Majalah Bisnis dan Machmud, Iptek Vol.6,Aplikasi No. 2, Oktober 2013, 51-66Scorecard 2013 Konsep Balance
APLIKASI KONSEP BALANCE SCORECARD SEBAGAI TOLOK UKUR KINERJA PEMERINTAH DAERAH Senen Machmud STIE Pasundan Bandung Email:
[email protected]
Abstract The concept of the balanced scorecard (BSC) which is substantially intended to improve customer service performance (community), adopted particularly relevant in the development of local financial management in the future. Conceptually BSC is in line with the policy direction of the current financial management, namely in order to achieve good governance performance, Expenditure and Budget (APBD) must be arranged with the budget performance. Budgeting and Expenditure (APBD) must be done to achieve the outputs, outcomes, benefits, and impact, in accordance with the vision and mission that has been set. Keywords: balance scorecard; budget performance Abstrak Konsep balanced scorecard (BSC) yang secara substansial dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja pelayanan konsumen (masyarakat), sangat relevan diadopsi dalam pengembangan manajemen keuangan daerah ke depan. Secara konsepsional BSC sudah sejalan dengan arah kebijakan pengelolaan keuangan daerah saat ini, yaitu dalam rangka mencapai kinerja pemerintahan yang baik, Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah (APBD) harus disusun dengan anggaran kinerja. Penyusunan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Daerah (APBD) harus dilakukan untuk mencapai output, outcome, benefit, dan impact, sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan. Kata kunci: balance scorecard; anggaran kinerja
1. Pengenalan Seputar Balance Scorecard (BSC) Idealnya, setiap organisasi memerlukan suatu alat ukur untuk mengetahui seberapa baik performa organisasi. Objek yang selalu diukur adalah bagian keuangan, mengapa hanya bagian keuangan ? Jawabannya sederhana karena keuangan berbicara mengenai angka, sesuatu yang mudah dihitung dan dianalisa. Dengan perkembangan ilmu manajemen dan kemajuan teknologi informasi, sistem pengukuran kinerja organisasi
yang hanya
mengandalkan perspektif keuangan dirasakan banyak memiliki kelemahan dan keterbatasan.
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 51
Machmud, Aplikasi Konsep Balance Scorecard 2013
Sesungguhnya ada perspektif non keuangan yang lebih penting yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja organisasi. Kenyataan inilah yang menjadi awal terciptanya konsep balanced scorecard. Sejarah Balanced scorecard dimulai dan diperkenalkan pada awal tahun 1990 di USA oleh David P Norton dan Robert Kaplan melalui suatu riset tentang “pengukuran kinerja dalam organisasi masa depan”. Istilah balanced scorecard terdiri dari 2 kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Kata berimbang (balanced) dapat diartikan dengan kinerja yang diukur secara berimbang dari 2 sisi yaitu sisi keuangan dan non keuangan, mencakup jangka pendek dan jangka panjang serta melibatkan bagian internal dan eksternal, sedangkan pengertian kartu skor (scorecard) adalah suatu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja baik untuk kondisi sekarang ataupun untuk perencanaan di masa yang akan datang. (Venkatraman & Gering, 2000). Dari definisi tersebut pengertian sederhana dari balanced scorecard adalah kartu skor yang digunakan untuk mengukur kinerja dengan memperhatikan keseimbangan antara sisi keuangan dan non keuangan, antara jangka pendek dan jangka panjang serta melibatkan factor internal dan eksternal. Dari hasil studi dan riset yang dilakukan disimpulkan bahwa untuk mengukur kinerja masa depan, diperlukan pengukuran yang komprehensif yang mencakup 4 perspektif yaitu: keuangan, customer, proses bisnis/intern, dan pembelajaranpertumbuhan. Berdasarkan konsep balanced scorecard ini kinerja keuangan sebenarnya merupakan akibat atau hasil dari kinerja non keuangan (costumer, proses bisnis, dan pembelajaran). Pada awal perkembangan penerapan konsep balanced scorecard, perusahan-perusahaan yang ikut sebagai “kelinci percobaan” mengalami pelipatgandaan kinerja keuangan mereka. Keberhasilan ini membuka cakrawala baru bagi eksekutif akan pentingnya perspektif non keuangan yang berperan sebagai pemicu kinerja keuangan (measures that drive performance). Bagaimana balanced scorecard ditinjau dari sistem manajemen strategik perusahaan? Di dalam sistem manajemen strategik (Strategik management sistem) ada 2 tahapan penting yaitu tahapan perencanaan dan implementasi (Wheelen & Hunger, 2010). Posisi balanced scorecard awalnya berada pada tahap implementasi saja yaitu sebagai alat ukur kinerja secara komprehensif bagi para eksekutif dan memberikan feedback tentang kinerja manajemen. Dampak dari keberhasilan penerapan balanced scorecard memicu para eksekutif untuk menggunakan balanced scorecard pada tahapan yang lebih tinggi yaitu perencanaan strategik. Mulai saat itu, balanced scorecard tidak lagi digunakan sebagai alat pengukur kinerja namun berkembang menjadi strategik management sistem .
