PERJUANGAN POLITIK HAJI SULONG DI PATANI THAILAND (1947-1954) SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora pada Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oleh: Wira Tahe NIM: 102022024393
JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1431 H
1
2
PERJUANGAN POLITIK HAJI SULONG DI PATANI THAILAND (1947-1954)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Adab & Humaniora Untuk Memenuhi Syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Sejarah Peradaban Islam
Oleh :
Wira Tahe NIM: 102022024393
Di Bawah Bimbingan
Drs. Saidun Derani, M.A. NIP 19570227 1992031001
JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB & HUMANIORA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2010 M / 1431 H
3
KATA PENGANTAR Al-Hamdulillahi Wwahdah laa Syarikalah, segala puji tuhan semesta alam. Puji-syukur ke hadirat Ilahi Rabbi diatas segala nikmat-Nya, taufik dan hidayatNya tercurah kepada penulis, sehingga mendapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad Rasululah Saw, yang senantiasa menjadi lampu penerang, contoh-teladan kepada umatnya dalam merintis jejak kebenaran sampai hari kesudahan (kiamat). Dengan penuh keinsafan akan kelemahan yang dimiliki oleh penulis dalam proses penelitian ini, tidaklah mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan, motivasi dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis banyak menyampaikan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Dr. H. Abd. Chair, Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Drs. Saidun Derani, MA., dosen pebimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya buat penulis untuk memberi bimbingan, masukan dalam menyelesaikan skripsi ini. 3. Usep Abdul Matin, S.Ag., MA., MA., dosen penguji skripsi yang telah menguji dan mengarahkan penulis untuk bersikap netral dan moderat dalam menulis skripsi ini. 4. Segenap dosen dan segenap karyawan Fakultas Adab & Humaniora, telah melayani keperluan mahasiswa dari awal sampai akhir.
4
5. Kepada keluarga tercinta, Ayah Abdullah Adam, Ibu Mariam Abdulhamid yang tanpa lelah mendidik saya dari kecil sampai besar penuh dengan kasih sayang kehangatan sebagai modal kegigihan ikhtiar dan do’a, Adikadik saya Patra dan tantera, ucap terimakasih tak terhingga yang senantiasa saya haturkan atas semangat dan salam kompak. 6. Kepada sahabat-sahabat saya seperjuangan, dari awal sampai akhir (kehidupan di rantauan), suka dan duka, dalam persahabatan sebagai hiburan menumbuhkan motivasi buat penulis menyelesaikan studi ini. Terimakasih kawan-kawan saya di Persatuan Mahasiswa Islam Patani (PMIPTI) saudara Weera, Abdullah, Sholahuddin, yasir, hamdan dan saudari Suhaini serta Nurmaizan. Juga kawan-kawan saya Mahasiswa Patani lainnya di KMPJ terimakasih atas uluran tangan persahabatan dari penulis. 7. Akhirnya penulis hanya dapat memanjatkan do’a kehadirat Ilahi Rabbi semoga semua atas perhatian, motivasi, dan bantuan mereka dibalas Allah sebagai amal bakti kebaikan, Amin.
Jakarta,
Penulis
5
ABSTRAK
Dalam sebuah negara mempunyai beberapa suku bangsa, Melayu adalah salah satu suku bangsa yang ada di Asia. Melayu Patani adalah suku bangsa yang ada di Thailand Selatan. Masalahnya masalah politik dan ekonomi di negara Thailand selalu tidak stabil. Dan ketidak stabilan ini bangsa Melayu yang selalu dianggap oleh pemerintah Thailand yang menjadi penyebabnya. Studi ini bertujuan untuk menjelaskan dan menggambarkan perjuangan Haji Sulong dalam mengangkat harkat dan martabat masyarakat melayu Patani di Thailand Selatan, akibat diskriminasi politik, sosial, keagamaan, ekonomi oleh pemerintah Thai. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah masyarakat melayu Patani selalu dipinggirkan dalam aspek kehidupan seperti; sosial, politik, agama, budaya, ekonomi, yang melahirkan ketidak adilan, menurut mereka. Dalam situasi dan kondisi seperti ini muncul seorang tokoh berusaha untuk mendapat keadilan itu. Untuk menjelaskan pokok persoalan diatas, menggunakan teori konflik, karena pada awalnya masyarakat Melayu Patani dengan kerajaan Thai sudah lama terjadi berseberangan kepentingan. Masyarakat melayu Patani sebagai sebuah kerajaan, sebagai sebuah entitas masyarakat yang berdaulat “dipaksa berintegrasi kedalam wilayah uridiksi kerajaan Thailand” dari sinilah muncul konflik kepanjangan. Penulis memakai metode sebagai studi kepustakaan (literatur). mengumpulkan data, menyusun atau mengklasifikasikan, menganalisa, dan menginterprestasikannya. Selain itu penulis juga menggunakan pendekatan diskriptif dan analisis yang bersifat kritis. Kesungguhan, dan kesabaran Haji Sulong dalam memperjuangkan harkat dan martabat masyarakat melayu Patani dari kebijakan kerajaan Thai yang tidak memihak kepentingan mereka, yang mendapat dukungan dari masyarakat dalam maupun luar negeri. Akan tetapi cita-cita dan harapan masyarakat melayu Patani yang beliau perjuangkan hasilnya tidak di nikmati semasa hidupnya yang kemudian diteruskan oleh generasi muda Melayu Patani. Penulis memakai Teori Taufik Abdullah dalam buku Manusia dalam Kemelut Sejarah, terbitan tahun 1983, mengatakan bahwa kalau ingin melihat kebesaran seseorang dalam sejarah, lihat tantangan yang dihadapinya.
6
PERJUANGAN POLITIK HAJI SULONG DI PATANI THAILAND (1947-1954)
PENGANTAR.............................................................................................
i
ABSTRAK...................................................................................................
iii
DAFTAR ISI ...............................................................................................
iv
BAB I
BAB II
BAB III
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.........................................................
1
B. Rumusan Masalah..................................................................
6
C. Lingkup Permasalahan...........................................................
7
D. Arti Penting Penelitian...........................................................
8
E. Tinjauan Penelitian Terdahulu ...............................................
9
F. Landasan Teoritis ..................................................................
11
G. Metodologi Penelitian............................................................
14
H. Sistematika Penelitian............................................................
16
MENGENAL LEBIH DEKAT HAJI SULONG A. Biografi Haji Sulong bin Abdul Kadir....................................
17
B. Konteks Sosial Politik............................................................
24
C. Karya-karyanya .....................................................................
39
AKTIVITAS KEMASYARAKATAN HAJI SULONG A. Mendirikan Wadah/Lembaga .................................................
43
B. Reaksi terhadap perjuangan Haji Sulong ................................
53
C. Hasil Perjuangan Politik Haji Sulong .....................................
61
7
BAB IV
PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................
63
B. Lampiran ...............................................................................
67
Lampiran 1. Gambar Haji Sulong. Lampiran 2. Gambar Rama V: Penakluk Patani yang sebenar. Lampiran 3. Gambar Prince Damrong Lampiran 4. Gambar Phibun Songgram Lampiran 5. Gambar Pridi Panomyong: janji otonomi untuk patani. Lampiran 6. Gambar Tengku Mahmud Muhyiddin. Lampiran 7. Gambar Haji Wan Osman (atas) dan Che Ishak Abbas (bawah): Tewas bersama Haji Sulong. Lampiran 8. Gambar Pulau tikus dilihat dari pantai Samila, Senggora. Di sanalah dipercaya Haji Sulong bersamasama dengan anak dan pengikutnya dibenamkan ke dasar laut. Lampiran 9. Gambar Bekas Negeri Patani: kini terpecah kepada tiga Cangwad (Wilayah) Patani, Yala dan Narathiwat. Lampiran 10. Gambar Tujuh Negeri Patani kecil (Setelah 1816). Lampiran 11. 2 Buah Buku Karangan Haji Sulong
8
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Untuk sebagian orang, Patani (wilayah Thailand bagian selatan) mungkin hanya sebuah kenangan Negeri Melayu. Orang-orang yang memperhatikan peta Asia Tenggara sekarang akan mengetahui bahwa sebuah negeri Islam yang dulu berjaya kini telah hilang dan tinggal kenangan. Dari sekian banyak kerajaan Islam di Asia Tenggara pada abad ke 14-17 M, Patani adalah salah satu kerajaan Islam yang sangat maju karena letaknya yang sangat strategis antara jalur perdagangan Cina dan India. Kemasyhuran dan kebesaran itu mencapai puncaknya pada zaman pemerintahan para Ratu.1 Hanya saja, kemegahan sebuah kerajaan tidak pernah lepas dari ancaman penjajah, hal ini pun dialami Patani. Kerajaan Thai yang berasal dari wilayah utara mulai masuk dan menguasai sistem pemerintahan, Kesultanan Melayu Patani yang awalnya berbentuk negara merdeka, berubah menjadi negara bagian. Patani yang awalnya merupakan wilayah dengan mayoritas penduduk beragama Islam berbalik menjadi minoritas dalam kekuasaan Thai yang penduduknya sebagian besar beragama Budha.2 Komunitas muslim Patani mulai terpisah dari kesatuan dunia muslim Asia Tenggara dan membentuk sebuah minoritas etnis keagamaan dalam kekuasaan Muang Thai. Ketika kaum muslim melayu dipandang sebagai "masalah" oleh 1
Ada empat ratu yang pernah memerintah, yaitu Ratu Hijau (1584-1616), Ratu Biru (1616-1624), Ratu Ungu (1624-1635), dan Ratu Kuning (1635-1686). Lihat: Ahmad Fathy AlFathoni, Pengantar Sejarah Patani (Alor Star: Pustaka Darussalam, 1994), h. 19-23. 2 Wan Kamal Mujani, Minoritas Muslim: Cabaran dan Harapan Menjelang Abad ke-21 (Bangi: Universiti Kebangsaan Malaysia, 2002), h. 34.
9
pemerintah Thai (Siam), orang-orang melayu yang berada di Malaysia justru memandang mereka sebagai "saudara yang terjajah". Meski jumlah penduduk muslim Patani minoritas – di Muangthai – namun tetap menjadi mayoritas di empat propinsi Muang Thai yang berada di bagian selatan.3 Perubahan yang paling dirasakan oleh komunitas muslim Patani dalam periode siamisasi4 dan asimilasi budaya ialah mereka harus menjalankan hidup dan tradisi dengan gaya yang biasa diterapkan masyarakat Thai di bagian utara yang sangat tidak sesuai dengan adat istiadat Melayu apa lagi dengan ajaran Islam. Dalam hal pakaian misalnya, pakaian yang dikenakan oleh orang Thai adalah pakaian yang tidak menutup aurat, seperti pakaian laki-laki yang berupa celana pendek dan pakaian perempuan yang harus menanggalkan jilbab serta tidak longgar dalam arti cukup ketat. Keadaan inilah yang sampai sekarang masih terus berlanjut. Meskipun pemerintahan Thai mengakui bahwa minoritas di selatan beridentitas muslim – tepatnya etnis melayu –, tetapi kebijakan kultural yang ditetapkan pemerintah mengharuskan mereka – etnis melayu – mengubah orientasinya pada kebudayaan Thai. Misalnya dengan peletakan patung-patung Budha di masjid dan sekolah serta keharusan menggunakan bahasa Thai diikuti pelarangan pemakaian bahasa Melayu di lembaga pemerintah seperti kantor dan sekolah. Masyarakat Melayu Patani merasa tidak senang dan tertekan dengan pembauran yang dilakukan mayoritas Thai. Tidak adanya perhatian terhadap 3
Saiful Muzani (ed.), Pembangunan dan Kebangkitan Islam di Asia Tenggara (Jakarta: LP3ES, 1993), h. 325. 4 Siamisasi berarti proses, cara, perbuatan menjadikan sesuatu terutama kebudayaan tertentu (Melayu) menjadi terwarnai oleh kebudayaan Siam, atau malah tergeser oleh kebudayaan Siam.
10
perasaan kebangsaan (Melayu) dan keagamaan penduduk, membuat penderitaan itu semakin bertambah. Pemerintah mensiamkan sekolah-sekolah muslim dengan memasukkan kurikulum yang mengacu pada agama Budha atau malah menggantikan status sekolah muslim menjadi sekolah Thai. Pemerintah juga mencoba menghilangkan pengaruh bahasa melayu di kalangan muslim, tidak peduli terhadap perayaan hari besar Islam, menganiaya, menahan, dan kadangkadang membunuh para pemimpin agama dan politik yang berasal dari etnis melayu. Antara tahun 1973 sampai 1975, sekitar lima ratus muslim di wilayah selatan dibunuh oleh pemerintah, dan terakhir, pemerintah memaksa umat Islam untuk mengambil nama Thai yang non-Muslim, demi menipiskan identitas keislaman mereka. Meskipun demikian, nasib etnis melayu di Patani tidak selalu hidup dalam masa kegelapan dan penderitaan. Pada tahun 1924 telah pulang seorang tokoh ulama karismatik dari kota suci Makkah al-Mukarramah, yaitu Haji Sulong bin Abdul Kadir. Semula Haji Sulong pulang ke tanah airnya untuk tinggal selama dua tahun dengan tujuan menghibur hati isterinya yang sangat sedih atas kehilangan anak sulungnya, Mahmud, yang meninggal dunia dalam usia dua tahun. Setelah mengetahui situasi di Patani, Haji Sulong mulai terlibat dalam perjuangan politik. Haji Sulong adalah seorang tokoh ulama Patani yang memimpin masyarakat
untuk menghadapi sepak terjang
“politik
siamisasi”
yang
dilaksanakan oleh pemerintah Thai. Sejak tinggal di Patani, beliau berusaha mengembangkan dakwah bernuansa Islam di tengah masyarakat. Beliau pun
11
berhasil menyatukan dan membangkitkan semangat umat Islam Patani. Haji Sulong tidak hanya terkenal dengan kitab-kitab karangannya tapi juga karena mendirikan pondok yang menghasilkan banyak murid dan pendakwah yang aktif untuk menegakan keadilan di kalangan masyarakat melayu. Kemasyhuran beliau, sebanding dengan tokoh-tokoh ulama Patani sezaman, bahkan beliau pun berpartisipasi dalam perjuangan rakyat Patani pada tahun-tahun sekitar Perang Dunia kedua.5 Haji Sulong tergolong kelompok cendekiawan muslim yang memimpin pembaharuan agama dan gerakan nasionalis di Malaya dan Indonesia pada dasawarsa pertama abad ke-20.6 Haji Sulong berkhidmat dengan keyakinan yang mantap dalam kegiatan politik dan aktivitas sosial. Dalam hal politik, ia berpendapat bahwa campur tangan politik dalam soal-soal hukum sejak masa Raja Chulalongkon (pada tahun 1868-1910) merusak kemurnian Islam. Hal ini dapat dibuktikan dengan lemahnya penerapan hukum Islam di masyarakat, dalam kasus hak waris7 dan penutupan aurat misalnya. Dalam hal sosial, aktivitas beliau tak lepas dari dakwah tentang Islam. Kedua hal inilah yang sering kali dicurigai oleh pemerintah. Aspirasi masyarakat melayu Patani terealisasi dalam sebuah kesepakatan pada tanggal 3 April 1947, golongan melayu muslim Patani di bawah pimpinan Haji Sulong menyampaikan rencana tujuh pasal tentang pembentukan otonomi
5
Abdul Halim Bashah, Raja Campa Dinasti Jembol dalam Patani Besar (Kelantan : Pustaka Reka, 1994), h.46. 6 Surin Pitsuwan, Islam di Muang Thai: Nasionalisme Melayu Masyarakat Patani (Jakarta: LP3ES, 1989) Cet. Ke-1, h. 114. 7 Penyelesaian penulisan Hukum Islam tentang Keluarga dan Warisan yang seharusnya berada dalam tanggung jawab orang Islam, malah berada dalam tanggung jawab seorang hakim Thai yang beragama Budha. Lihat: Surin Pitsuwan, Islam di Muang Thai: Nasionalisme Melayu Masyarakat Patani (Jakarta: LP3ES, 1989) Cet. Ke-1, h. 108.
