Suar Suroso:
ANTI TEORI PERJUANGAN KLAS DI DUNIA Pada pertengahan abad ke-XX sejumlah cendekiawan burjuis di Eropa secara serius melawan Marxisme. Marxisme diserang dari segi filsafat, teori ekonomi, dan politik. Yang utama disasar adalah teori klas-klas dan perjuangan klas, yang merupakan batu-alas dari ajaran Marx. Antara lain, R.Dahrendorf menulis, bahwa “tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh para sosiolog modern adalah mengungguli teori tentang klas-klas dari Marx ….. ” 1). (R.Dahrendorf: SOZIALE KLASSEN UND SOZIALE KONFLIKT IN DER INDUSTRIELLEN GESELLSCHAFT, hal. 80, Stuttgart, 1957). Sosiolog Perancis Raymonde Aron menulis bahwa “Yang dinamakan klas pekerja itu dalam banyak kejadian tidaklah pada tempatnya. … Klas pekerja itu tidak ada” 2). (Raymonde Aron: OPIUM FUR INTELLEKTUELLE, hal. 90, Koln-Berlin, 1957). Sementara sosiolog menulis, bahwa dalam masyarakat kapitalis dewasa ini tak ada penghisapan, tak ada klas-klas yang saling bermusuhan, rakyat terbagi-bagi hanya dalam golongan-golongan sosial sesuai dengan profesi, pendidikan, penghasilan, umur, keagamaan dan pandangan politik. Hubungan-hubungan antara mereka adalah selaras, dan orang bisa berpindah-pindah dari satu golongan ke golongan lainnya.. Sedang sementara sosiolog lainnya berpendapat, memang ada klas-klas tapi dalam masyarakat modern burjuasi, perbedaan-perbedaan klas itu kian melenyap, semua klas setapak demi setapak menciut menjadi “klas menengah” yang besar. Strausz-Hupe, seorang sosiolog Amerika dalam bukunya ZONE OF INDIFFERENCE (1952) menulis, bahwa di Amerika sekarang ini adalah sulit untuk membedakan antara para penghisap dan yang terhisap. Kemiskinan sedang melenyap. Dan pikiran mengenai klas atasan adalah sudah daluwarsa. Philip Murray, seorang tokoh organisasi sarikat buruh Amerika, CIO, menulis bahwa di Amerika tidak ada klas-klas, bahwa “semua adalah pekerja”, dan dalam kenyataannya kepentingan-kepentingan kaum tani, buruh industri, para pengusaha, pekerja-pekerja kantor adalah sama. Tapi tak bisa dibantah, bahwa pemilikan kapitalis atas alat-alat produksi adalah berdominasi dalam masyarakat Amerika. Karena itu terdapat klas-klas yang antagonistik, yaitu burjuasi dan proletariat, dan perjuangan sengit antara mereka berlangsung terus. Burjuasi Amerika Serikat yang histeris anti-komunisme, secara serius berjuang melawan Marxisme. Seusai Perang Dunia kedua, dibawah pimpinan Presiden Harry Truman yang bersekutu dengan Perdana Menteri Inggeris Winston Churchill dilancarkanlah “the policy of containment” – politik membendung komunisme. Inilah PERANG DINGIN demi membasmi komunisme sejagat. Dengan dana yang besar, sejumlah lembaga didirikan untuk tujuan ini. RAND (Research ANd Development) Corporation, yang dikendalikan oleh CIA menempati kedudukan terdepan dalam usaha ini. Disamping itu terdapat Ford Foundation, Carnegie Corporation, MIT Center for International Study, Princeton Center for International Study yang jalin berjalin dengan berbagai universitas terkemuka, mengerahkan cendekiawan ilmu sosial untuk menyusun dan menerbitkan karya-karya melawan Marxisme. Dilakukan riset lapangan di berbagai negeri untuk mematahkan gerakan revolusioner negeri tersebut. Dikeluarkan dana
