ANALISIS WACANA PEMBERITAAN FILM “FITNA” KARYA GEERT WILDERS DI HARIAN UMUM REPUBLIKA (EDISI 29 MARET-04 APRIL 2008) Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh:
SOFWAN TAMAMI NIM: 104051101959 JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
ANALISIS WACANA PEMBERITAAN FILM “FITNA” KARYA GEERT WILDERS DI HARIAN UMUM REPUBLIKA (EDISI 29 MARET-04 APRIL 2008)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk memenuhi Persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh: SOFWAN TAMAMI NIM: 104051101959
Di Bawah Bimbingan
Gun Gun Heryanto, M. Si NIP. 150371094
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1430 H/2009 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, Mei 2009
Sofwan Tamami
Draft Pertanyaan : 1. Apa Visi dan misi HU Republika? 2. Apa ideologi dari HU Republika?
3. Apa yang melatarbelakangi penulisan berita tentang Film Fitna karya Geert Wilders? 4. Bagaimana Republika memandang masalah penayangan Film Fitna karya Geert Wilders? 5. Apa yang ingin disampaikan kepada pembaca tentang berita Film Fitna karya Geert Wilders itu dilihat? 6. Lalu bagaimana Republika sendiri menjaga keobjektifan berita yang dibuat? 7. Bagaimana wacana tentang Film Fitna diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat (dibuktikan dengan terbitnya beberapa edisi)? 8. Bagaimana kognisi sosial dan konteks sosial yang melatarbelakangi wacana yang dibentuk Republika tentang Film Fitna tersebut? 9. Sejauh mana Pengetahuan dan pemahaman wartawan tentang Film Fitna tersebut? 10. Sejauh mana Pengetahuan dan pemahaman wartawan tentang Islam? 11. Apa latar belakang (Background) wartawan yang menulis berita tersebut? 12. Seberapa besar berita ini berpengaruh di masyarakat (segi sosial, ekonomi, politik, hukum, dll)? 13. Bagaimana kebijakan redaksi Republika dalam penulisan sebuah berita? 14. Seberapa penting berita ini bagi masyarakat?
15. Bagaimana cara Republika mengemas penulisan berita? 16. Bagaimana Republika sendiri dalam mengemas berita fitna seperti pemakaian kata ganti seperti kita, mereka, dan kami? 17. Bagaimana struktur penulisan di Republika? 18. Bagaimana Republika menentukan topik berita fitna seperti dari judul, tema, lead? 19. Bagaimana Rutinitas media di Republika (misal: editing, rapat redaksi, deadline, waktu terbitnya) 20. Apakah ada Sumber resmi dari Reuters, AP (Assocciated Press), AFP, dan UPI. sebagai empat agen berita terbesar? 21. Adakah Tekanan dari pihak luar misalnya dari pengiklan, pemerintah, pembaca, kondisi ekonomi, teknologi?
ABSTRAK Sofwan Tamami Analisis Wacana Pemberitaan Film “Fitna” Karya Geert Wilders di Harian Umum Republika (Edisi 29 Maret-04 April 2008).
Film merupakan medium komunikasi yang sangat ampuh dalam menyampaikan pesa-pesan kepada masyarakat seperti yang dilakukan oleh seorang anggota parlemen Belanda bernama Geert Wilders, pemimpin partai sayap kanan Belanda (PVV Partij Voor De Vrijheid/Party For Freedom) yang merilis sebuah film dokumenter berjudul “Fitna”. Film yang dibuat oleh Wilders ini mendapat banyak tanggapan dari berbagai kalangan di dunia, mereka mengecam ulah anggota legislatif ini yang telah menghina dan melecehkan umat Islam. Harian Republika sebagai harian dengan segmentasi pembacanya mayoritas Muslim berusaha mengekspose masalah tersebut. Untuk mengetahui cara Republlika dalam mengemas pemberitaannya diperlukan perumusan masalah. Adapun perumusan masalahnya adalah: Bagaimana wacana yang dikonstruksi oleh Harian umum Republika edisi 29 Maret sampai 04 April 2008 tentang film Fitna Karya Geert Wilders? Serta bagaimana kognisi sosial dan konteks sosial yang melatarbelakangi wacana yang dibentuk HU Republika tentang film Fitna karya Geert Wilders tersebut? Penelitian ini menggunakan Metode Analisis Wacana (Discourse Analysis) model Teun A Van Dijk. Data-data dalam penelitian ini disesuaikan dengan model yang digunakan Van Dijk, yaitu meneliti dari analisis teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Teori Yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Hierarki Pengaruh, karya Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese. Model hierarki ini menjelaskan bahwa terdapat lima lapisan atau level yang mempengaruhi isi media, yakni level individu, level rutinitas media, level organisasi, level luar media, dan level ideologi media. Secara struktur makro, tema berita Republika dikemas dengan tema kecaman terhadap Geert Wilders dan penolakan terhadap film “Fitna”. Secara superstruktur Republika menulis berita dengan skema aksi penolakan terhadap film “Fitna” disertai dengan kutipan langsung pernyataan dari beberapa tokoh local dan internasional. Secara struktur mikro, Republika tidak menampilkan gaya bahasa dalam setiap berita. Bentuk kalimat yang digunakan adalah bentuk kalimat langsung, sedangkan kata ganti yang digunakan secara umum adalah kata ganti pernyataan dari nara sumber. Kognisi sosial wartawan yang menulis ini sebagai muslim tidak terlepas dari bias keberpihakan terhadap Islam. Konteks sosial berita ini Republika ingin memberitahukan masalah ini kepada masyarakat muslim bahwa diluar sana masih ada orang yang berpandangan berbeda tentang Islam, apa yang harus dilakukan untuk menyikap masalah seperti itu.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah serta inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat dan salam penulis sanjungkan kepada nabi Muhamad SAW yang telah membawa risalah kepada manusia melalui ajaran Al-Qur’an dan hadist-Nya. Karya tulis ini bukan merupakan sebuah karya besar yang patut dibanggakan karena masih banyak kesalahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki, mengingat kemampuan dan pengetahuan penulis yang serba terbatas. Dalam proses penyusunannya, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepatutnya penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Murodi, MA. 2. Pembantu Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi bidang Akademik, Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA, Pembantu Dekan bidang Administrasi Umum, Bapak Drs. Mahmud Jalal, MA, serta pembantu Dekan bidang Kemahasiswaan, Bapak Drs. Studi Rizal, LK, MA. 3. Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Bapak Drs. Suhaimi, M.Si. 4. Sekretaris Konsentrasi Jurnalistik, Ibu Dra. Rubiyanah, M.Ag. 5. Dosen pembimbing penulis, Bapak Gun Gun Heryanto, M.Si, atas bimbingan, waktu, wawasan serta dorongan motivasi kepada penulis. 6. Bapak serta Ibu Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan curahan ilmu pengetahuan kepada penulis selama masa perkuliahan.
7. Pimpinan serta staf pegawai perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan pimpinan staf pegawai perpustaakan Dakwah dan Komunikasi yang telah melayani dan memberikan fasilitas literatur kepada penulis. 8. Staf serta pegawai Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah memberikan pelayanan serta fasilitas kepada penulis. 9. Yeyen Rostiani, Redaktur Desk internasional HU Republika yang telah memberikan waktu luangnya untuk diwawancarai. 10. Orang tua terkasih, ayahanda Abdul Aziz dan Ibunda H. Khoridah Hamidi yang telah menumpahkan segala curahan kasih sayang serta kesempatan pendidikan kepada penulis. 11. Kakek dan Nenek tersayang, (Alm) H. Abdul Hamid dan Hj. Ka’anih, atas semua perhatian yang telah diberikan kepada penulis. 12. Kakak Syukri Rifai S.Pd.I, serta adik-adikku Nurfaizah dan Zulfi Hamid Fauzi atas pertanyaan gimana skripsinya? Kapan wisudanya? Pertanyaan yang memotivasi dan mendorong penulis untuk segera menyelesaikan skripsi. 13. Teman –teman Jurnalistik angkatan 2004, Neneng Hasanah atas motivasi serta perhatiannya selama ini, serta Amir, Diah, Erma, Erman, Ery, Fadli, Muzakir, Naufal, Oke, Ratna, Rahma, dan Upay. Serta teman-teman yang tidak bisa disebutkan, namun tidak mengurangi nilai persahabatan dan perjuangan kita. 14. Teman-teman kos, Rizwan Hamdi, Malik, Izoul, Uus, dan K’ Roni.
Penulis menyadari karya tulis ini jauh dari bentuk sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran konstruktif agar karya tulis ini bermanfaat bagi para civitas akademik di masa yang akan datang.
Jakarta, Mei 2009
Sofwan Tamami
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. i KATA PENGANTAR .......................................................................................... ii DAFTAR ISI ......................................................................................................... v BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1 B. Batasan dan Rumusan Masalah ............................................... 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 8 D. Metodologi Penelitian .............................................................. 9 E. Sistematika Penulisan ............................................................. 15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 17 A. Teori Hierarki Pengaruh ......................................................... 17 B. Konsep Berita ......................................................................... 21 1. Pengertian Berita .............................................................. 21 2. Nilai Berita ....................................................................... 24 3. Jenis dan Konsep Berita ................................................... 26 4. Proses Pencarian dan Teknik Penulisan Berita ................ 27 C. Konsep Film ........................................................................... 30 1. Pengertian Film ................................................................ 30 2. Jenis-jenis Film ................................................................ 31 3. Film Dokumenter ............................................................. 34 D. Wacana Versi Teun A. Van Dijk ........................................... 35 1. Pengertian Wacana .......................................................... 35 2. Segi Teks ......................................................................... 36 3. Segi Kognisi Sosial ......................................................... 37 4. Segi Konteks Sosial ........................................................ 37
BAB III
GAMBARAN UMUM HU REPUBLIKA DAN SINOPSIS FILM FITNA ............................................................................. 39 A. Sejarah Perkembangan Harian Umum Republika ................ 39 B. Profil Harian Umum Republika ............................................ 41 1. Visi dan Misi .................................................................. 41 2. Produk dan Servis ........................................................... 43 3. Profil Pembaca ................................................................ 46 4. Pembaca Republika ........................................................ 46 5. Mayoritas Pembaca ......................................................... 47 6. Daerah Sebaran ............................................................... 47 7. Profesi Pembaca ............................................................ 48 8. Penghargaan ................................................................... 48 9. Riset Pembaca ................................................................ 49 10. Billing Status ................................................................. 49 11. Struktur Redaksi ............................................................ 49 C. Sinopsis film Fitna .............................................................. 50
BAB IV
TEMUAN ANALISA DATA LAPANGAN .......................... 53 A. Analisis Teks Pemberitaan Republika film Fitna 29 Maret – 04 April 2008 ................................... 53 B. Analisis Pemberitaan Republika film Fitna dilihat dari Kognisi Sosial .................................. 84 C. Analisis Pemberitaan Republika film Fitna dilihat dari Konteks Sosial ................................. 87
BAB V
PENUTUP .............................................................................. .92 A. Kesimpulan ......................................................................... 92 B. Saran ................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 95 LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Menurut Samuel P. Huntington, sumber fundamental dari konflik dalam dunia baru pada dasarnya tidak lagi ideologi atau ekonomi, melainkan budaya. Budaya akan memilah-milah manusia dan menjadi sumber konflik yang dominan.1 Sedangkan budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat.2 Yakni minat untuk berucap, bertindak, berkarya dan lain sebagainya. Perbedaan kebudayaan setiap bangsa memaksanya untuk saling bergesekan, dengan tujuan budaya mereka semakin berkembang dan diakui oleh bangsa lain sebagai budaya yang kuat hingga akhirnya membuat suatu peradaban. Konflik antara peradaban ini menjadi fase terakhir dari evolusi konflik dalam dunia modern, konflik-konflik dunia Barat pada umumnya berlangsung antara raja-raja, antara kaisar, antara monarki absolut dan monarki konstitusional yang berusaha memperluas wilayah kekuasaan mereka, memperluas birokrasi, angkatan bersenjata, dan kekuatan ekonomi. Yang dalam prosesnya sejak revolusi Prancis mereka membentuk negara-negara, sehingga garis-garis prinsipil dari konflik itu merambah menjadi konflik antar bangsa-bangsa, bukan lagi antara raja-raja. Peradaban sendiri adalah suatu entitas budaya, setiap bangsa yang berada di setiap belahan dunia mempunyai peradaban-peradaban. Karena itu,
1 M. Natsir Tamara dan Elza Peldi Taher (ed.), Agama dan Dialog Antar Peradaban, (Jakarta: Paramadina, 1996) h.3 2 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat (ed), Komunikasi Antar Budaya, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006), h. 18
suatu peradaban adalah pengelompokkan tertinggi dari orang-orang dan tingkat identitas budaya yang paling luas yang dimiliki orang sehingga membedakannya dari spesies lainnya. Ia dibatasi oleh unsur-unsur objektif seperti bahasa, sejarah, agama, adat-istiadat, dan lembaga-lembaga, juga dibatasi oleh unsur subjektif yang berupa identifikasi diri dari orang-orang itu.3 Konflik antara Raja-raja, maupun Bangsa-bangsa dan antara ideologi berlangsung dalam peradaban Barat, ini terjadi pada perang dingin, dua perang dunia, dan peperangan pada abad 17, 18 dan abad 19. Dengan berakhirnya perang dingin, politik internasional melewati fase Baratnya, dan yang mewarnainya sekarang adalah hubungan antara peradaban Barat dan non Barat serta peradaban-peradaban non Barat itu sendiri.4 Barat sekarang berada pada puncak kekuatan yang luar biasa dalam hubungannya dengan peradaban lain. Lawan super powernya telah hilang dari peta dunia. Budaya Barat banyak yang telah menembus dunia, tetapi pada tingkat yang dasar, konsep-konsep Barat berbeda secara mendasar dari konsep-konsep peradaban lainnya. Ide Barat tentang individualisme, liberalisme, konstitusionalisme, hak-hak asasi manusia, kesamaan, kebebasan, pemerintahan berdasarkan hukum (rule of law), demokrasi, pasar bebas, dan pemisahan negara dari gereja.5 Namun, sekarang sudah banyak konsepkonsep tersebut terserap ke dalam negara-negara Timur. Josef Van Ess dalam tulisannya berjudul Islam dan Barat dalam Dialog dalam buku Agama dan Dialog Antar Peradaban menyatakan bahwa 3
M. Natsir Tamara, Agama dan Dialog Antar Peradaban, h. 3 Ibid., h. 3 5 Ibid., h. 4 4
Barat cenderung kepada universalisme yang agresif dan sama dalam pengungkapannya, itu sebabnya mengapa dalam politik Barat pemerintahan dan masyarakat non Barat hak asasi manusia biasanya diperlakukan sebagai suatu standar, yang mereka anggap itu memang sudah seharusnya.6 Begitu dominannya supremasi Barat terhadap negara-negara non Barat mengakibatkan timbulnya para pemberontak yang ingin melawan ideologi Barat, berupa melakukan tindakan-tindakan kasar dan tidak lazim dari golongan Islam garis keras, yang akhirnya membuat negara-negara Barat panik karena telah diancam atau telah diteror bom, ruang-ruang publik telah luluh lantak dihancurkan oleh bom, yang akibatnya menimbulkan chaos dan ketakutan di mana-mana. Tindakan mereka ini pun sangat dikecam oleh semua golongan yang benci terhadap kekerasan tanpa terkecuali oleh orang-orang Islam lainnya. Mereka beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh beberapa golongan itu tidak merepresentasikan umat Islam secara keseluruhan, tindakan mereka sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam yang cinta akan kedamaian dan saling sayang menyayangi. Akibat dari perseteruan tersebut, terjadilah “perang ideologi” antara Barat dan Timur, kedua blok tersebut melakukan berbagai cara dengan saling mengklaim bahwa ideologi yang mereka yakini adalah yang paling benar. Hal ini ditunjang dengan adanya kecenderungan provokasi lewat media, menurut suatu studi yang disiarkan oleh kelompok British Muslim di London bahwa
6
Ibid., h. 160
Film Barat meningkatkan purwarupa negatif mengenai umat Muslim dengan menggambarkan mereka sebagai antagonis. Contoh dari provokasi media secara gamblang terlihat melalui film "Raiders of the Lost Ark" pada tahun 1981, mereka menggambarkan tentang seorang perempuan bercadar bergegas melewati pasar untuk menikmati musik, lalu pada tahun 1998, Film "The Siege" yang dibintangi Bruce Willis dan Denzel Wahington, juga menambah kuat purwarupa monolitik mengenai orang Muslim, Palestina, dan orang Arab yang melakukan kekerasan.7 Demikian pula setelah terjadinya ledakan menara kembar pusat WTC (World Trade Center) di New York pada tanggal 11 September 2001 merupakan poin tersendiri dalam meneliti sikap media massa Barat terhadap Islam. Setelah peristiwa teror ini, banyak yang berpandangan bahwa Hollywood menyajikan gambaran bahwa umat Islam yang tanpa logika menyerang wanita, lelaki, dan anak-anak tak berdosa. Juga berulang kali dipertontonkan seorang muslim yang melakukan peledakan bom dan pembunuhan biadab bersamaan dengan suara adzan dan shalat. Contoh lain yakni Film Executive Decision, film ini menayangkan peristiwa penyanderaan sebuah pesawat yang dilakukan oleh sekelompok orang Arab Palestina. Film ini memperlihatkan para penyandera sebelum dan selepas membunuh para penumpang tidak berdosa, terlebih dahulu menunaikan shalat. Adegan ini jelas sengaja dibuat dengan tujuan menampilkan citra bahwa teror merupakan bagian dari perilaku yang telah ditetapkan dalam Islam.
7
Antara News, Film Barat Tingkatkan Citra Negatif Islam, Sabtu, 27 Januari 2007.
Lalu munculah, seorang anggota parlemen Belanda Geert Wilders pemimpin partai sayap kanan Belanda (PVV Partij Voor De Vrijheid/ Party For Freedom) pada hari Kamis 27 Maret 2008 mempublikasikan film dokumenter yang berjudul Fitna, sebuah film yang menggambarkan Alquran sebagai kitab yang mendorong kekerasan dan fasis, ia juga menyamakan Alquran dengan Mein Kempt karya Adolf Hitler yang menyuruh pengikutnya untuk membunuh.8 Tindakan Wilders tersebut dipengaruhi latar belakang kultural yang ada padanya. Menurut Jennifer Noesjirwan dalam tulisannya berjudul Pengalaman Lintas Budaya dalam buku Komunikasi Antar Budaya, menyatakan bahwa setiap orang mempunyai sistem pengetahuan dari budayanya berupa realitas yang tak pernah dipersoalkan lagi, realitas ini menyediakan skema interpretatif bagi seseorang untuk menafsirkan tindakannya dan tindakan orang lain.9 Dalam ranah ilmu sosiologi, bahwa para pelaku yang mempunyai kebutuhan dan tujuan-tujuan tertentu, akan mencoba menggunakan sumbersumber yang ada untuk memuaskan dirinya, dalam suatu “kendala” yang dibangun lingkungan, termasuk norma-norma dan nilai-nilai budaya serta kegiatan-kegiatan para pelaku pencari tujuan yang lain, kebutuhan tujuan itu sendiri terangkat dari sistem-sistem budaya, sosial, psikologis, dan biologis.10 Wilders menggunakan film sebagai medium agar dapat diakses oleh semua orang untuk menyebarluaskan pandangannya. Film yang dibuat oleh
8
“Kaum Kanan di Eropa”, HU Republika, Senin 31 Maret 2008 Deddy Mulyana, Komunikasi Antar Budaya, h. 178-179 10 Roderick Martin, Sosiologi Kekuasaan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993), h.
9
45-46
Wilders ini mendapat banyak tanggapan dari kaum muslimin di dunia, mereka mengecam ulah anggota legislatif ini yang telah menghina dan melecehkan umat Islam. Film merupakan medium komunikasi yang sangat ampuh dalam menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat, karena dengan kelebihan yang dimilikinya, pesan-pesan yang disampaikan dalam sebuah film disajikan secara halus dan menyentuh relung hati tanpa merasa digurui.11 Kasus peluncuran film yang kontroversial ini menjadi berita yang menarik bagi media massa untuk menyebarluaskannya kepada masyarakat, baik negeri yang berpenduduk mayoritas muslim maupun tidak, termasuk di Indonesia, yang penduduk muslimnya terbanyak di dunia. Salah satu HU nasional yang memberitakan masalah tersebut ialah Harian Umum Republika, HU berskala nasional ini selalu menyajikan masalah tersebut secara intensif. Dan pemberitaan tentang Film Fitna di HU Republika ini layak untuk dikaji lebih jauh dan mendalam. Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penelitian ini karena wacana pemberitaan tentang film menarik untuk diperbincangkan. Apalagi berkaitan dengan isu SARA (suku, agama, ras dan antar golongan). Karena itulah penelitian ini peneliti beri judul
“Analisis Wacana Pemberitaan Film
Fitna Karya Geert Wilders di Harian Umum Republika (Edisi 29 Maret04 April 2008)”.
