APLIKASI TERAPI UNTUK ANAK AUTIS DENGAN METODE LOVAAS BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKIF (Studi Kasus: SD Yayasan Pantara)
Oleh:
MUHAMMAD SYAH REZA 204091002578
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M / 1432 H
APLIKASI TERAPI UNTUK ANAK AUTIS DENGAN METODE LOVAAS BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKIF (Studi Kasus: SD Yayasan Pantara)
Oleh:
MUHAMMAD SYAH REZA 204091002578
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M / 1432 H i
APLIKASI TERAPI UNTUK ANAK AUTIS DENGAN METODE LOVAAS BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKIF (Studi Kasus: SD Yayasan Pantara)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Disusun oleh: MUHAMMAD SYAH REZA 204091002578
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 M / 1432 H ii
APLIKASI TERAPI UNTUK ANAK AUTIS DENGAN METODE LOVAAS BERBASIS MULTIMEDIA INTERAKIF (Studi Kasus: SD Yayasan Pantara) Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer Pada Fakultas Sains dan Teknologi
Oleh: Muhammad Syah Reza 204091002578
Menyetujui, Pembimbing I
Pembimbing II
Qurratul Aini, MT NIP 19730325 200901 2001
Dra. Nani Radiastuti, M.Si NIP 19650902 200112 2001
Mengetahui, Ketua Program Studi Teknik Informatika Fakultas Sains dan Teknologi
Yusuf Durrachman, M.Sc., M.IT NIP 19710522 200604 1002 iii
PENGESAHAN UJIAN Skripsi yang berjudul “Aplikasi Terapi Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas Berbasis Multimedia Interaktif (Studi Kasus: SD Yayasan Pantara)” yang ditulis oleh Muhammad Syah Reza, NIM 204091002578 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 16 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Teknik Informatika. Jakarta, 16 Juni 2011 Menyetujui, Penguji I
Penguji II
Viva Arifin, MMSI NIP 19730810 200604 2 001
Hendra Bayu Suseno, M.Kom NIP 19821211 200912 1 002
Pembimbing I
Pembimbing II
Qurratul Aini, MT NIP 19730325 200901 2 001
Dra. Nani Radiastuti, M.Si NIP 19650902 200112 2 001 Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Ketua Program Studi Teknik Informatika
DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis NIP 19680117 200112 1 001
Yusuf Durrachman, M.Sc, M.IT NIP 19710522 200604 1 002 iv
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta,
Juni 2011
Muhammad Syah Reza NIM. 2040 9100 2578
v
ABSTRAK MUHAMMAD SYAH REZA, Aplikasi Terapi Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas Berbasis Multimedia Interaktif. (Di bawah bimbingan Ibu QURROTUL AINI, MT dan Ibu Dra. NANI RADIASTUTI M.Si).
Penyebab Autisme masih menjadi spekulasi di kalangan medis. Begitupun di kalangan masyarakat awam juga masih banyak yang memiliki pemahaman salah mengenai Autisme. Salah satu yang menyebabkan Autisme pada anak adalah dampak dari banyaknya polusi seperti yang terjadi di Indonesia. Ketidakpahaman mengenai Autisme ini diperparah dengan penanganan yang tidak tepat dan lamban sehingga keadaan penderita Autisme kian buruk. Penanganan Autisme dapat dilakukan dengan terapi. Salah satunya terapi dengan metode Lovaas dengan kurikulum ABA (Applied Behavior Application)-nya. Terapi dengan metode Lovaas dapat diaplikasikan pada terapi berbasis multimedia interaktif. Metode Lovaas telah banyak mendapat pengakuan sebagai metode terapi yang efektif dalam penanganan autisme. Di samping itu, metode Lovaas adalah satu-satunya metode dalam penanganan autisme yang memungkinkan untuk mengadopsi elemen-elemen dalam multimedia. Dengan pemanfaatan teknologi informasi dan pengembangan aplikasi multimedia dapat memungkinkan dibuatnya alat terapi yang menghibur sekaligus memiliki nilai fungsionalitas dan fleksibilitas dalam penggunaannya. Berdasarkan pada permasalahan tersebut, peneliti hendak mengembangkan aplikasi terapi multimedia interaktif bagi anak Autis dengan metode Lovaas sebagai media terapi alternatif yang dapat diterapkan pada anak Autis. Aplikasi ini dibuat dengan Adobe Director 11.5 yang dibantu dengan Adobe Flash, serta Adobe Photoshop. Untuk pengembangan aplikasi ini menggunakan empat metode pengumpulan data yaitu wawancara, studi lapangan, studi pustaka dan kuesioner serta metode pengembangan multimedia menurut Suyanto (2003). Dari hasil penyebaran kuesioner dan uji coba aplikasi kepada 20 responden yang terdiri dari orang tua, terapis dan shadow teacher, disimpulkan bahwa aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas (Cleverland) ini efektif dan dapat dijadikan sebagai media terapi alternatif dalam penanganan anak penderita Autisme. Hasil dari pembuatan skripsi ini adalah CD interaktif dengan kapasitas 35 MB aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan metode Lovaas.
Kata kunci: Multimedia, Autis, Terapi, Lovaas.
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji syukur yang mendalam penulis haturkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat, kasih sayang, petunjuk dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul, “Aplikasi Terapi Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas Berbasis Multimedia Interaktif”. Shalawat serta salam tercurah kepada junjungan Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman kelak. Penyusunan skripsi ini adalah sebagai salah satu tugas akademis yang harus dilakukan mahasiswa Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, guna memenuhi syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan “Sarjana Komputer”. Selama penulisan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan, bimbingan dan dukungan baik moril, materil maupun spirituil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1.
Bapak Prof. DR. Komarudin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Bapak DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.
2.
Ibu Qurrotul Aini, MT, selaku dosen pembimbing I dan Ibu Dra. Nani Radiastuti, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
vii
bimbingan dan perhatiannya dengan sabar kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3.
Ibu Viva Arifin, MMSI selaku dosen penguji I dan Bapak Hendra Bayu Suseno, M.Kom selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran dan masukan bagi penyusunan skripsi ini.
4.
Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan pelajaran dan materi kuliah yang sangat berguna sebagai bekal penulis untuk menyongsong masa depan.
5.
Seluruh staf dan karyawan Fakultas Sains dan Teknologi.
6.
Segenap pengurus dan jajaran pengajar SD Yayasan Pantara, yang telah membuka pintu selebar-lebarnya dan memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu dalam penelitian yang penulis lakukan untuk memenuhi kebutuhan penulisan skripsi ini. Akhirul kalam, dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan
terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Mohon maaf atas segala kekurang dan kekhilafan. Penulis berharap semoga skripsi yang penulis susun ini memiliki manfaat bagi siapa pun yang membacanya.
Jakarta,
Juni 2011
Muhammad Syah Reza NIM: 204091002578
viii
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN SAMPUL ..................................................................................
i
HALAMAN JUDUL ......................................................................................
ii
LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………
iii
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………….
iv
LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………………
v
ABSTRAK……………………………………………………………………
vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................
vii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………...
xii
DAFTAR TABEL …………………………………………………………..
xvii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….
xviii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..
xxiv
DAFTAR ISTILAH ………………………………………………………...
xxv
BAB I
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang …………………………………………
1
1.2
Identifikasi Masalah ……………………………………
4
1.3
Rumusan Masalah ……………………………………...
4
1.4
Batasan Masalah ………………………………………..
5
1.5
Tujuan Penelitian ……………………………………….
7
1.6
Manfaat Penelitian ……………………………………..
8
1.7
Metode Penelitian……………………………………….
10
1.7.1
Metode Pengumpulan Data ………………..…
10
1.7.2
Metode Pengembangan Aplikasi Multimedia....
10
Sistematika Penulisan …………………………………..
11
1.8
BAB II
LANDASAN TEORI 2.1
Computer Software (Aplikasi Komputer) ……………… xii
12
2.2
Software Development Proccess (Proses Pengembangan Aplikasi) ………………………………………..………
12
2.3
Terapi …………………………………………………..
13
2.4
Multimedia ……………………………………………..
14
2.4.1
Sejarah Multimedia ………………………….
15
2.4.2
Definisi Multimedia …………………………
16
2.4.3
Kegunaan Multimedia ………………………
16
2.4.4
Siklus Pengembangan Sistem Multimedia …..
17
2.4.5
Jenis Aplikasi Multimedia …………………..
29
2.4.6
Perangkat Keras Aplikasi Multimedia ………
23
2.4.7
Perangkat Lunak Aplikasi Multimedia ……...
23
Multimedia Interaktif …………………………………..
24
2.5.1
Definisi Multimedia Interaktif ………………
24
2.5.2
Elemen Multimedia Interaktif ………………
25
Desain Komunikasi Visual …………………..…………
36
2.6.1
Definisi Desain Komunikasi Visual …………
36
2.6.2
Fungsi Desain Komunikasi Visual …………..
37
2.6.3
Elemen Desain Komunikasi Visual………….
38
Software Perancang Terapi Multimedia Interaktif ……..
40
2.7.1
Adobe Photoshop ……………………………
41
2.7.2
Adobe Flash CS3 …………………………….
44
2.7.3
Adobe Director 11.5 …………………………
45
………………………………………………
46
2.8.1
Definisi Autisme …………………………….
48
2.8.2
Penyebab Autisme …………………………..
50
2.8.3
Ciri-ciri dan Karakteristik Anak Autis ……...
54
2.8.4
Kriteria Diagnostik Autisme ………………...
58
2.8.5
Penanganan Autisme…………………………
60
Metode Lovaas …………………………………………
72
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
Autisme
2.9.1
Kurikulum ABA (Applied Behavior Application) ………………………………….
xiii
80
2.10
2.11
2.12
2.13
2.14
BAB III
2.9.2
Pelatihan Anak Autis Secara Visual…………
87
2.9.3
Pelatihan Anak Autis Secara Audio …………
88
Literatur Sejenis ……………………………………….
89
2.10.1
Kindergarten City……………………………
89
2.10.2
Facial Emotion ………………………………
91
2.10.3
Whizkid Gamesi ……………………………..
92
2.10.4
Cleverland……………………………………
93
Interaksi Manusia dan Komputer ………………………
95
2.11.1
Definisi Interaksi Manusia dan Komputer …..
95
2.11.2
Antarmuka Pemakai (User Interface) ……….
96
Graphical User Interface/GUI ………………………..
97
2.12.1
Desain User Interface ……………………….
98
2.12.2
Object-based User Interface ………………...
99
2.12.3
Komponen GUI ……………………………..
100
Perancangan Sistem ……………………………………
102
2.13.1
Alat Perancangan Sistem ……………………
102
2.13.2
State Transition Diagram/STD ……………...
102
2.13.3
Flowchart ……………………………………
105
Gambaran Umum Yayasan Pantara …………………….
108
2.14.1
Sejarah/Latar Belakang ……………………...
108
2.14.2
Visi dan Misi…………………………………
109
2.14.3
Struktur Organisasi ………………………….
110
METODOLOGI PENELITIAN 3.1
3.2
Metode Pengumpulan Data …………………………….
111
3.1.1
Studi Pustaka ……….………………………..
111
3.1.2
Studi Lapangan………………………………
112
3.1.3
Wawancara ………………………………….
114
3.1.4
Kuesioner …………………………………….
115
Metode Pengembangan Aplikasi Multimedia..………....
116
3.2.1
118
Konsep (Concept)……………………………. xiv
BAB IV
3.2.2
Perancangan (Design)……………….………..
118
3.2.3
Pengumpulan Bahan (Materal Collecting).…..
119
3.2.4
Pembuatan (Assembly)….…………………….
119
3.2.5
Pengujian (Testing)………..………………….
119
3.2.6
Distribusi (Distribution)………..……………..
120
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1
4.2
4.3
Analisis Perancangan……………………………………
121
4.1.1
Identifikasi Masalah …………………………
121
4.1.2
Hasil Studi Kelayakan ………………………
123
4.1.3
Hasil Analisis Kebutuhan Sistem ……………
125
Pengembangan Aplikasi Multimedia……………………
126
4.2.1
Konsep (Concept)…………………………….
127
4.2.2
Perancangan (Design)………………………..
128
4.2.3
Pengumpulan Bahan (Material Collecting)….
173
4.2.4
Pembuatan (Assembly)……………………….
181
4.2.5
Pengujian (Testing) ………………………….
193
4.2.6
Distribusi (Distribution) ……………………..
200
Tampilan Halaman-halaman Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas ………………………………..
BAB V
201
PENUTUP 5.1
Kesimpulan……………………………………………...
216
5.2
Saran…………………………………………………….
217
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
218
LAMPIRAN …………………………………………………………………
223
xv
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1
Kurikulum ABA Tahap Awal (Beginner) …………………….
89
Tabel 2.2
Kurikulum ABA Tahap Menengah (Intermediate)……………
90
Tabel 2.3
Kurikulum ABA Tahap Lanjut (Advanced) …………………..
91
Tabel 2.4
Komponen GUI………………………………………………..
109
Tabel 2.5
Bagan Alir Sistem……………………………………………..
116
Tabel 2.6
Bagan Alir Program…………………………………………...
117
Tabel 2.7
Bagan Alir Proses ……………………………………………..
117
Tabel 2.8
Simbol Pembantu……………………………………………...
118
Tabel 4.1
Deskripsi Konsep Aplikasi……………………………………
127
Tabel 4.2
File Gambar Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk ………………………
177
Tabel 4.3
Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 1 ………………….
195
Tabel 4.4
Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 2…………………..
196
Tabel 4.5
Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 3…………………..
197
Tabel 4.6
Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 4 ………………….
198
Tabel 4.7
Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 5…………………..
199
Anak Autis Dengan Metode Lovaas
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Rincian Siklus Pengembangan Aplikasi Multimedia ..............
19
Gambar 2.2 Informasi Linier dan Non-Linier .............................................
20
Gambar 2.3 Diagram Alur Produksi Multimedia Linier .............................
21
Gambar 2.4 Diagram Alur Produksi Multimedia Interaktif ........................
22
Gambar 2.5 Unsur Perangkat Keras Multimedia ........................................
23
Gambar 2.6 Teks Cetak…………………………………………………….
26
Gambar 2.7 Teks Hasil Scan….…………………………………………….
27
Gambar 2.8
Teks Elektronik……………………………………………….
27
Gambar 2.9 Hypertext………………………………………………………
28
Gambar 2.10 Bitmap…………………………………………………………
29
Gambar 2.11 Vector Image…………………………………………...………
29
Gambar 2.12 Clip Art………………………………………………………...
30
Gambar 2.13 Digitized Picture……………………………………………….
30
Gambar 2.14 Hyperpicture…………………………………………………...
31
Gambar 2.15 Area kerja Adobe Photoshop CS3……………………………...
44
Gambar 2.16 Area kerja Adobe Flash CS3…………………………………..
45
Gambar 2.17 Tampilan kerja Adobe Director 11.5…………………………..
46
Gambar 2.18 Aplikasi Kindergarten City
...................................................
91
Gambar 2.19 Aplikasi Facial Emotion ...........................................................
92
Gambar 2.20 Aplikasi Whizkid Games ..........................................................
93
Gambar 2.21 Aplikasi Cleverland .................................................................
94
Gambar 2.22 Antarmuka Pemakai ................................................................
96
Gambar 2.23 Pendekatan Untuk Membuat STD ...........................................
103
Gambar 2.24 Notasi STD ..............................................................................
104
Gambar 2.25 Kondisi dan Aksi .....................................................................
105
Gambar 2.26 Struktur Organisasi Yayasan Pantara………………………….
110
Gambar 3.1 Tahapan Pengembangan Multimedia ........................................
116
xviii
Gambar 3.2 Rincian Tahapan Pengembangan Aplikasi Multimedia ………
117
Gambar 4.1 Flowchart Terapi untuk Anak Autis Berbasis Multimedia Interaktif ………………………………………………………
130
Gambar 4.2 Flowchart Intro………………………………………………..
131
Gambar 4.3 Flowchart Halaman Utama (HOME) ………………..……….
132
Gambar 4.4 Flowchart Halaman Informasi ………………………………
134
Gambar 4.5 Flowchart Halaman Terapi Musik…………………………….
136
Gambar 4.6 Flowchart Halaman Cetak …………………………………..
138
Gambar 4.7 Flowchart Halaman Pemula ………………………….………
140
Gambar 4.8 Flowchart Halaman Lanjutan…………………………………
142
Gambar 4.9 Flowchart Halaman EXIT…………………………………….
143
Gambar 4.10 Storyboard Layar Intro ………………………………………..
144
Gambar 4.11 Storyboard Layar Menu Utama (Home)………………………
145
Gambar 4.12 Storyboard Sub-menu Informasi ……………………………..
145
Gambar 4.13 Storyboard Sub-menu Musik …………………………………
146
Gambar 4.14 Storyboard Sub-menu Cetak …………………………………
146
Gambar 4.15 Storyboard Terapi Bagi Pemula ………………………………
147
Gambar 4.16 Storyboard Terapi Bagi Lanjutan …………………………….
147
Gambar 4.17 Storyboard Layar Keluar (Exit) ……………………………...
148
Gambar 4.18 Struktur Menu Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas…………………………..
149
Gambar 4.19 STD Layar Intro……………………………………………….
151
Gambar 4.20 STD Layar Menu Utama (HOME) ……………………………
152
Gambar 4.21 STD Layar Menu Informasi …………………………………..
153
Gambar 4.22 STD Layar Informasi………………………………………….
154
Gambar 4.23 STD Layar Sub-menu Informasi Autisme ……………………
155
Gambar 4.24 STD Sub-menu Informasi Yayasan Autisma Indonesia (Y.A.I) ………………………………………………………...
155
Gambar 4.25 STD Layar Sub-menu Informasi Yayasan Pantara …………...
156
Gambar 4.26 STD Layar Sub-menu Informasi CLEVERLAND …………….
157
Gambar 4.27 STD Layar Menu Cetak……………………………………….
157
xix
Gambar 4.28 STD Layar Cetak ……………………………………………..
158
Gambar 4.29 STD Layar Sub-menu P.E.C Card ……………………………
159
Gambar 4.30 STD Layar Sub-menu Games Therapy ……………………….
160
Gambar 4.31 STD Layar Sub-menu Panduan ……………………………….
161
Gambar 4.32 STD Layar Sub-menu Tentang Aplikasi Cleverland …………
161
Gambar 4.33 STD Layar Terapi Musik……………………………………...
162
Gambar 4.34 STD Layar Menu Games Pemula……………………………..
163
Gambar 4.35 STD Layar Menu Games Lanjutan……………………………
164
Gambar 4.36 Rancangan Layar Intro ………………………………………..
166
Gambar 4.37 Rancangan Layar Halaman Utama……………………………
167
Gambar 4.38 Rancangan Layar Halaman Informasi…………………………
168
Gambar 4.39 Rancangan Layar Halaman Terapi Musik…………………….
169
Gambar 4.40 Rancangan Layar Halaman Cetak …………………………….
170
Gambar 4.41 Rancangan Layar Halaman Pemula……………………………
171
Gambar 4.42 Rancangan Layar Halaman Lanjutan………………………….
172
Gambar 4.43 Rancangan Layar Exit…………………………………………
173
Gambar 4.44 Animasi Smiley ………………………………………………
174
Gambar 4.45 Animasi Boneka (Angel)………………………………………
175
Gambar 4.46 Animasi Boneka (Girl) ……………………………………….
175
Gambar 4.47 Animasi Boneka (Rabbit) …………………………………….
175
Gambar 4.48 Animasi Boneka (Dog) ………………………………………
176
Gambar 4.49 Animasi Tombol………………………………………………
176
Gambar 4.50 Animasi Teks………………………………………………….
176
Gambar 4.51 File Video ……………………………………………………..
181
Gambar 4.52 Pembuatan Background Aplikasi ….…………………………
184
Gambar 4.53 Memasukkan Gambar Ke Layar Kerja ……………………….
184
Gambar 4.54 Menyimpan File Background.PSD……………………………
185
Gambar 4.55 Oval Tool ……………………………………………………..
186
Gambar 4.56 Pembuatan Tombol Menu Menggunakan Adobe Flash CS3…
186
Gambar 4.57 Pembuatan Gambar Animasi ………………………………....
187
Gambar 4.58 Property Inspector …………………………………………..
188
xx
Gambar 4.59 Mengimpor File Ke Area Kerja Adobe Director 11.5 ……….
188
Gambar 4.60 Pembuatan Animasi Dengan Adobe Director 11.5……………
189
Gambar 4.61 Memasukkan File Video ………………………..……………
190
Gambar 4.62 Cast Member ………………………………………………….
191
Gambar 4.63 Area Kerja Pembuatan Halaman Utama Cleverland ………….
191
Gambar 4.64 Pembuatan Halaman Utama Cleverland …………………….
192
Gambar 4.65 Memasukkan Musik ………………………………………….
192
Gambar 4.66 Diagram Tingkat Konsentrasi Dan Kefokusan Sebelum dan Sesudah Menggunakan Aplikasi ……………………………..
195
Gambar 4.67 Diagram Tingkat Pengenalan Terhadap Benda-benda, Bentuk Dan Warna Sebelum dan Sesudah Menggunakan Aplikasi……
196
Gambar 4.68 Diagram Tingkat Kemampuan Berinteraksi Sebelum dan Sesudah Menggunakan Aplikasi ………………...………..
197
Gambar 4.69 Diagram Tingkat Kemampuan Anak Autis Dalam Berbaur Dengan Anak-anak Lain Secara Normal Sebelum dan Sesudah Menggunakan Aplikasi ……………………………..
199
Gambar 4.70 Diagram Tingkat Anak Autis Dalam Menggunakan Komputer Sebelum dan Sesudah Menggunakan Aplikasi………………..
200
Gambar 4.71 Halaman Intro ……………………………….………………..
202
Gambar 4.72 Halaman Utama (Home) ………………………..…………….
202
Gambar 4.73 Halaman Informasi ……………………………..…………….
203
Gambar 4.74 Halaman Terapi Musik …………………………………….…
203
Gambar 4.75 Halaman Cetak …………………………………………….…
204
Gambar 4.76 Halaman Pemula …………………………….……………….
204
Gambar 4.77 Halaman Lanjutan …………………………………………….
205
Gambar 4.78 Halaman Exit………………………………………………….
205
Gambar 4.79 Games Mengenal Ekspresi Bagi Pemula 1……………………
206
Gambar 4.80 Games Mengenal Ekspresi Bagi Pemula 2……………………
206
Gambar 4.81 Games Padanan Bentuk Bagi Pemula 1……………………….
207
Gambar 4.82 Games Padanan Bentuk Bagi Pemula 2……………………….
207
Gambar 4.83 Games Puzzle Bagi Pemula 1………………………………….
208
xxi
Gambar 4.84 Games Puzzle Bagi Pemula 2…………………………………
208
Gambar 4.85 Games Puzzle Bagi Pemula 3………………………………….
208
Gambar 4.86 Games Padanan Gambar Bagi Pemula 1………………………
209
Gambar 4.87 Games Padanan Gambar Bagi Pemula 2………………………
209
Gambar 4.88 Games Puzzle Bagi Lanjutan 1………………………………..
210
Gambar 4.89 Games Puzzle Bagi Lanjutan 2…………………………………
210
Gambar 4.90 Games Puzzle Bagi Lanjutan 3………………………………..
211
Gambar 4.91 Games Konsentrasi Bagi Lanjutan 1 ………………………….
211
Gambar 4.92 Games Konsentrasi Bagi Lanjutan 2 ………………………….
212
Gambar 4.93 Games Mengenal Gambar dan Bentuk Bagi Lanjutan 1………
212
Gambar 4.94 Games Mengenal Gambar dan Bentuk Bagi Lanjutan 2………
213
Gambar 4.95 Games Mewarnai Bagi Lanjutan………………………………
213
Gambar 4.96 Games Mengenal Emosi Wajah Bagi Lanjutan 1……………..
214
Gambar 4.97 Games Mengenal Emosi Wajah Bagi Lanjutan 2 …………….
214
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Wawancara Materi Terapi Multimedia Bagi Anak Autis Dengan Metode Lovaas……………………………….………
224
Lampiran 2 Wawancara dan Kuesioner Hasil Penelitian dan Aplikasi Terapi Multimedia Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas ………………………………………………..
Lampiran 3 Source Code……………………………………………………
xxiv
229
237
DAFTAR ISTILAH
No 1.
Istilah
Keterangan
ABA
ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai, telah
(Applied
dilakukan penelitian dan didisain khusus untuk anak dengan
Behavior
autisme. Sistem yang dipakai adalah memberi pelatihan khusus
Analysis)
pada anak dengan
memberikan positive
reinforcement
(hadiah/pujian). Jenis terapi ini bisa diukur kemajuannya. Saat ini terapi inilah yang
paling
banyak
dipakai
di
Indonesia.
(http://www.autism.com/index.asp)
2.
Autisme
Gangguan perkembangan yang disebabkan oleh adanya interferensi pada perkembangan otak pada masa prenatal atau selama satu atau dua tahun awal kehidupan anak, yang autisme ini adalah manifestasi perilaku yang timbul dari disfungsi yang terjadi pada maturasi neurobiologist dan fungsi sistem saraf pusat. (Understanding Autism: The Physiological Basis and BiomedicalIntervention
Options
of
Autism
Spectrum
Disorders) 3.
Echolalia
Pengulangan atau menirukan kata, frasa atau kalimat yang diucapkan
oleh
orang
lain
dengan
berkali-kali.
(www.about.com/bipolar) Metode pengajaran yang dilakukan berulang-ulang sampai anak berespon tanpa bantuan. 4.
5.
Hipoplasia
Keadaan di mana ukuran otak lebih kecil dari ukuran otak yang
Cerebellum
normal. (http://medlineplus.gov/)
Imunologi
Studi tentang semua aspek dari sistem kekebalan tubuh
xxv
termasuk struktur dan fungsi, gangguan sistem kekebalan tubuh, darah perbankan, imunisasi dan transplantasi organ. (www.about.com/imun-logy) 6.
JPEG
Jenis format file gambar yang dapat menampilkan gambar
(Joint
dengan kualitas 16,7 juta warna.
Photographics
(http://www.desainmultimedia.com/cetak.php?id=103)
Experts Group) 7.
Limbic System
Pusat emosi di otak. (http://www.thefreedictionary.com/)
8.
Lingo
Bahasa pemrograman yang dirancang membangun dan menyelesaikan model-model linear atau pun linear yang terdapat pada Adobe atau Macromedia Director. (Adobe Director: Help)
9.
Lovaas
Metode Lovaas adalah metode yang diperkenalkan oleh Dr O.
(Metode)
Ivar Lovaas yang dikenal juga sebagai metode UCLA, karena memang pertama kali metode ini diperkenalkan di Universitas California, Los Angeles. Metode Lovaas ini merupakan terapi perilaku yang intensif dengan pendekatan terhadap anak-anak yang dapat diterapkan ke dalam beberapa jenis terapi gangguan saraf otak seperti autisme dan gangguan bipolar. ( http://www.nas.org.uk/)
10. MP3
Jenis format file suara yang memiliki tingkat kompresi suara
(MPEG Audio
yang baik tetapi tidak menurunkan kualitas suara yang
Layer 3)
dihasilkan. (http://www.desainmultimedia.com/cetak.php?id=103)
11. Neurexin
Bagian dari keluarga gen yang membantu komunikasi sel syaraf. (Dictionary: WordNet)
12. Neurobiologi
Cabang studi Biologi yang mempelajari jaringan sel-sel yang menghantarkan
rangsangan
(http://medlineplus.gov/)
xxvi
ke
seluruh
tubuh.
13. Neurotransmitter Neurotransmiter merupakan zat kimia yang memungkinkan pergerakan informasi dari satu neuron melintasi kesenjangan antara
itu
dan
neuron
yang
berdekatan.
Pelepasan
neurotransmiter dari satu daerah dari sebuah neuron dan pengakuan dari bahan kimia oleh reseptor situs pada neuron yang berdekatan menyebabkan reaksi listrik yang memfasilitasi pelepasan neurotransmitter dan gerakan seluruh celah. (http://translate.googleusercontent.com/translate =http://www.answers.com/library/NeurologicalBEncyclopediacid) 14. Pervasif
Menjalar atau merembet. (Dictionary: WordNet)
15. Stereotifik /
Perilaku yang berulang-ulang. (Dictionary: WordNet)
Stereotipikal 16. Temper Tantrum Kondisi saat emosi tidak stabil yang ditunjukkan dalam ekspresi
luapan
kemarahan
yang
meluap-luap.
(http://medlineplus.gov/) 17. Terapi
Perawatan
ayang
diberikan
secara
komprehensif
dan
berkesinambungan untuk penyembuhan dari penyakit atau suatu kecacatan (disability). (Kamus Istilah Psikologi) 18. Thalidomide
Sejenis obat yang dapat memberikan efek menenangkan. (http://www.thefreedictionary.com/)
19. Thimerosal
Sebuah pengawet yang mengandung merkuri yang digunakan dalam beberapa vaksin dan produk lainnya sejak 1930-an. Tidak ada efek yang merugikan yang dilaporkan dari thimerosal pada dosis yang digunakan dalam vaksin, kecuali kecil reaksi lokal seperti kemerahan dan bengkak di tempat suntikan. Secara khusus tidak ada bukti bahwa thimerosal meningkatkan risiko berkembangnya autisme atau gangguan perilaku lainnya. Namun, pada tahun 1999 disepakati bahwa thimerosal harus dikurangi atau dihilangkan pada vaksin
xxvii
sebagai
tindakan
pencegahan.
Hari
ini,
semua
direkomendasikan secara rutin vaksin pediatrik di Amerika Serikat tidak mengandung thimerosal atau hanya jumlah jejak. (http://www.medicinenet.com/script/main/) 20. Vaksinasi
Injeksi
mikroba
yang
terbunuh
dalam
rangka
untuk
merangsang sistem kekebalan terhadap mikroba, sehingga mencegah penyakit. Vaksinasi, atau imunisasi, bekerja dengan merangsang sistem kekebalan, alami melawan penyakit sistem tubuh. Sistem kekebalan yang sehat dapat mengenali bakteri dan
virus
dan
menghancurkan
menghasilkan atau
zat
menonaktifkan
(antibodi) mereka.
untuk
Imunisasi
menyiapkan sistem kekebalan tubuh untuk menangkal suatu penyakit. (http://www.medicinenet.com/script/main/)
xxviii
LEMBAR PERSEMBAHAN
A Golden Tribute, To my greatest and unforgettable mother, with whom I have the great luxury of working: Sri Maimunah Siregar. I would like to express my immense gratitude for her love to me since I was a kid until now and forever.
Dalam perjalanan penyelesaian skripsi ini, teramat banyak pelajaran, pengalaman, hikmah, petuah dan nasihat yang mentransformasikan peneliti menjadi pribadi yang lebih baik. Tentu kesemuanya ini tidak terlepas dari orangorang di sekitar peneliti yang senantiasa mendukung dan tidak pernah lelahlelahnya memberikan semangat serta doa yang tulus. Berikut merupakan persembahan bagi mereka, orang-orang hebat dan luar biasa itu.
1.
A zillion greatest thanks to Papa (Zainal Arifin) and Mama (Sri Maimunah Siregar, S.Pd) for so many genuine prayers, the insatiable spirits, loves, supports, and for motivating me everyday. Remember when I had dropped, you both raised me up. There are so many the best things, Mom-Dad. So many, and I just can‟t pin even one. I dedicate this to both of you, without whom this wouldn‟t have been possible. I love you!
2.
My number one supporters, splashy motivators, my best priority and sensational creatures of Holy God, the silliest siblings on Earth: Rizky
ix
Andrafiana Rahmi, Muhammad Luthfi Al-Fariz and Fathya Arifiani Rahma. Love you much-much-much! You rock, guys!! 3.
Bobby—thank you for being my best Xanax, Prozac and during I‟m working in this final assignment, you are even my Ritalin. Remember you company me when I got the silly-as-hell insomnia, don‟t know what I‟d do without your unimportant, childish, screwy but funny-as-hell text messages and phone calls every night.
4.
Fila Anggraeny, and Hadi Wibowo my favorite partners in crime! Partner paling suportif dan produktif. (Especially, partner ‘nyela-orang’ paling mantap!). I‟d really rather not mention and jeopardize our opportunity to be a CEO of a brothel *laugh*. Iyas, Hamimah, Yudianto Saputra, Gressia dan Fay, after all, kalian adalah bagian kehidupan yang masih hidup yang sulit dilewatkan begitu saja. Again, so many! So many guys, such as clubbing moments, gym moments, swimming moments, slumber parties... I just can‟t over them, indeed!
5.
Friends in the same struggle of TI-C in class of 2004 yang menginsipirasikan banyak hal bagi peneliti. I‟m here in the Lembar Persembahan of this „minithesis‟, to thank the people like you guys whom I‟ve learned so much from, and whose silly things that we‟ve shared together will always put a smile on my face. So here they are, in no particular order whatsoever: Mas Agus, Dafy, Yayan, Acho, Ozi, Adiria, Anton, Sandi, Bajuri, Ari, Mas Dien, Wangsa, Dida, Eka, Darwin, Munandar, Ibnu, Dhimas, Ilman, Angga dan nama-nama lain yang tidak mungkin peneliti sebut satu per satu.
x
6.
Iwan—whatsoever the reason you pin ‘Sistematix’ or ‘Zarathustra’ on your name, I really thank you for every coolest things that you do to me such as teach me and whatever it is: You rock, Brother! Here is my advice for you to represent my appreciation for all the things you do to me so far: “Marry the one who loves you more, the richer one, and of course, who‟s good in bed!” Dan, Ratna Muliasari, I‟m really thanking for many favors you give to me and may Allah SWT bestow upon you heavenly happiness forever.
7.
Anne, Imam, Qiqit, Lia, Mas Eko, Mbak Heni—for having fulfilled a part of my life. Sahabat-sahabat Eks-Yushu; Ella, Rudi, Riha, Olive, Nisa dan Jakur—may whatever this friendship takes us, we still have the time to explore our crazy, fun and inner self. And last but not least, my virtual friends on Facebook, my devoted followers on Twitter that always give me supports, I only can say thank you so much! All of you, instantly have been colored my days in life.
8.
There are two Johns in my life who are company me all night long with their sleeky voices and genius songs, John Mayer and John Legend. In my only deepest heart, I really thank you, Guys. Much and much, you both have given me the best time with your inspirational songs.
9.
Toshiba 15.6” that the most capable computer I ever had, so shatterproof and so malleable to me so far. Thank you for your loyalty, Buddy!
