham baru. Pada ekuilibrium ekuitas klasik dimana ada adverse selection, keputusan untuk menerbitkan saham baru akan berbeda pada perusahaan yang mengalami over- atau under-valued. Meskipun demikian, perbedaan tersebut tidak terjadi pada saat asymmetric information terkait pertumbuhan mendominasi. Pada kondisi ini, perusahaan dengan kemungkinan pertumbuhan yang undervalued akan bersedia untuk menerima proporsi net present value yang lebih kecil dari investasi baru sehingga perusahaan undervalued akan turut memiliki insentif untuk menerbitkan saham baru. Hal ini kemudian menyebabkan penerbitan saham baru akan memiliki rata-rata harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan ratarata harga pada kondisi klasik. Sehingga, pada saat perusahaan melakukan valuasi berbasis kemungkinan pertumbuhan, penerbitan saham baru akan memiliki biaya yang lebih kecil. Kombinasi dari nilai market-to-book ratio (MB) dan tangibilitas aset dapat memperlihatkan tipe asymmetric information mana yang mendominasi suatu perusahaan. Rasio MB biasa dijadikan landasan untuk menghitung kemungkinan pertumbuhan dan aset intangibel. Sedangkan tangibilitas, biasa dijadikan landasan terkait tipe aset perusahaan yang kemudian dapat menjelaskan asymmetric information terkait aset. Perusahaan yang memiliki nilai MB yang lebih tinggi, kemungkinan besar akan memiliki asymmetric information yang didominasi dari kemungkinan pertumbuhan. Hal yang sama berlaku pada analisis variabel tangibilitas. Perusahaan dengan nilai tangibilitas yang tinggi akan memiliki asymmetric information yang berasal dari asset. Dengan demikian, apabila dikaitkan dengan kemungkinan tipe pertumbuhan, perusahaan yang memiliki pertumbuhan tinggi akan cenderung lebih mengutamakan investasi pada aset intangible sehingga nilai MB-nya semakin tinggi. Dalam kondisi ini, perusahaan akan cenderung memilih untuk melakukan pendanaan eksternal dengan ekuitas. Hal yang sama berlaku pada perusahaan dengan tipe pertumbuhan rendah dimana perusahaan
Analisis Hubungan..., Arninda Farindia, FE UI, 2014
pada tipe ini akan cenderung berfokus terhadap investasi aset tetap sehingga perusahaan dengan tipe pertumbuhan rendah akan cenderung melakukan pendanaan eksternal dengan utang. Metodologi Penelitian Data yang digunakan adalah data panel yang merupakan gabungan dari data time series dan cross section. Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder yang bersumber dari Pusat Data Ekonomi dan Bisnis. Pada penelitian ini, sampel berasal dari seluruh perusahaan non-financial yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Periode penelitian adalah tahun 2008 hingga 2012. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wu dan Au Yeung dalam penelitiannya yang berjudul “Firm growth type and capital structure persistence” pada tahun 2012, sampel dikelompokkan berdasarkan tipe pertumbuhannya. Terdapat tiga tipe pertumbuhan yaitu Tipe Pertumbuhan Rendah (G1), Tipe Pertumbuhan Campuran (G2), dan Tipe Pertumbuhan Tinggi (G3). Setelah dilakukan penyortiran data populasi, dilakukan penghitungan initial market-to-book ratio dan initial tangibility yang dilihat dari rata-rata selama periode 2008-2012 untuk melihat tinggi rendahnya nilai market-tobook ratio dan tangibility dari setiap perusahaan dalam populasi. Kemudian, diambil 105 data sampel yang kemudian dibagi menjadi tiga kelompok tipe pertumbuhan dengan segmentasi berikut: 1. Tipe pertumbuhan rendah (G1) Sampel pada kategori ini terdiri atas 35 perusahaan yang tergolong memiliki pertumbuhan rendah. Perusahaan yang cenderung melakukan investasi aset tangible. Oleh karena itu, syarat pada kategori ini ditandai dengan tingkat MB ratio yang rendah dan tangibilitas tinggi. 2. Tipe pertumbuhan campuran (G2) Sampel pada kategori ini terdiri atas 35 perusahaan yang tergolong memiliki pertumbuhan campuran. Syarat dari kategori ini adalah kombinasi tingkat MB ratio yang rendah dan tangibilitas rendah, serta kombinasi tingkat MB ratio yang tinggi dan tangibilitas tinggi. 3. Tipe pertumbuhan tinggi (G3) Sampel pada kategori ini terdiri atas 35 perusahaan yang tergolong memiliki pertumbuhan tinggi. Perusahaan yang tergolong memiliki pertumbuhan tinggi ialah perusahaan yang cenderung berinvestasi pada aset intangible seperti research and development. Syarat dari kategori ini adalah kombinasi tingkat MB ratio yang tinggi dan tangibilitas yang rendah. Model yang akan digunakan mengikuti penelitian yang dilakukan oleh Frank dan Goyal (2009) serta didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wu dan Au Yeung (2012). Model ini akan diestimasi menggunakan regresi OLS dengan data panel. MLEVi,t: β1MBi,t-1 + β2 Tangi,t-1 + β3 Profi,t-1 + β4 LnSize i,t-1 + β5 Ind_Median i,t-1 + β6 DivPlayeri,t-1 + e i,t Dimana: MLEVi,t MBi,t-1 Tangi,t-1 Profi,t-1 LnSize i,t-1 Ind_Median i,t-1 DivPlayeri,t-1 e i,t
= Market Leverage = Market-to-Book Ratio = Tangibilitas = Profitabilitas = Logaritma Natural dari Total Aset = Median Industrial Leverage = Status Pembayaran Dividen = error term
Sesuai dengan model diatas, variabel dependen yang digunakan adalah Book Leverage dan Market Leverage. Sedangkan variabel independen yang digunakan dengan penelitian ini adalah market-to-book ratio, tangibilitas, profitabilitas, median industrial leverage¸ size, dan status pembayaran dividen. Berikut adalah penjelasan dari setiap variabel dalam penelitian ini: 1. Struktur Modal - Market Leverage (MLEVi,) Market Leverage: Total debt/(Total debt+Market equity) Rasio komposisi sumber pendanaan (tingkat leverage) suatu perusahaan. Rasio ini dipilih karena market leverage menggambarkan proyeksi masa depan perusahaan yang diperlihatkan oleh kondisi market equity. Sedangkan, pada book leverage menggambarkan kondisi historis perusahaan. 2.
