ANALISA PENGARUH KUANTITAS SEMEN PADA BATUAN RESERVOIR TERHADAP PEROLEHAN MINYAK MELALUI PROSES IMBIBISI DENGAN SURFACTANT NON-IONIK (STUDI LABORATORIUM) ANALYSIS OF CEMENT QUANTITY IN RESERVOIR ROCK TO OIL RECOVERY THROUGH IMBIBITION PROCESS WITH NON-IONIC SURFACTANT (LABORATORY STUDY) Oleh Allosiyus Hendrikus Heriyono * Ir. Leksono Mucharam, M.Sc., Ph.D. **
Sari Surfactant (surface active agent) adalah zat kimia yang memiliki kemampuan untuk mengubah sifat pada interface antar fluida. Surfactant digunakan untuk mengurangi tegangan antar muka (interfacial tension). Studi laboratorium ini bertujuan untuk melihat kinerja surfaktan non-ionik pada core buatan dengan kuantitas semen yang berbeda terhadap peningkatan perolehan minyak dengan perbedaan komposisi aditif dan konsentrasi surfactant. Core buatan merepresentasikan batuan di reservoir. Minyak yang digunakan dalam studi laboratorium ini adalah minyak dari lapangan x dengan densitas 0,8165 gr/ml. Hasil yang diperoleh berupa imbibition oil recovery dalam % volume pori. Semen pembentuk batuan reservoir memiliki pengaruh negatif terhadap kinerja surfactant. Semakin besar kuantitas semen pada core buatan perolehan minyak melalui proses imbibisi dengan surfactant non-ionik semakin kecil. Kata Kunci : Surfactant, Konsentrasi, Aditif, Kuantitas Semen, Imbibisi Abstract Surfactant (surface active agent) is a chemical that can change fluid interface behavior. Surfactant used to reduce interfacial tension. This laboratory studi aim to analyze the effect of cement quantity in artificial core to oil recovery with different surfactant concetrations and additive compotition through imbibition process. Artificial core represent reservoir rock. This laboratory study used x field oil with 0.8165 gr/ml density. Result obtained as imbibition oil recovery in % pore volume. Cement that form reservoir rock has negative effect on surfactant performace. The greater cement quantity in artificial core the smaller oil recovery obtained from imbibition process with non-ionic surfarctant. Keywords : Surfactant, Concentration, Additive, Cement Quantity, Imbibition *Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan ITB **Pembimbing/Dosen Program Studi Teknik Perminyakan ITB
I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya kebutuhan minyak bumi di dunia peningkatan produksi minyak juga terus ditingkatkan. Pada konsep modern terdapat
dua jenis perolehan minyak bumi, yaitu primary recovery dan enhanced oil recovery. Primary recovery adalah minyak yang terproduksi tanpa adanya tambahan energi dari luar. Enhanced oil recovery adalah perolehan minyak tahap lanjut yaitu perolehan minyak yang berasal dari salah satu atau beberapa metode pengurasan yang
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
1
menggunakan energi luar reservoir. Surfactant (surface active agent) adalah salah satu dari metode enhanced oil recovery. Surfactant mampu mengurangi tegangan antar muka fluida (interfacial tension), sehingga dapat mengurangi nilai saturasi minyak yang tersisa di reservoir atau dikenal sebagai residual oil saturation. Di lapangan surfactant tidak bekerja dengan baik, hal ini dapat terjadi karena faktor jarak antar sumur injeksi dan sumur produksi dan juga faktor lainnya. Parameter penting dalam keberhasilan injeksi surfactant di reservoir adalah ketahanan surfactant terhadap adsorpsi di batuan reservoir. Oleh karena itu studi laboratorium ini dilakukan untuk mendeteksi pengaruh kuantitas semen terhadap kinerja surfaktan. 1.2 Tujuan Studi laboratorium ini bertujuan untuk menganalisa kinerja surfaktan non-ionik pada core buatan dengan kuantitas semen berbeda dengan penambahan aditif dan konsentrasi surfaktan yang berbeda terhadap peningkatan perolehan minyak dengan proses imbibisi.