10. Kepada semua pihak yang tidak mungkin peneliti sebut satu per satu, yang telah banyak berkontribusi positif kepada peneliti sehingga terwujudnya skripsi ini.
xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penyebab Autisme masih menjadi spekulasi di kalangan medis. Begitupun
di kalangan masyarakat awam juga masih banyak yang memiliki pemahaman salah mengenai Autisme. Dari serangkaian penelitian ditemukan bahwa salah satu yang menyebabkan Autisme pada anak adalah dampak dari banyaknya polusi seperti yang banyak dialami oleh negara maju dan berkembang seperti Indonesia sebagai salah satu negara yang dilanda polusi paling mengkhawatirkan. Polusi dianggap sebagai salah satu penyebab menurunnya kecerdasan anak yang dapat menimbulkan gangguan pertumbuhan pervasif yaitu Autisme. (Arn, 2008) Zat-zat beracun dari polusi udara seperti timah (Pb) dari knalpot mobil, cerobong pabrik, cat tembok, cadmium dari batu batere, serta turunan air raksa (Hg) yang digunakan untuk imunisasi, menjadi penyebab gejala Autis. Autisme mempunyai penyebab neurobiologist yang sangat kompleks yang dapat disebabkan oleh interaksi faktor genetik dan lingkungan seperti pengaruh negatif selama masa perkembangan otak. (Viana, 2005) Penyebab lainnya dari Autisme yaitu suntikan vaksinasi yang mengandung zat pengawet thimerosal. Suntikan vaksinasi ini terdapat pada vaksin Hepatitis B dan vaksin HiB. Vaksin Thimerosal ini terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autisme Spectrum Disorder yang meledak pada sejak awal tahun 1990-an. (McCandless, 2004)
1
2
Gangguan Autis menyerang bagian otak kecil yang memproduksi hormon, hal ini menyebabkan ketidakseimbangan neurotransmitter serotoniin. Akibatnya transmisi pesan dari satu neuron ke neuron lain terhambat. Indera persepsi penyandang Autis berfungsi dengan baik namun rangsangan yang ditangkap tidak dapat diproses dengan baik, hal ini menyebabkan anak Autis hidup di dunianya sendiri. (Sicile-Kira, 2005) Namun pada kenyataannya di tengah-tengah masyarakat yang terjadi adalah kekeliruan mengenai apa dan bagaimana sebenarnya Autisme itu. Kesalahpahaman mengenai Autisme ini secara signifikan bisa mempengaruhi tingkat kenaikan jumlah penderita Autisme. Autisme sebenarnya penyakit yang tidak dapat disembuhkan (not curable) namun dapat diterapi (treatable). Artinya, kelainan yang terdapat di dalam otak tidak dapat diperbaiki, namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi secara signifikan dan semaksimal mungkin, sehingga si anak yang menderita Autisme tersebut dapat berbaur dengan anak-anak lain secara nornal. Secara umum anakanak dengan gangguan perkembangan ini minimal memerlukan terapi intensif awal selama 2 tahun. Dengan merujuk pada data yang ada maka akan ada 1000 anak setiap tahun yang tidak dapat mengikuti terapi tersebut. Akibatnya, sekitar 75% anak Autis yang tidak tertangani akhirnya menjadi tuna grahita. Menurut data dari Yayasan Autisma Indonesia, kasus kecenderungan Autisme di Indonesia terus meningkat. Bila merujuk pada prevalensi di dunia, saat ini terdapat 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,15%-0,20%. Artinya, jika kelahiran di Indonesia sebanyak 4,6 juta bayi per tahun maka jumlah penyandang
3
Autis di Indonesia bertambah 0,15% atau sekitar 9200 dari mereka mungkin menyandang Autisme. Banyak penanganan yang bisa digunakan untuk terapi bagi anak Autis ini. Terapi yang diterapkan pada penderita Autisme yang satu bisa berbeda dengan penderita Autis yang lainnya. Untuk itu perlu observasi lebih mendalam lagi. Namun
realitanya,
pengetahuan
tentang
bagaimana
mendiagnosa
dan
mengobservasi Autisme masih rendah di kalangan masyarakat. Salah satu metode yang sering digunakan karena terbukti efektif adalah terapi metode Lovaas, yaitu terapi yang dikembangkan dari terapi ‘Applied Behaviour Application’ (ABA). Inti dari metode Lovaas adalah program one-on-one therapy, maksudnya penangangan satu terapis dan satu pasien. (Edelson, 2008) Alat atau media terapi Autisme kini dijual di pasaran dengan beragam metode dan jenis terapinya. Namun harganya kebanyakan sulit terjangkau bagi semua kalangan. Di Indonesia masih jarang produsen atau pengembang software yang menyediakan perangkat aplikasi terapi Autisme, khususnya terapi multimedia interaktif. Kurangnya alat, sarana dan infrastruktur yang memadai dan secara terintegrasi dengan unsur-unsur yang disebutkan di atas hingga harus didatangkan dari luar negeri dengan harga yang mahal dan sulit terjangkau dan ini jelas
tidak
praktis.
Untuk
itu
dibutuhkan
sebuah
alat
yang
mampu
mengintegrasikan unsur-unsur visual dan audio yang dapat berinteraksi untuk menunjang pelatihan komunikasi pada anak Autis. Sebagai solusi dan usaha pemecahan, teknologi multimedia mampu mengemas dan mengintegrasikan unsur visual dan audio secara interaktif untuk
4
mendidik anak Autis. Mengingat bahwa, multimedia memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan. Selain itu metode Lovaas pada penerapan treatmentnya pada intervensi penanganan anak autis juga mengadopsi elemen atau unsurunsur multimedia. (Andeson, 2007) Oleh karena itu peneliti mengusulkan Aplikasi terapi bagi anak autis dengan metode Lovaas berbasis multimedia interaktif.
1.2
Identifikasi Masalah Sangat minimnya informasi yang benar mengenai Autisme, penyebab dan
penanganannya yang membuat angka penderita Autisme tiap tahun terus bertambah. Selain itu juga, masih kurangnya alat terapi multimedia yang dapat menunjang pengajaran bagi anak Autis yang bisa didapat tanpa biaya yang tinggi dan juga dengan pengoperasian yang mudah sehingga dapat diterapkan tidak hanya oleh para terapis Autisme saja tapi juga oleh para orang tua atau pendamping penderita Autisme. Oleh karena itu, perlu dihadirkan sebuah aplikasi berbasis multimedia untuk terapi bagi anak Autis yang user friendly dan affordable sehingga bisa dimanfaatkan dan diterapkan di segala kalangan.
1.3
Rumusan Masalah Sesuai dengan latar belakang tersebut, maka diperlukan sebuah aplikasi
multimedia interaktif untuk terapi pada anak Autis yang dapat menerapkan
5
metode Lovaas di dalam perancangan Desain Komunikasi Visual. Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah: 1. Bagaimana merancang sebuah aplikasi multimedia interaktif ditunjang user interface yang tepat, tidak rumit dan terintegrasi dengan beberapa macam terapi
sehingga
dapat
dioperasikan
oleh
penyandang
Autis
dan
pendampingnya? 2. Bagaimana langkah-langkah perancangan aplikasi multimedia interaktif sebagai terapi untuk anak Autis ini? 3. Apakah aplikasi multimedia interaktif ini dapat diterapkan dan dijadikan sebagai alat atau media terapi alternatif dalam penangan anak penderita Autisme?
1.4
Batasan Masalah Agar permasalahan yang diangkat tidak menjadi terlalu luas dan
mendapatkan pencapaian hasil yang optimal, maka permasalahan dan ruang lingkup bahasan peneliti batasi menjadi sebagai berikut: 1. Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis ini hanya akan ditinjau dari karakteristik pengajaran melalui metode terapi Lovaas, sebuah metode terapi Autisme yang dapat menunjang pengajaran karena efektifitasnya yang teruji tinggi. 2. Perancangan aplikasi terapi multimedia untuk anak Autis ini haruslah menyertakan kaidah-kaidah Desain Komunikasi Visual, konsep Interaksi Manusia dan Komputer (IMK) serta ditunjang oleh graphic user interface
6
(GUI) yang tepat dan memudahkan (user friendly) sehingga dapat dioperasikan oleh penyandang Autis yang dikemas dalam compact disk atau CD. 3. Pengembangan rancangan terapi multimedia interaktif untuk anak Autis ini menggunakan Adobe Director 11.5 yang dibantu dengan software lain seperti Photoshop CS3 dan Adobe Flash CS3. 4. Pengembangan rancangan terapi multimedia interaktif anak Autis ini menggunakan metode pengembangan aplikasi multimedia dan tidak dilakukan perbandingan dengan metode lainnya. 5. Program aplikasi multimedia interaktif ini akan digunakan oleh seorang terapis atau pendamping penyandang Autis (dalam hal ini adalah orang tua) yang diaplikasikan kepada penyandang Autis. Meskipun demikian, dalam pengaplikasiannya kepada penyandang Autis, demi terwujudnya kelancaran terapi dan program pembelajaran ini, penyandang Autis hendaknya sudah harus memiliki syarat-syarat minimal sebagai berikut: a.
Dapat duduk secara mandiri di kursi
b.
Melakukan kontak mata ketika dipanggil namanya
c.
Melakukan kontak mata ketika diberi perintah
d.
Memberi tanggapan terhadap arahan terapis.
Pengguna dari aplikasi ini adalah penderita Autis yang sudah memasuki tahap lanjut dalam terapinya atau untuk penderita Autisme ringan. Sedangkan, usia yang tepat dan ideal bagi penderita Autis yang menggunakan aplikasi multimedia interaktif ini adalah 6-12 tahun, namun
7
ini tidak baku karena terapis dapat menilai bahwa seorang penderita Autis sudah dapat menggunakan aplikasi ini atau belum. Karena ada beberapa kasus Autisme ada penderita yang usianya baru 5 tahun sudah mampu berinteraksi dengan komputer namun ada pula yang sudah berusia 12 tahun baru bisa. Jadi semuanya tergantung dari diagnosis terapis, namun secara umum adalah usia yang tersebut di atas. 6. Aplikasi multimedia interaktif ini juga dibatasi karena hanya akan dibuat dalam beberapa seri. Hal ini dikarenakan banyaknya materi yang dibutuhkan dalam proses terapi menggunakan aplikasi multimedia interaktif ini. Sedangkan seri yang dibuat masih terbatas pada pengenalan benda-benda di dalam dan sekitar rumah. Obyek yang akan dikenalkan dibatasi karena terbatasnya sumber data dan waktu yang tersedia. Adapun obyek yang akan dikenalkan antara lain: Meja, kursi, pintu, tempat tidur, lemari dan beberapa lagi lainnya.
1.5
Tujuan Penelitian Penelitian ini yang mengangkat tentang perancangan terapi multimedia
interaktif untuk anak Autis memiliki beberapa tujuan, yaitu: 1.
Menganalisis proses pengembangan perancangan terapi untuk anak Autis yang dapat menunjang terapi metode Lovaas dengan menggunakan media audio visual interaktif.
2.
Merancang atau membuat suatu aplikasi terapi untuk anak Autis yang secara efektif dan efisien dapat mengakomodasi kebutuhan
8
metode Lovaas dalam pemberian terapi dan pembelajaran bagi penyandang Autis dengan menerapkan konsep Desain Komunikasi Visual, Interaksi Manusia dan Komputer dan Graphical User Interface hingga mudah dioperasikan oleh terapis, pendamping (orang tua) dan penyandang Autis itu sendiri. 3.
Menampilkan, menerapkan dan mendistribusikan aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis sebagai media atau alat yang praktis dan dapat digunakan di mana saja dengan menggunakan fasilitas komputer dan kapan saja bila dibutuhkan sebagai bagian dari usaha terapi dan pembelajaran yang berkelanjutan.
1.6
Manfaat Penelitian Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dalam penelitian ini
memiliki beberapa manfaat, yaitu: 1.
Bagi Peneliti a. Merancang suatu aplikasi yang berguna sebagai media terapi bagi anak autis dengan presentasi yang lebih menarik, lebih mudah digunakan dan interaktif yang mudah didapatkan dengan harga yang lebih terjangkau. b. Membantu terapis, shadow teacher dan orang tua yang memiliki anak autis dalam memberikan penanganan yang terpadu bagi anak autis sebagai alat bantu terapi.
9
2.
Bagi Universitas a. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menguasai materi teori yang telah diperoleh selama kuliah. b. Mengetahui kemampuan mahasiswa dalam menerapkan ilmunya dan menjadi sebagai bahan evaluasi. c. Memberikan
gambaran
tentang
kesiapan
mahasiswa
dalam
menghadapi dunia kerja dari hasil yang diperoleh selama berkuliah. 3.
Bagi Terapis Aplikasi ini dapat meningkatkan efektifitas pembelajaran karena digunakannya berbagai macam media yaitu audio, visual serta dengan adanya unsur interaktifitas. Serta dapat memantau sejauh mana perkembangan pasien Autisme.
4.
Bagi Pendamping Penyandang Autis Aplikasi ini bermanfaat untuk melanjutkan terapi yang telah dilakukan oleh terapis sehingga terapi yang diberikan kepada penyandang Autis dapat berjalan secara berkesinambungan. Hal ini dimungkinkan karena memang aplikasi ini dibuat dengan tampilan yang memudahkan penggunannya sehingga bagi pendamping, dalam hal ini adalah orang tua penyandang Autis dapat menggunakan dan menerapkannya juga.
5.
Bagi Penyandang Autis Aplikasi
ini
dapat
bermanfaat
dalam
meningkatkan
berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya.
kemampuan
10
1.7
Metode Penelitian Dalam penelitiani ini diperlukan data-data dan informasi yang lengkap,
akurat, valid dan terukur agar dapat mendukung kebenaran materi uraian dan pembahasan hingga menjadi sebuah hasil penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan. 1.7.1
Metode Pengumpulan Data
1. Metode Wawancara 2. Metode Studi Lapangan 3. Metode Studi Pustaka 4. Metode Kuesioner 1.7.2
Metode Pengembangan Aplikasi Multimedia Peneliti melakukan pengembangan aplikasi multimedia menurut Luther
(Soetopo, 2003) berdasarkan 6 (enam) tahapan, yaitu: 1. Konsep (Concept) 2. Perancangan (Design) 3. Pengumpulan Bahan (Material Collecting) 4. Pembuatan (Assembly) 5. Pengujian (Testing) 6. Distribusi (Distribution)
11
1.8
Sistematika Penulisan Dalam penulisan penelitian ini terbagi menjadi 5 (lima) bab dengan
beberapa sub pokok bahasan. Adapun secara singkat sistematika diuraikan sebagai berikut: BAB I
PENDAHULUAN Bab ini menguraikan latar belakang, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan, manfaat, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II
LANDASAN TEORI Bab ini membahas teori-teori yang menjadi landasan dalam pembuatan program aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis. Selain itu juga menguraikan mengenai multimedia dan 11 (sebelas) tahapan pengembangan sistem multimedia.
BAB III
METODE PENELITIAN Bab ini berisi uraian metode penelitian yang digunakan dalam menganalisis, merancang hingga menggunakan aplikasi.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini peneliti menerangkan
uraian hasil penelitian,
identifikasi masalah dan solusinya serta penerapan 6 (enam) tahapan pengembangan aplikasi multimedia. BAB V
PENUTUP Bab ini merupakan penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Computer Software (Aplikasi Komputer) Sebuah definisi formal dari aplikasi adalah instruksi-instruksi yang
dieksekusi untuk menyediakan fungsi-fungsi tertentu. Lebih jauh dijelaskan bahwa aplikasi/ perangkat lunak komputer merupakan sebuah produk yang dikembangkan oleh pengembang perangkat lunak (software engineer) yang mencakup program yang dapat dieksekusi oleh komputer dengan berbagi ukuran dan arsitekturnya. (Pressman, 2001) Aplikasi atau perangkat lunak komputer sangat penting karena memiliki pengaruh yang cukup dekat akan berbagai aspek dalam kehidupan dan telah menyerap ke dalam budaya dan aktifitas keseharian manusia. Aplikasi harus dirancang agar dapat digunakan pada berbagai keperluan.
2.2
Software Development Process (Proses Pengembangan Aplikasi) Pengembangan aplikasi adalah sebuah proses pembelajaran sosial karena
aplikasi seperti penanaman model yang mengandung berbagai pengetahuan. Pada prosesnya pengembangan melibatkan interaksi antara user dan pengembang, user dengan teknologi dan pengembang dengan teknologi. (Pressman, 2001) Dari sudut pandang pengembang, produk dari proses ini dapat berupa program/aplikasi, dokumen dan berbagai data yang diproduksi sebagai konsekuensi dari aktifitas proses pengembangan ini. 12
13
Pengembangan aplikasi dapat berarti menyusun suatu aplikasi yang baru untuk menggantikan aplikasi secara keseluruhan atau memperbaiki sistem yang telah ada. Namun tidak menutup kemungkinan aplikasi yang baru dibuat karena suatu kebutuhan. Berikut ini adalah beberapa alasan perlunya aplikasi dikembangkan. (Jogiyanto, 1999) 1.
Adanya masalah Permasalahan yang timbul dapat berupa ketidakberesan dari sistem atau aplikasi yang lama sehingga tidak dapat beroperasi seperti yang diharapkan. Selain itu juga dapat disebabkan karena pertumbuhan organisasi yang menuntut adanya sesuatu yang baru.
2.
Untuk meraih kesempatan-kesempatan (Opportunities) Aplikasi yang dibuat karena adanya kesempatan baru untuk bersaing dan memperoleh nilai-nilai tertentu. Hal ini antara lain dikarenakan pesatnya kemajuan berbagai bidang, terutama teknologi informasi.
3.
Adanya instruksi-instruksi (Directives) Aplikasi yang baru juga dapat terjadi karena adanya instruksiinstruksi baik dari internal perusahaan seperti pimpinan ataupun eksternal, misalnya peraturan pemerintah.
2.3
Terapi Terapi berarti usaha untuk memulihkan kesehatan orang yg sedang sakit
atau pengobatan penyakit atau bisa juga diartikan sebagai perawatan penyakit.
14
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008) Sedangkan, pengertian istilah terapi dalam Autisme menurut Kamus Istilah Psikologi (Dali, 1982), yaitu penanganan atau intervensi terhadap penyandang autis yang diberikan secara intensif dan terpadu dan memerlukan kerjasama tim yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara lain, psikiater, psikolog, neurolog, dokter anak, terapi bicara dan pendidik.
2.4
Multimedia Menurut IBM Multimedia adalah gabungan video, audio, grafik dan teks
dalam suatu produksi bertingkat berbasis komputer yang dapat dialami secara interaktif atau menurut McCormick multimedia secara umum merupakan kombinasi tiga elemen yaitu suara, gambar dan teks atau menurut Robin dan Linda multimedia merupakan alat yang dapat menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio dan gambar video. (Juhaeri, 2008) Pengguna aplikasi multimedia akan berkembang semakin pesat dan menjadi sama pentingnya dengan belajar membaca. Bahkan multimedia merubah cara dari membaca. Membaca teks dalam buku dan adalah kegiatan yang bersifat linier dan satu arah, multimedia memberikan pilihan banyak. Sebagai contoh sebuah kata dalam aplikasi multimedia bisa dibuat menjadi sebuah tombol yang bisa membawa pembaca kepada dokumen yang menjelaskan apa arti dari kata tersebut, didukung dengan gambar, audio, musik dan video. (McGloughlin, 2001) Multimedia adalah media yang tingkat efektifitasnya sangat tinggi. Sebuah perusahaan riset Computer Technology Research (CTR) melaporkan, orang hanya
15
bisa mengingat 20% dari apa yang mereka lihat dan 30% dari apa yang mereka dengar. Namun mereka dapat mengingat 50% dari apa yang mereka lihat dan dengar, hasil sebanyak 80% didapat dari apa yang mereka lihat, dengar, dan dilakukan berulang-ulang, karena itu multimedia adalah alat yang sangat efektif untuk belajar dan mengajar. (Hofstetter, 2001) Sebuah studi lain yang dilakukan oleh 3M Corporation dan University of Minnesota didapatkan bahwa sebuah presentasi yang dilakukan dengan menggunakan visual dari film 35mm, transparansi film dan grafis berwarna, ternyata lebih efektif 43% digunakan pada audience dibanding dengan yang tidak. Kajian tersebut menghasilkan sebuah kesimpulan yang mana penggunaan visual menjadikan suatu presentasi menjadi lebih mudah diingat, peningkatan ingatan audience terhadap bahan naik hingga 10,01%, persepsi audience terhadap bahan naik menjadi 11%, pemahaman 8,5%, perhatian 7,5% dan kesepahaman menjadi 5,5%. Pada penelitian yang lebih lanjut dilakukan oleh Management Information Systems Departement pada University of Arizona. Penelitian ini membahas perbedaan dari penggunaan visual statis dengan statis dengan hubungannya kepada peningkatan persepesi. Hasilnya, persepsi naik menjadi 16% bila digunakan animasi dan transisi pada presentasi, bila menggunakan visual statis, hasilnya hanya meningkat sebanyak 6%. 2.4.1
Sejarah Multimedia Istilah multimedia berawal dari teater, bukan komputer. Pertunjukan yang
memanfaatkan lebih dari satu medium sering kali disebut pertunjukan multimedia.
16
Pertunjukan multimedia mencakup monitor video dan karya seni manusia sebagai bagian dari pertunjukan. Sistem multimedia dimulai pada akhir 1980-an, sejak permulaan tersebut hampir setiap pemasok perangkat keras dan lunak melompat ke multimedia. Pada tahun 1994 diperkirakan ada lebih dari 700 produk dan sistem multimedia dipasaran. (Suyanto, 2003) 2.4.2
Definisi Multimedia Dalam industri elektronika menurut Suyanto (2003), Multimedia adalah
kombinasi dari komputer dan video (Rosch, 1996) atau multimedia secara umum merupakan kombinasi tiga elemen, yaitu suara, gambar dan teks (McCormick, 1996) atau multimedia adalah kombinasi dari paling sedikit dua media input atau output dari data, media ini dapat audio (suara, musik), animasi, video, teks, grafik dan gambar (Turban dkk, 2002) atau multimedia merupakan alat yang dapat menciptakan presentasi yang dinamis dan interaktif yang mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio dan gambar video (Robin dan Linda, 2001) Definisi yang lain dari multimedia, yaitu dengan menempatkan dalam konteks, seperti yang dilakukan oleh Hofstetter (2001), multimedia adalah pemanfaatan komputer untuk membuat dan menggabungkan teks, grafik, audio, gambar bergerak (video dan animasi) dengan menggabungkan link dan tool yang memungkinkan pemakai melakukan navigasi, berinteraksi, berkreasi dan berkomunikasi. 2.4.3
Kegunaan Multimedia Menurut Sutopo (2003), multimedia dapat digunakan untuk bermacam-
macam bidang pekerjaan, tergantung dari kreatifitas untuk mengembangkannya.
17
Setelah mengetahui defenisi dari multimedia serta elemen-elemen multimedia yang ada, serta aplikasi-aplikasi yang saat ini digunakan pada bidang kehidupan manusia, maka dapat diketahui bahwa tujuan dari penggunaan multimedia adalah sebagai berikut: 1.
Multimedia dalam penggunaannya dapat meningkatkan efektivitas dari penyampaian suatu informasi.
2.
Penggunaan multimedia dalam lingkungan dapat mendorong partisipasi, keterlibatan serta eksplorasi pengguna tersebut.
3.
Aplikasi multimedia dapat meransang panca indera, karena dengan penggunaannya multimedia akan meransang beberapa indera penting manusia, seperti: Penglihatan, pendengaran, aksi maupun suara.
4.
Dalam
pengaplikasiannya
multimedia
akan
sangat
membantu
penggunanya, terutama bagi pengguna awam. 2.4.4
Siklus Pengembangan Sistem Multimedia Menurut Luther (Soetopo, 2003), agar multimedia dapat menjadi alat
keunggulan bersaing perusahaan, pengembangan sistem multimedia harus berdasarkan 6 (enam) tahapan, yaitu: 1. Konsep (Concept) Tahap konsep (concept) yaitu menentukan tujuan dan siapa pengguna program (identifikasi audiens). Selain itu, tahap ini juga menetukan jenis aplikasi (presentasi, interaktif, dan lain-lain) dan juga tujuan aplikasi (hiburan, pelatihan, pembelajaran, dan lain-lain), dan spesifikasi umum.
18
Dasar aturan untuk perancangan juga ditentukan pada tahap ini, misalnya ukuran aplikasi, target dan lain-lain. 2. Perancangan (Design) Maksud dari tahap perancangan (design) adalah membuat spesifikasi secara rinci mengenai arsitektur proyek, gaya dan kebutuhan material untuk proyek. 3. Pengumpulan Bahan (Material Collecting) Pada tahap pengumpulan bahan (material collecting) dilakukan pengumpulan bahan seperti clip art image, animasi, audio, video, berikut pembuatan gambar, grafik, foto dan lain-lain yang diperlukan untuk tahap berikutnya. 4. Pembuatan (Assembly) Tahap pembuatan (assembly) merupakan tahap di mana seluruh obyek multimedia dibuat. Pembuatan aplikasi berdasarkan storyboard, flowchart view, struktur navigasi atau diagram objek yang berasal dari tahap desain. 5. Pengujian (Testing) Tahap pengujian (testing) dilakukan setelah selesai tahap pembuatan dan seluruh data telah dimasukkan. Pertama-tama dilakukan testing secara modular untuk memastikan apakah hasilnya seperti yang diinginkan. Beberapa sistem mempunyai fitur yang dapat memberikan informasi bila terjadi kesalahan pada program.
19
6. Distribusi (Distribution) Pada tahap ini akan dilakukan implementasu serta evaluasi terhadap aplikasi multimedia dan setelah semuanya selesai aplikasi multimedia akan diperbanyak menggunakan DVD-R. Suatu aplikasi biasnaya memerlukan banyak file yang berbeda dan kadang-kadang mempunyai ukuran sangat besar. File akan lebih baik bila ditempatkan dalam media penyimpanan yang memadai.
Gambar 2.1 Rincian Siklus Pengembangan Aplikasi Multimedia
2.4.5
Jenis Aplikasi Multimedia Media presentasi pada umumnya tidak dilengkap alat untuk mengontrol
yang dilakukan oleh user. Presentasi yang berjalan sekuensial sebagai garis lurus disebut dengan multimedia linier (multimedia linear). Contoh jenis ini adalah program TV dan film. Tetapi bila presentasi menggunakan satu komputer untuk satu orang, maka diperlukan untuk kontrol dengan keyboard, mouse atau alat input
20
lainnya. Hal ini disebut sebagai multimedia non-linier atau multimedia interaktif karena presentasi multimedia seperti ini melibatkan user untuk mengendalikan, memilih dan menjalankan fungsi aplikasi presentasi multimedia. (Sutopo, 2002)
Gambar 2.2 Informasi Linier (kiri) dan Non-Linier (kanan)
Jenis aplikasi multimedia sangatlah beragam dan banyak, klasifikasi multimedia dapat digolongkan dari cara penyajian dan tujuan. Dilihat dari cara penyajiannya program multimedia, proses produksi program multimedia tersebut dapat digolongkan menjadi: 1.
Linear Program atau Continuous Program Linear program atau continuous program yaitu sebuah program yang berkesinambungan dari awal sampai akhir karena informasinya disusun berurutan dari awal hingga akhir, sehingga penayangannya tidak mungkin dihentikan pada suatu saat secara acak, karena informasi yang disampaikan akan menjadi tidak lengkap dan tidak jelas. Secara garis besar linear program terdiri dari pembukaan, kemudian diikuti bagian isi atau uraian apa yang dikemukakan pada pendahuluan dan terakhir adalah bagian penutup. Penutup ini dapat berupa kesimpulan atau ringkasan
21
seluruh uraian tersebut. Program multimedia dengan bentuk linear program, dapat berupa program audio visual statis seperti multi image slide program, audio visual gerak, animasi film, maupun gabungan ketiga media tersebut.
Gambar 2.3 Diagram Alur Produksi Multimedia Linier
2. Non-Linear Program atau Interactive Program Non-Linear Program atau Interactive Program yaitu sebuah aplikasi yang dapat masing-masing berdiri sendiri sehingga aplikasi tersebut dihentikan pada suatu saat secara acak dan tetap memberikan informasi yang dibutuhkan yang merupakan bagian atau unit terkecil dari
22
keseluruhan aplikasi. Aplikasi interaktif memberikan banyak pilihan kepada audience untuk memilih sendiri informasi yang diinginkan, dan dari mana akan dimulai serta diakhiri, ataukah hanya sebagian saja dari keseluruhan informasi yang dibutuhkan.
Gambar 2.4 Diagram Alur Kerja Multimedia Interaktif
Dalam hal ini, yang diterapkan oleh peneliti adalah presentasi multimedia yang bersifat non-linier atau multimedia interaktif, yaitu sebuah aplikasi yang dapat masing-masing berdiri sendiri sehingga aplikasi tersebut dihentikan pada suatu saat secara acak dan tetap memberikan informasi yang dibutuhkan yang merupakan bagian atau unit terkecil dari keseluruhan aplikasi.
23
2.4.6 Perangkat Keras Aplikasi Multimedia Perangkat keras (komputer) multimedia adalah alat pengolah data (teks, gambar, audio, video, animasi) yang bekerja secara elektronis dan otomatis. Sistem perangkat keras multimedia terdiri atas empat unsur utama dan satu unsur tambahan. Keempat unsur utama itu yaitu: Input Unit, Central Processing Unit (CPU), Storage/Memory dan Output Unit. Sedangkan yang merupakan unit tambahan yaitu Communication Link.
CENTRAL PROCESSING UNIT CONTROL UNIT COMMUNICATI ON LINK
ARITHMETIC & LOGIC UNIT
SECONDARY MEMORY
INPUT UNIT
PRIMARI MEMORY
OUTPUT UNIT
Gambar 2.5 Unsur Perangkat Keras Multimedia
2.4.7
Perangkat Lunak Aplikasi Multimedia Perangkat lunak aplikasi multimedia ialah program-program yang dibuat
oleh personal atau pabrik komputer untuk user yang dipakai atau beroperasi dalam bidang-bidang multimedia yang spesifik, misalnya perangkat lunak pengolah teks, perangkat lunak pengolah grafik 2D, perangkat lunak modelling dan animasi, perangkat lunak pengolah video dan perangkat lunak berbasis web.
24
2.5
Multimedia Interaktif
2.5.1
Definisi Multimedia Interaktif Menurut pendapat-pendapat ahli dalam mendefinisikan multimedia seperti
yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa multimedia merupakan perpaduan antara berbagai elemen/media (format file) yang berupa teks, gambar (vektor atau bitmap), grafik, sound, animasi, video, interaksi, dan lain-lain. yang telah dikemas menjadi file digital (komputerisasi), digunakan untuk menyampaikan pesan kepada publik. Dan apabila pengguna akhir (user) mendapatkan keleluasaan dalam mengontrol apa dan kapan elemen-elemen multimedia tersebut, maka hal ini disebut multimedia interaktif. Sistem yang menggunakan lebih dari satu media presentasi (teks, suara, citra, animasi, video) secara bersamaan dan melibatkan keikutsertaan pemakai untuk memberi perintah, mengendalikan dan memanipulasi. (Vaughan, 2006) „Interaktif‟ sendiri memiliki pengertian menerima masukan dari manusia (PC Webopædia, 2006). Atau interaksi bisa juga diartikan sebagai dialog sensorik yang terjadi antara manusia dan program komputer (Mifflin, 2009) Setidaknya ada 6 (enam) kriteria multimedia dikatakan interaktif (Thorn, 2006) yaitu: 1. Kemudahan navigasi. Sebuah program harus dirancang sesederhana mungkin sehingga dalam pengoperasian multimedia tidak perlu belajar komputer lebih dahulu.
25
2. Kandungan kognisi. 3. Presentasi informasi. Kedua kriteria di atas (poin 2 dan 3) adalah untuk menilai isi dari program itu sendiri, apakah program telah memenuhi kebutuhan user atau belum. 4. Integrasi media. Yaitu di mana media harus mengintegrasi aspek dan isi materi multimedia yang dibangun. 5. Artistik dan estetika. Kriteria ini dimaksudkan untuk menarik minat pengguna program multimedia. 6. Fungsi secara keseluruhan. Program yang dikembangkan harus memberikan fungsi dan manfaat yang diinginkan oleh pengguna program multimedia. Sehingga pada waktu seorang selesai menjalankan sebuah program multimedia dia akan merasa telah belajar sesuatu. 2.5.2
Elemen Multimedia Interaktif Dalam
buku
Sutopo
(2003),
multimedia
terdiri
dari
beberapa
elemen/objek, yaitu: 1. Teks Hampir semua orang yang biasa menggunakan komputer sudah terbiasa dengan teks. Teks merupakan dasar dari pengolahan kata dan informasi berbasis multimedia (Sutopo, 2003). Kebanyakan sistem multimedia menggunakan teks sebab teks sangat efektif untuk menyampaikan ide serta
26
memberikan panduan kepada pengguna. Secara umum ada 4 (empat) macam teks (Suyanto, 2003), yaitu: a. Teks Cetak Teks hasil cetakan yang akan dimasukkan ke dalam sistem multimedia harus ditransformasikan ke bentuk yang dapat dibaca oleh komputer. Cara yang biasa digunakan adalah dengan mengetikkan teks tersebut dengan pengolah kata atau teks editor.
Gambar 2.6 Teks Cetak b. Teks Hasil Scan Untuk men-scan teks yang diinginkan, dapat menggunakan scanner yang tersedia dengan berbagai tipe. Setelah teks tersebut kita scan, kita dapat mengeditnya dengan pengolah data atau teks editor.
27
Gambar 2.7 Teks Hasil Scan c. Teks Elektronik Teks elektronik adalah teks yang dapat dibaca oleh komputer dan dapat ditransmisikan secara elektronis melalui jaringan.
Gambar 2.8 Teks Elektronik d. Hypertext Kata hypertext diciptakan oleh Ted Nelson pada tahun 1965 yang berarti teks yang telah dihubungkan. Bila sebuah hypertext diklik, maka sebuah objek yang telah dihubungkan akan dijalankan oleh komputer.
28
Gambar 2.9 Hypertext Dalam hal ini yang penulis gunakan dalam merancang aplikasi terapi untuk anak autis dengan metode Lovaas berbasis multimedia interaktif adalah jenis teks cetak. 2. Image Secara umum image atau grafik adalah still image (gambar yang tidak bergerak/diam) seperti foto dan gambar. Manusia sangat berorientasi pada visual dan gambar merupakan sarana yang baik untuk menyajikan informasi (Sutopo, 2003) Macam-macam image dalam buku Suyanto (2003), antara lain: a. Bitmap Bitmap adalah gambar yang disimpan sebagai satuan pixel (titik) yang berkorespondesi dengan titik-titik garis pada sebuah layar komputer. Bitmap dapat dibuat dengan menggunakan program Paint, Adobe Photoshop dan lain-lain.
29
Gambar 2.10 Bitmap
b. Vector Image Vector image disimpan sebagai sekumpulan persamaan matematika yang disebut algoritma yang mendefinisikan kurva, garis dan bentuk dalam sebuah gambar.
Gambar 2.11 Vector Imaage c. Clip Art Membuat sendiri sejumlah gambar tentunya akan menghabiskan banyak waktu. Untuk menghemat waktu dapat menggunakan clip art, yaitu sekumpulan gambar yang telah disediakan oleh Microsoft Office yang bisa digunakan dalam membuat sistem multimedia.
30
Gambar 2.12 Clip Art d. Digitized Pictures Digitized pictures adalah gambar yang diperoleh melalui grabbing atau proses penangkapan gambar dari kamera video yang terhubung ke komputer.
Gambar 2.13 Digitized Picture e. Hyperpicture Hyperpictures adalah gambar yang telah dihubungkan. Bila sebuah hyperpictures diklik, maka sebuah objek yang telah dihubungkan akan dijalankan oleh komputer.
31
Gambar 2.14 Hyperpicture Beberapa format file grafik yang umum yaitu (Suyanto, 2003): a. PICT: Standar grafik pada Apple Mac. b. BMP: Standar grafik pada Windows. c. Joint Photographic Expert Graphic (JPEG): Standar format foto dan juga populer dalam file format web. d. Graphic Interchange File (GIF): Grafik yang sudah dikompres untuk penggunaan internet. Dengan kedalaman warna 256 (16 bit) e. Tagged Interchange File Format (TIFF): Format filenya terkompresi yang biasa digunakan pada paket desktop dan umumnya untuk perusahaan percetakan. File .TIFF masih dapat diedit. f. Encapsulated Post Script (EPS): Format yang digunakan oleh Photoshop dan dapat terdiri dari vector maupun bitmap. g. PSD: Format yang digunakan oleh Photoshop saat menyimpan atau memanipulasi grafik. h. Format khusus: Selain format file di atas, masih ada beberapa format lainnya, seperti FH8 (pada Freehand v8) dan CDR (pada CorelDRAW)
32
Dalam hal ini yang peneliti gunakan adalah gambar/image vektor dan raster. Format gambar yang peneliti pakai yaitu .JPEG, .PSD, .BMP dan .PNG. 3. Animasi Animasi adalah pembentukan gerakan dari berbagai media atau objek yang divariasikan dengan gerakan transisi, efek-efek, juga suara yang selaras dengan gerakan animasi tersebut atau animasi merupakan penayangan frame-frame gambar secara cepat untuk menghasilkan kesan gerakan (Sutopo, 2003). Animasi yang peneliti buat antara lain berupa tombol-tombol, boneka, hewan dan awan. Animasi-animasi itu dapat bergerak dan berganti-ganti gambar, hal ini diperlukan untuk menarik perhatian. 4. Audio Penyajian audio atau suara merupakan cara lain untuk lebih memperjelas pengertian suatu informasi. Contohnya, narasi merupakan kelengkapan dari penjelasan yang dilihat melalui video. Suara dapat lebih lebih menjelaskan karakteristik suatu gambar, misalnya musik dan suara efek (effect sound). Salah satu bentuk bunyi yang bisa digunakan dalam produksi multimedia adalah Waveform Audio yang merupakan format file audio yang berbentuk digital. Kualitas produknya bergantung pada sampling rate (banyaknya sampel per detik). Waveform (wav) merupakan standar untuk Windows PC (Sutopo, 2003) Dalam buku Suyanto (2003), ada beberapa jenis format suara, antara lain:
33
a. Waveform Audio Format suara ini dapat digunakan untuk merekam berbagai suara yang diinginkan. Setiap suara yang direkam dengan format Waveform, dapat diperoleh informasi mengenai frekuensi, amplitudo dan harmoninya. b. MIDI MIDI merupakan singkatan dari Musical Instrument Digital Interface. MIDI menyediakan cara merekam musik yang sangat efisien daripada merekam suara berformat WAV yang membutuhkan tempat penyimpanan yang besar dalam penyimpanannya. Format MIDI mempunyai ekstensi .mid dan tidak membutuhkan tempat tempat penyimpanan yang besar. c. Audio CD Audio CD dapat menampung rekaman dengan suara yang sangat jernih. Sampling rate-nya adalah 44100 sampel per detik, yang cukup cepat untuk merekam segala macam suara yang dapat didengar oleh manusia. d. CD Plus, CD Extra dan Enhanced CD Adalah CD musik yang dapat berfungsi sebagai CD-ROM dengan data komputer yang terdapat dalam sebuah disc musik. Jika sebuah CD Plus dimasukkan ke dalam PC (personal computer) multimedia, komputer akan menyajikan tampilan grafis yang menarik dan tepat untuk bernavigasi dan berinteraksi. e. MP3 Singkatan dari MPEG Audio Layer 3. MP3 dapat mengkompres sebuah track CD audio ke dalam sebuah file yang ukurannya kecil.