Market-to-Book (MBi,t-1) !"#$%& !"#$%& + !"#$% !"#$ + !"#$#""#% !"#$% − !"##"$"% !"# /!""#$
Analisis Hubungan..., Arninda Farindia, FE UI, 2014
Pada penelitian ini, Market-to-Book ratio (MB) dihitung sebagai rasio antara total market equity dan utang dengan total aset. Adam dan Goyal (2008) menyatakan bahwa rasio MB merupakan rasio yang paling umum digunakan serta paling diandalkan dalam memperlihatkan peluang pertumbuhan. Menurut Frank dan Goyal (2009), jika nilai rasio MB semakin tinggi, maka rasio leverage perusahaan akan menurun. Nilai rasio MB yang tinggi mengindikasikan bahwa saham bersifat undervalue. Oleh karena itu, perusahaan akan berusaha mengeksploitasi kesalahan valuasi tersebut dan lebih memilih untuk melakukan pendanaan dengan ekuitas. Hal ini sejalan dengan trade-off theory. Meskipun demikian, pendekatan pecking order theory menyatakan sebaliknya. Frank Goyal (2009) menyatakan bahwa menurut pendekatan pecking order, perusahaan yang memiliki banyak investasi, dengan tingkat profitabilitas yang tetap, akan mengakumulasi utang yang lebih besar. Dengan demikian, market-tobook ratio akan berkorelasi positif dengan tingkat leverage. 3.
Tangibility (Tangi,t-1) (!"#$"%&'( + !"#$%"&', !"#$% !"# !"#$%&!'()/!""#$ Merupakan pengukuran seberapa besar nilai fixed asset dalam suatu perusahaan. Tangibilitas dihitung sebagai rasio antara aset tangible dengan total aset. Frank dan Goyal (2009) menyatakan bahwa aset tangible seperti property, plant, and equipment lebih mudah untuk divaluasi oleh pihak luar. Hal ini menyebabkan penurunan ekspektasi kesulitan keuangan dan meminimalisir debt agency problem. Oleh karena itu, tangibilitas akan berkorelasi positif dengan rasio leverage. Hal ini juga didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Harris dan Raviv (1991), Rajan dan Zingales (1995), dan Megginson (1997).
4.
Profitability (Profi,t-1) !"#$%$&' !"#$%" !"#$%$ & !"# ÷ !""#$ Merupakan gambaran kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari aset yang dimilikinya. Menurut Jensen (1986), perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan memiliki ekspektasi costs of financial distress yang lebih rendah serta akan memiliki banyak manfaat dari adanya tax shield. Karenanya, perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi akan memiliki tingkat leverage yang tinggi untuk menghindari masalah free cash flow.
5.
Log of Total Assets (LnSize i,t-1) !"#$%&!,!!! = !" !"#$% !""#$t-1 Menggambarkan ukuran perusahaan dilihat dari total aktiva perusahaan. Menurut Frank dan Goyal (2009), perusahaan besar akan memiliki risiko default yang lebih kecil. Semakin besar perusahaan maka perusahaan tersebut akan lebih stabil dan dengan demikian memiliki kapasitas utang yang lebih besar serta memiliki aset yang lebih banyak untuk dijadikan jaminan ketika terjadi permasalahan keuangan. Selain itu, perusahaan yang sudah berjalan selama bertahun-tahun dengan reputasi yang baik di pasar modal, akan memiliki biaya keagenan terkait utang yang lebih rendah.
6.
Median Industrial Leverage (Ind_Median i,t-1) Menggambarkan nilai tengah dari leverage industri untuk mengantisipasi perbedaan tren leverage pada industri yang berbeda-beda. Variabel ini merupakan variabel independen yang dihitung sebagai nilai tengah dari tingkat leverage pada tiap-tiap industri yang ada. Variabel ini memperlihatkan kondisi kecenderungan leverage pada industri. Ross, Westerfield, dan Jaffe (2008) membuktikan adanya perbedaan rasio utang antar industri. Hal ini didukung oleh Lemmon, Roberts, dan Zender (2008). Perusahaan pada satu industri yang sama cenderung menghadapi kondisi pasar yang sama yang kemudian mempengaruhi struktur modalnya.
7.
Dummy Variable (DivPlayeri,t-1) Menggambarkan status pembayaran dividen perusahan pada tahun tersebut. Perusahaan yang tidak memberikan dividen diberi nilai nominal 0, sedangkan perusahaan yang memberikan dividen diberi nilai nominal 1. Menurut Frank dan Goyal (2007), perusahaan memiliki dua opsi untuk mengelola uang kas perusahaan. Yang pertama adalah menerbitkan utang agar manajer lebih hati-hati untuk mengelola uang kas karena adanya kewajiban pembayaran dividen, yang kedua adalah mengadopsi aggressive dividend policy. Perusahaan yang membayar dividen akan dinilai memiliki ketersediaan dana yang lebih sedikit setelah pembayaran dividen. Hal ini kemudian akan mengurangi kemampuan perusahaan untuk membayar bunga.
