Angka Infeksi Parasit Usus dan Hubungannya dengan Jenis Pekerjaan pada Anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi Muhammad Khoirul Huda1 dan Rawina Winita2 2.
1. Faculty of Medicine, University of Indonesia, Jakarta, 10430, Indonesia Department of Parasitology, Faculty of Medicine, University of Indonesia, Jakarta, 10430, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Infeksi parasit usus di negara berkembang dan tropis masih menjadi masalah kesehatan di komunitas. Di negara berkembang seperti Indonesia, banyak dijumpai kelompok masyarakat dengan ekonomi lemah termasuk mereka yang ada di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah. Karena faktor kemiskinan, anak-anak di sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampahpun terpaksa bekerja untuk membantu orang tuanya. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui prevalensi parasit usus pada anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi dan hubungannya dengan jenis pekerjaan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional. Pada bulan Mei 2012, dilakukan pengambilan data dengan subjek penelitian berjumlah 74 anak. Data diolah dengan program SPSS 17.0 dengan uji chi square dan Fisher’s exact. Hasil penelitian menunjukkan angka infeksi parasit usus pada anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi adalah 83,7% dengan rincian Blastocystis hominis 60,8%, Giardia lamblia 33,8%, Trichuris trichiura 29,7%, Ascaris lumbricoides 5,4%, Entamoeba histolytica 1,4% dan Ancylostoma duodenale 0%. Selain itu, hasil menunjukaan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis pekerjaan dan infeksi parasit usus (p>0,05). Namun, secara proporsi anak yang bekerja sebagai pemulung lebih banyak terinfeksi parasit usus daripada yang tidak terinfeksi walaupun tidak signifikan. Perlu upaya untuk mencegah penyakit akibat kerja yaitu dengan memberikan penyuluhan, melaksanakan pemeriksaan rutin, menggunakan alat pelindung diri dan tindakan pelarangan bagi anak-anak di bawah 14 tahun untuk bekerja.
Prevalence of Intestinal Parasitic Infections and Their Relationship with the Type of Job among Children in TPA Bantar Gebang, Bekasi Abstract Intestinal parasitic infections in tropical and developing countries still become a health problem in the community. In developing country, like Indonesia, it is found low-income societies including those who live around the Garbage Final Disposal. Because of poverty, children around the Garbage Final Disposal forced to work to help their parents. This study aims to determine the prevalence of intestinal parasites among children in TPA Bantar Gebang, Bekasi and their relationship with the type of job. The design used in this study was crosssectional. In May 2012, data collection was carried out with research subjects totaling 74 children. The data were processed using SPSS 17.0 with chi square and Fisher’s exact test. The result showed that the prevalence of intestinal parasites among children in TPA Bantar Gebang, Bekasi was 83,7% consisted of 60,8% Blastocystis hominis, 33,8% Giardia lamblia, 29,7% Trichuris trichiura, 5,4% Ascaris lumbricoides, 1,4% Entamoeba histolytica, and 0% Ancylostoma duodenale. Besides, result showed that there was no relationship between the type of job and intestinal parasitic infection (p>0.05). But in proportion, children who work as scavengers are more infected with intestinal parasites than those who are not infected although it is not significant. It needs some efforts to prevent occupational disease such as giving counseling, carrying out routine examination, using personal protective equipment and doing prohibition to children under 14 years to become workers.
Keywords: intestinal parasitic infection; type of job
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
Pendahuluan Infeksi parasit usus merupakan salah satu penyebab masalah kesehatan masyarakat Indonesia yang memiliki prevalensi tinggi. Parasit usus diketahui ada dua jenis yaitu cacing dan protozoa. Dari kelompok cacing antara lain terdapat Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Ancylostoma duodenale. Sedangkan pada kelompok protozoa ada Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, dan Blastocystis hominis. Gejala yang ditimbulkan beragam, mulai dari menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, diare, anemia dan produktivitas penderita.1,2,3 Sekitar lebih dari satu milyar penduduk di seluruh dunia terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiuria, dan Ancylostoma duodenale. Penelitian tahun 2009 di Desa Mainang, Alor, NTT menunjukkan 27,6% penduduknya terinfeksi A .lumbricoides dan 1,9% terinfeksi T .trichiura.4,5 Sementara pada tahun 2010, sebuah penelitian menunjukkan bahwa infeksi A. duodenale pada anak SD di Demak adalah 21%.1 Infeksi B. hominis dan G. lamblia lebih banyak ditemukan pada negara tropis. Ada penelitian pada tahun 2009 yang hasilnya menunjukkan 3,9% dan 48,2% balita di Jatinegara, Jakarta Timur masing-masing terkena infeksi G. lamblia dan B. hominis.6,7 Prevalensi infeksi E. histolytica di Indonesia rata-rata mencapai 10-18%. Penelitian yang dilakukan tahun 2009 menunjukkan prevalensi E. histolytica pada balita penderita diare adalah 17,65%.8 Angka infeksi parasit usus yang tinggi disebabkan oleh buruknya sanitasi meliputi tempat tinggal yang tidak memadahi dan kumuh, serta pola hidup bersih dan sehat yang masih jauh di bawah yang diharapkan. Kecamatan Bantar Gebang, Bekasi merupakan daerah yang dekat dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah, sehingga daerah tersebut memiliki kecenderungan jauh dari sanitasi yang baik. Indonesia merupakan negara berkembang yang masih banyak mempunyai kelompok dengan ekonomi lemah dengan jenis pekerjaan tertentu. Jenis pekerjaan yang menjadi pencaharian utama di TPA sampah adalah pemulung. Tidak hanya orang dewasa, anak-anak pun banyak yang menjadi pemulung. Anak yang menjadi pemulung merupakan akibat faktor kemiskinan, sehingga mereka perlu membantu orang tuanya untuk bekerja. Mereka rentan dengan bahaya sampah yang kotor, tercemar mikroorganisme, dan terpapar vektor penyakit. Hal ini menyebabkan orang yang melakukan pekerjaan di dekat sampah rentan mendapat berbagai jenis penyakit termasuk infeksi parasit. Di samping itu, tingkat pendidikan dan pendapatan yang rendah membuat pengetahuan dan kemampuan dalam membangun pola hidup sehat juga kurang. Oleh sebab itu, kelompok
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
pemulung tersebut cenderung berkemampuan rendah dalam menjaga hygiene dan sanitasi lingkungan di sekitarnya. Maka perlu diadakan penelitian untuk mengetahui prevalensi parasit usus pada anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi dan hubungannya dengan jenis pekerjaan.9 Tinjauan Teoritis Parasit usus yang dibahas ada 6 yakni Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostoma duodenale, Giardia lamblia, Entamoeba histolytica, dan Blastocystis hominis. a. Ascaris lumbricoides Cacing ini berwarna putih kekuningan dan berbentuk bulat memanjang dengan kedua ujung lancip. Cacing jantan berukuran 15-30 cm dan lebar 3-5 mm, serta ekornya melengkung ke arah ventral. Sedangkan cacing betina berukuran 22-35 cm dan lebar 3-6 mm.10 Siklus hidup A. lumbricoides termasuk lama karena sejak infeksi ke dalam tubuh host, dua bulan selanjutnya cacing betina mampu menghasilkan 200.000-250.000 butir telur. Waktu tumbuh telur infektif sekitar 3-4 minggu. Setelah itu telur akan keluar melewati tinja dan mengalami perubahan menjadi larva I sampai stadium III. Larva inilah yang banyak ditemukan di tanah, air maupun binatang. Makanan dan minuman yang tidak dimasak atau kontak langsung dengan kulit dapat menginfeksi tubuh dan larvapun berubah menjadi cacing.10 Prevalensi parasit jenis Ascaris ini paling tinggi di Asia sebesar 73%. Di Indonesia penderitanya adalah anak-anak dengan prevalensi 60-90%.5,11 Infeksi oleh cacing dewasa lebih ringan yang ditandai dengan mual, diare, nafsu makan berkurang atau konstipasi. Infeksi yang lebih berat menyebabkan malabsorbsi yang berujung pada malnutrisi.10,11 Pemeriksaan terhadap telur di feses merupakan diagnosis yang umum dilakukan. Antihelmintik yang dapat digunakan untuk pengobatan ascariasis antara lain pyrantel pamoate, levamisole hydrochloride, garam piperazine, albendazole, atau mebendazole. Pencegahan dapat dilakukan dengan menerapkan pola kesehatan dan kebersihan yang dapat berupa kebersihan makanan dan pembuangan tinja. 5,10,12
b. Trichuris trichiura Cacing dewasa mempunyai bentuk badan yang kurus memanjang pada bagian anterior dan tebal pada bagian posterior. Cacing jantan memiliki panjang 4 cm, memiliki ujung posterior yang melingkar dan terdapat satu spikulum. Cacing betina panjangnya mencapai 5 cm dan posteriornya berbentuk bulat tumpul.13,14 Siklus hidup Trichuris trichiura diawali dengan
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
keluarnya telur melalui feses, kemudian membelah menjadi dua sel hingga berkembang banyak. Lalu perkembangan sel menjadi embrio yang masuk ke dalam tubuh pejamu dan menjadi infektif selama 15-30 hari. Telur yang masuk langsung menuju usus halus dan melepas larva dan tumbuh hingga dewasa di kolon. Diperkirakan 800 juta orang di dunia terinfeksi T. trichiura, di antaranya 114 juta balita dan 233 juta anak sekolah (5-14 tahun).5,15 Infeksi ringan biasanya ditandai dengan adanya telur ketika dilakukan pemeriksaan tinja secara rutin. Biasanya terjadi pada anak usia 1-5 tahun. Cacing ini juga dapat menyebabkan infeksi kronis yang menyebabkan anemia berat, karena seekor cacing menghisap darah kurang lebih 0,005 cc per hari. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan telur cacing dalam tinja atau cacing dewasa pada anus atau prolaps rekti. Pengobatan Trichuris trichiura dapat menggunakan mebendazole dan albendazole. Pencegahan pada trichuriasis yaitu dengan pembuatan jamban yang baik, pendidikan sanitasi, mencuci tangan sebelum makan, dan mencuci makanan mentah.5,16 c. Ancylostoma duodenale A. duodenale memiliki bentuk menyerupai C, tubuhnya berbentuk silindris dengan kepala yang membengkok ke belakang. Cacing betina berukuran panjang 1 cm, sedangkan cacing jantang berukuran 0,8 cm.1,14 Telur cacing tambang keluar melalui tinja. Dalam 1-2 hari, larva rhabtidiform dapat berkembang. Setelah 5-10 hari, larva berkembang menjadi filariform yang berpotensi untuk menginfeksi pejamu. Cacing ini menginfeksi pejamunya melalui kontak dengan kulit dan masuk melalui pembuluh darah yang menuju jantung dan paru-paru. Larva dapat mencapai usus halus dan bertahan hidup di sana sampai dewasa. Darah yang berada di usus halus dihisap olehnya. Sekitar 1 miliar penduduk di dunia terinfeksi A. duodenale dengan populasi penderita terbanyak berada di daerah tropis dan subtropis. Angka infeksi cacing tambang juga lebih tinggi pada pria ketimbang wanita dikarenakan pria banyak bekerja di lingkungan terbuka sehingga lebih terpapar tanah yang terkontaminasi larva cacing.1,14 Tiap cacing dapat menyebabkan kehilangan darah sebesar 0,08-0,34 cc, akibatnya penderita mengalai anemia defisiensi besi. Apabila ini terjadi terus-menerus, maka akan menyebabkan penderita mengalami penurunan daya tahan tubuh dan prestasi kerja. Diagnosis dapat dilakukan dengan mengidentifikasi secara mikroskopis telur cacing tambang pada feses.1,5,17,18 Albendazole, mebendazole dan pyrantel pamoate merupakan pilihan obat untuk penderita infesi cacing tambang.19 Salah satu pencegahan terhadap infeksi A. duodenale dapat dilakukan dengan menggunakan alas kaki jika keluar rumah. Hal lain yang penting adalah mencuci tangan sebelum makan, dan meniadakan tanah berlumpur.1
