ARAHAN PENGEMBANGAN BAG IAN WILA YAH KOT A BERLAHAN GAMBUT DITINJAU DARI ASPEK BIA YA PENGEMBANGANLAHAN KASUS: KOTA PONTIANAK
TESIS MAGISTER
Oleh
HENDRA BAOfllAR NIM: 25400028
BIDANG KHUSUS PERENCANAAN KOTA
PROGRAMSI1JDI PERENCANAAN Wll.AYAH DAN KOfA PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT TEKNOLOGI BAN DUNG 2002
ARAHAN PENGEMBANGAN BAGIAN WILAYAH KOTA BERLAHAN GAMBUT DITINJAU DARI ASPEK BIAYA PENGEMBANGANLAHAN KASUS: KOTA PONTIANAK
Oleh HENDRABACHilAR NIM: 25400028
Mengetahui/Menyetujui Pembimbing
Ir.
CO!!Wa.l~lUdi
Perencanaan Wilayah dan Kota ..=..L•..._ -.,tsM!Ian.a Ins · t Teknologi Bandung
~1
BATMODJO, MS., Ph.D. \iliiiiii;ii~iiiiiiil---.,.1 p : 131 4 76 608
ARABAN PENGEMBANGAN BAGIAN WILA YAH KOTA BERLAHAN GAMBUT DITINJAU DARI ASPEK BIAYA PENGEMBANGANLAHAN KASUS: KOTA PONTIANAK
l. I! :-'v t-.)
>-
r. IWAN KUSTIWAN, MT NIP: 131 902 359
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Ali lmran 190-191)
Karya 1/miah ini kupersembahkan untuk ayah dan ibuku tercinta, keluargaku dan juga masyarakat.
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
Tesis ini tidak dipublikasikan, terdaftar dan tersedia di perpustakaan Institut Teknologi Bandung, terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada penulis. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi pengutipan atau ringkasan hanya dapat dilakukan dengan seijin penulis dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbemya. Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis harus seijin Direktur Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung. Perpustakaan yang meminjamkan tesis ini untuk keperluan anggotanya diharapkan mengisi nama dan tanda tangan peminjam serta tanggal pemmJaman.
ARAHANPENGEMBANGANBAGIANvnLAYAH KOTA BERLAHAN GAMBUT DITINJAU DARI ASPEK BIAYAPENGEMBANGANLAHAN KASUS: KOTA PONTIANAK
ABSTRAK Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Pascasarjana Strata II dalam Bidang Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung
Oleh
HENDRA&\OIIIAR NIM: 25400028
Pembimbing Ir. IWAN KUSTIWAN, MT NIP: 131 902 359
BIDANG KHUSUS PERENCANAAN KOTA PROGRAMSilJDI PERENCANAANWILAYAH DAN KOfA PROGRAM PASCASARJANA ffiS~TEKNOLOGIBANDUNG
2002
ABSTRAK Rencana Umum Tata Ruang Kota Pontianak memberikan arahan pembangunan dan pengembangan kota, dalam rangka mencapai suatu kondisi kota yang nyaman, efisien dan merata pertumbuhannya ke seluruh bagian wilayah kota. Namun kecenderungan perkembangan yang terjadi tidak seperti harapan, dalam dekade terakhir desa-desa yang berbatasan dengan wilayah administrasi kota Pontianak tumbuh lebih pesat (3,97% per tahun) dibandingkan pertumbuhan kelurahankeluraban di dalam kota sendiri (1,78%). Perkembangan built up area lebih mengikuti ruas jalan utama, sehingga kota tumbuh berbentuk linier atau menjari. Padahal daerab terbangun kota Pontianak baru mencapai 34,46% dari totalluas l 0. 782 ha, jadi masih terdapat laban-laban yang dapat dimanfilatkan untuk menampung pertambahan penduduk di tahun mendatang (diantaranya 3.744,62 ha laban bergambut yang belum terbangun). NamWl tentu saja areal-areal tersebut harus dimatangkan terlebih dahulu. Karena labannya begitu luas dan tersebar diperlukan suatu prioritas dalam melaksanakan pengembangannya. Ketika rencana akan menjadi aksi, maka aspek pembiayaan akan menjadi penting, begitu juga dengan rencana kota. Studi ini menghitung biaya pengembangan laban kawasan belum terbangun di kota Pontianak, untuk mengetahui biaya pengembangan laban secara keseluruhan. Karena tiap-tiap lahan memiliki kendala fisik tersendiri maka dalam analisanya digunakan metode threshold analysis, yang memperhitungkan kendala fisik alam dan buatan ke dalam suatu biaya ambang batas pembangunan. Hasil studi menunjukkan bahwa tidak seluruh areal kosong di kota Pontianak layak untuk dikembangkan. Lahan-lahan di bagian barat kota relatif murah Wltuk kembangkan, namun fungsi saat ini sebagian
adalah kawasan lindung. Kawasan bergambut tebal, di utara dan selatan kota, sangat mahal untuk dikembangkan terutama dalam penyediaan prasarana jalan dan pematangan lahannya (mencapai 3-4 kali lipat dibandingkan dengan laban normal yang tergenang). Lagi pula pengembangan laban tersebut akan merusak fungsinya sebagai penyangga hidrologis. Karenanya penulis menyarankan agar lahan-lahan bergambut tebal sebaiknya dikonservasi saja.
aTY ARFA DEVELOPMENT GUIDANCE IN PEAT'S LAND REVIEW FROM LAND DEVELOPMENT COST Case: PONTIANAK CITY
THESIS ABSTRACT Submitted to the Graduate Program In Regional and City Planning in Partial Fulfilment of the Requirements for the Degree of Master In Regional and City Planning at The Bandung Institute of Technology
By HENDRA BACHTIAR NIM: 25400028
Supervisor
Ir. IWAN KUSTIWAN, MT NIP: 131 902 359
SPECIAL FIELD IN CITY PLANNING REGIONAL AND CITY PLANNING PROGRAM GRADUATE PROGRAM BANDUNG INSTITUTE OF TECHNOLOGY
2002
ABSTRACT Rencana Umum Tata Ruang Kota Pontianak gives guidance for city development in a:hi:M1g convenience for the citizen, efficiency, and balance growth. However, growth trend not happened as it planned. In the last decade, growth rate in rural areas that closed to Pontianak is higher (3,97% annually) than growth rate in urban areas (only 1,78%). Development in built up area tend to follow main street. This condition made tinier fonn or star-shaped city, not efficient. Built up area in Pontianak were only 34,46 % from total 10.782 ha. So, there are still wide possibilities to use mcbdcprl Ea, including 3. 744,62 ha peat's land, to accommodate city development in the future. These land area so wide and spread, so we have to make priority in developing the land. Budgeting is crucial when we execute the plan. This research aims to count land development cost in undeveloped area, including peat's land. Every single land has their own constraints and limitations, so Threshold Analysis were used in this study, which considers natural and man-made limitations in threshold cost. The result showed that not all undeveloped area in Pontianak city suitable to be developed. Land development cost in west area is low, but these lands have been conserved. On the contrary, development cost of peat's land in north and south of the city is very high, especially
for infrastructure and land preparing. In peat's land, the development cost is 3-4 times higher comparing with the cost in the extreme land
(soaked but unpeat). Besides, peat's land development will destroy its function as hydrologic buffer. It is recommended that this land should be conserve.
KATAPENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan kehendak-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Program Pascasarjana di lnstitut Teknologi Bandung. Selama dalam penyusunan tesis, banyak pihak yang telah membantu, baik langsung atau pun tidak langsung, sehingga akhirnya tulisan ini dapat diselesaikan. Karenanya pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada: •
Ir. Iwan Kustiwan, MT, sebagai dosen pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.
•
Ir. Ridwan Sutriadi, MT, sebagai dosen pembahas dan dosen
..
penguJI. •
Ir. Nia Kurniasih Pontoh, MSA, sebagai dosen penguji.
•
Seluruh staf pengajar, Sekretariat dan Perpustakaan Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota - ITB.
•
Ayah dan ibuku tercinta, Bachtiar bin Achmad dan Warnidah binti Abdul Chalik; istriku Vivi Bachtiar dan anakku tersayang Rika Savitri terima kasih atas dorongannya.
•
Ternan-ternan angkatan 2000, serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan dan fasilitas hingga selesainya tesis ini.
XI
Penulis juga menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Untuk itu kritik dan saran akan diterima dengan tangan terbuka. Akhir kata semoga studi ini dapat bennanfaat dan berguna bagi pembaca.
Bandung, Oktober 2002 Penulis,
Hendra Bachtiar
XII
DAFTARISI Hal. HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PERSEMBAHAN PEOOMAN PENGGUNAAN TESIS ABSTRAK ABSTRACT KATAPENGANTAR DAFfARISI DAFfAR TABEL DAFfAR GAMBAR DAFfAR PHOTO DAFfAR LAMPI RAN BAB I
Ill IV
v VI IX XI
Xlll XVI
XVlll XX XXI
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan dan Sasaran Studi 1.4. Manfaat Studi 1.5. Lingkup Studi 1.6. Metodologi dan Kerangka Pikir 1. 7. Kebutuhan Data 1.8. Sistematika Pembahasan BABII
I
1 4
5 6 6 7 10 11
TINJAUAN TEORITIS DAN TINJAUAN UMUM WILAYAH STUDI
2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Konsep Ambang Batas 2.1.2. Keterbatasan Analisis Ambang Batas 2.1.3. Analisis Tingkat Pembiayaan XIII
15 15 18 21
2.2. Tinjauan Umum Wilayah Studi 2.2. I. Kondisi Fisik Dasar 2.2.2. Sekilas Tentang Tanah Gambut 2.2.3. Kecenderungan dan Arah Perkembangan 2.2.4. Aspek Kependudukan BAB III
PENGEMBANGAN BAG IAN WILA YAH KOTA BERLAHAN GAMBUT DITINJAU DARI ASPEK BIA YA PENGEMBANGAN LAHAN 3. I. Perkembangan Penduduk dan Daerah Terbangun Kota Pontianak 3.1.1. Perkembangan Penduduk Kota Pontianak 3.1.2. Perkembangan Daerah Terbangun Kota Pontianak 3.1.3. Tipologi Perkembangan Kota Pontianak 3.2. Ketersediaan Laban 3.3. Kendala Pengembangan Laban 3.3 .1. Kawasan Rawan Penggenangan 3.3.2. Kawasan Berlahan Gambut 3.4. Biaya Pengembangan Laban 3 .4.1. Asumsi Yang Digunakan 3.4.2. Penentuan Daerah Ambang 3.4.3. Klasifikasi Laban Berdasarkan Kendala Fisik 3.4.4. Aplikasi Konstruksi dan Biaya Pembangunan 3.5. Prioritas Pengembangan Bagian Wilayah Kota
XIV
22 24 29 35 38
46 46 54 62 66 71 71 79 88 89 90 94 101 127
BAB IV
ARAHAN PENGEMBANGAN BAGIAN WILAYAH KOTA 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5.
Temuan Studi Kesimpulan Studi Saran/Rekomendasi Kelemahan Studi Pengembangan Studi Lebih Lanjut
132 134 135 137 138 140 L-1
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
XV
DAFfAR TABEL No Tabe1
Judul
hal.
Tabel l.l.
Kebutuhan Data
14
Tabel 2.1.
Lms Wila)MKota Pontianak Menurut Kecamatan
24
Tabel 2.2.
Penyebaran Tanah Gambut di Indonesia
30
Tabel 2.3.
Perkembangan Penduduk Kota Pontianak dan Sekitarnya Menurut Kecamatan Periode 19902000
42
Tabel 3.1.
Jumlah Penduduk Kota Pontianak dan Kepadatan Periode 1980-2000
47
Tabel 3.2.
Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Kota Pontianak Menurut Kelurahan Periode 19902000
49
Tabel 3.3.
Kelurahan Berdasarkan Kepadatan Penduduk
51
Tahun2000 Tabel 3.4.
Kelurahan Berdasarkan Laju Pertumbuhan Penduduk Periode 1990-2000
53
Tabel 3.5.
Luas Daerah Terbangun per Kelurahan Tahun 1989-1999
56
Tabel 3.6.
Urutan Kelurahan Berdasarkan Laju Pertumbuhan Daerah Terbangun Tahun 1999
61
Tabel 3.7.
Skoring Tipologi Perkembangan Kota Pontianak
64
Tabel 3.8.
Urutan Kelurahan Berdasarkan Luas Daerah Belum Terbangun
67
Tabel 3.9.
Kondisi Drainase Kota Pontianak Tahun 1999
74
Tabel 3.10.
Kondisi Kawasan Tergenang dan Daerah Terbangun Kota Pontianak Tahun 1999
78
XVI
Tabel 3.11.
Kondisi Kawasan Bergambut Per Kelurahan Tahun 1999
81
Tabel 3.12.
Daya Tampung Penduduk Tiap Kelurahan
93
Tabel 3.13.
Klasifikasi Lahan
95
Tabel 3.14.
Luas dan Klasifikasi Lahan Belum Terbangun Berdasarkan Kendala Fisik
99
Tabel 3.15.
Harga Satuan Item-item Pekerjaan Konstruksi Jalan
104
Tabel 3.16.
Harga Satuan Pekerjaan Berdasarkan Klasifikasi Lahan
105
Tabel 3.17.
Perbandingan Biaya Satuan Pembangunan Jalan Lingkungan Per Jenis Laban
107
Tabel 3.18.
Panjang Jalan Lingkar Per Tipe Lahan
109
Tabel 3.19.
Biaya Pembangunan Jalan Lingkar
112
Tabel 3.20.
Biaya Pengembangan Laban Kota Pontianak
120
Tabel 3.21.
Urutan Kelurahan Berdasarkan Biaya Satuan Pengembangan Laban
122
Tabel 3.22.
Prioritas Pengembangan Wilayah Kota Pontianak
128
XVII
DAFTAR GAMBAR No Gambar
Judul
hal.
Gambar 1.1.
Kerangka Pikir
9
Gambar 2.1.
Ambang Batas Tangga dan Tingkat
18
Gambar 2.2.
Peta Orientasi Kota Pontianak Terhadap Kalimantan Barat
25
Gambar 2.3.
Peta Kota Pontianak dan Pembagian Kecamatan
26
Gambar 2.4.
Sebaran Gambut di Indonesia
32
Gambar 2.5.
Sebaran Gambut di Pontianak
37
Gambar 2.6.
Perkembangan Kawasan Terbangun Kota Pontianak dan Sekitarnya
40
Gambar 2.7.
Peta Pertumbuhan Penduduk Kota Pontianak dan Sekitarnya
44
Gambar 3.1.
Peta Tingkat Kepadatan Penduduk Kota Pontianak Per Kelurahan Tahun 2000
55
Gambar 3.2.
Peta Laju Pertumbuhan Penduduk Kota Pontianak Per Kelurahan Tahun 2000
58
Gambar 3.3.
Peta Daerah Terbangun Kota Pontianak Tahun 1989-1999.
59
Gambar 3.4.
Peta Klasifikasi Kawasan Berdasarkan Laju Pertumbuhan Daerah Terbangun Kota Pontianak 1989-1999
63
Gambar 3.5.
Peta Tipologi Perkembangan Kota Pontianak
68
XVIII
Gambar 3.6.
Peta Ketersediaan Lahan Kota Pontianak
70
Gambar 3.7.
Peta Drainase dan Penggenangan Kota Pontianak Tahun 1999
76
Gambar 3.8.
Pertampalan Peta Drainase dan Penggenangan Dengan Daerah Terbangun Kota Pontianak Tahun 1999
77
Gambar 3.9.
Peta Sebaran Gambut dan Daerah Terbangun Kota Pontianak Tahun 1999
87
Gambar 3.10.
Peta Klasifikasi Lahan Berdasarkan Kendala Fisik
97
Gambar 3.11.
Peta Penomoran Lahan
98
Gambar 3.12.
Peta Ambang Batas Pembangunan Berdasarkan Biaya Pengembangan Lahan
108
Gambar 3.13.
Gambar Rencana Jalan Lingkar
Ill
Gambar 3.14.
Potensi Pengembangan Lahan Kota Pontianak Berdasarkan Tingkat Pembiayaan
126
Gambar 3.15.
Prioritas Pengembangan Bagian Wilayah Kota Pontianak
131
XIX
DAFfAR PHOTO ~Gnmr
Judul
hal.
Pemanfaatan Laban Gambut Sebagai Areal Pertanian (Agrobisnis). Tampak Dari Kejauhan Tanaman Pepaya Bangkok (Lokasi: Kel. Siantan Tengah Pontianak Utara) Pemanfaatan Lahan Gam but Sebagai Areal Pertanian. Disini Terlihat Tanaman Lidah Buaya (Aloe Vera) Yang Dipasarkan Ke Manca Negara - Terutama Sebagai Bahan Dasar Kosmetik.. (Lokasi: Kel. Siantan Hulu- Pontianak Utara)
83
Photo 3
Perumahan Di Lahan Gambut. Tanah Gambut Tidak Dikupas. Beberapa Bagian Bangunan Turun, Terutama Lantai. Jalan Bergelombang, Dan Pada Beberapa Ruas, Saluran Betonnya Patah. (Lokasi: Kel. Bangka Belitung - Pontianak Selatan)
85
Photo 4
Perumahan Di Lahan Gam but. Pennukaan Jalan Bergelombang Karena Terjadi Penurunan Tanah Dasar Yang Tidak Seragam. (Lokasi: Sungai Raya Dalam - Kab. Pontianak)
86
Photo 5
Profile Tanah Gambut, Photo Diambil Pada Sisi Saluran Yang Terbuka. Masih Terlihat Akar-Akar Pohon Di Dalam Tanah Tersebut. Di Bawahnya (Dengan Kedalaman Bervariasi) Terdapat Tanah Lempung. (Lokasi: Perumahan Korpri, Sungai Raya Dalam - Kab. Pontianak)
86
Photo I
Photo 2
XX
84
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Judul
hal.
Lampiran 001
Gambar Site Plan Model
L-1
Lampiran 002
Perhitungan Volume Badan Jalan Lingkar
L-2
Lampiran 003
Perhitungan Volume Badan Jalan Lingkungan
L-4
Lampiran 004
Biaya Pematangan Laban
L-6
Tabel Lampiran I
Curah Hujan Harian Maksimum Lebih dari 90 mmlhari di Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak periode 1983-1999
L-7
Tabel Lampiran 2
Panjang Jalan Lingkungan Per Tipe Lahan
L-8
Tabel Lampiran 3
Biaya Pembangunan Jalan Lingkungan
L-9
Tabel Lampiran 3
Biaya Pematangan Laban per Kelurahan
L-10
Gambar Lampiran 2.1.
Penampang Melintang, Lokasi Titik Bor dan Sondir Kota Pontianak
L-11
Gambar Lampiran 2.2.
Penampang Melintang Bor dan Sondir Kota Pontianak
L-12
Gam bar Lamp iran 3 .I.
Gambar Potongan Konstruksi Jalan Lingkar
L-13
Gam bar Lampiran 3.2.
Gambar Potongan Konstruksi Jalan Lingkar
L-14
Gambar Lampiran 3.3.
Gambar Potongan Konstruksi Jalan Lingkungan
L-15
XXI
Gambar Lampiran 3.4.
Gambar Potongan Konstruksi Jalan Lingkungan
L-16
Gam bar Lampiran 4.1.
Prioritas pengembangan laban keluraban Paal Lima dan Sungai Beliung
L-17
Gambar Lampiran 4.2.
Prioritas pengembangan laban keluraban Sungai Jawi Luar, Sungai Jawi Dalam dan SungaiBangkong
L-18
Gambar Lampiran 4.3.
Prioritas pengembangan laban keluraban Parit Tokaya dan Bangka Belitung
L-19
Gambar Lampiran 4.4.
Prioritas pengembangan laban keluraban Tanjung Hulu, Tanjung Hilir, Dalam Bugis dan Tambelan Sampit
L-20
Gambar Lampiran 4.5.
Prioritas pengembangan lah~ kelurahan Saigon, Banjar Serasan dan Parit Mayor
L-21
Gambar Lampiran 4.6.
Prioritas pengembangan lahan kelurahan Siantan Tengah dan Siantan Hulu
L-22
Gambar Lampiran 4.7.
Prioritas pengembangan laban kelurahan Batu Layang dan Siantan Hilir
L-23
XXII
BABI
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Suatu kota berkembang apabila terjadi pertambahan penduduk dan meningkatnya kegiatan masyarakat dan usahanya. Perkembangan ini akan memicu faktor-faktor lain seperti meningkatnya kebutuhan akan perumahan, fasilitas dan utilitas kota lainnya. Pertumbuhan kota secara langsung berimplikasi kepada bertambahnya kebutuhan lahan guna menampung
penduduk
dan
kegiatan-kegiatan
tersebut.
Agar
pertumbuhan ini terkendali dibuatlah aturan atau rencana yang memberikan arahan kegiatan, pengembangan dan pembangunan kota. Arahan tersebut dapat bersifat pertama, intensifikasi lahan seperti kegiatan peremajaan, perbaikan, rehabilitasi dan pengembangan vertikal. Kedua, adalah ekstensifikasi lahan berupa kegiatan pengembangan
wilayah baru di dalam kota atau perluasan wilayah kota, dan yang
ketiga, adalah konsep pengembangan wilayah metropolitan seperti Jabotabek, atau Gerbang Kertasusila. Pemerintah kota Pontianak -seperti kota-kota lainnya di Indonesia- sejak tahun 1970 juga telah memulai usaha-usaha untuk membuat suatu rencana kota. Pada saat itu telah berhasil disusun Master Plan Kota Pontianak, yang memberikan arahan pembangunan dan pengembangan kota. Arahan tersebut disusun dalam rangka mencapai suatu kondisi kota yang nyaman, efisien dan merata pertumbuhannya. Perkembangan fisik kota diarahkan dengan pola radial-konsentrik, yaitu gabungan dari pengembangan kawasan terbangun mengikuti sistem jaringan transportasi yang berbentukjari-jari dan lingkaran dengan pusat
2
kota berfungsi sebagai faktor pengikat (Hadi Sabari Yunus: 2000). Pola ini menjadi dasar pengembangan dan pembangunan sarana dan prasarana kota. Harapannya adalah perkembangan yang merata ke seluruh bagian ko~ sehingga dapat menampungjumlah penduduk yang terus bertambah dari tahun ke tahun. Mengamati pertumbuhan penduduk kota Pontianak dalam periode 1990-2000 mulai dari yang tertinggi berturut-turut yakni kawasan Pontianak Barat, Selatan, Timur dan Utara. Dalam kurun waktu tersebut pertambahan penduduk di tiap kecamatan adalah
masing-
masing sebesar 22.724 orang di Pontianak Barat, 19.293 orang di Selatan, 18.244 orang di Pontianak Timur dan Pontianak Utara bertambah 16.079 orang. Secara keseluruhan penduduk Kota Pontianak bertambah sebanyak 76.340 orang, dengan angka pertumbuhan sebesar 1,78% per tahun. Sementara itu desa-desa yang berbatasan langsung dengan Kota Pontianak justru mengalami pertumbuhan yang cukup pesat (SP 2000, BPS Propinsi Kalimantan Barat). Dalam periode 19902000 secara keseluruhan jum1ah penduduk desa-desa tersebut bertambah sebanyak 49.882 orang dengan angka pertumbuhan 3,97% jauh melebih angka pertumbuhan penduduk Kota Pontianak. Angka-angka tersebut sebenamya tidak terlalu berarti jika tidak kita kaitkan dengan luasan kawasan terbangun Kota Pontianak. Dengan luas daerah administratif sebesar 10.782
h~
dimana pada tahun 1999
baru terbangun sebesar 34,46% (3.715,86 ha) maka Kota Pontianak
masih memiliki laban yang cukup untuk dikembangkan sebagai daerah pemukiman guna menampung jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya. Idealnya kawasan yang masih kosong diisi terlebih dahu1u, bam setelah kota agak penuh, bisa dikembangkan ke kawasan-
3
kawasan pmggrran kota. Strategi mengendalikan perkembangan penduduk ini disamping terkait dengan pelayanan publik yang efektif dan efisien (Victoria Evans: 1997), juga terkait dengan aspek pengeluaran dan penerimaan daerah. Dari sudut pandang tersebut akan bennanfaat jika pertwnbuhan penduduk itu dapat ditampung di wilayah administrasi Kota Pontianak, karena akan berpengaruh terhadap potensi penerimaan dari pajak dan retribusi daerah. Terlebih-lebih dalam era otonomi seperti saat ini, faktor pengembangan potensi keuangan daerah patut menjadi pertimbangan utama dalam penyusunan program-program pembangunan. Namun apa yang terjadi tidak seperti yang diharapkan, perkembangan justru 'bocor' ke kawasan pinggiran Kota Pontianak. Jika dilihat dari teori perkembangan kota, banyak faktor yang menyebabkan
fenomena
tersebut,
seperti ketersediaan
lapangan
pekerjaan, harga laban, transportasi dan lain sebagainya. Richardson (1978:6) menyebutkan bahwa terjadinya akumulasi kegiatan ekonomi di suatu wilayah (atau kawasan) akan mendorong terkonsentrasinya penduduk di wilayah tersebut karena kedekatan tempat tinggal dengan tempat bekerja. Pakar lain yaitu Golany berpandangan bahwa ada em pat faktor pokok yang mempengaruhi perkembangan suatu kota. Pertama adalah faktor fisik, yang meliputi kondisi topografi, iklim, kondisi geologi dan sebagainya. Kedua, adalah faktor sosial ekonomi, yang meliputi sebaran penduduk, tingkat kesempatan kerja, kondisi guna laban eksisting dan sebagainya. Ketiga berkaitan dengan aksesibilitas, yaitu kedekatan dengan pusat-pusat perkotaan dan ketersediaan jaringan transportasi. Sedangkan yang keempat adalah ketersediaan sarana dan prasarana (Golany, dalam Woro, 1993:59).
4
Studi ini tidak mendiskusikan faktor apa yang dominan dan mempengaruhi perkembangan Kota Pontianak secara signifikan, karena dengan luasan kawasan terbangun sebesar 34,46%, dapat diduga bahwa masih banyak kawasan di Kota Pontianak yang belum dikembangkan, baik itu sarana dan prasarananya maupun aksesibilitasnya. Minimnya aksesibilitas dan sarana-parasarana mempengaruhi sebaran penduduk, dan yang pasti juga mempengaruhi kegiatan ekonomi kawasan tersebut. Namun salah satu hal yang ingin digali dalam studi ini adalah bagaimana mengembangkan areal-areal kosong di Kota Pontianak guna menampung
pertumbuhan
penduduk
setiap
tahunnya,
yaitu
mengembangkan areal-areal tersebut menjadi kawasan yang siap untuk dibangun. 1.2. Perumusan Masalah Pada satu sisi adalah tidak mungkin bagi pemerintah untuk mengembangkan wilayah kota secara keseluruhan dalam waktu bersamaan dikarenakan keterbatasan dana. Untuk itu
dibutuhkan
prioritas dalam mengalokasikan biaya untuk pengembangan laban atau mengembangkan areal-areal tersebut. Sementara itu di sisi lain hal yang akan berperan secara signifikan dalam pengembangan laban adalah kendala fisik dasamya yang akan mempengaruhi besaran biaya pengembangan lahannya. Makin besar kendala fisiknya akan makin besar biaya ambang yang diperlukan untuk mengatasi ambang batasnya (Jerzy Kozlowski: 1972). Sebagai informasi awal diketahui secara umum bahwa kondisi fisik dasar Kota Pontianak sebagian terletak di laban bergambut, sebagian juga terkena pengaruh pasang naik dan
5
pasang surut Sungai Kapuas sehingga pada saat-saat tertentu akan tergenang karena
~jir
tahunan.
Berkaitan dengan paparan dalam sub bah di atas maka studi ini akan merumuskan arahan pengembangan kota ditinjau dari aspek biaya pengembangan lahan, dalam hal ini kendala perkembangan kota Pontianak dari aspek fisik dasar. Sehingga pertanyaan pokok penelitian yang diajukan dalam studi ini adalah: I.
Bagaimana mengembangkan areal-areal kosong di Kota Pontianak guna menampung pertumbuhan penduduk setiap tahunnya, apa kendala dan limitasinya ?
2.
Kawasan-kawasan mana saja yang memiliki pertumbuhan terbesar dan layak mendapat prioritas dikaitkan dengan ketersediaan lahan ?
3.
Seberapa besar biaya yang dibutuhkan untuk mengembangkan lahan
pada
kawasan-kawasan
yang
berpotensi
untuk
dikembangkan? 4.
Seberapa besar kemungkinan pengembangan pembangunan kota dikaitkan dengan biaya pengembangan lahan ?
1.3. Tujuan dan Sasaran Studi Berdasarkan latar belakang tersebut maka studi ini bertujuan memberikan arahan pengembangan bagian wilayah kota berlaban gambut dari aspek biaya pengembangan laban. Untuk mencapai tujuan tersebut maka sasaran yang akan dilakukan dalam studi ini adalab: I.
Menemukenali perkembangan kota Pontianak dan melihat arab kecenderungan perkembangannya. Tabapan ini dilakukan dengan melihat tipologi perkembangan dan ketersediaan labannya.
6
2.
Menemukenali dan memetakan keberadaan dan sebaran laban bergambut di Kota Pontianak untuk mengetahui kendala dari aspek fisik dan mengaitkannya dengan biaya pengembangan.
3.
Menghitung biaya ambang yang diperlukan dalam mengatasi ambang batas fisik dalam pengembangan laban di Kota Pontianak. Tahapan ini juga membandingkan biaya ambang di laban normal dan di lahan bergambut.
4.
Merumuskan prioritas pengembangan kawasan berdasarkan tingkat pertumbuhan dan biaya pengembangan laban.
1.4. Manfaat Studi Hasil studi ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah Kota Pontianak untuk menentukan prioritas pengembangan kawasan atau pembangunan kota dari aspek biaya pengembangan laban. Temuan dari studi ini berguna sebagai masukan untuk menentukan strategi guna mengantisipasi kecenderungan perkembangan
ko~
menentukan intervensi yang tepat untuk mengefekti1kan laban kota yang tersedia dan mengefisienkan pembangunan, sehingga dapat menampung jumlah penduduk yang terus bertambah setiap tahunnya.
1.5. Lingkup Studi Lingkup studi meliputi dua bagian yaitu ruang lingkup secara substantif yaitu materi babasan studi, serta ruang lingkup spasial berupa batasan wilayah studi yang akan diuraikan sebagai berikut: a.
Secara substantif, studi ini memberikan araban pengembangan bagian wilayab kota Pontianak yang berlahan gambut ditinjau dari aspek biaya pengembangan laban.
7
b.
Secara spasia/, sebagai sebuah studi mengenai pengembangan bagian kota di laban bergambut maka diambil Kota Pontianak sebagai kasus. Dalam tinjauan perkembangan akan dimasukkan perkembangan desa-desa di Kabupaten Pontianak yang berbatasan langsung dengan wilayah administratif kota Pontianak, dalam hal ini desa-desa yang berada di kecamatan Siantan, Sungai Kakap, Sungai Ambawang dan kecamatan Sungai Raya, untuk melihat arab perkembangan yang terjadi.
1.6. Metodologi dan Kerangka Pikir Untuk dapat memperlihatkan kemungkinan pengembangan bagian wilayah kota berlahan gambut maka langkah-langkah yang dilakukan
dalam
studi
ini
adalab:
Pertama,
mengidentifikasi
perkembangan kota sampai saat ini. Pada tahap ini akan diketahui trend perkembangan kota Pontianak, dan ke arab mana kecenderungan itu berlangsung. Analisis kecenderungan pertumbuhan ini akan dilakukan dengan metode pertampalan dari peta perkembangan kota Pontianak dan metode regresi tinier untuk melihat proyeksi penduduk kota. Disini akan coba ditampilkan arab pertumbuhan dan besarannya. Ketersediaan laban di wilayab administrasi kota akan turut dipertimbangkan. Kedua, mengidentifikasi kendala dan limitasi pengembangan kota Pontianak, termasuk di dalamnya menemukenali sebaran laban bergambut di Kota Pontianak, daerab terpengaruh banjir. Ketiga, menghitung dan menganalisis biaya pengembangannya dengan menggunakan analisis ambang seperti yang dikembangkan oleh Jerzy Kozlowski. Analisis ambang menghitung kendala dan limitasi pengembangan kota dari aspek biaya, yaitu biaya yang dibutuhkan untuk
8
mengatasi kendala tersebut. Karena umumnya biaya adalah sesuatu yang penting dalam pilihan perencanaan, maka dengan mengaplikasikan teori ambang penulis mencoba untuk menghitung satuan pembiayaan setiap kawasan, baik kawasan yang berlahan gambut atau pun bukan.
Keempat, merumuskan arahan pengembangan bagian wilayah kota. Wilayah yang memiliki satuan pembiayaan terendah dan sekaligus memiliki kecenderungan pertumbuhan tertinggi akan memiliki peluang terbesar untuk dikembangkan terlebih dahulu, begitu seterusnya sampai kepada bagian wilayah kota yang memiliki biaya satuan tertinggi dan kecenderungan pertumbuhan terendah. Secara diagramatis metode pendekatan studi atau kerangka pikir digambarkan sebagai berikut:
9
Gambar 1.1.
~WH~~ ~~~ Pertumbuhan penduduk Kola Pontianak
..,:........................................................................................................................... KARAKTERISTIK PERKEMBANGAN ~:
Perkembangan Kola Poolialak (dm wil
amnsm)
Kebutuhan ttl¢ lahan utk perumahan & fasililas lainnya
Potensi Keuangan ~h
BuiHUp Area 36,50%
Perkembangan desa2 yg berbatasan langsung dg wil. Adm. Kola Pontianak
•
•
Pertumbuhan kecil (1,78% per thn)
Pertumbuhan besar (3.97% per thn)
Pertumbuhan msh dalam konteks radial konsentrik.
Pertumbuhan menjari, Bentuk kola ellips (kurang efisien)
. "'~
Per1u mengarahkan perkembangan kola pd kawasan dm Kola Pontianak yang masih kosong (berpotensi utk dikembangkan).
Hilangnya Potensi Keuangan daerah bagi Kota Pontianak
.
~··············:
lO
A
I
I
ldentifikasi kecenderungan perkembangan kota
ldentifikasi fimitasi dan kendala pengembangan kawasan
Analisis biaya pengembangan kawasan
I
.........
I
Konsekuensi pengembangan kawasan: Lahan Bergambut dan Tak Bergambut
Perumusan arahan pengembangan bagian wilayah kota berikut prioritasnya
Rekomendasi dan arahan pengembangan bagian wilayah kota Pontianak
1.7. Kebutuhan Data Data-data yang digunakan dalam studi ini umumnya berupa data skunder, kebanyakan dalam bentuk peta-peta yang perlu pengolahan terlebih dahulu sebelwn dianalisis. Data-data tersebut
II
diantaranya adalab data dan peta geologi Pontianak dan sekitarnya, yang digunakan untuk mengetahui sebaran dan luasan laban bergambut di kota Pontianak, sebagai salab satu kendala fisik dalam perkembangan kota. Data ini didapat dari Direktorat Geologi Tata Lingkungan Bandung. Data lain yang digunakan adalab data perkembangan penduduk dan daerab terbangun kota Pontianak dan sekitarnya dalam dua dekade terakhir. Data ini diperlukan untuk mengetabui arab dan besaran perkembangan kota. Data ini didapat dari BPN kota Pontianak, BPS Propinsi Kalimantan Barat, BPS Bappeda Kota Pontianak dan Bappeda Propinsi Kalimantan Barat. Khusus data mengenai hiaya pembangunan jalan dan pematangan laban penulis dapatkan dari Dinas Pekerjaan Umum, konsultan dan pengusaha jasa konstruksi di Pontianak. Begitu juga dengan Rencana Umum Tata Ruang
Ko~
dijadikan acuan dalam
pengembangan rencana jalan lingkar wilayah studi. Untuk lehih jelasnya kebutuhan data ini disajikan dalam bentuk tabel I. I.
1.8. Sistematika Pembahasan Sistematika pembabasan studi ini adalab sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan Bah ini menguraikan latar belakang permasalahan yang memperlihatkan pengembangan
dasar lahan
pem ikiran
bagi
perlunya
kawasan-kawasan
araban yang
berpotensi untuk dikembangkan di Kota Pontianak. Pada bah ini juga dijelaskan ruang lingkup studi, tujuan serta metode pendekatan yang dilakukan.
12
BAB II
Tinjauan Teoritis dan Tinjauan Umum Wilayah Studi Bab ini berisikan tinjauan kepustakaan tentang hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan kota dan teori mengenai analisis ambang atau threshold analysis. Secara berturutan dalam bab ini juga dipaparkan tinjauan umum wilayah studi, dengan penekanan pada kendala fisik yang harus diatasi dalam upaya mengembangkan kawasan. Baik itu di lahan bergambut maupun bukan bergambut.