B. Batasan dan Rumusan Masalah 11
Aep Kusnawan (et.al), Komunikasi dan Penyiaran Islam, Mengembangkan Tabligh Melalui Mimbar, Media Cetak, Radio, Televisi, Film dan Media Digital, (Bandung: Benang Merah Press, 2004) h. 95
Untuk lebih mempertajam dan mempermudah analisa serta kajian selanjutnya, penulis memberikan pembatasan masalah sehingga kajian skripsi ini berfokus pada pandangan HU Republika mengenai Film Fitna karya Geert Wilders. Peneliti membatasi pemberitaan tentang film Fitna dari Edisi 29 Maret sampai 04 April 2008. Dari edisi ini terdapat beberapa berita mengenai Film Fitna. Tabel 1.1 Pemberitaan Film Fitna Edisi
Judul
Sabtu, 29 Maret 2008 Minggu, 30 Maret 2008
- “Fitna Menuai Kecaman” - Wilders 'Fitna' Bisa Diajukan ke Pengadilan - Tegenfilm, Sebuah Balasan untuk Wilders
Senin, 31 Maret 2008
-
Mahatir: “Boikot Produk Belanda”
Selasa, 01 April 2008
-
RI Cekal Pembuat Fitna
Rabu, 02 April 2008
-
Boikot Produk Belanda Disambut
Kamis, 03 April 2008
-
Dutch Lady Ikut Kecam Fitna
Jumat, 04 April 2008
- Kebebasan Berekspresi Harus Hormati Agama Lain - Panen Kecaman dan Boikot
Dari pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut: a. Bagaimana wacana yang dikonstruksi oleh Harian Umum Republika
Edisi 29 Maret sampai 04 April 2008 tentang Film Fitna karya Geert Wilders? b. Bagaimana kognisi sosial dan konteks sosial yang melatarbelakangi wacana yang dibentuk HU Republika tentang Film Fitna karya Geert Wilders tersebut? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data atau informasi guna diolah dan digunakan untuk mengetahui: Secara umum: Yaitu memberikan sumbangsih terhadap khazanah ilmu pengetahuan, khususnya bagi perkembangan jurnalistik dan perkembangan media, yang berfungsi sebagai penyampai informasi khususnya media cetak. Secara khusus: Yaitu untuk mengetahui tanggapan dan alasan pimpinan dan tim redaksional Republika mengenai pemberitaan tentang Film Fitna karya Geert Wilders. Juga ingin memperoleh gambaran, informasi, dan data pemberitaan mengenai masalah ini. Adapun manfaat penelitian ini antara lain: 1.
Secara Akademis yaitu
memberikan
sumbangsih
terhadap
pengetahuan
bidang ilmu komunikasi dan jurnalistik, terutama dalam kajian analisis wacana tentang pemberitaan di media massa. 2.
Secara Praktis
yaitu ingin memberikan sumbangsih pada pihak lain, baik itu media massa maupun kelompok masyarakat lain yang tertarik dalam isu Film Fitna karya Geert Wilders.
D. Metodologi Penelitian 1.
Paradigma Penelitian Paradigma menurut Lexy J. Moleong yang mengutip pernyataan
Bogdan dan Bilklen menyatakan bahwa paradigma adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau proposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian.12 Guba dan Lincoln mengemukakan bahwa paradigma adalah basic belief system atau sistem keyakinan dasar. Segala sesuatu yang tertanam secara dalam, meliputi kepercayaan, gagasan, pemahaman, dan harapan yang memiliki kekuatan luar biasa dalam mengarahkan sebuah perilaku.13 Dalam studi mengenai bahasa, ada beberapa pandangan dalam analisisnya, yaitu Pandangan Positivisme, Pandangan Konstruktivisme, dan Pandangan Kritis. Dalam penelitian tentang wacana pemberitaan film ini, peneliti menggunakan Paradigma Konstruktivisme. menurut pandangan ini, bahasa tidak hanya dilihat dari segi gramatikal, tetapi juga melihat apa isi atau makna yang terdapat dalam bahasa itu, sehingga analisis wacana yang disampaikan
12
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosda karya, cetakan kedelapan 1997) h. 30 13 Guba, E.G. & Lincoln, Y.S. Competing Paradigms In Qualitative Research. Chapter 6 in N.K. Denzin & Y.S. Lincoln (Eds) Handbook of Qualitative Research. Thousand Oaks, CA: Sage Publications (1994), h. 107
menurut pandangan ini adalah suatu analisis yang membongkar maksudmaksud dan makna-makna tertentu yang disampaikan oleh sang subjek yang mengemukakan suatu pernyataan. 14
2. Metode penelitian Sebagai karya ilmiah, setiap pembahasan ini menggunakan metode untuk menganalisa dan mendeskripsikan suatu masalah. Metode itu sendiri berfungsi sebagai landasan dalam mengelaborasi suatu masalah, sehingga suatu masalah dapat diuraikan dan dijelaskan dengan gamblang dan dapat dipahami. Penelitian merupakan suatu proses yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang didasarkan karena sifat manusia yang mempunyai hasrat tinggi ingin tahu tentang sesuatu. Penelitian ilmiah merupakan suatu bentuk penelitian dengan mempergunakan cara berpikir yang sistematis, logis, dan obyektif.15 Secara metodologis, berdasarkan cara pendekatannya penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif eksplanatif, yang bertujuan untuk mencari sebab dan alasan ”mengapa”, diantaranya menjelaskan secara akurat mengenai satu bahasan topik, menghubungkan topik-topik yang berbeda namun memiliki kesamaan, dan membangun atau memodifikasi sebuah teori dalam topik baru atau menghasilkan bukti untuk mendukung sebuah penjelasan atau teori.16
14 Jumroni dan Suhaemi, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006) h. 83 15 Ibid.,h. 2 16 Ipah Farihah, Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: Lembaga
Eksplanatif tidak hanya sekedar memberikan gambaran (deskriptif) dari sebuah permasalahan yang diteliti saja, melainkan juga berusaha menjelaskan pembahasan yang telah diteliti secara lebih mendalam lagi.17 Menurut Turnomo Rahardjo dalam tulisannya berjudul Triangulasi; Penerapannya Dalam Studi Komunikasi Antar Budaya, menyatakan pendekatan kualitatif memiliki relasi dengan analisis data visual dan data verbal yang mereflesikan pengalaman sehari-hari. dalam pelaksanaannya, pendekatan kualitatif menggunakan metode pengumpulan data dan metode analisis yang bersifat non-kuantitatif, seperti menggunakan instrumen wawancara mendalam (indepth interview) dan pengamatan (observation), karena penelitian yang dilakukan berusaha untuk menerangkan realitas sosial sebagaimana yang dialami oleh individu-individu.18 Pengamatan kualitatif melibatkan pengukuran tingkatan suatu ciri tertentu, untuk menemukan sesuatu dalam pengamatan, pengamat harus mengetahui apa yang menjadi ciri sesuatu itu.19 Menurut
Creswell,
yang
dikutip
oleh
Turnomo
Rahardjo
mengemukakan secara ringkas perbedaan penelitian kuantitatif
dengan
penelitian pendekatan kualitatif. Tabel 1.2 Asumsi-asumsi pendekatan kuantitatif dan kualitatif20 Asumsi Ontologi
Pertanyaan sifat realitas
Kuantitatif realitas
bersifat
Kualitatif realitas
bersifat
Penelitian UIN Jakarta dengan UIN Jakarta Press, 2006, h. 35-36 17 Junaidi, Analisis Framing Film Berbagi Suami karya Nia Dinata, Jakarta: Penelitian UIN Syahid 2007, h. 10 18 M. Antonius Birowo (ed.), Metode penelitian Komunikasi; Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: Gitanyali, 2004) h. 2 19 Lexy, h. 2 20 M. Antonius Birowo (ed.), h. 2
objektif dan tunggal,
subyektif
terpisah
banyak
dari
penelitiannya
yang
dan seperti dipahami
oleh
para
partisipan Epistemologi
hub. antara
peneliti
bersikap
peneliti
independen
dengan
tergantung/bebas)
objek
terhadap objek yang
(tidak
peneliti
menjalin
interaksi
dengan
obyek yang diteliti
ditelitinya Aksiologi
peran nilai
bebas nilai dan tidak
sarat nilai dan bias
bias Retorika
bahasa
formal,
penelitian
pada
didasarkan seperangkat
definisi,
bersifat
impersonal
Metodologi
dan
informal, mengembangkan keputusan, bersifat
personal,
menggunakan istilah-
memakai
istilah kuantitatif yang
istilah
telah disepakati
yang diterima
proses
proses
proses
induktif,
penelitian
sebab-akibat,
bersifat
simultan,
deduktif,
rancangan statis
bersifat (kategori-
kategori
dipisahkan
sebelum
penelitian
dilakukan), konteks,
bebas
generalisasi
istilahkualitatif
rancangan muncul (kategorikategori diidentifikasi selama
proses
penelitian), terikat
yang
mengarah
pada
prediksi,
eksplanasi
dan
konteks, teori-teori dikembangkan untuk
pemahaman, akurasi
menciptakan
melalui validitas dan
pemahaman,
realibilitas
akurasi
dan
realibilitas melalui verifikasi
Sedangkan menurut Bogdan dan Taylor yang telah dikutip oleh Lexy J. Moleong mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.21 3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan berbagai cara: a. Observasi Teks, observasi atau pengamatan langsung dilakukan kepada teks yang akan diteliti, dalam hal ini peneliti mencari dan menghimpun berita yang dimuat HU Republika dari edisi 29 Maret sampai dengan edisi 04 April 2008, dengan cara mencari di HU atau dengan mendatangi langsung Pusat data Republika. b. Wawancara, ini dilakukan untuk mengumpulkan dan menguatkan data dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada dewan redaksi atau wartawan yang menulis pemberitaan tentang Film Fitna
21
Lexy, h. 3
di HU Republika.22 c. Dokumentasi: menyelidiki benda-benda tertulis seperti arsip-arsip berita, buku-buku, majalah, dokumen, peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya. Dan dengan pemanfaatan teknologi informasi, yaitu dengan mengakses situs resmi HU Republika www.republika.co.id. 4. Teknik Analisis Data dan Pengolahan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis wacana versi Teun A Van Dijk. Wacana oleh Van Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis Van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah.23 Struktur/elemen
wacana
yang
dikemukakan
Van
Dijk
dapat
digambarkan sebagai berikut:24 Struktur
Hal yang diamati
Elemen
Wacana
22
Jalaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999), h. 187 23 Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKiS, 2001) h. 4 24 Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosda Karya, cet. keempat April 2006) h. 74
Struktur Makro
Tematik (apa yang
Topik
dikatakan) Superstruktur
Skematik (bagaimana
Skema
pendapat disusun dan dirangkai) Struktur Mikro
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Semantik (makna yang
Latar, detail, maksud,
ingin ditekankan dalam
praanggapan,
teks berita)
nominalisasi
Sintaksis (bagaimana
Bentuk kalimat,
pendapat disampaikan)
koherensi, kata ganti
Stilistik (pilihan kata apa
Leksikon
yang dipakai)
Struktur Mikro
Retoris (bagaimana dan
Grafis, Metafora Ekspresi
dengan cara apa penekanan dilakukan)
Setelah menganalisis data, peneliti mengolah data yang telah terkumpul dari edisi 29 Maret sampai dengan edisi 04 April 2008. Edisi Sabtu, 29 Maret 2008 Minggu, 30 Maret 2008
Judul “Fitna Menuai Kecaman” - Wilders
'Fitna'
Bisa
Diajukan
ke
Pengadilan - Tegenfilm, Wilders
Sebuah
Balasan
Untuk
Edisi
Judul
Senin, 31 Maret 2008
Mahatir: “Boikot Produk Belanda”
Selasa, 01 April 2008
RI Cekal Pembuat Fitna
Rabu, 02 April 2008
Boikot Produk Belanda Disambut
Kamis, 03 April 2008
Dutch Lady Ikut Kecam Fitna
Jumat, 04 April 2008
- Kebebasan Berekspresi Harus Hormati Agama Lain - Panen Kecaman dan Boikot
E. Sistematika Penulisan Secara sistematis penulisan skripsi ini dibagi menjadi menjadi lima bab, Setiap bab terdiri atas sub-sub bab yang memiliki keterkaitan satu sama lainnya. Untuk lebih jelasnya penulis uraikan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN
: Dalam bab ini terdiri dari latar
belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta metodologi penelitian yang akan diuraikan point per point. BAB II TINJAUAN PUSTAKA :
Bab
ini
menjelaskan
tentang
Pengertian Berita, Nilai Berita, Jenis Berita dan Konsep Berita, Proses Pencarian Berita dan Teknik Penulisan Berita, Definisi Film, Jenis-jenis Film, Unsur-unsur Film, dan Film Dokumenter. BAB III GAMBARAN UMUM
: Dalam bab tiga penelitian ini akan
menjelaskan tentang Sejarah dan perkembangan HU Republika, visi dan
misi, serta konsep-konsep umum pada harian umum Republika yang ditemukan peneliti dalam sumber-sumber pendukung. BAB IV HASIL PENELITIAN
: Bab empat dalam laporan penelitian
ini berisi mengenai penjelasan hasil penelitian yang diperoleh peneliti dalam penelitiannya. BAB V PENUTUP
: Bab terakhir ini berisi kesimpulan
dan saran dari penulis mengenai hal-hal yang telah dibahas oleh penulis dalam skripsi ini.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Hierarki Pengaruh Media massa merupakan gambaran sederhana dari sebuah dunia dan sekitarnya, jika kita menyaksikan sendiri sebuah kejadian lalu membaca atau melihat sebuah cerita itu dalam sebuah berita. Banyak kesamaan yang akan kita temukan antara apa yang telah kita lihat dengan apa yang media laporkan. Secara langsung itu adalah hasil dari sebuah proses sederhana tentang isi media massa. Antara berita dan hiburan keduanya dibentuk, dilindungi dan dipaksa oleh kekuatan beberapa orang. Sebuah kenyataan yang ditayangkan oleh sebuah media di dunia kadang-kadang sangat berbeda. Kadang-kadang dua media menayangkan satu kejadian pada versi yang sama, namun sewaktuwaktu berbeda. Misalnya sebuah laporan tentang konflik kejadian menunjukan kepada khalayak bahwa bagaimana sebuah isi media diproduksi, menunjukan tentang sebuah kekuatan isi media massa yang dapat memberikan tekanan, peringatan, dan “pukulan” kepada semua orang. Sebuah teks atau gambar merupakan wajah dari karakteristik sebuah media, informasi-informasi yang didapat oleh wartawan tersebut mengalami sebuah proses penggodokan hingga akhirnya menjadi sebuah berita yang siap
untuk dikonsumsi oleh pembaca. Banyak faktor yang menentukan hingga terjadinya sebuah berita. Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese membuat lima bagian yang mempengaruhi isi media. Lihat gambar di bawah: Gambar 1 Media Content in Hierarchical Model25
Model Hierarki ini menjelaskan bahwa terdapat lima lapisan atau level yang mempengaruhi isi sebuah media, yakni level individu, level rutinitas media, level organisasi, level luar media dan terakhir level ideologi media. Faktor pertama, level individu. Adalah pengaruh individu-individu pekerja media, sebuah informasi tentu sangat dipengaruhi oleh individuindividu yang berperan di dalamnya, background personal maupun profesional. Latar belakang pendidikan, sosial ekonomi, kebudayaan, jenis kelamin, umur maupun ideologi keyakinannya mempengaruhi sudut pandang pemberitaan dalam menyajikan sebuah berita. Sebagai contoh realitasnya adalah wartawan yang beragama Islam tentu berbeda pandangan dengan 25
Pamela J. Shoemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message; Theories Of Influences On Mass Media Content, (New York, Longman Publisher USA, Second Edition 1996, h. 64
wartawan yahudi mengenai peliputan berita tentang Film Fitna dan sebagainya. Level kedua, level rutinitas media. Selain faktor individu, apa yang dihasilkan oleh sebuah media dipengaruh oleh kegiatan-kegiatan rutinitas media tersebut. Berupa rapat redaksi, waktu deadline, keterbatasan tempat, maupun struktur penulisan dan lain sebagainya. Istilah routine sendiri merujuk kepada praktek-praktek dan bentukbentuk terpola, serta berulang-ulang secara teratur yang digunakan oleh pekerja media untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan mereka, rutinitas dalam media diperlukan untuk memastikan bahwa sistem media akan bertindak dalam cara-cara predictable dan tidak mudah dilanggar.26 Rutinitas media berhubungan dengan mekanisme dan proses penentuan berita. Setiap media umumnya mempunyai ukuran tersendiri tentang apa yang disebut berita, apa ciri-ciri berita yang baik, atau apa kriteria kelayakan berita. Ukuran tersebut adalah rutinitas yang berlangsung tiap hari dan menjadi prosedur standar bagi pengelola media yang berada di dalamnya. Level ketiga, pengaruh organisasi. Kebijakan-kebijakan perusahaan tentu memiliki peran penting terhadap isi yang dihasilkan media. Dalam organisasi media massa terdapat bagian direksi, bagian redaksi, bagian manajemen, iklan dan pemasaran, sirkulasi, bagian umum dan lain sebagainya. Pengertian organisasi pengolahan media massa sendiri adalah sekumpulan orang yang bertekad untuk bekerja sama guna mencapai satu
26
Ibid, h. 105
tujuan yang telah disetujui bersama yakni meyajikan informasi secara periodik melalui media massa.27 Pengolahan yang dilakukan secara bersamasama
ini
menghasilkan
kebijakan-kebijakan
yang
bertujuan
untuk
kepentingan bersama. Kehadiran HU Republika tidak terlepas dari campur tangan ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia), karena itu kalangan muslim sangat antusias memberi dukungan, antara lain dengan membeli saham sebanyak satu lembar saham perorang. Level keempat, level luar media. Yaitu media saingan, setiap media selalu memperhatikan media lain untuk membandingkan berita-berita apa saja yang diterbitkan media tersebut. Hal ini berkaitan dengan saingan pasar dan pemberitaan yang diangkat dalam sebuah media juga berpengaruh terhadap situasi yang terjadi di luar. Termasuk pengaruh dari luar organisasi media, ini mencakup lobi dari kelompok penting terhadap isi media. Kelompok penyaing tersebut berasal dari praktisi public relations dan pihak pemerintah yang membuat peraturanperaturan di bidang pers. Dalam level ini, terdapat faktor yang erat kaitannya dengan isi berita, yakni sumber informasi. Seperti kelompok minat tertentu, kampanye hubungan masyarakat dan organisasi itu sendiri, sumber penghasilan seperti iklan dan audiens, institusi sosial lainnya seperti bisnis dan pemerintahan serta kondisi ekonomi dan teknologi.
27
JB Wahyudi, Komunikasi Jurnalistik; Pengetahuan Praktis Bidang Kewartawanan, Surat Kabar, Majalah, Radio Dan Televisi (Bandung: Alumni, 1991) h. 55
Munculnya kasus Film Fitna yang bersinggungan dengan Islam, HU Republika sebagai “Koran Muslim” berada di garis terdepan secara intens dalam menyampaikan informasi ke masyarakat dibandingkan dengan media nasional lainnya, bahkan maslah ini juga menyeret kepentingan politik dan lintas Negara, HU Republika menginformasikan pendapat dari Pemerintah Indonesia maupun dari Pemerintah Belanda. Level kelima, pengaruh ideologi media. Ideologi merupakan sebuah pengaruh yang paling menyeluruh dari semua pengaruh. Ideologi diartikan sebagai mekanisme simbolik yang menyediakan kekuatan kohesif yang mempersatukan di dalam masyarakat. Ideologi dalam suatu media maksudnya adalah apa saja yang diyakini oleh kelompok tertentu atau nilai-nilai yang dianut oleh media massa dalam memposisikan dirinya. Lebih jauh lagi, Althusser melihat bahwa ideologi terkadang menekankan bagaimana kekuasaan kelompok dominan dalam mengontrol kelompok lain. Ideologi adalah hasil rumusan dari individuindividu tertentu mengenai suatu hal. Maka tak heran jika makna tersirat dari isi suatu media merupakan nilai dasar dari media tersebut. Sikap umum dari HU Republika yang menekankan visi Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar serta membela, melindungi dan melayani kepentingan umat, terlihat jelas dari isi berita yang bias keberpihakan terhadap Islam.
