Aneka Ornamen Motif Flora pada Relief Karmawibangga Candi Borobudur
Aryo Sunaryo
ANEKA ORNAMEN MOTIF FLORA PADA RELIEF KARMAWIBHANGGA CANDI BOROBUDUR Oleh: Aryo Sunaryo (Penulis adalah dosen seni rupa FBS Unnes, email:
[email protected])
Abstrak Candi Borobudur merupakan candi Budha termegah di Jawa Tengah yang telah menyimpan banyak ornamen pada relief dan pahatan dinding candi. Di dinding kaki candi yang tertutup terdapat relief Karmawibhangga yang memuat 160 panel, mengelilingi candi. Melalui penemuan dan hasil pendokumentasian pada waktu dilakukan pemugaran lebih dari seabad lalu, relief itu dapat dinikmati dan dilakukan pengkajian. Salah satu kajian yang menarik ialah keanekaragaman motif flora yang terdapat pada relief tersebut. Selain motif flora kalpataru yang imajinatif sebagai pohon surga, ternyata pada sebagian besar panel terdapat motif flora yang menggambarkan tumbuhan alam yang dibudidayakan pada masa Jawa kuna, yang dapat dikenali hingga kini. Jenis flora yang dipahatkan mencakupi pohon buah-buahan, tanaman pangan, bunga, dan tanaman yang digunakan untuk pengobatan. Motif flora berfungsi sebagai penyekat adegan ceritera relief, pembangun latar ceritera, dan dekorasi. Bentuk motif flora digambarkan utuh dan lengkap dengan buahnya, dipahat setinggi bidang panel, tetapi ada pula yang sebagian, ditempatkan di sela-sela sosok, di tengah, di pinggir kiri atau kanan bidang panel. Berbeda dengan relief sosok-sosoknya yang lebih realistis, motif flora dipahat dalam corak yang lebih dekoratif. Kata kunci: ornamen, motif flora, karmawibhangga, dekoratif.
Pendahuluan Di Jawa banyak dibangun candi yang bersifat Budhistis maupun yang SaivaHinduistis. Sebagai salah satu bangunan untuk kepentingan ritual, candi-candi tersebut banyak dihiasi dengan ornamen. Ornamen-ornamen pada candi tersebut tersaji dalam bentuk pahatan trimatra maupun dalam bentuk relief. Dari amatan terhadap relief candi yang dilakukan para peneliti, dapat direkonstruksi bentuk-bentuk tarian pada masa Jawa Kuna (periksa Sedyawati 1981), kemudian dapat pula diidentifikasi bermacam jenis bangunan dengan strukturnya masing-masing (Atmadi 1994), atau dikaji berbagai instrumen musik yang digunakan pada masa lalu (Ferdinandus 2001). Sebagian relief-relief yang melukiskan bermacam ornamen itu kini tidak tampak utuh lagi. Dari tahun ke tahun tampaknya mengalami kerusakan, baik karena usia, tidak bersahabatnya cuaca dan keganasan alam akibat
gempa, ulah manusia, dan lain-lain. Hal ini sangat jelas terlihat ketika relief yang ada sekarang ini dibandingkan dengan dokumen hasil pemotretan beberapa dekade atau satu abad yang lalu. Beberapa panel yang terbuka di kaki candi Borobudur, terdapat pahatan sosok yang memperlihatkan pada bagian hidungnya telah mengalami kerusakan. Padahal dalam buku yang diterbitkan beberapa dekade lalu, peneliti melihat sosok tersebut terdokumentasikan masih dalam keadaan utuh. Ornamen-ornamen, khususnya yang terdapat pada candi-candi yang telah berumur ratusan tahun dan menjadi bagian dari khazanah kesenian terutama dalam bidang seni rupa, perlu dikaji dan didokumentasikan sebelum banyak mengalami kerusakan. Berdasarkan penelitian Sunaryo, dkk. (2008, 2009), pada candi-candi Budha maupun Hindu di Jawa Tengah dan DIY terdapat banyak ornamen, di antaranya ialah motif tumbuh-
Vol. VI No. 2 Juli 2010
113
Aryo Sunaryo
Aneka Ornamen Motif Flora pada Relief Karmawibangga Candi Borobudur
tumbuhan. Motif tumbuh-tumbuhan meliputi sulur, ceplok bunga, dan pohon hayat. Di kompleks candi Prambanan, motif pohon hayat yang mengapit motif singa menjadi motif penting dan sangat bervariasi. Motif pohon hayat merupakan salah satu ornamen yang mengandung nilai simbolik, dan desainnya berbeda dengan pohon yang ditemukan sebagai obyek alam. Selain pohon hayat, di candi Borobudur, khususnya pada relief bagian kaki candi, yakni pada Karmawibhangga, terdapat puluhan motif pohon sebagai hiasan pelengkap relief kisahannya. Relief Karmawibhangga terdiri atas 160 panel, terpahatkan sosok-sosok manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan beberapa motif bangunan serta benda-benda, baik yang dalam keadaan utuh, rusak, atau belum selesai pengerjaannya (Sunaryo 2006). Meskipun Karmawibhangga menceriterakan hukum sebab dan akibat terkait dengan ajaran Budha yang datang dari India, relief