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
d. Giardia lamblia Giardia lamblia merupakan organisme yang berflagella dan memiliki bentuk seperti tetes air. G. lamblia memiliki dua bentuk yaitu tropozoit dan kista. Tropozoit memiliki ukuran panjang 9-21 µm dan lebar 5-15 µm. Kistanya berbentuk oval berukuran 8-12 mikron dengan dinding tipis dan kuat.7 Bentuk kista merupakan bentuk yang paling berperan dalam penularan giardiasis. Di feses dapat ditemukan bentuk kista maupun tropozoit. Infeksi dimulai ketika kista masuk ke dalam tubuh melalui air, makanan, atau tangan yang terkontaminasi. Kemudian setiap kista akan melepaskan dua tropozoit di dalam usus halus. Proses ini bernama eksistasi. Tropozoit kemudian akan memperbanyak diri dengan pembelahan biner secara longitudinal dan mulai melekat pada mukosa epitel usus. Ketika mencapai kolon, tropozoit akan mengalami enkistasi.20 G. lamblia banyak ditemukan di negara berkembang yaitu mencapai 20-30%. Prevalensi tinggi ditemukan pada anak usia pra sekolah dan anak yang mengalami gangguan gizi.3,15 Kekuatan isapan pada ventral disk tropozoit akan merusak mikrovili sehingga absorbsi makanan dapat terganggu. Kelainan pada usus halus juga dapat menyebabkan gejala seperti penurunan berat badan, kelelahan, kembung dan feses yang berbau busuk.7,21 Ditemukannya tropozoit dalam tinja encer dan cairan duodenum serta bentuk kista dalam tinja padat merupakan syarat diagnosis G. lamblia. Obat yang digunakan dalam giardiasis adalah metronidazole, tinidazole, atau nitazoxanide.22 Pencegahan terhadap giardiasis dilakukan dengan selalu cuci tangan dengan menggunakan sabun, berhati-hati dalam mengonsumsi air dan mencuci bahan-bahan makanan mentah.20 e. Blastocystis hominis B. hominis memiliki empat bentuk yaitu vakuolar, granular, amoeboit dan kista. Bentuk vakuolar merupakan yang paling umum yaitu berbentuk bulat ataupun tidak beraturan dengan diameter antara 1-200 µm dan diameter vakuolanya sekitar 4-15 µm.7,15 Pada feses manusia, bentuk kista sering ditemukan. Dinding tebalnya digunakan dalam transmisi secara eksternal sampai akhirnya masuk ke dalam tubuh host melalui mulut melalui makanan atau minuman kemudian menuju sel epitel saluran pencernaan dan berkembang biak. Bentuk vakuolar berkembang menjadi multivakuolar dan amoeboid. Bentuk multivakuolar lalu berkembang menjadi pre-kista berdinding tipis, sedangkan bentuk amoeboid menghasilkan pre-kista berdinding tebal yang dapat diekskresikan lewat feses.23 Penelitian terbaru menunjukkan prevalensi Blastocystis hominis di dalam feses sebesar 30-50% di negara tropis berkembang dan 1,5-10% di negara maju. B. hominis dapat ditemukan pada feses orang yang simtomatik
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
maupun sehat.7,15 Beberapa peneliti menyatakan bahwa B. hominis merupakan flora normal yang menjadi patogen karena kondisi gizi buruk, immunosupresi atau infeksi bersamaan. Selain itu ada yang menyatakan bahwa B. hominis merupakan patogen. Gejala infeksi B. hominis pada gastrointestinal umumnya non spesifik seperti diare, nyeri perut, demam, dan mual.7,23,24 Penggunaan trikroma dalam pemeriksaan sampai saat ini masih umum dan dapat menunjukkan morfologi yang lebih jelas. Pengobatan yang dapat dilakukan adalah pemberian metronidazole atau trimethoprim/sulfamethoxazole (kotrimoksazol). Pencegahan yang dapat dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan tentang hygiene.7,15,25 f. Entamoeba histolytica E. histolytica dalam feses ditemukan dalam dua stadium yaitu topozoit dan kista. Tropozoit terbagi menjadi bentuk histolitika dan minuta. Bentuk minuta merupakan bentuk yang utama dalam siklus parasit ini, berukuran 10-20 mikron serta bagian endoplasmanya tidak terdapat sel darah merah namun mengandung bakteri dan sisa makanan.26,27 Kista dan tropozoit dikeluarkan lewat feses. Kista yang telah dewasa masuk lewat saluran pencernaan melalui makanan, minuman ataupun tangan kemudian terjadi eksistasi melepas tropozoit dan menuju usus besar. Tropozoit membelah diri dan menghasilkan kista sampai keduanya dikeluarkan lewat feses. Kista memiliki dinding yang digunakan sebagai proteksi terhadap lingkungan eksternal. Sedangkan tropozoit lebih mudah hancur karena dunia luar.28 Prevalensi E. histolytica hampir ditemukan di seluruh negara-negara berkembang terutama daerah endemik. Survey epidemiologi menunjukkan bahwa sekitar 90% penderita amebiasis adalah asimtomatik dan menjadi sumber infeksi terpenting.27,28 Bentuk histolitika yang sedang berkembang biak dapat merusak jaringan yang ada diinfeksinya. Mekanismenya dengan mengeluarkan enzim sistein proteinase dan menghancurkan histolisin. Amebiasis intestinal dapat menimbulkan gejala seperti diare dengan tinja yang berlendir atau disertai darah, tenesmus anus (nyeri ketika buang air besar), serta perasaan tidak nyaman di perut.
