KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
APBN YANG EFEKTIF DAN KREDIBEL UNTUK MEMBANGUN INDONESIA DARI PINGGIRAN DENGAN MEMPERKUAT DAERAH DAN DESA DALAM KERANGKA NKRI SRI MULYANI INDRAWATI MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SOSIALISASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA TAHUN 2017
YOGYAKARTA, 20 FEBRUARI 2017
OUTLINE FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA Dan Tantangan Pembangunan APBN SEBAGAI INSTRUMEN Untuk Mendukung Pertumbuhan dan Pembangunan TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA Untuk Mendukung Peningkatan Layanan Publik & Kesejahteraan TANTANGAN DAN STRATEGI Pengelolaan Keuangan Daerah 2
FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA (1): Indonesia dengan rata-rata pertumbuhan 5,6% (kurun waktu 2007-2016) menjadi peringkat ketiga diantara negara-negara G-20. Momentum ini menjadikan fundamental ekonomi Indonesia makin kuat yang perlu terus dijaga keberlanjutannya. Pertumbuhan Ekonomi Negara – Negara G20 & BRICS (2007-2016)
6.0
5.6
source: IMF & BPS
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2007
2006
4.6
5.0
4.9
5.0
5.1
2017f
6.2
2016
5.5
6.2
6.0
2015
6.3
2014
Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (%)
3
FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA (2): SUMBER PERTUMBUHAN PDB Pertumbuhan PDB ditopang oleh Konsumsi Rumah Tangga dan Investasi (sisi pengeluaran) sebagai engines of growth, serta pertumbuhan sektor pertambangan yang positif (sisi produksi). SISI PENGELUARAN
SISI PRODUKSI Pertanian (%, yoy)
•Rata rata 2006-2015: 5,3% •Pertumbuhan 2016: -1,7% •Estimasi 2017: 0,2%
PRIMER
•Rata rata 2006-2015: 6,8% •Pertumbuhan 2016: 4,5% •Estimasi 2017: 6,0%
Ekspor
Impor •Rata rata 2006-2015: 5,1% •Pertumbuhan 2016: -2,3% •Estimasi 2017: 0,7%
Produk Domestik Bruto
Industri(%, yoy)
TERTIER
Konstruksi
Konsumsi Pemerintah •Rata rata 2006-2015: 6,3% •Pertumbuhan 2016: -0,1% •Estimasi 2017: 4,8%
Pertambangan (%, yoy)
SEKUNDER
Investasi (PMTB)
Distribusi (%)
perdagangan
Transportasi
Infokom
Jasa keuangan
Konsumsi Rumah Tangga* •Rata rata 2006-2015: 4,9% •Pertumbuhan 2016: 5,0% •Estimasi 2017: 5,0%
*termasuk akomodasi makan minum
4
FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA (3) : INDIKATOR MAKROEKONOMI Kemiskinan, pengangguran, dan Gini Ratio menurun, sedangkan Kemudahan Berusaha meningkat.
Kemiskinan 10,7% Tahun 2015= 11.3%
Pengangguran 5,61% Tahun 2015= 6,18% KEMENTERIAN KEUANGAN
Gini Ratio 0,397 Tahun 2015=0,41
Rank of EODB 2016 = 91 2015 = 106
Per Agustus 2016 5
FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA (4) : TANTANGAN EKSTERNAL Lingkungan global penuh dengan tantangan, diliputi ketidakpastian & volatilitas
Kenaikan suku bunga The FED & kebijakan ekonomi AS
Proteksionisme
Brexit
Keamanan & Geopolitik
China economic rebalancing
Harga Komoditas Rendah
Perubahan iklim
LEMAHNYA PERMINTAAN & PERDAGANGAN 6
FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA (5) : TANTANGAN INTERNAL Ketimpangan secara horizontal masih terjadi, sumber pertumbuhan masih bertumpu pada kawasan barat, Tingkat Kemiskinan di kawasan timur masih relatif tinggi, dan Tingkat Pengangguran tertinggi di Jawa.