Secara ringkas, kerangka penelitian ini dapat dijelaskan pada gambar berikut:
Analisis Hubungan..., Arninda Farindia, FE UI, 2014
Model Penelitian Frank dan Goyal (2009)
Pengumpulan Data
Segmentasi Sampel G1,G2, dan G3
Analisa Deskriptif Data
Pemilihan Model Terbaik Restricted F Test, Hausman Test Uji Asumsi Klasik Autokorelasi, Heteroskedastisitas, dan Multikolinearitas
Hasil Regresi Akhir Gambar 3.2 Kerangka Penelitian Sumber: Olahan Penulis (2014)
Analisis Hubungan..., Arninda Farindia, FE UI, 2014
Hasil Penelitian Tabel 1. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian pada Sampel Tipe Pertumbuhan G1, G2, dan G3 Variabel
MLEV
MB
TANG
PROF
LNSIZE
IND_ MEDIAN
DIVPAYER
Tipe Pertumbuhan
Obs
G1
180
0,40
0,99
0,00
0,29
G2
180
0,36
0,95
0,00
0,27
G3
175
0,27
0,87
0,00
0,26
G1
180
0,53
1,76
0,01
0,26
G2
180
1,05
5,42
0,03
0,92
G3
175
1,71
9,41
0,05
1,27
G1
180
5,66
17,64
0,10
7,68
G2
180
1,72
9,71
0,03
3,81
G3
175
0,19
2,60
0,01
0,22
G1
180
0,07
0,66
-0,21
0,10
G2
180
0,13
1,55
-0,51
0,20
G3
175
0,39
1,23
-1,18
0,23
G1
180
20,02
23,45
17,30
1,19
G2
180
20,87
24,15
17,79
1,52
G3
175
21,87
25,44
17,70
1,66
G1
180
43,96
159,25
3,52
28,55
G2
180
47,98
159,25
0,00
27,31
G3
175
59,15
415,46
0,00
54,25
G1
180
0,35
1,00
0,00
0,48
G2
180
0,48
1,00
0,00
0,50
0,58
1,00
0,00
0,49
G3 175 Sumber: Diolah peneliti dengan software Eviews 6.0
Mean
Max
Min
Std. Dev.
Rata-rata variabel MLEV konsisten menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan perusahaan, semakin rendah tingkat leverage yang dimiliki perusahaan. Hal ini juga didukung dengan nilai tertinggi dari market leverage yang menunjukkan tren yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan dalam kelompok pertumbuhan rendah akan cenderung memilih pendanaan dengan utang dibandingkan dengan perusahaan dengan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wu dan Au Yeung (2012). Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah akan condong untuk melakukan pendanaan eksternal dengan utang karena adanya kecenderungan asymmetric information dari aset yang menyebabkan keputusan penerbitan ekuitas baru dilakukan berdasarkan kondisi adverse selection. Perusahaan yang memiliki asymmetric information pada aset yang bersifat undervalue akan memiliki insentif lebih untuk menerbitkan utang. Dengan ini maka terbukti hipotesis H2. Pada market-to-book ratio, nilai rata-rata menunjukkan tingkat rasio MB yang semakin meningkat. Nilai standar deviasi menunjukkan nilai yang lebih tinggi pada tipe pertumbuhan tinggi. Artinya, perusahaan yang memiliki tipe pertumbuhan tinggi memiliki variabilitas yang lebih tinggi pada persebaran nilai rasio MB. Menurut Wu dan Au Yeung (2012), tingkat rasio yang tinggi menunjukkan kemampuan untuk melakukan pendanaan eksternal baik utang maupun ekuitas. Sejalan dengan pernyataan tersebut, data yang ada menunjukkan bahwa perusahaan pada tipe pertumbuhan tinggi akan memiliki kapasitas lebih untuk melakukan pendanaan eksternal. Pada awal pengelompokan sampel, kelompok pertumbuhan dibagi berdasarkan rerata rasio MB dan tangibilitas dengan nilai median sebagai pembatas tinggi rendahnya rasio MB. Pada pengelompokkan
Analisis Hubungan..., Arninda Farindia, FE UI, 2014
tersebut, perusahaan dengan tingkat MB yang tinggi akan berada pada kelompok pertumbuhan tinggi (G3) dan berlaku sebaliknya. Tangibilitas menjelaskan tingkat investasi aset tangible. Pada awal pengelompokkan sampel, perusahaan dengan tingkat tangibilitas yang tinggi akan berada pada sampel tipe pertumbuhan rendah, sementara perusahaan dengan tingkat tangibilitas rendah akan berada pada sampel tipe pertumbuhan tinggi. Hal ini disebabkan karena perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi akan memilih untuk melakukan investasi pada aset intangible seperti research and development (R&D). Hal ini konsisten dengan hasil uji statistik deskriptif yang ada. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah memiliki nilai tangibilitas yang tinggi. Jika dilihat dari nilai max menunjukkan tanda-tanda outlier. Outlier ini disebabkan oleh perusahaan Siwani Makmur Tbk. yang melakukan pembelian aset yang sangat banyak selama 3 tahun terakhir sehingga menyebabkan nilai tangibilitas yang sangat tinggi. Sejalan dengan itu, perusahaan ini memiliki profitabilitas yang negatif karena pembelian aset yang besar sehingga profitabilitasnya negatif. Tren yang sama ditemukan pada variabel profitabilitas. Berdasarkan statistik deskriptif, semakin tinggi tingkat pertumbuhan maka semakin tinggi pula kemampuan perusahaan untuk menciptakan profit. Hal ini didukung dengan nilai maksimum dan minimum dari rasio profitabilitas yang menunjukkan kemampuan membuat keuntungan yang lebih baik pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi. Standar deviasi menunjukkan bahwa sebaran data yang semakin tinggi pada tingkat pertumbuhan tinggi. Artinya, pada kelompok pertumbuhan tinggi, selain rata-rata profitabilitasnya tinggi, juga terdapat keberagaman nilai profitabilitas yang lebih tinggi dibandingkan pada sampel pertumbuhan rendah. Variabel median industrial leverage (Ind_median) menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan tinggi umumnya berasal dari industri dengan tingkat leverage yang cenderung lebih tinggi daripada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah. Hal ini dapat dikatakan bahwa perusahaan dengan tipe pertumbuhan tinggi mayoritas berasal dari industri yang memiliki leverage yang tinggi. Industri dengan nilai tertinggi pada leverage adalah industri telekomunikasi dan industri general. Untuk variabel LnSize, tidak ditemukan perbedaan yang cukup sifnigikan pada ketiga kelompok pertumbuhan. Meskipun demikian, berdasarkan nilai