JURNAL KOMUNIKA Volume 1 No. 1 / April 2012
PENGARUH K-POP TERHADAP IDENTITAS BUDAYA REMAJA PEREMPUAN DI INDONESIA Lutviah Mahasiswi Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina Email:
[email protected] Naskah diterima: 27 Januari 2012 dan disetujui: 7 Maret 2012
Abstrak Dewasa ni K-Pop (Korean Pop Culture) menjadi fenomena besar di banyak negara termasuk Indonesia. K-Pop tidak hanya merupakan genre musik, tetapi juga merupakan fenomena budaya bagi banyak orang. Selain itu, K-Pop jga dapat mempengaruhi identitas budaya dari para penggemarnya. Media massa merupakan instrumen penting untuk mendiseminasikan budaya K-Pop kepada masyarakat global. Di Indonesia, K-Pop muncul melalui berbagai jenis media. K-Pop mendapatkan dukungan dari media mainstream dan new media untuk mendistribusikan produk budayanya ke masyarakat global termasuk masyarakat Indonesia. Di Indonesia, fenomenanya terlihat dimana-mana saat ini. Anak muda sebagai objek dari serangan budaya K-Pop telah dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya K-Pop. Tidak adanya kontrol terhadap gelombang Korea ini membuat K-Pop dengan bebas mempengaruhi nilai-nilai dan identitas budaya dari para penggemarnya. Sebagaimana kita saksikan, fenomena K-Pop menjadi terkenal di Indonesia terutama di wilayah perkotaan dan media massa. Penelitian ini berusaha menganalisis sejauh mana K-Pop mempengaruhi identitas budaya dari anak-anak muda, terutama gadis-gadis muda di Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan wawancara mendalam terhadap penggemar K-Pop. Teori identitas budaya ole Stuart Hall akan digunakan sebagai landasan teori untuk penelitian ini. Kata Kunci: K-Pop, identitas budaya, Korean Wave, budaya populer. THE EFFECTS OF K-POP ON YOUNG GIRL’S CULTURAL IDENTITY IN INDONESIA Abstract Nowadays K-POP (Korean Pop Culture) become a huge phenomenon in many countries including Indonesia. K-POP is not only a music genre, but also a cultural phenomenon for many people. Moreover, K-POP can also influence cultural identity of its fans. Mass media is an important instrumen for disseminating K-POP culture to the global society. In Indonesia, K-POP comes through many kinds of media. K-POP gets support from mainstream media and new media to distribute its cultural product to the global society including Indonesia society. In Indonesia, the phenomenon is evident everywhere nowadays. Young people as an object of its cultural invasion has been influenced by K-POP cultural values. There is no control to this Korean Wave makes K-POP freely influence the cultural values and identities of its fans. As we have seen, K-POP phenomenon becomes famous in Indonesia, especially in urban area and mass media. This research seeks to what extent does K-POP influence cultural identity of the young people, especially young girls in Indonesia. This research uses qualitative approach and conducts depth interview to K-POP fans. Stuart Hall’s cultural identity theory is used as theoritical basis for this research. Keywords: K-POP, cultural identity, korean wave, popular culture.
37
JURNAL KOMUNIKA Volume 1 No. 1 / April 2012
Pendahuluan Deman K-POP atau dikenal dengan K-POP Fever saat ini tengah melanda banyak negara, tak terkecuali di Indonesia. Dilansir dari VivaNews.Com (Darmawan dan Junianto 2011), Korean Idol Music Concert yang diselenggarakan di Istora Senayan Jakarta pada 4 Juni 2011 ditonton oleh sekitar 8000 orang. Konser yang menampilkan Super Junior, salah satu band terkenal Korea, dipenuhi teriakan histeris dari penggemarnya di Indonesia yang saat itu memenuhi gedung Istora Senayan. Di Eropa, konser SM Town World Tour yang diselenggarakan di Le Zenith de Paris pada 10-11 Juni 2011 diserbu oleh ribuan fans K-POP. Dalam 15 menit, 7000 tiket habis sehingga banyak penggemar yang tidak kebagian tiket. Para penggemar tersebut kemudian melakukan flash mob di depan Louvre Museum dengan bernyanyi dan berdansa seperti bintang-bintang favorit Korea mereka. Akhirnya, SM Entertainment sebagai penyelenggara konser memutuskan untuk melaksanakan konser kedua untuk memenuhi permintaan para fans tersebut (The Korean Wave: A New Pop Culture Phenomenon 2011). Terinspirasi dari Perancis, hal tersebut juga terjadi di Peru. Sekitar 500 fans K-Pop Korea di Peru berkumpul di Lama’s Monterrico dengan membawa piket yang bertuliskan penyanyi K-Pop favorit mereka. Flash mob tersebut dilakukan dengan mendemonstrasikan