1 BioWallacea Jurnal Ilmiah Ilmu Biologi Januari 2016 Vol. 2 No. 1, p. 6-12 ISSN: 2442-2622
APLIKASI BIOKOMPOS DENGAN BEBERAPA SUPLEMEN DAN BIOCHAR HASIL FERMENTASI JAMUR Trichoderma spp. UNTUK MEMACU PERTUMBUHAN KEDELAI DI LAHAN KERING Irna Il Sanuriza 1), I.M.Sudantha 2), M.T.Fauzi 2) Mahasiswa 1), Dosen Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering UNRAM
2),
ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah 1) untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan kedelai yang diperlakukan dengan biochar hasil fermentasi jamur Trichoderma spp. dengan biochar tanpa fermentasi, 2) untuk mengetahui perbedaan pertumbuhan kedelai yang diperlakukan dengan biokompos suplemen cangkang rajungan dengan biokompos suplemen dedak, 3) untuk mengetahui pengaruh interaksi antara perlakuan biochar dengan biokompos. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Banyu Urip Kecamatan Gerung Kabupaten Lombok Barat mulai bulan juni sampai Agustus 2015. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen dengan percobaan di lapangan. Penelitian ini dirancang menggunakan percobaan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor yaitu biochar dan biokompos. Faktor 1 adalah aplikasi biochar (B) terdiri atas empat aras yaitu C0 = Tanpa biochar, C1 = Biochar non Fermentasi 20 ton/ha, C2 = Biochar Fermentasi 20 ton/ha, C3 = Biochar Fermentasi 10 ton/ha, dan Faktor 2 yaitu faktor dosis biokompos (B) tediri atas tiga aras yaitu B1 = Tanpa pemberian Biokompos, B2 = 15 ton biokompos suplemen bekatul/ha, B3 = 15 ton biokompos suplemen cangkang rajungan /ha.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan biochar fermentasi jamur Trichoderma spp. dosis 10 ton/ha memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi. Biokompos suplemen dedak dosis 15 ton /ha memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi dan brangkasan basah tanaman kedelai di lahan kering. Perlakuan biokompos suplemen cangkang rajungan fermentasi jamur Trichoderma spp. dosis 15 ton /ha berpengaruh nyata terhadap semua variabel pertumbuhan. Tidak terdapat interaksi antara biokompos dan biochar terhadap pertumbuhan tanaman kedelai di lahan kering. Kata Kunci: Biochar, Fermentasi, Biokompos, Trichoderma, kedelai PENDAHULUAN Lahan sawah yang dikelola oleh petani di Nusa Tenggara Barat (NTB) semakin sempit yaitu kurang dari 16 % dari lahan yang ada. Sempitnya lahan pertanian akibat adanya alih fungsi lahan menjadi pemukiman dan pertokoan. Hal ini menjadi masalah besar dalam suatu wilayah dan lebih luas dapat berpengaruh pada ketahanan pangan suatu negara. Oleh sebab itu, dibutuhkan penambahan lahan pertanian, salah satunya adalah di lahan kering (Suwardji, 2013). Lahan kering (upland, rainfed areas) adalah hamparan lahan yang didayagunakan tanpa penggenangan air, baik secara permanen maupun musiman dengan sumber
air berupa air hujan atau air irigasi (Utomo, dkk, 1993 dalam Suwardji, 2013). Nusa Tenggara Barat (NTB) memiliki lahan kering yang luasnya mencapai 1,8 juta ha atau 83,25% dari seluruh luas wilayah dengan berbagai jenis penggunaan, salah satunya adalah untuk penanaman kedelai. Kebutuhan kedelai (Glycnie max (L) Merr.) di Indonesia terus mengalami peningkatan. Peningkatan kebutuhan konsumsi kedelai sebesar 1,6 % pertahun. Kebutuhan konsumsi kedelai di tahun 2014 sebesar 2.300.000 ton biji kering (BPS, 2014). Namun, Produksi dalam negeri hanya mampu mencukupi 35-40% atau 921.340 ton tahun 2014, sehingga
2