26,29,30
Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya troposoit atau kista di sediaan feses.31 Terapi untuk gejala asimtomatik dapat digunakan iodoquinol atau metronidazole. Pencegahan terhadap Entamoeba histolytica dapat dilakukan dengan menjaga sanitasi lingkungan karena parasit ini dapat mengontaminasi air dan makanan.32,33
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
g. Pekerjaan dan Kesehatan Lingkungan Kerja Pekerjaan adalah rangkaian tugas yang dikerjakan oleh satu orang atas imbalan diberikannya gaji berdasarkan tingkat kesulitan dan klasifikasi tertentu.34 Lingkungan kerja merupakan faktor penting seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Seseorang yang sedang bekerja akan berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungan kerjanya. Maka, tempat kerja yang sehat dan produktif harus didukung oleh lingkungan kerja yang memenuhi syarat kesehatan. Dalam hal infeksi parasit, maka lingkungan kerja yang baik tentunya tidak terdapat parasit.35,36 h. Hubungan Infeksi Parasit Usus dengan Jenis Pekerjaan Lingkungan, perilaku, keturunan dan pelayanan kesehatan merupakan faktor yang mempengaruhi kesehatan individu. Faktor yang berperan besar dalam hubungan infeksi parasit usus dengan jenis pekerjaan adalah lingkungan dan perilaku. TPA (Tempat Pembuangan Akhir) sampah merupakan tempat akhir yang digunakan dalam penampungan atau pembuangan sampah berbagai material sampah yang berasal dari rumah tangga atau institusi, sehingga menjadi tempat hidup yang subur berbagai mikroorganisme penyebab penyakit dan binatang pemindah atau penyebar penyakit (vektor). Berdasarkan kesehatan lingkungan kerja, tempat tersebut tidak menciptakan lingkungan yang optimum dan positif terhadap kesehatan Sampah berhubungan dengan kesehatan masyarakat karena pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadi tempat hidup yang baik dan subur bagi berbagai mikroorganisme dan vektor penyakit sehingga menyebabkan penyakit, salah satunya infeksi parasit usus. Penyakit tersebut dapat mengenai anak-anak yang menjadi pemulung di TPA sampah ditambah dengan kondisi anak-anak yang sedang tumbuh kembang.9 Metode Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai dengan Juni 2014. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional dengan subjek penelitian anak-anak di Desa Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Bekasi. Sejumlah 74 anak usia sekolah dikumpulkan untuk dimintakan persetujuan mengikuti penelitian. Kemudian anak-anak tersebut dibagikan kuisioner untuk diisi pada saat itu juga. Setelah semua kuisioner terkumpul, anak-anak diberi penyuluhan dan edukasi mengenai infeksi parasit usus. Selain itu juga dijelaskan mengenai cara mengambil feses di pot khusus yang dibagikan.
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
Feses dibawa ke Departemen Parasitologi FKUI untuk diidentifikasi. Identifikasi telur cacing menggunakan teknik Kato Katz yaitu dengan menyaring feses yang diletakkan di atas kertas minyak menggunakan kawat kasa. Kemudian feses hasil saringan dicetak di karton yang dilubangi dan diratakan dengan pita selopan. Setelah ditutup dengan kaca penutup, sediaan siap untuk dihitung jumlah telur cacing masing-masing spesies. Untuk identifikasi protozoa, digunakan larutan lugol/eosin yang diteteskan di atas kaca objek. Kemudian feses diambil menggunakan ujung lidi dan dicampur dengan lugol/eosin. Setelah ditutup dengan kaca penutup, sediaan siap untuk dilihat di bawah mikroskop. Anak yang terinfeksi cacing, protozoa atau keduanya diberikan pengobatan yang sesuai. Kemudian data diolah dengan program SPSS for Windows versi 17.0 dengan uji chi square dan Fischer’s exact. Hasil Penelitian Data yang dianalisis berjumlah 74 responden, diambil dari anak-anak yang tinggal di RW 01 dan 03, Ciketing, Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantar Gebang, Bekasi. Tabel 1. Sebaran Usia dan Jenis Kelamin Anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi Variabel Usia
Jenis Kelamin
Kategori 6-8 tahun 9-11 tahun 12-14 tahun Laki-laki Perempuan
Jumlah 41 24 9 33 41
Persentase (%) 55,4 32,4 12,2 44,6 55,4
Pada Tabel 1, tampak bahwa kelompok usia 6-8 tahun menempati urutan pertama (55,4%), diikuti dengan kelompok usia 9-11 tahun (32,4%) dan 12-14 tahun (12,2%). Berdasarkan jenis kelamin, responden perempuan lebih banyak (55,4%) daripada laki-laki (44,6%). Tabel 2. Sebaran Jenis Pekerjaan pada Anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi Jenis Pekerjaan Pemulung Bukan pemulung
Jumlah 53 21
Persentase (%) 71,6 28,4
Pada Tabel 2 berdasarkan jenis pekerjaan, responden lebih banyak bekerja sebagai pemulung (71,6%) daripada yang bekerja sebagai bukan pemulung (28,4%).
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
Tabel 3. Sebaran Infeksi Parasit Usus pada Anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi Infeksi Tidak terinfeksi Terinfeksi
Jumlah 12 62
Persentase (%) 16,2 83,7
Pada Tabel 3 tampak bahwa angka infeksi parasit usus pada anak-anak di TPA Bantar Gebang Bekasi mencapai 83,7%.