KALIMANTAN: 7,9% thd PDB Pertambangan, Industri, Pertanian
Pertanian, konstruksi, perdagangan
11,1%
4,3%
SULAWESI: 6,0% thd PDB
2,0%
5,2%
6,5%
7,4%
1,2%
5,5%
Pertanian, Industri pengolahan, pertambangan
3% 10,1%
5,9%
5,9%
14,7%
22,0%
7,5%
11,0%
SUMATERA: 22,0% thd PDB
5,6 %
3,8%
PAPUA: 2,5% thd PDB
Pertambangan, pertanian, dan administrasi pemerintahan
BALI & NUSRA: 13,1% thd PDB Pertanian, pariwisata, perdagangan
JAWA: 58,5% thd PDB
Industri pengolahan, perdagangan, konstruksi
Pertumbuhan PDRB, 2016, YoY Tingkat pengangguran 2016 Tingkat Kemiskinan Daerah, per September 2016
Source: BPS
7
FUNDAMENTAL EKONOMI INDONESIA (6) : STRATEGI MENGATASI TANTANGAN
KEMISKINAN
KESENJANGAN
DIATASI MELALUI PERTUMBUHAN INKLUSIF Meningkatkan Produktivitas
Meningkatkan Daya Saing
Institusi yang bersih & efektif
Tata kelola yang baik 8
APBN SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN (1) :
Diperlukan Sinergi Antar Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah untuk Menghadapi Tantangan Domestik & Global
EKONOMI
PDB
YANG INKLUSIF
APBN, APBD Insentif Fiskal
a.l. suku bunga, makro dan mikroprudensial
a.l. neraca pembayaran, ekspor - impor, arus modal
9
APBN SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN (2) : Pengelolaan Ekonomi yang sehat dan sustainable
APBN harus dikelola secara hati-hati, bijaksana, kredibel, akuntabel, dan sustainable Jangkar dalam menciptakan stabilitas makroekonomi
Menciptakan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas, Inklusif, dan Berkelanjutan
instrumen kebijakan fiskal yang efektif Menjaga ekonomi dengan fundamental yang kukuh
Perlu dibangun kredibilitas kebijakan fiskal dan APBN Perumusan dan penyusunan yang tepat, akurat, dan realistis
KEMENTERIAN KEUANGAN
Disiplin fiskal dan anggaran
Mewujudkan pemerataan antar wilayah, sektor, dan kelompok penghasilan masyarakat
10
APBN SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN (3): Menjaga Kredibilitas REALISASI APBN 2016 Defisit terkendali 2.46% thd PDB Kredibilitas terjaga melalui penurunan target penerimaan pajak yang realistis & konsolidasi belanja Realisasi Penerimaan dari Program Amnesti Pajak Rp109,4 T Implementasi kebijakan efisiensi atau smart cutting ↓ Penyerapan belanja K/L 100% setelah penghematan Realisasi Transfer ke Daerah tetap terjaga baik, tidak jadi dilakukan penundaan DAU
•
APBN 2017 Basis perhitungan yang realistis Anggaran yang ekspansif dan prudent, dengan defisit 2.41% thd PDB Target penerimaan perpajakan lebih realistis (tumbuh 16.8% dari realisasi 2016) Penguatan reformasi perpajakan untuk optimalisasi pendapatan Kebijakan belanja yang mendukung prioritas strategis seperti infrastruktur Penguatan desentralisasi fiskal
Melalui langkah-langkah pengendalian belanja dan optimalisasi pendapatan negara, pelaksanaan APBNP 2016 tetap aman, defisit tetap terkendali, dan kredibilitas APBN tetap terjaga. KEMENTERIAN KEUANGAN • Dengan basis realisasi APBNP 2016 yang terkendali, APBN 2017 menjadi lebih realistis dan prudent. 11
APBN SEBAGAI INSTRUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN DAN PEMBANGUNAN (4) : berperan penting dalam memberikan stimulasi secara terukur dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal Pendapatan Negara Tahun 2017 dianggarkan Rp.1.750 T (naik 12,8%), sementara Belanja Negara, termasuk Transfer ke Daerah dan Dana Desa dianggarkan Rp.2.080 T (naik 15,2%). Pendapatan Negara
KEMENTERIAN KEUANGAN
Belanja Negara
12
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (1): Memperkuat Desentralisasi Fiskal dan Implementasi Nawacita ke-3
Peningkatan signifikan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) - konsisten dengan desentralisasi fiskal, namun efektivitas belanja daerah menjadi tantangan selanjutnya Rp 764,9 T Rp 623,1 T Rp 480,6 T
2015
2012
Transfer ke Daerah dan Dana Desa naik signifikan untuk penyediaan pelayanan publik dan peningkatan kesejahteraan.