pada interface antar fluida. Surfactant digunakan untuk mengurangi tegangan antar muka (interfacial tension). Kemampuan surfaktan dalam menurunkan tegangan antar muka telah lama dimanfaatkan dalam proses EOR guna meningkatkan produktivitas sumur minyak bumi. Beberapa kriteria parameter yang diberikan oleh (Ojeda et al)1 dalam menentukan kinerja injeksi surfactant, yaitu : 1. Geometri pori 2. Tegangan antar muka 3. Wettability dan sudut kontak 4. Perbedaan tekanan dP dan dP/L 5. Karakteristik perpindahan surfactant pada sistem tertentu
kromatografis
Berdasarkan sifat ionik dari gugus polar, surfactant dapat diklasifikasikan menjadi : 1. Anionic, yaitu surfactant yang kelompok polarnya bermuatan negatif. Di dalam larutan, molekulnya terionisasi.
1.3 Pembatasan Masalah Studi laboratorium ini hanya memperhitungkan faktor kuantitas semen, jenis aditif, dan konsentrasi surfactan pada kinerja surfactant. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Semen Semen adalah bahan pembentuk batuan reservoir. Semen berfungsi untuk merekatkan butiran batuan biasanya batu pasir. Susunan butir dan penyemenan merupakan faktor yang mempengaruhi porositas batuan reservoir. Semen memiliki bahan dasar batu kapur dan tanah lempung. Batu kapur mengandung senyawa kalsium oksida (CaO). Sedangkan tanah lempung mengandung silica dioksida (SiO2) serta alumunium oksida (Al2O3) 2.2 Surfactant Surfactant (surface active agent) adalah zat kimia yang memiliki kemampuan untuk mengubah sifat
2. Cationic, yaitu surfactant yang kelompok polarnya bermuatan positif. Di dalam larutan, terjadi ionisasi. 3. Non-ionic, yaitu jenis surfactant yang tidak membentuk ikatan ion. Molekul pada surfactant tidak terionisasi dalam larutan. Tahap terhadap salinitas brine yang tinggi. Bagian polar (head) lebih besar dari bagian non polar (tail). 4. Amphoteric atau zwitterrionic, yaitu surfactant yang kelompok polarnya bisa bermuatan positif dan juga negatif. Surfactant yang sering digunakan adalah surfactant anionic dan non-ionic. Surfactant non-ionic digunakkan karena sifatnya yang tahan terhadap salinitas air formasi yang tinggi. 2.3 Imbibisi Imbibisi merupakan suatu proses pendesakan fluida wetting phase terhadap fluida non wetting phase. Imbibisi terjadi saat batuan porous yang terisi
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
2
fluida non wetting mengalami kontak dengan fluida wetting yang dapat membasahi batuan tersebut. Jika di dalam batuan porous terisi oleh minyak (non-wetting phase) dengan saturasi diatas nilai residual, maka air atau fluida lain seperti surfactant dapat digunakkan untuk mendesak minyak yang terjebak di dalam batuan. III. ALAT DAN BAHAN 3.1 Alat Alat utama yang digunakan pada studi laboratorium ini adalah ammot imbibition cell. Alat ini terdiri dari plastik solid tahan panas pada bagian bawah yang berfungsi sebagai dudukan dari gelas kaca tahan panas (pyrex). Gelas kaca ini sebagai tempat core yang tercelup dengan larutan surfactant. Diatas gelas kaca ini dilengkapi dengan penutup berupa plastik solid tahan panas yang dilengkapi dengan burret. Burret berfungsi untuk pembacaan skala dari perolehan minyak yang keluar dari core buatan. Untuk mencegah adanya kebocoran alat ini delengkapi dengan karet pada bibir gelas dan burret dan dilengkapi juga dengan mur dan baut sebagai perekat antara tutup cell dan dudukan cell. 3.11 Alat Pendukung a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. h.