membantu lembaga-lembaga riset berbagai universitas luarnegeri, direkrut mahasiswa-mahasiswa yang berbakat untuk diberi beasiswa pada berbagai universitas Amerika Serikat. Inilah yang melahirkan “Berkeley Maffia” di Indonesia, -- sekelompok pakar ilmu sosial anti-komunis dan pro Amerika -- yang sempat mendominasi kalangan akademisi Indonesia di zaman orba. Dengan saluran lembaga-lembaga Ford Foundation dan Carnegie Corporation, dana dari CIA mengalir untuk sejumlah cendekiawan pakar ilmu-sosial seperti Gabriel A.Almond dari Princeton Center for International Studies untuk menyusun karya THE APPEALS OF COMMUNISM. Carnegie Corporation juga mengeluarkan dana untuk penulisan THE CIVIC CULTURE: Political Attitudes And Democracy In Five Nations. 3) (Baca CORPORATIONS AND THE COLD WAR, Edited and with an Introduction by David Horowitz, hal. 40, Monthly Review Press, New York and London, 1969). Dana Carnegie Corporation juga mengalir pada MIT Center for International Studies bagi Walt W.Rostow untuk penulisan STAGES OF ECONOMIC GROWTH – A Non-Communist Manifesto). 4). (Idem, hal. 40). Walaupun sudah dikritik oleh Prof. Paul Baran, karya Rostow ini dijunjung tinggi oleh sementara cendekiawan anti-komunis Indonesia. “Cendekiawan” orba yang terpengaruh oleh karya ini sangat getol menguar-uarkan kata “lepas landas” yang ditampilkan Rostow dalam karyanya ini. Tak sedikit yang beruar-uar, bahwa Indonesia akan ber”lepas-landas” pada tahun 2000. “Lepas landas” berarti bahwa tingkat perekonomian sudah mencapai taraf dimana para warga negara mampu menabung 10% dari penghasilannya. Dalam situasi pengangguran terus meningkat di zaman orba, masalah menabung 10% dari penghasilan para warga negara tentu tak masuk akal lagi. Menurut Rostow, Manifesto Non-Komunis ini adalah karya yang komprehensif, realistik dan mendalam sebagai satu alternatif bagi teori Marx tentang bagaimana masyarakat berkembang. Dalam karyanya ini Rostow memaparkan perkembangan masyarakat liwat hukum pertumbuhan ekonomi melalui tingkat demi tingkat dan bermuara pada tingkat “lepas landas”. Sebelum mencapai tingkat “lepas landas” terdapat tingkat-tingkat dimana tak ada syarat-syarat bagi pertumbuhan ekonomi, selanjutnya terdapat tingkat dimana ada syarat untuk “lepas landas”, yaitu tingkat “kematengan”. Dalam mengkritik karya Rostow ini, Prof. Paul Baran menulis bahwa “yang paling serius adalah bahwa ‘teori tingkat-tingkat’ sebenarnya hanyalah memaparkan kepada kita tentang terdapatnya tingkat-tingkat”. Teori ini “tidak mempunyai daya ramal”. Rostow “telah mencampakkan tidak saja kesimpulan-kesimpulan dan argumen-argumen Marx, tapi bahkan problim dasar perkembangan ekonomi sebagaimana dilihat oleh Marx”. Ini adalah “tidak bijaksana, karena yang dipersoalkan Marx adalah hal fundamentil bagi setiap usaha untuk memenuhi proses perkembangan ekonomi. Yang diperlukan disini adalah paling kurang memahami hal-hal yang dipersoalkan Marx. Prof. Rostow perlu meningkatkan dirinya ke taraf ini”. 5). (Paul A.Baran: THE LONGER VIEW – Essays Toward a Critique of Political Economy, hal. 38, Monthly Review Press, New York and London, 1969). Lebih lanjut Paul Baran menulis, bahwa karya Rostow ini “menunjukkan secara khusus dan mencolok betapa merosotnya Barat dalam ilmu sosial dalam arus masa Perang Dingin” 6). (Idem, hal. 66). Para penentang ajaran perjuangan klas ini dapat dibagi jadi tiga golongan. Pertama berpendapat, bahwa klas-klas dan perjuangan klas itu sesungguhnya tak pernah