budaya-budaya Korea mulai dari makanan, tarian, hingga taekwondo. Mereka juga mengirim pesan-pesan dukungan, dengan meniru rutinitas panggung dari berbagai kelompok K-Pop (The Korean Wave: A New Pop Culture Phenomenon 2011). K-POP (Korean Popular Music) sebenarnya hanya merupakan salah satu dari fenomena Korean Wave yang saat ini melanda banyak negara di dunia. Istilah Korean Wave atau disebut dengan Hallyu dalam bahasa Korea pertama kali diciptakan oleh pers di Cina lebih dari satu dekade yang lalu. Istilah ini merujuk pada popularitas budaya pop Korea yang terjadi di Cina. Meledaknya budaya pop Korea di Cina dimulai ketika drama televisi Korea diekspor ke Cina pada akhir 1990-an. Sejak saat itu, Korea Selatan muncul sebagai pusat baru dalam produksi budaya pop dan menyebarkan produk-produk budayanya ke negara-negara Asia lainnya seperti drama, musik, anismasi, games, buku, dan-lain-lain. Dalam perkembangannya, budaya pop Korea tidak hanya menguasai Asia namun mengglobal hingga Timur Tengah, Afrika, Eropa, dan Amerika (The Korean Wave: A New Pop Culture Phenomenon 2011). Berikut komentar dari Lara Farrar dari CNN World tentang Korean Wave: “Over the past decade, South Korea, with a population of around 50 million, has become the Hollywood of the East, churning out entertainment that is coveted by millions of fans stretching from Japan to Indonesia.” Lara Farrar, CNN World, December 31, 2010. Sementara itu, Korean Wave di Inggris memiliki cerita lain. Dilansir dari TabloidBintang. Com (Adystiani 2011), seorang gadis 19 tahun bernama Rhiannon Brooksbank-Jones asal Nottingham, Inggris nekat melakukan operasi perpanjangan lidah agar dapat berbicara dengan bahasa Korea. Rhiannon yang terlahir dengan Ankyloglossia merasa kesulitan untuk mengucapkan beberapa huruf dan kata dalam bahasa Korea sehingga ia nekat melakukan operasi agar dapat berbicara bahasa Korea dengan fasih. 38
JURNAL KOMUNIKA Volume 1 No. 1 / April 2012
Melihat fenomena-fenomena diatas, terlihat bahwa K-POP sudah begitu dahsyatnya mempengaruhi banyak orang di dunia. Oleh karena itu, fenomena K-POP menjadi menarik untuk diteliti khususnya untuk melihat bagaimana K-POP pada akhirnya bisa mempengaruhi identitas budaya seseorang seperti penggunaan bahasa, fashion, makanan, dan lain-lain. Penelitian ini melakukan wawancara terhadap 2 orang penggemar K-POP untuk melihat sejauh mana K-POP mempengaruhi kehidupan mereka sehari-hari dan apakah hal tersebut juga mempengaruhi identitas budaya mereka. Responden dalam penelitian ini adalah remaja1 perempuan. Hal tersebut berdasarkan penelitian bahwa penggemar K-POP terbesar di dunia adalah perempuan berusia muda. Untuk mendukung pembahasan dalam penelitian ini, makalah ini juga akan membahas tentang K-POP dengan lebih rinci diantaranya melihat bagaimana K-POP sebagai ekspansi budaya Korea Selatan serta karakteristik K-POP itu sendiri. Sementara itu, pembahasan identitas budaya menurut Stuart Hall digunakan sebagai landasan teori dalam penelitian ini. K-POP sebagai Ekspansi Budaya Korea Selatan Menjelaskan definisi K-POP atau Korean Pop Music bukanlah hal yang mudah. Namun jika melihat tingginya atensi masyarakat global terhadap grup penyanyi Korea, KPOP dapat didefinisikan sebagai musik pop Korea yang dinyanyikan dan ditampilkan oleh penyanyi Korea yang ditanggapi positif oleh penggemar internasional. K-Pop sendiri mulai berkembang pada akhir tahun 1990-an ketika Korean Wave dimulai. Pada akhir tahun 2000an, K-POP mulai berkembang di Cina, Jepang, negara-negara Asia Tenggara hingga Eropa dan Amerika Serikat dan mendapatkan pengakuan di kancah global (Yoon-mi 2011). Korea Tourism Organization melakukan survei online dalam websitenya (www.visitkorea.or.kr) mengenai fenomena Hallyu atau Korean Wave pada bulan Juni 2011. Responden survei tersebut berjumlah 12.085 pengunjung non-Korea dari 102 negara. Hasil survei tersebut menunjukkan K-POP merupakan faktor terbesar yang menyebabkan berkembangnya Korean Wave di dunia. Berdasarkan survei tersebut, perempuan Asia berusia 10-20 tahun merupakan fans K-Pop terbesar di dunia (Yoon-mi 2011). Berikut ini bagan yang menjelaskan hasil survei tersebut:
Bagan 1: Korean Wave Survey
Pada Januari 2011, surat kabar JoongAng Ilbu melakukan penelitian terhadap 923 video penyanyi Korea dari tiga perusahaan managemen terbesar di Korea yaitu SM 1
Menurut United Nations (1992), remaja adalah orang-orang yang berusia 10-24 tahun.
