BAB VI PERALATAN UKUR SUDUT/ ARAH
Untuk mengukur arah dan sudut pada pengukuran tanah alat yang umum digunakan adalah Theodolit, disamping itu juga dapat dipakai untuk mengukur jarak secara optis. Theodolit dibuat dengan berbagai macam jenis dan tipe serta tingkat ketelitian dengan penampilan yang berbeda namun secara umum fungsi dan kegunaannya sama. VI.1. Alat ukur theodolit Theodolit secara garis besar, terdiri dari : 1. Bagian atas, meliputi : a. Teropong b. Linakaran vertikal c. Sumbu mendatar (sumbu II) d. Klem teropong dan penggerah halus e. Alhidode vertikal dan nivo f.
Univo teropong
2. Bagian Tenggah, meliputi : a. Kaki penyangga sumbu II b. Alhidade horisontal c. Piringan lingkaran horisontal d. Klem dan penggerak halus horisontal e. Klem dan penggerak halus limbus f.
Nivo ahlidade horisontal
g. Microskop pembacaan lingkaran horisontal 3. bagian bawah teodolit, meliputi : a. tribrach/ tempat tumpuan sumbu I b. Nivo kotak c. Skrup penyetel ABC d. Plat dasar e. Alat sentring f.
Statip
Secara skematis, bagian-bagian alat theodolit dapat dilihat pada gambar berikut :
Universitas Gadjah Mada
1
Gambar VI.1. Bagian alat ukur teodolit Teropong theodolit digunakan untuk mengamat benda yang jauh agar terlihat dekat, hal ini bisa dilakukan karena pada teropong didalamnya terdapat susunan beberapa lensa, seperti tergambar pada gambar berikut :
Gambar VI.6. Irisan teropong lengkap dan diafragma.
Universitas Gadjah Mada
2
Keterangan gambar : 1 . Lensa obyektif
8. Diafragma
2. Lensa tengah (penjelas bayangan)
9. Lensa okuler
3. Tabung dalam tmepat lensa tengah (2)
10. Sekerup klern/koreksi diafragma
4. Ronsel penggerak (3)
11. Sekerup koreksi nivo teropong
5. Sekerup penghubung tabung teropong
12. Nivo teropong
dan tabung okuler
13. Engsel nivo teropong
6. Ring pelindung diafragma
a. Tabung okuler
7. Pen pelcpas diafragma
b, c, d. Sekerup koreksi diafragma
Pada theodolit terdapat pembagian skala baik skala lingkaran horisontal maupun skala lingkaran vertikal. Sistem pembacaan lingkaran horisontal maupun vertikal dibagi dalam empat macam yaitu :
1. Garis lurus 2. Garis lurus dan skala 3. Nonius 4. Mikrometer Beberapa contoh dari sistem pembacaan dapat dilihat pada gambar-gambar berikut :
Gambar VI.3. Contoh Sistem Pembacaan Skala Lingkaran
Universitas Gadjah Mada
3
Berikut gambar bagian-bagian dari theodolit Femel Kossel yang dapat di lab. Ukur Tanah
Gambar VI. 4. Bagian-bagian theodolit Femel Kossel Pada gambar selanjutnya, gambar VI.5 adalah irisan dari theodolit universal wilo Ti. pada gambar tersebut dapat dilihat, arah/jalur dari sinar-sinar sehingga terlihat oleh mata pengamat; demikian pula contoh pembacaan skala micrometer optis pada alat tersebut.
Universitas Gadjah Mada
4
Gambar VI.5 theodolit WiIdT1 VI.2. Macam dan klasifikasi theodolit Theodolit dapat diklasifikasikan ats dasar beberapa hal antara lain : 1. Atas dasar konstruksi sumbu I ( Sumbu vertikal ). a. Theodolit repetisi (Sumbu ganda) b. Theodolit reiterasi (Sumbu Tunacial)
Gambar VI.6. Theodolit repetisi dan theodolit reiterasi
Universitas Gadjah Mada
5
2. atas dasar tingkat ketelitiannya : a. Theodolit ketelitian rendah, bacaan terkecil >- 20" b. Theodolit ketelitian menenggah, bacaan terkecil >_ >_ 1" c. Theodolit teliti < 1". 3. atas dasar ada tidaknya kompas/boussole a. Theodolit boussole/ theodolit kompas b. Theodolit ofset boussole c. Theodolit tanpa boussole 4. atas dasar sistem sentringnya a. Theodolit dengan sentring mekanis/dengan unting b. Theodolit dengan sentring optis c. Theodolit dengan sentring tongkat d. Theodolit dengan sentring laser 5. atas dasar sistem/ piranti bacaannya : a. Theodolit dengan bacaan langsung pada piringan b. Melalui sistem optis Kemajuan teknologi yang pesat saat ini, telah dibuat teodolit laser, teodolit robotik maupun total station yang merupakan gabungan antara alat pengukur sudut dan alat pengukur jarak secara elektronis yang tampilan hasil ukuran sudah secara digital. VI.3. Syarat pemakaian dan pengaturan theodolit Sebuah theodolit harus memenuhi persyaratan pada waktu digunakan untuk melakukan pengukuran; syarat tersebut adalah saling tegak lurusnya sumbusumbu yang terdapat pada theodolit.