ada. Ajaran Marxis tentang klas dan perjuangan klas itu hanyalah khayalan kosong. Yang kedua berpendapat, memang sesungguhnya ada klas-klas dan perjuangan klas. Ini adalah abadi. Karena itu, masyarakat tanpa klas, masyarakat komunis ajaran Marxis itu adalah utopi yang kosong. Yang ketiga berpendapat, bahwa klas-klas dan perjuangan klas menurut ajaran Marx itu ada dalam abad ke XIX. Tapi struktur klas dalam masyarakat modern kapitalis pada dasarnya sudah berobah. R.N.Carew Hunt dengan terus terang menyatakan, bahwa dia bersedia bersama Schumpeter mengakui “sumbangan Marx yang penting” dalam memahami sejarah. Bahkan sampai mau mengakui kenyataan adanya perjuangan klas. Tapi dengan satu syarat, yaitu mencampakkan bagian yang tak bisa diterima oleh para pakar sejarah dan ekonomi burjuasi. Yang tak bisa diterimanya adalah ajaran Marx yang berlanjut bahwa klas-klas tidak hanya merupakan satu perjuangan, tapi “perjuangan yang mempunyai arti menuju pada kemenangan proletariat” …Ini berarti menuju pada penghancuran klas-klas, membangun masyarakat tanpa klas, masyarakat komunis. 7). (Baca R.N.Carew Hunt: MARXISM, PAST AND PRESENT, hal. 86-87). Carew Hunt berusaha keras untuk mengharamkan ajaran perjuangan klas dari Marx, berusaha membuktikan bahwa ajaran Marx itu adalah utopi, tidak sesuai dengan alam kemanusiaan. Hunt memaparkan, bahwa masyarakat tanpa klas itu adalah “mitologi”, tidak ada dalam kenyataan. Menurut Hunt, “ajaran Marx tentang perjuangan klas dalam sejarah tidak mempunyai dasar. Yang digunakan untuk mendukung ajaran ini adalah semua unsur perbedaan dalam hubungan-hubungan antara klas, tapi membuang semua unsur kerjasama yang saling membutuhkan”. “Jelas-jemelas, hubungan normal antara klas-klas adalah hubungan kerjasama, dan perbedaan antara mereka ditundukkan oleh kepentingan bersama yang lebih tinggi, yaitu mendukung produksi yang berguna bagi kedua belah fihak” 8). (Idem, hal. 87). “Yang bersalah, yang merusak hubungan normal kerjasama antara klas-klas dalam masyarakat kapitalis adalah Marxisme, karena ia terus menerus menyerukan kebencian klas dan dengan demikian mempertajam perjuangan klas” 9). (Idem, hal IX). Dengan kritik Nikita Khrusycyov atas “kultus individu Stalin” dalam Kongres ke-XX Partai Komunis Uni Sovyet tahun 1956, gelora anti-Marxisme berkobar di Eropa Barat. Tak kurang, Henri Lefebre, filosof Perancis anggota Partai Komunis Perancis yang membelot, dengan alasan “mengkritik dogmatisme”, “berjuang melawan dogmatisme dan kultus individu Stalin”, mencampakkan ajaran-ajaran utama Marxisme mengenai masalah-masalah dasar filsafat, teori tentang negara, ajaran tentang diktatur proletariat dan masalah kepemimpinan Partai. Lefebre berpendapat, bahwa tesis tentang “materi adalah primer dalam hubungan dengan fikiran adalah postulat yang tak dapat dibuktikan”. Lefebre menegasi kesatuan teori dan praktek, kesatuan filsafat dan politik, menegasi lahirnya Marxisme sebagai penjungkir-balikkan filsafat secara revolusioner, menegasi kesadaran sebagai pencerminan dari kenyataan. Dia menganggap, bahwa teori alienasi dan fetisisme (pendewaan) barang-dagangan adalah yang terpokok dalam Marxisme. Akhirnya Lefebre berpendapat bahwa Marxisme adalah “ajaran yang terdiri dari problem-problem yang tak terpecahkan”. 10). (Baca Henri Lefebre: PROBLEMES ACTUELLES DU MARXISME, 1958). Sesudah dipecat dari Partai Komunis Perancis, Lefebre kian meluncur ke fihak ideolog burjuasi. Dengan bukunya LA SOMME ET LA RESTE, 1959, Lefebre sepenuhnya putus dari Marxisme, bersatu dengan burjuasi