39
JURNAL KOMUNIKA Volume 1 No. 1 / April 2012
Entertainment, YG Entertainment, dan JYP Entertainment yang diunggah di YouTube. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pengguna internet dari 229 negara di dunia telah menonton video-video tersebut sebanyak 793.57 juta kali pada tahun 2010. Berdasarkan kontinen, jumlah tersebut terdiri dari 566.27 juta dari Asia, 123.47 dari Amerika Utara, 55.37 juta dari Eropa (The Korean Wave: A New Pop Culture Phenomenon 2011). Data tersebut dijelaskan pada bagan dibawah ini:
Bagan 2: Total Hits Video K-POP di Seluruh dunia
K-Pop atau Korean Popular Music didominasi oleh boyband dan girlband yang memadukan nyanyian dan tarian dalam penampilannya. Boyband dan girlband yang saat ini sangat populer dan banyak diidolakan diantaranya Girl’s Generation, Super Junior, Kara, SHINee, TVXQ, 2PM, Wonder Girls, f(x), 2NE1, Big Bang, dan BoA. K-Pop merupakan salah satu tren musik dunia yang saat ini digandrungi banyak orang, khususnya remaja. Para fans K-Pop berbondong-bondong meniru gaya tokoh-tokoh idolanya tersebut dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan membuat video “cover dance” menyerupai tokoh K-Pop idola mereka yang kemudian diunggah ke Youtube. Jumlah video tersebut bahkan melebihi jumlah video penyanyi K-Pop sendiri (The Korean Wave: A New Pop Culture Phenomenon 2011). Fenomena tersebut bisa dikatakan sebagai fenomena kultural yang besar dimana para fans tersebut bukan hanya menggemari melainkan juga mencoba meniru atau mengimitasi gaya tokoh idola mereka. Lee So-Man, seorang perwakilan dari agensi musik SM Entertainment, mengatakan bahwa ‘teknologi kebudayaan’ Korea akan dikembangkan dalam tiga tahapan. Pertama, mengekspor produk budaya Korea ke luar negeri. Kedua, memperluas jangkauan pasar melalui berbagai kerjasama dengan lembaga luar negeri. Dan terakhir, melokalisasi K-POP serta berbagi nilai tambah (Darmawan dan Junianto 2011). Strategi ini didukung oleh pemerintah Korea Selatan karena budaya pop Korea ini merupakan softpower dalam menampilkan Korea Selatan di kancah Internasional (Jung 2011). Untuk mendukung ekspansi budayanya di Indonesia, pemerintah Korea Selatan mulai gencar mempromosikan budaya dan pendidikan mereka di Indonesia. Selain Pusat Kebudayaan Korea (Korean Culture Centre), Korea Selatan juga kini mendirikan Indonesian 40
JURNAL KOMUNIKA Volume 1 No. 1 / April 2012
& Korean Culture Study (IKCS) yang menerbitkan buku belajar bahasa Korea. Programprogram IKCS diantaranya adalah melakukan program pendidikan yang bekerjasama dengan 20 SMK di Jakarta dan beberapa Universitas. Program-program tersebut antara lain Lenong Internasional, Program Road Show 2012, Korean Cooking Class, Tari Tradisional dan Modern, dan Education Tour (Armandhanu dan Nandiasa 2011). Seiring dengan makin populernya K-POP di Indonesia, program-program IKCS inipun mendapat sambutan baik dari banyak orang di Indonesia. Di Indonesia sendiri, mulai banyak bermunculan tempat-tempat kursus bahasa Korea. Di beberapa tempat, orang-orang Korea yang tinggal di Indonesia bahkan membuka tempat kursus gratis bagi orang-orang Indonesia yang ingin belajar bahasa Korea. Tempat-tempat kursus ini bukannya sepi peminat, cukup banyak orang Indonesia—khususnya remaja—yang mengikuti kursus tersebut karena menggemari musik atau film-film Korea. Ekspansi budaya yang dilakukan oleh Korea Selatan melalui budaya popnya telah memberikan hasil yang signifikan. Dilansir dari Kompas. Com, jumlah wisatawan Indonesia yang melewatkan tahun baru di Korea Selatan meningkat tahun ini. Pada Garuda Travel Fair 2011, banyak biro perjalanan menawarkan paket perjalanan Korea ke tempat yang pernah lokasi shooting film, seperti Jeju Island, Nami Island, dan Daejanggeum Theme Park (Pertiwi 2011). Paket perjalanan tersebut banyak diminati seiring dengan terjadinya demam K-Pop dan film Korea yang melanda banyak orang di Indonesia. Karakteristik Musik K-POP Musik yang ditampilkan oleh boyband dan girlband K-Pop ini setidaknya memiliki empat karakteristik. Pertama, musik-musik yang ditampilkan memiliki melodi dan beat yang kuat. Selain itu, chourus yang sering diulang dalam lagu yang dimainakan membuat lagu pop Korea mudah diingat pendengarnya. Para kritikus musik menyebut lagu-lagu K-Pop sebagai Hook Songs, dimana gaya serta alunan nada yang ada pada lagu tersebut dapat membuat pendengarnya dengan mudah mengikuti serta mengingatnya, seakan-akan menancap di kepala (The Korean Wave: A New Pop Culture Phenomenon 2011). Para pendengar bahkan dapat dengan mudah menyanyikannya tanpa mengetahui arti dan makna lagu tersebut. Kedua, tarian yang ditampilkan merupakan selling point yang membuat musik K-Pop digemari banyak orang. Bintang-bintang K-POP yang didominasi oleh remaja-remaja lelaki dan perempuan ini mengkombinasikan suara dan gerak tari yang atraktif dan menarik sehingga mampu memukau jutaan penggemar di seluruh dunia. Tarian yang ditampilkan boyband dan girlband ini tidak asal-asalan. Pihak manajemen menyewa koreograferkoreografer kelas dunia dari Amerika Serikat dan Eropa untuk menciptakan gerakan-gerakan tarian hebat yang dipadukan dengan musik yang mereka tampilkan. Ketiga, kecantikan dan ketampanan penyanyi boyband dan girlband itu sendiri. Tak bisa dipungkiri, penyanyi-penyanyi K-POP menawarkan kecantikan dan ketampanan yang mereka miliki selain musik yang mereka tampilkan. K-POP memang mensyaratkan penampilan fisik yang menarik bagi para penyanyi-penyanyinya. Hal ini juga berhubungan dengan budaya operasi plastik yang ada di Korea Selatan, dimana masyarakatnya dapat dengan mudah mengubah penampilan fisik mereka. Tak heran, banyak penggemar K-POP yang justru malah menggilai penyanyi-penyanyi K-POP karena penampilan mereka yang tampan dan cantik sekali. 41