rata-rata dan nilai tertinggi, maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan tipe pertumbuhan yang tinggi akan memiliki ukuran perusahaan yang lebih besar daripada perusahaan dengan tipe pertumbuhan rendah. Dalam jangka waktu yang sama, perusahaan dengan tipe pertumbuhan tinggi akan memiliki pertumbuhan yang lebih besar daripada perusahaan dengan tipe pertumbuhan rendah dalam. Sementara untuk variabel status pembayaran dividen (DivPayer) merupakan variabel dummy. Hasil observasi menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan pada ketiga grup sampel tidak membayar dividen kepada pemegang saham. Meskipun demikian, perusahaan dengan tipe pertumbuhan tinggi cenderung membayarkan dividen daripada perusahaan dengan tipe pertumbuhan rendah. Hal ini menunjukkan perusahaan pada tipe pertumbuhan tinggi memiliki kapasitas yang lebih untuk membayarkan dividen tanpa harus menambahkan leverage-nya. Uji statistik yang dilakukan pertama adalah uji F-stat. Pengujian ini menunjukkan apakah seluruh variabel independen dapat secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Dengan kata lain, pengujian ini menguji apakah model mampu untuk menjelaskan permasalahan. Kriteria pengujian dilakukan dengan membandingkan nilai probabilita F-stat dengan signifikansi α yang telah ditetapkan. Dengan tingkat signifikansi α sebesar 5%, adapun hasil uji F-stat dari ketiga grup sampel adalah sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Uji F-stat Grup Sampel
Prob F-Statistik
G1
0
G2
0
G3 Sumber: Diolah peneliti dengan software Eviews 6.0
0
Berdasarkan hasil diatas, dapat dilihat bahwa baik G1. G2, maupun G3 memiliki probabilita F-stat dibawah 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen dalam regresi ini dapat bersama-sama mempengaruhi variabel market leverage secara signifikan. Hasil dari pengujian F-test telah sesuai dengan hipotesis penelitian H1. Pengujian statistik selanjutnya ialah melihat nilai R2 dan adjusted R2 untuk melihat kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen. Adapun hasil pengujian nilai R2 dan adjusted R2 adalah sebagai berikut: Tabel 3. Koefisien Determinasi
Analisis Hubungan..., Arninda Farindia, FE UI, 2014
Grup Sampel
R2
G1
0,360
G2
0,417
G3 Sumber: Diolah peneliti dengan software Eviews 6.0
0,679
Untuk pengamatan yang lebih detil, adjusted R2 difokuskan pada pengujian ini. Berdasarkan hasil diatas, pada grup sampel G1, variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 36%. Sedangkan pada grup sampel G2 ialah sebesar 41,7% dan pada grup sampel G3 ialah sebesar 57,9%. Pada hasil uji koefisien determintas terlihat bahwa model ini semakin baik menjelaskan kondisi pada perusahaan yang memiliki tipe pertumbuhan tinggi. Uji selanjutnya adalah uji signifikansi parsial. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah setiap variabel independen signifikan mempengaruhi variabel dependen. Pengujian ini juga dimaksud untuk melihat seberapa besar tingkat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dengan melihat koefisiennya. Adapun ringkasan hasil regresi pada sampel G1, G2, dan G3 adalah sebagai berikut: Tabel 4. Hasil Regresi pada Sampel G1, G2, dan G3 MLEV G1 β
G2
G3
Prob
β
Prob
β
Prob
MB
0,201
***
-0,030
***
0,001
-‐
Tang
-0,015
***
0,002
-
-0,124
***
Profit
-0,873
***
-0,222
***
-0,182
***
LnSize
-0,006
-
0,017
***
0,027
***
0,002
***
0,003
***
0,001
***
-0,266
***
IndMedian
DivPayer -0,089 *** -0,097 *** *, **, dan *** menunjukkan tingkat signifikansi 10%, 5%, dan 1% Sumber: Diolah peneliti dengan software Eviews 6.0
1. Grup Sampel G1 Grup sampel G1 berisikan perusahaan-perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah. Berdasarkan hasil pada tabel 4, untuk G1 diketahui bahwa variabel tangibilitas, profitabilitas, log of total asset, median industrial leverage, dan status pembayaran dividen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap market leverage. Variabel-variabel tersebut signifikan pada level yang berbeda. Variabel tangibilitas signifikan pada level 1%, variabel log of total asset signifikan pada level 5%, sedangkan untuk median industrial leverage dan status pembayaran dividen signifikan pada level 10%. Jika dimasukan kedalam sebuah persamaan, maka akan terbentuk persamaan sebagai berikut: MLEVi,t: 0,201MBi,t-1 - 0,015Tangi,t-1 – 0,873Profi,t-1 - 0,006LnSize i,t-1 + 0,002Ind_Median i,t-1 - 0,089DivPlayeri,t1 + e i,t Berdasarkan persamaan diatas, variabel MB pada grup sampel G1 memiliki koefisien positif sebesar 0,201 dan nilai koefisien tersebut signifikan. Variabel tangibilitas pada grup sampel G1 memiliki koefisien 0,015 dan tidak signifikan. Untuk variabel profitabilitas memiliki koefisien negatif sebesar 0,873 dan signifikan. Efek profitabilitas merupakan efek terbesar yang ada pada model ini. Artinya, variabel profitabilitas merupakan variabel yang paling berpengaruh dalam keputusan struktur modal. Variabel LnSize menunjukkan hubungan positif dan signifikan dengan koefisien 0,006 terhadap market leverage. Pada variabel Ind_Median, terdapat pengaruh positif sebesar 0,002. Sedangkan untuk variabel DivPayer, terdapat hubungan positif dengan koefisien
Analisis Hubungan..., Arninda Farindia, FE UI, 2014
0,0089 terhadap market leverage. Karena DivPayer merupakan dummy variable, maka ketika perusahaan membayarkan dividen, maka akan menambah market leverage sebesar 0,0089. 2. Grup Sampel G2 Grup sampel G2 berisikan perusahaan yang memiliki tipe pertumbuhan campuran. Berdasarkan table 4.10, diketahui bahwa variabel MB, profitabilitas, LnSize, dan IndMedian secara signifikan mempengaruhi variabel market leverage pada tingkat signifikansi α sebesar 1%. Adapun hasil regresi pada grup sampel G2 dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut: MLEVi,t: -0,030MBi,t-1 + 0,002Tangi,t-1 – 0,222Profi,t-1 + 0,017LnSize 0,097DivPlayeri,t-1 + e i,t