yang terpahatkan di kaki candi Borobudur itu banyak dikaitkan dengan gambaran kehidupan masyarakat Jawa kuna pada masanya. Kajian berbagai motif flora pada relief candi, lebih-lebih dari segi estetikanya, masih amat jarang dilakukan, padahal pengenalan dan penghayatan terhadap bentuknya, merupakan sumber penciptaan seni dalam mendorong kegiatan kreatif dan obyek apresiasi seni yang bermanfaat dalam meningkatkan kesadaran berbudaya dan berbangsa. Kajian ornamen sangat berarti dalam upaya-upaya pewarisan, pelestarian, pengembangan, dan pendokumentasian untuk kepentingan peningkatan pemahaman budaya serta apresiasi kebudayaan daerah dan nasional. Candi Borobudur merupakan candi Budha termegah yang memiliki banyak ornamen dan relief. Bagian-bagian yang terbuka seperti yang terdapat di dinding pagar-pagar langkan dan
114
tubuh candi memuat banyak sekali pahatan dan telah banyak dikaji para peneliti. Beberapa kali candi tersebut mengalami pemugaran. Di akhir abad ke-19 Ijzerman menemukan relief di kaki candi dan fotagrafer pribumi Kasian Cephas berhasil mendokumentasikannya pada saat Borobudur dipugar. Melalui foto-foto dokumen pada 160 panel itulah selanjutnya berbagai kajian dapat dilakukan. Kini foto-foto dokumen itu secara lengkap disimpan di museum Borobudur. Pengamatan langsung terhadap relief hanya dapat dilakukan pada beberapa panel yang terbuka di bagian sudut tenggara candi. Berdasarkan foto dokumen relief, terdapat indikasi bahwa relief tidak seluruhnya utuh dan selesai penggarapannya, sehingga dapat disusun tahapan proses pemahatannya. Berdasar uraian di depan, masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini ialah bagaimanakah keanekaragaman bentuk ornamen motif flora pada relief Karmawibhangga di candi Borobudur. Secara rinci masalah yang dikaji mencakupi keanekaragaman jenis flora yang menjadi motifnya, bermacam bentuk, struktur dan unsur motif flora, ukuran dan penempatan motifnya, gaya dan cara ungkapannya, serta proses pemahatannya sebagai bagian dari relief kisahan Karmawibhangga. Tinjauan Pustaka Pengertian dan Fungsi Ornamen Agaknya untuk pertama kali kajian terhadap ornamen dilakukan oleh Van der Hoop yang kemudian dituangkannya dalam buku berjudul Ragam-ragam Perhiasan Indonesia yang dicetak pada tahun 1949 dalam edisi tiga bahasa sekaligus, yakni bahasa Indonesia, Inggris, dan Belanda. Buku itu dilengkapi dengan gambar-gambar yang dicetak bagus menggunakan kertas artpaper,
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Aneka Ornamen Motif Flora pada Relief Karmawibangga Candi Borobudur
yang diambil dari pendokumentasian foto (umumnya artefak-artefak yang terdapat di museum Nasional) maupun melalui gambargambar tangan sebagai ilustrasi yang mempesona. Tetapi kajian Van der Hoop sangat sedikit yang membahas mengenai ornamen yang terdapat pada bangunan candi. Kajian secara khusus tentang ornamen yang terdapat pada candi belum ada yang mengembangkannya. Bahasan ornamen paling hanya merupakan bagian kecil dari kajian arsitektur candi. Padahal sebuah bangunan candi memiliki banyak ornamen yang menghiasinya. Kajian ornamen pada candi umumnya banyak menyoroti motif kala dan makara. Sementara pada ornamen yang berupa relief naratif dikaji dari segi seni tari, seni musik, seni bangunan (arsitektur), dan dari segi bahasa rupa untuk memahami paparan ceriteranya (periksa misalnya Sedyawati 1981; Atmadi 1994; Ferdinandus 2001; dan Tabrani 2005). Kata ornamen berasal dari bahasa Latin ornare, yang berdasar arti kata tersebut berarti menghiasi. Menurut Gustami (dalam Sunaryo 2009) ornamen adalah komponen produk seni yang ditambahkan atau sengaja dibuat untuk tujuan sebagai hiasan. Jadi, berdasarkan pengertian itu, ornamen merupakan penerapan hiasan pada suatu produk. Dari segi tampilan bentuknya, suatu ornamen dapat diungkapkan secara naturalistik, stilisasi dekoratif, geometrik atau abstrak. Bermacam bentuk ornamen sesungguhnya memiliki beberapa fungsi, yakni (1) fungsi murni estetis (2) fungsi simbolis, dan (3) fungsi teknis konstruktif. Fungsi murni estetis merupakan fungsi ornamen untuk memperindah penampilan bentuk produk yang dihiasi. Tidak jarang sebuah produk kerajinan atau kriya yang karena nilai estetisnya kemudian kemudian menjadi benda estetis untuk benda pajangan dan bukan untuk memenuhi fungsi praktisnya.