34
f. Hyperaudio Hyperaudio adalah audio yang digunakan untuk menggerakkan obyekobyek multimedia. Dalam hal ini, jenis audio yang peneliti gunakan dalam pembuatan aplikasi terapi bagi anak autis ini yang itu MP3 dan Waveform Audio. 5. Video Video merupakan sumber daya yang kaya dan hidup bagi aplikasi multimedia karena penyampaian yang komunikatif dibandingkan gambar biasa (Suyanto, 2003). Ada empat macam video yang dapat digunakan sebagai objek link dalam aplikasi multimedia, yaitu: a. Live Video Feeds Live Video Feeds menyediakan obyek-obyek realtime yang menarik dari sistem multimedia. Beberapa channel TV atau live camera feed dapat menjadi objek suatu link. b. Video Tape Video tape merupakan video yang paling tersebar luas. Hampir semua orang memiliki sebuah VCR (video cinematic recording) dan hampir di setiap pusat perbelanjaan terdapat toko video yang menyewakan film dalam bentuk video tape. c. Video Disc Ada 2 (dua) format untuk video disc, yakni CAV (cinematic average video) dan CLV (cinematic long video). CAV disc dapat menyimpan
35
hingga 54000 frame. Sedangkan CLV disc dapat menyimpan video dua kali lebih besar daripada CAV disc. d. Digital Video Digital video adalah media penyimpanan yang paling menarik dan menjanjikan. Digital video disimpan dalam bentuk file pada hard disc, CD-ROM atau DVD. Dalam hal ini, jenis video yang peneliti gunakan adalah Digital video karena dapat disimpan dalam media penyimpanan secara efisien dan selain itu juga dapat disunting secara instan dengan softwaresoftware pengolah video. 6. Interactive Link Sebagian dari multimedia adalah interaktif, di mana pengguna dapat menekan mouse atau objek pada screen seperti button atau teks dan menyebabkan program melakukan perintah tertentu. Interactive link dengan informasi yang dihubungkannya sering kali dihubungkan secara keseluruhan sebagai hypermedia. Secara spesifik, dalam hal ini termasuk hypertext (hotword), hypergraphics dan hypersound menjelaskan jenis informasi yang dihubungkan. Interactive link diperlukan bila pengguna menunjuk pada suatu objek atau button agar dapat mengakses program tertentu. Interactive link diperlukan untuk menggabungkan beberapa elemen multimedia sehingga menjadi informasi yang terpadu.
36
2.6 2.6.1
Desain Komunikasi Visual Definisi Desain Komunikasi Visual Desain komunikasi visual adalah desain yang mengkomunikasikan
informasi dan pesan yang ditampilkan secara visual (Saleh, 2006). Desain
grafis
menerapkan elemen-elemen dan prinsip-prinsip desain (komposisi) dalam memproduksi sebuah karya visual. Karya visual, seiring berkembangnya tuntutan industri, tidak lagi terbatas pada media cetak dalam penyampaian visualnya. Melainkan juga pada media-media elektronik. Inilah yang menyebabkan terminologi Desain Grafis terkikis secara teknologi dan digantikan dengan terminologi baru yakni Desain Komunikasi Visual. Namun demikian, persoalan pergantian terminologi ini tidak serta merta melemahkan posisi Desain Grafis sebagai dasar penerapan elemen dan prinsip dalam perancangan sebuah karya visual. (Sitepu, 2003) Pekerjaan desain grafis menuntut pemahaman terhadap esensi dunia visual dan seni (estetika). Dengan menggunakan istilah Desain Komunikasi Visual, maka seorang desainer grafis dituntut juga untuk menguasai bidang-bidang lain dan melakukan pendekatan-pendekatan dengan disiplin ilmu yang lebih luas terutama ilmu komunikasi. Ilmu komunikasi kini lazim menyebut desain grafis sebagai desain komunikasi visual. Sebab desain grafis pada dasarnya adalah pekerjaan berkomunikasi di mana pesan yang disampaikan adalah visual (grafis: gambar dan tipografi atau elemen-elemen desain dalam seni). Dan beberapa penelitian
37
membuktikan media komunikasi visual lebih efektif ketimbang media lainnya yang hanya mengandalkan teks. (Pujrianto, 2005) 2.6.2
Fungsi Desain Komunikasi Visual Dalam perkembangannya selama beberapa abad, desain komunikasi visual
mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu sebagai sarana identifikasi, sebagai sarana informasi dan instruksi, dan yang terakhir sebagai sarana presentasi dan promosi. (Zaidanrizky, 2008) a. Desain Komunikasi Visual sebagai sarana identifikasi Fungsi dasar yang utama dari desain komunikasi visual adalah sebagai sarana identifikasi. Identitas seseorang dapat mengatakan tentang siapa orang itu, atau dari mana asalnya. Demikian juga dengan suatu benda atau produk, jika mempunyai identitas akan dapat mencerminkan kualitas produk itu dan mudah dikenali, baik oleh produsennya maupun konsumennya. b. Desain Komunikasi Visual sebagai sarana informasi dan instruksi Sebagai sarana informasi dan instruksi, desain komunikasi visual bertujuan menunjukkan hubungan antara suatu hal dengan hal yang lain dalam petunjuk, arah, posisi dan skala; contohnya peta, diagram, simbol dan penunjuk arah. Informasi akan berguna apabila dikomunikasikan kepada orang yang tepat, pada waktu dan tempat yang tepat, dalam bentuk yang dapat dimengerti, dan dipresentasikan secara logis dan konsisten. Simbol-simbol yang kita jumpai sehari-hari seperti tanda dan rambu lalu lintas, simbol-simbol di tempat-tempat umum seperti telepon umum, toilet, restoran dan lain-lain harus bersifat informatif dan komunikatif, dapat dibaca dan dimengerti oleh orang dari
38
berbagai latar belakang dan kalangan. Inilah sekali lagi salah satu alasan mengapa desain komunikasi visual harus bersifat universal. c. Desain Komunikasi Visual sebagai sarana presentasi dan promosi Tujuan dari desain komunikasi visual sebagai sarana presentasi dan promosi adalah untuk menyampaikan pesan, mendapatkan perhatian (atensi) dari mata (secara visual) dan membuat pesan tersebut dapat diingat; contohnya poster. Penggunaan gambar dan kata-kata yang diperlukan sangat sedikit, mempunyai satu makna dan mengesankan. Umumnya, untuk mencapai tujuan ini, maka gambar dan kata-kata yang digunakan bersifat persuasif dan menarik, karena tujuan akhirnya adalah menjual suatu produk atau jasa. 2.6.3
Elemen Desain Komunikasi Visual Untuk dapat berkomunikasi secara visual, seorang desainer menggunakan
elemen-elemen untuk menunjang desain tersebut. Elemen-elemen yang sering digunakan dalam desain komunikasi visual antara lain adalah tipografi, simbolisme, ilustrasi dan fotografi. Elemen-elemen ini bisa digunakan sendirisendiri, bisa juga digabungkan. (Santosa, 2000) 1. Desain dan Tipografi Tipografi adalah seni menyusun huruf-huruf sehingga dapat dibaca tetapi masih mempunyai nilai desain. Tipografi digunakan sebagai metode untuk menerjemahkan kata-kata (lisan) ke dalam bentuk tulisan (visual). 2. Desain dan Simbolisme Simbol sangat efektif digunakan sebagai sarana informasi untuk menjembatani perbedaan bahasa yang digunakan, contohnya sebagai
39
komponen dari signing systems sebuah pusat perbelanjaan. Untuk menginformasikan letak toilet, telepon umum, restoran, pintu masuk dan keluar, dan lain-lain digunakan simbol. Bentuk yang lebih kompleks dari simbol adalah logo. Logo adalah identifikasi dari sebuah perusahaan, karena itu suatu logo mempunyai banyak persyaratan dan harus dapat mencerminkan perusahaan itu. 3. Desain dan Ilustrasi Ilustrasi adalah suatu bidang dari seni yang berspesialisasi dalam penggunaan gambar yang tidak dihasilkan dari kamera atau fotografi (nonphotographic image) untuk visualisasi. Dengan kata lain, ilustrasi yang dimaksudkan di sini adalah gambar yang dihasilkan secara manual. 4. Desain dan Fotografi Ada dua bidang utama di mana seorang desainer banyak menggunakan elemen fotografi, yaitu penerbitan (publishing) dan periklanan (advertising). Beberapa tugas dan kemampuan yang diperlukan dalam kedua bidang ini hampir sama. Menurut Margaret Donegan dari majalah GQ, dalam penerbitan (dalam hal ini majalah) lebih diutamakan kemampuan untuk bercerita dengan baik dan kontak dengan pembaca; sedangkan dalam periklanan (juga dalam majalah) lebih diutamakan kemampuan untuk menjual produk yang diiklankan tersebut.
40
2.7
Software Perancang Terapi Multimedia Interaktif Aplikasi pengolah multimedia ada bermacam-macam, namun berdasarkan
proses pembuatannya aplikasi pengolah multimedia dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu: (Suyanto, 2004) 1. Multi layer based application Aplikasi multi layer memungkinkan sebuah obyek memiliki track atau alur tersendiri terpisah dari obyek lainnya, yang memungkinkan obyek untuk dimanipulasi secara tersendiri terpisah dari obyek lainnya. Contoh aplikasi misalnya: Macromedia Director, Flash, Swish, Adobe Premiere, After Effect dan sebagainya. 2. Single Layer based application Berbeda dengan aplikasi multi layer, obyek yang sudah diletakkan dalam layer tidak memungkinkan untuk diedit, kalaupun bisa, sangat terbatas tidak dapat dimanipulasi secara bebas. Aplikasi semacam ini digunakan untuk membuat sebuah program interaktif sederhana. Misalnya untuk membuat VCD interaktif, DVD interaktif dan presentasi sederhana. Contoh aplikasinya adalah Microsoft Power Point, U-lead DVD Creator, Nero Burning Interactive VCD Creator dan sebagainya. Secara umum, aplikasi pengolah ini dikategorikan berdasar pada tingkat
profesionalitas,
multi
layer
based
application
digunakan
kebanyakan oleh profesional dan tingkat mahir karena fleksibilitasnya. Sedangkan untuk pemula atau pengguna biasa sering menggunakan single layer based appliucation karena sederhana dan mudah dipakai.
41
2.7.1
Adobe Photoshop Adobe Photoshop, atau biasa disebut Photoshop, adalah perangkat lunak
editor citra buatan Adobe Systems yang dikhususkan untuk pengeditan foto atau gambar dan pembuatan efek. Perangkat lunak ini banyak digunakan oleh fotografer digital dan perusahaan iklan sehingga dianggap sebagai pemimpin pasar (market leader) untuk perangkat lunak pengolah gambar dan bersama Adobe Acrobat, dianggap sebagai produk terbaik yang pernah diproduksi oleh Adobe Systems. Versi ke delapan aplikasi ini disebut dengan nama Photoshop CS, versi sembilan disebut Photoshop CS2 dan terakhir ini adalah Adobe Photoshop CS3 (Creative Suite). (Widianto, 2010) Photoshop tersedia untuk Microsoft Windows, Mac OS X dan Mac OS versi 9 ke atas juga dapat digunakan oleh sistem operasi lain seperti Linux dengan bantuan perangkat lunak tertentu seperti CrossOver. Meskipun pada awalnya Photoshop dirancang untuk menyunting gambar untuk cetakan berbasis-kertas, Photoshop yang ada saat ini juga dapat digunakan untuk memproduksi gambar untuk World Wide Web. Beberapa versi terakhir juga menyertakan aplikasi tambahan, Adobe ImageReady, untuk keperluan tersebut. Photoshop juga memiliki hubungan erat dengan beberapa perangkat lunak penyunting media, animasi dan authoring buatan Adobe lainnya. A. Kelebihan Adobe Photoshop CS3 Photoshop mempunyai banyak fasilitas yang memungkinkan seorang designer menciptakan efek-efek tertentu dan bisa menggunakan banyak
42
variasi dari fasilitas yang disediakan oleh Photoshop. Beberapa diantaranya yaitu: a. Membuat tulisan dengan efek tertentu. Photoshop dapat mengubah bentuk tulisan menjadi lebih kreatif dan inovatif dengan tool effect yang ada di dalamnya. b. Membuat tekstur dan material yang beragam. Dengan langkah-langkah tertentu, seorang designer bisa membuat gambar misalnya daun, logam, air, dan bermacam gambar lainnya. c. Mengedit foto dan gambar yang sudah ada. Dengan Photoshop kita dapat merubah gambar yang kualitasnya tampak jelek menjadi bagus ataupun sebaliknya. Selain itu juga Photoshop dapat merubah foto seseorang menjadi sebuah gambar kartun atau dalam design grafis disebut vector and pixel (vexel). d. Memproses materi web. Photoshop juga digunakan untuk keperluan web, misalnya: Kompresi file gambar agar ukurannya lebih kecil, memotong gambar kecil-kecil (slice), dan membuat web photo gallery. Dengan Adobe Image Ready, gambar yang sudah ada bisa dibuat untuk keperluan web, misalnya menjadi rollover dan animasi GIF. Untuk keperluan tersebut bisa menggunakan Macromedia Fireworks di samping Adobe Image Ready. B. Kelemahan Photoshop Kelemahan Photoshop dalam menciptakan image adalah Photoshop hanya bisa digunakan untuk menciptakan image yang statis, dan juga dengan
43
berkembangnya versi Photoshop sekarang ini spesifikasi komputer untuk menjalankan Photoshop juga harus sudah tinggi dan yang pasti harga computer tersebut mahal. C. Area kerja Photoshop CS3 Secara garis besar, area kerja Photoshop CS3 terdiri dari beberapa komponen utama seperti yang tampak pada Gambar 2.5 di bawah ini. a. Baris Menu, merupakan bagian yang berisi daftar menu perintah. b. Toolbox, merupakan palet yang berisi tombol-tombol perintah, seperti tombol perintah untuk menyeleksi, memotong, menyunting, melukis, menggambar, menulis teks dan berbagai fungsi lainnya. c. Baris Options, merupakan bagian yang berisi daftar perintah tambahan yang isinya akan selalu berubah bergantung pada tombol perintah yang terpilih pada bagian Toolbox. d. Dokumen, merupakan file lembar kerja utama yang berisi gambar, objek atau teks yang sedang diolah. e. Panel, merupakan bagian yang terdiri dari beberapa palet. Palet-palet tersebut memuat beberapa perintah untuk memanipulasi dokumen.
44
Gambar 2.15 Area kerja Adobe Photoshop CS3 2.7.2
Adobe Flash CS3 Adobe Flash CS3 adalah software aplikasi untuk animasi yang digunakan
untuk internet. Dengan Adobe Flash CS3, aplikasi web dapat dilengkapi dengan beberapa macam animasi, audio, interaktif animasi dan lain-lain. Macromedia Flash memiliki pemrograman ActionScript dan merupakan authoring tool berbasis timeline dan terstruktur. Adobe Flash CS3 dapat digunakan untuk pengembangan multimedia interaktif untuk produksi CD, jaringan, maupun penggunaan pada web. Dalam multimedia dapat dilihat teks, gambar, animasi, audio dan digital video bersama-sama tampil pada satu saat dan penggunaan button sebagai alat interaktif. Perkembangan multimedia yang pesat dapat dilihat dengan makin diperlukannya presentasi bisnis, menampilkan newsletter dalam internet, menambahkan audio dan lain-lain. Tampilan Adobe Flash CS3 dapat dilihat pada Gambar 2.16.
45
2.7.3
Gambar 2.16 Area kerja Adobe Flash CS3 Adobe Director 11.5 Director adalah software yang awalnya buatan Macromedia (seperti Flash
dan Dreamweaver) lalu diakuisisi oleh Adobe yang biasa digunakan untuk pembuatan CD interaktif, media pembelajaran (edukasi), katalog produk, game, presentasi berbasis multimedia. Adobe Director ini bukanlah software yang segala bisa. Adobe Director hanyalah software untuk merangkai komponen multimedia dan grafis. (Hendratman, 2008) Tampilan kerja/User Interface Adobe Director menggunakan istilah seperti pada dunia perfilman atau sinetron, antara lain sebagai berikut: a. Stage, tampilan untuk menunjukkan hasil tata letak objek pada waktu (frame) tertentu. Analoginya seperti tampilan di layar TV/panggung pertunjukan. b. Score, untuk mengatur urutan objek yang tampil agar sesuai cerita/naskah, analoginya seperti storyboard dan storyline. Di Score inilah kita menentukan mana yang tampil lebih dahulu dan mana yang akan tampil belakangan.
46
c. Cast member, untuk menampung objek apa saja yang siap dan bisa ditampilkan. Analoginya seperti artis yang sedang menunggu giliran tampil di panggung (stage). Satu artis bisa saja tampil berkali-kali di Stage dalam waktu yang sama atau berbeda untuk menghemat jumlah pemain (cast member). d. Panel Property Inspector, untuk mengatur sifat/parameter yang ada pada objek. Setiap objek mempunyai keistimewaan sendiri. Analoginya seperti artis yang mempunyai sifat dan kemampuan yang khusus dan berbeda dengan artis lainnya. e. Director, pengarah cerita/sutradara.
Gambar 2.17 Tampilan kerja Adobe Director 11.5
2.8
Autisme Penyakit Autis, yang lebih tepat disebut gangguan perkembangan pervasif,
sudah ditemukan sejak 1943. Hanya saja belum banyak masyarakat awam, bahkan dokter, yang mengetahuinya karena orangtua atau dokter mengira anak hanya mengalami keterlambatan perkembangan (terutama berbicara) yang sementara saja. Anggapan itu tentu saja membuat Autisme yang diderita anak semakin parah.
47
Semakin hari jumlah penderita Autisme semakin bertambah. Di Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada tahun 2002 disimpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan jumlah anak yang ditemukan terkena Autisme akan semakin besar. Jumlah tersebut diatas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat ini penyebab Autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan di antara para ahli dan dokter di dunia. (Puterakembara, 2003) Sedangkan menurut data dari Dep-Kes RI (2010), jumlah penderita autis tercatat sebanyak 475 ribu jiwa pada tahun 2009 dan diperkirakan setiap 1 (satu) dari 150 anak yang lahir, menderita Autisme. Tentu angka ini sangat mengkhawatirkan dan sudah sangat perlu diperhatikan dari berbagai kalangan, termasuk pemerintah dalam penyediaan sarana terapi untuk menangani Autisme ini. Penyandang autis sebenarnya mengalami gangguan di pusat emosi. Akibatnya, kalau keinginan tidak terpenuhi dia bisa temper tantrum, mengamuk, menjerit, dan berguling-guling. Penyandang autis sangat sensitif terhadap cahaya, suara, maupun sentuhan. Penyandang autis juga mengalami kesulitan mengukur ketinggian atau kedalaman. Karenanya mereka sering takut melangkah pada lantai yang berbeda tinggi. Penyandang autis diberi obat untuk menyeimbangkan neurotransmitter agar lebih responsif dan hati-hati dengan dunia luar. Biro sensus Amerika mendata di tahun 2009 ada 475.000 penyandang Autis di Indonesia. Ditengarai, setiap hari, satu dari 150 anak yang lahir menderita
48
autis. Padahal, pada tahun 1970-an anak penyandang autis satu dibanding 10.000 kelahiran. 2.8.1. Definisi Autisme Istilah Autisme pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943 (Handoyo, 2004; Hidayat, 2006). Saat itu Leo Kanner dalam mendeskripsikan gangguan ini sebagai ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang ditunjukkan dengan penguasaan yang tertunda, echolalia, pembalikan kalimat, adanya aktifitas bermain yang repetitif dan stereotipik, rute ingatan yang kuat, dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di dalam lingkunganya. Dari deskripsi tersebut muncullah istilah Autisme. Istilah Autisme itu sendiri berasal dari kata “auto” yang berarti sendiri (Handoyo; 2004). Jadi anak autis seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Mereka cenderung menarik diri dari lingkungannya dan asyik bermain sendiri. Autisme sebenarnya merupakan gangguan perkembangan yang disebabkan oleh adanya interferensi pada perkembangan otak pada masa prenatal atau selama satu atau dua tahun awal kehidupan anak, yang Autisme ini adalah manifestasi perilaku yang timbul dari disfungsi yang terjadi pada maturasi neurobiologist dan fungsi sistem saraf pusat. Gangguan perkembangan ini menyebabkan kekurangan pada tiga area yaitu area interaksi sosial, area komunikasi serta area perilaku. Keterlambatan atau fungsi abnormal pada salah satu dari ketiga area tersebut muncul sebelum usia tiga tahun. Kekurangan pada area interaksi sosial ini merupakan hal yang amat menjadi keluhan orang tua dan merupakan ciri utama
49
yang menyadarkan orang tua untuk curiga mengenai kemungkinan adanya gangguan pada anaknya. (Jepson, 2003) Autisme infantil atau autisme masa kanak adalah gangguan perkembangan yang muncul pertama kali pada anak-anak berusia enam bulan hingga tiga tahun. Seorang anak autistik tidak mampu mengadakan interaksi sosial, dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Seorang anak dapat dikatakan termasuk Autisme, bila ia memiliki hambatan perkembangan dalam tiga aspek, yakni hambatan dalam interaksi sosial-emosional, dalam komunikasi timbal balik, dan minat yang terbatas disertai gerakan-gerakan berulang tanpa tujuan, gejala-gejala tersebut sudah terlihat sebelum usia 3 tahun (Siegel, 1996; Moetrasi, 2000; Pusponegoro, 2003; Hidayat, 2006; Erlani, 2007). Ketiga aspek tersebut harus dipenuhi dan harus secara ketat dalam penerapannya, agar tidak sembarangan dalam menentukan apakah seorang anak itu termasuk kategori anak autis atau bukan. Ciri yang sangat menonjol dari penderita Autisme adalah tidak adanya atau sangat kurangnya kontak mata dengan orang lain. Penyandang Autisme bersikap acuh tak acuh bila diajak bicara atau bergurau. la seakan-akan menolak semua usaha interaksi dari orang lain, termasuk dari ibunya. la lebih suka dibiarkan main sendiri dan melakukan sebuah perbuatan yang tidak lazirn secara berulang-ulang. Sebagian kecil penyandang Autisme berhasil berkembang normal, namun sebelum mencapai umur tiga tahun perkembangannya terhenti, kemudian timbul kemunduran dan mulai tampak gejala-gejala Autisme. Hingga kini belum diketahui secara pasti penyebab gangguan Autisme.
50
Autisme diklasifikasikan sebagai ketidaknormalan perkembangan neuro yang menyebabkan interaksi sosial yang tidak normal, kemampuan komunikasi, pola kesukaan, dan pola sikap. Autisme bisa terdeteksi pada anak berumur paling sedikit 1 tahun. Autisme empat kali lebih banyak menyerang anak laki-laki dari pada anak perempuan. Selain itu, Autisme disebut juga sebagai gangguan „spektrum‟ yang artinya bahwa gejala dan karakteristiknya ditampilkan dalam kombinasi dan tingkat keparahan yang berbeda-beda. Pada ujung spektrum, kita dapat menemukan seorang anak penyandang Autisme yang tidak berbicara, duduk di sudut ruangan, memutar-mutar penjepit kertas berulang-ulang selama berjamjam, di ujung lain dari spektrum, kita menemukan seorang penyandang Autisme yang bekerja sebagai peneliti di universitas, selama pekerjaan itu tidak mensyaratkannya untuk berinteraksi dengan orang-orang. Orang yang memiliki kesulitan dalam area komunikasi nonverbal (termasuk di dalamnya keinginan dan kemampuan menggunakan bahasa dalam konteks sosial) dikategorikan memiliki Autistic Spectrum Disorder (ASD). (Juanita, 2003) 2.8.2. Penyebab Autisme Banyak spekulasi mengenai penyebab dari penyakit autis, baik karena faktor genetik, lingkungan, hingga imunisasi. Ada pula pendapat yang mengatakan bahwa terlalu banyak vaksin Hepatitis B yang termasuk dalam MMR (Mumps, Measles dan Rubella ) bisa berakibat anak mengidap penyakit Autisme. Hal ini dikarenakan vaksin ini mengandung zat pengawet Thimerosal, yang terdiri dari Etilmerkuri yang menjadi penyebab utama sindrom Autism Spectrum Disorder. Tapi hal ini masih diperdebatkan oleh para ahli. Hal ini diperdebatkan
51
karena tidak adanya bukti yang kuat bahwa imunisasi ini penyebab dari Autisme, tetapi imunisasi ini diperkirakan ada hubungannya dengan Autisme. Kendati demikian, seiring perkembangan ilmu pengetahuan, penyebab dari penyakit Autis ini kian dapat dipastikan setelah melalui penelitian yang panjang. Seperti dilaporkan dalam jurnal Nature Genetics, penelitian yang dilakukan terhadap 1200 keluarga dengan melibatkan 120 ilmuwan dari 50 lembaga di lebih dari 19 negara berhasil menemukan kromosom 11 dan gen khusus yang bernama neurexin 11 sebagai biang keladi penyebab Autis. Sebelumnya para ahli menduga kesalahan dalam cetak biru genetis sebagai penyebab Autis. Neurexin merupakan bagian dari keluarga gen yang membantu komunikasi sel syaraf. Menurut para ilmuwan gen ini memainkan peran penting dalam terjadinya sindrom autis. Di dalam sel manusia, DNA ada di dalam inti sel dan mitokondria. Di dalam inti sel, DNA membentuk untaian kromosom. Setiap sel manusia normal memiliki 46 kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom somatik dan sepasang kromosom seks. Namun demikian, menyelidiki penyebab Autis tidaklah semudah yang dibayangkan. Amat rumit, karena interaksi antara beberapa gen, sehingga jika satu gen berhasil ditemukan belum cukup untuk menjawab teka-teka ini. Tapi setidaknya hasil ini bisa dapat dijadikan langkah yang terang untuk pengembangan obat yang spesifik. (Burn, 2007) Terdapat juga penelitian yang mengatakan bahwa zat-zat beracun seperti timah (Pb) dari knalpot mobil, cerobong pabrik, cat tembok, kadmium dari batu baterai, serta turunan air raksa (Hg) yang digunakan untuk menjinakkan kuman
52
yang digunakan untuk imunisasi, dituding menimbulkan gejala seperti autis. Dimana logam-logam berat tersebut menumpuk di tubuh wanita dewasa masuk ke janin lewat demineralisasi tulang dan juga tersalur ke bayi lewat ASI (air susu ibu). Demikian pula antibiotika yang memusnahkan hampir semua kuman, baik dan buruk, di saluran pencernaan, sehingga jamur merajalela di usus. (Budhiman, 2003) Dr. Bernard Rimland dari Autism Research Institution, San Diego (AS), memaparkan tentang hal itu. Hasil analisis mineral rambut anak AS menunjukkan, kadar Pb dan Hg-nya tinggi. Anak yang keracunan logam berat, enzimnya berkurang, sehingga pencernaannya buruk. Beberapa jenis makanan, misalnya susu, tepung gandum, mengandung protein yang sulit dicerna; yaitu kasein dan glutein. Kekurangan enzim membuat kedua jenis protein tidak bisa dipecah sempurna. Sisa rantai asam amino yang tidak terpecah (peptida) normalnya keluar lewat urine, tetapi seringkali terserap tubuh. Jika sampai ke otak akan berubah menjadi morfin (kaseomorfin atau gluteomorfin). Banyak pula ahli melakukan riset dan menyatakan bahwa bibit Autisme telah ada jauh hari sebelum bayi dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi dilakukan. Kelainan ini dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa keluarga melalui gen Autisme. Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika bahwa korelasi antara Autisme dan cacat lahir yang disebabkan oleh thalidomide menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak dapat terjadi paling awal 20 hari pada saat pembentukan janin. Peneliti lainnya, Minshew menemukan bahwa pada anak yang terkena Autisme bagian otak yang mengendalikan pusat memori dan emosi menjadi lebih
53
kecil dari pada anak normal. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada semester ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi. Karin Nelson, ahli neurology Amerika mengadakan penyelidikan terhadap protein otak dari contoh darah bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil tetapi empat sampel berikutnya mempunyai kadar protein tinggi yang kemudian ditemukan bahwa bayi dengan kadar protein otak tinggi ini berkembang menjadi Autisme dan keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan Autisme terjadi sebelum kelahiran bayi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Eric Courchesne dari Universitas California - San Diego menemukan, sebagian besar penyandang Autisme mempunyai otak kecil yang lebih kecil dibandingkan ukuran normal (hipoplasia cerebellum). Pengecilan otak kecil ini terjadi pada masa janin. Selain berfungsi sebagai pengatur keseimbangan, otak kecil juga berperan dalam proses sensorik, berpikir, daya ingat, belajar bahasa, dan juga perhatian (konsentrasi). Hasil otopsi penyandang Autisme yang dilakukan para ahli menunjukkan adanya keganjilan pada sistem limbic (pusat emosi di otak), dan kurangnya jumlah sel pada lobus parietalis di otak. Akibatnya, terjadi kekacauan sistem di otak. Saat ini, para peneliti dan orang tua anak penyandang Autisme boleh merasa lega mengingat perhatian dari negara besar di dunia mengenai kelainan Autisme menjadi sangat serius. Sebelumnya, kelainan Autisme hanya dianggap sebagai akibat dari perlakuan orang tua yang otoriter terhadap anaknya. Di samping itu, kemajuan teknologi memungkinkan untuk melakukan penelitian
54
mengenai penyebab Autisme secara genetik dan metabolik. Pada bulan Mei 2000 para peneliti di Amerika menemukan adanya tumpukan protein didalam otak bayi yang baru lahir yang kemudian bayi tersebut berkembang menjadi anak Autisme. Temuan ini mungkin dapat menjadi kunci dalam menemukan penyebab utama Autisme sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya. 2.8.3
Ciri-ciri dan Karakteristik Anak Autis Karakteristik autis yang utama seperti yang dijelaskan Leo Kanner (1943),
seorang psikolog yang membagi kriteria anak-anak berkebutuhan khusus menjadi beberapa pengamatan, yaitu: 1. Ketidakmampuan dalam berhubungan dengan orang lain. 2. Keterlambatan perkembangan bahasa, yaitu kegagalan perkembangan dalam tinjauan komunikasi. 3. Perkembangan dan pertumbuhan fisik. 4. Perilaku akibat lingkungan. 5. Memiliki suatu keasyikan dan daya tarik yang lebih pada suatu objek. 6. Perilaku yang berulang-ulang (stereotifik) dan memiliki stimulasistimulasi lain. Sedangkan menurut Asosiasi Psikiater Amerika dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (2000), merinci kembali kriteria anak-anak berkebutuhan khusus menurut Kanner tersebut menjadi beberapa kategori karakteristik yang terdapat pada anak penyandang autis, yaitu: 1. Mengalami penurunan kualitatif dalam interaksi sosial.
55
2. Mengalami penurunan berbagai perilaku non-verbal, seperti kontak mata, ekspresi wajah, perawakan badan dan isyarat dalam interaksi sosial. 3. Memiliki sorot mata yang tidak jernih, tidak fokus dan tidak bersinar. 4. Kegagalan untuk mengembangkan hubungan kerjasama sesuai dengan tingkatan perkembangannya. 5. Tidak adanya timbal balik emosional. 6. Penurunan secara kualitatif dalam komunikasi, yang dapat diamati dari hal-hal seperti: a. Kesulitan atau tidak adanya perkembangan bahasa bicara (verbal) seperti menggunakan alternatif komunikasi yaitu menggunakan isyarat atau mimik. b. Penggunaan bahasa yang diulang-ulang, tanpa memahami maknanya. c. Komunikasi yang terjalin tidak berjalan dua arah. 7. Ketertarikan pada satu hal dengan intensitas yang berlebihan. 8. Perulangan aktifitas yang berkali-kali. Namun sejauh ini, belum ditemukan tes klinis yang dapat mendiagnosa secara langsung Autisme. Diagnosa yang paling tepat adalah dengan cara seksama mengamati perilaku anak dalam berkomunikasi, bertingkah laku dan tingkat perkembangannya. (Puterakembara, 2003) Karena karakteristik dari penyandang Autisme ini banyak ragamnya, sehingga cara yang paling ideal adalah dengan memeriksakan anak pada beberapa tim dokter ahli seperti ahli neurologis, ahli psikologi anak, ahli penyakit anak, ahli terapi bahasa, ahli pengajar dan ahli lainnya di bidang Autisme. Karena pada
56
umumnya anak yang terkena Autisme, sejak lahir sampai dengan umur 24-30 bulan terlihat normal, maka barulah orang tua mulai melihat perubahan seperti keterlambatan berbicara, bermain dan bersosialisasi (bergaul). Meskipun sebenarnya, gejala Autisme itu sendiri bisa diperhatikan mulai dari sejak usia 0 bulan. Tapi pada usia dia atas 2 tahun, anak autis semakin tampak jelas gejalanya. Autisme merupakan kombinasi dari beberapa kelainan perkembangan otak. Kemampuan dan perilaku di bawah ini adalah beberapa kelainan yang disebabkan oleh Autisme. 1. Komunikasi Kemampuan berbahasa mengalami keterlambatan atau sama sekali tidak dapat berbicara. Menggunakan kata-kata tanpa menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat. 2. Bersosialisasi (bergaul) Anak autis umumnya lebih banyak menghabiskan waktunya sendiri daripada dengan orang lain. Tidak tertarik untuk berteman. Tidak bereaksi terhadap isyarat dalam bersosialisasi atau berteman seperti misalnya tidak menatap mata lawan bicaranya atau tersenyum. 3. Kelainan Penginderaan Sensitif terhadap cahaya, pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat.
57
4. Bermain Tidak spontan/refleks dan tidak dapat berimajinasi dalam bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat memulai permainan yang bersifat pura-pura. 5. Perilaku Perilaku anak autis dapat menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam). Marah tanpa alasan yang masuk akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas atau pun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Seringkali sulit mengubah rutinitas sehari. Dan yang berikut ini merupakan ciri-ciri anak Autisme menurut usianya. 1. Usia 0 – 6 bulan. Apabila anak anda terlalu tenang dan jarang menangis, terlalu sensitif, gerakan tangan dan kaki yang terlalu berlebihan terutama pada saat mandi. Tidak pernah terjadi kontak mata atau senyum yang secara social, dan digendongakan mengepal tangan atau menegangkan kaki secara berlebihan. 2. Usia 6 – 12 bulan. Kalau digendong kaku/tegang dan tidak berenterasi atau tidak tertarik pada mainan atau tidak beraksi terhadap suara dan katakata. Dan juga selalu memandang suatu benda atau tangannya sendiri secara lama. Hal itu diakibatkan terlambatnya dalam perkembangan motorik halus dan kasar.
58
3. Usia 2 - 3 tahun. Tidak berminat atau bersosialisasi terhadap anak-anak lain dan kontak mata tidak fokus. Dan juga kaku terhadap orang lain, masih senang digendong dan malas mengerakan tubuhnya. 4. Usia 4 – 5 tahun. Sukanya anak ini berteriak-teriak dan suka membeo atau menirukan suara orang dan mengeluarkan suara-suara aneh. Dan mudah marah apabila rutinitasnya diganggu dan kemauannya tidak dituruti. Anak autis juga cenderung agresif dam mudah menyakiti diri sendiri. 2.8.4
Kriteria Diagnostik Autisme Autisme adalah gangguan perkembangan, oleh karena itu diagnosis
ditegakkan dari gejala klinis yang tampak, yang menunjukkan adanya penyimpangan dari perkembangan normal yang sesuai umurnya. International Classification of Diseases (ICD) 1993 maupun Diagnostic and Statistical Manual (DSM-IV) 1994, merumuskan kriteria diagnosis untuk Autisme infantil adalah: A. Harus ada 6 gejala dari (1),(2) dan (3), dengan minimal dua gejala dari (1) dan masing-masing satu gejala dari (2) dan (3). (1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada 2 dari gejala berikut: a.
Tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik kurang tertuju.
b.
Tak bisa bermain dengan teman sebaya.
59
c.
Tak ada empati (tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain).
d.
Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
(2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal
harus ada satu
dari gejala-gejala berikut: a.
Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang. Anak tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal.
b.
Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk berkomunikasi.
c.
Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
d.
Cara bermain yang kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang dapat meniru.
(3) Adanya suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan. Minimal harus ada satu dari gejala-gejala berikut: a.
Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan.
b.
Terpaku pada kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya.
c.
Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang.
d.
Seringkali terpukau pada bagian-bagian benda.
B. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang interaksi sosial, bicara dan berbahasa dan cara bermain yang monoton, kurang variatif.
60
C. Bukan disebabkan oleh sindroma Rett atau gangguan disintegratif masa kanak. 2.8.5
Penanganan Autisme Makin banyaknya fenomena anak autis belakangan ini, membuat para ahli,
baik itu peneliti, dokter atau psikiater anak berkutat mencari penanganan atas penyakit autis ini. Seperti yang telah dijelaskan di atas, Autisme adalah gangguan perkembangan yang disebabkan oleh adanya interferensi pada perkembangan otak pada masa prenatal atau selama satu atau dua tahun awal kehidupan anak. Selain itu Autisme juga merupakan manifestasi perilaku yang timbul dari disfungsi yang terjadi pada maturasi neurobiologis dan fungsi sistem saraf pusat. Gangguan perkembangan inilah yang menyebabkan kekurangan pada tiga area yaitu area interaksi sosial, area komunikasi serta area perilaku. Keterlambatan atau fungsi abnormal pada salah satu dari ketiga area tersebut muncul sebelum usia tiga tahun. Kekurangan pada area interaksi sosial ini merupakan hal yang amat menjadi keluhan orang tua dan merupakan ciri utama yang menyadarkan orang tua untuk curiga mengenai kemungkinan adanya gangguan pada anaknya. Perincian gangguan pada interaksi sosial di antaranya: a. Adanya kerusakan yang nyata pada penggunaan perilaku non-verbal, terutama pada imajinasi, komunikasi dan sosialisasi. b. Kegagalan membentuk hubungan dengan peer. Untuk itu intervensi perilaku dan pendidikan yang terus-menerus sangat berguna dan menjadi inti dari perawatan yang dilakukan terhadap penyandang Autisme.
61
Menurut para ahli, psikiater anak atau pun para dokter yang menggeluti penyakit autis ini, Autisme bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan melainkan hanya dapat dikurangi kelemahannya. Sehingga pengertian „sembuh‟ dalam hal ini yaitu dimana kondisi penderita autis sudah mampu berpikir serta bertingkah laku seperti anak-anak lainnya tanpa pertolongan dari para ahli, tanpa metode khusus dan tidak menjalani terapi yang diperlukan. Namun definisi „sembuh‟ ini pun kemungkinannya sangat kecil sekali. tetapi secara umum, penyandang autis dikatakan “sembuh” bila ia mampu hidup mandiri (sesuai dengan tingkat usianya), berperilaku normal, berkomunikasi dan bersosialisasi dengan lancar serta memiliki pengetahuan akademis yang memadai untuk anak seusia mereka. Banyak faktor yang menentukan seorang penyandang autis bisa dikategorikan berhasil „sembuh‟, di antaranya tingkat keparahan dari kondisi autis, usia anak, tingkat kecerdasan dan kemampuan bahasa dari sang anak, fasilitas penunjang seperti dokter, terapi, dan sekolah khusus, kesiapan orang tua dalam membantu untuk mencari yang terbaik bagi sang anak, serta dukungan masyarakat luas. Menurut psikiater anak, baik yang tergabung dalam Yayasan Autisme Indonesia yang berkedudukan di Jakarta maupun ahli psikiater anak di RSUD dr. Soetomo Surabaya, Autisme dapat dikurangi kelemahannya. Walaupun autis tidak dapat disembuhkan seratus persen, tetapi penyandang autis dapat dilatih melalui terapi, sehingga ia bisa tumbuh normal seperti anak sehat lainnya. Dalam hal ini, terapi saja tidak akan berhasil karena diperlukan peran orang tua dalam melihat
62
perkembangan anaknya. Oleh karena itu, kunci kesembuhan autis adalah orang tua dan terapi tata laksana perilaku. Penanganan
perilaku,
pendidikan
dan
medikasi
terbukti
dapat
meningkatkan kemampuan belajar dan berperilaku anak penyandang autis, bahkan memungkinkan beberapa anak penyandang autis untuk berfungsi mendekati normal, belum ada obat yang dapat „menyembuhkan‟ gangguan ini. Penanganan pada anak penyandang autis diarahkan untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki anak serta menolong anak dan keluarga untuk mengatasi dan hidup dengan gangguan ini secara lebih efektif. Penanganan yang diberikan, disesuaikan dengan gejala yang diperlihatkan oleh penyandang autis. Anak penyandang autis yang memiliki inteligensi ratarata, mampu berkomunikasi dan tidak memiliki perilaku repetitif atau melukai diri sendiri maupun orang lain akan berbeda fokus penanganannya dengan anak penyandang autis yang memiliki mental retardasi, tidak berbicara, serta memiliki perilaku melukai diri sendiri maupun orang lain. Anak
penyandang
autis
yang
memiliki
mental
retardasi
akan
membutuhkan pengawasan dan bantuan untuk menjalani rutinitas sehari-hari seumur hidupnya. Strategi penanganan untuk anak-anak ini biasanya menekankan pada menghilangkan perilaku yang berbahaya, melukai diri sendiri maupun orang lain. Mendorong keterampilan bantu diri (misalnya membersihkan diri setelah buang air kecil/besar atau cara menggunakan kamar mandi, mandi/merawat, tubuh/berpakaian, makan dan minum sendiri), kepatuhan pada peraturan atau
63
permintaan sederhana, munculnya perilaku emosional dan sosial yang sederhana, mengkomunikasikan/ mengutarakan kebutuhannya, bermain. Seiring dengan anak bertambah dewasa, penanganan berfokus pada pengajaran mengenai keterampilan domestik (rumah tangga) atau yang berhubungan dengan pekerjaan sederhana untuk menyiapkan mereka hidup sendiri dengan pengawasan. Dalam menghadapi orangtua dari anak penyandang autis yang low-functioning ini, kita mesti berhati-hati untuk tidak mendorong pengharapan yang berlebihan akan ada kemajuan yang pesat dari anak dan tidak juga mendorong pesimisme yang berlebihan. Yang penting menghargai setiap kemajuan anak, betapapun perlahan-lahannya, serta menikmati hidup bersama anak yang memiliki keunikan ini. Untuk penyandang autis ringan, hasil penanganan bisa sangat bervariasi, bergantung pada anaknya sendiri, orangtua, kualitas dari penanganan dan pendidikan dini, serta kesempatan-kesempatan yang ada di kemudian hari. Berikut adalah terapi-terapi yang sedikitnya dapat dilakukan dan biasa diterapkan di yayasan-yayasan yang bergerak dalam memberikan terapi dan pembelajaran sebagai penanganan terhadap anak penyandang autis: 1. Terapi Perilaku Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan (belum ada) ditambahkan. Terapi perilaku yang dikenal di seluruh dunia adalah Applied Behavioral Analysis yang diciptakan oleh O.Ivar Lovaas PhD dari University of California Los Angeles (UCLA).
64
Dalam terapi perilaku, fokus penanganan terletak pada pemberian reinforcement (penguatan) positif setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi ini, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut. Perlakuan ini diharapkan meningkatkan kemungkinan anak untuk berespons positif dan mengurangi kemungkinan ia berespons negatif (atau tidak berespons) terhadap instruksi yang diberikan. Secara lebih teoritis, prinsip dasar terapi ini dapat dijabarkan sebagai A-B-C; Yakni A (antecedent) yang diikuti dengan B (behavior) dan diikuti dengan C (consequence). „Antecedent‟ (hal yang mendahului terjadinya perilaku) berupa instruksi yang diberikan oleh seseorang kepada anak autis. Melalui gaya pengajarannya yang terstruktur, anak autis kemudian memahami „Behavior‟ (perilaku) apa yang diharapkan dilakukan olehnya sesudah instruksi tersebut diberikan, dan perilaku tersebut diharapkan cenderung terjadi lagi bila anak memperoleh „Consequence‟ (konsekuensi perilaku, atau kadang berupa imbalan) yang menyenangkan.
Tujuan
penanganan
ini
terutama
adalah
untuk
meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Terapi ini umumnya mendapatkan hasil yang signifikan bila dilakukan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.
65
2. Terapi Wicara Terapi Wicara adalah terapi yang dilakukan pada prinsip-prinsip di mana timbul kesulitan berkomunikasi atau ganguan pada berbahasa dan berbicara bagi orang dewasa maupun anak. Terapis Wicara (orang yang memberikan terapi berbicara) dapat diminta untuk berkonsultasi dan konseling, mengevaluasi, memberikan perencanaan maupun penanganan untuk terapi, dan merujuk sebagai bagian dari tim penanganan kasus. Ganguan Komunikasi pada Autistic Spectrum Disorders (ASD) bersifat, verbal, non-Verbal dan kombinasi. 3. Terapi Biomedik Penanganan biomedika atau intervensi biomedis merupakan terapi yang menuntut anak untuk menjalani diet tertentu. Intervensi biomedis diperlukan untuk membenahi kerusakan sel-sel tubuh akibat keracunan logam berat dan mengusir kendala-kendala yang menghalangi masuknya nutrisi ke otak. 4. Terapi Medikamentosa Terapi jenis ini dilakukan dengan menggunakan obat-obatan. Pemakaian obat-obat ini akan sangat membantu untuk memperbaiki respon anak terhadap lingkungan sehingga ia lebih mudah menerima tata laksana terapi yang lain. Obat yang selama ini cukup sering di gunakan dan memberikan respon yang baik adalah riperidone. Menurut penjelasan dari para peneliti pada 101 anak-anak (82 anak laki-laki 19 anak perempuan) usia 5-17 tahun. Hasilnya mereka yang diterapi dengan riperidone setelah 6 bulan
66
terbukti tidak menunjukkan gejala berulang agresifitas dan kebiasaan mengacau yang lebih parah lagi. 5. Pendidikan Khusus Tata laksana perilaku yang lainnya adalah teknik memecah perilaku atau aktivitas yang kompleks menjadi bagian yang kecil-kecil. Bagian yang kecil-kecil ini diajarkan sendiri-sendiri secara sistematik, terstruktur, dan terukur. Misalnya, instruksi kompleks seperti, “Ambilkan baju coklat di atas meja, lalu lipat dengan baik, dan simpan di lemari” tentu tidak mungkin dikerjakan anak. Apalagi bila ia belum menguasai konsep “ambil”, “lipat”, dan “simpan”. Selain itu, anak belum menguasai konsep baju dan warna. Para orang tua dan terapis harus mengajarkan satu persatu pengetahuan
itu,
lalu
digabungkan
dalam
rangkaian
kecil-kecil.
Selanjutnya rangkaian kecil-kecil ini digabungkan menjadi satu kesatuan yang kompleks. Cara pengajarannya antara orang tua dan terapis harus sama. Ini untuk membantu anak lebih mudah mempelajarinya. Cara pengajaran ini dimulai dengan sistem satu guru satu murid dalam satu ruangan yang bebas distraksi (pengalih perhatian). Pengajaran dilakukan berulang-ulang sampai anak berespon tanpa bantuan (frompi). Baik dirumah maupun ditempat terapi orang tua atau terapis harus pula menyediakan gambar-gambar atau alat bantu lain yang memudahkan anak belajar. Seperti untuk mengenal buah jeruk, orang tua harus menyediakan buah jeruk atau gambar jeruk. Ini juga membantu anak mengenalkan benda dengan dimensi yang berbeda. Secara bertahap anak dibawa ke
67
kelompok kecil, lalu ke kelompok besar. Anak dicoba untuk dimasukkan ke sekolah umum. Di kelas mulanya anak didampingi oleh orang tua/ terapis (shadow) yang tugasnya menjembatani instruksi dari guru ke anak, dan juga membantu respon anak, shadow mula-mula lekat dengan anak, secara bertahap jarak semakin diperbesar bersamaan dengan semakin kurangnya intensitas dan frekuensi frompi. Target perilaku yang bisa dicapai anak harus ditetapkan secara realistis dan sesuai dengan kemampuan anak. Jangan menargetkan terlalu tinggi karena akhirnya akan membuat anak frutasi dan kecil hati. Bila anak berhasil melakukan sesuatu, orang tua dan terapis akan semakin termotivasi mengajarkan sesuatu yang lebih baru lagi. Anak pun menjadi lebih senang beraktivitas, dan otomatis perilaku yang aneh semakin berkurang, meski belum sepenuhnya menghilang. 6. Terapi Okupasi Biasanya sebagian dari penderita autis mengalami gangguan pada gerak ototnya sehingga perlu dilakukan terapi okupasi. Terapi okupasi dapat dilakukan dengan melatih gerak motorik otot, misalnya anak disuruh melepas baju, menaruh tas, dan lain-lain. Dalam melakukan terapi ini anak tidak dibiarkan begitu saja melakukan pekerjaan yang kita suruh, tetapi harus ada bantuan dan bimbingan secara pelan-pelan dari orang tua. Orang tua tidak dapat memaksa anak karena itu malah membuat anak memberontak. Terapi ini sebaiknya dilakukan tahap demi tahap. Jika anak sudah dapat melakukan satu pekerjaan, ia dibimbing untuk melakukan
68
pekerjaan lainnya. Dalam hal ini, orang tua harus memiliki kesabaran dalam memantau perkembangan anaknya sehingga hasil yang dicapai dapat maksimal. 7. Terapi Musik Sejak tahun 1880-an, musik diyakini dapat digunakan sebagai sarana untuk penyembuhan karena musik dianggap sebagai suatu alat yang dapat membelokkan perhatian dari rasa sakit dan ketidaknyamanan. Musik tidak hanya membawa dampak positif bagi perkembangan otak tetapi juga bagi perkembangan
emosi
karena
musik
dapat
membantu
manusia
mengekspresikan atau melepas emosinya. Selain itu musik juga dapat digunakan untuk relaksasi, meringankan stress, dan menghilangkan kecemasan. 8. Terapi Ruhiyah “Manusia diciptakan oleh Allah, sehingga apapun yang terjadi semuanya kembali pada Allah”, begitulah kutipan singkat dari wawancara yang dilakukan oleh peneliti terhadap seorang ibu yang memiliki anak penderita autis.. Ibu tersebut menjelaskan bahwa kebanyakan dari anak autis sulit untuk mengenal sesuatu yang abstrak. Beliau juga mengungkapkan bahwa anak autis sulit untuk menghadirkan adanya Allah dalam pikiran mereka. Sedangkan, kebanyakan dari terapi-terapi yang dilakukan untuk anak autis adalah tidak adanya pengajaran untuk mengenal sang Pencipta.
69
9. Terapi Integrasi Sensoris Dalam bukunya “Sensory Integration and the Child” (Western Psychological Services, 1994), dr. Jean Ayres, Ph.D, terapis anak dari Amerika
Serikat,
mendefinisikan
integrasi
sensory
atau
sensory
integration sebagai “pengaturan input sensor”. Untuk lebih mudah memahaminya, perhatikan contoh berikut. Setiap saat, anak akan menerima beragam input yang disampaikan ke otak melalui kelima panca inderanya. Informasi tersebut bisa secara tidak sengaja diperoleh (seperti suara-suara di sekitarnya) atau sengaja dicari (seperti membaca buku). Pada prinsipnya, dengan terapi ini, anak disuruh melakukan serangkaian aktivitas dengan memakai alat-alat tertentu dibawah bimbingan seorang terapis. Semua alat-alat yang dipakai dalam terapi ini secara khusus dirancang untuk memberikan rangsangan pada lokasi-lokasi sensor. Sekilas, bagi yang pertama kali melihatnya, terapi ini tampak seperti permainan saja. Lima tahap proses integrasi sensorik, yaitu: 1. Registration: otak menyadari datangnya suatu input. Misalnya, anak yang sedang bermain mendengar suara ibunya memanggil. Di sini, di dalam otak anak terdaftar adanya input yang masuk, yaitu suara ibu. 2. Orientation: otak memperhatikan atau mengabaikan input. Misalnya, anak kemudian memperhatikan suara ibu. 3. Interpretation: otak mengartikan input. Dalam proses ini, anak membandingkan input yang sedang diperhatikannya dengan pengalaman
70
lalu atau membandingkan pengalaman yang lalu dengan hal yang sedang terjadi. Misalnya, anak teringat bahwa pada kejadian yang lalu, ibu memanggilnya untuk memberi susu. 4. Organization: otak memutuskan input dan apa yang dilakukan terhadap input tersebut. Misalnya, anak kemudian bereaksi, yakni berhenti bermain, serta memutuskan akan melaksanakan suatu tindakan, yaitu menoleh kearah ibu sembari mengangkat tangannya. Ini dilakukannya karena kejadian sebelumnya, dia ingat bahwa ibu memanggil untuk memberinya susu dan tindakannya pada waktu itu adalah menoleh dan mengangkat tangannya untuk menerima susu. 5. Execution: tindakannya nyata terhadap input tersebut. Tindakan yang dilakukan bisa berupa respon motorik, emosi maupun kognitif. Di sini, anak kemudian melaksanakan tindakan nyata, berupa menoleh dan mengangkat tangannya. 10. Terapi Bermain Sebagian besar teknik terapi bermain yang dilaporkan dalam literatur menggunakan basis pendekatan psikodinamika atau sudut pandang analitis. Hal ini sangat menarik karena pendekatan ini secara tradisional dianggap membutuhkan komunikasi verbal yang tinggi, sementara populasi Autisme tidak dapat berkomunikasi secara verbal. Namun terdapat juga beberapa hasil penelitian yang menunjukkan penggunaan terapi bermain pada penyandang Autisme dengan berdasar pada pendekatan perilakuan (Landreth, 2001). Salah satu contoh penerapan
71
terapi bermain yang menggunakan pendekatan perilakuan adalah The ETHOS Play Session dari Bryna Siegel (Schaefer, Gitlin, and Sandgrund, 1991). 11. Terapi Multimedia Salah satu indera yang paling kuat menangkap sinyal eksternal dari anak autis adalah indera penglihatan. Mereka dapat dengan cepat merekam dalam memori mereka dalam waktu yang sebentar saja warna-warna, bentuk maupun gambar-gambar. Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode multimedia interaktif dan PECS (Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi. (Haryanto, 2010). Terapi multimedia menggunakan Picture Exchange Communication (PEC) atau Computer Pictograph for Communication (COMPIC) atau Communication Through Picture sebagai metode pembelajaran atau terapinya. Gambar-gambar tersebut yang sebelumnya disusun di papan komunikasi manual dengan teknologi multimedia dapat digunakan melalui komputer (Isni, 2009). Kelebihannya terapi multimedia yaitu karena multimedia dapat mengintegrasikan audio (musik) pada saat bersamaan sehingga bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi anak autis.
72
Konten terapi multimedia bisa dimodifikasi perancangannya menurut keperluan. Yang banyak beredar di pasaran, terapi multimedia untuk anak autis berisi simulasi-simulasi permainan yang sangat baik untuk merangsang syaraf otak dengan stimulus berupa warna dan bentuk-bentuk yang menarik. Permainan-permainannya berupa menyusun gambar yang acak (jigsaw) sederhana, memadu-padankan warna, bentuk atau gambar dengan diiringi musik-musik ceria yang dapat membangkitkan gairah si anak. Untuk tingkatan yang lebih tinggi, intensitas kerumitan permainan ditingkatkan. Hal ini dianggap perlu untuk melatih si anak untuk belajar fokus pada sesuatu hal. Seperti permainan membidik sasaran dan mewarnai. Permainan jigsaw sederhana pun masih disertakan namun si anak autis diberi tantangan berupa batasan waktu menyelesaikan gambar acak tersebut.
2.9
Metode Lovaas Metode Lovaas merupakan terapi perilaku intensif dengan pendekatan
kepada anak-anak dengan penyakit autis atau gangguan pervasif lainnya yang berhubungan dengan Autisme tersebut. Metode Lovaas ini juga dikenal sebagai UCLA Programme atau Program UCLA (University of California Los Angeles) yang pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Ivar O. Lovaas. Sekitar tahun 1970, Prof. Ivar O. Lovaas memulai eksperimen dengan cara mengaplikasikan teori
B.F. Skinner,
seorang psikolog,
yaitu „Operant
Conditioning‟. Di dalam teori ini, Skinner secara ilmiah mendemonstrasikan
73
bahwa consequences (konsekuensi atau akibat) memiliki pengaruh yang kuat dan dapat diperkirakan (predictable) terhadap perilaku. Sebuah consequences atau event (kejadian) yang memperkuat perilaku disebut reinforcer (penguat atau imbalan). Contoh dari reinforcer misalnya adalah makanan/minuman, sentuhan, pelukan, ciuman, pujian atau aktivitas yang disukai. Pada operant conditioning, jika
perilaku
diikuti
oleh
reinforcer
terjadi
probibilitas
(peningkatan
kemungkinan) bahwa perilaku yang sama akan terulang lagi pada keadaan yang sama. Jika perilaku tidak diikuti oleh reinforcer (penguat atau imbalan), maka perilaku akan menurun atau tidak terjadi lagi. Dan menyebutkan pula bahwa suatu pola perilaku akan menjadi mantap jika perilaku itu diperoleh si pelaku (penguat positif) karena mengakibatkan hilangnya hal-hal yang tidak diinginkan (penguat negatif). Sementara suatu perilaku tertentu akan hilang bila perilaku itu diulang terus-menerus dan mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan (hukuman) atau hilangnya hal-hal yang menyenangkan si pelaku (penghapusan). Lovaas melakukan eksperimen, dengan meminjam teori psikologi B.F. Skinner dengan sejumlah treatment pada anak autistik. Hasil eksperimen itu dipublikasikan dalam buku Behavioral Treatment and Normal Educational and Intellectual Functioning in Young Autistic Children sekitar tahun 1987. Model terapi dengan menggunakan metode Lovaas, disebut juga Applied Behavior Analysis (ABA). Di mana secara aplikatif, terapi ini berpegang pada psikologi yang menuntut perubahan perilaku dan melatih anak bekemampuan bahasa, sosial, akademis dan kemampuan membantu diri.
74
Pemulihan dari Autisme adalah mungkin jika tatalaksana dimulai dari usia dini. Penelitian yang dilakukan oleh Ivar O. Lovaas (1967) dengan menggunakan metode modifikasi perilaku 40 jam seminggu selama 2 tahun, dari 19 anak autistik berumur di bawah 4 tahun, 9 anak (47%) mencapai “fungsi kognitif normal”. Pada uji dengan semua standar pengukuran IQ, hasilnya normal. Saat ini anak-anak tersebut sudah remaja berusia belasan, kesembilan anak tersebut tampak normal, tidak dapat dibedakan dengan teman sebayanya, baik dari sudut keterampilan sosial maupun keterampilan akademik. Pada sampel penelitiannya tersebut, Lovaas juga menemukan bahwa semakin muda usia anak-anak dimulainya tatalaksana perilaku secara intensif, maka hasil yang diperoleh semakin baik. Dari penelitiannya Lovaas mendapatkan suatu konsensus bahwa variabel yang merupakan hal penting dalam menunjang optimalisasi hasil ialah intervensi dini, keterlibatan orang tua, fokus masyarakat, dan intensitas tatalaksana. Selain itu Lovaas juga menyatakan bahwa anak autistik perlu mendapat sebanyak mungkin tatalaksana jika ingin mengejar ketertinggalannya (catching up to “normal” or “average” children), yaitu belajar sepanjang waktu “meleknya” (during all their waking hours). Pada penelitian berikutnya Lovaas mendapatkan hasil 19 anak di kelompok tatalaksana 40 jam seminggu selama 2 tahun atau lebih menunjukkan peningkatan IQ yang besar, sedangkan mereka yang mendapat 10 jam atau kurang tidak menunjukkan perbaikan. Hal yang sama juga diperoleh oleh peneliti lain yang mana anak yg mendapat pelatihan sebanyak 20 jam juga memperoleh peningkatan IQ namun tidak sebaik anak yng mendapat pelatihan sebanyak 40 jam.
75
Kesimpulan yang didapat adalah, pelatihan selama 10 jam, tidak membuahkan hasil, sedangkan 20 jam hanya mendapatkan hasil sedikit, tidak maksimal, yang terbaik adalah 40 jam, dimana perbaikan yang dihasilkan sangat besar. Pada tahun 1967, Lovaas sudah membuktikan ABA bisa memperbaiki ketidaknormalan anak Autisme dengan tingkat keberhasilan 89 persen. Inti dari metode Lovaas ini sebenarnya bersumber pada modifikasi perilaku (behavior modification) dan operating conditioning. Dikarenakan anak autistik mengalami gangguan perilaku, maka harus digantikan dengan perilaku-perilaku wajar. Terapi ini adalah aplikasi ilmu pengetahuan mengenai perilaku yang bertujuan meningkatkan atau menurunkan perilaku tertentu, meningkatkan kualitasnya, menghentikan perilaku yang tidak sesuai, dan mengajarkan perilaku-perilaku baru. Terapi ABA mendasarkan proses pengajaran pada pemberian stimulus (intruksi), respon individu (perilaku) dan konsekuensi (akibat perilaku) menjadi sasaran proses pengajaran dan bimbingan. Secara prinsip, terapi ABA meliputi 3 langkah memecah keterampilan anak autistik menjadi beberapa bagian atau langkah-langkah kecil. Yaitu pertama, terstruktur, yakni pengajaran menggunakan teknik yang jelas. Kedua, terarah, yakni ada kurikulum jelas untuk membantu mengarahkan terapi. Ketiga, terukur, yakni keberhasilan dan kegagalan menghasilkan perilaku yang diharapkan, diukur dengan berbagai cara, tergantung kebutuhan. Pada tataran praktis, menurut Ing. Darta R Wijaya, dalam makalah Kesimpulan Mengenai ABA (2005), terapi Applied Behavior Analysis (ABA)
76
menggunakan teknik “discrete trials”, yaitu seluruh tugas (target-target perilaku) dipecah dalam tahap kecil. Belajar “diskret” berarti memerinci keterampilan ke dalam komponen kecil, mengajarnya sampai terkuasai, memberi pengulangan, menyediakan prompt (bantuan), menghilangkan ketergantungan dan pemberian pujian (reinforcerment). Metode Lovaas ini harus diajarkan dengan disiplin, konsisten, dan rutin. Idealnya metode Lovaas diberikan pada anak usia 2-5 tahun, dengan latihan sekurangnya 40 minggu. Prinsip dasar metode Lovaas adalah mengurangi perilaku yang buruk atau berlebihan dengan cara memberikan feed back negative yaitu, bisa dengan kata “tidak”, raut wajah kecewa, gelengan kepala, atau yang lainnya. Sementara terhadap perilaku yang baik diberikan feed back positive, seperti kata "bagus", hadiah, tepuk tangan, peluk cium, atau kata pujian lain. Pada akhirnya perilaku yang baik akan menggantikan perbendaharaan perilaku yang kurang pantas. Tata laksana perilaku metode Lovaas adalah orang tua atau terapis memberikan instruktur kepada anak. Bila anak langsung bisa mengerjakan instruksi itu dia diberi imbalan. Jika tidak, ulangi kembali instruksi itu. Bila sampai tiga kali anak belum bisa juga, orang tua atau terapis harus segera memberikan bantuan. Misalnya mengarahkan wajahnya bila dipanggil. Begitu terus diulangi hingga anak mengerti dipanggil, dia harus melihat yang memanggil. Materi pengajaran pada anak autistik harus sesuai dengan perkembangan. Misalnya, keterampilan yang lebih mudah diajarkan lebih dulu. Sedangkan, keterampilan rumit jangan dulu diajarkan sebelum anak menguasai syaratnya. Beberapa ahli terapi anak autis, mengelompokkan keterampilan dan kemampuan
77
anak autistik untuk menyusun kurikulum khusus, di antaranya: Pertama, kemampuan untuk memperhatikan. Ini adalah sikap belajar yang diperlukan untuk bersekolah dan bekerja. Apabila seorang anak tidak mampu memperhatikan dalam rentang waktu beberapa menit, ia akan mengalami kesulitan mencerna pelajaran atau mendengarkan instruksi. Kedua, meniru atau imitasi. Pada saat anak diminta meniru, tidak muncul perkataan apapun dari seorang terapis kecuali hanya kata “tiru”, “lakukan” atau “coba”. Pada posisi ini, anak autistik dituntut melakukannya seperti yang dicontohkan. Materi imitasi dibagi ke dalam beberapa tahap, yaitu: imitasi motorik kasar, imitasi motorik halus, imitasi aksi dengan benda, imitasi suara (sehingga anak belajar berbicara karena diarahkan meniru kata-kata orang lain), imitasi pola balok (untuk mempersiapkan anak belajar menulis), sampai imitasi perilaku bermain. Ketiga, memasangkan. Anak autistik dituntut mengenali sesuatu yang dikelompokkan atas ciri-ciri tertentu. Kemampuan ini meliputi kemampuan men-sortir dan mengerjakan worksheet. Misalnya, piring pasangannya gelas, pena merupakan alat tulis, stasiun, hotel, kolam renang adalah tempat. Instruksi yang diberikan, “pasangkan”, “cari yang sama”, “mana yang sama” atau kata-kata lain yang bermakna sama, sehingga anak mencari pasangan yang diperlihatkan. Keempat, identifikasi. Anak autistik diminta menetapkan pilihan dengan memegang, mengambil, atau menunjuk satu dari beberapa hal. Teknik ini memungkinkan kita memeriksa apakah anak paham berbagai konsep (receptive languange) tanpa bergantung pada kemampuan bicara mereka. Identifikasi tidak terlalu berbeda dengan labeling, tapi identifikasi anak autistik tidak dituntut secara ekspresif. Pada proses identifikasi, perintah yang
78
diberikan, “pegang”, “tunjuk”, “ambil”, “kasihkan” dan anak diminta memilih satu
dari
beberapa
stimulus.
Kelima,
labeling
atau
ekspresi
(bahasa
pengungkapan). Kemampuan ini memang cukup sulit karena mengandalkan kemampuan pengungkapan bahasa (expressive languange). Biasanya anak diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan, seperti “apa ini?”, “siapa ini?”, dan “dimana…?”. (Sitta, 2009) Terapi
Applied
Behavior
Analysis
(ABA)
anak
autistik,
harus
mendasarkan proses pengajaran pada pemberian stimulus (instruksi), respon individu (perilaku) dan konsekuensi (akibat perilaku). Ketika melaksanakan teknik ini, seorang terapis atau helper mesti konsisten memberikan stimulus, respon dan konsekuensi yang diberikan. Selain itu, dibutuhkan juga kemampuan (skill), pengetahuan memadai tentang Autisme dan teknik ABA (knowledge). Terakhir, bersikap baik, optimis dan memiliki minat perasaan (sense) terhadap anak spesial autistik sangat menentukan proses terapi yang berkelanjutan. (Edelson, 2008) Di dalam terapi Lovaas salah satu pelatihannya adalah pelatihan komunikasi melalui gambar-gambar, tujuannya selain untuk melatih daya ingat juga untuk mengenal benda-benda sekitar. Ini dikarenakan anak autis secara umum memiliki kemampuan yang menonjol di bidang visual. Mereka lebih mudah untuk mengingat dan belajar, bila diperlihatkan gambar atau tulisan dari benda-benda, kejadian, tingkah laku maupun konsep-konsep abstrak. Dengan melihat gambar atau tulisan, anak autis akan membentuk gambaran mental atau mental image yang jelas dan relatif permanen dalam benaknya.
