PENGARUH PENURUNAN DOSIS DARI EKSTRAK ETANOL BATANG BROTOWALI (Tinospora crispa, L) TERHADAP EFEK ANTIPIRETIK PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR ANITA AGUSTINA STYAWAN, HENDRA BUDIMAN
ABSTRACT Ethanol extract of brotowali stem (Tinospora crispa, L) contain 0,5% weight/volume had the same dosage as 0,1 g/kg body weight has the antipiretic effect. This research aimed to know about decrease dosage from ethanol extract of brotowali stem have the antipiretic effect and how the antipiretic potency compared with paracetamol to get effective dosage as antipiretic. Animal research used male albino rats strain Wistar by weight was 160180 gram, age 2-3 months with sum 25 rats, which were devided into five groups of randomly, each group consist of 5 rats. The first group was used as an negative control given by aquadest 2 ml / 100 g body weight; 12,6 mg / 200 g body weight paracetamol was used as positive control in second group. Whereas the 3rd, 4th, and 5th group was given by ethanol extract brotowali stem containing 0,125%; 0,25%; and 0,5% weight/volume which had the same dosage as 0,025 g/kg body weight; 0,05 g/kg body weight; and 0,1 g/kg body weight. Infra red thermometer was used to measure rats temperature between the two side two legs of rats. Before the experiment, the first temperature of each rats was measured. DPT (Difteri Pertusis and Tetanus) vaccine 0,4 ml by subcutan injection were given to the fever rats. Two hours latter, the rats was treated by ethanol extract brotowali stem. The measurement of temperature rat body is conducted in every 15 minutes during 240 minutes. AUC (Area Under the Curve) was counted from temperature then statistically analized by test of homogeneity of variances and test of normaly distribution with Kolmogorov-Smirnov test then statistically analized ANAVA (analysis variances) and Tukey t test with confidence 95%. The result of this research is showing ethanol extract brotowali stem containing 0,5% weight/volume had same dosage as 0,1 g/kg body weight and 0,25% weight/volume had same dosage as 0,05 g/kg body weight have the antipiretic effect dan go down to ability more small than paracetamol. While
Anita A.S., dkk., Dosen Prodi DIII Farmasi STIKES Muhammadiyah Klaten
29
CERATA Journal Of Pharmacy Science 30 Anita A.S., dkk., Pengaruh Penurunan Dosis….. ethanol extract brotowali stem contain 0,125% weight/volume had same dosage as 0,025 g/kg body weight haven’t the antipiretic effect.
Key word : Antipiretic, brotowali stem, male albino rats strain Wistar.
I. PENDAHULUAN Demam adalah penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat dimana definisi dari demam yaitu regulasi panas pada suatu tingkat suhu yang lebih tinggi (Mutschler, 1991). Keadaan demam dimulai dengan peningkatan suhu pada keadaan patologik yang diawali dengan pelepasan suatu zat pirogen endogen sitokin seperti interleukin yang memacu pelepasan prostaglandin yang berlebihan di hipotalamik (Mutschler, 1991). Obat-obat yang dapat menurunkan demam disebut sebagai obat-obat antipiretik. Antipiretik adalah golongan obat yang dipergunakan untuk menurunkan suhu tubuh bila demam. Obat ini sedikit atau sama sekali tidak berpengaruh terhadap temperatur panas badan. Mengingat harga obat sintetik relatif mahal dan efek toksik yang ditimbulkan cukup berbahaya maka dibutuhkan penelitian mengenai obat tradisional yang dapat menurunkan demam. Salah satu obat tradisional yang digunakan adalah brotowali (Tinospora crispa, L). Batang brotowali biasa digunakan untuk mengobati penyakit perut, demam, sakit kuning, dan obat oles untuk menghilangkan sakit pinggang, kudis, malaria serta rematik (Mahendra, 2005). Dari penelitian sebelumnya oleh Pradipta, 2005 bahwa ekstrak etanol brotowali (Tinospora crispa, L) terbukti mempunyai efek antipiretik. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka dilakukan penelitian lebih lanjut tentang ekstrak etanol batang brotowali dengan kadar yang lebih kecil dari 0,5% b/v yang setara dengan 0,1 g/kg BB dengan harapan dapat diperoleh dosis ekstrak etanol batang brotowali yang lebih kecil dapat berefek sebagai antipiretik.