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 52
Machmud, Aplikasi Konsep Balance Scorecard 2013
Cerita suksesnya penerapan konsep balanced scorecard pada berbagai perusahaan dilaporkan pada artikel Harvard Business Review (1996) yang berjudul “Using Balanced Scorecard as a strategik management sistem ”. Terobosan konsep balanced scorecard menyebar dengan cepat melalui seminar, artikel manajemen, academic dan journal ekonomi seluruh dunia. Mengapa balanced scorecard lebih unggul dibandingkan dengan metode pengukuran lainnya? Sepanjang pengamatan saya dari berbagai artikel dan literature bahwa keunggulan balanced scorecard adalah sebagai berikut: Pertama : Komprehensif Sebelum konsep Balanced scorecard lahir, perusahaan beranggapan bahwa perspektif keuangan adalah perspektif yang paling tepat untuk mengukur kinerja perusahaan. Setelah balanced scorecard berhasil diterapkan, para eksekutif perusahaan baru menyadari bahwa perspektif keuangan sesungguhnya merupakan hasil dari 3 perspektif lainnya yaitu customer, proses bisnis, dan pembelajaran pertumbuhan. Pengukuran yang lebih holistic, luas dan menyeluruh (komprehensif) ini berdampak bagi perusahaan untuk lebih bijak dalam memilih strategi korporat dan memampukan perusahaan untuk memasuki arena bisnis yang kompleks. Kedua : Koheran Di dalam balanced scorecard dikenal dengan istilah hubungan sebab akibat (causal relationship). Setiap perspektif (Keuangan, costumer, proses bisnis, dan pembelajaranpertumbuhan) mempunyai suatu sasaran strategik (strategic objective) yang mungkin jumlahnya lebih dari satu. Definisi dari sasaran strategik adalah keadaan atau kondisi yang akan diwujudkan di masa yang akan datang yang merupakan penjabaran dari tujuan perusahaan. Sasaran strategik untuk setiap perspektif harus dapat dijelaskan hubungan sebab akibatnya, sebagai contoh pertumbuhan Return on investmen (ROI) ditentukan oleh meningkatnya kualitas pelayanan kepada customer, pelayanan kepada customer bisa ditingkatkan karena perusahaan menerapkan teknologi informasi yang tepat guna. dan keberhasilan penerapan teknologi informasi didukung oleh kompetensi dan komitmen dari karyawan. Hubungan sebab akibat ini disebut koheren, kalo disimpulkan semua sasaran strategik yang terjadi di perusahaan harus bisa dijelaskan. Sebagai contoh mengapa loyalitas customer menurun, mengapa produk perusahaan menurun, mengapa komitmen karyawan menurun dan sebagainya. Ketiga : Seimbang Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan dalam 4 perspektif meliputi Jangka pendek dan panjang yang berfokus pada faktor internal dan eksternal. Keseimbangan dalam balanced scorecard juga tercermin dengan selarasnya scorecard personal staff
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 53
Machmud, Aplikasi Konsep Balance Scorecard 2013
dengan scorecard perusahaan sehingga setiap personal yang ada di dalam perusahaan bertanggungjawab untuk memajukan perusahaan. Keempat : Terukur Dasar pemikiran bahwa setiap perspektif dapat diukur adalah adanya kenyakinan bahwa ‘if we can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve it’. Sasaran strategik yang sulit diukur seperti pada perspektif customer, proses bisnis/ intern serta pembelajaran dan pertumbuhan dengan menggunakan balanced scorecard dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan. Balance Scorecard (BSC) adalah sistem manajemen (bukan hanya sebuah sistem pengukuran) yang dapat membantu organisasi untuk menjelaskan visi dan strategi mereka dan menerapkannya dalam kegiatan operasinya. BSC memberikan umpan balik, baik dari sisi proses kegiatan internal maupun hasil-hasil dari luar, dalam rangka perbaikan kinerja dan hasil suatu organisasi secara terus menerus. Ketika diimplementasikan, BSC mentransformasikan perencanaan strategis dari hanya sekedar wacana akademis menjadi sesuatu yang membumi. BSC pun dapat dipergunakan di dalam pemerintahan. Karena dengan BSC pimpinan pemerintahan dapat mengetahui apa harapan rakyat dan apa kebutuhan pegawai pemerintah untuk memenuhi harapan rakyat itu. Ada beberapa keuntungan bagi pemerintahan apabila menggunakan BSC, diantaranya: • BSC menempatkan seluruh organisasi dalam proses pembelajaran; • Keputusan penganggaran yang lebih rasional; • Memfasilitasi perbaikan kinerja; • Memperbaiki komunikasi kepada