Aryo Sunaryo
Fungsi simbolis ornamen pada umumnya terdapat pada produk-produk benda upacara atau benda-benda pusaka terkait dengan kepercayaan, dimaksudkan sebagai bentuk perlambangan. Motif kala pada gerbang candi merupakan gambaran muka raksasa atau banaspati sebagai simbol penolak bala. Fungsi teknis-konstruksi ornamen secara struktural dimaksudkan untuk menyangga, menopang, menghubungkan atau memper-kokoh konstruksi. Tiang, talang air, dan bumbungan atap pada karya arsitektur ada kalanya didesain dalam bentuk ornamen, yang tidak saja memperindah penampilan karena fungsi hiasnya, melainkan juga berfungsi konstruksi. Bentuk Ornamen dan Motif Flora Bentuk dalam bidang seni rupa ialah aspek visual yang merupakan keseluruhan yang terdiri atas unsur-unsur yang menjadikan bentuk tersebut (Feldman 1967). Bentuk ornamen merupakan struktur visual hiasan yang mengandung tema atau subyek yang dilukiskannya. Tema atau subyek ornamen dapat berdasarkan obyek-obyek yang terdapat di alam, maupun unsur-unsur rupa yang tak dapat diidentifikasi dengan obyek mana pun. Motif merupakan unsur pokok sebuah ornamen. Melalui motif, tema atau ide dasar sebuah ornamen dapat dikenali sebab perwujudan motif umumnya merupakan gubahan atas bentuk-bentuk di alam atau sebagai representasi alam yang kasat mata. Akan tetapi ada pula yang merupakan hasil khayalan semata, karena itu bersifat imajinatif, bahkan karena tidak dapat dikenali kembali, gubahan-gubahan suatu motif kemudian disebut bentuk abstrak atau motif geometris yang berunsur dasar garis dan bidang. Ragam ornamen tak terbilang banyaknya. Berdasarkan bentuk motifnya, ornamen diklasifikasikan jenisnya menjadi ornamen motif (1) geometris, (2) manusia, (3) binatang, (3)
Vol. VI No. 2 Juli 2010
115
Aryo Sunaryo
Aneka Ornamen Motif Flora pada Relief Karmawibangga Candi Borobudur
tumbuh-tumbuhan, (4) alam dan pemandangan (periksa van der Hoop 1949). Dari segi gaya bentuk atau corak motifnya, dapat dikelompokkan ornamen bergaya realistis, dekoratif, dan abstrak. Ornamen bergaya realis atau naturalistis motif hiasnya berbentuk sesuai dengan kenyataan, yakni gubahan bentuk-bentuk yang terdapat di alam tanpa banyak ubahan tampilan fisiknya. Meskipun mungkin terdapat penyederhanaan bentuk di sana-sini, pada dasarnya terdapat kemiripan dengan obyeknya. Ornamen bercorak dekoratif bentuknya pada umumnya merupakan hasil penggubahan obyek-obyek sehingga mengalami penyederhanaan, pergayaan, bahkan penyimpangan bentuk alam. Corak abstrak menunjukkan ketidakadanya penggambaran obyek-obyek di alam, karena mungkin hanya berupa garisgaris dan bidang. Motif tumbuh-tumbuhan atau flora dalam ornamen candi antara lain mencakupi bunga, sulur, pepohonan, termasuk pohon hayat (Sunaryo 2009). Dalam ornamen candi, motif pohon hayat juga disebut kalpataru. Kalpataru atau Kalpawrksa, merupakan sebutan pohon yang dikenal dalam mitos di India. Pohon ini juga disebut Kalpadruma atau devataru dan termasuk satu dari lima jenis pohon suci yang ada di kahyangan Dewa Indra. Kelima pohon suci itu disebut pancawrksa, yang terdiri atas pohon Mandara, Parijata, Samntana, Kalpawrksa, dan Haricandana (siwagrha .wordpress.com/2007/ 10/16/kalpataru). Pohon kalpataru atau kalpawrksa adalah gambaran pohon kahyangan, yang penuh dengan bunga-bunga baik yang mekar maupun yang masih kuncup, dan pada beberapa bunga yang mekar itu di tengah-tengah mahkota yang terbuka menjuntai mutiara dan manik-manik. Bunga-bunga dan dedaunan tersusun dalam pola setangkup, membentuk gumpalan padat yang sedikit cembung, seakan menyembul dari
116
sebuah vas bunga yang membentuk bagian batang pohon (Sunaryo 2009:51). Ornamen motif flora lainnya pada dinding candi yang merupakan hiasan dan berdiri sendiri ialah motif sulur dan purnakalasa atau purnaghata. Motif purnaghata menggambarkan tanaman sulur yang tumbuh dari tempayan, sedangkan yang tumbuh dari jambangan menurut Santika (dalam Sunaryo 2009:60) disebut purnakumba. Motif serupa juga dapat digambarkan tumbuh dari padmamula, kerang bersayap, atau bahkan sebagai transformasi dan bertolak dari motif binatang. Motif-motif sulur biasanya merupakan gubahan stilisasi dari tanaman menjalar bunga teratai sehingga menjadi sangat dekoratif. Sarwono (dalam Sunaryo 2006:407) mengidentifikasi sejumlah tanaman dan pepohonan yang dipahatkan sebagai bagian dari relief Karmawibhangga, di bagian kaki candi Borobudur yang tersembunyi. Sebagaimana disebutkan di muka, relief Karmawhibangga terdiri atas 160 panel. Mengingat banyaknya panel, ornamen motif flora yang terdapat pada relief itu pastilah cukup banyak jumlahnya dan bervariasi bentuknya. Candi Borobudur dan Relief Karmawibhangga Candi-candi dibangun pada masa pemerintahan raja-raja yang berkuasa, terutama di Jawa, yakni periode Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada periode Jawa Tengah berkuasa raja-raja dinasti Sanjaya dan Syailendra, yang kemudian keduanya bersatu menjadi kerajaan Mataram Kuna. Kedua dinasti itu menghasilkan banyak candi. Dinasti Sanjaya mendirikan candi-candi Hindu antara lain kelompok candi Dieng dan Gedong Sanga, serta candi Prambanan yang lebih monumental. Dinasti Syailendra yang beragama Budha membangun candi-candi Budha, di antaranya Kalasan, Borobudur, Mendut, dan Pawon.
