NITRATE REDUCTION TO PREVENT Microcystis spp. BLOOM : STUDY OF SUTAMI RESERVOIR, MALANG Rohmah, A.1), Hermana, J.1) dan Suharjono3) 1) Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 2) Universitas Brawijaya, Malang
ABSTRACT Malang Sutami Reservoir is often experienced of blooming algae from the toxic species of Microcystis. Environmental factors that influence the occurrence of blooming is the enrichment of nutrients in the water body, especially nitrate. The research is therefore needed to overcome the problem of algae blooming by reducing levels of nitrate through denitrification by indigenous bacteria consortium in the Sutami Reservoir. This experimental was conducted using a factorial design, by a combinations of 2 hydraulic retention time variations (5 and 6 hours) with 2 variation of aeration systems (aeration and non aeration) and 2 variation of bacteria consortium densities (107 cells/ml and 109 cells/ml). Consortium of bacteria was identified by morphological and physiological characters, whereas the parameters of biological treatment processes are the density of algae Microcystis spp., concentration of nitrate, phosphate, nitrite, ammonia, Total Organic Matter (TOM), DO, temperature, opacity, pH, and conductivity. The data of bacteria character were analyzed using clustering methods for identification of bacteria strains, and the data of water quality, and Microcystis cell density was analyzed using a factorial design analysis method and a multiple regression. Sutami Reservoir with the initial concentration of 21,7 mg/l by nitrate reducing bacteria consortium produced nitrate reduction efficiency value in the batch number 7nA5 was 7,3%, and respectively for batch number 7nA6, 9A5, 9nA5, 9A6, and 9nA6 were 12,9%, 3,7%, 14,6%, 12,8%, and 15,3%. Highest nitrat reduction eficiency is from batch 7A6 was 66,8%. No nitrate reduction was observed in the batch control and batch number 7A5. In the batch number 7nA5, 7A6, 7nA6, 9A5, 9nA5, 9A6 and 9nA6, Microcystis cell density is decreased by 90,5%, 89,9%, 92,2%, 89,9%, 90,5%, 93,1% and 89,9%, whereas Microcystis cell density in the batch control and batch number 7A5 increased. Keywords: Aerobic denitrification, Microcystis spp., Nitrate, Sutami Reservoir.
LATAR BELAKANG Pada tahun 2002 – 2006 diberitakan di berbagai media masa terjadi blooming alga di Waduk Sutami Kabupaten Malang, dimana ledakan populasi alga tersebut mengakibatkan penurunan produktivitas perikanan. Alga yang mendominasi pertumbuhan di perairan Waduk Sutami ketika terjadi blooming adalah dari jenis Synedra, Ceratium, dan Microcystis spp. (Brahmana et al., 2002; Soedarti et al., 2006; Retnaningdyah, 2007). Namun yang selalu menjadi
1
perhatian adalah jenis Microcystis spp. karena menghasilkan toksin. Microcystis adalah alga / fitoplankton yang dominan di sistem perairan tawar baik dalam kondisi terjadi eutrofikasi maupun tidak, karena Microcystis dapat hidup pada kondisi perairan yang tercemar berat. Beberapa penelitian terdahulu menggunakan biota Microcystis spp., menyebutkan bahwa Microcystis spp. mampu hidup pada kondisi suhu 36oC (Oberholster et al., 2004; MankiewiczBoczek et al., 2006; Soedarti et al., 2006; Muthukumar et al., 2007). Alga ini menjadi sangat berbahaya ketika terjadi blooming karena menyebabkan dampak yang tidak diinginkan di ekosistem alami perairan, dimana alga tersebut menghasilkan toksin mikrocystin yang stabil di dalam air yang bersifat hepatotoksik. Toksin tersebut dapat menghambat proses metabolisme tumbuhan makrofita, juga menyebabkan kematian pada ikan dan organisme lain di perairan melalui rantai makanan. Manusia yang kontak dengan perairan yang terjadi blooming Microcystis spp. dapat menyebabkan gastroenteritis dan penyakit diare, iritasi dan alergi, serta penyakit hati (Chorus & Bartram, 1999; Romanowska-Duda et al., 2002; WHO, 2003; Oberholster et al., 2004; Lorraine et al., 2006; Gutierrez et al., 2007). Fenomena blooming alga dipicu oleh peningkatan nutrien di perairan yang menyebabkan perubahan konsentrasi dan ketidakseimbangan rasio nutrien (Kotak et al., 2000; Carpenter, 2008). Perbedaan rasio N/P dapat menyebabkan pertumbuhan alga jenis tertentu, misalnya jenis Microcystis yang cenderung mendominasi perairan dengan kadar nitrat tinggi. Pernyataan tersebut didukung dari hasil riset tim terdahulu bahwa pertumbuhan Microcystis dipengaruhi oleh kadar nitrat di perairan (Ratahari, 2008, Widyanto, 2008, Ajijah, 2009; Endrawan, 2009). Untuk mengatasi masalah tersebut, berbagai negara telah melakukan penelitian untuk mengatasi blooming cyanobakteri, yaitu baik secara biologis, kimiawi maupun mekanis. Namun dari metode kimiawi dan mekanis memiliki dampak yang negatif terhadap ekosistem perairan, untuk itu perlu dikembangkan metode biologis untuk mengatasi masalah tersebut. Salah satu metode biologis adalah dengan menurunkan kadar nitrat perairan melalui denitrifikasi dengan bantuan mikroorganisme. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengatasi fenomena blooming Microcystis dengan mereduksi nitrat di badan air melalui proses denitrifikasi, karena nitrat adalah unsur hara yang diperlukan oleh Mycrocystis dalam jumlah banyak untuk pertumbuhannya.