12
daerah kepada pemerintah Thai. Rencana itu mencerminkan gagasan-gagasan politik Haji Sulong dan upaya untuk mempertahankan kemandirian dan kemurnian Islam. Rencana 7 pasal yang diutarakan masyarakat Patani
-- melalui Haji
Sulong dan rekan-rekan – mengundang ketidak puasan dan kecurigaan pemerintah kepada Haji Sulong dan rekan-rekan. Kecurigaan tersebut diungkapkan melalui tuduhan bahwa Haji Sulong adalah pemberontak yang berencana memerdekakan Patani.8 Padahal, inti dari rencana 7 pasal bukan untuk pembentukan sebuah negeri merdeka, yang lebih tepat adalah pembentukan wilayah otonom yang memiliki hak untuk mempertahankan identitas melayu. Dengan
otonomi
daerah,
masyarakat
melayu
Patani
dapat
mempertahankan cara hidup tradisional sesuai dengan agama yang mereka anut. Meski begitu, Haji Sulong tidak memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai sifat jabatan orang yang akan dipilih untuk memerintah Patani. Tentunya orang tersebut harus berfungsi sebagai sebuah lambang komunitas yang berdasarkan syariat Islam dan merupakan bagian dari pemerintahan di daerah itu, tidak lagi diperlakukan sebagai sesuatu yang terpisah dari proses pemerintahan. Kematian Haji Sulong yang masih merupakan misteri – berdasarkan pengakuan seorang tukang perahu, pada tanggal 13 Agustus 1954 ia diperintahkan petugas keamanan untuk mendayung perahu ke pulau Tikus, kemudian di tengah perjalanan, para petugas membuang 4 karung yang diperkirakan membungkus
8
Abdul Halim Bashah, Raja Campa Dinasti…, h. 75.
13
mayat – 9 semakin menambah kemasyhuran beliau di kalangan rakyat Patani. Hal ini sekaligus menandai berakhirnya pemberontakan umum yang dipimpin ulama yang dimulai setelah Perang Dunia ke-2. Koalisi oposisi Melayu yang mempunyai landasan yang luas, yang telah ia – Haji Sulong – bangun, melanjutkan kegiatankegiatan anti pemerintah dengan menggunakan berbagai bentuk aktivitas kemasyarakatan.10 B. Rumusan Masalah Dari latar belakang yang telah dipaparkan, peneliti lebih memfokuskan kajian tentang Haji Sulong sebagai seorang tokoh agama serta tokoh politik yang berperan aktif dalam mengembalikan kedudukan masyarakat Patani sebagai mana mestinya kehidupan masyarakat pada umumnya di Thailand. Maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Mengapa muncul konflik di Thailand bagian selatan? 2. Bagaimanakah perjuangan Haji Sulong dalam mewujudkan aspirasi masyarakat melayu Patani? 3. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam aktivitas perjuangan Haji Sulong? 4. Bagaimanakah respon pemerintahan Thailand terhadap perjuangan Haji Sulong?
9 Ismail Che Daud, Tokoh-tokoh Ulama’ Semenanjung Melayu I (Kelantan: Majlis Ugama Islam Kelantan, 1988), h. 357. 10 Surin Pitsuwan, Islam di Muang Tha: Nasionalisme Melayu Masyarakat Patani (Jakarta: LP3ES, 1989) Cet. Ke-1, h. 114.
14
C. Lingkup Permasalahan Penelitian ini berupaya menjabarkan perjuangan politik Haji Sulong di Patani Thailand tepatnya dari tahun 1947-1954. Untuk itu haruslah dipahami terlebih dahulu kondisi wilayah Patani di bawah penjajahan Thai. Tinjauan terhadap kondisi wilayah meliputi keadaan geografis, sosial-budaya, dan gerakangerakan keagamaan pada umumnya. Patani merupakan wilayah yang merupakan etnis Melayu dan mayoritas beragama Islam. Oleh karena itu, pemahaman sosialbudaya lebih diarahkan pada permasalahan mengenai adat istiadat dari etnis itu, sedangkan keagamaannya pada penerapan hukum Islam sebelumnya dan saat penjajahan Thai. Seperti diketahui bahwa kedatangan awal Haji Sulong ke Patani bertujuan untuk menghibur hati istrinya, maka aktivitas memperjuangkan keadilan demi masyarakat Patani tidak direncanakan sejak awal oleh Haji Sulong. Sehingga, latar belakang keterlibatan Haji Sulong dalam persoalan ketidak-adilan yang dijalani masyarakat Patani menjadi salah satu pembahasan utama dalam pembahasan skripsi ini. Selain latar belakang, aktivitas perpolitikan Haji Sulong pun menjadi kajian utama dalam penulisan skripsi ini. Khususnya kegiatan Haji Sulong dari tahun 1947-1954 yaitu sejak Haji Sulong melibatkan diri dalam kegiatan politik sampai kematian Haji Sulong yang misterius.
15
D. Arti Penting Penelitian Sejarah tentang Haji Sulong menarik untuk ditulis kembali. Hal ini mengingat bahwa kalaupun ada tulisan-tulisan yang membahas tentang aktivitas perpolitikan Haji Sulong, hanya sekedar bagian kecil dari kontek studi yang lebih luas. Seandainya ada tulisan yang membahas tentang perpolitikan Haji Sulong, kondisi dan latar belakang yang dipaparkan oleh para penulis kurang terperinci sehingga pembaca mengalami kesulitan dalam memahami tulisan-tulisan tersebut. Di samping itu, sebagian penelitian dilakukan oleh sarjana yang bukan disiplin sejarah, misalnya dari disiplin dakwah dan politik. Oleh karena itu, penelitian sejarah ini perlu dilakukan untuk mengungkapkan perjuangan Haji Sulong secara menyeluruh. Di samping itu, perjuangan politik Haji Sulong telah berhasil memacu semangat perjuangan rakyat Patani. Hal ini dibuktikan dengan berdirinya GAMPAR (Gabungan Melayu Patani Raya) ketika Haji Sulong ditahan oleh pemerintah Thai. Organisasi yang awalnya dibetuk sebagai protes atas penahanan Haji Sulong, ini bekerja sama dengan Partai Kebangsaan Malaya (PKM) untuk menyebar propaganda mengenai Patani. Badan ini mendapat dukungan dari Barbara Whittingham-Jhones – seorang wartawan Inggris –
dengan menulis
beberapa buah artikel dan essay dalam surat kabar mengenai perjuangan orang Melayu.11 Dengan demikian hasil penelitian ini diharapkan membentuk suatu pemahaman umum mengenai bersatunya semangat perjuangan rakyat Patani.
11
Ismail Che Daud, Tokoh-tokoh Ulama Semenanjung Melayu, (Kota Baharu: Majlis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan, 1988), h. 120
16
E. Tinjauan Penelitian Terdahulu Telah banyak karya tulis baik dalam bentuk buku maupun skripsi yang membahas tentang perjuangan Haji Sulong, diantaranya adalah: 1. Skripsi yang berjudul “Perjuangan Politik Haji Sulong dalam Pembebasan Masyarakat Patani di Thailand Selatan” yang disusun oleh Abdunroha Nuh,
Fakultas
Ilmu
Sosial dan
Ilmu
Politik,
Universitas
Muhammadiyah Jakarta tahun 2004, yang memuat deskripsi wilayah Patani secara umum yang meliputi kondisi geografi, kondisi sosial ekonomi, kondisi politik, penyebaran agama Islam ke Patani dan perkembangannya dan tentang biografi Haji Sulong, perjuangan Haji Sulong dalam pembebasan rakyat Patani dari kerajaan Siam, keterlibatan Haji Sulong dalam GAMPAR dan detik-detik terakhir perjuangannya dan organisasi perjuangan rakyat Patani setelah wafatnya Haji Sulong. 2. Buku “Ulama’ Besar dari Patani” yang ditulis oleh Ahmad Fathi alFatani pada tahun 2001 yang membahas diantaranya kelahiran dan pendidikan Haji Sulong, Patani menjelang kepulangan Haji Sulong, mendirikan madrasah alMa’arif al-Watoniyah, juga tentang Haji Sulong dan tuntutan 7 perkara pada tahun 1947 hingga penangkapan untuk kedua kali pada tahun 1954 dan berakhirnya riwayat Haji Sulong bin Haji Abdul Kadir bin Muhammad bin Tuan Minal alFatani. 3. Buku “Fatani 13 Ogos” cetakan pertama yang ditulis oleh Muhammad Kamal K. Zaman pada tahun 1995 yang berisi tentang aktivitas Haji Sulong, tuntutan tujuh perkara, dan misteri kehilangan Haji Sulong.
17
4. Buku “Tokoh-tokoh Ulama’ Semenanjung Melayu” cetakan pertama yang ditulis oleh Ismail Che' Daud pada tahun 1988 yang membahas tentang 27 tokoh ulama di Semenanjung Melayu meliputi Syaikh Daud al-Fatani, Tok Pulai Chondong, Tok Guru Wan Ahmad Patani, Tok Wan Ali Kutan, Mufti Haji Wan Muhammad, Tok Perlis, Tok Malik Sungai Pinang, Tok Kenali, Tok Kemuning, Tok Padang Jelapang, Tok Selehong, Tok Siridik, Tuan Husain Kedah, Mufti Haji Wan Musa, Dato’ Laksamana, Tok Jerulong, Haji Sa’ad Kangkong, Tok Khurasan, Haji Mat Safie Losong, Haji Omar Sungai Keladi, Haji Ismail Pontianak, Maulana Abdullah Nuh, Syaikh Uthman Jalaluddin, Tok Bachok, Tuan Guru Haji Sulong Patani, Tok Pulau Ubi, Tok Guru Haji Wan Adam. 5. Buku “Pengantar Sejarah Patani” cetakan pertama yang ditulis oleh Ahmad Fathi al-Fatani pada tahun 1994 yang membahas tentang kondisi Patani sebelum dan ketika di bawah pemerintahan Thailand, tempat-tempat bersejarah di Patani, dan penderitaan yang dialami bangsa melayu. 6. Skripsi yang membahas tentang aspek dakwah Islam yang berjudul “Dakwah Islamiah Haji Sulong bin Abdul Kadir di Masyarakat Muslim Patani (Thailand Selatan)” yang ditulis oleh Abdul Halim Adae jurusan BPI Fakultas Dakwah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 1999. Meski banyak sarjana dan mahasiswa yang melakukan penelitian tentang sejarah perjuangan Haji Sulong, namun sejauh ini belum ada studi yang membahas tentang perjuangan politik Haji Sulong secara terperinci. Karena itu, penulis merasa perlu melakukan penelitian tentang perjuangan politik Haji Sulong ini.
18
F. Landasan Teoritis 1. Konflik a. Pengertian Konflik Sebagai sebuah fenomena sosial, konflik senantiasa terjadi dalam kehidupan masyarakat. Terdapat berbagai definisi yang membahas tentang konflik. Ahmad Fadi, memberikan definisi tentang konflik ialah suatu proses dimana A melakukan usaha yang sengaja dibuat untuk menghilangkan usaha B dengan sebentuk usaha yang menghilangkan sehingga mengakibatkan frustasi pada B dalam usahanya untuk mencapai tujuannya atau dalam meneruskan kepentingannya.12 Dengan demikian pada dasarnya proses konflik bermula pada saat satu pihak dibuat tidak senang oleh atau akan berbuat tidak menyenangkan kepada pihak lain mengenai suatu hal yang oleh pihak pertama dianggap penting. Dari definisi tersebut di atas bahwa konflik di pandang dari sisi perbuatan seseorang yang membuat perasaan tidak senang/nyaman bagi orang lain. Di sisi lain konflik juga bisa dipandang sebagai pertentangan antara satu kelompak/individu dengan kelompak lain dalam bentuk pertentangan. Perbedaan dan persaingan terletak pada apakah usaha satu pihak mampu untuk menjaga dirinya dari gangguan pihak lain dalam pencapaian tujuannya. Persaingan ada bila tujuan pihak-pihak yang terlebat adalah tidak sesuai tetapi pihak-pihak tersebut tidak dapat saling 12
h. 74
Ahmad Fadil, Organisasi & Administrasi, (Jakarta: Manhalun Nastyi-In Press, 2002),
19
mengganggu. Sebagai contoh, dua kelompok mungkin saling bersaingan untuk memenuhi target, bila tidak ada kesepakatan untuk mengganggu pengcapaian tujuan pihak lain, situasi persaingan terjadi, tetapi bila ada kesepakatan untuk mengganggu dan kesempatan tersebut digunakan maka akan timbul konflik.13 b. Tahapan Konflik Konflik selalu berubah, sesuai dengan tahap aktivitas dan kekerasan yang berbeda. Tahap-tahap ini sangat penting diketahui dan digunakan bersama alat bantu lain untuk menganalisis berbagai dinamika dan kejadian yang berkaitan dengan masing-masing tahap konflik. Fisher dkk. memberi gambaran tentang tahapan konflik seperti berikut: •
Prakonflik: ini merupakan masa dimana terdapat suatu ketidak sesuaian sarana di antara dua pihak atau lebih, sehingga timbul konflik. Biasanya konflik tersembunyi dari pandangan umum, meskipun satu pihak mungkin mengetahui potensi terjadinya konfrontasi.
•
Konfrontasi: pada tahap ini berbeda dengan tahap yang diatas, tahap ini konflik menjadi semakin terbuka. Pada tahap ini mungkin akan terjadi pertikaian dan kekerasan, masing-masing pihak mengumpulkan sumber daya dan kekuatan dengan harapan dapat meningkatkan konfrontasi dan kekerasan.
13
Ahmad Fadil, Organisasi & …, h.75
20
•
Krisis: setelah konfrontasi maka tahap ini merupakan puncak konflik, ketegangan dan kekerasan terjadi hebat, malah terjadi peperangan.
•
Akibat: sesudah pertikaian yang hebat, pasti ada akibat dari pertikaian tersebut. Satu pihak menaklukan pihak lain, satu pihak mungkin menyerah dan kemungkinan setuju bernegosiasi. Ada pun keadaannya, tingkat ketegangan, konfrontasi dan kekerasan pada tahap
ini
agak
menurun,
dengan
kemungkinan
adanya
penyelesaian. •
Pascakonflik: akhirnya, konfrontasi kekerasan diselesaikan, ketegangan berkurang dan hubungan mengarah kelebih normal di antara kedua pihak.14
c. Teori-teori Penyebab Konflik Biasanya muncul konflik itu dengan berbagai penyebabnya, dari beberapa penyebab itu juga ada beberapa teori untuk membantu dalam memahami cara mengelola konflik, diantara lain menurut Fishee dkk: Teori Hubungan Masyarakat menganggap bahwa konflik disebabkan oleh proses/perbuatan yang terus terjadi, ketidak percayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Teori Negosiasi Prinsip menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. 14
Fishee dkk, Mengelola Konflik Ketrampilan dan Strategi untuk Bertindak, (Jakarta: SMK Grafika Desa Putra, 2001), h.19
21
Teori Kebutuhan Manusia berasumsi bahwa konflik yang berakal dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia fisik, mental, dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Teori Identitas berasumsi bahwa konflik disebabkan karena identitas yang terancam, yang sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan. Teori Kesalahpahaman antara Budaya berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidak cocokan dalam cara-cara komunikasi diantara berbagai budaya yang berbeda. Teori Transformasi Konflik berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidak setaraan dan ketidak adilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi.15 G. Metodologi Penelitian Tujuan studi ini adalah untuk mencapai penulisan sejarah, maka upaya merekonstruksi masa lampau dari objek yang diteliti itu ditempuh melalui metode sejarah. Pengumpulan data atau sumber sebagai langkah pertama kali, dilangsungkan dengan metode penggunaan bahan dokumen. Metode ini dapat langsung, karena ditemukan sumber-sumber tulisan baik yang memberikan informasi di seputar objek maupun informasi langsung mengenai Perjuangan Politik Haji Sulong. Walaupun penulis menemukan kesulitan dalam memperoleh sumber primer karena peredaran buku-buku Haji Sulong dilarang oleh pemerintah, sumber yang sama dapat dijumpai berupa data dari internet dan data
15
Fishee dkk, Mengelola Konflik Ketrampilan dan Strategi untuk Bertindak, h. 8-9
22
tertulis lainnya dari dokumen lokal, tetapi penulis juga beruntung dapat menemukan data yang relevan, khususnya buku-buku terbitan Malaysia yang dijadikan sebagai sumber sekunder. Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari metode sejarah yang tentunya mempunyai perspektif historis. Untuk mendapat data yang otentik maka penulis menggunakan penelitian Kepustakaan (Library Research) dengan metode; 1. Heuristik, yakni usaha pencarian dan pengumpulan data yang ada dan berkaitannya dengna Haji Sulong dan masyarakat Patani di Waktu itu. Sumber-sumber data
tersebut terdiri
dari data kepustakaan yang
berbentuk buku-buku, majalah, artikel dan lain sebagainya. 2. Analisa, merupakan tahap analisis data dengan mengadakan kritik terhadap sumber-sumber yang ada. Kritik ekstern untuk mengetahui otensitas atau tidak data tersebut, sedangkan kritik intern untuk mengetahui kredibilitas sebuah data, karena setiap data yang diperoleh memiliki bobot nilai yang berbeda-beda. 3. Interpretasi, yakni memberi penafsiran terhadap fakta sejarah. Pada tahap ini akan tergambar dari fakta-fakta tersebut cerminan peristiwaperistiwa di masa lampau. 4. Tahap terakhir penelitian ini akan masuk pada histografi. Dalam tahap ini akan disusun strategi dan sistematika penulisan sejarah dengan merekontruksi fakta-fakta tersebut menjadi kisah sesuai dengan judul skripsi.