Gambar VI.7. Sumbu-sumbu pada teodolit. Keterangan gambar : Universitas Gadjah Mada
6
HH : sumbu II atau mendatar /sumbu teropong
W : sumbu I atau
sumbu vertikal AA : garis arah nivo aihidade vertikal
ZZ : arah garis bidik
NN : garis arah nivo teropong 1. sekerup koreksi nivo aihidade vertikal
2. sekerup koreksi nivo teropong
Adapun syarat-syarat pemakaian tersebut adalah : 1. Sumbu I (W) vertikal 2. Sumbu II (HH) Siku-siku sumbu I 3. Garis bidik (ZZ) siku-siku sumbu II 4. Kesalahan indeks Iingkaran vertikal = 0
Gambar VI.8 Sumbu-sumbu Theodolit yang sating tegak lurus. VI.3.1. Mengatur sumbu I Vertikal Untuk mengatur sumbu I menjadi vertikal di pakai bantuan Nivo kotak dan nivo tabung dengan alat skrup A, B, C. Pelaksanaannya adalah sebagai berikut :
Gambar VI.24. Mengatur nivo kotak dan nivo tabung
Universitas Gadjah Mada
7
1. Mengatur nivo kotak Mula-mula gelombang nivo kotak pada kedudukan 1, bawalah gelombang pada kedudukan 2 dengan memutar kemudian dari kedudukan 2, bawalah ke tengah posisi 3 dengan skrup penyetel C.
2. mengatur nivo tabung a. Ietakkan nivo tabung sejajar dengan skrup A dan B (Posisi I) dengan memutar theodolit Sumbu I. b. Seimbang gelembung nivo dengan memutar skrup penyetel A dan B dengan gerak putar berlawanan (lihat tanda panah) c. Putar nivo 180° (posisi II) nivo tetap sejajar AB penyimpangan gelembung nivo di seimbangkan dengan 1/2 penyimpangan dengan skrup A dan B dan 1/2 penyimpangan sisanya dengan memutar sekrup koreksi nivo dengan pen kodasi (tanda 0). d. Putar nivo tabung 90° terhadap skrup A dan B penyimpangan gelembung nivo yang terjadi, diseimbangkan dengan skrup C. Untuk ceking putarlah nivo sembarang kedudukan apabila gelembung nivo tetap seimbang berarti sumbu I vertikal. Jika terjadi penyimpangan ulangi lagi dari langkah a sampai dengan d. VI. 3.2. Mengatur garis bidik tegak lurus sumbu II Untuk mengatur garis bidik tegak lurus sumbu II diadakan percobaan dengan membidikan teropong pada suatu titik ( misal ujung penangkal petir); misal pada kedudukan teropong BIASA terbaca B° pembacaan lingkaran horisontalnya. Kemudian teropong diputar balik dan dibidikan ke titik yang sama, misal terbaca LB°. Jika kedua pembacaan tersebut berselisih 180°, berarti garis bidik sudah tegak lurus sumbu II. Namun apabila ada beda, maka ada kesalahan sebesar
Koreksi ditambahkan pada pembacaan LB° dengan memutar sekrup penggerak halus alhidade horisontal. Akibat dari koreksi tersebut teropong tidak menggarah lagi ke titik/ ujung penangkal petir kembalikan arah teropong ke titik dengan cara memutar skrup koreksi diafragma pada teropong arah horisontal.
Universitas Gadjah Mada
8
VI.3.3 Kesalahan Indek Lingkaran Vertikal = 0 Kesalahn indek lingkaran vertikal adalah kesalahan titik nol pada lingkaran vertikal, terhadap titik nol sebenarnya. Kesalahan ini disebabkan oleh belum diaturnya nivo alhidade lingkaran vertikal. Pada pembagian skala lingkaran vertikal 1 X 360° maka apabila pembacaan skala lingkaran vertikal pada kedudukan teropong BIASA dan teropong LUAR BIASA berjumlah 360° berarti tidak terdapat kesalahan indek, sedang jika tidak berjumlah 360° berarti terdapat kesalahan indeks. Kesalahan indek P = 1800 Kesalahan indek sebesar P dapat dikoreksikan pada data ukur atau dengan mengkoreksi pada alat ukur. Cara mengkoreksi pada alat ukur theodolit: 1.
Pada theodolit tanpa nivo alhidade vertikal koreksi dilakukan dengan memutar skrup koreksi diafragma vertikal setelah menambahkan P pada pembacaan akhir LB.
