PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PIHAK KETIGA YANG BERIKTIKAD BAIK SEHUBUNGAN DENGAN PENYITAAN & PERAMPASAN ASET DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG ( STUDI KASUS : PUTUSAN PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI NO. 39/PID.SUS TPK 2013/PN/JKT.PST ) SIGIT MARTONO
ARISTO M.A PANGARIBUAN S.H., L.L.M FAKULTAS HUKUM PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM ACARA DEPOK JANUARI 2015
Abstrak Nama Program Studi Judul
: Sigit Martono : Ilmu Hukum : Perlindungan Hukum Bagi Pihak Ketiga Yang Beriktikad Baik Sehubungan Dengan Penyitaan & Perampasan Aset Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi Dan Pencucian Uang ( Studi Kasus : Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi No. 39/PID.SUS TPK 2013/PN/JKT.PST )
Penerapan Upaya paksa berupa penyitaan barang-barang yang diduga terkait suatu tindak pidana menimbulkan berbagai potensi kerugian bagi pihak-pihak yang barang / asetnya digunakan sebagai alat bukti proses peradilan. Potensi kerugian ditimbulkan karena hilangnya penguasaan atas hak kebendaan yang melekat pada barang yang disita untuk tujuan pembuktian dipengadilan. Penyitaan barang sebagai alat pembuktian tersebut melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap akan ditentukan statusnya baik berupa pengembalian kepada pemilik awal benda itu disita atau bahkan diputuskan untuk dirampas sebagai upaya pengembalian kerugian negara, dengan alasan merupakan hasil dari tindak pidana dan hukuman tambahan bagi terpidana. Penyitaan dan perampasan barang tersebut sangat mungkin menempatkan pihak ketiga beriktikad baik menderita kerugian karena jangka waktu persidangan yang relatif lama hingga mendapatkan putusan yang berkekuatan hukum tetap, terlebih jika benda itu diputuskan untuk dirampas. Sedangakan pengembalian barang terhadap pemilik awal barang – barang itu disita pun tidak dapat mengahapus kerugian yang diderita oleh pihak yang bersangkutan karena adanya penurunan nilai barang maupun potensi keuntungan investasi yang seharusnya dapat dihindari, sedangkan ketentuan hukum terkait perlindungan aset milik pihak ketiga beriktikad baik tidak secara jelas dan tegas mengatur bagaimana upaya hukum dapat dilakukan baik berupa praperadilan terhadap upaya paksa yang dilakukan maupun upaya keberatan terhadap putusan perampasan. Kata Kunci: Penyitaan, Aset, Pihak Ketiga, Perlindungan Hukum, Praperadilan
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
Abstract Name Study Program Title
: Sigit Martono : Legal Study : Legal Protection for Third-Party with good intention Regarding Asset Seizure and Confiscation In Case of Corruption and Money Laundering (Case Study: Corruption Court Decision No. 39 / Pid.Sus Tpk 2013 / Pn / Jkt.Pst)
Implementation Efforts in the form of forced confiscation of goods suspected of a crime related cause a variety of potential harm to the parties that the goods / assets used as evidence in judicial proceedings . Potential losses incurred due to loss of control over property rights attached to the items seized for evidentiary purposes in court. . Confiscation of goods as a means of proving that a court ruling which legally binding status will be determined either returns to the initial owner of the thing seized or even decided to deprived as indemnification of state efforts , the reason is the result of a criminal offense and additional penalties for convicted . Seizure and confiscation of goods is very likely to put third parties of good will suffer a loss due to a period of relatively long proceedings to obtain a legally binding decision , especially if it is decided to capture. While the return of goods to the initial owner of the goods - the goods seized were not able to erase losses suffered by the parties concerned because of the decrease in the value of the goods and the potential return on investment that should be avoided , while the legal provisions regarding the protection of assets belonging to third parties of good will are not clearly and strictly regulate how the remedy can be done either in the form of pretrial against forceful measures and efforts made objections against the decision of deprivation . Keywords: Confiscation Of Assets , Third Party , Legal Protection , Pre-Trial
Pendahuluan 1. Latar belakang Dampak Korupsi yang sangat luas terutama dari aspek ekonomi terhadap kesejahteraan rakyat, ditambah dengan ongkos melawan korupsi yang sangat mahal, menjadikan asset recovery menjadi suatu keharusan. Persoalan asset recovery harus dipandang sama pentingnya dengan memvonis pelaku dengan hukuman seberat-beratnya dalam upaya pemberantasan korupsi.1 Dalam setiap tindak pidana dibidang perekonomian, setidaknya ada tiga komponen yang selalu melekat di dalamnya, yaitu Pelaku, tindak pidana yang dilakukan dan hasil tindak pidana ( proceed of crime ). Bagi Pelaku tindak pidana, harta kekayaan atau aset dari tindak pidana merupakan “live blood of crime” atau tulang punggung dari kejahatan, yang berarti bahwa hasil kejahatan diibaratkan sebagai “aliran darah” yang menghidupi kejahatan itu sendiri, sekaligus merupakan titik terlemah dari sebuah rantai kejahatan.2 Berdasarkan pengertian inilah pula, penegakan hukum sudah seharusnya mulai diarahkan kepada konsep Follow the Money 1 2
Yunus Hussein, Badan Pembinaan Hukum Nasional hal, 79 Yunus hussein, Negeri Sang Pencuci Uang, (Jakarta,pustaka juanda tigalima,2008) hal,67
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
menggantikan konsep Follow the Suspect dengan cara meneliti aliran dana dari hilir ke hulu untuk kemudian dilakukan penyitaan/perampasan terhadap harta kekayaan/aset yang diduga merupakan hasil dari tindak pidana tersebut.3 Penerapan UU berdasarkan UU No.31 tahun1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 ( Tipikor ) dan UU TPPU secara bersamaan (simultan) yang telah dijalankan oleh Aparat Penegak Hukum juga dipandang sebagai sebuah terobosan baru dalam proses penegakan hukum (hukum acara pidana), khususnya terkait upaya pengembalian aset yang merupakan hasil tindak pidana korupsi. Penggunaan secara bersamaan UU Tipikor dan TPPU juga memungkinkan adanya tindakan penyitaan dan perampasan aset pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang.4 Aset yang dapat disita oleh Penegak Hukum dapat berupa aset yang masih dalam penguasaan pelaku maupun aset yang telah dialihkan kepada pihak lain sebagai upaya menyamarkan asal usul aset tersebut.5 Bahwa tindakan penyitaan dan perampasan yang dilakukan oleh Penyidik dengan mendasarkan pada UU tipikor dan UU TPPU secara bersamaan tersebut ternyata juga berpotensi menimbulkan kerugian bagi pihak lain, khususnya Pihak Ketiga beritikad baik yang memperoleh harta/asset dari Tersangka/Terdakwa. Pihak Ketiga pemilik harta dapat dipandang sebagai Pihak Ketiga bertikad baik manakala dalam proses perolehan atas harta/aset tersebut memenuhi unsur-unsur Kepatutan, Ketelitian dan Kehati-hatian ( PATIHA ), sebuah doktrin hukum yang mana juga telah di adopt oleh Pasal 1338 KUHPerdata (BW). Hak kebendaan dapat berupa Eigendom untuk benda tidak bergerak dan Bezit untuk benda bergerak. Kedudukan berkuasa atas suatu benda bergerak didasarkan pada Bezit sebagai title yang sempurna yang berarti barang siapa yang menguasai benda bergerak dianggap sebagai pemiliknya , sedangkan pada benda tidak bergerak penguasa belum tentu sebagai pemilik benda6. Hak kebendaan adalah suatu hak absolute yang artinya hak yang melekat terus pada suatu benda, memberikan kekuasaan langsung atas benda tersebut dan dapat dipetahankan terhadap setiap orang.
