MENGEMBANGKAN KEPEDULIAN AKAN PENTINGNYA PENDIDIKAN UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PEMULUNG DI TPA BANTAR GEBANG Didi Mulyadi STIE PERTIWI BEKASI Jln. Ir. H. Juanda No. 133 Bekasi, Telp. 880,2649 Email :
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana masyarakat Bantar Gebang khususnya mereka yang tinggal di Tempat Pembuangan Akhir Sampah memeiliki kepedualian akan pentingnya pendidikan sebagai salah satu cara dalam meningkatkan kehidupan keluarga mereka. Penelitian ini menggunakan metode penelitian qualitatif dengan metode studi kasus. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Hasil penelitian ditemukan bahwa kebanyakan orang tua disana yaitu 72% masih menyuruh anak – anak mereka untuk bekerja sebagai pengumpul sampah dan mencari uang untuk kehidupan keluarga mereka setelah mereka pulang sekolah. Sementara 19% lainnya mengatakan bahwa mereka membiarkan anak – anak mereka bersekolah tanpa harus dibebani dengan pekerjaan memulung dan sebesar 9% bahkan menyuruh mereka bekerja sebagai pemulung dan tidak menyuruh merke untuk bersekolah. Penelitian ini juga menemukan bahwa kepedulian orang tua dalam menyekolahkan anaknya sudah semakin tinggi dan sepertinya disebabkan oleh keberhasilan pemerinta dalam mencanangkan wajib belajar 12 tahun. Dan kecenderungan ini merupakan hal yang sangat positif terhadap perkembangan kesejahteraan untuk para pemulung yang tinggal di Tempat Pembuangan Akhir Sampah tersebut. Key Words : development, welfare, school, awareness
472
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
1. PENDAHULUAN Bantar Gebang adalah sebuah kecamatan di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kecamatan ini terbagi menjadi 4 kelurahan yang meliputi :
Kelurahan Bantargebang : luas 406,244 Ha Kelurahan Cikiwul : luas 525,351 Ha Kelurahan Ciketing Udik : luas 568,955 Ha Kelurahan Sumur Batu : luas 343,340 Ha1
Visi dari kecamatan ini adalah Unggul dalam bidang agribisnis, industri, dan pengolahan limbah yang bernuansa ikhsan. Sumber mata pencaharian masyarakat Bantar Gebang terdiri dari bidang pertanian, peternakan, perikanan, perkebunan, dan termasuk perdagangan.[2] Mayoritas masyarakat Bantar Gebang berprofesi sebagai buruh, kecuali di kelurahan Sumur Batu yang didominasi oleh petani karena banyaknya sawah. Di kecamatan ini terdapat tempat penampungan sampah akhir yang menjadi tempat utama pembuangan sekitar 6.500 ton sampah per hari dari seluruh wilayah Jakarta. Dan dengan banyaknya sampah yang etiap hari menumpuk akibatnya menimbulkan kesempatan mencari penghasilan. Namun sayangnya tidak hanya orang tua yang melakukannya tetapi juga anak – anak mereka juga turut serta. Yayasan Tunas Mulia mencatat, jumlah anak pemulung
di TPA tersebut dari berbagai umur lebih dari 2000 anak. Mereka tinggal bersama orang tua di bedeng-bedeng, tempat yang tidak layak untuk pertumbuhan dan perkembangan fisik serta jiwa mereka. ( Kompas.com, 29 September 2016 ) Kehidupan masyarakat yang tinggal di Tempat Pembuangan Akhir ( TPA Bantar Gebang Bekasi, walaupuan tidak terlalu buruk tetapi juga tidak bisa dikatakan baik. Pekerjaan mereka yang selalu bergulat dengan sampah – sampah dari berbagai pelosok di Jakarta dan Bekasi tentunya bukan pekerjaan yang diidam - idamkan. Tetapi mereka tidak punya pilihan lain kecuali terus melakukannya demi mencari kehidupan untuk mereka dan keluarganya. Tetapi yang lebih penting dalam penelitian ini adalah melihat pola pikir masyarakat disana tentang pendidikan sebagai cara untuk meningkatkan kehidupan mereka. Pola pikir mereka yang bersifat instan dalam mendidik anaknya dalam mencari nafkah dengan mewajibkan dan mendorong mereka membantu mereka dalam mengumpulkan sampah berdampak pula pada pola pikir anak – anak mereka yang melihat pendidikan atau bersekolah tidak memberikan manfaat secara ekonomi karena mereka bisa mendapatkan uang dengan memungut sampat. Pola pikir seperti ini dalam jangka panjang akan membahayakan anak – anak mereka yang akhirnya menciptakan generasi yang miskin (structural poverty ) Penelitian ini bertujuan untuk melihat “bagaimana masayarakat Bantar Gebang khususnya mereka yang tinggal di Tempat Pembuangan Akhir ( TPA ) merubah pola pikir mereka dalam memandang pentingnya pendidikan dalam mengatasi kesejahteraan kehidupan keluarga dalam jangka panjang.” Adapun tujuan penelitian ini adalah “untuk mengetahui pola pikir dan kepedulian masyarakat Bantar Gebang, khususnya mereka yang tinggal di Tempat Pembuangan Akhir ( TPA ) mengenai manfaat pendidikan terhadap kesejahteraan mereka dan anak – anak mereka dalam jangka panjang.” a. KEMISKINAN