i,t-1
+ 0,003Ind_Median
i,t-1
-
Berdasarkan persamaan diatas, variabel MB memiliki pengaruh negatif dan signifikan dengan koefisien 0,03. Artinya setiap kenaikan pada market-to-book ratio akan meningkatkan market leverage sebesar 0,03. Sementara untuk variabel tangibilitas, terdapat pengaruh positif sebesar 0,002 dan tidak signifikan. Pada variabel profitabilitas, terdapat pengaruh negatif sebesar 0,222. Artinya, hubungan market leverage dan profitabilitas berbanding terbalik. Artinya, untuk grup sampel G2, variabel yang paling berpengaruh adalah profitabilitas. Untuk variabel LnSize, berbeda dengan pada grup sampel G1, hubungan dengan market leverage ialah hubungan positif dengan koefisien 0,017. Koefisien ini merupakan koefisien paling besar dibandingkan dengan koefisien pada variabel independen lain. Pada variabel IndMedian juga memiliki perbedaan arah hubungan dengan grup sampel G1. Pada grup sampel G2, hubungan IndMedian bersifat negatif dengan koefisien 0,003. Sedangkan untuk variabel DivPayer memiliki koefisien -0,097dan signifikan. 3. Grup Sampel G3 Hasil regresi dapat digambarkan dalam persamaan sebagai berikut: MLEVi,t: 0,001MBi,t-1 – 0,124Tangi,t-1 – 0,182Profi,t-1 + 0,027LnSize 0,266DivPayeri,t-1 + e i,t
i,t-1
+ 0,001Ind_Median
i,t-1
-
Berdasarkan persamaan diatas, MB memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan sebesar 0,001 terhadap market leverage. Untuk variabel tangibilitas, memiliki pengaruh negatif sebesar 0,124. Sementara itu, pada variabel profitabilitas memiliki pengaruh sebesar -0,182. Konsisten dengan hasil pada grup sampel G1 dan G2, pengaruh negatif ini signifikan mempengaruhi variabel market leverage. Pada variabel LnSize, memiliki pengaruh positif sebesar 0,027. Hal ini konsisten dengan hasil regresi pada grup sampel G2 dimana variabel LnSize memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap market leverage. Sedangkan untuk variabel Ind_Median, memiliki pengaruh positif sebesar 0,001 terhadap market leverage. Pengaruh ini konsisten dengan hasil regresi pada grup sampel G1 dan G2, dimana variabel Ind_Median memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap market leverage. Untuk variabel DivPayer, hasil regresi menunjukkan pengaruh sebesar 0,266 dan signifikan. Selain itu, dilihat dari besarnya nilai koefisien, variabel ini merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap market leverage dibandingkan dengan variabel independen lainnya dalam model.
Pembahasan Berikut ini adalah penjelasan terkait ringkasan serta pengaruh tiap variabel independen pada model. Tabel 5. Ringkasan Hasil Regresi pada Sampel G1, G2, dan G3
Variabel Independen MB Tangibilitas
Hipotesis (+) (+)
Profitabilitas
(-)
LnSize
(+)
Ind_Median
(+)
DivPayer
(-)
G1 (+) (-)
Market Leverage Hasil Regresi G2 (-) Tidak Signifikan
G3 Tidak Signifikan (-)
(-) Tidak Signifikan
(-) (+)
(-) (+)
(+) (-)
(+) (-)
(+) (-)
Analisis Hubungan..., Arninda Farindia, FE UI, 2014
Adapun tabel 5 dapat diinterpretasikan sebagai berikut: 1.
Pengaruh market-to-book ratio terhadap market leverage. Hipotesis awal pada pengaruh MB terhadap market leverage adalah positif. Berdasarkan tabel 5, untuk variabel MB, hanya grup sampel G2 yang berhubungan positif dan signifikan terhadap market leverage. Jika dilihat dari tabel 4, pada grup sampel G1, koefisien bernilai negatif dan tidak signifikan dengan market leverage. Sedangkan pada grup sampel G2, koefisien bersifat positif seperti hipotesis awal, namun tidak signifikan. Besarnya koefisien untuk masing-masing kelompok pertumbuhan G1, G2, dan G3 adalah 0,201; -0,30; dan 0,001. Melihat besar dan arah koefisien, bila membandingkan antara G1 dan G3, maka dapat disimpulkan bawa semakin tinggi tingkat pertumbuhan, maka semakin rendah pengaruh MB pada market leverage. Melihat dari pengelompokan data awal dimana G1 diasumsikan memiliki tangibilitas tinggi rupanya memiliki pengaruh MB yang lebih besar dan signifikan daripada pada kelompok G3. Hal ini membuktikan bahwa fokus perusahaan G1 adalah pertumbuhan dari segi MB rasio sebagai proksi pertumbuhan yang paling diandalkan. Sehingga perusahaan G1 memiliki efek yang lebih besar daripada perusahaan pada sampel G3 yang secara umum telah memiliki pertumbuhan tinggi sehingga perusahaan pada grup sampel G3 lebih membutuhkan sustainabilitas pertumbuhan. Sedangkan untuk tipe pertumbuhan G2 yang merupakan tipe pertumbuhan campuran, tidak dapat dibandingkan hasilnya dengan kedua tipe pertumbuhan lainnya. Meskipun demikian, secara umum dapat dilihat bahwa MB berpengaruh dan positif terhadap market leverage. Artinya, bagi perusahaan dengan kondisi asymmetric information yang imbang antara aset dan kemungkinan pertumbuhan, MB berpengaruh positif terhadap market leverage. Hasil regresi pada G1 dan G3 sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Frank dan Goyal (2009) yang menyatakan bahwa MB menggambarkan kemungkinan pertumbuhan dan dengan demikian memiliki korelasi positif dengan tingkat leverage. Grup sampel G3 yang merupakan kelompok tipe pertumbuhan tinggi, dan memiliki initial MB yang tinggi, maka akan memiliki kapabilitas lebih untuk membayar utang sehingga akan meningkatkan rasio utang sesuai dengan pendekatan pecking order. Sementara untuk tipe pertumbuhan G2 yang merupakan tipe pertumbuhan campuran, hasil regresi menunjukkan kesesuaian dengan pendekatan tradeoff theory dimana dengan adanya pertumbuhan, perusahaan lebih memfokuskan investasi pada stakeholder sehingga leverage menjadi lebih kecil sesuai dengan yang dijelaskan oleh Frank dan Goyal (2009). 2.