3
Yunus Husein, Bunga Rampai Anti Pencucian Uang, (Bandung: Books Terrace & Library, 2007), hal.250 http: //www.hukumonline.com/berita/baca/lt52f0d3968ed1f/grey-area-penanganan-tppu-bagian-1 di akses 11 juli 2014 5 Ramelan - Reda Mathovani- Pauline David , Panduan Jaksa Penuntut Umum Indonesia Dalam Penangananan Harta Hasil Perolehan Kejahatan ( Jakarta: Pusat Pelatihan Kejaksaan RI,2008) hal.73 6 Ibid , hal .44 4
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
Demi menjamin terwujudnya perlindungan hukum bagi Pihak Ketiga beritikad baik “pemilik” aset yang disita dan dirampas dalam proses penegakan hukum atas tindak pidana pencucian Uang, diperlukan adanya suatu mekanisme hukum acara yang memungkinkan Pihak Ketiga beritikad baik secara imparsial dapat tampil sebagai Para Pihak guna melakukan pembelaan atau mempertahankan hak-haknya atas harta/aset yang disita/dirampas tersebut secara hukum.7 Untuk mendapatkan kajian yang lebih mendalam, dalam penelitian ini akan digunakan metode Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang yang dilakukan oleh Ahmad Fathonah. Putusan atas perkara ini dipilih dengan pertimbangan bahwa jenis tindak pidana yang didakwakan adalah tindak pidana pencucian uang dengan korupsi sebagai tindak pidana asalnya. Dalam proses penyidikan, Penyidik melakukan tindakan penyitaan terhadap aset milik tersangka baik yang masih berada dalam penguasaaanya maupun yang telah dialihkan ke Pihak Ketiga untuk selanjutnya dimintakan perampasan kepada Majelis Hakim. 2. Analisa Bermula dari peristiwa penangkapan oleh KPK, saat Ahmad Fathonah menuju Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat.sesamapainya di hotel tersebut Ahmad Fathonah menelpon Luthfi Hasan Ishaq menyampaikan “ada kabar yang menguntungkan”. Lalu fathonah mengambil uang sejumlah Rp. 20.000.000,- dari uang Rp.1.000.000.000,- ( satu milyar rupiah) yang didapat dari PT. Indoguna Utama dan masuk kedalam lobby hotel lalu menuju ke restoran yang ada di lantai dasar hotel. Sesaat kemudian dating seorang perempuan yang bernama Maharani Suciono menghampiri Ahmad Fathonah kemudian bersama – sama naik ke lantai 17 (tujuh belas) dan masuk ke kamar
1740 hotel Le Meridiean tersebut, tak beberapa lama kemudian Ahmad
Fathonah ditangkap oleh petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). tersebut kemudian dilakukan penyidikan sebagai upaya membuat terang perkara, mencari pihak-pihak yang terkait untuk dimintakan pertanggung jawaban dugaan tindak pidana tersebut. Dalam usaha mengungkap perkara tersebut penyidik juga melakukan upaya –upaya mengumpulkan barang- barang yang diduga terkait dengan tindak pidana melalui upaya paksa berupa penyitaan. Pada proses penyitaan tersebut tidak hanya barang milik tersangka yang 7
Pendapat Aristo Pangaribuan. SH.LLM pada saat bimbingan skripsi bulan November 2014
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
dilakukan sita tetapi juga barang-barang milik pihak lain yang diduga terkait dengan tindak pidana baik sebagai alat ataupun hasil dari tindak pidana yang akan didakwakan. Pihak lain yang dimaksud dalam penulisan ini adalah Pihak Ketiga yang beritikad baik yaitu pihak pemilik barang yang dalam proses mendapatkan barang tersebut kedalam kuasanya tidak pernah mengetahui bahwa barang- barang yang ada dalam penguasaannya tersebut merupakan hasil dari suatu tindak pidana dan proses pengalihan barang itupun didasari oleh alas hak yang sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Proses penyitan tersebut berpotensi menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak pemilik barang baik karena kehilangan hak untuk dapat menikmati hak kebendaan yang ada selama proses penyitaan yang memakan waktu karena statusnya berubah menjadi barang bukti yang akan digunaka dalam proses pembuktian pidana maupun kemungkinan putusan Majelis hakin untuk merampas barangbarang tesebut. Pada kasus ini berbagai barang disita kemudian dirampas sebagai upaya pengembalian kerugian negara (Asset recovery) , maupun dikembalikan kepada pihak darimana benda itu disita sebagai Pihak Ketiga yang beritikad baik, namun apakah upaya penyitan dan perampasan aset / barang tersebut sudah sesuai dengan kaidah-kaidah serta ketentuan hukum terkait perlindungan hak kebendaan yang seharusnya juga menjadi sebuah pertimbangan. Barang bukti yang disita oleh penyidik berupa ; satu bidang tanah seluas 157 m2 dan bangunan diperumahan permata depok jalan blok H2 no.15 Kelurahan Pondok Jaya Kecamatan Cipayung Kota Depok ; satu bidang tanah seluas 542 m2 dan bangunan di Perumahan Pesona Khayangan I Blok BS No.5 Kota Depok ; satu unit mobil Toyota Land Cruiser Prado 2.7 AT Nopol.B-1739WN tahun 2011; satu unit mobil Toyota Alphard Audioless 2.4 A/T Nopol.B 53 FTI tahun 2012 ; satu unit mobil Merceedez Benz C200 A/T Nopol B 222 AF,tahun 2012, satu unit mobil FJ Cruiser 4.0L 5 WD ; satu unit mobil Honda Jazz GE8 1.5E AT (CKD) Nopol B 15 VTA tahun 2012 ; satu unit mobil Honda Freed GB3 1.5SE AT Nopol B 811 LA tahun 2012 ; sejumlah perhiasan emas dan berlian dalam bentuk liontin, gelang, kalung, cincin,jam tangan, tas Luis Vitton, serta dokumen-dokumen pembeliannya berupa dokumen PPJB dan AJB, Dokumen pemelian mobil, kwitansi pemebelian perhiasan,invoice pembelian tiket dan print out rekening terdakwa. Terkait dengan barang bukti Majelis Hakim memberikan berbagai keputusan terkait dengan penyitaan yang sebelumnya telah dilakukan. Barang bukti berupa foto copy surat- surat yang