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Aneka Ornamen Motif Flora pada Relief Karmawibangga Candi Borobudur
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah. Lokasi candi terletak kurang lebih 100 km di sebelah barat daya Semarang dan 40 km di sebelah barat laut Yogyakarta. Candi ini didirikan oleh para penganut agama Buddha Mahayana sekitar tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra. Candi Borobudur berbentuk punden berundak, terdiri dari enam tingkat berbentuk bujur sangkar, tiga tingkat teratas berbentuk bundar melingkar dan sebuah stupa utama sebagai puncaknya. Sejumlah stupa juga tersebar di semua tingkat-tingkatannya. Borobudur menggambarkan sepuluh tingkatan Bodhisattva yang harus dilalui untuk mencapai kesempurnaan menjadi Buddha (http:// fitriorganizer. blogspot.com/, diakses tanggal 16- 03- 2010 ). Bagian kaki Borobudur melambangkan Kamadhatu, yaitu dunia yang masih dikuasai oleh kama atau “nafsu rendah”. Bagian ini sebagian besar tertutup oleh tumpukan batu yang diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagian yang tertutup struktur tambahan ini terdapat 120 panel cerita Karmawibhangga. Sebagian kecil struktur tambahan itu disisihkan sehingga orang masih dapat melihat relief pada bagian ini. Sesuai dengan makna simbolis pada kaki candi, relief yang menghiasi dinding batur yang terselubung tersebut, menggambarkan hukum karma. Deretan relief tersebut bukan merupakan cerita seri (serial), melainkan pada setiap panel menggambarkan suatu cerita yang mempunyai korelasi sebab akibat. Relief tersebut tidak saja memberi gambaran terhadap perbuatan tercela manusia disertai dengan hukuman yang akan diperolehnya, melainkan juga perbuatan baik manusia dan pahala. Secara keseluruhan relief Karmawibhangga merupakan penggambaran kehidup-
Aryo Sunaryo
an manusia dalam lingkaran lahir - hidup - mati (samsara) yang tidak pernah berakhir. Dalam agama Buddha rantai tersebutlah yang akan diakhiri untuk menuju kesempurnaan (http:// mrfahmi. word press.com/2009/10/ akses 16 03- 2010). Selanjutnya, menurut Haryono (dalam http://hpijogja.wordpress. com/2010/01/ akses 16 -03- 2010), gambaran hukum karma tersebut dengan jelas ditunjukkan oleh beberapa relief dan secara teknis pembedaan antara sebab dan akibat ditandai dengan gambar pohon. Metode Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif mencoba memahami gejala sebagai bagian dari sistem menyeluruh, yang memuat penjelasan terinci terkait dengan lingkup setempat. Bogdan dan Taylor (dalam Moleong 1988:3) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa katakata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Obyek penelitian ini lebih difokuskan pada bermacam bentuk ornamen motif flora yang terdapat pada kaki candi Borobudur. Mengingat bahwa yang menjadi obyek kajian berupa artefak budaya terkait dengan nilai-nilai budaya yang melingkupinya, maka pendekatan ikonografis dalam penelitian kualitatif ini merupakan strategi utama. Pendekatan ikonografis ialah uraian dan perbandingan pesan-pesan sebagai refleksi prinsip-prinsip tertentu pada tradisi (Maulana 1997:3). Dalam menerangkan makna gambargambar, dapat dilihat sebagai unsur-unsur suatu bentuk, dan dapat dibaca sebagai realitas sosial. Sebuah bentuk seni selain memiliki nilai estetis juga mengandung nilai ekstra estetis. Teknik pengumpulan data meng-gunakan (1) observasi, (2) kajian dokumen, dan (3) wawancara. Observasi diarahkan pada bentuk-
Vol. VI No. 2 Juli 2010
117
Aryo Sunaryo
Aneka Ornamen Motif Flora pada Relief Karmawibangga Candi Borobudur
bentuk visualisasi ornamen floratif, mencakup subyek atau motif, ukuran dan dimensi, teknik penyajian, tata letak dan struktur visual obyek penelitian, serta aspek-aspek lain yang terkait dengan keaneragaman motif flora. Obyek observasi adalah hasil foto atau citra yang bersumber dari dokumen relief Karmawibhangga hasil pemotretan Kasian Cephas yang terdapat di Museum Borobudur serta beberapa panel relief yang terbuka pada kaki candi Borobudur. Kajian dokumen dilakukan terkait dengan keanekaan bentuk ornamen yang menjadi obyek penelitian khususnya motif flora pada relief Karmawibhangga. Data yang terkait dengan informasi, ragam bentuk maupun citra visual yang menggambarkan ornamen dalam keadaan masih utuh dan lengkap dapat dikumpulkan melalui teknik kajian dokumen ini. Teknik