Tabel 4. Prevalensi Spesies Parasit Penyebab Infeksi Usus pada Anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi Jenis Parasit Ascaris lumbricoides - Terinfeksi - Tidak terinfeksi Trichuris trichiura - Terinfeksi - Tidak terinfeksi Ancylostoma duodenale - Terinfeksi - Tidak terinfeksi Giardia lamblia - Terinfeksi - Tidak terinfeksi Entamoeba histolytica - Terinfeksi - Tidak terinfeksi Blastocystis hominis - Terinfeksi - Tidak terinfeksi
Jumlah
Persentase (%)
4 70
5,4 94,6
22 52
29,7 70,3
0 74
0 100
25 49
33,8 66,2
1 73
1,4 98,6
45 29
60,8 39,2
Pada Tabel 4 tampak bahwa infeksi Blastocystis hominis merupakan infeksi tertinggi (60,8%), kemudian diikuti oleh infeksi Giardia lamblia menempati urutan kedua (33,8%), infeksi Trichuris trichiura menempati urutan ketiga (29,7%), infeksi Ascaris lumbricoides (5,4%) menempati urutan keempat, infeksi Entamoeba histolytica (1,4%) menempati urutan kelima dan infeksi Ancylostoma duodenale merupakan infeksi terendah (0%).
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
Tabel 5. Prevalensi Jenis Infeksi Parasit Usus pada Anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi Kelompok Infeksi Parasit Usus Cacing - Tidak terinfeksi - Infeksi tunggal - Infeksi campuran Protozoa - Tidak terinfeksi - Infeksi tunggal - Infeksi campuran Cacing dan protozoa - Tidak terinfeksi - Infeksi tunggal cacing atau protozoa - Infeksi campuran cacing atau protozoa - Infeksi campuran cacing dan protozoa
Jumlah
Persentase (%)
50 22 2
67,6 29,7 2,7
21 35 18
28,4 47,3 24,3
12 32 15 15
16,2 43,2 20,3 20,3
Tabel 5 menunjukkan bahwa pada kelompok infeksi cacing, 67,6% responden tidak mengalami infeksi cacing, sementara 29,7% dan 2,7% masing-masing mengalami infeksi tunggal dan campuran. Pada infeksi protozoa, 47,3% responden mengalami infeksi tunggal, sementara 28,4% dan 24,3% masing-masing tidak mengalami infeksi dan mengalami infeksi campuran. Pada infeksi cacing dan protozoa, 43,2% responden hanya mengalami infeksi tunggal cacing atau protozoa. Sedangkan responden yang mengalami infeksi campuran cacing dan protozoa serta infeksi campuran salah satunya masing-masing sebanyak 20,3%. Responden yang tidak mengalami infeksi cacing maupun protozoa sebanyak 16,2%. Tabel 6. Hubungan Infeksi Parasit Usus dengan Jenis Pekerjaan pada Anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi Variabel
Kategori
Infeksi Parasit Usus Terinfeksi
Jenis Pekerjaan
Pemulung Bukan Pemulung
45 (84,9%) 17 (81,0%)
Tidak Terinfeksi 8 (15,1%) 4 (19,0%)
Total
P
Uji
53 (100%) 21 (100%)
0,460
Fisher’s Exact
Dapat disimpulkan pada Tabel 6 bahwa jenis pekerjaan tidak memiliki hubungan dengan infeksi parasit usus (p > 0,05). Diskusi Pekerjaan merupakan rangkaian tugas yang dikerjakan oleh satu orang atas imbalan diberikannya upah berdasarkan tingkat kesulitan dan klasifikasi tertentu. Dalam bekerja, seseorang akan berinteraksi dengan lingkungan kerjanya sehingga kesehatan dan tingkat produktivitas seseorang akan dipengaruhi oleh lingkungan kerjanya. Pekerjaan yang
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
dilakukan di TPA sampah, berdasarkan aspek kesehatan lingkungan kerjanya, tidak menciptakan lingkungan yang baik untuk kesehatan karena terdapat paparan sumber penyakit berupa mikroorganisme dan vektornya. Penyakit tersebut adalah infeksi parasit usus dimana anak-anak yang bekerja di TPA sampah lebih rentan mengalami infeksi karena kondisinya yang sedang tumbuh kembang. Selain itu minimnya penggunaan alat pelindung diri dan kurangnya kebersihan diri juga memungkinkan terinfeksi parasit yang ditularkan dari lingkungan sampah tersebut. Besar sampel penelitian minimal untuk masing-masing kategori jenis pekerjaan adalah 49. Namun, hasil menunjukkan anak-anak yang bekerja sebagai pemulung berjumlah 53 dan bukan pemulung berjumlah 21 sehingga proporsi bukan pemulung tidak memenuhi besar sampel penelitian minimal. Hal ini terjadi karena subyek yang datang pada saat peneliti mengambil sampel sebagian besar berusia balita dikarenakan pada waktu itu anak-anak dengan usia sekolah (6-15 tahun) mengikuti kegiatan belajar di sekolahnya. Hasil penelitian menunjukkan angka infeksi parasit usus pada anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi mencapai 83,7%. Penelitian lain juga memiliki hasil yang serupa dimana infeksi cacing di TPA Namo Bintang, Deli Serdang pada tahun 2002 tinggi yaitu 93,8%.44 Angka infeksi yang tinggi disebabkan oleh kondisi di TPA Bantar Gebang dan sekitarnya yang menjadi lingkungan optimum untuk perkembangan dan transmisi parasit. Tumpukan sampah yang menggunung dan tersebar di beberapa tempat merupakan pemandangan yang ditemui di TPA Bantar Gebang, Bekasi. Di sekitar tumpukan-tumpukan sampah tersebut berdiri pemukiman penduduk yang jaraknya dekat. Bahkan ada beberapa pemukiman yang berdiri tepat di atas tumpukan sampah tersebut. Kondisi warga juga turut mendukung peningkatan risiko infeksi seperti pola kebersihan dan sanitasi yang buruk misalnya buang air besar tidak di toilet namun di got, sungai atau pekarangan rumah. Semua hal itu menyebabkan pencemaran lingkungan oleh tinja yang mengandung telur cacing ataupun kista protozoa. Dari lingkungan yang tercemar itulah transmisi dapat dengan mudah terjadi melalui tanah, air, makanan, minuman, atau kontak langsung. Vektor serangga juga berperan seperti lalat yang banyak ditemui di tumpukan sampah. Mereka membawa telur cacing atau kista protozoa sehingga memudahkan transmisi. Hal tersebut didukung oleh perilaku sebagian besar anak-anak di sana yang cenderung meningkatkan risiko transmisi seperti tidak mencuci tangan sebelum makan, bekerja membantu orang tuanya sebagai pemulung sampah, dan