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
menerangkan suatu keadaan baik berupa surat keputusan rapat maupun keputusan menteri serta, kwitansi pembelian barang-barang yang terkait terjadinya tindak pidana ditetapkan untuk tetap ada didalam berkas perkara. Sedangkan barang yang bukti berupa aset milik pribadi terdakwa (terpidana) hasil Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencuciann Uang yang sebelumnya juga telah dilakukan sita diputuskan dirampas untuk negara. Perampasan merupakan bagian tindakan lanjutan dari penyitaan yang dalam ketentuan pada Pasal 39 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 KUHAP terkait dengan barang yang dapat dilakukan penyitaan. Dalam ketentuan Pasal tersebut dinyatakan bahwa yang dapat dikenakan penyitaan adalah benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruhnya atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana (Corpora Delicti). Selanjutnya Ketentuan dalam Pasal 46 ayat (2) KUHAP menyatakan bahwa apabila perkara sudah diputus, maka benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka yang disebut dalam putusan tersebut, kecuali jika menurut putusan hakim benda itu dirampas untuk negara, untuk dimusnahkan atau untuk dirusakkan sampai tidak dapat dipergunakan lagi atau jika benda tersebut masih diperlukan sebagai barang bukti dalam perkara lain. Tidak hanya KUHAP dalam Pasal 18 Huruf a Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juga menyatakan bahwa perampasan hasil tindak pidana korupsi tersebut memang dapat dilakukan, terutama terhadap hasil-hasil tindak pidana korupsi bukan sebagai sebuah bentuk pemidanaan saja tetapi juga sebagai upaya pengembalian kerugian negara (Asset Recovery). Dalam perkara ini perampasan terkait pelanggaran Pasal yang didakwakan pada Dakwaan KeSatu Pertama tidak didapat pelanggaran karena sudah sesuai dengan aturan hukum yang ada, penerapan hukum formil maupun materil sejak dimulainya upaya penyitaan maupun perampasan, mengingat bahwa benda yang dirampas merupakan benda yang ada ditangan kepemilikan terdakwa merupakan hasil dari suatu tindak pidana. Dan pemilik / pengauasa benda tersebut merupakan subyek hukum yang merupakan tersangka dan kemudian menjadi terdakwa yang kemudian dapat dimintakan pertangungjawaban dimuka hukum, dan hak-haknya sebagai tersangka dan/ atau terdakwa secara jelas dan cukup telah ada dalam KUHAP pada setiap prosesnya. Terkait dengan Upaya Paksa Penyitaan tersangka dapat melakukan pengajuan Praperadilan sebagai upaya hukum terhadap upaya paksa, sedangkan dalam persidangan terdakwa memiliki
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
kesempatan untuk mempertahan hak-haknya melalui jawaban, duplik maupun pleidoi,dan setelah putusan pun masih memiliki kemungkinan melakukan upaya hukum baik berupa Banding,Kasasi maupun Peninjauan Kembali. Selanjutnya terkait Tindak Pidana Pencucian Uang seperti yang didakwakan pada Surat Dakwaan Kedua, yang mana pada dakwaan tersebut terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan seperti apa yang dirumuskan pada Pasal 3 UU Nomor 8 tahun 2010 yaitu : " Setiap Orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidana karena tindak pidana Pencucian Uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).” Bahwa dalam fakta persidangan terungkap bahwa terdakwa telah menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan berdasarkan Alat Bukti dan
Keterangan saksi-saksi ; AHMAD
MAULANA, ANDI REVI FEBRIANTO, TRI KURNIA RAHAYU PRITIWANI, ACHMAD ROZI, AMEL FADLY, VIVI ROSITA PALANDI, HANDY GOZALIE, ANDI AKMAL PASLUDIN, EVI ANGGRAINI, YULI PUSPITA SARI, LINDA SILVANA,AHMAD ZAKY, RAMA PRATAMA,MUHAMAD ALI IMRAN, DENNI PRAMUDYA ADININGRAT, KHADIJAH AZHARI, KENANG PRASETYO UTOMO, ANDI NOVITALIA, MAHMUD ALIMAN, SALDI MATTA, JULI WIBOWO, FELIX RAJALI, MANSYUR, ANDIKA SANTOSO NURMAN,JAZULI JUWAINI,SURYATI dan Keterangan Ahli .HM YUNUS HUSEIN SH,MH,LLM. Terdakwa dalam kurun waktu januari 2011 hingga januari 2013 telah melakukan sejumlah transaksi yang nilainya mencapai Rp.38.709.657.603,- ( tiga puluh delapan milyar tujuh ratus Sembilan puluh enam juta limapuluh tujuh ribu enam ratus tiga rupiah ) berdasarkan fakta hukum ini dihubungkan dengan ketentuan Pasal 65 ayat (1) KUHP maka terdakwa terbukti telah melakukan pembarengan (penggabungan) tindak pidana seperti yang merupakan unsur dari Pasal
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