B. Konsep Berita 1. Pengertian Berita
Berita merupakan hal atau peristiwa yang terjadi di dunia, oleh karena itu semua media baik cetak maupun elektronik selalu menyajikan berita atau informasi yang dipublikasikan kepada khalayak. Tidak ada pengertian khusus mengenai berita, namun ada beberapa pendapat yang mendefinisikan tentang apa itu berita. Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat membagi definisi berita berdasarkan wilayah kekuatan dunia, yakni berdasarkan pers Timur dan pers Barat. Dalam pers Timur, berita adalah suatu “proses”, proses yang ditentukan arahnya. Tidak didasarkan pada maksud untuk memuaskan nafsu “curiosity’ segala sesuatu yang “luar biasa” dan “amazing”, melainkan pada keharusan ikut berusaha mengorganisasikan pembangunan dan pemeliharaan negara sosialis. Bahkan Lenin memberikan definisi berita sebagai “a collective organizer, a collective agitator, a collective propagandist.”28 Sedangkan pers Barat memandang berita itu sebagai “komoditi”, sebagai “barang dagangan” yang dapat diperjualbelikan. Oleh karena itu, sebagai barang dagangan ia harus “menarik”, seperti yang dikemukakan oleh Lord Nortchliffe bahwa “News is anything out of ordinary” (Berita adalah segala sesuatu yang tidak biasa).29 Selain itu, banyak yang mendefinisikan tentang berita. Asep Saeful Muhtadi mengutip Bruce D. Itule mendefinisikan berita dengan mengungkap contoh, berita adalah “man bites dog”, dengan kata lain berita merupakan
28
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik; Teori dan Praktek, (Bandung: Rosda, 2005), h. 32 29 Ibid ,. h. 33
sesuatu yang memang belum pernah terjadi, atau belum pernah didengar sebelumnya.30 Sedangkan Sudirman Tebba menyatakan bahwa berita adalah jalan cerita tentang peristiwa. Ini berarti bahwa suatu berita setidaknya mengandung dua hal, yaitu peristiwa dan jalan ceritanya. Jalan cerita tanpa peristiwa atau peristiwa tanpa jalan cerita tidak dapat disebut berita.31 Paul De Massener dalam buku Here’s The News: Unesco Associate yang dikutip oleh AS Haris Sumadiria, menyatakan bahwa news atau berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik serta minat khalayak pendengar. Juga menurut Charnley dan James M. Neal menjabarkan bahwa berita adalah laporan tentang suatu peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi, interpretasi yang penting, menarik, masih baru dan harus secepatnya disampaikan kepada khalayak. 32 Pada leksikon komunikasi, berita didefinisikan sebagai berikut33: 1. Fakta atau gagasan yang dapat menarik perhatian orang banyak dan tepat waktunya disiarkan. 2. Pernyataan yang bertujuan untuk memberitahu. 3. Laporan tentang peristiwa atau pendapat yang disiarkan atau untuk diketahui secara umum.
Kustadi Suhendang memandang berita sebagai laporan atau pemberitahuan tentang segala peristiwa aktual yang menarik perhatian orang banyak.34
30
Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik; Pendekatan Teori dan Praktek, (Jakarta: Logos, 1999) h. 108 31 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, (Jakarta: Kalam Indonesia, 2005) h. 55 32 AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia; Menulis Berita dan Feature, (Bandung: Remaja Rosda Karya, cet. kedua 2006) h. 64 33 Harimukti Kridaksana, (ed), Leksikon Komunikasi, (Jakarta: PT Pradya Paramita, 1984), h. 20 34 Kustandi Suhendang, Pengantar Jurnalistik; seputar Organisasi, Produk, dan Kode
Robert Park membatasi berita sebagai laporan tentang peristiwa yang luar biasa atau tidak terduga. Dennis McQuail mengatakan ”semua peristiwa yang dilaporkan sebagai berita yang bersifat luar biasa atau paling sedikit tak terduga sebagai syarat yang lebih penting ketimbang ’signifikan nyata’ berita sendiri.35
2. Nilai Berita
Berita menampilkan fakta, tetapi tidak setiap fakta adalah berita.36 Ada faktor-faktor tertentu mengapa berita ini layak dipublikasikan sedangkan berita itu tidak, berita memiliki beberapa kriteria nilai apa saja yang lazim dipakai dalam memilih berita. Menurut Downie JR dan Kaiser yang dikutip Septiawan Santana K, nilai berita merupakan istilah yang tidak mudah untuk didefinisikan. Istilah ini meliputi segala sesuatu yang tidak mudah dikonsepsikan. Ketinggian nilainya tidak mudah untuk dikongkretkan. Nilai berita juga menjadi rumit bila dikaitkan dengan sulitnya membuat konsep berita.37 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat menjelaskan nilai-nilai berita sebagai berikut38: a. Aktualitas (Timeliness), bagi sebuah surat kabar, semakin aktual beritaberitanya, semakin baru peristiwanya terjadi, semakin tinggi nilai beritanya. Saat ini ada surat kabar menerapkan kebijakan untuk dua kali terbit dalam sehari pagi dan sore, seperti yang dilakukan oleh Koran Seputar Indonesia dan Kompas. Etik, (Bandung: Nuansa, 2004), h. 103 35 Dennis McQuail, Teori Komunikasi Massa; Suatu Pengantar, (Jakarta: Erlangga, 1996), h. 190 36 AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia; Menulis Berita dan Feature, h. 63 37 Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2005) h. 17 38 Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik; Teori dan Praktek, h. 61
b. Kedekatan (Proximity), peristiwa yang mengandung unsur kedekatan dengan pembaca, akan menarik perhatian. Unsur kedekatan ini tidak harus dalam pengertian fisik, tapi juga bisa kedekatan emosional, misalnya, penderitaan kaum muslim di palestina akan menggugah kaum muslim di Indonesia meski secara fisik letak kedua Negara sangat jauh. Semakin dekat lingkaran itu ke tempat jatuhnya batu, semakin kuat pula lingkaran gelombangnya, kian dekat dengan pembaca, kian menarik berita itu. Oleh karena itu saat ini semakin menjamurnya Koran-koran yang berskala lokal di beberapa daerah. c. Keterkenalan (Prominence), kejadian yang menyangkut tokoh terkenal (prominent names) memang akan banyak menarik pembaca, ”personages make news” dan ”news about prominent persons make copy” (“tokoh membuat berita” dan ”tokoh-tokoh terkenal membuat naskah berita”). Misalnya presiden Soesilo Bambang Yudhoyono terjatuh ketika bermain Sepak Bola, bisa menjadi berita, tetapi kalau hal serupa dialami oleh seorang sipil meski bernama sama, tak banyak orang yang menghiraukannya. Nama-nama terkenal ini tidak harus diartikan orang saja, tapi bisa juga tempat-tempat terkenal, peristiwa-peristiwa terkenal, tanggal-tanggal terkenal dan situasi-situasi terkenal memiliki pula nilai berita yang tinggi. d. Dampak (Consequence), ungkapan bahwa berita adalah sejarah dalam keadaannya yang tergesa-gesa, pentingnya mengukur luasnya dampak dari suatu peristiwa. Peristiwa yang memiliki dampak luas terhadap masyarakat. Untuk mengukur luasnya dampak yang ditimbulkan oleh suatu peristiwa ini juga dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan, berapa banyak manusia yang terkena dampaknya? seberapa luas? Dan untuk berapa lama? jawaban terhadap pertanyaan ini akan menentukan apakah kita menghadapi berita besar atau berita biasa.
e. Human interest, dalam berita human interest terkandung unsur yang menarik empati, simpati, atau menggugah perasaan khalayak yang membacanya. Tidak ada satu pun berita bisa dimuat dalam surat kabar kecuali berita itu memiliki unsur human interest. Sedangkan menurut Luwi Ishwara, peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai berita yakni39: a) Konflik, kebanyakan konflik adalah berita. Konflik fisik seperti perang adalah layak berita karena adanya kerugian dan korban. Kekerasan itu sendiri membangkitkan emosi dari yang menyaksikan dan mungkin ada kepentingan langsung. Asep Saeful Muhtadi menyatakan sesuatu pergolakan memang selalu menimbulkan perhatian masyarakat.40 b) Kemajuan dan bencana, menurutnya dari konflik biasanya muncul pihak yang menang dan pihak yang kalah. Demikian pula berita bencana alam 39 40
Luwi Ishwara, Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar, (Jakarta: Kompas, 2005) h. 53 Asep Saeful Muhtadi, Jurnalistik; Pendekatan Teori dan Praktek, h. 153
c)
d) e) f) g) h)
seperti tsunami di Aceh, banjir yang melanda perkotaan maupun pedesaan, dan lain-lain. Konsekuensi, semua peristiwa yang layak menjadi berita mempunyai konsekuensi, suatu peristiwa yang mengakibatkan timbulnya suatu rangkaian peristiwa yang mempengaruhi orang banyak adalah layak berita. Kemasyhuran dan terkemuka, bahwa suatu nama bisa membuat berita dan nama besar membuat berita lebih besar. Saat yang tepat dan kedekatan, sebagai ukuran yang diterapkan pada semua peristiwa dalam membedakan berita dari yang bukan berita. Kegan jilan, yakni kejadian atau peristiwa yang tidak biasa. Human interest Seks, faktor ini umum untuk dipertimbangkan oleh para editor sebagai nilai berita, bila dihubungkan dengan orang terkenal. Misalnya kisah skandal seks mantan presiden AS Bill Clinton.
3. Jenis dan Konsep Berita
Berbagai elemen nilai berita tersebut harus dipaparkan dengan bahasa dan pelaporan berita. Yang tata cara penulisannya tidak sama dengan penulisan makalah, atau laporan pertanggungjawaban. Karena itu Berita dibagi ke beberapa kategori, berita berat (hard news) dan berita ringan (soft news).41 Berita berat menunjuk pada peristiwa yang mengguncangkan dan menyita perhatian dan harus disampaikan secepat mungkin seperti banjir, gempa, tsunami, dan lain-lain. Sedangkan berita ringan menunjuk kepada peristiwa unsur-unsur kemanusiaan, seperti pernikahan seorang waria, kehidupan korban bencana, dan lain sebagainya. Menurut AS Haris Sumadiria berita dapat di kelompokkan kepada berbagai jenis tertentu sesuai dengan tingkatannya42: 1.
2. 41 42
Straight news report adalah laporan langsung mengenai suatu peristiwa. Misalnya sebuah peliputan langsung tentang kematian mantan presiden Soeharto setelah beberapa hari dirawat di rumah sakit. Depth news report, laporan langsung suatu peristiwa secara mendalam, wartawan mencari fakta-fakta lebih mengenai peristiwa itu AS Haris Sumadiria, Jurnalistik Indonesia; Menulis Berita dan Feature, h. 66 Ibid,. h. 69-71
3.
4. 5.
6. 7. 8.
sebagai informasi tambahan. Tentang kematian mantan presiden Soeharto, reporter akan memasukan berita tentang kesehatan Soeharto selama dirawat sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya. Comprehensive news merupakan laporan tentang suatu peristiwa secara menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Comprehensive news mencoba menggabungkan berbagai serpihan berita Straight news dalam bangunan cerita peristiwa. Interpretative report, berita ini biasanya memfokuskan sebuah isu, masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Feature story, ialah kisah peristiwa atau situasi yang menimbulkan kegemparan atau imaji-imaji (pencitraan).43 Wartawan mencari fakta untuk menarik perhatian pembacanya, penulis feature menyajikan suatu pengalaman pembaca (reading experiences) yang lebih bergantung pada gaya penulisan dari pada pentingnya informasi yang disajikan. Depth reporting, pelaporan jurnalistik yang bersifat mendalam, tajam, lengkap dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal atau aktual. Investigative reporting, wartawan melakukan penyelidikan untuk memperoleh fakta yang tersembunyi demi tujuan. Editorial writing, adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di depan sidang pendpat umum, editorial menyajikan berita fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita yang penting dan mempengaruhi pendapat umum. Terdapat empat konsep yang harus dipenuhi oleh sebuah berita yang
layak dipublikasikan.44 Yaitu: 1) Cepat, yakni aktual atau ketetapan waktu, hal ini terkandung makna dari berita (news), yakni sesuatu yang baru (new). 2) Nyata (faktual), yakni informasi tentang sebuah fakta bukan fiksi atau karangan. Fakta dalam dunia jurnalistik terdiri dari kejadian nyata (real event), pendapat (opinion), dan pernyataan (statement) sumber berita. 3) Penting, artinya menyangkut kepentingan orang banyak.peristiwa yang berpengaruh pada masyarakat secara luas, perlu diketahui dan diinformasikan kepada orang banyak. 4) Menarik, artinya mengundang orang untuk membaca berita yang kita tulis. 4. Proses Pencarian dan Teknik Penulisan Berita
Proses kerja redaksional menentukan apakah suatu peristiwa memiliki nilai berita sesungguhnya atau tidak, seorang redaktur menentukan apa yang
43 44
Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h. 20 Asep Syamsul Romli, Jurnalistik Praktis, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001) h. 3
harus diliputi, sementara seorang reporter menentukan bagaimana cara meliputnya dengan tahap pencarian dan penggarapan berita, setelah seluruh materi terkumpul, maka tahap selanjutnya ialah melakukan penulisan dan penyuntingan (editing). Sebelum seorang reporter turun ke lapangan, ia harus lebih dahulu mendengarkan dari redakturnya tentang hasil rapat redaksi di pagi hari. Rapat pagi biasanya dipimpin oleh pemimpin redaksi atau redaktur pelaksana untuk menentukan berita-berita apa saja yang harus diliput. Luwi Ishwara mengutip pernyataan mantan wartawan Wall Street Journal Ronald Buel mengatakan bahwa proses jurnalisme mempunyai lima lapisan keputusan45: 1. 2. 3. 4. 5.
Penugasan (data assignment), yang menentukan apa yang layak diliput dan mengapa? Pengumpulan (data Collecting), yang menentukan bila informasi itu yang telah dikumpulkan itu cukup? Evaluasi (data evaluation), yang menentukan apa yang penting untuk dimasukkan dalam berita? Penulisan (data writing), yang menentukan kata-kata apa yang perlu digunakan? Penyuntingan (data editing), yang menentukan berita mana yang perlu diberikan judul yang besar dan dimuat di halaman muka, tulisan mana yang perlu dipotong, cerita mana yang perlu diubah. Untuk membuat berita, paling tidak harus memenuhi dua syarat,
yaitu46: 1) Faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa, sehingga kebenaran tinggal sebagian saja. 2) Berita harus menceritakan segala aspek secara lengkap. Dalam menulis berita dikenal ”satu masalah dalam satu berita”, artinya, suatu berita harus dikupas dari satu masalah saja (monofacta) dan bukan banyak masalah (multifacta) karena akan menimbulkan kesukaran penafsiran, yang 45
Luwi Ishwara, Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar, h. 91-92 Totok Djuroto, Manajemen Penerbitan Pers, (Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002), h. 47-48 46
menyebabkan berita menjadi tidak sempurna.
Dalam sebuah karya jurnalistik, gaya atau teknik penulisan perlu diperhatikan sebab dalam pekerjaan jurnalistik unsur kecepatan dan ketepatan mutlak dijadikan patokan. Hal ini sesuai dengan unsur layak berita. Berbeda dengan sebuah penulisan novel atau drama atau semua penulisan yang bukan berita, yang memulai jalan ceritanya dengan latar belakang jalannya berita yang terus berkembang menuju klimaks. Berbeda halnya dengan penulisan berita yang dimulai dengan klimaks dalam alinea pertama atau biasa disebut lead, kemudian berkembang menjadi rincian berita yang berfungsi sebagai pendukung dan pelengkap saja yang lazim disebut dengan tubuh berita. Teknik melaporkan atau menulis berita merujuk kepada pola piramida terbalik, model menulis yang mengikuti bentuk segitiga yang terbalik, bagian atasnya lebar, bagian bawahnya menyempit. Inti berita ditekankan di bagian awal, selanjutnya semakin ke bawah, menuju bagian akhir semakin tidak penting, hanya sisipan-sisipan keterangan.47 Tulisan gaya ini mengacu kepada unsur 5W+1H yakni apa (What), siapa (Who), kapan (When), di mana (Where), mengapa (Why), dan bagaimana (How). Keenam unsur ini harus dinyatakan dalam kalimat yang ringkas, jelas, dan menarik, sehingga pembaca tinggal ”melahapnya” saja. Jika mempunyai banyak waktu bisa membaca paragraf-paragraf lainnya dari yang penting hingga sama sekali tidak penting.
47
Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h. 22
Pada Straight news pembukaan atau lead ditempatkan pada awal berita, yang isinya berupa fokus peristiwa atau ringkasan tentang apa yang terjadi.48 Lead atau teras berita harus mencerminkan keseluruhan isi berita. Karena ia berada pada paragraf pertama yang bertujuan untuk memancing khalayak pembaca untuk tertarik membaca informasi-informasi lainnya yang berada di paragraf-paragraf selanjutnya (tubuh berita). Friedlander dan Lee menyatakan informasi di puncak piramid (lead) merupakan informasi yang sangat penting.49 Selain itu, ada teknik penulisan berita yang disebut piramida terbalik bertumpuk, maksudnya tidak semua unsur penting dalam berita ditempatkan di bagian lead, tetapi disebar dalam semua bagian berita itu. Jadi, dalam setiap alinea berita ada unsur penting, sehingga khalayak tertarik mengikuti seluruh isi berita itu dan bukan hanya leadnya.50
C. Konsep Film 1. Pengertian Film
Menurut kamus umum bahasa Indonesia, film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloid untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret) atau untuk tempat positif (yang akan dimainkan di Bioskop).51 Sedangkan secara etimologi, film adalah susunan gambar yang ada dalam seluloid, kemudian diputar dengan mempergunakan teknologi proyektor yang
48 49 50 51
Luwi Ishwara, Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar, h. 117 Septiawan Santana K, Jurnalisme Kontemporer, h. 23 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, h. 60 Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, edisi tiga 2005) h. 316
sebetulnya telah menawarkan nafas demokrasi, dan bisa ditafsirkan dalam berbagai makna.52 Sedangkan menurut Aep Kusnawan, film adalah bayangan yang diangkat dari kenyataan hidup yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, yang menyebabkan selalu ada kecenderungan untuk mencari relevansi antara film dengan realitas kehidupan.53 Sedangkan menurut UU no. 8 tahun 1992 pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita video, piringan video dan/atau bahan-bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, elektronik atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukan dan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi, mekanik, elektronik dan/atau lainnya.54 Kata film digunakan untuk segala sesuatu yang berhubungan dengan media massa film dari produksi hasilnya dan tempat pertunjukannya sampai kepada kegiatan sosial kultural, artistik dan industri yang berhubungan dengan
52
film,
film
adalah
teknologi
hiburan
massa
dan
untuk
Gatot Prakoso, Film Pinggiran Antologi Film Pendek, Eksperimental dan Dokumenter, FFTV-IKJ dengan YLP, (Jakarta: Fatma Press, 1997) h. 22 53 Aep Kusnawan, et.al, Komunikasi dan Penyiaran Islam, Mengembangkan Tabligh Melalui Mimbar, Media Cetak, Radio, Televisi, Film dan Media Digital, (Bandung: Benang Merah Press, 2004) h. 95 54 M. Jufri, Penggunaan Media dan Penelitian Isi Pesan Film Oleh Khalayak Penonton : Study Tentang Tingkat Apresiasi Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Terhadap Film Indonesia dan Film Amerika, Tesis Program Studi Ilmu Komunikasi Pasca Sarjana Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta: Perpustakaan FISIP UI, 1997) h. 1
menyebarluaskan informasi dan berbagai pesan dan skala luas di samping pers, radio, dan televisi.55 Juga menurutnya film adalah fenomena sosial, psikologi dan estetika yang kompleks. Film adalah dokumen yang terdiri dari cerita dan gambar diiringi
kata-kata
dan
musik.
Jadi,
film
adalah
produksi
yang
multidimensional dan sangat kompleks.56 2. Jenis-Jenis Film Menurut Aep Kusnawan terdapat Jenis-jenis film yaitu: a. Drama adalah suatu kejadian atau peritiwa hidup yang hebat, mengundang konflik pergolakan, Clash atau benturan antara dua orang atau lebih. b. Realisme adalah film yang mengandung relevansi dengan kehidupan keseharian. c. Film sejarah yaitu film yang melukiskan kehidupan tokoh tersohor dan peristiwanya. d. Film Perang yakni film yang menggambarkan peperangan atau sutuasi di dalamnya atau setelahnya. e. Film Futuristik yakni film yang menggambarkan masa depan secara khayali. f.
Film Anak adalah film yang mengupas kehidupan anak-anak.
g. Cartoon adalah film tentang cerita bergambar yang mulanya lahir di media cetak. h. 55
Adventure, yakni film tentang pertarungan, tergolong film
Sean Mc Bride, Komunikasi Dan Masyarakat Sekarang Dan Masa Depan, Aneka Suara Satu Dunia, (Jakarta: PN Balai Pustaka, UNESCO, 1983) h. 120 56 Ibid,. h. 121
klasik. i.
Crime Story, yakni film yang pada umumnya mengandung sifat-sifat heroik.
j.
Film Seks, film yang menampilkan erotisme.
k.
Film Misteri/Horor, yakni
film
yang mengupas
terjadinya
fenomena supranatural yang menimbulkan rasa wonder, heran, takjub dan takut.57 Ojong Uchjana Effendy menambahkan jenis film yaitu film Dokumenter yaitu film tentang karya ciptaan mengenai kenyataan.58
Film memiliki beberapa unsur, unsur-unsur film yaitu: 1.
Title adalah judul
2.
Crident title, yaitu meliputi Produser, karyawan, artis (pemain) dan lain-lain.
3.
Tema Film, sebuah inti cerita yang terdapat dalam sebuah film.
4.
Intrik,
yakni
usaha
pemeranan
oleh
pemain
dalam
menceritakan adegan yang telah disiapkan dalam naskah untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh sutradara. 5.
Klimaks, yaitu puncak dari inti cerita yang disampaikan, klimaks bisa berbentuk konflik atau benturan antar kepentingan para pemain.
6.
Plot, adalah alur cerita, alur cerita terbagi ke dalam dua bagian, yang pertama adalah alur maju dan yang kedua alur mundur. Alur maju adalah cerita yang disampaikan pada
57
Aep Kusnawan, et.al, Komunikasi dan Penyiaran Islam….h. 101 Ojong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003) h. 214 58
masa sekarang atau masa yang akan datang, sedangkan alur mundur adalah cerita yang mengisahkan tentang kejadian yang telah lampau. 7.