stakeholders; • Memberikan data untuk acuan (benchmark). Dalam perkembangannya, konsep BSC sudah mulai diadopsi dalam sektor publik. BSC digunakan sebagai suatu alat manajemen untuk mencapai tujuan yang berbasis pada perencanaan stratejik, yang menekankan pada pencapaian tujuan yang berbasis pada visi dan misi. Penjabaran visi dan misi dalam suatu rencana stratejik dilakukan dalam empat persprektif yang meliputi keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Penerapan BSC pada sektor publik dimaksudkan untuk pemberdayaan institusi, pengambilan keputusan penganggaran yang lebih rasional, peningkatan kinerja, meningkatkan komunikasi kepada pihak-pihak berkepentingan (stakeholders), dan penyediaan data untuk benchmarking. Pada dasarnya, pengembangan BSC baik pada sektor swasta maupun publik dimaksudkan untuk memberikan peningkatan kepuasan
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 54
Machmud, Aplikasi Konsep Balance Scorecard 2013
untuk para pelanggan. Perbedaannya dapat dilihat dari tujuan maupun pihak-pihak yang berkepentingan. Penerapan BSC untuk sektor bisnis dimaksudkan untuk meningkatkan persaingan (competitiveness), sedangkan untuk sektor publik lebih menekankan pada nilai misi dan pencapaian (mission value and effectiveness). Dari aspek keuangan, untuk sektor bisnis akan mengutamakan keuntungan, pertumbuhan dan pangsa pasar, sedangan pada sektor publik dimaksudkan untuk pengukuran produktivitas dan tingkat efisiensi. Demikian juga halnya dengan pihak-pihak yang berkepentingan, sektor bisnis akan lebih mengutamakan para pemegang saham, pembeli, dan manajemen, sedangkan untuk sektor publik akan meliputi para pembayar pajak, pengguna jasa (recipients), dan legislatif. Persfektif
Swasta
Pemerintah
Finansial
Pemegang saham
DPR, pembayar pajak, konstituen
Pelanggan
Pelanggan
Orang yang menggunakan jasa/pelayanan Publik
Proses Internal
Membuat Produk yg Diunggulkan
Memberikan pelayanan secara kompetitif
Pertumbuhan & Pembelajaran
karyawan, direksi
pejabat politik (menteri), pegawai pemerintah
Secara umum, penerapan konsep BSC dalam organisasi publik dapat dilakukan mulai dari proses pembelajaran dibidang keahlian, pengetahuan, data, maupun masyarakat. Proses pembelajaran ini akan mempengaruhi proses internal organisasi. Proses internal akan mewarnai mutu pelayanan yang diberikan kepada masyarakat maupun para wakil rakyat, mempengaruhi nilai dan manfaat, serta mempengaruhi keuangan dan biaya sosial, dan secara keseluruhan akan bermuara pada misi organisasi yang telah ditetapkan terlebih dahulu.
2. Indikator Efektivitas Pemerintah Daerah (Government Effectiveness). 1.
Kualitas layanan publik,
2.
Kapasitas layanan masyarakat,
3.
Kebebasan layanan masyarakat dari tekanan politik, dan
4.
Kualitas perumusan kebijakan.
Pada Governance Matters, salah satu indikator efektifitas pemda adalah tinggi rendahnya kualitas layanan publik. Bila dispesifikasi lebih teknis sehingga lebih sederhana, kita bisa
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 55
Machmud, Aplikasi Konsep Balance Scorecard 2013
memilih beberapa layanan publik saja darinya. Dari berbagai layanan publik yang disediakan oleh pemda, kita bisa mengukur layanan publik yang: 1.
Merupakan hak masyarakat
2.
Penyediaannya diperintahkan peraturan perundangan-undangan
3.
Secara langsung terkait dengan peningkatan kesra.
Namun perlu diperhatikan beberapa hal yang menurut saya sangat penting, misalnya: 1.
Konsep yang disusun haruslah membumi, actionable dan doable. Apa yang diukur, bagaimana mengukurnya, dan untuk apa pengukuran digunajakn haruslah terdefinisi dengan baik dan fit dengan regulasi yang dipatuhi Pemda. Balance dscorecard tidak dikenal di pemerintahan di Indonesia: Harus diingat: Pemda tidak akan mau melaksanakan jika tidak ada UU, PP, atau Permendagri yang mengatur atau setidaknya menyinggung istilah itu.
2.
Perhatikan “medan” yang ada. Balanced-scorecard sukses di bisnis karena pelanggan dan keinginan mereka jelas dan mudah diidentifikasi. Selain itu, karyawan selaku pemberi pelayanan/barang juga mengikat kontrak yang tegas dan jelas dengan perusahaan. Ini berbeda dengan di sektor pemerintahan, terutama pemerintahan daerah. Tidak ada “kontrak” antara pelaksana (staf) dengan kepala SKPD atau KDH. Artinya, kerja tidak kerja tetap gajian.