JURNAL KOMUNIKA Volume 1 No. 1 / April 2012
Keempat, gaya fashion. Penampilan yang tampan dan cantik dengan dipadu gaya fashion yang unik juga merupakan salah satu alasan mengapa K-POP digandrungi oleh banyak orang. Poster-poster bintang K-POP ini bahkan banyak di pasang di toko-toko pakaian di Jepang, Cina, dan negara Asia Tenggara lainnya sebagai tren fashion masa kini (The Korean Wave: A New Pop Culture Phenomenon 2011). Selain itu, majalah-majalah fashion juga banyak yang membahas tentang gaya fashion K-POP terkini. Salah satu brand fashion asal Jepang, UNIQLO mengadakan limited sale dengan menjual sekitar sepuluh barang-barang dengan tema Big Bang saat menjelang Asia Tour pada Februari 2011, seperti kaos, hooded jumpers, dan produk-produk lainnya. Dalam 15 menit, produk-produk tersebut terjual habis di 825 toko di Jepang. Melihat tren K-Pop yang melanda banyak remaja di Indonesia, perusahaanperusahaan fashion dan kecantikan berlomba-lomba untuk mengeluarkan produk bergaya Korea. Dilansir dari Kompas.Com (Fazriyati 2011), Johnny Andrean Salon mengeluarkan model gaya rambut khas Korea dengan style warna kecoklatan dengan tiga pilihan warna. Gaya tersebut mengikuti bintang pop Korea yang bergaya minimalis, simpel, natural dan dinamis. Produk tersebut dikeluarkan untuk memenuhi tuntutan pasar yang saat ini banyak dipengaruhi budaya K-Pop. Dari karakteristik-karakteristik diatas, terlihat bahwa ternyata musik bukan satusatunya alasan mengapa K-POP digemari banyak orang. Sebuah lembaga penyiaran publik Korea, KBS, melakukan online polling terhadap penggemar-penggemar K-Pop yang mengakses YouTube. Hasil polling tersebut menunjukkan 12.161 pengguna internet dari 78 negara menyukai K-Pop karena musik dan tarian yang ditunjukkan serta penampilan para penyanyinya. Secara khusus, hanya 46% responden yang menikmati musik yang ditampilkan saja (The Korean Wave: A New Pop Culture Phenomenon 2011). Dilansir dari VivaNews.Com (Darmawan dan Junianto 2011), Bens Leo mengungkapkan pendapatnya tentang demam K-Pop yang saat ini melanda banyak orang di Indonesia, khususnya remaja. Menurutnya, Musik Korea ini punya dua unsur utama, yakni fashion dan musik itu sendiri. Berikut kutipannya: “Kelompok vokal Korea digembleng begitu lama di bawah tim manajemen yang ketat, dan mereka tak akan berani menelurkan album secara sembarangan. Mereka sangat memperhatikan detil penyusunan reportoire lagu, pemilihan personil, hingga pemilihan fashion.” Bens Leo, kritikus musik Pernyataan Bens Leo diatas memang beralasan. Dibalik kesuksesan K-Pop yang berhasil mendunia, terdapat usaha dan strategi yang besar dari perusahaan-perusahaan manejemen Korea. Sebelum meluncurkan produknya, perusahaan-perusahaan manajemen Korea melakukan research maret terlebih dahulu untuk melihat animo publik. Selain itu, mereka mulai melatih para bintangnya sejak usia masih muda. Untuk mencari bintangbintang tersebut, pihak manajemen melakukan banyak audisi tidak hanya di Korea, namun juga di negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Kanada, Cina, Jepang, dan Thailand. Bintang-bintang tersebut dilatih sekian lama untuk memiliki kemampuan seperti menyanyi, menari, menulis lagu, berakting, bahkan berbicara bahasa asing (The Korean Wave: A New
42
JURNAL KOMUNIKA Volume 1 No. 1 / April 2012
Pop Culture Phenomenon 2011). Berikut ini proses pengembangan artis yang dilakukan oleh manajem entartainment Korea:
Bagan 3: The Korean Entertainment Agency’s Star Development Process
Demam K-POP di Indonesia Di Indonesia, pengaruh K-pop ini ditandai munculnya kelompok asal Bandung beraliran K-pop bernama Smash. Smash dikritisi oleh para pecinta K-pop Indonesia, karena dianggap meniru sebuah kelompok asal Korea yang juga bernama Smash namun saat ini sudah bubar. Dalam perkembangannya, banyak remaja di Indonesia yang membentuk boyband dan girlband ala Korea seiring dengan makin populernya K-Pop di Indonesia. Boyband dan Girlband di Indonesiapun kini berjumlah cukup banyak, diantaranya Max 5, NSG Star, Super 9 Boyz (S9B), XO-IX, HITZ, Treeji, Dragon Boyz, 3 In 1, Mr. Bee, Mikki Minni, 7 Icons, Cherry Belle, Super Girlies, Tina with D Girls, Princess, 5 Bidadari, Maskara, Kilau, Blink, dan String. Selain munculnya kelompok-kelompok musik bergaya K-POP , muncul pula fansfans fanatik K-Pop yang didominasi oleh remaja-remaja di Indonesia. Alih-alih menggemari K-Pop dan drama Korea, banyak remaja yang mengoleksi bahkan mengikuti budaya-budaya Korea. K-Pop rupanya bukan hanya menjadi kegemaran musik saja namun juga mempengaruhi kebiasaan dan budaya penggemarnya. Sebuah wawancara dilakukan ViVaNews.Com terhadap seorang mahasiswi bernama Putri dari Universitas Indonesia. Putri mengaku sangat menggemari boyband K-Pop ShiNee dan Super Junior. Ia berusaha mengoleksi segala rupa terkait grup musik Korea tersebut. Mulai dari album, DVD asli, kalender, novel, tempat minum, kaos, tas, poster, handuk kecil, gelas, mug, mie remes, gantungan kunci, light stick, kipas, gelang, clearfile, hingga kartu pos. Tak sekadar mengumpulkan barang, ia juga bertandang sampai ke Malaysia demi menjumpai kelompok band pujaannya itu. Bahkan, Putri juga rela kursus bahasa Korea, dan berusaha menularkan kegandrungannnya terhadap K-pop kepada rekan-rekan mahasiswa lain di universitasnya (Darmawan dan Junianto 2011).