Suspen atau keterangan, yaitu masalah yang masih terkatungkatung.
8.
Milion setting, yaitu latar kejadian dalam sebuah film, latar ini bisa berbentuk waktu, tempat, perlengkapan, aksesoris, atau pun fesyen yang disesuaikan.
9.
Sinopsis, adalah gambaran cerita yang disampaikan dalam sebuah film, sinopsis ini berbentuk naskah.
10. Trailer, yaitu bagian film yang menarik. 11. Character, yaitu karakteristik dari para pemain atau pelaku dalam sebuah film.59
Sedangkan struktur-struktur sebuah film yaitu: 1.
Pembagian cerita
2.
Pembagian adegan (squence)
3.
Jenis pengambilan gambar (shoot)
4.
Pemilihan adegan pembuka (opening)
5.
Alur cerita dan continuity
6.
Intrique, yang meliputi jealously, pengkhianatan, tipu muslihat. Dan lain-lain.
7.
Anti klimaks, yaitu penyelesaian masalah, anti klimaks ini terjadi setelah klimaks.
8. 59
Ending atau penutup, ending dalam film bisa bermacamAep Kusnawan, et.al, Komunikasi dan Penyiaran Islam, h. 101
macam,
apakah
happy
ending
(diakhiri
dengan
kebahagiaan) atau sad ending (diakhiri dengan kesedihan.60
3. Film Dokumenter Istilah Documentary dimulai oleh seorang sutradara Inggris, John Grierson, untuk menggambarkan suatu jenis khusus film yng dipelopori oleh seorang Amerika bernama Robert Flaherty. Film dokumenternya itu didefinisikan oleh Grierson sebagai ”karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment of actuality)”.61 Film buatan Flaherly merupakan interpretasi yang puitis yang bersifat pribadi dari kenyataan-kenyataan. Film pertamanya adalah Nanook of The North (1922), yang menggambarkan perjuangan sehari-hari dari sebuah keluarga Eskimo untuk mempertahankan hidupnya di kutub Utara. Pada tahun 1929 John Grierson membuat film Drifters yang dianggap sebagai film dokumenter pertama di Inggris, film tersebut menggambarkan kehidupan para nelayan Skotlandia.62 Dokumenter adalah dokumentasi dalam bentuk film mengenai suatu peristiwa bersejarah atau suatu aspek seni budaya yang mempunyai makna khusus agar dapat menjadi alat penerangan dan alat pendidikan.63 Titik berat dari film dokumenter adalah fakta atau peristiwa yang terjadi. Bedanya dengan film berita adalah bahwa film berita harus mengenai sesuatu yang mempunyai nilai berita (news value) untuk dihidangkan kepada penonton apa adanya dan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Sedang
60 61 62 63
Ibid,. h. 103 Ojong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, h. 214 Ibid….h. 214 Kamus Umum Bahasa Indonesia, h. 316
untuk membuat film dokumenter dapat dilakukan dengan pemikiran dan perencanaan yang matang. Menurut UU no. 8 tahun 1992 pasal (1) menyatakan bahwa film dokumenter adalah film yang tidak termasuk untuk diserahkan atau disimpan di arsip nasional berdasarkan UU kearsipan dalam arti informasinya tidak berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah dan kehidupan berbangsa dan bernegara.64 D. Pengertian Wacana versi Teun A. Van Dijk 1. Pengertian Wacana Dalam buku Eriyanto, banyak yang mendefinisikan pengertian wacana. Di antaranya: a. Wacana adalah komunikasi verbal, ucapan, percakapan, sebuah perlakuan formal dari subjek dalam ucapan atau tulisan, sebuah unit teks yang digunakan oleh linguis untuk menganalisis satuan lebih dari kalimat. (Collins Concise English Dictionary, 1988) b. Wacana adalah komunikasi kebahasaan yang terlihat sebagai sebuah pertukaran di antara pembicara dan pendengar, sebagai
sebuah
aktivitas
personal
di
mana
bentuknya
ditentukan oleh tujuan sosialnya. (Hawthorn 1992) c. Wacana adalah komunikasi lisan atau tulisan yang dilihat dari titik pandang kepercayaan, nilai, dan kategori yang masuk di dalamnya; kepercayaan di sini mewakili pandangan dunia; sebuah organisasi atau representasi dari pengalaman. (Roger Fowler 1977).65
64 65
2001) h. 2
Dina Istiyanti, Pelestarian Film Nasional, Tesis Pasca Sarjana UI, 1999, h. 56 Eriyanto, Analisis Wacana; Pengantar Analisis Teks Media, ((Yogyakarta: LKiS,
Sedangkan menurut Ismail Marahimin yang dikutip oleh Alex Sobur mengartikan wacana sebagai ”kemampuan untuk maju (dalam pembahasan) menurut urut-urutan yang teratur dan semestinya”, dan ”komunikasi buah pikiran, baik lisan maupun tulisan, yang resmi dan teratur”.66 Wacana oleh Teun Van A Dijk digambarkan mempunyai tiga dimensi/bangunan: teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis Van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis.67 1. Segi Teks
Menurut Barthes yang dikutip oleh Alex Shobur, teks adalah sebuah objek kenikmatan.68 Sebuah kenikmatan kala sedang menyelusuri halaman demi halaman objek yang dibaca. Van Dijk melihat melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/tingkatan
yang masing-masing bagian saling
mendukung. Ia membaginya ke dalam tiga tingkatan. Pertama, Struktur Makro, ini merupakan makna global dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita.69 Kedua, Superstruktur, merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Ketiga, Struktur Mikro adalah makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, parafrase, dan gambar.70
66
Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosda Karya, cet. Ke empat April 2006) h. 10 67 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 224 68 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 52 69 Eriyanto, Analisis Wacana, h. 226 70 Ibid,.h.226
2. Segi Kognisi sosial
Tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks, Van Dijk juga memperhatikan bagaimana suatu teks diproduksi. Yang ia sebut Kognisi Sosial, kesadaran mental wartawan yang membentuk teks tersebut.71 Untuk membongkar bagaimana makna tersembunyi dari teks, dibutuhkan suatu analisis kognisi dan kontek sosial, pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa.72 3. Segi Konteks sosial
Wacana adalah bagian dari wacana yang berkembang dalam masyarakat, sehingga untuk meneliti teks perlu dilakukan analisis imtertekstual dengan mneliti bagaimana wacana tentang suatu hal diproduksi dan dikonstruksi dalam masyarakat.73 Struktur/elemen wacana
yang dikemukakan Van Dijk dapat
digambarkan sebagai berikut:74 Struktur
Hal yang diamati
Elemen
Wacana Struktur
Tematik (apa yang
Makro
dikatakan)
Superstruktur
Skematik (bagaimana pendapat disusun dan dirangkai)
71
Ibid,.h. 260 Ibid,.h. 260 73 Ibid,.h. 270 74 Alex Sobur, Analisis Teks Media, h. 74 72
Topik
Skema
Struktur Mikro
Semantik (makna yang ingin
Latar, detail,
ditekankan dalam teks
maksud,
berita)
praanggapan, nominalisasi
Struktur Mikro
Sintaksis (bagaimana
Bentuk kalimat,
pendapat disampaikan)
koherensi, kata ganti
Struktur Mikro
Stilistik (pilihan kata apa
Leksikon
yang dipakai)
Struktur Mikro
Retoris (bagaimana dan dengan cara apa penekanan dilakukan)
Grafis, Metafora Ekspresi
BAB III GAMBARAN UMUM HARIAN UMUM REPUBLIKA DAN SINOPSIS FILM FITNA
A. Sejarah Perkembangan Harian Umum Republika Republika adalah koran nasional yang dilahirkan oleh kalangan komunitas Muslim bagi publik di Indonesia.75
Menurut Yeyen Rostiani
“Republika adalah sebuah media untuk komunitas muslim, mayoritas pembaca Republika adalah muslim tapi tidak seratus persen karena ada juga yang non muslim.” 76 Penerbitan koran ini merupakan puncak dari upaya panjang umat, khususnya para wartawan profesional muda yang telah menempuh berbagai langkah. Kehadiran Ikatan Cendekiawan Muda Indonesia (ICMI) yang dapat menembus pembatasan ketat pemerintah untuk izin penerbitan saat itu memungkinkan upaya-upaya tersebut berbuah. Republika terbit perdana pada tanggal 4 Januari 1993. Penerbitan Republika menjadi berkah bagi umat. Sebelum masa itu, aspirasi umat tidak mendapat tempat dalam wacana nasional. Kehdiran media ini bukan hanya memberi saluran bagi aspirasi tersebut, namun juga menumbuhkan pluralisme informasi di masyarakat. Karena itu kalangan umat antusias memberi dukungan, antara lain dengan membeli saham sebanyak satu lembar saham perorang. PT Abdi Bangsa Tbk, sebagai penerbit Republika pun menjadi perusahaan media pertama yang menjadi perusahaan publik. 75
www.republika.co.id Wawancara dengan Yeyen Rostiani (Redaktur Desk Internasional HU Republika), Pada Tanggal 10 Juli 2008 76
Mengelola usaha penerbitan Koran bukan perkara sederhana. Selain sarat dengan modal dan sarat SDM, bisnis ini pun sarat teknologi. Keberhasilan Republika menapaki usia 10 tahun merupakan buah upaya keras manajemen dan seluruh awak pekerja di PT Abdi Bangsa Tbk yang dilakukan oleh perusahaan yang menerbitkan koran ini sejak 1993 untuk mengelola segala kerumitan itu. Pada tanggal 17 Agustus 1995, beberapa hari menjelang Microsoft meluncurkan
Internet
(www.republika.co.id)
Explorer. di
internet.
Republika Republika
membuka
situs
website
menjadi
yang
pertama
mengoperasikan sistem cetak jarak jauh (SCJJ) pada 17 Mei 1997 di Solo. Pendekatan juga dilakukan kepada komunitas pembaca lokal. Republika menjadi salah satu koran pertama yang menerbitkan halaman khusus daerah. Selalu dekat dengan publik pembaca adalah komitmen Republika untuk maju.77 Secara institusi, PT Abdi Bangsa Tbk, juga terus berkembang seiring dengan perjalanan waktu. Yayasan Abdi Bangsa, yang semula menjadi pemegang saham sekaligus pengembali media ini, terus merangkul semua pihak dengan konsekuensi persentase sahamnya terus menurun, serta tidaklagi menjadi pengendali utama. Hal ini dilakukan untuk memenuhi komitmen bahwa Republika memang milik semua kalangan, bukan salah satu pihak tertentu, dari lingkungan komunitas umat. Komposisi saham perusahaan mengalami perubahan signifikan pada November 2000, setelah kelompok usaha Indopac Media, masuk mengambil
77
Company Profile PT. Republika Media Mandiri
40% saham. Pada tahun 2002, posisi media ini sebagai perusahaan publik ditegaskan dengan tercatat dalam papan jual-beli saham di Bursa Efek Jakarta. Mulai tahun 2004, Republika dikelola oleh PT Republika Media Mandiri (RMM). Sementara PT Abdi Bangsa naik menjadi perusahaan induk (Holding Company). Di bawah naungan PT RMM, Republika terus menjadi inovasi penyajian untuk kepuasan pelanggan. Segala kreativitas dicurahkan untuk sedapat mungkin membuat Republika selalu dekat dan meladeni keinginan publik. Manajemen juga terus dikembangkan unuk menjawab perkembangan keadaan. Kerja keras manajemen tidak sia-sia. Secara pasti, tingkat bisnis perusahaan ini terus tumbuh. Pada Mei 2001, Republika mencatat sejarah setelah perolehan dari iklan melampaui nilai penjualan koran. Banyak perusahaan
penting
telah
mempercayakan
Republika
sebagai tempat
mempromosikan produknya. Hal tersebut dapat dipahami lantaran komunitas muslim terbukti merupakan sasaran yang potensial seperti terlihat pada fenomena merebaknya ibadah umrah dan lain-lain.
B. Profil Harian Umum Republika 1. Visi dan Misi Harian Umum Republika Visi Sikap umum : 1.
Menegakkan amar ma’ruf nahi munkar
2.
Membela, melindungi, dan melayani kepentingan umat
3.
Mengkritisi tanpa menyakiti
4.
Mencerdaskan, mendidik, dan mencerahkan
5.
Berwawasan kebangsaan
Misi Politik
:
1.
Mengembangkan demokrasi
2.
Optimalisasi peran lembaga-lembaga negara
3.
Mendorong partisipasi politik semua lapisan masyarakat
4.
Mengutamakan kejujuran dan moralitas dalam politik
5.
Penghargaan terhadap hak-hak sipil
6.
Mendorong terbentuknya pemerintahan yang bersih
Ekonomi
:
1.
Mendukung keterbukaan dan demokrasi ekonomi
2.
Mempromosikan profesionalisme
3.
Berpihak pada kepentingan ekonomi domestik dari pengaruh
globalisasi 4.
Pemerataan sumber-sumber daya ekonomi
5.
Mempromosikan etika dan moral dalam berbisnis
6.
Mengembangkan ekonomi syariah
7.
Berpihak pada usaha menengah, kecil, mikro, dan koperasi
(UMKMK) Budaya 1.
:
Kritis-apresiatif terhadap bentuk-bentuk ekspresi kreatif budaya yang berkembang di masyarakat.
2.
Mengembangkan bentuk-bentuk kesenian dan hiburan yang sehat, mencerdaskan, menghaluskan perasaan, dan mempertajam kepekaan nurani
3.
Menolak bentuk-bentuk kebudayaan/kesenian yang merusak moral, akidah, dan mereduksi nilai-nilai kemanusiaan
4.
Menolak pornografi dan pornoaksi
Agama
:
1.
Mensyiarkan Islam
2.
Mempromosikan semangat toleransi
3.
Mewujudkan “islam rahmatan lil alamin”dalam segala bidang kehidupan
4.
Membela, melindungi, dan melayani kepentingan umat.
Hukum
:
1.
Mendorong terwujudnya masyarakat sadar hukum
2.
Menjunjung tinggi supremasi hokum
3.
Mengembangkan mekanisme checks and balance pemerintahmasyarakat
4.
Menjunjung tinggi HAM
5.
Mendorong pemberantasan KKN secara tuntas.
2.
Produk dan Servis78
b) Harian Republika
78
Company Profile PT Republika Media Mandiri
Republika adalah harian berbahasa Indonesia yang memiliki pangsa pasar yang khas, yakni komunitas Islam. Dengan motto “pegangan kebenaran” menunjukan semangat baru ntuk mempersiapkan masyarakat Indonesia memasuki era baru yaitu era perubahan di segala aspek. a.
Rubrik Jack &Suzy Welch Rubrik ini merupakan kerja sama Republika dengan The New York Times, pembaca bisa mengirimkan pertanyaan seputar bisnis dan manajemen, untuk diseleksi dan dijawab langsung oleh Jack Welch mantan CEO General Electric dan Suzy Welch mantan editor Harvard Business Review.
b.
Rubrik Walt Disney Merupakan rubrik yang bekerjasama dengan Walt Disney company, perusahaan yang sangat terkenal dalam dunia hiburan untuk anakanak.
c.
Suplemen Harian Suplemen ini terbit mulai Senin hingga Sabtu.
a) b) c) d) e) f)
d.
Senin: suplemen pendidikan Selasa: Suplemen Medika Rabu: suplemen Tren Teknologi Kamis: suplemen otomotif Jumat: suplemen property Sabtu: suplemen akhir pekan, mengulas seputar berita positif tentang artis/public figure, TV/radio Guide, DVD info, objek-objek wisata dan lain-lain. Minggu (edisi Ahad): menampilkan rubrik unggulan, seperti:
1. Laporan utama, isu aktual dalam perspektif keluarga Indonesia. 2. Kiriman anda, liputan peristiwa dan foto kiriman pembaca 3. Foto nostalgia, foto zaman dahulu beserta penjelasannya, kiriman dari pembaca. 4. Korcil (Koran cilik) e.
Majalah Olahraga Bulanan (gratis untuk pembaca)
f.
Tabloid Mingguan (gratis untuk pembaca):
a) Dialog Jumat, menginformasikan ulasan yang lebih mendalam seputar perkembangan dunia Islam baik itu dari dalam negeri maupun luar negeri. b) Arena, majalah olah raga dan lifestyle modern, full colour, 100 halaman, terbit setiap Sabtu akhir bulan, menyajikan peristiwa penting dunia olahraga, serta ulasan gaya hidup terkini. g.
Liputan Khusus (Lipsus) dan Edisi Khusus setiap bulannya akan diterbitkan liputan khusus dan edisi khusus tentang pemberitaan yang lebih lengkap dan rinci dari berbagai industri. Juga liputan khusus PEMDA, merupakan layanan terbaru Republika untuk melayani pemberitaan perkembangan pembangunan dan lain sebagainya, khusus pengelola PEMDA di seluruh Indonesia melalui media informasi pembaca.
h.
Majalah edisi tahunan
i.
Kerjasama halaman Sejak desember 2005, Republika merupakan satu-satunya koran nasional yang bekerja sama dengan koran luar negeri yaitu New Straits Time dan Berita Harian dari Malaysia dalam bentuk pertukaran halaman guna memperkaya wawasan pembaca di kedua negara. Berita New Straits Time terbit setiap hari Senin 1 halaman, sedangkan Berita Harian terbit setiap hari Rabu 1 halaman dan sebaliknya.
b.
Brand Activation Unit yang membatu dalam kegiatan-kegiatan yang mendukung brand Republika dalam bentuk event-event yang diselenggarakan setiap tahunnya.
c.
Corporate Social Responsibility Merupakan wujud kepedulian sosial perusahaan, melalui program “Republika Peduli” sebuah program untuk membangun kecerdasan bangsa, dengan tema “Bagimu Guru Kupersembahkan”, merupakan program pelatihan guru yang didukung oleh Telkom untuk mengadakan pelatihan antara lain: komunikasi efektif, kepribadian menarik, penulisan popular, trend IT, proses kreatif dan motivasi. Tahap awal program fokus kepada pengembangan sumber daya untuk 500 guru di Indonesia.
d. Dompet Dhuafa Republika Sebuah organisasi nirlaba yang didirikan untuk menggalang dana dari masyarakat yang akan digunakan untuk kegiatan-kegiatan ekonomi sosial dan kemanusiaan. e.
Republika on-line (website) Suatu tampilan informasi dengan menggunakan situs internet yang dapat diakses oleh masyarakat umum.
f.
Penerbit Buku Republika Merupakan unit yang mengelola penerbitan buku dengan nara sumber yang pada awalnya berasal dari tulisan atau ringkasan cerita yang pernah dimuat di harian Republika.
g.
Republika mobile service (dalam persiapan)
3. Profile Pembaca a. b. c. d. e. f. 4.
Komunitas muslim Berpendidikan dan professional Toleran dan inklusif Peduli keluarga dan loyal Masyarakat perkotaan SES : AB (menengah ke atas)
Pembaca Republika Muda, dewasa dan berpendidikan Tabel 1
45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0%
< 20 tahun 20-29 tahun 30-39 tahun 40-49 tahun > 50 tahun Pria
wanita
5.
Mayoritas Pembaca Tabel 2
6.
Daerah Sebaran Tabel 3
7.
Profesi Pembaca Tabel 4
8.
Penghargaan Tabel 5 No
Description
Date
1.
The Best Article for Trizone Technology The Best Article for Syariah Economics
27 June 2005 October 2005
The Best Article for LG Product The 3rd, Printed Mass Media with the Best Indonesia language
October 2005 17 October 2005
The Best In Journalist Competition of Health Service For The Poor Community The Best Newspaper 2005
December 2005
2.
3. 4.
5.
6.
15 August 2006
Award Grantor Castrol Bank Muamalat Indonesia LG Center of Language Development -National Education Department Indonesia Department of Health Dewan Pers/Pers
7.
9.
The Best National Newspaper
29 March 2007
Council Cakram Award
Riset pembaca
Readership: National Newspaper Source: AC Nielsen 2006 Target audience: All Cities: Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Medan, Palembang, Makassar. Population: 40.042.000 MEDIA
KOMPAS MEDIA INDONESIA REPUBLIKA KORAN TEMPO BISNIS INDONESIA
Wave 1 (JanMarch) Reach % 3.98 0.96
Wave 2 (AprJun) Reach % 3.97 0.76
Growth %
-0.4% -20.4%
0.61 0.58
0.66 0.37
7.7% -36.3%
0.26
0.27
2.9%
10. Billing Status Perolehan billing iklan dan sirkulasi tahun 2006 berbanding perolehan tahun 2005. Billing
%
Iklan
35%
Sirkulasi
5%
11.
Struktur Redaksi
Pemimpin Redaksi
: Ikhwanul Kiram Mashuri
Wakil Pemimpin Redaksi
: Nasihin Masha
Redaktur Pelaksana
: Arys Hilman
Redaktur Senior
: Anif Punto Utomo
Wakil Redaktur Pelaksana
: Agung Pragitya Vazza, Selamat Ginting, S Kumara Dewatasari.