wawancara dilakukan untuk melengkapi informasi yang diperlukan sekaligus untuk meng-crosscheck data yang diperoleh melalui teknik lain. Analisis data menggunakan analisis deskriptif. Analisis terdiri atas tiga alur kegiatan, yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/ verifikasi. Analisis ornamen sebagai karya rupa diarahkan pada analisis bentuk dan isi. Analisis bentuk terkait dengan penafsiran nilai-nilai intraestetis sedangkan analisis isi terkait dengan nilai-nilai ekstraestetisnya. Hasil Penelitian dan Pembahasan Gambaran Umum dan Sejarah Singkat Borobudur Lokasi candi Borobudur dikepung perbukitan Menoreh yang membujur barattimur di selatan, Gunung Merapi-Merbabu di sebelah timur, Gunung Sindoro-Sumbing di barat laut, dan Gunung Telomoyo-Ungaran jauh di sebelah utara. Sungai Elo dan Praga
118
darimana batu-batu mudah diperoleh, mengalir ke selatan tak jauh dari ketiga candi tersebut. Pemilihan lokasi candi secara presisi pada masa dinasti Syailendra merupakan berkat rasa penyatuan diri, logika, dan penalaran dengan alam semesta (KOMPAS Sabtu,14 April 2007). Indikasi itu berasal dari pendekatan epigrafi yang diilhami sekian puluh prasasti yang ditemukan para ahli. Ribuan relief yang terpahat di dinding candi dan arca-arca berbeda bentuk dan posisi sesuai arah mata angin. Tidak diketahui secara pasti kapan candi Borobudur didirikan. Dalam prasasti yang ditemukan di desa Karang Tengah bertarikh 824 M, dikemukakan bahwa raja Indra telah membangun bangunan suci bernama venuvana yang artinya adalah hutan bambu. Oleh J.G. de Casparis kata itu dihubungkan dengan candi Mendut. Dari segi paleografis tulisan dalam prasasti Karang Tengah itu memiliki persamaan dengan tulisan-tulisan pendek pada relief Karmawibhangga di Candi Borobudur. Berdasarkan prasasti Karang Tengah bertahun 824 M dan prasati Kahulunan bertahun 824 M, Casparis berpendapat bahwa pendiri Borobudur adalah raja Sailendra bernama Samaratungga, kira-kira di sekitar tahun 824. Bangunan raksasa itu kiranya baru dapat diselesaikan oleh puterinya yaitu Ratu Pramodawardhani. Selanjutnya Casparis berpendapat, bahwa sebenarnya Borobudur merupakan tempat pemujaan nenek moyang raja-raja Sailendra, agar nenek moyang mencapai keBudhaan. Sepuluh tingkat Borobudur itu juga melambangkan, bahwa nenek moyang raja Sailendra yang mendirikan Borobudur itu berjumlah 10 orang. Borobudur yang bertingkat 10 juga menggambarkan secara jelas filsafat agama Budha Mahayana yang disebut “Dasabodhisatwabhumi”. Filsafat itu mengajarkan, bahwa setiap orang yang ingin mencapai
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Aneka Ornamen Motif Flora pada Relief Karmawibangga Candi Borobudur
tingkat kedudukan sebagai Budha harus melampaui 10 tingkatan Bodhisatwa. Apabila telah melampaui 10 tingkat itu, maka manusia akan mencapai kesempurnaan dan menjadi seorang Budha. Candi Borobudur terdiri dari 2 juta bongkah batu, mencapai 60.000 meter³, sebagian merupakan dinding-dinding berupa relief yang mengisahkan ajaran Mahayana. Jumlah bidang relief sebanyak 1.460 panel (jika disambung ± sepanjang 2.5 – 3 km). Ukuran sisi-sisinya 123 meter, sedang tingginya termasuk puncak stupa yang sudah tidak ada karena disambar petir 42 m. Yang ada sekarang setelah pemugaran tingginya tinggal 34,5 m. Relief yang berada paling bawah, di kaki candi yang tertutup ialah Karmawibhangga. Kaki candi terpaksa ditutup balok-balok batu sebanyak 13.000 m³ sebagai lantai tambahan sejak pembangunan candi belum selesai dibangun untuk mencegah bangunan agar tidak longsor. Karena itu sampai sekarang relief pada kaki candi tertutup tidak dapat dilihat langsung, kecuali di bagian sudut tenggara yang dibiarkan tetap terbuka, setelah kaki candi ditemukan. Pintu masuk candi melalui tangga dari arah timur dengan gerbang pada setiap tingkat di bagian rupadhatu. Tangga dan gerbang lainnya dari arah selatan, barat, dan utara. Karena dalam membaca relief harus pradaksina, yakni dengan berjalan menganankan candi, maka pahatan relief Karmawibhangga yang berjumlah 160 panel itu pembacaannya dimulai dari panel sebelah timur setelah berjalan membelok ke kiri. Relief seri 0.01 sampai dengan seri 0.117 menggambarkan satu macam perbuatan dengan akibatnya, sementara relief seri 0.118 sampai dengan 0.160 mengisahkan berbagai akibat yang timbul karena suatu macam perbuatan (Sunaryo 2006:410).