Neraca digital Jangka sorong PVC paralon Pompa vakum Pycnometer Magnet styrer Gelas kimia Gelas ukur Penjepit Labu elemeyer dan sumbat Labu elemeyer berisi kapur Oven
3.2 Bahan a. b. c. d.
Pasir kwarsa 35 mesh Semen Surfaktan non-ionik S13A* Aditif 1. STA3 2. STA2B e. Air formasi lapangan X f. Crude oil lapangan X
IV. PERSIAPAN PERCOBAAN
DAN
PROSEDUR
Sebelum melakukan percobaan terlebih dulu dihitung densitas crude oil dan air formasi lapangan X. Dengan cara :
berat. picnometer fluida berat. picnometer ....(1) volume. picnometer
Dengan persamaan tersebut didapatkan densitas crude oil 0.8165 gr/ml dan densitas air formasi 1.01 gr/ml pada suhu ruang (26 oC). 4.1 Pembuatan Core Buatan Percobaan ini menggunakan core buatan dengan komposisi perbandingan semen dan pasir yang berbeda. Tabel 1. Komposisi semen pada core buatan Core
Komposisi Semen
Pasir (gr)
Semen (gr)
1
10%
154
15.4
3
30%
154
46.2
5
50%
154
77
Setelah core buatan selesai dibuat kemudian core diukur dimensinya untuk mendapatkan volume bulk, dengan cara :
1 Volume.bulk d 2 L.........................(2) 4 Setelah dimensi core diukur kemudian core dijenuhi dengan crude oil lapangan x, lalu volume pori dari masing-masing core diukur sehingga didapatkan porositas dari masing-masing core.
berat.basah berat.ker ing ...(3) .crude.oil Volume. pori 100...................................(4) Volume.bulk
Volume. pori
Porositas yang terbentuk setelah core kering amat diperhitungkan. Porositas yang diinginkan untuk setiap core tidak jauh berbeda agar hasil dari percobaan dapat dibandingkan satu sama lain.
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
3
Tabel 2. Properti core buatan
1a
Volume Pori (ml) 8.5891
Volume Bulk (cm3) 23.91271
35.91855
3a
7.649724
23.91271
31.9902
5a
6.40049
23.91271
26.76606
1b
6.295162
21.19536
29.70067
3b
6.981017
21.19536
32.93654
5b
5.661972
21.19536
26.71326
1c
6.825475
21.19536
32.20269
3c
6.8218
21.19536
32.18535
Core
Porositas (%)
5c
5.751378
21.19536
27.13508
1d
6.4213
21.19536
30.29578
2d
6.26422
21.19536
29.55468
3d
5.81324
21.19536
27.42695
4.2 Pembuatan Larutan Surfactant Surfactant yang digunakan adalah S13A* yang bersifat non-ionik dengan konten aktif 99%. Larutan surfactant dibuat dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0.05% dan 0.2% berat dan penambahan aditif yang berbeda yaitu STA3 dan STA2B. Sebelum digunakan untuk proses imbibisi surfaktan terlebih dahulu diencerkan dengan air formasi. Perbandingan jumlah air formasi dan surfactant yang digunakan dapat dihitung dengan cara :
W1 M 1 W2 M 2 .............................(5) Dimana W1 M1 W2 M2
= berat surfactant (gr) = konten aktif (%) = berat larutan surfactant (gr) = konsentrasi larutan surfactant (%)
4.3 Prosedur Percobaan Setelah larutan surfactant dan core buatan siap, larutan dan core buatan dimasukkan kedalam ammot imbibition cell. Tujuan percobaan ini adalah melihat kinerja surfactant dengan berbagai komposisi pada core buatan dengan kuantitas semen yang berbeda-beda. Sebelum dilakukan imbibisi semua core disaturasi dengan crude oil