CERATA Journal Of Pharmacy Science 31 Anita A.S., dkk., Pengaruh Penurunan Dosis….. II. METODE PENELITIAN 1. Pembuatan Simplisia Batang Brotowali Dalam penelitian ini digunakan batang brotowali tua dicuci dengan air bersih, dipotong dengan panjang 2–3 cm kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari dengan di tutup kain hitam. Setelah bahan kering, kemudian di serbuk dengan blender. 2. Pembuatan Ekstrak Etanol Batang Brotowali Metode yang dilakukan dengan metode maserasi, metode yang digunakan berdasarkan metode dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Pradipta, 2005 karena mudah dan sederhana dalam pengerjaannya serta hanya dibutuhkan pemanasan yang sangat kecil. Serbuk batang brotowali yang sudah kering di serbuk dengan blender. Cara ekstraksi sebagai berikut : Serbuk ditimbang 200 g kemudian dimaserasi dengan etanol 70% sampai simplisia terendam semua kemudian diaduk menggunakan pangaduk magnetik selama 3 jam dengan kecepatan 450 rpm. Kemudian didiamkan selama 24 jam. Serbuk dan pelarut di saring menggunakan corong Buchner yang di lengkapi penyedot udara dan di beri kertas saring untuk memisahkan filtrat dengan residu. Filtrat yang diperoleh, ditampung dalam botol berwarna gelap dan di tutup. Bagian ampas di tambahkan pelarut lagi sampai semua serbuk terendam, di aduk kembali selama 3 jam kemudian didiamkan selama 24 jam dan di saring kembali. Proses maserasi dilakukan terus menerus sampai di dapat filtrat yang jernih, kemudian semua filtrat digabung menjadi satu dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian hasil filtrat diuapkan dengan vaccum rotary evaporator pada suhu 50° C-70° C sampai diperoleh ekstrak sedikit kental dan semua etanol menguap. Massa yang diperoleh kemudian ditimbang. Bahwa untuk membuat demam tikus dengan berat badan 80–100 gram diberikan vaksin DPT dengan dosis 0,2 ml sudah timbul demam, tetapi tidak dicantumkan berapa suhu demam yang dihasilkan (Aritonang, 1999). Penelitian (Munadhifah, 2004) bahwa untuk membuat demam tikus dengan berat badan 160–180 gram diberikan vaksin DPT dengan dosis 0,4 ml setelah 2 jam timbul demam, dengan suhu tertinggi adalah 39,00 C dan pada penelitian (Pradipta, 2005) untuk membuat demam tikus dengan berat badan 160-180 gram dengan diberi
CERATA Journal Of Pharmacy Science 32 Anita A.S., dkk., Pengaruh Penurunan Dosis….. vaksin DPT dengan dosis 0,4 ml setelah 2 jam timbul demam, dengan suhu tertinggi adalah 38,62° C. Vaksin DPT yang diberikan pada tikus harus mempunyai dosis yang pasti dan tepat, tujuannya untuk mendapatkan kenaikan temperatur yang mudah diamati dan memenuhi syarat. Penentuan dosis vaksin DPT dengan cara orientasi langsung pada dosis 0,4 ml. Dari percobaan pendahuluan memberikan suhu rata– rata 37,30° C pada menit ke -120 dengan volume pemberian vaksin DPT 0,4 ml dan suhu ini bisa berbeda–beda pada tiap individu, sehingga pada menit ini dijadikan sebagai suhu demam (T0). Masing-masing kelompok pemberian dilakukan secara peroral dengan volume pemberian yang sama, yaitu 2 ml / 100 g BB tikus. Tiap hewan uji diadaptasikan dalam kondisi sama, jauh dari kebisingan dan dihindarkan dari stress. Sebelum perlakuan, hewan uji dipuasakan 24 jam namun tetap diberi minum ad libitum (tanpa batas). Suhu ruangan dijaga antara 28–290 C. Tikus ditimbang dan diukur suhu badan normalnya menggunakan termometer infra merah. Selanjutnya, pada saat pengukuran tikus dimasukkan ke kotak 5x 15x5 cm sampai tenang, kemudian termometer infra merah ditempelkan diantara kedua kaki samping dan termometer infra merah akan memperlihatkan suhu badan tikus. Setelah itu tikus diinjeksi vaksin DPT 0,4 ml secara sub kutan untuk membuat demam. Selang waktu 2 jam setelah pemberian vaksin DPT dilakukan uji perlakuan sesuai dengan kelompoknya secara per oral. Suhu badan tikus diukur tiap 15 menit selama 4 jam. Tikus yang sedang demam terlihat menggigil dan piloereksi (rambut berdiri pada akarnya). Posisi permukaan tubuh cenderung saling merapat untuk mengurangi penguapan dan pengeluaran panas. 3.