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bersifat eksperimental, dengan menggunakan 10 bak uji yang merupakan desain faktorial dari kombinasi waktu retensi hidrolik (TD) (5 dan 6 jam) dengan sistem aerasi yaitu aerasi dan non aerasi dengan densitas konsorsium bakteri (107 sel/ml dan 109 sel/ml) yang ditumbuhkan pada sistem pertumbuhan bakteri secara attached growth menggunakan media lekat batu kali. Variabel waktu retensi hidrolik diperoleh berdasarkan dari hasil penelitian Endrawan (2009) bahwa fase log konsorsium isolat bakteri yang digunakan dalam penelitian adalah antara jam ke-5 dan jam ke-6, dimana pada fase tersebut
2
pertumbuhan sel bakteri adalah optimal sehingga diharapkan pengolahan juga menjadi optimal. Variabel sistem aerasi diperoleh berdasarkan dari karakteristik isolat bakteri yang digunakan dalam penelitian adalah bakteri denitrifikasi aerobik / anaerob fakultatif. Langkah awal pengolahan air Waduk Sutami adalah pembuatan kultur konsorsium bakteri pereduksi nitrat sebagai pembentuk biofilm. Sumber isolat konsorsium bakteri pereduksi nitrat yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari hasil isolasi dari Waduk Sutami oleh peneliti sebelumnya dan berpotensi tinggi dalam mereduksi nitrat (Ahmed, 2009). Konsorsium bakteri pereduksi nitrat terdiri dari enam isolat, yaitu: DR-14, DR-27-1, DU-30-2, TA-8, DU-27-4 dan DU-27-2 yang selanjutnya disebut isolat 1, isolat 2, isolat 3, isolat 4, isolat 5 dan isolat 6. Pengayaan sel konsorsium bakteri menggunakan media alami air Waduk Sutami karena jika menggunaan media buatan dapat menimbulkan peningkatan kadar ammonia yang sangat tinggi, sesuai atas rekomendasi Retnaningdyah (2008). Setelah densitas konsorsium bakteri pereduksi nitrat sesuai dengan yang diinginkan, dilakukan pembenihan bakteri pada bak II secara attached growth, yaitu dengan mensuspensikan kultur konsorsium bakteri pereduksi nitrat dengan densitas 107 sel/ml dan 109 sel/ml ke dalam bak dengan media lekat batu kali. Pembenihan dilakukan secara batch culture, setelah beberapa minggu terjadi proses penempelan bakteri pada media batu kali dengan membentuk biofilm, maka bak siap dioperasikan untuk proses pengolahan. Persiapan selanjutnya adalah pengambilan sampel Microcystis dan air diambil dari Waduk Sutami Malang dengan lokasi sampling di bagian hilir. Hal ini sesuai dengan rekomendasi Retnaningdyah (2007) bahwa untuk pengambilan sampel Microcystis dapat dilakukan di semua lokasi di Waduk Sutami. Sampel air waduk dengan blooming Microcystis dimasukkan ke dalam bak I, dan diaklimatisasi 24 jam untuk mengadaptasikan biota uji pada kondisi rumah kaca / akuakultur. Bak II yang sudah terbentuk biofilm tersebut dioperasikan secara continous flow untuk proses pengolahan yaitu dengan mengalirkan air Waduk Sutami berisi Microcystis pada bak I ke dalam bak II (bak biofilter), dan effluen bak II dialirkan ke dalam bak III. Sampling pada efluen bak II adalah untuk pengukuran parameter kimiawi yaitu nitrat, nitrit, fosfat, ammonia dan total zat organik. Sampling pada bak III adalah untuk pengukuran parameter biologis yaitu respon pertumbuhan Microcystis spp. terhadap penurunan nitrat. Untuk parameter biologis dilakukan pengamatan setiap 2 hari selama 10 hari (merupakan akhir fase log dari fase pertumbuhan Microcystis spp.) (Retnaningdyah, 2007). Data yang penelitian dianalisis mengunakan metode analisis DOE (Desaign of Experiment) untuk mengetahui tingkat keragaman data dari masing - masing variabel penelitian maupun interaksi antar variabel yang memengaruhi perubahan parameter kualitas air (Iriawan dan Astuti, 2006). Data tersebut dianalisis dengan tingkat kepercayaan 90%.