3 UU No 8 tahun 2010 berupa menempatkan, mentransfer, membelanjakan, membayarkan dan menukarkan dengan mata uang untuk keperluan terdakwa dan orang lain. Dalam persidangan melalui proses pembalikan beban pembuktian Pasal 77 dan 78 UndangUndang No.8 tahun 2010, terdakwa tidak dapat membuktikan transaksi-transaksi yangtidak sesuai dengan profile yang dimiliki sehingga hakim memutuskan merampas berbagai barang sitaan sebagai upaya pengembalian kerugian negara (Asset recovery). Mekanisme pembalikan beban pembuktian ini hanya terbatas mengenai asal-usul harta kekayaannya saja,sehingga bukan merupakan pembuktian terhadap kegiatan tindak pidananya atau kegiatan pencucian uangnya.8 Namun berdasarkan putusan pengadilan benda benda itu kemudian diputuskan untuk dirampas oleh negara, namun ada pula yang dikembalikan kepada Pihak Ketiga yang berhak baik melalui pengembalian secara langsung atau melalui proses lelang terlebih dahulu. Lantas bagaimana
Pihak Ketiga berupaya untuk mempertahankan hak nya atas suatu hak
kebendaan yang terkait dengan Tindak Pidana Pencucian Uang, pada Pasal 79 ayat (6) UU No.8 tahun 2010 yang menyatakan bahwa : “Setiap Orang yang berkepentingan dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan yang telah, menjatuhkan penetapan sebagaimana. dimaksud pada ayat (5) dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (3)”. Namun pemanfaatan Pasal 79 ayat (6) Undang-Undang No.8 tahun 2010 tidak mengatur tatacara pengajuan upaya keberatan yang dimaksud, karena pada ketentuan undang-undang ini tidak menjelaskan bagaimana upaya keberatan tersebut maka untuk menhindari kekosongan ketentuan hukum makaketentuan mengenai kebertan ini mengacu pada ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang – Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam KUHAP ketentuan upaya hukum terhadap putusan pengadilan berupa Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali tersebut, upaya hukum yang dapat diajukan oleh pihak ketiga hanya berupa Peninjauan kemabali, hal inipun masih dilimitasi lagi dengan pembatasan hanya oleh Ahli Waris terpidana ( Ketentuan Pasal 263 ayat (2) KUHAP ). Berkaitan dengan ketentuan pasal 19 UU No.31 tahun 1999 serta pasal 76 dan pasal 79 ayat (6) UU No.8 tahun 2010 tidak ada ketentuan yang menyatakan bagaimana pihak ketiga yang
8
Manthovani, Reda dan R. Narendra Jatna. Rezim Anti Pencucian Uang dan Perolehan Hasil Kejahatan di Indonesia.( Jakarta: CV. Malibu, 2012). Hlm.86
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
beritikad baik dapat mengajukan keberatan terhadap putusan Hakim terkait dengan barang – barang yang dirampas untuk negara yang diduga merupakan hasil dari suatu tindak pidana. Menyadari kekosongan hukum acara terkait dengan pasal 67 UU No.8 tahun 2010 ,maka Mahkamah Agung berdasarkan Pasal 32 ayat (4) dan penjelasan pasal 79 UU No.14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan UU No.5 tahun 2004 tentang perubahan atas UU No.14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan UU No.3 tahun 2009 tentang tentang perubahan
keduan atas UU No.14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
berwenang untuk member petunjuk, teguran, atau peringatan kepada pengadilan disemua badan peradilan yang berada dibawah kewenangannya serta membuat peraturan sebagai pelengakap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum dalam jalannya peradilan. Menimbang hal tersebut maka Mahkamah Agung mengeluarkan PERMA No.1 Tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonanan Penanganan Harta Kekayaan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak Pidana Lain, dengan adanya PERMA ini diharapkan dapat menjadi sebuah solusi dari kekosongan hukum acara terkait keberatan yang dimaksud dalam upaya hukum bagi pihak ketiga yang beritikad baik, namun ternyata PERMA ini juga masih menimbulkan berbagai kendala terkait dengan adanya ketidakjelasan ketentuan terkait dengan jangka waktu pengajuan maupun kewenangan pengadilan yang harus mengadili. Ketidakjelasan terkait dengan jangka waktu masih dapat kita lihat pada ketentuan pada pasal 19 UU No.31 tahun 1999 yang menyatakan jangka waktu mengajukan keberatan adalah paling lambat 2 (dua) bulan setelah putusan pengadilan diucapkan di sidang terbuka untuk umum sedangkan pada pasal 79 ayat (6) UU No.8 tahun 2010 adalah waktu 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pengumuman Putusan yang dijatuhkan, namun tidak dijelaskan putusan apa yang dimaksud dalam ketentuan tersebut, apakah putusan tingkat pertama, banding atau setelah putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap ( BHT ). Sedangkan dalam hal kewenangan untuk mengadili keberatan juga masih terjadi ketidakjelasan yaitu kepada pengadilan mana pastinya keberatan tersebut disamapaikan karena berdasarkan ketentuan pasal 5 ayat ( 1 )PERMA No. 1 tahun 2013 yang berhak mengadili terkait keberatan adalah Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat keberadaan harta Kekayaan 9, sedangkan pada ketentuan pasal 79 ayat ( 6 ) UU No. 8 tahun 2010 dinyatakan : 9