43
JURNAL KOMUNIKA Volume 1 No. 1 / April 2012
Tak hanya menggemari, penggemar-penggemar K-POP ini juga bergabung di fandom (fans kingdom)2 K-POP tertentu. Misalnya ELF (komunitas penggemar Super Junior), BlackJack (komunitas penggemar 2NE1), dan lain-lain. Meskipun tak sedikit pula penggemar yang memiliki fandom lebih dari satu. Saat ini, jumlah anggota komunitas-komunitas tersebut sudah mencapai ribuan anggota. Hal megejutkan lain dari fenomena K-POP ini adalah terjadinya fenomena Virtual Husband and Wife yang terjadi pada para penggemar K-POP . Dari banyaknya anggota boyband atau girlband yang merek sukai, mereka mempunyai bias 3.Di sinilah fenomena virtual husband and wife bermula, dimana tidak sedikit dari penggemar menyatakan bahwa bias tersebut adalah suami atau istri mereka. Hal tersebut mereka tunjukkan melalui akun di situs jejaring sosial mereka, seperti Facebook dan Twitter. Peran Media Massa dalam Pembentukan Identitas Budaya Tren K-POP yang saat ini sangat populer di dunia dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk budaya populer. Budaya populer atau lebih dikenal dengan budaya pop merupakan budaya pertarungan dimana segala macam makna bertarung memperebutkan hati masyarakat. Ciri khas budaya pop diantaranya kepraktisan, pragmatisme, dan keinstanan dalam kehidupan. Budaya pop menawarkan sesuatu yang mudah dicerna dan dinikmati oleh masyarakat. Dominic Strinati mendefinisikan budaya pop sebagai “lokasi pertarungan, dimana banyak dari makna ini (pertarungan kekuasaan atas makna yang terbentuk dan beredar di masyarakat) ditentukan dan dan diperdebatkan. Budaya pop juga bisa dilihat sebagai lokasi di mana makna-makna dipertandingkan dan ideologi yang dominan bisa saja diusik. Antara pasar dan berbagai ideologi, antara pemodal dan produser, antara sutradara dan aktor, antara penerbit dan penulis, antara kapitalis dan kaum pekerja, antara perempuan dan laki-laki, kelompok heteroseksual dan homoseksual, kelompok kulit hitam dan putih, tua dan muda, antara apa makna segala sesuatunya, dan bagaimana artinya, merupakan pertarungan atas kontrol terhadap makna yang berlangsung terus-menerus” (Strinati 2003). Budaya populer adalah budaya yang lahir atas kehendak media. Artinya, jika media mampu memproduksi sebuah bentuk budaya, maka publik akan menyerapnya dan menjadikannya sebagai sebuah bentuk kebudayaan. Populer yang kita bicarakan disini tidak terlepas dari perilaku konsumsi dan determinasi media massa terhadap publik yang bertindak sebagai konsumen (Strinati, 2003). Dengan demikian, media massa memiliki peran yang sangat besar dalam menyebarkan budaya populer kepada masyarakat. Tanpa adanya media massa, budaya populer bisa jadi tidak bergerak dari tempatnya berasal, karena budaya pop membutuhkan alat untuk mendistribusikannya kepada masyarakat. Dalam kasus K-POP, media massa yang sangat berperan dalam mempopulerkannya adalah televisi dan internet. Dalam hubungannya dengan identitas budaya, media massa memiliki beberapa fungsi. Fungsi pertama yakni sebagai pemberi identitas pribadi dan model perilaku. Model perilaku dapat diperoleh dari sajian media. Apakah itu model perilaku yang sama dengan yang dimiliki atau bahkan yang kontra dengan yang dimiliki. Kedua, sebagai sarana untuk 2 3
Komunitas fans pecinta K-POP, biasanya terbagi berdasarkan boyband atau girlband tertentu. Member favorit dari boyband atau girlband yang disukai.
44
JURNAL KOMUNIKA Volume 1 No. 1 / April 2012
mengidentifikasikan diri dengan nilai-nilai lain (dalam media). Seperti yang kita ketahui, media membawa nilai-nilai dari seluruh penjuru dunia. Implikasinya adalah konsumen media dapat mengetahui nilai-nilai lain di luar nilainya dan bahkan mengikutinya. Ketiga, media massa berfungsi sebagai pemberi identitas, dimana media merupakan sarana untuk meningkatkan pemahaman mengenai diri sendiri. Media dapat dijadikan sebagai salah satu alat yang dipergunakan untuk melihat siapa, apa serta bagaimana diri ini sesungguhnya (Tanudjaja 2007). Berdasarkan hal diatas, dapat disimpulkan bahwa media merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi seseorang dalam membentuk identitasnya. Menurut Rice (1990:202), identitas budaya adalah jumlah keseluruhan dari perasaan seseorang atau anggota kelompok terhadap simbol-simbol, nilai-nilai, dan sejarah umum yang membuat mereka dikenal sebagai suatu kelompok yang berbeda. Sementara itu menurut Dusek (1996:162), identitas merujuk pada seberapa besar seseorang merasa sebagai bagian dari sebuah kelompok budaya/etnis tertentu dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi perasaan, persepsi, dan perilakunya (Prabowo 2008). Dari kedua definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa kata kunci dari identitas adalah rasa memiliki atau sense of belonging yang dimiliki seseorang terhadap kelompok budaya tertentu. Cultural Studies mengatakan identitas sepenuhnya adalah konstruksi sosial-budaya. Tidak ada identitas yang dapat ‘mengada’ (exist) diluar representasi atau