lapangan X. Setiap set core (a, b, dan c) diberikan perlakuan yang berbeda. Yaitu direndam dengan larutan surfactan dengan dan tanpa additive. Ketiganya menggunakan surfactant S13A* sedangkan aditif yang ditambahkan yaitu STA3 dan STA2B. Ketiga set core ini direndam dengan larutan surfactant dengan konsentrasi 0.5%. Set core lainnya (d) direndam dengan larutan surfactant S13A* tanpa aditif dengan konsentrasi lebih besar yaitu 2%. Setelah semua set core masuk dan terendam dengan larutan surfactant di dalam ammot imbibition cell, ammot imbibition cell kemudian dimasukkan ke dalam oven yang diset pada suhu 90oC. Kemudian akan diamati perolehan minyak yang keluar dari core. Pengamatan ini dilakukan dengan membaca skala yang terdapat pada burret. Banyaknya perolehan minyak ditunjukkan oleh hasil pengurangan skala pembacaan atas dengan pembacaan bawah. Pembacaan dilakukan secara berkala dengan selang waktu konstan. Pembacaan tidak dilakukan lagi apabila perolehan minyak yang didapat sudah stabil atau tidak berubah lagi Dari pembacaan skala perolehan volume minyak pada percobaan ini dapat diketahui faktor perolehan minyak terhadap volume minyak awal yang tersaturasi pada core buatan. V. HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan dilakukan dengan proses imbibisi untuk melihat pengaruh dari perbedaan kuantitas semen pada core buatan sebagai representasi reservoir terhadap kinerja surfactant dalam berbagai komposisi. Komposisi surfactant yang divariasikan adalah konsentrasi dan penambahan aditif. Baik atau buruknya kinerja surfactant ditunjukkan oleh jumlah perolehan minyak setelah proses imbibisi. Nilai perolehan minyak yang didapat dari percobaan ini disebut imbibition oil recovery (IOR %PV) terhadap besarnya nilai saturasi minyak di awal. Imbibition oil recovery dinyatakan dengan persen (%). Terdapat empat set core dengan porositas yang tidak jauh berbeda masing-masing terdiri dari tiga buah core dengan kuantitas semen yang berbeda yaitu 10%, 30%, dan 50%. Juga terdapat empat jenis larutan surfactant dengan komposisi yang berbeda. Satu set core di-imbibisi dengan satu set
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
4
larutan surfactant. Seluruh set dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 90oC. Tujuannya adalah agar percobaan menyerupai keadaan di reservoir.
penurunan. Perlakuan yang berbeda adalah dengan penambahan aditif STA3. Penambahan STA3 yang berifat asam memperburuk perolehan minyak.
5.1 Larutan Surfactant S13A* Konsetrasi 0.5%
5.3 Larutan Surfactant Konsentrasi 0.5%
Satu set core (c) dengan kuantitas semen yang berbeda di-imbibisi dengan larutan surfactant S13A* dengan konsentrasi 0.5% digunakan sebagai dasar acuan hasil percobaan. Pencapaian IOR tertinggi terdapat pada sampel core dengan kuantitas semen 10% dan kemudian berangsurangsur turun untuk sampel core dengan kuantitas semen 30% dan 50%. IOR %PV maksimum yang dicapai dari tiap sampel ditunjukkan oleh tabel dibawah ini. Tabel 3. IOR %PV maksimum imbibisi dengan larutan surfactant S13A* dengan konsentrasi 0.5% Kuantitas Semen 10% 30% 50%
5.2 Larutan Surfactant Konsentrasi 0.5%
IOR %PV Maks 46.15064 24.92011 17.38714
S13A*
+
+ STA2B