3
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengolahan air Waduk Sutami secara continous culture dengan menggunakan konsorsium bakteri indigenus pereduksi nitrat dengan kombinasi faktor densitas konsorsium bakteri, sistem aerasi dan waktu retensi, dapat dilihat pada Gambar 1. Dari gambar tersebut menunjukkan efisiensi reduksi nitrat yang bervariasi, dimana pada bak 9A5 (densitas bakteri 109, aerasi dan waktu retensi 5 jam) memiliki efisiensi yang terendah yaitu 3,7% dan rata-rata reduksi nitrat pada semua bak, efisiensinya adalah rendah yaitu ±15%. Hal tersebut karena pada proses pengolahan ini tidak dilakukan penambahan sumber karbon essensial untuk meningkatkan efisiensi pengolahan. Menurut Her & Huang (1995) dan Bernat & Baryla (2007), penambahan bahan essensial tersebut dikhawatirkan akan memengaruhi kualitas air dan komunitas alga di perairan. Sebagian besar bak terjadi proses penurunan kadar nitrat karena nitrogen merupakan bagian dari struktur protein dan asam amino yang penting untuk pertumbuhan (Goldman & Horne, 1989; Ryding & Rast, 1989; Achmad, 2004). Nitrat/nitrit direduksi menjadi gas nitrogen yaitu NO, N2O atau N2 pada kondisi anaerob maupun aerob (Benefield & Randall, 1980; Li, 2007), Namun pada proses denitrifikasi aerob dihasilkan kadar gas N2O (gas rumah kaca) yang lebih rendah dari pada proses denitrifikasi pada kondisi anaerob (Takaya et al., 2003; Sengupta & Ergas, 2006). Dari hasil analisis menggunakan metode DOE, jika dilihat secara terpisah tiap variabel, maka hasil analisis menunjukkan bahwa ada beda nyata pada data yang dipengaruhi oleh variabel sistem aerasi dan waktu retensi dengan masingmasing Pvalue = 0,075 dan 0,010. Sedangkan variabel densitas menunjukkan tidak berbeda nyata, hal ini ditunjukkan oleh Pvalue = 0,162 yaitu lebih besar dari nilai α = 0,10. Namun jika dilihat interaksi antar variabel, maka ketiga variabel yang dikombinasikan dalam penelitian diperoleh data yang berbeda nyata. Dari hasil analisis tersebut, untuk menarik kesimpulan adanya beda nyata pada data yang dipengaruhi oleh variabel maka dilakukan analisis mean factor untuk menunjukkan jenis variabel yang menunjukkan pengaruh terhadap penurunan kadar nitrat. Hasil analisis mean factor diperoleh bahwa dengan adanya aerasi memengaruhi penurunan kadar nitrat. Hal ini karena konsorsium bakteri yang digunakan dalam penelitian adalah bakteri aerobik denitrifikasi, maka dengan adanya aerasi adalah mendukung pertumbuhan bakteri dan asimilasi untuk metabolisme lebih tinggi. Oleh karena itu pada proses pengolahan dengan adanya aerasi diperoleh hasil yang lebih baik pada daripada proses tanpa aerasi, sehingga penurunan kadar nitrat lebih tinggi. Untuk data yang dipengaruhi oleh variabel waktu retensi menunjukkan bahwa waktu retensi 6 jam adalah yang memengaruhi penurunan kadar nitrat, hal ini menunjukkan bahwa metabolisme konsorsium bakteri untuk mereduksi nitrat adalah lambat, sehingga perlu waktu retensi yang lebih lama untuk proses pengolahan tersebut. Hasil analisa statistik tersebut menunjukkan bahwa bak 7A6 yaitu kombinasi antara faktor densitas bakteri 107, aerasi dan waktu retensi 6 jam diperoleh efisiensi reduksi nitrat yang tertinggi yaitu sebesar 66,8%.