Fokus ke kinerja yang mana? Pengukuran kinerja keuangan di Pemda sampai saat ini cuma untuk menilai: apakah Pemda pintar “menghabiskan” anggaran atau tidak. Yang dilihat cuma selisih realisasi dan anggarannya. Balanced scorecard sangat bagus karena menyeimbangkan 4 perspektif kinerja. Faktor keseimbangan ini merupakan ciri kas dari BSC. Sangat penting karena bila berhasil menyusunnya, maka sangat memudahkan kita untuk menilai keragaan pemda atau SKPD. Pengukuran yang menggunakan balanced scorecards (BSC) sebenarnya hanya pemetaan dan perangkuman bagi pengukuran yang sudah ada. BSC untuk pemerintah menggunakan indikator makro: (1) Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) untuk perspektif proses bisnis internal; (2) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) untuk perspektif pelanggan (customer); (3) Indeks Kepercayaan Publik (IKP) untuk perspektif inovasi dan pembelajaran; dan (4) Indeks Persepsi Korupsi (IPK) untuk perspektif keuangan. Keempat indikator tersebut dijadikan alat pengukuran secara komprehensif bagi suatu pemerintah daerah ataupun pemerintah pusat sendiri. Keempat indikator tersebut sama penting dan strategisnya. Hal yang diperlukan adalah indikator turunan dari keempat
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 56
Machmud, Aplikasi Konsep Balance Scorecard 2013
indeks tersebut. Saat ini sudah ada indikator turunannya yang menjadi bagian dari indikator dalam LPPD, tetapi belum menggunakan BSC. Ini memang pekerjaan yang cukup sulit dan rumit; tetapi bila semua sudah tersusun maka penilaian kinerja pemda dapat dilakukan secara komprehensif. Sedikit komentar pada Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang ditempatkan dalam perspektif proses bisnis internal. Pertanyaannya: apakah IKM tidak lebih “baik”, bila dikelompokkan juga pada perspektif pelanggan (customer)? Mengapa? Karena variabel IKM mengukur kepuasan pelanggan terhadap layanan publik; artinya ia mengukur kinerja layanan publik dari perspektif pelanggan. Lalu, apakah indikator / variabel alternatif pada perspektif proses bisnis internal? Barangkali, alternatifnya adalah: 1. Kehandalan sistem pengendalian internal non keuangan 2. Kriteria-kriteria layanan prima 3. Kriteria-kriteria penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) 4. ......... Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya. Ada empat belas unsur yang diukur yang merupakan proses bisnis tersebut; antara lain prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, kejelasan petugas pelayanan, kedisiplinan petugas, dll (sesuai Keputusan MenPAN nomor KEP/25/M.PAN/2/2004). Jadi yang dinilai bagaimana proses pelayanan dapat memuaskan masyarakat. Secara makro ( ke depan ) dapat dikatakan bahwa kepemerintahan yang baik (good governance) adalah kepemerintahan yang, (1) dapat memberikan kepuasan masyarakat melalui pelayanan prima; (2) dapat menyejahterkan masyarakat; (3) tingkat korupsi rendah; dan (4) dipercaya oleh masyarakat. Keempat hal tersebut memang saling mempengaruhi. Keempat indeks ( IKM, IPM, IPK dan IKP) adalah minimal yang perlu dikembangkan. Tetapi ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian. 1.
Menjadikan Kab/Kota sebagai unit analisis perumusan indikator kinerja dengan kerangka pikir BSC sangatlah baik. Hasilnya akan dapat menjadi peta-tindakan-ideal yang seharusnya dikerjakan untuk menjamin peningkatan kinerja pemberian otda. Bila peta tersebut telah ada, maka ia dapat dijadikan sebagai template untuk menyusun RPJM-Daerah. Pembandingan apa yang sebaiknya (seharusnya) ada
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 57
Machmud, Aplikasi Konsep Balance Scorecard 2013
dalam RPJM-D dengan apa yang senyata ada di dalamnya, akan memudahkan pengambilan corrective action pada tahap perencanaan. 2.
Menurut kami, menempatkan IPM sebagai salah satu indikator di perspektif pelanggan (customer) sangatlah baik. Mengapa? Paling tidak, akan memperjelas orientasi program kegiatan yang seharusnya dikerjakan oleh pemda. Tidak berat pada belanja aparatur, tetapi pada belanja publik seperti yang dikenalkan oleh Kepmendagri 29 yang lalu. Selain, karena indikator IPM sudah jelas dan datanya selalu diupdate dalam periode tertentu, maka kejelasan itu akan memudahkan pencarian program kegiatan dari masing-masing urusan pemerintahan dan atau dari tiap sektor (ISIC = KLUI).
3.
Dengan terlebih dahulu menyepakati IPM sebagai salah satu indikator di perspektif pelanggan, juga akan memudahkan pencarian indikator kinerja pada 3 (tiga) perspektif lainnya.