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
bermain di tanah. Selain itu, anak-anak juga memiliki imunitas yang rendah sehingga mudah terkena infeksi parasit usus. Berdasarkan hasil penelitian, infeksi Blastocystis hominis merupakan infeksi tertinggi (60,8%). Hal ini sesuai dengan penelitian di Jatinegara, Jakarta pada tahun 2009 bahwa 48% balita terinfeksi Blastocystis hominis dibandingkan dengan infeksi parasit lain yang hanya 7%.7 Blastocystis hominis dapat ditemukan pada feses orang yang simtomatik maupun sehat. Sifat protozoa ini masih menjadi kontroversi karena beberapa penelitian menyebutkan B. hominis sebenarnya merupakan flora normal yang dapat menjadi patogen apabila terdapat kondisi gizi buruk, imunosupresi atau infeksi bersamaan. Namun, ada yang menyatakan bahwa B. hominis merupakan patogen. Dilihat dari epidemiologinya, prevalensi B. hominis di feses sebesar 30-50% di negara tropis berkembang.7,15 Infeksi protozoa Giardia lamblia dan Entamoeba histolytica (33,8% dan 1,4%) kemungkinan berhubungan dengan adanya transmisi melalui air ketika minum, memasak, mencuci atau mandi karena sumber air di TPA Bantar Gebang, Bekasi tercemar oleh kista Giardia lamblia dan Entamoeba histolytica. Sementara, infeksi cacing Trichuris trichiura dan Ascaris lumbricoides (29,7% dan 5,4%) kemungkinan berhubungan dengan kondisi lahan di TPA Bantar Gebang dan pemukiman di sekitarnya yang berupa tanah karena tanah cocok untuk perkembangan telur cacing menjadi bentuk infektif. Perilaku sebagian besar anak-anak di sana yang suka bermain di sekitar tanah dan lantai kotor, bermain di sekitar sampah, suka menggigit kuku dan ditambah dengan tidak mencuci tangan sebelum makan juga meningkatkan risiko tertelannya telur cacing tersebut. Dari kelompok infeksi parasit usus yang diteliti, lebih dari setengah anak-anak tidak mengalami infeksi cacing. Hal ini disebabkan oleh sudah banyak anak-anak yang memiliki kebiasaan buang air besar di WC dan memiliki lantai rumah berupa ubin/semen sehingga dapat memutus rantai penularan telur cacing. Meskipun demikian, masih ada yang memiliki kebiasaan buang air besar di got, sungai atau pekarangan rumah, memiliki lantai rumah berupa tanah dan memiliki pola sanitasi yang buruk sehingga infeksi cacing tunggal atau campuran masih terjadi. Untuk kelompok infeksi protozoa usus, sebagian besar anak-anak mengalami infeksi tunggal karena dari media transmisinya seperti air, makanan atau minuman memungkinkan hanya satu spesies untuk berkembang di media transmisi tersebut meskipun infeksi campuran juga
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
masih terjadi. Penggunaan sumber air yang tercemar tinja menjadi salah satu penyebab infeksi protozoa usus. Air tercemar tersebut ada yang tidak dimasak terlebih dahulu dan langsung digunakan untuk minum atau mencuci sayur, buah dan bahan makanan lainnya sehingga kista protozoa masih hidup dan dengan mudah tertelan. Apalagi anak-anak di sana banyak yang mengonsumsi sayur mentah. Secara umum, telur cacing ditransmisikan melalui tanah karena tanah merupakan lingkungan yang cocok untuk perkembangan telur. Selain tanah, transmisi juga melalui tertelan langsung. Sementara, transmisi kista protozoa melalui seperti sumber air minum atau secara langsung tertelan. Penyebab adanya infeksi campur cacing dan protozoa pada anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi adalah kondisi lingkungan yang mendukung dan perilaku anak-anaknya. Lingkungan di kawasan TPA Bantar Gebang, Bekasi menunjang transmisi cacing dan protozoa usus karena di sana ditemukan tumpukan sampah, jarak pemukiman dengan tumpukan sampah yang sangat dekat, sumber air yang tercemar, fasilitas WC yang kurang memadahi, dan lahan di sana yang sebagian besar masih berupa tanah. Selain lingkungan, perilaku anak-anak juga berpengaruh seperti pola hidup bersih dan sehat yang kurang tercermin pada masih banyak anak yang tidak mencuci tangan sebelum makan, suka bermain di tanah dan lantai yang kotor, suka mengkonsumsi sayuran mentah dan tidak menggunakan alat pelindung diri ketika memulung. Faktor-faktor tersebut mempermudah transmisi parasit sehingga kista protozoa dan telur cacing dapat tertelan. Pekerjaan tertentu memiliki faktor risiko tinggi terhadap infeksi parasit usus. Hal tersebut tidak terlepas dari kesehatan lingkungan tempat bekerja dimana keterpaparan terhadap sumber infeksi juga berpengaruh. Uji fisher menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara infeksi parasit usus dengan jenis pekerjaan pada anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi (p = 0,460). Hal ini kemungkinan disebabkan banyak faktor yang berhubungan dengan infeksi parasit usus pada anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi seperti tempat buang air besar, jarak tempat tinggal dengan timbunan sampah, tingkat pendidikan, sumber air minum, jenis kelamin dan usia sehingga infeksi parasit usus tidak mutlak berhubungan dengan jenis pekerjaan saja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara proporsi anak yang bekerja sebagai pemulung lebih banyak terinfeksi parasit usus daripada yang tidak terinfeksi. Hal tersebut bermula dari faktor kemiskinan dalam keluarga yang menyebabkan anak-anak di sekitar TPA Bantar Gebang, Bekasi memilih untuk bekerja membantu orang tuanya. Mereka sebagian besar