2.
Pada theodolit yang dilengkapi nivo alhidade vertikal : dikoreksi pada skrup koreksi diafragma nivo atau dikoreksi pada skrup koreksi nivo alhidade vertikal.
VI.4. Alat Ukur BTM (Boussole Tranche Montagne) Alat ukur BTM adalah alat ukur yang khusus dibuat untuk pengukuran azimuth magnetis. Posisi teropong pada alat BTM tidak dapat diatas sumbu I tetapi disamping (Penempatan Eksentris). Piringan horisontal pada BTM berupa lingkaran berpembagian skala. Untuk mengukur sudut mendatar pada alat BTM (Azimuth), digunakan jarum magnetik. Pembacaan pada skala mendatar digunakan ujung harum magnetik tersebut. Gambar-gambar berikut, memperlihatkan irisan alat ukur BTM, BTM model lama dan BTM tipe baru BUMON.
Universitas Gadjah Mada
9
Universitas Gadjah Mada
10
Kerangan gambar: 1. Visioner
pembantu
pengarah
bidikan.
2. Okuler teropong 4. Ronsel pemfokus teropong
3.
Nivo tabung teropong
4.
sekrup
klem
gerak
6. Okuler
pembacaan
piringan
vertikal horisontal
teropong/Sb.II
8.Okuler pembacaan piringan vertikal
6. Sekrup penyeimbang ABC
10. Sekrup klem jarum magnet
9. Jarum magnet
12.Sekrup klem gerak Hz. (tidak
11.Sekrup gerak halus horisontal terlihat) (tidak terlihat) V = sumbu I
H = sumbu II GN = garis arah nivo teropong
GB = garis bidik VI. 5. Syarat pengaturan alat ukur BTM 1. Sumbu I vertikal 2. Sumbu II harus mendatar 3. Garis bidik teropong harus tegak lurus sumbu II 4. Kesalahan tidak pada lingkaran vertikal = 0 Pada pengukuran syarat 1, sumbu I vertikal pada dasarnya sama dengan mengatur sumbu I vertikal pada theodolit; yaitu dengan mengatur nivo kotak dan atau nivo tabung. Pada BTM BUMON, tidak terdapat nivo kotak tetapi ada 2 nivo tabung yang terletak di kotak kompas dan sudut saling tegak lurus. Pengaturan kedua nivo, disesuaikan dengan kedudukan ketiga skrup penyetel ABC pada BTM baru, hanya terdapat satu nivo kotak saja. Sehingga dengan mengatur nivo kotak saja, maka sumbu I sudah vertikal. Pengertian kesalahan indek pada lingkaran vertikal pada dasarnya sama dengan pengaturan pada alat ukur theodolit. VI.6
Pengukuran Azimuth Garis Seperti diuraikan diatas, piringan horisontal berskala pada BTM dibagi dalam satuan satu derajad, tetapi dapat dibaca sampai perkiraan setengah derajad. Piringan ini ikut bergerak bersama perputaran sumbu I sedang jarum penunjuk magnet tetap menunjuk ke utara magnetik. Dengan demikian pada saat teropong membidik suatu titik sasaran, maka piringan horisontal kompas ikut bergerak bersama gerakan teropong sedang jarum kompas tetap mengarah utara selatan. Bacaan skala yang ditunjukkan jarum magnet menyatakan besar azimuth garis terukur.
Universitas Gadjah Mada
11
Azimuth adalah sudut horisontal yang dimulai dari salah satu ujung jarum magnet, dan diakhiri pada ujung obyektif garis bidik dan besarnya sama dengan angka pembacaan.
Gambar VI. 12. Pembacaan Azimuth Pada gambar VI.12 terbaca azimuth garis = 40° VI.7
Macam Azimuth
1. Azimuth selatan timur, dimulai dari ujung selatan jarum magnet, berputar berlawanan dengan jalannya jarum jam dan diakhiri pada ujung obyektif skala Iingkaran search jarum jam. 2. Azimuth selatan-barat, dimulai dari ujung selatan jarum magnet, melalui barat dan diakhiri pada ujung obyektif yang terletak pada garis 180° skala Iingkaran skala lingkaran berlawanan jarum jam.
Gambar VI.13. Azimuth selatan-timur (a) dan Azimuth Selatan-barat (b)
Universitas Gadjah Mada
12
3. Azimuth utara-barat, dimulai dari ujung utara jarum magnet melalui barat dan diakhiri pada ujung obyektif yang terletak pada garis 0° skala. 4. Azimuth utara-timur, dimulai dari ujung utara magnet, berputar search jarum jam melalui timur dan diakhiri pada ujung obyektif. Skala Iingkaran berlawanan arch ;arum jam.
Gambar VI.14. azimuth utara-barat (a) dan azimuth utara-timur (b)
Universitas Gadjah Mada
13