BAB III
Pengembangan Bagian Wilayah Kota Berlahan Gambut Ditinjau Dari Aspek Biaya Pengembangan Laban Bab ini berisikan analisis ambang batas atau threshold
analysis dalam mengembangkan kawasan di Kota Pontianak dengan menyajikan biaya _am bang batas yang diperlukan dalam mengatasi kendala pengembangan lahannya. Studi ini tidak mengadopsi analisis ambang secara utuh, seperti yang tertulis dalam buku-buku teks, namun prinsip-prinsip yang digunakan oleh Jerzy Kozlowski seluruhnya diaplikasikan sebagai alat untuk menganalisis. Analisis statistik deskriptif sederhana juga digunakan untuk mengetahui ukuran pertumbuhan kelurahan atau kawasan yang akan dikembangkan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan wilayah studi. Akhir dari paparan bah ini berisikan rangkuman hasil analisis. BABIV
Arahan Pengembangan Bagian Wilayah Kota Berisikan kesimpulan singkat dari studi yang berisikan
13
araban pengembangan kawasan di Kota Pontianak, khususnya dari aspek biaya pengembangan laban. Berdasarkan hal tersebut diajukan saran-saran dan rekomendasi yang harus dilakukan dalam pengembangan kawasan, tennasuk kawasan yang berlahan gambut di Kota Pontianak. Kelemahan-kelemahan studi dan saran terhadap pengembangan studi lebih lanjut juga dijelaskan pada bab ini.
Tabell. 1 Kebutuhan Data
Tujuan dan Snaran
Ptrnetalrllahlll ganbut ·-·-·
. ····-···-······--·---·--·-·.
Data dan lnformasl yang Dlperlukan Peta ~ Pontianak·-·--····............ .......
Janis Data Kuantitatif Kualitatif
Cara Pengambllan Data Direkta'at GTL -....- ..............................-........ ......... Data skunder ...- ....................... -......................................................... ·-··- ..--..-~----·-.... ..................~ .......- ..-· ·----· · Peta Gtdogi KMSIIl Sekia Dlrektorat Geo1ogi Tata ~ ~ Data skunder Pontianak Ungkungan ···--·· ---·---··················· ..... ..................-;j...........-.. . ............... __.. .,,_, ..,,,_.. ,,.......... -- ................................... Peta penggunallllahan Kota BPN Kota Pontianak Data skunder Pontianak 1• temni ............ -......... ...........-...._......-................................ .........,...._,_,,,............................................. ·-··-..·--····--·--- ·-··..--··--···Peta Per~WJ1l811llahan kawasan ~ BPN Kabupaten Pontianak Data skunder sekitlr Pontilllak 19m- tertini. _____
,____
_. __
Sumber Data
·--•-••-oooo-··--•ooooo•••••-•-•••••••••• ...., ..,,,.,,,,,,,,.,
__
Mengetahui nh dan kecenderungan ptrterrtalgan kola Pontianak
Biaya pengll1lbanglll lata! tapmut dan tidak lsglrTDJt
Ptrterrbrlglrl j\lnlah penduduk KotaPontim Ptrtentanga\ jlmM penOOduk kaw8SIIl sekibr Kola Pootilllak
---
~ ~
Sebnl~ja!M
~
Biaya ~jal dan pemabllgllllalan c:l br1ah tapmut atau pun bukan.
~
RUTRKolaPontilllak Peta ovnyed : KerTllnQkinlll n pengootqan kota
---··----- ··---..···-. -·- -----. --..--.......--....-
• • •
~
~;
~
CMrlayed ................................................ 1
Ovenayed
; I
..........-..... .................._, ............................................_ ................................................
,
Proyeksi jml Kantor Statistik Kota Pontianak Data skunder ....................-·-·· ....-....-....- .........................................._... .......-~............: -- -·-·------Kantor Statistik Kabupaten Proyeksi ;rn i Data skunder Pontilllak ..... _..._ ......-..... ................-.....-...·-··-··............................ ..........~ ............, Bappeda Kota Pontianak Data......... skunder ___..,_._____..,_..........._...... .._,_,_, _,........._, ............................ ...........~........-.! --···-·-·- r--Data skunder & Perhitungan Dinas PI'SSa'ana RAB ..---.......-...........- .... .....e!!.~. . . . -.. . . . . . . . . . . . . . . . . . ................................................ Perhitungan Data skunder & Kontraktor dan developer lokal ,. _______ ,._,.....__ RAB .....P.!!.IT!~.......................-............_,. . . . ............_................................. Bappeda Kota .,_,, Pontianak ~ Data skunder ..........-...................................... ......................................................................
-- f----·---- ______
Tngkat~;
sebnl kendiH dan rmtasi
Teknlk Anallsls
~
Hasil Analisis
Data Primer
Perhitungan analisis dan
overlayed.
!jays pengootqan !Mill.
~
BABD TINJAUAN TEORITIS DAN TINJAUAN UMUM WILAYAH STUD I 2.1. Tinjauan Teoritis Pembahasan dalam bab ini akan diawali dengan pemahaman tentang teori ambang batas atau threshold analysis. Secara singkat dibahas mengenai landasan pemikiranny~ defenisi, klasifikasi dan jenisjenis tingkat ambang batas, serta tahapan aplikasinya. 2.1.1. Konsep Ambang Batas Pembangunan kota biasanya menghadapi keterbatasan fisik yang diperlihatkan oleh berbagai lingkungan alam dan buatan. Dasar pemikiran tersebut dijadikan landasan dari konsep ambang batas.
Keterbatasan tersebut dikenal sebagai ambang batas pembangunan. Ambang batas ini tidak bersifat absolut, namun dapat diselesaikan dengan biaya pembangunan 'tambahan' yang seringkali tinggi. Biaya ini disebut sebagai biaya ambang batas. Namun sebelum itu akan dilihat konsep awal dari teori ini, seperti yang dikutip sebagai berikut (J. Kozlowski, 1972) : Threshold Theory is based upon the observation that towns encounter limitations to their development due to topography, technology of irifrastructure, and existing land uses. Threshold analysis is intended to identify and measure these limitations in terms ofcosts necessary to overstep them. A comparasion ofthese costs, it is argued, should be an important element in many planning choices. The techniques may also be fruitful basis for interdisciplinary operation between economics and physical planner.
15
16
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya keterbatasan tipe ambang batas pada
perluasan
atau perkembangan kota dapat
dikategorikan ke dalam tiga kelompok (J. Kozlowski: 1986): 1.
kenampakan (feature) fisiografik lingkungan alam;
2.
teknologi dan kerangka sistem utilitas umum dan sistem transportasi
yang ada; dan 3.
penggunaan laban atau pembangunan yang ada. Sedangkan ambang batas itu sendiri didefiniskan sebagai:
Suatu am bang batas pada areal A tertentu selama periode waktu tertentu merupakan sejurnlah unit perumahan yang dibangun (n), dimana unit berikutnya tidak dapat dibangun dengan memakai biaya pembangunan per unit sebelumnya Sementara itu biaya ambang batas didefinisikan sebagai: Bila n adalah ambang batas, maka biaya tambahan untuk biaya per unit sebelurnnya akan menjadi penting karena pembangunan unit perurnahan yang dapat digunakan berikutnya merupakan ambang batas untuk mengatasi ambang batas n. Dalam
tulisan
lanjutnya
(J.
Kozlowski:
1986)
mengklasifikasikan ambang batas ini ke dalam kriteria yang dapat dibedakan menjadi: •
Klasifikasi I, menurut komekuemi biaya yang melampaui batas;
•
Klasifikasi II, menurut suatu sebab yaitu karakter faktor fisik yang menentukan keterbatasan ambang batas;
•
Klasifikasi III, menurut tingkat perencanaan (atau pengelolaan), melalui perencanaan atau pengelolaan itu ambang batas harus ditangani;
17
•
Klasifikasi IV, menurut kepentingan khusus, dimana ambang batas didapatkan dalam hubungannya dengan pembangunan kota.
Penentuan klasifikasi ini sifatnya terbuka, artinya bisa saja karena alasan-alasan tertentu, dimasa mendatang atau dalam penggunaannya, digunakan klasifikasi tambahan karena dianggap cukup signifikan dalam kaitan dengan pembangunan kota. Berkaitan dengan ruang lingkup studi ini, yaitu akan melihat kemungkinan pengembangan kota dari aspek biaya pengembangan laban, maka yang akan dikaji secara mendetil adalah tipe ambang klasifikasi pertama, yaitu menurut konsekuensi biaya, dalam hal ini biaya pengembangan laban yang akan ditanggung atau dibiayai oleh Pemda Kota Pontianak saja. Sementara itu dari tinjauan konsekuensi biaya yang melebihi batas, maka tipe ambang batas dapat dibagi dua yaitu: ambang batas tangga (stepped threshold) dan ambang batas tingkat (grade threshold).
Ambang batas tangga memerlukan biaya lump sum tambahan yang harus dikeluarkan hila terjadi kelebihan ambang batas. Hal ini berarti bahwa biaya ambang batas tangga total perlu diadakan sebelum unit perumahan pertama dibangun, atau sebelum sampai pada tahap pelaksanaan pengembangan kawasan dilakukan maka harus dikeluarkan biaya dengan jumlah tertentu (yang biasanya cukup signifikan). Pengeluaran ini bisa dikatakan tidak berkaitan dengan biaya pengembangan
kawasan
tersebut
secara
langsung,
atau
tidak
dihubungkan dengan biaya pembangunan unit perumahan. Sebagai contoh perlu dibangun sebuah jembatan sebelum perluasan dilakukan di seberang sungai.
18
Ambang batas tingkat merupakan ambang batas yang membutuhkan biaya tambahan bagi unit-unit perumahan yang baru dibangun pada areal yang dipengaruhi oleh tipe ambang batas ini. Perumpamaan yang tepat dalam menjelaskan implementasi ambang
batas tingkat adalah peningkatan biaya pembangunan unit perwnahan seiring dengan menurunnya daya dukung tanah, sebagai akibat bertambahnya biaya untuk memperkuat pondasi. Biaya pembangunan untuk unit-unit perumahan baru ini sudah tidak sama lagi dengan biaya untuk unit-unit perumahan sebelumnya (Jerzy Kozlowski, 1997). Gambar 2.1. AMBANG BATAS TANGGA DAN TINGKAT
c
c
C=h(n)
n Ambang batas tangga
n Ambang batas tingkat
2.1.2. Keterbatasan Analisis Ambang Batas Keterbatasan analisis ambang batas dapat dibagi ke dalam
keterbatasan dasar yang berasal dari karakter dan tujuannya, dan keterbatasan kondisional yang berkaitan dengan bentuk analisis am bang
19
batas dan bergantung pada derajat pembangunan serta keterpaduan bentuk-bentuk masalah.
Keterbatasan Dasar Berdasarkan defenisi, analisis ambang batas merupakan alat untuk membandingkan strategi pembangunan altematif yang berbeda, namun hanya sejauh lokasi dari perubahan yang dikaitkan dengan perluasan kota atau pada beberapa aspek pembangunan lainnya. Analisis ambang batas tidak berhubungan dengan aspek-aspek kualitatif dan fungsional dari pola-pola pembangunan, namun dapat digunakan dalam penelitian untuk penyelesaian bidang ini secara wajar dan selanjutnya dapat membantu mengurangi jumlah pola-pola yang mungkin dipertimbangkan selanjutnya. Analisis ambang batas merupakan teknik kuantitatif yang secara konvensional dapat dibandingkan dengan beberapa macam alternatif dengan alat denominator umum tunggal, yaitu biaya am bang batas. Indeks 'efisiensi' dapat diperoleh dengan membagi biaya-biaya am bang batas (dari berbagai alternatit) dengan jumlah unit rumah baru yang dapat ditampung dalam areal tertentu. Analisis ambang batas tidak harus dipandang sebagai alat untuk evaluasi
ekonomi
komprehensif
dalam
perencanaan
kota.
Penggunaannya tidak berarti akan mengganti teknik evaluasi lain atau alat-alat ekonomi lain; sebaliknya, semua teknik (seperti analisis cost-
benefit, planning balance sheet, dan goal achievement matrix) dapat digunakan pada atau bersama-sama dengan, atau sebagai tindak lanjut dari analisis ambang batas (Kozlowski dan Hughes, 1972 dalam Kozlowski: 1986).
20
Biaya yang tercakup dalam pelampauan ambang batas dihitung berdasarkan ketersediaan data yang terbatas dalam tahap-tahap awal proses perencanaan. Perhitungan ini sering didasarkan pada asumsi kasar dan karena itu tidak diperlakukan sebagai penaksiran biaya yang tepat. Indeks biaya ambang batas hanya akan digunakan untuk perbandingan. Derajat kecermatan pun berbanding terbalik dengan lamanya waktu yang dilakukan untuk perhitungan. Kecermatan perhitungan akan bervariasi dari satu situasi ke situasi lainnya. Misalnya, akan sulit untuk meramalkan biaya hila ada perubahan teknologi yang cepat, atau perkembangan alat khusus yang diperlukan untuk tipe pembangunan kota yang khusus.
Keterbatasan Kondisional Asumsi adalah prasyarat mutlak dalam aplikasi analisis ambang batas, sedangkan kevalidan asumsi sangat dipengaruhi oleh jam terbang dari perencana, ketersediaan data dan pada karakteristik lokal area studi. Jadi tidak ada asumsi standar yang dapat digunakan untuk seluruh kota. Analisis ambang batas diorientasikan terutama untuk kota berukuran kecil dan medium, dan dirancang hanya untuk identifikasi kemungkinan pembangunan perumahan. Karenanya analisis ini hanya memberikan implikasi tidak langsung untuk pembangunan fungsi kota lain. Keterbatasan lain adalah bahwa perhitungan biaya ambang batas dan identifikasi keberadaan ambang batas, kurang dapat diikuti dengan mudah oleh perencana yang belum berpengalaman, khususnya perhitungan biaya dapat menyulitkan. Kemajuan teknologi misalnya, dapat membuat ambang batas pembuangan kotoran atau daya dukung
21
rendah hampir tidak relevan untuk proses pembangunan di masa mendatang. Sebaliknya kepentingan ambang batas lain mungkin tumbuh dan dampaknya pada pembangunan di masa mendatang mungkin lebih
kritis.
Misaln~
standar yang berbeda untuk tingkat konsumsi air akan
menghasilkan keterbatasan ambang batas yang berbeda untukjumlah air yang sama.
2.1.3. Analisis Tingkat Pembiayaan Seperti yang telah dijelaskan dalam penjelasan di atas, maka dalam melakukan analisis tingkat pembiayaan metode yang digunakan dalam tesis ini adalab analisis am bang. Disini ditegaskan kern bali bahwa prinsip yang digunakan adalah menemukan suatu kawasan atau daerah yang memiliki biaya pengembangan terendah dalam upaya mengatasi kendala
fisik
yang
dimilikinya.
Adapun
kendala
fisik
yang
dipertimbangkan adalab keadaan fisiografis, pola tata guna laban, jaringan jalan dan drainase atau secara umum adalab biaya-biaya yang harus dikeluarkan atau dianggarkan oleh Pemda Kota Pontianak dalam rangka mengembangkan suatu atau beberapa kawasan dalam lingkup batas administrasi yang dimilikinya. Biaya pengembangan, dalam kaitan dengan metode ambang, adalab biaya total yang harus dikeluarkan untuk menjadikan kawasan tersebut layak digunakan, yaitu biaya normal ditambah biaya tambahan. Biaya normal adalab satuan biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun prasarana pada suatu kawasan secara normal. Biaya tambahan adalab biaya yang harus dikeluarkan untuk mengatasi kendala fisik sehingga memungkinkan untuk membangun prasarana di atasnya, misalnya kemiringan laban diatasi dengan perataan areal, kawasan yang
22
tergenang
dilakukan
penimbunan,
laban
bergambut
dilakukan
penggalian dan menggantinya dengan tanah urugan yang memiliki kualitas lebih baik, dan lain-lain. Daerah yang memiliki tingkat pembiayaan terendah adalah daerah yang mempunyai biaya normal dan biaya tambahan terendah. Aplikasi analisis ambang dilakukan dengan tahapan sebagai berikut: 1.
Menentukan asumsi awal dari analisis ambang;
2.
Mengenali kendala dan limitasi daerah yang akan dibangun atau dikembangkan.
3.
Menghitung besamya nilai ambang dalam mengatasi kendala tiap daerah atau kawasan yang akan dikembangkan Kawasan atau daerah yang memiliki tingkat pembiayaan
pembangunan terendah namun memiliki kecenderungan perkembangan tertinggi adalah daerah yang masuk pada kategori paling efektif dan efisien jika dikembangkan. Perkembangan tertinggi dilihat dari kecepatan pertambahan daerah terbangun dalam kurun waktu tertentu.
2.2. Tinjauan Umum Wilayah Studi Kota Pontianak sebagai ibukota Propinsi Kalimantan Barat, terletak diantara pertemuan 2 buah sungai, yaitu sungai Landak dengan sungai Kapuas. Batas barat kota ini berjarak sekitar 14,5 km dari muara sungai Kapuas Besar (di Laut Natuna). Di tengah-tengah kota yang berjarak 21 ,5 km dari muara sungai Kapuas Besar terletak muara Sungai Landak yang mengalir dari arab timur. Variasi Iebar sungai-sungai tersebut berkisar antara 170 - 1.400 m. Pada awal perkembangan kota, peran sungai ini cukup penting yaitu sebagai jalur transportasi yang
23
menghubungkan Kota Pontianak tidak saja dengan pelabuhan-pelabuhan lain di Indonesia tetapijuga dengan kota-kota pedalamannya (hinterland Pontianak). Walaupun peran transportasi darat semakin menonjol, sampai saat ini angkutan sungai masih digunakan oleh sebagian kecil masyarakat Kalimantan Barat. Untuk lebih jelas melihat posisi kota ini, dapat dilihat pada Peta orientasi Kota Pontianak terhadap Propinsi Kalimantan Barat seperti yang tercantum dalam gam bar 2.2. Kota Pontianak memiliki luas 10.782 ha, berdiameter rata-rata 12 km dengan diameter maksimum 15,7 km (dari baratlaut ke tenggara) dan diameter minimum 10,3 km (dari barat ke timur). Kota Pontianak terletak di tengah-tengah wilayah Kabupaten Pontianak dengan batas administratif: •
Di sebelah utara: Kecamatan Siantan (Desa Wajok Hulu).
•
Di sebelah timur: Kecamatan Sungai Ambawang (Desa Mega Timur dan Desa Ambawang Kuala) dan Kecamatan Sungai Raya (Desa Kapur dan Desa Sungai Raya).
•
Di sebelah selatan: Kecamatan Sungai Kakap (Desa Pal IX dan Desa Punggur Kecil).
•
Di sebelah barat: Kecamatan Sungai Kakap (Desa Sungai Rengas) dan Kecamatan Siantan (Desa Wajok Hulu). Dengan luas tersebut di atas, kota Pontianak dibagi dalam
empat wilayah kecamatan (lihat Tabel 2.1. dan gambar 2.2.) dengan jumlah kelurahan 23 buah yaitu: Kec. Pontianak Utara (4 kelurahan), Pontianak Selatan (4 kelurahan ), Pontianak Barat (8 kelurahan) dan Pontianak Timur (7 kelurahan).
24
Tabel2.1. Luas Wilayah Kota Pontianak Menurut Kecamatan
I ;
1 2 3 ! j 4 i
I i
I
Kecamatan
I
Luas (ha)
!
Pontianak Selatan Pontianak Timur Pontianak Barat Pontianak Utara
Kota Pontianak
I
I !
2.937 878 3.245 3.722
I
10.782
I I
I Persentase (%) i
I j
I
.I I
27,24 8,14 30,10 34,52 100,00
Sumber: Pontianak Dalam Angka Tahun 2000, BPS Kota Pontianak.
Untuk mengetahui Kota Pontianak dengan lebih jelas, akan digambarkan dalam pemaparan berikut.
2.2.1. Kondisi Fisik Dasar Kota Pontianak terletak pada lintasan garis Khatulistiwa, temperatur udara rata-rata berkisar antara 26,1° (Januari) sampai 27,4° C (Mei) dengan temperatur maksimum 33,4° dan minimum 22,3° C. Angin umumnya bertiup dari arah barat (dari arah laut Natuna) dengan kecepatan berkisar antara 4 sampai 5 knot. Dalam periode 1983-1999, curah hujan harian maksimum sebesar 224,8 mm (Oktober 1983), secara detil catatan curah hujan dapat dilihat dalam tabel lampiran 1. Kota Pontianak bebas dari ancaman bahaya gempa bumi. Keadaan topografi Kota Pontianak relatif datar, hampir seluruh wilayah kota Pontianak dan kawasan sekitarnya (dalam radius 15 km dari muara Sungai Landak) terletak pada dataran rendah yang secara rata-rata ketinggian tanah induknya (bed rock) adalah 1-2m dari muka laut rata-rata, kecuali di Bukit Rei (pada ketinggian sekitar 20 m dalam luasan kurang dari 5 ha). Hampir seluruh wilayah Kota Pontianak dan sekitarnya berkemiringan di bawah 2%.
27
Keadaan hidrologi kawasan Kota Pontianak tidak terlepas dari letak kota ini yang berada di delta Sungai Kapuas sehingga dipengaruhi oleh keberadaan Sungai Kapuas yang mengalir dari arab tenggara dan bermuara di Laut Natuna (di sebelah barat), dan Sungai Landak yang mengalir dari arab timur dan bermuara ke Sungai Kapuas. Sungai ini, Landak dan Kapuas, adalab termasuk dalam kategori Saluran Drainase Regional, DPS-nya lebih dari 50.000 ha (Daerab Pengaliran Sungai). Sedangkan saluran drainase perkotaan yang dikategorikan besar di Kota Pontianak adalab Parit Tokaya dan Sungai Jawi, dengan DPS lebih dari 1.000 ha. Dikarenakan elevasi yang kecil, maka sungai-sungai dan saluran drainase arus airnya tenang. Dengan keadaan topografi yang relatif datar dan tidak terlalu tinggi dari permukaan laut, maka kondisi pasang surut Sungai Kapuas menjadi sesuatu yang harus diperhatikan. Secara urn urn fluktuasi pasang naik - pasang surut permukaan sungai Kapuas berkisar antara 0,50 m 0,75 m pada siklus harian. Berdasarkan pengamatan air pasang surut pada alat ukur di Pelabuhan Pontianak (tengab kota), dalam kurun waktu 1992-1999: •
titik pasang tertinggi: 2,42 m (terjadi pada bulan Pebruari 1994).
•
titik pasang terendah: -0,07 m (pada bulan Mei 1994 dan Juni 1999)
•
muka taut rata-rata (msl): 0,89 m. Keadaan geologi wilayah Kota Pontianak dan sekitamya secara
umum dibentuk seluruhnya oleh endapan alluvium. Endapan alluvium yang membentuk Kota Pontianak berupa endapan rawa yang terdiri dari lempung dan lempung kelanauan, banyak mengandung sisa tumbuhan yang sebagian ter-arang-kan. Umumnya lempung kelanauan tersebut berwama abu-abu kehitaman, bersifat lunak, agak plastis dan lembab. Di
28
sepanjang tepi sungai terdapat endapan sungai yang terdiri dari pasir lempungan, berwama abu-abu, bersifat lepas (loose) dan lembab, berbutir sedang dan halus, banyak mengandung sisa-sisa tumbuhan. Di daerah yang jauh dari alur sungai, alluvium ini di bagian atasnya tertutup lapisan gambut yang tebal. Gambut tersebut berwama coklat, lunak dan lembab. Namun dalam keadaan kering bersifat gembur dan mudah terbakar, serta mudah lulus oleh arus air. Lapisan gambut ini merupakan timbunan bekas tumbuhan rawa yang masih dalam proses pembusukan (Djuhudijat: 1983 ). Secara umum struktur tanah di Kota Pontianak memiliki daya
dukung tanah yang rendah. Lempung gambut umumnya merupakan 1apisan paling atas (daya dukung < 0,1 kg/cm2), dengan ketebalan bervariasi antara 1,5 -6 m, kecuali daerah-daerah yang jauh dari alur sungai seperti Siantan Utara, Kota Baru masih tertutup gambut dengan ketebalan sekitar 0,5-2 m (pada beberapa tempat > 5 m). Di bawah lapisan lempung gambut terdapat lapisan lempung lanauan (daya dukung antara 0,2-0,5 kg/cm2) dengan ketebalan sekitar 2- 16 m. Di bawah lapisan lempung lanau secara setempat (tidak kontinue) terdapat lapisan lempung pasiran dengan ketebalan berkisar antara 6-12 m (daya dukung sekitar 1,2 kg/cm 2). Di bawah lempung pasiran terdapat pasir kwarsa, umumnya mulai terdapat pada kedalaman 24 hingga 32 m (disini tekanan konus mencapai angka > 100 kg/cm 2). Pada beberapa kawasan, di antara lapisan lempung lanau dan lempung pasiran, terdapat sisipan lempung organik. Sisipan ini berada mulai pada kedalaman 20 m hingga 24 m, dengan ketebalan berkisar antara 2-8 m. Secara fisik lempung organik berwama hitam, bersifat lunak dan lembab (daya
29
dukungnya rendah, seperti lempung gambut). Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam gambar lampiran 2. I dan 2.2.
2.2.2. Sekilas Tentang Tanah Gambut Tanah gambut secara umum diperikan sebagai campuran dari fragmen dan material organik yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati, lapuk dan membusuk. Sedangkan menurut ASTM tanah gambut diperikan sebagai bahan organik yang berasal dari proses geologi (selain batubara), dari tumbuhan yang telah mati, dan berada dalam air atau terjadi di rawa-rawa. Secara umum tanah gambut (peat) dengan simbol huruf (Pt) pada klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS), dalam proses pembentukannya dipengaruhi oleh iklim, hujan, pasang-surut, jenis tumbuhan rawa, dan bentuk topografi. Umumnya mempWtyai kadar air tinggi, kompresibilitas atau kemampatannya tinggi serta daya dukung sangat rendah. Upaya pendayagunaan tanah gambut dalam bidang keteknikan sebagai alas poodasi bangunan telah cukup lama dikenal, meskipun demikian hingga saat ini masih selalu menyebabkan masalah yang serius apabila menjumpai lapisan tanah gambut yang cukup tebal. Infonnasi sifat fisik dan keteknikan tanah gambut di Indonesia masih sedikit, hal ini mungkin dikarenakan penyelidikan atau penelitian yang masih belum begitu berkembang jumlah dan kualitasnya, namun yang menjadi kendala bagi para ahli teknik adalah sifat tanah gambut yang tidak mengikuti teori konsolidasi Terzaghi. Teori ini menyatakan bahwa konsolidasi adalah proses berkurangnya kadar air pada tanah (material lempung yang berbutir halus dan pasir yang berbutir kasar)
30
merupakan fungsi waktu serta pada lempung yang permeabilitasnya rendah, tegangannya ditentukan oleh kecepatan air mengalir atau biasanya disebut sebagai proses tegangan-regangan-waktu (viscoelastis). Dalam kenyataannya sifat tanah gambut berbeda dengan lempung atau pun lanau. Tanah gambut memiliki daya dukung sangat rendah dan pemampatan (kompresibilitas) sangat tinggi karena mempunyai permeabilitas sangat tinggi pula. Dari Pengukuran Planimetri laban gam but pada peta eksplorasi dengan skala 1: 1.000.000 yang dilakukan oleh Sukardi dan Djaenuddin (Kompas: 12-2-1997) didapatkan bahwa luas tanah gambut di Indonesia sekitar 16,08 juta bektar. Babkan dari sumber lain dinyatakan babwa luasan ini sekitar 27 juta bektar (lihat Tabel2.2. ). Adapun sebaran tanah gam but di Indonesia dapat dilihat pada gambar 2.4. Tabel2.2. Penyebaran Tanah Gam but di Indonesia No. 1 2
3 4 5 6
I
Put au
'
i Sumatera
I! Gambut Pedalaman I Gambut Pantai I 7,612 1,263 !
'
i
8,875 6,523 10,875 0,875
I
0,240
-
i
1,588
!
0,525 27,063
l
!i Kalimantan l Irian Jaya
! l
6,198
I I
0,325
!
-
I Jawa
I!
-
i Sulawesi
i i I
-
I I !
-
i
i
I
i Maluku I i Indonesia i
I
!
I ;
13,810
i
i
Jumtah
t !i
I
i !
j
Sumber: Hinpunan Gambut Indonesia dalam harian Kompas edisi 25 Maret 1996.
Karenanya di Indonesia, beberapa daerah yang tertutup laban gambut,
sangat perlu diperbitungkan kendala yang akan dihadapi
terutama dalam pembangunan sarana dan prasarana yaitu upaya
31
memperbaiki daya dukungnya. Karena hal ini akan mempengaruhi konsekuensi
biaya
yang
hams
dipersiapkan
apabila
hendak
mengembangkan suatu daerah atau kawasan berlahan gambut. Sifat fisik, mekanik dan klasifikasi tanah gambut dipengaruhi oleh karakteristik kimia, botani serta tingkat dekomposisi yang telah terjadi (McFarlene, dalam Anas Luth:fi: 1997). Disini tanah gambut dapat dibedakan menjadi: •
Gambut serat (fibrous peat) yang mempunyai kandungan serat lebih dari 20%, sifat porinya terbagi menjadi dua yaitu pori antar serat (makro pori) dan pori dalam serat (mikro pori).
•
Gambut
berbutir
amorf (amorphous
granular peat) yang
mempunyai kandungan serat kurang dari 20%, berukuran butir sangat halus (koloid) kurang dari 2p serta air pori terserap di sekeliling permukaannya. Tanah gambut dapat pula diklasifikasikan berdasarkan material pembentuknya. Menurut klasifikasi ini tanah gambut dibagi ke dalam jenis-jenis seperti (Brady dan Neil, dalam Sugiman: 1982): •
Gam but endapan (sedimentary peat) berupa campuran leli air, herba empang, tepung sari (pollen), plankton dan lain-lain.
•
Gambut berserat (fibrous peat) berasal dari berbagai macam rumput
(sedges), lumut sphagnum, hypnum, buluh, dan rumput lain seperti cattalis (latifora dan angustifolia). •
Gambut kayu-kayuan (woody peat), berasal dari berbagai pohonpohonan dan paku-pakuan (konifera).
33
Berdasarkan ketebalannya untuk lahan dengan tebal gambut kurang dari 0,5m dapat disebut sebagai tanah berhumus atau tanah bergambut. Apabila ketebalan gambutnya 0,75m-3m dikategorikan sebagai tanah gambut. Untuk ketebalan lebih dari 3m dikategorikan sebagai lapisan mineral, karena dianggap berpotensi untuk ditambang dengan penggunaan sebagai media semai, bahan energi dalam pembuatan briket, sebagai bahan aditif untuk lumpur pemboran dan diambil asam humatnya. Secara umum gambut tipis (<0,5m) sangat
cocok untuk pertanian laban basah. Gambut dengan ketebalan 0,5-2m akan lebih baik untuk diusahakan budidaya pertanian perkebunan seperti kelapa sawit, nenas, kelapa dan lain-lain. Gambut tebal kurang cocok untuk laban pertanian, kecuali kehutanan atau penggunaan lain. Sehubungan dengan kemampuannya menyimpan dan melepaskan kembali air dalam jumlab besar, maka untuk gambut yang berada di hulu sungai dapat dijadikan sebagai penyangga hidrologi kawasan hilirnya (Wijaya-Adhi: 1994 dalam Nyoman Sumawijaya: 1996). Tanab gambut di Kota Pontianak dan sekitamya dikategorikan ke dalam jenis tanab gambut berserat (fibrous peat) dimana kenampakan fisik tanab gambutnya yang berwarna coklat tua sampai kehitaman, lunak dan memiliki struktur serat yang sangat dominan. Kandungan airnya cukup tinggi dan belum terdekomposisi sempurna. Studi yang telab dilakukan terdahulu seperti yang dilaksanakan oleh Djuhudijat, 1983, telab berhasil memetakan keberadaan laban gambut di Kota Pontianak beserta tebalnya, untuk lebihjelas dapat dilihat di gambar 2.5. Hasil studinya dilengkapi dengan penyelidikan tanab berupa data boring dan sondir di banyak titik, yang memberikan deskripsi cukup jelas tentang karakteristik dan sifat fisik tanah di Kota Pontianak.
34
Studi lain yang menekankan pada tinjauan geologi
teknik~
memberikan alternatif solusi untuk mengatasi rendahnya daya dukung tanah gambut (Anas Luthfi: 1997). Rekomendasi penting dari studi ini adalah bahwa: •
Daya dukung untuk kedalaman 2
m~
Iebar pondasi 1,2 m adalah
rendah (0-2 ton/m 2), untuk pondasi tiang hingga kedalaman 15 m dengan diameter 30 em, antara 6,12-10,94 ton/tiang, sedangkan untuk diameter 35 em, antara 7, 16-12,84 ton/tiang dan untuk diameter 40 em, antara 8,21-14,77 ton/tiang. Tanah mudah digali dengan peralatan non-mekanis (sederhana). Kedalaman muka air tanah bebas sangat dangkal (0,5-2m). Kendala geologi yang harus diperhitungkan adalah terjadinya genangan air dan kemungkinan terjadinya perosokan tanah (settlement). •
Besarnya perosokan atau penurunan tanah dengan asumsi lapisan keras terdapat pada kedalaman antara 25-30 m adalah sebebsar 0,95-1,14 m. Untuk menanggulangi masalah ini, maka pondasi bangunan harus bertumpu pada lapisan tanah yang telah diperkuat dengan cerucuk, setelah lapisan atasnya dikupas ter1ebih dahulu dengan tebal kupasan 1-2m. Dari paparan tersebut di atas didapat gambaran yang eukup
mengenai sebaran gambut di Kota Pontianak, klasifikasi, daya dukung dan cara yang mungkin digunakan untuk mengatasinya. Deskripsi in i akan berguna dalam menganalisis kawasan-kawasan yang mungkin untuk dikembangkan di Kota Pontianak.
35
2.2.3. Kecenderungan dan Arab Perkembangan Kecenderungan pertumbuhan suatu kota dapat diketahui dengan mengamati perkembangan kawasan terbangunnya. Pengamatan yang dilakukan umumnya mencakup satu kesatuan kawasan terbangun secara
utuh, yang dapat saja melampaui batas-batas wilayah
administratif. Jika mengamati perkembangan Kota Pontianak dan kawasan sekitamya dalam
30 tahun
terakhir
akan
terlihat
perubahan
kecenderungan dan arah perkembangan kota. Perkembangan tahun 1971 dibandingkan dengan awal perkembangan Kota Pontianak (Keraton Pontianak dan sekitamya, di Kelurahan Dalam Bugis, Pontianak Timur), kecenderungan perkembangan yang terjadi adalah ke arah barat dan juga selatan. Namun perkembangan kawasan terbangun di tahun 1999 dibandingkan
dengan
keadaan
tahun
1971
kecenderungan
perkembangan berubah ke arah timur, dalam artian bahwa kawasan Pontianak Timur tumbuh lebih cepat dibanding kawasan yang lain. Dalam periode ini terlihat perkembangan kawasan terbangun telah berlangsung ke arah luar. Desa-desa yang berada dalam kecamatankecamatan di wilayah Kabupaten Pontianak yang berbatasan langsung dengan wilayah administrasi kota Pontianak, telah tumbuh cukup pesat
dan bahkan beberapa diantaranya sudah dapat dikategorikan sebagai kota kecil (>20.000 orang). Fenomena ini oleh beberapa ahli disebut juga sebagai urban sprawl, yaitu proses perluasan areal kekotaan atau perembetan kenampakan fisik kekotaan ke arah luar. Menurut klasifikasi yang dibuat oleh Harvey (1971) dalam Hadi Sabari Yunus (2000) perkembangan Kota Pontianak sampai tahun 1971 bisa dikategorikan sebagai
36
perembetan
konsentris atau concentric development/low density
continous development. Pada periode tersebut kawasan terbangun tumbuh pada semua bagian kota, walaupun Pontianak Barat tumbuh lebih cepat, namun secara keseluruhan perkembangan yang terjadi masih menunjukkan
morfologi
kota
yang
relatif
kompak,
dan
perkembangannya berlangsung dalam batas-batas wilayah kota. Perkembangan sampai tahun 1999 memperlihatkan terjadinya suatu penampakan yang dapat dikategorikan ke dalam ribbon
development/linear development. Kawasan terbangun terjadi di semua sisi-sisi luar kota, namun tidak berarti bahwa wilayah utama kota Pontianak tidak berkembang. Wilayah utama kota juga berkembang, hanya saja secara makro kawasan terbangun di sepanjang jalan poros yang mengarah ke luar kota tumbuh dengan cepat.