Asisten Redaktur Pelaksana
: Endro Cahyono, Subroto, Nona Chairani Ibrahim, Rakhmat Hadi Sucipto
Sekretaris Redaksi
: Fachrul Razi
C. Sinopsis Film Fitna Judul Film
: Fitna
Produser
: Scarlat Pimpernel
Penulis
: Geert Wilders
Tanggal Rilis
: 27 maret 2008 Durasi 16:48
Negara
: Belanda
Bahasa
: Bahasa Belanda, Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Bahasa Persia. Menurut kantor berita BBC, Fitna adalah film karya politikus
Belanda, Geert Wilders. Wilders merupakan pemimpin Partij Voor de Vrijheid (PVV) yaitu merupakan salah satu partai di Negara Belanda. Film ini berisi tentang pandangan Wilders mengenai Islam dan Alquran.79 Film ini disebarkan melalui media internet sebagaimana diumumkan dalam situs resmi partai PVV, kemudian ditautkan ke situs liveleak.com pada Jumat pagi (28/03/08) waktu Indonesia. Menurut The Wahid Istitute, keputusan Wilders untuk mempublikasikan karyanya ini mendahului sidang
79
BBC, Dutch MP Posts Islam film on web”, 27-03-2008
gugatan sela di pengadilan Rotterdam yang diajukan oleh organisasi muslim di Belanda yang akan digelar pada hari Jumat siang.80 Film Fitna dimulai dengan gambar kitab suci Al Quran dan karikatur nabi Muhamad mengenakan tulban dan bom yang dipublikasikan oleh salah satu media Koran dari Denmark. Sesudah itu terlihat gambar serangan berdarah terhadap New York, London dan Madrid, yang diiringi dengan pembacaan ayat-ayat suci AlQuran. Selain itu, diperlihatkan persiapan eksekusi oleh kalangan muslim radikal.81 Kemudian munculah tayangan panjang Kepala Berita pelbagai surat kabar, tidak hanya mengenai pembunuhan sineas Belanda Theo Van Gogh oleh penganut Islam radikal Mohamad Bouyari, tetapi juga ancaman terhadap penulis Inggris keturunan India Salman Rushdie, menyusul terbitnya buku ayat-ayat setan. Sementara itu ditampilkan juga beberapa orang imam yang mengeluarkan ucapan-ucapan radikal terhadap orang Yahudi dan kalangan homosexual. Terlihat pula gambar seorang anak perempuan kecil yang dalam bahasa Arab menyamakan prang Yahudi dengan simbol “kera dan Babi” serta rujukannya pada kitab suci Alquran. Film Fitna kemudian menyoroti apa yang disebutnya bahaya Islam terhadap Negeri Belanda. Gambar-gambar Masjid disusul dengan tulisan “Salam dari Belanda”. Ditampilkan pula angka-angka meningkatnya jumlah orang muslim di Belanda. Akhirnya terlihat gambar tangan yang membuka halaman kitan suci Alquran, lalu tidak terlihat apa-apa, hanya gambar hitam tapi terdengar suara 80 81
The Wahid Istitute, Monthly Report on Religius Issues, edisi VIII, Maret 2008. http://www.topix.com. 28 Maret 2008
kertas yang disobek, kemudian muncul tulisan bahwa yang disobek adalah buku telepon. Lalu suara Wilders berbunyi “bukanlah saya, melainkan orang muslim yang harus merobek ayat-ayat yang mengandung kebencian dalam Alquran.” Lalu Wilders melanjutkan peringatannya dengan kata-kata “Islam ingin menguasai, menundukan dan bertekad menghancurkan kebudayaan Barat. Tayangan terakhir kembali memperlihatkan karikatur Nabi Muhamad dengan bom pada tulbannya. Penyulut bom itu hampir terbakar habis, lalu terlihat ledakan dan kilat sebagai akhirnya.
BAB IV TEMUAN ANALISA DATA LAPANGAN
A. Analisis Teks Pemberitaan Republika Tentang Film Fitna 29 Maret-04 April 2008 Pada Bab ini penulis akan memaparkan analisis wacana pemberitaan tentang film Fitna di harian umum Republika yang disesuaikan dengan Model Teun A. Van Dijk. Model Teun A. Van Dijk menganalisis wacana dari segi teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Segi teks meliputi tema, segi skematik, segi semantik, segi sintaksis, segi stilistik dan segi retoris yang diuraikan sebagai berikut: a.
Analisis Berita 1 : “ Fitna Menuai Kecaman” Sabtu, 29 Maret 2008.
1.
Tema
Secara harfiah tema berarti gambaran dari suatu teks, gagasan inti, ringkasan atau yang utama dari suatu teks. 82 Tema pada berita ini adalah kecaman dari beberapa negara terhadap film Fitna. 2.
Segi Skematik Skematik yaitu menggambarkan bentuk wacana umum yang disusun dengan
sejumlah kategori seperti pendahuluan, isi, penutup, kesimpulan dan sebagainya sehingga membentuk kesatuan arti. Judul berita ini adalah Fitna Menuai Kecaman. Berita ini didahului dengan komentar dari pemerintah Belanda sendiri melalui Perdana Menterinya Jan Peter Balkenende, yang mengecam peluncuran film Fitna yang dibuat oleh warganya. Dan film tersebut tidak mewakili suara masyarakat Belanda.
82
Eriyanto, Analisis Wacana h.229
Dalam komentarnya Balkenende menganggap penayangan film itu merupakan sebuah ekstremisme karena telah melukai perasaan umat muslim di dunia, dan ia berjanji bagi siapa saja yang melanggar hukum akan dikenakan sanksi berat. Kecaman tidak hanya dari pemerintah Belanda, dalam kalangan masyarakat Belanda pun mengecam film ini, di antaranya di ajukan oleh persatuan muslim Belanda, Persatuan muslim Belanda bahkan telah mengajukan gugatan sela di Pengadilan Rotterdam. Sikap yang telah ditunjukan oleh pemerintah Belanda ini didukung penuh oleh Uni Eropa. Dalam prinsipnya, Uni Eropa memegang prinsip kebebasan berekspresi yang merupakan nilai dan tradisinya. Tapi, kebebasan ini harus didasari semangat menghormati agama dan keyakinan lain. Di bagian tengah berita ini disinggung tentang awal penayangan film Fitna, Penyiaran film ini diumumkan di website partai pimpinan Wilders, yakni Partai untuk Kebebasan, yang disambungkan ke situs liveleak.com. Namun tak lama, situs tersebut mengalami gangguan karena diserang hacker. Setelah itu, provider AS, Network Solution, menutup situs web Fitna. Dan Tak satu pun televisi di Belanda yang mau menyiarkan film berdurasi 15 menit itu. Berita ini ditutup dengan resolusi dari Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB yang mengesahkan resolusi mengenai kecaman penistaan terhadap agama Sebanyak 21 negara dari 47 anggota Dewan HAM menyatakan setuju resolusi, 10 menolak, dan 14 abstain. 3.
Segi Semantik Semantik yaitu makna yang ingin ditekankan dalam suatu teks yang
digambarkan dalam bentuk kategori latar, detil dan maksud.
Latar berita ini berawal dari kecaman dari pemerintah Belanda terhadap salah seorang warganya yang telah meluncurkan sebuah film dokumenter yang telah menghina umat Islam. Hal itu memicu terjadinya kecaman yang datang dari kalangan masyarakat Belanda dan dunia luar. Berita ini cukup detil, karena di bagian tengah berita menceritakan tentang proses penyiaran film Fitna hingga kejadian setelahnya. Yakni terdapat pada kalimat: “Penyiaran film Fitna diumumkan dalam website partai pimpinan Wilders, yakni Partai untuk Kebebasan, yang disambungkan ke situs liveleak.com. Namun tak lama, situs tersebut mengalami gangguan karena diserang hacker. Pekan lalu, provider AS, Network Solution, menutup situs web Fitna. Tak satu pun televisi di Belanda yang mau menyiarkan film berdurasi 15 menit itu. Usai peluncuran, kepada wartawan Wilders mengaku film itu dibuat karena Islam dan Alquran membahayakan kebebasan. ''Dan saya ingin mengingatkan orang akan hal itu”. Maksud yang ingin disampaikan pada berita ini disampaikan dengan jelas bahwa tindakan yang dilakukan oleh Geert Wilders telah melanggar prinsip kebebasan berekspresi. Hal ini ditunjukan dengan kecaman yang dilakukan banyak pihak dan gugatan ke pengadilan dari kalangan masyarakat di Belanda.
4.
Segi Sintaksis Yakni pengemasan suatu teks dengan menentukan koherensi dan kata ganti
yang digunakan dalam kalimat. Koherensi atau hubungan antar kata atau kalimat yang digunakan pada bagian ini adalah proposisi “kebebasan berekspresi” dan “kebebasan menghormati agama” adalah dua buah prinsip yang berlainan. Dua buah kalimat itu menjadi berhubungan pertentangan karena dihubungkan dengan kata penghubung “tapi”.
Sedangkan bentuk kata ganti yang digunakan pada bagian ini yaitu bentuk kata ganti orang kedua dengan menggunakan kata “kami”. Hal ini tedapat pada kalimat: “….Film itu meyamakan Islam dengan kekerasan. Kami menolaknya”. Dan pada kalimat: “…...Kami memberantas ekstremisme”. Makna kata ganti Kami di sini menunjukan pemerintah Belanda. Dan pada kalimat: “…Kami minta film itu tidak diputar karena pemerintah Belanda sendiri sudah menyesalkan itu…”, menunjukan kata ganti dari pemerintah Indonesia. 5.
Segi Stilistik
Yakni pemilihan kata yang dipakai oleh penulis dalam teks berita, untuk menyatakan maksud dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Pemilihan leksikal yang digunakan penulis pada berita ini dengan memasukkan kata reaksi keras, kekerasan, terdapat pada kalimat: “Peluncuran film Fitna oleh politisi sayap kanan Belanda, Geertz Wilders, di internet, Kamis (27/3) malam, memicu reaksi keras berbagai kalangan. Tak terkecuali dari pemerintah Belanda sendiri. Film Fitna, kata PM Belanda, Jan Peter Balkenende, tak mewakili suara masyarakat Belanda. ''Film itu menyamakan Islam dengan kekerasan…”. Kata ekstremisme, sanksi berat, terdapat pada kalimat: “…Kami memberantas ekstremisme. Dan bagi siapa saja yang melanggar hukum akan dikenakan sanksi berat...''. Kata berekspresi dalam kalimat: ''Uni Eropa memegang prinsip kebebasan berekspresi yang merupakan nilai dan tradisi kami”. Kata menyesatkan, mencederai, berbau rasis, sakit hati, dalam kalimat:“…mengatakan film itu menyesatkan dan dapat mencederai upaya dialog antarkeyakinan. ''Film itu berbau rasis dan tindakan tak bertanggung
jawab yang berselimut di balik kebebasan pers.'' Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, menilai film Fitna membuat masyarakat Indonesia sakit hati…”. Kata resolusi, penistaan, toleran, diskriminatif, dalam kalimat: “…mengesahkan resolusi yang mengecam penistaan terhadap agama. Dewan HAM PBB juga meminta pemerintahan masing-masing negara melarang penggunaan media yang tidak toleran serta diskriminatif terhadap Islam…”. Dan kata keprihatinan, mengidentikkan, terorisme, kekerasan dan pelanggaran HAM dalam kalimat: “…Keprihatinan yang mendalam atas upaya mengidentikkan Islam dengan terorisme, kekerasan, dan pelanggaran HAM''. Kata-kata tersebut dimasukkan wartawan untuk menarik simpati pembaca. Tabel 1: “Fitna Menuai Kecaman” Struktur Wacana Struktur Makro Superstruktur
Struktur Mikro
Elemen Tema Skematik
Latar
Detil
Keterangan Kecaman dari beberapa negara terhadap film Fitna Awal Berita ini didahului dengan komentar dari pemerintah Belanda sendiri melalui Perdana Menterinya Jan Peter Balkenende, yang mengecam peluncuran film Fitna. (paragraf 1) Di bagian tengah berita ini disinggung tentang awal penayangan film Fitna. (paragraf 4) Akhir Berita ini ditutup dengan resolusi dari Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB yang mengesahkan resolusi mengenai kecaman penistaan terhadap agama. Kecaman dari pemerintah Belanda terhadap salah seorang warganya yang telah meluncurkan sebuah film dokumenter yang telah menghina umat Islam Di bagian tengah berita,
Maksud
Kata ganti
Leksikon
b.
menceritakan tentang proses penyiaran film Fitna hingga kejadian setelahnya. Terdapat pada paragraf 4. Tindakan yang dilakukan oleh Geert Wilders telah melanggar prinsip kebebasan berekspresi. Menggunakan bentuk kata ganti orang kedua dengan menggunakan kata “kami”. Terdapat pada paragraf 1 dan 2. reaksi keras, kekerasan (paragraf 1), ekstremisme, sanksi berat (paragaraf 2), berekspresi (paragraf 3), menyesatkan, mencederai, berbau rasis, sakit hati (paragraf 5), resolusi, penistaan, toleran, diskriminatif (paragraf 7), keprihatinan, mengidentikkan, terorisme, kekerasan dan pelanggaran HAM (paragraf 9).
Analisis berita 2: “Wilders ‘Fitna’ bisa diajukan ke pengadilan”
Minggu, 30 Maret 2008. 1.
Tema
Pada bagian ini adalah Dunia Islam mendesak Wilders diajukan ke Mahkamah Internasional.
2.
Segi Skematik
Judul berita ini adalah Wilders 'Fitna' Bisa Diajukan ke Pengadilan. Bagian ini didahului dengan pernyataan dari Din Syamsudin Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang menyatakan bahwa pembuat film Fitna mesti diadili di mahkamah internasional. Berita ini berisi tentang kecaman dan kutukan yang ditujukan kepada Geert Wilders agar dia diadili di mahkamah internasional karena dianggap telah mengundang aksi kekerasan. Kecaman antara lain di suarakan oleh
Sekjen PBB Ban Ki Moon, Uni Eropa (UE), organisasi negara-negara Islam (OKI), Pemerintah Indonesia, dan beberapa pihak di Indonesia yakni dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Gerakan Persaudaraan Muslim Indonesia (GPMI), Partai Bulan Bintang (PBB), Tim Pengacara Muslim (TPM), dan Partai Demokrat. Inti berita ini diletakkan di awal berita, terdapat pada kalimat: “Dunia Islam mendorong agar pembuat film Fitna, Geert Wilders, diajukan ke Mahkamah Internasional” Penutup bagian ini menjelaskan bahwa Organisasi Konferensi Islam (OKI) mengimbau umat Islam agar tidak terprovokasi dengan film tersebut. Dan tidak terjebak pada tindakan kekerasan. Kesimpulan dari berita ini yaitu Dunia Islam mendesak Wilders diajukan ke Mahkamah Internasional, dan Organisasi Konferensi Islam (OKI) minta agar Pemerintah Belanda menghentikan film yang provokatif itu, dan mengimbau Umat Islam agar tetap tenang dan tidak terprovokasi.
3. Segi Semantik
Latar berita ini berawal dari kecaman dari sekjen PBB Ban Ki Moon yang mengecam keras film anti Islam. Hingga akhirnya hal serupa dilakukan oleh dunia Islam dan masyarakat luar. Berita pada bagian ini cukup detil karena memaparkan efek tindakan yang telah dilakukan oleh Geert Wilders sehingga menimbulkan kecaman dari beberapa pihak.
Maksud dalam berita ini cukup jelas, terdapat pada setiap paragraf yang menjelaskan tentang pernyataan dari beberapa tokoh. Hal ini menandakan bahwa tindakan Geert Wilders tidak diterima oleh masyarakat internasional. 4. Segi Sintaksis
Bagian ini menggunakan kata ganti koherensi atau hubungan antar kata atau kalimat yang digunakan pada bagian ini adalah proposisi “perdamaian dunia” dan “ketegangan hubungan antar umat beragama” adalah dua buah prinsip yang berlainan. Dua buah kalimat itu menjadi berhubungan pertentangan karena dihubungkan dengan kata penghubung “tapi”. 5. Segi Stilistik
Pemilian leksikal yang digunakan wartawan pada berita ini dengan memasukkan kata hukum domestik, menjerat, dalam kalimat: “…Dien meragukan hukum domestik Belanda dapat menjerat Wilders…”. Kata kecaman, kekerasan dalam kalimat: “…kecaman keras dikemukakan Sekjen PBB Ban Ki-moon. Dia mengatakan sikap pembuat film Fitna tidak bisa dibenarkan karena mengundang aksi kekerasan…”. Kata rasialis, fasis, dalam kalimat: “…tindakan rasialis dan fasis sehingga tidak ada jalan lain, kecuali mengajukannya ke Mahkamah Internasional…”. Kata motif, dalam kalimat: “…apalagi motif di belakangnya politik, hal-hal seperti ini mestinya dihindari”.
Kata provokasi, anti Islam, media, dalam kalimat: “…film Fitna merupakan provokasi anti-Islam melalui media …”. Kata dangkal, dekstruktif, tidak civilized, dalam kalimat: “…Fitna adalah kepanjangan nyata dari kebebasan yang dangkal, destruktif, dan tidak civilized…”. Dan kata skenario dalam kalimat: “...film semacam itu bisa jadi bagian dari skenario yang ingin memprovokasi umat Islam…”. Kata tersebut dipakai untuk menarik pembaca. Tabel 2: “Wilders ‘Fitna’ bisa diajukan ke pengadilan” Struktur Elemen Wacana Struktur Tema Makro Superstruktur Skematik
Struktur Mikro
Latar
Detil
Maksud
Kata ganti
Keterangan Dunia Islam mendesak Wilders diajukan ke Mahkamah Internasional Awal Berita ini didahului dengan pernyataan dari Din Syamsudin Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang menyatakan bahwa pembuat film Fitna mesti diadili di mahkamah internasional. (paragraf 1) Di bagian tengah berisi tentang kecaman dan kutukan yang ditujukan kepada Geert Wilders agar dia diadili di mahkamah internasional karena dianggap telah mengundang aksi kekerasan. Bagian akhir menjelaskan bahwa Organisasi Konferensi Islam (OKI) mengimbau umat Islam agar tidak terprovokasi dengan film tersebut. Dan tidak terjebak pada tindakan kekerasan. Berawal dari kecaman dari sekjen PBB Ban Ki Moon yang mengecam keras film anti Islam. Hingga akhirnya hal serupa dilakukan oleh dunia Islam dan masyarakat luar. memaparkan efek tindakan yang telah dilakukan oleh Geert Wilders sehingga menimbulkan kecaman dari beberapa pihak. Terdapat pada setiap paragraf yang menjelaskan tentang pernyataan dari beberapa tokoh. Hal ini menandakan bahwa tindakan Geert Wilders tidak diterima oleh masyarakat internasional. Menggunakan kata ganti koherensi atau hubungan antar kata atau kalimat yang
Leksikon
digunakan pada bagian ini adalah proposisi “perdamaian dunia” dan “ketegangan hubungan antar umat beragama” adalah dua buah prinsip yang berlainan. Dua buah kalimat itu menjadi berhubungan pertentangan karena dihubungkan dengan kata penghubung “tapi”. hukum domestik, menjerat (paragraf 2), kecaman, kekerasan (paragraf 3), rasialis, fasis (paragraf 6), motif (paragraf 8), provokasi, anti Islam, media (paragraf 9), dangkal, dekstruktif, tidak civilized (paragraf 10), skenario(paragraf 11).
c. Analisis berita 3: “Tegenfilm, Sebuah Balasan Untuk Wilders” Minggu, 30 Maret 2008. 1. Tema Tema berita ini adalah peluncuran film Tegenfilm untuk membalas film yang dibuat Geert Wilders. 2.
Segi skematik
Judul berita pada bagian ini adalah Tegenfilm, Sebuah Balasan Untuk Wilders. Berita ini didahului dengan penjelasan produser Tegenfilm. Yaitu Ersin Kiris, seorang Muslim Belanda yang asli Turki, bersama Vincent Van Der Lem, warga Belanda yang mengaku ateis. Isi bagian ini tentang latar belakang ide pembuatan film tersebut, Van Der Lem mengatakan ide membuat film berawal dari keriuhan menjelang pemilu di Belanda. Dari hasil jajak pendapat pada Desember 2007 lalu, Rita Verdonk (seorang politisi sayap kanan) diperkirakan akan mendapat 20 persen suara, sedangkan Wilders 15 persen. Di saat bersamaan, ada 'debat Islam' di House of Commons, Belanda, di mana Wilders kerap melontarkan kritik tentang Islam di Belanda. Dari hasil jajak pendapat diketahui bahwa
ternyata kritik itu banyak didukung oleh sebagian besar kelompok dari partai lain. Inti berita diletakkan di tengah, terdapat pada kalimat: “…Film counteractive ini merupakan sebuah laporan tentang sudut pandang Wilders yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi, demokrasi, dan Muslim.'' Penutup berita ini menjelaskan tentang setelah peluncuran film Tegenfilm, juga akan meluncurkan sebuah situs, Dalam situs ini, mereka akan menerima masukan dan argumentasi dari masyarakat tentang film Tegenfilm. Kesimpulan berita ini adalah tentang dua pria muda yang telah membuat film Tegenfilm, sebuah film balasan terhadap film Fitna. Yang latar belakang ide pembuatan film tersebut berawal dari keriuhan menjelang pemilu di Belanda. 3.