memfitnah gerakan komunis. Rontoknya Partai Komunis Uni Sovyet (PKUS) dan robohnya Uni Republik-Republik Sovyet Sosialis (URSS) pada akhir tahun delapan-puluhan abad ke-XX, telah “memberi angin” bagi kekuatan anti Marxis di dunia untuk berkiprah. Dunia dilanda sorak-sorai “Marxisme sudah bangkrut” Bahkan Presiden George Bush, awal 1992 mendeklarasikan: “Perang Dingin sudah usai ! Komunisme sudah mampus !” Tak tanggung-tanggung, corong suara anti-komunisme mengutuk Marxisme-Leninisme sebagai “ajaran yang menyesatkan, yang telah menimbulkan malapetaka bagi rakyat di Uni Sovyet dan negeri-negeri sosialis Eropa Timur”. Di Indonesia, rezim orba yang anti komunis menepuk dada, sudah “berjasa” membantai kaum komunis dan Sukarnois yang memuji Marxisme. Rezim ini, sebagaimana diucapkan oleh Suharto, juga mau membangun sosialisme. Membangun sosialisme religius di Indonesia. Demi untuk membangun sosialisme religius inilah, rezim Suharto melarang Marxisme-Leninisme, melarang tersebarnya karya-karya Bung Karno yang banyak memuja Marxisme. Dan sosialisme religius yang diuar-uarkan oleh Suharto adalah jelas anti perjuangan klas, tidak mengakui adanya klas-klas di Indonesia. Suharto menyatakan: “Semangat persatuan terpecah-belah karena ajaran-ajaran kontradiksi dan perjuangan kelas.....Bangsa Indonesia tidak mengenal kelas, sebab kita memang tidak berkelas-kelas dan tidak akan berkelas-kelas”.11) (PANDANGAN PRESIDEN SOEHARTO TENTANG PANCASILA, hal. 52 Yayasan Proklamasi, Centre For Strategic And International Studies, Jakarta, 1976). Ucapan Suharto yang anti klas-klas dan anti perjuangan klas itu adalah setali tiga uang dengan fikiran Carew Hunt diatas. Pandangan Suharto yang anti perjuangan klas ini mendapat dukungan dari sejumlah “cendekiawan”. Demikian alerginya mereka terhadap klas, sampai-sampai Pramoedya dengan karyanya BUMI MANUSIA dinilai telah “terperangkap dalam pertentangan kelas”. Walaupun dinilai “adanya kematangan pemilihan persoalan, meninjau persoalan, penyajian persoalan dan penyelesaian persoalan”, ... “masing-masing dalam novel ini merupakan orang yang mewakili kelas sosial tertentu, suatu representative figure yang dianggap merupakan sifat dari karya-karya yang mengikuti pandangan ideologi yang dikemukakan oleh Marx. Dan dalam novel ini memang terlihat adanya kelas-kelas”. “Novel ini berusaha membawa remaja ke dalam rangka pemikiran mereka yang merupakan pertentangan kelas” 12). (Umar Junus: TERPERANGKAP DALAM PERTENTANGAN KELAS, majalah PERSEPSI Untuk Mengamankan Pancasila, Tahun III, Nomor 1, April, Mei, Juni 1981, Yayasan Pancasila Sakti, Jakarta, hal. 24 – 35). Pemerintah orba sampai pada penilaian mengenai BUMI MANUSIA, bahwa “isi buku itu mengandung visi yang dapat mendorong pertentangan klas lewat tokoh-tokoh yang ada dalam karya tersebut”. 13). (Harian MERDEKA, 23 Oktober 1980). Maka dengan surat keputusan No.: Kep-052/JA/51981, Jaksa Agung RI melarang beredarnya BUMI MANUSIA terhitung mulai 29 Mei 1981. Demikian dahsyatnya ketakutan akan “pertentangan klas”, hingga Pemerintah orba mengambil keputusan yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Umum Hak-Hak Asasi Manusia PBB yang menjamin kebebasan mengeluarkan fikiran dengan lisan dan tulisan.