79
Bila materi tersebut hanya diucapkan saja mereka akan mudah melupakannya karena daya ingat mereka amat terbatas. Karena itu dalam melakukan terapi digunakan sebanyak mungkin kartu-kartu bergambar dan alat bantu visual lain untuk membantu mereka mengingat, hal ini juga berlaku untuk anak autis yang hanya mengalami gangguan di bidang verbal. (Kompas, 2002) Untuk
melatih
penderita
agar
bisa
berkomunikasi,
kita
harus
menyesuaikan diri dengan gaya komunikasi mereka. Orang tua dan pendidik bisa menggunakan ekspresi wajah, gerak isyarat, mengubah nada suara, menunjuk gambar, menunjuk tulisan, menggunakan papan komunikasi dan menggunakan simbol-simbol. Cara-cara tersebut tidak hanya digunakan secara tersendiri, tetapi juga dapat digabungkan sehingga membentuk pesan yang lebih kuat. Masalah yang timbul adalah di Indonesia belum ada alat yang secara terintegrasi dengan unsur-unsur tersebut diatas. Yang ada adalah alat-alat yang harus didatangkan dari luar negeri atau dibuat sendiri, ini jelas tidak praktis. Melihat dengan meningkatnya jumlah penderita autis, maka dibutuhkan sebuah alat yang mampu mengintegrasikan unsur-unsur visual dan audio yang dapat berinteraksi untuk menunjang pelatihan komunikasi pada anak autis. Metode ini sudah melalui berbagai penelitian selama satu abad dan terdokumentasi dengan baik. Kelebihan metode ini dibanding metode lain adalah sifatnya
yang
sangat
sistematis,
terstuktur,
kurikulumnya
jelas,
dan
keberhasilannya bisa dinilai secara obyektif. Terapi ABA atau Metode Lovaas ini sangat representatif bagi penanggulangan anak spesial dengan gejala Autisme. Sebab, memiliki prinsip
80
yang terukur, terarah dan sistematis; juga variasi yang diajarkan luas; sehingga dapat meningkatkan keterampilan komunikasi, sosial dan motorik halus maupun kasar. 2.9.1
Kurikulum ABA (Applied Behavior Analysis) Berikut adalah gambaran secara umum tahapan terapi yang berdasarkan
kurikulum ABA, yang diambil dari dokumen elektronik (e-paper) yang terdapat di website Asosiasi Autisme Amerika (Autism Society of America), www.autismsociety.org, kurikulum ini adalah basis terapi autis secara umum yang mana terapi metode Lovaas adalah pengembangan (sub-set) dari terapi ini. Tabel 2.1 Kurikulum ABA Tahap Awal (Beginner) Jenis Kemampuan
Attending Skill
Imitation Skill
Receptive Language Skill
Expresive Language Skill
Pre-Academic Skill
Keterangan Sits independently, eye contact. (dapat duduk secara mandiri, terdapat kontak mata dengan orang lain) Gross, fine and oral motor skills. (kemampuan bersuara dengan jelas, kemampuan motorik kasar yang baik, gerakan motorik mulut dengan baik) Body parts, identification, one step instruction. (bisa mengenali anggota tubuh, mampu mengerjakan satu langkah perintah) Imitates sounds, labelling, yes/no, greeting, answer simple question. (menirukan suara, menamai sesuatu, menjawab iya atau tidak dan menjawab pertanyaan sederhana) Matching, complete activities
81
Self-help Skill
independently, counting and identifies shapes, colors and letter. (mencocokkan, mengerjakan secara benar dengan mandiri, menghitung dan mengenali bentuk, warna juga huruf) Get undressed independently, eats independently, toilet training. (membuka baju sendiri, makan dengan mandiri, mengerjakan aktivitas toilet sendiri)
Tabel 2.2 Kurikulum ABA Tahap Menengah (Intermediate) Jenis Kemampuan
Attending Skill
Imitation Skill
Receptive Language Skill
Expresive Language Skill
Keterangan Sustains eye contact, responds to name. (Belajar menjaga kontak mata, menjawab dan menyebutkan sesuatu) Imitates sequences, copies simple drawing, pairs action with sound. (meniru dan mengikuti gambar sederhana, mencocokan tindakan dengan suara) Two-step instruction, identifies attributes, pretends, identifies categories, pronouns, propositions, emotions, gender. (melakukan instruksi dua langkah, mengenal ciri, diri sendiri, mengenal kategori, mengenal kata ganti, pernyataan, emosi dan jenis kelamin) Two and three word phrases, request desired items, labels according to function, simple
82
Pre-Academic Skill
Self-help Skill
sentences, reciprocates information, ask “wh-“ questions. (menguasai dua dan tiga frase, kalimat permintaan, menamai benda menurut fungsinya, berbicara dengan kalimat sederhana, saling memberi informasi, bertanya „mengapa‟, „kapan‟, „di mana‟ dll) Matches by category, gives specifies quantity of items, uppercase/lowercase letters, more/less, simple worksheets, copies letter and numbers, writes name, cuts with scissors, colors within a boundary. (mencocokkan benda berdasarkan kategori, memberi sejumlah barang spesifik, belajar huruf besar dan kecil, belajar mengenai lebih/kurang, tabel sederhana, menyalin huruf dan angka, menulis nama, menggunting, mewarnai di dalam garis) Get dressed independently, puts on shoes, puts on coat, self-initiates toileting. (belajar memakai baju sendiri, memakai sepatu, mengenakan jas hujan dan berkegiatan toilet dengan mandiri)
Tabel 2.3 Kurikulum ABA Tahap Lanjut (Advanced) Jenis Kemampuan
Attending Skill
Keterangan Maintains eye contact during conversation and group instruction. (belajar menjaga kontak mata selama terjadi percakapan dan
83
Imitation Skill
Receptive Language Skill
Expresive Language Skill
Abstract Language
Academic Skill
mendengarkan sejumlah pertanyaan) Complex sequencing, peer play, verbal responses to peers. (belajar menirukan perkataan yang beruntun dan kompleks, bermain dengan teman, menjawab dengan kata-kata pada teman-temannya) Three-step instructions, same/different, identifies what doesn‟t belong, plural/singular, understanding “ask…”versus “tell…”. (menuruti perintah 3 tahap, memahami persamaan dan perbedaan, mengenal apa yang tidak cocok, jamak/tunggal, mengerti “bertanya…” dan “mengucapkan…” Utilizes “I don‟t know”, retell story, recall past events, ask for clarification,advanced possesive pronouns, verb tense, asserts knowledge. (memahami penggunaan kata “Saya tidak tahu”, menceritakan ulang cerita, menceritakan apa yang pernah terjadi, meminta klarifikasi, menguasai kata ganti pemilik, kalimat kerja, pemahaman pernyataan) Predict outcomes, take another‟s perspective, provides explanations. (mampu mengerti hasil dari perkiraan, meminta perspektif orang lain, menyediakan penjelasan) Complete patterns, reading, names letter sounds, consonants, spelling, states
84
Social Skill
School Readiness
Self-help Skill
word meaning, simple synonyms, ordinal numbers, identifies rhyming words, writes simple words from memory, add single-digit number. (membuat pola utuh, membaca, menyebutkan suara huruf, mengeja, menyatakan makna kata, persamaan kata sederhana) Follow directions from peers, answers questions from pers, responds to play statements to peers, offers and accepts peer assistance. (mengikuti petunjuk dari orang sekitarm menjawab pertanyaan) Wait turns, demonstrates new responses through observation, follow group instruction, sing nursery rhymes, answer when called on, raises hand, story-time, show and tell. (menunggu, mendemonstrasikan tanggapan baru melalui observasi sebelumnya) Brushes teeth, zippers, buttons, snaps. (menyikat gigi, meresleting, mengancing)
Sedangkan kurikulum yang digunakan oleh Yayasan Autisma Indonesia adalah sebagai berikut: A. Kemampuan mengikuti tugas/pelajaran 1. Duduk mandiri di kursi 2. Kontak mata saat dipanggil
85
3. Kontak mata ketika diberi perintah, : “Lihat (ke) sini” 4. Berespons terhadap arahan, : “Tangan ke bawah” B. Kemampuan imitasi (meniru) 1. Imitasi gerakan motorik kasar 2. Imitasi tindakan (aksi) terhadap benda 3. Imitasi gerakan motorik halus 4. Imitasi gerakan motorik mulut C. Kemampuan Bahasa Reseptif 1. Mengikuti perintah sederhana (satu-tahap) 2. Identifikasi bagian-bagian tubuh 3. Identifikasi benda-benda 4. Identifikasi gambar-gambar 5. Identifikasi orang-orang dekat (familier) / anggota keluarga 6. Mengikuti perintah kata kerja 7. Identifikasi kata-kata kerja pada gambar 8. Identifikasi benda-benda di lingkungan 9. Menunjuk gambar-gambar dalam buku 10. Identifikasi benda-benda menurut fungsinya 11. Identifikasi kepemilikan 12. Identifikasi suara-suara lingkungan D. Kemampuan bahasa ekspresif 1. Menunjuk sesuatu yang diingini sebagai respons, “Mau apa?” 2. Menunjuk secara spontan benda-benda yang diingini
86
3. Imitasi suara dan kata 4. Menyebutkan (melabel) benda-benda 5. Menyebutkan (melabel) gambar-gambar 6. Menyebutkan (secara verbal) benda-benda yang diinginkan 7. Menyatakan atau dengan isyarat untuk sesuatu yang disukai (diingini) dan yang tidak disukai (tidak diingini) 8. Menyebutkan (melabel) orang-ornag dekat (familier) 9. Membuat pilihan 10. Saling menyapa 11. Menjawab pertanyaan-pertanyaan sosial 12. Menyebutkan (melabel) kata kerja di gambar, orang lain dan diri sendiri 13. Menyebutkan (melabel) benda sesuai fungsinya 14. Menyebutkan (melabel) kepemilikan E. Kemampuan Pre-Akademik 1. Mencocokkan a. Benda-benda yang identik b. Gambar-gambar yang identik c. Benda dengan gambar d. Warna, bentuk, huruf, angka e. Benda-benda yang non-identik f. Asosiasi (hubungan) antara berbagai benda 2. Menyelesaikan aktivitas sederhana secara mandiri
87
3. Identifikasi warna-warna 4. Identifikasi berbagai bentuk 5. Identifikasi huruf-huruf 6. Identifikasi angka-angka 7. Menyebut (menghafal) angka 1 sampai 10 8. Menghitung benda-benda F. Kemampuan bantu diri 1. Minum dengan gelas 2. Makan dengan menggunakan sendok dan garpu 3. Melepas sepatu 4. Melepas kaos kaki 5. Melepas celana 6. Melepas baju 7. Menggunakan serbet tissue 8. Toilet-training untuk buang air kecil 2.9.2
Pelatihan Anak Autis Secara Visual Penyandang autis lebih bisa memahami informasi yang diterima dalam
bentuk gambar dibandingkan dengan bahasa lisan ataupun tulisan, oleh karena itu dalam mengajar mereka dibutuhkan tatalaksana khusus. Duapuluh persen dari penyandang Autisme tidak akan bicara, bagi mereka dapat diajarkan ketrampilan komunikasi dengan cara lain, yaitu gambar-gambar atau Picture Exchange Communication (PEC) atau Computer Pictograph for Communication (COMPIC) atau Communication Through Picture. Gambar-
88
gambar tersebut dapat disusun di papan komunikasi manual ataupun melalui komputer. Secara umum anak autis memiliki kemampuan yang menonjol di bidang visual. Mereka lebih mudah untuk mengingat dan belajar bila diperlihatkan gambar atau tulisan dari benda-benda, kejadian, tingkah laku maupun konsepkonsep abstrak. Dengan melihat gambar atau tulisan, anak autis akan membentuk gambaran mental atau mental image yang jelas dan relatif permanen dalam benaknya. 2.9.3
Pelatihan Anak Autis Secara Audio Pendengaran adalah indera pertama yang dapat berfungsi setelah kelahiran
seorang anak manusia. Indera ini merupakan penyumbang informasi yang sangat banyak bagi perkembangan seorang anak. Suara memiliki makna serta memiliki pengaruh emosional. Suara juga dapat menjadi suatu data dalam ingatan manusia. Banyak ahli yang mengungkapkan bahwa melatih organ pendengaran anak autis merupakan hal yang penting dalam proses penyembuhan (Surya, 2007). Untuk itu aplikasi multimedia yang mengakomodasi media audio hadir dengan membentuk cara yang efektif dalam pemberian terapi pelatihan anak autis. Untuk
melatih
penderita
agar
bisa
berkomunikasi,
kita
harus
menyesuaikan diri dengan gaya komunikasi mereka. Orang tua dan pendidik bisa menggunakan ekspresi wajah, gerak isyarat, mengubah nada suara, menunjuk gambar, menunjuk tulisan, menggunakan papan komunikasi dan menggunakan simbol-simbol. Cara-cara tersebut tidak hanya digunakan secara tersendiri, tetapi juga dapat digabungkan sehingga membentuk pesan yang lebih kuat.
89
Cara-cara tersebut dapat diintegrasikan dengan menggunakan teknologi multimedia interaktif. Karakter sebuah aplikasi multimedia interaktif adalah gabungan dua atau lebih dari beberapa media, yang dapat diakses secara interaktif, sehingga membentuk sebuah efek komunikasi yang kuat. Sebuah studi yang dilakukan oleh Software Publisher Association (SPA) tentang keefektifan penggunaan teknologi menunjukkan manusia mendapat 80 persen pengetahuan dari melihat, tetapi hanya 11 persen yang teringat. Persentase ini lebih kecil melalui pendengaran tetapi hasil yang diingat lebih tinggi. Kombinasi keduanya akan sangat efektif dan menaikkan daya ingat hingga 50 persen. Dengan demikian aplikasi multimedia merupakan sarana yang tepat untuk pendidikan. 2.10
Literatur Sejenis Peneliti melakukan perbandingan aplikasi multimedia yang digunakan
sebagai alat terapi, media latihan atau bermain bagi anak penderita autis lain yang telah ada dari berbagai vendor yang disediakan oleh beberapa yayasan yang menangani Autisme. Ini bertujuan untuk dijadikan bahan perbandingan dengan aplikasi yang akan peneliti buat. 2.10.1 Kindergarten City Kindergarten City merupakan aplikasi yang mengusung platform „Edutainment‟ yaitu menggabungkan unsur pendidikan dan hiburan yang dikhususkan bagi pengguna autis. Aplikasi Kindergarten City ini terdiri dari beberapa versi berdasarkan tingkatan umur dan dijual terpisah pada sebuah situs perbelanjaan on-line di internet.
90
Adapun aplikasi Kindergarten City ini, dari hasil pengamatan dan perbandingan
yang
peneliti
lakukan,
terdapat
beberapa
kelebihan
dan
kekurangannya. Berikut adalah kelebihan-kelebihan yang dimiliki oleh Kindergarten City, antara lain: 1. Memiliki penampilan yang menarik, karena menggunakan warna-warna cerah yang disukai anak-anak. 2. Mudah dalam pengoperasian, karena dibantu oleh gambar dan ikon yang menunjukkan cara pemakaian. 3. Menggunakan musik yang ceria, sehingga membuat anak tidak cepat bosan. Sedangkan yang menjadi kekurangan dari aplikasi Kindergarten City ini adalah: 1. Terlalu mengedepankan unsur hiburannya dibanding unsur-unsur yang diperlukan dalam treatment bagi penderita Autisme. 2. Terdiri dari beberapa seri yang terpisah, sehingga dari segi ekonomis, aplikasi Kindergarten City ini bisa dikatakan memiliki harga yang mahal dan dalam proses pembeliannya juga kurang praktis, karena harus memesan via internet terlebih dahulu.
91
Gambar 2.18 Aplikasi Kindergarten City 2.10.2 Facial Emotion Aplikasi Facial Emotion adalah sebuah aplikasi multimedia yang menyediakan sarana pembelajaran mengenal emosi wajah orang yang ditujukan untuk program pembelajaran bagi penderita autis. Aplikasi ini banyak digunakan di yayasan yang menangani penderita autis. Facial Emotion ini terdiri atas beberapa seri yang dijual terpisah setiap CD-nya. Sampai saat ini aplikasi Facial Emotion terdiri dari seri 1 sampai 5. Kelebihan dari aplikasi Facial Emotion ini adalah: 1. Memiliki seri kumpulan wajah berbagai emosi yang cukup lengkap. 2. Tampilannya sederhana, sehingga memudahkan dalam pengoperasian. Sedangkan, kekurangan dari aplikasi Facial Emotion ini adalah: 1. Aplikasi Facial Emotion ini tidak menyuguhkan ragam fitur yang lain, kecuali pengenalan emosi wajah saja. 2. Tidak menyediakan fitur scoring yang bisa dijadikan sebagai indikator perkembangan penderita autis.
92
3. Tidak disertai musik latar (backsound), yang membuat seorang penderita autis cepat mengalami kejenuhan. Ditambah pula tampilan yang kurang atraktif, yang kurang menarik minat si penderita autis.
Gambar 2.19 Aplikasi Facial Emotion 2.10.3 Whizkid Games Whizkid Games adalah aplikasi permainan yang dikhususkan bagi penderita autis. Aplikasi ini merupakan buatan Amerika dan hanya dijual dengan cara yang terbatas. Pemesanan yang dilakukan harus secara langsung ke vendor penyedia aplikasi ini. Whizkid Games juga tersedia secara on-line yang dapat diakses di whizkidgames.com. Kelebihan yang dimiliki aplikasi Whizkid Games ini adalah: 1. Memiliki penampilan yang menarik dan tidak membosankan, karena menyuguhkan karakter kartun yang lucu. 2. Memiliki beberapa ragam fitur permainan yang dapat dipilih. 3. Diiringi musik latar (backsound) sehingga menjadi daya tarik sendiri bagi anak autis.
93
Kekurangan yang terdapat pada aplikasi Whizkid Games ini yaitu: 1. Navigasi dan pengoperasian yang cukup rumit apabila penderita autis harus mengoperasikannya secara mandiri tanpa didampingi pendamping atau shadow teacher. 2. Bahasa yang membingungkan, sehingga hal ini menyulitkan siapa saja yang mengoperasikan aplikasi ini terutama bagi mereka yang kurang mahir dalam bahasa Inggris. 3. Jumlah ikon dan gambar yang banyak, membuat penderita autis harus terus mendapatkan pendampingan dari shadow teacher untuk diberikan pengarahan. Hal ini justru hanya akan membuat penderita autis bergantung pada orang lain dan tidak menjadi mandiri seperti yang diharapkan.
Gambar 2.20 Aplikasi Whizkid Games
2.10.4 Cleverland Cleverland adalah aplikasi terapi multimedia interaktif yang dikhususkan bagi penderita autis yang peneliti rancang. Cleverland ini diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus seperti penderita
94
Autisme dalam mendapatkan pembelajaran yang efektif dari materi terapi yang diberikan oleh para terapis dan shadow teacher. Aplikasi
Cleverland
di
dalamnya
terdapat
pengelompokan
level
berdasarkan kemampuan anak penderita autis. Yaitu level pemula dan level lanjutan. Setiap level disajikan beberapa simulasi permainan yang bersifat edukatif dan bermuatan program-program terapi yang menggunakan metode Lovaas sebagai landasannya. Selain itu, Cleverland juga mengintegrasikan beberapa elemen multimedia yang dapat membantu proses terapi selama penggunaan aplikasi ini. Elemen suara dengan menyuguhkan musik-musik yang dapat menstimulus syaraf-syaraf di otak digabung dengan paduan permainan-permainan yang menggunakan basis pendidikan dalam pemakaian koleksi gambar. Cleverland juga menggunakan alat navigasi yang mudah dioperasikan, sehingga anak autis juga diminimalisasikan kendala dan kesulitannya mengoperasikan aplikasi ini meski tanpa didampingi secara terus-menerus oleh pendamping atau shadow teacher.
Gambar 2.21 Aplikasi Cleverland
95
2.11
Interaksi Manusia dan Komputer Bidang ilmu interaksi manusia dan komputer merupakan ilmu yang
mempelajari
tentang
bagaimana
mendesain,
mengevaluasi,
dan
mengimplementasikan sistem komputer yang interaktif sehingga dapat digunakan oleh manusia dengan mudah. Interaksi adalah komunikasi dua arah antara manusia (user) dan sistem komputer. Interaksi menjadi maksimal apabila kedua belah pihak mampu memberikan stimulan dan respon (aksi dan reaksi) yang saling mendukung. Jika salah satu tidak bisa, maka interaksi akan mengalami hambatan atau bahkan menuju pembiasan tujuan. (Santosa, 2006) 2.11.1 Definisi Interaksi Manusia dan Komputer ACM SIGCHI mendefinisikan Interaksi Manusia dan Komputer atau (IMK) atau Human-Computer Interaction (HCI) sebagai subjek yang terdiri atas multi-disiplin yang menerapkan beragam disiplin ilmu yang berhubungan dengan perancangan, evaluasi dan implementasi sistem komputer interaktif untuk digunakan oleh manusia, serta studi fenomena-fenomena besar yang berhubungan dengannya. Sedangkan menurut Surbakti (2006) tak ada teori umum dan terpadu mengenainya tetapi Interaksi Manusia dan Komputer (IMK) atau HumanComputer Interaction (HCI) adalah disiplin ilmu yang berhubungan dengan perancangan, evaluasi dan implementasi sistem komputer interaktif untuk digunakan oleh manusia, serta studi fenomena-fenomena besar yang berhubungan dengannya.
96
Suatu sistem interaktif yang baik akan menghasilkan suatu rancangan yang baik pula, sehingga pemakai dapat menggunakan sistem interaktif tersebut dengan lancar. Sebaliknya, sistem interaktif yang kurang baik akan menghasilkan rancangan yang kurang baik pula, sehingga menyebabkan pemakai mendapatkan kesulitan dalam menggunakannya karena tampilan yang tidak user friendly. User friendly maksudnya tampilan yang memudahkan pemakai (user) untuk mengakses atau berinteraksi secara mudah dan tidak menyusahkan si pemakai. Interaksi Manusia dan Komputer bertujuan untuk memudahkan manusia dalam mengoperasikan komputer dan mendapatkan berbagai umpan balik selama bekerja pada sistem komputer. Pada dasarnya, prinsip kerja sistem komputer itu sendiri yaitu di mana user memberi perintah pada komputer lalu komputer mencetak/menuliskan atau menampilkannya pada layar tampilan atau monitor, yang mana manusia dan komputer itu berinteraksi lewat piranti masukan dan keluaran melalui antar-muka.
2.11.2 Antarmuka Pemakai (User Interface) Antarmuka pemakai adalah bagian sistem komputer yang memungkinkan manusia berinteraksi dengan komputer.
Gambar 2.22 Antarmuka pemakai
Fokus interaksi manusia dan komputer adalah perancangan dan evaluasi antarmuka pemakai (user interface). Karena antarmuka atau interface yang
97
diinginkan oleh user adalah interface komputer yang user friendly (ramah dengan pengguna). Kriteria user friendly di sini yaitu: Antarmuka yang bagus, mudah dioperasikan, mudah dipelajari dan pengguna merasa senang menggunakan software atau program tersebut. Jenis-jenis antarmuka atau Interface komputer antara lain, yaitu: 1.
Antarmuka berbasis teks
2.
Antarmuka berbasis grafis / GUI (Graphical User Interface)
3.
Antarmuka berbasis web
4.
Antarmuka berbasis mobile. Ada 4 kriteria yang harus dipenuhi sebagai antarmuka pemakai yang
mudah (user-friendly), yakni : 1.
Waktu belajar yang tidak lama.
2.
Kecepatan penyajian informasi yang tepat dan jelas.
3.
Daya ingat pengguna setelah jangka waktu tertentu.
4.
Kepuasan subjektif.
2.12
Graphical User Interface / GUI Tidak ada multimedia interaktif tanpa GUI. Graphical User Interface
adalah tampilan visual pada layar yang terdiri dari kumpulan obyek grafis yang dapat dijadikan panduan untuk melakukan interaksi melalui input tool. GUI merupakan suatu komponen penting di dalam aplikasi komputer modern yang berperan sebagai suatu perantara atau antar muka (interface) berbentuk grafis antara pengguna dengan komputer. (Pramono, 2008)
98
GUI selain berfungsi untuk memudahkan pengguna ketika menggunakan aplikasi juga berfungsi untuk menambah nilai estetika suatu aplikasi. Hampir semua aplikasi komputer modern berbasi Windows selalu memanfaatlan GUI. Aplikasi multimedia yang banyak menyertakan interaktifitas tentu saja banyak menggunakan GUI. (Jo, 2010) 2.12.1 Desain User Interface Desain interface sangatlah penting, alasannya sebuah user interface yang intuitif mudah untuk digunakan, sehingga mampu menekan biaya pelatihan. Walaupun fungsionalitas dari sebuah user interface itu penting, bagaimana cara agar sebuah aplikasi itu bekerja juga penting. Sebuah aplikasi yang sulit untuk digunakan (karena User Interface yang buruk) sudah dipastikan aplikasi tersebut akan ditinggalkan, walaupun hasil yang didapat dari penggunaan aplikasi tersebut baik. Bila pengguna (user) tidak suka atau kesulitan saat menggunakan jangan harap mereka akan mau menggunakan aplikasi. Banyak pengembang aplikasi yang merasa mereka adalah artistic genius dan membuat user interface mereka tidak sesuai standar yang mana pada akhirnya justru membuat user kebingungan ataupun kesulitan dalam menggunakan aplikasinya. Bagi kebanyakan orang user interface adalah keseluruhan dari aplikasi itu sendiri. Sebuah user interface yang baik dapat dimengerti oleh penggunanya tanpa harus membaca manualnya atau dilatih terlebih dahulu40. Sedangkan menurut George Columbo, user interface yang ideal adalah yang berisi sedikit
perintah
dan
penjelasan
serta
memungkinkan
pemakai
untuk
menyelesaikan sesuatu dalam waktu singkat. Lalu agar menjamin sebuah sistem
99
itu bekerja dengan baik dibutuhkan sebuah feedback dari aplikasi melalui user interface sehingga pengguna mengerti apakah aplikasi itu merespon perintahnya, Kesimpulannya sebuah user interface yang baik haruslah mudah dimengerti, mampu membuat pengguna aplikasi mengkakses, berkomunikasi dan memperoleh hasil maksimal sesuai dengan fungsionalitas aplikasi tersebut. 2.12.2 Object- based User Interface Menurut Scott W. Ambler (1998), sebuah aplikasi dengan user interface yang berbasiskan obyek visual, memiliki seperangkat aturan yang harus ditaati agar dapat digunakan secara baik, adapun aturan tersebut adalah: 1. Konsistensi Tombol (button) harus ditempatkan pada tempat yang konsisten pada layar, tema warna (colour schemes) harus tetap sama. 2. Ikuti standar industri Standar industri yang ada saat ini adalah IBM, Microsoft dan Apple, dengan mengadaptasi standar secara baik maka secara langsung kita akan keuntungan dari standart tersebut, pengguna yang telah terbiasa akan mudah beradaptasi sehingga mengurangi biaya untuk latihan. 3. Terangkan aturan cara bekerja Jelaskan secara singkat bagaimana aplikasi yang dibangun bekerja, bila aplikasi yang dibangun bekerja secara konsiten maka cukup terangkan aturan sekali saja.
100
2.12.3 Komponen GUI GUI memiliki banyak komponen seperti: Button, radio button, combo box, menu, tabbed panel, tree, dan sebagainya. Komponen-komponen ini sering disebut juga sebagai widget, singkatan dari Windows Gadget. Tabel 2.4 Komponen GUI N Nama o Widget 1 Button .
Tampilan
Fungsi Menjalankan suatu aksi. Karena itu teks pada button biasanya berisi kata perintah (kata kerja) seperti “Enter”, “Exit”, “Reset”, dan sebagainya. Memilih hanya satu pilihan di antara 2 atau lebih pilihan. Jumlah pilihan pada radio button umumnya 3 atau 4 pilihan saja. Jika jumlah pilihan lebih dari 4 maka combo box merupakan widget yang lebih tepat digunakan. Memilih satu atau lebih di antara banyak pilihan (terdiri dari 2 atau lebih pilihan). Pemanfaatan check button memungkinkan untuk memilih semua pilihan.
2 .
Radio Button
3 .
Check Button
4 .
Combo Box
Memilih salah satu diantara beberapa pilihan di mana jumlah pilihan cukup banyak sehingga tidak efisien bila diberikan dalam bentuk radio button.
5 .
Menu
Isi dari suatu aplikasi bisa ditampilkan dengan bantuan ikon, namun adakalanya isi terlalu banyak sehingga lebih efisien bila ditampilkan
101
dengan bantuan menu. Umumnya letak menu ada pada bagian kiri atas dari suatu tampilan. 6 .
Tool Bar
Toolbar sebenarnya berfungsi sebagai pelengkap dari menu. Isi dari suatu menu mungkin saja banyak akan tetapi tidak semuanya diperlukan setiap saat oleh pengguna. Untuk memudahkan pengguna mengakses menu-menu yang sering digunakan maka disediakan suatu toolbar yang umumnya memiliki suatu simbol yang melambangkan fungsi dari menu yang diwakilinya. Simbol ini sering kali disebut sebagai metafor.
7 .
Tabbed Panel
Adakalanya suatu menu memiliki sub-submenu yang saling berkaitan. Salah satu cara yang baik untuk menampilkan sub-submenu tersebut adalah dengan bantuan suatu tabbed panel. Disebut tabbed panel karena untuk mengaksesnya dapat digunakan tombol TAB
8 .
Tree
Mungkin saja isi suatu aplikasi sangat banyak sehingga tak dapat ditampilkan oleh menu dengan efisien. Cara menampilkan isi semacam ini adalah dengan bantuan tree. Ensiklopedia adalah salah satu program yang banyak memanfaatkan tree.
102
2.13
Perancangan Sistem
2.13.1 Alat Perancangan Sistem Alat-alat perancangan sistem diantaranya adalah Flowchart Diagram dan State Transition Diagram (STD). Ada tiga alasan untuk menggunakan alat perancangan sistem sebelum membuat suatu sistem (Mardiyah, 2004), yaitu: 1.
Agar kita bisa fokus pada bagian sistem yang penting.
2.
Agar bisa berdiskusi mengenai perubahan-perubahan dan koreksi sesuai keinginan pemakai.
3.
Untuk meyakinkan bahwa kita mengerti akan lingkungan pemakai dan memiliki dokumentasi perancangan sistem sehingga programmer bisa membuat sistem tersebut.
2.13.2 State Transition Diagram/STD 1.
Pengertian STD Menurut Pressman (2002), STD adalah sebuah model tingkah laku yang
bertumpu pada definisi dari serangkaian keadaan sistem. Berikut merupakan pengertian STD (Mardiyah, 2004) lainnya, yaitu: a.
Menurut
Komal.
J
(1998),
STD
mulanya
digunakan
untuk
menggambarkan suatu sistem yang realtime. Realtime system adalah suatu kondisi untuk mengoperasikan bersama-sama (dalam waktu bersamaan) dengan waktu relasi yang teratur atau sudah diprediksikan dengan keadaan sebenarnya b.
Menurut Yourdan (1980). State Transition Diagram adalah salah satu model yang memberikan gambaran bagaimana sistem bekerja.
103
c.
Menurut Kelley (1999). Kita bisa mengkontruksi sebuah diagram untuk membantu kita menentukan keanggotaan. Diagram demikian berbentuk graph terarah dengan informasi tambahan tertentu yang dipadukan kedalamnya dan dinamakan sebuah diagram transisi (Transition Diagram). Cara kerja sistem pada hakikatnya terbagi menjadi dua bagian:
a.
Pasif. Sistem tidak melakukan kontrol terhadap lingkungan tetapi lebih bersifat memberikan reaksi.
b.
Aktif. Sistem melakukan kontrol terhadap lingkungan secara aktif. Sistem ini sanggup menerima sumber daya eksternal dengan kecepatan tinggi dan dalam waktu singkat (real time) memberikan respon terhadap lingkungan sesuai dengan program yang telah ditentukan.
2.
Pendekatan untuk membuat STD Ada dua pendekatan dalam membuat STD, yaitu: a.
Identifikasi setiap kemungkinan state dari sistem dan gambarkan masingmasing pada state sebuah kotak, kemudian tentukan hubungan antar state tersebut.
b.
Dimulai dengan state P1 dan dilanjutkan dengan state P2, berikutnya dilanjutkan sesuai flow yang diinginkan.
Gambar 2.23 Pendekatan Untuk Membuat STD
104
2.
Notasi State Transition Diagram (STD) Notasi STD terdiri dari state dan transition state. State adalah kumpulan
keadaan atau atribut yang mencirikan seseorang atau suatu benda pada waktu tertentu. Bentuk state dibagi menjadi dua, yaitu Initial State dan Final State. Initial state menyatakan awal dari suatu state (hanya ada satu state), sedang Final State menyatakan aktif dari suatu state (bisa lebih dari satu state). Transition State terdiri dari kondisi dan aksi. Kondisi adalah suatu kejadian pada lingkaran luar yang dapat dideteksi oleh sistem. Sedangkan aksi adalah yang dilakukan oleh sistem bila terjadi perubahan state atau merupakan reaksi terhadap kondisi. Keadaan sistem Setiap kotak mewakili suatu keadaan dimana sistem mungkin berada di dalamnya. State disimbolkan dengan segi empat. Simbol state: Perubahan sistem Untuk menghubungkan suatu keadaan dengan keadaan lain, digunakan ini jika sistem memiliki transisi dalam prilakunya, maka hanya suatu keadaan dapat berubah menjadi keadaan tertentu. Simbol transition state :
Gambar 2.24 Notasi STD
105
Kondisi dan aksi Untuk melangkapi STD, dibutuhkan dua hal tambahan : kondisi sebelum keadaan berubah dan aksi dari pemakai untuk mengubah keadaan. Berikut adalah ilustrasi dari kondisi dan aksi yang ditampilkan di sebelah anak panah yang menghubungkan dua keadaan. Keadaan 1 Kondisi Aksi Keadaan 2 Gambar 2.25 Kondisi dan Aksi 2.13.3 Flowchart. Flowchart terdiri atas: 1. Bagan Alir Sistem (System Flowchart) yang menunjukan aliran pekerjaan secara keseluruhan berupa urutan-urutan prosedur yang telah ada. Sistem flowchart ini meliputi: Tabel 2.5 Bagan Alir Sistem No Simbol
Penjelasan
01
Simbol dokumen yang berupa kertas, misalnya : Hasil print out dan formulir.
02
Simbol disk atau drum yang merupakan direct acces storage untuk input atau output.
03
Simbol hard disc yang merupakan direct acces storage untuk input atau output.
106
04
Simbol pita magnetik yang merupakan sequential storage untuk input atau output.
05
Simbol card punch atau card reader untuk input atau output.
06
Simbol visual display unit atau cathode ray tube sebagai input atau output.
2. Bagan Alir Program (Programme Flowchart) yang menjelaskan secara rinci langkah-langkah proses program. Tabel 2.6 Bagan Alir Program No
Simbol
Penjelasan
01
Mulai (start) atau selesai (stop)
02
Persiapan
03
Proses
04
Proses input atau output
05
Keputusan
06
Subroutine
3. Bagan Alir Kertas Kerja (Paperwork Flowchart) merupakan bagan alir yang menunjukan arus dokumen atau laporan dan formulir.
107
4. Bagan Alir Hubungan Basis Data (Database
Relationship Flowchart)
merupakan bagan alir yang menunjukan hubungan dari file database yang digunakan pada sistem yang dirancang. 5. Bagan Alir Proses (Process Flowchart) berguna bagi analisis untuk menggambarkan proses dalam prosedur. Tabel 2.7 Bagan Alir Proses No
Simbol
Penjelasan
01
Menggambarkan proses
02
Proses penggabungan (merge)
03
Proses pemecahan (extract)
04
Proses pengurutan
05
Proses secara manual
06
Proses pemasukan data melalui keyboard
Tabel 2.8 Simbol Pembantu No 01
Simbol
Penjelasan Arah data atau arus data
108
2.14
02
Sambungan pada halaman yang sama
03
Sambungan pada halaman yang berbeda
04
Sambungan komunikasi
Gambaran Umum Yayasan Pantara Yayasan Pantara adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang berawal dari
sekumpulan orang-orang yang peduli dan ingin membantu anak berkesulitan belajar. Didirikan oleh Ibu Karlinah Umar Wirahadikusumah dan Ibu Atie W. Soekandar pada tanggal 13 September 1996 sesuai akte notaris, walaupun kegiatan Yayasan telah dimulai sejak 1994. Hingga saat ini Yayasan Pantara dikembangkan oleh para relawan yang datang dari berbagai latar belakang, seperti; dokter, pendidik, pelaku bisnis, designer grafis, artis, humanitarian dan sebagainya. 2.14.1 Sejarah/Latar Belakang Pendidikan Nasional yang ada saat itu belum menjangkau pendidikan untuk anak-anak berkesulitan belajar khusus, padahal data penelitian (Jiyono dan Indryanto, 1996) menunjukkan setiap tahunnya terdapat tentatif 2 juta siswa mengulang kelas dan gagal sekolah dan sekitar 40% diantaranya mengalami kesulitan belajar khusus, 20% diantaranya mempunyai IQ tinggi dan 25,4% mempunyai IQ rata-rata. Tidak semua siswa yang berisiko mengulang kelas atau gagal sekolah tidak mempunyai kemampuan akademik. Mereka adalah siswa
109
berkesulitan belajar khusus, yang membutuhkan suatu metoda proses belajar mengajar yang bersifat khusus. Untuk menanggapi kebutuhan itu pada tanggal 13 September 1996 Ibu Karlinah Umar Wirahadikusumah dan Ibu Atie W. Soekandar membentuk Yayasan Pantara. Yaitu organisasi sosial yang kegiatan utamanya adalah penanganan anak-anak dengan kesulitan belajar khusus, sebagai salah satu jalan keluar agar anak-anak tersebut memperoleh kesempatan untuk mendapatkan pendidikan yang tepat, sesuai dengan kebutuhannya. 2.14.2
Visi dan Misi
1. Visi: Anak Indonesia yang memiliki kemampuan berfikir kritis, daya nalar, serta pemecahan masalah yang diperlukan untuk berhasil di sekolah dan didalam kehidupan bermasyarakat. 2. Misi a.
Memberikan pendidikan yang tepat untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus.
b.
Meningkatkan
kualitas
pendidikan
anak
Indonesia
yang
membutuhkan pendidikan khusus. c.
Memberikan kesempatan bagi anak dengan kebutuhan khusus. untuk mengembangkan kepribadian dan pengetahuannya melalui program penanganan secara menyeluruh.
110
4.1.3
Struktur Organisasi BADAN PEMBINA
WAKIL KETUA
BADAN PENGAWAS
BADAN PENGURUS
KETUA BADAN PENGAWAS
KETUA UMUM
SEKRETARIS UMUM
BENDAHARA UMUM
Ka. Bagian Pendidikan dan Pengembangan
KETUA 1
Ka. Bagian Pelatihan
SEKRETARIS UMUM
Ka. Bagian Umum
Gambar 2.26 Struktur Organisasi Yayasan Pantara
HUMAS
BAB III METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti dalam penyusunan laporan tugas akhir yang mengangkat tema mengenai Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif untuk Anak Autis dengan Metode Lovaas meliputi dua metode, yaitu metode pengumpulan data dan metode pengembangan aplikasi multimedia.
3.1
Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini diperlukan data-data dan informasi yang lengkap yang
dapat menunjang terciptanya aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan kebenaran materi uraian yang benar dan akurat. Oleh karena itu, sebelum menyusun laporan ini, peneliti melakukan observasi mengumpulkan data dan informasi atau bahan-bahan materi yang sekiranya diperlukan. Metode pengumpulan data yang peneliti gunakan ada 3 (tiga), yaitu studi pustaka, studi lapangan, wawancara dan kuesioner. 3.1.1
Studi Pustaka Peneliti membaca dan mempelajari literatur seperti buku referensi dan jurnal
secara seksama. Adapun buku yang berkaitan dengan Autisme dan Psikologi berjumlah 13 (tigabelas) buah. Buku-buku tentang ―Children with Starving Brains", ―Autism: Explaining the Enigma‖ dan ―Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus— 111
112
Autistik‖. Sedangkan buku yang berkaitan dengan Sistem Multimedia dan Perancangan Sistem Multimedia berjumlah 9 (sembilan) buah, di antaranya tentang ‖Multimedia: Making It Work”, ―Multimedia: Concepts and Practice‖, ―Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing‖ dan ―Multimedia Interaktif Dengan Flash‖. Peneliti juga menggunakan jurnal-jurnal yang berkaitan dengan dunia Autisme dan Multimedia sejumlah 5 (lima) buah. Jurnal-jurnal itu antara lain ―Diagnosis and Epidemiology of Autism Spectrum Disorders‖, Journal Psychiatry vol.48 dan ―Teaching with Multimedia‖, The Internet TESL Journal, Vol. II, No.6. Di samping itu, sebagai tambahan peneliti juga menggunakan skripsi atau tesis yang masih berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Tentatif ada 3 (tiga) buah skripsi atau tesis yang peneliti gunakan, antara lain ―Perancangan Aplikasi Media Pembelajaran Mengenal Huruf, Angka, Warna Dan Cara Menulis Untuk Anak Usia 4-6 Tahun Berbasis Multimedia‖, ―Pengembangan Aplikasi Pembelajaran Berbasiskan Teknologi Video On Demand pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta‖ serta ―Sistem Pendiagnosa Gangguan Autis Pada Anak‖. Selengkapnya dapat dilihat di Daftar Pustaka. 3.1.2
Studi Lapangan Dengan menggunakan metode observasi ini peneliti mengumpulkan data
dengan melakukan pengamatan dan terlibat langsung dalam kegiatan lapangan yang berhubungan dengan studi kasus yang sedang dihadapi, seperti dengan cara bertanya langsung dengan nara sumber yang berkompeten, guna mendapatkan data dan
113
informasi yang lengkap dan dapat dipertanggung-jawabkan keakuratannya. Di samping itu, peneliti juga mengumpulkan gambar dan dokumentasi yang peneliti peroleh dari tempat penelitian, koleksi gambar pribadi dan pencarian dari internet yang sesuai untuk dimasukkan ke dalam penelitian ini. Tempat dan waktu pelaksanaan observasi dilakukan pada: Yayasan Autisma Indonesia dan SD Pantara sejak Oktober 2009 – November 2009. Dan dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan terhadap beberapa hal, yaitu: 1. Proses pembelajaran dan jalannya terapi di SD Yayasan Pantara, Kebayoran Baru – Jakarta Selatan. Peneliti mengamati alur proses terapi dan pembelajaran yang berjalan pada SD Yayasan Pantara dengan melakukan pengamatan langsung ke dalam kelas atau ruang konsultasi, sehingga di dapat metode-metode dan perangkat yang digunakan para pengajar (shadow teacher) dan terapis dalam memberikan terapi dan pelajaran. 2. Fasilitas dan infrastruktur yang dimiliki SD Yayasan Pantara Peneliti melakukan pengamatan tentang fasilitas yang tersedia untuk mendukung proses terapi dan pembelajaran, misalnya ruang kelas, ruang terapi dan kelengkapan-kelengkapan di ruangan-ruangan tersebut. Peneliti juga mengamati infrastruktur yang menunjang proses jalannya terapi serta pembelajaran seperti perangkat terapi dan fasilitas khusus yang lainnya berupa alat-alat gymnasium, perpustakaan dan perangkat alat musik.