Aryo Sunaryo
Ornamen Motif Flora pada Relief Karmawibhangga Jenis Motif Flora dan Penempatannya Pahatan motif flora hampir selalu ada menghiasi relief Karmawibhangga. Dari 160 panel, 142 panelnya (88,75%) dihiasi dengan beberapa motif flora atau sebuah motif flora. Dari sebanyak itu, 21 panel di antaranya terdapat pahatan motif flora yang belum jadi atau ada yang belum diselesaikan. Beberapa panel misalnya pada panel 0.85, 0.88, 0.90, dan 0.103, yang berisi beberapa pahatan motif flora, sebagian daripadanya belum diselesaikan. Pahatan yang belum jadi atau belum diselesaikan umumnya berupa bentukan keseluruhan pohon yang masih polos, rincian pada bagian-bagian daunnya belum dipahat. Sisanya 18 panel yang berarti sekitar 11% hanya memperlihatkan sebagian kecil motif flora atau tidak ada sama sekali. Panel-panel itu ialah panel nomor 0.01, 0.02, 0.29, 0.32, 0.47, 0.64, 0.69, 0.70, 0.71, 0.72, 0.73, 0.95, 0.120, 0.125, 0.131, 0.132, 0.139, dan 0.156. Ornamen motif flora dipahatkan di selasela sejumlah sosok yang menjadi subyek pahatan. Penambahan motif flora pada panelnya beberapa di antaranya ada yang hanya memperlihatkan sebagian pepohonan, misalnya dedaunan, tanpa batang. Tetapi sebagian besar memperlihatkan pohon utuh, baik dalam satu pohon maupun beberapa pohon dalam satu panelnya. Motifnya ditempatkan di bagian tengah bidang panel, di bagian kiri atau kanan bidang panel dan tampak menyatu dengan sosok-sosok atau tokoh yang dipahatkan. Penempatan motif flora di bagian tengah rupanya berfungsi juga sebagai pemisah antara adegan di bagian kanan dengan adegan bagian kiri. Fungsi sebatang pohon untuk pemisah adegan tersebut dapat disejajarkan dengan fungsi kayon atau gunungan yang juga
Vol. VI No. 2 Juli 2010
119
Aryo Sunaryo
Aneka Ornamen Motif Flora pada Relief Karmawibangga Candi Borobudur
menggambarkan pohon dalam adegan pertunjukan wayang kulit (gambar 1). Sementara jika motif flora tidak ditempatkan di bagian tengah, dapat dilihat sebagai bagian dari adegan dalam panelnya, dalam arti dapat merupakan latar belakang sosok, menandai setting adegan yang digambarkan, atau menjadi bagian yang dikisahkan dalam relief itu. Dari banyak panel yang terdapat motif floranya, 30 panel di antaranya dihiasi dengan satu pohon, selebihnya terdapat beberapa pohon. Tiga buah panel, yakni panel 0.40, 0.45, dan 0.51 di sisi selatan, motif flora yang terdapat di sana mengalami kerusakan yang tampaknya disengaja. Kurang dari separo jumlah panel-panelnya yang terdapat hiasan flora itu, dapat diidentifikasi dengan jelas motifnya. Sebagian besar motif-motif floranya dapat dikenali sebagai jenis tanaman yang terdapat dan tumbuh di Jawa. Pengidentifikasian jenis tanaman yang terdapat di alam selain dari bentuk tanaman, terutama daunnya yang khas, dapat diperoleh dari penggambaran buahnya. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengidentifikasian jenis tanaman yang dipahatkan pada relief candi ialah asal-usul dan habitat tumbuh-tumbuhan dimaksud terkait dengan masa pembuatan relief tersebut. Motif flora yang dapat diidentifikasi dan dipahatkan pada relief Karmawibhangga itu sebagian besar merupakan jenis tanaman yang memang dijumpai sebagai sebuah kenyataan di alam. Tanaman itu kebanyakan merupakan jenis yang dibudidayakan, mencakupi pohon mangga (Mangifera indica), jambu air (Eugenia aquea), pisang (Musa paradisiaca), sukun (Articarpus communis), kelapa (Cocos nucipera), pinang (Areca catechu), siwalan/ lontar (Borassus flabellifer), durian (Durio zibethinus), nangka (Artocarpus Heterophylla), tebu (Saccarum officinarum), juwawut (Sctaria italica), padi (Oryza sativa), dadap serep
120
(Erythrinae folium), duku (Lansium domesticum), manggis (Garcinia manggostana), sawo durian (Chrysophyllum cainito), bunga teratai (Nymphaea), bunga sepatu (Hibiscus rosasinensis), kecubung (Batura metel), dan talas (Alocasia sp). Motif hias pohon mangga paling banyak terpahatkan, yakni dalam 32 panel antara lain panel 0.10, 0.11, 0.21, 022, 0.24, 0.75, 0.79, dan 0.107. Menyusul kemudian motif pohon jambu air, terdapat sekurang-kuangnya pada 7 panel, antara lain pada panel 0.55, 0.56, 0.60, dan 0.62, serta motif pohon pisang, antara lain pada panel 0.13, 0.26, dan 0.39 (gambar 2). Jenis tanaman yang dapat diidentifikasi tetapi tidak terdapat pada alam ialah pohon kalpataru. Menurut kepercayaan Hindu/ Budha, pohon kalpataru merupakan pohon yang tumbuh di kahyangan. Ciri-ciri pohon kalpataru di antaranya di bagian puncaknya terdapat payung, terdapat untaian cita atau manikmanik, di bawah pohon terdapat pundi-pundi, dan pohon diapit oleh Kinara Kinari, sepasang makhluk kayangan berbentuk manusia setengah burung. Pohon kalpataru, terdapat pada 10 panel, yakni panel-panel 0.101, 0.102, 0.126, 0.130, 0.137, 0.143, 0.147, 0.149, 0.154, dan 0.155. Sebagian besar panel-panel yang terdapat ornamen motif kalpataru dan menggambarkan keadaan di surga berada di sisi utara. Penggambaran pohon kalpataru bervariasi (gambar 3). Motif kalpataru pada panel 0.101, misalnya, pohon terbentuk oleh dua unsur motif garis ikal yang jelas ke arah dalam di kiri dan kanan dari sebatang pohon. Motif dengan pola ikal tersebut juga bervariasi dari segi penggambaran kinara kinari yang mengapit pohon. Pada motif kalpataru lainnya, pohon digambarkan penuh dengan bunga-bunga dalam susunan yang membentuk bulatan yang padat. Yang digambarkan agak khusus ialah motif kalpataru pada panel 0.155, karena