Di ujung abad ke-XX tampil kaum “Post-Marxis”. Mereka mengkritik Marxisme dan berpendapat, bahwa “marxisme harus disesuaikan dengan kondisi objektif perkembangan kapitalisme global yang dikumandangkan oleh kaum neo liberalisme. Kaum marxis harus berhenti bicara soal perjuangan klas dan revolusi. Mereka harus merevisi marxisme, disesuaikan dengan perkembangan kapitalisme global yang ingin menanamkan modalnya di seluruh dunia tanpa hambatan. Negara harus bersedia bekerjasama dengan kaum kapitalis global, agar rakyatnya dapat dimakmurkan.” 14) (Dr. Darsono Prawironegoro, Pengamat Ekonomi dan Politik, Jakarta: PERENUNGAN MENJELANG 17 AGUSTUS 2002). Dalam rangka menentang Marxisme, M.Dawam Rahardjo menulis: “Memang, ketika negara komunis belum berdiri, metode perjuangan kelas dipakai. Tapi, setelah berdiri, metode perjuangan kelas tidak lagi dikehendaki dan digantikan dengan sistem politik yang monolitik di tangan satu-satunya partai komunis. Ternyata, sistem monolitik itu telah gagal. Melalui glasnostnya Gorbachev, Rusia kini memakai sistem demokrasi. Karena itu, tidak ada hambatan bagi gerakan komunis untuk bekerja dalam sistem demokrasi” 15) ( M.Dawam Rahardjo: "MENGHADAPI KOMUNISME”, GAMMA, Nomor: 39-2 21-11-2000). Ini tidak benar. Justru setelah berdirinya negara diktatur proletariat, tetap berlangsung perjuangan klas. Dalam kenyataan, di bawah diktatur proletariat, klas penghisap mati-matian bertahan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Karena itu berlangsung perjuangan klas yang sangat sengit, demi melenyapkan klas penghisap. Sedangkan “glaznosc Gorbacyov” mempunyai arti sangat serius, yang mempunyai jangkauan sangat jauh. Dalam mewujudkan ‘glaznosc’ nya, walaupun masih menyebut-nyebut Marxisme dan Leninisme, Gorbacyov menulis bahwa “inti dari pemikiran baru adalah pengakuan mengutamakan nilai-nilai kemanusiaan keseluruhan, tepatnya demi kelangsungan hidup manusia”. Gorbacyov mengakui bahwa “Memang sesungguhnya, titik tolak pandangan klas terhadap semua gejala kehidupan masyarakat adalah alif-ba-ta nya Marxisme. Sekarang pun, titik tolak pandangan yang demikian sepenuhnya sesuai dengan kenyataan masyarakat berklas, dimana berlangsung saling berkontradiksinya kepentingan-kepentingan klas. Bahkan sampai saat akhir-akhir ini, perjuangan klas tetap merupakan poros perkembangan masyarakat, dan sekarang ini dia adalah tetap demikian dalam negara-negara yang terbagi klas-klas. Sehubungan dengan itu, dan yang berdominasi dalam pandangan dunia Marxis – yang dipergunakan terhadap masalah-masalah pokok eksistensi masyarakat – adalah pandangan klas.” ..”Tapi kini…sesuai dengan jiwa pemikiran baru, sudah diajukan dalam rumusan baru Program PKUS yang disahkan Kongres ke-XXVII Partai (tahun 1987), bahwa selanjutnya kita tidak mungkin bisa tetap memegang definisi koeksistensi antar negara dengan berbagai sistim masyarakat sebagai ‘bentuk-bentuk khusus perjuangan klas’ “. Dan Gorbacyov tampil mengajukan pandangan “mengutamakan kepentingan seluruh umat manusia diatas kepentingan klas”. 