Misalkan ada Kabupaten Sejahtera yang para pihaknya telah berkomitmen kuat untuk meningkatkan IPM hingga 25 persen di 2 tahun ke depan. Mereka benar-benar ingin meningkatkan substansi IPM dan tidak sedang ingin memanipulasi data-data sehingga IPM menjadi tinggi. Syarat apa yang harus ada sehingga Kabupaten Sejahtera berhasil mencapai target IPM tersebut. Bila ber-self-brainstroming, beberapa jawabannya adalah sebagai berikut: 1. Pilihan program dan kegiatan di tiap SKPD harus tepat substansi, tepat lokasi, dan tepat sasaran (bisa diringkas menjadi tepat perencanaan) 2. Seluruh kegiatan reguler (selalu dikerjakan sepanjang hari selama setahun) yang berorientasi ke masyarakat dan terkait langsung dengan IPM di tiap SKPD harus dikerjakan sesuai dengan persyaratan pelaksanaannya. Atau Layanan Publik Dasar terselenggara sesuai persyaratan pelaksanaan. Atau Layanan Publik harus Prima 3. Kegiatan dan layanan publik dari SKPD lain yang tidak terkait secara langsung dengan target IPM dapat diarahkan ke IPM dan atau bila tidak dapat, maka ia diselenggarakan dengan prima dan tepat perencanaan sehingga tidak boros dan menyedot dana terbatas untuk pencapaian IPM. 4. Tidak pernah ada pemborosan anggaran yang disengaja maupun tidak sengaja. Mengapa? Karena sudah tepat perencanaan dan para pihak telah berkomitmen untuk meningkatkan IPM seribu persen di 2 tahun ke depan. 5. Ada sistem monitoring yang mantap dan fungsional di tiap SKPD sehingga ada early warning system yang tepat untuk menjamin ketepatan corrective action.
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 58
Machmud, Aplikasi Konsep Balance Scorecard 2013
6. Penempatan pegawai selalu tepat penempatan dan tepat waktu penempatannya sesuai dengan akumulasi kompetensi tiap pegawai yang bersangkutan. 7. Kepala SKPD selalu berhasil memotivasi, meningkatkan semangat juang para pegawai di jajarannya sehingga selalu tidak menunda-nunda pekerjaan, selalu bersemangat menyelesaikan sisa tugas yang belum selesai, dan selalu terbuka menerima corrective action. 8. Di tiap SKPD selalu ada atmosfer akademik atau semangat dan budaya belajar sehingga pilihan program dan kegiatan berikutnya selalu yang terbaik dan corrective action selalu tepat. 9. DPRD berhasil mengkomunikasikan komitmen bersama tersebut ke seluruh para pihak sehingga selalu ada dukungan penuh dari para stakeholders terhadap komitmen pencapaian target IPM tersebut. 10. Komunikasi politik antara eksekutif dengan legislatif berjalan lancar sehingga dukungan DPRD selalu bersemi dan segar. 11. Masyarakat, sebagai subjek dan objek pencapaian target IPM tersebut, ikut serta berpartisipasi aktif. 12. Ada jembatan yang menghubungkan ide kreatif dari masyarakat dan kelompokkelompok pemerhati dengan pihak eksekutif dan legislatif sehingga pilihan program kegiatan selalu mantaf serta potensi kegagalan atau kecurangan segera diketahui. 13.Tindak lanjut dari corrective action selalu disosialisasikan dan atau gampang diketahui sehingga komitmen dan kebersamaan selalu berkembang sepanjang hari.