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Aneka Ornamen Motif Flora pada Relief Karmawibangga Candi Borobudur
bentuk pohon agak persegi. Bentuk persegi ini mungkin sebagai akibat penyesuaian posisi motif yang berada di pojok bidang panelnya. Bentuk dan Proses Pemahatan Motif Flora Selain keragaman jenis flora yang dipahatkan, bentuk motif flora pada relief Karmawibhangga digambarkan beragam. Secara umum motif pohon digambarkan secara utuh, artinya mencakupi batang, dahan atau ranting, dan daun. Banyak pula di antaranya yang dilengkapi dengan buahnya. Bahkan ada pula yang lengkap dengan penggambaran akar-akarnya yang tampak mencengkeram tanah tempat tumbuh batang pohonnya. Dalam hal ini, bagian batang pohon umumnya digambarkan tegak, kemudian tampak bercabang di bagian atasnya. Sebagian lagi, pohon digambarkan hanya bagian daun yang membentuk raut tertentu dengan sedikit bagian batangnya yang terlihat. Penggambaran demikian itu karena bagian batang pohon terhalang oleh penggambaran sosok-sosoknya. Dengan cara penggambaran tumpang tindih atas subyek-subyek reliefnya itu, pemahat memberi kesan subyek pohon berada di kejauhan dan menjadi latar sosoksosoknya sekaligus sebagai pembangun suasana. Daun-daun tersusun sedemikian rupa sehingga membentuk raut yang pada umumnya membulat dan tampak padat. Bentuk daun dan buah merupakan ciri utama untuk menyatakan jenis pohon. Motif pohon yang penggambarannya utuh setinggi bidang panel, hampir tidak ada perbedaan tinggi yang mencolok dengan sosok manusia. Perbandingan antara motif pohon dan sosok memang bukan menggambarkan proporsi yang sebenarnya menurut kenyataan, melainkan lebih merupakan proporsi nilai. Artinya, hanya subyek-subyek penting yang digambarkan dalam ukuran lebih besar, sebaliknya subyek
Aryo Sunaryo
pendukung digambarkan dalam ukuran yang lebih kecil. Dalam kaitannya dengan kisahan relief yang menyampaikan ajaran tentang karma, tentulah sosok-sosok atau tokoh yang digambarkan yang merupakan subyek utamanya. Sedangkan subyek-subyek lainnya sebagai unsur pendukung. Dilihat dari segi gaya bentuk motif floranya, terdapat beberapa pahatan yang menyatakan bentuk trimatra secara kuat, naturalistik, serta gaya motif flora yang berkesan pipih, lebih dekoratif . Hal ini sangat berbeda dengan pemahatan pada sosoksosoknya yang tampak lebih menonjol dan bervolum. Dalam gaya dekoratif, bentuk pohon mengabaikan kesan trimatra (gambar 4). Melihat kenyataan bahwa berdasarkan foto dokumen terhadap relief Karmawhibangga yang dikerjakan oleh Kasian Chepas, baik yang terdapat di Museum Karmawhibangga Borobudur maupun yang tercetak di sejumlah literatur, dapat diamati bahwa sebagian dari reliefnya menunjukkan pengerjaan yang belum selesai. Sunaryo (2006) mengamati berbagai relief yang belum selesai itu untuk dikaitkan dengan proses pengerjaannya. Dengan memperhatikan hasil foto-foto dokumen dan catatan-catatan kecil yang terpahatkan di atas bidang panel relief, dapat diketahui bahwa mula-mula tema atau ide dasar isi panel telah ditetapkan, kemudian pemahat memulai mengerjakan reliefnya. Pemahatan relief diawali dengan membuat guratan di sekeliling bentuk-bentuk subyeknya. Guratan-guratan tentunya seturut gambar sket yang mungkin dibuat dengan arang atau batu kapur oleh ahlinya dalam menerjemahkan tema atau isi teks setiap panel. Pengerjaan berikutnya ialah pemahatan untuk memperdalam bagian yang menjadi latar subyek-subyeknya. Setelah itu pemahat ahli mulai mengerjakan subyek-subyek penting, yakni sosok tokoh-tokoh yang digambarkan,
Vol. VI No. 2 Juli 2010
121
Aryo Sunaryo
Aneka Ornamen Motif Flora pada Relief Karmawibangga Candi Borobudur