Set core ketiga (a) diuji dengan larutan surfactant S13A* dengan penambahan aditif STA2B. Aditif STA2B bersifat basa dengan pH 14. Konsentrasi larutan yang dipakai tetap 0.5%. Hasil yang didapatkan menunjukkan adanya penurunan IOR, berangsur-angsur dari core dengan kuantitas semen rendah ke tinggi. IOR %PV maksimum dihasilkan oleh sampel core dengan kuantitas semen 10%. IOR %PV maksimum dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5. IOR %PV maksimum imbibisi dengan larutan surfactant S13A* + STA2B dengan konsentrasi 0.5% Kuantitas Semen 10% 30% 50%
IOR %PV Maks 51.22772 24.83758 17.18616
STA3
Untuk set core kedua (b) larutan surfactant yang dipakai adalah S13A* dengan penambahan aditif STA3. Konsentrasi larutan tetap dipertahankan 0.5%. Aditif STA3 berisifat asam dengan pH 1. Hasil yang didapat juga menunjukkan adanya penurunan IOR dari sampel core dengan kuantitas semen rendah ke tinggi. IOR %PV maksimum yang dicapai dari tiap sampel ditunjukkan oleh tabel dibawah ini. Tabel 4. IOR %PV maksimum imbibisi dengan larutan surfactant S13A* + STA3 dengan konsentrasi 0.5% Kuantitas Semen 10% 30% 50%
S13A*
IOR %PV Maks 33.35928 16.04355 14.12953
Dibandingkan dengan uji sampel sebelumnya yaitu dengan larutan surfactant S13A* dan dengan larutan S13A* + STA3 dengan konsentrasi yang sama, uji sampel dengan larutan surfactant S13A* + STA2B menunjukkan adanya perbaikan IOR %PV untuk kuantitas semen yang sama. Jadi untuk air formasi X penambahan STA2B yang bersifat basa lebih cocok dibandingkan aditif lain yang bersifat asam. 5.4 Larutan Surfactant S13A* Konsentrasi 2% Untuk set core keempat (d) pengujian dilakukan dengan menaikan konsentrasi dari surfactant S13A* menjadi 2%. Pada pengujian kali ini tidak dilakukan penambahan aditif. Hasil IOR yang didapatkan masih dalam trend yang sama yaitu IOR %PV menurun untuk kuantitas semen yang lebih tinggi. IOR %PV maksimum dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Jika hasil tersebut dibandingkan dengan uji sampel dengan larutan S13A* dengan konsentrasi 0.5% (5.1), untuk setiap kuantitas semen yang sama, IOR% PV pada uji sampel dengan larutan S13A* + STA3 dengan konsentrasi 0.5% mengalami
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
5
Tabel 6. IOR %PV maksimum imbibisi dengan larutan surfactant S13A* dengan konsentrasi 2% Kuantitas Semen 10% 30% 50%
IOR %PV Maks 74.28402 52.20123 18.06222
Dibandingkan dengan IOR %PV yang dihasilkan dari proses imbibisi surfactant S13A dengan konsentrasi 0.5%, hasil yang diberikan dari proses imbibisi dengan penambahan konsentrasi ini lebih baik. Soaking time sampai menghasilkan IOR stabil juga lebih pendek dibandingkan dengan konsentrasi larutan surfactant yang lebih rendah. Jadi penambahan konsentrasi dapat memperbaiki kinerja surfactant. Tetapi yang terjadi di lapangan, semakin besar konsentrasi larutan surfactant yang digunakan akan semakin mahal biaya yang dikeluarkan. Karena semakin besar konsentrasi larutan surfactant berarti semakin banyak surfactant yang digunakan. Faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan injeksi surfactant adalah ketahanan surfactant terhadap adsorpsi batuan reservoir. Kehadiran semen yang mengandung batu kapur (limestone) menghasilkan efek adsospsi. Semakin banyak jumlah semen maka efek adsorpsi semakin besar. Surfactant yang bersifat asam menghasilkan perolehan minyak yang lebih sedikit dibandingkan dengan surfactant yang bersifat basa pada batuan reservoir yang bersifat mengadsorpsi.