Analisa Data Dari data suhu sebagai fungsi waktu, dihitung AUC (Area Under the
Curve) dari masing-masing hewan uji, kemudian dilakukan uji homogenitas dan uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov test, jika hasilnya terdistribusi normal dilanjutkan dengan uji statistik analisis varian satu jalan (ANAVA) dengan taraf kepercayaan 95%. Untuk memastikan apakah perbedaan yang
CERATA Journal Of Pharmacy Science 33 Anita A.S., dkk., Pengaruh Penurunan Dosis….. ditunjukkan kelompok uji dan kelompok kontrol bermakna, dilakukan uji t Tukey dengan taraf kepercayaan 95%.
III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.
Uji Efek Antipiretik Dalam penelitian ini digunakan tikus jantan yang berasal dari satu galur
yaitu galur Wistar yang berumur 2–3 bulan dengan berat 160–180 gram yang dipelihara dan diberi makanan dan minuman serta berada dalam kondisi sehat. Pemeliharaan dan penaganan hewan uji sebelum dan selama pengujian harus diperhatikan. Sebelum perlakuan hewan uji dipuasakan selama 24 jam tetapi tetap diberi minum ad libitum. Hal ini bertujuan agar terhindar dari pengaruh makanan terhadap absorbsi bahan obat. Pengujian dilakukan pada suhu kamar yang sama yaitu 28°–290 C. Hal ini dikarenakan suhu lingkungan berpengaruh terhadap suhu badan tikus. Pengukuran suhu badan tikus dilakukan pada kotak yang berukuran 5x15x5cm, dimana tikus dimasukkan ke dalam kotak sampai tikus diam, hal ini dimaksudkan untuk meminimalisir pengaruh suhu dari luar. Pada penelitian ini yang dipilih sebagai bahan pirogen adalah vaksin DPT (Difteri Pertusis dan Tetanus) karena apabila diberikan akan menimbulkan efek demam. Parasetamol dipilih sebagai kontrol positif karena jenis obat ini banyak digunakan masyarakat sebagai obat demam. 2.
Hasil Pengujian Daya Antipiretik Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah penurunan dosis
ekstrak etanol dari batang brotowali mempunyai efek antipiretik. injeksi vaksin DPT. Pada awal penelitian dilakukan orientasi dengan penyuntikan vaksin DPT dengan dosis 0,4 ml selama 240 menit dengan interval pengukuran setiap 15 menit, karena vaksin DPT dapat menyebabkan reaksi sistemik demam selama 48 jam sehingga orientasi dilakukan 4 jam. Diperoleh suhu tertinggi rata-rata adalah 37,30 pada menit ke –120 maka dijadikan sebagai menit ke -0 sebelum perlakuan.
37,5 37 36,5 36 35,5 35 34,5 34
24 0
21 0
18 0
15 0
12 0
90
60
30
Suhu
0
Suhu (derajat celcius)
CERATA Journal Of Pharmacy Science 34 Anita A.S., dkk., Pengaruh Penurunan Dosis…..