Indonesia, Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2013 tentang Tata Cara Penyelesaian Permohonanan Penanganan Harta Kekayaan dalam Tindak Pidana Pencucian Uang atau Tindak Pidana Lain,Berita Negara nomor 711 tahun 2013, pasal 5 ayat (1)
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
“Bahwa Setiap Orang yang berkepentingan dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan yang telah,menjatuhkan penetapan (putusan)”. Pengaturan perlindungan hukum bagi Pihak ketiga beritikad baik dalam ketentuan-ketentuan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian
uang memang dirasa sangat minim,
begitupun ketentuan-ketentuan yang ada dalam Hukum Acara Pidana sebagai ketentuan pokok dari hukum formil yang ada. Dalam KUHAP selain upaya hukum yang telah diterangkan diatas juga diakomodasi melaui upaya Praperadilan, yang mana upaya praperadilan ini merupakan upaya langkah perlindungan yang dapat ditempuh sejak awal dimulainya proses peradilan terkait dengan upaya paksa. Perlindungan aset milik Pihak Ketiga beritikad baik sudah sewajarnya dilakukan sejak tahap awal proses penegakan hukum, yaitu saat penyidikan dimulai karena pada saat itu dimungkinkan adanya pelanggaran terhadap hak milik pihak lain terkait upaya paksa yang berupa penyitaan. Penyitaan menjadi fokus karena upaya penyitaan terkait dengan hak-hak kebendaan, yaitu hak – hak kebendaan yang utamanya memberi kenikmatan, yang dimaksud hak kebendaan adalah suatu hak absolute artinya, hak yang melekat pada suatu benda, memberikan kekuasaan langsung atas benda tersebut dan dapat dipertahankan terhadap tuntutan setiap orang.10 Ketentuan Pasal 77 KUHAP dalam rumusannya menunjukan bahwa tidak semua upaya paksa dapat diajukan praperadilan, yang dapat diajukan praperadilan hanya berkisar sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan, sedangkan mengenai penggeledahan dan penyitaan tidak dapat dilakukan.11 Padahal penyitaan yang tidak sah merupakan pelanggaran serius terhadap milik orang lain.12 Ketentuan Pasal 80 KUHAP menerangkan bahwa Pihak Ketiga hanya dapat melakukan upaya praperadilan terhadap penghentian penyidikan ataupun penuntutan, sedangakan rehabilitasi dan / atau ganti kerugian diatur dengan ketentuan Pasal 81 KUHAP. Praperadilan hanya mememeriksa terkait administratif dari upaya paksa yang hanya bersifat formil, padahal pengaturan kepemilikan hak kebendaan sendiri membutuhkan upaya pembuktian yang bersifat materil. Disinilah perlunya upaya hakim pemeriksaan pendahuluan yang terdapat dalam RUU KUUHAP terkait kewenangan hakim pemeriksaan pendahuluan yang secara tegas dinyatakan dalam Bab IX tentang kewenangan hakim pemeriksa pendahuluan untuk dapat 10
Frieda Husni Hasbalah, HUKUM KEBENDAAN PERDATA ,Hak-Hak yang Memberi Kenikmatan jilid I (Jakarta:Ind-Hil-Co,2005), hal.52 11 Ratna Nurul Alfiah , Praperadilan dan ruang lingkupnya,( Jakarta : CV akademika Presindo, Pertama 1986), hal.80 12 Andi Hamzah, Pengantar Hukum Pidana,(Jakarta : Ghalia Indonesia,1984),hal.100
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
memeriksa dan memutuskan apakah suatu upaya paksa tersebut telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Keberadaan Hakim pemeriksaan pendahuluan dalam RUU KUHAP yang dalam kewenangan dan tugasnya untuk memeriksa segala bentuk upaya paksa yang dilakukan, baik penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penghentian penyidikan atau penuntutan serta rehabilitasi dan ganti kerugian dari pihak-pihak yang berkepentingan. Hal ini sejalan dengan kecenderungan dunia sekarang mengarah ke sistem adversarial, artinya kedudukan penuntut umum dan terdakwa beserta penasihat hukumnya di pengadilan berimbang13. Sebagai contoh pada praktekyang dilaksanakan dalam common law system, upaya perlindungan terhadap Pihak Ketiga atau pihak-pihak lainnya dalam proses peradilan dapat dijumpai melalui penerapan konsep Motion in Limine, dimana dalam proses peradilan dimungkinkan adanya suatu lembaga (semacam lembaga praperadilan) yang memungkinkan masuknya Pihak Ketiga beritikad baik sebagai Para Pihak dalam perkara tersebut guna membela kepentingannya dengan jalan meminta kepada Hakim agar mengecualikan/ mengesampingkan bukti-bukti yang menurutnya dapat mengganggu pepentingan hukum baginya, termasuk bukti-bukti berupa harta benda milik Pihak Ketiga beritikad baik tersebut. Di Amerika, konsep Motion in Limine ini tertuang dalam Federal Rule Evidence (FRE) article 403 yaitu tentang Excluding Relevant Evidence for Prejudice, Confusion, Waste of Time, or Other Reason, yang menyatakan bahwa: The court may exclude relevant evidence if its probative value is substantially outweighed by a danger of one or more of the following: unfair prejudice, confusing the issues, misleading the jury, undue delay, wasting time, or needlessly presenting cumulative evidence.14 Dengan adanya ketentuan ini, memungkinkan bagi Hakim/Pengadilan untuk mengeluarkan buktibukti yang meskipun relevan dengan pokok perkara yang sedang diadili, namun dengan pertimbangan bahwa penggunaan bukti-bukti tersebut dipandang dapat mengganggu atau membahayakan hak-hak serta kepentingan pihak lain yang tidak bersalah, serta pertimbanganpertimbangan lainnya. hal.20