kekurangannya (60-65%) dipenuhi dari impor (Hapsoh, 2008). Oleh sebab itu produksi kedelai Nasional harus terus ditingkatkan agar dapat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat. Lahan kering yang potensial untuk pengembangan tanaman kedelai memiliki keterbatasan. Faktor pembatas di lahan kering diantaranya adalah: air, solum tanah yang dangkal, dan tingkat kesuburan tanah yang rendah (Abdurachman, 2008). Selain itu, faktor pembatas dalam pengembangan tanaman kedelai pada lahan kering adalah kesehatan tanaman kedelai karena adanya serangan patogen tular tanah seperti jamur Sclerotium rolfsii dan Fusarium oxysporum f. sp. glycine penyebab penyakit rebah kecambah dan layu (Sudantha dan Suwardji, 2012). Oleh karena itu, untuk mendukung program swasembada kedelai dan pertanian yang ramah lingkungan, maka perlu dilakukan usaha untuk meningkatkan kualitas lahan dalam rangka meningkatkan produksi kedelai di lahan kering. Salah satu gagasan yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas lahan dengan memanfaatkan bahan-bahan yang belum termanfaatkan oleh masyarakat bahkan menjadi limbah seperti: tempurung kelapa, cangkang rajungan, sampah organik rumah tangga maupun pertanian. Limbah ini dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biokompos dengan berbagai suplemen dan biochar. Menurut Sukmadi (1999), biokompos merupakan proses fermentasi bahan-bahan organik yang melibatkan mikroorganisme untuk memacu laju proses pengomposan. Mikroorganisme yang dapat digunakan untuk memacu proses pengomposan salah satunya adalah jamur Trichoderma spp. Jamur ini dapat menguraikan bahan-bahan secara cepat dan dapat menghasilkan zat-zat anti mikroba yang dapat mencegah bau, serbuan serangga, ulat-ulat, hama. Jamur Trichoderma spp juga berpotensi untuk mencegah serangan pathogen tular tanah seperti jamur Sclerotium rolfsii dan Fusarium oxysporum f. sp. glycine (Sudantha, 2011). Bahan yang biasa digunakan sebagai suplemen jamur Trichoderma spp adalah dedak padi. Kandungan dedak padi ini adalah protein = 11,35%, lemak = 12,15%, karbohidrat = 28,62%, abu = 10,5%, serat kasar = 24,46% dan air =
10,15% . Dedak padi sudah banyak dimanfaatkan salah satunya sebagai pakan ternak. Ketersediaan komoditi ini cukup terbatas karena tergantung pada musim panen padi, sifatnya yang mudah rusak, serta menjadi kebutuhan utama bagi peternak yang membuat pakan campuran. Oleh sebab itu perlu dicari alternatif bahan yang berpotensi sebagai suplemen jamur Trichoderma spp. Bahan yang berpotensi untuk ditambahkan sebagai suplemen salah satunya adalah tepung cangkang rajungan. Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan kepiting yang hidup di perairan laut (Multazam, 2012). Cangkang rajungan adalah limbah/hasil sampingan dari pengolahan rajungan yang mengandung protein, kalsium, dan fosfor yang cukup tinggi (Sugihartini, 2001). Berdasarkan hasil survei pendahuluan Sanuriza (2015), di Kecamatan Lembar Lombok Barat cangkang rajungan merupakan limbah industri rumah tangga yang ketersediaannya melimpah dan tidak termanfaatkan. Ketersediaan cangkang rajungan mencapai 720kg/bulan. Berdasar hasil penelitian Yanuar (2013) tepung cangkang rajungan mengandung kalsium (Ca) dan Fosfor (P) yang cukup tinggi yaitu 300,90 mg/g bk dan 12,01 mg/g bk. Biokompos cangkang rajungan ini akan dikombinasikan dengan biochar tempurung kelapa hasil fermentasi jamur Trichoderma spp. Berdasarkan hasil penelitian Sukartono (2011), biochar berperan dalam perbaikan terhadap kualitas kesuburan tanah, Hal ini terlihat dari meningkatnya hasil tanaman, serapan hara, dan juga efisiensi penggunaan N dan air (Sudantha, 2010a). Berdasarkan uraian di atas, maka telah dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui pertumbuhan kedelai yang diberi perlakuan biochar dan biokompos.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan percobaan di lahan kering, di Desa Banyu Urip Kecamatan Gerung Kabupaten Lombok Barat, di laboratorium mikrobiologi, laboratorium tanah, dengan laboratorium produksi