Segi Semantik
Latar berita berawal tentang batasan kebebasan berekspresi dan menyerang Geert Wilders melalui film. Detil dalam berita ini adalah pembuat Tegenfilm berusaha memahami sikap dan karakter Wilders dengan berupaya mendapatkan gambaran tentang sosok muda Wilders, yang menyebabkan mengapa Wilders sangat anti Islam. Sedangkan maksud berita ini cukup jelas, terdapat pada kalimat ''…Film counteractive ini merupakan sebuah laporan tentang sudut pandang Wilders yang berkaitan dengan kebebasan berekspresi, demokrasi, dan Muslim.'' 4.
Segi Stilistik
Leksikal yang digunakan penulis pada bagian ini terindikasi dari katakata yaitu, kebebasan berekspresi dalam kalimat: “…Film ini mencari batasan kebebasan berekspresi sekaligus menyerang Wilders…”. Kata debat Islam, dalam kalimat: “Di saat bersamaan, ada 'debat Islam' di House of Commons”. Kata demokrasi, dalam kalimat: “…kami khawatir ada perubahan dalam demokrasi,'' ujar Van der Lem”. Kata sudut pandang, ancaman dalam kalimat: “…mampu membuat film dengan sudut pandang mereka untuk melihat ancaman Wilders”. Kata film counteractive dalam kalimat: “….juga disebutkan bahwa ''Film counteractive ini merupakan sebuah laporan…”. Kata frustasi, dalam kalimat: “….ada rasa frustrasi di kalangan Muslim”. Kata reaksi keras, provokasi,dalam kalimat: “Dia berharap tidak ada reaksi keras terhadap aksi provokasi Wilders”. Dan kata digeneralisasi, teroris jalanan dalam kalimat: “….Van der Lem melihat kata-kata yang dipakai Wilders acap kali digeneralisasi. Seperti ketika dia menggunakan kata 'teroris jalanan' untuk menyebutkan anak muda Maroko….”. Tabel 3: “Tegenfilm, Sebuah Balasan Untuk Wilders” Struktur Wacana Struktur Makro
Tema
Superstruktur
Skematik
Elemen
Keterangan Peluncuran film Tegenfilm untuk membalas film yang dibuat Geert Wilders. Awal Berita ini didahului dengan penjelasan produser Tegenfilm. Yaitu Ersin Kiris, seorang Muslim
Struktur Mikro
Latar
Detil
Maksud
Leksikon
Belanda yang asli Turki, bersama Vincent Van Der Lem. (paragraf 1) Di bagian tengah berisi tentang latar belakang ide pembuatan film tersebut. (paragraf 4 dan 5) Bagian akhir menjelaskan tentang setelah peluncuran film Tegenfilm, juga akan meluncurkan sebuah situs. (paragraf 12) Berawal tentang batasan kebebasan berekspresi dan menyerang Geert Wilders melalui film. Pembuat Tegenfilm berusaha memahami sikap dan karakter Wilders dengan berupaya mendapatkan gambaran tentang sosok muda Wilders, yang menyebabkan mengapa Wilders sangat anti Islam.. Terdapat pada paragraf 7 kalimat: ''…Film counteractive ini merupakan sebuah laporan…”. kebebasan berekspresi (paragraf 2), debat Islam (paragraf 5), demokrasi , sudut pandang, ancaman (paragraf 6), film counteractive (paragraf 7), frustasi (paragraf 9), digeneralisasi, teroris jalanan (paragraf 11).
d. Analisis berita 4: “Boikot Produk Belanda” Senin, 31 Maret 2008. 1.
Tema Tema berita ini adalah Mahathir Mohamad mengajak umat Islam
sedunia untuk memboikot produk Belanda. 2.
Segi Skematik Judul berita ini adalah Boikot Produk Belanda. Berita ini didahului
dengan ajakan dari mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad kepada umat
Islam sedunia untuk memboikot seluruh produk Belanda karena aksi dari politisi Belanda yang menayangkan film Fitna. Bagian ini berisi tentang akibat penayangan film Fitna, umat Islam diseru untuk memboikot seluruh produk Belanda. karena ancaman boikot tersebut, pengusaha Belanda yang tergabung dalam organisasi bernama VNONCW mengancam balik Wilders jika aksi boikot tersebut menjadi kenyataan. Inti berita terletak pada bagian tengah berita, terdapat pada kalimat: “… Dalam pertemuan dua hari di Slovenia kemarin, para menlu negaranegara Uni Eropa (UE) memberi dukungan penuh kepada Pemerintah Belanda atas penolakan film buatan Wilders. Pernyataan yang ditandatangani 27 menlu UE itu menolak menyamakan Islam dengan kekerasan, seperti yang digambarkan film Fitna. Dan kalimat: “…semua pemeluk keyakinan harus hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati. ''Yang jadi masalah bukan agama, tapi penyalahgunaan agama untuk melakukan kebencian dan tidak toleran.” Bagian ini ditutup dengan pernyataan dari ketua umum DPP PPP Suryadharma Ali yang meminta pemerintah Belanda untuk menghukum warganya setimpal dengan perbuatan yang melecehkan Islam. Kesimpulan dari bagian ini yaitu akibat penayang film Fitna timbul beberapa reaksi dari berbagai kalangan berupa ancaman boikot yang diserukan mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad, dan penolakan dari pemerintah Belanda terhadap film Fitna yang didukung oleh Uni Eropa (UE). 3.
Segi Semantik
Latar berita ini berawal dari akibat penayangan film Fitna oleh politisi sayap kanan Belanda yang menyebabkan terjadinya berbagai macam reaksi seperti ancaman boikot. Berita bagian ini cukup detil, karena menjelaskan tentang aksi peluncuran film Fitna yang dilakukan Wilders. Terdapat pada kalimat: “…Wilders mengaku film itu dibuat karena Islam dan Alquran membahayakan kebebasan…”. Maksud dalam berita ini dijelaskan bahwa pemerintah Belanda dan Negara-negara Uni Eropa menolak peluncuran film tersebut. 4.
Segi Stilistik Leksikal yang digunakan penulis pada bagian ini terindikasi dari kata
1,3 miliar, memboikot dalam kalimat: “…mengajak umat Islam sedunia yang berjumlah 1,3 miliar memboikot produk Belanda”. Kata VNO-NCW dalam kalimat: “….organisasi bernama VNO-NCW mengancam balik Wilders…” Kata simbol-simbol agama, pelanggaran HAM, rasisme, dalam kalimat: “…UU yang menjerat pelaku penistaan terhadap simbol-simbol agama, pelanggaran HAM, dan rasisme”. Kata ekstremisme, kekerasan, dalam kalimat: “…UU yang menjerat pelaku penistaan terhadap simbol-simbol agama, pelanggaran HAM, dan rasisme”.
Dan kata kebebasan berekspresi dalam kalimat: “…menambahkan kebebasan berekspresi tak mengizinkan siapa pun untuk menghina agama atau ras lain”. Tabel 4: “Boikot Produk Belanda” Struktur Wacana Struktur Makro
Tema
Superstruktur
Skematik
Struktur Mikro
Latar
Elemen
Detil
Maksud
Leksikon
Keterangan Mahathir Mohamad mengajak umat Islam sedunia untuk memboikot produk Belanda. Di bagian awal dimulai dengan ajakan dari mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad kepada umat Islam sedunia untuk memboikot seluruh produk Belanda. (paragraf 1) Di bagian tengah berisi tentang akibat penayangan film Fitna, umat Islam diseru untuk memboikot seluruh produk Belanda. Bagian akhir menjelaskan pernyataan dari ketua umum DPP PPP Suryadharma Ali yang meminta pemerintah Belanda untuk menghukum warganya setimpal dengan perbuatan yang melecehkan Islam. Berawal dari akibat penayangan film Fitna oleh politisi sayap kanan Belanda yang menyebabkan terjadinya berbagai macam reaksi seperti ancaman boikot. Memaparkan awal peluncuran film fitna yang dilakukan oleh Geert Wilders. (paragraf 5) Pemerintah Belanda dan Negara-negara Uni Eropa menolak peluncuran film tersebut. (paragraf 7 dan 8) 1,3 miliar, memboikot (paragraf 1), VNO-NCW (paragraf 3), simbolsimbol agama, pelanggaran HAM, rasisme (paragraf 6), ekstremisme, kekerasan (paragraf 8), kebebasan berekspresi (paragraf 9).
e. Analisis Berita 5: “RI cekal pembuat Fitna” Selasa, 01 April 2008. 1. Tema Tema berita ini adalah pemerintah Indonesia akan mencekal Geert Wilders bila ke Indonesia. 2. Segi Skematik Judul berita ini ini RI cekal pembuat Fitna. Berita ini didahului dengan penjelasan pengumuman pencekalan dari presiden Republik Indonesia Soesilo Bambang Yudhoyono terhadap politisi Belanda Geert Wilders akibat film Fitnanya. Isi berita ini tentang seruan dari presiden Indonesia Soesilo Bambang Yudhoyono kepada masyarakat internasional agar tidak menggunakan kebebasan tanpa batas, dan mengucapkan terima kasih kepada Sekjen PBB Ban Ki Moon dan pemerintah Belanda yang menolak peluncuran film Fitna. Inti berita ini diletakkan di bagian akhir, terdapat pada kalimat: “…Rabu (26/3) lalu, PM Belanda, Jan Peter Balkenende, menyatakan belum bisa bertindak bila film belum disebarkan. ''Sekarang, film telah disebar lewat internet,'' katanya. Dia menyebut Wilders sebagai kriminal moral yang menggunakan kebebasan untuk menyerang kebebasan orang lain”. Penutup berita bagian ini yaitu aksi demo yang dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI) terhadap Kedubes Belanda, dan mengancam akan melakukan aksi sweeping terhadap warga Belanda di Indonesia.
3. Segi Semantik Latar berita ini berawal maraknya aksi reaktif terhadap film Fitna hingga menyebabkan presiden SBY melakukan pencekalan. Detil dalam berita ini diungkapkan dengan larangan peredaran film Fitna di Indonesia dan terus mengimbau pemerintah Belanda untuk menghentikan penayangan film Fitna. Sedangkan maksud berita ini cukup jelas, terdapat pada kalimat: ” … Presiden menyeru masyarakat internasional tak menggunakan kebebasan tanpa batas sebab bisa merusak sendi-sendi hidup, seperti toleransi. Presiden mengajak para pemimpin dunia mencegah kegiatan-kegiatan yang merusak peradaban dan harmoni”. 4. Segi Stilistik Leksikal yang digunakan penulis pada bagian ini terindikasi dari kata reaksi, pencekalan dalam kalimat: “…maraknya reaksi atas film Fitna, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan pencekalan kepada Geert Wilders”. Kata intermedia dialogue, konflik dalam kalimat: “….Antara lain, dengan intermedia dialogue. ''Di tengah upaya mencegah konflik…”. Kata internet service provider dalam kalimat: “…pemerintah berharap internet service provider (ISP) tak menayangkan film itu”. Kata undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) dalam kalimat: “….menyarankan pemerintah menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) untuk membendung Fitna”.
Dan kata sweeping dalam kalimat: “…Mereka juga mengancam melakukan sweeping warga negara Belanda”. Tabel 5: “RI cekal pembuat Fitna” Struktur Wacana Struktur Makro
Tema
Superstruktur
Skematik
Struktur Mikro
Latar
Elemen
Detil
Maksud
Leksikon
Keterangan Pemerintah Indonesia akan mencekal Geert Wilders bila ke Indonesia. Awal Berita ini didahului dengan penjelasan pengumuman pencekalan dari presiden Republik Indonesia Soesilo Bambang Yudhoyono terhadap politisi Belanda Geert Wilders (paragraf 1). Di bagian tengah berisi tentang seruan dari presiden Indonesia Soesilo Bambang Yudhoyono kepada masyarakat internasional agar tidak menggunakan kebebasan tanpa batas, dan mengucapkan terima kasih kepada Sekjen PBB Ban Ki Moon dan pemerintah Belanda yang menolak peluncuran film Fitna. (paragraf 4, 5 dan 6) Bagian akhir menjelaskan tentang aksi demo yang dilakukan oleh Front Pembela Islam (FPI) terhadap Kedubes Belanda. (paragraf 12) Berawal maraknya aksi reaktif terhadap film Fitna hingga menyebabkan presiden SBY melakukan pencekalan. Diungkapkan dengan larangan peredaran film Fitna di Indonesia dan terus mengimbau pemerintah Belanda untuk menghentikan penayangan film Fitna. Terdapat pada paragraf 4 kalimat: “Presiden menyeru masyarakat internasional tak menggunakan kebebasan tanpa batas…”. reaksi, pencekalan (paragraf 1), intermedia dialogue, konflik (paragraf 3), internet service provider (paragraf 7), undang-undang informasi dan transaksi elektronik (UU ITE) (paragraf 9).
f. Analisis Berita 6: “Boikot Produk Belanda Disambut” Rabu, 02 April 2008. 1. Tema Tema berita bagian ini adalah sambutan terhadap seruan boikot dari mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad. 2. Segi Skematik Judul berita ini adalah Boikot Produk Belanda Disambut. Berita ini didahului dengan sambutan boikot yang dilakukan oleh jaringan supermarket di Malaysia Mydn Mohamed Holdings, yang menempelkan label merah terhadap produk Belanda, dan memasang poster yang mengingatkan konsumennya untuk menjauhi produk itu. Bagian ini berisi tentang boikot yang dilakukan oleh jaringan Supermarket di Malaysia dan Asosiasi Petani Kentang (APK) Jawa Barat. Dan kecaman terhadap film Fitna yang terus mengalir. Inti berita ini terletak di tengah, terdapat pada kalimat: “…Aksi boikot ini memberi dampak besar pada perekonomian Belanda. Sebagai gambaran, total pembelian bibit kentang granolla di Kab. Bandung saja, dalam setahun mencapai Rp 45 miliar. ''Kalau setengahnya dari Belanda, setahun ini mereka rugi Rp 22,5 miliar karena produknya tidak kami beli.''APK Jabar
berharap, kata Ikhsan, pengusaha pembibitan kentang di Belanda menekan pemerintahnya supaya menghukum pembuat film Fitna, Geert Wilders. Sebelumnya, pengusaha Belanda yang tergabung dalam organisasi bernama VNO-NCW, mengancam balik Wilders bila boikot itu menjadi kenyataan. Berita bagian ini ditutup dengan kecaman yang masih terus mengalir, diantaranya dari LBH Jakarta, Imparsial, Kontras, wahid Institute. Dan ancaman pidana dari wakil jaksa agung bagi yang mengedarkan film Fitna lewat media apapun. 3. Segi Semantik Latar berita ini berawal dari seruan yang dilakukan oleh mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad, seruan itu pun disambut oleh masyarakat Malaysia dan Indonesia. Detil berita ini terdapat pada kalimat: “…dalam setahun mencapai Rp 45 miliar. ''Kalau setengahnya dari Belanda, setahun ini mereka rugi Rp 22,5 miliar…”. Sedangkan maksud berita bagian ini disampaikan secara jelas pada kalimat: “…Ancaman pidana bagi mereka yang mengedarkan film Fitna melalui media apa pun, datang dari Wakil Jaksa Agung, Muchtar Arifin. ''Yang coba-coba mengedarkan akan kami proses secara hukum.'' 4. Segi Stilistik Pilihan leksikal yang digunakan penulis pada bagian ini terindikasi pada kata memboikot, Mydn Mohamed Holdings, dalam kalimat: “Seruan memboikot produk Belanda oleh PM Malaysia, Mahathir Mohamad, sebagai
protes atas penayangan film Fitna, bersambut. Jaringan supermarket di Malaysia, Mydn Mohamed Holdings…”. Kata Asosiasi Petani Kentang (APK) dalam kalimat: “…sokongan memboikot produk Belanda juga disambut Asosiasi Petani Kentang (APK) Jawa Barat”. Kata Dan Hartig BV, Stet Holland BV, Ohisen Enke, Syngenta NL, dan HZPC Holland BV dalam kalimat: “…Bibit kentang granolla dipasok empat perusahaan besar pembibitan kentang asal Belanda, yaitu Dan Hartig BV, Stet Holland BV, Ohisen Enke, Syngenta NL, dan HZPC Holland BV…”. Kata VNO-NCW dalam kalimat: “…pengusaha Belanda yang tergabung dalam organisasi bernama VNO-NCW, mengancam balik Wilders…”. Kata kontraproduktif dalam kalimat: “….Film itu kontraproduktif dengan upaya menciptakan kebebasan beragama…”. Dan kata Propaganda dalam kalimat: ''…Tidak usah berlebihan. Itu kan bukan film, tapi alat propaganda…''. Tabel 6: “Boikot Produk Belanda Disambut”. Struktur Wacana Struktur Makro
Tema
Superstruktur
Skematik
Elemen
Keterangan Sambutan terhadap seruan boikot dari mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad. Di awali dengan sambutan boikot yang dilakukan oleh jaringan supermarket di Malaysia Mydn Mohamed Holdings, yang menempelkan label merah terhadap produk Belanda. (paragraf 1) Di bagian tengah berisi tentang boikot yang dilakukan oleh jaringan Supermarket di Malaysia dan Asosiasi Petani Kentang (APK) Jawa Barat. Dan
Struktur Mikro
Latar
Detil
Maksud
Leksikon
kecaman terhadap film Fitna yang terus mengalir. Bagian akhir menjelaskan tentang kecaman yang masih terus mengalir, diantaranya dari LBH Jakarta, Imparsial, Kontras, wahid Institute. Dan ancaman pidana dari wakil jaksa agung bagi yang mengedarkan film Fitna lewat media apapun. (paragraf 4) Berawal dari seruan yang dilakukan oleh mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad, seruan itu pun disambut oleh masyarakat Malaysia dan Indonesia. Diungkapkan dengan kerugian pada perekonomian Belanda terhadap aksi boikot. (Paragraf 3) Terdapat pada paragraf 4 kalimat: “…Ancaman pidana bagi mereka yang mengedarkan film Fitna melalui media apa pun…”. memboikot, Mydn Mohamed Holdings (paragraf 1), Asosiasi Petani Kentang (APK) (paragraf 2), Dan Hartig BV, Stet Holland BV, Ohisen Enke, Syngenta NL, dan HZPC Holland BV (paragraf 2), VNO-NCW (paragraf 3), kontraproduktif, propaganda (paragraf 4).
g. Analisis Berita 7: ” Dutch Lady Ikut Kecam Fitna” Kamis, 03 April 2008. 1. Tema Tema berita bagian ini adalah Produsen susu asal Malaysia, Dutch Lady Milk Industries mengutuk film anti-Islam. 2. Segi Skematik Judul berita bagian ini adalah Dutch Lady Ikut Kecam Fitna. Berita ini didahului Dutch Lady Milk Industries sebuah produsen susu asal Malaysia
memasang iklan di surat kabat terkemuka agar masyarakat tidak mengikuti seruan memboikot produk buatan Belanda. Bagian ini berisi tentang reaksi terhadap film Fitna yang berasal dari produsen susu asal Malaysia Dutch Lady Industries, produsen susu ini ikut mengecam film anti Islam, mereka juga mengimbau agar muslim tidak mengikuti seruan memboikot produk buatan Belanda. Juga pendapat dari tokoh muslim di Indonesia yang menanggapi aksi protes yang dilakukan oleh Dutch Lady Industries. Inti berita terletak di tengah berita, terdapat pada kalimat: “… pihaknya ingin masyarakat muslim di Malaysia tetap memberi dukungan kepada perusahaan tersebut serta menghargai nilai-nilai yang ada. Apalagi, kata dia, Dutch Lady merupakan perusahaan publik yang mempekerjakan 660 warga Malaysia.” Bagian berita ini ditutup dengan aksi kecaman yang masih terjadi seperti di daerah Medan Sumatera Utara, sejumlah Kader HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) yang menggelar protes di Konsulat Belanda. 3. Segi Semantik Latar berita ini berawal dari seruan boikot dari mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad. Detil berita ini terdapat pada kalimat: “…Dutch Lady Milk Industries merupakan anak perusahaan multinasional asal Belanda, Royal Friesland Foods. Sebanyak 50 persen saham Dutch Lady Milk dimiliki pengusaha Malaysia itu”. Dan kalimat: “…Di antara merek produk susu yang
dihasilkan Dutch Lady adalah Dutch Lady, Frisian Flag, Frisolac, Calcimex, dan Joy”. Maksud yang ingin disampaikan dalam berita ini disampaikan dengan jelas, terdapat pada kalimat: “… film Fitna yang dibuat politisi sayap kanan Belanda itu sangat potensial mendorong kebencian dan ketegangan antarperadaban. ''Aktor intelektual Fitna, Geert Wilders, pantas diadukan ke Mahkamah Internasional sebagai penjahat peradaban…”. 4. Segi Stilistik Leksikal yang digunakan penulis pada bagian ini terindikasi dari kata Dutch Lady milk industries, mengutuk, anti-Islam, iklan dalam kalimat: “…Dutch Lady Milk Industries, memasang iklan di surat kabar terkemuka mengutuk film anti-Islam, Fitna. Pemasangan iklan itu sebagai upaya menarik Muslim agar tidak mengikuti seruan memboikot produk buatan Belanda”. Kata Frisian Flag, Frisolac, Calcimex, dan Joy dalam kalimat: “…Di antara merek produk susu yang dihasilkan Dutch Lady adalah Dutch Lady, Frisian Flag, Frisolac, Calcimex, dan Joy”. Kata potensial dalam kalimat: “…sangat potensial mendorong kebencian dan ketegangan antarperadaban…”. Kata emosional, Harkat dalam kalimat: “…aksi protes yang dilakukan tidak perlu emosional”. ''Harkat Islam tidak akan terkurangi oleh penghinaan yang dilakukan pihak manapun…''.