Pengaruh tangibilitas terhadap market leverage. Variabel tangibilitas menggambarkan proporsi aset tangible yang ada pada total aset. Hipotesis awal pada variabel tangibilitas adalah adanya korelasi positif dan signifikan terhadap market leverage. Berdasarkan tabel 5, hanya grup sampel G2 yang memenuhi hipotesis ini. Jika dilihat pada grup G1 dan G3, terdapat nilai negatif yang lebih besar pada G3 daripada grup G1. Hal ini konsisten dengan hasil penelitian yang terjadi pada variabel profitabilitas dimana perusahaan dengan perusahaan G1 yang memiliki pengaruh tangibilitas yang lebih rendah meskipun jika dilihat dari nilai statistik deskriptif, memiliki rata-rata yang lebih tinggi dari grup G3. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan lebih terfokus untuk meningkatkan rasio yang rendah untuk tujuan memperbaiki performa perusahaan, sehingga nilai performa yang rendah menjadi fokus utama untuk ditingkatkan sehingga kemudian memiliki pengaruh yang lebih besar pada market leverage. Hasil regresi pada grup sampel G1 dan G3 yang memiliki koefisien negatif, hal ini dapat dijelaskan dengan pendekatan pecking order theory. Dari sudut tangibilitas, terdapat ambiguitas terkait efek tangibilitas terhadap market leverage dari sudut pandang pecking order theory. Meskipun demikian, hasil regresi menunjukkan koefisien negatif. Dari sudut pandang pecking order theory, karena aset tangible lebih mudah divaluasi, maka asymmetric information terkait aset tetap akan lebih rendah. Hal ini menyebabkan penerbitan saham menjadi lebih kecil biayanya sehingga tangibilitas kemudian memiliki efek negatif pada market leverage. Hasil ini konsisten dengan hasil statistik deskriptif pada tabel 1 yang memperlihatkan tingkat market leverage yang lebih rendah pada grup sampel G3. Pada hasil regresi pada grup sampel G2 yang merupakan tipe pertumbuhan campuran, koefisien variabel tangibilitas menunjukkan hubungan positif dan tidak signifikan sebesar 0,002. Frank dan Goyal (2009) menyatakan bahwa aset tangible lebih mudah untuk divaluasi untuk pihak luar sehingga dapat mengurangi cost of financial distress sehingga ada korelasi positif antara tangibilitas dan market leverage. 3.
Pengaruh profitabilitas terhadap market leverage. Hipotesis awal terkait profitabilitas adalah adanya hubungan yang negatif dan signifikan. Hasil regresi pada ketiga grup sampel sesuai dengan hipotesis tersebut. Profitabilitas merupakan sebuah tolak ukur kemampuan perusahaan untuk menciptakan profit. Menurut pendekatan pecking order theory, perusahaan akan memilih untuk melakukan pendanaan internal terlebih dahulu. Dengan demikian, tingginya profitabilitas akan menyebabkan perusahaan untuk melakukan pendanaan internal sehingga akan terjadi hubungan yang negatif antara profitabilitas dengan market leverage.
Analisis Hubungan..., Arninda Farindia, FE UI, 2014
Berdasarkan tabel 4, Hasil regresi untuk G1, G2, dan G3 menunjukkan koefisien -0,873; -0,222; dan 0,124. Berdasarkan koefisien tersebut, profitabilitas memiliki pengaruh yang lebih besar seiring dengan meningkatnya tingkat pertumbuhan. Melihat hasil statistik deskriptif pada tabel 1, terlihat bahwa perusahaan dengan tipe pertumbuhan tinggi akan semakin mampu untuk membuat keuntungan sehingga profitabilitas meningkatkan. Jika dikaitkan dengan pendekatan pecking order theory, maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki kemampuan untuk mendanai perusahaan secara internal maka tidak akan memilih untuk meningkatkan market leverage sehingga terdapat korelasi negatif. 4.
Pengaruh LnSize terhadap market leverage. Variabel LnSize menggambarkan ukuran perusahaan. Hipotesis awal dari variabel LnSize adalah adanya hubungan positif dan signifikan terhadap market leverage. Namun, hipotesis ini hanya terbukti pada hasil regresi grup sampel G2 dan G3. Pada grup sampel G1, hasil yang ditunjukkan adalah adanya hubungan yang negatif dan signifikan terhadap market leverage. Berdasarkan tabel 4, koefisien hasil regresi untuk variabel LnSize pada grup sampel G1, G2, dan G3 adalah -0,006; 0,017; dan 0,027. Hasil regresi G1 merupakan satu-satunya yang tidak sesuai dan tidak signifikan dengan hipotesis awal variabel LnSize. Hasil ini dapat dijelaskan menggunakan pecking order theory. Perusahaan berukuran besar pada dasarnya akan lebih dikenal karena sudah berdiri dalam jangka waktu yang lebih lama. Hasil regresi G2 dan G3 sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Frank dan Goyal (2009). Pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa perusahaan yang besar dan terdiferensiasi akan memiliki default risk yang lebih kecil. Karena itu, sesuai dengan pendekatan trade-off theory, perusahaan yang memiliki ukuran yang lebih besar akan memiliki tingkat leverage yang lebih besar. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif pada tabel 1, perusahaan dengan tipe pertumbuhan tinggi, akan memiliki ukuran yang relatif lebih besar daripada perusahaan dengan tipe pertumbuhan rendah. Dikaitkan dengan hasil regresi variabel profitabilitas, pertumbuhan aset yang lebih tinggi pada perusahaan dengan tipe pertumbuhan tinggi akan membuat kemampuan perusahaan untuk menciptakan laba yang lebih besar pula. Kondisi ini membuat perusahaan memiliki kesempatan lebih untuk menahan laba untuk kemudian digunakan untuk pertumbuhan. Sesuai dengan hasil regresi variabel profitabilitas, variabel LnSize juga akan memiliki hubungan yang negatif terhadap market leverage. 5.