Desa-desa di
wilayah Kabupaten Pontianak yang berbatasan langsung dengan Kota Pontianak seperti Wajok Hilir, Wajok Hulu, Sungai Rengas, Pal IX, Mega Timur, Ambawang Kuala, Jawa Tengah, Durian, Kapur, Sungai Raya, Arang Limbung, Kuala Dua dan Tebang Kacang tumbuh relatif lebih cepat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar 2.6.
38
2.2.4. Aspek Kependudukan Seperti yang telah disinggung di atas, diketahui bahwa desadesa yang berbatasan langsung dengan kota Pontianak tumbuh dengan cepat. Penjelasan sub bab berikut akan memaparkan perkembangan pertumbuhan penduduk Kota Pontianak dan kawasan sekitarnya, khususnya desa-desa yang berbatasan langsung. Untuk membuat perbandingan yang proporsional disini akan dipadankan kecamatankecamatan di dalam kota Pontianak dengan desa-desa luar tersebut, dengan pertimbangan bahwa luasan keduanya hampir sebanding. Sebagai contoh: luas kecamatan Pontianak selatan adalah 2.937 ha, sedangkan desa Arang Limbung memiliki luas 2.885 ha (hampir sebanding). Berdasarkan sensus penduduk 1990 diketahui jumlah penduduk Kota Pontianak dan sekitarnya adalah 501.369 orang. Dari jumlah tersebut 79,11% (396.658 orang) bermukim di dalam kota, sedangkan sisanya 20,890/o (104.711 orang) bermukim di desa-desa sekitar Pootianak. Namun di tahun 2000 dari 627.590 orang penduduk, 75,37% (472.998 orang) bermukim di Kota Pontianak, sedangkan sisa 24,63% (154.592 orang) bermukim di luar kota. Ini berarti terjadi penurunan prosentase jumlah penduduk yang bermukim di dalam kota dalam periode tersebut.
Dari data sensus seperti yang tercantum dalam tabel2.4 terlihat bahwa pertumbuhan penduduk di dalam kota jauh lebih kecil ( 1, 78 %) dibanding pertumbuhan penduduk di luar kota (3,97 %). Namun jika dilihat jumlah pertambahan penduduknya perbedaan ini tidak terlalu besar. Kota Pontianak bertambah 76.340 orang penduduk, sementara
39
desa-desa yang berbatasan langsung dengan kota Pontianak bertambah penduduknya sebanyak 49.882 orang. Jika pertumbuhan penduduk di desa-desa pmggtran kota dianggap konstan (3,97 % per tahun), maka di tahun 2010 akan bertambah menjadi 228.174 orang, atau mengalami pertambahan sejumlah 73.582 orang. Sementara itu kota Pontianak dengan asumsi tingkat
pertumbuhan
penduduk
konstan
(1,78
%
per tahun)
penduduknya akan menjadi 564.265 orang atau bertambah sebanyak 91.267 orang penduduk. Hal ini tidak akan menjadi masalah jika laban di kota Pontianak sudah 'penuh', sehingga alokasi diluar wilayah kota adalah sesuatu yang wajar. Namun seperti yang telah disinggung dalam bab sebelumnya, kota Pontianak masih memiliki lahan-lahan kosong yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan permukiman dan ini sesuai dengan RUTRK Pontianak. Dan apabila kecenderungan ini tidak dikendalikan maka akan terjadi pertumbuhan kota yang cenderung ellips atau menjari mengikuti pola ribbon development, yaitu ke arab luar kota mengikuti pola jaringan . jalan. Seperti yang juga telah disinggung sebelumn~ bentuk kota seperti ini kurang efisien.
41
Jika pertumbuhan penduduk di desa-desa pmggtran kota dianggap konstan (3,97 o/o per tahun), maka di tahun 2010 akan bertambah menjadi 228.174 orang, atau mengalami pertambahan sejumlah 73.582 orang. Sementara itu kota Pontianak dengan asumsi tingkat
pertumbuhan
penduduk
konstan
(I, 78
o/o
per
tahun)
penduduknya akan menjadi 564.265 orang atau bertarnbah sebanyak 91.267 orang penduduk. Hal ini tidak akan menjadi masalah jika lahan di kota Pontianak sudah 'penuh', sehingga alokasi diluar wilayah kota adalah sesuatu yang wajar. Namun seperti yang telah disinggung dalam bah sebelumnya, kota Pontianak masih memiliki lahan-lahan kosong yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi kawasan permukiman dan ini sesuai dengan RUTRK Pontianak. Dan apabila kecenderungan ini tidak dikendalikan maka akan terjadi pertumbuhan kota yang cenderung ellips atau menjari mengikuti pola ribbon development, yaitu ke arah luar kota mengikuti pola jaringan jalan. Seperti yang juga telah disinggung sebelumnya, bentuk kota seperti ini kurang efisien.
42
Tabel2.3 Perkembangan Penduduk Kota Pontianak dan Sekitamya Menurut Kecamatan Periode 1990-2000 No
KECAMAT~
Luas (ha)
Perse ntase
Pen
%
Kepadatan Qiwdlha)
Pertum -buhan (%M)
PertamBahan Oiwd)
1990
2000
1990
2000
10.799
396.658
'n.998
75;J7
1,78
76.340
36,7
43,8
Pnk Barat Pnk Selatan Pnk Tint.r Pnk Utara
3.078 2.818 1.005 3.838
172.818 102.045 42.464 79.331
195 542 121 338 60.708 95.410
31,16 19,33 9,67 15,20
1,24 1.75 1,86
22.n4 19.293 18.2" 16.079
63,5 43,1 57,0 24,9
SEKITAR PONTIANAK1
22.628
1CM.711
154.592
U,63
3,97
49.882
56,1 36,2 39,9 20.7 4,6
1.099
5.040
10.115
1,61
7,21 9,22
5.075 3.226 1.850
4,6 6,4 3,7
3,85 1,89
35.965
2,60 3,83 . 8,66
9.928 9.956 13.M»
1,13
429
6,4 3,1 21.7 7,6 4,6 1,4
5.912
OESA KOTA PONTIANAK 1 2 3 4 1
2
3
4
Kec. Kec. Kec. Kec.
Kec. Slllga Kakap a.Sungai~
355
b. Pal IX Kec. Sungai Raya a. Kapt.r b. Sungai Ra_ya c. Arang_ Linbun_g d. Kuala Oua e. Tebang Kacang Kec. S. A;,,-L a. MegaTmll" b. Ambawang Kuala c. Jawa Tengah d. Ourian
744 12.163
Kec. SiCillm a. Wajok Hulu b. Wajok Hilir
PNK DAN SEKITAR
364
2.280 2.760
5.500 4.609
0,88 0,73
114.350
18,22
10.037 43.792 31.790 24.703 4.028 17.322 6.853
1,60 6,98 5,07 3,94 0,64
2.159
78.384 8.325 33.864 21.834 10.763 3.598 11.411 6.115
1,09
4,26 1,15
1.408
3.499
8.486
1,35
1.571 1.706
1.016 781
1.180 803
2.522 1.582 940 33.427
9.876
12.805
3.994 5.882
501.369
2.712 1.561 2.885 2.355 2.650 6~
2,76
5,26
1.712
tabel
di
atas
9,2
15,5 6,2 9,4 3.7
28,1 110 105 1,5
738
1,7 2,8
2,5 3,2
9,26
'.987
2,5
6,0
0,19 0,13
1,52 0,28
0,6 0,5
0,8 0,5
2,04 0,82 1,22
2,63
5.168 7.637
165 22 2.930 1.174 1.756
3,9 2,5 6,3
5,1 3,3 8,1
627.590
100,00
126.222
15,0
18,8
2,61 2,65 2;7
Keterangan: pengukuran luas tidak tennasuk daerah perairan Sungai Kapuas, Sungai Landak, dan Sungai Ambawang. *) Kecamatan di sekitar Kota Pontianak dan desa-desa yang berbatasan langsung. Sumber: SP 1990 dan SP 2000, BPS Kalimantan Barat.
Dari
6,8
terlihat
bahwa
desa-desa
yang
berdekatanlberbatasan langsung dengan kota Pontianak pertumbuhan penduduknya relatif cepa~ angka pertumbuhan rata-rata adalah 3,97%
43
terkecil
0~28%
(Durian) dan terbesar
9~26%
(Ambawang Kuala).
Sementara itu kota Pontianak sendiri angka pertumbuhan rata-ratanya adalah
1~78%
dengan pertumbuhan terkecil
1~24%
(Kec. Pontianak
Barat) dan terbesar 3,64% (Kec. Pontianak Timur). Desa-desa di sebelah tenggara Kota Pontianak seperti Sungai Raya, Arang Limbung dan Kuala Dua adalah desa-desa yang pertumbuhan fisiknya sudah 'menyatu', jumlah penduduk ketiga desa tersebut sudah mencapai I 00.285 orang (SP 2000). Jadi sudah bisa kita kategorikan sebagai kota kecil. Demikian juga dengan desa-desa lain sekitar kota Pontianak, walaupun tidak sesignifikan ketiga desa tersebut, tetapi pertumbuhan penduduknya
cenderung cepat.
Untuk
lebih jelas mengetahui
pertumbuhan penduduk Kota Pontianak dan sekitamya dapat dilihat dalam gambar 2.7. Paparan dalam sub bah ini hanya memperlihatkan bahwa telah terjadi agglomerasi penduduk di 'desa-desa' di kecamatan-kecamatan Kabupaten Pontianak yang berbatasan langsung dengan wilayah administratif kota pertumbuhan
Pontianak.
penduduk
di
Desa-desa
kawasan
tersebut
perkotaan
menampung
Pontianak dan
menjadikan bentuk kota secara keseluruhan seperti menjari, tidak kompak apalagi konsentris. Sementara Kota Pontianak sendiri masih memiliki lahan-lahan kosong yang berpotensi untuk dikembangkan.
BABID PENGEMBANGAN BAGIAN WILAYAH KOTA BERLAHAN GAMBUT DITINJAU DARI ASPEK BIAYA PENGEMBANGANLAHAN Jika dalam bab sebelumnya telah kita bahas dasar teori yang berkaitan dan tinjauan umum wilayah studi, maka dalam bab ini akan kita bahas tentang kemungkinan pengembangan bagian wilayah kota Pontianak yang berlahan gambut. Aspek yang ditinjau adalah biaya pengembangan lahannya, dalam hal ini adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh Pemda Kota Pontianak dalam upaya mengembangkan laban yang masih berpotensi untuk dibangun (belum dikembangkan) guna menampung pertumbuhan penduduk. Biaya tersebut mencakup tiga komponen utama yaitu pertama, biaya pembangunan jalan lingkar (dan juga poros) guna meningkatkan aksesibilitas kawasan-kawasan
yang akan dikembangkan dan akan tergabung dengan sistem jalan kota. Yang kedua adalah biaya pembangunan jalan lingkungan untuk meningkatkan aksesibilitas tiap-tiap kawasan, terutama kawasan dalam, dan yang ketiga adalab biaya untuk menjadikan laban tersebut siap dibangun dalam hal ini guna mengatasi kendala fisik tiap-tiap kawasan (menghindarkan laban dari genangan banjir tabunan dan mengganti tanah gambut dengan tanah urug yang lebih baik kualitasnya). Berhubung aspek yang ditinjau dalam studi ini adalah biaya pengembangan laban, maka yang akan dilihat hanyalab hal-hal yang berkaitan secara fisik dengan kota Pontianak dan berimplikasi langsung kepada biaya pengembangan laban. Pertama-tama akan dibabas mengenai perkembangan penduduk dan daerah terbangun
45
46
dalam wilayab internal kota Pontianak, ketersediaan laban tiap-tiap kawasan dan selanjutnya mengidentifikasi limitasi dan kendala pengembangan laban di kota Pontianak, kendala ini berkaitan dengan ambang yang barus diatasi, dan yang terakhir adalah menganalisis biaya ambang batasnya dengan menghitung biaya pengembangan laban.
3.1. Perkembangan Penduduk dan Daerah Terbangun Kota Pontianak Jika dalam bab sebelumnya telah ditinjau perkembangan penduduk kota Pontianak dan kawasan sekitarnya, maka dalam sub bab ini akan kita lihat perkembangan penduduk dan daerah terbangun di dalam wilayah administratif kota Pontianak. Tujuannya adalah untuk mengetahui secara pasti kawasan-kawasan mana yang tumbuh dengan pesat, lambat, atau yang sedang-sedang saja. Dengan mengetahui karakteristik pertumbuhannya, dapat disusun suatu urutan kawasankawasan berdasarkan tipologi perkembangannya. Disini akan kita tinjau perkembangan jumlah penduduk dalam dekade terakbir, laju pertumbuhannya, kepadatan penduduk dan luasan daerah terbangwmya untuk masing-masing kelurahan.
3.1.1. Perkembangan Penduduk Kota Pontianak Berdasarkan sensus penduduk tahun 1980-1990, terlihat bahwa kepadatan penduduk di kecamatan Pontianak Utara banya bertambah sebanyak 5,58 oranglha (dari 15,74 menjadi 21,31 oranglha), demikian pula di Pontianak Selatan bertambah sebanyak 5,95 oranglha (dari 28,79 menjadi 34,74 oranglha). Sedangkan di
47
Pontianak Timur bertambah 17,22 oranglha (dari 31,14 menjadi 48,36 oranglha), dan Pontianak Barat bertambah 11,96 oranglha (dari 41,30 menjadi
53,26 oranglha).
Dari data tersebut terlihat bahwa
perkembangan penduduk di wilayah kota bagian selatan dan utara masih lebih kecil dibanding perkembangan di barat dan timur. Selanjutnya dari sensus penduduk tahun 1990-2000 kepadatan penduduk di Pontianak Utara bertambah sebanyak 4,30 oranglha (dari 21,31 menjadi 25,61 oranglha). Ini berarti lebih kecil dari pertambahan dari dekade sebelumnya dimana pertambahan yang terjadi dalam periode 1980-1990 yaitu sebesar 5,58 oranglha.
Demikian pula di
Pontianak Selatan hanya bertambah sebanyak 4,21 oranglha (dari 34,74 menjadi 38,95 oranglha), juga lebih kecil dibandingkan dekade sebelumnya yaitu 5,95 orang/ha. Tabel3.1. Jumlah Penduduk Kota Pontianak dan Kepadatan Periode 1980-1990-2000
No 1 2 3 4
Ponticrlak Utaa Pnk Selata"l Ponticrlak TI1U Ponticrlak Bnt
~tan (pendWk I
Jumlah Pendu
luas
Kecamatan
{ha)
SP80
SP90
SP2000
1980
1990
2000
3.722 2.937
58.567 84.557 27.345 134.021 3)4.490
79.331 102.045 42.464 1na1a 396.658
95.410 121.338 60.708 195.544 473.000
15,74 28,79 31,14 41,30
21,31 34,74 48,36 53,26 36,79
25,63
878
3.245 10.782
28,24
ha)
8().90 5,58
41.31 1 5.95 17.22 69.14 60.26 l 11.96 4J.87 I 8.55
Soomer: SP 1980, 1990, 2000.
Dalam periode 1990-2000 ini bagian kota yang kepadatannya bertambah cukup signifikan justru masih di Pontianak
Timur~
Setsih 00-00
Seisih
yakni
sebesar 20,74 oranglha (dari 48,36 menjadi 69,10 oranglha). Pertambahan penduduk pada periode sebelumnya yaitu 1980-1990 mencapai 17,22 oranglha. Sedangkan di Pontianak Barat pertambahan
I
4,32 6,57
20,78 7,00 7,08
48
kepadatan hanya terjadi sebesar 6,81 orang/ha (dari 53,26 menjadi 60,07 oranglha).
Pertambahan tersebut
lebih kecil dibanding
pertambahan kepadatan dekade sebelumnya yang mencapai 11,96 oranglha. Untuk lebih jelas dapat dilihat dalam tabel 3.1. Dari data tersebut terlihat bahwa perkembangan penduduk di wilayah kota bagian selatan dan utara masih lebih kecil dibanding perkembangan penduduk di timur dan juga barat. Berarti dalam dua dekade belakangan ini polaritas konsentrasi penduduk masih mengarah ke timur dan barat kota. Penduduk di dua kecamatan tersebut terlihat lebih padat dibanding kecamatan Pontianak Selatan dan Utara (walaupun secara detil ada kelurahan yang padat dan ada yang masih kosong). Namun jika dilihat pertambahan penduduknya dalam periode 1990-2000, kecuali kecamatan Pontianak Barat yang bertambah sejumlah
22.726
orang,
maka
ketiga
kecamatan
yang
lain
pertambahannya relatif sama yaitu berkisar antara 16.000-20.000 orang (Pontianak Timur bertambah 18.244, Utara 16.079, dan Selatan 19.293 orang). Besamya pertambahan penduduk di Pontianak Barat adalah sesuatu yang 'wajar' karena jumlah penduduk Pontianak Barat memang telah 1ebih besar dari ketiga kecamatan yang lain, ini dapat dilihat dari hasil SP 1980, 1990 dan 2000. Kita tidak akan mengulas secara detil mengenai perbedaan pertumbuhan penduduk di masing-masing kecamatan. Tetapi langsung akan dilihat kelurahan-kelurahan mana saja yang dikategorikan padat, sedang dan masih jarang penduduknya. Penentuan ini berkaitan dengan luas kawasan dan jum1ah penduduknya. Dari hasil analisis pada tabel 3.2. terlihat bahwa di kecamatan Pontianak Barat, kelurahan yang
49
kepadatannya dikategorikan tinggi adalah kelurahan Mariana (> 150 oranglha), kategori sedang adalah kelurahan Darat sekip, Tengah, Sungai Jawi Dalam, Sungai Bangkong, Sungai Jawi Luar dan Sungai Beliung (an tara 50-150 oranglha), dan kategori rendah adalah kelurahan Paal Lima (<50 oranglha). Tabel 3.2. Jumlah, Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk Kota Pontianak Menurut Kelurahan Periode 199().2000 KecamataniKelurahan
01
!
Pontmak Selatan !BalgkaBeltung ! Benua MeBvu Laut i Benua Melayu Daclt I Peri Tokaya 02 1 Pontislak Timur I Peri Mayor i Balja" Serasal i
~ I
I I i I I
Saigon
!
TtQ.riQ Hull j TanjungHilr I 0a1arn BuQis ! Tambelan Sampit 03 : Pontmak ~Sat l PaaiUmaj l Sungai ...
i
I
Darst Sekip
I Teng31 ' Mariana St.1g8 Jawi DaBm . Sungai Jawi l.uar j Sungai Belung j 04 . Pontianak Uta-a
Batu L.sva1g Sialfal Hiir Sia1ta't Teng31 SiSifal Hull Kot. PontiMak
I !
I I
I I
i
'
I
! I
Luas
PaddJ(
PaddJ(
(ha)
1990
2000
2.937 l 1.610 ! 56j 474 ! 797 878 106 I 114 j 280 109 ! 30' 198 41 3.245 i 1.206 i 758 ! 131
121.338 i 1,75% ! 102.045 ! 6.635 i 4,35% ! 23.940 i -1,53% 12.122 10.390 25.616 I 21.466 -1,75% I 40.367 52.847 2,73% I 42.464 60.708 3."" 1.358 I 2.031 4,11% 4.366 I 7.053 ! 4,91% I 6.055 ! 8,78% iI 2.609 7.692 14.091 I 6,24% I 9.758 : 2,94% i 7.303 1,53% '' 15.425 13.255 5.881 I 0,68% 6.295 172.818 1,24% 195.544 4,86% 6.264 10.066 41.285 43.484 0,52% I -2,02% 15.561 12.694 -3,23% 10.995 7.916 -2,29% 11.632 9.226 2,22% 34.821 43.385 -3,60% 52.260 . ·- 36.234 32.539 79.331 95.410 1,1"' 4,])% 14.138 9.280 22.621 0,70% 21.102 0,08% 28.141 28.354 383% 20.808 30.297 1,M 4nooo 398.158
95j
50 446 I 295 264 3.722 920 1.370 787 645 10.782
I
Pertu m%
Kepadatan
Th 2000 oranglha
.
Catatan: j KeluraharHtelurahan yang merYJalami pemecahan dengan dibentuknya Kelurahan Sungai BeliurrJ pada tahun 1999.
41,31 22,75 18554 45,29 66,31 6914 19,16 61,87 21,63 129,28 325,27
n.ro 153,54 60,26
8,35 57,37
96.ro 83,33 184,52 97,28 122,83 -123,25 25,63 15,37 16,51 ---36,03 46,97 43,17
50
Di kecamatan Pontianak Timur, kelurahan yang kepadatannya dikategorikan ·tinggi adalah kelurahan Tanjung Hilir dan Tambelan Sampit, kategori sedang adalah Banjar Serasan, Tanjung Hulu dan Dalam Bugis, kategori rendah adalah Parit Mayor dan Saigon. Di kecamatan
Pontianak
Selatan,
kelurahan
yang
kepadatannya
dikategorikan tinggi adalah Benua Melayu Laut, kategori sedang adalah Parit Tokaya, dan kategori rendah adalah Bangka Belitung dan Benua Melayu Darat. Sedangkan di Kecamatan Pontianak Utara, seluruh kelurahannya dikategorikan berkepadatan rendah (<50 oranglha). Dari basil sorting seluruh kelurahan di Kota Pontianak, maka tingkat kepadatannya adalah sebagai berikut:
51
Tabel3.3. Kelurahan Berdasarkan Kepadatan Penduduk Tahun2000 Kepadatan (oranglha)
Kelurahan
No
1 II Tanjung Hilir 2 ! Benua Melayu laJt
i
I
Mariana
l
i i
Tamelal~
!
5 6 7
.
Taljoog Hulu
i
I
8 9 10 11 12 13 14
i
Sungai Beliung Sungai Jawi l.ua' Sungai Jawi Dalam DaratSekip
3
4
15 16 17 18
19 20 21 22
.~
i
i i
i ! I
I
. I
.I I
Tengm DalamBugis PaitTokaya 8af1a' Serasan Slllgai Bcqkong
SialtaniUJ Benua Melayu Darat SiarDl Tengah
Bangka .. _...
I ugQUII'Y
Saigon Peri Mayor
I Sialtan lilir l 8alu l.ayarYJ I
23 I
!
Paallina Kota Pontilnak
I
i I I
325;1.7 185,54 184,52 153,54 129,28 123,25 122,83 97,28 96,90 83,33
n$1 66,31 61,87 57,37 46,97 45;1.9
36,03 22,75 21,63 19,16 16,51 15,37 8,35
43,87
.i
Kategori Kepadatan
!
Tinggi Tinggi Tmggi Tinggi
i
Sedang
I
Sedang Seda_ng
i I
!
! i
Sedang Sedang Sedang Sedang ~-
... ... Rsndah Rsndah Rendah Rendah Rsndah Rsndah Rsndah Rendah Rsndah Rendah
Dari tabel 3.3. di atas terdapat 4 kelurahan yang termasuk dalam kategori kepadatan tinggi dengan jumlah kepadatan lebih dari 150 orang per hektar, yaitu kelurahan Tanjung Hilir, Mariana, Benua Melayu Laut dan Tambelan Sampit. Kelurahan yang masuk dalam kategori kepadatan sedang, dengan kepadatan antara 50 - I 50 orang per hektar, berjumlah 10 kelurahan yaitu Tanjung Hulu, Sungai
Beliung, Sungai Jawi Luar, Sungai Jawi Dalam, Darat Sekip, Tengah,
52
Dalam Bugis, Banjar Serasan, Parit Tokaya dan Sungai Bangkong. Selebihnya 9 kelurahan lain termasuk dalam kategori kepadatan rendah, dengan jumlah kepadatan kurang dari 50 orang per hektar, yaitu kelurahan Siantan Hulu, Benua Melayu Darat, Siantan Tengah, Bangka Belitung, Saigon, Parit Mayor, Siantan Hilir, Batu Layang dan Paal Lima. Sebaran kelurahan-kelurahan tersebut berdasarkan tingkat kepadatannya dapat kita lihat dalam gambar 3.1. Setelah menentukan kepadatan tiap kawasan dan melihat sebarannya, maka selanjutnya akan kita urutkan kelurahan-kelurahan tersebut berdasarkan laju pertumbuhannya, mulai dari yang terbesar sampai ke terkecil. Pengurutan ini dilakukan untuk mengidentifikasi kelurahan-kelurahan atau kawasan mana saja yang laju pertumbuhan penduduknya tinggi, sedang dan rendah.
53
Tabel 3.4. Kelurahan Berdasarkan Laju Pertumbuhan Penduduk Periode 1990-2000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
i ' '
i
I ! I i l !
! j
l !
i i i !
20 21 22
j
Pertumbuhan (%) 8,78% 6,24% 4,91% 4,86% 4,35% 4,30% 4,11% 3,83% 2,94% 2,73% 2,22%
I
-
Kelurahan
No
'
23
l
Saigon Tanjung Hulu Ban~ Serasan Paal Lina Bangka Belitung Batu L.ayang Parit Mayor Siantan Hulu Tanjung Hilir ParitTokaya Sungai Jawi Dalam Sungai Beliung Dalam Bugis Siantan Hilir Tambe1an Sampit Sungai Bangkong Siantan Tengah Benua Melayu L.aut Benua Melayu Darat Darat Sekip M«Kiana Tengah Sungai Jawi Luar Kota Pontianak
! '
i'
i '
~ '
'
i '
~
I i ~
!
l
! !
i
1,53% 0,70% 0,68% 0,52% 0,08% -1,53% -1,75% -2,02% -2,29%
-3,23% -3,00% 1,78%
Kategori i
TlflQQi
'
Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tmggi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
i
~
i i
.!~ l i ''
! !
! i I
i I i
!
''
!
I !
i
! ;
! I !
I
!
Dari tabel 3.4. di atas terdapat 7 kelurahan yang termasuk dalam kategori tinggi, dengan laju pertumbuhan penduduk lebih dari 4% per tahun, yaitu kelurahan Saigon, Tanjung Hulu, Banjar Serasan, Paal Lima, Bangka Belitung, Batu Layang dan Parit Mayor. Sedangkan kelurahan yang termasuk dalam kategori sedang, dengan laju pernimbuhan antara 1,5-4% per tahun, adalah kelurahan-kelurahan Siantan Hulu, Tanjung Hilir, Parit Tokaya, Sungai Jawi Dalam. Sungai Beliung, dan Dalam Bugis. Selebihnya terdapat I 0 kelurahan yang termasuk dalam kategori rendah, dengan laju pertumbuhan kurang dari
54
1,5% per tahun, yaitu kelurahan Siantan Hilir, Tambelan Sam pit, Sungai Bangkong, Siantan Tengah, Benua Melayu Darat, Benua Melayu Laut, Darat Sekip, Mariana, Tengah dan Sungai Jawi Luar. Sebaran
kelurahan-kelurahan
tersebut
berdasarkan
tingkat
pertumbuhan penduduk dapat dilihat dalam gambar 3.2. Kelurahan-kelurahan seperti Saigon, Paal Lima, Batu Layang, Bangka Belitung dan Parit Mayor ada1ah kawasan yang memiliki laju pertumbuhan penduduk yang tinggi tetapi kepadatannya rendah. Sedangkan kelurahan Tanjung Hulu dan Banjar Serasan adalah kawasan dengan tingkat pertumbuhan penduduk tinggi namun berkepadatan sedang.
3.1.2. Perkembangan Daerah Terbangun Kota Pontianak Untuk mengetahui dengan sesungguhnya besaran, sebaran dan arah perkembangan kota Pontianak, maka dalam sub bah ini dipaparkan perkembangan daerah terbangun dalam periode 1989-1999, disini akan dilihat kecenderungan perkembangan yang terjadi, besarannya, angka pertumbuhan dan luasannya di tiap kawasan.
GAM BAR
PETA KEPADATAN PENDUDUK KOTA PON11ANAK
3.1
TAHUN2tll
Kec. Sienlen
Keterangan : Kec . SUngai Arrbewang
1-·- 1Batas Ketli'Man 1-.. -1 Batas Kearnatan
CJ
==
c=J
KJ
Sungal Kepadatan Ttnggl (> 150 a'Wlghla) Kepadatan sedang (50-150aghl) Kepadatan rendah (< 50a'Wlghla)
Kec. Sungai Kak!p
.,
l ,OIIm
Kec. Sungai Raya s-~•: 1. Pelll SilaS Admlnlsnsl, SPN Kola Pert...._ TotuiZDI
2. HISII AA.ISIS.
I
PROGRAM MAOIS'IIIIII
I'.UNCANAAN WILAYAH DAN KOTA I'IIIOQIIIAM I'ASCA~ INITmiT TWKNOLOOIIWCilNI
VI VI
56
Tabel 3.5. Luas Daerah Terbangun per Kelurahan
Tahun 1989-1999 Kecamatan Kelurahan l 01
i
1.610 I 56! ! 474 i i i 797 I 878 i 106 I 114 • i
l Benua Melayu LaJt
· PnTokaya Pontlanak nmur
PnMavor Batia"~
I S8Qoo Te~~j.Jng Hull i Tri.rla Hitr I Oalcm Buais TambeBl Sampit 03 1 Pontlanak Bnt PaaiUma*) Sungai...-'lfi\UI'If OntSekip
i !
i ; i
I j
i
!
Tengctl MaiCIIa ...~ Jawi Oalam
I
Sungai Jawit.uar-1 ! Sungai Belung*)
i
Pontlanlk Utara
I
04
I
.
j I
Balu.Layq
!
Siantal Hir SiCIItal Tengctl Sianta1 Hull Kota Pontlanak
i
&~mer:
I
Terbangun 1999 %
luas
!
44.64% I 1.310,95 33.39% l 980,687 49475 30.73% 234,899 14.59% 56 100% I 97.79% ! 54,762 89.29% • 423,234 . 474 100% i 35.91% ! 286,20 267,792 33.60% 174 575 I 27.19% ' 23875 19.88% 4,33 4.08% ! 3,6125 3.406% 30,03 23,153 26.34% 20.31% 280 ! 22,74 6.23% ! 17 444 . 8.12% 35,84 22,933 32.88% 21.04% 109 301 40.47% l 22,_74 75.81% i 12,141 j 45.07% 89,24 69,26 34.98% 198 33,83 82.52% I 41 i 61.42% . 25,182 38.63% • 1.253,58 1.176,42 3.245 36.253% 1.206 I 1.476% 2054 1.70% 17,801 367,40 48.47% 336,17 44.35% 758 131 100% 100% 131 131 100% 95 100% 95 95 100% . 100% 50 50 50 51.94% I 231,65 227,37 50.98% 446 95.23% 260,102 280,93 88.17% 295 29.19% nos 58978 22.34% 264 912,58 24.52% 500,92 13.46% 3.722 n14 18.95% 17434 8.45% 920 327,57 186,32 23.91% 13.60% 1.370 28.62% 22524 15921 20.23% 787 185,43 28.75% n,65 12.04% 645 3.715,86 34,46% 2.832,60 26.27% 10.782
Pontlanlk Selatan Blrlgka 8eltmg
!
luas
%
i
I
I Beooa MeSvu Darat 02
Terbangun 1989
Luas 2.937
I lnterpleta;i lJalg Peta Daerctl Tabangm 1989, Bappeda Kola PontiCilak.
calata1:, Dala cisesuaikan dengan luas keii.ICNl di taul1999, setelaJ teljadi pellCVOOahan Kelli'CMl StqJai Beliung.
Dari tabel 3.5. di atas, pada tahun 1989 luas daerah terbangun kota Pontianak adalah 26,27% (2.832,60 ha). Diantaranya terdapat tiga kelurahan yang sudah terbangun seluruh kawasannya yaitu Darat Sekip, Tengah dan Mariana. Adapun kelurahan yang kawasannya telah terbangun lebih dari 500/o, diluar dari tiga kelurahan pertama, adalah
57
Benua Melayu Laut, Benua Melayu Darat, Tambelan Sampit, Sungai Jawi Dalam dan Sungai Jawi Luar. Selebihnya daerah terbangunnya adalah kurang dari 50% (15 kelurahan yang lain). Dari 15 kelurahan tersebut terdapat 4 kelurahan yang daerah terbangunnya kurang dari 10% yaitu Parit Mayor, Saigon, Paal Lima dan Batu Layang. Kemudian pada tahun 1999, daerah terbangun kota Pontianak menjadi 34,46% (3.715,86 ha). Pada saat ini ada dua kelurahan lain yang kawasan terbangunnya telah mencapai 100%, yaitu Benua Melayu Laut dan Benua Melayu Darat (disamping tiga kelurahan pada tahun 1989). Kelurahan yang daerah terbangunnya telah mencapai lebih dari 50% hanya ada satu yaitu kelurahan Tanjung Hilir (disamping Tambelan Sampit, Sungai Jawi Dalam dan Sungai Jawi Luar). Prosentase daerah terbangun kelurahan ini di tahun 1999 adalah 75,81%, di tahun 1989 baru mencapai 40,47%.
GAM BAR
PETA LAJU PERTUMBUHAN PEHOUOUK KOlA PONTIANAK
3.2
rER.I OOE1• · . .
L___._________ _ _ _ _ _
Kec Slenllln
Keterangan Kec Sunga Arrbawang
1-·- 1Batas Kell.l'ltwl 1-.. -1Batas Kecamatln c::;] f[i]
Tlnggl (> 4% per fln)
c=J
Sedang (1,5- 4% perfln)
UJ
Sungei
Rendah (< 1,5% P• tlitu'l)
Kec Sungai l
y
Kec Sung a Ra:;e
........
1
1 Plti81DtAcrnorosnt1 , 8PN 1<. . -
•
2
; ·-
1'1n.n:DD
2 HOIII.ANIISIS
I
l"ltOOAMI IMO.TIIt I"IIIIINCANAAN WI LAYAH OM KOTA l"ltOOMM I"AaCA ~ INITilVT TIKHOLOOI utaNa
\.1\
00
GAM BAR
3.3
..
PETA DAERAH TERBANGUN KOTA PONTlANAK TAHUII1_1_
Keterangan :
--EJ
Daerah Terbanglll1989 Daerah Tertanglll1999 Bates Kecamatan
C:=J
Sungai
1---1
Bates Adm Kota PontiMIIk
u
'
•
Sum._
I Peta Ooenn Ttrt>angun, BPN KOCO Ponll- T..... :zm 2 Peta Ootrll\ Tlrl>ongl.f\, BPN KOCO Ponllrok T..... l . 2 Peta Blllts AdmlniSirosl , BPN Kall P
I
VI
f'ltOGRAM MAG!STIR f'IUNCANAAN WILAYAH DAH KOTA f'ROGRAMf'ASCA~
INSTTT\11' TIKNOLOGIIINOMO
'4::
60
Kelurahan-kelurahan lain daerah terbangunnya adalah kurang dari 500/o (ada 14 kelurahan yang lain). Dari I4 kelurahan tersebut terdapat tiga kelurahan yang daerah terbangunnya kurang dari I 0% yaitu kelurahan Parit Mayor, Saigon dan Paal Lima. Prosentase daerah terbangun ketiga kelurahan tersebut berturut-turut adalah Parit Mayor 4,08% (atau 4,33 ha dari 106 ha), Saigon 8,12% (atau 22,74 ha dari 280 ha) dan Paal Lima 1,70% (atau 20,74 ha dari 1.206 ha). Di tahun 1999 ini kelurahan Batu Layang daerah terbangunnya telah mencapai lebih dari I 0% (pada tahun I989 masih kurang dari I 00/o). Secara umum luasan daerah terbangun kota Pontianak dalam periode I989-1999 bertambah 8, I9% yaitu dari 26,27% (2.832,6 ha) menjadi 34,46% (3.7I5,86 ha) atau hanya terjadi penambahan luas sebesar 883,26 ha. Mengamati pertumbuhan daerah terbangun kota Pontianak, dari basil analisis diketahui bahwa laju pertumbuhan daerah terbangun rata-ratanya adalah 2, 75% per tahun, dengan pertumbuhan tertinggi adalah kelurahan Siantan Hulu (9,09% per tahun) dan terendah adalah Darat Sekip, Tengah dan Mariana (masing-masing 00/o). Untuk lebih jelas dapat dilihat gambar 3.4. dan tabel berikut:
61
Tabel 3.6. Unrtan Kelurahan Berdasarkan L.aju Pertumbuhan Daerah Terbangun Tahun 1999 Daerah Terbangun (%)
Kecamatan/
No
Kelurahan
I Sialm Hulu u
1 2 3 _4
1
j
5
I
'
i Siantal Hilir u
l
Tcqung Hulu T
7
Sianm TengM u
8 i
Tamelal~
10 11 12 13 14
I Soogai Beliung
i
12,04%
28,75% 1
Kategorl
9,09%
Tinggi
8,45% 14,59%
I I
18,95% 30,73%
I I
13,60%
r
23,91%
l
5,80%
i
Seda1a
21,04% i
32,88«'.4
I
4,57%
SWc:..y
!