114
3. Pengamatan terhadap beberapa aplikasi yang terkait dengan judul penelitian peneliti. Peneliti mengamati beberapa media terapi yang menggunakan metode Lovaas dan berbasiskan multimedia pada sistemnya seperti Kindergarten City, Facial Emotion Vol.1-5, Whizkid Games dan beberapa aplikasi lainnya. Dari aplikasi-aplikasi tersebut, peneliti mengamati arsitektur aplikasi teknologi yang digunakan serta pemanfaatannya dalam pemberian terapi dan pembelajaran bagi anak autis sebagai studi perbandingan untuk penelitian yang peneliti lakukan. 3.1.3
Wawancara Peneliti
mewawancarai
shadow
teacher
atau
terapis
yang
mendampingi anak penderita autis dalam memberikan terapi yang memahami mengenai macam-macam metode terapi yang digunakan untuk anak autis. Wawancara dilakukan pada 13 Oktober 2009 dan 17 Mei 2010 untuk meminta masukan dan saran berkaitan dengan penyusunan materi terapi untuk anak autis yang sesuai dengan kaidah-kaidah dan kurikulum dalam metode Lovaas, mengetahui bagaimana menyusun materi perangkat aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan menggunakan metode Lovaas yang dapat menarik perhatian anak dalam menggunakan perangkat terapi multimedia interaktif dengan metode Lovaas ini. Wawancara dilakukan secara tidak terstruktur. Adapun shadow teacher atau pendamping anak autis yang peneliti wawancarai adalah:
115
1. Nama: A. Sulasmi Sudirdjo Status: Ketua Bidang Pelatihan pada SD Yayasan Pantara 2. Nama: Jetti A. Mucsin Status: Ketua Bidang Pendidikan dan Pengembangan SD Yayasan Pantara Lembar wawancara dan hasilnya dapat dilihat pada Lampiran. 3.1.4
Kuesioner Peneliti menyebarkan angket dalam rangka untuk mengetahui seberapa besar
keefektifitasan aplikasi yang peneliti buat kepada 20 (duapuluh) responden (orang tua dari anak penyandang autis dan terapis atau shadow teacher) yang berperan menjadi pendamping. Lokasinya di SD Yayasan Pantara, Kebayoran Baru-Jakarta Selatan pada tanggal 24 April 2010 Pukul 14:00 WIB, tanggal 17 Juli 2010 pukul 14:00 WIB dan tanggal 19 Februari 2011 Pukul 14:30. Selain itu juga untuk mengetahui apakah perangkat aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas yang peneliti kembangkan memiliki tampilan yang menarik sekaligus bermanfaat sebagai alat terapi yang membantu dalam mengurangi tingkat keparahan autisme seorang anak. Dan dari hasil penelitian tersebut, 93% responden menilai tampilan dari aplikasinya menarik dan mudah digunakan. 88% menilai bahwa Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan metode Lovaas ini memiliki manfaat dalam memberikan alternatif terapi yang efektif bagi penderita Autisme.
116
3.2
Metode Pengembangan Aplikasi Multimedia Untuk pengembangan aplikasi multimedia, peneliti menggunakan metode
pengembangan multimedia menurut Luther (Sutopo, 2003) yang terdiri dari 6 (enam) tahap, yaitu konsep (concept), perancangan (design), pengumpulan bahan (material collecting), pembuatan (assembly), pengujian (testing), distribusi dan implementasi (distribution).
Gambar 3.1 Tahapan Pengembangan Multimedia
Tahap pengembangan aplikasi tersebut akan dijelaskan secara rinci seperti di bawah ini:
117
concept
Fungsionalitas
Identifikasi pengguna
Deskripsi konsep aplikasi
design
Storyboard
Rancangan flowchart
Struktur navigasi
Perancangan diagram transisi
Perancangan interface
Material collecting
Pengumpulan file teks, gambar, audio dan animasi
Assembly
Coding dan penerapan warna, suara dan animasi
Testing
Pengujian
Distribution
Implementasi
Evaluasi
Gambar 3.2 Rincian Tahapan Pengembangan Aplikasi Multimedia
118
3.2.1
Konsep (Concep) Tahap konsep (concept) yaitu tahap peneliti akan menentukan tujuan dari
pembuatan aplikasi, termasuk identifikasi masalah, identifikasi penggunaan, jenis aplikasi (informasi, media pembelajaran, hiburan, pelatihan dan lain-lain). Tujuan dan penguna akhir program berpengaruh pada nuansa multimedia sebagai pencerminan dari identitas organisasi yang menginginkan informasi sampai pada pengguna akhir. Karakteristik pengguna juga perlu dipertimbangkan karena dapat mempengaruhi pembuatan desain. Masalah dalam sistem multimedia adalah kondisi atau situasi yang menyimpang dari sasaran sistem multimedia, bahkan menyimpang dari sasaran organisasi atau perusahaan. Misalnya kinerja mengalami penurunan, informasi tidak efektif, biaya membengkak dan sistem tidak aman. Terdapat tiga pertanyaan kunci yang harus dijawab untuk mendefinisikan masalah, yaitu: 1.
Apa masalah yang harus diselesaikan dengan multimedia ?
2.
Apa penyebabnya ?
3.
Siapa pemakai akhir yang terlibat ?
3.2.2
Perancangan (Design) Perancangan (Design) adalah tahap pembuatan spesifikasi mengenai arsitektur
program, gaya tampilan dan kebutuhan material/bahan untuk program. Spesifikasi dibuat serinci mungkin sehingga pada tahap berikutnya, yaitu material collecting dan assembly, pengambilan keputusan baru tidak diperlukan lagi, cukup menggunakan
119
keputusan yang sudah ditentukan pada tahap ini. Spesifikasi
yang akan dibuat
berdasarkan pada langkah berikut: 1. Perancangan storyboard 2. Perancangan bagan alir (flowchart) 3. Desain arsitektur navigasi 4. Perancangan State Transition Diagram (STD) 5. Perancangan antar-muka pengguna (user interface) 3.2.3
Pengumpulan Bahan (Material Collecting) Material collecting atau pengumpulan bahan adalah tahap pengumpulan
bahan yang sesuai dengan kebutuhan yang dikerjakan. Tahap ini dapat dikerjakan secara paralel dengan tahap assembly. 3.2.4
Pembuatan (Assembly) Tahap assembly adalah tahap pembuatan semua objek atau bahan multimedia.
Pembuatan aplikasi didasarkan pada tahap design, seperti storyboard, bagan alir atau flowchart dan struktur navigasi. Pada tahap ini software yang digunakan untuk membuat aplikasi adalah Adobe Director 11.5, Adobe Photoshop CS3 dan Adobe Flash CS3. 3.2.5
Pengujian (Testing) Tahap pengujian (testing) dilakukan setelah menyelesaikan tahap pembuatan
(assembly) dengan menjalankan aplikasi dan melihatnya apakah ada kesalahan atau tidak. Pengujian ini dilakukan kepada audiens yang menjadi target dari aplikasi/program terapi multimedia interaktif untuk anak autis ini yaitu, terapis, orang
120
tua atau shadow teacher yang mendampingi anak autis dalam menjalankan aplikasi ini. 3.2.6
Distribusi (Distribution) Pada tahap ini akan dilakukan implementasi serta evaluasi terhadap aplikasi
multimedia. Implementasi aplikasi multimedia dipahami sebagai proses yang akan menentukan apakah aplikasi multimedia mampu beroperasi dengan baik dan mengetahui apakah pengguna bisa mandiri dalam pengoperasiannya. Pada tahap ini pula aplikasi akan disimpan dalam suatu media penyimpanan yang memadai. Tahapan ini juga dapat disebut tahap evaluasi untuk pengembangan produk yang sudah jadi supaya menjadi lebih baik. Beberapa tahapan implementasi dan evaluasi yang penulis lakukan adalah: 1. Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang dibutuhkan untuk mengeksekusi aplikasi. 2. Cara pengoperasian program. 3. Menjelaskan hasil tampilan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengembangan aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan metode Lovaas ini didasarkan pada 6 (enam) tahap seperti yang tercantum dalam buku Sutopo (2003) dengan menggunakan perangkat lunak Adobe Director 11.5 ini dan peneliti terlebih dahulu memaparkan sub-bahasan yang masih relevan dengan 6 (tahap) pengembangan aplikasi multimedia. Di
bawah
ini
merupakan
pembahasan
secara
rinci
mengenai
Pengembangan aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan metode Lovaas.
4.1
Analisis Perancangan Sebelum membangun pengembangan aplikasi terapi multimedia untuk
anak autis dengan metode Lovaas ini, peneliti terlebih dahulu melakukan analisa terhadap perancangan yang akan peneliti buat, yaitu antara lain dengan mengidentifikasi masalah, meninjau hasil studi kelayakan dan hasil analisis kebutuhan sistem. 4.1.1 Identifikasi Masalah Pada tahap ini peneliti melakukan analisis atas aplikasi dibuat. Pemecahan masalah yang diusulkan peneliti yaitu: 1. Dari hasil analisis dan pengamatan yang dilakukan peneliti di SD Yayasan Pantara, peneliti menyimpulkan bahwa media terapi yang digunakan 121
122
selama ini hanya menitikberatkan nilai fungsionalnya saja tanpa mempertimbangkan aspek estetika, sehingga seringkali membuat anak penderita autisnya cepat mengalami kebosanan sehingga membuat pendamping, terapis atau shadow teacher harus bekerja ekstra keras untuk mengembalikan mood atau suasana hati si anak. Selain itu, ada juga media terapi yang hanya mengandalkan bahkan memaksakan segi artistik dan estetikannya saja dan mengenyampingkan sisi fungsionalitas dan kemudahan pengoperasian. Maka peneliti memberikan solusi atas persoalan tersebut dengan membuat suatu aplikasi terapi interaktif bagi anak autis yang berbasis multimedia yang memperhatikan aspek fungsionalitas sekaligus aspek artistik dan estetika dengan menggabungkan elemen-elemen multimedia sehingga menghadirkan kemudahan dalam pengoperasian yang diharapkan bisa menjadi sarana yang efektif untuk meringankan atau mengurangi tingkat keparahan Autisme. 2. Tujuan dari aplikasi ini adalah mengembangkan suatu aplikasi terapi multimedia interaktif yang diharapkan dapat membantu meringankan level keparahan autisme yang diderita seorang anak dengan cara yang menghibur sekaligus efektif. 3. Pengembangan aplikasi terapi multimedia interaktif ini diharapkan bisa menjadi alternatif media terapi untuk penanganan Autisme yang mudah digunakan dan bisa menjangkau semua kalangan, terutama dalam hal harga.
123
4. Aplikasi terapi multimedia ini dirancang dengan tampilan layar yang menarik, tujuannya agar user tidak merasa bosan atau jenuh dan mudah digunakan. 4.1.2
Hasil Studi Kelayakan Hal kedua yang peneliti lakukan adalah melakukan studi kelayakan yaitu
mempelajari apakah sistem pengembangan multimedia layak untuk diteruskan atau tidak. Apakah pengembangan sistem multimedia ini layak atau tidak, bergantung pada analisis kelayakan dalam pengembangan rancangan desain komunikasi visual dalam terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan metode Lovaas ini. Faktor-faktor analisis kelayakan dalam pengembangan terapi multimedia interaktif untuk anak autis ini, yaitu: 1.
Teknis Pertanyaan kunci untuk faktor yang pertama (Teknis) ini adalah, dapatkah sistem multimedia yang diterapkan dalam pengembangan rancangan aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis ini diterapkan menggunakan teknologi yang ada? Secara teknis aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis yang dirancang ini dapat diterapkan dengan teknologi yang ada, karena telah memiliki perangkat pendukung PC multimedia.
2. Ekonomi Faktor yang kedua yang patut dipertimbangkan adalah faktor ekonomi, apakah aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis yang dirancang ini dapat menguntungkan secara ekonomi atau tidak. Secara
124
ekonomi, aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis ini memiliki keunggulan secara ekonomis sekaligus menguntungkan, karena dengan adanya aplikasi terapi multimedia interaktif ini, user tidak perlu membeli aplikasi terapi multimedia untuk anak autis buatan luar negeri yang selain harganya tidak murah juga menggunakan bahasa Inggris, sehingga bagi yang tidak menguasai bahasa Inggris mengalami kesulitan dalam mengoperasikannya. 3. Organisasi Faktor ketiga yang menjadi pertimbangan dalam analisis kelayakan ini adalah faktor organisasi, yaitu apakah aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis ini sesuai dengan etika dan aturan yang berlaku atau tidak, sehingga hal ini menjadi pertimbangan dalam penerapannya di organisasi atau lembaga yang menggunakan aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis ini. Dan, setelah dilakukan analisis kelayakan untuk faktor yang ketiga ini, aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis ini dapat diterapkan di lembaga-lembaga pendidikan khusus yang menangani Autisme. 4. Jadwal Pertanyaan kunci untuk faktor yang keempat ini adalah, apakah mungkin sistem multimedia yang dirancang ini tidak memiliki kendala dalam hal waktu? Jawabannya adalah tidak. Karena aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis ini berbentuk CD interaktif, sehingga
125
penjadwalannya sangat fleksibel, sehingga bisa dilakukan kapan saja sesuai dengan keinginan user. 5. Strategik Faktor strategik dalam analisis kelayakan ini yaitu mempertimbangkan dan mempelajari apakah aplikasi terapi multimedia interaktif ini dapat meningkatkan keunggulan bersaing atau tidak. Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak
Autis
yang akan peneliti
rancang dapat
meningkatkan keunggulan bersaing, karena aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis ini sesuai dengan standar kurikulum metode Lovaas, metode terapi Autisme yang mengadopsi desain grafis dan komunikasi visual sebagai materinya. 4.1.3 Hasil Analisis Kebutuhan Sistem Pada tahap analisis kebutuhan sistem ini, peneliti melakukan observasi dan wawancara kepada terapis, shadow teacher di SD Pantara, Kebayoran Baru dan beberapa orang tua atau pendamping anak Autis mengenai terapi yang selama ini diberikan kepada para penyandang Autis, kendala dan kekurangan dari pemberian terapi-terapi tersebut. Setelah mewawancarai ke beberapa pihak yang peneliti anggap berkompeten, peneliti dapat menyimpulkan dan mengasumsi bahwa para terapis, shadow teacher dan pendamping selama ini kerap menemui kendala dalam pengoperasian alat terapi yang menggunakan teknologi komputer sebagai medianya. Kendala tersebut antara lain yaitu, harga piranti lunak terapi Autisme yang mahal, karena sulit didapatkan dan harus dibeli secara langsung di lembaga-
126
lembaga penelitian autisme yang kebanyakan berlokasi di luar negeri. Selain itu, kendala lainnya yaitu pengoperasian yang membingungkan user pemula, karena kebanyakan piranti lunak terapi autisme tersebut terlalu menonjolkan aspek hiburan dan daya tarik estetik saja, tanpa mempertimbangkan kemudahan dalam penggunaan. Memang ada alat terapi Autisme dengan media komputer yang unggul dari segi fungsionalitas, tetapi bagi penyandang Autis justru menimbulkan rasa jenuh dan kebosanan karena dari segi daya tarik visual tidak menarik untuk anak-anak Autis, sehingga memerlukan kerja ekstra bagi terapis dalam memberikan terapi, karena penyandang Autis tersebut lambat dalam menyerap materi-materi terapi. Bertolak dari persoalan tersebut, peneliti mencoba menghadirkan sebuah solusi atas permasalahan yang dihadapi, yaitu dengan dibuatkannya sebuah piranti aplikasi terapi multimedia interaktif yang dikhususkan untuk anak autis dengan mengadopsi ilmu dari desain grafis dan komunikasi visual yang biasa dipakai dalam terapi dengan metode Lovaas dalam bentuk CD interaktif. Sehingga diharapkan dengan pembuatan CD interaktif yang peneliti kembangkan ini, kendala dan permasalahan yang didapati sebelumnya dapat teratasi dengan baik.
4.2
Pengembangan Aplikasi Multimedia Untuk pengembangan aplikasi multimedia, peneliti telah melakukannya
berdasarkan 6 (enam) tahap pengembangan multimedia menurut Luther (Sutopo, 2003), yaitu:
127
4.2.1 Konsep (Concept) Perancangan aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan Metode Lovaas ini menggunakan manfaat teknologi multimedia. Dengan mengimplementasikan multimedia sebagai salah satu alat terapi dalam penanganan autisme dapat membantu proses terapi dan pembelajaran bagi anak autis itu sendiri tanpa harus selalu mengandalkan terapis atau shadow teacher karena fleksibilitas waktu belajar yang sesuai dengan keinginan. Secara garis besar deskripsi konsep aplikasi dijelaskan sebagai berikut:
Tabel 4.1 Deskripsi Konsep Aplikasi Judul
: Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan metode Lovaas.
Jenis Aplikasi
: Terapi multimedia interaktif.
Audiensi
: Anak autis dan para pendampingnya, yaitu terapis, shadow teacher, orang tua atau siapa saja yang mendampingi anak autis menggunakan aplikasi ini.
Gambar
: Menggunakan file berformat JPG, PNG, PSD baik dibuat sendiri dengan menggunakan Adobe Photoshop CS3 maupun yang didapat dari internet.
Audio
: Menggunakan file MP3, WAV dan OGG yang dibuat sendiri menggunakan SoundForge atau didapat dari internet.
128
Animasi
: Animasi pada teks dan gambar dibuat oleh peneliti menggunakan software Adobe Flash CS3 dan Adobe Director 11.5.
Video
: Peneliti menggunakan koleksi video yang diperoleh dari internet dengan format FLV, MPEG dan AVI.
Interaktif
: Menggunakan link-link yang terhubung satu sama lain, berupa gambar, teks, dan pemanfaatan media suara berupa sound effect atau musik.
4.2.2 Perancangan (Design) Pada tahap ini peneliti melakukan perancangan aplikasi berupa perancangan flowchart, storyboard, desain struktur navigasi berupa hirarki menu, perancangan diagram transisi atau State Transition Diagram (STD) dan perancangan antar-muka pengguna (user interface).
A. Perancangan Flowchart Berikut peneliti tampilkan flowchart dari aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis yang peneliti buat. Keterangan Flowchart: A B C D E F G H I
: Halaman Intro : Halaman Utama : Halaman Informasi : Halaman Terapi Musik : Halaman Cetak : Halaman Pemula : Halaman Lanjutan : Halaman EXIT : Games Mengenal Ekspresi
129
J K L M N O P Q
: Games Padanan Betuk : Games Puzzle (Pemula) : Games Padanan Gambar : Games Puzzle (Lanjutan) : Games Konsentrasi : Games Mengenal Gambar dan Bentuk : Games Mewarnai : Games Mengenal Emosi Wajah
130
Gambar 4.1 Flowchart Terapi untuk Anak Autis Berbasis Multimedia Interaktif
131
Penjelasan flowchart: Flowchart ini menggambarkan secara umum alur dari aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis. Bila aplikasi dijalankan, yang pertama akan menampilkan layar intro, kemudian layar menu utama. Pada layar menu utama ini terdapat beberapa pilihan menu, yang apabila memilih salah satu dari menu-menu utama tersebut maka akan tampil layar menu materi. Pada layar menu materi terdapat pilihan-pilihan materi yang apabila dipilih salah satu pilihan materi tersebut maka akan tampil layar materi. Pada setiap layar terdapat tombol kembali untuk kembali ke layar yang sebelumnya dan juga tombol keluar yang disediakan untuk keluar dari program aplikasi.
A
Tidak Tampilkan Layar Intro
Klik START
Ya
B
Gambar 4.2 Flowchart Intro
Penjelasan flowchart: Flowchart di atas menjelaskan bahwa pada halaman Intro terdapat tombol START yang apabila di-klik maka akan berpindah ke halaman utama (HOME).
132
B
Tampilkan Halaman Utama
Klik Tombol „Informasi‟
Ya
C
Ya
D
Tidak
Klik Tombol „Terapi Musik‟
Tidak
Klik Tombol „Hal. Cetak‟
E
Tidak Tidak Klik Menu „Hal. Pemula‟
F
Tidak
Klik Menu „Hal. Lanjutan‟
G
Tidak
Klik Tombol „EXIT‟
H
Gambar 4.3 Flowchart Halaman Utama (HOME)
Penjelasan flowchart: Flowchart „Halaman Utama‟ di atas ini terdiri dari 6 (enam) proses. Tterdapat tombol „Informasi‟ yang jika di-klik akan berpindah ke Halaman
133
Informasi, tombol „Terapi Musik‟ yang jika di-klik akan berpindah ke Halaman Terapi Musik, dan tombol „Cetak‟ yang jika di-klik akan berpindah ke Halaman Cetak. Di Halaman Utama ini juga tersedia menu „Pemula‟ dan menu „Lanjutan‟ yang apabila di-klik maka akan menuju Halaman Pemula dan Halaman Lanjutan. Proses terakhir adalah tombol EXIT yang jika dipilih maka akan berpindah ke Halaman EXIT.
134
C
Tampilkan Halaman Informasi
Klik Tombol „Terapi Musik‟
Ya
D
Ya
E
Tidak
Klik Tombol „Hal. Cetak‟
Tidak
Klik Tombol „Hal. Utama‟
Ya
B
Tidak
Klik Menu „Autisme‟
Ya
Menampilkan informasi seputar Autisme
Tidak Tidak Klik Menu „Y.A.I‟
Ya
Menampilkan informasi seputar Y.A.I
Ya
Menampilkan informasi seputar Yayasan Pantara
Ya
Menampilkan informasi mengenai aplikasi Cleverland
Tidak
Klik Menu „Yayasan Pantara‟
Tidak
Klik Menu „Cleverland‟
Tidak
Klik Tombol „EXIT‟
Ya
H
Gambar 4.4 Flowchart Halaman Informasi
135
Penjelasan flowchart: Flowchart untuk „Halaman Informasi‟ ini terdapat 5 (lima) proses, yaitu kembali ke „Halaman Utama‟, menuju ke „Halaman Terapi Musik‟ dan „Cetak‟. Lalu ada juga proses memilih menu informasi yang disediakan, yang apabila diklik tombolnya masing-masing akan ditampilkan informasi yang dipilih tersebut di sebelah kanan layar. Dan proses yang terakhir adalah menju ke Halaman EXIT.
136
D
Tampilkan Halaman Terapi Musik
Klik Tombol „Hal. Cetak‟
Ya
E
Ya
B
Tidak
Klik Tombol „Hal. Utama‟
Tidak
Klik Tombol „Hal. Informasi‟
Ya
C
Tidak
Tidak
Klik Tombol Daftar Lagu
Ya
Memainkan musik
Ya
Mengoperasikan fungsi pemutar musik
Tidak
Pilih Tombol Operasional
Tidak
Klik Tombol „EXIT‟
Ya
H
Gambar 4.5 Flowchart Halaman Terapi Musik
137
Penjelasan flowchart: Pada flowchart „Halaman Terapi Musik‟ ini terdiri dari 5 (lima) proses, yaitu proses untuk kembali „Halaman Utama‟ dan „Halaman Informasi‟, proses menuju ke „Halaman Cetak‟, proses mengatur dan memainkan musik dan juga proses menuju ke „Halaman Exit‟.
138
E
Tampilkan Halaman Cetak
Klik Tombol „Hal. Utama‟
Ya
B
Ya
C
Tidak
Klik Tombol „Hal. Informasi‟
Tidak
Klik Tombol „Hal. Terapi Musik‟
Ya
D
Tidak
Pilih Menu „P.E.C Card‟
Ya
Muncul halaman baru yang menampilkan materi P.E.C Card
Ya
Muncul halaman baru yang menampilkan materi Games
Ya
Muncul halaman baru yang menampilkan materi Alfabet
Ya
Muncul halaman baru yang menampilkan materi Tentang
Ya
Muncul halaman baru yang menampilkan materi Panduan
Tidak
Plih Menu „Games‟
Tidak
Plih Menu „Alfabet‟
Tidak
Plih Menu „Tentang‟
Tidak
Plih Menu „Panduan‟
Tidak
Klik Tombol „EXIT‟
Ya
H
Gambar 4.6 Flowchart Halaman Cetak
Tidak
139
Penjelasan flowchart: Flowchart untuk „Halaman Cetak‟ ini terdapat 5 (lima) proses, yaitu kembali ke „Halaman Utama‟, menuju ke „Halaman Terapi Musik‟ dan „Halaman Informasi‟. Lalu ada juga proses memilih materi-materi yang disediakan, yang apabila di-klik tombolnya masing-masing akan tampil jendela baru yang berisi materi-materi berdasarkan kategorinya dan selanjutnya kemudia bisa dicetak. Dan proses yang terakhir adalah menju ke Halaman EXIT.
140
F
Tampilkan Halaman Pemula
Klik Tombol „Games Mengenal Ekspresi‟
Ya
I
Ya
J
Ya
K
Tidak
Klik Tombol „Games Padanan Bentuk‟
Tidak
Klik Tombol „Games Puzzle‟
Tidak Tidak
Klik Tombol „Games Padanan Gambar‟
Ya
L
Ya
B
Tidak
Klik Tombol „HOME‟
Tidak
Klik Tombol „EXIT‟
Ya
H
Gambar 4.7 Flowchart Halaman Pemula
141
Penjelasan flowchart: Pada flowchart „Halaman Pemula‟ ini terdapat 6 (enam) proses, yakni untuk membuka halaman-halaman games simulasi dengan menge-klik salah satu tombol pilihannya. Ada 4 (empat) kategori pilihan simulasi permainan yang biasa dipilih dan jika di-klik akan muncul jendela baru berisi games yang dipilih. Dan juga tersedia proses untuk menuju ke Halaman Utama (HOME) dan Halaman EXIT.
142
G
Tampilkan Halaman Lanjutan
Klik Tombol „Games Puzzle‟
Ya
M
Ya
N
Ya
O
Ya
P
Tidak
Klik Tombol „Games Konsentrasi‟
Tidak
Klik Tombol „Games Mengenal Gambar dan Bentuk‟
Tidak Tidak Klik Tombol „Games Mewarnai‟
Tidak
Klik Tombol „Games Mengenal Emosi Wajah‟
Ya
Q
Tidak
Klik Tombol „HOME‟
Ya
B
Tidak
Klik Tombol „EXIT‟
Ya
H
Gambar 4.8 Flowchart Halaman Lanjutan
143
Penjelasan Flowchart: Pada flowchart „Halaman Lanjutan‟ ini terdapat 7 (tujuh) proses, yakni untuk membuka halaman-halaman games simulasi dengan menge-klik salah satu tombol pilihannya. Ada 5 (lima) kategori pilihan simulasi permainan yang biasa dipilih dan jika di-klik akan muncul jendela baru berisi games yang dipilih. Dan juga tersedia proses untuk menuju ke Halaman Utama (HOME) dan Halaman EXIT.
H
Tampilkan Halaman EXIT
Klik Pilihan „YES
Ya
Keluar
Tidak
Tidak
Klik Pilihan „NO‟
Ya
B
Gambar 4.9 Flowchart Halaman EXIT
Penjelasan flowchart: Flowchart „Halaman EXIT‟ terdiri dari 1 (satu) proses saja, yaitu jika klik „YES‟ maka keluar dari aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis
144
Dengan Metode Lovaas (Cleverland) dan apabila klik „NO‟ maka akan kembali ke „Halaman Utama (HOME)‟.
B. Merancang Storyboard Storyboard aplikasi terapi aplikasi multimedia interaktif untuk anak autis yang peneliti buat ini berukuran 640 x 480 pixel. Storyboard aplikasi terapi multimedia interaktif ini terdiri dari: 1. Storyboard Layar Intro Storyboard Layar Intro Project
: Pengembangan Rancangan Desain Komunikasi Visual Dalam Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Modul : Intro Frame No : 1 Gambar : clip art Audio : backsound, sound effect tombol Navigasi Next : Tombol START Back : Tombol (X) Keluar
LOGO Teks ‘Welcome to Cleverland’ START
Gambar 4.10 Storyboard Layar Intro
145
2. Storyboard Layar Menu Utama
Storyboard Layar Menu Utama (Home) Project
: Pengembangan Rancangan Desain Komunikasi Visual Dalam Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Modul : Menu Utama Frame No : 2 Gambar : clip art, cartoon Audio : backsound, sound effect tombol Navigasi Next : Tombol-tombol sub-menu (2,3,4, Pemula dan Lanjutan) Back : Tombol (X) Keluar
X
LOGO
PEMULA
LANJUTAN
1 2 3 4
Gambar 4.11 Storyboard Layar Menu Utama (Home) 3. Storyboard Layar Sub Menu 1 (Sub-menu Informasi)
Storyboard Layar Sub-menu Informasi Project
: Pengembangan Rancangan Desain Komunikasi Visual Dalam Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Modul : Sub-menu Informasi Frame No : 3 Gambar : clip art Audio : backsound, sound effect tombol Navigasi Next : Tombol Submenu(2, 3, 4, A , B, C, D) Back : Tombol (1) dan/atau (X) Keluar
X
INFORMASI
A B C D
1
2
LOGO
3
4
Gambar 4.12 Storyboard Sub-menu Informasi
146
4. Storyboard Layar Sub-menu 2 (Sub-menu Musik)
Storyboard Layar Sub-menu Musik Project
: Pengembangan Rancangan Desain Komunikasi Visual Dalam Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Modul : Sub-menu Cetak Frame No : 4 Gambar : clip art Audio : backsound, sound effect tombol Navigasi Next : Tombol Submenu(2, 3, 4) dan tombol kontrol music player Back : Tombol (X) Keluar
X
LOGO
MUSIC THERAPY
LIST LAGU
EQUALIZER VOLUME
1
2
3
4
Gambar 4.13 Storyboard Sub-menu Musik 5. Storyboard Layar Sub-menu 3 (Sub-menu Cetak) Storyboard Layar Sub-menu Cetak Project
: Pengembangan Rancangan Desain Komunikasi Visual Dalam Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Modul : Sub-menu Cetak Frame No : 5 Gambar : clip art Audio : backsound, sound effect tombol Navigasi Next : Tombol PEC Card, Games, Tentang, Panduan Back : Tombol (X) Keluar
LOGO PEC CARD
GAMES
TENTANG
PANDUAN
CETAK
1
2
3
4
Gambar 4.14 Storyboard Sub-menu Cetak
147
6. Storyboard Layar Materi Terapi Bagi Pemula Storyboard Layar Terapi Bagi Pemula Project
: Pengembangan Rancangan Desain Komunikasi Visual Dalam Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Modul : Sub-menu Cetak Frame No : 4 Gambar : clip art Audio : backsound, sound effect tombol Navigasi Next : Tombol Game1, Game2, Game 3, Game4 Back : Tombol (X) Keluar, EXIT
X LAYAR KETERANGAN
LOGO PEMULA
GAME 2 GAME 1
GAME 3 GAME 4
EXIT
Gambar 4.15 Storyboard Terapi Bagi Pemula 7. Storyboard Layar Materi Terapi Bagi Lanjutan Storyboard Layar Terapi Bagi Pemula 2
Project
: Pengembangan Rancangan Desain Komunikasi Visual Dalam Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Modul : Sub-menu Cetak Frame No : 4 Gambar : clip art Audio : backsound, sound effect tombol Navigasi Next : Tombol START Back : Tombol (X) Keluar
X
PEMULA
LOGO
LAYAR KETERANGAN
GAME1 GAME2 GAME3 GAME4 GAME5
HOME
Gambar 4.16 Storyboard Terapi Bagi Lanjutan
EXIT
148
8. Storyboard Layar Exit (X) Storyboard Layar Exit Project
: Pengembangan Rancangan Desain Komunikasi Visual Dalam Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Modul : Intro Frame No : 1 Gambar : clip art Audio : backsound, sound effect tombol Navigasi Next : Tombol START Back : Tombol (X) Keluar
Are You Sure Want to EXIT?
YES
YES
Gambar 4.17 Storyboard Layar Keluar (Exit)
NO
149
C. Struktur Navigasi Hirarki Menu Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas.
TAMPILAN LAYAR INTRO
TAMPILAN MENU UTAMA (HOME)
HALAMAN INFORMASI
HALAMAN TERAPI MUSIK
HALAMAN CETAK
INFORMASI AUTISME
AUTISME
MUSIK
PILIHAN LAGU (PLAYLIST)
CETAK P.E.C CARD
P.E.C CARD
INFORMASI Y.A.I
Y.A.I
MENGATUR MUSIK
OPERASIONAL MUSIC PLAYER
CETAK GAMES THERAPY
GAMES THERAPY
INFORMASI PANTARA
YAYASAN PANTARA
VOLUME DAN BALANCE SUARA
PENGATURAN SUARA
CETAK PANDUAN
PANDUAN
INFORMASI CLEVERLAND
CLEVERLAND
CETAK TENTANG
TENTANG
HALAMAN GAMES LANJUTAN
HALAMAN GAMES PEMULA MENGENAL ARAH
EKSPRESI 1 MENGENAL EKSPRESI EKSPRESI 2
PADANAN BENTUK
GAMES KONSENTRASI SAVE THE BUNNY
MENGENAL BENTUK
PADANAN BENTUK 1
PADANAN BENTUK 2
GAMES MENGENAL GAMBAR DAN BENTUK
PUZZLE 1
PUZZLE 1 PUZZLE 2
GAMES PUZZLE
PUZZLE 2
GAMES PUZZLE
PUZZLE 3
PUZZLE 3 PADANAN GAMBAR
MENGENAL BENDA EMOTIONAL RECOGNITION 1
GAMES MENGENAL EMOSI WAJAH EMOTIONAL RECOGNITION 2
Gambar 4.18 Struktur Menu Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas
150
Struktur
menu
merupakan
gambaran
urutan-urutan
menu
pada
pengembangan aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas. Di dalam aplikasi terapi ini terdapat tombol-tombol menu pilihan, yaitu menu Utama, menu Pemula, menu Lanjutan, menu Informasi, menu Cetak, dan menu Musik. 1. Menu Utama, terdiri dari menu-menu pilihan utama, yaitu menu Pemula, menu Lanjutan, menu Informasi, menu Cetak dan menu Musik. 2. Menu Pemula, terdiri dari 4 (empat) sub-menu pilihan simulasi permainan terapi bagi tingkatan Pemula, yaitu Padanan Gambar, Padangan Bentuk, Memori dan Puzzle. 3. Menu Lanjutan, terdiri dari 5 (lima) sub-menu pilihan terapi bagi tingkatan Lanjutan, yaitu Padanan, Memori, Puzzle, Facial Recognition dan Simulasi Konsentrasi. 4. Menu Informasi, terdiri dari 4 (empat) sub-menu sajian informasi, yaitu informasi mengenai Autisme, Y.A.I (Yayasan Autisma Indonesia), Yayasan Pantara dan Cleverland. 5. Menu Cetak, terdiri 4 (empat) sub-menu pilihan yang printable (dapat dicetak) yaitu P.E.C Card, Games Therapy, Panduan dan Tentang. 6. Menu Musik, terdiri dua sub-menu yaitu List Lagu dan Menu kontrol musik. 7. Menu Exit (X), merupakan pilihan untuk keluar dari aplikasi dengan menampilkan pertanyaan yang mengkonfirmasi apakah user benar-benar ingin keluar dari aplikasi atau tidak. Ada dua pilihan yaitu Yes dan No.
151
Kalau menge-klik tombol Yes maka user akan langsung meninggalkan aplikasi dan aplikasi segera tertutup. Namun bila memilih No, maka user dikembalikan ke halaman Intro.