23
H. Sistematika Penyusunan Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari empat bab, dan masingmasing bab mempunyai sub-sub materinya seperti berikut: Bab I : Merupakan pendahuluan yang meliputi strategi penulisan skripsi ini yang dimulai dengan latar belakang masalah dan seterusnya diikuti dengan perumusan masalah, lingkup permasalahan, arti penting penelitian, tinjauan penelitian terdahulu, landasan teoritis, metodelogi peneltian dan akhir dari bab ini adalah sistematika penyusunan. Bab II
Dalam bab ini akan menjelaskan sekilas biografi Haji Sulong bin Abdul Kadir yang meliputi: biografi Haji Sulong Abdul Kadir, konteks sosial politik, serta karya-karya Haji Sulong.
Bab III Merupakan inti dari skripsi, dalam bab ini sebagai sebuah analisis perjuangan politik Haji Sulong di Patani Thailand, mencakup pendirian wadah/lembaga, reaksi terhadap perperjuangan Haji Sulong serta hasil perjuangan politik Haji Sulong. Bab IV Sebagai bab terakhir yang merupakan penutup yang hanya berisikan kesimpulan terhadap usaha perjuangan Haji Sulong dalam menuntut aspirasi masyarakat melayu Patani dan intisari yang berkaitan dengan permasalahan pada umumnya.
BAB II MENGENAL LEBIH DEKAT HAJI SULONG A. Biografi Haji Sulong bin Abdul Kadir Patani sebagaimana tercatat dalam sejarah, adalah termasuk di antara negeri-negeri semenanjung Malaysia yang banyak memainkan peranan dalam bidang kegiatan Islam dan banyak pula melahirkan ulama-ulama dalam mengarang kitab dari berbagai bidang disiplin ilmu. Umumnya ulama-ulama ini dalam mengarang kitab mengakhiri namanya dengan kata 'Al-Fathoni', ini menunjukan dengan secara jelas bahwa beliau berasal dari patani. Di antaranya adalah Tuan guru Haji Sulong bin Abdul Kadir Al-Fathoni. Haji Sulong Al-Fathoni atau Muhammad bin Haji Abdul Kadir bin Muhammad bin Tuan Minal dilahirkan di kampung Anak Ru, Patani pada tahun 1895. Beliau merupakan anak tunggal dari Haji Abdul Kadir dengan istrinya yang pertama, Syarifah (dipanggil Che' Pah). Ibunya meninggal dunia pada tahun 1907 ketika Haji Sulong baru berusia 12 tahun. Gelaran Haji Sulong adalah karena beliau merupakan anak sulung dalam keluarganya.16 Sebagaimana tradisi masyarakat Melayu Patani, kanak-kanak diasuh sejak kecil dengan pelajaran agama. Pendidikan awal yang diterima oleh Haji Sulong ialah pelajaran membaca Al-Qur'an. Gurunya ialah Ayah beliau sendiri, Haji Abdul Kadir. Selain itu tidak banyak yang diketahui tentang Haji Sulong pada masa kecilnya, kecuali sedikit maklumat bahwa beliau adalah seorang kanakkanak yang banyak humor tetapi cerdas dan pintar.
16
Muhammad Kamal K. Zaman, Fathoni 13 Ogos, (Kelantan: tp, 1996), h.1
24
25
Di usia 8 tahun, ayahnya mengirimkan dia untuk belajar agama di pondok Haji Abdul Rashid, kampung Bandar, Sungai Pandan Patani. pada waktu itu beliau sudah mengenal huruf Jawi (arab melayu) dan bisa membaca Al-Qur'an – dua syarat yang wajib dimiliki seseorang sebelum menjalani pendidikan di pondok. Ketika berusia 12 tahun, beliau meninggalkan tanah air untuk belajar agama di Makkah al-Mukarramah. Oleh karena di Makkah waktu itu terdapat banyak pelajar dari Kelantan (Malaysia) dan Patani, maka kehadiran beliau disana dalam usia masih kecil tidak masalah. Apalagi pada tahun beliau berangakat ke Makkah ini (1907), Tuan Guru Haji Wan Ahmad bin Muhammad Zaid bin Mustafa al-Fathoni seorang tokoh ulama Patani yang sangat terkenal dan bertalian dua pupu dengan beliau, masih ada di Makkah.17 Surin Pitsuwan menjelaskan tentang latar belakang pendidikan Haji Sulong ketika berada di Makkah sebagai berikut: Seperti kebanyakan ulama di Asia Tenggara, Haji Sulong mulamula masuk sebuah sekolah menengah Indonesia yang terkenal, yang didirikan bagi pelajar-pelajar yang berbahasa melayu di dekat Ka'bah, di Masjid Haram, yang diberi nama Dar al-Ulam (rumah ilmu pengetahuan). Di sana diberikan pelajaran mengenai ilmu-ilmu tradisional seperti: Tafsir al-Qur'an, Hadits, asas-asas ilmu hukum (ushul al-fiqh), ilmu hukum (fiqh), dan tata bahasa arab (nahwi). Haji Sulong bergabung dengan lingkaran-lingkaran skolastik (halqah) yang berbahasa Melayu di Masjid 17
Ismail Che'Daud, Tokoh-tokoh Ulama Semenanjung Malayu, (Kota Baru: Majlis Ugama Islam san Adat Istiadat Melayu Kelantan, 1988), h.340-341
26
Haram, di mana dia menjadi seorang lektor yunior mengenai hukum Islam mazhab Syafi'i. Pada tahun 1927, ia berkenalan dengan gagasan-gagasan pembaharu dari Jamaluddin al-Afghani (1839-1897) dan Muhammad Abduh (1905-1925) selama tiga tahun belajar di Mekkah, ketika ia mendapat kesempatan untuk bergaul dengan beberapa ulama dari mesir. Dari pengalamannya di Mekkah dan pergaulannya dengan ulama-ulama lain yang berbahasa melayu yang juga mulai menyadari potensi dan kemungkinan Islam sebagai suatu kekuatan politik, Haji Sulong merupakan suatu keyakinan yang semakin kuat terhadap keterlibatan politik dan aktivitas sosial. 18 Tidak diketahui dengan jelas siapakah guru-gurunya semasa beliau berada di Makkah. Dari beberapa literatur mengatakan bahwa kebanyakan guru-guru beliau adalah orang-orang Arab, termasuk Mesir. Haji Sulong mulai mendirikan rumah tangga dengan Cik Sofiah binti Omar. Setahun saja berumah tangga, istrinya meninggal dunia sebelum sempat mendapat cahaya mata (anak). Dua tahun kemudian, Haji Sulong menikah lagi dengan Hajah Khadijah binti Haji Ibrahim, Mufti Kelantan. Haji Sulong terkenal alim dalam bahasa arab dan menguasai sastra arab di mana kebolehannya diakui oleh orang-orang yang ahli di kalangan masyarakat arab sendiri. Haji Sulong menimba ilmu di Makkah selama 20 tahun. Pada tahun 1924, Haji Sulong pulang ke tanah airnya dengan rencana menetap selama dua tahun untuk menghibur hati istrinya yang amat sedih atas 18
Surin Pitsuwan, Islam di Muangthai Nasionalisme Melayu Masyarakat Patan, (Jakarta: LP3ES, 1989), h. 114
27
kehilangan anak pertamanya yang bernama Mahmud yang meninggal dunia dalam usia dua tahun.19 Pada mulanya Haji Sulong tidak bermaksud melibatkan diri ke dalam perjuangan rakyat Patani, namun kecerdasan beliau dalam beberapa pertumbuhan keagamaan dan kebijakan, sedikit demi sedikit membuat beliau sadar akan kondisi rakyat dan keadaan negeri Patani yang memprihatinkan. Kegiatan awal Haji Sulong mendirikan sekolah dengan corak baru. Beliau adalah orang pertama yang merubah sistem pondok menjadi sistem sekolah dimana kurikulum pelajaran menjadi teratur. Sekolah itu diresmikan pada akhir tahun 1933 oleh Perdana Menteri Thai dengan nama Madrasah al-Maarif alWataniyah Fatani. Selain mendirikan sekolah, Haji Sulong pun terlibat aktif dalam percaturan politik setempat dimana ia bertindak sebagai “penghubung” antara komunitas Melayu dan pejabat-pejabat Thai. Ia menyadari perannya sebagai pengajar yang menarik murid-murid dari seluruh pelosok wilayah melayu. Meski memiliki hubungan erat dengan pejabat tinggi pemerintah di propinsi dan disegani oleh mereka, Haji Sulong tidak ingin terlibat dalam upaya pengkodifikasian dan penterjemahan hukum Islam. Ia berpendapat bahwa bidang tersebut harus sepenuhnya berada di bawah yurisdiksi orang muslim sendiri. Di tahun 1945, Haji Sulong menjabat sebagai ketua Majlis Agama Islam Patani. Ketika kepemimpinannya, ia bersikap demokratis dengan mengizinkan seluruh anggota majlis yang berjumlah 15 orang untuk saling kritik dan menegur.
19
Muhammad Kamal K. Zaman, Fatani 13 Ogos (Patani: tp, 1996), h. 4.
28
Semasa di Majlis Agama Islam Patani ia dihadapkan dengan kasus-kasus pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan umat Islam. Korupsi dan pemerasan yang dilakukan secara leluasa oleh pejabat-pejabat pemerintah adalah hal yang sering ia tangani. Karena kekesalannya akan ketidak adilan yang dialami rakyat Patani ia pernah berkata, “tak seorang pun yang masih punya rasa kemanusiaan akan bertoleransi terhadap perlakuan yang begitu kejam dari pejabat-pejabat pemerintah”. Pada 3 April 1947, golongan Melayu-Muslim Patani Raya di bawah pimpinan Haji Sulong menyampaikan rencana tujuh pasal yang membahas tentang otonomi daerah kepada pemerintahan Thai. Namun, Pemerintah Thai tidak bersedia merundingkan soal pembentukan daerah otonom. Pemenuhan tuntutan golongan Melayu-Muslim dikhawatirkan akan mencetuskan tuntutan-tuntutan serupa dari berbagai minoritas etnik dibagian-bagian lainnya di negeri Thai. Bagi pemerintah Thai, Patani akan tetap dianggap sebagai suatu bagian integral dari negara kesatuan dengan birokrasi yang dikontrol dari pusat dan dengan sistem hukum tunggal, kecuali bidang hukum perorangan dan kebiasaan-kebiasaan di bidang hukum warisan yang sudah disahkan sebelumnya. Keengganan pihak pemerintah untuk berunding, menyebabkan Haji Sulong dan para pendukungnya melakukan tekanan yang lebih besar dengan jalan mengancam akan memboikot pemilihan umum yang direncanakan pada akhir januari 1948. Haji Sulong dan rekan-rekannya20 ditangkap pada tanggal 16 januari 1948 dengan tuduhan sedang mempersiapkan dan berkomplot untuk merubah 20
Ishak
Haji Sulong bersama dengan Ahmad (anak Haji Sulong), Wan Utsman, dan Encik
29
pemerintahan kerajaan yang tradisional, serta mengancam kedaulatan dan keamanan nasional. Penangkapan Haji Sulong menyebabkan pemerintahan Thai mendapat tekanan internasional yaitu dari Liga Arab dan PBB. Selain itu terbentuk koalisi internasional yang terbentuk mendukung perjuangan Melayu-Muslim yaitu Gabungan Melayu Patani Raya (GAMPAR) yang terbentuk bulan Maret 1948. Persoalan Haji Sulong baru dapat diselesaikan pada tahun 1952 setelah empat tahun dia meringkuk di penjara. Selepas di penjara Haji Sulong kembali ke Patani dan menjadi pangajar (da'i). Setiap beliau memberikan kuliah atau ceramah selalu dipadati oleh masyarakat dari berbagai daerah Selatan Thailand (Patani). Keadaan tenang dan aman ia alami selama dua tahun, sehingga tiba suatu hari, ketua penyiasat polisi Thai, Letkor Bundert Lethpricha, memanggil Che Ali Che Wook, Wan Utsman bin Wan Ahmad, Che Ishak bin Abbas, dan Haji Sulong hadir ke kantornya di senggoro (Songkla). Menurut keterangan, Che Ali telah mengambil inisiatif terlebih dahulu bersendirian ke Songkla. Setelah sampai di sana, tidak ada tindakan apa-apa terhadap Che Ali hanya perbincangan singkat saja. Kemudian Che Ali diizinkan pulang ke Patani dengan membawa pesan "Suruh Tok Guru Datang". Pada hari jumat, 13 Agustus 1954, berlakulah takdir Allah SWT atas hambanya. Haji Sulong bersama rekan-rekan, dan anaknya Ahmad bin Haji Sulong hadir ke Songgoro memenuhi panggilan Letkol Bundert Lertpricha. Tidak diketahui apa yang terjadi setelah pertemuan tertutup itu, tetapi yang jelas sejak
30
pertemuan itu Haji Sulong, dan rekan-rekannya hilang dan tidak kembali ke rumah mereka di Patani sampai sekarang. Apabila ditanyakan ke kantor polisi di Senggoro, jawabannya adalah Tok Guru sudah diizinkan untuk pulang. Buku catatan polisi yang berisi tanda tangan Haji Sulong beserta rekan-rekan dijadikan sebagai bukti bahwa mereka sudah dibebaskan. Belakangan, dari informasi terkumpul yang diperoleh di Patani, Jambu, Yala, Palas dapat ditarik satu kesimpulan bahwa Haji Sulong dan rekan-rekannya telah ditangkap kembali "Tanpa Undang-Undang" setelah mereka menandakan tanda tangan untuk pulang ke Patani. Mereka kemudian dibunuh dan dibuang ke laut Senggoro berdekatan dengan pulau Tikus (Samila Beach) pada malam Sabtu, 13 Agustus 1954.21 Meski tidak memperoleh keterangan dari pemerintah, Haji Muhm. Amin – putra Haji Sulong – berusaha mendapatkan kabar dari orang kampung. Cara ini membuahkan hasil dengan diperolehnya berita dari seorang pemuda berusia 30 tahun yang bernama Husen – seorang tukang perahu – yang perahunya disewa polisi Senggora untuk membuang mayat-mayat, yang kemudian diketahui sebagai Haji Sulong, Ahmad, Wan Utsman, dan Encik Ishak.22 Oleh keluarga Haji Sulong, Husen, diambil dan dilindungi untuk dijadikan satu-satunya saksi dalam pengusutan kasus Haji Sulong yang akan disidangkan. Akan tetapi, sebelum pengusutan dilakukan, Husen telah dibunuh oleh pembunuh bayaran ketika ia keluar dari rumah perlindungan untuk melihat istri dan anakanaknya di Panarik, Patani.23
21
Ismail Che Daud, Tokoh-tokoh Ulama Semenanjung Melayu, h. 355-357. Mohm. Kamal K.Zaman, Fathoni 13 Ogus, h.36 23 Ahmad Fathy Al-Fathoni, Pengantar Sejarah Patan, (Alor Star: Pustaka Darussalam, 1994), h. 119 22
31
Dengan demikian, kasus 'kehilangan' Haji Sulong tidak pernah sampai ke muka pengadilan. Ketiadaan saksi dan tidak adanya kerja sama pihak polisi, ditambah dengan rasa takut yang menghantui masyarakat Patani akibat tragedi yang menimpa Haji Sulong dan rekan-rekannya, telah menyebabkan tidak ada pernyataan yang dapat dikumpulkan untuk dijadikan bukti dan keterangan seandainya kasus ini mau disidangkan. Maka sampai disinilah riwayat hidup seorang ulama Patani yang selalu berjuang demi Masyarakat Muslim Melayu Patani. B. Konteks sosial politik Chulalongkorn V mangkat pada tahun 1910 setelah meletakkan Siam pada suatu kedudukan yang kukuh dan selamat, Di kalangan para sejarawan, chulalongkurn ayahandanya, Raja mungkut, dianggap sebagai raja-raja Siam yang sangat Berjaya dan bertanggung jawab memaju serta modenkan Siam sekaligus menyelamatkan Siam daripada bahaya imperialism Ingris dan Perancis. Khusus bagi negeri Malayu patani pula, nama chulalongkurn tidak bagitu desenangi. Ada dua sebab utama kenapa hal itu terjadi: Pertama: Kerana semasa chulalongkurn suatu dasar penyusunan semula wilayah telah diperkenalkan. System ini yang bernama thesaphiban, seperti yang dijelaskan oleh Tej Bunnag, adalah bertujuan untuk mewujudkan integrasi kebangsaan serta mengukuhkan kedudukan wangsa Chakri. Ia dikendalikan oleh kementerian dalam negeri dibawah pimpinan Putera Damrong Rajanubhab dan dilancarkan pada waktu pembesar-pembesar tempatan patani sedang berusaha mendapatkan bantuan asing bagi memperjungkan hak dan kuasa Otonominya.