akulturasi budaya (Barker 2003). Cultural studies juga mengatakan bahwa identitas adalah suatu ‘entitas’ yang dapat diubah-ubah menurut sejarah, waktu dan ruang tertentu (Mudji Sutrisno t.thn.). Dengan demikian, pembentukan identitas seseorang sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial, budaya, maupun politik dimana orang itu berada. Stuart Hall dalam karyanya berjudul Cultural Identity and Diaspora menjelaskan bahwa identitas budaya dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu identitas budaya sebagai sebuah wujud (identity as being) dan identitas budaya sebagai proses menjadi (identity as becoming) (Hall 1990). Sudut pandang pertama melihat bahwa sejarah, kode-kode budaya, serta ciri fisik atau lahiriah dapat mengidentifikasi dari kelompok mana seseorang berasal. Proses klasifikasi budaya ini dapat terlihat pada masyarakat kulit hitam di Amerika dan Eropa. Penampilan fisik mereka secara langsung telah mempengaruhi bagaimana mereka mengidentifikasi identitas diri mereka. Sementara itu, sudut pandang kedua melihat bahwa faktor-faktor eksternal lain seperti budaya kelompok lain dan konten-konten media massa juga turut mempengaruhi identitas seseorang. Budaya kelompok lain yang disukai oleh seseorang bisa jadi diikuti dan diinternalisasikan dalam diri mereka karena mereka ingin diakui sebagai anggota dari kelompok budaya tersebut. Melihat fenomena K-POP di Indonesia, dapat dilihat bahwa konten-konten K-POP yang dibawa oleh media massa telah membawa orang-orang untuk menggemarinya. Lebih jauh, konten-konten tersebut juga turut membawa penggemar-penggemar tersebut untuk mengikuti budaya-budaya yang ditampilkan. Secara sadar maupun tidak sadar, para penggemar K-POP telah mengikuti budaya-budaya K-POP bahkan mencampurkannya dengan identitas diri mereka. Misalnya dengan berbicara bahasa Korea, mengoleksi barangbarang Korea, dan lain-lain. 45
JURNAL KOMUNIKA Volume 1 No. 1 / April 2012
Analisisis dan Interpretasi Hasil Penelitian Demam K-POP yang terjadi di Indonesia dapat dikatakan sebagai sebuah fenomena kultural. Dimana K-POP bukan lagi hanya sekedar genre musik, namun juga sekaligus menjadi sebuah kiblat budaya baru bagi penggemar-penggemarnya. Para penggemar musik ini bahkan rela mengubah gaya mereka mulai dari pakaian, model rambut, bahasa, adat istiadat, hingga mengoleksi barang-barang Korea yang mungkin tidak ada hubungannya dengan musik K-POP yang mereka idolakan. Berikut ini hasil wawancara yang dilakukan terhadap dua narasumber perempuan yang merupakan penggemar K-POP. Masing-masing narasumber dalam penelitian ini memiliki latar belakang yang berbeda. Narasumber pertama berinisial AD. AD adalah mahasiswi Komunikasi di Universitas Paramadina dan bertempat tinggal di Jakarta. Sementara narasumber kedua berinisial NL. NL saat ini bekerja sebagai PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan bertempat tinggal di Bandung, Jawa Barat. AD dan NL sama-sama merupakan penggemar fanatik K-POP. Perbedaan diantara keduanya adalah NL adalah seorang akhwat4 dengan kebiasaan menggunakan jilbab panjang, sementara AD tidak demikian. 1. Narasumber NL NL (23) merupakan fans K-POP yang cukup lama. Ia mengaku mulai menyukai KPOP sejak ia kuliah angkatan ke-3 atau sekitar tahun 2008. Ia mulai menyukai K-POP setelah melihat video-video Super Junior yang ditunjukkan temannya. Selain menyukai Super Junior, ia juga menyukai Bigbang, BN Blue, 2pm dan 2am. Berikut hasil wawancaranya: “Gue suka K-POP awalnya karena pengaruh temen. Waktu itu temen sering nunjukkin video Super Junior di HP-nya. Pas tahu disitu ada Siwon, jadi suka deh. Lagian awal suka korea bukan dari kpop, tapi dramanya. Selain SuJu, gue juga suka Bigbang, BN Blue, 2 pm sama 2 am” Berdasarkan karakteristik K-POP yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat asumsi bahwa hal-hal yang disukai oleh penggemar-penggemar K-POP antara lain adalah musik, tarian, penampilan fisik, dan fashion yang dipakai. Menurut NL, hal yang ia sukai dari KPOP adalah musik dan penyanyinya. Ketika diminta mengurutkan hal yang paling ia suka, menurutnya adalah musik, penampilan fisik, tarian, dan terakhir fashion. Terkait dengan budaya, K-POP yang saat ini ia gemari sedikit banyak telah mendorongnya untuk menyukai produk-produk budaya Korea lainnya. NL menjelaskan tentang dampak yang ia rasakan setelah menggemari K-POP sebagai berikut: “Abis suka K-POP ya jadi suka sama yang lain, jadi suka drama, variety show, sama dance tradisionalnya. Gue juga pengen kuliah di Korea jadinya, hehehe” Dalam wawancara ini, narasumber ditanya mengenai hal-hal terkait K-POP atau budaya Korea apa saja yang mereka ikuti. NL mengatakan bahwa saat ini ia mengikuti kursus bahasa Korea di sebuah komunitas di Bandung. Ketika ditanya kenapa ia belajar bahasa Korea, NL memberikan jawaban sebagai berikut: 4
Sebutan bagi perempuan penganut islam fanatik
46
JURNAL KOMUNIKA Volume 1 No. 1 / April 2012