D. Aplikasi STD (State Transition Diagram) STD adalah sebuah model tingkah laku yang bertumpu pada definisi dari serangkaian keadaan sistem. 1. STD Layar Intro Klik Icon Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas
SISTEM OPERASI
Tampilan Layar Intro
LAYAR INTRO
Klik “Start”
LAYAR MENU UTAMA (HOME)
Tampilan Layar Menu Utama (HOME)
Keluar dari Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas KELUAR Klik “Keluar” (X)
Gambar 4.19 STD Layar Intro
Penjelasan STD Layar Intro: Pada STD layar intro ini dimulai dengan mengeklik icon aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan metode Lovaas (aplikasi cleverland.exe). Maka selanjutnya akan muncul layar intro yang terdapat tombol
152
“Start” untuk masuk ke halaman menu utama (Home) dan tombol “Exit” (X) untuk keluar dari program aplikasi. 2. STD Layar Menu Utama (HOME) Klik Icon “Informasi” MENU INFORMASI Tampilkan layar Menu Informasi
Klik Icon “Cetak” MENU CETAK Tampilkan Layar Menu Cetak
Klik “Exit” (X)
Klik Icon “Musik” MENU UTAMA
MENU MUSIK
KELUAR
Tampilkan Layar Menu Musik
Klik Menu “Pemula” MENU PEMULA Tampilkan Layar Menu Terapi Bagi Tingkat Pemula
Keluar dari Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif untuk Anak Autis Dengan Medote Lovaas
Klik Menu “Lanjutan” MENU LANJUTAN Tampilkan Layar Menu Terapi Bagi Tingkat Lanjutan
Klik “Exit” (X)
Gambar 4.20 STD Layar Menu Utama (HOME)
Penjelasan STD layar Menu Utama (home): Pada layar Menu Utama terdapat tombol-tombol menu pilihan yaitu menu Informasi, Cetak, Musik, Games Pemula dan Lanjutan. Pada tiap-tiap menu tersebut terdapat sub-menu, seperti apabila mengeklik tombol menu Informasi,
153
maka akan tampil layar sub-menu Informasi yaitu sub-menu Autisme, sub-menu Yayasan Autisma Indonesia, sub-menu Yayasan Pantara dan sub-menu mengenai Cleverland (aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan metode Lovaas). 3. STD Layar Menu Informasi
Gambar 4.21 STD Layar Menu Informasi
Penjelasan STD layar Menu Informasi: Layar menu Informasi ini akan tampil apabila tombol Informasi pada layar menu Utama (Home) diklik. Pada layar menu Informasi terdapat 4 (empat) sub-menu pilihan Informasi yang bisa diklik yaitu informasi Autisme, Yayasan Autisma Indonesia, Yayasan Pantara dan Cleverland. Pada layar menu Informasi dan submenu Informasi ini terdapat juga tombol Menu Utama (Home) untuk kembali ke
154
layar menu Utama (Home) dan juga tombol Exit (X) untuk keluar dari program aplikasi. 4. STD Layar Informasi
MENU “INFORMASI”
Klik Ikon “Informasi” Tampilkan Layar Menu “INFORMASI”
Sub-menu “Informasi Autisme” Klik Sub-menu Y.A.I
Klik Sub-menu Autisme Sub-menu “Informasi Y.A.I”
Klik Sub-menu Yayasan Pantara
Klik Sub-menu CLEVERLAND
Klik Sub-menu Yayasan Pantara
Klik Sub-menu CLEVERLAND
Klik Sub-menu Autisme
Klik Sub-menu Y.A.I
Klik Sub-menu Autisme Klik Sub-menu Y.A.I
Sub-menu “Informasi Yayasan Pantara” Klik Sub-menu CLEVERLAND
Klik Sub-menu Yayasan Pantara Sub-menu “Informasi CLEVERLAND”
Gambar 4.22 STD Layar Informasi
Penjelasan STD Layar Informasi: Layar Informasi akan muncul apabila tombol Informasi diklik. Setelah itu, akan tampil beberapa sub-menu yang terdapat pada halaman Informasi ini, yaitu submenu Informasi Autisme, sub-menu Informasi Y.A.I, sub-menu Informasi Yayasan Pantara dan sub-menu Informasi Cleverland. Masing-masing sub-menu tersebut, apabila diklik maka akan tampil tepat di sebelahnya informasi-informasi yang dimaksud. Dan halaman Informasi ini memberikan kemudahan untuk berpindah dari satu sub-menu Informasi ke sub-menu Informasi yang lainnya.
155
5. STD Layar Sub-menu Informasi Autisme
Klik “Exit” (X)
MENU INFORMASI
Klik Sub-menu Autisme Tampilkan Layar Menu INFORMASI
KELUAR Tampilkan Layar Submenu Informasi AUTISME
Keluar dari aplikasi Terapi Multimedia Interaktif untuk anak Autis dengan metode Lovaas
Klik Ikon Menu INFORMASI
Sub-menu Informasi AUTISME
Klik “Exit” (X)
Gambar 4.23 STD Layar Sub-menu Informasi Autisme Penjelasan STD Layar Sub-menu Informasi Autisme: Dari halaman Informasi, lalu memilih sub-menu Informasi Autisme, maka tampillah Informasi yang berkaitan mengenai Autisme pada halaman tersebut. 6. STD Layar Sub-menu Informasi Y.A.I
Klik “Exit” (X)
MENU INFORMASI
Klik Sub-menu Y.A.I
Tampilkan Layar Menu INFORMASI
KELUAR
Keluar dari aplikasi Terapi Multimedia Interaktif untuk anak Autis dengan metode Lovaas
Tampilkan Layar Submenu Informasi Y.A.I
Klik “Exit” (X)
Klik Ikon Menu INFORMASI
Sub-menu Informasi YAYASAN AUTISMA INDONESIA
Gambar 4.24 STD Sub-menu Informasi Yayasan Autisma Indonesia (Y.A.I)
156
Penjelasan STD Sub-menu Informasi Yayasan Autisma Indonesia: Dari halaman Informasi, lalu memilih sub-menu Informasi Yayasan Autisma Indonesia (Y.A.I), maka tampillah Informasi yang berkaitan mengenai Yaysan Autisma Indonesia pada halaman tersebut. 7. STD Layar Sub-menu Informasi Yayasan Pantara
Klik “Exit” (X)
MENU INFORMASI
Klik Sub-menu PANTARA Tampilkan Layar Menu INFORMASI
KELUAR
Keluar dari aplikasi Terapi Multimedia Interaktif untuk anak Autis dengan metode Lovaas
Tampilkan Layar Submenu Informasi Yayasan Pantara
Klik “Exit” (X)
Klik Ikon Menu INFORMASI
Sub-menu Informasi YAYASAN PANTARA
Gambar 4.25 STD Layar Sub-menu Informasi Yayasan Pantara
Penjelasan STD Layar Sub-menu Informasi Yayasan Pantara: Dari halaman Informasi, lalu memilih sub-menu Informasi Yayasan Pantara, maka tampillah Informasi yang berkaitan mengenai Yayasan Pantara pada halaman tersebut.
157
8. STD Layar Sub-menu CLEVERLAND
Klik “Exit” (X)
MENU INFORMASI
Klik Sub-menu Tampilkan Layar Menu CLEVERLAND INFORMASI
KELUAR Tampilkan Layar Submenu Informasi CLEVERLAND
Keluar dari aplikasi Terapi Multimedia Interaktif untuk anak Autis dengan metode Lovaas
Klik “Exit” (X)
Klik Ikon Menu INFORMASI
Sub-menu Informasi CLEVERLAND
Gambar 4.26 STD Layar Sub-menu Informasi CLEVERLAND Penjelasan STD Sub-menu Informasi CLEVERLAND: Dari halaman Informasi, lalu memilih sub-menu Informasi Yayasan Pantara, maka tampillah Informasi yang berkaitan mengenai Yayasan Pantara pada halaman tersebut. 9. STD Layar Menu Cetak
Gambar 4.27 STD Layar Menu Cetak
158
Penjelasan STD layar Menu Cetak: Layar menu Cetak ini akan tampil apabila tombol Cetak pada layar menu Utama (Home) diklik. Pada layar menu Cetak terdapat 4 (empat) sub-menu pilihan Cetak yang bisa diklik yaitu P.E.C Card, Games Therapy, Panduan dan Tentang. Pada layar menu Informasi dan sub-menu Informasi ini terdapat juga tombol Menu Utama (Home) untuk kembali ke layar menu Utama (Home) dan juga tombol Exit (X) untuk keluar dari program aplikasi. 10. STD Layar Cetak
Gambar 4.28 STD Layar Cetak
159
Penjelasan STD Layar Cetak: Layar Cetak akan muncul apabila tombol Cetak diklik. Setelah itu, akan tampil beberapa sub-menu yang terdapat pada halaman Cetak ini, yaitu sub-menu P.E.C Card, sub-menu Games Therapy, sub-menu Panduan dan sub-menu Tentang. Masing-masing sub-menu tersebut, apabila diklik maka akan tampil tepat di sebelahnya informasi-informasi yang dimaksud dan akan dimunculkan tombol Print untuk mencetak informasi yang keluar dari sub-sub menu tersebut. Dan halaman Cetak ini memberikan kemudahan untuk berpindah dari satu sub-menu Cetak ke sub-menu Cetak yang lainnya. 11. STD Layar Sub-menu Cetak P.E.C Card
Klik “Exit” (X)
MENU CETAK
Klik Sub-menu Cetak Tampilkan Layar P.E.C CARD MENU CETAK Keluar dari Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas Tampilkan Layar Sub-menu Cetak P.E.C CARD
KELUAR
Klik “Exit” (X)
Klik MENU CETAK
Sub-menu Cetak P.E.C CARD
Klik “PRINT” Mencetak P.E.C CARD
PRINT
Gambar 4.29 STD Layar Sub-menu P.E.C Card
Penjelasan STD Layar Sub-menu P.E.C Card: Layar Sub-menu Cetak P.E.C Card akan muncul ketika tombol ikon Cetak diklik. Setelah itu akan ada pilihan Print, untuk mencetak P.E.C Card. Ada juga tombol
160
pilihan Exit (X) untuk keluar dan tombol Menu Cetak, untuk kembali ke halaman Menu Cetak. 12. STD Layar Sub-menu Cetak Games Therapy MENU CETAK
Klik “Exit” (X)
Klik Sub-menu Cetak GAMES THERAPY
Tampilkan Layar MENU CETAK
Keluar dari Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas Tampilkan Layar Sub-menu Cetak GAMES THERAPY
KELUAR
Klik “Exit” (X)
Klik MENU CETAK
Sub-menu Cetak GAMES THERAPY
Klik “PRINT”
Mencetak GAMES THERAPY
PRINT
Gambar 4.30 STD Layar Sub-menu Games Therapy
Penjelasan STD Layar Sub-menu Games Therapy: Layar Sub-menu Cetak Games Therapy akan muncul ketika tombol ikon Cetak diklik. Setelah itu akan ada pilihan Print, untuk mencetak Games Therapy. Ada juga tombol pilihan Exit (X) untuk keluar dan tombol Menu Cetak, untuk kembali ke halaman Menu Cetak.
161
13. STD Layar Sub-menu Cetak Panduan
Klik “Exit” (X)
MENU CETAK
Klik Sub-menu Cetak PANDUAN
Tampilkan Layar MENU CETAK
Keluar dari Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas Tampilkan Layar Sub-menu Cetak PANDUAN
KELUAR
Klik “Exit” (X)
Klik MENU CETAK
Sub-menu Cetak PANDUAN
Klik “PRINT”
Mencetak PANDUAN
PRINT
Gambar 4.31 STD Layar Sub-menu Panduan Penjelasan STD Layar Sub-menu Panduan: Layar Sub-menu Cetak Panduan akan muncul ketika tombol ikon Cetak diklik. Setelah itu akan ada pilihan Print, untuk mencetak Panduan. Ada juga tombol pilihan Exit (X) untuk keluar dan tombol Menu Cetak, untuk kembali ke halaman Menu Cetak. 14. STD Layar Sub-menu Cetak Tentang Cleverland
Gambar 4.32 STD Layar Sub-menu Tentang Aplikasi Cleverland
162
Penjelasan STD Layar Sub-menu Tentang Aplikasi Cleverland: Layar Sub-menu Cetak Tentang akan muncul ketika tombol ikon Cetak diklik. Setelah itu akan ada pilihan Print, untuk mencetak Tentang. Ada juga tombol pilihan Exit (X) untuk keluar dan tombol Menu Cetak, untuk kembali ke halaman Menu Cetak. 15. STD Layar Menu Terapi Musik
Gambar 4.33 STD Layar Terapi Musik Penjelasan STD Layar Terapi Musik: Layar Terapi Musik akan muncul apabila tombol Terapi Musik diklik. Setelah itu, akan tampil beberapa tombol pengaturan alat pemutar musik dan pilihan-pilihan lagu yang terdapat pada halaman Terapi Musik ini, yaitu Tombol-tombol Operasional seperti (Play, Stop, Pause, Reverse, Rewind, dan lain-lain), Pilihan lagu-lagu atau Playlist yang sudah dipersiapkan, dan Pengaturan Volume serta
163
Pengaturan Keseimbangan Suara. Masing-masing tombol-tombol tersebut, apabila diklik maka akan berjalan sesuai dengan fungsinya masing-masing. 16. STD Layar Menu Games Pemula
Gambar 4.34 STD Layar Menu Games Pemula Penjelasan STD layar Menu Games Pemula: Layar menu Games Pemula ini akan tampil apabila tombol Games Pemula pada layar menu Utama (Home) diklik. Pada layar menu Games Pemula terdapat 4 (empat) sub-menu pilihan Games Pemula, yaitu games-games latihan dasar yang
164
bisa diklik yaitu Games Mengenal Ekspresi, Games Mengenal Bentuk, Games Puzzle dan Games Mengenal Benda. Apabila masing-masing sub-menu games tersebut diklik, maka akan tampil halaman pilihan berikutnya yag meminta user untuk memilih dan menentukan sendiri pilihan games dari kategori yang diklik itu. Dan ketika salah satu games yang disedikan itu dipilih (diklik) muncullah jendela baru, yang mana jendela baru itu adalah games yang siap untuk dijalankan. Pada halaman Games Pemula ini juga terdapat tombol Exit (X) untuk keluar dari program aplikasi. 17. STD Layar Menu Games Lanjutan
Gambar 4.35 STD Layar Menu Games Lanjutan
165
Penjelasan STD layar Menu Games Lanjutan: Layar menu Games Lanjutan ini akan tampil apabila tombol Games Lanjutan pada layar menu Utama (Home) diklik. Pada layar menu Games Lanjutan terdapat 4 (empat) sub-menu pilihan Games Lanjutan, yaitu gamesgames latihan dasar yang sedikit lebih rumit dibandingkan games yang terdapat pada Games Pemula. Pilihan-pilihan games tingkat lanjut ini yaitu Games Konsentrasi, Games Mengenal Bentuk, Games Puzzle dan Games Mewarnai, Games Mengenal Ekspresi Wajah. Apabila masing-masing sub-menu games tersebut diklik, maka akan tampil halaman pilihan berikutnya yag meminta user untuk memilih dan menentukan sendiri pilihan games dari kategori yang diklik itu. Dan ketika salah satu games yang disedikan itu dipilih (diklik) muncullah jendela baru, yang mana jendela baru itu adalah games yang siap untuk dijalankan. Pada halaman Games Lanjutan ini juga terdapat tombol Exit (X) untuk keluar dari program aplikasi.
E. Merancang Antar-Pemuka Pemakai (User Interface) Pada rancangan layar aplikasi ini ditampilkan dari tiap-tiap halaman materi yang ada pada aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan metode Lovaas ini.
166
1. Rancangan Layar Intro
Gambar 4.36 Rancangan Layar Intro
Pada rancangan layar Intro ini peneliti membuat layar dengan ukuran 640x480 pixel dengan latar belakang warna putih (#FFFFFF) dengan menempatkan gambar kartun clip art untuk mengisi latar belakang tersebut. Peneliti juga meletakkan nama aplikasi yang peneliti buat beserta logonya. Untuk tulisan „WELCOME TO‟ peneliti menggunakan jenis huruf Dingle Berries dengan ukuran 57pt berwarna-warni dan untuk teks tombol START dengan spesifikasi Font Black Boys on Mopeds dengan ukuran 57pt berwarna-warni.
167
2. Rancangan Layar Halaman Utama
Gambar 4.37 Rancangan Layar Halaman Utama
Pada rancangan layar Halaman Utama ini peneliti membuat layar dengan ukuran 640x480 pixel dengan latar belakang warna putih (#FFFFFF) dengan menempatkan gambar kartun clip art untuk mengisi latar belakang tersebut. Peneliti juga meletakkan nama aplikasi yang peneliti buat beserta logonya. Untuk tulisan „WELCOME TO‟ peneliti menggunakan jenis huruf Dingle Berries dengan ukuran 57pt berwarna-warni dan untuk teks tombol START dengan spesifikasi Font Black Boys on Mopeds dengan ukuran 57pt berwarna-warni.
168
3.
Rancangan Layar Halaman Informasi
Gambar 4.38 Rancangan Layar Halaman Informasi
Pada rancangan layar Halaman Informasi ini peneliti membuat layar dengan ukuran 640x480 pixel dengan latar belakang gambar kartun clip art bunga matahari. Peneliti juga meletakkan nama aplikasi (Cleverland) yang peneliti buat beserta logonya. Untuk tulisan pada layar tampilan informasi, peneliti menggunakan jenis huruf Arial dengan ukuran 12pt berwarna hitam (#000000) dan untuk teks tombol HOME dengan spesifikasi Font Black Boys on Mopeds dengan ukuran 57 pt berwarna-warni.
169
4.
Rancangan Layar Halaman Terapi Musik
Gambar 4.39 Rancangan Layar Halaman Terapi Musik
Pada rancangan layar Halaman Informasi ini peneliti membuat layar dengan ukuran 640x480 pixel dengan latar belakang gambar kartun clip art bunga matahari. Peneliti juga meletakkan nama aplikasi (Cleverland) yang peneliti buat beserta logonya. Untuk tulisan pada layar tampilan informasi, peneliti menggunakan jenis huruf Arial dengan ukuran 12pt berwarna hitam (#000000) dan untuk teks tombol HOME dengan spesifikasi Font Black Boys on Mopeds dengan ukuran 57 pt berwarna-warni.
170
5.
Rancangan Layar Halaman Cetak
Gambar 4.40 Rancangan Layar Halaman Cetak
Pada rancangan layar Halaman Cetak ini peneliti membuat layar dengan ukuran 640x480 pixel dengan latar belakang gambar kartun clip art bunga matahari. Peneliti juga meletakkan nama aplikasi (Cleverland) yang peneliti buat beserta logonya. Untuk tulisan pada layar tampilan informasi, peneliti menggunakan jenis huruf Arial dengan ukuran 12pt berwarna hitam (#000000) dan untuk teks tombol HOME dengan spesifikasi Font Black Boys on Mopeds dengan ukuran 57pt berwarna-warni.
171
6.
Rancangan Layar Halaman Pemula 640px
CLEVERLAND PEMULA
480 px
Games Padanan Bentuk Games Mengenal Ekspresi
HOME Puzzle
EXIT
Games Padanan Gambar
Gambar 4.41 Rancangan Layar Halaman Pemula
Pada rancangan layar Halaman Pemula ini peneliti membuat layar dengan ukuran 640x480 pixel dengan latar belakang warna Hijau, Coklat dan Biru. Peneliti juga meletakkan nama aplikasi (Cleverland) di sudut kanan atas. Untuk tulisan pada layar tampilan informasi, peneliti menggunakan jenis huruf Billy Bear’s Crayon dengan ukuran 18pt berwarna Biru (#3300cc) dan untuk teks tombol HOME dengan spesifikasi font Serpentine berukuran 57pt dengan pemilihan warna Biru Muda (#3cd4fd) dan Merah Muda (#f1a2ff). Untuk tombol Exit dengan spesifikasi font Vibocentric berukuran 45pt dengan menggunakan warna Abu-abu (#575a5d). Untuk tombol-tombol pilihan simulasi permainan (Games Mengenal Ekspresi, Games Padanan Bentuk, Puzzle dan Games Padanan Gambar) menggunakan ilustrasi gambar yang dirancang dengan menggunakan Adobe Photoshop.
172
7.
Rancangan Layar Halaman Lanjutan 640px
CLEVERLAND
LANJUTAN
Puzzle
Games Konsentrasi
480 px
Games Mengenal Gambar dan Bentuk Games Mewarnai Games Mengenal Emosi Wajah HOME
Gambar 4.42 Rancangan Layar Halaman Lanjutan
Pada rancangan layar Halaman Lanjutan ini peneliti membuat layar dengan ukuran 640x480 pixel dengan latar belakang warna Hijau Muda dan peneliti beri tambahan animasi serta ilustrasi gambar agar tampak menarik. Peneliti juga meletakkan nama aplikasi (Cleverland) di sudut kiri atas. Untuk tulisan pada layar tampilan informasi, peneliti menggunakan jenis huruf Billy Bear’s Crayon dengan ukuran 18pt berwarna Putih (#ffffff) dan untuk teks tombol HOME dengan spesifikasi jenis huruf Tondo berukuran 57pt dengan pemilihan warna Biru Muda (#3cd4fd) dan Merah Muda (#f1a2ff). Untuk tombol Exit menggunakan ikon (X) yang letaknya di sudut kanan atas layar tampilan informasi.. Untuk tombol-tombol pilihan simulasi permainan (Puzzle, Games Konsentrasi, Games Mengenal Gambar dan Bentuk, Games Mewarnai, dan Games Mengenal Emosi Wajah) menggunakan ilustrasi gambar yang dirancang dengan menggunakan Adobe Photoshop.
173
8.
Rancangan Layar Halaman Exit 640px
Are You Sure Want To EXIT?
Yes
LOGO Cleverland
No
480 px
Animasi
CLEVERLAND
Copyright
Background ilustrasi gambar
Gambar 4.43 Rancangan Layar Exit
Pada rancangan layar Halaman Exit ini peneliti membuat layar dengan ukuran 640x480 pixel dengan latar belakang gambar ilustrasi taman dengan ditambah animasi anjing yang bergerak. Peneliti juga meletakkan nama aplikasi (Cleverland) yang peneliti buat beserta logonya. Untuk tulisan pada instruksi Exit, peneliti menggunakan jenis huruf Bradley Hand ITC dengan ukuran 24pt berwarna Putih (#ffffff). 4.2.3
Pengumpulan Bahan (Material Collecting) Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat aplikasi ini, baik berupa
file-file suara instrumen musik, gambar, animasi, video dan beberapa sumber, namun sebagian elemen seperti button atau tombol, gambar dan animasi, dibuat sendiri oleh peneliti dengan menggunakan software pendukung.
174
A. Bahan File Audio Peneliti mengumpulkan file-file audio yang diperlukan seperti koleksi musik berformat .MP3, .WMA, .WAV atau .OGG yang disesuaikan dengan kebutuhan dalam Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas. Selain itu, ada beberapa file audio yang peneliti buat sendiri dengan cara merekam bunyi-bunyian yang berfungsi sebagai suara tombol-tombol dan materi-materi yang ditampilkan di layar aplikasi. Untuk mengedit file-file audio tersebut, perangkat lunak yang peneliti gunakan adalah Cool Edit Pro 2.0. B. Bahan File Animasi Agar tampilan (interface) dari Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Bagi Anak Autis Dengan Metode Lovaas ini tampak lebih menarik dan dinamis, maka peneliti merancang animasi gambar, teks dan tombol yang kesemuanya itu dibuat dengan menggunakan perangkat lunak Adobe Flash CS3 dan sebagian lagi dibuat dengan menggunakan Adobe Director 11.5.
Frame 1
Frame 2
Frame 3
Frame 4
Gambar 4.44 Animasi Smiley
175
Frame 1
Frame 2
Gambar 4.45 Animasi Boneka (Angel)
Frame 1
Frame 2
Gambar 4.46 Animasi Boneka (Girl)
Frame 1
Frame 2
Gambar 4.47 Animasi Boneka (Rabbit)
176
Frame 1
Frame 2
Frame 3
Frame 4
Frame 5
Frame 6
Frame 7
Frame 8
Frame 9
Frame 10
Frame 11
Frame 12
Frame 13
Frame 14
Frame 15
Gambar 4.48 Animasi Boneka (Dog)
Frame 1
Frame 2
Frame 3
Frame 4
Gambar 4.49 Animasi Tombol
Frame 1
Frame 2
Frame 1
Gambar 4.50 Animasi Teks
Frame 2
177
C. Bahan File Gambar Peneliti menggunakan file grafik/gambar yang sesuai dengan karakteristik user dan audience, yaitu anak-anak penderita Autis dan pendampingnya (orang tua, terapis atau shadow teacher), meliputi grafik dua dimensi rancangan layar yang dibuat dan diedit menggunakan Adobe Photoshop CS3.
Tabel 4.2 File Gambar Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas No
Naskah / Narasi
Lambang / Gambar
Keterangan Untuk memulai mengoperasikan aplikasi
1.
START
Cleverland yang menuju ke Halaman Utama (HOME) Untuk keluar dari aplikasi
2.
EXIT
Cleverland yang menuju ke Halaman EXIT Menunjukkan user sedang
3.
4.
Halaman Utama (HOME)
Halaman Informasi
berada di Halaman Utama (HOME)
Menunjukkan user sedang berada di Halaman Informasi
Menunjukkan user sedang 5.
Halaman Terapi Musik
berada di Halaman Terapi Musik
178
Menunjukkan user sedang 6.
Halaman Cetak
berada di Halaman Cetak
Tanda tombol aktif yang akan 7.
Tombol Halaman Utama (HOME)
membawa user ke Halaman Utama (HOME) Tanda tombol aktif yang akan
8.
Tombol Menu Halaman Pemula
membawa user ke Halaman Pemula Tanda tombol aktif yang akan
9.
Tombol Menu Halaman Lanjutan
membawa user ke Halaman Lanjutan Tanda tombol aktif yang akan
10.
Tombol Halaman Informasi
membawa user ke Halaman Informasi Tanda tombol aktif yang akan
11.
Tombol Halaman Terapi Musik
membawa user ke Halaman Terapi Musik Tanda tombol aktif yang bila
Tombol Pilihan Musik Terapi
di-klik akan memutar sebuah
Tombol Operasi Pemutar Musik (Fade)
Tanda untuk membuat lagu
13.
Tombol Operasi Pemutar Musik (Pause)
Tanda untuk menghentikan
14.
12.
lagu
akan berangsur-angsur hilang
lagu sesaat
179
15.
Tombol Operasi Pemutar Musik (Play)
16.
Tombol Operasi Pemutar Musik (Power)
17.
18.
Tombol Operasi Pemutar Musik (Rewind) Tombol Operasi Pemutar Musik (Stop)
Tanda untuk memutar lagu Tanda untuk menghidupkan dan mematikan semua musik yang sedang diputar Tanda untuk mengembalikan lagu kembali ke awal Tanda untuk menghentikan lagu Tanda tombol aktif yang akan
19.
Tombol Halaman Cetak
membawa user ke Halaman Cetak Tanda tombol aktif untuk
20.
Tombol Sub-menu Cetak Alfabet
menampilkan materi Alfabet untuk dicetak Tanda tombol aktif untuk
21.
Tombol Sub-menu Cetak Games
menampilkan materi Games untuk dicetak Tanda tombol aktif untuk
22.
Tombol Sub-menu Cetak Panduan
menampilkan materi Panduan untuk dicetak Tanda tombol aktif untuk
22.
Tombol Sub-menu Cetak P.E.C Card
menampilkan materi P.E.C Card untuk dicetak Tanda tombol aktif untuk
23.
24.
Tombol Sub-menu Cetak Tentang
menampilkan materi Tentang
Tombol Sub-menu Games Pemula (Mengenal Ekspresi Wajah)
Tanda tombol aktif untuk
untuk dicetak
menampilkan layar games Mengenal Ekpresi Wajah
180
25.
26.
27.
28.
Tombol Sub-menu Games Pemula (Mengenal Bentuk) Tombol Sub-menu Games Pemula (Puzzle) Tombol Sub-menu Games Pemula (Padanan Gambar) Tombol Sub-menu Games Lanjutan (Puzzle)
Tanda tombol aktif untuk menampilkan layar games Mengenal Bentuk Tanda tombol aktif untuk menampilkan layar games Puzzle Tanda tombol aktif untuk menampilkan layar games Memadankan Gambar Tanda tombol aktif untuk menampilkan layar games Puzzle untuk tingkat Lanjutan Tanda tombol aktif untuk
29.
Tombol Sub-menu Games Lanjutan (Games Konsentrasi)
menampilkan layar games Konsentrasi untuk tingkat Lanjutan Tanda tombol aktif untuk
30.
Tombol Sub-menu Games Lanjutan (Mengenal Gambar dan Bentuk)
menampilkan layar games Mengenal Gambar dan Bentuk untuk tingkat Lanjutan Tanda tombol aktif untuk
31.
Tombol Sub-menu Games Lanjutan (Mewarnai)
menampilkan layar games Mewarnai untuk tingkat Lanjutan Tanda tombol aktif untuk
32.
Tombol Sub-menu Games Lanjutan (Mengenal Emosi Wajah)
menampilkan layar games Mengenal Emosi Wajah untuk tingkat Lanjutan
181
D. Bahan File Video File video peneliti peroleh dari internet dan koleksi pribadi mengenai macam-macam ekpresi wajah yang peneliti edit lagi dengan menggunakan Windows Movie Maker dan peneliti gabungkan ke dalam aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas dengan menggunakan software Adobe Director 11.5.
Gambar 4.51 File Video
4.2.4 Pembuatan (Assembly) Tahap pembuatan sistem ini merupakan tahap di mana Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas ini mulai dibuat sesuai dengan Storyboard, Flowchart dan STD (State Transition Diagram). Dalam tahap memproduksi sistem ini, peneliti menggunakan perangkat keras (hardware) dengan spesifikasi sebagai berikut:
182
Processor
Intel® Core™2 Duo T6400
Memory
4GB SDRAM
Graphic Card
1024 MB
Harddisk
250 GB
CD ROM
DVD RW
Input Tools
Mouse, Keyboard
Output Tools
Monitor 15.6”, Speaker Active
Produksi sistem ini menggunakan perangkat lunak (software) Adobe Director 11.5 untuk merancang pengembangan aplikasi terapi multimedia interaktif bagi anak Autis dengan metode Lovaas ini, di mana di dalamnya terdapat unsur animasi yang peneliti buat dengan menggunakan software Adobe Flash CS3 dan Adobe Director 11.5. Untuk membuat dan mengedit gambargambar, peneliti memanfaatkan Adobe Photoshop CS3. Sedangkan untuk mengolah file suara (audio) peneliti menggunakan Cool Edit Pro 2.0. Setelah semua spesifikasi pengembangan aplikasi multimedia terpenuhi, tahap selanjutnya adalah pengembangan program ini ke tahap pembuatannya menggunakan
software
yang telah dipersiapkan.
Tahapan awal
dalam
pengembangan program ini mendesain layout latar belakang masing-masing halaman dengan menggunakan Adobe Photoshop CS3. Perancangan awal tombol dan animasi juga dibuat menggunakan Adobe Photoshop CS3 Tahap selanjutnya adalah membuat gambar animasi yang diperlukan untuk menambah daya tarik aplikasi ini. Tombol yang akan dibuat dengan gaya animasi juga dibuat pada tahapan ini. Software yang digunakan adalah Adobe Flash CS3 dan Adobe Director 11.5.
183
Setelah melewati tahapan membuat latar setiap halaman aplikasi dan animasi serta tombol-tombol, selanjutnya adalah mengolah file audio. Pengolahan dan penyuntingan file-file audio ini memanfaatkan software SoundForge dan Cool Edit Pro 2.0. Setelah itu, file video yang sudah tersedia, diedit sesuai keperluan. Penyuntingan file video menggunakan software Windows Movie Maker. Setelah semua elemen aplikasi tersedia dan diimpor ke dalam Adobe Director 11.5, langkah selanjutnya adalah menyusun elemen-elemen tersebut ke dalam masing-masing halaman aplikasi. Pada tahap ini peneliti membuat link yang menghubungkan satu halaman ke halaman lain, menambahkan efek suara dan meng-compile-nya menjadi satu file aplikasi terapi multimedia interaktif yang mengintegrasikan beberapa terapi dan simulasi yang diperlukan dalam penanganan autisme. A. Pembuatan Background Aplikasi Cleverland Untuk tahap awal pembuatan aplikasi ini, peneliti mendesain gambar latar untuk aplikasi yang peneliti buat. Pembuatannya menggunakan Adobe Photoshop CS3. Pada tahap ini peneliti menggunakan Pen tool untuk membuat garis tepi yang melengkung. Selanjutnya peneliti memberikan warna yang bergradasi pada garis melengkung tersebut menggunakan Gradient Tool. Berikutnya, peneliti memberikan warna dasar untuk background aplikasi yang peneliti buat dengan menggunakan Paint Bucket.
184
Gambar 4.52 Pembuatan Background Aplikasi Setelah tahapan pembuatan background aplikasi, peneliti menambahkan gambar dan logo dengan cara menggabungkan beberapa gambar ke layar kerja pembuatan background aplikasi dengan jalan klik FileOpen.
Gambar 4.53 Memasukkan Gambar Ke Layar Kerja
185
Selanjutnya file disimpan dalam tipe file .PSD dengan nama file Background.PSD.
Gambar 4.54 Menyimpan File Background.PSD B. Membuat Tombol Menu Tahap pembuatan tombol menu dibuat dengan menggunakan software Adobe Flash CS3. Di awali dengan membuat lingkaran menggunakan Oval Tool, kemudian memberi warna dan efek gradasi dengan menggunakan Paint Bucket Tool.
186
Gambar 4.55 Oval Tool Setelah tombol menu dibuat, selanjutnya adalah meng-export file tombol menu tadi menjadi format .PNG yang latar belakang gambar tombol menu tersebut transparan. Beri nama tombol menu tersebut dengan nama “infoon.PNG”. Setelah selesai, masih dengan file yang sama tombol tersebut diberi efek Glow, lalu disimpan dengan nama “info-on-glow.PNG”.
Gambar 4.56 Pembuatan Tombol Menu Menggunakan Adobe Flash CS3 C. Membuat Gambar Animasi Tahapan pertama yang peneliti lakukan dalam membuat animasi untuk aplikasi Cleverland adalah membuat gambar untuk animasinya terlebih dahulu.
187
Peneliti menggunakan Adobe Photoshop CS3 untuk mengedit gambar-gambarnya lalu disimpan dalam bentuk file .PNG dengan cara klik FileSave As pilih tipe file PNG klik Save, beri nama Smile.PNG
Gambar 4.57 Pembuatan Gambar Animasi D. Membuat Halaman Utama Aplikasi Cleverland Dalam membuat halaman utama aplikasi Cleverland, langkah pertama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan bidang kerja atau Stage-nya. Untuk ukuran Stage, peneliti menggunakan ukuran 640 x 480 pixel yang pengaturannya dapat dilakukan di panel Property Inspector.
188
Gambar 4.58 Property Inspector Tahapan selanjutnya yaitu mengimpor file Background.JPG tadi ke Adobe Director 11.5 untuk tahap pembuatan animasi. Langkah-langkah mengimpor gambar ke Adobe Director 11.5 yaitu klik menu FileImport, di kotak dialog Import, pilih file gambar Background.PSD, lalu klik AddImport. Berikutnya pilih Color Depth: 24 (Bits) dan klik OK. Setelah file Background.JPG diletakkan di are kerja (Stage) Adobe Director 11.5, simpan dengan nama Halaman Utama.DIR.
Gambar 4.59 Mengimpor File Ke Area Kerja Adobe Director 11.5
189
E. Membuat Animasi Membuat animasi bisa dilakukan menggunakan Adobe Director 11.5. Tahap pertama yang dikerjakan yaitu mengimpor file gambar animasi ke area kerja Adobe Director 11.5. Kemudian, letakkan dan atur gambar-gambar tersebut di bidang/area kerja setelah itu atur frame untuk menentukan waktu atau durasi animasinya. Setelah animasi “Smiley” dibuat, langkah berikutnya yaitu menyimpan file animasi tersebut dengan nama Smiley.DIR.
