e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
PENERAPAN CORPORATE GOVERNANCE UNTUK KEPUTUSAN PENDANAAN PADA PERUSAHAAN MULTINASIONAL DAN NON MULTINASIONAL Lydia I. Kumajas Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Manado
[email protected] Abstract The purpose of this research was to compare the implementation of the corporate governance. The comparison are between the companies which the controlling shareholders is a multinational company (group one) and non multinational company (group two), whether in the period before the economic crisis and the period during the economic crisis. Corporate governance is measured by perspective corporate financing decision (DER as a proxy). This research uses samples in a manufacturing company which listed on the Indonesian Stock Exchange. The number of samples is 52 companies, which are divided into 30 companies as a group one and 22 companies in a group two. Observation period was 2006 to 2007 as the period before the crisis and 2008 as a period during the crisis. The result of this research indicated companies in group one had a lower DER than firms in group two in period of crisis. In other word group one has better implementation of corporate governance than group two.
Pendahuluan Kondisi ekonomi global yang tidak stabil selama lebih dari satu dekade sejak tahun 1997 sampai dengan tahun 2011, menguji kemampuan pengelolaan perusahaan dalam menghadapi krisis. Rentetan krisis ekonomi di Indonesia dimulai dengan krisis ekonomi pada tahun 1997 sampai tahun 1998, yang mengakibatkan kerugian bahkan kebangkrutan beberapa perusahaan di Indonesia. Krisis berikutnya pada tahun 2005 yang disebababkan oleh melonjaknya harga bahan bakar dunia, diikuti dengan penyesuaian kenaikan harga bahan bakar di Indonesia. Penyesuaian harga tersebut dengan menaikan harga premium hingga 87,5% dan solar naik hingga 104,8%, akibatnya inflasi naik hingga 17%. Kemudian berlanjut dengan krisis ekonomi pada tahun 2008 sampai tahun 2009 sebagai akibat dari kasus Subprime Mortgage di Amerika Serikat yang mempengaruhi berbagai negara di Eropa dan Asia termasuk Indonesia. Krisis 1
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
ekonomi pada tahun 2008 mengakibatkan kenaikan inflasi mencapai 11,06%, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada Desember 2008 terdepresiasi sampai Rp.11.238 per dolar Amerika Serikat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diakhir tahun 2008 ditutup pada level 1.355 (Laporan Perekonomian Indonesia 2009, Bank Indonesia). Berbagai penelitian tentang krisis ekonomi yang melanda beberapa negara di Asia pada tahun 1997 sampai tahun 1998, antara lain oleh Husnan (2001), Mitton (2002), Lemmon dan Lins (2003), mengindikasikan krisis ekonomi di Indonesia pada periode tersebut erat kaitannya dengan masalah corporate governance. Kemudian Yeoh (2010), Lang dan Jagtini (2010) juga turut menjelaskan krisis ekonomi yang dipicu oleh Subprime Mortgage tahun 2007 sangat berhubungan dengan penerapan corporate governance. Masalah corporate governance kasus Subprime Mortage dapat dilihat dari kebijakan pemberian kredit yang terlalu longgar dengan tujuan dapat menciptakan permintaan properti di Amerika Serikat. Konsekuensi dari kebijakan tersebut adalah risiko kredit perumahan tidak terbayar sangat tinggi, masalah tersebut diperparah dengan kebijakan pihak manajemen Subprime Mortgage yang menggunakan kredit perumahan ini sebagai jaminan hutang dalam bentuk Collaterlaised Debt Obligation (CDO), padahal sebelum dijadikan jaminan hutang harga properti sudah digelembungkan terlebih dahulu. Masalah ini sangat mungkin tidak diketahui oleh debitur dan investor lainnya, sehingga menciptakan ketidakseimbangan informasi (informational asymmetries) yang berujung pada masalah keagenan (agency problem). Perusahaan yang mampu menerapkan good corporate governance (GCG) akan memberi dampak positif bagi kinerja perusahaan (Klapper dan Love, 2002; Berghe dan Ridder, 1999). Hal tersebut didukung oleh penelitian McKinsey (2002) yang mengungkapkan bahwa 61% investor di Asia mempertimbangkan permasalahan governance sama pentingnya dengan pertimbangan profitabilitas dan potensi pertumbuhan dimasa depan. Bahkan lebih lanjut dalam survey yang sama diperoleh hasil 78% investor di Asia bersedia membayar premium untuk perusahaan yang menjalankan GCG, besarnya premium yang bersedia dibayar
2
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
oleh investor untuk investasi di Indonesia sebesar 27%. Bagi investor pentingnya corporate governance dapat memberikan jaminan keamanan investasi. Pada penelitian Husnan (2001) dikatakan bahwa penerapan corporate governance pada perusahaan multinasional lebih baik daripada pada perusahaan bukan multinasional. Hal tersebut terjadi karena menurut Husnan perusahaan multinasional lebih terbuka pada informasi-informasi yang menyangkut keuangan pada pemilik modalnya atau pemegang saham. Melihat dari argumentasi yang diangkat maka penelitian ini mengangkat bagaimana penerapan corporate governance pada perusahaan multinasional dan non multinasional pada periode krisis ekonomi yang tidak disertai krisis multidimensional. seperti pada krisis ekonomi 1998 yang melahirkan berbagai macam krisis dari krisis ekonomi, moneter sampai pada krisis sosial (Lihat Husnan, 2001). Menggunakan periode 2008-2009 dimana pada saat itu hanya terjadi krisis ekonomi.