Kata demonstrasi, destruktif dalam kalimat: “…tidak menanggapi Fitna dengan melakukan demonstrasi yang merusak. ''Aksi destruktif menunjukkan umat Islam mudah terprovokasi…”. Tabel 7: “Dutch Lady Ikut Kecam Fitna” Struktur Wacana Struktur Makro
Tema
Superstruktur
Skematik
Struktur Mikro
Latar
Elemen
Detil
Maksud
Leksikon
Keterangan Produsen susu asal Malaysia, Dutch Lady Milk Industries mengutuk film anti-Islam. Di awali dengan Dutch Lady Milk Industries sebuah produsen susu asal Malaysia memasang iklan di surat kabat terkemuka agar masyarakat tidak mengikuti seruan memboikot produk buatan Belanda. (paragraf 1) Di bagian tengah berisi tentang reaksi terhadap film Fitna yang berasal dari produsen susu asal Malaysia Dutch Lady Industries, produsen susu ini ikut mengecam film anti Islam, mereka juga mengimbau agar muslim tidak mengikuti seruan memboikot produk buatan Belanda. Bagian akhir menjelaskan tentang aksi kecaman yang masih terjadi seperti di daerah Medan Sumatera Utara, sejumlah Kader HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) yang menggelar protes di Konsulat Belanda. Berawal dari berawal dari seruan boikot dari mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad. Diungkapkan dengan pemaparan tentang perusahaan dutch lady industries. (Paragraf 2) Terdapat pada paragraf 5 kalimat: “… film Fitna yang dibuat politisi sayap kanan Belanda itu sangat potensial mendorong kebencian dan ketegangan antarperadaban…”. Dutch Lady milk industries, mengutuk, anti-Islam, iklan (paragraf 1), Frisian Flag, Frisolac, Calcimex, dan Joy (paragraf 3), potensial (paragraf 5), emosional, Harkat, demonstrasi, destruktif (paragraf 6).
h. Analisis berita 8 : “Kebebasan Berekspresi Harus Hormati Agama Lain” 04 April 2008. 1.
Tema Tema berita bagian ini adalah kebebasan berpendapat harus
menghormati pendapat, kebudayaan, dan agama lain. 2.
Segi Skematik Judul berita bagian ini adalah Kebebasan Berekspresi Harus Hormati
Agama Lain. Berita ini didahului dengan wawancara dengan Dubes Belanda untuk Indonesia dan Timor Leste, Dr Nikolaos Van Dam. Berita bagian ini berisi tentang pendapat Dr Nikolaos Van Dam, Dubes Belanda untuk Indonesia dan Timor Leste mengenai film Fitna karya Geert Wilders menyulut beragam kontroversi. Inti berita bagian ini terletak di awal wawancara, terdapat pada kalimat: “…Di Belanda ada tradisi kebebasan berpendapat, namun tak berarti bisa diterapkan dalam semua hal. Ada batasannya. Ini berarti kebebasan berpendapat itu harus juga menghormati pendapat, kebudayaan, dan agama lain agar semua bisa hidup secara damai.…” Penutup berita ini ditandai pertanyaan santai mengenai kehidupannya di Indonesia khususnya mengenai makanan kesukaannya di Indonesia. 3.
Segi Semantik Latar berita ini berawal tentang film Fitna karya anggota parlemen
Belanda, Geert Wilders, yang menyulut beragam kontroversi, banyak kecaman dan aksi demonstrasi.
Dari segi detil berita ini cukup detil, terdapat pada kalimat: “…Peraih gelar doktor dari Universitas Amsterdam ini mengaku hafal 15 surat dalam Alquran. Ia juga sempat melantunkan penggalan surat Alzalzalah. Muslim Indonesia, katanya, harus banyak mengingat kandungan surat tersebut, terkait maraknya bencana alam…” Sedangkan maksud dari berita ini cukup jelas, terdapat pda kalimat: “…sebenarnya mereka berunjuk rasa terhadap pihak yang memiliki pendapat sama, yaitu kami menolak film itu. Jadi, kalau unjuk rasa diarahkan kepada Pemerintah Belanda sebenarnya itu kurang tepat…” 4.
Segi Sintaksis Bentuk kalimat yang digunakan adalah kalimat berstruktur aktif, yaitu
bentuk kalimat yang susunannya meletakkan pelaku sebelum penderita dan biasanya diawali dengan ditandai awalan me-. Bentuk kata ganti yang digunakan penulis pada berita bagian ini merupakan bentuk kata ganti orang pertama dengan menggunakan kata saya. Pilihan leksikal yang digunakan penulis ditandai dengan penggunaan kata kontroversi, pada kalimat: “Film Fitna karya anggota parlemen Belanda, Geert Wilders, menyulut beragam kontroversi...”. Kata surat Alzalzalah, pada kalimat: “…Ia juga sempat melantunkan penggalan surat Alzalzalah…”. Kata Submission, pada kalimat: “…Submission maupun Fitna bisa dianggap sebagai penghinaan terhadap Islam…”.
Kata konfrontasi, polarisasi, pada kalimat: “…caranya berdialog lebih menekankan cara konfrontasi dan polarisasi…”. Kata Islam moderat, Islam ekstremis, pada kalimat: “…tak bisa berbicara mengenai Islam moderat dan ekstremis…”. Tabel 8: “Kebebasan Berekspresi Harus Hormati Agama Lain” Struktur Wacana Struktur Makro
Elemen Tema
Superstruktur
Skematik
Struktur Mikro
Latar
Detil
Maksud
Bentuk kalimat
Keterangan Kebebasan berpendapat harus menghormati pendapat, kebudayaan, dan agama lain. Di awali dengan wawancara dengan Dubes Belanda untuk Indonesia dan Timor Leste, Dr Nikolaos Van Dam. (paragraf 1) Di bagian tengah berisi tentang tentang pendapat Dr Nikolaos Van Dam, Dubes Belanda untuk Indonesia dan Timor Leste mengenai film Fitna karya Geert Wilders menyulut beragam kontroversi. Bagian akhir menjelaskan tentang ditandai pertanyaan santai mengenai kehidupannya di Indonesia khususnya mengenai makanan kesukaannya di Indonesia. Berawal tentang film Fitna karya anggota parlemen Belanda, Geert Wilders, yang menyulut beragam kontroversi, banyak kecaman dan aksi demonstrasi. Diungkapkan dengan gambaran sedikit tentang Dr Nikolaos Van Dam sebelum sesi Tanya jawab. (Paragraf 2 ) Terdapat pada paragraf 11 kalimat: “…sebenarnya mereka berunjuk rasa terhadap pihak yang memiliki pendapat sama, yaitu kami menolak film itu. Jadi, kalau unjuk rasa diarahkan kepada Pemerintah Belanda sebenarnya itu kurang tepat…” kalimat berstruktur aktif, yaitu bentuk kalimat yang susunannya meletakkan pelaku sebelum penderita
Kata Ganti Leksikon
dan biasanya diawali dengan ditandai awalan me-. bentuk kata ganti orang pertama dengan menggunakan kata saya. kontroversi (paragraf 1), surat Alzalzalah (paragraf 2), Submission (Paragraf 7), konfrontasi, polarisasi, (paragraf 20), Islam moderat, Islam ekstremis (paragraf 26).
h. Analisis berita 9 : “Panen Kecaman Dan Boikot” Jumat, 04 April 2008. 1. Tema Tema berita ini adalah tindakan yang dilakukan Geert Wilders mendapat banyak kecaman dan aksi boikot. 2. Segi Skematik Judul berita bagian ini adalah Panen Kecaman Dan Boikot. Berita ini didahului dengan pernyataan dari mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad yang menyerukan agar muslim sedunia memboikot produk Belanda. Bagian ini berisi tentang politisi Belanda Geert Wilders yang meluncurkan film Fitna. Akibat ulahnya tersebut, banyak kecaman yang datang kepadanya baik dari pemerintah Belanda, masyarakat Belanda, Uni Eropa, pemerintah Indonesia dan masyarakat internasional. Inti berita bagian ini terletak pada awal berita, terdapat pada kalimat: “…Uni Eropa pun mengecam. Dalam pernyatannya, Uni Eropa mengatakan mendukung sikap pemerintah Belanda dan menegaskan film itu tak bernilai bagi dialog antaragama. Uni Eropa dan negara anggotanya memang memegang prinsip kebebasan berekspresi. Kebebasan berekspresi,
merupakan nilai dan tradisi Uni Eropa. ''Namun kebebasan ini harus didasari semangat untuk menghormati agama dan keyakinan lain,'' demikian pernyataan yang dikeluarkan Uni Eropa merespons Fitna.” Bagian ini ditutup dengan respon yang dilakukan Dutch Lady Industries, produsen susu Malaysia yang ikut mengecam film Fitna, namun tidak mendukung aksi boikot. 3. Segi Semantik Latar berita bagian ini berawal dari seruan boikot yang diserukan oleh mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad terkait dengan tindakan yang dilakukan oleh Geert Wilders anggota parlemen Belanda dari Partai Kebebasan. Dari segi detil, cerita ini cukup detil, terdapat pada kalimat: “… Dalam pernyataan tersebut, Uni Eropa menegaskan toleransi dan sikap saling menghormati merupakan nilai-nilai universal yang mesti ditegakkan. ''Kami yakin bahwa tindakan seperti pembuatan film semacam itu tak memiliki tujuan kecuali memunculkan kebencian.'' Pernyataan ini juga diperkuat dengan keluarnya pernyataan para menteri luar negeri Uni Eropa. Pada Sabtu (29/3) 27 menteri luar negeri menandatangani sebuah pernyataan terkait film itu. ''Kami menolak opini Wilders soal Islam…” Sedangkan maksud berita bagian ini cukup jelas, terdapat pada kalimat: “…Dalam pernyataan itu, para menlu Uni Eropa itu mengatakan film buatan Wilders tersebut menyamakan Islam dengan kekerasan dan pandangan seperti ini ditolak. ''Mayoritas Muslim menolak ekstremisme dan kekerasan,'' demikian pernyataan menlu Uni Eropa. Para menlu yang
melakukan pertemuan dua hari di Brdo, dekat ibukota Slovenia, Ljubljana, menyatakan Muslim, Kristen, dan semua pemeluk keyakinan harus hidup berdampingan secara damai dan saling menghormati satu sama lain..” 4. Segi Sintaksis Koherensi atau pertalian antar kata atau kalimat yang digunakan pada seluruh kalimat dalam berita bagian ini sudah cukup baik, baik dari segi penghubung dan kata ganti. 5.
Segi Stilistik. Pilihan kata yang digunakan pada seluruh kalimat dalam berita bagian
ini adalah kata-kata yang bersifat denotatif, artinya kata-kata yang mudah dimengerti. Tabel 9: “Panen Kecaman Dan Boikot” Struktur Wacana Struktur Makro
Elemen Tema
Superstruktur
Skematik
Keterangan Tindakan yang dilakukan Geert Wilders mendapat banyak kecaman dan aksi boikot. Di awali dengan pernyataan dari mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad yang menyerukan agar muslim sedunia memboikot produk Belanda. Di bagian tengah berisi tentang politisi Belanda Geert Wilders yang meluncurkan film Fitna. Akibat ulahnya tersebut, banyak kecaman yang datang kepadanya baik dari pemerintah Belanda, masyarakat Belanda, Uni Eropa, pemerintah Indonesia dan masyarakat internasional. Bagian akhir menjelaskan tentang respon yang dilakukan Dutch Lady Industries, produsen susu Malaysia yang ikut mengecam film Fitna, namun tidak mendukung aksi boikot.
Struktur Mikro
Latar
Detil
Maksud
Koherensi
Leksikon
Berawal dari berawal dari seruan boikot dari mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad. Pernyataan dari menteri luar negeri Uni Eropa,Terdapat pada paragraf 5. Terdapat pada paragraf 5 kalimat: “…Dalam pernyataan itu, para menlu Uni Eropa itu mengatakan film buatan Wilders tersebut menyamakan Islam dengan kekerasan dan pandangan seperti ini ditolak…”. Pertalian antar kalimat dalam berita ini cukup baik, hal ini terindikasi dengan penjelasan kejadian dari awal hingga kejadian setelahnya. Pilihan kata dalam berita ini adalah pilihan kata dari berita tanggal 29 Maret-04 April 2008.
B. Analisis Pemberitaan Tentang Film Fitna di Harian Umum
Republika Dilihat Dari Kognisi Sosial. Dalam menganalisis wacana, kognisi sosial adalah bagian integral yang saling berkaitan dari rumus kerangka Teun A. Van Dijk. Pendekatan kognisi sosial ini bersifat lokal, spesifik, dan psikologis. hal ini sangat bersebrangan dengan kecenderungan menghubungkan teks komunikasi dengan isu besar dalam media seperti kontrol institusi, profesi, modal, dan sebagainya.83 Dalam pemberitaan film fitna di Harian Republika penulis berusaha memberitahukan kepada pembaca bahwa film dokumenter yang telah dibuat oleh Geert Wilders pemimpin partai sayap kanan Belanda (PVV Partij Voor De Vrijheid/ Party For Freedom) sangat berbahaya bagi nilai-nilai kedamaian antar sesama. 83
Eriyanto, Analisis Wacana h. 266
Kamis 27 Maret 2008 wilders mempublikasikan film dokumenter yang berjudul Fitna, sebuah film yang menggambarkan Alquran sebagai kitab yang mendorong kekerasan dan fasis, ia juga menyamakan Alquran dengan Mein Kempt karya Adolf Hitler yang menyuruh pengikutnya untuk membunuh. Tindakan yang dilakukan Wilders sangat bersinggungan dengan SARA, hal ini tentu saja menimbulkan rasa sensitifitas tinggi dan respon reaktif di kalangan pemerintahan Belanda, Uni Eropa dan masyarakat muslim di dunia, tidak terkecuali di Indonesia. sebuah Negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Peristiwa ini merupakan sajian utama sebagian besar media massa di Indonesia, salah satunya adalah HU Republika, sebuah media yang sangat segmented sebagai sebuah media dengan pembacanya yang komunitas muslim. HU Republika mengikuti perkembangan berita ini dari awal hingga perkembangan terakhir secara up to date dan kontinyu. Mengenai Rutinitas proses produksi di HU Republika, redaktur desk inernasional menjelaskan bahwa proses diawali dengan rapat redaksi pertama antar sesama redaktur pada jam 1 siang, yakni melakukan listing berita-berita yang ada pada hari itu, Masing-masing redaktur melaporkan pantauannya. Kemudian rapat kedua dilakukan pada jam 4 sore, biasanya pada jam tersebut sudah ada perkembangan, dan mungkin ada perubahan segala macam tentang apa yang akan diangkat dan ditulis di HU Republika.84
84
Wawancara Pribadi, Yeyen Rostiani, Redaktur Desk Internasional HU Republika, Kamis, 10 Juli 2008
Kaitannya dengan kognisi sosial penulis, ditanya seberapa jauh pemahaman reporter yang menulis tentang film Fitna, dalam penjelasannya, redaktur desk internasional mengungkapkan bahwa untuk kasus fitna, ia menugasi dua reporter, yakni Indah Wulaningsih dan Ferry Kisihandi yang notabene beragama Islam, Di Republika 99 % muslim. sedangkan di redaksinya muslim semua. Oleh karena itu, sebagai sebuah media untuk komunitas muslim dan background penulis adalah sebagai muslim, maka berita mengenai film Fitna pun condong sekali menolak aksi Wilders. Menyangkut konteks, mereka membaca dari kantor berita, AP (Associated Press) yang berbasis di New York dan AFP (Associated France Press) dan browsing di internet. Itu Merupakan sebuah kewajiban untuk mencari bahan. karena menurutnya, Akan kelihatan kalau orang yang menulis tidak menguasai sepenuhnya permasalahan, akan mempengaruhi yang akan ditulis karena kalau di Internasional kita rewrite menuliskan kembali, mungkin satu file bahannya bisa lima atau lebih. Padahal mungkin beritanya kecil.85 Latar belakang akademik Indah Wulaningsih dari Fakultas Arkeologi, sedangkan Fery Kisihandi dari background Akuntansi. Di HU Republika profesi wartawan latar belakang pendidikan tidak terlalu mempengaruhi, tetapi lebih diutamakan kepada wawasan dan pengetahuan, profesi wartawan dibuat utuk semua jurusan dan tidak terlalu relevan dengan latar belakang pendidikan, karena mengenai teori penulisan berita, di HU Republika ada pelatihan dasar jurnalistik.
85
Yeyen Rostiani, Wawancara Pribadi
C. Analisis Pemberitaan Tentang Film Fitna di Harian Umum
Republika Dilihat Dari Konteks Sosial Konteks berkaitan dengan hal-hal yang mempengaruhi pemakaian bahasa, dan terbentuknya sebuah wacana. Seperti latar, situasi, peristiwa dan kondisi sosial yang terjadi pada saat itu, pada konteks sosial tertentu, sebuah wacana dapat diteliti, dianalisis dan dimengerti. Konteks ini juga berkaiatan dengan who atau siapa dalam hubungan komunikasi, siapa yang menjadi komunikatornya, siapa komunikannya, dalam situasi bagaimana, apa mediumnya, dan mengapa ada peristiwa komunikasi tersebut. Konteks merupakan salah satu dari tiga hal sentral dalam wacana menurut Guy Cock. Menurutnya, konteks memasukkan semua situasi dan hal yang berada di luar teks dan mempengaruhi pemakaian bahasa, seperti partisipan dalam bahasa, situasi di mana teks tersebut diproduksi, dan fungsi yang dimaksudkan.86 Analisis sosial meneliti wacana yang sedang berkembang di masyarakat pada konteks terbentuknya sebuah wacana dalam masyarakat. bagaimana masyarakat memproduksi dan mengkonstruksikan sebuah wacana. Dalam pemberitaan Republika tentang film Fitna, merupakan konteks sosial yang melatarbelakangi tindakan Geert Wilders yang mendapat respon keras dari kalangan umat Islam di berbagai belahan dunia. Ulah Geert Wilders menodai Islam bukan kali yang pertama. Tahun lalu, anggota parlemen yang juga ketua Partai Kebebasan ini melontarkan ide provokatif
86
Eriyanto, Analisis Wacana, h. 9
agar pemerintah Belanda melarang Alquran. Ia melontarkan idenya itu dalam sebuah surat yang dimuat di harian lokal De Volksrant. Dalam suratnya Wilders menulis, ”Larang buku (Alquran) yang buruk ini, seperti Mein Kampf juga dilarang.”Mein Kampf adalah buku yang berisi pemikiranpemikiran dan ideologi pemimpin Nazi, Adolf Hitler.87 Belanda melarang buku ini sejak berakhirnya Perang Dunia II.”Alquran tidak boleh digunakan di Belanda sebagai sumber inspirasi atau alasan untuk tindakan kekerasan, ”tulis Wilders, yang partainya memiliki sembilan kursi dari 150 kursi parlemen Negeri Kincir Angin itu. Ia menyatakan bahwa kitab suci umat Islam itu tidak diatur dalam konstitusi negara Belanda. Wilders menuding Alquran telah mengajarkan umat Islam untuk menghukum atau membunuh orang-orang non-Muslim dan mengajarkan untuk membentuk sebuah negara Islam dengan cara paksa. Kebencian Wilders terhadap keberadaan Islam dan Muslim di Belanda memang sudah lama. awal tahun 2006, ia mengusulkan mosi tidak percaya terhadap dua menteri muslim, Ahmed Aboutaleb dan Nebahat Albayrak. Wilders mempertanyakan loyalitas kedua menteri itu pada Belanda. Ia juga menggalang kampanye larangan pembangunan masjid-masjid baru dan melarang masuknya imigran Muslim. Padahal jumlah warga Muslim di Belanda saat ini hanya sekitar satu juta, dari 16 juta total jumlah penduduk Belanda. Di Belanda sendiri, Wilders tidak diberi tempat. Sebuah polling yang dilakukan Maurice de Hond menunjukkan mayoritas masyarakat Belanda
87
Tabloid Dialog Jumat, Jumat 4 April 2008/ 27 Rabiul Awal 1429 H
tanpa melihat latar belakang agama dan etniknya menentang wacana pelarangan Alquran di Negeri Kincir Angin itu. Sekitar 75 persen responden menyatakan, Belanda tidak perlu melarang Alquran. Pemerintah Belanda juga mengecam pernyataan-pernyataan anti-Muslim yang kerap dilontarkan Wilders. Dalam pernyataannya,Menteri Integrasi Ella Vogelaar mengatakan, Belanda menghargai kebebasan beragama dan pemerintah tidak akan melayani seruan untuk melarang kitab suci Alquran, sekarang maupun di masa depan.88 Bagi partai sayap kanan, langkah Wilders bukan merupakan hal baru dan mengejutkan. Sebab, sejak semula, PVV memang memiliki kebijakan yang anti-Islam. Pendirian PVV dilatarbelakangi perubahan dramatik yang dialami Wilders. Ini bermula pada November 2004 bersamaan dengan terbunuhnya pembuat film, Theo van Gogh, oleh Mohammad Bouyeri. Gogh membuat film yang menghujat Islam dengan berjudul Submission. Tak lama setelah kematian Gogh, Wilders mendirikan sebuah partai, PVV (Partij Voor De Vrijheid).89 Semula, Wilders bergabung dengan Partai Liberal (VVD) di mana politisi asal Somalia, Ayaan Hirsi Ali, juga pernah bernaung di sana. Ia bahkan pernah menjadi penulis pidato partai tersebut terkait dengan kebijakan sosial ekonomi. Karena VVD mendukung Turki bergabung dengan Uni Eropa, pada 2002 ia pun meninggalkan Partai Liberal. Di Belanda, ia sering dibandingkan dengan Pim Fortuyn, politisi dari Partai Liberal, yang
88 89
Tabloid Republika, Dialog Jumat, Jumat 4 April 2008/ 27 Rabiul Awal 1429 H “Kaum Kanan di Tanah Eropa”, Republika, Senin, 31 Maret 2008 Halaman 1.