32
Kejayaan system ini telah memaksa kuasa raja-raja Melayu di patani menyingkir untuk menberi laluan kepada kuasa baru Pesuruh Jaya yang bertanggung jawab kepada menteri dalam negeri. Lanjutan daripada system ini ialah menghapusan langsung institusi raja-raj Melayu dalam tujuh buah negeri Patani pada tahun 1902 seperti yang dikisahkan di muka. Kedua: kerana system chulalongkurn yang sama juga telah menyebabkan patani “terserap” masuk menjadi sebagian daripada wilayah kemaharajaan Siam sehingga sekarang boleh dikatakan kegagalan Ingris mendapatkan patani lewat Perjanjian Bangkok 1909 adalah berpunca daripada kejayaan Siam mengintegrasi patani terlebih dahulu menjadi sebagian wilayahnya pada tuhun 1902. Dalam hal ini seorang pengamat sejarah menulis. ”Alasan yang penting bagi ketinggalan patani di dalam perjajian 1909 tidak boleh dinafikan adalah akibat kejayaan Siam pada tahun 1902 apabila mereka dapat menawan raja patani. Setelah peristiwa ini Ingris memang mengakui bahwa Patani lebih bergantung kepada Siam”.24 Setahun setelah perjanjian 1909 sangat mengecewakan orang patani ini ditandatangani. Chulalongkurn mangkat, meskipun dalam perjanjian yang sama. Siam terpaksa melepaskan negeri-negeri perlis, Kedak, kelantan dan terengganu kepada Ingris, tetapi keadaan sudah sangat “melegakan” siam oleh negeri-negeri ini sesungguhnya, Vajiravudh adalah juga berpendidikan barat dan penganut faham kebangsaan siam yang kuat. Dibawa baginda, Siam mengubah faham patriotisme barat tentang “tuhan, raja dan negara kepada simbol tradisional Siam” bangsa, agama (Budha Thraveda) dan raja” 24
dengan ketiga-tiga simbol ini,
Pitsuwan Surin,Islam di Muangthai Nasionalisme Melayu Masyarakat Patani (Jakarta : LP3ES), 1989. h. 24.
33
Vajiravudh menruskan usaha ayahnya membentuk sebuah kemaharajaan kebangsaan Siam yang bersatu dan kuat. Tentu saja uasaha-usaha ini tidak dapat diterima oleh golongan-golongan minority yang memiliki budaya hidup yang berlainan dari pada bangsa Siam, terutamanya oleh orang-orang China dan Melayu. Bagaimanapun oleh kerana orang-orang China yang tinggal di Siam sudah putus ikatan dari negeri leluhurnya dan sudah bertekab untuk meneruskan hidup dalam sebuah nagara asing yang baru seperti Siam, maka mareka tidaklah menentang dasar patriotisme ini secara terang-terangan. Dalam keadaan seperti ini, maka perlawanan secara terbuka ke atas dasar ini hanya datang dari minority Islam Patani di selatan dan suku Isan di timur laut. Setelah pemberontakan Nasa 1922 yang gagal, pemerintah pusat di Bangkok terpaksa menyemak kembali beberapa dasarnya yang dilaksanakan di Patani yang rupanya tidak disenangi rakyat Melayu Islam. Antaranya ialah dasar mengenakan pendidikan wajib atas rakyat berdasarkan Educational Act 1921 yang menghendaki anak-anak orang Islam belajar di sekolah thai, birokrasi pentadbiran dan campur tangan pusat dalam usaha social dan ekonomi wilayah-wilayah selatan. Pada bulan Juli 1923, melalui menteri dalam negeri, raja mengarahkan supaya: 1. Amalan-amalan yang tampaknya bertentangan dengan Islam dihentikan dengan segera dan nama-nama peraturan baru yang hendak dikenakan tidak boleh melanggar Agama Islam.
34
2. Tarif cukai yang dipungut dari orang Melayu-Islam di Patani tidak boleh lebih tinggi daripada tarif yang dipungut di negeri-negeri Melayu bersempadan yang di bawa Ingris. 3. Pegawai-pegawai pemerintah yang ditugaskan di Patani mestilah jujur, sopan dan tegas. Pegawai yang sedang dikenakan tindakan disiplin kerena kesalahan di tempat lain tidak boleh ditempatkan di Patani. 1. Sistem politik sebelum kedatangan Haji Sulong Dimasukkannya Wilayah Patani Raya secara final ke dalam Negara Thai pada tahun 1902 disambut dengan perlawanan sengit oleh kaum bangsawan dan elit keagamaan, yang secara berangsur-angsur dan sistematis dicopot dari kedudukannya yang berpengaruh dan yang merupakan sumber kekayaan mereka. Sementara ancaman dari luar – dari Negara-negara colonial, terutama inggris – berkurang,
pemerintah
pusat
Bangkok
melancarkan
programnya
untuk
mengkonsolidasi kekuasaannya di provinsi-provinsi Melayu itu. Raja Chulalongkorn, yang sudah bertekat untuk mengintegrasikan daerah Melayu itu ke dalam system administratif Thai, memutuskan bahwa suatu pemerintah yang tidak langsung tidaklah praktis lagi. Birokrasi pusat harus diperluas, dan semua tingkat kekuasaan harus dialihkan ke tangan para pejabat yang diangkat oleh Bangkok. Kekhawatiran
yang
mula-mula
dirasakan
bahwa
mereka
akan
diperlakukan sebagai warganegara kelas dua, menjadi suatu kenyataan. Program wajib mengikuti pendidikan Thai, yang dimulai di masa pemerintahan raja yang sebelumnya, sudah mulai menampakkan pengaruhnya terhadap masyarakat
35
tradisional Melayu. Madrasah-madrasah yang diselenggarakan di masjid, didorong untuk mengubah kurikulumnya sehingga mencakup pelajaran bahasa dan indoktrinasi kewargaan Thai yang telah dirancang oleh Bangkok. Yang paling meresahkan penduduk setempat adalah semakin besarnya pengawasan Thai atas segala dimensi kehidupan sehari-hari. Sebuah kebudayaan yang khas, dengan sejarah yang berkesinambungan, untuk pertama kali kehilangan hak untuk menentukan nasibnya sendiri. Bahasa, agama dan nilai-nilai budaya mereka lainnya telah ditempatkan di bawah kekuasaan yang semakin besar dari sebuah Negara yang didominasi oleh orang-orang yang mereka anggap sebagai kafir. Selain itu, hilangnya pemerintahan sendiri mempunyai makna yang khusus bagi orang Melayu-Muslim, yang selama itu hidup berdasarkan Syari’ah. 25 Sejak mulanya, perlawanan terhadap kekuasaan Thai mengambil bentuk pemberontakan-pemberontakan keagamaan yang berusaha menghalau kekuasaan politik asing dari daerah itu. Para ulama yang karismatik memimpin pengikutpengikutnya memboikot pembayaran pajak, berdasarkan keyakinan agama bahwa mendukung sebuah rezim yang bukan-Islam merupakan perbuatan haram. Sebuah pemberontakan besar di bawah pimpinan bersama beberapa ulama dan bangsawan Melayu yang kehilangan kekuasaan, meletus pada tahun 1922. dalam banyak hal ia merupakan suatu peristiwa yang unik dalam sejarah gerakan kemerdekaan Patani, dan menentukan nada dan arah bagi peristiwa-peristiwa seperti itu di kemudian hari. Pemberontakan itu disemangati oleh bekas raja Patani, Abdul Kadir, yang memperoleh simpati dan dukungan materiil dari kaum
25
Pitsuwan Surin,Islam di Muangthai Nasionalisme…. h. 50.
36
bangsawan dan kaum ulama Melayu di Kelantan, di mana ia hidup dalam pembuangan. Walaupun
tidak
dibentuk
suatu
organisasi
yang
resmi
untuk
memperjuangkan kepentingan Patani, Raja Abdul Kadir telah berhasil meratakan jalan dan membina kontak-kontak di kalangan unsur-unsur pro-Melayu di kesultanan-kesultanan Malaya Utara, yang akan merupakan sekutu alami dalam perjuangan kemerdekaan Patani di masa-masa mendatang. Dukungan dan simpati yang telah berhasil ia kerahkan dalam tahun 1922, sudah cukup untuk menghentikan – untuk sementara waktu – kampanye Thai untuk “men-Thai-kan” provinsi-provinsi Melayu dibagian selatan Negara itu.26 2. Sistem politik semasa Haji Sulong di Patani Pada 3 April 1947 sejumlah penyiasat dari Bangkok tiba di Patani. Jam 10.00 pagi, Haji Sulong di jemput untuk berbincang bertempat di Dewan Kerajaan Tempatan Patani, Haji Sulong membawa bersamanya tuntutan 7 perkara diiringi oleh jawatan kuasa MAIF dan 500 rakyat Patani. Dalam perjumpaan itu Haji Sulong menyerahkan tuntutan rakyat Patani dan menjelaskan dua sebab penting mengapa tuntutan itu dibuat: 1. Rakyat Patani dalam keadaan tertindas oleh pegawai kerajaan Siam di mana siapa yang tidak bersetuju atau membantah di tangkap kemudian dibawa kesuatu tempat. Bila sampai separuh jalan lalu ditembak dengan alasan coba melarikan diri atau coba melawan. Peristiwa seperti itu telah meragut puluhan nyawa rakyat yang tidak bersalah. 26
Pitsuwan Surin,Islam di Muangthai Nasionalisme….. h. 53.
37
Penduduk tidak berani membuat laporan kepada pihak yang lebih kuasa karena mereka akan diseksa dengan lebih buruk lagi.27 2. Berlakunya penipuan dan pemerasan harta rakyat oleh pegawai atasan serta membunuh siapa yang melawan. Rombongan jawatankuasa penyiasat berjanji akan menyampaikan surat permohonan 7 perkara itu kepada kerajaan Bangkok. Namun selama empat bulan tidak ada jawapan. Pada 9 Agustus 1947 melalui surat kementrian kehakiman Bangkok Bil. 5385/2490 jelas memberikan jawapan bahwa kerajaan Bangkok tidak menerima tuntutan untuk memisahkan mahkamah syariah dari mahkamah sivil dengan alasan ia mengubah perlembagaan negeri. Setelah mendapat jawapan itu, Haji Sulong bertindak balas menentang polisi kerajaan berkenaan pelantikan kadhi (Datuk Yutitam) dan mulai mengumpul kekuatan rakyat dan menyusun struktur politik. Akhir tahun 1947, di Patani berlaku haru hara dimana 200 buah rumah orang-orang Siam serta pos-pos polisi dibakar di sekitar bandar Patani. Dan tersebar poster-poster anti Siam yang berbunyi “Hidup Melayu, Mampus Siam”. Pada 3 November 1947, tersebarlah berita yang menggemparkan melalui akhbar Straits times di Singapura yang mendedah kezaliman kerajaan Siam terhadap rakyat Melayu Islam Patani dan perbuatan perkosa keatas wanita-wanita Melayu Islam. Mulai dari saat itu kerajaan Siam secara terang-terang memusuhi Haji Sulong. Segala pergerakan beliau diawasi dan aktivitasnya diintip. Kemuncak dari permusuhan ini ialah penangkapan Haji Sulong serta beberapa 27
Muhammad Kamal K.Zaman, Fathoni 13 Ogos ( Kelantan: tp), 1996. h. 18
38
orang pemimpin Islam Patani pada 1 Januari 1948. Peristiwa penangkapan ini dari catatan Haji Sulong melalui bukunya ‘Gugusan Cahaya Keselamatan’ yang beliau tulis semasa berada dalam tahanan penjara bangkuang di Bangkok. Setelah mendapat kebebasan pada 15 Juni 1952M Haji Sulong kembali ke Patani dengan disambut lebih dari seribu orang rakyat Patani. Setelah kembali ke Patani haji Sulong menyambung mengajar semula di bangunan Madrasah AlMaarif Al-Wataniah. Pada hari beliau mengajar, Bandar Patani penuh sesak dengan manusia para pendengar di setiap penjuru. Sambil itu Haji Sulong terus bergiat di dalam memperjuangkan nasib rakyat Patani. Pada akhir bulan Juli 1954 ketua polisi Patani menjemput Haji Sulong, Wan Othman Muhammad, Encik Ali Encik Wok dan Encik Ishak Yusof pergi ke balai polisi Patani. Mereka berempat pergi berjumpa dengan ketua polisi itu yang bernama Mejar Lek Kamnudngaam. Dalam perjupaan itu, ketua polisi Patani menjelaskan bahwa CID bagian 9 Senggora meminta mereka berempat menemuinya pada 10 Agustus 1954 dengan membawa gambar masing-masing dan hendak memberi tahu pihak polisi Senggora terlebih dahulu secara telegram sebelum mereka pergi. Pada hari Jumaat 13 Agustus 1954 bersamaan 14 Zulhijjah 1373 berlaku takdir Allah Taala keatas hamba-hambaNya yaitu Haji Sulong bersama-sama Wan Othman Ahmad, Encik Ishak Yusof dan Ahmad Haji Sulong hadir ke Senggora karena di panggil oleh pemerintah Siam. Ahmad Haji Sulong ialah anak beliau yang turut sama sebagai juru bahasa karena mereka bertiga tidak fasih berbahasa Siam. Dari tarikh tersebut hilanglah Haji Sulong bersama-sama rekannya.