28,62%
I
!
3,53%
!
Sedano
82,52%
I
3,00%
i
Rendal
29,19%
I
2,71%
Rendah
20,23% 61,42%
T
B
!
22,34% 6,23%
T
i i
20,31%
!
! Saigon T I ~ SeJasM I Dalan Bugis T I ParitMayor T
!
34,98%
I I I
3,41%
I
2,68%
Rendah
26,34%
2,63%
Rendah
45,07%
I
2,57%
Rendal
4,09%
I
1,84%
I I !
1,42%
l
Rendah Rendah
1.14%
I
Rendall
0,89%
! I
Rendah
i
1,70%
sI
89.29%
1
1oo,OO%
44,35%
i
48,47%
! Soogai Balgkong
B
11
I
18
I ParitTokaya s
a
19 20
I Benua Melayu Laut s I Soogai Jawi Dalan B
21
i DaatSekip B
I
88,17% 33,60%
1
I
i
I
I Mariana B
I
! l
2
!
I I
8,12%
1,48%
16
Sungai Jawi Lua-
I
I
I Paal Uma B
15 1 Benua Melayu 0arat
22 23
1999
Tinggi 8,41% s I 7,73% Tinggi ·-TallJ·--"-.oog-H-Iir-T-""_===~+-il•-----40~.'--4_7-%_~~~~-~~75:.8~1%~~+-~..._-_-_-!6,'-'48:..::..'-'.:.:%~~~+-~--:..:.:Ti__,l:.:s.~& ngg'--ii. ._--1-1
Batu Layq u Balgka Belitung
6
9
1989
Laju Pertumbuhan
95.23% 35,91%
i I
o,n%
I i
0,19%
0,67%
Rendah Renda1
_.::,:97:.!.:,79%:.=.::::~i--=.:1oo:.:.!.=.,oo:..:%-=--+i---=o:.!.:,m=~--+1__:_R=endah=~ 50,98%
!
51,94%
100,00%
I
100,00%
0,00%
i
t
I
I
Rendal
Rendah
I.
I TengM B------~!___:1:.=00:!.:,00%=-+1__:.:100:.:.!.=.,00%:.. :. ::.. .-+!_.....::0:.!.:,00~%::..:.._--+!__:_Rendah=~-l
I Kota Pontianak
100,00% 26,27%
!
!
100,00% 34,46%
I
I
0,00%
i
Rendah
2,75%
Dari perkem bangan data tahun 1989-1999, kelurahankelurahan tersebut kita bagi ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah (berdasarkan laju pertumbuhan daerah terbangunnya),
dapatlah diketahui bobot perkembangan tiap kelurahan. Dengan laju
62
tertinggi 9,09% dan laju terendah 0%, maka range kelas pertama adalah 0% - 3,03% (rendah), kelas kedua 3,03%- 6,06% (sedang), dan kelas ketiga lebih besar dari 6,06% (tinggi). Dari tabel3.6 di atas diketahui terdapat 4 kelurahan yang laju pertumbuhan daerah terbangunnya tergolong tinggi yaitu Siantan Hulu, Batu Layang, Bangka Belitung dan Tanjung Hilir. Kemudian 3 kelurahan masuk kategori sedang yaitu Siantan Hilir, Tanjung Hulu dan Siantan Tengah. Selebihnya berada dalam kategori rendah ( 16 kelurahan lainnya).
3.1.3. Tipologi Perkembangan Kota Pontianak Dalam sub bab sebelumnya telah dijelaskan mengenat perkembangan
kota
Pontianak
secara
parsial
berdasarkan
perkembangan penduduk dan daerah terbangunnya. Sub bah ini menjelaskan
tipologi
perkembangan
kota
Pontianak
dengan
menggabungkan variabel-variabel yang telah digunakan dalam sub bab terdahulu. Dengan mengetahui jenis atau sifat dari tiap kawasan berdasarkan kepadatan penduduknya, laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan daerah terbangun dapat diketahui karakteristik perkembangan masing-masing kawasan tersebut, seperti yang dijelaskan dalam tabel berikut:
GAM BAR
PETA LAJU PERTUMBUHAN DAERAH TERBANGUN KOTA PONTIANAK
3.4 L______
-
Keterangan :
Kec. Silrt«1
Keo. Slllgli ~
1- ·- 1 Betas Kellnltlan 1----1 Betas Keceme:tan ~ Sungal
liiiiiiiiiJ
Laj u Pertumblhln Tl!W
1>::::::::1 Laju Pertumbuhan sedang c=J Laju Pertumbuhan IWldah
Kec. Slllgli ~ 1.1
. Kec. SLI9i R¥
I
a
'
.
J,llilft
,.......
1 PIIIB- ACimlrltltaSI . BPN K a t o - Totui:DII 2 H1111MIIbiS
I
l"lllOORAM MAG181Wit l"lltiNCANAAN WI LAYAH DAN KOTA l"ltOGRAM I"AICAIMIANA INST1TUT lWKNOLOQIIINCUtQ
01
w
64
Tabel 3.7. Skoring Tipologi Perkembangan Kota Pontianak No
Luas (ha)
I T~Hilir
I
2 j BMQka Belitung
'
1
-
Kellrahan
3
j TClljoog Hulu
4
I Balu l..ayalg I BCiljar Sen1m
5
6 I! Sialtal Hulu 7 J Benua Melayu lart 8
! Pail Tokaya
10
I Pail Mayor i Saigoo
11
I Dalam Bugis
12
I Tarmelan San1>it
9
13 14
15 16
Paallina
i Mariana
l Sungai Jawi Dalam
I 5unga Beliung
11 1 Soogai Bangkoog 18 19
I DaatSekip Tenga,
20 . Sungai Jawi L.uar
30 I
.i 1.610 109
i ! i
.I ;
i
;
~
i !
f
~
i
I
i
i
. !
'
! I
l
I I j
I
I
Laju Pertt.mb.
PenWduk
Penduduk
Tmggi Renda'~
Sedatg
'
'
i
I
'
Sedalg
i
'
Tinggi
I
Tmggi
i
Laju Perttmb Drh Terbangun i
Skor i
Kategori
Tinggi
I
8
Tinggi
I;
Tmggi
I
7
Tinggi
I.
Sedatg
I
7
Tinggi
Tinggi
i
I
7
Tinggi
I.
6
Sedang
1 !
920 !i
RendM
114 t 645 ;
Sedatg
;
Tinggi
Rendctl
Rendctt
' i
i i
;
Sedalg
i
Tinggi
i
RendM
!
i
Rendah
~
Sedalg
i
l
RendM
Tinggi
I
Rendall
Sedatg . +; 5 Sedalg l. 5 I Sedang 5 i Sedalg
Tmggi
i!
RendM
Seda1g
i
Sedalg
lj
Sedang
I I
RendM
I
!
I 56i i
Kepadatan
Tinggi
797
i
Sedatg
106
i!
RendM
i
!
I 198 I 41 1
280
1.206
Sedalg
Tmggi
Rendah
sol 446
RendM
I i
264
Tinggi
!
.
I Ii !
Tinggi
I
!
Tinggi Rendall
. I
~
6
I l
;
I I i
!
5
RendM
II
iI
!
5
RendM
I
l
5
Rendah
II
5
Rendctl
I
5
Sedalg
5
Sedang
5
Sedang
4
Rendctt
4
Rendctt
Sedang
Sedalg '
Seda1g
Seda1g
Sedalg
Seda1g
Rendall
Sedalg
RendM
Rendall
Sedcl1g
Rendall
Rendall
RendM
Rendc:t1
4
Rendah
Rendall
l
I I
758
II
95
Sedalg
I
295i
Sedalg
Rendall
Rendall
4
RendM
1.370
RendM
Rendall
Sedalg
4
Rendah
I
!
131
I
I
21
Sialtal Hilir
22
Sicr1ta1 TenQa1
787
Rendctt
Rendall
Sedalg
4
Rendah
23
Benua Melayu Daat
474
Rendctt
Rendc:t1
Rendc:t1
3
RendM
catalan: Kepadatan penduduk, laju perturmufla1 perldudta, dan laju pertlJnbuha1 daerctl teroanglll dialtil berti.Jut-turut dari label 3.3, 3.4, dan 3.6. Skor Rendall= 1, Sedalg= 2, Tlnggl= 3.
Dengan memberi skor masing-masing variabel yang telah diurutkan dalam sub bab sebelumnya, dimana kategori rendah diberi nilai I, kategori sedang diberi nilai 2 dan kategori tinggi diberi nilai 3, dengan menjumlahkannya secara kumulatif didapatlah skor total untuk
65
masing-masing kelurahan. Dari tahapan tersebut didapatlah nilai terendah adalah 3, sedangkan nilai tertinggi adalah 8. Dengan membagi kelurahan-kelurahan tersebut, sekali lagi, ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah, didapatlah range kelas pertama dengan nilai skor 3-4, kelas kedua 5-6 dan kelas ketiga dengan nilai skor 7-8. Dari basil skoring di atas didapat 4 kelurahan yang masuk kategori perkembangan tinggi yaitu Bangka Belitung, Tanjung
Hul~
Batu Layang dan Tanjung Hilir. Kategori perkembangan sedang ada 12 kelurahan yaitu Benua Melayu Laut, Parit Tokaya, Parit Mayor, Banjar Serasan, Saigon, Dalam Bugis, Tambelan Sampit, Paal Lima, Mariana, Sungai Jawi Dalam, Sungai Beliung dan Siantan Hulu. Sedangkan yang masuk kategori rendah ada 7 kelurahan yaitu Sungai Bangkong, Sungai Jawi Luar, Siantan Hilir, Siantan Tengah, Benua Melayu Darat, Darat Sekip dan Tengah. Sebarannya dapat dilihat dalam gambar 3.5. Dengan melihat peta tipologi perkembangan kota Pontianak, dapat diketahui bahwa kawasan-kawasan berkategori rendah adalah kelurahan-kelurahan yang umumnya berada di tengah kota, namun tidak satu pun berada timur. Kawasan berkategori sedang letaknya bersebelahan dengan kawasan berkategori rendah. Kawasan-kawasan tersebut tersebar secara merata di semua kecamatan di kota Pontianak. Kepadatan penduduk kelurahan-kelurahan ini bervariasi dalam kategori rendah-sedang. Laju pertumbuhan penduduknya bervariasi antara sedang, rendah dan tinggi. Sedangkan laju pertumbuhan daerah terbangunnya umumnya rendah.
Kawasan berkategori tinggi letaknya berada di pinggiran kota, secara umum berada di perbatasan kota Pontianak (kecuali kelurahan Tanjung Hilir). Dari 4 kelurahan yang masuk kategori ini,
66
satu kelurahan berada di Pontianak Utar~ dua berada di timur, satu di selatan dan tidak satu pun di barat. Kepadatan penduduk kelurahankelurahan ini bervariasi antara sedang dan rendah, kecuali Tanjung Hilir (tinggi). Laju pertumbuhan penduduknya rata-rata tinggi, kecuali Tanjung Hilir (sedang). Laju pertumbuhan daerah terbangunnya adalah tinggi, kecuali Tanjtmg Hulu adalah sedang. Kelurahan Batu Layang, Bangka Belitung dan Tanjung Hulu sebagai kelurahan dengan skor tertinggi (nilai 7) memiliki akses ke 'luar kota'. Kelurahan ini dilintasi jalan arteri yang menghubungkan kota Pontianak dengan daerah-daerah lainnya. Di kelurahan Batu Layang dilintasi oleh jalan arteri yang menghubungkan Pontianak dengan kota-kota pusat kegiatan lokal seperti kota Singkawang, Sanggau, Sintang, dan sebagainya. Bangka Belitung dilintasi jalan arteri primer yang menghubungkan Pontianak dengan desa-desa Sungai Raya-Arang Limbung-Kuala Dua, Pelabuhan Udara Supadio dan Kawasan Industri Tebang Kacang (industri kayu lapis, particle board, dan lain-lain). Dengan meninjau tipologi perkembangan kota Pontianak dan wilayah sekitarnya, terlihat jelas bahwa kota Pontianak dan sekitarnya cenderung berkembang dengan bentuk ellips, ke arah barat dan timur.
Bentuk yang tidak kompak ini, seperti yang telah disinggung sebelumnya, relatifkurang efisien.
3.2. Ketersediaan Laban Disamping memperhatikan pertumbuhan tiap-tiap kelurahan, maka faktor lain yang harus juga dilihat adalah ketersediaan lahannya. Tabel3.8 berikut memperlihatkan urutan kelurahan berdasarkan luasan
67
daerah belum terbangun atau luasan lahan yang masih kosong. Makin tinggi
luas
daerah
belum
terbangun,
makin
besar
potensi
pengembangan lahannya. Tabel 3.8. Unrtan Kelurahan Berdasarkan Luas Daerah Belum Terbangun
Tahun 1999 No
Kelurahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Paal Uma ' Balgka Belitung
l
(ha)
Siarta~Hmr
I
1.206 1.610 1.370
Balu L.ayang
i
920
I
787 797 645 758 280
I
Siantal Tengah PaitTokaya i Siartan tUJ j Sungai Bangkong
I
I
Saigon
I SooQai Jawi oaan
i
I
Sungai Beliung DalanBugis
I
I PaitMayor ! Baljar Secasal
..
I TMjung Hulu
I
I I
I
i
!
II i
l ;
Sungai Jawi Lla___l ~ TMjung l-ilir ! TarOOelat Sa'1)it I Benua Melayu laJt i 20 Benua Melayu Daat ! I 21 DaatSekip -----l22 Tengah I 23 Mariana i
I
i
I
Kota Pontianak
luasan Daerah Belum Terbangun
luas Wilayah
I
!
i
l
I
I
1.185,50 1.115,25 1.042,43 745,66 561,76 510,80 459,56
Ketersediaan La han I!
I ! i j
i ;
Sedang
!
Sedang
.
Sedang
390,60'
251)6
i
446
!
264 198 106 114 109
214,35 186,94 108,76 101,68 83,97 73,16 14,07 7,26 7,17 0 0 0 0 0
iI
l l
295
~
I
~
' ' ;
30 41 56 474 l 131 i - ·! - · 95 ! 50 j 10.782 !
7.066,17
Seda1g
~
.li !
Tinggi Tinggi Tinggi
i
! ! i I
.i . I
1 I I ~
l; i
!
i !
I
Rendall Rendall Rendah Rendah Rendah Rendall Rendall Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
GAM BAR
3.5.
PETA TIPOtOGIPERKEMBANGAN KOTA PONTIANAK TAHUII:..
Kec S.enllln
Keterangan : Kec. Sungai Arltii'Ming
1-·- 1 Batas Keii.I'Wtn 1-··-1 Batas Keamatarl ~ Sungal
r.
C] C]
Kec
Per1<embangan Tlnggl Per1<embangan sedMg Per1<embangan rendetl
Sunglli~
u
Kec. Sung81 Raye
'
•
,........
I. Pe!ll Bltlo AdmiNOII'aOI , BPN Kotl PC11111111< T.....,:IDI 2. HIOUM.IIIt
I
P'llOOMM MM..T81l P'.MNCANAAN WILAYAH IWt KOTA P'llOGIIIAM P'MCA SAIUANA INST1TUT T8KNOLOGIIINONI
0\ 00
69
Dengan membagi kelurahan-kelurahan tersebut ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah berdasarkan prosentase daerah belum terbangunnya, kita bisa mengetahui ketersediaan lahan tiap-tiap kelmahan. Disini makin besar prosentase daerah belum terbangun, berarti makin tinggi tingkat ketersediaan lahan kawasan tersebut, demikian juga sebaliknya. Sebarannya dapat dilihat dalam gam bar 3.6. Terdapat tiga kelurahan yang ketersediaan lahannya tinggi yaitu Paal Lima, Bangka Belitung dan Siantan Hilir. Ketiga kelurahan ini daerah belum terbangunnya di atas 1.000 ha, berarti ketersediaan lahannya cukup besar. Kemudian empat kelurahan dengan kategori sedang, yaitu Batu Layang, Siantan Tengah, Parit Tokaya dan kelurahan Siantan Hulu (em pat kelurahan). Secara urn urn luas areal kosong di kelurahan-kelurahan ini berkisar antara 459-745 ha, artinya masih cukup luas untuk dikembangkan. Selebihnya 16 kelurahan yang lain masuk dalam kategori rendah, yaitu kelurahan Sungai Bangkong, Saigon, Sungai Jawi Dalam, Sungai Beliung, Dalam Bugis, Parit Mayor, Banjar Serasan, Tanjung Hulu, Sungai Jawi Luar, Tanjung Hilir, Tambelan Sampit, Benua Melayu Laut, Benua Melayu Darat, Darat Sekip, Tengah dan Mariana. Keenambelas kelurahan
ini dikategorikan rendah
ketersediaan
lahannya, dimana luasan kosong berkisar antara 7-390 ha. Jika nantinya dilakukan pengembangan maka dalam waktu tidak terlalu lama akan segera penuh. Sehingga kegiatan yang harus pula dipertimbangkan terutama pada beberapa kelurahan padat dari enam belas kelurahan ini adalah pembangunan yang bersifut intensif seperti peremajaan, perbaikan dan rehabilitasi, atau pun pengembangan vertikal (Djoko Sujarto: 1995).
GAM BAR
3.6.
PETA KETERSEDIA AN LAHAN KOTA PONTlANAK
Kilo. Sianlin
Keterangan Kec. ~ngli Antlhlllg
CJ t::::3
Bates Kell.f'ltwl Bates Kec.nat~n
~ Sungal
ffi!1IJ CJ [:J
Ketersedlaan Lltwl TlfW Ketersedlaan Lahln SedlrY4I Ketersedlean Lahln Rendah
Kec. Songli l
" Kec. ~ngli Raye
._....
t Pill I - Mllllnltntt . 2H oslt NIII•
I
.
l••
Kc a - TIIVIDlO
....., I'N>OitNIIIIIMIITIR I'IMNCAHAAN WILAYAH IWt KOTA l'ltOOitAIII I'AICA ~ INnmlf TII
0
71
3.3. Kendala Pengembangan Laban Dalam melaksanakan pembangunan kota umumnya akan ditemui kendala dalam mengembangkan lahannya. Kendala di setiap kota tidak akan sama, tergantung kepada sifat dan karakter fisik masing-masing daerah. Begitu juga dengan kota Pontianak, ada beberapa kendala yang harus dihadapi dalam upaya mengembangkan lahannya. 3.3.1. Kawasan Rawan Penggenangan Dilihat dari letaknya yang tidak terlalu jauh dari pantai, 21 ,5
km dari Laut Natuna, bertopografi datar, tidak berbukit-bukit, kemiringan kurang dari 2%, sehingga tidaklah mengherankan jika kota Pontianak sangat dipengaruhi oleh kondisi pasang surut air laut, atau lebih tepatnya sungai Kapuas. Namun secara normal, kondisi pasang surut sungai Kapuas ini hanya menyebabkan turon naiknya permukaan saluran-saluran kota dalam kisaran antara 0,50 m sampai 0, 75 m pada siklus harian (lebih jelas lihat penjelasan bab 2). Kondisi tidak normal akan terjadi apabila air laut sedang pasang naik dan curah hujan yang
terjadi cukup tinggi, biasanya terjadi pada musim penghujan di ujung tahun. Pada saat ini hampir sebagian wilayah kota akan tergenang. Keadaan ini akan terjadi setidaknya satu atau dua hari dalam setahun. dan akan berkepanjangan jika yang terjadi adalah hujan atau banjir siklus lima atau sepuluh tahunan. Survey
Bappeda
Kota
Pontianak
tahun
1999/2000
menunjukkan bahwa pada saat kondisi tidak normal. sekitar 48,52o/o (5.231,48 ha) bagian wilayah kota Pontianak tergenang atau
terpengaruh pasang surut Sungai Kapuas, sisanya 51,48% (5.550,52
72
ha) relatif bebas dari genangan. Daerah yang bebas genangan ini umumnya adalah kawasan-kawasan yang letaknya jauh dari sungai. Untuk mengetahui kawasan-kawasan mana saja yang tergenang dapat dilihat dalam gambar 3.7 dan penjelasan pada tabel 3.9. Dari tabel tersebut diketahui bahwa 55,09% (1.617,88 ha) wilayah Kec. Pontianak Selatan rawan penggenangan. Kelurahankelurahan seperti Benua Melayu Laut dan Benua Melayu Darat, jika kondisi tidak normal akan tergenang sampai I 00%. Di kecamatan Pontianak Timur 81,33% (714,01 ha) wilayahnya rawan genangan, kelurahan-kelurahan seperti Parit Mayor, Banjar Serasan, Tanjung Hilir, Dalam Bugis dan Tambelan Sampit bahkan sampai 100%. Kecamatan
Pontianak
Barat,
wilayah
yang
rawan
penggenangan adalah sebesar 50,687% (1.664,80 ha) dari total luasnya, dengan kelurahan yang akan tergenang I 00% adalah Tengah, · Mariana dan Sungai Jawi Luar. Sementara di kecamatan Pontianak Utara wilayah yang rawan penggenangan hanya sebesar 33,71% (1.254,79 ha) dari totalluasnya. Di kecamatan ini tidak ada kelurahan yang rawan genangan sampai 1000/o, namun luasan daerah rawan penggenangannya cukup besar. Kelurahan Siantan Hulu sebagai contoh
sebesar 71,42% (atau 460,65 ha) kawasannya rawan
penggenangan. Luasan tersebut setara dengan luas kelurahan Benua Melayu Darat yang rawan genangan 100% (474 ha). Dengan melihat peta pertampalan dari peta daerah terbangun dengan peta daerah penggenangan, seperti yang terlihat dalam gam bar 3 .8. dapat diketahui bahwa sebagian besar daerah terbangun kota Pontianak berada di daerah rawan penggenangan. Daerah rawan penggenangan ini adalah sesuatu yang 'given' dan sepertinya telah bisa
73
diterima oleh semua pihak. Dari gambar tersebut terlihat hanya sedikit daerah terbangun yang bebas penggenangan, seperti sebagian kecil di kelurahan Sui. Bangkong bagian selatan, Parit Tokaya di bagian selatan, Tanjung Hulu di bagian selatan, Siantan Hulu di bagian barat
dan seluruh bagian utara dari kelurahan Batu Layang, Siantan Hilir dan Tengah.
74
Tabel 3.9. Kondisi Drainase Kota Pontianak Tahun 1999 Kecamatan Kelurahan
01 1
Luas (ha) Pontianak Selatan 2.937 8Cilgka Belitung I 1.610 i 56 Benua Melayu t.art
I Benua Melayu
474
100%
797
Pontianak Tlmur
!
878
Parit Mayor
I
I
f3a1a- SerCU1
l
106 114
43.11% 81.33% 100% 100% 55.89%
PaitTokaya 1
!
I Saigon I TClljung Hulu
! Taljung Hilir
I DHnBugis
l
I I
280!
!
301 198
i Sungai Balgkong
! i
!
I 0arat Sekip
!
I Tengctl
I
i! Mariala
I
I Sungai Jawi Dalam I Sungai Jawi L.uar I Sungai Beliung 04
I
!
I I
i
l
Il
i
!
I Pontianak Utara ! 8alu L.ayang
I
j Sialtl1 Hilir
I !
I Sialtl1 Tengctl
I
I Sialtl1 Hulu !
Kota Pontlanalr
!!
I I
1
I
Ii
343.58 1 714.01 I 106.oo 1 114.oo 1 156.49 68.52 I 30.00 198.00 I
l
62.87% i 100% 100%
474.oo
'
I
44.91% 1 1319,12 865,70 53,n%! 0.00 0%! 0%1
0.00
!
453,42 163,99
!
56,89% 18,67%
!
0%1
O%j 44,11% I 37,13% ! 0% 0%!I
0.00 0.00 123,51 40,48 0.00 0.00 0.00 1.600,20
41.00 0% 100% I 1.644,80 49,313% 50.687% 3.245 91,47% 8.53% 102.87 1.103,13 1.206 758 I 52.61% I 398.78 I 47,39% ! 359,22 131 l 100% !I 131.00 0.00 0%1 100% 95.00 0% 0.00 95 100% Ii 0% 0.00 50 50.00 1 91,57 446 79.4~" 1 354.43 1 20,53% ' 100% 295.00 0% 0.00 295 82.47% I 264 !l 46,28 211.12 I 17,53% i ' 33.71% 1.254.79 i 66.29% I 2.467,21 3.722 i 81.23% I 747,32 920 1 18.n% 1 172.68 n,11% 1056,41 1.37o 1 22.fJ90k 1 313.59 l 787 i 60,88% 479,13 39.12% 1 307.87 460.65 1 28,58% i 184,35 645 1 71.42% 51,48% 48.52% 5.231.48 5.550,52 10.112 I 41
I Pontianak Barat II Paa1 Uma
i
I
I TCIOOela1 SaT1>it
03
109
56.00 I
Tak Tergenang (ha) (%)
(ha) 1617,88 744.30
55.09% 46.23% 100%
II ---1I
. Oarat
02
I
DaerahT.... (%)
I I
I
I
Sumber: lnterpretasi UBlg Peta Drainase dan Peoggenangan 199912000, BPN - Bappeda Kota Pontianak. Catalan: Tergenang= teBena pengauh pasang sUrut Sungai Kapuas.
75
Berdasarkan gam bar tersebut diketahui bahwa bampir seluruh kelurahan memiliki kawasan-kawasan yang masib kosong tetapi rawan penggenangan, kecuali Benua Melayu Laut, Benua Melayu Darat, Darat Sekip, Tengah dan Mariana. Kelima kelurahan tersebut telab terbangun
I 00%
dan
seluruhnya
terletak
di
daerab
rawan
penggenangan. Dari basil penghitungan luas kedua gambar tersebut seperti yang tercantum dalam tabel 3 .I 0, diketahui luas daerab terbangun kota Pontianak adalah sebesar 3.7I5,83 ba (34,46%), dari luasan tersebut sebesar 3.257,07 ba (87,65%) terletak di daerah rawan penggenangan. Sisanya sebesar 458,76 ba (12,35%) terletak di daerab 'tak tergenang'. Kelurahan Bangka Belitung dan Siantan Hulu memiliki laban kosong rawan genangan dengan luas lebih dari 300 ba. Kelurahan Sungai Beliung, Sungai Jawi Dalarn, Saigon, Dalarn Bugis, Parit Tokaya, Sungai Bangkong, Parit Mayor dan Siantan Tengah, luasan laban kosong rawan penggenangan berkisar antara I OO-I50 ba.. Paal Lima, Banjar Serasan, Siantan Hilir dan Batu Layang antara 50-I 00 ba. Sementara Tanjung Hulu, Sungai Jawi Luar, Tanjung Hilir dan Tarnbelan Sam pit masing-masing kurang dari 50 ba. Sisanya adalah 5 kelurahan yang lain selurub kawasannya adalah rawan penggenangan.
GAM BAR
3.7.
PETA DRAINASE DAN PENGGENANGAN KOTA PONTlANAK
Keterangan : Kec. Sian len
Kec. SUngai Arrtla~
1-·- 1 Batas Kefl.nll'lM 1-..-1 Batas KecamatM c=J Sungal ~
L!.!..!.J
Daerah penggenangan Ttfbne penf1Nh IN•nt tuttA Sunf•~
Kec SUnga Kakap
Kec. SUngai Raya
0
1
0
,
2
l .Oim
3
SumIt• 1 Pela BalaS AdmlniS1riSI, BPN Kota P - Tftii:DD 2 Pete Oral nose dan Penggenongan Kota Pa'lnk,B'"*'" Kota PoniiWIII<, 19!921111.
I
P'ltOOitAM MAGIS,_III P'IIIIINCANAAN WILAYAH DAN KOTA P'IIIOGIIIAM P'AICA IM.IANA INITmiT TIKNOLOGIIING.Na
-....1 01
GAM BAR
3.8.
PETA PERTAIIPALAN DRAINASE DAN PENGGENANGAN DENGAN DAERAH TERBANGUN KOTA PONTJANAK 1999
Kec Slanllln
Keterangan: Kec SUngai Arrilawang
r=J CJ r=J
Batas Kelurahan Batas Kecamatan Sungai
--
Daerah Tertangun 1999
~ ~
Daerah penggenangan TlfkiM pentaNh pe•ng ""'"''"Suntt'~
Kec ~·l
Kec ~·R.ye
u
•
n
t
..
J,on ,
s-•
I Pilla Botlls AdmlriSIJ'UI, BPN K O l a - TIIUI DXI 2 Pilla Orolnost Clan Penggenongan KOla P......._~ KOla PontiiNI<, I 99G'liXIl. 3 Potll OHrlll T~ Kab PontllnM,8PN 199001Dl
I
I'ROORAM MAGISTIR I'IBNCANAANWILAYAHDAHKOTA I'ROQRAMI'AICA~
INSnTUT TIKNOLOGI UNDUNQ
-....1 -....1
78
Tabel 3.10. Kondlsl Kawasan Tergenang dan Daerah Terbangun Kota Pontianak Tahun 1999
1 2
i Bcqka Belitlllg
i
I Benua M laJt Benua M Darat
3 4
I Parit Tokaya
5
I Parit Mayor
6
I ~Sefasan
7 8
Luas (ha)
Kelurahan
No
Saigon
! T~Hulu
Terbangun Terbangun luas luas Terbangun Genangan Tak Tergenang Tergenang
I I
t61o 1
!
474
i
sa!i
I l
! i
7971!
I
106
'
i'
I I
!
494,75
744,30
sa.oo 1
l
- j
286,20
I
343,59
I ~
4,32!
106,00
l
2801 109 I
22,74!l
156,49
i
35,84
30
22,74
10
DanBugis
I
198
89,24
I
I
1.206
I i
56,00 j
-
i
108,65
-I
4,32
i
101,68
30,03
i
83,97
18,34 1'
138,15
23,51 1
45,02
51,27
- l. 4,40 1 12,331
474,00
- f
22,74!!
7,26
198,oo 1
-I
89,24 1
108,76
i
-I
33,83
7,17
12,64 i
7,86
95,01
I
293,78
105,00
-I
131,00
-
-
95,00
-
-
50,00
I
33,83,
41,00
20.so
I
102,87
758
367,40
l
398,78
131
131.oo
I
131.oo 1
I
315,16
I
30,oo '
PaaUma
68,53 j
!
429,14
l ' 234,94 j
l
!
1
I !
12
I
13
i s Ba1gkong
14
1
15
I Tengah
I
95
95.oo
1
16
I Mcliala
I
50
50,00
i
446
231,65
l
354,44
295
280,93
1
295,00
l
I
114,oo
41 1
. .
474,00
1
30,031
i
!
- i
114
Tamelal Scri1Jjt
65,61
sa.oo 1
474.oo
Tar1tJ1g Hir
0arat Sekip
1
I
9 11
1
;
I
I
l
95,00' 50,00
73,62
I
11 1 s Jawi oaan
18
j SJCIIMLuar
19
SBelimg
II
264
n,06
217,72
20
Baru l.ayang
920
174,34
21
I Siantal Hlir
I
22
j Sianta1 Tengah
327,571 225,24 ;
I
1.370 787
Kosong
Tergenang
22,451
-I
209,20
i
I
145,24
280,931
14.07
--
72,47
1
145,25
172,68
i 60,7o I
113.64
I
59,04
313,59
95,07
232,50 1
81,09
307,87
17,96
201,28
4,59
1
1oo.60
~---------
23
Siantan Hulu Kota Pontianak
I I e~ luas kc.ta Prt I
645
185,44
460,66
10.782
3.715,83
5.231,53
458,76
100%
34,46%
48,52%
4,25%
38,121
I
! 313,34 3.257,07 I 1.974.46 30,21% t-18~31%147,32
Berkaitan dengan sifat penggenangan yang temporer (dan biasanya terjadi dalam satu atau dua hari setahun) tindakan masyarakat
79
kota Pontianak sampai saat ini, sebagai langkah antisipasi, adalah dengan meninggikan lantai rumabnya melewati level banjir tertinggi tahun-tahun sebelumnya (bahkan rumah-rumah tua di kota ini sebelumnya adalah rumab panggung). Seiring dengan berkembangnya kecenderungan membangun rumah tembok berlantai tegel, dan mulai ditinggalkannya pola membangun rumab panggung yang umumnya berkonstruksi kayu oleh masyarakat, membuat altematif peninggian muka tanab menjadi sesuatu yang tak dapat dihindari dalam pengembangan laban di kota Pontianak. khususnya pada kawasankawasan yang rawan penggenangan dan labannya masih kosong. Terutama mengingat bahwa masih ada laban sebesar 7.066,17 ha (65,54% dari totalluas kota) masih belum terbangun. Dari luasan yang belurn terbangun tersebut sebesar 1.974,46 ha atau 27,94% berada di kawasan rawan penggenangan. Dalam konteks pengembangan laban, kawasan rawan penggenangan adalah suatu kendala, karena memerlukan upaya tambahan untuk membebaskannya dari genangan, yaitu dengan mengurugnya terlebih dahu1u sampai me1ewati ketinggian banjir maksimum. Pekerjaan ini membuat biaya pengembangan labannya bertambah, terutama karena tanab urug tersebut harus didatangkan dari luar kota, yaitu dari daerah Saliung, Peniraman dan bukit Sungai Daya yang berjaraknya sekitar 50 km dari kota Pontianak. Biaya peninggian muka tanab ini memunculkan biaya am bang kawasan tersebut.
3.3.2. Kawasan Berlahan Gambut Jika bab sebe1umnya te1ab menguraikan secara singkat
tentang klasifikasi, sifat fisik, sebaran dan tinjauan geoteknis terhadap tanab gambut, selanjutnya dalam sub bab ini akan kita bahas tentang
80
keberadaan tanab gambut dikaitkan dengan aspek pengembangan laban. Tanab gambut di kota Pontianak tersebar di daerab utara dan selatan kota, secara umum makin jauh dari sungai ketebalannya bertambah. Dari luas total wilayah kota 10.782 ha, sebesar 39,23% (4.230,32 ha) adalab tanah gambut, sisanya 60,77% (6.551,68 ha) adalab tanab bukan gambut. Dari interpretasi ulang peta sebaran gambut dan daerab terbangun kota Pontianak, dapat diketahui luasan laban bergambut dan daerab terbangun pada laban gambut di masingmasing kawasan seperti tercantum dalam tabel berikut:
81
Tabel 3.11. Kondisl Kawasan Bergambut Per Kelurahan
Tahun 1999 Kelurahan
No
Luas
Tak 8ergambut
Qlnbut
%
Luas
56,54% t660.n
"' 11,29%
144,09
88.71%
1.132,19
7,06%
50,10
92.94%
659,59
Luas
PnkSelatan
2.937
"' 43,46%
1
BangkaBeltung
1.610
44,08%
709,69
55,92%
900,31
2
Benua Ml.art
56
-
100%
3
Benua MDcrcll
474
-
-
100%
56 474
4
Peril Tokaya
797
71,09%
566,59
28,91%
230,41
16,59%
Pontlanak Tlmur
878
0%
0
100%
878
0%
106
-
100%
106
114
-
280
100%
280
-
109
-I -
-
100%
109
30
-I
-
100%
30
198
-
41 i 3.245
6.~
204,33
1.206
8,69%
104,00
13 Sungai Bangkong i
758
13,13%
99,53
86,87%
14 I 0act Sekip
131
-
100%
-
100%
Parit Ma)«
5
6
IBal~ Serasan
7
Saigon
8
Ta~jung Hub
9
Ta~jung Hilr
i
I
10 DaBn Bugis 11 TanbeBl Sanpit Pontlanak Barat
12 Paalina
I
I
15 Tengoo 16 'Mariana
l
95
1.276,28
.
-I
-I
-I
GmUEin Tat:ag.Jl
GmUTatagn
100%
i
114
Luas
-!
-
-
-
-
93,991 83,41%
472,60
0%
0
-
-
-I 0
-I
"'
Luas
-I -I -
-
-I
-
-
-
-I
-
I -I
-
-I
. -
-
-
93.70% 3.040,67
22,65%
46,29
n.35%
158,04
91,31% 1.101,19
4,15%
4,35
95,85%
100,45
658,48
42,14%
41,94
57,86%
57,59
131
-
-
-
-
-
-
-
100% i 100% I
198 411
951 50
. -I
I
-
50
-
_,
17 SJawiOaBn
446
-!