Landasan Teori dan Pengembangan Hipotesis Corporate Governance Berbagai penelitian mengungkapkan kelemahan dalam tata kelola perusahaan (corporate governance) dapat menyebabkan berbagai kasus kebangkrutan, bahkan bisa menyebabkan krisis keuangan dalam lingkup domestik, regional maupun global. Menurut Yeoh (2010) krisis yang disebabkan oleh kasus Subprime Mortgage pada tahun 2007 disebabkan karena regulasi dan tata kelola (governance) yang buruk, begitupun dengan kasus enron yang mulai terungkap pada bulan Desember tahun 2001. Faccio et al. (2001) menyatakan masalah tata kelola perusahaan menjadi isu yang penting di Asia Timur sejak terjadinya krisis keuangan pada tahun 1997. Menurut Zhuang et al. (2001) kelemahan dalam tata kelola menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi krisis Asia tahun 1997. Penelitian lainnya adalah yang dilakukan oleh Husnan (2001) yang hasilnya menunjukkan adanya perbedaan kinerja antara perusahaan yang pemegang saham pengendali adalah perusahaan multinasional dan perusahaan yang pemegang saham pengendali adalah bukan perusahaan multinasional dalam menghadapi krisis tahun 1997. Sejak krisis tersebut penerapan prinsip-prinsip good corporate governance terus mendapatkan perhatian, baik oleh pemerintah, 3
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
pihak regulator pasar modal, badan perbankan, investor, kreditur maupun manajemen. Teori corporate governance terkait dengan teori keagenan (agency theory) yang dikembangkan oleh Michael Johnson, manajemen dipandang sebagai agen bagi para pemegang saham, yang dimungkinkan akan bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan sebagai pihak yang bertindak sebaik-baiknya untuk kepentingan pemegang saham seperti teori sebelumnya. Dalam pengembangannya agency theory mendapat respon lebih luas, karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai pemikiran mengenai corporate governance berkembang dari teori ini, sehingga untuk mengurangi masalah keagenan ini pengelolaan perusahaan harus diawasi dan dikendalikan dengan baik untuk memastikan bahwa pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada berbagai peraturan yang berlaku. Permasalah dalam corporate governance menurut Husnan (2001) dipengaruhi oleh karakteristik perusahaan, antara lain sebagai berikut : a.
Perusahaan yang kepemilikannya sangat menyebar (dispersed ownership),
masalah keagenan yang sering timbul adalah antara manajemen dengan pemegang saham, untuk memperkecil masalah keagenan ini pihak manajemen juga ikut memiliki sahan (insider ownership) b.