dengan membentuknya secara garis besar sebelum kemudian pengerjaan rincian-rincian dilakukan. Motif flora atau pohon rupanya diselesaikan setelah subyek sosok-sosoknya selesai dikerjakan. Sejumlah panel misalnya panel 0.68, 0.104, 0.134, 0.138, 0.139, dan 0.160 menunjukkan akan hal itu. Setelah raut pohon terbentuk dan masih rata, proses pengerjaan selanjutnya ialah dengan membuat raut itu secara keseluruhan memperoleh bentuknya sedikit cembung atau menjadi gumpalan-gumpalan halus yang tampak lebih plastis, dengan memahat bagian tepinya. Dari sini baru dipahat motif daun-daun dan buahnya. Mungkin sekali dibuat sketnya dulu yang menggambarkan susunan daun dan buahnya dalam perancangan yang matang sebelum dilakukan pemahatan. Demikianlah, dengan membandingkan sejumlah motif flora dari yang belum jadi hingga selesai dipahat, dapat direkonstruksi proses pemahatannya. Simpulan Salah satu serial relief yang menarik untuk dikaji yang terdapat di candi Borobudur ialah relief kaki candi Karmawibhangga. Menarik karena relief itu justru tertimbun oleh puluhan ribu balok batu sehingga relief yang berjumlah 160 panel itu hampir seluruhnya tertutup. Selain beberapa panel relief di sudut tenggara kaki candi dapat dinikmati secara langsung, panel-panel relief yang lain dapat dilihat dari hasil dokumentasi di awal abad ke20 yang dibuat oleh seorang fotografer pribumi Kasian Chepas. Relief Karmawibhangga menarik juga karena banyak mengungkap kehidupan masyarakat Jawa kuna di seputar abad IX. Di relief ini pula terdapat puluhan motif flora yang dapat dikenali dan sejumlah tanaman yang digambarkan itu tumbuh hingga saat ini. Motif-motif flora tersebut menggambarkan jenis tumbuhan yang terdapat di Jawa dan
122
membuktikan telah lama dibudidayakan oleh orang Jawa kuna, mencakupi buah-buahan, tanaman pangan, tumbuhan bunga dan yang digunakan untuk pengobatan. Masih banyak pula tumbuhan alam yang dipahatkan yang belum dapat diidentifikasi. Selain motif flora yang menggambarkan tumbuhan alam, terdapat pula motif tumbuhan imajinatif yakni jenis kalpataru sesuai dengan mitos Hindu – Budha, yang tumbuh di kahyangan atau surga. Motif pohon pembatas ruang dan waktu itu tampil dalam bentuk utuh. Beberapa motif flora digambar dan tersebar dalam satu panel, tetapi ada pula yang ditempatkan di bagian kiri atau bagian kanan bidang panel berpadu dengan subyek sosok tokoh yang diceriterakan. Di antara motif flora yang kebanyakan ditampilkan secara utuh, terdapat pula yang hanya tampak sebagian dan tersusun secara overlay yang mengilusikan ruang. Masih banyak motif flora yang belum teridentifikasi. Penelitian lanjutan perlu dilanjutkan. Bentuk dan motifnya yang beragam dan menawan hendaknya dapat menjadi sumber inpirasi dalam penciptaan karya dan apresiasi seni. Hanya bangsa yang besarlah yang dapat menghargai karya-karya leluhurnya. Daftar Pustaka Atmadi, P. 1994. Some Architectural Design Principles of Temples in Java. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Badil, R. Dan Nurhadi Rangkuti (ed).1992. Rahasia di Kaki Borobudur. Jakarta: Katalis kerjasama Etnodata Feldman, 1967 Ferdinandus, P. EJ. 2001. Alat Musik Jawa Kuno. Yogyakarta: Yayasan Mahardika Haryono, T. 2009. “Perkembangan Candi di Jawa: Perspektif Historis-Arkeologis”, dalam http://hpijogja.wordpress.com/
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Aneka Ornamen Motif Flora pada Relief Karmawibangga Candi Borobudur
2009/12/20/perkembangan-candi-dijawa-perspektif-historis-arkeologis/ akses 11 – 3- 2010. http://fitriorganizer. blogspot.com/ , diakses tanggal 16- 03- 2010 http://mrfahmi. wordpress.com/2009/10/ akses 16 03 2010 Maulana, R.1997. Ikonografi Hindu. Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Moleong, L. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya Sedyawati, E. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan siwagrha.wordpress.com/2007/10/16/ kalpataru Sunaryo, A. 2006. “Bentuk dan Proses Pahatan Relief Karmawibhangga, Sebuah Telaah Visual”. Dalam Imajinasi
Aryo Sunaryo
Jurnal Seni FBS UNNES Volume 5 Juli 2006. Sunaryo, A., dkk. 2008. “Bentuk dan Pola Ornamen Candi-candi Budha di Jawa Tengah”. Laporan Penelitian DIPA PNDP Unnes No.0161.01023-04.0/ XIII/2008. FBS Unversitas Negeri Semarang. Sunaryo, A., dkk. 2009. “Bentuk dan Pola Ornamen pada Candi Kalasan dan Prambanan”. Laporan Penelitian DIPA Unnes Tahun Anggaan 2009 No.061.0/023-04.2/XIII/2009. FBS Universitas Negeri Semarang. Tabani, P. 2005. Bahasa Rupa. Bandung: Kelir van der Hoop. 1949. Indonesche Siermotiven. Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.
Gambar 1 Motif pohon yang memisahkan dua adegan dalam panel 0.19 Pembacaan relief dari kanan ke kiri. (Sumber gambar: Badil 1992)
Gambar 2 Motif pohon jambu (tiga pohon dari kiri) dan mangga (paling kanan) pada panel 0.60. Gambar diedit penulis (sumber gambar Badil 1992)
Vol. VI No. 2 Juli 2010
123
Aryo Sunaryo
Aneka Ornamen Motif Flora pada Relief Karmawibangga Candi Borobudur
Gambar 3. Aneka motif kalpataru Sumber: Badil 1992, dicropping penulis.
Gambar 4 Motif pohon lontar (tengah) pada panel 0.55. Yang kiri motif pohon jambu dan kanan mangga Gambar diedit penulis (sumber gambar Badil 1992)
124
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Aneka Ornamen Motif Flora pada Relief Karmawibangga Candi Borobudur
Vol. VI No. 2 Juli 2010
Aryo Sunaryo
125