2017 TKDD
Tahun
2012
2014
2016
Belanja Modal
12,6%
19,5%
22,9%
Belanja Pegawai
42,3%
38,2%
36,8%
• Belanja pegawai relatif menurun, sedangkan belanja modal relatif meningkat. • Belanja modal untuk infrastruktur perlu didorong untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
• SiLPA APBD meningkat dan dalam jumlah yang cukup besar. • Perlu cash planning yang akurat dan percepatan belanja daerah. KEMENTERIAN KEUANGAN
13
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (2): Ekualisasi Pendapatan & Belanja Antarwilayah
untuk memperkuat pelaksanaan Nawacita ketiga, desentralisasi fiskal dan otonomi daerah, serta memperkokoh eksistensi NKRI KALIMANTAN I.
II.
SULAWESI
Triliun Rp
Pendapatan
86,0
a. Pajak b. Bea & Cukai c. PNBP
32,0 1,1 52,9
Belanja
93,9
a. TKDD b. Belanja K/L
73,6 20,3
Neto (I-II)
I.
II.
Triliun Rp
Pendapatan a. Pajak b. Bea & Cukai c. PNBP Belanja a. TKDD b. Belanja K/L
19,7 16,6 0,6 2,5 104,5 73,3 31,2
Neto (I-II)
(7,9)
(84,8)
MALUKU dan PAPUA I.
II.
Pendapatan
18,4
a. Pajak b. Bea & Cukai c. PNBP
10,7 1,7 6,0
Belanja
89,6
a. TKDD b. Belanja K/L
71,7 17,9
Neto (I-II) SUMATERA I.
Pendapatan a. Pajak b. Bea & Cukai c. PNBP
II.
(71,3)
Triliun Rp 144,1 66,9 6,8 70,4
Belanja
232,3
a. TKDD b. Belanja K/L
176,1 56,2
Neto (I-II)
Triliun Rp
(88,2)
JAWA I.
II.
Pendapatan
Triliun Rp 1.143,2
a. Pajak b. Bea & Cukai c. PNBP
884,9 161,6 96,6
Belanja
302,8
a. TKDD b. Belanja K/L
201,8 101,0
Neto (I-II)
840,4
BALI dan NUSRA I.
II.
Triliun Rp
Pendapatan
15,5
a. Pajak b. Bea & Cukai c. PNBP
11,7 1,5 2,3
Belanja
56,4
a. TKDD b. Belanja K/L
39,5 17,0
Neto (I-II)
(40,9)
Keterangan: 1. Pendapatan yang dikumpulkan dari Daerah ke Pusat 2. Belanja yang dikembalikan dari Pusat ke Daerah 3. Data dalam Triliun Rp 4. Data rata-rata 2014-2016
Kebijakan ekspansi anggaran di luar jawa dimaksudkan untuk mendukung akselerasi pembangunan di luar jawa dalam mempercepat ekualisasi kemajuan antara wilayah Jawa dengan luar Jawa.
14
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (3) : Kontribusi Dana Transfer dalam Pembangunan Infrastruktur Rata-rata belanja infrastruktur melalui anggaran Transfer Ke Daerah dan Dana Desa sebesar 10% dari total belanja APBN (tahun 2015-2017)
Rp38,1T (66%)
2015
Rp174,9T Rp117,2T (67%) DAK Fisik
Rp32,6T (16%)
Rp66.3T (62%) Rp.3,0T (5%)
Rp16,6T (29%)
2016 Rp228,3T Rp121.5T (53%)
Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) Papua dan Papua Barat
Rp2,9T (3%)
Rp37,6T (35%)
Rp208,1T
Rp3,5T (2%) Rp48,0T (22%)
Rp124,0T (60%) Dana Desa
Dana Transfer Umum (25% dari DAU + DBH)
15
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (4) : Optimalisasi Dana Transfer untuk mengurangi beban ekonomi dan langsung dinikmati masyarakat Bantuan Operasional • Sekolah (BOS) (Rp45,12T)
untuk pencapaian program wajib belajar 12 Tahun yg terjangkau & bermutu. Sasaran : 46,2 juta siswa SD, SMP, dan SMA/SMK
•
Bantuan Operasional • Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini (BOP PAUD) • (Rp3,58T)
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) (Rp 6,62T)
•
• KEMENTERIAN KEUANGAN
untuk meringankan beban masyarakat dalam memperoleh akses PAUD. Sasaran: 5,6 juta siswa
untuk meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan kesehatan, khususnya pelayanan promotif dan preventif, serta Jampersal. Sasaran: 5,3 juta ibu hamil, 12,2 ribu Puskesmas, dan 104 RS
• untuk mendukung program KB dan Bantuan penggerakan program KB di Operasional Kampung KB dan Posyandu. Keluarga Berencana • Sasaran: 4.586 balai penyuluhan, (BOKB) (Rp0,29T) 20.470 fasilitas kesehatan, dan 508 kampung KB & Posyandu
Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM (PK2UKM) Rp0,1T
Administrasi Kependudukan (Rp0,75T)
•
•
•
•
untuk meningkatkan kapasitas SDM koperasi dan UKM melalui pelatihan dan pendampingan. Sasaran: 23,6 ribu peserta pelatihan
untuk keberlanjutan dan keamanan sistem administrasi kependudukan (SAK) Sasaran: untuk dinas yang menangani dukcapil dan jumlah kecamatan
16
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (5): EVALUASI PEMANFAATAN DANA DESA 2016 Prioritas: Pembangunan Rp40,8T (87,7%) dan Pemberdayaan Masyarakat Rp3,1T (6,8%) Untuk peningkatan kualitas hidup, penanggulangan kemiskinan, kesejahteraan masyarakat, serta perluasan skala ekonomi individu dan kelompok.