Perusahaan yang kepemilikannya terkonsentrasi (closely held). Dalam tipe
perusahaan seperti ini, timbul dua kelompok pemegang saham, yaitu controlling dan minority shareholders, semakin terkonsentrasi kepemilikan perusahaan, semakin besar kemungkinan terjadinya debt agency problem. Menurut Kaen (2003) kebijakan pendanaan (financing decision) penting dalam perspektif corporate governance, karena perjanjian hutang antara kreditur dan pihak manajemen perusahaan berkaitan dengan siapa yang mengendalikan perusahaan, pemegang kendali dalam hal ini adalah pemilik saham pengendali (controlling shareholders). Pemilik saham pengendali dapat mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya terhadap kreditur. Konflik kepentingan antara pemegang saham pengendali dengan kreditur juga dapat terjadi jika salah satu pihak memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan pihak lainnya (informational asymmetries). Kreditur dapat 4
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
melidungi dirinnya dengan berbagai covenant, baik berupa negative covenant ataupun positive covenant. Untuk meminimumkan kemungkinan asimetri informasi dimanfaatkan oleh pemegang saham pengendali untuk kepentingan mereka, maka BAPEPAM menerbitkan ketentuan yang menyatakan bahwa keputusan-keputusan yang menimbulkan benturan kepentingan harus disetujui oleh pemegang saham minoritas. Corporate governance sebagai sebuah konsep tidak mempunyai definisi tunggal, beberapa negara dan lembaga mempunyai definisi masing-masing, dalam penelitian ini definisi yang digunakan adalah menurut Forum for Corporate Governance in Indonesian (FCGI). Corporate governance dapat diartikan sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta kepentingan internal dan eksternal lainnya. Dari pengertian tersebut, dapat dijelaskan bahwa good corporate governance adalah proses pengelolaan perusahaan, yang dilandasi prinsip-prinsip
transparansi,
akuntabilitas,
responsibilitas,
implementasi
,kewajaran dan kesetaraan
Corporate Governance dan Struktur Modal Perusahaan Permodalan perusahaan pada dasarnya bisa diperoleh dari hutang dan ekuitas. Hubungan antara struktur modal dan nilai perusahaan menjadi pertimbangan penting bagi manajemen dalam pengambilan keputusan. Struktur modal perusahaan yang banyak berasal dari hutang bisa menimbulkan masalah keuangan perusahaan dimasa depan. Menurut Brealey et al. (2007),
semakin besar penggunaan hutang maka semakin besar resiko
keuangan dan biaya ekuitas. Semakin besar penggunaan hutang semakin tinggi kemungkinan masalah keuangan perusahaan tersebut (financial distress cost). Selain biaya eksplisit hutang yang berupa bunga pinjaman, hutang juga mempunyai biaya implisit. Biaya tersebut antara lain adalah biaya kebangkrutan langsung, biaya kebangkrutan tidak langsung dan biaya ancaman kebangkrutan. Struktur modal yang optimal menurut Trede off Theory adalah meningkatkan penggunaan hutang sampai pada satu titik dimana penurunan biaya pajak akibat
5
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
adanya biaya bunga seimbang dengan biaya masalah keuangan akibat penggunaan hutang. Salah satu rasio keuangan yang erat keputusan dalam struktur modal perusahaan adalah DER. DER dapat digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditunjukkan oleh bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. DER dapat memberikan gambaran mengenai struktur modal perusahaan sehingga dapat dilihat tingkat risiko tidak terbayarkan suatu hutang. Semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Semakin besar proporsi hutang yang digunakan untuk struktur modal perusahaan, maka akan semakin besar pula kewajibannya. Peningkatan hutang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham termasuk deviden yang akan diterima. Oleh karena itu kebijakan penggunaan hutang merupakan keputusan yang sangat berhubungan dengan kepentingan pemegang saham. Oleh karena itu DER bisa dijadikan proxy bagi penerapan corporate governance.
Hubungan
Corporate
Governance
dengan
Penggunaan
Hutang:
Perbandingan perusahaan multinasional dan non multinasional. Salah satu proksi corporate governance yang digunakan dalam beberapa penelitian sebelumnya adalah keputusan pendanaan melalui hutang (rasio DER). Hubungan corporate governance dengan penggunaan hutang terletak pada sifat perusahaan
yang
berbentuk
perseroan
terbatas,
pemiliknya
hanya
bertaggungjawab terbatas pada modal yang disetor (limited liability), sehingga manajemen perusahaan mungkin saja berusaha memindahkan risiko finansialnya kepada para kreditur dengan lebih memilih penggunaan hutang yang ditandai dengan tingginya rasio hutang. Kompensasi pada masalah ini biasanya kreditur akan meminta suku bunga yang lebih tinggi dan berbagai jaminan yang mampu mengamankan kredit yang telah dicairkan. Menurut Husnan (2001) masalah pemilik dan kreditur akan menjadi masalah keagenan yang disebut sebagai debt agency problem.