3. Kualitas Manajemen Pembangunan Daerah Kualitas Manajemen Pembangunan Daerah, yang untuk sementara, dapat kita kelompokkan dalam perspektif proses bisnis internal, dapat direformulasi dalam draft kuesioner untuk mengukur Kualitas Manajemen Pembangunan Daerah. 1.Apakah pilihan program dan kegiatan di tiap SKPD tepat substansi, tepat lokasi, dan tepat sasaran? […] 5 =“Tinggi” […] 4 […] 3 […] 2 […] 1 = “Rendah” 2. Apakah seluruh kegiatan reguler yang berorientasi ke masyarakat dan terkait langsung dengan IPM di tiap SKPD dikerjakan sesuai dengan persyaratan pelaksanaannya. […] 5 = “Tinggi” […] 4 […] 3
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 59
Machmud, Aplikasi Konsep Balance Scorecard 2013
[…] 2 […] 1 = “Rendah” 3. Apakah Kegiatan dan layanan publik dari SKPD lain yang tidak terkait secara langsung dengan target IPM dapat diarahkan ke IPM dan atau bila tidak dapat, maka ia diselenggarakan dengan prima dan tepat perencanaan sehingga tidak boros dan menyedot dana terbatas untuk pencapaian IPM? […] 5 = “Tinggi” […] 4 […] 3 […] 2 […] 1 = “Rendah” 4. Apakah ada pemborosan anggaran yang disengaja maupun tidak sengaja? […] 5 = “Tinggi” […] 4 […] 3 […] 2 […] 1 = “Rendah” 5. Apakah ada sistem monitoring yang mantap dan fungsional di tiap SKPD? […] 5 = “Tinggi” […] 4 […] 3 […] 2 […] 1 = “Rendah” 6. Apakah di tiap SKPD ada atmosfer akademik atau semangat dan budaya belajar sehingga pilihan program dan kegiatan berikutnya selalu yang terbaik dan corrective action selalu tepat? […] 5 = “Tinggi” […] 4 […] 3 […] 2 […] 1 = “Rendah” 7. Apakah DPRD berhasil mengkomunikasikan komitmen bersama tersebut ke seluruh para pihak sehingga selalu ada dukungan penuh dari para stakeholders terhadap komitmen pencapaian target IPM tersebut? […] 5 = “Tinggi” […] 4 […] 3 […] 2 […] 1 = “Rendah” 8. Apakah komunikasi politik antara eksekutif dengan legislatif berjalan lancar? […] 5 = “Tinggi” […] 4 […] 3 […] 2 […] 1 = “Rendah”
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 60
Machmud, Aplikasi Konsep Balance Scorecard 2013
9. Apakah Masyarakat, sebagai subjek dan objek pencapaian target IPM tersebut, ikut serta berpartisipasi aktif? […] 5 = “Tinggi” […] 4 […] 3 […] 2 […] 1 = “Rendah” 10. Apakah ada jembatan yang menghubungkan ide kreatif dari masyarakat dan kelompok-kelompok pemerhati dengan pihak eksekutif dan legislatif sehingga pilihan program kegiatan selalu mantaf serta potensi kegagalan atau kecurangan segera diketahui? […] 5 = “Tinggi” […] 4 […] 3 […] 2 […] 1 = “Rendah” 11. Apakah tindak lanjut dari corrective action selalu disosialisasikan dan atau gampang diketahui sehingga komitmen dan kebersamaan selalu berkembang sepanjang hari. […] 5 = “Tinggi” […] 4 […] 3 […] 2 […] 1 = “Rendah” Membuat indikator kinerja, ada baiknya untuk keperluan self assesment bagi Pemerintah Daerah, DPRD dan SKPD, dengan mengacu pada program dan kegiatan yang telah dilaksanakan.
hal
itu
diperlukan
untuk
membiasakan
pemda
menilai
diri,
penyempurnaannnya dilakukan perkembangan selanjutnya. Sesuatu yang bisa diukur dapat dikerjakan. Jika kita tidak dapat mengukur hasil, maka kita tidak bisa membedakan antara keberhasilan dengan kegagalan. Jika kita tidak dapat melihat hasil, maka kita tidak bisa menghargainya. Jika kita tidak dapat menghargai keberhasilan, kemungkinan besar kita sedang menghargai kegagalan. Jika kita tidak dapat melihat keberhasilan, maka kita tidak dapat belajar darinya. Jika kita tidak dapat mengenali kegagalan, maka kita tidak akan dapat memperbaikinya. Jika kita dapat menunjukkan hasil, maka kita akan memenangkan dukungan masyarakat. 4. Indikator kinerja APBD, dan ilustrasinya : • Masukan (input) Masukan merupakan sumber daya yang digunakan untuk memberikan pelayanan pemerintah. Indikator masukan meliputi biaya personil, biaya operasional, biaya modal, dan lain-lain yang secara total dituangkan dalam belanja administrasi umum, belanja
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 61
Machmud, Aplikasi Konsep Balance Scorecard 2013
operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. Ukuran masukan ini berguna dalam rangka memonitor jumlah sumber daya yang digunakan untuk mengembangkan, memelihara dan mendistribusikan produk, kegiatan dan atau pelayanan. Contoh-contoh : - Rupiah yang dibelanjakan untuk peralatan; - Jumlah jam kerja pegawai yang dibebankan; - Biaya-biaya fasilitas; - Ongkos sewa; - Jumlah waktu kerja pegawai. • Keluaran (output) Produk dari suatu aktivitas/kegiatan yang dihasilkan satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan disebut keluaran (out put). Indikator keluaran dapat menjadi landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila target kinerjanya (tolok ukur) dikaitkan dengan sasaran-sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur. Karenanya, indikator keluaran harus sesuai dengan tugas pokok dan fungsi unit organisasi yang bersangkutan. Indikator keluaran (ouput) digunakan untuk memonitor seberapa banyak yang dapat dihasilkan atau disediakan. Indikator tersebut diidentifikasikan dengan banyaknya satuan hasil, produk-produk, tindakan-tindakan, dan lain sebagainya. Contoh-contoh : - Jumlah izin yang dikeluarkan; - Jumlah panjang jalan yang diperbaiki; - Jumlah orang yang dilatih; - Jumlah kasus yang dikelola; - Jumlah dokumen yang diproses; - Jumlah klien yang dilayani • Efisiensi Ukuran efisiensi biaya berkaitan dengan biaya setiap kegiatan/aktivitas dan menjadi alat dalam membuat
ASB
serta
menentukan
standar
biayanya.