konsentrasi 2% lebih pendek daripada larutan dengan konsentrasi 0.5%. 6.2 Saran Studi laboratorium lebih lanjut diperlukan untuk mendapatkan nilai IOR lebih baik. Dengan menggunakan jenis surfactant dan aditif yang berbeda. Perlu dilakukan pengujian lebih lanjut dengan cara mengalirkan larutan surfactant sehingga terjadi pergantian larutan surfactant lama dengan yang baru dan kemudian kinerja larutan surfactant lebih baik. DAFTAR PUSTAKA 1. Lake, L.W. : “Enhanced Oil Recovery”, Prentice-Hall, Englewood Cliffs, New Jersey (1989) 2. Siregar, S. : “Teknik Peningkatan Perolehan”, DepartemenTeknik Perminyakan ITB, 2000 3. Permadi, A.K : “Diktat Teknik Reservoir I”, Departemen Teknik Perminyakan ITB, 2004 4. Canbolat, S.; Bagci, S. : “Adsorption of Anionic Surfactant in Limestone Medium During Oil Recovery”, Turkey 2004 5. N.I. Ivanova; L.L. Volchkova; E.D. Schukin : “Adsorption of Non-Ionic and Cationic Surfactant”, Chemical Faculty, Moscow State Univerity, 1995
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan 1. Kuantitas semen pada batuan berpengaruh pada kinerja surfactant. Semakin besar kuantitas semen maka semakin buruk kinerja larutan surfactant. 2. Penambahan aditif STA2B memperbaiki kinerja larutan surfactant, jika dibandingkan dengan penambahan aditif STA3 dan dengan larutan surfactant tanpa aditif. 3. Penambahan konsentrasi pada larutan surfactant S13A* memperbaiki kinerja surfactant. 4. Untuk menghasilkan IOR yang sama soaking time larutan surfactant S13A* dengan
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
6
LAMPIRAN Tabel 7. Hasil percobaan imbibisi dengan larutan surfactant S13A* dengan konsentrasi 0.5% Kuantitas Semen 10% Soaking Voil Prod (ml) IOR %PV Time (hr) 0 0 0
Kuantitas Semen 30% Soaking Voil Prod (ml) IOR %PV Time (hr) 0 0 0
Kuantitas Semen 50% Soaking Voil Prod (ml) IOR %PV Time (hr) 0 0 0
3
0.85
12.45335
3
0.5
7.329444
3
0.3
5.216141
6
1.55
22.70904
6
0.8
11.72711
6
0.4
6.954855
9
1.85
27.10434
9
0.95
13.92594
9
0.5
8.693569
12
2.05
30.03454
12
1.05
15.39183
12
0.75
13.04035
15
2.25
32.96474
15
1.15
16.85772
15
0.9
15.64842
18
2.4
35.16239
18
1.25
18.32361
18
0.95
16.51778
21
2.5
36.62749
21
1.3
19.05655
21
0.975
16.95246
24
2.65
38.82514
24
1.35
19.7895
24
1
17.38714
27
2.85
41.75534
27
1.4
20.52244
27
1
17.38714
30
2.9
42.48789
30
1.45
21.25539
30
1
17.38714
36
3.1
45.41809
36
1.5
21.98833
36
1
17.38714
42
3.15
46.15064
42
1.5
21.98833
42
1
17.38714
48
3.15
46.15064
48
1.55
22.72128
48
1
17.38714
54
3.15
46.15064
54
1.55
22.72128
54
1
17.38714
60
3.15
46.15064
60
1.6
23.45422
60
1
17.38714
66
3.15
46.15064
66
1.6
23.45422
66
1
17.38714
72
3.15
46.15064
72
1.65
24.18716
72
1
17.38714
78
3.15
46.15064
78
1.65
24.18716
78
1
17.38714
84
3.15
46.15064
84
1.7
24.92011
84
1
17.38714
90
3.15
46.15064
90
1.7
24.92011
90
1
17.38714
96
3.15
46.15064
96
1.7
24.92011
96
1
17.38714
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
7
Tabel 8. Hasil percobaan imbibisi dengan larutan surfactant S13A* + STA3 dengan konsentrasi 0.5% Kuantitas Semen 10% Soaking Voil Prod (ml) IOR %PV Time (hr)