6
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
Bedasarkan pada penelitian Husnan (2001) dapat diasumsikan bahwa perusahaan-perusahaan yang pemegang saham pengendali adalah perusahaan multinasional diperkirakan dikelola lebih profesional sehingga pelaksanaan corporate governance akan lebih baik dibanding perusahaan-perusahaan yang pemegang saham pengendali adalah bukan perusahaan multinasional, sehingga penggunaan hutang tidak akan merugikan baik pemilik (karena pengawasan dan pengendalian yang lebih baik) maupun kreditur (karena transparansi yang lebih baik). Penelitian Husnan (2001) adalah dengan melakukan perbandingan corporate governance antara perusahaan yang pemegang saham pengendali adalah perusahaan multinasional dan bukan multinasional, periode waktu dari tahun 1996 sampai dengan tahun 1998. Indikator corporate governance yang digunakan adalah kebijakan yang menyangkut keputusan pendanaan (yang diproksi dengan DER). Dihipotesakan bahwa perusahaan-perusahaan pemegang saham pengendali adalah perusahaan multinasional akan lebih konservatif dalam penggunaan hutang. Hasilnya, pada tahun 1996 perbedaan DER tidak signifikan, yang kemudian perbedaan rata rata DER menjadi signifikan pada periode krisis tahun 1997-1998. Dalam penelitian tersebut terungkap bahwa rasio kelompok perusahaan yang pemegang saham pengendali adalah bukan perusahaan multinasional naik mencapai 4 kalinya tahun 1996, sementara rasio perusahaan yang pemegang saham pengendali adalah perusahaan multinasional lebih stabil pada saat krisis. Hal ini didukung hasil penelitian sebelumnya oleh Burgman (1996), penelitian tersebut menggunakan data perusahaan-perusahaan yang terdaftar pada New York Stock Exchange. Hasil penenelitian menyatakan bahwa perusahaan multinasional (MNC) menetapkan target rasio hutang yang lebih rendah dibanding perusahaan domestik (non multinasional). Selain itu perusahaan domestik lebih sensitif terhadap perubahan nilai tukar jika dibandingkan dengan perusahaan multinasional. Perusahaan multinasional juga memiliki beberapa cara yang lebih memudahkan perusahaan menghadapi economic exchange rate risk, sebagai contoh MNC dapat memindahkan produksi mereka ke area yang biayanya lebih
7
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
rendah, atau memanfaatkan transfer pricing, multilateral netting dan sumber hutang internasional. Hasil penelitian Lee dan Kwok (1988) mengungkapkan bahwa perusahaan multinasional memiliki rasio hutang yang lebih rendah dibanding perusahaan bukan multinasional (perusahaan domestik). Hal ini disebabkan perusahaan multinasional memiliki biaya keagenan hutang (agency costs of debt) yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan domestik. Bedasarkan uraian di atas perusahaan yang menjalankan corporate governance yang baik akan lebih berhati-hati dalam menggunakan hutang sebagai sumber pendanaannya agar tidak merugikan seluruh stakeholders, dalam penelitian sebelumnya dibuktikan dengan rasio hutang yang lebih rendah. Dapat disimpulkan bahwa perusahaan dengan pemegang saham pengendalinya adalah perusahaan multinasional menjalankan corporate governance yang lebih baik, sehingga memiliki rasio hutang (DER) yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang pemegang saham pengendalinya adalah bukan perusahaan multinasional. Dengan kata lain penerapan corporate governance yang baik ditunjukkan dengan nilai rasio DER yang rendah, hal ini berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Dari penjelasan diatas maka dapat dibuat hipotesis penelitian yaitu: “Penerapan corporate governance (di-proxy oleh DER) pada perusahaanperusahaan
dengan
pemegang
saham
pengendalinya
adalah
perusahaan
multinasional lebih baik bila dibandingkan dengan perusahaan dengan pemegang saham pengendalinya adalah bukan perusahaan multinasional”
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2006-2009 pada perusahaan industri dan manufaktur (Consumer Goods Industry, Basic Industry And Chemicals, Miscellaneous Industry). Total jumlah terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI) yang berada pada sektor tersebut adalah 134 perusahaan. Setelah dilakukan klasifikasi berdasarkan kepemilikan saham pengendali maka jumlah sampel amatan adalah 52 perusahaan yang terdiri dari 30 perusahaan yang bisa 8