Waktu (menit)
Kenaikan suhu tubuh tikus ditandai piloereksi dan penggigilan. Penggigilan dan piloereksi mudah diamati pada penelitian ini. Hasil pengamatan rata-rata suhu normal tikus dan setelah 2 jam pemberian vaksin DPT. Tabel 1. suhu badan tikus (rata-rata) dan suhu setelah 2 jam pemberian vaksin DPT 0,4 ml (rata-rata) ± SD pada tiap kelompok perlakuan yang diukur dengan thermometer infra merah. Kelompok
Suhu normal
I II III IV V x ± SD
35,34 ± 0,42 34,80 ± 0,46 35,02 ± 0,29 34,92 ± 0,27 35,42 ± 0,22 35,10 ± 0,27
Suhu badan tikus setelah 2 jam pemberian vaksin DPT 0,4 ml (To) 0C 36,88 ± 0,18 37,08 ± 0,27 37,48 ± 0,50 36,94 ± 0,17 36,92 ± 0,11 37,06 ± 0,25
Kenaikan suhu °C 1,54 2,28 2,46 2,02 1,50 1,96 ± 0,43
Berdasarkan data tersebut dari suhu normal sampai suhu badan tikus setelah pemberian vaksin DPT 0,4 ml terjadi kenaikan suhu sebesar 1,96 ± 0,43 Dengan adanya kenaikan suhu berarti pemberian vaksin DPT 0,4 ml dapat menimbulkan keadaan demam. Keadaan demam dapat terjadi sebagai akibat pirogen terangkut ke dalam darah dan berkaitan dengan reseptor di dalam nukleus preoptik hypothalamic anterior, sehingga kadar prostaglandin meningkat dan mengakibatkan peningkatan hypothalamic set point. Setelah 2 jam pemberian vaksin DPT 0,4 ml, tiap kelompok diberi perlakuan sesuai dengan masing-masing kelompok. Suhu badan tikus tiap 15 menit tiap kelompok perlakuan selama 4 jam (240 menit) dapat dilihat pada lampiran 6. Sedangkan suhu badan tikus rata-rata ± SD setelah pemberian vaksin DPT 0,4 ml tiap kelompok perlakuan .
CERATA Journal Of Pharmacy Science 35 Anita A.S., dkk., Pengaruh Penurunan Dosis….. Tabel 2. Suhu badan tikus ( rata-rata ) ± SD Setelah pemberian vaksin DPT 0,4 ml tiap kelompok perlakuan selama 240 menit. Waktu (menit ke -) Suhu normal 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165 180 195 210 225 240
Suhu badan tikus (rata-rata) ± SD setelah pemberian vaksin DPT 0,4 ml tiap kelompok perlakuan selama 240 menit (0C) I II III IV V 35,34 ± 0,42 35,80 ± 0,46 35,02 ± 0,29 34,92 ± 0,27 35,42 ± 0,22 37,10 ± 0,20 37,22 ± 0,38 37,48 ± 0,50 37,42 ± 0,40 37,20 ± 0,42 36,94 ± 0,18 37,12 ± 0,22 37,46 ± 0,29 37,38 ± 0,26 37,06 ± 0,26 36,94 ± 0,15 36,90 ± 0,24 37,52 ± 0,19 37,24 ± 0,23 36,94 ± 0,22 36,98 ± 0,11 36,70 ± 0,21 37,52 ± 0,25 37,28 ± 0,19 36,88 ± 0,13 37,00 ± 0,12 36,66 ± 0,17 37,36 ± 0,22 37,20 ± 0,19 36,78 ± 0,22 37,08 ± 0,13 36,52 ± 0,16 37,34 ± 0,11 37,16 ± 0,21 36,78 ± 0,13 36,94 ± 0,24 36,44 ± 0,09 37,20 ± 0,19 36,94 ± 0,19 36,64 ± 0,11 36,78 ± 0,31 36,26 ± 0,18 37,26 ± 0,18 37,00 ± 0,23 36,58 ± 0,13 36,82 ± 0,38 36,10 ± 0,14 37,14 ± 0,13 36,98 ± 0,18 36,52 ± 0,08 36,88 ± 0,26 35,96 ± 0,11 36,98 ± 0,08 36,84 ± 0,21 36,44 ± 0,11 36,98 ± 0,13 35,88 ± 0,13 36,80 ± 0,07 36,56 ± 0,11 36,38 ± 0,08 37,00 ± 0,10 35,76 ± 0,05 36,56 ± 0,11 36,48 ± 0,08 36,22 ± 0,19 37,02 ± 0,04 35,72 ± 0,13 36,52 ± 0,13 36,32 ± 0,08 36,10 ± 0,12 36,96 ± 0,13 35,58 ± 0,11 36,44 ± 0,11 36,34 ± 0,05 35,94 ± 0,18 36,96 ± 0,23 35,44 ± 0,17 36,26 ± 0,13 36,16 ± 0,15 35,74 ± 0,19 36,98 ± 0,22 35,36 ± 0,25 36,16 ± 0,09 36,02 ± 0,08 35,70 ± 0,19 37,08 ± 0,22 35,12 ± 0,31 36,04 ± 0,05 35,90 ± 0,14 35,64 ± 0,19