Kuantitas Semen 30% Soaking Voil Prod (ml) IOR %PV Time (hr)
Kuantitas Semen 50% Soaking Voil Prod (ml) IOR %PV Time (hr)
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
0.8
12.7083
1
0.35
5.013608
1
0.05
0.883096
2
1.15
18.26818
2
0.42
6.01633
2
0.1
1.766192
4
1.9
30.18221
4
0.5
7.162298
4
0.25
4.415479
6
2.05
32.56501
6
0.55
7.878527
6
0.3
5.298575
9
2.05
32.56501
9
0.62
8.881249
9
0.45
7.947862
12
2.05
32.56501
12
0.68
9.740725
12
0.5
8.830958
15
2.05
32.56501
15
0.74
10.6002
15
0.55
9.714054
18
2.05
32.56501
18
0.79
11.31643
18
0.6
10.59715
21
2.05
32.56501
21
0.81
11.60292
21
0.6
10.59715
24
2.05
32.56501
24
0.84
12.03266
24
0.6
10.59715
27
2.05
32.56501
27
0.87
12.4624
27
0.6
10.59715
30
2.05
32.56501
30
0.92
13.17863
30
0.65
11.48025
33
2.05
32.56501
33
0.92
13.17863
33
0.7
12.36334
36
2.05
32.56501
36
0.95
13.60837
36
0.7
12.36334
42
2.05
32.56501
42
0.98
14.0381
42
0.725
12.80489
48
2.05
32.56501
48
1.01
14.46784
48
0.725
12.80489
54
2.1
33.35928
54
1.05
15.04083
54
0.75
13.24644
60
2.1
33.35928
60
1.1
15.75705
60
0.75
13.24644
66
2.1
33.35928
66
1.1
15.75705
66
0.775
13.68798
72
2.1
33.35928
72
1.11
15.9003
72
0.775
13.68798
78
2.1
33.35928
78
1.12
16.04355
78
0.8
14.12953
84
2.1
33.35928
84
1.12
16.04355
84
0.8
14.12953
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
8
Tabel 9. Hasil percobaan imbibisi dengan larutan surfactant S13A* + STA2B dengan konsentrasi 0.5% Kuantitas Semen 10% Soaking Voil Prod (ml) IOR %PV Time (hr)
Kuantitas Semen 30% Soaking Voil Prod (ml) IOR %PV Time (hr)
Kuantitas Semen 50% Soaking Voil Prod (ml) IOR %PV Time (hr)
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1.1
12.80693
1
0.3
3.921722
1
0.25
3.905945
3
2.7
31.43519
3
0.5
6.536204
3
0.5
7.81189
6
3.5
40.74932
6
0.7
9.150686
6
0.6
9.374268
9
3.8
44.24212
9
0.9
11.76517
9
0.65
10.15546
12
3.9
45.40639
12
1.1
14.37965
12
0.7
10.93665
15
4
46.57065
15
1.2
15.68689
15
0.75
11.71783
18
4.1
47.73492
18
1.25
16.34051
18
0.8
12.49902
21
4.15
48.31705
21
1.3
16.99413
21
0.85
13.28021
24
4.2
48.89919
24
1.35
17.64775
24
0.9
14.0614
27
4.25
49.48132
27
1.37
17.9092
27
1
15.62378
30
4.3
50.06345
30
1.4
18.30137
30
1.05
16.40497
33
4.3
50.06345
33
1.5
19.60861
33
1.05
16.40497
39
4.35
50.64559
39
1.6
20.91585
39
1.1
17.18616
45
4.35
50.64559
45
1.65
21.56947
45
1.1
17.18616
51
4.4
51.22772
51
1.7
22.22309
51
1.1
17.18616
57
4.4
51.22772
57
1.75
22.87671
57
1.1
17.18616
63
4.4
51.22772
63
1.8
23.53033
63
1.1
17.18616
69
4.4
51.22772
69
1.85
24.18395
69
1.1
17.18616
75
4.4
51.22772
75
1.9
24.83758
75
1.1
17.18616
81
4.4
51.22772
81
1.9
24.83758
81
1.1
17.18616
87
4.4
51.22772
87
1.9
24.83758
87
1.1
17.18616
93
4.4
51.22772
93
1.9
24.83758
93
1.1
17.18616
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
9
Tabel 10. Hasil percobaan imbibisi dengan larutan surfactant S13A* dengan konsentrasi 2% Kuantitas Semen 10% Soaking Voil Prod (ml) IOR %PV Time (hr)
Kuantitas Semen 30% Soaking Voil Prod (ml) IOR %PV Time (hr)
0
0
0
0
1
2.85
44.38354
4
3.8
59.17805
7
4.49
Kuantitas Semen 50% Soaking Voil Prod (ml) IOR %PV Time (hr)
0
0
0
0
0
1
1.3
20.75278
1
0.67
11.52541
4
2.25
35.91828
4
0.8
13.76169
69.92354
7
2.42
38.6321
7
0.87
14.96584
10
4.7
73.1939
10
2.55
40.70738
10