Ukuran
efisiensi
merupakanfungsi dari biaya satuan (unit cost) yang membutuhkan alat pembanding dalam mengukurnya. Indikator ini berguna untuk memonitor hubungan antara jumlah yang diproduksi dengan sumber daya yang digunakan. Ukuran efisiensi menunjukkan perbandingan input dan output dan sering diekspresikan dengan rasio atau perbandingan.Mengukur efisiensi dapat dilihat dari dua sisi yaitu biaya yang dikeluarkan per satuan produk (input ke output) atau produk yang dihasilkan per satuan sumber daya (output ke input). Pada sisi pertama menggambarkan biaya per satuan, seperti :
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 62
Machmud, Aplikasi Konsep Balance Scorecard 2013
- Biaya per dokumen yang dikeluarkan; - Biaya per m3 aspal yang dilapis; - Biaya per surat izin yang dikeluarkan; - Biaya per karyawan yang dilatih. Sedangkan sisi lainnya, efisiensi dapat dipandang sebagai produktivitas sumber daya tersebut dalam satuan waktu/unit, seperti : - Banyaknya produk yang dihasilkan per minggu; - Jumlah karyawan yang diajar per instuktur; - Kasus yang ditangani/dipecahkan per unit kerja; - Panggilan yang ditangani per jam. • Kualitas (Quality) Ukuran kualitas digunakan untuk menentukan apakah harapan konsumen sudah dipenuhi. Bentuk harapan tersebut dapat diklasifikasikan dengan: akurasi, memenuhi aturan yang ditentukan, ketepatan waktu, dan kenyamanan. Harapan itu sendiri hasil dari umpan balik lingkungan internal dan eksternal. Perbandingan antara input-output sering digunakan untuk menciptakan ukuran kualitas dan mengidentifikasikan aspek yang pasti perihal pelayanan, produk dan aktivitas yang diproduksi unit kerja yang diperlukan masyarakat. Perbandingan antara output yang spesifik dengan keseluruhan output menciptakan ukuran akurasi, ketepatan waktu, dan aturan tambahan yang diperlukan. Contoh-contoh: - Persentase dari pelayanan minimum penyediaan air sesuai kualitasnya; - Tingkat kesalahan pembayar pajak dari jumlah restitusi pajak; - Persentase kemampuan proses mengeluarkan SIM dalam satu jam. - Harapan masyarakat (dihubungkan dengan identifikasi umpan balik internal dan eksternal) dari data yang diperoleh dapat membentuk ukuran kualitas itu sendiri. Sebagai contoh : - Persentase masyarakat yang secara relatif menyatakan pelayanan itu baik, sangat baik dan terbaik; - Persentase tingkat kepuasan klien yang telah berhasildirehabilitasi. • Hasil (outcome) Indikator ini menggambarkan hasil nyata dari keluaran (output) suatu kegiatan. Pengukuran indikator hasil seringkali rancu dengan pengukuran indikator output. Sebagai contoh: Penghitungan “jumlah bibit unggul” yang dihasilkan dari suatu kegiatan merupakan tolok ukur keluaran (output) namun penghitungan “besar produksi per ha” merupakan tolok ukur hasil (outcome).