Sedangkan suhu rata-rata setelah 2 jam pemberian vaksin DPT 0,4 ml (To), suhu rata-rata pada menit terakhir pengukuran (T240) Tabel 3. Suhu badan (rata-rata) setelah 2 jam pemberian vaksin DPT 0,4 ml dan suhu (rata-rata) akhir pengukuran beserta selisih suhunya. Kelompok Suhu pada T0 (°C) Suhu pada T240 (°C) Selisih Suhu (°C) I 37,10 37,08 (-) 0,02 II 37,22 35,12 (-) 2,10 III 37,48 36,04 (-) 1,44 IV 37,42 35,90 (-) 1,52 V 37,20 35,64 (-) 1,56
Pada kelompok I yang merupakan kontrol negatif dimana hanya diberikan aquades 2 ml / 100 g BB tikus, pada grafik terlihat adanya kenaikan suhu konstan hingga menit ke 180, kemudian suhu turun dengan tidak konstan tetapi masih tetap tinggi kemudian suhu naik lagi sampai menit 240. Kenaikan suhu disebabkan adanya infeksi vaksin DPT yang merupakan bahan pirogen. Jika dilihat dari selisih suhu antara suhu setelah 2 jam pemberian vaksin DPT 0,4 ml dengan suhu pada akhir pengukuran mengalami penurunan suhu 0,02° C. Tetapi secara keseluruhan kelompok I tetap berada dalam keadaan demam bila
CERATA Journal Of Pharmacy Science 36 Anita A.S., dkk., Pengaruh Penurunan Dosis….. dibandingkan dengan suhu normalnya 35,34° C. Hal ini berarti bahwa pemberian aquades tidak dapat menurunkan suhu tubuh tikus saat demam. Pada kelompok II yaitu kelompok pembanding dengan pemberian parasetamol 63,0 mg / kg BB tikus. Terlihat pada grafik adanya penurunan suhu dari menit ke -15 sampai menit ke -240 dan suhu diperoleh 35,12° C, dimana suhu tersebut mendekati suhu normal yaitu 34,80° C. Selisih antara suhu setelah 2 jam pemberian vaksin DPT 0,4 ml sebesar 2,10° C. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa parasetamol sebagai pembanding dapat menurunkan suhu tubuh tikus saat demam. Mekanisme kerja dari parasetamol yaitu dengan menghambat pengikatan pirogen dengan reseptor di dalam nukleus preoptic hipothalamus anterior, sehingga tidak terjadi peningkatan produksi prostaglandin melalui siklus enzim siklooksigenase
yang
berakibat
pada
penghambatan
kerja
pirogen
di
hipothalamus. Pada kelompok III yaitu kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak batang brotowali kadar 0,125% yang setara dengan dosis 0,025 g / kg BB tikus. Pada grafik terlihat adanya penurunan suhu dari menit ke -15 sampai menit terakhir pengukuran (menit ke -240). Pada menit terakhir pengukuran diperoleh suhu 36,040 C dimana suhu tersebut jauh dari suhu normal yaitu 35,020 C. Penurunan suhu dari selisih antara suhu demam tertinggi (T0) dengan suhu terakhir pengukuran (T240) yaitu sebesar 1,440 C. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol batang brotowali dosis 0,025 g / kg BB tidak dapat menurunkan suhu tubuh tikus saat demam. Pada kelompok IV yaitu kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak batang brotowali dengan kadar 0,25% yang setara dengan dosis 0,05 g / kg BB tikus. Pada grafik terlihat adanya penurunan suhu dari menit ke -15 sampai menit terakhir pengukuran (menit ke –240). Pada menit terakhir pengukuran diperoleh suhu 35,90º C dimana suhu tersebut mendekati dari suhu normal yaitu sebesar 34,92° C. Penurunan suhu dari selisih antara suhu demam tertinggi dengan suhu terakhir pengukuran yaitu sebesar 1,52º C. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol batang brotowali dosis 0,05 g / kg BB dapat menurunkan suhu badan tikus saat demam. Meskipun kemampuan menurunkan suhu lebih kecil dari parasetamol.