16) (Baca M.S.Gorbacyov PYERYESTROIKA I NOVOYE MISHLYENIYE DLYA NASHEI STRANHI I DLYA VSEWO MIRA, -- Perestroika Dan Pemikiran Baru Untuk Negeri Kita dan Untuk Seluruh Dunia --, Moskwa, Izdatyelstwo Politiceskoi Lityeraturhi, 1987, hal. 149 -151). (Baca Bab VI, Jaya Dan Rontoknya Diktatur Proletariat Sovyet)
Pandangan Gorbacyov ini berarti mencampakkan ajaran tentang perjuangan klas, ajaran pokok Marxisme-Leninisme. Ini berlanjut dengan mencampakkan ajaran tentang diktatur proletariat. Dan akhirnya bermuara pada secara sukarela membiarkan dicabutnya fasal-fasal dari Konstitusi URSS yang mengakui kedudukan memimpin PKUS dalam negara di Uni Sovyet. Inilah salah satu sebab utama rontoknya kedudukan PKUS dan ambruknya URSS. Ambruknya semua negara sosialis Eropa Timur, juga terutama bersumber pada dicampakkannya ajaran tentang diktatur proletariat, dibuangnya ajaran tentang klas dan perjuangan klas. Catatan Bibliografi: 1).R.Dahrendorf: SOZIALE KLASSEN UND SOZIALE KONFLIKT IN DER INDUSTRIELLEN GESELLSCHAFT, hal. 80, Stuttgart, 1957. 2). Raymonde Aron: OPIUM FUR INTELLEKTUELLE, hal. 90, Koln-Berlin, 1957. 3). Baca CORPORATIONS AND THE COLD WAR, Edited and with an Introduction by David Horowitz, hal. 40, Monthly Review Press, New York and London, 1969. 4). Idem, hal. 40. 5). Paul A.Baran: THE LONGER VIEW – Essays Toward a Critique of Political Economy, hal. 38, Monthly Review Press, New York and London, 1969 6). Idem, hal. 66. 7). Baca R.N.Carew Hunt: MARXISM, PAST AND PRESENT, hal. 86-87. 8). Idem, hal. 87. 9). Idem, hal IX. . 10). Baca Henri Lefebre: PROBLEMES ACTUELLES DU MARXISME, 1958. 11). PANDANGAN PRESIDEN SOEHARTO TENTANG PANCASILA, hal. 52. Yayasan Proklamasi, Centre For Strategic And International Studies, Jakarta, 1976. 12). Umar Junus: TERPERANGKAP DALAM PERTENTANGAN KELAS, majalah PERSEPSI Untuk Mengamankan Pancasila, Tahun III, Nomor 1, April, Mei, Juni 1981, Yayasan Pancasila Sakti, Jakarta, hal. 24 – 35. 13). Harian MERDEKA, 23 Oktober 1980. 14) Dr. Darsono Prawironegoro, Pengamat Ekonomi dan Politik, Jakarta: PERENUNGAN MENJELANG 17 AGUSTUS 2002. 15 M.Dawam Rahardjo: "MENGHADAPI KOMUNISME”, GAMMA, Nomor: 39-2 21-11-2000. 16) Baca M.S.Gorbacyov: PYERYESTROIKA I NOVOYE MISHLYENIYE DLYA NASHEI STRANHI I DLYA VSEWO MIRA, -- Perestroika Dan Pemikiran Baru Untuk Negeri Kita dan Untuk Seluruh Dunia --, Moskwa, Izdatyelstwo Politiceskoi Lityeraturhi, 1987, hal. 149 -151.