“Ya buat ngisi weekend aja sih. Selain itu, mumpung ketemu sama temen-temen yang doyan K-POP juga jadi ada barengan. Oya satu lagi, gue juga punya mimpi kuliah di Korea, makanya gue belajar bahasanya dulu” Ketika ditanya tentang fashion, NL mengaku saat ini mengoleksi jaket, hoodie, dan jumper yang bertema Korea. Barang-barang koleksinya bukan cuma bertema K-POP, namun juga fashion-fashion dari drama Korea yang ia sukai. Berikut hasil wawancaranya: “Overall sih gue ga terlalu suka sama fashion K-POP, menurut gue pakaian mereka terlalu rame. Warnanya nabrak-nabrak ga jelas. Tapi beberapa ada yang gue koleksi sih, misalnya jaket, hoodie, sama jumper Super Junior. Tapi gue kaya gitu bukan karena pengen keliatan fans suju, tapi karena jaketnya emang bagus. Malah gue malu kalo terlalu keliatan gue suka K-POP” Berdasarkan jawaban diatas, terlihat bahwa NL membatasi dirinya dalam menunjukkan diri bahwa ia adalah salah satu fans K-POP. Ketika ditanya alasannya, ia mengatakan bahwa hal tersebut tida pantas saja dia lakukan. Hal tersebut mungkin juga berhubungan dengan latar belakangnya yang merupakan akhwat yang dikenal fanatik dalam menjalankan syariat islam. Selain itu, NL juga melakukan negosiasi dengan hanya mengoleksi barang-barang fashion yang dapat ia gunakan sebagai seorang perempuan berjilbab, misalnya jaket. Sementara barang-barang fashion lain yang tidak terpakai tidak ia koleksi. Selain bahasa dan fashion, NL juga mengaku ketertarikannya pada anggota-anggota boyband telah mempengaruhi seleranya dalam memilih pria. Berikut hasil wawancaranya: “Ya terpengaruh juga sih. Rasanya cowok cakep tuh ya kaya mereka. Eh, kaya Siwon deh tepatnya.” Dalam hubungannya dengan identitas budaya seperti yang disebutkan oleh Hall, NL dalam hal ini secara tidak sadar telah membentuk identitasnya menjadi identitas “ke-Koreaan” dengan mengikuti budaya-budayanya seperti bahasa, fashion, dan lain-lain. Namun demikian, sebagai seorang akhwat NL melakukan negosiasi karena tidak semua budayanya dapat ia ikuti. Salah satunya adalah dengan mengoleksi fashion-fashion tertentu saja. NL juga membatasi dirinya dengan tidak mau terlihat menonjol sebagai fans K-POP karena dirasa tidak sepantasnya. 2. Narasumber AD Berbeda dengan NL, AD (21) merupakan fans K-POP yang masih baru. AD mengaku baru keranjingan K-POP 4 sampai 5 bulan yang lalu. Sama dengan NL, AD juga menggemari K-POP setelah dipengaruhi oleh temannya yang merupakan fans fanatik K-POP. Berikut hasil wawancaranya: “Gue sih awalnya ga suka. Tapi karena ada temen gue yang ngefans parah sama SuJu, terus sering muterin lagunya gitu, akhirnya gue jadi suka deh. Gue pertama kali suka setelah liat video Mr. Simple-nya SuJu, subhanallah itu cowoknya ganteng-ganteng banget” 47
JURNAL KOMUNIKA Volume 1 No. 1 / April 2012
Namun demikian, AD menolak jika disebut keranjingan K-POP. Karena dia hanya menyukai satu grup saja, yaitu Super Junior. Selain Super Junior, dia juga mengidolakan Lee Seung Gi yang merupakan aktor dan penyanyi asal Korea. Alasan AD menyukai mereka agak berbeda dengan narasumber pertama. Menurut AD, hal pertama yang ia sukai dari mereka justru adalah kepribadian mereka yang menurutnya humoris dan pekerja keras. Kemudian disusul oleh ketampanan dan fashion yang mereka tampilkan. Sementara menurut AD musik K-POP yang ditunjukkan justru biasa saja. berikut kutipannya: “Aku tuh suka karena kepribadiannya. Mereka tuh pekerja keras gitu loh. Meskipun mereka sebenernya udah kaya, tapi mereka tetep mau niti karir dari bawah. Selain itu tipe cowokku sih emang humoris kaya mereka gitu. Terus ya gue suka sama gantengnya yang masya allah sama fashionnya juga kadang-kadang. Kalo musik sih biasa aja sih sebenernya, ga suka-suka banget” Menurut AD, kegemarannya pada K-POP telah membuatnya penasaran terhadap budaya-budaya Korea lain seperti makanan, adat istiadat, dan lain-lain. Selain itu, AD juga mengoleksi benda-benda khas Korea seperti sendok, sumpit, dan lain-lain. Namun demikian, ia mengaku tidak terlalu ingin mengikuti budaya Korea karena ia merasa memiliki budaya sendiri, yaitu budaya Indonesia. Saat ditanya mengenai fashion, AD mengaku tidak terlalu mengikuti fashion Korea. Namun menurutnya, jika fashion tersebut ia sukai maka iapun mengikuti fashion tersebut. Selain itu, AD juga pernah memotong rambutnya mengikuti gaya rambut Korea. Berikut hasil wawancaranya: “Aku sih ga terlalu addicted sama fashion-fashion Korea, tapi kalo ada yang aku suka ya aku beli. Aku juga pernah sih ngikutin rambut kaya artis Korea. Lucu aja gitu rasanya.” Saat ini AD mengaku belum pernah belajar bahasa Korea, namun ia berniat ingin ikut kursus bahasa Korea seperti teman-temannya. Ketika ditanya mengapa, ia mengaku supaya bisa mengerti lagu-lagu dan kalimat-kalimat yang idolanya ucapkan. Sementara itu, kegemarannya pada K-POP juga turut mempengaruhi seleranya dalam memilih pria. Selama wawancara ini dilakukan, AD terlihat sangat antusias sekali dalam menceritakan idolanya tersebut, khususnya dari sisi ketampanan dan kepribadian. Bahkan AD menyebut anggota-anggota Super Junior sebagai suami-suaminya. Hal-hal tersebut ternyata juga turut mempengaruhi dirinya dalam memililih pria. Berikut kutipan wawancaranya: “Ya berpengaruh banget. Terutama bersihnya sama karakter keinginmajuannya itu loh. Tapi kalo fisik gitu buat pasangan aku yang real ye, aku suka yang Indonesia aja. Hahaha” Dalam hal ini, terdapat temuan yang menarik. Bahwa disamping “kegilaannya” dalam menyukai K-POP—khususnya Super Junior—AD ternyata tetap memilih penampilan fisik Indonesia untuk dijadikan pasangannya. Meskipun dibeberapa hal tetap mengacu pada tokoh idola mereka. Namun demikian, AD tidak ikut bergabung di fandom ELF yang merupakan komunitas penggemar Super Junior. Ia mengaku tidak perlu bergabung disana untuk bisa 48