0.92
15.82594
13
4.72
73.50536
13
2.75
43.90012
13
0.95
16.34201
16
4.74
73.81683
16
2.8
44.6983
16
0.97
16.68605
19
4.75
73.97256
19
2.82
45.01758
19
1
17.20211
22
4.75
73.97256
22
2.85
45.49649
22
1.02
17.54615
25
4.77
74.28402
25
2.87
45.81576
25
1.02
17.54615
28
4.77
74.28402
28
2.9
46.29467
28
1.02
17.54615
31
4.77
74.28402
31
2.95
47.09285
31
1.02
17.54615
34
4.77
74.28402
34
3.05
48.68922
34
1.02
17.54615
37
4.77
74.28402
37
3.1
49.48741
37
1.02
17.54615
43
4.77
74.28402
43
3.2
51.08377
43
1.02
17.54615
49
4.77
74.28402
49
3.27
52.20123
49
1.05
18.06222
55
4.77
74.28402
55
3.27
52.20123
55
1.05
18.06222
61
4.77
74.28402
61
3.27
52.20123
61
1.05
18.06222
67
4.77
74.28402
67
3.27
52.20123
67
1.05
18.06222
73
4.77
74.28402
73
3.27
52.20123
73
1.05
18.06222
79
4.77
74.28402
79
3.27
52.20123
79
1.05
18.06222
85
4.77
74.28402
85
3.27
52.20123
85
1.05
18.06222
91
4.77
74.28402
91
3.27
52.20123
91
1.05
18.06222
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
10
Grafik 1. Soaking Time Vs IOR imbibisi dengan larutan surfactant S13A* konsentrasi 0.5%
[S13A* ] 0.5% 50 45 40 35
IOR %PV
30 25
IOR %PV kuantitas semen 10% IOR %PV kuantitas semen 30%
20
IOR %PV kuantitas semen 50%
15 10 5 0 0
3
6
9
12 15 18 21 24 27 30 36 42 48 54 60 66 72 78 84 90 96 Soaking Time
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
11
Grafik 2. Soaking Time Vs IOR imbibisi dengan larutan surfactant S13A* + STA3 konsentrasi 0.5%
[ S13A* + STA3 ] 0.5% 40 35 30
IOR %PV
25 20
IOR %PV kuantitas semen 10% IOR %PV kuantitas semen 30%
15
IOR %PV kuantitas semen 50%
10 5 0 0
1
2
4
6
9
12 15 18 21 24 27 30 33 36 42 48 54 60 66 72 78 84 Soaking Time
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
12
Grafik 3. Soaking Time Vs IOR imbibisi dengan larutan surfactant S13A* + STA2B konsentrasi 0.5%
[ S13A* + STA2B ] 0.5% 55 50 45 40
IOR %PV
35 30 IOR %PV kuantitas semen 10%
25
IOR %PV kuantitas semen 30% IOR %PV kuantitas semen 50%
20 15 10 5 0 0
1
3
6
9
12 15 18 21 24 27 30 33 39 45 51 57 63 69 75 81 87 93 Soaking Time
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
13
Grafik 4. Soaking Time Vs IOR imbibisi dengan larutan surfactant S13A* konsentrasi 2%
[ S13A* ] 2% 80 75 70 65 60 55
IOR %PV
50 45 40
IOR %PV kuantitas semen 10%
35
IOR %PV kuantitas semen 30%
30
IOR %PV kuantitas semen 50%
25 20 15 10 5 0 0
1
3
6
9
12 15 18 21 24 27 30 33 39 45 51 57 63 69 75 81 87 93 Soaking Time
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
14
Grafik 5. Soaking time Vs IOR imbibisi dengan berbagai aditif dan konsentrasi yang berbeda
Surfactant 80 75
10% (S13A 0.5%)
70
30% (S13A 0.5%)
65
50% (S13A 0.5%)
IOR %PV
60 55
10% (S13A + STA3)
50
30% (S13A + STA3)
45
50% (S13A + STA3)
40
10% (S13A + STA2B)
35 30
30% (S13A + STA2B)
25
50% (S13A + STA2B)
20
10% (S13A 2%)
15
30% (S13A 2%)
10
50% (S13A 2%)
5 0 0
1
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30
33
39
45
51
57
63
69
75
81
87
93
Soaking Time
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
15
Grafik 6. perbandingan IOR %PV maksimum dengan aditif yang berbeda
Grafik 7.. perbandingan IOR %PV maksimum dengan konsentrasi surfactant S13A* yang berbeda
Allosiyus Hendrikus Heriyono, 12206020, Semester 2 – 2009/2010
16