1
Kecamatan Bantargebang, 5/10/2011. Bagian Telematika Sekretariat Daerah Kota Bekasi
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
473
Kemiskinan menurut United Nations ( 2016 ) adalah tidak hanya kurangnya pendapatan dan sumber daya untuk menjamin kehidupan yang berkelanjutan tetapi juga didalamnya ada kelaparan dan kekurangan gizi, terbatasnya akses terhadap pendidikan dan pelayanan dasar lainnya, diskriminasi sosial dan dikeluarkannya atau tidak dilibatkannya dalam partisipasi pembuatan keputusan. Dalam hal masyarakat TPA Bantar Gebang, kemiskinan yang mereka rasakan adalah kemiskinan persis seperti yang di canangkan oleh United Nations. Mereka miskin secara pendapatan, kekurangan gizi dan terbatasnya akses terhadap pendidikan khususnya untuk anak – anak mereka dalam menyongsong masa depan yang lebih baik. Standar United Nations yang menentukan bahwa yang dinamakan miskin adalah apabila mereka hanya memiliki atau membelanjakan sebesar $1,25 perhari perorang dalam memenuhi kebutuhannya dan dinaikan $1,90 per orang per hari pada tahun 2015 lalu. Kemiskinan menurut beberapa ahli dibedakan menjadi dua yaitu bahwa kemiskinan adalah individu ( poverty is individual ) dan yang kedua kemiskinan adalah struktural ( poverty is structural ). Dalam pandangannya Paul Ryan ( 2015 ) bahwa kemiskinan adalah suatu fenomena individu. Dalam pandangannya dia berpendapat bahwa kemiskinan disebabkan karena individu – individu tersebut malas, tidak berpendidikan, tidak peduli dan bahkan rendah diri dalam berperilaku. Jika teori ini benar maka dapat dipastikan bahwa orang – orang yang miskin pada dasarnya adalah orang yang sama. Dan jika benar maka lebih mudah dalam menurunkannya. Dalam kasus para pemulung pada Tempat Pembuanag Akhir Bantar Gebang, secara individu mereka tidak malas karena mereka bekerja penuh seharian bahkan sampai malam. Tetapi memang hampir semua dari mereka tidak memiliki pendidikan yang cukup untuk keluar dari jurang kemiskinan. Yang kedua bahwa poverty is structural, kemiskinan itu sebagai akibat dari fenomena struktur. Pandangan ini berpendapat bahwa orang berada dalam garis kemiskinan karena mereka terjebak dalam lubang dalam sistem ekonomi yang membuatnya tidak memiliki pendapatan yang cukup. Karena kehidupan manusia itu dinamis maka orang tidak akan tinggal diam dalam lubang tersebut selamanya. Mungkinsaja tahun ini mereka dalam garis kemiskinan tetapi karena naik jabatan atau mendapatkan pekerjaan maka tahun besok orang tersebut tidak lagi berada dalam garis kemiskinan. Akhirnya bahwa kemiskinan tersebut tidak terjadi pada orang yang sama selamanya. Teori ini melihat bahwa kemiskinan yang mereka alami dikarenakan tidak berpihaknya sistem ekonomi terhadap kehidupan mereka. Mereka tidak memiliki akses terhadap pendidikan yang memungkinkan mereka keluar dari garis kemiskinan. Dalam kasus para pemulung di Tempat Pembuanag Akhir Bantar Gebang, mereka terbelit kemiskinan karena mereka terjebak perilaku miskin dan pola pikir yang sama dan diturunkan pada anak – anak mereka sehingga kepedulian mereka terhadap pendidikan sangat rendah. Dengan kondisi seperti ini memang jadi sulit diharapkan bahwa kehidupan mereka akan lebih baik khususnya untuk anak – anak mereka. Dalam pandangannya Jack D dan Jack G ( 2000 ) mengatakan bahwa kemiskinan salah satunya dipengaruhi oleh masyarakat atau lingkungan ( societal influence ) dan hal ini pula yang membuat para pemulung, baik itu dari segi cara berfikir ( mind set ) maupun berperilaku ( attitude ) nya sama dengan kebanyakan orang yang tinggal disana yang memang tidak memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan.