100%
446
-
-
-
-
18 I Sungai Jawi luar I
295 I
-
-i
100%
295
-
-
-
-
-
-
100%
-
-
73,87% 2.749.71
26,13%
2641 972.29 10,74% 295,32
89,26%
2.454,39
65,32%
34,68%
. 319,06
3,20%
19,21
96,00%
581,73
16,43%
225,09
11,05%
126,54
88,95%
1.018,37
I
264 3.722
19 Sungai Belung 1Pontianak Utara 20
IBatu l.ayang
. 22 ! Siantal r engoo 21 , Siantal Hir 23
ISianta~ Hub
I
920 1.370
600,941 83,57% 1.144,91
100%
787
81,93%
644,79,. 18,07%
142,21
14,20%
91,55
85,00%
553,24
645
55,67%
359,07
44,33%
285,93
16,16%
58,02
83,84%
301,05
60,77'Jf.l 6.551,68
11,48%
485,69
88,52%
3.744,62
IKota Pontianak !10.182
39,m 4.230,32
i I
&~mer: Hasillnterplelasi lJa1g Peta Sebcrcl1 GantU (1983), Peta Balas Adniislrasi (1999) da1 Peta Daera1 Tabqm (1999).
82
Hasil interpretasi ulang memperlihatkan bahwa lebih dari
700/o (2.749,4 ha) wilayah kecamatan Pontianak utara adalah lahan bergambut, begitu pula dengan Pontianak selatan 43,46% ( 1.276,28 ha), Pontianak barat hanya 6,30% (204,32 ha) sedangkan Pontianak timur bebas dari gambut. Dari luasan gambut 4.230,32 ha tersebut, sebesar II,48% (485,69 ha) sudah terbangun sedangkan sisanya sebesar 88,52% (3. 744,62 ha) relatif belurn terbangun. Di Pontianak Utara, lahan gam but yang sudah terbangun adalah seluas 295,32 ha, di Pontianak Selatan seluas I44,09 ha dan di Pontianak Barat seluas 46,29 ha Tanah gambut di kota Pontianak tersebar di 8 kelurahan yaitu 4 di Pontianak utara masing-masing kelurahan Batu Layang, Siantan Hilir, Siantan Tengah dan Siantan Hulu. Kemudian ada dua di Pontianak selatan yaitu kelurahan Bangka Belitung dan Parit Tokaya,
dan dua kelurahan di Pontianak barat yakni di kelurahan Paal Lima dan Sungai Bangkong. Kelurahan yang paling luas lahan gambutnya adalah Siantan Hilir I.I44,9I ha, disusul oleh Bangka Belitung 709,69 ha, selanjutnya Siantan Tengah 644,79 ha, kemudian Batu Layang 600,94 ha, seterusnya Parit Tokaya 566,59 ha, Siantan Hulu 359,07 ha, Paal Lima I 04980 ha dan yang paling kecil adalah Sungai Bangkong yaitu hanya 99,53 ha. Dari aspek pengembangan lahan, keberadaan tanah gambut
merupakan suatu kendala. Hal ini disebabkan oleh rendahnya daya dukung tanah gam but dan juga ketebalannya. Rendahnya daya dukung terhadap beban (kurang dari 0, I kg/cm 2), menyebabkan penggunaan tanah gambut secara langsung, tanpa perlakuan tertentu, (untuk dibangun konstruksi di atasnya seperti: jalan, gedung dan lainnya) adalah tidak memungkinkan.
83
Agar dapat dikembangkan untuk fungsi kegiatan perkotaan seperti pembangunan jalan, perumahan dan lainnya, tanab gambut barus direklamasi, dengan cara mengisi, mengurug atau melakukan irigasi pada laban tersebut (Victoria Neufeldt:
1996), disini
pengertiannya adalab tanab gambut tersebut barus dibuang atau dikupas terlebih dahulu sampai mendapati tanab yang agak stabil di bawahnya (lempung lanau atau lempung gambut), kemudian menimbunnya dengan tanah urug yang kualitasnya lebih baik. Makin tebal tanab gambutnya, akan makin mahal biaya pengembangannya karena membutuhkan tanah urug yang lebih tebal. Beberapa pengembang di kota Pontianak membangun rumah sederbana, dimana tanab gambutnya tidak dikupas, banya diurug dan dipadatkan, menunjukkan basil yang kurang baik. Beberapa tabun kemudian laban tersebut 'turon' secara parsial dan menyebabkan rusaknya konstruksi di atasnya. Kerusakan yang terjadi misalnya: pondasi rumab turon, saluran air beton patah, dan retakan serta penggelombangan permukaan jalan.
Photo 1. Pemanfaatan lahan gambut sebagai areal pertanian (agrobisnis). Tampak dari kejauhan tanaman Papaya Bangkok (Lokasi: Kel. Siantan Tengah - Pontianak Utara)
84
Saat ini sebagian besar lahan-lahan bergambut di kota Pontianak masih berupa semak belukar, hutan dan pertanian hortikultura seperti sayuran, lidah buaya (aloe vera) dan pepaya, seperti yang saat ini dikembangkan di Pontianak Utara. Untuk mengatasi penurunan, khususnya pada pembangunan jaringan jalan di atas lahan gambut, lapisan bawahnya (sub-base) dapat diberi cerucuk kayu dengan diameter berkisar antara 10cm-12cm panjang 4m guna meninggikan daya dukung tanahnya, baru kemudian pada bagian atas ditimbun dengan 'tanah urug/tanah datang' (Kompas: 8 Jan 1997). Namun kita tidak bisa begitu saja memberi cerucuk dan mengurugnya karena lapisan gambutnya tetap saja harus dikupas terlebih dahulu, agar konstruksi aman secara keseluruhan terutama terhadap penurunan tanah (Anas Luth:fi dan Hermawan: 1997). Untuk konstruksi bangunan gedung, perilaku yang diberikan hampir mirip dengan perbaikan jalan. Pada bagian pondasi biasanya diberi tiang
Photo 2. Pemanfaatan lahan gambut sebagai areal pertanian. Disini terlihat tanaman Lidah Buaya (Aloe Vern) yang dipasarkan ke manca negara - terutama sebagai bahan dasar kosmetik. (Lokasi: Kel. Siantan Hulu - Pontianak Utara)
85
pancang dari kayu cerucuk (atau beton) dengan diameter 15cm-20cm, panjang 4m-12m tergantung kepada besaran beban yang akan dipikul. Namun untuk peletakan pondasi tanah gambutnya barus dikupas terlebih dahulu sampai pada level tanah yang lebib stabil. Walaupun memiliki kendala, tidak berarti babwa pengembangan lahan gambut adalah mustahil, karena sudab ada solusi yang ditawarkan. Pekerjaan selanjutnya tinggal mengkaji apakah solusi tersebut cukup ekonomis untuk diaplikasikan mengingat babwa pemerintah, sebagai p1on1r dalam
pembangunan,
biasanya
memiliki
keterbatasan
dalam
penyediaan anggaran.
Photo 3 . Perumahan di lahan gambut. Tanah gambut tidak dikupas. Beberapa bagian bangunan turun, terutama lantai. Jalan bergelombang, dan pada beberapa ruas, saluran betonnya patah. (Lokasi: Kel. Bangka Belitung- Pontianak Selatan)
Dengan jumlab penduduk terus bertambah setiap tahunnya, sementara terdapat potensi laban kota yang belum dikembangkan dengan ketersediaan yang cukup besar (39,23% dari luas kota atau 4.229,78 ba), dengan sendirinya laban gambut ini berpeluang untuk dimanfaatkan menampung perkembangan penduduk di tahun-tahun
86
mendatang. Jika potensi (dan sekaligus peluang) ini tidak dimanfaatkan dengan baik, maka pertumbuhan kota dan alokasi penduduk pun akan ' bocor' mengalir keluar kota Pontianak. Setelah mengetahui kendala fisik dan kemungkinan solusi yang bisa diaplikasikan, maka langkah berikutnya tinggal menganalisis biaya yang diperlukan untuk mengembangkan laban di seluruh kawasan kota Pontianak.
Photo 4. Perumahan di lahan gambut. Permukaan jalan bergelombang karena terjadi penurunan tanah dasar yang tidak seragam. (Lokasi: Sungai Raya Dalam- Kab. Pontianak)
Photo 5. Profile tanah gambut, photo diambil pada sisi saluran yang terbuka. Masih ter1ihat akar-akar pohon di dalam tanah tersebut. Di bawahnya (dengan kedalaman bervariasi) terdapat tanah lempung. (Lokasi: Perumahan Korpri. Sungai Raya Dalam - Kab. Pontianak)
GAM BAR
3.9.
PETASEBARAN GAMBUT DANDAERAH TERBANGUN KOTA PONTIANAK
Kec Slenllln
Keterangan : Kec. Sungai Arrba..-,g
EJ El
Batas Kelli'Wlan
c::J
Sungal
1m+
Gam but Kedalam an 0 - 1,2 m
!§:;]•
Kec
Batas KecMlatan
..·.....·..
Gambut Kedalaman 1,2 - 2,4m
~ §]]
Gam but Kedalaman > 4,()n
Gam but Kedalaman 2,4 - 4,0 m
Daerah Terbangu'l
Suogal(aklp
""
•
l ,Otcm
Kec Sung• Raye
s ... ~.. : 1. Peto Bills ACimlnlslnlsl, BPN K a t l - Tllvi:Dil. 2 Pm Oeologl Tltl KOla Ponti anal< dan Seklllfi'¥I,Kolma'Wlllft Dlrel Un~ 1983. 3 Pm ON1011 TlfbangUn Katl Pontlanok,BPN 1!1!83Dl.
I
PltOOMM MAGIS-r.lt ...IWNCANAAH WILAYAH IWf KOTA PltOOIIIAM ,.AICAIMIANA INITIT\IT ,.KNOLOOIItANDUNO
00 -...)
88
3.4. Biaya Peagembaagaa Lahaa Pada
sub
bab
sebelumnya
telah
dibahas
mengena1
perkembangan penduduk dan daerab terbangun di tiap kawasan serta kendala pengembangannya. Sub bab ini akan membahas tentang biaya pengembangan laban tiap kawasan dikaitkan dengan kendala pengembangannya. Dari struktur biaya dalam konsep ambang batas dikenal biaya normal dan biaya tambahan. Biaya normal adalab satuan biaya yang harus dikeluarkan untuk membangun prasarana pada suatu kawasan secara normal, sedangkan biaya tambahan dibutuhkan untuk mengatasi kendala fisik sehingga mem1mgkinkan untuk membangun prasarana di atasnya. Dalam upaya mengembangkan suatu kota atau bagian wilayah kota, masalah dana sering menjadi kendala utama. Umumnya sumber daya ini tidak selalu tersedia dalam jumlab yang memadai, kalau pun cukup maka pengeluarannya harus sesuai dengan aturan yang berlaku karena menyangkut dana publik dan pada akhimya akan memerlukan pertanggungjawaban publik. Dengan keterbatasan tersebut pemerintah harus memanfilatkan dana yang tersedia dengan efektif dan efisien. Informasi-informasi tentang perkembangan kawasan, daya tampung atau prospek ketersediaan laban, kendala pembangunan dan biaya pengembangan lahannya harus diketahui terlebih dahulu sebelum menyusun program atau pun proyek pembangunan. Dengan demikian dalam menetapkan program atau pun mengalokasikan anggaran pemerintah bisa mengambil suatu keputusan yang tepat didasari penilaian yang matang. Karena umumnya pemerintah kurang begitu efisien dalam menjalankan fungsi alokasi. Ketidakefisienan ini salah
89
satunya
dikarenakan
in formasi
yang
terbatas
(Guritno
Mangkoesoebroto: 1999). Untuk menghasilkan suatu informasi yang bisa dimanfaatkan dalam penentuan program pembangunan atau pengembangan kawasan maka dalam sub bab ini akan kita hitung biaya pengembangan lahan tiap kawasan di kota Pontianak dengan menggunakan analisis am bang batas. Diawali dengan menentukan asumsi-asumsi yang mendasari, kemudian mengenali kendala yang harus dihadapi dan terakhir adalah menghitung besarnya nilai ambang tiap kawasan untuk kemudian diurutkan guna mengetahui kawasan mana yang memiliki nilai ambang terendah dan tertinggi. 3.4.1. Asumsi Yang Digunakan 1.
Standar kepadatan untuk seluruh perhitungan potensi pertumbuhan selama analisis, ditetapkan untuk perumahan berkepadatan rendah, yaitu
sekitar
80
penghuni
per
hektar.
Penetapan
mt
mempertimbangkan bahwa kota Pontianak adalah daerah yang dilintasi garis khatulistiwa, beriklim tropis dengan suhu yang relatif panas (suhu maksimum tercatat 33,4°C), sehingga memerlukan pengaliran udara yang lebih leluasa sesuai dengan ciri tropis. 2.
Sampai 20 tahun mendatang kecenderungan perkembangan dan pembangunan kota tetap bersifat horizontal, dikarenakan masih tersedianya lahan yang memungkinkan untuk pengembangan kota
3.
Pen-zoning-an dalam rencana kota akan diabaikan, sehingga seluruh kawasan yang masih kosong, tennasuk kawasan
90
konservasi dan laban cadangan, akan dianggap sebagai daerab perumaban yang akan dikembangkan.
3.4.2. Penentuan Daerah Ambang Daerah yang akan diamati ambangnya adalab seluruh kelurahan di kota Pontianak dengan penekanan pada kawasan-kawasan yang berpotensi untuk dikembangkan, dengan mengingat bahwa: 1.
Wilayah administratif kota Pontianak adalab wilayah yang diperuntukan bagi kawasan perkotaan, oleh karena itu secara juridis formal seluruh bagian wilayah kota berpeluang untuk dikembangkan menjadi kawasan perkotaan (tiap-tiap keluraban).
2.
Keluraban-keluraban
tersebut
berpotensi
menampung
pertambahan penduduk di tahun-tahun yang akan datang. 3.
Sesuai dengan rencana kota, kawasan-kawasan yang masih kosong akan dibangun jalan lingkar dan poros sebagai prasarana transportasi yang akan menjadi satu dalam suatu sistem jalan kota, yang juga akan diikuti pembangunan jalan-jalan lingkungan guna meningkatkan aksesibilitas tiap-tiap kawasan. Karakteristik fisik masing-masing kawasan akan mempengaruhi besaran biaya pengembangan labannya.
4.
Kendala fisik akan diatasi dengan reklamasi atau peng-urug-an. Misalnya: laban yang rawan genangan akan diurug sampai level
bebas genangan. Dari asumsi dan pertimbangan di atas maka seluruh keluraban di kota Pontianak akan dihitung nilai ambangnya, guna mendapatkan gambaran perbandingan biaya pengembangan tiap kawasan dalam
91
rangka menampung pertambahan penduduk kota setidaknya sampai tahun 2020. Dengan laju pertumbuhan penduduk 1,78% per tahun, maka pada tahun 2020 jumlah penduduk Pontianak akan menjadi 673.147 orang. Mengacu kepada penentuan jumlah penduduk pada kisaran 80 penghuni per hektar, maka tambahan jmnlah penduduk yang dapat ditampung di masing-masing kelurahan dapat dilihat dalam tabel3.13. Terdapat 9 kelurahan yang daya tampungnya di atas 20.000 orang. Kelurahan-kelurahan berdaya tampung besar itu adalah Bangka Belitung, Parit Tokaya, Saigon, Paal Lima, Sungai Bangkong, Batu Layang, Siantan Hilir, Siantan Tengah dan Siantan Hulu. Selanjutnya terdapat 6 kelurahan yang daya tampungnya berkisar antara 2.500 20.000 penghuni, yaitu Sungai Jawi Dalam, _Sungai Beliung, Dalam Bugis, Parit Mayor, Banjar Serasan dan Tanjung Hulu. Kemudian terdapat 3 kelurahan yang memiliki daya tampung rendah yaitu Tanjung Hilir, Tambelan Sampit dan Sungai Jawi Luar. Secara berurutan daya tampung ketiga kelurahan tersebut masing-masing adalah sebesar 581, 573 dan 1.126 penghuni. Sedangkan 5 kelurahan lain daya tampungnya adalah nol dikarenakan daerah terbangun saat ini sudah mencapai I 00%. Berdasarkan perhitungan dalam tabel 3.12, jumlah penduduk yang dapat ditampung di bagian wilayah kota yang belum terbangun adalah sebesar 565.290 orang penghuni. Dengan asumsi 80 orang per hektar, maka tambahan penduduk 'baru' tersebut akan tersebar sebanyak 23,01% (130.084 orang) di Pontianak Selatan, 39,76%
(224.753 orang) di Utara, 28,1SO/o (159.313 orang) di Barat dan sisanya sebesar 9.05% (51.140 orang) di Pontianak Timur. Jumlah total
92
tambahan tersebut adalah hampir dua kali lebih besar dari jumlah penduduk saat ini (473.000 orang, SP 2000). Jika laju pertumbuhan penduduk kota Pontianak tidak mengalami peningkatan atau sama dengan laju pertumbuhan saat ini (1,78% per tahun), maka jumlah penduduk sebesar itu (1.038.290 orang) akan tercapai pada tahun 2044-2045, yaitu ktmmg lebih 45 tahun ke depan. Dengan jumlah penduduk sebesar itu maka kota Pontianak sudah dapat dikategorikan sebagai kota besar {Craig Hattam: 2000).
93
Tabel 3.12. Daya Tampung Penduduk Tiap Kelurahan
No
Keltnhan
Luas
Daya Tarll>Ung Pddk
Luas Blm JmiPddk Terbangun Terbangun SP2000
Luas
oranglha
Total Daya TarJ1>Ung
% I
i
1.610
494.75
1.115,25
36.635
89.220
Benua Melayu L.aut
56
56,00
10.390
-
!
i
- i
10.390
3
Benua Melayu Darat
474
474,00
-
21.466 I
- i'
-! !
21.466
4
PsitTokaya
797
286,20
510,80
i
93.711
1
Bangka 8eltoog
2
5
Part~
106
4,33
101,67
109
35,84
73,16
14.091 1
5.853 ;
30
'12,74
7,26
9.758
581
Saip
280
8
Tanjung Hub
9
Tanjung Hir
PaaiUmaj
13
!
89,24
108,76
41
33,83
7,17
6.295
1.206
20,54
1.185,46
Sooga Bangkoog
758
367,40
390,60
14
Darat Sekip
131
131,00
12.694 I
15
Teng~
95
95,00
-
7.916
.I
16
MiGIIa
50
50,00 1
-
9.226
i
17
Sungci Jawi DaBn
43.385
!
18
I Sunga Jawi
Lta,
Ii
446
231,65
I
214,35
295
2fKl,93
I
14,07
j
186,94
174,34 1
745,66
n,06
15.425 i
l
8.701
125.855
!
1,44% i! i
10.164
1,19%
l
13.n1
3,64%
i
26.636
1,04% 1
19.944
j
10.339
0,10% 1,54%
I
i
24.126
i
6.868
10.066
94.837 1 16,78% 1
104.903
43.484
31.248
553%! ' i
74.m.
-I
. -!
-i
-J
7.916
-I
-I
9.226
I
60.533
573 1
!
0,10%
12.694
I . 1.126 I
0,20%
37.360
32.5391
14.955 I
2,65%
47.494
14.1381
59.653
10,55%
73.791
22.621 1
83.395
14,75%
106.016 73.295
36.234 1
!
6.718 1 20.581
196
I
I
6.055
7
12
8.133
257,26
30,03 1
Tambelirl Sanpit
2.031 1
7,23%
'12,74
114
11
40.864
7.053!
Baljar~
DalllnBugis
I
i
83,97
6
10
52.847
15,78%
I
17.148
3.03%
19
SungciBelungj
264
20
Balu l..ayang
920
21
Sia1ta1 Hilr
1.370
m.51
1.042,43
22
Sisltal Teng81
787
225,24
561,76
28.354
44.941
7,95%
23
SiSltal HukJ
645
185,44
459,56
30.297
36.765
6,50%
i
67.062
473.000 I
565.290
100,00%
j
1.038.290
Kota Pontlanak
j1o.182 1 3.715,87
ii
7.066,13
'
94
3.4.3. Klasifikasi Laban Berdasarkan Kendala Fisik Sebelum sampai kepada analisis biaya, maka terlebih dahulu akan diklasifikasikan tipe-tipe laban berdasarkan kendala fisiknya. Dari data dan informasi yang telab dikumpulkan, seperti deskripsi jenis-jenis tanab di kota Pontianak (lihat gambar lampiran 2.1 dan 2.2), informasi sebaran gambut dan daerab terbangun (lihat gambar 2. 7 dan 3.9) dan data kawasan rawan genangan kota Pontianak (lihat gambar 3. 7 dan 3.8), maka laban-laban tersebut penulis kelompokkan ke dalam 8 kategori yaitu: (i).
Laban tak tergenang tak bergambut;
(ii).
Laban rawan genangan tak bergambut;
(iii).
Laban tergenang tak bergambut;
(iv).
Lahan tergenang bergambut;
(v).
Laban tak tergenang bergambut (tebal= 60 em);
(vi).
Laban tak tergenang bergambut (tebal= 180 em);
(vii).
Laban tak tergenang bergambut (tebal= 320 em);
(viii).
Lahan tak tergenang bergambut (tebal= 400 em).
Laban tak tergenang tak bergambut adalab laban yang terbebas dari banjir tahunan sungai Kapuas. Disamping itu laban ini juga tidak mengandung gambut. Letaknya secara urn urn agak jauh dari sungai Kapuas atau saluran primer lainnya. Untuk memudahkan dalam tahap analisis selanjutnya laban ini kita beri kode A 1• Selanjutnya penjelasan ini ditampilkan dalam tabel berikut:
95
Tabel 3.13. Klasifikasi Lahan No 1
2
lahan terbebas deli baf1ir trulan Slllgai Kapuas, tidak mengclldmg gantut. Secara li1Ullletaknya jcU1 deli sungai Kapuas alai satm1 primer lainnya.
A1
Lam rawan genalgal
letaknya di tepi gena1gal maksinun, bebas ba1ir tetapi berpoteiiSi utk tergenang di keroodial tai rmtinya, gencrlgali1Ya tidak tettau dalcm, a1ir. lahan ini tidak bergamut
A2
lkrumya berada di pinggi" smgai Kapuas alai sallR'I primer. Tldak berganmut, terpengarOO dg germgar~ dai sungai Kapuas. Tmggi gena1gar1 maksinun adaah 100 an (di daerctl JenjJ, keklalarl S. Jawi L.uar dell S. BeriOOQ), diadisipasi dg menaikkan level nlJica jUt & ~ala'~ agar terbebas dai ancarnan baljir.
81
lahan bergamut, terpengcm1 genalgal. Kendala adalat ba1ir sekaigus rendcmya daya ~ tanah gamut Diastlnsikal batwa tinggi balir 100 an= kmdisi ~em~ 81, tanah ganbutnya setebal 320cm.
82
lahan tak tergenang bergarmut (t= 60 an)
lahan bergarOOut tipis da1 bebas bcqir. Kendaa adaah rendcmya daya till1g tam, naTU1 karena ketebalcmya relatif tipis kendala ini tidak ter1alu signifikal.
C1
lahan tak tergenang bergarOOut (t= 180 an)
lahan yg garrDJinya agak tebal da1 bebas bcqir. Kendala adaah renda1nya daya
Lam tergenang tak bergarmut
4
Lam tergenang bergarOOut
5
6
Kode
Lam tak tergenang tak bergarOOut
tak bergarOOut
3
Penjelasan
Klasifikasi
C2
pengenDangat
7
8
lahan tak tergenang bergarmut (t= 320 an)
lahan yg garmutnya tebal naTU1 bebas bc:qir. Kendala adala1 renda1nya daya tit.ng tam, ketebalcmya lebih besar dai tipe C2 setingga lebih menyUibl dalcm pengentmgarllalarl.
C3
lahan tak tergenang bergamut (t= 400 an)
lahan yg tanah ganbutnya ~ tebal (tebal ~ 400cm), ncmJ1 bebas barfll'. Kendala adaah renda1nya daya till1g tam, kelebaawlya besar sehingga scqat rnenyUitka1 dalam pengentmgarllalal.
C4
Adapun sebaran pengelompokan lahan ini dapat dilihat dalam gambar 3.10 dan 3.11. Dari gambar tersebut dapat diketahui posisi dan klasifikasi lahannya. Dari gambar 3.10 dan tabel3.14 diketahui bahwa Pontianak Utara memiliki laban belwn terbangun yang paling luas
96
yaitu 2.809,41 ha. Berikutnya adalah Pontianak Barat dengan luas 1.991,46 ha, Pontianak Selatan dengan luas 1.626,05 ha dan Pontianak Timur dengan luas 639,26 ha. Dari klasifikasi labannya luasan laban normal, yaitu tak tergenang tak bergambut A 1 adalah seluas 800,56 ha yang sebagian besar berada di Pontianak Barat yaitu di keluraban Paal Lima dan Sungai Bangkong. Laban rawan genangan tak bergambut A2, luasnya adalab 932,63 ha, sebagian besar berada di Pontianak Barat yaitu di keluraban Paal Lima.
Kawasan dengan klasifikasi laban
tergenang tak bergambut B., luasnya cukup besar yaitu 1.610,82 ha, secara merata terdapat hampir di seluruh bagian kota dengan luas terbesar di kelurahan Bangka Belitung. Sedangkan laban tergenang bergambut
~,
Iuasnya adalab 445,89 ha terbanyak terdapat di
Pontianak Utara yaitu di keluraban Siantan Hilir, Siantan Tengab dan Siantan Hulu.
97
GAMBAR
~~~~~ ~~~IF~~~~~ ~~~
~0 ~(Qt Kec. Slantan
Qo . . . . . . .
Cll
. . . . . Co ..
c.
~~~~~$~~~~~~~~~~ [Fij~~~
a.c:oc:. ..
c.
Co 0. . . . . . . . . .
~®tl®lrn!iiD@~IiD :
Kec. Slllgal Ambawang
1-·-·- 1 IBs1as Kelurahan I -··-1 8atas D<ecamalan I ------< I
Sungal
~ Ldlan tak teugenang tak bergambu1
W
Lahan rawan ~nangan tak belgambul
~ L.ahan targenang !Ilk bergambut
~ Lahan tergen11ng bergamlbut ~ Ldlan tak teagen. bergembut (tebal= 60cm)
[§]
L.ahan tall Iargen. bergambut (leba!= 180cm)
~
Lahan tak targe11. bergambut (tebal'>o 320<:m)
~ L..ahan tllk llergen. bergambut (tabals 400an)
GJ Kec. Sungai Kakap Kab. Pontilr1ak
Daerall Te!bangun
~
Peta inl adalah perQikung peot1itungan bisya pengembangan lahan llapkawuen.
~!!!!!!!!!!!l~--~!!!!!!!!!!!!~3,0km
Kec. Sungai Raya
&lu"'W.
1. Peta Batao Admlnl-. BPN Kola Pontlanak. TIWin 2000. 2. Peta Gooiogl Toto Koca Ponllllnok dan 5eldtlmyo, KalmoniOn Borat Dlrel<1orat Geolcgl Tala ~ngan. 1983.
3. Peta Doerah Tltbangun
Koca
P<>n-.P<>n-.
BPN 1999/2000.
4. PeCa 0111.- e11n ~nuon Koca lloppedo Koca Pnk 199V/2000. 5. Hool Anollala
I
I"'P<
M«MIOO.©@lll IBltl\@!lllJIIJJii:'J«l\
00
a..
I
~
~
~~~
~~ ~©~
cD
G=~j I!!!JJ©.,
~ ..
c
C,!!l
@,~
.!!
~
~
~
@
.!!1
~
I!!!JJ @,
I!
-
m
i
[
g> .!!c ~a!&!aJ3 .•
.l!l
..,
§
-"CD
c
~
~
j
§j)
1£
J [I]ITJ 0 ~ 1
~~
~
~~~
~~~~
.
. 'I1-~i~II h-m .~u
-- lU, ·
~~~~
tutil ~~ ~-~ u ~ • IHdUI • 0
0
iiiiiiiiiTTTTTTTTTiTTTTTTTTTTTTTTTTTTiTTTTTTTTTTfTTTTTTTiTTTTTTTTTTTTTTTTTTi
~:=:=
--------------- I -
'I ~
~
~
~
<>---
<>---
@---
Q-
o-o--
Q®Q-
~. :0!
--------~5~il!~''=: ;----l!llllllllll~~ ---<W
~
----
--<> __.,
----®
-
99
Tabel 3.14. Luas dan Klasifikasi Lahan Belum Terbangun Berdasarkan Kendala Fisik No
KEI..URAHAN
1
8qka BeliUlg
2
Beooa M L.aut
LUASAN LAHAN (ha) !
81 I 82 A2 35,45 114.211 316,441 13,191
I A1
I
3 4
BenuaMDaat
0,00
o.ool o.oo!
PaitTokaya
0,00
18,65j
5
Pail Mayor
i
0,00
~Sercul I
0,00
o.ooj o.ool
6 7
Saigon
8
0,00
o.ool o.ool o.ool 0,00 13,911 84,79 I 101,68 i 0,00 '
C1
I C2
o.ool o.ool
I C3 I C4 I
250,131 358,12!
o.ool
!
0,00!
0,00! 21,231 297,001
0,00
o.ooj o.ool
0,00
0,00
o.ool o.ool'
o.ooj o.ool
TOTAL.
27,711 1115,25 o.ool 0,00 o.oo, 0,00 0,00
510,80
o.ool
101,68
o.ooi
O,OOj
83,97
0,00
257,26 73,16
75.221 0,00! !
36,71
70,06
83,971 150,49!
T~HUu
8,17
12,11
52,88
0,00
0,00
o.ool
O,OOj 0,00
9 10
TcqmgHitir
0,00
0,00
7,26
0,00
0,00
0,00·
o.oo'
0,001 0,00 '
DalanBugis
0,00
o,oo,
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
108,76
11
Tal tdiiSIIIf
0,00
0,00
108,76 7,17
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
7,17
12
Paal L.ina
506,95 491,91
87,58
0,00
32,40
0,00
0,00
1185,50
13
SBalgkong
164,02
56,05
111,93
0,00
66,65 4,11
54,49
0,00
0,00
390,60
14
DaratSekip
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
15
Tengm
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
16
Miliana
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
17
SJawi DUn
15,82
53,44
145,08
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
214,35
18
SJawi L.uar
0,00
0,00
14,07
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
14,07
19
Smgci Belimg
11,38
26,21
149,34
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
186,94
20 21 22
Balu L.ayang
19,64
78,17
66,03
0,00
59,07
115,76
98,26
308,73
745,66
Sialtrl Hilir
2,41
11,81
13,99
65,56
32,56
122,53
702,69
1042,43
Sianlal Tengm
0,00
0,00
15,29 118,33
0,00
57,87
347,76
561,76
23
Siallantul
0,00
0,00
164,97 164,01
12,57
90,89 22,51 21,23
17,38
79,40
459,56
800,56 932,63 1610,82 445,89
196,19
884,42
729,38 1466,28
7066,17
KOTAPoNTlANAK
0,00
Laban tak tergenang bergambut tipe 1 atau
7,26
ch adalah laban
dengan ketebalan gambut rata-rata 60an, secara total luasnya adalah 196,19 ha tersebar cukup banyak di Pontianak utara, yaitu di kelurahan
100
Batu Layang, Siantan Hilir dan Siantan Hulu, namun sedikit di barat (Paal Lima) dan selatan (Parit Tokaya). Laban tak tergenang bergambut tipe 2 atau
c2, adalab laban
dengan ketebalan gambut rata-rata 180cm, secara totalluasnya adalab 884,42 ha tersebar di Pontianak utara (Batu Layang, Siantan Hilir, Siantan Tengab dan Siantan Hulu), di barat (Paal Lima dan Sungai Bangkong) dan selatan (Bangka Belitung dan Parit Tokaya). Laban tak tergenang bergambut tipe 3 atau C3, adalab laban dengan ketebalan gambut rata-rata 320cm, secara totalluasnya adalab 729,3 8 ha tersebar merata di Pontianak utara dan sebagian di selatan (Bangka Belitung dan Parit Tokaya). Sedangkan laban tak tergenang bergambut tipe 4 atau c4, adalab laban dengan ketebalan gambut sama dengan atau lebih dari 400cm, secara totalluasnya adalah 1.466,28 ha tersebar di seluruh Pontianak utara dan sebagian di selatan (Bangka Belitung). Secara umum dari total 7.066,17 ha laban kota yang belum dikembangkan, yang masuk kategori normal tanpa memerlukan perlakuan khusus hanyalab seluas 800,56 ha atau 11,33%. Sisanya seluas 6.265,61 ha memerlukan biaya tambahan untuk menjadikannya layak dikembangkan. Untuk kelurahan-kelurahan Benua Melayu Laut, Benua Melayu Darat, Darat Sekip, Tengab dan Mariana daerah luasan labannya adalab nol, dikarenakan wilayahnya telab terbangun seluruhnya.
101
3.4.4. Aplikasi Konstruksi dan Biaya Pembangunan Setelab mengelompokkan laban-laban berdasarkan kendala fisiknya, tentu saja dengan mensimplifikasikannya, maka tahapan selanjutnya adalab menghitung biaya pengembangan laban atau biaya ambangnya. Seperti yang telab disinggung dalam sub bah sebelumnya. Biaya ini berkaitan dengan solusi konstruksi dari pengerjaan jalan lingkar, jalan lingkungan dan biaya pengurugan laban dalam upaya menjadikan laban-laban berkendala fisik tersebut, terutama yang tergenang dan bergambut, menjadi bebas banjir dan lebih stabil, atau dengan kata lain menghitung biaya ambang batasnya. Sampai saat ini belum ditemukan cara atau metode yang paling ekonomis untuk memperbaiki daya dukung tanab gambut. Selama ini tanab gambut masih harus diganti dengan tanah yang lebih stabil, sehingga tanah tersebut perlu digali, dan diganti dengan tanab urug yang lebih baik daya dukungnya. Dengan digantinya tanab tersebut maka beban untuk tanab di bawahnya menjadi berubah, untuk itu daya dukung tanab di bawahnya harus pula diperbaiki dengan memberi tiang pancang kayu atau cerucuk. Cerucuk tersebut berfungsi sebagai penaban beban di atasnya sekaligus ikut memperbaiki daya dukung tanah di sekitamya. Berdasarkan pengamatan dalam pembangunan gedung Bank Kalbar di kota Pontianak, diketahui cerucuk berdiameter 8 em panjang 400 em mempunyai daya dukung batas 500 kglbatang, cerucuk dia. 10 em panjang 400 em mempunyai daya dukung batas 600 kglbatang, cerucuk dia. 12 em panjang 400 em mempunyai daya dukung batas 800 kg/batao& cerucuk dia. 15 em panjang 800em mempunyai daya dukung batas 4000 kg/batang dan cerucuk dia. 16 em panjang 1200cm
102
mempunyai daya dukung batas 6000 kglbatang. Cerucuk diberi beban, dan dicatat, dalam kondisi telab tertancap di dalam tanab selama satu bulan, dalam rangkaian group, jarak antar cerucuk dalam group adalab 40 em (lnconeb Consultant: 1993-1994). Pembangunan jalan, baik jalan lingkar atau pun jalan lingkungan, pada tipe-tipe laban tertentu akan menggunakan cerucuk guna memperbaiki sub base atau lapisan bawah dalam konstruksi jalan. Diameter dan panjang cerucuk disesuaikan dengan ketebalan urugan yang digunakan. Secara umum makin tebal urugan akan makin besar
dan panjang cerucuk yang dipakai, karena beban akan bertambah. Hal ini disebabkan karena berat jenis tanab datang lebih besar daripada tanab sebelumnya. Sebagai illustrasi, untuk laban-laban dengan kode A2 , dimana tebal urugan adalab kurang lebih 40 - 50 em, maka cerucuk yang digunakan adalah diameter 8 em panjang 100 em. Untuk laban tipe A2 tersebut, berat urugan tebal40 em per m2 adalah kurang lebih 720 kg, dengan asumsi berat isi tanab urug adalab 1.800 kglm 3, sedangkan daya dukung group cerucuk kurang lebih 1.125 kg. Laban dengan kode C4, tebal urugan kurang lebih 400 em, cerucuk yang akan digunakan adalab diameter 12/15 em panjang 600 em. Berat tanah urug ditaksir 7.200 kg sedangkan daya dukung group cerucuk kurang lebih 10.000-15.000 kg. Demikianjuga untukjenis-jenis laban yang lain (Bh ~'
Ch C2 dan C3) untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar
lampiran 3.1, 3.2, 3.3 dan 3.4. Dari gambar potongan konstruksi jalan untuk masing-masing tipe laban, biaya per meter maju dapat diketahui dengan terlebih dahulu mengetahui seluruh volume tiap-tiap pekerjaan per meter majunya, kemudian digandakan harga satuan tiap-tiap pekerjaan sesuai
103
dengan analisa standar Departemen Kimpraswil (dlh. Departemen Pekerjaan Umum) untuk item pekerjaan tersebut yang mengacu kepada harga-harga barang dan upah setempat. Harga satuan per meter maju untuk tiap tipe jalan digandakan kembali dengan volume masingmasing
tipe
pengembangan
jalan
untuk
mendapatkan
biaya
keseluruhan
laban, baik pembangunan jalan lingkar, jalan
lingkungan dan juga biaya pengurugan. Analisis dan harga-harga satuan di tesis ini dikutip dari dokumen kontrak pekerjaan pembangunan jalan tahun 2000/2001 Dinas Prasarana Kota Pontianak (dlh Dinas Pekerjaan Umum). Sebagai gambaran, untuk biaya penggalian tanah per m 3 adalah sebesar Rp. 21.660,-; urugan pasir per m3 adalah Rp. 57.526,55; tanah urug per m3 adalah Rp. 111.621,93; batu telford 10/15 per m 3 adalah Rp. 135.585,29; lapisan penetrasi (aspal) per m 2 adalah Rp. 36.179,04; cerucuk diameter I 0 em panjang 400 em per batang adalah Rp. 8.090,- demikian seterusnya (untuk lebih jelas dapat dilihat dalam tabel3.15).