4
Kadar fosfat (mg/l)
20 15 10 5
ko nt ro l 7A 5 7n A5 7A 6 7n A6 9A 5 9n A5 9A 6 9n A6
6 9n A6
9A
Kadar ammonia (mg/l)
0.10 0.05 0.00
B
0.16 0.12 0.08 0.04 0.00
sebelum pengolahan
setelah pengolahan
D
800 600 400 200
sebelum pengolahan
9n A6
9A 6
7n A6 9A 5 9n A5
7A 6
0
ko nt ro l 7A 5 7n A5
Kadar TOM (mg/l)
C
setelah pengolahan
ko nt ro l 7A 5 7n A5 7A 6 7n A6 9A 5 9n A5 9A 6 9n A6
9n A5
0.15
setelah pengolahan
0.06 0.04 0.02 0.00
sebelum pengolahan
0.20
sebelum pengolahan
0.12 0.10 0.08
A
setelah pengolahan
ko nt ro l 7A 5 7n A5 7A 6 7n A6 9A 5 9n A5 9A 6 9n A6
Kadar nitrit (mg/l)
sebelum pengolahan
9A 5
7n A6
7A 6
0 ko nt ro l 7A 5 7n A5
Kadar Nitrat (mg/l)
25
setelah pengolahan
E
Gambar 1. Grafik perubahan kadar nitrat (A), kadar fosfat (B), kadar nitrit (C), kadar ammonia (D) dan kadar TOM (E) pada sistem continous culture Hasil pengolahan air waduk untuk parameter fosfat menunjukkan efisiensi reduksi fosfat yang bervariasi yaitu 7,4% pada bak 9A5, sedangkan efisiensi reduksi fosfat yang tertinggi adalah pada bak 7A5 yaitu sebesar 69,1%. Meskipun ada perbedaan nilai efisiensi penurunan kadar fosfat yang terlihat besar, namun jika dilihat dari nilai kadar fosfat sebelum pengolahan adalah 0,068 mg/l dengan efisiensi penurunan tertinggi sebesar 69,1%, maka kadar fosfat setelah pengolahan menjadi 0,021 mg/l. Dengan demikian penurunan kadar fosfat adalah kurang berarti mengingat rentang nilai penurunan kadar fosfat adalah kecil. Hal ini juga disebabkan karena proses nitrifikasi yang rendah, dimana penurunan kadar fosfat adalah setara dengan proses nitrifikasi (Vaboliene et al., 2007). Dari hasil analisis menggunakan metode DOE diperoleh bahwa data yang dipengaruhi oleh masing-masing variabel secara terpisah maupun dari interaksi antar variabel adalah tidak berbeda nyata karena nilai Pvalue lebih besar dari nilai α. Meskipun dari hasil analisis statistik menunjukkan tidak adanya pengaruh pada perubahan kadar fosfat, namun jika dilihat pada Gambar 1. untuk parameter fosfat menunjukkan adanya peningkatan kadar fosfat pada bak 9A6 dan 9nA6. Hal ini diduga adanya pelepasan senyawa fosfat kedalam perairan karena tingginya kadar nitrat pada substrat menyebabkan tidak efektifnya proses penurunan fosfor,
5
dimana proses penurunan fosfor dapat berlangsung efektif jika kadar nitrat pada substrat adalah tidak lebih dari 2 mg/l (Vaboliene et al., 2007). Parameter kadar nitrit pada Gambar 1. menunjukkan, dari keseluruhan bak pada proses pengolahan mengalami penurunan dengan nilai yang bervariasi yaitu antara 50,3% - 80,1%. Hal ini dapat terjadi karena dalam proses denitrifikasi, nitrit juga dibutuhkan sebagai akseptor elektron, dimana nitrit direduksi menjadi gas nitrogen (Patureu et al., 1997; Bernat dan Baryla, 2007), sehingga terjadi penurunan kadar nitrit selama proses pengolahan. Dari hasil analisis statistik diperoleh bahwa hanya data yang dipengaruhi oleh variabel waktu retensi yang menunjukkan adanya beda nyata dengan Pvalue = 0,037, sedangkan data yang dipengaruhi oleh variabel densitas dan sistem aerasi maupun interaksi ketiga variabel menunjukkan tidak berbeda nyata. Dari analisis mean factor diperoleh bahwa waktu retensi yang berpengaruh terhadap penurunan kadar nitrit adalah pada waktu retensi 6 jam. Berbeda dengan data nitrit, data ammonia memiliki kecenderungan meningkat pada semua desain karena nitrat dapat dirubah menjadi ammonium. Data penelitian untuk parameter ammonia dapat dilihat pada Gambar 1. Meskipun terlihat adanya penurunan kadar ammonia pada bak 7A6 yaitu sebesar 12,3%, namun pada keseluruhan bak mengalami peningkatan kadar ammonia dengan nilai yang bervariasi, terutama pada bak kontrol terjadi peningkatan kadar ammonia yang tertinggi yaitu dari 0,033 mg/l menjadi 0,138 mg/l. Dari hasil analisis statistik mean factor diperoleh bahwa data yang dipengaruhi oleh masing-masing variabel secara terpisah maupun dari