b. Kepedulian Kepedulian merupakan suatu kata yang sepertinya sangat menarik untuk dikatakan tetapi sulit untuk dilakukan. Kepedulian tidak hanya meliputi tindakan tetapi juga proses berfikir yang sangat mendalam akan sesuatu hal. Kepedulian merpakan tindakan pencegahan terhadap apa yang akan dan mungkin terjadi. Dalam hal kepedulian masyarakat di TPA Bantar Gebang adalah bagaimana cara berfikir mereka terhadap kehidupan masa mendatang yang lebih baik. Proses perubahan kepedulian ini memang sangat memerlukan proses yang lama sehingga perlu terus ditumbuh kembangkan.
474
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Kepedulian dalam pendidikan bahkan telah dicanangkan oleh United Nations dalam pertemuan umumnya dengan mendeklarasikan rencana Education for Sustainable Development (ESD). Tujuan dari Education for Sustainable Development adalah untuk memberikan kesempatan terhadap penjelasan visi dan menyampaikannya kepada publik bahwa pembangunan yang berkelanjutan itu harus melalui bentuk pendidikan dan memberikan dorongan terhadap pentingnya peran pendidikan terhadap, kepedulian dan pelatihan dan juga pelatihan untuk pembangunan yang berkelanjutan. Pendidikan juga dibanguan untuk keberlanjutan adalah sebagai sebuah praktek belajar tentang bagaimana terbangunnya masyarakat yang bertahan baik secara global maupun lokal. Masayarakat penghuni Tempat Pembuangan Akhir Bantar Gebang ( TPA Bantar Gebang ) adalah satu dari sebagian besar kelas bawah di Indonesia yang memiliki tingkat kepedulian yang rendah terhadap pentingnya pendidikan sehingga kehidupan mereka rentan terhadap kejadian – kejadian di dunia luar. Kalaupun tidak kehidupan mereka tidak akan beranjak dari kehidupan mereka saat ini yaitu kemiskinan dan terbatasnya akses terhadap pelayanan pubik. 2. METODE Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus explanatoris case studi, dengan pendekatan pengamatan berperan. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Desa Sumur Batu, Ketua RW, Ketua RT, Ketua Karang Taruna, orang tua pemulung dan anak – anak pemulung. . Teknik dan prosedur pengumpulan data yang dipergunakan dalam pengumpulan data pada penelitian kualitatif ini adalah observasi, wawancara, studi dokumentasi dan rekaman arsip. Keempat teknik pengumpulan data tersebut dalam penggunaannya dapat saling melengkapi dan menunjang sehingga dapat diperoleh informasi yang diperlukan (Silverman,1994:9). Adapun prosedur analisis data yang digunakan dalam penelitian ini sebagaimana dikemukakan Miles and Huberman, yakni terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi (Miles dan Huberman, 1992;16). Sedangkan pemeriksaan keabsahan data menggunakan empat kriteria yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu derajat kepercayaan ( cerdibility ), keteralihan ((transferability), keteralihan kebergantungan (dependability), dan kepastian (comfirmability) (Moleong, 2006:324-326). 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ditemukan bahwa kebanyakan orang tua masih belum memiliki kepedulian terhadap pentingnya pendidikan untuk masa depan mereka yang berimbas pula pada pola pikir anak – anak mereka yang juga melihat bahwa pendidikan bukan hal yang penting bagi mereka. Anak – anak para pemulung disama tidak memiliki kepedulian akan pentingnya pendidikan untuk masa depan mereka yang lebih baik dalam jangka panjang. Mereka sepertinya menikmati pekerjaan mereka sebagai pemulung dan mendapatkan uang secara mudah dengan mengabaikan masa depan mereka yang lebih baik. Tabel 1 : Prosentase kepedulian orang tua terhadap pendidikan Keterangan Jumlah % Partisipan 50 100% Jumlah partisipan dengan anak usia sekolah 42 84% Menyuruh anak bekerja sebagai pemulung setelah 31 42% pulang sekolah Menyuruh anak fokus sekolah tanpa dibebani 8 19% pekerjaan memulung Menyuruh anak menjadi pemulung dan tidak di 4 9% wajibkan ke sekolah