2016
KEMENTERIAN KEUANGAN
2016
17
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (6): Tantangan, Kebijakan, dan Implikasi Dana Desa 2017 TANTANGAN
KEBIJAKAN
IMPLIKASI
Penggunaan belum optimal
Prioritas penggunaan untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa
Peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat desa
Kapasitas Perangkat Desa belum memadai
Peningkatan penyelenggaraan pelatihan tatakelola keuangan desa dan pelatihan pengelolaan/ pemanfaatan dana desa
Peningkatan kualitas dan akuntabilitas Pelaporan.
Peningkatan kompetensi tenaga pendamping.
Pengelolaan Dana Desa yang lebih baik
Sinergi penyusunan regulasi Dana Desa antar K/L. Optimalisasi peran perwakilan Kemenkeu di daerah dalam penyaluran, pemantauan dan evaluasi
Dampak Dana Desa signifikan terhadap pembangunan dan perekonomian
Kompetensi Tenaga Pendamping belum memadai. Potensi overlapping dalam berbagai regulasi Dana Desa. Pemantauan, evaluasi, dan pengawasan belum memadai. KEMENTERIAN KEUANGAN
18
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (7): KEMANDIRIAN FISKAL DAERAH BELUM OPTIMAL Pajak daerah dan retribusi daerah belum optimal (rata-rata 13,32% pada periode 2011 sd. 2015), APBD masih tergantung dari dana transfer.
Peningkatan Basis Data Perpajakan • Mendata ulang WP & objek pajak • Meningkatkan koordinasi internal pemda antara lain dengan bagian penerbitan izin • Memanfaatkan data pihak ketiga (BPN utk PBB) Penyesuaian Dasar Pengenaan Pajak Melakukan penilaian ulang atas dasar pengenaan disesuaikan dengan potensi dan kemampuan pembayar pajak
Penilaian, Penagihan, dan Pemeriksaan • Dibidang penilaian dan penagihan dapat dikerjasamakan dengan DJP dan DJKN. • Dibidang pemeriksaan dapat berkoordinasi dengan Polri, Kejaksaan, BPK, & BPKP
Modernisasi • Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam pengelolaan basis data.
Strategi Optimalisasi Pajak Daerah Untuk Peningkatan PAD
• Penggunaan Teknologi Informasi dalam pelayanan perpajakan, misalnya e-SKPD, e-payment dan sejenisnya • Membangun organisasi perpajakan daerah berdasarkan fungsi: pengelola data, pelayanan, penagihan, pemeriksaan, dan pengawasan. • Menyusun SOP setiap pelayanan. Peningkatan SDM • Menambah jumlah diklat utk ahli penilaian, penagihan, dan pemeriksaan. • Menambah jumlah diklat terkait dengan praktik pemungutan perpajakan yang baik. • Kerjasama kemitraan dengan pemda lain yang dinilai sukses dalam pemungutan perpajakan.