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
dikategorikan
pada
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
perusahaan
multinasional
dan
22
multinasional
didefinisikan
sebagai
perusahaan
non
multinasional. Perusahaan
perusahaan
yang
beroperasi lebih dari satu negara (Shapiro, dalam Faisal 2001), sedangkan perusahaan bukan multinasional hanya beroperasi pada satu negara. Dengan kata lain perusahaan dengan pemegang saham pengendali adalah perusahaan yang beroperasi di minimal dua negara maka perusahaan tersebut dikategorikan perusahaan multinasional, begitu sebaliknya. Dalam penelitian ini jika pemilik saham pengendali adalah perorangan atau pemerintah maka diklasifikasikan sebagai kelompok bukan perusahaan multinasional. Sampel yang digunakan hanyalah perusahaan yang pemegang saham pengendalinya di atas 50% (revisi peraturan BAPEPAM nomor IX.H.1 lampiran keputusan Bapepam-LK Nomor:kep-259/BL/2008) untuk mencegah terjadinya lebih dari satu pemegang saham pengendali. Penelitian ini dilakukan dengan tahun pengamatan tahun 2006 sampai tahun 2008, tahun 2006 sampai 2007 sebagai periode sebelum krisis, dan tahun 2008 sebagai periode selama krisis.
Definisi Operasional dan Pengukuran Corporate Governance dapat diartikan sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta kepentingan internal dan eksternal lainnya. Dari pengertian tersebut, dapat dijelaskan bahwa Good Corporate Governance adalah proses pengelolaan perusahaan, yang dilandasi prinsip-prinsip transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, implementasi ,kewajaran dan kesetaraan (FCGI). Sebagai proksi dari corporate governance digunakan Debt equity ratio (Husnan, 2001), semakin rendah nilai DER berarti semakin baik nilai DER suatu perusahaan. Rumus yang digunakan untuk melakukan perhitungan DER menurut Ross et al. (2009:49) adalah : Total Debt
9
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
DER = Total Equity
Teknik análisis Data Penelitian ini menggunakan teknik pengolahan uji beda rata–rata dua kelompok independen untuk menjawab hipótesis penelitian. Dalam pengolahan data digunakan program aplikasi Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 19.
Uji
beda
rata-rata
2
kelompok
independen
digunakan
untuk
membandingkan rata-rata DER antar kelompok perusahaan yang pemegang saham pengendali adalah perusahaan multinasional dan bukan multinasional. Uji beda rata-rata 2 sampel indepeden ini digunakan untuk menganalisis signifikansi perbedaan rata-rata sekelompok data dengan sekelompok data yang lain. Nilai statisik t atau thitung dihitung dengan menggunakan rumus atau formula sebagai berikut (Cooper dan Schindler, 2008 : 487) : t=
(
−
)−
µ
µ 0
1 1 S (n + n )
Untuk menentukan signifikansinya digunakan level of confidence 95%.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Statistik Dekriptif Data stastistik deskriptif keseluruhan sampel amatan periode tahun 2006 sampai akhir tahun 2009 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Statistik Deskriptif Min
Max
Mean
Std.Error
Std. Deviasi
10
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
DER MNC Sebelum Krisis
0,09
3,68
1,1577
0,16030
0,92086
DER Bukan MNC Sebelum
-3,38
23,97
2,3059
1,11439
5,22695
Krisis
0,12
5,09
1,1380
0,20197
1,10624
DER MNC Selama Krisis
Sumber : Pengolahan data primer Dari tabel 4.1 terlihat bahwa nilai rata-rata DER perusahaan dengan pemegang saham pengendali adalah perusahaan multinasional jauh lebih rendah dibanding DER perusahaan dengan pemegang saham pengendali adalah bukan perusahaan multinasional, dilihat dari standar deviasi perusahaan dengan pemegang saham pengendali adalah bukan perusahaan multinasional memiliki DER dengan jarak yang lebih besar artinya pada kelompok perusahaan dengan pemegang saham pengendali adalah bukan perusahaan multinasional terdapat perusahaan dengan DER sangat rendah, namun ada juga perusahaan dengan DER sangat tinggi.