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
475
Data diatas menggambarkan bagaimana tingkat kepedulian mereka terhadap pendidikan dan ketika digali lebih mendalam diketahui bahwa mereka menyruh sekolah untuk anak – anak mereka bukan dikarenakan kesdaran bahwa pendidikan itu penting tetapi hanya didasarkan pada imbauan pemerintah dan juga banyak lembaga sosial kemasyarakatan. Hal ini terlihat ketika konsep mereka hanya sebatas bersekolah ( schooling ) dan tidak dilengkapi dengan proses mendidik ( educating ) yang dilakukan di keluarga. Hal ini dapat dipahami karena memang tingkat pendidikan mereka yang rendah sehingga kepedulian mereka terhadap manfaat dan pendtingnya pendidikan masih sangat rendah. Ketiak ditanya alasan mereka tentang menyuruh mereka ke sekolah , variasi jawaban juga sangat berbeda. Tabel 2 menjelaskan gambaran tersebut. Tabel 2 : Alasan orang tua menyekolahkan anak – anaknya. Inti Pertanyaan Jumlah Prosentase Biaya sekolah gratis 36 87% Persiapan masa depan anak – anak 4 9% Tidak jelas 2 4% Data diatas memberi gambaran bahwa sebenarnya kesadaran dalam meningkatkan kesejahteraan melalui pendidikan masih sangat rendah yaitu 9% sementara sebagian beasrnya dikarenakan ada kebijakan pemerintah yang menyediakan pendidikan gratis bagi mereka sehingga mereka bisa menyekolahkan anak – anaknya tanpa perlu keluar biaya. Orang tua disana cenderung berfikir pragmatis dengan hanya melihat dari satu sisi yaitu uang yang bisa dihasilkan oleh anak – anak mereka dengan mengesampingkan hak – hak mereka dalam menikmati masa kanak – kanak mereka dengan bersekolah, bermain dan berkreasi. Dari hasil wawancara dengan para orang tua, memang ditemukan hal yang sebenarnya merupakan titik terang dimana mereka juga pada dasarnya memiliki keinginan yang cukup agar anak – anak mereka tidak berprofesi seperti mereka. Dan mereka ingin juga mendapatkan pendampingan, pelatihan dan pencerahan dalam mengembangkan anak – anaknya khususnya dalam bidang pendidikan. Namun disisi yang lain mayoritsa mereka memang lebih banyak yang menginginkan bantuan berupa finansial atau bahan – bahan kebutuhan pokok. Cara berfikir mereka yang pragmatis memang menjadi kendala dan tantangan serius bagi setiap peneliti yang silih berganti datang ke lokasi tersebut. Tabel 3 : Pengembangan Kepedulian yang diharapkan No Keterangan Ya Tidak 1. Pendampingan 77% 23% 2. Pelatihan keterampilan dan penambahan wawasan 45% 55% 3. Pemberdayaan 56% 44% 4. Bantuan finansial 97% 3% Anak – anak disana kehilangan masa kecil mereka yang seharusnya ceria dan tanpa beban dengan kewajiban – kewajiban mereka membantu orang tua. Ketika peneliti melihat bagaimana reaksi mereka terhadap kehidupan mereka dan pandangan mereka terhadap sekolah, kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa pekerjaan memulung adalah kewajiban mereka untuk membantu orang tua mereka dalam mencari uang sementara sekolah adalah merupakan bagian kegiatan sehari – hari. Anak – anak disana berfikir dengan sangat sederhana bahwa apabila mereka ikut mulung maka mereka bisa menghasilkan uang buat mereka juga. Tetapi mereka juga pada akhirnya berfikir praktis dan pragmatis dengan menghabiskan uang yang mereka dapatkan untuk bermain game di warung internet. Secara konsep dan pola pikir, mereka tidak memiliki pandangan yang bagus tentang pendidikan. 