interaksi antar variabel adalah tidak berbeda nyata karena nilai Pvalue lebih besar dari nilai α. Pada kondisi aerobik dapat terjadi proses nitrifikasi dimana ammonia teroksidasi menjadi nitrat atau nitrit. Namun demikian, dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa dari keseluruhan bak terjadi peningkatan kadar ammonia dengan kadar yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses pengolahan ini tidak terjadi proses nitrifikasi karena selama proses pengolahan berlangsung tidak dilakukan penambahan sumber karbon. Sesuai dengan hasil penelitian Patureu et al. (1997) menggunakan bakteri Comamonas sp. strain SGLY2 tanpa penambahan sumber karbon menunjukkan tidak adanya aktivitas nitrifikasi. Terkait dengan pernyataan tersebut, menurut Aizhong et al. (2000) mengemukakan bahwa pada kondisi dengan kadar oksigen yang tinggi, asimilasi intraselular adalah lebih dominan daripada reduksi ekstraselular, sehingga dalam proses penurunan nitrat selain dari proses denitrifikasi yang mengubah nitrat menjadi gas N, juga terdapat proses asimilasi yang merubah nitrat menjadi NH4+ (Ward et al., 2007). Di dalam suatu perairan, NH4+ adalah senyawa reaktif yang mudah bereaksi dengan ion OH- menjadi NH3. Oleh karena itu dalam proses pengolahan ini, kadar ammonia cenderung mengalami kenaikan, dengan rentang kadar 0,05 – 0,1 mg/l. Grafik perubahan kadar TOM menunjukkan pola yang berbeda pada bak aerasi dan tanpa aerasi. Pada bak kontrol dan bak dengan penambahan aerasi terjadi peningkatan kadar TOM, sedangkan pada bak tanpa penambahan aerasi terjadi penurunan kadar TOM yaitu antara 395,4 – 489,4 mg/l. Meskipun parameter yang diukur pada penelitian ini adalah total zat organik, namun hasil penelitian menunjukkan pola yang sama yaitu penurunan
6
kadar nitrat dan senyawa organik pada desain bak tanpa aerasi. Karena pada bak tanpa aerasi, proses denitrifikasi yang terjadi adalah sejalan dengan proses reduksi senyawa organik, dimana senyawa organik sebagai fraksi biodegradable digunakan pada saat proses denitrifikasi berlangsung (Pozo dan Diez, 2003). Pada bak dengan penambahan aerasi menunjukkan kadar TOM semakin meningkat, karena dalam proses denitrifikasi, reaksi yang terjadi adalah reduksi nitrat menjadi nitrogen organik pada proses asimilasi intraselular untuk pertumbuhan bakteri, atau reduksi nitrat menjadi gas N pada proses reduksi ekstrasel (Qin, 1989 dalam Aizhong et al., 2000). Keberadaan oksigen dalam mekanisme ini memiliki dua peranan yaitu penghambatan pada reduksi ekstraselular dan peningkatan aktivitas asimilasi intraselular. Jika kadar oksigen terlarut tinggi, maka asimilasi intraselular adalah lebih dominan daripada reduksi ekstraselular (Aizhong et al., 2000). Sehingga kadar organik akan semakin meningkat pada kondisi dengan kadar oksigen berlebih. Dari hasil analisis statistik menunjukkan bahwa hanya data yang dipengaruhi oleh variabel waktu retensi yang menunjukkan adanya beda nyata dengan Pvalue = 0,001. Data yang dipengaruhi oleh variabel densitas dan sistem aerasi maupun interaksi ketiga variabel menunjukkan tidak berbeda nyata. Hasil analisis mean factor menunjukkan bahwa variabel tanpa aerasi memengaruhi penurunan kadar TOM. Respon pertumbuhan Microcystis spp. Penelitian ini dilakukan dengan menyuspensikan Microcystis spp. dengan densitas sel 106 sel/ml pada bak I (bak inlet air Waduk yang akan diolah). Dari bak I dialirkan ke bak pengolahan, yang hasilnya ditampung pada bak III. Bak III dioperasikan secara batch culture selama 10 hari untuk mengamati pola pertumbuhan Microcystis spp. pada berbagai desain bak hasil pengolahan bak II, dan pola pertumbuhan Microcystis pada Gambar 2. Jika dilihat dari pola perubahan kadar nitrat hasil pengolahan pada Gambar 1., bak kontrol dan bak 7A5 menunjukkan peningkatan kadar nitrat, sedangkan bak lainnya menunjukkan penurunan kadar nitrat dengan nilai yang bervariasi. Pola pertumbuhan Microcystis spp. Gambar 2. terlihat pola penurunan jumlah sel Microcystis pada jam ke-48 yang berbeda dengan bak kontrol dan bak 7A5 menunjukkan adanya peningkatan jumlah sel sampai pada jam ke-72 dan stagnan sampai jam ke-120. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kadar nitrat pada bak kontrol dan bak 7A5 memicu pertumbuhan Microcystis spp. Grafik tersebut menunjukkan adanya pola yang sama dengan penurunan kadar nitrat yaitu dengan adanya peningkatan kadar nitrat pada bak kontrol dan bak 7A5, menunjukkan suatu pola peningkatan jumlah sel Microcystis pada bak tersebut. Pada bak lainnya dari hasil pengolahan mengalami peurunan kadar nitrat menunjukkan suatu pola penurunan jumlah sel Microcystis yang langsung dapat dilihat pada jam ke-72. Hal ini sesuai dengan penelitian Endrawan (2009) bahwa penurunan kadar nitrat oleh konsorsium bakteri pereduksi nitrat dapat menurunkan pertumbuhan Microcystis spp.
7
Gambar 2. Pola pertumbuhan Microcystis pada sistem batch culture air Waduk setelah pengolahan Jika data jumlah sel Microcystis dibandingkan dengan data perubahan kadar fosfat pada Gambar 1., terlihat bahwa pada bak kontrol dan 7A5 nilai kadar fosfat adalah 0,021 mg/l, dimana nilai ini lebih rendah daripada kadar fosfat pada bak lainnya yaitu ≥ 0,040 mg/l. Meskipun demikian, adanya variansi nilai fosfat tidak berpengaruh terhadap kelimpahan jumlah sel Microcystis karena faktor pembatas pertumbuhan Microcystis adalah nitrat (Cole, 1979). Sesuai dengan hasil penelitian Lee et al. (2000) menggunakan variasi kadar nitrat dan fosfat, bahwa dengan kadar nitrat yang bervariasi dan kadar fosfat yang tetap memperlihatkan perbedaan jumlah sel Microcystis yang signifikan. Namun sebaliknya jika kadar fosfat bervariasi sedangkan kadar nitrat tetap, menunjukkan tidak adanya perbedaan jumlah sel Microcystis. Perbedaan kadar nitrit dan ammonia adalah tidak berpengaruh pada pertumbuhan Microcystis jika konsentrasi nitrat berlebih. Pada kondisi tersebut Microcystis mengonsumsi nitrogen yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya dalam bentuk nitrat (Jacoby et al., 2000). Nitrat adalah bentuk senyawa bernitrogen stabil yang merupakan salah satu unsur penting untuk sintesis protein tumbuhan (Alaerts dan Santika, 1987 dalam Retnaningdyah, 2008). Oleh karena itu Microcystis merupakan bioindikator untuk perairan dengan kadar nitrat yang tinggi (Retnaningdyah et al., 2002). Maka pada pengamatan batch culture untuk mengetahui pola pertumbuhan Microcystis tidak dilakukan pengukuran kadar nitrit dan ammonia.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari hasil penelitian ini dapat diperoleh kesimpulan bahwa pengolahan air waduk dengan kadar nitrat 21,7 mg/l menggunakan konsorsium bakteri pereduksi nitrat menghasilkan efisiensi reduksi nitrat pada bak 7nA5 sebesar 7,3%, bak 7nA6 sebesar 12,9%, bak 9A5 sebesar 3,7%, bak 9nA5 sebesar 14,6%, bak 9A6 sebesar 12,8%, bak 9nA6 sebesar 15,3%, dan efisiensi reduksi nitrat tertinggi pada bak 7A6 sebesar 66,8%, sedangkan pada bak kontrol dan 7A5 tidak terjadi
8
penurunan kadar nitrat. Selain penurunan kadar nitrat, dalam proses pengolahan ini juga disertai dengan penurunan kadar fosfat, penurunan kadar nitrit, dan penurunan kadar TOM pada bak tanpa aerasi sedangkan pada bak aerasi terjadi peningkatan kadar TOM karena proses asimilasi intraselular lebih dominan dibandingkan dengan reduksi ekstraselular. Hasil dari penelitian Endrawan (2009) menunjukkan bahwa penurunan kadar nitrat berpengaruh terhadap penurunan pertumbuhan Microcystis spp. Hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya penurunan densitas sel Microcystis pada bak 7nA5 sebesar 90,5%, bak 7A6 sebesar 89,9%, bak 7nA6 sebesar 92,2%, bak 9A5 sebesar 89,9%, bak 9nA5 sebesar 90,5%, bak 9A6 sebesar 93,1% dan bak 9nA6 sebesar 89,9%, sedangkan densitas sel Microcystis pada bak kontrol dan bak 7A5 mengalami peningkatan.