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 63
Machmud, Aplikasi Konsep Balance Scorecard 2013
Indikator hasil (outcome) merupakan ukuran kinerja dari program dalam memenuhi sasarannya. Pencapaian sasaran dapat ditentukan dalam satu tahun anggaran, beberapa tahun anggaran, atau periode pemerintahan. Sasaran itu sendiri dituangkan dalam fungsi/bidang pemerintahan, seperti keamanan, kesehatan, atau peningkatan pendidikan. Ukuran hasil (outcome) digunakan untuk menentukan seberapa jauh tujuan dari setiap fungsi utama, yang dicapai dari output suatu aktivitas (produk atau jasa pelayanan), telah memenuhi keinginan masyarakat yang dituju. Permasalahannya seringkali tujuan tersebut tidak dalam kendali satu unit kerja, misalnya program dari kepolisian untuk mengurangi tingkat kecelakaan di jalan tol dengan aktivitas mengeluarkan peraturan penggunaan sabuk pengaman. Harapannya, penggunaan sabuk pengaman mengurangi tingkat kecelakaan di jalan tol, padahal tingkat kecelakaan masih dipengaruhi faktor lain, seperti : kondisi jalan, mobil, tingkat pengemudi mabuk, kecepatan, dan lain sebagainya di luar jangkauan/kendali unit kerja tersebut. Pengukuran Manfaat - % kenaikan lapangan kerja - % penurunan tingkat penyakit TBC - Penurunan tingkat kriminalitas - Penurunan tingkat kecelakaan lalulintas Pengukuran Dampak - % kenaikan pendapatan perkapita masyarakat - Peningkatan cadangan pangan daerah - Penurunan tingkat kemiskinan - Penurunan tingkat Pengukuran Efisiensi Output/Input - Klien yang dilayani terhadap # petugas - Permohonan yang diijinkan terhadap permohonan yang diterima - Brosur yang dipenuhi terhadap jumlah permintaan Output/Waktu - Waktu yang dibutuhan utk memproses permohonan - Waktu yang dibutuhkan utk memenuhi permintaan informasi - Waktu yang dibutuhkan utk menanggapi keluhan Output/Biaya - Biaya per inspeksi - Biaya per peserta atau konsumen
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 64
Machmud, Aplikasi Konsep Balance Scorecard 2013
- Biaya proses per order pembelian Outcome/Biaya - Biaya per persen kenaikan tingkat pengembalian barang - Biaya per penurunan tingkat kesalahan laporan - Biaya per kenaikan perijinan sesuai dengan peraturan Beberapa pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam menjabarkan misi organisasi menjadi strategi dalam empat perspektif BSC dapat dijabarkan berikut ini. 1) Misi : Apa misi organisasi ? Jasa pelayanan dan program apa saja yang dipersyaratkan dan dibutuhkan ? 2) Pelanggan dan Pihak Berkepentingan : Bagaimana organisasi mencipta nilai ? Manfaat apa saja yang dibutuhkan untuk penyediaan jasa tersebut ? 3) Karyawan dan Kapasitas Organisasi : Bagaimana kita merubah dan mengembangkan kemampuan ? 4) Proses Bisnis Internal : Untuk memuaskan para pembayar pajak, wakil rakyat dan pihak berkepentingan lainnya, proses bisnis mana yang harus ditonjolkan ? 5) Finansial : Untuk
kehati-hatian
pengelolaan
sumber
daya
publik,
bagaimana
cara
mengalokasikan dana dan mengontrol belanja ? Pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas akan menjadi dasar untuk menetapkan strategi untuk mencapai misi. Untuk dapat menerapkan BSC dengan sukses, langkah-langkah yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut : -
Melaksanakan evaluasi terhadap organisasi;
-
Menjelaskan tema strategis atau daerah fokus;
-
Menetapkan tujuan;
-
Menggambarkan peta strategi;
-
Menjelaskan pengukuran kinerja;
-
Mengembangkan inisiatif;
-
Visualisasi dan komunikasi kinerja;
-
Terjun ke dunia bisnis;
-
Evaluasi dan penyesuaian kinerja.
5. Penutup Konsep balanced scorecard (BSC) yang secara substansial dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja pelayanan konsumen (masyarakat), sangat relevan diadopsi dalam
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 65
Machmud, Aplikasi Konsep Balance Scorecard 2013
pengembangan manajemen keuangan daerah ke depan. Secara konsepsional BSC sudah sejalan dengan arah kebijakan pengelolaan keuangan daerah saat ini, yaitu dalam rangka mencapai kinerja pemerintahan yang baik, APBD harus disusun dengan anggaran kinerja. Penyusunan APBD harus dilakukan untuk mencapai output, outcome, benefit, dan impact, sesuai dengan visi dan misi yang telah ditetapkan.
Referensi Kaplan, Robert S. dan David P. Norton. 1992. The Balanced Scorecard: Measure That Drive Performance. Harvard Business Review. July-August: 172-180. Luthans, Fred. 1992. Organizational Behavior. Sixth Edition. McGraw-Hill,Inc. Pandey, I.M. (2005). Balanced Scorecard: Myth and Reality. Vikalpa. Volume 30 January-March: 51-66. Tarantino, David P. (2003). Using The Balanced Scorecard as a Performance Management Tool. The Physician Executive. (September-Oktober): 69-72 Venkatraman & Gering, M. (2000). The Balanced Scorecard. Ivey Business Journal. January/February: 10-13. Robbins, S. P. (1994). Organizations Theory: Structure, Design and Application. Alih bahasa Yusuf Udaya, Penerbit Arcan, Jakarta, New Jersey: Englewood Cliffs, Printice-Hall. 3rd Ed. Pearce H. John A., & Richard B. Robinson, JR. (2000). Strategic Management: Formulation, Implementation, and Control. International Edition. McGraw-Hill, New York. Wheelen, T, L., & Hunger, J, D. (2010). Strategic Management and Business Policy: Achieving Sustainability, 12th Edition, Pearson, Prentice Hall, Upper Sadle River. New Jersey.
Majalah Bisnis Dan Iptek | Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Pasundan Bandung 66