39
Terdapat berbagai-bagai cerita dikaitkan dengan kehilangan Haji Sulong dan rekan-rekannya. Apa yang pasti ialah kehilangan Haji Sulong tetap menjadi tanda Tanya.28 3. Sistem politik setelah Haji Sulong wafat Dalam tahun 1954, perjuangan umat Islam Patani menemui kemerosotan berikutan dengan kematian pemimpinnya yang terkemuka, Tengku Mahmud Mahyiddin dan pembunuhan kejam keatas tuan Guru Haji Sulong dan para pengikutnya.
Turut
sama
menjadi
mangsa
pembunuhan
yang
tidak
berprikemanusiaan itu ialah anak Haji Sulong bernama Muhammad, Haji Wan Muhammad Amin, Haji Wan Osman Wan Ahmad dan Lebai Ishak Abbas.29 Pada tahun 1957 muncul pergerakan sulit bawah tanah yang dipimpin oleh pejuang Islam yang tidak berhenti mendesak Kementerian Dalam Negeri menubuhkan sebuah Universiti Islam bertempat di Wilayah-wilayah Islam selatan Thai. Mereka juga mendesak supaya menukarkan para pegawai pentadbir Thai yang bukan beragama Islam. Akhirnya pergerakan ini mendesak supaya setiap tahun mesti dikosongkan sekurang-kurangnya 10 tempat bagi pelajar Islam memasuki Akademi Polisi dan Tentara, menerusi satu ujian yang bersaingan di bawah system kuota khas. Tuntutan paling baru ini dibuat setelah melihat kejayaan orang-orang Melayu umat Islam di Malaya yang telah mendapatkan kemerdekaan mereka pada 13 Agustus serta menggagalkan hasrat orang-orang
28
Muhammad Kamal K.Zaman, Fathoni 13 Ogos. h. 32 Malek Moh. Zamberi, Umat Islam Patani Sejarah dan Politik (Malaysia: Hisbi Shah Alam), 1993. h. 224 29
40
Melayu
Patani
untuk
bersama-sama
menikmati
kemerdekaan
menerusi
percantuman. 30 Pada September 1957, pang lima Sarit Thannarat telah melakukan rampasan kuasa terhadap kerajaan Phibun Songkram dengan alasan kerajaan phibun Sudah hilang kepercayaan rakyat dan tidak lagi mampu menjaga keselamatan dan keamanan Negara.31 Dengan rampasan kuasa itu, perlembagaan Negara, dewan perlemen, dan partai politik telah di bubarkan. Sarit melantikkan dirinya menjadi perdana menteri yang mempunyai kuasa penuh untuk menentukan arah politik Negara. Ini karena tentara menyokongnya secara langsung. Bagi Sarit, pada saat kenaikan beliau, politik Negara berada dalam keadaan yang tidak setabil. Keamanan Negara terancam. Masyarakat Islam di Selatan sedang giat bergerak menentang politik kerajaan Thai. Suasana politik dan keadaan yang terjadi ini menyebabkan Sarit meningkatkan usaha dan menumpukan kepada politik perpaduan nasional dengan mengambil institusi monarki sebagai simbul perpaduan. Dalam usaha mengasimilasikan masyarakat Islam di Selatan, pondok menjadi sasaran utama karena pondok dipandang sebagai pusat agama dan institusi pendidikan penting yang memainkan peranan melahirkan dan menghidupkan ciri budaya tersendiri yang berbeda dari pada budaya Negara. Mengawasi pondok berarti mengawasi kubu budaya masyarakat Islam. Keadaan
30
Malek Moh. Zamberi, Umat Islam Patani Sejarah dan Politik (Malaysia: Hisbi Shah Alam), 1993. h. 226 31 Chapakia Ahmad Omar, Politik dan Perjuangan Masyarakat Islam di Selatan Thailand ( Malaysia : University Kebangsaan Malaysia), 2001. h. 131
41
ini akan memberi kesan yang besar pada watak keperibadian dan kehidupan mereka. Memandang pentingnya dasar menguasai pondok, maka pada 1959 di bentuk ahli jabatan kuasa pembangunan pendidikan. Walaupun pada dasarnya akta itu tidak di paksa, tetapi dalam pelaksanaannya telah memaksa pendaftaran pondok berkenaan. Suasana politik pada ketika itu memaksa To’ Guru mendaftarkan segera pondoknya dengan kerajaan. Oleh itu untuk membolehkan mereka meneruskan pengajian, mereka terpaksa mendaftarkan pondok mereka. Memandang kedudukan wilayah di sempadan selatan berjauhan dari pusat pemerintah di Bangkok serta mempunyai masalah tersendiri yang mengakibatkan sering timbulnya masalah kelancaran pentadbiran, pada 2 Juni 1964 kerajaan mengambil langkah membentuk pusat penyelarasan pemerintahan ialah: 1. memberi
penerangan
untuk
mewujudkan
persepahaman
dan
mendapatkan kepercayaan di kalangan masyarakat di wilayah sempadan selatan. 2. menjalankan orientasi terhadap para pegawai kerajaan di setiap peringkat dan di setiap jabatan kemeterian yang terlebih dalam melaksanakan tugas di wilayah sempadan selatan. 3. melaksanakan kerja khusus yang dirancang oleh jabatan pemerintahan, kementerian dalam negeri. Pusat menyelaraskan ini dianggap sebagai unit pemerintahan yang terpenting untuk mengawal dan memerintah masyarakat Islam di Selatan. Dengan
42
tumbuhnya pusat ini, pengawasan terhadap kedudukan dan pergerakan masyarakat Islam adalah lebih mudah dan berkesan.32 Sejak tahun 1957, kekuasaan Thailand berada ditangan kekuasaan tentera yang dipimpin oleh Sarif Thanarat, beliau telah merancang dan melaksanakan politik asimilasi secara paksa terhadap masyarakat Islam di Thailand Selatan, masyarakat Islam Patani pada ketika itu tidak berdaya dan tidak ada kesempatan untuk berbantah dan menahan tekanan politik itu. Maka atas dasar kekerasan dan paksaan itulah para pemimpin dan para ulama Patani tidak berani untuk menampil bergerak seperti mana tokoh-tokoh yang sebelumnya seperti Haji Sulong, Tengku Mahmud Mahyiddin dan sebagainya. Keadaan seperti ini terpaksa masyarakat Islam Patani yang dipimpin oleh para ulama, tokoh politik dan cendikiawan bergerak dan berperan secara illegal. Sejak awal tahun 1960-an pemimpin masyarakat Patani yang terdiri tokoh politik, bangsawan dan ulama telah sepakat untuk bergerak dan berperan membentuk organisasi perjuangan yang bertujuan menentang kerajaan Thai. Gerakan itu yang beroperasi di daerah Patani Raya terdapat 3 organisasi yang utama. Sementara mereka sama-sama mengejar tujuan akhirnya yang sama, yakni pemerintahan sendiri, malah dari segi orientasi, ideologis, taktik dan lingkup operasi ada beberapa perbedaan, tergantung kepada latar belakang dan komposisi pemimpin serta keanggotaannya. Adapun organisasi itu ialah Barisan Revolusi Nasional (BRN), Patani United Liberation organization (PULO), Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP). 32
Chapakia Ahmad Omar, Politik dan Perjuangan Masyarakat Thailand. h. 132
Islam di Selatan
43
1. Barisan Revolusi Nasional (BRN) Tengah-tengah masyarakat Patani sedang menghadapi dengan beberapa kebijakan dan pelaksanaan kebijakan Sarif Thanarat. Pada 13 Maret 1960, para pemimpin Patani yang terdiri dari beberapa kalangan baik itu dari tokoh politik, tokoh ulama dan bangsawan mengambil langkah untuk menumbuhkan sebuah organisasi perjuangan yang dinamakan Barisan Revolusi Nasional (BRN).33 Antara mereka yang sebagai pengasas adalah, Ustaz Karim Hasan, Muhammad Amin, Tuan Guru Haji Yusuf Capakiya dan Tengku Abdul Jalal. BRN adalah salah satu organisasi politik yang berjuang menuntut kemerdekaan dengan cara Revolusi bersenjata.34 BRN merupakan organisasi pertama setelah dua orang tokoh terkenal (Haji Sulong, Tengku Mahmud Mahyiddin) meninggal dunia, maka BRN mendapat dukungan dan partisipasi yang sangat banyak dari masyarakat. Dalam masa singkat BRN bias berkembang dan berkuasa hampir seluruh daerah dalam empat wilayah Selatan Thai dan khususnya bagi generasi-generasi muda. Tujuan Barisan Revolusi Nasional (BRN) ialah untuk mempersatukan kumpulan pejuang yang ada supaya menjadi sebuah pertumbuhan yang satu untuk sama-sama meraih dan usaha untuk sampai cita-cita yang dicita-citakan yaitu kemerdekaan Patani.35
33
Al-Fathoni Ahmad Fathy, Pengantar Sejarah Patani ( Alor Star : Pustaka Darussalam),1994. h. 126 34
Chapakia Ahmad Omar, Politik dan Perjuangan Masyarakat Thailand ( Malaysia : University Kebangsaan Malaysia), 2001. h. 139 35
Al-Fathoni Ahmad Fathy, Pengantar Sejarah Patani. h. 127
Islam di Selatan
44
2. Patani United Liberation Organization (PULO) Sekian banyak organisasi yang berada di Selatan Thai. BRN yang kita sudah bicarakan diatas dan merupakan organisasi tertua di masyarakat Patani, namun BRN tidak selamanya utuh dan bisa bersatu. BRN mengalami perpecahan di kalangan para pemimpin yang berlainan ideologi. Pada tahun 1968, Patani United Liberation Organization (PULO) dibentuk, PULO dianggap oleh masyarakat Patani merupakan organisasi yang mengordinasikan banyak kelompok gerilya untuk memerangi pemerintah Thai. PULO dianggap lebih praktis, senjata lebih meluaskan dan imbauannya kepada semua pihak/unsure dalam masyarakat Patani.36 Patani United Liberation Organization (PULO), Tengku Bira dan temantemannya berusaha membangunkan dengan organisasi yang bernama dengan bahasa Inggris, sebagai usaha pendekatan kearah antara bangsa. Penumbuhan PULO akan memperjuangkan dengan perjuangan yang berlandaskan kepada empat prinsip, yaitu: Agama, Bangsa, Tanah air dan prikemanusiaan. Yang mana prinsip prikemanusiaan merupakan prinsip penting sebagai reaksi dan sebagai prinsip dasar pertumbuhan bangsa-bangsa bersatu.37 Dengan peranan yang aktif ini, PULO dengan waktu yang singkat berkembang dan berjaya mendapatkan dukungan yang kuat baik itu dari dalam maupun luar negeri. PULO dipimpin oleh para cendikiawan muda yang
36
Pitsuwan Surin,Islam di Muangthai Nasionalisme Melayu Masyarakat Patani (Jakarta : LP3ES), 1989. h. 179 37
Chapakia Ahmad Omar, Politik dan Perjuangan Masyarakat Thailand. h. 141
Islam di Selatan
45
kelulusannya dari berbagai Universitas dan berbagai perguruan tinggi baik itu di Timur Tengah maupun di Asia Tenggara. 3. Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP) Setelah organisasi yang pertama di Patani tidak bisa bersatu hingga terusnya dan ada retakan pihak atasan, maka dengan perpecahan BRN itulah munculnya BNPP. Bagi mereka yang tidak setuju dengan pemahaman ideology Ustaz Karim, mereka itu membangun sebuah organisasi baru yang bernama Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP). BNPP sebagai wadah perjuangan yang kumpulannya kebanyakan yang memisahkan diri dari BRN atas dasar perbedaan ideology. BNPP didirikan pada tanggal 20 Mai 1972 di Malaysia, BNPP di pimpin oleh beberapa orang terkemuka diantaranya: Idris Pakyeh, Cekgu Umar, Tengku Abdul Jalal. Markas besarnya terletak di kawasan bukit besar Budur di wilayah Naratiwat.38 BNPP mendapat dukungan kuat dari pada kalangan elit, guru agama dan kalangan intelektual, serta mendapatkan dukungan moral secara meluas dari pada masyarakat Patani pada umumnya. Perjuangan BNPP berdasarkan pendekatan kearah kebangsaan Melayu dan Islam, maka dengan itulah BNPP mendapatkan dukungan yang cukup banyak. Tujuan perjuangan BNPP ialah: 1. Menuntut kemerdekaan hak bangsa Melayu Patani, yaitu tanah air, agama Islam, bahasa, kebudayaan dan kedaulatan pemerintahan Melayu Patani. 2. Berusaha menyatukan pejuang-pejuang Patani supaya berada dibawah satu puncak pimpinan.
38
Al-Fathoni Ahmad Fathy, Pengantar Sejarah Patani. h. 129
46
3. Mewujudkan sebuah Negara dan masyarakat yang didalamnya nilai-nilai kehidupan yang Islami dan hukum yang menuju Mardhotillah. 4. Mengorganisasikan kekuatan rakyat kearah perjuangan yang tersusun. 5. Menjadi suara rakyat Patani keperingkat internasional. 6. Menegakkan konsep hidup bersama dengan Negara lain dan menjunjung tinggi piagam bangsa-bangsa bersatu. Demikian, selain daripada organisasi yang sebut diatas masih ada beberapa organisasi yang bergerak dan berperan di Patani dan diantara organisasi inilah yang membawa dan berjuang untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat Patani yang lebih baik, namun ketiga-tiga inilah yang sangat berperan dan sangat dominant dalam masyarakat Patani, dan selalu mencemaskan oleh pemerintah Thailand. C. Karya-karyanya Selama hidupnya beliau menjadi lilin yang menerangi masyarakat Muslim Patani. Bahkan setelah beliau meninggalpun, meninggalkan khazanah yang berharga, yang diketahui, terdapat hanya tiga buah buku karya beliau yang telah diterbitkan selama ini (tidak termasuk yang belum dicetak). Tiga buah karya ini ialah Khazanah al-Jawahir, Cahaya Islam, dan Gugusan Cahaya Keselamatan. Buku pertama ialah sebuah buku mengenai Ushuluddin sementara buku kedua adalah mengenai Maulid Nabi. Tidak banyak keistimewaan pada kedua ini. Kandungannya mengulangi perkara-perkara biasa dalam bidang Ushuluddin dan Sirah Rasul, kecuali tentunya dengan perbedaan dari segi penyusunan dan pengolahan karangan.
47
Bukunya yang paling terkenal dan yang sangat dicari-cari ialah buku ketiga: Gugusan Cahaya Keselamatan. Buku ini menjadi masyhur karena nilainilai sejarah yang dikandungnya; pertama, karena ia ditulis dalam tahanan (penjara) di Ligor ketika menunggu rayuan pembicaraan Mahkamah Besar Bangkok (San Utun) bagi kasus penahanannya dan kedua, karena buku ini diterbitkan oleh anaknya, Haji. Muhm. Amin pada tahun 1958 telah diharamkan oleh pemerintah Thai. Buku-buku yang telah beredar di toko-toko telah ditarik kembali, sementara sisanya yang sedang dalam proses percetakan di Saudara Press Patani telah dimusnahkan. Menurut keterangan, kyai atau Tok guru Patani yang diketahui ahli dalam bidang tafsir kebanyakan merupakan murid-murid Haji Sulong. Beberapa diantaranya, Haji. Mustafa bin Haji. Abdul Rashid (kampung Bandar Patani), Haji. Abdul Kadir Wamud (Nad Tanjung), Haji. Hasan Mak Enggol, Haji. Muhammad Nor Chenak, Haji. Muhammad Pauh (Bendang Jelapang), dan Haji. Abdul Rahman Padang Ru (Jaha).39 Gugusan Cahaya Keselamatan Buku ini mengandung lima bab dan satu khatimah:Bab Pertama: kenyataan ayat Qur’an dan do’a yang berthabit dengan minta lepas daripada seteru dan bala. Bab Kedua:
Kenyataan khasiat Surat al-Waqiah serta do’a dan lain-lain
yang berthabit dengan minta murah rezeki dan kaya dan menghilangkan papa.
39
Ismail Che’ Daud, Tokoh-tokoh Ulama Semenangjung Melayu h 358-362.