13
Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
14
Federal Rule Evidence (FRE) article 403
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
Perampasan Sebagai pidana tambahan merupakan bagian dari pertanggung jawaban dari terpidana, namun patut jika tersebut sudah berpidah kepemilikannya, maka kepemilikan sepatutnya hak kebendaan tersebut wajib dilindungi sepanjang Pihak Ketiga pemegang aset tersebut adalah Pihak Ketiga yang beritikad baik. Proses pembuktian suatu itikad baik harus dapat dilaksanakan dan dibuktikan oleh pihak-pihak yang berkepentingan tidak saja hanya menurut ketentuan hukum formil tetapi juga terkait pembuktian materil dimana hak-hak kebendaan diakui menurut ketentuan hukum yang berlaku. Pada perkara ini banyak hak kebendaan pihak ketiga yang terganggu sebagi contoh adalah Penyitaan uang milik Ayu Ashari yang memang diproleh dari terdakwa namun didasarkan pada perjanjian kerja dengan Ahmad Fathonah secara professional, walaupun perjanjian kerja tersebut tidak secara tertulis namun berdasarkan pasal 1320 & 1338 KUHPer perjanjian itu sah dan dilindungi oleh hukum karena telah terjadi kesepakatan, begitu pula hak kebendaan berupa jaminan sebagai penerima fidusia yang dimiliki oleh PT.Mitsui Leasing berupa perjanjian pembiayaan kendaraan (fidusia) yang meskipun barang-barang tersebut dikembalikan namun hak-hak pihak ketiga beritikad baik itu terganggu dan akhirnya menderita kerugian baik materil maupun imateril. Kerugian tersebut terkait dengan hilangnya hak preferent yang dimiliki maupun hak untuk melakukan Parate eksekusi seperti yang ada dalam ketentuan UU No.42 tahun 1999 tentang Fidusia. Dalam kaitan dengan pemberian yang diasumsikan dengan hibah bahwa hibah merupakan “ perjanjian cuma-cuma” seperti yang ada dalamketentuan pasal 1666 KUHPerdata serta ketentuan selanjutnya pada pasal 1674 KUHPerdata yang menyatakan bahwa pemberi tidak menanggung adanya cacat serta tuntutan hukum terhadap barang yang dihibahkan bukanlah berarti bahwa penerima hibah kehilangan hak untuk dapat memepertahankan hak kebendaan yang dimiliki terhadap tubtutan hukum yang dimaksud. Penentuan status barang bukti dengan menunggu putusan akhir menjadi sebuah penghukuman awal bagi pihak-pihak pemilik barang tersebut, terutama Pihak Ketiga beritikad baik. Karena jikapun barang bukti itu dikembalikan bukalah berarti Pihak Ketiga tersebut tidak menderita kerugian mengingat jangka waktu yang tidak dapat diprediksi dan kemungkinan-kemungkinan lain terkait potensi keuntungan baik yang berupa materil maupun imateril yang hilang serta beban pajak yang harus ditanggung. Penutup
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
1
Kesimpulan Dari penjelasan terkait perlindungan hukum Pihak Ketiga terkait perampasan aset dalam
tindak pidana Tindak Pidana Pencucian Uang dan Korupsi diatas maka didapat beberapa esimpulan sebagai berikut : 1. Perlindungan hukum bagi pihak ketiga beritikad baik terkait penerapan ketentuan hukum Tindak pidana Korupsi dan Tindak pidana Pencucian uang secara simultan dalam upaya pengembalian kerugian negara, belum dapat memberikan jaminan perlindungan hukum secara maksimal. Hal ini dikarenakan lembaga praperadilan yang diatur dalam KUHAP pasal 77 hingga pasal 82 hanya melakukan pemeriksaan yang sifatnya formil serta limitasi dari objek yang dapat dipraperadilan-kan serta pihak yang dapat mengajukannya. Sedagkan terkait upaya hukum keberatan terhadap perampasan aset yang ada pada ketentuan pasal 19 UU No.31 tahun 1999 serta pasal 79 ayat (6) UU No.8 tahun 2010 tidak secara tegas mengatur upaya hukum apa yang dimaksud, kendatipun hal tersebut diberikan Solusi melalui PERMA No.1 tahun 2013 masih menyisakan ketidak jelasan terkait dengan jangka waktu, tingkatan putusan pengadilan yang dimaksud, serta kompetensi relatif kewenangan mana keberatan itu dapat diajukan. 2. Penerapan alas hak yang sah sebagai pertimbangan hakim untuk menegembalikan barangbarang yang disita dan dijadikan barang bukti dalam proses peradilan tidak jelas dan sangat dimungkinkan bersifat subyektif, karena kepemilikan barang yang didasarkan alas hak yang sah sesuai dengan ketentuan undang-undang dapat diputusankan berbeda ( dirampas atau dikembalikan pada pihak yang paling berhak ), hal ini disebabkan karena : a.
Proses pembalikan beban pembuktian hanya dilakukan oleh pihak terdakwa / terpidana, sehingga pihak ketiga yang hanya sebagai saksi / korban kurang dapat maksimal mempertahankan hak-haknya dalam proses peradilan.
b. Penyidik tidak memepertimbangkan jika suatu barang yang disita tersebut, dapat merupakan benda yang dijadikan jaminan dari suatu hutang / perjanjian. c. Jikapun suatu hibah adalah perjanjian cuma-cuma dan pemberi hibah tidak bertanggung jawab atas cacat ataupun tuntutan hukum terhadap barang yang dihibahkan
bukan
berarti
sipenerima
hibah
kehilangan
mempertahankanya.