3
Universitas Mataram, yang akan dimulai pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2015. Rancangan Percobaan dan Perlakuan. Penelitian ini dirancang dengan percobaan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakuan faktorial dan dengan 2 faktor biochar dan biokompos. Faktor 1 adalah aplikasi biochar (B) terdiri atas empat aras yaitu C0 = Tanpa biochar, C1 = Biochar non Fermentasi 20 ton/ha, C2 = Biochar Fermentasi 20 ton/ha, C3 = Biochar Fermentasi 10 ton/ha, dan Faktor 2 yaitu faktor dosis biokompos (B) tediri atas tiga aras yaitu B1 = Tanpa pemberian Biokompos, B2 = 15 ton biokompos suplemen bekatul/ha, B3 = 15 ton biokompos suplemen cangkang rajungan /ha. Terdapat 12 kombinasi perlakuan antara dosis biokompos dan biochar dengan tiga kali ulangan sehingga diperoleh 36 unit percobaan. Persiapan dan Pelaksanaan Percobaan Biakan jamur yang digunakan yaitu biakan Trichoderma koningii isolat Endo-04 dan Trichoderma harzianum isolat SAPRO-07. Isolat yang akan digunakan berasal dari koleksi Prof. Dr. Ir. I Made Sudantha, MS. yang berada di Laboratorium Produksi II Fakultas Pertanian Universitas Mataram. Pembuatan medium tumbuh Trichoderma koningii dan Trichoderma harzianum dengan cara mencampuran air rebusan kentang 200 ml, gula pasir 4,5 gram, dan tepung agar 4,5 gram. Kemudian medium tumbuh disterilkan di autoklaf selama ± 2 jam pada suhu 1210C dengan tekanan 1,5 atm. Setelah itu larutan medium tumbuh ditambahkan streptomycin dan dituang ke dalam petri steril kemudian dibiarkan di laminar air flow sampai memadat. Biokompos suplemen cangkang rajungan dan biokompos suplemen dedak dibuat dengan kotoran sapi dan potongan-potongan jerami padi terlebih dahulu dikeringkan. Selanjutnya bahan kompos dimasukkan ke dalam bak fermentasi, lalu mengatur tumpukan bahan kompos setebal 30 cm. Untuk biokompos suplemen biokompos cangkang rajungan diatasnya ditutupi dengan suplemen tepung cangkang rajungan setebal 5 cm, sedangkan biokompos suplemen dedak diatasnya ditutupi dengan suplemen tepung dedak padi setebal 5 cm
kemudian disiramkan dengan larutan Biotricon yaitu campuran jamur endofit T. koningii dan jamur saprofit T. harzianum (isolat SAPRO-07) secara merata sambil bahan kompos diaduk, sampai kandungan air mencapai 30 - 40 %. Selanjutnya tumpukan bahan kompos ditutup rapat-rapat dengan terpal dan dibiarkan selama 3 minggu dengan pembalikan setiap satu minggu sekali. Sumber biochar (tempurung kelapa) dipanaskan sampai seluruh bahan berubah menjadi arang hitam. Biochar tersebut selanjutnya ditumbuk (grinding) sedemikian rupa kemudian diayak dengan ayakan mata saring 1,0 mm. Selanjutnya untuk membuat biochar fermentasi, tumpukan biochar ditambahkan dedak dan larutan gula, kemudian ditutup rapat-rapat dengan terpal dan dibiarkan selama 3 minggu dengan pembalikan setiap satu minggu sekali. Jarak tanam yang digunakan adalah 20x40 cm dengan menempatkan 3 biji dalam setiap lubang tanam. Selanjutnya biokompos dan biochar diaplikasikan dengan cara dilarikan. Penyiangan dilakukan bersamaan dengan pembumbunan. Pengamatan Peubah Peubah yang diamati meliputi parameter pertumbuhan. Parameter pertumbuhan meliputi tinggi tanaman, berat berangkasan basah dan kering fase vegetatif maksimum. Analisis Data Data semua hasil pengamatan dianalisis secara statistik menggunakan analisis ragam (ANOVA) dengan taraf signifikansi 5 %, kemudian apabila antar perlakuan berbeda nyata (signifikansi) yang ditunjukkan dengan nilai P < 0,05 maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) dengan taraf signifikansi yang sama.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi biokompos suplemen dedak, biokompos suplemen cangkang rajungan dan biochar fermentasi 10 ton/ha memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kedelai di lahan kering