48
Bab Ketiga:
Kenyataan aturan sembahyang hajat dan do’a menunaikan
hajat. Bab Keempat: Kenyataan hendak ketahui pekerjaan yang akan dibuat baik atau tidak dengan jalan istikharah. Bab Kelima: Kenyataan berbagai do’a dan wirid yang bertaburan yang lain-lain tujuan dan khasiat. Khatimah:
Kenyataan wirid yang sangat berkat dunia dan akhirat bagi
wali Allah yang besar Habib Abdullah al-Haddad dan ratib baginya. Yang paling menarik dari pada buku ini dan yang dipercayai menjadi sebab bagi keharamannya ialah “Muqaddimah” penulis yang menceritakan latar belakang kepada penangkapannya di Patani pada 16 Januari 1948 sehinggalah apabila beliau dibawa ke Ligor karena “bimbang takut jadi kekacauan kalau saya duduk di dalam jel Patani ini”. Selain dari itu, muqaddimah yang agak panjang ini juga, iaitu dari halaman 1 hingga halaman 15, turut memuat senarai tuntutan rakyat Patani kepada kerajaan Siam sebagaimana yang dipersetujui pada pertemuan ulama’ dan pemuka masyarakat Patani pada 1 April 1947 dulu. Akhirnya, rasanya perlu dicatat disini maksud penulisan buku ini menurut penulisnya: “supaya boleh jadi petaruhan bagi diri saya sendiri serta mencadangkan kepada anak-anak saya dan zuriah saya boleh beramal wirid dan do’a yang dibentangkan di dalam buku ini, maka minta Allah SWT. memberi taufiq kepada saya dan kepada anak-anak saya dan zuriah saya dan Muslimin semuanya pada meamalkan amalan yang ada dalam buku ini dengan berkekalan
49
selama-lamanya supaya boleh menjadi bekal daripada masa sekarang hingga sampai kepada penghabisan hari”.40
40
Ismail Che'Daud, Tokoh-tokoh Ulama Semenangjung Melayu. h. 361
BAB III AKTIVITAS KEMASYARAKATAN HAJI SULONG A. Pendirian wadah/lembaga Tengah-tengah masyarakat Patani sedang mengalami kekonflikan dengan pemerintah Thai, maka dianugrah oleh Ilahi seorang tokoh yang bernama Haji Sulong. Haji Sulong adalah seorang tokoh ulama Patani yang memimpin masyarakat Patani dalam menghadapi dasar kebudayaan Thai Rathaniyum yang diciptakan oleh Perdana Menteri Phibul Songgram, sehingga Haji Sulong terkenal, Haji Sulong dianggap sebagai Bapak Perjuangan Patani. Beliau adalah termasuk golongan ulama yang terlibat dalam politik dan menentang keras terhadap campur tangan pemerintah Thai dalam urusan agama. Sebelum Haji Sulong terlibat dalam masalah politik di negaranya, beliau adalah seorang guru pengajar dengan mendirikan sebuah Madrasah Al-Maafif alWathoniyah dan sebagai seorang ulama dalam ilmu tafsir dan ilmu Ushuluddin. Namun tidak berjalan lama, Madrasah yang didirikan oleh Haji Sulong tersebut kemudian ditutup oleh pemerintah Thai karena menduga dan berbahaya dan mempunyai maksud untuk mempersiapkan sebuah pemberontakan terhadap pemerintah Thai. Akhirnya selain beliau melaksanakan dakwah Islam juga terlibat dalam masalah politik. 1. Pendirian Sekolah Pesantren yang terdapat di Thailand tertumpu di Selatan Thailand , khususnya Patani, Yala dan Narathiwat. Yang paling banyak di Patani. Disana di sebut pondok. Namun pondok ini berfungsi sebagai insitusi pengajian agama
50
51
tradisional. Bahawa di Selatan Thailand terutama Patani adalah pusat kegemilangan tamadun Islam dimana disana terletak pusat-pusat pengajian Islam terkenal. Menurut Azyumardi Azra bahwa tradisionalisme
pondok Patani
mempunyai sejarah panjang. Kaum Muslimin Melayu Patani mengklaim, pondok merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di nusantara, meski sumber-sumber sejarah umumnya menyebutkan, Islam datang dan berkembang di wilayah ini baru pada abad ke-16. Terlepas dari kondisi itu, pondok Patani mengirimkan lulusan terbaiknya ke Haramayn yang kemudian menjadi ulama besar seperti Daud bin Abdullah al-Patani (abad ke-19), Ahmad bin Muhammad Zayn al-Patani, dan Zayn al-Abidin bin Muhammad al-Patani (abad 20).41 Mereka juga punya pondok sebagai asas untuk memainkan peranan sebagai pendakwah dalam menyebarkan syiar Islam sendiri. Pada tahun-tahun awal kepulangan Haji Sulong, beliau membangun sebuah Madrasah, Madrasah al-Ma'arif al-Wathoniah. Menurut keterangan yang sempat diperoleh, sekolah ini adalah sekolah agama yang pertama sepertinya pernah didirikan di Patani. Walaupun demikian, masyarakat Patani yang pada waktu itu, malah sampai sekarang pun, yang lebih mengenal institusi "Pondok" sebagai tempat belajar agama, menerima baik penubuhan sekolah ini.42 Madrasah ini merupakan sekolah agama pertama di Patani. Struktur organisasi dan disiplin pelajar teratur. Disini pelajar-pelajar diperkenalkan dengan
41 42
Azyumardi Azra, "Pondok Patani", Republika, 2 February 2006 Al-Fathoni Ahmad Fatah,Ulama Besar Pathoni ( Malaysia: UKM), 2001. h.143
52
system kelas, sukatan pelajaran dan pelajar pula menjalani latihan berbaris.43 Para pemerhati beranggap bahwa ada maksud lain bagi Haji Sulong dibalik pembaharuan dalam sistem dan corak pendidikan yang diperkenalkan kepada masyarakat Patani ini. Keadaan ini menjadi lebih dipahami apabila mengingat adanya kalimat al-Wathoniah, yang bermaksud "Kebangsaan" pada papan tanda nama sekolah ini. Meskipun mendapat sambutan baik daripada masyarakat, tetapi sekolah ini ditakdirkan tidak berusia lama. Setelah berjalan antara 2 hingga 3 tahun, sekolah ini menerima perintah penutupan dari pihak berkuasa kerajaan Thai yang sangat merasa curiga atas sambutan dan perkembangannya.44 2. Pendirian lembaga politik Tidak lama setelah Phibul menjadi perdana mentri dan melancarkan semboyan Thai Rathaniyumnya, Haji Sulong mendirikan al-Hai'ah al-Tanfiziah li al-Ahkam al-Shar'iyyah (Lembaga Pelaksanaan Hukum Syari'ah) pada tahun 1939. Tujuannya ialah untuk mendidik masyarakat Patani agar memahami hukum Islam secara tepat. Hal ini dilakukan sebagai upaya tandingan terhadap kegiatan pemerintah Siam yang ingin mensiamkan orang Melayu dan menodai kesucian ajaran Islam; keduanya termasuk dalam agenda Pan Thai atau Thai Raya yang didalangi oleh Phibul. Sebelas orang dilantik untuk menjadi pengurus dalam lembaga ini, diantaranya ialah Haji Mat Pauh, Haji Hasan Mak Enggol, Haji Abd. Majid Embong (Chaok), Tok Guru Bermin dan lain-lain. Sampai sejauh ini belum 43
44
Muhammad Kamal K.Zaman, Fathoni 13 Ogos ( Kelantan: tp), 1996. h. 8
Al-Fathoni Ahmad Fathy, Pengantar Sejarah Patani ( Alor Star : Pustaka Darussalam),1994. h. 83
53
diketahui sejauh manakah peranan yang telah dimainkan oleh Lembaga ini sehubungan dengan slogan Thai Rathaniyum ini. Sudah dipahami bahwa kedatangan Haji Sulong, pada awalnya, tidak ingin terlibat dengan perpolitikan di Patani. Kondisi ketidakadilanlah yang membuat Haji Sulong tidak sanggup untuk berdiam diri; ia pun mulai berpartisipasi dalam bidang politik. Pada tahun 1944, Phibul terlibat dalam kepengurusan Hakim Agama (Qadhi) dan membubarkan undang-undang keluarga serta pembagian harta waris (faraidh) Islam. Kemudian Phibul menggantikannya dengan undang-undang sipil kerajaan.45 Setiap ada masalah yang menyangkut kedua aturan Islam tersebut – undang-undang keluarga dan pembagian harta waris – maka akan diputuskan berdasar undang-undang sipil kerajaan. Merasa tidak puas dengan keadaan ini, masyarakat Melayu-Islam mendirikan Majlis-Majlis Agama Islam di keempat wilayah selatan: Patani, Yala, Narathiwat dan Setun. Di Patani, Haji Sulong terpilih menjadi ketua, sementara di Yala, yang terpilih sebagai ketua adalah Haji Mustafa Awang, di Narathiwat terpilihlah Haji Daud Mat Diah dan di Setun adalah Haji Abdullah Lang Putih (kemudian Anggota Perlemen Setun dan Menteri Kesehatan Thai). Meski tidak diketahui dengan pasti siapa pencetus ide dibalik lahirnya majlis-majlis ini, kehadiran lembaga-lembaga ini diharapkan menjadi penghubung antara rakyat Islam dengan Bangkok tanpa terikat dengan birokrasi yang rumit dan kepentingan golongan. Dalam keadaan-keadaan tertentu, majlis menjadi 45
Pembagian harta waris pada hukum Islam untuk bagian perempuan adalah setengah dari bagian laki-laki. Sementara dalam undang-undang sipil kerajaan pembagian harta waris bagi perempuan dan laki-laki adalah sama.
54
wadah bagi orang-orang Islam – di empat wilayah – untuk menyampaikan suara dan cita-cita kepada kerajaan menyangkut setiap permasalahan umat Islam. Haji Sulong termasuk golongan ulama yang mencurigai keterlibatan kerajaan dalam urusan agama. Ia berpendapat bahwa campur tangan politik dalam soal-soal hukum Islam sejak masa Raja Chulalongkorn telah merusak kemurnian dan kesucian Islam. Terlepas dari ada tidaknya kerjasama antara orang Islam dengan kerajaan, Haji Sulong berpendapat bahwa hukum Islam seharusnya diurus oleh lembaga kehakiman Islam tersendiri. Pada 14 Februari 1944, Tengku Abd. Jalal bin Tengku Abdul Muttalib – Ahli Parlemen Narathiwat – atas nama masyarakat melayu, memberikan masukan terhadap pemerintah tentang slogan pemerintah yang dikhawatirkan mengancam kehidupan beragama dan berbudaya masyarakat Islam. Namun pemerintah tidak menghiraukan masukan tersebut dengan tetap melakukan upaya mensiamkan masyarakat Melayu. Setelah Phibul jatuh pada bulan Juli 1944, barulah tekanan-tekanan ini – upaya pensiamisasian – sedikit berkurang. Pemerintahan baru Thai (pada Juni 1946) memberikan kesempatan bagi orang Islam untuk turut mengirimkan wakil di pemerintahan. Pridi dan Kuang Aphiwong merupakan dua orang yang diutus pemerintah untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di selatan. Hasilnya adalah pengembalian otonomi hukum Islam, seperti sebelum kekuasaan Phibul, diserahkan kepada masyarakat Melayu. Pada saat bersamaan, orang-orang Melayu membentuk sebuah kelompok yang bertujuan untuk mendesak kerajaan agar memenuhi beberapa tuntutan, antara lain penggunaan undang-undang Islam secara
55
lebih meluas dan taraf kedudukan yang lebih baik bagi orang-orang Islam, sekurang-kurangnya di empat wilayah selatan. Namun, sedikit kelonggaran ini tidak dapat dinikmati dalam waktu yang lama. Pada 8 November 1947, Phibul kembali berkuasa setelah melancarkan satu kudeta yang memaksa Pridi lari keluar negeri. Akibatnya adalah lembaga yang baru saja dibentuk – oleh Pridi – tidak difungsikan. Phibul kembali turut campur dalam urusan agama dan budaya masyarakat melayu. Pemimpin-pemimpin melayupun melayangkan permohonan kepada pemerintahan Inggris di London agar tidak mensahkan rezim Phibul dan memohon supaya terlibat lebih dalam tentang kepengurusan masalah Patani. Dalam banyak hal Pridi dapat dianggap sebagai Perdana Mentri yang sangat toleran. Hubungan eratnya dengan Chularajamontri (Shaikhul Islam) Haji Shamsuddin telah menyebabkan beliau sangat toleran dalam menangani masalahmasalah orang Islam di selatan. Kepemimpinan beliau menjadi tumpuan harapan bagi golongan Melayu-Islam untuk memperoleh otonomi politik dan budaya dalam sebuah kemaharajaan Budha yang sangat konservatif di dunia. Tidak lama setelah memegang jabatan pada bulan Maret 1946, Pridi membujuk Raja Ananda Mahidol untuk memberikan bantuan dari kas kerajaan demi memajukan kesejahteraan agama dan pendidikan orang Islam. Pada 1 April 1947, diadakan pertemuan di antara pemimpin-pemimpin masyarakat Islam wilayah selatan di Patani. Hasil dari pertemuan itu adalah kesepakatan untuk menyerahkan sebuah memorandum – yang mengandung beberapa tuntutan dari masyarakat Islam di selatan – kepada wakil-wakil kerajaan
56
Thai sewaktu mereka melakukan kunjungan ke Patani. Pada tanggal 24 Agustus 1947, Haji Sulong (Ketua Majlis Agama Islam Patani) dan Wan Uthman Wan Ahmad
(selaku
Pengurus
Persekutuan Semangat
Patani)
secara
resmi
menyerahkan memorandum tersebut kepada 7 orang utusan pemerintah yang berkunjung ke Patani. Beberapa bulan sebelumnya, tepatnya pada tanggal 3 April 1947, Haji Sulong mengirimkan secara langsung memorandum tersebut kepada Perdana Mentri. Memorandum ini berisi rencana tujuh perkara yang mengarah pada pemberian otonomi daerah di empat wilayah selatan. Tujuh tuntutan ini yang nantinya dikenal dengan nama "Tujuh Tuntutan Haji Sulong"46 meliputi: 1. Pengangkatan seorang komisaris tinggi untuk memerintah Daerah Patani Raya dengan wewenang penuh untuk memecat, menskors, atau mengganti semua pejabat pemerintah yang bekerja di daerah itu; orang itu harus putra daerah dan dipilih oleh rakyat dalam suatu pemilihan umum yang diadakan khusus untuk tujuan itu. 2. Delapan puluh persen (80%) dari pejabat pemerintah di daerah itu harus Melayu-Muslim (untuk mencerminkan rasio penduduk). 3. Bahasa Melayu dan Bahasa Siam akan menjadi bahasa resmi. 4. Bahasa Melayu akan diajarkan di sekolah dasar. 5. Hukum Islam akan diberlakukan di empat wilayah – Patani, Yala, Narathiwat, dan Setun – dengan pengadilan-pengadilan Islam yang terpisah dan bebas dari sistem peradilan pemerintah. 46
Al-Fathoni Ahmad Fathy, Pengantar Sejarah Patani ( Alor Star : Pustaka Darussalam),1994. h. 83
57
6. Semua hasil pajak di empat wilayah – Patani, Yala, Narathiwat, dan Setun – akan digunakan untuk kesejahteraan rakyat selatan. 7. Majlis Agama Islam propinsi akan diberi wewenang penuh atas perundang-undangan menurut hukum Islam mengenai semua urusan Muslim dan kebudayaan Melayu, dibawah wewenang Komisaris Tinggi seperti yang disebut dalam No. 1.47 Haji Sulong tidak menginginkan pembentukan sebuah negara merdeka, yang
diharapkan
adalah
otonomi
daerah agar
wilayah
selatan
dapat
mempertahankan identitas serta sifat-sifat khasnya. Keinginan ini seolah menjadi syarat minimal yang harus terpenuhi karena golongan Melayu-Islam akan tetap mengupayakan kelangsungan cara hidup tradisionalnya serta menjaga kemurnian agama Islam yang mereka anut. Semula, ada keoptimisan dalam benak Haji Sulong mengenai tuntutantuntutan ini agar dapat dipertimbangkan oleh Bangkok, meski tidak seluruhnya. Perdana Menteri Pridi yang diketahui terpengaruh dengan bentuk federalisme Switzerland, diyakini bersedia memberikan otonomi kebudayaan bagi etnik Melayu dalam lingkungan bangsa Thai. "Pridi lah yang oleh Haji Sulong sebagai pemimpin de factor kepada komunitas Muslim, begitu diharapkan untuk memberikan dokongan politik kepada perjuangan untuk memperoleh otonomi politik".