104
Tabel 3.15. Harga Satuan Item-item Pekerjaan Konstruksi Jalan No
Jenis Pekerjaan
Harga Satuan Tahun 2001
Satuan
1
Uruga1 Tntl
Jalill
m3
73.528,18
2
Uruga1 Tnt1 Peninmll
m3
111.621,93
3
Uruga1 Pa:W
m3
57.526,55
•
Gam Tnt!
m3
21.660,00
5
SusullCI1 Bciu Telord
m3
135.585,29
6
Cerucuk dia. 10.2 m
Batang
1.575,00
7
Cerucuk dia. 1().4m
Batang
3.150,00
8
Cerucuk dia. 12-&n
Batang
12.500,00
9
Mema1calg Cerucuk
m'
1.235,00
10
Bcr.IJ Cerucuk dia 8110 pj 2m
m'
51.573,75
11
Bcr.IJ Cerucuk dia 8110 pj 1 m
m'
22.247,50
12
Bcr.IJ Cerucuk dia 11Y12 pj 4m
m'
101.125,00
13
Bcr.IJ Cerucuk dia 12/15 pj 6m
m'
168.823,33
14
Cerucuk dia 8110 pj 1m
Batang
15
Cerucuk dia 8110 pj 2m
Batang
~u
16
Cerucuk dia 11Y12 pj 4m
Batang
17
Cerucuk dia 12/15 pj 6m
Batang
2.022,50 4.045,00 I
8.090,00 19.910,00
Sllllber: DoklJllell Kontrak Peketjaan Jalan, Dinas Prasarana Kota Pontianak 2001.
Mengacu kepada daftar harga dalam tabel 3.15 di atas dan menghitung volume pekerjaan pembangunan jalan di masing-masing tipe lahan (lihat gambar lampiran 3.1, 3.2, 3.3, 3.4 dan lampiran perhitungan volwne), maka harga satuan pembangunan jalan dan biaya pengurugan dapat diketahui seperti yang tercantum dalam tabel berikut:
105
Tabel 3.16. Harga Satuan Pekerjaan Berdasarkan Klasifikasi Lahan
No
Klasifikasi lahan
1
Tak ll!fgenalg tak belga1DJt lnpe A1
2 3 4 5 6 7 8
Rawan genqa1 tak belga1DJt I T.pe A2 T~ tak belgalltxt/Tipe 81 T~ berptmut/ Ttpe B2
Tak ll!fgenalg bergmJut (tebal= 60 an)l T1pe C1 Tak lergencq bergmJut (tebF 180 an)l T1pe w Tak tergaa~g bergmJut (leta= 320 an)l TIP& C3 Tak ll!fgenalg bergmJut (leba!= 400 an)l Tip& C4
Ha"ga Satuan Tahun 2001 (Rp.) Jam L.ilgka *li9Pemcmlga1 /m' lm' L.alallm2 555.1Kl5,11
719.491,90 1.702.409,81 4.178.822,32 1.027.173,38 2.901.312,43 5.381.377,65 6.323.014,61
I
0,00 381.588.20 I 534.648,46 J 55.810,97 1.079.224,52 l 111.621,93 3.239.918,83 l 295.718,44 768.761,31 1 79.969,16 2.048.973,91 i 239.907,47 3.m827,03 426.502,18 533.127,72 4.524.291 ,20
Dari tabel di atas diketahui bahwa berdasarkan harga satuan pekerjaan berdasarkan klasifikasi lahannya, laban yang paling mahal dikembangkan adalah laban dengan tipe
c", yaitu laban tak tergenang
bergambut tebal= 400 em. Biaya pembangunan jalan lingkar per meter maju-nya adalab sebesar Rp. 6.323.014,61. Jika dibandingkan dengan biaya ambang pertama atau laban tipe Ah maka perbedaannya adalah Rp. 5.767.209,5 per meter. Jalan lingkar ini sebenarnya bukanlah hal yang signifikan dalam pertimbangan biaya pengembangan kawasan, karena fisik jalan ini hanya melintasi satu atau beberapa kawasan saja. Belwn mencerminkan biaya pengembangan laban secara keseluruhan. Hal yang lebih berarti justru pembangunanjalan lingkungan. Jika jalan lingkungan tidak dibangun maka aksesibilitas kawasan dalam akan rendah dan perkembangan kota akan terjadi secara cepat hanya di pinggir-pinggir jalan poros dan jalan lingkar saja. Apabila diinginkan pertumbuhan yang merata ke seluruh kawasan, maka pembangunan jalan lingkungan harus dilaksanakan. Dari tabel di atas terlihat bahwa
106
biaya pembangunan jalan lingkungan, yang termahal adalah pada laban tipe C 4 yaitu sebesar Rp. 4.524.291,- per meter maju. Jika dibandingkan dengan pembangunan jalan lingkungan di laban tipe A., selisihnya adalab sebesar Rp. 4.142.703,- perm. Dari penjelasan tersebut, dikaitkan dengan konsep ambang batas, dimana unit berikutnya tidak dapat dibangun dengan memakai
biaya pembangunan per unit sebelumnya, dengan pengertian tersebut maka laban tipe A 2 tidak dapat dibangun dengan biaya pembangunan laban tipe At, demikian seterusnya sehingga urutan ambang batasnya adalab berturut-tunrt; laban tipe Ah A2, Ch Bh ~' ~' ~ dan terakhir adalab C 4 • Jika laban tipe A., sebagai ambang pertama adalab pembagi tetap, maka laban C 4 biayanya mencapai 11,86 kali lipat dibanding biaya At dan seterusnya seperti tabel3.17. Berdasarkan klasifikasi ambang, maka peningkatan biaya untuk jalan lingkungan dan pengurugan adalab masuk dalam kategori ambang batas tingkat (grade threshold) dimana terjadi peningkatan biaya pembangunan unit perumaban atau jalan seiring dengan menurunnya daya dukung tanab, sebagai akibat bertambahnya biaya untuk memperkuat pondasi.
Biaya pembangunan untuk unit-unit
perumaban baru ini sudah tidak sama lagi dengan biaya untuk unit-unit perumaban sebelumnya. Karena secara umum makin jauh dari tepi sungai, makin banyak ditemui tanab
gamb~
dan justru makin besar
ketebalannya. Untuk jalan lingkar dan poros dapat dianggap sebagai pola dari ambang batas tangga (stepped threshold) yang memerlukan biaya lump sum tambahan yang harus dikeluarkan hila terjadi kelebihan ambang batas. Hal ini berarti bahwa biaya ambang batas tangga total perlu diadakan sebelurn unit perurnahan pertama dibangun,
107
atau sebelum sampai pada tahap pelaksanaan pengembangan kawasan dilakukan maka harus dikeluarkan biaya dengan jumlah tertentu (yang cukup signifikan).
Tabel 3.17. Perbandingan Biaya Satuan Pernbangunan Jalan Ungkungan Per Jenis Lahan No 1 2 3 4 5 6 7 8
r
g;w•l
li9Setm FetBd RiB d g:u 1 lvrtayBB Jilll.ig
1
!
I i
I
.
T
1
!
I
Biaya pembangunanjal~ pertama-tama adalahjalan lingkar, didapat dengan menggandakan panjang jalan lingkar tersebut dengan harga satuan untuk tiap-tiap panjang jalan per tipe lahan berdasarkan kendala fisiknya. Dari gambar 3.13, diketahui rencana gambar lingkar yang disesuaikan dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota Pontianak 1994-2004. Setelah diplot dan dihitung panjang jalan lingkar yang melintasi masing-masing tipe laban (dengan bantuan program komputer gratis), dapat diketahui biaya pembangunan jalan lingkar dengan menggandakannya dengan harga satuan seperti yang tertera dalam tabel berikut:
108
GAM BAR
~o~go
Kec. Slanlan
~[[jj'b!. ~®b!.IM@ ®b!.'U'b!.~
~IEIRIAJ~IM@MIMM ®IE~IQJ~M~ ®~"ifb!. ~IEIRIAJ~IM@MIMM
Kec. Sungal Ambawang Balas Kelurahan 8Sita8 Kecamatan Sungal
Ambang Balas Pertama (L&IIan llpe A1) Ambang Betas Kedue (Lahan Tlpe A2)
Ambang Balas Kellge (Lahan llpe C1)
Ambang Balas Keempat (lahan Tope 81) Ambang Balas Kelima (Lahan Tlpe Cz) Ambeng Balas Keenam (Lahan Tlpe 82)
Ambang Betas ~uh (Lahan Tlpe C3) Ambang Balas Kedelapmn (Lahan Tlpe C.) Daerah Tetbangun
Kec. Sungal Kakap Kab. Pontianak
-r.
Koto-- Kol--
1. - - - - · BPNKclo- Tlh..,2000.
Kec. Sungai Raya
2.Goclogl Totll s.klomya. 0 1 - Ooologl Tllll ~..~ng~wn-. 1983.
3.- Daorlh T~n Kclo Pon11onok. BPN 1811912000.
Ba--
4. Pota Dralnue- P - Kola P o - , Kclo Pn< 1811912000. 5.Hoo11Anollala
I
IMOOM/lllitli6:.IH!IIli~ l)(li)Tii\ II'~~ [1'/MI(;/J.~~
ill\lmmJ1!JJ1J' 'IJ'IEI)(II\ll!lJILOOD IM~OO~
109
Tabel 3.18. Panjang Jalan Ungkar Per Tipe Lahan
No
Kekrahan
1
BaVta BelitiJlg
2
BMLJU
3
BMOa'at
4
PdTdtaya
5
PdMayor
6
Biqa' Serasal
7
Saigon
8
Panjang Jalan Ungka" (m)
A1 279,46
-
I
-
-
-
c2
C3 3.754,00 2384,67
-
-
1.129,80
-
4.580,69
-
-
1.027,72
-
-
-
2268,56
-
-
-
-
-
-
268,57 - 5.396,38
-
-
-
-
-i
225,42
-
3.225,47
i
-
-
-I
-
-
1.289,84
-
-
. -
1.021.n
I
-
918,n
T~tUJ
-
-
-
-
-
9
T8f1\llg Hlir
-
DalanBtJJis
268,57
-
-
11
Tamelat~
-
-
-
-
-
-I
10
-
-
-
_I
12
Paal Lina
939,56 1.736,23
-
-
-
13
SBangkong
-
-
14
Oa'atSekip
-
15
T~
-
16
Marala
-
17
SJawiDalan
18
SJawi l..t&
19
SBelillg
20
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
384,18
13,22
-
-
-
-
193,98
192,87 1.635,13
-
Balulayalg
-
3.158,28 1.297,57
-
21
SiCilian Hlir
200,23
22 23
SiCilian TefWJ3h
-
SiallantUJ
-
2720,58
~.67
-
Kota Pontllnlk
-
151,01
-
-
19,31
-
3.700,92 7.489,39 8.603,91
Total 8.948,43
-
-
c. -
129,22
1.084,76 1.316,31
-
c1
Bz
B1
A2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
704,08
-
-
-
-
-
-
2621,99
462,86
614,50
460,35 1.884,00
7.878,16
673,01 537,13
765,01
1.378,12 3.464,26
7.188,08
-
-
-
-
-
-
-
321,45 1.518,46
-
1.839,91
1.027,65 999,99 8.358,99 5.674,39 6.867,32 42.722,56
Dari tabel di atas diketahui bahwa total panjang jalan lingkar yang harus dibangun adalah 42.722,56 m. Dari alokasi rencana jalan lingkar per kelurahan, maka kelurahan Bangka Belitung membutuhkan jalan lingkar yang paling panjang, yaitu sepanjang 8.948,43 m dimana sebanyak 68,60 % dari panjang tersebut (sepanjang 6.138,67 m)
110
melintasi lahan gam but, pada lahan tipe C2 dan C3 • Kemudian disusul oleh kelurahan Batu Layang (total 7.878,16 m), Siantan Hilir (total 7.188,08 m), Paal Lima (total 5.396,38 m), Parit Tokaya (total 4.580,69 m) dan kelurahan-kelurahan yang lain. Secara keseluruhan jalan lingkar yang melintasi lahan gambut adalah sepanjang 22.928,34 m (termasukjalan yang melintasi lahan tipe ~ sepanjang 1.027,65 m). Panjang tersebut adalah sebesar 53,66% dari total panjangjalan lingkar yang harus dibangun. Hal ini mengindikasikan bahwa dalam rangka pengembangan kota di tahun-tahun mendatang, pemerintah kota Pontianak akan lebih banyak menangani lahan-lahan bergambut. Biaya pembangunan jalan lingkar dapat diketahui dengan menggandakan panjang jalan lingkar pada masing-masing tipe lahan seperti yang tercantum pada tabel 3.18 dengan harga satuan pekerjaan berdasarkan klasifikasi lahan seperti pada tabel3.16. Adapun hasilnya adalah seperti yang tercantum dalam tabel berikut:
GAM BAR
RENCANA JALAN LINGKAR
3.13. Kec.s--.
I
I
'
'
Keterangan :
r··---Kec. SIIIgli~
[3
Batas Ketl.nlhan
1-.. -1
Batas Kecamata"l
CJ
Sungal
I I 1- --1
Rencana Jalan Ungkw
~
Kelurahan
Jilin Asplll Ekstsang
Kec. Sqllil
•
I
a
, .....
4
•
....... Kec. S~~
1 PetaB-AdmlnllrMI, BPN K C I I -. TIIUIDXI 2 PotoD-TIItbongunKCIIPoniiiNic,-1~
3 RIYisl Ronr:onaUmllft TllaRuongK0111_1_:IDI
I
I'ROORMI MAOIS'IWR l'ljgNCANAAH WILAYAH OM KOTA l'lltOGMM I'AICA aNUANo\ INI111UT 'IWKNOLOGIIIAMMG
-
112
Tabel 3.19. Biaya Pembangunan Jalan Ungkar
No KELURAHAN
BIAYA PEMBANGUNAN JAlAN (Rp.) a, c1 c2 C3 &
A1
A2
155E6
78(E6
1
B Bellung
2
B. M. Lart
3
B. M. Dent
4
PdTokaya
5
Peri Mayor
6
Baljcl"~
7
Saigon
0
8
Taljung HtaJ
0
0
9
Tatjung Hir
0
10
Dallln Bugis
11
TITIIWI Sanpit
12
Paallina
13 14
i
0
'
0
22«E6
o,
0
539E61 0l
i
0
oI
c.
0 I10.891E6l12.832E6I
0 i 27.441.031.188
oI oI
0 oI 0 oI 0. ! 16.379.982.227 0 i 1.749.606.738
0!
l
0!
oI
oI
0 0 9.358E6 0 II 0
0!
0
0
0
0
0,
0.
0.
o·
0
01I
oi
oI
0
0
0
oI
0
0
0
457E6
0
0
0
0
0
0
1.512E6
676E6
2.955E6
SBqkong
0
0
Dent Seq)
0
15 Tengltt 16
Maia1a
17
s Jawi Dallln
18
SJawilla
19
Sungai Belung
20
Batu l..ayang
21
Sia1ta1 Hir
22 Sia1bl'l r engm 23
Siantal Hukl
Kota Ponlia1c*
I I I
oI
0 0
0
0
0
0
.
941E6
1.749E61 0
0I 704E6 2.195E6
Total
6.079E6
l
0!I
I
0 Ol 0 lI 2.900.023.713
oI
0
0
0
i
0
0
0
0!
457.207.861
0
0
oI
0
0I
oI
oI
0
0I
0
0
0
0
0
0 5.143.899.856 0 0I
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
01
0
oI oll
170E6
276E6
22E6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
107E6
570E6
2.783E6
o·
0
o'
oI
ol
Ol
0 2.272E6
2.208E6
0
475E6
1.782E6
2.477E6 11.916E6
21.133.335.047
32£6 2.812E6
551E6
2.21!E6
7.416E6 21.!KME6
35.157.205.837
111E6
108E6
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
I
l
0 0 0 469.376.070 0 3.461.948.631
0
0
1.72!E6 9.601E6
11.331.081.314
2.056E6 5.388E6 14.641E6 4.294E6 1.027E6 24.252E6 30.536E6 43.422E6 125.624.698.482
Pembangunanjalan lingkar temyata membutuhkan dana yang relatif besar yaitu total berjumlah Rp. 125.624.698.482,- dengan alokasi terbesar di Pontianak Utara dan Selatan. Utara membutuhkan dana sebesar Rp. 67.621.622.199,- (atau 53.83%) dan selatan sebesar Rp.
43.821.013.415,-
(34,88%
dari
total).
Dari
total
biaya
113
pembangunan jalan lingkar, maka sejumlab Rp. 73.958.212.970,- atau (atau 58,87%) dialokasikan untuk jalan di atas laban gambut tipe
c3
dan C 4• Padahal, sebagai contoh, laban tipe B I dengan kebutuhan panjang jalan lingkar 8,6 km hanya membutuhkan dana sebesar Rp. 14.647.384.702,- sedangkan laban tipe C3, dengan panjang jalan adalab 5,67 km biayanya adalab sebesar Rp. 30.536.020.483,-, lebih dari dua kali lipat, perbedaan biaya ini cukup besar. Dikaitkan dengan kemampuan keuangan pemerintah kota Pontianak dimana pada tahun 200 I hanya merealisasikan dana sektor transportasi sebesar Rp. 9.231.471.931,- (Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat
dan
Daerah,
Depkeu:. 2002),
diperkirakan
penyelesaian
pembangunan jalan lingkar ini akan memakan waktu lama, sekitar 14 tahun atau lebih, dengan catatan jika di tahun-tahun yang akan datang alokasi dana ini tidak berubah dan digunakan sepenuhnya wttuk pembangunan jalan baru serta biaya pembangunan dalam tabel di atas dianggap konstan. Percepatan pembangunan hanya bisa dilakukan apabila
terjadi
sinergi
antara
beberapa mata
anggaran
dan
bergabungnya beberapa somber pendanaan, misalnya APBD Kota Pontianak dengan APBD Propinsi Kalimantan Barat, atau bahkan juga bantuan dari pusat. Namun proses ini umumnya akan berjalan alot dan memakanwaktu. Biaya pembangunan jalan lingkar belum menggambarkan biaya pengembangan laban kota secara keseluruhan, karenanya harus pula dilengkapi dengan biaya pembangunan jalan lingkungan. Untuk mendapatkan panjang jalan lingkar tiap-tiap laban, seperti yang telab dinomori tiap kotak lahannya dalam gambar 3.11, dibuat model site
114
plan perumaban dengan luas laban 4 ha (lihat gambar lampiran 1). Kemudian dibuat persamaan panjangjalan yang merupakan fungsi dari luas laban. Dari model site plan tersebut didapat suatu persamaan yaitu; y = 0,0 175x, dimana y= panjang jalan; dan x= luas laban. Adapun panjang jalan lingkungan untuk masing-masing tipe laban dapat dilihat dalam tabel lampiran 3.
Diketahui bahwa jalan
lingkungan yang harus dibangun sampai seluruh wilayah kota Pontianak menjadi built up area adalab sepanjang 1.236,58 km. Keluraban Paal Lima, sebagai kelurahan yang paling besar ketersediaan labannya, menempati urutan pertama dalam kebutuhan akan jalan lingkungan (207,46 km), kemudian disusul oleh kelurahan Bangka Belitung (195, 17 km) dan seterusnya sampai kepada Tambelan Sampit sebagai kelurahan yang paling kecil kebutuhan jalan lingkungannya (1,25 km). Kelurahan-kelQrahan Benua Melayu Laut, Benua Melayu Darat, Darat Sekip, Tengab dan Mariana luas jalannya adalab nol karena seluruh kawasannya telab terbangun. Biaya pembangunan jalan lingkar belum menggambarkan biaya pengembangan laban kota secara keseluruhan, karenanya harus pula dilengkapi dengan biaya pembangunan jalan lingkungan. Untuk mendapatkan panjang jalan lingkar tiap-tiap laban, seperti yang telab dinomori tiap kotak labannya dalam gambar 3.11, dibuat model site plan perumaban dengan luas laban 4 ha (lihat gambar lampiran 1). Kemudian dibuat persamaan panjangjalan yang merupakan fungsi dari luas laban. Dari model site plan tersebut didapat suatu persamaan yaitu; y = 0,0 175x, dimana y= panjang jalan; dan x= luas laban. Adapun panjang jalan lingkungan untuk masing-masing tipe laban
115
dapat dilihat dalam tabel lamp iran 3.
Diketahui bahwa jalan
lingkungan yang harus dibangun sampai seluruh wilayah kota Pontianak menjadi built up area adalab sepanjang 1.236,58 km. Keluraban
Paal
Lima,
sebagai keluraban yang paling besar
ketersediaan labannya, menempati urutan pertama dalam kebutuhan akan jalan lingkungan (207,46 km ), kemudian disusul oleh kelurahan Bangka Belitung (195, 17 km) dan seterusnya sampai kepada Tambelan Sampit sebagai keluraban yang paling kecil kebutuhan jalan lingkungannya (I ,25 km ). Keluraban-keluraban Benua Melayu Laut, Benua Melayu Darat, Darat Sekip, Tengab dan Mariana luas jalannya adalab nol karena seluruh kawasannya telab terbangun.
Dari total panjang 1.236,58 km, lebih dari separuh jalan lin:gkungan ini terletak di laban bergambut (52,67% atau 651,38 km),
dimana sebesar 58,990/o atau 384,24 km berada di laban bergambut tebal (laban tipe C3 dan C4). Dengan jalan yang sama seperti menghitung biaya jalan lingkar, maka biaya pembangunan jalan lingkungan memang lebih besar lagi (lihat tabel lampiran 4). Total dana pembangunan yang dibutuhkan sekitar Rp. 2.683.777.713.698,(Rp. 2,68 trilyun). Dengan alokasi dana terbesar di keluraban Siantan Hilir sebesar Rp. 715.303.706.693,- ; kedua adalab di keluraban Bangka Belitung sebesar Rp. 428.370.482.801,- ; dan seterusnya sampai kepada yang terkecil yaitu kelurahan Tambelan Sampit sebesar Rp. 1.353.552.604,-. Untuk kelurahan Benua Melayu Laut, Benua Melayu Darat, Darat Sekip, Tengab dan Mariana karena luas laban yang belum terbangun adalab nol maka biaya pembangunan jalan lingkungan juga
dian~ap
nol. Dari total biaya pembangunan jalan
116
lingkungan yang cukup besar tersebut sebesar Rp. 1,64 trilyun,- (atau 61 ,200/o) dialokasikan untuk pembangunan jalan di lahan-lahan bergambut tebal (laban tipe C 3 dan C4) yang tersebar sebagian besar di utara dan selatan kota Pontianak. Kebutuhan total dana pembangunan jalan lingkungan yang begitu besar, hampir dua kali lipat menyamai APBD seluruh kota dan kabupaten, se-provinsi Kalimantan Barat (termasuk APBD Provinsi, dimana
APBD
Kalbar
secara
agregat
adalah
sebesar
Rp.
1.560.299.999.521. Hal ini jelas merupakan beban yang berat jika hanya ditanggung oleh pemerintah, terutama bagi pemerintah kota Pontianak sendiri). Jika pembangunan jalan lingkungan ini hanya dapat dibiayai sama seperti realisasi tahun 200 1, yaitu Rp. 9.231.471.931,-
per
tahun
untuk
sektor
transportasi,
maka
pembangunan jalan tersebut baru dapat diselesaikan setelah 291 tahun ke
depan.
Sungguh
pengembangan
pada
bukan
waktu yang
laban-laban
singkat.
Karenanya
bergambut tebal
seyogyanya
dipertimbangkan. Setelah membahas analisis biaya pembangunan jalan lingkar
dan jalan lingkungan, selanjutnya akan dihitung biaya pematangan laban-laban yang telah kita identifikasi seperti yang tercantum dalam gambar 3.10. (yaitu Peta Klasifikasi Laban Berdasarkan Kendala Fisik) dan tabel 3.14 (Tabel Luas dan Klasifikasi Laban Belum Terbangun Berdasarkan Kendala Fisik).
Namun sebelum itu, perlu diketahui
bahwa biaya pematangan laban yang dimaksudkan disini adalab
altematif pekerjaan penggalian tanah gam but dan pengurugan dengan tanah urugltanab datang yang kualitasnya lebih baik. Material urug tersebut dapat didatangkan dari luar kota, yaitu dari daerah Saliung,
117
Peniraman dan bukit Sungai Daya yang berjaraknya sekitar 50 km dari kota Pontianak. Biaya peninggian muka tanab dan penggantian tanab gambut memunculkan biaya ambang kawasan tersebut. Biaya pematangan laban, penggalian dan pengurugan, untuk masing-masing tipe laban ada lab seperti yang tercantum dalam tabel 3.16 di halaman sebelumnya.
Biaya
pengurugan
dapat diketahui dengan
cara
menggandakan luasan laban yang akan di-matang-kan dengan biaya total pematangan laban (lihat tabellampiran 5). Terlihat bahwa biaya yang diperlukan untuk mengganti tanab gambut dengan tanab urug adalab mabal. Dari alokasi pendanaan per kawasan, kelurahan yang paling besar membutuhkan dana untuk pematangan laban adalab Siantan Hilir yaitu sebesar Rp. 4. 728.982.206.2~5,-; kedua termabal adalab
kelurahan
Bangka
Belitung
yaitu
sebesar
Rp.
2.731.156.372.864,-; demikian seterusnya sampai kepada kelurahan Tambelan Sam pit, sebesar Rp. 7.999. 720.479,-.
Dari total biaya
pematangan laban sebesar Rp. 16.843.765.156.136,- alokasi untuk laban-laban bergambut, atau sub total dari biaya untuk laban-laban ~, Ch C 2, C3 dan C4 adalab sebesar Rp. 14.525.221.713.316 atau 86,24% dari total keseluruhan biaya. Jumlab ini sangat mabal, setidaknya untuk saat ini yaitu hampir senilai 9 kali lipat APBD Propinsi Kalbar atau 76 kali lipat APBD Kota Pontianak. Asumsi altematif solusi (pertama) dalam pematangan laban adalab dengan mengganti seluruh tanab gambut dengan tanab urug, menghasilkan kebutuhan dana yang begitu besar yaitu 6,27 kali lipat dari biaya membangun jalan lingkungan di seluruh kota Pontianak, yang baru dapat diselesaikan selama 291 tahun jika alokasi dana pembangunan jalan hanya 9 milyar per tahun. Karenanya alternatif
118
mengganti tanah gam but pada kavling-kavling siap bangun itu menjadi sesuatu tidak ekonomis. Sebagai illustrasi, untuk satu persil berukuran 29m x 15m = 435 m2, dana yang diperlukan untuk 'mematangkannya' adalah sebesar 435m2 x Rp. 533.127,72/m2
=
Rp. 231.910.558,-.
Dengan biaya sebesar itu, belum tennasuk harga lahannya sendiri, aspek keterjangkauan akan sulit terpenuhi. Alternatif
kedua
yang
bisa
dipertimbangkan
untuk
diaplikasikan adalah mempertahankan tanah gambut yang ada, tidak diganti, metode pembangunan rumah-nya menyesuaikan dengan pola lama yaitu rumah panggung. Dalam metode pembangunan rumah seperti itu, pondasi bangunan tetap saja harus diletakkan sampai ke level tanah yang lebih stabil. Pada titik-titik pondasi bangunan (yang umumnya menggunakan kayu besi yang banyak terdapat di Kalimantan) tanah gambutnya digali sampai didapatkan tanah lempung di bawahnya. Untuk bangunan konstruksi kayu cara ini hanya efektif jika kedalaman gambut hanya berkisar 1-2m. Jika lebih dari 1-2m itu maka kesulitannya adalab pada penyediaan material kayu besi untuk pondasi, umumnya panjang kayu pondasi hanya 2-4m. Alternatif solusi untuk laban bergambut yang gambutnya lebih dari 2 meter, adalab dengan menggunakan pondasi beton bertulang yang diperkuat dengan tiang pancang dan atau kayu cerucuk. Berdasarkan pengalaman membangun di lana bergambut, tapak pondasi tetap diletakkan pada level tanab yang lebih stabil (lempung lanau) baru kemudian dibuat pondasi beton di atasnya. Sehingga akan dihasilkan suatu pondasi yang relatiflebih dalam peletakannya, dengan kolom pondasi ekstra dibanding dari laban yang relatiflebih baik yaitu laban-laban tipe Ah A2 dan B 1• Dengan cara ini maka biaya ekstra
119
yang dibutuhkan (dibandingkan dengan lahan normal) adalah biaya menggali dan mengurug kembali tanah gam but pada titik-titik pondasi dan biaya kolom pondasi ekstra. Namun sebelum lebih jauh, perlu
ditegaskan bahwa studi ini tidak membahas tentang jenis konstruksi yang paling ekonomis dan tepat untuk lahan-lahan bergambut, karena pada prinsipnya teknologi ini masih terus berkembang, dan terus dilakukan percobaan empiris oleh ahli-ahli teknik sipil. Penekananan adalah lebih kepada konsekuensi biaya dari penerapan teknologi dan metode saat ini untuk mengembangkan laban bergambut, yang kemudian akan dijadikan masukan untuk menentukan prioritas pembangunan kota. Pematangan laban dengan cara mengganti seluruh tanah gambut dengan tanab urug yang mutunya lebih baik, secara prinsip adalah hampir sama dengan alternatif memberi perlakuan khusus tmtuk titik-titik pondasi bangunan saja. Bedanya altematif pertama adalab menggali dan mengganti tanah gambut secara keseluruhan, sedangkan alternatifkedua hanya menggali dan mengurug kembali tanab gambut tersebut. Dengan demikian biaya dari anal isis alternatif solusi pertama untuk membebaskan laban dari banjir dan penurunan tanah dapat langsung kita gunakan sebagai acuan untuk menentukan prioritas pengembangan
laban
kota
Pontianak.
Sehingga
total
biaya
pengembangan lahan adalah merupakan penjumlaban dari biaya pembangunan jalan lingkar, jalan lingkungan dan biaya pematangan laban, seperti yang tercantum dalam tabel berikut:
120
Tabel 3.20. Biaya Pengembangan Lahan Kota Pontianak KB.URAHAN
1
BqkaBettmg
i 1.115,25
2
B Melayu l.aJt
I
3
B Melayu Oarat
4
Parit Tokays
l i
5
iI
PiriMc¥Jr
6
I
Banja" Serasal
7
BIAYAPENGEMBANGAN L.AHAN (Rp.)
lJ.&Sn
No
TDgll
JBtige"
27.441E6I 428.370 E6
-!
-!
-
-
-i
510,80
I
16.379E6
II 101,68
1.749E6I
83,97
-
257,26
2.900E6
Saigon
Rmag:lll..tn
JBii"g(
Biayaper ha
Total
2.731.156 E6l 3.186.967.886.853 2.857.634.127 I -! -,I
-I
-
-
211.461 E6! 1.326.990 E61
1.554.832.504.585
3.043.932.504
-i
134.444.241.910 I 1.322.291.394
19.202 Esl
113.491 E6!
15.859 E6
93.731 E6
109.591.001.370
37.428E6I
207.001 E6
247.410.093.066 i
11.665 E6
65.782E6
1.370 E6
8.100 E6
9.470.991.623
1.305.083.591
I
1.305.083.591 961.697.296
8
TClljung Hukl
73,16
9
TClljung Hir
7,26
-
10
Oalam Bugis
100,76
457E6
20.541 E6
121.401 E6
142.399.926.377
1.309.287.361
11
TIIJ1beB1 Sanpit
7,17
-
1.353E6
7.999E6
9.353.273.003
1.305.083.591
12
Paallina
1.185,50
5.143 E6
117.004E6
503.337E6
625.485.899.115
527.614.470
13
Sungai Bangkong
390,60
57.428E6
290.233 E6
347.661.828.527
890.0n.170
14
OaratSeq>
-
-
-
-
-
-
214,35
469E6
33.457E6
19tn1 E6
225.698.405.170
1.052.955.131
14,07
-
2.657 E6
15.706 E6
18.364.483.756
1.~.083.591
I
Tengah 16 I Maria1a
15
-
I
n.448.15t520 1 1.058.601.758
17
Sungai JaM Dalam
18
Sungai Javi lua"
19
Sungai Bellllg
186,94
3.461E6
31.417 E6
181.326 E6
216.206.616.076
1.156.566.099
20
Baru l.ayalg
745,66
21.133 E6
319.865 E6
2.507.:mE6
2.908.~.684.426
3.900.D.028
21
Siarta1 Hilr
1.042,43
35.157 E6
715.~E6
4.728.982E6
5.479.443.118.n6
5.256.398.367
22
Siarta1 TengSI
561,76
-
391.597E6
2.521.815 E6
2.913.413.250.560
5.186.218.561
23
Sianta1 Hull
459,56
11.331 E6
207.790 E6
1.227.551 E6
1.446.672.211.524
3.147.933.549
7.066,17 125.624E6 2.683.mE6 16.843.765 E6 19.653.167.568.317
2.781.:ll3.742
Kota PontiCilak
Dari tabel di atas terlihat bahwa kelurahan yang relatif murah untuk dikembangkan adalah Paal Lima, Sungai Bangkong dan Saigon (dengan kisaran biaya antara Rp. 520.000.000- Rp. 960.000.000 per ha). Karakteristik laban pada ketiga kelurahan ini adalah dominan lahan-lahan yang tidak bergambut, yaitu laban tipe A., A2 dan B 1 serta
121
sedikit yang bergambut yaitu pada tipe laban
cl
dan
c2 di keluraban
Paal Lima dan Sungai Bangkong. Keluraban yang relatif mabal untuk dikembangkan adalah Siantan Hilir, Siantan Tengah, Batu Layang, Siantan Hulu, Parit Tokaya dan Bangka Belitung (dengan kisaran biaya antara Rp. 2.857.000.000- Rp. 5.256.000.000 per ha). Karakteristik laban pada keenam keluraban ini adalab dominan laban-laban yang bergambut, yaitu laban tipe ch
c2. c3 dan c. serta sedikit yang tidak bergambut.
Dari uraian tabel dan penjelasan di atas sudah semakin jelas bagi kita bahwa biaya pengembangan bagian wilayah kota yang berlaban gambut adalab lebih mahal dibandingkan dengan bagian wilayah kota yang tidak bergambut. Kar~a faktor biaya sering menjadi kendala dalam melaksanakan pembangunan maka sudah sepatutnya pengembangan kota ke bagian-bagian wilayah yang berimplikasi biaya tinggi sedapat mungkin dihindarkan. Setelab mengetahui biaya pengembangan lahan tiap-tiap kelurahan per hektar-nya maka selanjutnya dilakukan sorting atas masing-masing kelurahan berdasarkan output yang dihasilkan, seperti terlihat dalam tabel berikut:
122
Tabel 3.21. Urutan Kelurahan Berdasarbn Biaya Satuan Pengembangan La han No
Kelurahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
PaaiUma Smgai Balgkong Saigon
Daan 8tJ;Jis
12
Pail Mayor
13 14 15
Balgka Belitll1g
Smgai Jawi Daan T~IUJ
Sll1gai Belitllg
Ba1a" Serasan T~ . .