CERATA Journal Of Pharmacy Science 37 Anita A.S., dkk., Pengaruh Penurunan Dosis….. Pada kelompok V yaitu kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak batang brotowali kadar 0,5% yang setara dengan 0,1 g / kg BB tikus. Pada grafik terlihat adanya penurunan suhu dari menit ke -15 sampai menit terakhir pengukuran (menit ke -240). Pada menit terakhir pengukuran diperoleh suhu 35,64° C dimana suhu tersebut mendekati suhu normal yaitu 35,42º C. Penurunan suhu dari selisih antara suhu demam tertinggi dengan suhu terakhir pengukuran yaitu sebesar 1,56° C. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol batang brotowali dengan dosis 0,1 g / kg BB dapat menurunkan suhu tubuh tikus saat demam. Hasil penurunan suhu yang diperoleh kelompok ekstrak etanol batang brotowali dosis 0,025 g / kg BB sebesar 1,440 C, kelompok ekstrak etanol batang brotowali dosis 0,05 g / kg BB sebesar 1,520 C dan kelompok ekstrak etanol batang brotowali dosis 0,1 g / kg BB sebesar 1,560 C. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol batang brotowali mempunyai efek antipiretik yang berbeda-beda, dimana antar kelompok perlakuan hasil penurunan suhunya tidak berbeda jauh karena suhu normal masing-masing kelompok berbeda-beda. Jika semakin besar dosis ekstrak etanol batang brotowali maka kemampuan menurunkan suhu badan tikus yang demam semakin besar pula. Kemampuan menurunkan suhu dilihat dari selisih suhu T0 dengan T240, semakin besar suhu tersebut maka efek antipiretik semakin besar. Selisih suhu terbesar yaitu suhu 2,10° C. Untuk mengetahui apakah antara tiap kelompok perlakuan ada perbedaan yang bermakna, maka data AUC suatu badan tikus selama 240 menit di atas diuji dengan analisis varian satu jalan (Anava) pada tingkat kepercayaan 95%. Tetapi sebelumnya perlu dilakukan uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov test dan hasil yang diperoleh nilai signifikansinya adalah 0,139 > 0,05 berarti AUC suhu badan tikus selama 240 menit terdistribusi normal. Hasil uji homogenitas menggunakan test of homogeneity of variances di dapat nilai signifikansinya 0,753 > 0,005 menunjukkan bahwa sampel homogenitas, maka dilanjutkan dengan analisis statistik parametrik. Perhitungan uji Kolmogorov-Smirnov test dan test of homogeneity of variances. Selanjutnya dilakukan uji Anava satu jalan, hasil uji didapat nilai signifikansinya adalah 0,000 < 0,05 berarti ada perbedaan yang bermakna pada
CERATA Journal Of Pharmacy Science 38 Anita A.S., dkk., Pengaruh Penurunan Dosis….. kelompok perlakuan. Kemudian dilakukan uji t Tukey dengan taraf kepercayaan 95%. Tabel 4. Rangkuman hasil uji parametik uji t Tukey luas area di bawah kurva (AUC) antar kelompok perlakuan. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Uji t kelompok I – II I – III I – IV I–V II – III II – IV II – V III – IV III – V IV – V
Hasil AUC (menit 0C)
Hasil
Keterangan
AUC I: 8870,25; AUC II: 8678,55 AUC I: 8870,25; AUC III: 8869,20 AUC I: 8870,25; AUC IV: 8828,40 AUC I: 8870,25; AUC V: 8746,80 AUC II: 8678,55; AUC III: 8869,20 AUC II: 8678,55; AUC IV: 8828,40 AUC II: 8678,55; AUC V: 8746,80 AUC III: 8869,20; AUC IV: 8828,40 AUC III: 8869,20; AUC V: 8746,80 AUC IV: 8828,40; AUC V: 8746,80
S TS S S S S S S S S
AUC I > AUC II AUC I = AUC III AUC I > AUC IV AUC I > AUC V AUC II < AUC III AUC II < AUC IV AUC II < AUC V AUC III > AUC IV AUC III > AUC V AUC IV > AUC V