Hasil Uji Hipotesis Untuk menguji hipotesis dilakukkan dengan cara membandingkan rata-rata DER dua kelompok sampel yaitu perusahaan yang pemegang saham pengendali adalah perusahaan multinasional dan bukan perusahaan multinasional. Ringkasan hasil uji beda rata-rata tersebut dapat dilihat dari tabel 4.4 sebagai berikut :
Tabel 2. Uji beda rata-rata DER antara perusahaan yang pemegang saham pengendalinya adalah perusahaan multinasional dan bukan perusahaan multinasional 2006
2007
2008
11
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Multinasional
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
1,17
1,13
1,16
2,13
2,47
3,07
-1,116
-1,220
-1,932*
0,27
0,22
0,05
Non Multinasional Nilai t perbedaan rata-rata
Probabilitas
* signifikan pada 5% Sumber : Pengolahan data primer (lampiran 7)
Dari uji beda di atas dapat dilihat bahwa penggunaan hutang perusahaan dengan pemegang saham pengendali adalah perusahaan multinasional lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang pemegang saham pengendali adalah bukan perusahaan multinasional. Walaupun nilai DER lebih rendah pada perusahaan multinasional dibandingkan non multinasional akan tetapi pada saat sebelum krisis (2006-2007) nilai DER perusahaan multinasional tidak dapat dikatakan lebih baik karena tidak adanya perbedaan yang signifikan. Kemudian pada saat krisis ekonomi (tahun 2008) perbedaan rasio DER menjadi signifikan antara perusahaan multinasional dan non multinasional. Dengan kata lain pada saat krisis tahun 2008 perusahaan multinasional lebih baik dalam menerapkan corporate governance (di-proxy DER).
Diskusi dan Kesimpulan Pada tahun 2008 baik perusahaan yang pemegang saham pengendalinya adalah perusahaan multinasional maupun perusahaan yang pemegang saham pengendalinya adalah non perusahaan multinasional, kedua kelompok tersebut mengalami kenaikan rasio DER. Kenaikan tersebut dimungkinkan karena krisis global yang dipicu oleh kasus Subprime Mortage, juga mempengaruhi kondisi perekonomian di Indonesia, yang mengakibatkan terdepresiasinya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Hal ini sejalan dengan hasil statistik dalam 12
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No.15 tahun 2010 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Dalam laporan KSK tersebut dilaporkan adanya peningkatan DER pada perusahaan non financial yang go public selama tahun 2008 dan 2009. Kenaikan rasio DER tahun 2008 pada kelompok perusahaan yang pemegang saham pengendalinya adalah perusahaan multinasional tidak setinggi kenaikan rasio DER pada perusahaan yang pemegang saham pengendalinya adalah non perusahaan multinasional, bahkan beda rata-rata menjadi signifikan. Hal ini bisa mengindikasikan bahwa perusahaan yang pemegang saham pengendalinya
adalah
perusahaan
multinasional
memiliki
kemampuan
pengelolaan hutang yang lebih baik pada saat menghadapi krisis. Kesimpulan di atas berkaitan dengan pendapat Sartono (2001) bahwa rasio DER dapat digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, yang ditunjukkan oleh bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. DER dapat memberikan gambaran mengenai struktur modal perusahaan sehingga dapat dilihat tingkat risiko tidak terbayarkan suatu hutang. Semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Sesuai dengan hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa kemampuan perusahaan yang pemegang saham pengendalinya adalah perusahaan multinasional dalam hal membayar seluruh kewajibannya lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang pemegang saham pengendalinya adalah bukan perusahaan multinasional, terutama pada saat menghadapi krisis ekonomi. Hasil ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya (Husnan, 2001; Burgman, 1996; Lee dan Kwok, 1988) yang menyatakan bahwa DER perusahaan yang pemegang saham pengendalinya adalah perusahaan multinasional lebih baik (lebih rendah) daripada perusahaan yang pemegang saham pengendalinya adalah bukan perusahaan multinasional. Menurut Kaen (2003) kebijakan pendanaan (financing decision) penting dalam perspektif corporate governance. Sesuai dengan hasil uji hipotesis di atas serta hasil penelitian Black et al. (2003) dan Gillan et al. (2003) yang menemukan adanya hubungan antara laverage dengan corporate governance, namun untuk
dapat menyimpulkan bahwa bahwa
perusahaan
pengendalinya
yang
pemegang
saham
adalah
perusahaan 13
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
multinasional memiliki corporate governance yang lebih baik dibandingkan dengan perusahaan yang pemegang saham pengendalinya adalah non perusahaan multinasional.