Tcrmelan San1it Smgai Jawi lua'
PaitTokaya Sia11aliUJ
16 17
Balul..ayq
18
Sia'llallilir Beooa Melayu l.aJt Benua Melayu Darat
19 20 21
22 23
Sia11a1T~
DaratSekip T~
Mariala Kola Pooticl1ak
luas Belum Terbangun (ha) 1.185,5 390,6 257~
214,4 73;2 186,9 84,0 7,3 7;2 14,1
108,8 101,7
Potensi Pengerrbangan L.ahan
Biaya perha 527.614.470 890.077.170 961.697.296 1.052.955.131 1.058.601.758 1.156.566.099 1.305.083.591 1.305.083.591 1.305Jl83.591 1.305.083.591 1.309.287.361
510,8 459,6 745,7
1.322.291.394 2.857.634.127 3.043.932.504 3.147.933.549 3.900.308.028
561,8 1.042,4
5.186.218.561 5.256.398.367
-
-
1.115~
!
Tmggi Tinggi Tmggi Tmggi Tinggi Tmggi Tmggi TlllQQi Tinggi Tinggi Tinggi Tnggi Sedcrlg Sedcrlg Seda1g Renda'~
Renda'~ Renda'~
Rendctl Renda'~ Renda'~ Renda'~
Renda'~
7.066;2
Berdasarkan data tersebut di atas, kelurahan-kelurahan tersebut kita bagi ke dalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah (berdasarkan biaya satuan pengembangan lahannya), sehingga dapatlah diketahui bobot biaya pengembangan laban tiap-tiap kelurahan. Dengan biaya tertinggi per hektar-nya Rp. 5.256.398.367,-
123
dan biaya terendah Rp. 527.614.470,- maka range kelas pertama adalah Rp. 527.614.470- Rp. 1.576.261.299,- (biaya rendah, potensi pengembangan lahan tinggi), range kelas kedua Rp. 1.576.261.300,- Rp. 3.152.522.598,- (sedang), dan range kelas ketiga adalah lebih
besar dari Rp. 3.152.522.598,- (tinggi dengan maksimum adalah Rp. 5.256.398.367,- per ha). Dari pembahasan tersebut diketahui bahwa semakin tinggi tingkat pembiayaan, akan semakin rendah potensi pengembangannya. Demikian pula sebaliknya makin rendah tingkat pembiayaan, makin tinggi potensi untuk dikembangkan. Berkenaan dengan daya tampung penduduk
masing-masing
kelurahan,
maka
Paal
Lima
akan
membutuhkan biaya sebesar Rp. 6.595.378,- per penduduk baru (terendah),
Saigon sebesar Rp. 12.021.286,- per penduduk (relatif
sedang) dan Siantan Hilir sebesar Rp. 65.704.695,- per penduduk baru (tertinggi). Dengan demikian, dari sisi pembiayaan, kelurahan Paal Lima potensi pengembangannya tertinggi sedangkan Siantan Hilir potensi pengembangannya ada1ah terendah. Seperti yang telah disinggung sebelumnya bahwa dasar asumsi perhitungan adalah dengan menganggap seluruh areal kosong di kota Pontianak akan dikembangkan, dibangun menjadi kawasan perumahan. Dari temuan analisis diketahui bahwa pada lahan-lahan bergambut tebal, khususnya lahan tipe
c3
dan
c.., kebutuhan
dana
pembangunan sangat besar, yaitu 3-4 kali lipat dibandingkan biaya pembangunan pada lahan normal yang paling sulit sekali pun yaitu lahan tipe Bh tergenang tak bergambut (lihat tabel 3.17). Karenanya kawasan ini sebaiknya tidak dikembangkan terlebih dahulu karena
124
sangat mabal. Altematif penggunaan laban adalab dijadikan kawasan lindung atau laban konservasi. Ini sejalan dengan ketentuan pemerintah, yang memberikan kriteria bahwa kawasan gambut yang dilindungi itu adalab tanab gambut dengan ketebalan tiga meter atau lebih yang terdapat di bagian hulu sungai dan rawa (Pasal 10 Keppres No. 32 Tabun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung). Selanjutnya dapat pula mengacu kepada Keppres Nomor 80 tahun 1999 tentang Pedoman Umum Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Pengembangan Laban Gambut di Kalimantan Tengab, walauptm dalam konteks wilayah administratif yang berbeda tetapi sifat tanah, secara teknis relatif sama. Dalam Keppres tersebut dinyatakan bahwa kawasan yang memiliki laban basah bergambut tebal yang merupakan bagian dari ekosistem khas laban basah serta mempunyai fungsi sebagai kawasan lindung perlu dikonservasi. Dengan demikian berdasarkan pertimbangan tingkat pembiayaan yang tinggi dan fungsinya sebagai resapan air maka areal di tipe laban
c3
dan
c4
disarankan untuk dijadikan kawasan lindung saja, tidak untuk dikembangkan. Dengan dijadikannya laban-laban bergambut tebal itu sebagai laban konservasi maka sediaan laban menjadi berkurang dan daya tampung pun menjadi tereduksi. Secara signifikan kelurahan Batu Layang, sebagai contoh, semula laban belum terbangun adalah seluas 745,66 ha. Jika laban tipe
c3 dan c4 dijadikan konservasi maka areal
yang dapat dikembangkan menjadi seluas 338,67 ha saja atau dapat menampung tambahan sebanyak 27.093 penduduk baru (semula bisa menampung 59.653 orang penduduk baru). Secara keseluruhan untuk
125
cakupan kota Pontianak, dengan asumsi kedua tipe laban tersebut tidak dikembangkan, maka luasan yang dapat dikembangkan tinggal 4.870,47 ha dengan daya tampung tambahan hanya sejumlah 389.637 penduduk (semula bisa menampung 565.290 penduduk baru). Sehingga total daya tampung menjadi 862.637 orang (semula 1.038.290 orang, lihat tabel 3.12). Untuk mengetahui letak dan seba.ran potensi pengembangan laban kota Pontianak dapat dilihat dalam gamba.r 3.14.
GAM BAR
3.14. Kec. Slll:lllln
POTENSIPENGEMBANGAN LAHAN BERDASARKAN TINGKAT PEMBIAYAAN
Keterangan :
Kec. Sungai Arrba..-,g
1- ·- I Batas Kelurahln 1-··-1 BatasKecamatan ~ Sungal
IIIliiliil1
Polensi Tlnggl (Bioya rendall. anl"a Ap. Sl.7 61HIIl· ,._ t&'ll3512»)
CJ
Potensi Sedang (Bioyase~
..,.,. Ap. t.576.26t 300,. . ,._ ~tSl.S12.!11.·)
~
Potensi Rendall
CJ
S.lunil kawann sudah leroengoo, d~ inltnMika!i W
(Bioyatinggi> Ap. 3.tSl.S12.!11.·)
Kec ~· Kalo;ap ""
Kec Sunga Rays
-
l.Oim
~- ~-:
t. POll 8ICIS ActmlniSITOSI , 8PN KOCll-.TIIUlliiXI. 2.Has11MIIIsls.
I
P'llOORAM MAGIS,.Il P'.IUINCANAAN WI LAYAH DAN KOTA P'llOOitAM P'.UCAIMJANA
INST11\IT ,.KNOLOOIIIANDUNO
N 0\
127
3.5. Prioritas Pengembangan Bagian Wilayah Kota Setelab pada sub bab sebelumnya kita telah membahas perkembangan penduduk dan daerab terbangun kota Pontianak, ketersediaan laban, kendala pengembangan
laban dan biaya
pengembangan laban, maka pada akhir bab ini akan digabungkan terlebih dahulu basil analisis sebelumnya, yaitu skoring tipologi perkembangan kota Pontianak (lihat tabel 3. 7), ketersediaan laban (lihat tabel 3.8) dengan sorting keluraban berdasarkan biaya satuan pengembangan laban (lihat tabel 3.21 ). Hasil gabungan ketiga tabel tersebut adalah sebuah daftar tingkat perkembangan kelurahankelurahan, ketersediaan laban dan tingkat pembiayaan pengembangan labannya, yang akan menghasilkan keluaran yang diharapkan dari studi ini, yaitu suatu daftar prioritas pengembangan laban seperti terlihat dalam tabel berikut:
128
Tabel 3.22. Prloritas Pengembangan Wilayah Kota Pontianak Ua;BUn
~
N:>
1 . Bangka Beli1oog 2 3 4 5 6
I
Paal Uma 1
uas.5 l 1.206 I 109!I 73,2 1
Tar1oog Hulu
I
J Taljoog Hilir
!
J
I Baljar Serasa1 I I
i Siantart Hulu
I !
ParitMayor
7 8
I Saigon
9
I oaam Bugis
10
1.115,3 I
1.610
l I
I
SJawiDaan
30
7,3
114 1 6451 I
I
Tmggi Sedalg
l
II
Tinggi
I I
Rendah
I
Tinggi
Tinggi
I
Rendah
I
Tinggi
Sedalg
l
I Rendah I
i
I
SedaBJ
I
Rendah
Sedalg
I
Rendah
108,8 j
Sedalg
i Rendah i
214,4
!
Sedang
I
280 198!i
2Sl.3
I
!
SedaBJ
.
Tinggi
i
SedaBJ
I
l
I
i
I
iI
Tinggi
I
Tinggi
i I
Tmggi
Rendah II
Ka:gfi&
Scr
~ I
Tinggi
Sedalg
101.1
Rini
Tinggi Sedalg
i
Ii
Tinggi
I I
1061
4461
I
84,0 459,6
~· Lam
Tptg Rlku t:a g:11
l.l.aJM TG-g.n
Tinggi
Rlg~ti:Bglt I
8 I I 8 II 7 Ii
TIIQii
7 I
Tmggi
. 6 I I
6
! I I
TJnggi Tmggi Sedang Sedang
6 I 6 I 6 I
Sedang
6
Sedang
6
Sedang
Sedang Sedcl1g
11
Sungai Belilllg
l
264'I
186,9
I
Sedang
Rendah i
Tmggi
12
Parit Tokaya
I
7971
510,8
i
l
Sedalg
I
Sedalg
I
Sedcl1g
6
Sedang
9201
745,7 1
Ttnggi
Sedcl1g
Rendah
6
Sedalg
7,2 !l
Sedang
Rendah
Tinggi
6
Sedcl1g
Tmggi
Rendah
5
Sedang
Tinggi
5
Sedang
Tinggi
5
Sedang
Rendah
4
Rendah
Rendah
4
Rendah
Rendah
4
Rendah
Rendah
3
Rendah
13
!
14
I Tarmetan 5an1Ht
15
Balu layalg Sianfal Hilir
41
I
1 t37o
I
1.042,4
I
~
!
I I ! I I
16 I s Bangkong
I
7581
17
SJawi Luar
I
i
2951
14,1
I
Rendah
I I
18
Siantart TengM
j
787
ss1.8
I
~
I
19
BM l.aJt
20IMariana 21 BMDarat 22 DaratSekip 23
Ter1QM
Catatan:
I
I
ssl
so!I 474
390.6 1 Rendah
i
o I Sedang o I Sedalg
131 1
o 0
95
o
I
I
I -
Rendah I
Rendah ! I Sedalg I
iI Rendah
I
I
Rendah
Rendah Rendah
Rendah
Rendah
Rendall
3
Rendah
Rendall
Rendall
3
Rendah
Rendah
I
Skor Rendah= 1, Sedang= 2, TllQQi= 3.
Berdasarkan gabungan dari kedua analisis sebelumnya diketahui prioritas pengembangan bagian wilayah kota dengan letak
dan sebagarannya dapat kita lihat pada gambar 3.15. dengan penjelasan sebagai berikut: prioritas pertama pengembangan bagian wilayah kota
129
adalab pada keluraban-kelurahan yang tipologi perkembangannya tinggi, ketersediaan laban tinggi dan potensi pengembangan laban tinggi (biaya pengembangan labannya rendah). Keluraban-keluraban ini terdapat terutama pada kawasan barat dan timur kota yaitu pada kelurahan Paal Lima, Bangka Belitung, Tanjung Hilir dan Tanjung Hulu, yang secara kebetulan berada pada daerab yang berbatasan dengan
desa-desa pinggiran kota Pontianak (masuk wilayab
administrasi Kabupaten Pontianak).
Prioritas kedua adalab pada keluraban-keluraban yang tipologi perkembangannya sedang-rendah, ketersediaan laban sedangrendah, namun potensi pengembangan labannya tinggi-sedang. Labanlaban di kawasan ini relatif memberikan angka pembiayaan yang moderat dan menjadi pertimbangan menempatkannya pada prioritas pengembangan kedua setelah 4 kelurahan yang pertama. Kelurahankelurahan yang masuk prioritas kedua adalah: Batu Layang, Siantan Hilir, Siantan Hulu, Sungai Beliung, Sungai Jawi Luar, Sungai Jawi Dalam, Sungai Bangkong, Parit Tokaya, Dalam Bugis, Tambelan Sampit, Saigon Banjar Serasan dan Parit Mayor.
Prioritas ketiga pengembangan bagian wilayah kota adalah pada kelurahan-keluraban yang tipologi perkembangannya sedangrendah, ketersediaan laban rendah dan potensi pengembangan lahannya juga rendah. Perkembangannya tidak terlalu cepat sementara biaya pengembangan lahannya tinggi. Oleh karena itu keluraban-kelurahan tersebut ditempatkan dalam prioritas ketiga pengembangan. Kelurahan tersebut adalah Siantan Tengah, Benua Melayu Darat, Benua Melayu Laut, Darat Sekip, Tengah dan Mariana. Kelima kelurahan terakhir (di
130
luar Siantan Tengab) dimasukkan dalam kawasan berprioritas rendah, karena umumnya jenis kegiatan yang dibutuhkan di kawasan-kawasan lama dengan densitas tinggi ini adalab kegiatan-kegiatan yang bersifat intensifikasi seperti: urban renewal, perbaikan kampung dan lain sebagainya yang bukan merupakan kegiatan pengembangan laban yang cenderung ekstensifikasi. Secara khusus masing-masing keluraban berdasarkan ambang batas tiap-tiap jenis laban dapat disusun kembali prioritasnya berdasarkan kendala fisik yang ditemui (dapat dilihat dalam gambar lampiran 4.1-4.7.).
GAM BAR
3.15.
Ktc. Sill1tln
PRIORITAS PENGEMBANGAN BAGIAN WI LA YAH KOTA PONTIANAK
Keterangan : Ktc. Sungai Ambaweng
llJIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII~I~I8:~1C7~~~l l~
I I
1-·- 1Batas Keturahan I -.. -I Batas Kecarnatan
c::J
Soogal
IIIIIIII!I1
Prlorlas Pe!laml
c::J
Priorlas Kedua
c:=J
Prlorttas Ketlga
l llliJI 1 ~
Zoning KonsfiMisi UsWn Daerah Terbangun
Kit. Sqai Klkl!l
w
n
Ktc. Sungai Reya
•
'
........
1 POll 81110 ACimi~SI11SI. BPN Kola P
2
HI~IM.I>I>
I
1.-H
I'ROGitAM MAGIS,. It l'lgNCANAAH WI LAYAH DotiH KOTA l'ltOGitAMI'AICA~
INS11TUT ,.KNOLOGI UICitl«<
BAD IV ARABANPENGEMBANGANBAGIANWHAYAHKOfA
Bah ini akan memaparkan temuan serta kesimpulan studi yang telab dilakukan untuk kemudian memberikan beberapa rekomendasi atau araban yang patut dipertimbangkan dalam melaksanakan pengembangan bagian wilayah kota Pontianak secara keseluruhan, terutama yang berlahan gambut. Juga akan disinggung mengenai kelemaban-kelemaban studi serta beberapa saran untuk pengembangan studi lebih lanjut.
4.1. Temuan Studi Dari analisis yang telab dilakukan dalam bab-bab sebelumnya diketahui bahwa keluraban yang memiliki tipologi perkembangan sedang-tinggi, potensi pengembangan laban sedang-tinggi akan masuk dalam kategori prioritas pertama Ketersediaan laban tiap-tiap kelurahan tidak memperlihatkan pola yang berkesinambungan dengan kedua faktor sebelumnya. Pada beberapa kelurahan ketersediaan lahannya rendah, namun tipologi perkembangan dan potensi pengembangan labannya justru tinggi (terutama Tanjung Hulu dan Tanjung Hilir). Adapun temuan basil studi adalab sebagai berikut: •
Kelurahan-kelurahan
yang
menempati
prioritas
pertama
pengembangan laban adalab keluraban-keluraban yang berbatasan langsung dengan desa-desa di Kabupaten Pontianak, dalam hal ini di wilayah barat dan timur. Tipologi perkembangannya tinggi, ketersediaan laban relatif tinggi dan potensi pengembangan
132
133
lahannya juga tinggi sehingga cukup murah untuk dikembangkan (Paal Lima, Bangka Belitung, Tanjung Hilir dan Tanjung Hulu). •
Seluruh kelurahan di kecamatan Pontianak Timur baik untuk dikembangkan, prioritas pengembangan labannya sedang-tinggi. Tipologi perkembangan keluraban di timur berkisar antara sedang sampai tinggi. Potensi pengembangan laban seluruhnya tinggi, kecuali Siantan Hulu (sedang). Ketersediaan laban seluruhnya rendah. Ini berarti secara umum seluruh keluraban di Pontianak Timur baik untuk dikembangkan karena pembiayaannya relatif rendah dan perkembangannya cukup pesat walaupun ketersediaan labannya rendah.
•
Kelurahan-kelurahan yang terletak di wilayab Pontianak Barat, seluruhnya masuk prioritas pengembangan sedang-tinggi. Tipologi perkembangannya sedang, potensi pengembangan laban tinggi karena biaya pengembangan lahannya relatif rendah. Namun ketersediaan lahannya rendah (hanya Paal Lima yang tinggi). Tiga kelurahan lain yang masuk kategori rendah adalah dikarenakan seluruh arealnya telah terbangun yaitu Darat Sekip, Tengah dan Mariana. Sehingga secara umum kelurahan-kelurahan di Pontianak Barat cukup baik untuk dikembangkan, karena biaya pengembangan lahannya relatif murah, walaupun ketersediaan lahannya rata-rata rendah.
•
Dua kelurahan di wilayah Pontianak Selatan masuk prioritas pengembangan sedang dan tinggi, yaitu Parit Tokaya dan Bangka Belitung. Secara berturut-turut tipologi perkembangannya sedang dan tinggi, ketersediaan laban sedang dan tinggi, sedangkan potensi
pengembangan laban keduanya sedang. Dua kelurahan yang lain,
134
yaitu Benua Melayu Darat dan Benua Melayu Laut masuk prioritas rendah karena seluruh arealnya sudah terbangun. Pada beberapa kawasan, keluraban-keluraban di Pontianak Selatan tidak terlalu baik untuk dikembangkan, secara umum potensinya tidak terlalu tinggi,
hal
ini dikarenakan
biaya pengembangannya akan
memberatkan terutama pada laban-laban bergambut. •
Keluraban-keluraban di wilayah Pontianak Utara secara umum masuk kategori prioritas pengembangan sedang-rendab, kecuali Siantan Hulu tinggi. Keluraban Siantan Hulu dan Batu Layang memiliki tipologi perkembangan tinggi, sementara Siantan Hilir dan Siantan Tengab sedang. Ketersediaan laban seluruhnya masuk kategori sedang, kecuali Siantan Hilir tinggi. Namun potensi pengembangan laban
umumnya rendah kecuali Siantan Hulu
sedang, sehingga pengembangan kawasan-kawasan ini memerlukan biaya tambahan yang tidak sedikit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pengembangan laban beberapa kawasan pada kelurahan-kelurahan di Pontianak Utara kurang begitu baik untuk dilakukan karena membutuhkan dana besar walaupun ketersediaan lahannya tinggi. 4.2. Kesimpulan Studi Hasil pembahasan dan temuan studi adalab berkesesuaian dengan perkembangan kota Pontianak saat ini yang lebih besar terjadi di wilayah barat dan timur kota.
Perkembangan terbesar yang terjadi
dalam dekade terakhir adalah pada kawasan-kawasan yang justru dalam studi ini menempati prioritas pertama (kategori tinggi). Diperkirakan di tahun-tahun mendatang kecenderungan ini akan terns berlangsung dan
135
sulit terhindarkan
sehingga bentuk kota yang menJari berikut
implikasinya merupakan keniscayaan. Pengembangan kawasan di Pontianak Utara dan Selatan membutuhkan biaya yang tinggi terutama dalam mengatasi tanah bergambut, baik untuk pembangunan jalan atau pun pematangan laban. Karenanya keluraban-keluraban yang memiliki lahan-lahan bergambut yang cukup luas akan membutuhkan biaya yang signifikan untuk pengembangannya
dan
mempengaruhinya
dalam
prioritas
pengembangan laban secara keseluruhan. Prioritas pengembangan laban masing-masing kelurahan dalam studi yang telab dilakukan (atau seperti ta~l 4.1 di atas) adalab representasi analisis secara keseluruhan. Dari sisi pembiayaan masingmasing keluraban memiliki daerab ambang batas biaya pengembangan laban tersen~ yang dapat dijadikan panduan prioritas untuk kelurahan tersebut, terutama dalam mengalokasikan program dan proyek pembangunan fisik.
4.3. Saran!Rekomendasi Saran atau rekomendasi yang diajukan adalab sebagai berikut: •
Untuk memitigasi dampak dari kota yang cenderung berbentuk menjari dan tinier harus disiapkan beberapa hal diantaranya: (i).
Meningkatkan aksesibilitas kawasan utara kota Pontianak, baik berupa prasarana jalan atau jembatan, sehingga
kawasan tersebut akan lebih terbuka, terutama pada labanlaban dengan ambang batas rendah.
(ii). Pontianak terutama pada kawasan-kawasan pinggiran yang
136
berbatasan, pada bidang pelayanan prasarana umum seperti air, listrik, sampah dan lain-lain. Kerjasama dapat dilakukan melalui pendirian sebuah badan, Badan Kerjasama Antar Daerah, yang mengelola fasilitas dan pelayanan bersama bagi penduduk kedua wilayah, baik kota Pontianak maupun
Kabupaten Pontianak. •
Pengembangan laban-laban bergambut sebaiknya dihindarkan karena membutuhkan dana pembangunan- yang besar, terutama untuk laban-laban bergambut tebal. Hal ini disebabkan daya dukung dan sifat teknisnya yang kurang baik. Konsekuensi alokasi dana tersebut akan memberatkan APBD Kota Pontianak, terlebih-lebih dana pembangunan di tanab gambut lebih yang mabal3-4 kali lipat dibanding
di
laban
normal
yang
tergenang
sekali
pun
(pembangunan jalan lingkungan di laban tipe C4 dibandingkan dengan laban tipe B 1). Namun laban-laban bergambut tipis cukup ekonomis untuk dikembangk.an meliputi sebagian kawasan kelurahan Paal Lima, Sungai Bangk.ong, Parit Tokaya, Siantan Hulu, Siantan Hilir dan Batu Layang. •
Lahan-laban bergambut tebal sebaiknya dijadikan penyangga hidrologis atau kawasan lindung. Pengeksploitasian gambut akan berakibat hilangnya fungsi gambut sebagai penampung air. Hal ini masih ditambah lagi dengan sifat tanah gambut yang mudah terbakar apabila dalam keadaan kering dan akan menghasilkan asap tebal yang tidak baik bagi kesehatan. Oleh sebab itu akan sangat bermanfaat jika gambut ini dijadikan kawasan resapan air. Labanlaban di tanab gambut dapat dijadikan fungsi lindung misalnya
137
hutan lindung, hutan kota, atau kawasan wisata khususnya wisata agro. 4.4. Kelemaban Studi Kelemahan dari studi ini adalah filktor ketelitian. Pengolahan peta dan gambar membutuhkan tingkat akurasi yang tinggi demi tercapainya kesempurnaan hasil. Untuk mengantisipasi ini penulis mengusahakan peta dengan ukuran terbesar yaitu skala 1:20.000 dan dianggap sudah cukup memadai untuk melakukan analisis ambang, terutama dari aspek biaya pengembangan laban yang mencakup biaya pembangunanjalan utama, yaitujalan lingkar danjalan poros, kemudian jalan lingkungan dan biaya mengganti tanah gambut dengan tanah urug. Biaya yang dimunculkan dalam studi adalah data dari tahun 2001, sehingga untuk mengetahui biaya sesungguhnya di tahun yang berlainan perlu dilakukan modifikasi, setidaknya dalam menentukan harga satuan pengerjaan jalan dan juga pengurugan. Disamping itu karena analisis yang dilakukan adalah berdasarkan keadaan kota Pontianak tahun 1999/2000 dan asumsi-asumsi dari penulis sendiri, terutama dalam penentuan trace jalan lingkar dan poros, kemudian juga dengan mengidealisasikan panjangjalan lingkungan dari luasan masingmasing tipe
lah~
dimana dianggap semua kawasan akan dibangun
secara keseluruhan, menjadikan hasil studi ini sangat locally dan hanya valid untuk kondisi kota Pontianak dalam kurun waktu tersebut, dan tentu saja juga dengan mengabaikan dampak-dampak lingkungan dari pengeksploitasian laban gambut. Perubahan teknologi atau inovasi rekayasa, inflasi atau deflasi yang berkelebihan, yang menjadi dasar asumsijuga akan mengubah keluaran secara signifikan.
138
4.5. Pengembangan Studi Lebih Lanjut Studi ini memberikan gambaran tentang araban pengembangan bagian wilayah kota Pontianak, khususnya pada laban-laban bergambut dari sisi biaya pengembangan laban. Sehingga basil yang didapatkan mungkin semata-mata hanya dari sudut pandang teknis-ekonomi. Umumnya pemerintah akan kekurangan dana dalam membangun, dan ketika dana menjadi sesuatu yang langka alokasinya membutuhkan prioritas yang obyektit: Studi ini setidaknya memberikan dasar bagi para pengambil keputusan untuk menentukan langkab-langkab yang harus dibuat, dalam upaya membangun dan mengembangkan kota dengan jalan memberikan prioritas pada kawasan-kawasan mana saja yang patut dikembangkan terlebih dahulu. Karena pembiayaan merupakan salab satu faktor penting dalam pembangunan, disamping fuktor-fuktor lainnya seperti sumberdaya manusia, metode kerja yang baik dan lainlainnya. Studi lanjutan yang dapat dilakukan adalab mengenai dampak pengembangan laban bergambut dan efeknya terhadap banjir atau terhadap
tinggi
penggenangan
kota
Pontianak,
yang
akan
mengeksplorasi dan mensimulasikan berbagai altematif pengembangan kawasan dan melihat dampak hidrologisnya. Simulasi ini akan mencari luasan dan lokasi pengembangan kawasan tanpa menghilangkan fungsi peresapan gambut, atau sepanjang tidak menyebabkan banjir kawasan hilimya. Keluaran yang diharapkan adalab semacam peta dan panduan pengembangan kawasan, dan sepatutnya studi ini juga dikaitkan dengan perencanaan kemungkinan
urban untuk
design berdiri
guideline.
tidak
menutup
misalnya
hidrolog
Namun
sendiri-sendiri,
139
melakukan studi perubahan fungsi lahan di atas lahan gambut dan menganalisis
dampak
hidrologinya
dan
langkah-langkah
yang
semestinya dilakukan untuk memitigasinya, sedangkan arsitek dan ahli teknik sipil membuat studi arahan disain bentuk dan konstruksi operasional yang bisa diaplikasikan, sesuai dengan budaya tropis, di atas lahan gambut tanpa membuat kota Pontianak kebanjiran di saat musim hujan. Hal-hal lain bersifat cukup teknis seperti: penggunaan peta dianjurkan dengan ketelitian tinggi, misalnya 1:5000 atau bahkan 1: 1000, sehingga volume yang dihasilkan dapat lebih akurat dan dapat dipakai sebagai referensi untuk proyek pembangunan lainnya.
kegiatan-kegia~
perencanaan teknis
DAFfAR PUSTAKA
Terbitan Umum
I.
Guritno Mangkoesoebroto, M.Ec. Ekonomi Puhlik (Edisi 3). Penerbit: BPFE Yogyakarta, 1999.
2.
Hadi Sabari Yunus, 2000. Struktur Tata Ruang Kota. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
3.
Healey, Joseph F., 1996. Statistic. A tool for social science. 4·th Edition. Wadsworth Publishing Company.
4.
J. Kozlowski, J.T. Hughes and R Brown. Threshold Analysis (A
Quantitative Planning Method). Great Britain: Architectural Press, 1972. 5.
J. Kozlowski. Pendekatan Ambang Batas dalam Perencanaan Kola,
Wilayah dan Lingkungan, Teori dan Praktek. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia {UI-Press), 1997.
Terjemahan dari Edisi
bahasa lnggris dengan judul: Threshold Approach in Urban,
Regional and Environmental Planning Theory and Practice. Diterbitkan oleh University of Queensland Press, St. Lucia, Queenslan
Sugiman (terjemahan dari Buckman, HO., and Brady, N.C., 1969). 1982. Ilmu Tanah. PT. Bharata Karya Aksara, Jakarta.
7.
Victoria Neufeldt and David B. Guralnik, 1996. Webster's New
World College Dictionary. Third Edition, MacMillan USA.
140
141
Terbitan Terbatas 1.
Anas Luthfi dan Hermawan, 1997. Tinjauan Geologi Teknik
Endapan Gambut Di Daerah Pontianak, Kalimantan Barat. Buletin Geologi Tata Lingkungan No. 19, Juni 1997, hal. 45-52. 2.
Djoko Sujarto, Prof. Dr. lr. Catalan Kuliah Pengantar Planologi. Penerbit ITB - Bandung. Tanpa Tahun.
3.
Djoko Sujarto, Prof. Dr. Ir. Catalan Kuliah Perencanaan Kola Baru. Penerbit ITB - Bandung. 1995.
4.
Djuhudijat A. Suwitadiredja, 1983. Laporan Penyelidikan Geologi Tata Perkotaan Pontianak dan Sekitarnya Kalimantan Barat. Deptamben, Dirjen Pertambangan Umum, Dir_ektorat Geologi Tata Lingkungan.
5.
FX. Toha, Dari Gambut ke Neural Network: Sebuah Telaah
'Rekayasa Geoteknik lndoensia. Prosiding Seminar Pertemuan Ilmiah Tahunan Himpunan Ahli Teknik Tanah Indoensia (HATTl): Problema Geoteknik, Perkembangan dan Penanggu1angan. 7-8 Nopember 200 I. 6.
H. Detlef Kammeier, Sanjay Arora and Erlinda J. Parma, 1983.
Terms And Concept In Planning. Division of Human Settlements Development~
7.
Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand.
Kalimantan Barat Dalam Angka TahWl 1999. Badan Pusat Statistik Propinsi Kalimantan Barat. Percetakan Hajar - Pontianak. 1999.
8.
Kota Pontianak Dalam Angka Tahun 2000. Badan Pusat Statistik Kota Pontianak, 2000.
9.
Masyhur lrsyam, lr. MSE, Ph.D. Tanah Mengembang dan
Stabi/isasinya. Jurusan Teknik Sipil, lnstitut Teknologi Bandung. 1993.
142
10. McFarlene,
I.C.,
1969.
A
Review
of the
Engineering
Characteriostics of Peat. Journal of Soil Mechanics and Foundations Division, SM-1, pp 21-35. 11. Nyoman Sumawija~ 1996. Aspek Hidrologi Pada Pemanfaatan
Lahan Gambul di Indonesia. Proceedings of the 25th Annual Convention of The Indonesian Association of Geologists, hal. 107119. 12. Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan XXV Ikatan Ahli Geologi Indonesia (lAGI), 1996. 13. Prosiding PIT HATil Problema Geoteknik, Perkembangan dan Penanggulangann~
14. Srihastuti,
S.
7-8 November 2001. HAITI.
Woro, Migrasi Dan Pengaruhnya
Terhadap
Perkembangan Kola Soreang. Tugas Akhir, Jurusan Teknik Planologi, lnstitut Teknologi Bandung, 1993.
Peraturan I.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
2.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 1997.
Rencana Tala Ruang Wilayah Nasional. 3.
Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 1999 tentang Pedoman Umum Perencanaan dan Pengelolaan Kawasan Pengembangan Laban Gambut di Kalimantan Tengah.
4.
Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan
Kawasan Lindung.
143
Terbitan Lain 1.
Kompas, 8 Januari 1997. Konstruksi Cerucuk Untuk Lahan Gambut
Sejuta Hektar. http://www.kompas.com/9701/08/daerah/kons.htm. 2.
Craig
Hattam,
2000.
http://www.hawaii.edu\hga\urbanOO\
craighattam\urban\hierarchy.html. Urban Hierarchy. Minnesota. 3.
Dirjen Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Departemen Keuangan Rl. September 2002. Http://www.djpkpd.go.id\apbd\ perhitungan\r-kalbar.htm. Perhitungan APBD. Jakarta
LAMPl RAN
~------ 200
·1
15
l_:..::_j
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
0 0 0 0 0 0 0 0 00 00 0
Keterangan :
0')
N
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 00 1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
I
- II - -II - -II - -II - II- - II- - II - -II - -II - -II - II- - II -
SITE PLAN MODEL
001
a.,.._
r-
1
L -
J
/IUI'II8h
a••• Pllll Selu bulh lllllllh -.unl4, 1 - · · bN'IIIP 78 IIIIIHih eken cblnl320 - . et1111 10 or.ng per held•.
~ 0')
N
~ww~~w«w«~•~«w«~«~«w«w~www~~o 0
N
0 0 0 0 0 00 0 0 0 0 0 0 -
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
I I I
I I I
I I I
I I I
I I I
I I I
I I I
I I I
I I I
I I I
I I I
I I I
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
~
o:o:o:o:o:o:o:o:o:o:o:o:o
I
0')
N
...