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
hak
untuk
3. Pengembalian barang kepada pihak ketiga beriktikad baik tidak semerta-merta dapat meghilangkan kerugian yang timbul baik karena penurunan nilai, investasi maupun potensi keuntungan yang dapat dimanfaatkan jika benda tersebut tidak dalam sitaan. 2
Saran Dari berbagai hal yang disampaikan dalam kesimpulan tersebut maka penulis mengajukan
beberapa saran terkait upaya perlindungan hukum Pihak Ketiga terkait dengan penyitaan dan perampasan aset, agar upaya penegakan hukum serta usaha pengembalian kerugian negara melalui upaya perampasan aset hasil tindak pidana yang dilakukan, tidak menjadikan sebuah pelanggaran hukum yang lain terkait hak-hak kebendaan pihak ketiga beritikad baik, serta mengupayakan kesetaraan / perimbangan para pihak yang berhadapan dalam proses peradilan (Equal Arms) 1. Untuk melindungi pihak ketiga beritikad baik dari upaya penegakan hukum terkait penyitaan dan perampasan aset yang diyakini menimbulkan banyak potensi kerugian sebaiknya dilakukan evaluasi terhadap ketentuan hukum acara pidana, untuk mengakomodasi kepentingan pihak-pihak yang beritikad baik yang secara tidak langsung menjadi korban dari proses penegakan hukum. Evaluasi tersebut dapat berupa pembaharuan / pengesahan Rancangan Undang- Undang Kitab Hukum Acara Pidana yang sudah dibahas sejak lama tersebut menjadi Undang- undang. Yang mana dalam RUU tersebut dimuat kewenangan dari Hakim Pemeriksa Pendahuluan yang didalamnya terkait kewenangan untuk memutuskan upaya paksa berupa penyitaan. 2. Penyitaan harus dilakukan dengan sangat hati – hati dan dengan pengawasan yang ketat sehingga menjadi upaya terakhir untuk mendapatkan barang bukti, terlebih jika barang barang tersebut merupakan barang-barang milik pihak ketiga yang beritikad baik ; 3. Perampasan aset seharusnya dibuat dengan ketentuan tersendiri diluar dari UndangUndang yang telah ada, yang mana undang- undang tersebut menganut sistem In Rem sehingga para pihak pemegang hak kebendaan bisa lebih maksimal melakukan upaya hukum karena posisi yang seimbang diantara para pihak dalam hal ini pemegang aset dan pemerintah yang berupaya melakukan perampasan aset dalam rangka pengembalian kerugian negara (Asset Recovery). Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset yang ada harus segera dapat disahkan menjadi Undang-Undang.
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
Daftar Pustaka Buku Adji, Indriyanto Seno. Korupsi dan Penegakan Hukum. Jakarta: Diadit Media, 2009. Afiah, Ratna Nurul. Barang Bukti dalam Proses Pidana. Jakarta: Sinar Grafika, 1989. Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI. Pengkajian tentang Kriminalisasi, Pengembalian Aset, Kerja Sama Internasional Dalam Konvensi PBB. Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2008. Greenberg, Theodore S. et al. Stolen Asset Recovery: Good Practice Guide for Non-Conviction Based Asset Forfeiture. Washington DC: The World Bank, 2009. Hamid, Hamrat dan Harun M. Husein. Pembahasan Permasalahan KUHAP Bidang Penuntutan dan Eksekusi. Jakarta: Sinar Grafika, 1992. Hamzah, Andi. (a) Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. ___________,. (b) Pemberantasan Korupsi: Melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. ___________.. (c) Hukum Pidana Ekonomi. Jakarta: Erlangga, 1996. Hamzah, Andi dan Irdan Dahlan. Perbandingan KUHAP- HIR dan Komentar. Jakarta: Balai Aksara, 1984. Harahap, Krisna. Pemberantasan Korupsi, Jalan Tiada Ujung. Bandung: Grafiti, 2006. Harahap, Yahya. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. ______________. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika, 2006. Hasbullah, Frieda Husni. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak yang Memberikan Kenikmatan. Jakarta: Ind-Hill Co, 2002. Husein, Yunus. (a) Bunga Rampai Anti Pencucian Uang. Bandung: Books Terrace & Library, 2007. ____________.. (b) Negeri Sang Pencuci Uang. Jakarta: PT. Pustaka Juanda Tigalima, 2008. Lamintang, P. A. F. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997. Mamudji, Sri. et al. Metode Penelitian dan Penelitian Hukum. Jakarta: BadanPenerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005. Mamudji, Sri dan Hang Rahardjo. Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah, Bahan Kuliah Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Pra Cetak, 2011. Mamudji, Sri. Teknik Menyusun Karya Tulis Ilmiah, Bahan Kuliah Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Pra Cetak, 2009. Manthovani, Reda dan R. Narendra Jatna. Rezim Anti Pencucian Uang dan Perolehan Hasil Kejahatan di Indonesia. Jakarta: CV. Malibu, 2012. Mertokusumo, Sudikno. Mengenai Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2005.
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
Mulyadi, Lilik. Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia: Normatif, Teoritis, Praktik dan Masalahnya. Bandung: PT. Alumni, 2007. Pandjaitan, Petrus Irwan dan Samuel Kikilaitety. Pidana Penjara Mau Kemana. Jakarta: CV Indhill CO, 2007. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1998. PPATK. Proceedings: Pelaksanaan Pemaparan Mengenai Sistem Perampasan Aset Di Amerika Serikat dan Diskusi Mengenai Rancangan Undang- Undang Tentang Perampasan Aset di Indonesia dengan Linda M. Samue tanggal 17 dan 18 Juli 2008. Jakarta: Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, 2008. Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008. Ramelan, Reda Mantovani dan Pauline David. Panduan Untuk Jaksa Penuntut Umum Indonesia Dalam Penanganan Harta Hasil Perolehan Kejahatan. Jakarta: Pusdiklat Kejaksaan RI, 2008. Remmelink, Jan. Hukum Pidana, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab UndangUndang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003. Savona, Ernesto U. Ed. Responding To Money Laundering International Perspectives. Netherlands: Harwood Academic Publisher, 1997. Sjahdeini, Sutan Remy. Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme. Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 2007. Smith, Ian. et al. Asset Recovery: Criminal Confiscation and Civil Recovery. United Kingdom: Reed Elsevier Ltd, 2003. Soerodibroto, R. Soenarto. KUHP dan KUHAP Dilengkapi Yurisprudensi Mahkamah Agung dan Hoge Raad. Jakarta: Rajawali Pers, 2011. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, 2003. Tim Penyusun. (c) Anotasi Putusan Perkara Tindak Pidana Pencucian Uang. Jakarta: Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, 2012. ___________. (b) Naskah Akademis Rancangan Undang-Undang Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Jakarta: s.n., 2006. ___________. (a) Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Perampasan Aset Tindak Pidana. Jakarta: s.n., 2012. ___________. Rezim Anti Pencucian Uang Indonesia: Perjalanan 5 Tahun. Jakarta: PPATK, 2007. Utama, Paku. Terobosan UNCAC Dalam Pengembalian Aset Korupsi, Implementasinya Di Indonesia. Jakarta: s.n.,s.a. Utrecht, E. Hukum Pidana II. s.n..s.l., s.a. Wiyono, R. Pembahasan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jakarta: Sinar Grafika, 2008. Yanuar, M. Purwaning. Pengembalian Aset Hasil Korupsi. Bandung: PT. Alumni, 2007.