4
seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini: Tabel 1. Koefisien regresi (nilai b) tinggi tanaman 2-5 MST Faktor Biokompos Koefisien regresi (nilai b) Tinggi Tanaman Tanpa Biokompos 23,183 a Biokompos suplemen dedak 15 ton/ha 27,158 b Biokompos suplemen cangkang rajungan 15 ton/ha 28,166 b BNJ 5 % 2,72 Faktor Biochar Koefisien regresi (nilai b) Tinggi Tanaman Tanpa Biochar 25,159 a Biochar non Fermentasi 20 ton/ha 25,641 ab Biochar Fermentasi 20 ton/ha 25,559 ab Biochar Fermentasi 10 ton/ha 28,317 b BNJ 3,01 Keterangan *) : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5 %. Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan biokompos suplemen dedak dan suplemen cangkang rajungan dengan dosis 15 ton/ha memberikan peningkatan terhadap tinggi tanaman, karena pada dosis ini tanaman memperoleh ketersediaan hara yang sesuai untuk pertumbuhannya. Menurut Faizal (2014), bahwa pemberian biokompos dosis 15 ton/ha dapat mencukupi kebutuhan hara tanaman. Rendahnya C/N rasio biokompos yaitu 7,72% menyebabkan hara mudah termineralisasi (terlepas) oleh mikroorganisme tanah pada proses dekomposisi sehingga tersedia bagi tanaman (Suntoro, 2003). Selain itu, pemberian suplemen dedak dan suplemen cangkang rajungan pada jamur Trichoderma spp. dapat memacu aktifitasnya. Jamur Trichoderma yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur saprofit T. harzianum dan jamur Endofit T. koningii.
Keberadaan T. harzianum pada biokompos membantu dalam fermentasi bahan organik menjadi senyawa-senyawa sederhana yang dapat dimanfaatkan tanaman (Sudantha, 2007). Hara sebagai hasil fermentasi digunakan oleh tanaman untuk memenuhi kebutuhan tanaman dalam siklus hidupnya. Jamur T. koningii berperan dalam melakukan penetrasi ke dalam jaringan kedelai dan mendifusikan hormon pertumbuhan yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Sudantha, 2011b). Menurut Sudantha (2010b) bahwa T. koningii lebih berperan dalam memacu pemanjangan batang karena jamur ini cepat melakukan kolonisasi pada jaringan tanaman dan mendifusikan etilen untuk pemanjangan batang tanaman. Tabel 1 juga menunjukkan biochar fermentasi dosis 10 ton/ha menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dibandingkan dengan biochar dosis yang lain, karena pada dosis ini tanaman memperoleh ketersediaan hara yang sesuai untuk pertumbuhan tinggi tanaman. Tujuan dari fermentasi biochar ini adalah agar jamur Trichoderma spp. dapat hidup di dalam pori-pori biochar lebih lama. Menurut (Anischan, 2010), biochar menyediakan habitat yang baik bagi mikroba tanah, tapi tidak dikonsumsi seperti bahan organik lainnya. Dalam jangka panjang biochar tidak menggangu keseimbangan karbon-nitrogen, bahkan mampu menahan dan menjadikan air serta nutrisi lebih tersedia bagi tanaman. Biochar lebih persisten dalam tanah, sehingga semua manfaat yang berhubungan dengan retensi hara dan kesuburan tanah dapat berjalan lebih lama dibanding bahan organik lain yang biasa diberikan. Hasil koefesien regresi (nilai b) berat berangkasan basah dan kering pada vegetatif maksimum dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah ini:
5
Tabel
2. Koefisien regresi (nilai b) berat berangkasan basah dan kering pada vegetatif maksimum Faktor Biokompos Vegetatif Maksimum
Tanpa Biokompos Biokompos suplemen dedak 15 ton/ha Biokompos suplemen cangkang rajungan 15 ton/ha BNJ 5 %
Berat basah (gr/tan.)
Berat kering (gr/tan.)