Dari tabel VII menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan antara kelompok I (kontrol aquades) dengan kelompok perlakuan II, IV dan V dengan nilai signifikansinya < 0,05. Untuk kelompok aquades dengan kelompok III menunjukkan tidak ada perbedaan dengan nilai signifikansinya > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa dengan perlakuan aquadest memberikan efek yang berbeda dibanding dengan perlakuan parasetamol dan ekstrak brotowali pada setiap dosisnya, artinya parasetamol dan ekstrak batang brotowali dapat memberikan efek antipiretik dibanding dengan aquades kecuali pada kelompok III yang tidak mempunyai efek antipiretik. Dapat juga dilihat dari perhitungan AUC suhu tubuh tikus kelompok I (8870,25), kelompok II (8678,55), kelompok III (8869,20), dan kelompok IV (8828,40) dan kelompok V (8746,80). Uji t Tukey AUC suhu tubuh tikus selama 240 menit antara kelompok I dengan kelompok IV dan V menunjukkan hasil yang berbeda secara signifikan antara kelompok aquadest dengan kelompok ekstrak etanol batang brotowali dosis 0,05 g / kg BB dan dosis 0,1 g / kg BB. Sedangkan antara kelompok I dengan kelompok III menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan artinya hasil yang diperoleh sama antara kelompok aquadest dengan kelompok ekstrak etanol batang brotowali dosis 0,025 g / kg BB. Dilihat dari histogram AUC suhu badan dengan
CERATA Journal Of Pharmacy Science 39 Anita A.S., dkk., Pengaruh Penurunan Dosis….. waktu pengamatan menunjukkan bahwa semakin besar nilai AUC maka kemampuan menurunkan suhu badan tikus semakin kecil. Penelitian ini memperkuat penelitian sebelumnya bahwa ekstrak etanol brotowali dengan kadar 0,5% b/v; 1,0% b/v; 2,0% b/v; dan 4,0% b/v dapat menurunkan suhu tubuh tikus putih jantan galur Wistar yang dibuat demam dengan suntikan DPT 0,4 ml (Pradipta, 2005). Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan kadar yang lebih kecil dari 0,5% b/v setara dengan dosis 0,1 g / kg BB dan kadar 0,25% b/v setara dengan dosis 0,05 g / kg BB mempunyai efek antipiretik. Sedangkan kadar 0,125% b/v setara dengan dosis 0,025 g / kg BB tidak mempunyai efek antipiretik. Kemungkinan senyawa yang berkhasiat sebagai penurun demam adalah zat pahit pikroretin dan alkaloid tetapi masih belum diketahui secara pasti zat aktif yang dapat menimbulkan efek antipiretik.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan : 1) Dosis terkecil ekstrak etanol batang brotowali yang dapat memberikan efek antipiretik adalah kadar 0,25% b/v yang setara dengan dosis 0,05 g/kgBB. 2) Berdasarkan hasil statistik uji t Tukey ekstrak etanol batang brotowali dengan kadar 0,5% b/v setara dengan dosis 0,1 g/kg BB dan kadar 0,25% b/v setara dengan dosis 0,05 g/kg BB mempunyai efek antipiretik dan kemampuan menurunkan suhu lebih kecil dibanding parasetamol. Sedangkan ekstrak etanol batang brotowali dengan kadar 0,125% b/v setara dengan dosis 0,025 g/kg BB tidak mempunyai efek antipiretik.
Saran yang perlu diungkapkan setelah penelitian ini antara lain : 1) Penelitian tentang efek antipiretik batang brotowali dengan metode penyarian yang berbeda. 2) Penelitian tentang isolasi zat aktif yang terdapat dalam batang brotowali yang berkhasiat sebagai antipiretik.