Gambar 4.60 Pembuatan Animasi Dengan Adobe Director 11.5 F. Membuat File Video Dalam Adobe Director 11.5 terdapat fasilitas untuk membuat aplikasi pemutar video. Namun, fasilitas ini memiliki keterbatasan, yaitu hanya untuk tipe file video tertentu yaitu .MOV, .AVI dan .FLV saja. Pada aplikasi Cleverland yang peneliti buat, tipe file video yang digunakan adalah .MOV. Langkahlangkahnya sebagai berikut: Klik di Stage yang kosong. Di Property Inspector,
190
peneliti buat ukuran 640x480 pixel. Susun dan atur member ke dalam Sprite. File video yang digunakan adalah “Video Tutorial Wajah.MOV”
Gambar 4.61 Memasukkan File Video G. Menggabungkan File Menjadi Aplikasi Cleverland Untuk menggabungkan beberapa file ke dalam “Halaman Utama.DIR” pada aplikasi Cleverland ini dilakukan dengan cara mengimpor file-file yang dibutuhkan. Klik menu FileImport, di kotak dialog import pilih file-file yang akan di-import. Klik Add untuk memasukkan ke dalam daftar file, lalu klik Import bisa semua siap. Data yang sudah di-import otomatis masuk ke dalam Cast Member. Cast Member berfungsi untuk menyimpan data yang akan dipakai atau ditampilkan pada aplikasi Cleverland.
191
Gambar 4.62 Cast Member Selanjutnya yaitu menyusun data-data yang dibutuhkan ke Score. Cara memasukkan Background.JPG dengan cara men-drag ke Score atau bisa juga ke Stage.
Gambar 4.63 Area Kerja Pembuatan Halaman Utama Cleverland Langkah berikutnya yaitu memasukkan data atau file-file lain seperti animasi “Smiley.DIR” dan tombol-tombol menu, seperti “info-on.PNG” dan “info-on-glow.PNG”. Hingga akan menjadi seperti gambar berikut.
192
Gambar 4.64 Pembuatan Halaman Utama Cleverland H. Memasukkan Musik Latar Aplikasi Cleverland yang peneliti buat ini terdapat musik latar yang langsung diputar saat aplikasi dijalankan. Cara impor file musik yaitu FileImport Pilih file musik Klik Import. Lalu drag file musik “Twinkletwinkle Little Star” ke Channel suara nomor 1.
Gambar 4.65 Memasukkan Musik
193
4.2.5 Pengujian (Testing) Langkah setelah aplikasi multimedia diproduksi, berikutnya adalah langkah pengujian sistem. Fungsi dari pengujian sistem ini untuk memastikan bahwa hasil produksi aplikasi multimedia sesuai dengan yang direncanakan sekaligus untuk mengetahui apakah aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dapat berjalan dengan baik atau tidak. Maka dari itu, peneliti melakukan pengujian terhadap aplikasi multimedia yang telah dibuat. Adapun spesifikasi komputer yang digunakan peneliti untuk melakukan pengujian adalah sebagai berikut: Processor Memory
Core 2 Duo E7500 (2.93Ghz) 2 GB
Graphic Card
512 MB 64 Bit
Harddisk
320 GB
Input Tools
Mouse, Keyboard
Output Tools
Monitor 19”, Speaker Active
Pengujian sistem ini dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali, yaitu pada tanggal 24 April 2010 Pukul 14:00 WIB, tanggal 17 Juli 2010 pukul 14:00 WIB dan tanggal 19 Februari 2011 Pukul 14:30 WIB di Sekolah Yayasan Pantara, Kebayoran baru, Jakarta Selatan. Setelah dilakukan pengujian sebanyak 3 (tiga) kali tersebut, Pengembangan Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas ini dapat berjalan dengan baik. Setelah aplikasi diterapkan dan dicoba oleh pengguna, maka dilakukan evaluasi Aplikasi Terapi Bagi Anak Autis Dengan Menggunakan Metode Lovaas Berbasis Multimedia Interaktif. Evaluasi ini dilakukan kepada 20 (dua puluh)
194
orang responden yang terdiri dari terapis, shadow teacher dan orang tua atau pendamping anak autis setelah pengujian program dengan tujuan untuk dapat mengetahui perbedaan sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi ini. A. Kategori Kuesioner Evaluasi Pertanyaan pada kuesioner evaluasi dapat digolongkan menjadi 5 (lima) kategori, yaitu: 1. Perbandingan tingkat konsentrasi dan kefokusan anak autis sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi. 2. Perbandingan kemampuan anak autis dalam mengenal benda-benda, warna dan bentuk sekitar sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi. 3. Perbandingan kemampuan anak autis dalam berinteraksi dengan sekitarnya sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi. 4. Perbandingan kemampuan anak autis dalam berbaur dengan anak-anak lain secara normal sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi. 5. Perbandingan tingkat ketertarikan anak autis dalam menggunakan komputer sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi. B. Analisa Kuesioner Evaluasi 1.
Perbandingan tingkat konsentrasi dan kefokusan anak autis sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi. Kategori ini untuk mengukur apakah ada perubahan dari segi konsentrasi dan kefokusan anak autis setelah menggunakan aplikasi. Dari responden didapatkan jawaban seperti pada Tabel 4.3.
195
Tabel 4.3 Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 1
Jawaban Responden (1) Konsentrasi dan kefokusan anak autis semakin terlatih (2) Konsentrasi dan kefokusan anak autis menurun (3) Tidak ada perubahan apa-apa
Jumlah Jumlah Persentase Responden Penjawab (%) 20
17
85%
20
2
10%
20
1
5%
1 2 3
Gambar 4.66 Diagram Tingkat Konsentrasi Dan Kefokusan Sebelum dan Sesudah Menggunakan Aplikasi
Dari hasil evaluasi untuk kategori pertama ini dapat diketahui bahwa aplikasi yang telah dibuat dapat membuat konsentrasi dan kefokusan anak autis semakin terlatih dari sebelumnya.
196
2.
Perbandingan kemampuan anak autis dalam mengenal bendabenda, warna dan bentuk sekitar sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi. Kategori ini untuk mengukur apakah ada penambahan perbendaharaan bagi anak autis dalam hal pengenalan terhadap benda-benda, warna dan bentuk setelah menggunakan aplikasi. Dari responden didapatkan jawaban seperti pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 2
Jawaban Responden (1) Bertambah (2)Berkurang (3) Tidak ada perubahan apa-apa
Jumlah Jumlah Persentase Responden Penjawab (%) 20 20
17 0
85% 0%
20
3
15%
1 2 3
Gambar 4.67 Diagram Tingkat Pengenalan Terhadap Benda-benda, Bentuk dan Warna Sebelum dan Sesudah Menggunakan Aplikasi Dari hasil evaluasi untuk kategori kedua ini dapat diketahui bahwa aplikasi yang telah dibuat dapat meningkatkan perbendaharaan
197
pengenalan terhadap benda-benda, bentuk dan warna bagi anak autis dibandingkan sebelumnya. 3.
Perbandingan kemampuan anak autis dalam berinteraksi dengan sekitarnya sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi. Kategori ini untuk mengukur apakah kemampuan anak autis dalam berinteraksi dengan sekitarnya ada peningkatan setelah menggunakan aplikasi. Dari responden didapatkan jawaban seperti pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5 Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 3
Jawaban Responden (1) Bertambah (2)Berkurang (3) Tidak ada perubahan apa-apa
Jumlah Jumlah Persentase Responden Penjawab (%) 20 20
16 1
80% 5%
20
3
15%
1 2 3
Gambar 4.68 Diagram Tingkat Kemampuan Berinteraksi Sebelum dan Sesudah Menggunakan Aplikasi
198
Dari hasil evaluasi untuk kategori ketiga ini dapat diketahui bahwa aplikasi
yang
telah
dibuat
dapat
meningkatkan
kemampuan
berinteraksi anak autis dengan sekitarnya dibandingkan sebelumnya. 4. Perbandingan kemampuan anak autis dalam berbaur dengan anakanak lain secara normal sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi. Kategori ini untuk mengukur apakah kemampuan anak autis dalam berbaur dengan anak-anak lain secara normal mengalami peningkatan atau tidak setelah menggunakan aplikasi. Dari responden didapatkan jawaban seperti pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 4
Jawaban Responden (1) Bertambah (2)Berkurang (3) Tidak ada perubahan apa-apa
Jumlah Jumlah Persentase Responden Penjawab (%) 20 20
12 2
60% 10%
20
6
30%
1 2 3
Gambar 4.69 Diagram Tingkat Kemampuan Anak Autis Dalam Berbaur Dengan Anak-anak Lain Secara Normal Sebelum dan Sesudah Menggunakan Aplikasi
199
Dari hasil evaluasi untuk kategori keempat ini dapat diketahui bahwa aplikasi yang telah dibuat dapat meningkatkan kemampuan anak autis dalam berbaur dengan anak-anak lain secara dibandingkan sebelumnya.
5. Perbandingan tingkat ketertarikan anak autis dalam menggunakan komputer sebelum dan sesudah menggunakan aplikasi. Kategori ini untuk mengetahui apakah aplikasi ini dapat meningkatkan ketertarikan anak autis dalam menggunakan komputer. Dari responden didapatkan jawaban seperti pada Tabel 4.6. Tabel 4.7 Hasil Kuesioner Kategori Pertanyaan No. 5
Jawaban Responden (1) Meningkatkan ketertarikan anak autis dalam menggunakan komputer. (2) Menurunkan ketertarikan anak autis dalam menggunakan komputer. (3) Tidak ada pengaruh apa-apa
Jumlah Jumlah Persentase Responden Penjawab (%)
20
13
65%
20
3
15%
20
4
20%
200
1 2 3
Gambar 4.70 Diagram Tingkat Anak Autis Dalam Menggunakan Komputer Sebelum dan Sesudah Menggunakan Aplikasi
4.2.6 Distribusi (Distribution) Aplikasi terapi bagi anak autis dengan metode Lovaas berbasis multimedia interaktif ini diberi nama Cleverland. Aplikasi Cleverland dapat dioperasikan dengan 2 (dua) cara, yaitu cara otomatis dan cara manual. Cara pengoperasian secara otomatis sangat mudah karena tidak perlu proses instalasi sebelumnya. Cukup masukkan CD aplikasi ini ke CD atau DVD ROM maka script Autorun.inf akan berjalan dan langsung membuka Halaman Intro. Sedangkan untuk pengoperasian secara manual, juga cukup praktis. Cara pengoperasiannya dengan mengeklik ganda pada “Aplikasi Cleverland.exe” maka akan terbuka aplikasinya dan langsung menampilkan Halaman Intro. Apabila user (pengguna) aplikasi ini ingin langsung memainkan simulasi permainan-permainan yang terdapat pada aplikasi Cleverland ini, bisa langsung masuk ke folder-folder games tersebut kemudia mengeklik 2 (dua) kali pada nama permainannya dan langsung bisa dimainkan tanpa harus membuka aplikasi Cleverland terlebih dahulu. Karena file ini berbentuk “projector exe” maka
201
keseluruhan halaman pada aplikasi ini dapat digunakan bahkan pada komputer yang tidak memiliki perangkat lunak Adobe Director 11.5.
4.3
Tampilan
Halaman-halaman
Pengembangan
Aplikasi
Terapi
Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas Hasil akhir dari Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas berupa CD Interaktif yang memiliki daftar data dan hasil tampilan sebagai berikut: 1. Dimensi
: Lebar (Width) = 640 pixel Tinggi (Height) = 480 pixel Frame rate = 30 fps
2. Ukuran
: a. *.DIR file = 140 MB b. *.EXE file = 19 MB
3. Jumlah Halaman
: 8 (delapan) halaman
4. Jumlah Halaman Games
: a. Pemula = 9 (sembilan) halaman b. Lanjutan = 10 (sepuluh) halaman
5. Tampilan Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas:
202
A. Halaman Intro
Gambar 4.71 Halaman Intro B. Halaman Utama (Home)
Gambar 4.72 Halaman Utama (Home)
203
C. Halaman Informasi
Gambar 4.73 Halaman Informasi
D. Halaman Terapi Musik
Gambar 4.74 Halaman Terapi Musik
204
E. Halaman Cetak
Gambar 4.75 Halaman Cetak
F. Halaman Pemula
Gambar 4.76 Halaman Pemula
G. Halaman Lanjutan
205
Gambar 4.77 Halaman Lanjutan
H. Halaman Exit
Gambar 4.78 Halaman Exit
206
6. Tampilan Simulasi Permainan (Games) Bagi Pemula yang terdapat pada Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas: A. Games Mengenal Ekspresi
Gambar 4.79 Games Mengenal Ekspresi Bagi Pemula 1
Gambar 4.80 Games Mengenal Ekspresi Bagi Pemula 2
207
B. Games Padanan Bentuk
Gambar 4.81 Games Padanan Bentuk Bagi Pemula 1
Gambar 4.82 Games Padanan Bentuk Bagi Pemula 2
208
C. Games Puzzle
Gambar 4.83 Games Puzzle Bagi Pemula 1
Gambar 4.84 Games Puzzle Bagi Pemula 2
Gambar 4.85 Games Puzzle Bagi Pemula 3
209
D. Games Padanan Gambar
Gambar 4.86 Games Padanan Gambar Bagi Pemula 1
Gambar 4.87 Games Padanan Gambar Bagi Pemula 2
210
7. Tampilan Simulasi Permainan (Games) Bagi Lanjutan yang terdapat pada Pengembangan Aplikasi Terapi Multimedia Interaktif Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas: A. Games Puzzle
Gambar 4.88 Games Puzzle Bagi Lanjutan 1
Gambar 4.89 Games Puzzle Bagi Lanjutan 2
211
Gambar 4.90 Games Puzzle Bagi Lanjutan 3
B. Games Konsentrasi
Gambar 4.91 Games Konsentrasi Bagi Lanjutan 1
212
Gambar 4.92 Games Konsentrasi Bagi Lanjutan 2
C. Games Mengenal Gambar dan Bentuk
Gambar 4.93 Games Mengenal Gambar dan Bentuk Bagi Lanjutan 1
213
Gambar 4.94 Games Mengenal Gambar dan Bentuk Bagi Lanjutan 2
D. Games Mewarnai
Gambar 4.95 Games Mewarnai Bagi Lanjutan
214
E. Games Mengenal Emosi Wajah
Gambar 4.96 Games Mengenal Emosi Wajah Bagi Lanjutan 1
Gambar 4.97 Games Mengenal Emosi Wajah Bagi Lanjutan 2
BAB V PENUTUP 5.1
Kesimpulan Aplikasi terapi bagi anak autis berbasis multimedia interaktif adalah terapi
yang mengintegrasikan beberapa media kedalam sebuah aplikasi di mana aplikasi tersebut mengakomodasi metode dan kurikulum yang digunakan dalam proses terapi bagi penderita Autis. Dari hasil penelitian dalam pembuatan skripsi ini, peneliti mendapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan pemanfaatan multimedia dan teknologi komputer dapat mengembangkan aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak penderita Autisme dengan menggunakan metode Lovaas. 2. Dalam merancang pengembangan aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan menggunakan metode Lovaas ini menerapkan metode pengembangan sistem multimedia milik Luther dalam buku Sutopo (2003) dengan 6 (enam) langkah atau tahapan. Metode ini terdiri dari langkah-langkah perancangan aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak Autis dengan menggunakan metode Lovaas sebagai berikut; 1. Konsep, 2. Perancangan, 3. Pengumpulan bahan, 4. Pembuatan, 5. Pengujian, 6. Distribusi. Aplikasi terapi bagi anak autis dengan metode Lovaas berbasis multimedia interaktif dapat dibuat
216
217
dengan menggunakan perangkat lunak Adobe Director 11.5. Kapasitas aplikasi ini 35 MB dan berupa CD interaktif. 3. Dari hasil pengujian, aplikasi ini bisa berjalan dengan baik dan sesuai dengan aturan yang ditentukan, sehingga dapat diterapkan dan dijadikan sebagai alat atau media terapi alternatif dalam penangan anak penderita Autisme. 5.2
Saran Peneliti memberikan saran agar dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
ingin mengembangkan aplikasi ini, yaitu: 1. Aplikasi ini dapat ditambahkan dengan link-link untuk terhubung ke website yang menyajikan informasi tentang Autisme lebih lengkap lagi. 2. Aplikasi ini ke depannya dibuat lebih inovatif lagi dan menambahkan simulasi permainannya, unsur-unsur multimedia lain seperti audio dan video yang berisikan panduan terapi, hiburan dan permainan bagi anak Autis. Dan untuk lebih bisa melihat perkembangan pasien terapi Autisme, aplikasi ini ke depannya bisa ditambahkan fitur login dan form data kemajuan kemampuan anak Autis.
DAFTAR PUSTAKA
Ambler, Scott W. 1998. User Interface design & tips. Cambridge University Press. New York.
Anderson, Margaret. Tales from the Table: Lovaas/ABA Intervention With Children on the Autistic Spectrum. London & Philadelphia.
Andleigh, Prabhat K. Thakrar, Kiran. 1996. Multimedia System Design. PrenticeHall, Inc. USA.
APA. DSM IV. 1995. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, Fourth Edition. Washington DC, USA.
Arn. 2008. Meningkatkan komunikasi pada anak autis. Harian Kompas (21): 12. Jakarta Arn. 2008. Polusi sebabkan autisma. Harian Kompas (21): 12. Jakarta
Ayres, Jean. 1994. Sensory Integration and the Child. Western Psychological Services. USA.
Brown, H. Douglas. 1994. Principles of Language Learning and Teaching. Prentice Hall Regents: New Jersey.
Dali, Gulo. 1982. Kamus Psikologi. Penerbit Tonis. Bandung.
Davis, Ben. 1991. Teaching with Media, a paper presented at Technology and Education Conference in Athens. Greece.
Edelson, Stephen. 2008. Behavior Modification: The Lovaas Method. http://www.autism.com/ari/lovaasmethod.html. April 22, 2009, 13:04 WIB
218
219
Elliot, Stephen N et al,. 1996. Educational Psychology, Brown and Benchmark. Dubuque. Iowa.
Frith, U. 2003. Autism : Explaining the Enigma, Second Edition. Blackwell Publishing. USA.
Giarratano, J. & Riley, G. 2005. Expert Sistem: Principles and Programming, 4th Edition. PWS Publishing Company. Boston. Hadis, A. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus – Autistik. Alfabeta. Bandung. Hadis, A. 2006. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus – Autistik. Alfabeta. Bandung.
Haryanto, Budi. 2010. Sepuluh Jenis Terapi http://www.autis.info/index.php. Januari, 09, 2010, 22:48 WIB
Autisme.
Hendratman, Hendi. 2008. The Magic of Macromedia Director. Penerbit Informatika. Bandung.
Hofstetter, Fred T. 2001. Multimedia Literacy. McGraw-Hill Irwin. New York.
Isni, Hardatul. 2009. Beri Penyandang Autisme Kesempatan Di Sekolah Umum. Harian Kompas(40): 10. Jakarta
Jepson, Bryan MD. 2003. UNDERSTANDING AUTISM: The Physiological Basis and Biomedical Intervention Options of Autism Spectrum Disorders. Children’s Biomedical Center of Utah. USA.
Jo.
2010. Usability of GUI for Multimedia. http://www.sju.edu/jhodgson/guihome.html. Januari, 09, 2010, 23:02 WIB
Lumbantobing, S.M. 2001. Anak Dengan Mental Terbelakang. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
220
Mardiyah, Dini. 2004. Aplikasi Pembelajaran Matematika Berbasis Multimedia. FST UIN. Jakarta.
Mayer, Richard E and Roxana Moreno. 1997. A Cognitive Theory of Multimedia Learning: Implications for Design Principles. UCLA. Santa Barbara.
McCandless, Jaquelyn. 2004. Children With Starving Brains. Gramedia. Jakarta.
McGloughlin, Stephen. 2001. Multimedia: Concepts and Practice. Prentice-Hall, Inc. New Jersey, USA. Pressman, Roger S. 2001. Software Enginering A Practitioner’s Approach Sixth Edition. McGraw Hill. Canada.
Puterakembara. 2003. Autisme: Penyebab, Ciri-ciri dan Mitos-mitosnya. http://www.puterakembara.com/penyebab-ciri-mitos.shtml. April 19, 2009, 09:00 WIB
Qurotaayun, Muhammad. Pengembangan Aplikasi Pembelajaran Berbasiskan Teknologi Video On Demand Pada Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi. 2008.
Santosa, Insap. 2006. Interaksi Manusia dan Komputer, Teori dan Praktek. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Scott, W. Ambler. 1998. User Interface Design And Tips. Cambridge University Press. New York. Sherman, David A. 2007. Autism: Asserting Your Child’s Right to a Special Education. California.
Sicile-Kira, Chantal. 2005. Autism Spectrum Disorder. Mount Sinai School of Medicine. New York.
221
Sleeuwen, V. Lieke. 1996. AUTISME. Petunjuk Untuk Orangtua, Guru dan Psikolog di Indonesia. Yogyakarta
Surbakti, Irfan. 2006. Interaksi Manusia dan Komputer. Balai Kepustakaan Insititut Teknologi Sepuluh November. Surabaya.
Sutadi, Rudy. 1998. Makalah: Intervensi Dini Tata Laksana Perilaku Penyandang Autisme. Surabaya.
Sutopo, A. H. 2002. Analisis Dan Desain Berorientasi Objek. Penerbit Graha Ilmu. Jakarta.
Sutopo, A. H. 2003. Multimedia Interaktif Dengan Flash. Penerbit Graha Ilmu. Jakarta.
Suyanto, M. 2003. Multimedia Alat Untuk Meningkatkan Keunggulan Bersaing. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Suyanto, M. 2004. Analisa dan Desain Aplikasi Multimedia untuk Pemasaran. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Tim Peneliti dan Pengembangan Wahana Komputer. 2004. Pembuatan CD Interaktif Dengan Macromedia Flash MX Profesional 2004. Salemba Infotek. Jakarta.
Vaughan, Tay. 2006. Multimedia: Making It Work, Edisi 6. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Viana, Suri, Dr. 2005. Penyebab Autisme Anak. http://www.infoibu.com. April 22, 2009, 12:37 WIB
Widians, J.A. 2007. Sistem Pendiagnosa Gangguan Autis Pada Anak, Tesis S2. Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
222
Widianto, Rahmad. 2010. 129 Teknik Profesional Photoshop CS3. Elex Media Komputindo : Jakarta.
Yung, Kok. 2005. 161 Teknik Profesional Flash MX 2004. Elex Media Komputindo : Jakarta.
223
224
LAMPIRAN 1: WAWANCARA MATERI TERAPI MULTIMEDIA BAGI ANAK AUTIS DENGAN METODE LOVAAS
225
WAWANCARA Responden
: Ibu Ade Ruhammah
Jabatan
: Shadow Teacher SD Yayasan Pantara
Penanya
: Muhammad Syah Reza
Tanggal
: 13 Oktober 2009
Tema
: Materi-materi yang diperlukan untuk terapi bagi anak autis
Tujuan
: Mengetahui seperti apa terapi bagi anak autis yang menggunakan metode Lovaas, apa saja yang dibutuhkan dalam terapi tersebut dan mengetahui kekurangan serta kelebihan alat terapi yang sudah ada.
1.
Bisa dijelaskan apa saja program yang disediakan di Yayasan Pantara ini? “Kami di Yayasan Pantara ini selain memberikan pendidikan, pengajaran dan pelatihan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, kami juga memberikan penyuluhan dan konsultasi bagi siapa saja, khususnya orang tua dari anak-anak berkebutuhan khusus tersebut agar dapat mengerti betul bagaimana menghadapi anak-anak tersebut dengan baik dan benar sehingga apa yang menjadi program terapi yang kami berikan di sekolah dapat berkesinambungan di rumah atau pun di luar lingkungan sekolah.”
226
2.
Dalam memberikan pendidikan, pengajaran maupun pelatihan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, dalam hal ini penyandang autisme, adakah metode terapi yang diterapkan oleh Yayasan Pantara ini? “Metode terapi yang kami berikan tentu berbeda antara anak yang satu dengan anak yang lain, tergantung keperluan si anak tersebut serta kemampuan masing-masing anak dalam menerima terapi yang memang berbeda-beda. Namun untuk pendidikan, metode yang diaplikasikan tidak jauh berbeda dengan sekolah umum pada biasanya, hanya saja yang berbeda adalah kurikulum dan perlakuan yang memang harus disesuaikan dengan kondisi dan keadaan murid. Jumlah murid dalam satu kelas juga kami batasi agar kami para pengajar dalam fokus mengamati perkembangan masing-masing anak.”
3.
Terapi-terapi apa saja itu? “Di tempat kami, kami menerapkan terapi yang kami aplikasikan dari beberapa metode yang sudah ada dan sudah terbukti keefektifannya. Terapi-terapi itu antara lain adalah terapi bermain, terapi musik, terapi ABA juga ada terapi ruhiyah yang diberikan oleh tenaga ahli yang memang andal di bidangnya. Fasilitas yang tersedia juga cukup menunjang kebutuhan terapi yang diberikan, seperti disediakannya peralatan musik, gymnasium.”
4.
Kalau terapi metode Lovaas itu, apa dan bagaimana? “Metode Lovaas adalah metode yang digunakan untuk terapi perilaku anak. Dasar metode Lovaas sebenarnya „reward and punishment‟.
227
Tujuannya untuk mengajarkan pada anak autis perbedaan ekspresi, bagaimana membedakan bentuk, warna dan suara berdasarkan emosi dan ekspresi.” 5.
Pada terapi apa saja Metode Lovaas dapat diterapkan? “Pada dasarnya, metode Lovaas dapat diterapkan ke banyak jenis terapi. Tapi tergantung kebutuhan anak sebenarnya. Karena kebutuhan satu anak autis berbeda dengan anak autis lainnya. Metode Lovaas, karena sifatnya yang memerlukan interaksi langsung antara terapis dan penderita autisme, maka Metode Lovaas ini banyak diterapkan pada terapi-terapi seperti terapi bermain, terapi musik bahkan bisa juga dipraktekkan pada terapi integrasi sensoris.”
6.
Bagaimana dengan terapi bermain yang menggunakan fasilitas multimedia? Apakah memungkinkan untuk mengadaptasi metode Lovaas ke dalam bidang multimedia? “Sangat memungkinkan. Karena pada kurikulum ABA (Applied Behavior Application) terdapat materi pengenalan benda-benda sekitar. Dengan audio dan tampilan visual menarik, multimedia bisa dijadikan fasilitas terapi bagi penderita autisme.”
7.
Apakah di Yayasan Pantara sudah menggunakan terapi multimedia yang menerapkan metode Lovaas? “Semua terapi multimedia menerapkan metode Lovaas dan memang sebaiknya begitu karena belum ada metode lain yang dapat mengadopsi elemen yang terdapat dalam multimedia selain metode Lovaas ini.
228
Yayasan Pantara sudah menerapkan multimedia sejak pertama kali yayasan ini didirikan. Materi yang kita punyai kebanyakan kami peroleh dari internet dan membeli dari yayasan autisme di luar negeri. Harga yang mahal memang menjadi kendala utama bagi kami. Namun ada kendala lainnya seperti pengoperasian yang tidak langsung mudah digunakan, bahasa yang rumit dan juga kebanyakan aplikasi terapi multimedia yang kebanyakan berupa simulasi permainan itu tidak mengintegrasikan ragam permainan dalam satu buah CD. Mereka menjualnya secara terpisah. Ini juga kendala bagi kami.” 8.
Selama ini, bagaimana tingkat keefektifitasan dari terapi multimedia ini? “Cukup baik. Anak-anak yang menggunakan terapi multimedia jadi lebih cepat menangkap pesan dari lawan bicara. Mereka jauh lebih mudah diarahkan dan bisa fokus. Tentunya, penerapan terapi multimedia harus dilakukan secara konsisten dan berkesinambungan agar harapan keefektifitasan dapat tercapai.”
229
LAMPIRAN 2: Wawancara dan Kuesioner Hasil Penelitian dan Aplikasi Terapi Multimedia Untuk Anak Autis Dengan Metode Lovaas
230
WAWANCARA Responden 1
: Ibu Ade Ruhammah
Responden 2
: Ibu Sri Widiosari
Jabatan
: Shadow Teacher SD Yayasan Pantara
Penanya
: Muhammad Syah Reza
Tanggal
: 17 Mei 2010
Tema
: Aplikasi terapi multimedia untuk anak autis dengan metode Lovaas.
Tujuan
: Mengetahui kelebihan dan kekurangan aplikasi terapi multimedia untuk anak autis dengan metode Lovaas yang peneliti buat.
1.
Bagaimana aplikasi terapi multimedia untuk anak autis dengan metode Lovaas ini? Responden 1:
Secara umum software-nya menarik. Ada musik dan gambargambarnya juga sesuai dengan kegemaran anak-anak.
Responden 2:
Program terapi multimedia ini sepertinya bisa dijadikan alternatif di tengah-tengah program terapi yang berbasiskan multimedia lainnya. Tampilan dan warna yang dipakai adalah warna-warna kesukaan anak-anak dan bisa menjadi alat daya tarik perhatian penderita Autisme.
2.
Apa yang menjadi kelebihan aplikasi ini dibandingkan dengan aplikasi terapi multimedia interaktif yang sudah pernah ada?
231
Responden 1:
Software ini menggabungkan beberapa modul yang dipakai dalam kurikulum terapi yang menggunakan metode Lovaas, sehingga dari segi efisiensi, software ini cukup efisien, apalagi dari nilai ekonomisnya. Tampilan, warna dan iringan musiknya juga menarik. Anak autis tidak akan mudah bosan saat menjalankan software ini.
Responden 2:
Program komputer untuk terapi bagi anak autis ini cukup baik, cukup lengkap dan sesuai dengan aturan yang ditentukan dalam kurikulum terapi ABA. Selain itu, program ini juga terdapat modul-modul yang cukup lengkap yang digabung dalam menjadi satu program.
3.
Apa kekurangan aplikasi terapi multimedia interaktif ini? Responden 1:
Pertama kali menggunakan, mengalami kesulitan dan butuh adaptasi dengan software ini. Terutama saat memainkan simulasi
permainan-permainannya.
Selain
itu
juga,
banyaknya tombol-tombol membuat bingung. Dibutuhkan waktu untuk menguasai pengoperasian software ini. Responden 2:
Karena banyak modul pelatihan dan simulasi yang dimasukkan, mengakibatkan program komputer untuk terapi multimedia ini jadi kurang fokus tujuan yang ingin dicapai.
4.
Saran dan masukan apa untuk perbaikan aplikasi terapi multimedia interaktif ini?
232
Responden 1:
Agar disediakan juga dalam software ini semacam panduan singkat mengoperasikannya. Gambar atau simbol yang digunakan untuk tombol, kalau digunakan yang sudah familiar bagi penggunanya pasti akan lebih gampang lagi.
Responden 2:
Jumlah simulasi permainannya bisa ditambah lagi. Selain itu hurufnya diperbesar lagi supaya nyaman dibaca. Variasi musiknya diperkaya lagi agar si anak bisa mengenal lebih banyak jenis musik.
233
Kuesioner Responden
: 20 Orang Pendamping Anak Autis (Orang tua, Shadow Teacher, Terapis)
Tanggal
: 24 November 2010
Tema
: Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas.
Tujuan
: Mengetahui seberapa besar pentingnya dan efektifnya aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas ini bagi penderita autisme dan orang tua.
Nama :
…………………………………….
Umur :
…………….. Tahun
Pekerjaan: …………………………………….
Pilih salah satu dari pilihan jawaban A, B atau C dengan melingkarinya. 1. Apakah Anda pernah menggunakan komputer sebelumnya? a. Iya
b. Tidak
c. Tidak Tahu
2. Seberapa penting peran komputer bagi Anda? a. Sangat Penting
b. Biasa Saja
c. Tidak Tahu
3. Apakah Anda pernah mendengar ada aplikasi komputer yang bisa dijadikan alat terapi bagi penderita autisme? a. Pernah
b. Belum Pernah
c. Tidak Tahu
234
4. Apakah Anda pernah menggunakan aplikasi komputer tersebut? a. Pernah
b. Belum Pernah
c. Tidak Tahu
5. Apakah Anda merasakan manfaat dari aplikasi komputer tersebut? a. Iya
b. Tidak
c. Biasa Saja
6. Apakah aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas (Cleverland) ini dapat memberikan informasi dan memiliki penampilan yang menarik? a. Iya
b. Tidak
c. Biasa Saja
7. Apakah aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas (Cleverland) ini bisa menjadi alternatif pilihan terapi yang dapat diterapkan pada anak Anda? a. Iya
b. Tidak
c. Tidak Tahu
8. Apakah aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas (Cleverland) ini meningkatkan kemampuan anak autis
dalam
mengenal benda di sekitar mereka? a. Iya
b. Tidak
c. Tidak Tahu
9. Apakah aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas (Cleverland) ini dalam penggunaannya Anda mengalami kesulitan? a. Iya
b. Tidak
c. Biasa Saja
10. Apakah aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas (Cleverland) ini dapat digunakan secara luas oleh khalayak banyak? a. Iya
b. Tidak
c. Tidak Tahu
235
A. Tabel Skor Jawaban Kuesioner Soal No. 1.
Jawaban A 2
Jawaban B 1
Jawaban C 0
2.
3
2
1
3.
2
1
0
4.
3
2
1
5.
2
1
0
6.
3
2
1
7.
3
2
1
8.
3
2
1
9.
1
3
2
10.
3
2
1
B. Keterangan Skor Kuesioner Total Skor 540 - 341
: Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas (Cleverland) ini dapat dijadikan sebagai media terapi alternatif dalam penanganan anak penderita Autisme.
Total Skor 340 - 141
: Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas (Cleverland) ini cukup bisa dijadikan sebagai media terapi alternatif dalam penanganan anak penderita Autisme.
Total Skor 140 - 0
: Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas (Cleverland) ini tidak cukup efektif untuk dijadikan sebagai media terapi
236
alternatif
dalam
penanganan
anak
penderita
Autisme. C. Hasil Kuesioner Soal No. 1.
Menjawab A 14
Menjawab B 4
Menjawab C 2
2.
17
2
1
3.
17
1
2
4.
13
7
0
5.
10
3
7
6.
18
2
0
7.
16
2
2
8.
15
2
3
9.
10
8
2
10.
13
6
1
D. Keterangan Hasil Kuesioner Total Skor Tertinggi = 382, maka: “Aplikasi terapi multimedia interaktif untuk anak autis dengan metode Lovaas (Cleverland) ini efektif dan dapat dijadikan sebagai media terapi alternatif dalam penanganan anak penderita Autisme.”
237
LAMPIRAN 3: Source Code
238
Source code: 1.
Tombol Start (Menuju Halaman Utama / HOME)
on mouseEnter me puppetSound 3, member "bubbles" end on mouseUp me go to "utama" end
2.
Tombol EXIT
on mouseEnter me puppetSound 3, member "boing02" end on mouseUp me go to "exit" end
3.
Tombol Menuju Halaman Info
on mouseUp me go to "info" end on mouseEnter me puppetSound 3, member "add" set the member of sprite the currentSpriteNum to member "info-on-glow" end on mouseLeave me set the member of sprite the currentSpriteNum to member "info-on" end
239
4.
Tombol Menuju Halaman Terapi Musik
on mouseUp me go to "musik" end on mouseEnter me puppetSound 3, member "add" set the member of sprite the currentSpriteNum to member "music-on-glow" end on mouseLeave me set the member of sprite the currentSpriteNum to member "music-on" end
5.
Tombol Menuju Halaman Cetak
on mouseUp me go to "cetak" end on mouseEnter me puppetSound 3, member "add" set the member of sprite the currentSpriteNum to member "print-on-glow" end on mouseLeave me set the member of sprite the currentSpriteNum to member "print-on" end
6.
Tombol Menuju Halaman Pemula
on mouseUp me go to "pemula" end on mouseEnter me
240
puppetSound 3, member "alienbt1" set the member of sprite the currentSpriteNum to member "tombol pemula(png)ON" end on mouseLeave me set the member of sprite the currentSpriteNum to member "tombol pemula(png)" end
7.
Tombol Menuju Halaman Lanjutan
on mouseUp me go to "lanjutan" end on mouseEnter me set the member of sprite the currentSpriteNum to member "tombol lanjutan(png)ON" puppetSound 3, member "alienbt1" end on mouseLeave me set the member of sprite the currentSpriteNum to member "tombol lanjutan(png)" end
8.
Tombol Pemutar Musik
on mouseUp me puppetSound 1, member "1" sprite(36).movierate=5 sprite(37).visible=true end on mouseEnter me set the member of sprite the currentSpriteNum to member "tombol pilihan musik_ON" end on mouseLeave me
241
set the member of sprite the currentSpriteNum to member "tombol pilihan musik" end
9.
Tombol Cetak
on mouseUp me open "pec.pdf" with "SumatraPDF.exe" end on mouseEnter me puppetSound 3, member "clav1" set the member of sprite the currentSpriteNum to member "tombolanimasi.dir" end on mouseLeave me set the member of sprite the currentSpriteNum to member "tombolstill" end
10. Tombol Keluar Dari Aplikasi Cleverland on mouseUp me halt end on mouseEnter me set the member of sprite the currentSpriteNum to member "Yes_ON" puppetSound 3, member "sound 355 (idel to over )" end on mouseLeave me set the member of sprite the currentSpriteNum to member "Yes" end