Keterbasan Penelitian dan Saran Penelitian Selanjutnya Dalam penelitian ini hanya terbatas pada sektor industri dan manufaktur sebagai sampel penelitian. Sektor industri dan manufaktur dipilih karena proksi DER relatif lebih sesuai digunakan dibandingpada sektor lainnya seperti sektor keuangan dan perbankan. Sebaiknya penelitian berikutnya bisa melibatkan sektor lainnya dengan menguunakan pengukuran yang sesuai. Diakui bahwa rasio DER sebagai proksi dari corporate governance masih menjadi perdebatan dalam kajian ilmu keuangan. Sebagai contoh indikator pengukuran corporate governance yang berhubungan dengan faktor eksternal dan internal yang membutuhkan metode pengumpulan data melalui kuisioner dan wawancara. Misalnya dengan menggunakan indikator pengukuran yang digunakan oleh Indonesian indstitute for corporate governanace dalam laporan corporate governance perception index 2005, yaitu menggunakan enam kriteria pengukuran dengan metode kuisioner dan wawancara yang sulit dilakukan dalam penelitian ini. Begitu pula dengan penggunaan sepuluh indikator yang digunakan oleh McKinsey institute dalam The McKinsey Quarterly Number 3 (2002). Masih ada kemungkinan terjadinya kesalahan penentuan kategori perusahaan
yang
pemegang
saham
pengendalinya
adalah
perusahaan
multinasional dan bukan perusahaan multinasional dikarenakan tidak lengkapnya informasi yang diperoleh mengenai profil perusahaan pemegang saham pengendalinya.
Implikasi Penelitian Good corporate governance memberikan peluang yang tinggi terhadap pencapaian kinerja perusahaan terutama dalam menghadapi kondisi krisis ekonomi global yang memungkinkan mempengaruhi krisis ekonomi didalam negeri. Diharapkan hasil penelitian ini memberikan gambaran dan memotivasi pelaku dunia usaha baik pemilik maupun para profesional lainnya untuk 14
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
mengedepankan corporate governance dalam pengelolaan perusahaan dalam upaya meningkatkan kemampuan perusahaan menghadapi kondisis krisis ekonomi global. Selanjutnya bagi para investor untuk lebih memperhatikan faktor corporate governance dalam pengambilan keputusan investasi, sehingga tidak terjebak pada kesalahan yang sama seperti yang terjadi dalam skandal kasus Enron dan Subprime Mortage.