DAFTAR PUSTAKA Achmad, R. (2004), Kimia Lingkungan, Penerbit ANDI Yogyakarta. Ahmed, M. A. (2009), Potensi Konsorsium Bakteri Pereduksi Nitrat dari Waduk Sutami dalam Mereduksi Nitrat, Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang. Aizhong, D., Jiamo, F. dan Guoying, S. (2000), Experimental Evidence for Aerobic BioDenitrification, Chinese Science Bulletin, Vol. 45, hal. 86 – 89. Ajijah, N. (2009), Respon Pertumbuhan Microcystis spp. Akibat Reduksi Nitrat oleh Konsorsium Bakteri Pereduksi Nitrat dari Waduk Sutami, Skripsi. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang. Benefield, L.D. dan Randall, C.W. (1980), Biological Process Design for Wastewater Treatment, Prentice Hall, Inc. Bernat, K. dan Baryla, I.W. (2007), Carbon Source in Aerobic Denitrification, Biochemical Engineering Journal, 36:116 – 122. Brahmana, S.S., Suyatna, U., Fanshury, R., dan Samsul B. (2002), Pencemaran Air Dan Eutrofikasi Waduk Karang Kates Dan Upaya Penanggulangannya, Jurnal Puslitbang Pengairan, 16(49):73 – 81. Carpenter, S.R. (2008), Phosphorus Control is Critical to Mitigating Eutrophication, PNAS, 105(32):11039–11040. Chorus, I. dan Bartram, J. (1999), Toxic Cyanobakteri in Water: A Guide to Their Public Health Consequences, Monitoring and Management, St Edmundsbury Press, Great Britain. Cole, G.A. (1979), Text Book of Limnology, second edition, The C.V. Mosby Company. Endrawan, R.S. (2009), Pengaruh Reduksi Nitrat Oleh Konsorsium Bakteri Pereduksi Nitrat Dari Waduk Sutami Terhadap Pertumbuhan Microcystis spp., Skripsi, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang. Goldman, C.R. dan Horne, A.J. (1989), Limnology, McGraw Hill Company, New York. Gutierrez, R.M.P., Torres, G.F., Flores, A.M. dan Flores, J.M.M. (2007), Microcystis spp.: Pharmacology and Phytochemistry, Pharmacologyonline, 1:57 – 116. Her, J.J. dan Huang, J.S. (1995), Influences of Carbon Source and C/N Ratio on Nitrate/Nitrite Denitrification and Carbon Breakthrough, Bioresource Technology, 54:45 – 51. Iriawan, N. dan Astuti, S.P. (2006), Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14, Penerbit Andi, Yogyakarta. Jacoby, J.M., Collier, D.C., Welch, E.B. Hardy, F.J. dan Crayton, M. (2000), Environmental Factors Associated with a Toxic Bloom of Microcystis aeruginosa, Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences; 57, 1; ProQuest Science Journals, pg. 231. Kotak, B.G., Lam, A.K.Y., Prepas, E.E., dan Hrudey, S.E. (2000), Role of Chemical and Physical Variables in Regulating Microcystin-LR Concentration in Phytoplankton of Eutrophic Lakes, Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences, 57(8):1584 – 1593. Li, Y. (2007), Denitrification Capacity and Denitrifying Bacteria in a Restored Bottomland
9
Hardwood Forest, Mississippi River Alluvial Valley : Hydrological Impacts, A Thesis, Environmental Department of the Louisiana State University and Agricultural and Mechanical College. Lee, S.J., Jang, M.H., Kim, H.S., Yoon, B.D. dan Oh, H.M. (2000), Variation of Microcystin Content of Microcystis spp. relative to medium N:P Ratio and Growth Stage, Journal of Applied Microbiology, 89:323 – 329. Lorraine, C.B., Dennis, J. dan Mc. Gillicuddy, Jr. (2006), Harmful Algal Blooms, Journal of The Oceanography Society, 19(2):94 – 106. Mankiewicz-Boczek, J., Urbaniak, M., Romanowska-Duda, Z. dan Izidorczyk, K., (2006), Toxic Cyanobakteri Strains in Lowland Dam Reservoir (Sulejow Res., Central