47
Pitsuwan Surin,Islam di Muangthai Nasionalisme Melayu Masyarakat Patani (Jakarta : LP3ES), 1989. h. 117
58
Sayangnya harapan-harapan ini segera buyar dan sirna ketika Phibul kembali berkuasa pada tanggal 8 November 1947, tidak lama setelah memorandum diserahkan. Meski Pridi telah pergi, Haji Sulong yang sudah terlibat dalam perpolitikan, tidak dapat menghentikan langkahnya demi memperjuangkan otonomi politik yang sudah berjalan. Belakangan, setelah peristiwa ini, beliau banyak terlibat dengan YM Tengku Mahmud Muhyiddin, putera Raja Patani yang terakhir, di Kelantan, dan ini juga yang menjadi sebab bagi penangkapan kali pertama Haji Sulong pada hari Jum'at tanggal 16 Januari 1948. Haji Sulong dibebaskan empat tahun kemudian yaitu pada tahun 1952. Selama dalam tahanan di Ligor, beliau menulis Gugusan Chahaya Keselamatan yang kemudian diterbitkan oleh anaknya, Haji Mohd Amin pada tahun 1958, tetapi segera dilarang – penerbitan dan peredaran buku tersebut – oleh kerajaan. Setelah dibebaskan, Haji Sulong kembali ke Patani dan meneruskan pekerjaan awalnya yaitu menjadi "Tok Guru".48 GEMPAR atau lengkapnya Gabungan Melayu Patani Raya, didirikan di kota Bharu, Kelantan pada 5 Maret 1948 (bersamaan 24 Rabi'ul Akhir 1367), tidak lama setelah Haji Sulong ditangkap. Meskipun ada selentingan kabar yang menyatakan bahwa ide pendirian badan ini dipelopori oleh PKMM (Partai Kebangsaan Melayu Malaya), namun sangat jelas terlihat bahwa pendirian badan ini sangatlah tergesa-gesa dan lebih merupakan reaksi spontan terhadap peristiwa penangkapan Haji Sulong.
48
Al-Fathoni Ahmad Fathy, Pengantar Sejarah Patani ( Alor Star : Pustaka Darussalam),1994. h. 91
59
Menurut Pengamat, di pagi hari tepatnya pada hari Jum'at, tanggal 11 Maret 1948, pendirian GEMPAR telah disahkan di Madrasah Muhammadiah, Majlis Agama Islam dan Istiadat Melayu Kelantan, dengan dihadiri oleh sekitar 200 orang Melayu Patani serta orang-orang Kelantan dan lain-lain lagi. Setidak-tidaknya ada tiga tujuan utama dari pendirian GEMPAR: 1. Hendak menyatukan empat wilayah yaitu Patani, Yala, Naratiwat dan Setun sebagai satu Negara Melayu-Islam dan melepaskan kaum Melayu yang ada di dalam empat wilayah tersebut dari ketidak-adilan dan ketertindasan pemerintahan Thai. 2. Mengadakan pemerintahan di dalam negeri yang sesuai dengan semangat kebangsaan Melayu dan adat-istiadat Melayu-Islam. 3. Mempertinggi taraf kehidupan bangsa Melayu agar terwujud kemanusiaan, keadilan, kebebasan dalam memperoleh ilmu pelajaran yang sesuai dengan kondisi kekinian.49 B. Reaksi terhadap perjuangan Haji Sulong 1. Tanggapan dari pemerintah Ketegangan yang semakin meningkat di keempat-empat wilayah di Selatan Thai setelah penahanan Tuan Guru Haji Sulung serta kritikan-kritikan tajam dari Tanah Melayu berhubung dengan dasar kerajaan Thai terhadap orang-orang Melayu itu telah menimbulkan keresahan kepada kerajaan Ap haiwong dan memaksanya bertindak bagi mengawal keadaan itu. Kerajaan Thai telah menghantar Phra ya
49
Al-Fathoni Ahmad Fathy, Pengantar Sejarah Patani. h. 101
60
Ramajbhakdi, Ketua pengarah Kementerian Dalam Negeri, untuk membuat penyiasatan. Dalam satu kenyataan yang dikeluarkannya, Menteri Dalam Negeri menafikan bahawa kekacauan besar telah berlaku di keempat-empat wila yah di selatan, seperti yang didakwa oleh
akhbar-akhbar
dan
pertubuhan politik Semenanjung Tanah
Mela yu. 50 Beliau mengakui bahawa beberapa kekacauan kecil telah berlaku di
Selatan
Thai.
Bagaimanapun,
tegasnya
lagi,
kekacauan
itu
dicetuskan oleh kelompok minoriti untuk kepentingan diri send iri. Beliau menyalahkan akhbar-akhbar Tanah Mela yu
kerana secara
sengaja membesar besarkan keadaan di Selatan Thai. Kenyataan Menteri Dalam Negeri itu telah dibantah oleh Tengku Abdul Kadir Petra, salah seorang ahli Jawatankuasa GEMPAR. Dalam sepucuk kawat kepada Perdana Menteri Khuang Aphaiwong, Tengku Abdul Kadir Petra menegaskan bahawa: Kenyataan ini tidak benar dan menjejaskan maruah dan integriti kami. Kami mencabar pihak tuan mengemukakan bukti kepada dunia dengan mengadakan pungutan suara dengan dipengerusikan oleh pegawai-pegawai Pertubuhan Bangsabangsa Bersatu tetapi kehadiran pegawai tentera dan awam di kawasan ya ng hanya akan menakutkan penduduk yang tertindih itu. Kenyataan Phraya Ramabhakdi itu juga telah dicabar oleh Senator Nai Banchong Sricaroon atau Haji Wahab dalam perbahasan di
50
Ut usan Melayu 31 Ogos 1948.
61
parlimen di Bangkok pada 5 Mac 1948. Inilah kali pertamanya isu Patani dibangkit dan dibahaskan di sidang parlimen. Senator Banchong menyalahkan pegawai-pegawai tadbir Thai di atas kekacauan di wila yah selatan. 51 Para pegawai tersebut bersikap keras dan menindas pendudukpenduduk tempatan sehingga mencetuskan perasaan tidak puas hati orang-orang Mela yu terhadap kerajaan. Beliau menganggap pegawaipegawai
tersebut
"tidak
lebih
daripada
pengganas".
Penduduk-
penduduk tempatan telah ditindas dan diperas, harta-benda mereka dirampas secara paksa, rumah mereka dibakar hangus; manakala bahasa, adat-resam dan agama mereka dicabuli. Tidak ada seorang pun daripada mereka berani untuk mengadukan kejadian ini kepada pihak kerajaan
kerana
bimbang
pegawai-pegawai
berkenaan
membalas
dendam. Beliau
menambah:
Saya
tahu
bahawa
sa ya
dikehendaki
membuktikan dakwaan sa ya itu tetapi sebagai seorang Muslim dan anggota Jawatankuasa Majlis Islam Pusat, menjadi tanggungjawab sa ya untuk memberitahu Kementerian dalam Negeri tentang kedudukan sebenar bagi membolehkan mencari jalan untuk mengatasi keadaan itu. Bila saya diberitahu tentang keadaan d i selatan, adalah sukar bagi sa ya untuk mempercayainya. Kementerian Dalam Negeri tidak mengambil apa-apa tindakan u ntuk mengatasi bila saya mengemukakan kepadanya.
51
Li bert y, 5 Mac1948
62
Setengah daripada mereka yang memberi laporan itu kepada sa ya telah dibunuh
dalam
keadaan
yang
penuh
misteri,
setengahnya
pula
melarikan diri ke Tanah Mela yu dan menyebarkan berita bahawa penduduk-penduduk di Patani telah diberi layanan buruk oleh kerajaan Thai. Ini bukanlah persoalan gerakan pemisahan atau rusuhan. Ini adalah soal ketidakadilan di pihak pegawai-pegawai kerajaan. Memang benar sesuatu mestilah dibuat bagi mengatasi masalah itu, tetapi itu tidak memadai. Ekoran daripada dakwaan ini, Nai Banchong Sricharoon mendesak kerajaan supaya mengambil langkahlangkah segera dan positif bagi mengatasi masalah yang dikemukakan itu. Beliau juga meminta kerajaan mengisi jawatan Chularajamontri ya ng telah dikosongkan o leh Chaem Promyong. Khuang Aphaiwong, dalam jawapannya, mengakui bahawa kekacauan sememangnya wujud di wilayah-wilayah selatan Thai, Beliau memberi jaminan bahawa sebuah jawatan kuasa khas akan dibentuk oleh kerajaan bagi mengkaji punca
kekacauan
Banchong
tentang
di wila yah kezaliman
tersebut. pada
Menjawab pegawai
dakwaan
kerajaan,
Nai
beliau
menegaskan bahawa kerajaan perlu membuat penyiasatan rapi sebelum sebarang
tindakan
diambil.
Selain
itu,
beliau
berjanji
akan
memperkenalkan reformasi di keempat-empat wilayah tersebut bagi mengatasi perasaan tidak puas hati penduduk-penduduk Mela yu. Beliau memberi jaminan bahawa kebebasan beragama akan dihormati dan bahasa Melayu akan dibenarkan untuk diajar di sekolah-sekolah
63
kerajaan. Beliau juga berjanji akan menukar pegawai-pegawi yang mengambil rasuah,
di samping
melantik
seorang
Muslim
yang
dihormati sebagai Chularajamontri bagi menasihati kerajaan dalam halehwal agama Islam. Ekoran daripada itu, Khuang Aphaiwong telah melantik Seni Pamoj, Menteri Pelajaran, untuk mengetuai Jawatankuasa Penyiasat bagi menyiasat keadaan di Selatan Thai. Beliau juga bercadang untuk mengadakan rundingan dengan Tengku Mahmud Mahyideen jika masa mengizinkan. GEMPAR, dalam ulasannya mengenai pembentukan Jawatankuasa Penyiasat, meragui sama ada jawatankuasa itu akan dapat memperoleh
fakta-fakta
sebenar
daripada
penduduk-penduduk
tempatan mengenai keadaan di Patani. 52 Pengalaman yang lalu telah menunjukkan bahawa sebelum ketibaan satu-satu
Jawatan kuasa
penyiasat seumpama itu, penduduk-penduduk tempatan telah ditekan dan diugut oleh pihak polis Thai tempatan supaya berbohong. Dengan sebab itulah GEMPAR dengan lantang menganggap pembentukan jawatan kuasa penyiasat itu sebagai satu propaganda murah Kerajaan Thai. GEMPAR mengingatkan orang-orang Mela yu supaya berhati-hati agar tidak tertipu dengan helah dan muslihat pihak Thai. Sehubungan isu
tersebut,
antara
lain
GEMPAR menegaskan,
Rakyat
adalah
diingatkan bahawa ini (perlantikan Suruhanja ya Khas) adalah tindaktanduk diplomatik yang licin di pihak kerajaan Thai bagi tujuan
52
Singapore Free Press, 10 Mac 1948
64
mengambil hati orang-orang Mela yu. Tawaran itu hendaklah ditolak oleh kerana apa yang kita tuntut ialah kebebasan beragama. Kita akan melayan mereka yang menerima tawaran itu sebagai pengkhianat bangsa. Bagaimanapun,
sebelum
sempat
Jawata
kuasa
Penyiasat
menjalankan penyiasatannya, Khuang Aphaiwong telah diminta oleh pihak tentera yang diketuai oleh Jeneral Phin Chunhawan supaya meletakkan jawatan dengan alasan bahawa kerajaan pimpinannya telah gagal untuk mengatasi masalah dalam negeri. Khuang Aphaiwong pada awalnya enggan tunduk kepada tuntutan pihak tentera itu tetapi beliau akhirnya bersetuju meletakkan jawatan itu. Pibul Songgram, Ketua Turus Angkatan Tentera Darat, telah dilantik sebagai Perdana Menteri oleh Majlis Pemangku Raja. Dengan perlantikan ini, Pibul Songgram telah menjadi Perdana Menteri Thai bagi kali kedua. 53 2. Tanggapan dari masyarakat muslim Apabila berita penangkapan Haji Sulong tersebar luas, maka timbullah reaksi dari pada masyarakat Islam didalam dan diluar negeri. Pada 19 Januari 1948, terjadilah demontrasi di hadapan balai polis teluban, tempat penahanan Haji Sulong. Para hadirin yang datang berkumpul menuntut ikat jamin dibenarkan bagi membebaskan Haji Sulong dari pada penjara. Tetapi ternyata tuntutan itu tidak mendapat layanan. Haji Sulong di pindahkan ketahanan di patani. Pada 22 Januari 1948, terjadi lagi perhimpunan dan kali ini pemimpin agama yang terdiri dari pada 53
Jun, 2006
http://www.terasmelayu.net/sej arah_perjuangan_ melayu_ patani .ht m
27
65
to’guru dan to’imam, berjumlah ratusan orang datang berkumpul di pejabat majlis agama Islam wilayah patani menyatakan kesetiaan dan kebimbangan terhadap pemimpin mereka yang sedang berada di dalam tahanan. Reaksi masyarakat Islam ini menyebabkan kerajaan merasa bimbang dan khawatir terhadap perkembangan ini. Lantaran itu, pembicaraan hal Haji Sulong itu di pindahkan ke mahkamah nakhonsitamarat (legor). Walau bagaimanapun, ada di kalangan pemimpin masyarakat islam yang berada dalam negeri masih berpandangan bahwa masalah di selatan perlu diselesaikan secara damai. Antara langkahnya ialah meneruskan rancangan rundingan secara langsung antara Tengku Mahmud Mahyiddin dengan kerajaan pusat di Bangkok.54 Pertemuan secara tidak resmi berlaku antara Tengku Mahmud Mahyiddin dengan Ci’Abdullah long Putih bertempat di Kota Baru, Kelantan. Dalam pertemuan ini telah dicadangkan supaya Tengku Mahmud Mahyiddin menjadi wakil masyarakat Islam di selatan Thai untuk berunding dengan pihak kerajaan pusat di Bangkok. Pada dasarnya, cadangan itu di terima oleh Tengku Mahmud Mahyiddin, tetapi beliau mengemukakan tiga syarat utama yaitu: 1.
Hendak dilepaskan Haji sulong dari pada tahanan dan di benarkan mengambil bagian dalam rundingannya.
2.
Hendak di panggil kembali semua ketua Melayu yang telah berhijrah dari selatan Siam.
54
The Straits Time 1948
66
3.
Kerajaan Siam memberitahu kepada wakil kuasa besar di Bangkok tentang adanya rundingan itu.55 Tetapi syarat tersebut tidak di terima oleh kerajaan Thai. Dengan itu,
rancangan perundingan berhenti. Sebagai langkah meneruskan politik menantang kerajaan Thai, Tengku Mahmud Mahyiddin mengambil tindakan berhubungan dan bekerja sama dengan para wartawan asing seperti Miss Barbara Wittinghem Jones dalam menyiarkan masalah patani kepada masyarakat antara bangsa. Keadaan ini membuatkan suasana di selatan makin tegang. Untuk menghadapi suasana ini, pihak kerajaan telah bertindak menghantar polisi dan tentara ke selatan dengan jumlah yang banyak sebagai langkah berjaga-jaga terhadap sebarang kemungkinan. Masyarakat yang berada di luar negeri telah mengambil beberapa tindakan sebagai reaksi terhadap penangkapan Haji Sulong. Bahkan ini di jadikan sebagai bukti kezaliman kerajaan yang bertindak menangkap ulama’, hal ini disiarkan kepada badan dunia dan masyarakat antar bangsa, khususnya di kalangan Negara Islam. Tujuan utamanya adalah untuk menarik perhatian dunia terhadap politik di selatan dan mengharapkan supaya kerajaan Thai memberi kebebasan kepada masyarakat Islam. Sebagai lanjutan dari pada perkembangan itu, pada pertengahan Pebruari 1948, masyarakat Islam selatan yang berada di tanah melayu telah mengambil tindakan menubuhkan badan perjuangan yang di namakan Gabungan Melayu Patani Raya atau ringkas GAMPAR. Tujuan utama menubuhan tersebut ialah:
55
Utusan Melayu 1948
67
1.