Pengaruh Ind_Median terhadap market leverage. Variabel Ind_Median merupakan variabel yang memperlihatkan kondisi industri. Hipotesis awal dari variabel Ind_Median adalah adanya hubungan positif dan signifikan terhadap market leverage. Berdasarkan ringkasan pada tabel 5, ketiga grup sampel konsisten dengan hipotesis awal. Menurut Frank dan Goyal (2009), nilai leverage sangat bervariatif tergantung pada industrinya. Perbedaan ini juga ditekankan oleh Ross, Westerfield, dan Jaffee (2008). Manajer biasa menjadikan nilai tengah leverage industri sebagai pembanding dengan perusahaannya sehingga Ind_Median akan memiliki korelasi positif terhadap market leverage. Berdasarkan tabel 4, koefisien hasil regresi dari grup sampel G1, G2, dan G3 adalah 0,002; 0,003; dan 0,001. Melihat koefisien tersebut, tidak ada variasi yang signifikan berbeda antar grup sampel. Hal ini mengindikasikan bahwa pada seluruh tipe pertumbuhan, efek Ind_Median signifikan namun tidak menjadi pengaruh yang kuat terkait keputusan pengambilan struktur modal. Hal ini sejalan dengan kesimpulan yang ada pada penelitian Wu dan Au Yeung (2012) yang juga menunjukkan tidak adanya variasi yang terlalu besar pada pengaruh Ind_Median terhadap tingkat leverage antar ketiga tipe pertumbuhan. Dapat disimpulkan bahwa di Indonesia, tanpa mempedulikan tipe pertumbuhan perusahaan, manajer relatif tidak menjadikan nilai median leverage industri sebagai acuan dasar pengambilan keputusan struktur modal. Artinya, tingkat leverage perusahaan di Indonesia lebih besar dipengaruhi oleh faktor-faktor selain Ind_Median. Meskipun demikian, melihat hasil regresi yang positif dan signifikan menunjukkan bahwa nilai leverage perusahaan tidak akan terlalu menyimpang dari nilai median leverage pada industri. Jika nilai median leverage pada industri meningkat, kemungkinan yang mungkin terjadi adalah meningkatnya leverage perusahaan dalam jumlah yang sedikit atau tidak terjadi peningkatan sama sekali, namun tidak mungkin akan terjadi penurunan tingkat leverage perusahaan. 6.
Pengaruh DivPayer terhadap market leverage. Variabel DivPayer merupakan variabel dummy yang menggambarkan status pembayaran dividen. Dengan nilai 1 untuk perusahaan yang membayarkan dividen dan 0 untuk yang tidak membayarkan dividen, maka hipotesis awal dari variabel ini adalah adanya korelasi positif dan signifikan terhadap market leverage. Berdasarkan tabel 5, terlihat bahwa hipotesis ini tidak terbukti pada hasil regresi ketiga grup sampel. Dengan koefisien hasil regresi G1, G2, dan G3 sebesar -0,089; -0,097; dan -0,266, terlihat bahwa dengan semakin tingginya tingkat pertumbuhan, status pembayaran dividen memiliki efek yang lebih besar. Hal ini berlawanan dengan penelitian Frank dan Goyal (2009). Meskipun demikian, hasil penelitian Wu dan Au Yeung (2012) menunjukkan hasil yang sejalan dengan penelitian ini dimana variabel DivPayer berpengaruh
Analisis Hubungan..., Arninda Farindia, FE UI, 2014
positif dan signifikan. Jika dilihat dari tabel 1, maka dapat disimpulkan bahwa perusahaan di Indonesia, dilihat dari semua grup sampel pertumbuhan, mayoritas tidak membayarkan dividennya. Hal ini dapat dikaitkan dengan pajak. Berdasarkan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 23, dividen yang diterima pemegang saham akan dikenakan pemotongan pajak sebesar 15%. Sedangkan untuk transaksi penjualan saham di bursa efek hanya dikenakan pemotongan 0,1% serta tambahan 0,5% dari nilai saham pada saat go public setelah 1 Januari 1997. Selain konsiderasi kebutuhan kas untuk pertumbuhan aset, dengan asumsi perusahaan ingin memaksimalkan shareholders wealth, maka perusahaan menahan laba untuk kepentingan pertumbuhan perusahaan agar perusahaan turut bertumbuh dan terus meningkatkan valuasi sahamnya sehingga investor dapat mendapatkan capital gain. Berdasarkan hasil regresi pada tabel 5, terlihat bahwa efek positif semakin besar pada perusahaan dengan tipe pertumbuhan tinggi. Variabel DivPayer merupakan variabel dummy dengan nilai 1 untuk perusahaan yang membarakan dividen dan 0 untuk perusahaan yang tidak membayarkan dividen. Dengan kondisi mayoritas perusahaan di Indonesia yang tidak membayarkan dividen, ketika dimasukan kedalam persamaan, maka akan bernilai 0. Pada perusahaan yang tidak membayarkan dividen, maka variabel ini tidak signifikan pada pengambilan keputusan tingkat leverage. Sedangkan pada perusahaan yang membayarkan dividen, efek dari variabel DivPayer akan menjadi lebih signifikan. Jika dikaitkan dengan analisis pada variabel profitabilitas dan LnSize, perusahaan dengan tipe pertumbuhan tinggi akan memiliki ukuran yang lebih besar yang kemudian akan menghasilkan laba yang lebih besar. Pada saat perusahaan membayarkan dividen, tentunya terfokus pada memenuhi shareholder equity dan menghindari konflik antara debt holder dan share holder. Sehingga status pembayaran dividen akan berkorelasi negatif dengan market leverage.