JURNAL KOMUNIKA Volume 1 No. 1 / April 2012
menjadi penggemar Super Junior. Meskipun ia juga sering berkumpul dan hang out dengan penggemar-penggemar Super Junior lainnya untuk betukar informasi atau sekedar membangun hubungan pertemanan. Meskipun baru sebentar menggemari K-POP, AD sudah terlihat sangat terpengaruhi oleh tren dari Korea ini. AD sudah mengikuti budaya-budaya Korea seperti fashion, model rambut, serta mengoleksi produk-produk Korea khas Korea lainnya. Berbeda dengan narasumber sebelumnya, AD terlihat sangat bangga ketika ia dikenal sebagai penggemar KPOP khususnya Super Junior. Hal ini mungkin saja berhubungan dengan latar belakang berbeda yang dimiliki AD dengan NL. Kesimpulan Stuart Hall dalam karyanya berjudul Cultural Identity and Diaspora menjelaskan bahwa identitas budaya terbagi dua, yaitu identitas budaya sebagai sebuah wujud (identity as being) dan identitas budaya sebagai proses menjadi (identity as becoming). Dalam fenomena K-POP ini, yang terjadi pada penggemar-penggemar K-POP tersebut adalah identitas budaya sebagai proses menjadi (identity as becoming). Sebagai orang Indonesia, mereka menyadari bahwa mereka tidak sama dengan idola mereka. Karena itu, mereka mencoba mengikuti budaya-budaya mereka agar terlihat menyerupai tokoh idola mereka. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada dua narasumber dalam penelitian ini, terlihat bahwa konten-konten K-POP yang mereka dapatkan dari media massa sedikit banyak telah mempengaruhi diri mereka mulai dari kebudayaan hingga psikologis mereka sendiri. Meskipun mereka tidak secara langsung mengatakan bahwa mereka ingin menjadi seperti orang Korea, namun apa yang mereka lakukan mencerminkan demikian. Dimana mereka banyak mengikuti kebudayaan-kebudayaan dari Korea itu sendiri. Namun demikian, kedua responden ini tetap memiliki batasan dan negosiasi dalam mengikuti tren K-POP ini. NL misalnya, ia hanya mengikuti fashion-fashion Korea yang sesuai dengan dirinya yang berjilbab. Sementara AD, meskipun ia sangat menyukai anggotaanggota Super Junior, ia mengaku tetap memilih pria berpenampilan “khas Indonesia” untuk menjadi pasangannya. Artinya, tetap ada batasan dari nilai-nilai budaya aslinya meskipun ia menyukai nilai-nilai dari budaya lain. Referensi Adystiani, Renny Y. Wah, Gadis Ini Operasi Lidah Demi Belajar Bahasa Korea! . 14 Agustus 2011. http://www.tabloidbintang.com/extra/fenomena/15008-wah-gadis-ini-operasilidah-demi-belajar-bahasa-korea.html (diakses Januari 4, 2012). Armandhanu, Denny, dan Heryu Nandiasa. Pusat Budaya Korea Akan Terbitkan Buku Bahasa. 27 Desember 2011. http://nasional.vivanews.com/news/read/275305-pusat-budayakorea-akan-terbitkan-buku-bahasa (diakses Januari 4, 2012). Barker, Chris. Cultural Studies: Theory and Practice 2nd edition. London: SAGE Publishers, 2003. Darmawan, Indra, dan Beno Junianto. Gelombang Virus Pop Korea. 1 Juli 2011. http://sorot.vivanews.com/news/read/230465-virus-pop-korea (diakses Januari 4, 2012). 49
JURNAL KOMUNIKA Volume 1 No. 1 / April 2012
Fazriyati, Wardah. Warna Rambut K-Pop Lebih Modern. 4 Mei 2011. http://female.kompas.com/read/2011/05/04/09345683/Warna.Rambut.K-Pop.Lebih.Modern (diakses Januari 4, 2012). Hall, Stuart. Cultural Identity and Diaspora. London, 1990. Jung, Sun. Korean Masculinities and Transcultural Consumption (Rain, K-Pop Idols, Yonsama, Oldboy). Hongkong: Hongkong University Press, 2011. Mudji Sutrisno, dkk. Cultural Studies: Tantangan Bagi Teori-teori Besar Kebudayaan. Depok: Koekoesan. Pertiwi, Adhika. Demam K-Pop, Orang Indonesia Lirik Korea. 13 November 2011. http://travel.kompas.com/read/2011/11/13/14340390/Demam.KPop.Orang.Indonesia.Lirik.Korea (diakses Januari 4, 2012). Prabowo, Aditya Ari. Konstruksi Identitas. Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2008. Strinati, Dominic. Popular Culture: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer. Yogyakarta: Bentang, 2003. Tanudjaja, Bing Bedjo. “PENGARUH MEDIA KOMUNIKASI MASSA TERHADAP POPULAR CULTURE DALAM KAJIAN BUDAYA/CULTURAL STUDIES.” NIRMANA VOL 9 NO. 2, Juli 2007: 96-106. The Korean Wave: A New Pop Culture Phenomenon. Korean Culture and Information Service, 2011. Yoon-mi, Kim. K-POP: A New Force in Pop Music. Korean Culture and Information Service, 2011.
50