Menyatukan masyarakat Melayu Islam yang berada di selatan Thai dan tanah Melayu.
2.
Membentuk hubungan erat di kalangan masyarakat Melayu yang berada diluar negeri dengan yang berada di dalam negeri serta meningkatkan kehidupan yang bermutu.
3.
Mewujudkan kerja sama dan tolong menolong antara satu dengan yang lain.
4.
Memajukan pendidikan dan menghidupkan budaya Melayu (Manifesto GAMPAR 1948).56 Walaupun GAMPAR sebagai badan politik, tetapi perjuangnya tidak
bertujuan untuk mendapatkan kemerdekaan politik secara muthlak. Ini dapat dilihat pada rangkaian pertama dalam manipsitunya yang berbunyi: Adalah perjuang anak melayu yang sedang di bawah pemerintahan siam itu adalah semata-mata berdasarkan keimanan, keadilan dan kemanusiaan, bukan pula kita bertakabbur hendak berdiri sendiri. Bahkan dengan segala tujuan dan dasar undang-undang tubuh (Rattamanun) kerajaan siam sendiri yang mengaku kepada segala hak kerakyatan dan Demokrasi sebagai mana yang di pahami oleh sekalian penduduk dunia ini maka terpaksalah kita mengambil langkah yang tersebut di bawah ini. Peranan penting yang di mainkan oleh GAMPAR ialah membuat hubungan dengan badan perhubungan dunia dan kuasa besar serta memberikan
56
Chapakia Ahmad Omar, Politik dan Perjuangan Masyarakat Thailand ( Malaysia : University Kebangsaan Malaysia), 2001. h. 115.
Islam di Selatan
68
penerangan tentang keganasan para pegawai kerajaan Thai untuk mengubah sikap dan dasarnya terhadap masyarakat Islam di selatan.57 C. Hasil Perjuangan Politik Haji Sulong Sebelum Haji Sulong terlibat dalam masalah politik, beliau adalah seorang guru pengajar dengan mendirikan sebuah Madrasah Al-Maarif al-Wathoniyah dan sebagai seorang ulama dalam ilmu Tafsir dan ilmu Ushuluddin. Namun tidak berjalan lama, Madrasah yang didirikan oleh Haji Sulong tersebut kemudian ditutup oleh pemerintah Thai karena menduga dan berbahaya dan mempunyai maksud untuk mempersiapkan sebuah pemberontakan terhadap pemerintah Thai. Akhirnya selain beliau melaksanakan dakwah Islam juga terlibat dalam masalah politik. Dakwah Islam Haji Sulong mengikuti irama politik pemerintah Thai. Ketika pemerintah Thai bersikap lunak, toleran dan terbuka, hal ini dibuktikan langsung dengan adanya rumusan Tuntutan Tujuh Perkara yang melalui perundingan dan beliau bertanggung jawab penuh terhadap yang telah dilakukannya. Namun dalam hal menghadapi pemerintah yang dictator, Haji Sulong juga bisa secara ekstrim mengkader generasi muda Patani untuk bangkit menentang pemerintah Thai. Hal ini telah di buktikan pada awal karirnya di Patani dengan mendirikan sekolah sebagai basis kekuatan non komperatif dengan Thai bersama dengan Tengku Mahmud Mahyiddin dan kawan-kawannya mendirikan beberapa lembaga seperti Ha’iah al-Tanfiziah al-Ahkam al-Syari’at, Semangat
57
Chapakia Ahmad Omar, Politik dan Perjuangan Masyarakat Thailand. h. 116
Islam di Selatan
69
Patani, GAMPAR, dan beliau dengan kawan-kawannya terlibat langsung didalamnya hingga titik darah penghabisan. Maka beliau dianggap sebagai Bapak Perjuangan Kemerdekaan Patani Darussalam. Haji Sulong memperjuangkan bangsa Melayu Patani sehingga sampai detik beliau meninggal dunia. Meninggal beliau itu sangat luar biasa sehingga menjadi satu peristiwa yang sangat mengerikan bagi masyarakat Patani. Dan setelah meninggalnya Haji Sulong, maka bangkitlah beberpa organisasi pembebasan Patani. dari sekian banyaknya organisasi yang berperan di Masyarakat Patani, namun yang paling dominan diantara organisasi itu hanya ada 3 organisasi, dan ketiga-tiga organisasi itu selalu di segani dan selalu dipikirkan oleh pemerintah Thai. Adapun ketiga organisasi itu adalah: Barisan Revolusi Nasional (BRN), Patani United Leberation Organization (PULO), Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP).
70
BAB IV KESIMPULAN
Masyarakat Muslim Melayu Patani secara histories, etnis Muslim Melayu di Thailand Selatan pada mulanya merupakan sebuah kerajaan tersendiri, yaitu dikenal sebagai kerajaan Patani Darussalam atau Patani Raya. Negeri Patani merupakan sebuah negeri yang sangat subur dan makmur. Di masa kejayaannya, negeri Patani adalah pusat perdagangan internasional yang strategis untuk jalur perdagangan, di mana pedagangan dari Arab, India dan Cina harus melewati jalur tersebut, karena jalur perdagangan itu adalah satu-satunya jalur perdagangan di Patani Timur Semenanjung tanah Melayu yang menghubungkan dengan negernegeri lain. Negeri Patani juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan Melayu Semenanjung yang sangat memainkan peranan penting pada abad-abad selanjutnya dengan bukti-bukti yang telah banyak ditemukan di negeri Patani itu. Peradaban dan kebudayaan Melayu dengan Arab sangat erat kaitannya, karena seperti prasasti, alat-alat teknologi, seni bangunan, seperti istana, masjid dengan arsitektur yang megah dan yang amat penting perkembangan agama Islam sangat maju pesat di bumi negeri Patani, hal ini didukung oleh Raja Patani Sultan Ismail Syah yang sadar akan agama Islam serta yang paling penting adalah rakyat Patani yang sangat tertarik, sadar dan semangat untuk memeluk agama Islam, sehingga masyarakat Melayu Patani identik dengan agama Islam artinya masyarakat Melayu adalah masyarakat Muslim Patani.
71
Namun masa kejayaan Patani berakhir pada abad ke-18, setelah negeri Patani runtuh dan mengalami kekalahan dengan kerajaan Thai, negeri Patani pada tahun 1785, menjadi wilayah integrasi di Selatan Thailand. Semenjak itu banyak konflik yang terjadi antara rakyat Patani dengan pemerintah Thai. Konflik-konflik tersebut disebabkan karena, Pertama, adanya perbedaan agama, tradisi dan nasionalisme yang sangat jauh berbeda dengan keadaan masyarakat Melayu Patani, yaitu agama Islam, tradisi, kebudayaan dan nasionalisme telah melekat erat dalam hati rakyat Patani sehingga sulit dan sangat bertentangan sekali dengan kebudayaan dan nasionalisme Thai yang beragama Budha. Selain itu juga menyangkut kesejahteraan antara minoritas Muslim Patani dengan mayoritas Thai Budhis yang sangat tidak adil dan selalu menganaktirikan yang minoritas, khususnya Melayu Patani. dan yang kedua, adanya kebijaksanaan pemerintah Thai yang mendiskriminasikan masyarakat Muslim Melayu Patani di Thailand Selatan baik di bidang ekonomi, politik maupun di bidang sosial budaya. Tengah-tengah masyarakat Patani sedang mengalami kekonflikan dengan pemerintah Thai, maka dianugrah oleh Ilahi seorang tokoh yang bernama Haji Sulong. Haji Sulong adalah seorang tokoh ulama Patani yang memimpin masyarakat Patani dalam menghadapi dasar kebudayaan Thai Rathaniyum yang diciptakan oleh Perdana Menteri Phibul Songgram, sehingga Haji Sulong terkenal, Haji Sulong dianggap sebagai Bapak Perjuangan Patani. Beliau adalah termasuk golongan ulama yang terlibat dalam politik dan menentang keras terhadap campur tangan pemerintah Thai dalam urusan agama.
72
Sebelum Haji Sulong terlibat dalam masalah politik di negaranya, beliau adalah seorang guru pengajar dengan mendirikan sebuah Madrasah Al-Maarif alWathoniyah dan sebagai seorang ulama dalam ilmu tafsir dan ilmu Ushuluddin. Namun tidak berjalan lama, Madrasah yang didirikan oleh Haji Sulong tersebut kemudian ditutup oleh pemerintah Thai karena menduga dan berbahaya dan mempunyai maksud untuk mempersiapkan sebuah pemberontakan terhadap pemerintah Thai. Akhirnya selain beliau melaksanakan dakwah Islam juga terlibat dalam masalah politik. Dakwah Islam Haji Sulong mengikuti irama politik pemerintah Thai. Ketika pemerintah Thai bersikap lunak, toleran dan terbuka, hal ini dibuktikan langsung dengan adanya rumusan Tuntutan Tujuh Perkara yang melalui perundingan dan beliau bertanggung jawab penuh terhadap yang telah dilakukannya. Namun dalam hal menghadapi pemerintah yang dictator, Haji Sulong juga bias secara ekstrim mengkader generasi muda Patani untuk bangkit menentang pemerintah Thai. Hal ini telah di buktikan pada awal karirnya di Patani dengan mendirikan sekolah sebagai basis kekuatan non komperatif dengan Thai bersama dengan Tengku Mahmud Mahyiddin dan kawan-kawannya mendirikan beberapa lembaga seperti Ha’iah al-Tanfiziah al-Ahkam al-Syari’at, Semangat Patani, GAMPAR, dan beliau dengan kawan-kawannya terlibat langsung didalamnya hingga titik darah penghabisan. Maka beliau dianggap sebagai Bapak Perjuangan Kemerdekaan Patani Darussalam. Haji Sulong lebih menfokus pada materi Islam sebagai petunjuk ritual. Di sana Haji Sulong dengan tegas mengajarkan Tauhid, sholat dan lain-lain. Ingin
73
menjadikan umat Islam supaya mengamalkan ajaran Islam. Hal tersebut berubah ketika beliau terlibat dalam politik Thai. Orientasinya pada materi dakwah tampak berubah pula, yaitu ingin menjadikan kekuatan politik sebagai alat untuk memperjuangkan Islam di Patani. karena tampaknya Haji Sulong lebih intern berbicara, menulis bahkan menggalang potensi-potensi umat yang dipandang memiliki nuansa politik dan komitmen yang kuat terhadap kepentingan Islam. Tema-tema dakwah yang mendapat perhatiannya adalah masalah politik, pendidikan, social keagamaan dan spiritual yang dipandang sebagai kekuatan yang melemahkan Islam. Metode politik yang dilakukan oleh Haji Sulong adalah untuk mempertahankan identitas dan kebudayaan Melayu dengan ciri khasnya serta agama Islam sebagai agama bangsanya sendiri dari penjajah pemerintah Thai dan ini dikenal dengan Tujuh Tuntutan Haji Sulong. Tujuh pasal ini isinya, bertujuan untuk mendapatkan sebuah daerah yang memiliki otonomi khusus bagi seluruh rakyat Patani di Thailand Selatan, dan bukan untuk mendirikan sebuah Negara yang merdeka, mengingat negeri Patani sudah menjadi sebuah daerah integrasi Thailand dan untuk melepaskan diri dari cengkraman Thai sangatlah sulit. Haji Sulong memperjuangkan bangsa Melayu Patani sehingga sampai detik beliau meninggal dunia. Meninggal beliau itu sangan luar biasa sehingga menjadi satu peristiwa yang sangat mengerikan bagi masyarakat Patani. dan setelah meninggalnya Haji Sulong, maka bangkitlah beberpa organisasi pembebasan Patani. Dari sekian banyaknya organisasi yang berperan di Masyarakat Patani, namun yang paling dominant diantara organisasi itu hanya ada
74
3 organisasi, dan ketiga-tiga organisasi itu selalu di segani dan selalu dipikirkan oleh pemerintah Thai. Adapun ketiga organisasi itu adalah: Barisan Revolusi Nasional (BRN), Patani United Leberation Organization (PULO), Barisan Nasional Pembebasan Patani (BNPP). B. Lampiran
75
DAFTAR PUSTAKA Bashah Abdul Halim,Raja Campa Dinasti Jembol dalam Patani Besar (Kelantan : Pustaka Reka),1994. Kettani M.Ali, Minoritas Muslim Di dunia Dewasa ini ( Jakarta: PT Grafindo), 2005. Majlis Ugama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan, Tokoh-tokoh Ulama Semenangjung Melayu ( Kelantan : Majulis Ugama Islam Kelantan), 1988. Khuntorngped Cha'lermkiat, Hj. Sulong Abdul Kadir-Kabot.Re'viraburut heang 4 Cangwad Parktai" (Bankkok: PT Pikhaneat Printing Center),2004. Al-Fathoni Ahmad Fathy, Pengantar Sejarah Patani ( Alor Star : Pustaka Darussalam),1994. al-Fathoni Ahmad Fatah,Ulama Besar Pathoni ( Malaysia: UKM), 2001. A. Bangnara, Patani Dahulu dan Sekarang ( Bangkok : Penyelidikan Angkatan Al-Fathoni), 1977. Malek Moh. Zamberi, Umat Islam Patani Sejarah dan Politik (Malaysia: Hisbi Shah Alam), 1993. Chapakia Ahmad Omar, Politik dan Perjuangan Masyarakat Islam di Selatan Thailand ( Malaysia : University Kebangsaan Malaysia), 2001. Muhammad Kamal K.Zaman, Fathoni 13 Ogos ( Kelantan: tp), 1996. Ismail Che'Daud, Tokoh-tokoh Ulama Semenangjung Melayu ( Kota Baru : Majlis Agama Islam dan Adat Istiadat Melayu Kelantan), 1988. Seni Madakakul, Sejarah Patani ( Bangkok: Majlis Agama Islam Bangkok), 1996.
76
Pitsuwan Surin,Islam di Muangthai Nasionalisme Melayu Masyarakat Patani (Jakarta : LP3ES), 1989. Ya Al-Fathoni, Islam di Patani ( Kelantan : Kota Baru), 1989. Zal, Patani….. Bergolak " Otonum Perdana", Tahun I,1988. Ibrohim Syukri, 'Sejarah Kerajaan Melauyu Patani, ( Kelantan :Majelis Agama Islam Kelantan,tt.) Mujani Wan kamal, Minoriti Muslim, ( Malaysia : Syarikat Percetakan Putrajaya SDN,BHD, 2002),cet,ke1 Malulim
Imron
Dr.,
Wikrok
Kuan
Kadyeang
(
Bangkok
:
Islamic
Akademik),1985. Ahmad Fadil, Organisasi & Administrasi, (Jakarta: Manhalun Nastyi-In Press, 2002), Azra Azyumardi Prof.Dr., Renaisans Islam Asia Tenggara (Jakarta : PT Remaja Rosdakarya,2000. Azyumardi Azra, "Pondok Patani", Republika, 2 February 2006 Fishee dkk, Mengelola Konflik Ketrampilan dan Strategi untuk Bertindak, (Jakarta: SMK Grafika Desa Putra), 2001 http://www.terasmelayu.net/sejarah_perjuangan_melayu_patani.htm 27 Jun,
2006
Utusan Melayu 31 Ogos 1948. Liberty, 5 Mac1948 Singapore Free Press, 10 Mac 1948 The Straits Time 1948
77