19
TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA (7): Dana Insentif Daerah mendorong pemda untuk meningkatkan kinerja Pengelolaan Keuangan dan APBD, layanan dasar publik, serta ekonomi dan kesejahteraan DID besar di Jawa (34,6%) dan Sumatera (27,3%): kinerja daerah di kedua pulau lebih baik dari daerah lain di luar Jawa dan Sumatera. KALIMANTAN Se-Provinsi DID Daerah Kalbar 60,0 8 Kalteng 208,7 11 Kalsel 284,7 14 Kaltim 149,1 9 Kaltara 22,5 3 Jumlah 725,0 45
SULAWESI Se-Provinsi DID Daerah Sulteng 95,3 5 Sulut 262,4 13 Sulsel 206,8 17 Sultra 149,6 8 Gorontalo 52,5 7 Sulbar 166,2 5 Jumlah 932,8 55
(dalam miliar rupiah) Maluku,Papua, Papua Barat Se-Provinsi DID Daerah Maluku 295,0 9 Papua 80,6 5 Maluku Utara 110,8 4 Papua Barat 67,5 9 Jumlah 553,9 27
SUMATERA Se-Provinsi DID Daerah Aceh
726,3
Sumut
154,2
4
Sumbar
544,1
17
Riau
22,5
3
Jambi
65,0
4
Sumsel
82,5
11
Bengkulu
97,0
3
Lampung
208,4
10
Babel
137,3
3 1
Kep. Riau
7,5
Jumlah
2044,8
•
19
75
Perbaikan kriteria yang
JAWA Se-Provinsi DID Daerah DKI Jakarta 0,0 0 Jabar 461,9 21 Jateng 1099,9 23 DIY 270,8 6 Jatim 682,0 31 Banten 80,6 5
BALI, NTB,NTT Se-Provinsi DID Daerah 201, Bali 9 8 254, NTB 2 11 192, Jumlah 2.595,2 86 NTT 6 3 • Peningkatan kapasitas bagi Pemda dengan kinerja kurang baik; 648, mencerminkan kinerja sesungguhnyaJumlah serta Optimalisasi penggunaan DID 3 26
untuk kegiatan produktif.
20
TANTANGAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (1): Korelasi Dana Transfer, Layanan Publik dan Tingkat Kemiskinan 2010
2015
DANA TRANSFER
IPM
KEMISKINAN
DANA TRANSFER
IPM
KEMISKINAN
Rp.335,7T
66,53
13,33
Rp.622,59T
69,55
10,7
Tertinggi
Rp10,05T
76,31
36,8
Rp.10,89T
78,39
28,4
Terendah
Rp0,43T
54,45
3,48
Rp.1,003T
56,75
3,75
Rp9,62T
21,86
33,32
RP9,887T
21,64
24,65
Indonesia Provinsi
Deviasi
Peningkatan Dana Transfer mendukung perbaikan tingkat layanan publik di daerah : dalam bentuk peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan penurunan kesenjangan tingkat kemiskinan antar daerah Namun distribusi Dana Transfer yang pro wilayah “miskin” belum dapat menurunkan kesenjangan layanan publik, terlihat dari deviasi IPM tertinggi dan terendah tidak banyak perubahan.
KEMENTERIAN KEUANGAN
21
TANTANGAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (2): Masih terjadi kesenjangan dalam penyediaan layanan publik antarwilayah Perlu perbaikan kualitas belanja dan inovasi daerah dalam menarik investasi swasta dengan kerjasama antardaerah untuk mendanai pembangunan infrastruktur Kalimantan Air Minum Layak 70,07% Sanitasi Layak 50,61% Jalan Kondisi Mantap 58,34% Rp 14,91 T Belanja Infrastruktur (12,2%)
Sumatera Air Minum Layak Sanitasi Layak Jalan Kondisi Mantap Belanja Infrastruktur
Sulawesi Air Minum Layak Sanitasi Layak
67,11% 60,72%
Jalan Kondisi Mantap
53,60%
Belanja Infrastruktur
Rp23,39 T (21,5%)
Maluku & Papua Air Minum Layak 61,29% Sanitasi Layak 52,51% Jalan Kondisi Mantap 45,87% Rp23,00 T Belanja Infrastruktur (23,0%)
64,96% 57,52% 64,96% Rp59,51 T (21,9%) Jawa Air Minum Layak Sanitasi Layak
76,59% 72,12%
Jalan Kondisi Mantap
75,25%
Belanja Infrastruktur
Rp65,76 T (15,5%)
Bali & Nusa Tenggara Air Minum Layak 75,23% Sanitasi Layak 57,69% Jalan Kondisi Mantap 54,17% Rp11,76 T Belanja Infrastruktur (17,8%)
22
TANTANGAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (3): PENYERAPAN APBD BELUM OPTIMAL Besarnya dana idle pemerintah daerah menghambat akselerasi pembangunan ekonomi, peningkatan kualitas layanan, dan pengentasan kemiskinan & kesenjangan Dana APBD di Perbankan (Triliun Rp)
350.00 300.00
Untuk mengurangi besarnya dana APBD di perbankan, pemerintah telah menerapkan kebijakan reward and punishment, antara lain kebijakan konversi yang dimulai pada tahun 2016.