4. KESIMPULAN Perubahan pola pikir dalam masyarakat pemulung yang ada di Tempat Pembuangan Akhir Bantar Gebang sebenarnya jauh lebih penting untuk dilakukan disamping bantuan – bantuan yang sifatnya langsung. Tetapi memang hal tersebut harus dilakukan secara bertahap karena yang mereka 476
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
butuhkansaat ini adalah bantuan yang sifatnya langsung. United Nations dalam UN General Assembly on September 21, 2016 telah mengenalkan program supaya semua orang bisa mendapatkan akses terhadap pelayanan publik. Tetapi memang mereka tidak bisa dibiarkan sendirian dalam menyelesaikan masalah tersebut. Keterlibatan pemerintah dan seluruh stake holder yang ada di lingkungan tersebut juga harus saling sinergi dalam mengentaskan kemiskinan dan yang lebih penting lagi perubahan mind set dalam melihat pentingnya pendidikan. Program – program yang juga berkelanjutan perlu dipikirkan dan dilaksanakan dengan menyediakan anggaran khusus dari pemerintah dan kendali pemerintah juga yang harus mengatur seluruh pergerakan setiap organisasi yang akan melakukan kegiatan – kegiatan pemberdayaan di lingkungan tersebut. Saat ini sudah banyak penelitian dan lembaga sosial dan lembaga kemasyarakatan yang mencoba menggali potensi masyarakat disana, tetapi sampai hari ini pula keadaan mereka juga tidak mengalami perubahan yang signifikan dn merubah pola pikir masyarakat pemulung disana. Program – program kepedulian yang memang diinginkan oleh para orang tua mayoritas masih pada yang sifatnya langsung, tetapi mereka juga sudah memiliki kesadaran yang lumayan tinggi dengan melihat berharap bahwa anak – anak mereka tidak bernasib sama seperti mereka. Pemberian pemahaman secara terus – menerus akan pentingnya masa depan anak – anak mereka perlu dikakukan secara tersktruktur dengan membuat target – target yang bisa dijadikan model untuk pengembangan selanjutnya.
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
477
DAFTAR PUSTAKA
[1] Creswell, Jhon W. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010. [2] Emzir. Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers,2010. [3] Foxcroft D (2013) ‘Can Prevention Classification be Improved by Considering the Function of Prevention?’ Prevention Science DOI 10.1007/s11121-013-0435-1 [4] Jack, G. and Jack, D. (2000) ‘Ecological Social Work: The Application of a Systems Model of Development in Context.’ In: Stepney, P. and Ford, D. (eds.) Social Work Models, Methods and Theories. Lyme Regis, Dorset: Russell House [5] Michael Rutkowski, World Bank Journal, 21 Sept 2016, Combating poverty and building resilience through social protection [6] Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya,2006. [7] Paul Ryan, The Anti Poverty, United Nation Report, 2015
478
SENASPRO 2016 | Seminar Nasional dan Gelar Produk
Kecamatan Bantargebang, 5/10/2011. Bagian Telematika Sekretariat Daerah Kota Bekasi "Jadi masalah kesehatan kita antisipasi dengan memberikan BPJS. Dari pendataan infonya 6.000 orang, namun akan diverifikasi dulu untuk memastikan," katanya ( Berita Jakart, 24 Juli 2016 ) Data yang lain mengatakan ada sekitar 450 pemulung
Seminar Nasional dan Gelar Produk | SENASPRO 2016
479