Poland): Amplification of Mcy Genes for Detection and Identification, Polish Journal of Ecology, 54(2):171 – 180. Muthukumar, C., Muralitharan, G., Vijayakumar, R., Pannerselvam, A. dan Thajuddin, N. (2007), Cyanobakteril Biodiversity From Different Freshwater Ponds of Thanjavur, Tamilnadu (India), Cyanobakterial Biodiversity Botanica Malacitana, 32:17 – 25. Oberholster, P.J, Botha dan Grobbelaan, (2004), Microcystis spp. : Source of Toxic Mikrocystins in Drinking Water. African Journal of Biotechnology, 3(3):159 – 168. Patureu, D., Bernet, N. dan Moletta, R. (1997), Combined Nitrification and Denitrification in a Single Aerated Reactor Using the Aerobic Denitrifier Comamonas sp. Strain SGLY2, Wat. Res. Vol. 31, No. 6, pp. 1363-1370. Pozo, R.D. dan Diez, V. (2003), Organic Matter Reduction in Combined Anaerobic–Aerobic Fxed-Film Bioreactors, Water Research, Vol. 37 : 3561 – 3568. Rahatari, L.H. (2008) Respon Pertumbuhan Microcystis spp. dari Waduk Sutami Pada Media BG11 Terhadap Variasi Konsentrasi Fosfat, Skripsi, Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang. Retnaningdyah, C., Prayitno, Rosyitawati, Y., Dewi, M.Y.C., dan Hartini, A.N. (2002). Potensi Mikroalga sebagai Bioindikator Tingkat Pencemaran Bahan Organik di Perairan Waduk, National Seminar on Research and Studies Research Grant conducted by Ministry of National Education, Jakarta, Hal:27-28. Retnaningdyah, C. (2007), Usaha Peningkatan Bioremediasi Untuk Pengendalian Blooming Cyanobakteri Microcystis spp. di Perairan Tawar, Laporan Riset Terapan, Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya. Retnaningdyah, C. (2008), Usaha Peningkatan Bioremediasi Untuk Pengendalian Blooming Cyanobakteri Microcystis spp. di Perairan Tawar, Laporan Riset Terapan, Lembaga Penelitian Universitas Brawijaya. Romanowska-Duda, Z.R., Mankiewicz, J., Tarczynska, M., Walter, Z. dan Zalewski, M. (2002), The Effect of Toxic Cyanobakteri (Blue-Green Algae) on Water Plants and Animal Cells, Polish Journal of Environmental Studies, 11(5):561 – 566. Ryding, S.O. dan Rast, W. (1989), The Control of Eutrophication of Lakes and Reservoirs, The Parthenon Publishing Group. Paris. Sengupta, S. dan Ergas, S.J. (2006), Autotrophic Biological Denitrification with Elemental Sulfur or Hydrogen for Complete Reduksi of Nitrate-Nitrogen from a Septic System Wastewater, A Final Report Submitted to The NOAA/UNH Cooperative Institute for Coastal and Estuarine Environmental Technology (CICEET). Soedarti, T., Aristiana, J., dan Soegianto, A. (2006), Diversitas Fitoplankton Pada Ekosistem Perairan Waduk Sutami, Malang, Berk. Penel. Hayati, 11:97 – 103. Takaya, N., Catalan-Sakairi, M.A.B., Sakaguchi, Y. Kato, I. Zhou, Z. dan Shoun, H. (2003), Aerobic Denitrifying Bacteria That Produce Low Levels of Nitrous Oxide, Applied and Environmental Microbiology, Vol. 69, No. 6, p.3152 – 3157. Vabolien÷, G., Matuzevičius, A.B., dan Valentukevičien÷, M. (2007), Effect of Nitrogen on Phosphate Reduction in Biological Phosphorus Removal From Wastewater, Ekologija, Vol. 53. No. 1. p. 80 – 88. Ward, B.B., Capone, D.G., dan Zehr, J.P. (2007), What’s New in the Nitrogen Cycle?, a Quarterly Journal of The Oceanography Society, Vol. 20, No. 2, p. 101 – 109. Widyanto, A. (2008) Respon Pertumbuhan Microcystis spp. dari Waduk Sutami Pada Media BG11 Dengan Variasi Konsentrasi Nitrat, Skripsi, Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya, Malang.
10