DAFTAR PUSTAKA Berghe, L.V, Ridder, L.D, 1999, International Standarisation of Good Corporate Governance. Kluwer Academic Publisher, Boston. Black, B.S., Jang,H., Kim,W., 2003, Does Corporate Governance Affect Firms’ Market Values? – Evidence from Korea. The Journal of Law, Economics, and Organization, Vol 22, No.2, p.366-413 Brigham, F.E., and Houston, F.J., 2009, Fundamentals of Financial Management, Tenth Edition, Thomson South Western. Brealey, R.A., Myers, S.C., and Marcus, A.J., 2007, Fundamental of Corporate Finance, Fifth Edition, McGraw-Hill, Boston. Burgman. A.T., 1996, An Empirical Examination of Multinational Corporate Capital Structure, Journal of International Business Studies, Vol. 27, No. 3 (3rd Qtr., 1996), p.553-570 Bank Indonesia, Laporan Perekonomian Indonesia 2010 Bank Indonesia, Laporan Perekonomian Indonesia 2009 Bank Indonesia, Kajian Stabilitas Keuangan (KSK) No.15 tahun 2010 Cooper Donald R & Schiendler Pamela S. 2008. Business Research Methods. Ed 10th McGraww Hill. New York Daniri, A., 2005, Good Corporate Governance, Ray, Jakarta Faccio,M., L. Lang, and L. Young. 2001. Dividends and Expropriation. American Economic Review 91(1), p.54-78. Gillan, S.L. dan Laura T.S., 2003. Corporate Governance, Corporate Ownership, and the Role of Institutional Investor: A Global Perspektive. Journal of Applied Finance (Fall), p.4- 22. 15
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
Gompers, P.A., Ishii,J., and Metrick, A., 2003, Corporate Governance and Equity Prices, The Quartely Journal of Economics, 118, p.107-155 Husnan, S., 2001, Corporate Governance dan Keputusan Pendanaan : Perbandinga Kinerja Perusahaan dengan pemegang saham pengendali Perusahaan Multinasional
dan
bukan
Multinasional,
Jurnal
Riset
Akuntansi,
Manajemen, Ekonomi, Vol 1 Nomor 1 Februari 2001 Ismiyanti. F, dan Mahadwartha. A. Putu, 2008, Does Debt Affect Firm Financial Performance? The Role of Debt on Corporate Governance in Indonesia, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol 11 No.1, p.1-22. Jensen, M.C, and William H. M. 1976. Revolution, Exit and the Failure of Internal Control System. Journal of financial Economics. Vol. 3. p. 82-136 Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006, Pedoman Umum Good Corporate Governance di Indonesia. Kaen, R.F., 2003, A Blueprint for Corporate Governance, Amacom, New York. Keown, J.A., Martin, D.J., Petty. J.W, Scott, F.D, 2002, Financial Management : Principles and Applications, Ninth Edition, Prentice Hall, New Jersey. Klapper, L.F., and Love,I., 2002, Corporate Governance, Investor Protection, and Performance in Emerging Market, World Bank Working paper. La Porta.R, Lopez De Silanes.F and Shleifer.A, 1999, Corporate Ownership around the World, The Journal of Finance, Vol. 54, No. 2, p.471-517 Lang, W.W and Jagtiani, A.J, 2010, The Mortgage and Financial Crises: The Role of Credit Risk Management and Corporate Governance, International Atlantic Economic Society. 38, p. 123-144 Lee, C.K and Kwok, Y.C.C, 1988, Multinational Corporations vs. Domestic Corporations: International Environmental Factors and Determinants of Capital Structure, Journal of International Business Studies, Vol. 19, No. 2 (Summer, 1988), p.195-217 Lemmon, L.M and Lins, V.K, 2003, Ownership Structure, Corporate Governance, and Firm Value: Evidence from the East Asian Financial Crisis, The Journal of Finance, Vol. 58, No. 4, p.1445-1468 McKinsey&Company, July 2002, Global Investor Opinion Survey ; Key Findings, McKinsey Global Institute. 16
e-ISSN; 2528-0325 Tasharruf : Journal Economic and Business Of Islam
Vol. 1 No. 2. Desember 2016
McKinsey&Company, February 2005, Taking Stock of the World’s Capital Market, McKinsey Global Institute. Mitton, Todd, 2002, A cross firm analysis of the impact of corporate governance on the East Asian financial crisis, Journal of Financial Economics 64, p.215-241. Robichheaux, S.H, Xudong Fu, Ligon, J.A, 2007, Convertible Debt Use and Corporate Governance, Quarterly Journal of Business and Economics, Vol. 46, No. 3 (Summer, 2007) Sartono Agus, Edisis Keempat, 2001, Manajemen Keuangan; Teori dan Aplikasi, BPFE Yogyakarta Shleifer dan Vishny. 1997. A Survey of Corporate Governance. Journal of Finance. Vol. 52. p. 737-783. Van den Berghe, L., and L. DeRidder, 1999, International Standardisation of Good Corporate Governance – Best Practises for the Board of Directors, Kluwer Academic Publishers, Dordrecht. Yeoh, P., 2010, Causes of The Global Financial Crisis: Learning from The Competing Insights, International Journal of Disclosure and Governance Vol. 7, 1, p.42–69. Zhuang,J.,Edwards,D., Webb, D., and Capulog, V.,2000, Corporate Governance and Finance in East Asia: a study of Indonesia, Republic of Korea, Malaysia, Philipphines, and Thailand, Asian Development Bank, Volume One.
17