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
bekerja sebagai pemulung karena lingkungan sekitar tempat tinggal mereka, yang berupa sampah, dapat dijadikan sumber mata pencaharian. Pekerjaan pemulung merupakan pekerjaan yang berkontak langsung dengan sampah karena kegiatannya berupa memungut sampah. Berdasarkan aspek kesehatan dalam lingkungan kerja, memulung tidak menciptakan lingkungan optimum untuk bekerja karena bersinggungan dengan sampah yang menjadi sumber penyakit. Apalagi sampah yang ada di TPA tidak diolah dengan baik sehingga menjadi habitat bagi berbagai mikroorganisme dan vektor penyakit. Hal tersebut menyebabkan insiden penyakit tertentu dapat meningkat, salah satunya adalah infeksi parasit usus. Ditambah dengan kondisi anak-anak yang sedang mengalami tumbuh kembang membuat mereka lebih rentan terkena penyakit yang didapat dari TPA sampah tempat mereka berkerja setiap hari. Selain itu, dari pengamatan di lapangan sebagian besar anak-anak yang bekerja sebagai pemulung tidak menggunakan alat pelindung diri seperti sarung tangan, sepatu boot, dan masker ketika bekerja. Hal ini menyebabkan risiko tertular infeksi parasit usus menjadi tinggi. Dengan demikian infeksi parasit usus dapat dikategorikan sebagai penyakit akibat kerja karena penyakit tersebut timbul akibat hubungan kerja atau yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja.9 Untuk mencegah penyakit akibat kerja di lingkungan sampah seperti infeksi parasit usus, diperlukan beberapa upaya. Pertama, mengurangi kontak dengan sumber infeksi (sampah). Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan pola hidup bersih sehat dan menggunakan alat pelindung diri dalam bekerja. Kedua, pemerintah juga harus bertindak tegas dengan membatasi usia kerja. Seperti yang tercantum dalam Konvensi ILO No. 138 Mengenai Usia Minimun Untuk Diperbolehkan Bekerja), UU No. 20 Tahun 1999, LN No. 56 Tahun 1999, TLN No. 3835, usia minimal anak untuk bekerja yaitu 15 tahun.37 Kesimpulan Sebaran jenis kelamin responden pada anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi paling banyak adalah perempuan (55,4%). Berdasarkan kelompok usia, responden paling banyak berusia 6-8 tahun (55,4%). Anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi sebagian besar bekerja sebagai pemulung (71,6%). Sebagian besar responden mengalami infeksi parasit usus dimana jenis infeksi yang paling tinggi adalah infeksi tunggal cacing atau protozoa (43,2%), serta infeksi parasit usus tertinggi adalah Blastocystis hominis (60,8%). Tidak ada hubungan antara infeksi parasit usus dengan jenis pekerjaan pada anak-anak di TPA Bantar Gebang, Bekasi (p > 0,05).
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
Saran Upaya yang diperlukan untuk mencegah penyakit yang berhubungan dengan kerja yaitu dengan memberikan penyuluhan, melaksanakan pemeriksaan rutin, menggunakan alat pelindung diri dan tindakan pelarangan bagi anak-anak di bawah 14 tahun untuk bekerja.
Daftar Referensi 1. Sumanto D. Faktor Risiko Infeksi Cacing Tambang Pada Anak Sekolah. [Tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2010. 2. Bank Dunia. Rosso JM, Arlianti R. Investasi untuk Kesehatan dan Gizi Sekolah di Indonesia. Jakarta: Oktober; 2009. 3. Herbowo, Firmansyah A. Diare Akibat Infeksi Parasit. Seri Pediatri. 2003; 4(4): 198-203. 4. Rochars MB, Direny AN, Roberts JM, Addiss DG, Radday J, Beach MJ, et al. Community-wide reduction in prevalence and intensity of intestinal helminthes as a collateral benefit of lymphatic filariasis elimination programs. Am.J.Trop.Med.Hyg. 2004; 71(4): 466-70. 5. Puspita A. Prevalensi cacing ascaris lumbricoides, cacing tambang, dan trichuris trichiura setelah lima tahun program eliminasi filariasis di desa Mainang, Alor, Nusa Tenggara Timur. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2009. 6. Sasongko A, Irawan H, Tatang R, et al. Intestinal parasitic infection in primary school children in Pulau Panggang and Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Makara kesehatan. 2002; 6(1): 8-11. 7. Maulanisa SC. Infeksi campur Blastocystis hominis dan Giardia lamblia pada balita di Kecamatan Jatinegara: kaitannya dengan kejadian diare. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2009. 8. Ruryatesa G. Angka kejadian diare pada anak balita akibat infeksi protozoa usus di kelurahan pondok ranji tahun 2009. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah; 2009. 9. Siregar MA. Analisa Perilaku Pemulung Anak Terhadap Infestasi Cacing dan Peran Instansi Lintas Sektoral Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Desa Namo Bintang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2002. [thesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2008. 10. Syamsu Y. Ascariasis, Respons IgE dan Upaya Penanggulangannya. [thesis]. Surabaya: Universitas Airlangga; 2009.