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
Yuhassarie, Emmy dan Tri Harnowo. Ed. Tindak Pidana Pencucian Uang: Prosiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah-Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya Tahun 2004: Jakarta 5-6 Mei 2004. Jakarta: Pusat Pengkajian Hukum, 2004. Yustiavandana, Ivan, Arman Nefi dan Adiwarman. Tindak Pidana Pencucian Uang Di Pasar Modal. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010. Jurnal, Makalah dan Artikel Blumenson, Eric D dan Eva Nilsen. “The Next Stage of Forfeiture Reform.” Federal Stentencing Reporter (September/Oktober 2001). Butty, Violaine. “Tip Sheet (Summarised version) of Common Law and Continental Law: Two Legal System.” Swiss Agency for Development and Cooperation, 2005. Cole, Kevin. “Civilizing Civil Forfeiture.” Journal of Contemporary Legal Issues(1996). Faiz, Pan Mohamad. “Tafsir Mahkamah Konstitusi: Hukuman Mati Tidak Bertentangan Dengan UUD 1945.” http://panmohamadfaiz.com/2007/10/30/uud-1945-dan-hukuman-mati/. Diakses pada tanggal 10 Juni 2012. Fleiner, Thomas. “Common Law and Continental Law: Two Legal System.” Swiss Agency for Development and Cooperation, 2005. Fried, David J. “Rationalizing Criminal Forfeiture.” The Journal of Criminal Law and Criminology (1973), Vol. 79, No. 2 (Summer, 1988). Grantland, Brenda. “Asset Forfeiture: Rules and Procedures.” http://www.drugtext.org/library/articles/grantland01.htm, diakses tanggal 28 Agustus 2011. Harrington, Matthew P. “Rethinking In Rem: The Supreme Court’s New (and Misguided) Approach to Civil Forfeiture.” Yale Law & Policy Review, Vol. 12, No. 2 (1994). Husein, Yunus. (c) “Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana di Indonesia (Asset Forfeiture of Crime in Indonesia).” Jurnal Legislasi Indonesia Vol. 7 No.4 (Desember 2010). Marlyna, Henny. et al. “Pengembalian Aset Korupsi Melalui Instrumen Hukum Perdata.” Makalah disampaikan pada Konferensi Nasional Hukum danPolitik 2011 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Depok, 27 Oktobe 2011. Pianin, Irving A. “Criminal Forfeiture: Attacking the Economic Dimension of Organized Narcotics Trafficking.” American University Law Review Vol. 32:227 (1982). Salam, Abdul, Andreas Aditya Salim, Hangkoso Satrio Wibawanto dan M. Tanziel Azizi. “Disparitas Konversi Pidana Denda Ke Pidana Kurungan Pengganti Dalam Tindak Pidana Korupsi Di Indonesia.” Makalahdisampaikan pada Konferensi Nasional Hukum dan Politik 2011 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Depok, 27 Oktober 2011. Soroinda, Disriani Latifah. et al. “Mekanisme Pengembalian Kerugian Negara Dalam Perkara Korupsi Melalui Gugatan Perdata.” Makalah disampaikan pada Konferensi Nasional Hukum dan Politik 2011 di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Depok, 27 Oktober 2011.
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
Skripsi/ Tesis dan Disertasi Agustina, Rosa. “Perbuatan Melawan Hukum.” Disertasi: Doktor Universitas Indonesia, Jakarta, 2003. Sadeli, Hafiludin Wahyudi. “Implikasi Perampasan Aset Terhadap Pihak Ketiga yang Terkait dengan Tindak Pidana Korupsi.” Tesis: Pascasarjana Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2010. Peraturan Perundang-Undangan Indonesia. (b) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU No. 31 Tahun 1999. LN No. 140 Tahun 1999. TLN. No. 3874. _______. (c) Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. UU No. 20 Tahun 2001. LN No. 134 Tahun 2001. TLN. No. 4150. ________. (d) Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. UU No. 8 Tahun 2010. LN No. 122 Tahun 2010. TLN No. 5164. ________. (e) Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. UU No. 20 Tahun 2002. LN No. 137 Tahun 2002. TLN No. 4250. ________. (f) Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. UU No. 46 Tahun 2009. LN No. 155 Tahun 2009. TLN No. 5074. ________. (g) Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. UU No. 15 Tahun 2002. LN. No.30 Tahun 2002. TLN No. 4191. ________. (h) Perubahan atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. UU No. 25 Tahun 2003. LN. No. 108 Tahun 2003. TLN No. 4324. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Straftrecht]. (a) Diterjemahkan oleh Moeljatno. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2007. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana [Wetboek van Straftrecht]. (b) Diterjemahkan oleh Andi Hamzah, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2007). Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijke Wetboek]. Diterjemahkan oleh Subekti dan Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita, 2008. Mahkamah Agung. Peraturan Mahkamah Agung Tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP. Perma No. 02 Tahun 2012. Rancangan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor… Tahun…Tentang Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana. Instrumen Hukum Internasional Financial Action Task Force (FATF). Recommendations International Standards on Combating Money Laundering and The Financing of Terrorism & Proliferation. Dikeluarkan pada tanggal 16 Feburari 2012
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014
Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations). Universal Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak-Hak Asasi Manusia). Diterima dan diumumkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 10 Desember 1948 melalui resolusi 217 A (III). _____. United Nations Convention Against Corruption 2003, diterjemahkan oleh United Nations Office on Drugs and Crime. Jakarta: UNODC, 2009. _____. United Nations Convention Against Corruption, 2003. _____. United Nations Convention Against Transnational Organized Crime and The Protocols Thereto, 2000. _____. United Nations Convention Against Illicit Traffic In Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988. _____. International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).
Kosakata Kosmetik..., Nurkholidah, FIB UI, 2014