menyatakan Islam merupakan agama terbelakang. Ia juga melarang masuknya imigran. Pada masa berikutnya, PVV ini secara luas memberikan dukungan atas pelarangan terhadap burqa. Pada pemilu 2006, partai pimpinan Wilders tersebut meraih sembilan kursi di parlemen. Ia juga mempertahankan suara di kota kelahirannya, Venlo. Dalam sebuah wawancara dengan BBC pada Maret 2006, Wilders mengatakan sebanyak 5 hingga 15 persen Muslim di Belanda bersimpati pada Islam radikal. Sedang menurut penulis, upaya-upaya yang dilakukan Wilders adalah cara untuk mencari dukungan. Karena Jumlah imigran yang semakin banyak, sehingga dikhawatirkan meminggirkan warga asli Belanda, sebagai sebuah cara yang dilakukan Wilders untuk mengeruk suara dalam pemilu di Belanda. Jauh sebelum Fitna, terdapat sebuah novel yang menyulut kontroversi yang berjudul “The Satanic Verses”. Buku itu adalah novel ke empat karya Salman Rushdie, yang diterbitkan pada tahun 1988, juga kontroversi mengenai karikatur nabi Muhammad diterbitkan di surat kabar JyllandsPosten edisi 30 September 2005. Jyllands Posten adalah surat kabar terbesar di Denmark.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah menjelaskan dan menganalisa bahasan-bahasan yang telah dipaparkan pada bab-bab sebelumnya, dan diperkuat dengan wawancara langsung, maka dapat disimpulkan bahwa Pemberitaan Tentang Film Fitna di Harian Umum Republika sebagai berikut: 1. Struktur Wacana a) Secara struktur makro, rentetan tema berita yang dikemas oleh Republika menjelaskan bahwa Republika ikut menge cam Geert Wilders dan mendukung sikap anti Fitna. b) Secara superstruktur, Republika mengemas alur berita dengan skema pemberitahuan tentang aksi-aksi penolakan terhadap tindakan Geert Wilders dengan film “Fitnanya”, seperti aksi tuntutan agar Wilders dihukum dan aksi boikot terhadap produk Belanda, hal itu didukung dengan selalu mengutip langsung pernyataan dari tokoh-tokoh domestik dan internasional yang menolak aksi Geert Wilders seperti pernyataan PM Belanda Jan Peter Balkenende, Sekjen PBB Ban Ki Moon, Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono, Ketua Majelis Ulama Indonesia KH. Kholil Ridwan, dan lain sebagainya. c) Secara struktur mikro, berdasarkan latar, detil, dan maksud. Republika selalu memaparkan kecaman dan penolakan terhadap film Fitna.
Republika tidak menampilkan gaya bahasa dalam berita ini. Bentuk kalimat yang digunakan kalimat langsung, kata ganti yang digunakan secara umum adalah kata ganti pernyataan dari narasumber. 2. Kognisi Sosial Dilihat dari kognisi social, dengan dasar ideologi keagamaan wartawannya sebagai muslim, juga ideologi Harian Republika sebagai Koran umat yang mempunyai prinsip dalam keterlibatannya menjaga persatuan bangsa dan kepentingan umat Islam yang berdasarkan pemahaman Rahmatan lil
‘Alamin,
pemberitaan
yang
ditulis
oleh
wartawan
berusaha
memberitahukan kepada pembaca bahwa film dokumenter yang telah dibuat Geert Wilders sangat berbahaya bagi nilai-nilai perdamaian. 3. Konteks Sosial Dalam konteks sosial dapat diketahui bahwa Republika sebagai Koran muslim dengan garis keberpihakan yang jelas terhadap Islam, unsure bias tidak dapat terlepas. Republika ingin memberitahukan masalah ini kepada masyarakat muslim bahwa ada diluar sana masih ada orang yang berpandangan berbeda tentang Islam, dan hal ini sebagai sebuah penyadaran bagi kaum Islam bahwa apa yang harus dilakukan untuk menyikapi masalah itu, juga sebagai sebuah tantangan bagaimana umat Islam harus memperbaiki citra. B. Saran
Penulis menyampaikan beberapa saran yang berkenaan dengan berita tentang film Fitna karya Geert Wilders, sebagai berikut: 1. Berita yang dipaparkan Republika dilakukan secara kontinyu dan up to date berkaitan dengan hal-hal terbaru kasus film Fitna karya Geert Wilders, namun kiranya perlu diberitahukan kepada khalayak ramai tentang profil latar belakang dari seorang Geert Wilders. 2. Dalam rentang seminggu pemberitaan kasus tersebut, Republika tidak menyinggung reaksi yang terjadi di Timur Tengah.
Hanya
memberitakan reaksi yang terjadi di Belanda, Indonesia dan Malaysia. 3. Untuk memenuhi unsur cek and balance, kiranya Republika perlu wawancara eksklusif dengan Geert Wilders, untuk menggali alasan mengapa ia bertindak seperti itu. 4. Agar penelitian ini lebih berkembang lagi, perlu dilakukan penelitian kuantitatif mengenai respon atau dampak di masyarakat terhadap berita yang ditulis HU Republika.
DAFTAR PUSTAKA
Birowo, M. Antonius (ed.), Metode penelitian Komunikasi; Teori dan Aplikasi, Gitanyali, Yogyakarta: 2004. Djuroto, Totok. Manajemen Penerbitan Pers, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2002. Effendy, Ojong Uchjana. Ilmu, Teori dan filsafat Komunikasi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003. E.G, Guba & Lincoln, Y.S. Competing Paradigms In Qualitative Research. Chapter 6 in N.K. Denzin & Y.S. Lincoln (Eds) Handbook of Qualitative Research. Thousand Oaks, CA: Sage Publications 1994. Eriyanto, Analisis Wacana, Yogyakarta: LKiS, 2001. Farihah, Ipah. Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta Dengan UIN Jakarta Press, 2006. Ishwara, Luwi. Catatan-Catatan Jurnalisme Dasar, Jakarta: Kompas, 2005. Istiyanti, Dina. Pelestarian Film Nasional, Tesis Pasca Sarjana Universitas Indonesia, Jakarta: 1999. Jufri, M. Penggunaan Media dan Penelitian Isi Pesan Film Oleh Khalayak Penonton : Study Tentang Tingkat Apresiasi Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Terhadap Film Indonesia dan Film Amerika, tesis Program Studi Ilmu Komunikasi Pasca Sarjana Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta: Perpustakaan FISIP UI, 1997. Junaidi, Analisis Framing Film Berbagi Suami Karya Nia Dinata, Jakarta: Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Jumroni dan Suhaemi, Metode-metode Penelitian Komunikasi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, edisi tiga 2005. Kridaksana, Harimukti (ed), Leksikon Komunikasi, Jakarta: PT Pradya Paramita, 1984. Kusnawan, Aep et.al, Komunikasi dan Penyiaran Islam, Mengembangkan Tabligh Melalui Mimbar, Media Cetak, Radio, Televisi, Film dan Media Digital, Bandung: Benang Merah Press, 2004. Kusumaningrat, Hikmat dan Kusumaningrat, Purnama. Jurnalistik; Teori dan Praktek, Bandung:Rosda, 2005. Martin, Roderick. Sosiologi Kekuasaan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1993. Mc Bride, Sean. Komunikasi dan Masyarakat Sekarang Dan Masa Depan. Aneka Suara Satu Dunia, Jakarta: PN Balai Pustaka, UNESCO, 1983. McQuail, Dennis. Teori Komunikasi Massa; Suatu Pengantar, Jakarta: Erlangga, 1996. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya, cetakan kedelapan 1997. Muhtadi, Asep Saeful. Jurnalistik; Pendekatan Teori dan Praktek, Jakarta: Logos, 1999. Mulyana, Deddy dan Rahkmat, Jalaludin (ed), Komunikasi Antar Budaya, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2006. Prakoso, Gatot. Film Pinggiran Antologi Film Pendek, Eksperimental dan Dokumenter, FFTV-IKJ dengan YLP, Jakarta: Fatma Press, 1997. Rahmat, Jalaludin. Metode Penelitian Komunikasi, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 1999. Romli, Asep Syamsul. Jurnalistik Praktis, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001. Santana, Septiawan K. Jurnalisme Kontemporer, Indonesia, 2005.
Jakarta: Yayasan
Obor
Shoemaker, Pamela J, dan D. Reese, Stephen. Mediating The Message: Theories Of Influences On Mass Media Content, New York: Longman Publisher USA, Second Edition, 1996.
Sobur, Alex. Analisis teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosda Karya, cet. keempat April 2006. Suhendang, Kustandi. Pengantar Jurnalistik; seputar Organisasi, Produk, dan Kode Etik, Bandung: Nuansa, 2004. Sumadiria, AS Haris. Jurnalistik Indonesia; Menulis Berita dan Feature, Bandung: Remaja Rosda Karya, cet. kedua 2006. Tamara, Natsir dan Peldi Taher, Elza (ed.). Agama dan Dialog Antar Peradaban, Paramadina, Jakarta: 1996. Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru, Jakarta: Kalam Indonesia, 2005. The Wahid Institute, Monthly Report on Religius Issues, Edisi VIII, Maret 2008. Wahyudi, JB. Komunikasi Jurnalistik; Pengetahuan Praktis Bidang Kewartawanan, Surat Kabar, Majalah, Radio dan Televisi,. Bandung: Alumni, 1991. Antara News, Film Barat Tingkatkan Citra Negatif Islam, Sabtu, 27 Januari 2007. Company Profile PT. Republika Media Mandiri “Kaum Kanan di Eropa”, HU Republika, Senin 31 Maret 2008. www.republika.co.id www.topix.com/forum/world/malaysia/28maret2008.
Wawancara Langsung Narasumber
: Yeyen Rostiani
Jabatan
: Redaktur Desk Internasional HU Republika
Hari/Tanggal
: Kamis, 10 Juli 2008
Tanya: Apa yang melatarbelakangi penulisan berita tentang Film Fitna karya Geert Wilders? Jawab: “pertama, Republika itu merupakan sebuah media untuk komunitas muslim, pembaca kita mayoritas muslim, itu yang menarik! “mayoritas muslim”! tapi tidak seratus persen karena pembaca kita ada juga yang non muslim. Jadi Segala hal yang berkaitan dengan muslim, maka tentu akan sangat menarik apalagi diberitakan di luar negeri sana. menyangkut Film Fitna, film ini termasuk film yang menyakiti atau menohok perasaan umat muslim, mungkin kita pikir (Republika) pembaca kita perlu tahu juga masalah ini.” Tanya: Bagaimana Republika memandang masalah penayangan Film Fitna karya Geert Wilders? Jawab: “Film ini dibuat untuk kepentingan politik, karena yang membuat film ini dibuat oleh seorang anggota parlemen Belanda yang mencoba untuk meraih dukungan suara dari warga di sana, yaitu menyangkut isu imigran. Karena umat Islam di Eropa identik dengan kaum imigran, Islam sebagai
kaum pendatang. Dan hal ini diangkat oleh mereka, bagaimanapun kita tahu xenophobia kepada Islam sedang naik semenjak terjadi peledakan gedung WTC pada tanggal 11 september 2001 di Amerika Serikat. Akibat peledaakan itu, terdaapat dua sisi, pertama sisi positif, yakni Islam mulai dikenal, seperti apa Islam? bentuknya apa? Ajarannya seperti apa? Membuat orang semakin penasaran dengan Islam. Namun di sisi lainnya orang lebih mengkonotasikan Islam ke sisi negatif. Film Fitna ini termasuk salah satu film pengungkapan sisi negatif itu, karena kalau kita mau jujur sikap anti imigran dan anti Islam ada dan marak di beberapa wilayah Eropa dan di Amerika.” Tanya: Apa yang ingin disampaikan kepada pembaca tentang berita Film Fitna karya Geert Wilders itu dilihat? Jawab: “Bahwa ada di luar sana masih ada orang yang berpandangan berbeda tentang Islam, kita harap hal ini sebagai sebuah penyadaran bagi kaum Islam bahwa apa yang harus kita lakukan untuk menyikapi masalah itu, saya kira ini sebuah tantangan bagaimana kita harus memperbaiki citra, jadi ini juga merupakan sebuah proses pembelajaran bagi pembaca. Kita harapkan seperti itu, bukan untuk menghasud, tapi kalau ternyata dampaknya seperti itu, itu di luar wewenang kita.” Tanya: Bagaimana pengaruh berita tersebut terhadap masyarakat? Jawab: “Kita tidak tahu pengaruhnya seperti apa, apakah dia membaca Republika ataukah karena membaca yang lain, namun kita secara intensif memberitakan soal Fitna ini kalau memang dibilang ada pengaruhnya atau tidak, kita tidak berani bilang seperti itu karena belum ada penelitian resmi. Yakni penelitian Yang menghubungkan impactnya secara langsung antara
Republika dengan aksi-aksi yang terjadi. Memang Isu ini kita angkat terus berbeda dengan beberapa media lain yang tidak terlalu intensif mengangkat masalah ini, namun Republika secara konsisten selalu memberitakan perkembangan masalah tersebut.”
Tanya: Lalu bagaimana Republika sendiri menjaga keobjektifan berita yang dibuat? Jawab: “Kita wawancara langsung dengan Duta besar Belanda, fungsi Republika sebagai media massa adalah bagaimana kita berusaha semaksimal mungkin untuk balance, reaksi pemerintah seperti apa. Untuk media cetak kita Yang pertama mewancarai khusus Duta Besar Belanda. kita kaget juga dubes tidak langsung menolak, bisa aja kan menolak, karena ini kesempatannnya untuk menjelaskan kepada publik Islam lewat Republika. Justru Diplomat malah secara terbuka menjelaskan reaksi pemerintah Belanda seperti apa, oleh karena itu masalah ini kita jadikan headlines, karena Fitna itu Menyangkut umat Islam, ternyata tidak sesulit yang dibayangkan padahal masalah itu sensitif, Sejauh mana Pengetahuan dan pemahaman wartawan tentang Film Fitna tersebut? Tanya: Sejauh mana Pengetahuan dan pemahaman wartawan tentang Film Fitna tersebut? Dan Apa latar belakang (Background) wartawan yang menulis berita tersebut? Jawab: “Ada dua reporter, yakni Indah Wulaningsih dan Ferry Kisihandi. Indah dari Fakultas Arkeologi, Fery malah dari akuntansi. profesi wartawan latar belakang pendidikan tidak terlalu mempengaruhi, wartawan bisa untuk
semua jurusan. yang diutamakan adalah pengetahuannya, tidak terlalu relevan dengan pendidikan, , kita lebih pada wawasan. Teori penuisan berita ada pelatihan jurnalistik tapi tidak seperti yang dikuliahan. Pelatihan dasar ada. Menyangkut konteks, Kita banyak membaca dari kantor berita AP dan AFP. Kita juga browsing di internet untuk kelengkapan data. Hal ini merupakan sebuah keharusan. Karena akan terlihat penulis yang tidak menguasai sepenuhnya permasalahan akan mempengaruhi berita yang akan ditulis. Terutama di desk Internasional, karena kita rewrite (menuliskan kembali), mungkin satu file bahan berita bisa lima atau lebih, padahal mungkin beritanya kecil.” Tanya: Bagaimana kebijakan redaksi Republika dalam penulisan sebuah berita? Jawab: “Kita per desk, kita bertanggung jawab terhadap masing-masing desk, dibagi-bagi dalam desk. yang menulis Fitna itu adalah desk internasional, bertanggunng jawab terhadap semua isu-isu yang berkaitan dengan isu internasional. kalau menyangkut Islam, juga bisa diangkat dalam Rubrik Dialog Jumat. Bisa juga di angkat dalam halaman lainnya tentang tanggapan dari pengurus Nahdhatul Ulama, Muhamadiayah dll, Rubrik wawancara khusus dengan dubes Belanda. Untuk Fitna Ini lebih terfokus ke desk internasional.” Tanya: Bagaimana struktur penulisan di Republika? Jawab: “Kita standar jurnalistik, ada paparan dan segala macam standar penulisan jurnalistik, yang membedakan adalah gaya bahasa, gaya bahasa
kita antara baku dan cair, tidak telalu baku, takutnya pembaca bosen akhirnya tidak menjalin komunikasi dengan pembaca.” Tanya: Bagaimana Republika sendiri dalam mengemas berita Fitna seperti pemakaian kata ganti seperti kita, mereka, dan kami? Jawab: “Pengemasan juga standar, baik feature, maupun straight news itu sama saja. Hannya beda gaya saja. Dalam penulisan berit,. kami menghindari sekali penulisan kalimat yang panjang, semaksimal mungkin kita tidak menggunakan kalimat yang panjang. Karena Dalam pelatihan penulisan kita diajarkan untuk menghindari hal seperti itu, dimaksudkan untuk menghindari makna ganda juga.” Tanya: Bagaimana Republika menentukan topik berita Fitna seperti dari judul, tema, lead? Jawab: “tentang judul tentu berpihak ke Islam, karena bias tidak bisa terlepas. Koran muslim dengan garis keberpihakan yang jelas, tapi kita tetap berusaha menjunjung tinggi kode etik jurnalistik, balance, kalau ada pihak yang salah kita harus angkat juga, kalau Pemilihan judul, heading, segala macam, itu kita lihat dari sudut panjang muslim, kepentingan kita apa, apa yang menarik bagi pembaca ingat pembaca kita muslim, banyak angel tapi kita mengambil angel dari pandangan Islam.” Tanya: Bagaimana Rutinitas media di Republika (misal: editing, rapat redaksi, deadline, waktu terbitnya) Jawab: “Di Republika ada rapat redaksi pertama antar redaktur pada jam 1 siang, yakni me-listing berita-berita yang ada hari itu. Masing-masing
redaktur melaporkan pantauannya. Kemudian rapat kedua pada jam 4, karena biasanya pada jam itu sudah ada perkembangan, mungkin ada perubahan segala macam apa yang akan diangkat dan ditulis di harian Republika.
Jadi setelah kita tentukan menu yang akan ditulis, menyuruh
reporter untuk menulis, kemudian diedit oleh redaktur dan dimasukan ke bagian produksi untuk menentukan halaman dan tata letak (desain), oleh produksi diolah kembali (edit), misalnya judul terlalu panjang, dan harus diganti, setelah selesai, kita print out kecil, untuk diteliti kembali. Pemotongan kata sudah tepat atau belum (editing ketiga), setelah viks semua dikirim ke percetakan. Deadline tiap halaman berbeda, proses pencetakan juga beda, tiap desk beda, untuk desk internasional terakhir, pada 9 malam. Kalau berita terakhir datangnya jam Sembilan, itu yang kita terbitkan. Lewat dari jam Sembilan tidak akan terbit, jika kita menunggu sampai jam Sembilan lewat, itu akan mengganggu semuanya. Tidak akan tercetak. Kecuali berita khusus waktunya agak longgar kita tunggu sampai jam 12, seperti berita tentang Benazir Bhutto. Tanya: Adakah Tekanan dari pihak luar misalnya dari Pemasang iklan, Pemerintah, Pembaca, kondisi ekonomi, teknologi, dan lain sebagainya? Jawab: “Sejauh ini Fitna tidak, kebetulan pemerintah satu suara dengan kita, karena bagaimanapun pelecehan terhadap agama tidak dibolehkan, kita juga tidak mendapat tekanan dari pemasang iklan, biasanya pemasang iklan sudah paham. Pembaca juga sudah mengetahui topik ini sesuai dengan kepentingan mereka, Pemerintah Belanda juga satu suara dalam menentang Fitna. menurutnya Fitna ini dibuat untuk kepentingan politik.”
Tanya: Apakah ada respon dari pihak luar? Jawab: Respon ada, seperti menulis opini tentang Fitna, orang akan memilih Republika, karena ini sejalan dengan ideologi mereka, kalau dalam ilmu sosial, jika tidak ada berita A maka akan memilih berita B. untuk dampak/pengaruh, belum ada penelitian resmi. Tanya: Apakah ada Sumber resmi dari Reuters, AP (Assocciated Press), AFP, dan UPI. sebagai empat agen berita terbesar? Jawab: “Republika bekerjasama dengan AP dan AFP, jadi sumber resmi kita dari sana, kemudian kita kroscek dengan browsing di internet. Dalam satu hari tentang Fitna ada dua bahkan tiga release berita. Sumber-sumber yang sudah diakui kapablitas medianya.”