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
11. Natadisastra, Agoes R. Parasitologi Kedokteran, Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC; 2009. 12. Laboratory Identification of Parasites of Public Health Concern. Ascariasis [internet]. 2009
[diakses
2
Mei
2012].
Diunduh
dari:
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Ascariasis.htm 13. Hadidjaja P, Margono SS. Dasar Parasitologi Klinik. Edisi 1. Jakarta: FKUI; 2011. 14. Sutanto I, Ismid S, Sjarifuddin KP, Sungkar S. Parasitologi Kedokteran dalam Nematoda. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008. 15. Gillespie S, Pearson RD. Principles and Practice of Clinical Pararasitology. New York: John Wiley & Sons, Ltd; 2001. 16. Laboratory Identification of Parasites of Public Health Concern. Trichuriasis[internet]. 2009
[diakses
3
Mei
2012].
Diunduh
dari:
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Trichuriasis.htm 17. Pohan HT. Penyakit Cacing Yang ditularkan Melalui Tanah. In : Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009. P 2938-42. 18. Laboratory Identification of Parasites of Public Health Concern. Parasites – Hookworm [internet].
2010
[diakses
27
Mei
2012].
Diunduh
dari:
http://dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Hookworm.htm 19. Laboratory Identification of Parasites of Public Health Concern Drugs for Parasitic Infections The Medical Letter. Hookworm infection. [internet] 2010. [diakses 27 Mei 2012].
Diunduh
dari:
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/PDF_Files/MedLetter/Hookworm.pdf 20. Laboratory Identification of Parasites of Public Health Concern. Giardiasis [internet]. 2009
[diakses
2
Mei
2012].
Diunduh
dari:
http://www.cdc.gov/parasites/giardia/biology.html 21. Faubert G. Immune Response to Giardia intestinalis. Clinical Microbiology Reviews. 2000;13:35-54 22. Laboratory Identification of Parasites of Public Health Concern Drugs for Parasitic Infections The Medical Letter. Giardiasis. [internet] 2010. [diakses 3 Mei 2012]. Diunduh dari:http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/PDF_Files/MedLetter/Giardiasis.pdf 23. Centers for Disease Control and Prevention USA. Blastocystis spp. Infection. [internet]. 2012
[diakses
3
Mei
2012].
Diunduh
http://www.cdc.gov/parasites/blastocystis/biology.html
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
dari:
24. Yakoob J, Jafri W, Jafri N, Khan R, Islam M, Zaman V. Irritable bowel syndrome: in search of an etiology: role of Blastocystis hominis. American Journal of Tropical Medicine and Hygiene. 2004; 70 (4): 383-5. 25. Laboratory Identification of Parasites of Public Health Concern Drugs for Parasitic Infections The Medical Letter. Blastocystis hominis infection. [internet] 2010. [diakses 3 Mei
2012].
Diunduh
dari:
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/PDF_Files/MedLetter/Blastocystis_hominisInfectio n.pdf 26. Aulia I. Peningkatan Sensitivitas Pemeriksaan Mikroskopik Entamoeba histolytica dengan Metode Konsentrasi.[skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2009. 27. Tanyuksel, Mehmer and Petri, William A. Jr. Laboratory diagnosis of amebiasis. Clin Micro Rev. 2003; 16: 713-29. 28. Centers for Disease Control and Prevention USA. Amebiasis (also known Entamoeba hystolitica Infection) [internet]. 2010 [diakses 3 Mei 2012]. Diunduh dari: http://www.cdc.gov/parasites/amebiasis/biology.html 29. Stanley, Samuel L, Jr. Amoebiasis. Proquest Med Lib. 2003; 361: 1025-134. 30. Katz DE. Taylor DN. Parasitic infections of the gastrointestinal tract. Gastroenterol Clin North Am. 2001;30:797-815. 31. Savitri AI. Hasil pemeriksaan mikroskopik Entamoeba histolytica dengan pengambilan spesimen tinja tunggal dibandingkan dengan pengambilan spesimen tinja berulang. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2009. 32. Laboratory Identification of Parasites of Public Health Concern Drugs for Parasitic Infections The Medical Letter. Amebiasis (Entamoeba histolytica). [internet] 2010. [diakses
3
Mei
2012].
Diunduh
dari:
http://www.dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/PDF_Files/MedLetter/Amebiasis.pdf 33. The Korean Society for Parasitology. Entamoeba histolytica [internet]. 2003 [diakses 3 Mei
2012].
Diunduh
dari:
http://atlas.or.kr/atlas/alphabet_view.php?my_codeName=Entamoeba%20histolytica 34. Badan Pusat Statistik. Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia. Jakarta: Nario Sari; 2002. 35. Suri S. Pengaruh Penyuluhan Flu Burung Terhadap Peningkatan Pengetahuan Sikap dan Praktik Pencegahan Flu Burung pada Siswa SDN 1 Cisalak Kecamatan Sukmajaya Kota Depok Tahun 2009. [Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2009.
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014
36. Erlinawati, Depary AA, Lubis HS, Chahaya SI. Analisa Infeksi Nematoda Usus pada Pekerja Pabrik Batu Bata di Desa Doy Kecamatan Ule Kareng Banda Aceh. [thesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2011. 37. Undang-Undang Tentang Pengesahan ILO Convention No. 138 Concerning Minimum Age For Admission In Employment (Konvensi ILO No. 138 Mengenai Usia Minimun Untuk Diperbolehkan Bekerja), UU No. 20 Tahun 1999, LN No. 56 Tahun 1999, TLN No. 3835.
Angka infeksi parasit usus dan ..., Muhammad Khoirul Huda, FK UI, 2014