10,521 a
2,51 a
17,088 b
3,17 ab
17,409 b
4,21 b
5,16 1,23 Keterangan *) : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama t idak berbeda nyata pada uji BNJ taraf 5 %. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa biokompos suplemen dedak memberikan pengaruh nyata terhadap berat berangkasan basah. Biokompos suplemen cangkang rajungan memberikan pengaruh nyata terhadap berat berangkasan basah dan kering tanaman kedelai. Hasil ini menunjukkan bahwa biokompos cangkang rajungan efektif dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai. Penambahan suplemen cangkang rajungan pada biokompos ini diduga lebih meningkatkan peran jamur Trichoderma spp. dibandingkan suplemen dedak. Cangkang rajungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkang rajungan dalam bentuk tepung, hal ini bertujuan agar lebih mudah diaplikasikan ke dalam biokompos. Berdasarkan hasil penelitian Yanuar (2013) tepung cangkang rajungan yang diolah dengan metode basah mengandung kadar kalsium tinggi (300,90 mg/g bk) dan kadar fosfor (12,01 mg/g bk). Tingginya kandungan gizi pada tepung cangkang rajungan ini diharpakan dapat menjadi sumber makanan/suplemen yang baik untuk jamur Trichoderma spp. sehingga terbukti pada hasil penelitian ini bahwa biokompos cangkang rajungan berperan dalam meningkatkan semua variabel pertumbuhan dalam penelitian.
Peningkatan berat berangkasan tanaman kedelai pada perlakuan biokompos suplemen cangkang rajungan tidak lepas dari pengaruh Trichoderma spp. pada biokompos dalam menjaga kesehatan tanaman (Herlina dan Dewi , 2010). Pengaruh Trichoderma spp. pada biokompos diduga juga berperan dalam mengurai tepung cangkang rajungan ini menjadi kitosan, karena jamur Trichoderma spp. dapat menghasilkan enzim chitinolitik dan selulase, yang dapat menguraikan selulosa, hemi selulosa dan lignin (Harman dan taylor (1988) dalam Sudantha (2014)). Menurut hasil penelitian Ghaouth dkk. ( 1991) dalam Harianingsih (2010) Sifat lain kitosan adalah dapat menginduksi enzim chitinase pada jaringan tanaman. Enzim ini dapat mendegradasi kitin, yang menjadi penyusun utama dinding sel fungi, sehingga dapat digunakan sebagai fungisida (Ghaouth dkk., 1991).
KESIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan pada penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Perlakuan biokompos suplemen dedak memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi dan berat berangkasan basah tanaman kedelai di lahan kering. 2. Aplikasi biokompos suplemen cangkanga rajungan dosis 15 ton/ha memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi, berat berangkasan basah dan kering tanaman kedelai di lahan kering. 3. Perlakuan biochar fermentasi dosis 10 ton/ha memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman.
SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan pada penelitian ini maka dapat disampaikan saran sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai biokompos cangkang rajungan
6
dengan jenis Trichoderma spp. yang berbeda. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai biochar fermentasi dengan dosis dan jenis Trichoderma spp. yang berbeda. 3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas penggunaan dedak dan cangkang rajungan sebagai suplemen di laboratorium. DAFTAR PUSTAKA Abdurachman, A., A. Dariah dan A. Mulyani. 2008. Strategi dan Teknologi Pengelolaan Lahan Kering Mendukung Pengadaan Pangan Nasional. Jurnal Litbang Pertanian 27 (2) 2008. Anischan, G. 2010. Multiguna Arang Hayati Biochar. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Sinar Tani Edisi 13-19 Oktober 2010. http://digilib.unila.ac.id/770/bppi/lengkap/b pp10251.pdf. [Di akses pada tanggal 20 Januari 2015}. BPS. 2014. Laporan Bulanan Data sosial Ekonomi Edisi 45 Februari 2014. http://www.bps.go.id/download_file/IP Februari 2014.pdf (Diunduh Pada tanggal 17 Juni 2014). Faizal. 2014. Pengaruh Pemberian Beberapa Dosis Kompos Dengan Stimulator Trichoderma Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea Mays L) Varietas Bonanza F1. Jurnal Skripsi Mahasiswa Program S1 Universitas mUhammadiyah Sumatera Barat. Harianingsih. 2010. Pemanfaatan limbah cangkang kepiting menjadi kitosan sebagai bahan pelapis ( coater) pada buah stroberi. Tesis. Univeristas diponegoro: semarang Hapsoh,