Kesimpulan Tipe pertumbuhan merupakan sebuah karakteristik perusahaan. Berdasarkan tiga kelompok tipe pertumbuhan yang digunakan pada penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa setiap tipe pertumbuhan memiliki kebutuhan pendanaan yang berbeda. Analisis lebih lanjut membuktikan adanya variasi efek variabel independen yang berbeda pada tipe pertumbuhan yang berbeda. Pengaruh suatu variabel independen terhadap market leverage dapat berbeda besar dan arahnya pada tiap tipe pertumbuhan. Dengan mereplikasi penelitian yang dilakukan oleh Frank dan Goyal (2009) serta didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wu dan Au Yeung (2012), dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Rasio MB, tangibilitas, profitabilitas, log of total asset, median industrial leverage, dan status pembayaran dividen memiliki pengaruh yang bervariasi pada tiap tipe pertumbuhan. Faktor-faktor yang signifikan pada ketiga tipe pertumbuhan adalah profitabilitas, median industrial leverage, dan status pembayaran dividen. Untuk variabel MB tidak signifikan pada tipe pertumbuhan G3, untuk variabel tangibilitas tidak signifikan pada tipe pertumbuhan G2. Serta Log of total asset tidak signifikan pada tipe pertumbuhan G1. 2. Tipe pertumbuhan berpengaruh terhadap struktur modal. Berdasarkan nilai variabel MB dan tangibilitas yang digunakan pada klasifikasi awal, terlihat tren bahwa perusahaan ingin meningkatkan rasio yang saat ini rendah sehingga membuat variabel tersebut lebih besar pengaruhnya pada market leverage pada tiap tipe pertumbuhan. Perusahaan secara umum memfokuskan struktur modal untuk meningkatkan performa perusahaan berdasarkan rasio yang saat ini bernilai rendah.
Saran 1.
2. 3.
Adapun saran peneliti pada penelitian ini yaitu sebagai berikut: Akademisi dan penelitian selanjutnya. a. Mencoba untuk menggunakan proxy lain sebagai determinan struktur modal seperti book leverage, ∆market leverage, dan ∆book leverage sebagai variabel dependen. b. Mencoba untuk menambahkan variabel independen seperti variance of stock returns, yang menggambarkan tingkat risiko ekuitas perusahaan, dengan harapan dapat menjelaskan model penelitian yang ada. c. Penambahan jumlah observasi pengamatan baik dari jumlah sampel maupun periode untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan tidak bias. Perusahaan pada industri non-financial. a. Memahami kondisi perusahaan dari sudut pandang tipe pertumbuhan untuk kemudian lebih memahami faktor-faktor penting dalam mengambil keputusan struktur modal. Regulator.
Analisis Hubungan..., Arninda Farindia, FE UI, 2014
a.
Meringankan pajak dividen untuk memberikan insentif perusahaan untuk memaksimalkan keuntungan pemegang saham melalui dividen.
Daftar Referensi Adam, T.R. dan Goyal, V.K. (2008). The Investment Opportunity Set and Its Proxy Variables. Journal of Financial Research, 31, 41-63. Astarina, P. 2010. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Struktur Modal pada Perusahaan Menufaktur (Studi Empiris pada Perusahaan yang terdaftar di BEI pada Tahun 2004-2008). Depok: FEUI. Direktorat Jendral Pajak. (2012). Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 Frank, M.Z. dan Goyal,V.K. (2007). Trade-off and Pecking Order Theories of Debt, Handbook of Corporate Finance: Empirical Corporate Finance. North Holland: Elsevier. Frank, M.Z. dan Goyal,V.K. (2009). Capital Structure Decisions: Which Factors Are Reliably Important. Financial Management, 38/1, 1-37. Gujarati, D.N., Porter, D. C., 2009. Basic Econometrics (5th ed.). New York: McGraw-Hill. Harris, M. dan Raviv, A. (1991). The Theory of Capital Structure. Journal of Finance, 46, 297-355. Jensen, M.C. (1986). Agenct Cost of Free Cash Flow, Corporate Finance and Takeovers. American Economic Review, 76, 323-329. Jensen, M.C., dan Meckling W.H. (1976). Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 3, 305-360. Lemmon, M., Roberts, M., Zender, J. (2008), Back to The Beginning: Persistence and Cross-Section of Corporate Capital Structure. Journal of Finance, 63, 1575-1608. Modigliani, F. dan Miller, M.H. (1958). The Cost of Capital, Corporate Finance, and the Theory of Investment. The American Economic Review, 48, 261-276. Modigliani, F. dan Miller, M.H., 1963. Corporate Income Taxes and the Cost of Capital: A Correction. The American Economic Review, 53/3, 433-443. Megginson, William L. 1997. Corporate Finance Theory. Masachusetts: Addison-Wesley. Myers, S. (1984). The Capital Structure Puzzle. Journal of Finance, 39, 574-592. Pasaribu, B.P. 2010. Analisis Pengaruh Struktur Aktiva, Likuiditas, Pertumbuhan Penjualan, Profitabilitas, dan Biaya Modal Ekuitas terhadap Struktur Modal Perusahaan-perusahaan Pertambangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2003-2008. Depok: FEUI. Rahmadiana, S. 2013. Analisis Pengaruh Financial Integration terhadap Market Value Leverage serta Dampak Interaktif terhadap Pertumbuhan Perusahaan di Emerging Market (Studi Empiris pada Perusahaan Non Finansial dan Non Utilitas di Negara Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand Periode 2005-2010). Depok: FEUI. Rajan, R., Zingales, L. (1995). What do We Know About Capital Structure? Some Evidence from International Data. Journal of Finance, 50, 1421-1460 Ross, S.A. (1977). The Determination of Financial Structure: The Incentive- Signaling Approach. Bell Journal of Economics, 8, 23-40. Ross, S.A., Westerfield, R.W., dan Jaffe, J. 2008. Corporate Finance (8th Ed.). New York: McGraw-Hill Irwin. Stulz, R.M. (1990). Managerial Discretion and Optimal Financing Policies. Journal of Financial Economics, 26, 3-27. Wu, X., Yeung, C., 2012. Firm Growth Type and Capital Structure Persistence. Journal of Banking and Finance 36, 3427-3443.
Analisis Hubungan..., Arninda Farindia, FE UI, 2014