CERATA Journal Of Pharmacy Science 40 Anita A.S., dkk., Pengaruh Penurunan Dosis….. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1978, Materia Medika Indonesia, Jilid II, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta hal : 91-95. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta hal : 12, 37. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta hal : 649-650. Anonim, 2006 a, Tanaman Obat Indonesia, www.portal broto.htm.copy right 2006. Anonim, 2006 b, http : // www.MEDIKAHOLISTIK com / situs kesehatan alternatif. htm copy right 2001-2006. Ansel, H.C, 1989, Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms, diterjemahkan oleh Farida Ibrahim, Edisi IV, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, UI Press, Jakarta hal : 607-608. Aritonang, 1999, Potensi Antipiretik Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya, L) Pada Tikus Putih Secara In Vivo, Karya Tulis Ilmiah, Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta. Atibrata, N, 2004, Uji Efek Analgetik Infusa Batang Brotowali (Tinospora crispa, L) Pada Mencit Putih Betina Galur Swiss, Skripsi Fakultas Farmasi UAD, Yogyakarta. Backer, C.A. dan Van de Brink, 1965, Flora of Java, Vol I, NVP NoordhoffGroningen-The Netherlands hal : 544. Donatus, 1990, Toksikologi Pangan, Edisi I, PAU, Pangan dan Gizi, UGM, Yogyakarta hal : 6-7. Ganiswarna, 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UI, UI Press, Jakarta hal : 207-215. Ganong W.F, 1983, Review of Medical Physiologi, diterjemahkan oleh Adji Dharma, Edisi 7, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta hal : 195-201, 232-237. Goodman, L.S and Gilman, A, 1991, The Pharmacological Basis of Therapeutics, 9 Edition, Collier Mac Million, London hal : 638, 641-644.
CERATA Journal Of Pharmacy Science 41 Anita A.S., dkk., Pengaruh Penurunan Dosis….. Guyton, A.C dan Hall, J.E, 1997, Textbook of Medical Physiology, diterjemahkan oleh Setiawan, I, Tengani, K.A, Santoso, A., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta hal : 1141-1155. Katzung, B.G., 1994, Basic and Clinical Pharmacology, 6/E, diterjemahkan oleh Azwar, A. Farmakologi Dasar dan Klinik, Edisi VI, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta hal : 574-575. Kresnady, B., 2003, Khasiat dan Manfaat Brotowali Si Pahit Yang Menyembuhkan, PT Agro Media Pustaka, Tangerang hal : 1-8. Munadhifah, 2004, Uji Efek Antipiretik Infusa Daun Sere (Andropogon citratus, DC.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar, Skripsi Fakultas Farmasi UAD, Yogyakarta. Mursito, 2000, Tampil Percaya Diri dengan Ramuan Tradisional, Penebar Swadaya, Jakarta hal : 62–63. Mutschler, E., 1991, Arzneimittelwirkungen, 5 vollig neubearbeite and erweitertc Auflage, diterjemahkan oleh Mathilda B.W dan Anna S.R., Dinamika Obat, Penerbit ITB, Bandung hal : 193-202. Pradipta P S., 2005, Uji Efek Antipiretik Ekstrak Etanol Batang Brotowali (Tinospora crispa, L) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar, Skripsi Fakultas Farmasi UAD, Yogyakarta. Siswandono dan Soekardjo, B., 2000, Kimia Medisinal, Airlangga University Press, Surabaya hal : 290-295. Spector W.G., dan Spector T.D., 1976, An Introduction General Pathology, diterjemahkan oleh Soetjipto N.S, Harsoyo, Hana Astuti, Pengantar Patologi Umum, Edisi ke-3, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta hal : 100-103. Tjay T.H., dan Rahardja K., 2002, Obat-obat Penting, Khasiat dan Penggunaannya, Edisi Kelima, PT Elex Media Komputindo, Gramedia, Jakarta, hal : 295-301. Voigt, 1995, Lehrbuch Der Pharmazeutischen Technologie, diterjemahkan oleh Volk dan Gesundheit, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta hal : 562, 577. Wahab S., dan Julia M., 2002, Sistem Imun, Imunisasi dan Penyakit Imun, Penerbit Widya Medika, Jakarta hal : 55, 69.