250.00 200.00 150.00 100.00 50.00 .00
Pola penyerapan APBD masih relatif sama setiap tahun dimana dana APBD di perbankan meningkat sampai dengan pertengahan tahun dan cenderung turun cukup signifikan di akhir tahun.
JAN s.d FEB
s.d s.d APRs.d MEI s.d s.d JULI s.d s.d MAR JUNI AGUS SEPT
*Sumber Data: Bank Indonesia, diolah
s.d OKT
s.d s.d DES NOV
Kebijakan konversi tersebut telah menunjukkan hasil, dimana simpanan pemda pada akhir tahun 2016 berkurang sebesar Rp15,83T dibandingkan akhir tahun 2015. 23
TANTANGAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (4): Strategi Kebijakan Menarik Investasi dan Kemudahan Berusaha Peningkatan daya saing (competitiveness) daerah
Penyederhanaan perizinan investasi
Stabilisasi politik, ekonomi, dan sosial
Insentif fiskal untuk investasi
Sinergi kebijakan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah
Pembentukan pelayanan satu pintu (one stop services)
Deregulasi dan debirokratisasi
24
PELUANG, POTENSI & DUKUNGAN POSITIF DALAM MENCAPAI TUJUAN PEMBANGUNAN SDA & SDM • Populasi ke-4 terbesar di dunia
Fundamental • Fundamental ekonomi yang sehat dan momentum Ekonomi pemulihan ekonomi
•
Masyarakat berpenghasilan menengah yang meningkat
•
Pertumbuhan menjanjikan
•
Negara demokrasi ke-3 terbesar
•
Berorientasi pada pertumbuhan inklusif
•
Desentralisasi yang lebih mapan
•
SDA melimpah
MASYARAKAT ADIL DAN MAKMUR Komitmen Reformasi
Persepsi Investasi
• Sinergi reformasi struktural dan fiskal
•
Perbaikan peringkat Ease of Doing Business
• Anggaran yang lebih kredibel
•
Iklim investasi di daerah yg kondusif
• Sinergi Pusat dan Daerah
•
Penguatan daya saing daerah
Kerangka Institusi •
Lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang transparan
•
Peranan swasta krusial dalam mendukung pembangunan
25
PEMBELAJARAN 2016 DAN ARAH KEBIJAKAN KE DEPAN: Mengingat banyaknya faktor ketidakpastian eksternal, perencanaan pendapatan negara harus lebih realistis dan kredibel. Perlu mekanisme ruang penyesuaian bagi belanja negara, termasuk Transfer ke Daerah: Pagu DAU tidak bersifat final, sehingga dapat disesuaikan bila terjadi perubahan pendapatan negara. Implikasinya: perlu strategi pengelolaan APBD yang tepat dan peningkatan kapasitas pengelola keuangan daerah yang lebih andal. Dalam rangka mengamankan penerimaan negara, Daerah perlu berperan aktif dalam mendukung penghimpunan penerimaan pajak, baik melalui kepatuhan atas pajak-pajak yang menjadi tanggungjawab APBD, maupun memberi sanksi tegas kepada pihak swasta yang menghindari pajak pusat dan daerah (seperti sanksi perijinan usaha yang menjadi kewenangan daerah). KEMENTERIAN KEUANGAN
Dengan sumber dana APBN dan APBD yang masih terbatas, setiap rupiah belanja negara dan daerah harus dapat menghasilkan output dan outcome yang maksimal melalui: Sinkronisasi perencanaan dan penganggaran pusat dan daerah, (belanja K/L dan transfer ke daerah), harmonisasi kegiatan antarprogram, antarkegiatan, antarwilayah, dan antar sumber pendanaan. Penggunaan Dana Transfer Umum (DAU dan DBH) sekurang-kurangnya 25% untuk belanja infrastruktur yang berorientasi pelayanan publik dan pengurangan kemiskinan. Penyaluran Dana Transfer Khusus dan Dana Desa berbasis kinerja pelaksanaan (penyerapan dan ketercapaian output) melalui KPPN setempat agar lebih efisien dan meningkatkan governance daerah. 26
Terima Kasih
KEMENTERIAN KEUANGAN
27