2008. Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula pada Budidaya Kedelai di Lahan Kering. http://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2
008/ppgb_2008_hapsoh.pdf. Di akses pada tanggal 20 Januari 2015. Herlina, L., dan Dewi, P. 2010. Penggunaan Kompos aktif Trichoderma harzianum dalam Meningkatkan Pertumbuhan Tanaman Cabai. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. http://journal.unnes.ac.id (Diunduh pada tanggal 14 Februari 2015). Multazam M.H., 2012. Uji Dosis Biochar dan Pupuk Nitrogen Terhadap Efisiensi Penggunaan air Dan Perbaikan Sifat Fisik Tanah Serta Pertumbuhan Jagung Pada Tanah Pasiran Lombok Utara. Tesis. Megister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering. Universitas Mataram, Mataram. Sudantha, I. M. 2007. Karakterisasi dan Potensi Jamur Endofit dan Saprofit Antagonistik sebagai Agens Pengendali Hayati Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae pada Tanaman Vanili di Pulau Lombok NTB. Disertasi Program Doktor Ilmu Pertanian Program Pascasarjana Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.Sudantha (2009). Sudantha, I.M. 2010a. Makalah Seminar Regional Potensi Pengembangan Pertanian Organik Sebagai Salah Satu Model Pertanian Berkelanjutan. Sudantha,2010b. Pengujian beberapa jenis jamur endofit dan saprofit Trichoderma spp. Terhadap penyakit layu fusarium pada tanaman kedelai. http://fp.unram.ac.id/data/2012/04/20-2-2 02-sudantha_rev-wangiyanap.pdf . [diunduh pada tanggal 17 juni 2014]. Sudantha, 2011. Buku Teknologi Tepat Guna : Penerapan Biofungisida dan Biokompos Pada pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Mataram. Sudantha , I . M. dan Suwardji. 2012. Pemanfaatan Bioaktivator dan Biokompos (Mengandung Jamur Trichoderma spp. dan Mikoriza) Untuk Meningkatkan Kesehatan, Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kedelai
7
di Lahan Kering. Penelitian Hibah Pascasarjana PM-PSLK Universitas Mataram. Sudantha. 2014. Patogen tumbuhan tular tanah dan pengendaliannya.Lombok Barat, NTB: Arga Puji Press Sugihartini L. 2001. Pengaruh Konsentrasi Asam Klorida dan Waktu Demineralisasi Khitin terhadap Mutu Khitosan dari Cangkang Rajungan (Portunus pelagicus) [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Sukartono, 2011. Pemanfaatan Biochar Sebagai Bahan Amandemen Tanah Untuk Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Air Dan Nitrogen Tanaman Jagung (Zea mays) Di Lahan Kering Lombok Utara. Laporan hasil disertasi Doktor tahun anggaran 2011. http://karyailmiah.fb.ub.ac.id/fp/wpcontent/ uploads/2012/sukartono.pdf . [Diunduh pada tanggal 20 Januari 2015}. Sukmadi. 1999. Teknologi fermentasi pembuatan kompos. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi : Jakarta. Suntoro. 2003. Peranan Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannnya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Disampaikan di Muka Sidang Senat Terbuka Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Tanggal 4 Januari 2003. http://Suntoro.staff.uns.ac.id/files/2009/04/ pengukuhan-porf-Suntoro.pdf.(Diunduh tanggal 1 Januari 2015). Suwardji,2013. Pengelolaan Sumber Daya Lahan Kering.mataram: Universitas Mataram Press. Pertanian. Universitas Antakusuma. Jurnal, Vol 2 No 1 Juli 2013. (Diunduh pada tanggal 20 Januari 2015). Yanuar, Vita. 2013. Tepung Cangkang Rajungan (Portunus Pelagicus) Sebagai Sumber Kalsium (Ca). Fakultas Pertanian.
Universitas Antakusuma. Juristek, Vol. 2, No. 1, Juli 2013, Hal. 185-19. [Diunduh pada tanggal 20 Januari 2015].
8