("')
I
195
SITE PLAN MODEL
5
=IIrI
I
ltllOOMM MMie,.lt ltiMNCANAAN WILAYAH DM KOTA ltltOOitAM ltMCAINUNM INSTITVT 111KNOLOOIIINO.IG
-
L-2 PERHITUNGAN VOlUME BADAN
JAl.AN
UNGKAR
01 ATAS TANAH BUKAH GAMBlJT
TlptUhlnA1
VauneFWm' Pelajial
No
1 2 3 4 5
Gaiii'IT8WI Urug8\Psr T8W~Urug
Balu Telbrd 1Ox15 L.apen
vaune
Sat
2.60 2.40 0.20 0.90 6.00
m3 m3 m3 m3 m2
Voome 0.50 2.40 1.00 0.90 6.00 2.00 37.50
Sat
VokJme
Sat
HagaSalual 21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04
Jum~Hcrga
HagaSalual 21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04 22,247.50 2,022.50
Jumlah Haga 10,830.00 138,063.72 111,158.43 122,026.76 217,074.24 44,495.00 75,843.75 719,491.90
Hcrga Salual 21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04 51,573.75 4,045.00
JumlahHaga 9,725.34 138,063.72 950,572.25 122,026.76 217,074.24 103,147.50 161,800.00 1,702,409.81
HagaSalual 21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04 168,823.33 19,910.00
JumlahHaga 354,985.22 138,063.72 2,212,625.71 122,026.76 217,074.24 337,646.67 796,400.00 4,178,822.32
56,316.00 138,063.72 22,324.39 122,026.76 217,074.24 555,805.11
T1pt Lahan A2
Vollme Perm'
No 1 2 3 4 5 6 7
PelerjiBl
Ga&lTMCil UI'UQil'l PeR Taut1 Urug
Balu Tebd 10x15 Lapen BaaJ Cerucuk 1m Cerucuk dia. 10 pj 1m per1cuatal tala~
m3 m3 m3 m3 m2 m ~
TIPI Laban 81
VoomePerm' Pelerjaall No 1 Gairl TalCil 2 Urug&ll Pal* 3 T8WI Urug 4 Balu Tebd 1Ox15 5 l.apen 6 BaaJ Cerucuk 2m 7 Cerucuk dia. 10 pj 2m per1cuatal tala~
0.45 2.40 8.52 0.90 6.00 2.00 40.00
m3 m3 m3 m3 m2 m
Voome 16.39 2.40 19.82 0.90 6.00 2.00 40.00
Sat
b~
01 ATAS TANAH GAMBUT
Tipe Llhln 82
Voklme Perm'
No 1 2 3 4 5 6 7
Pelefjaan Galirl TCIICtl Ganbut Urug&I\Pa T~Urug
Balu Telbrd 1Ox15 l.apen BaaJ Cerucuk 6m Cerucuk dia. 15 pj 6m per1cuata1 fa'lctl
m3 m3 m3 m3 m2 m btg
L-3 ~LIIalnC1
Vc*mePerm' Pelajllll No 1 Galal r..-. Gnbul 2 lJrug;ll Pal*
3 4 5 6 7
T~Urug
Bakl Tebd 10x15 Lapen Baal Cerucuk 1m
Cerucuk dia. 10 Pi 1m pertlaallalotl
VoUne
5.16 2.40 2.85 0.90 6.00 2.00 37.50
Sat m3 m3
m3 m3
m2 m ~
Haga SakJCI1
21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04 22,247.50 2,022.50
.bnlitl Haga 111,659.03 138,063.72 318,010.88 122,026.76 217,074.24 44,495.00 75,843.75 1,027,173.38
Tipl Lahln C2 VokJmePerm'
Peleljaan No 1 Gallrl TCll3l Ganbut 2 Urug~r~P& 3 TC1131 Urug 4 Bau Teb'd 10x15 5 Lapan 6 Baal Cerucuk 4m 7 Cerucuk dia. 10 Pi 4m peooatallalotl
Voklme
17.24 2.40 13.84 0.90 6.00 2.00 37.50
Hcrga Satum 21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04 101,125.00 8,090.00
Jumlitl Haga 373,360.61 138,063.72 1,545,162.10 122,026.76 217,074.24 202,250.00 303,375.00 2,901,312.43
~
Hcrga SatuCil 21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04 168,823.33 19,910.00
Jumlitl Haga 681,450.11 138,063.72 3,088,716.15 122,026.76 217,074.24 337,646.67 796,400.00 5,381,377.65
Sat
Haga SatuCil
Jumlitl Haga 869,259.64 138,063.72 3,742,993.58 122,026.76 217,074.24 337,646.67 895,950.00 6,323,014.61
Sat m3 m3 m3 m3 m2 m
b\1
Tlpe Lilian C3 VokJme Perm'
No 1 2 3 4 5 6 7
Pelajaill
GaiCil TCll3l Ganbut Urug~r~ Pasi'
TC1131 Urug Batu Teb'd 1Ox15 Lapen Baal Cerucuk 6m Cerucuk dia. 15 Pi 6m peooatallalotl
Voklme
31.46 2.40 27.67 0.90 6.00 2.00 40.00
Sat m3 m3 m3
m3 m2 m
repe Lahln C4 VollmePerm' Pelajaal No 1 GaiCil TC1131 Ganbut 2 Urugcr~ Pasi' 3 TC1131 Urug 4 BauTebd 10x15 5 Lapen 6 Baal Cerucuk 6m 7 CeruaJk dia. 15 Pi 6m perlcuatrllalotl
VotJme 40.13 2.40
33.53 0.90 6.00 2.00 45.00
m3
m3 m3 m3 m2 m ~
21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04 168,823.33 19,910.00
L-4
PERHITUNGAN VOlUME BAOAN JALAN UNGKUNGAN Dl ATAS TANAH BUKAN GAM8IJT TlpeUh8nA1 VobneParm' No
1 2
3 4 5
Peletja;ll
GaBITntl Uruglll Pasi" Tnt! Urug BaJTebd 10x15 L.apen
VokJme
1.90 1.60 0.20 0.60 4.00
sa m3 m3 m3 m3 m2
Hcrga Salual 21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04
JumlctiHcrga 41,154.00 92,042.48 22,324.39 81,351.17 144,716.16 381,588.20
Hcrga Saluan 21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04 22,247.50 2,022.50
JumlctiHcrga 10,830.00 92,042.48 105,594.90 81,351.17 144,716.16 44,495.00 55,618.75 534,648.46
HagaSaluan 21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04 51,573.75 4,045.00
Jumlctl Haga
Hcrga Saluan 21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04 168,823.33 19,910.00
JumlctiHcrga 276,284.17 92,042.48 1.710,578.17 81,351.17 144,716.16 337,646.67 597,300.00 3,239,918.83
TlpelahanA2 VoUTiePerm' No
1 2 3 4 5 6 7
Pelelja;ll
GaBITntl Urugan Pasi" TCIKI!Urug Balu Tebd 10x15 L.apen BclaJ Cerucuk 1m Cerualk dia. 10 Pi 1m peOOala1 trta1
,..,. Lahan 81 Volrne Par m' Pelerjaall No 1 Ga&ITCIKII 2 Urugan Pasi 3 TCIKI!Urug 4 Balu Telord 1Ox15 5 L.apen 6 8craJ Ceruruk2m 7 Cerurukdia. 10 Pi 2m pertcualal tanm
VokJme
0.50 1.60 0.95 0.60 4.00 2.00 27.50
VokJme
0.67 1.60
4.n 0.60 4.00 2.00 27.50
sa m3 m3 m3 m3 m2 m ~
sa m3 m3 m3 m3 m2 m ~
14,512.15 92,042.48 532,217.56 81,351.17 144,716.16 103,147.50 111,237.50 1,079,224.52
D1 ATAS TANAH GANBUT Tlpe Lahln B2 VobneParm'
No 1 2 3 4 5 6 7
Pelerjaan
Galan TCI\Cil Garnbut Urugan Pasi TCIKI!Urug Balu Tebd 10x15 L.apen 8craJ Ceruruk 6m Ceruruk dia. 15 Pi 6m pertcualal trta1
Vok.lme
12.76 1.60 15.32 0.60 4.00 2.00 30.00
sa m3 m3 m3 m3 m2 m b~
L-5 ~LIMnC1
VoUnePwm' No
1 2 3 4 5 6 7
P8lel••
G*!Tntl~
UruganPa
Tni!Urug BaJTebd 10x15 ~
s.a.. CerucUt 1m Cerucuk dia. 10 pt 1m per1ualilllalah
Vobne
4.31 1.60 2.3> 0.60 4.00 2.00 27.50
Sat m3 m3 m3 m3 m2 m big
Haga5alal
.bntitl Haga
21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04 '12;1.47.50 2,022.50
93,282.69 92,()(2.48 257,255.06 81,351.17 144.716.16 44,495.00 55,618.75 768.761.31
Harga Salual 21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04 101,125.00 8,090.00
JumlctiHarga 285,407.56 92,042.48 1,040,956.54 81,351.17 144,716.16 202,250.00 202,250.00 2,<M8,973.91
H;rga Salual 21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04 168,823.33 19,910.00
JumlctiHarga 508,262.06 92,042.48 2,011 ,508.50 81,351.17 144,716.16 337,646.67 597,300.00 3,772,827.03
Haga SaluCil
JumlctiHarga 651,391.34 92,042.48 2,619,843.38 81,351.17 144,716.16 337,646.67 597,300.00 4,524,291.20
~l.ahlnC2
VolJme Perm' Peletjaan No 1 GaBI TiNt Ganbut 2 Urug~~~ Pasi" 3 TsM!Urug 4 Balu Telon:l1 Ox15 5 L.apen 6 s.a.. Cerucuk 4m 7 Cerucuk dia. 10 pj 4m per1cualal tlllcll
Vok.lme
13.18 1.60 9.33 0.60 4.00 2.00 25.00
Sat m3 m3 m3 m3 m2 m big
~LahanC3
VokJme Perm' No
1 2 3 4 5 6 7
Peletjaill
GaBI TCllCtl Ganbut Urugt~~
Pasi"
TCllCtl Urug Balu Telon:l1 Ox15 l.apen
s.a.. Cerucuk 6m CeruaJk dia. 15 pj 6m pertcuala1 tlllcll
Vobne
23.47 1.60 18.02 0.60 4.00 2.00 30.00
Sat m3 m3 m3 m3 m2 m big
Tlpe Llhln C4
Votme Perm' Peleljal No 1 GaBI TCllCtl Ganbut 2 Uruglll Pasi" 3 TCiletl Urug 4 Balu Telon:l1 Ox15 5 Lapen 6 8craJ Cerucuk 6m 7 Ceruwk dia. 15 pj 6m pertcuala1lil\ctl
Vobne
30.07 1.60 23.47 0.60 4.00 2.00 30.00
Sat m3 m3 m3 m3 m2 m big
21,660.00 57,526.55 111,621.93 135,585.29 36,179.04 168,823.33 19,910.00
L-6
BIAYA PEMATANGAN LAHAN 1m2
1 2 3 4
A1
ORp
A2 81
Rp
111,621.93 Rp
55,810.97
1x1x1= 1,0m3
Rp
111,621.93 Rp
111,621.93
B2
2,3x1 x1 = 2,3 m3
Rp
111,621.93 Rp
256,730.44
111,621.93 Rp
66,973.16
111,621.93 Rp
200,919.47
Rp
111,621.93 Rp
357,190.18
4,0x1x1=4,0m Rp
111,621.93 Rp
446,487.72
3
5
C1
6
C2
0,6x1x1 =0,6 m Rp 1,8x1x1= 1,8 m3 Rp
C3
3,2x1x1= 3,2 m3
7 8
111,621.93 Rp
0,5x1x1=0,5m3
C4
3
Rp
3
81
Rp
4
B2
21,660.00 Rp
38,988.00
5
C1
21,660.00 Rp
12,996.00
6
C2
21,660.00 Rp
38,988.00
7
C3
21,660.00 Rp
69,312.00
8
C4
21,660.00 Rp
86,640.00
55,810.97
2 3
81
111,621.93
4
B2
295,718.44
5
C1
79,969.16
6
C2
239,907.47
7
C3
426,502.18
8
C4
533,127.72
L-7
Tabel Lampiran 1. Curah Hujan Harian Maksimum Lebih Dari 90 mm/hari Di Stasiun Meteorologi Supadio Pontianak Periode 1983-1999
TAHUN 1983 1984
I
I
I i 1985 1986 1987
I
f
I
I
1988 1989 1990
I
TGL
CH(mm)
I
TAHUN
May-12 Oct-16 Jan-12 Jul-10 Nov-10 Jul-22 Mar-24 Nov-10 Jun-02 Sep-26 Dec-18 Jan-07 Nov-19 Jan-12 Dec-26 Sep-21
113,6 224,8 96,6 182,0 97,0 90,4 90,0 90,6 92,0 116,8 98,5 95,1 96,0 119,6 95,7 93,4
i
1992 1993
j
I I
I I
I
II I
!
i
.
i '
i
I
I I l i
I
l 1994
i
i
I
~ i l
'
!
J
!
i i
i
!
I
1995
j l
I
1996 1997
I !
iI
I
i I
I
1998
I
I
I
I
I
I
Sllllber: Stasiun Meteorologi Supadio, 1999
TGL
I
CH (mm)
Jan-25 Jan-21 May-09 Nov-01 Mar-23 Apr-13 Feb-19 Mar-02 Oct-02
i I
Apr~
i
May-07 Dec-22 Jan-06 Feb-08 Mar-03
I
109,3 144,9 94,3 99,7 95,2 127,6 112,9 120,3 119,2 107,6 94,5 96,0 122,6 89,9 111,1
'
i
i
! I
I ! i
1
I i I
i I
L-8
Tabel Lampiran 2. Panjang Jalan Lingkungan Per Tipe Lahan
No
KeUam
1
Bslgka Betlwlg
2
I Benua M Lart
I I
PAII.IAIG JALAli (m)
A1 A2 81 i 82 ! C1 6.203,9 19.986,7 55.376,5 2.308,41 I
i
I i I
-! - i'l
-I
-!
3
I Benua M Daat
4
PsitTokaya
ii
-I
3.263,31
5
Peri Mayor
I
-j
i
-i
-I
I -I
6
Bcrl~ Serasal
7
Saigon
8
i
9 10
I
I I
Tanjung HukJ
I
Tatjung Hir
I
Dalirn Bugis
11
j TambeB1 Sanpit
12
1
-1
-I
! -i
-I
2.435,11 14.838,51 3.714,5
. 14.695,2! 17.793,21
-I i
-~
I
-j
- l
'
-r
-I 14.695,2
-I
i
-1'
I
-i
I
-
-
-!
-I
-i
I
-I
-i
1.21o.o 1
-I
-i
19.033,21
-I
1.254,2 i
-I
-! -I
-
-
-I
-I
9.253,7
I
-i
i
51.974,91 13.163,3
-I -I
C4 I 4.849.o 1 195.168.2
-! -
I
_j
!
-!I
I
-i
-
i
-i
i
-I
l
6.424,5112.261,3. 26.335,41 1.430,11 2.119,3
I
-I!
-
-I
C2 T C3 43.n2.7l 62.671,1
!
-~
-I
!
-I -' -
89.389,5 17.793,2 45.021,2 12.803,1 1.270,0 19.033,2
PaaiUma
88.716,3 86.085,0
15.326,11
- i 11.664,2
5.670,6
13
Sungai Ba1gkong
28.702,8
9.808,7
19.587,1
720,1
9.535,9
14
OntSekip
-
-1
15
TengM
-
-
-I
-I
-
-
-
10.337,0
20.257,8
17.196,1
54.027,9
1ll.al,5
21.442.2 122.970,3
182.425,8
16 I Mariala 11
I s Jawi Dalirn
18
SJCMilts
19
i I
.
I
-I 2.768,7
! '
-i -II 9.352,7 25.389,4
-i
-I -
1.254,2 207.462,2 68.354,5
37.510,8
-
-
2.462,5
SBelung
1.992,3
4.587,3
26.134,6
20
Balu l.syslg
3.437,3 13.679,7
11.554,7
-
21
Sia1ta'l Klr
2.447,5
11.473,6
5.697,5
15.906,3
22
Sia1ta'l TengS1
2.675,7 20.707,6
-
3.940,0
10.126,4
60.858,4
98.ll8,1
23
Sialta'II1JkJ
28.870,2 28.701,9
2.200,0
3.715,6
3.041,5
13.894,1
80.423,4
KoTA PONllANAK
421,9
2.066,5
-
-
2.462,5 32.714,2
140.097,8 163.210,5 281.894,2 78.0ll,O 34.333,2 154.m,7 127.640,7 256.599,8 1.236.579,9
l-9
Tabel Lampiran 3 Biaya Pembangunan Jalan Lingkungan
No
Ka~
1 BqkaBeiUlg
BIAYA PEMBANGUNAN JALAN UNGKUNGAN (Rp.)
B1 A2 2.361E6 10.685E6 59.7&:l:6
"'
c,
Bz
7.4~61
2 B....... Laut
0
0
3 a.~on 4 P. . Tokaya
0
0i
0 1.744:6
5 PnMap
0
0 19.202E6I
Oj
o,
0 15.859E6I
6
~Serascrt
0! Oj
Ol
c.
Cs 0 89.689E6 236.447E6 C2
i
oI oI
0
Of
oI Ol 2.628E6 48.075E6 2.855E6 106.495E6 49.662E6 01
TWI
21.938E6
428.370.482.801
0
0
oi I
0
o 1 211.461.829.868
oI ol
0
oI
19.202.814.600
oI
0l 0
0
0
15.859.387.822
oI ol
37.428.806.826 11.665.611.575
7 Saigon 8 Ttr;Jng HW 9 Ta1ung Hlr
2.451E6
6.555E6
2U21E6I
0
oI
0
0
545E6
1.133E6
9.986E6
oI
0
0
0
0
0
1.370E6
0
0
0
0!I
1.370.588.163
10 OaanBugis
0
0 20.541E6
0
0
0
oI oI
oI
20.541.144.741
11 Tmbn5al1*
0
0
1.353E6
oI
0
oI
0
l
0
1.353.552.604
33.853E6 46.025E6
16.5«E6
0 8.966E6
11.618E6
0
117.004.455.946
10.952E6
5.244E6
21.138E6
0
553E6
19.538E6
ol oI
0
57.428.035.984
0
0
0
0
0
0
0
0I
0
0
0
01
0
0
oI
0,
0
0
0
0l
oT
1.056E6
5.000E6
0
oI oI
oI oI
0
12 Paal L.ina
13
s. Bqkong
14 DntSekip 15 Tengcll 16 Miliala 17 s. Jawi OaBn
27.400E6
I I
0
oI I
0
0l
0
33.457.n7.ns
0!
0! 0
Oi
2.657.603.876
0
0
0
0! 0
s. Jawilla s. Beloog
0
0
760E6
2.452E6
28.205E6
oI
20 Batu layalg
1.311E6
7.313E6
12..mE6
0 7.946E6
41.507E6 64.817E6
24U38E6
379.865.890.730
21 Sina1 . .
16CE6
1.10E6
2.641E6
37.173E6 4.3&6
32.591E6 80.897E6
556.353E6
715.303.706.693
22 Sinal Tengcll
0
0
2.881E6
67.0!ME6
0
8.072E6 38.205E6
275.341E6
391.597.979.867
23 Sinal HulJ
0
0 31.157E6
92.991E6 1.691E6
7.613E6 11.475E6
62.861E6
207.790.099.062
18 19
Kota Poutial8k
2.657E6.
31.417.944.765
53..&6 87.26(E6 ll4.221E6 252.81(8 26.396 317.127E6 481.566E6 1.160.932E6 2.683.ffl.713.698
L-10
Tabel Lampiran 4 Biaya Pematangan Lahan
BIAYA PEMATANGAN LAHAN (Rp.)
No KELURAHAN
A1
Bz
B1
A2
c1
C2
C3
Total
C4
i
Oj 600.08(E6 1.527.392E6
1
Balgka Beitung
0 63.741E6
2
B. Melayu Laut
ol
0
0
3
B. Melayu Daat
ol
0
oI
4
PaitTokaya
i
5
Pail M8)Q"
I: o!!
oI
113.491E6 I
oI
oI
0
0 Ii
0!
113.491.820.571
6
Bal~ Serasal
I oI
0 il
93.731E&i
0l
I 0 I 39.103E&I
167.977E&j
0
oI oI
93.731.613.547
Saigon
0 0I
0
7
0i
207.081.262.528
8 . Ta-~jung Hull
i! 0 !i 6.758E6!I
i oI
59.023E6 i
0
0
0
0 l!
65.782.539.945
0 0I
0
oI oI
oI
0
121.401.573.n5
0
0
0
7.999.720.479
0 53.301E6
n.731E6
0
0
503.337.543.313
353.213E6
'
15.532E6
0 10.«l7E6
I
!
39.007E61
oI oI 250.743E6
0
'
147.n1E6 2.731.156.3n.864
oI
0!
0l
o!
0
i
0I
0 i!
Oi
0
0 16.973E6
I
712.523E6
oI
0.
0
0' 0
320.810E6
i
o1 1.326.990.692.490
0!
8.100E6
10 Daliln Bugis
I o! I oi
oI
121.401E6
11 Tnti1 Sanpit
il 0
0
7.999E6
12 Paallina
0 27U42E6
97.756E6
13 S. Bqkong
0 31.281E6
124.933E6
0
3.290E6
130.727E6
0
0
290.233.792.543
9
Ta-~jung Hiir
'
!
0'
I.
!
8.100.403.460
14 Delat~
I 0
0
0
0
0
0
0
0
0
15 TengM
Io Io Io
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
29.827E6
161.943E6
0
0
0
0
0
19tn1.251.325
15.706E6
0
0
0
0
0
15.706.879.880
166.696E6
0
0
0
0
0
181.326.722.680
0 47.236E6
277.714:6
419.094E6 1.645.931E6 2.507.304.458.649
16 Maia1a 17 18 19
s. Jawi Oalim s. Jawi lua" s. Belung
0I
0'
0 14.629E6
Io Io
43.627E6
73.700E6
6.!m:6
15.610E6
193.883E6
26.035E6
218.~6
522.580E6 3.746.222E6 4.728.982.206.245
22 Sia1tan TengM
0
0
17.066E6
349.92(E6
0
54.012E6
246.796E6 1.854.017E6 2.521.815270.693
23 SiaWrl Hull
0
0
184.145E6
485.01(E6
10.053E6
50.937E6
20 Batu l..aya1g
21 Sinal Hir
Kota Pontia1ak
74.127E6
423276E6
1.227.551.031.147
0 520.510E6 1.798.032E6 1.318.565E6 156.891E6 2.121.793E6 3.110.801E6 7.817.110E6 16.843.765.156.136
GAM BAR LAMPl RAN
n••
r
2.1.
PenamiJing lllllntang, Lobel ntlk Bor dan Sonclr Kota Pontlanak
Keterangan :
.
It
•
mim
Gambut/Coklat
Lempung Gembut
•
~ ~ ~ ~
•
.. ~~~~
I'
f
p::.
\
c:.-\ ~.!'.
t
' " ut.r.
.
-,. • /. •••
~
~:'.
r.·.... \
Lempung Lanauen Paslr Lempu'IOWI Paslr Kwarsa Lempung Organlk
Cf.
---
~~-
Pastr Lanaull..anpulglrl
I
,.:.
\ c
_ <:.
........
--
~f:r~ I I
,
•••
--
... ... ~
I. P•Kcntlll Ptnllllpong Bor Cion Sanclr,CI 0 - Cion Sllc1tom'fl, Dtrotctor11 Qeologl T-~ 19113
t;"'
I
I"ROORAM MM.,. .. I"IMNCANAAN WILAYAH DNt KOTA I"ROOilAM I"AICA IAIUNM INSTITVT ,.KNOLOOI ura.Na
GAM BAR LAMPl RAN
2.2. .. lit
II US
"
Ketarangan :
~ II~
-~
I
II ~'\:..:·.:" '\:':..' .''\:...: ..' .''\:..:·,'.'\:'\:..'· .:"'\:-,:·,.'-.''\:..:·,'":...:..:·.'"~-!~~
I
I I
Gam but
Lempung Gnbut
Em]
Paslr Lanaullempulgln
~ ~
Lempung Lanauen
-
[).~~3
c
j---
PENAMPANG MELINTANG BOR DAN SONDIR KOTA PONTIANAK
Paslr Lemptl'lgiWI Paslr Kwtnl Lempung Organlk
lumber 1 Pell Koreloli Pt1111'1>ong Bor don S
11 ll
l' I
• t:--'\'\\''\' ..''-''·\\\)' ,;::.,,,,., _,,,,.,,, ,.,,,-,._,,,.. , , , •'·:\'-'>'•'-'''']
I
PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN WLAYAH DAN KOTA PROGRAM PAICA IARJANA INinTUT TEKNOLOGIIANDUNG
IV
GAM BAR LAMP! RAN
3.1.
~t.JM&4al
---(: . .. r·'·: .
GAMBAR POTONGAN KONSTRUKSI JALAN
f.r..
ll,.' ·.!. '·· ~..;',·t...:.
11,itPL ~~
LINGKAR
/S/GAMBAR:
1. Potonoan Ja/an Ling/tear TipeA1. 2. Potongan Jalan Ling/tear TipeA2. 3. Potonoan Jalan Ling/tear TipeB1. 4. Potongan Ja/an Ling/tear Tipe B2.
~,NMII!!!fW !!JAr
f&'rJAUIIJI!OfWf!BI'
JIU1... I .JilL.
--IMOI(M!!JA I
Wi:M
~JIUifUJ!!I!!M !Pf8 I
•
o
1 t
2
3
1m
3
........
aemc.. rtnt.,. pom...,..,.,JIIon unggono P,.... I
I
l"llOOitMIIIIM.'ftiR I"IMNCANAAN WILAYAH DNf KOTA l"ltOOMII I"AICA IMWio\ INI11TIIf TWKNOLOOIINGNI
-""' rI
GAM BAR LAMPl RAN
GAIIBAR POTONOAN KONSTRUKSI JALAN
3.2.
!IALAN LniOW )
LINOKAR
ISIGAMBAR:
....
1. Potongen Jelen Lingl<er Tipe C 1. 2. Potongen Jelen Lingl<er Tipe C 2. 3. Potongen Jelen Lingl<er Tipe C 3. 4. Potongen Jelen Lingl<er Tipe C 4.
~..-.!I!MUI!!!M
!!If t
~'-.!I!U!!!U!I!!!M!ftf• JWifW
JIIII.L&.
~-
-------------'
...., _ _.....,.lftC!
•
balM
a
1
2
r
1m
......
Gomb• rwncono pemb_.,on JOlon llngt
t"""' I
W.WfliJMM'C'M'"''
I
PllOGRAM MM.,.It PIRINCANAAH WILAYAH CWt KOTA PltOOIWII PAICA IMIANA INITIT\IT ,.KNOLOOIIINCII.NI
•
GAM BAR
GAIIBAR POTONGAN KONSTRUKSI JALAN LINGKUNGAN
LAMPl RAN
I JAUN LDVGKCJNa4N]
3.3.
- ~~:J'· .· J. ···r~ '
----··A IWf:M
/S/GAMBAR:
1. Potongen Jelen Linol
....
1'-fiAII.MLAN---· f
I
----AI ILilf:W
•
·-··
l'~fiAII .MLAN
9 1
2
j
1m
........
Cl..,Dorren
!M!!!!!If!!A!II ,...
I
Keb Para-. :DII
I
r;"'
PllOCIRMII MMII'nlt PIMINCAHAAN WILAYAH DM KOTA PltOGIIAM PAICA IM.IAM INS'mUT ,.KNOLOCIIIINCUIG
VI
GAM BAR LAMP IRAN (/AlAN LlNfE1N04N
I
GAMBAR POTONGAN KONSTRUKSI JALAN LINGKUNGAN
3.4.
mn
-~~l·.ffb,i!:ffi J.._... .... ·-=·=
I'O,_JI!!MU!!!!!MM ['!f
lSI GAMSAR :
1. Potongan Jalan Ungkungan Tipe C1. 2. Potongan Jalan Lingkungan T~pe C2. 3. Potongan Jalan Lingkungan T1pe C3. 4. Potongan Jalan Lingkungan Tipe C4.
I
~
a.""""""""rnc ,
,..,.
~--LP!MM'"'
,
•
9
1
2
3
1m
3
luntlllr:
Oomblr roncon1 penflongunln jilin lnglclr Onu Pn!...,.
KCIII P-lk. 2000
ai'fW&W'ns·=rnc •
I
r;-"
0'1
JIROGRAM MAGISTER PIRENCANAAN WLAYAH DAN KOTA JIROGRAM JIAICA IARJANA INITI1UT TEKNOLOQI BA~
L-17
PRIORJTAS I KELURAHAN
,....lllfllll................
~ IMIIIn tll1lqcF
PIMrbl
1115,50 .. (w.l .... wbyiiF 1208 t.) . ~
2.
E3 c:J
A...... B.... ICeiMf,.lltWI,.._A 2) , WP491.91 he.
3.
[I]
A...... 8ltet ICeiVI (L.IfWI ,.._ C t). . _ . 61,6511a.
1.
4. [ ] ]
5.
E§§§i!
A...... a.lap.-.f.AI*I,.._A t), WP501,95he.
~ Bltal ~ AII!Nng e.181Kei!M
...,..n,...
(Ufwn,... c
8 t), . . . . 87.!18 he.
2) ..... 32.40 he.
Kelu111h111 Sungal Belung 1<-.n bekm tert1r111g111= 118,M ha (totalluas llllllly!F 284 t.~ Pl'iorbs pengem,.,gan lllt.n adllllh sebagli bertOC
1.
2. 3.
C) [ill 1::::::)::1
Alllb.ngBites~~n,...A t), WP11 ,38he.
hen,.._ A 2), WP 26.21 he.
AII!Mng S....ICeiM ... AII!Mng S.... ~
...,..n,...
8 t), WP149,34 he.
GAMBAR
L-18
PRIORITAS I KELURAHAN Kelurah111 Sungai Jawt Luar "-a111 bekm terblngW~= 14,07 hi (tolalluas wiayah= 295 ha) . Pllortas pengerm111gan lahan achu h sebagai ~
1.
CJ
AIIINng BUs Keclue f..lhll'll\» A 2) . t.Ms• 14,07 ha.
Kelurahan Sungal Jawl Dillin "-a111 bel1111 terbangW~= 214,35 ha (totalluas wilayah= 446 ha). Pllorlas pengerm111gan Ia han adalah sebagai ~
1.
~
A ~~bog a.tas .,.,._ (lAiwn 1\» A 1), t.Ms= 15,82 he.
2.
c=J
Allbng Billa Keclue (I.Ahll'll\» A 2) , WP 53,44 he.
3.
p::~:~:~:~
AIIINng Billa Ke«npet 0-1111811 1\» B 1). t.Msa145,08 he .
Kelurahan Sungai Bangkong Kawas111 bel1111 terbangW~= 390,60 ha (totalluas wilayah= 758 ha). Pllorlas pengerm111gan lahan adalah sebagai ~
2.
ITJ till
3.
[ill
AIIINng BIIIISI<Mige (\.ahll'll\» C 1), Ws• 4 ,11 he.
4.
p::;:::::j
AIIINngBIIIas~O-III18111\»B
5.
H~~~~
Anm.ng Balas 1<e1rr111 (lnn llpe c 2). Ws-54.49 he.
1.
AIIINng a.tas Petfarllll (\A!Wn "'I\» A 1). t.Msa164,02 he. AIIINng B81a Keclue f..lhll'll\» A 2), Ws= 56,G5 he.
1), t.Msa1 11,93he.
GAMBAR
L-19
PRIORITAS I KELURAHAN
Kelurahan Parit Tokaya Kawas111 behmterbang111= 510,80 ha (totalluas wilayaiF 797 ha) . Pllortas pengerm111gan lahan adalah sebagai berikla:
3.
. [Z] [ I ]. [ ] ].
4.
~ gggg!
1. 2.
5.
...... ...
6.
~ 0
Amb8ng Bllas ~clua (Uiwl ,._,.A 2). l.laF 18.65 1111. Amb8ng a.tas t<.tlga (l8h8n ,._,. c 1). l.laF 21.23 hll. Amb8ng Bllas I<Mmpal (leh.-. ~ B 1). lias• 13.91 he. Ambeng Betas K.ama (lahlln ,._,. c 2). l.laF 297.0 ha. Amb8ng Bllas ~ (Uhlln ~ B 2). l.laF 84,79 1111. Amb8ng s.tas KM._., (Uhan
~
C 3), . _ 75.22 ha.
Kelurahan Bangka Belitung Kawas111 belllll terbang111= 1115,25 ha (total klas wlayah= 1610 ha~ Priortas pengerm111gan lahan adatah sebagai beltoc
1.
. ~
Amb8ng Batas Plflame (l.alwn ~A 1), ._,. 35;411 INI.
2.
c=J.
Amb8ng Bllas ~clua (Uiwl ,._,.A 2), ._,.114.21 ha.
3.
Em.
Amb8ng Bllas KMmpat (leh.-. ~ B 1), llasa 316.44 1111.
4.
~~~**i
Ambeng Beles K.ama (lnn ,._,. C 2). ' - " 260.13 ha.
5.
•.•.·.·•·
6.
Eill3 lmimJ
7.
0
Amb8ng Bllas
~
(Uhlln ~ B 2), llasa13,19 1111.
Amb8ng Batas KM._., (Uhlln ~ C 3), llasa358,12 he. Amb8ng a.tas Kecl....n (Uiwl ~ c
•). lJaa 27,17 1111.
GAMBAR
L-20
PRIORITAS I KELURAHAN Kelurahan Tanjung Hulu Kawasll'l bel1111 terbangW~= 13,10 ha (totalluas wlayah= 109 ha) . Prtorlas pengentlll'lgan Iehan ldalah sebagai beltlt:
1.
~
Amb8ng e.tuPeN!n8 ~n,._,.A 1), lJns8,17he.
2.
E3
Amb8ng Billa t<.cla (!.allen,._,. A 2) , ._,.12,11 he.
3.
Em
Amblng Billa~ 0-ahlll ,._,. 8 1), ._,. 52,88 he.
Kelurahan Tanjung Hilir Kawasll'l bel1111 terbangWJ= 7,20 ha (totalluas wilayah= 30 ha) . Prtorias pengentlll'lgan lahan adalah sebagai beltlt:
Kelurahan Dalan Bugls Kawasll'l bel1111 terbangWJ= 108,76 ha (totalluas wilayah= 198 ha). Prtortas pengentlll'lgan Iehan adalah sebagai beltlt:
1.
(:::::::::::1
Amb8ng Billa~ 0-ahlll ,._,. 8 1). t.r-108,76 118.
Kelurahan Tanbelan Sanptt Kawasll'l bel1111 terbangWJ= 7,17 ha (totalluas wilayaiF 41 ha~ Prtorlas pengentlll'lgan Iahan adalah sebagai belilut
GAM BAR
L-2 1
PRIORITAS I KELURAHAN
Kelurllh111 Sllgon K-111 bel11n t~ = 25 7,211 ha (tablluas lillyaiF 280 hi) . Pllorbl per!II'MIIIIIP/IIIhln ldllah sebagal beltl.t
1.
~
AIIINng BIUI ...,._~,._,..A t), . . . . 36,71 hL
2.
c=J
AIIINng 8.._1<8due ~,._,..A 2)• .,_. 70,(16 ha.
3.
ITTI
AIIIMng S...IC8Mipld 0-tth... ,._,.. 8 t), lMP150.49 ha.
Kelurahan Banjar Serasan Kans111 bel11n tert1ang111= 83,87 hi (total klas wlayaiF 114 hi) . Priortas pengerftlangan Iehan adallh sebagal berikd:
1.
f;:::;:/;1
AIIINng a.ta K8Mnpal o,..t~... ,._,.. 8 t), . _ . 83,97 ha.
Kelurahan Parit Mayor Kawas111 bel11n tert1ang111= 101,68 ha (totalluas wilayah= 106 ha~ Priortas pengerftla~gan Iehan adalah sebagai berikd:
GAMBAR
L-22
PRIORITAS I KELURAHAN
GAMBAR
KelurllhM Slantan Tqlh ~.,
bel1111 tlltllng111= 5e 1,78 ha (tatallun wilaylh= 7~ ha) .
Prlorbs pengentl.,gan lahln ldal~ seblgli berliE
1. 2.
em .
Egggg!
3.
4. 5.
AIIINng a.la
K-.M ~.-. ,._,. B
1), '--"' 15,29 IW.
" ........ Bile. ~ {l.lllwl ~ c 2) . '--"' 22.51 . .. AIIINng a.la K..- ~n ~ B 2), '--"' 118,33 IW.
Eill3 miml 0
AIIIMng Bitlis
Ka..-.
(IAMn ,._,. C 3), a-- 57$1 IW.
AIIINng Bitlis KMellpen
._.r.n ,._,. c •>.._..
347.76 t..
Kelurahan Siantan Hulu ~., bel1111 terbang111= 459,511 ha (tatalluls wilayltl= 845 ha~ Pliorlas pengentl.,gan llhan ldal~ sebagai llerid:
{l.lllwl ,._,. c 1). a-- 12.57 t..
1.
[ I ].
AIIINng
2.
[]]
AIIINng a.la
3.
E**~~)
" ........ Bile.~ {L8hM ~ c 2), '--"' 21.23 . ..
4.
..... .... .
5. ~ 0 6. ~
Bitlis~-..
K-.M ~.-. ~ B
1), a-- 164,97 IW.
A..... a.la K . . - (IAMn ,._,. B 2), '--"' 164,01 IW• A...,_.
Bitlis~..-.
(!...INn,._,. c 3), a-- 17,38 IW.
AIIINng Bltllsi<MellpM
._.r.n ,._,. c •>. a--
79.40 rw.
L-23
PRIORITAS I KELURAHAN
~ belwn ~ 745,MIII (tatllluu 1lllllyiiF 820 t.) . PriOibl ~tngllfllllwlldlllh . . . . . ~
1. 2.
. tzJ c:J
AIIIIIMg a.tas ...,._ ._.,.n ~A 1) • . . - 1t .64 he. A. . . . 8 .... K.-. f..tWI ~A 2) • . _ . 711,17 he.
..-ISt.ar ha.
3.
[2].
A. . . . a.tas 1<81. . {UIIw1 ~ c 1)•
4.
c:J E**::J
AII!Nng 81181 K....-t f,AI\811 ~ 8 1) . -... 66.113 he.
Em3 gg
AIIINng .,.... ~
5. 6.
7.
0
AII!Nng a...~ (UIIwn ,._ c 2) . -...115.76 he. ~~
c l ) . . . . 98.26 he.
Amb811g 111181 KM. . .n (Lalwl ~ C 4) • . _ . 308,73 he.
Kelurahan Siantan Hlllr K. . .1n beiiiTI terteng111= 1042,43 ,.. (tolllua wlayah= 1370 ha). Priorbs pengetdllngll'l llhln ldlllh sebagai bertlt
1.
. ~
Amb811g 111181 Pert.- .....n
2.
[3.
Amb811g 8.._ K.-. (Lalwl ~A 2) • .._., 11.81 he.
3.
[2].
AII!Nng 111181 1<81_. {UIIw1
4.
em
Amb811g S... K_..,.t f,AI\811 ~ B 1) . __.. 13.99 he .
.
5. ~~~~*i 6. 7.
8.
.
~ ~ 0
~
~A
~
1), ._.2,41 he.
C 1) • . _ . 32.56 he .
Alllbmg a.t. K - . (UIIwn ,._ c 2) • . _ . 90.89 ha. A11111811g S...
~
._.,.n ~ B 2), . _ . 65,56 he .
Amb8llg .,.... 1<81.., ....,." ~ c 3), . . . 122.53 ..... AIIIMng 111181 KMellpen (Lalwl ~ C 4), __.. 702,69 he.
GAMBAR