ORIENTASI PENGEMBANGAN WACANA PEMBERITAAN TENTANG KH. ABDURRAHMAN WAHID (STUDY ANALISIS PEMBERITAAN SKH KOMPAS EDISI JANUARI 2010)
SKRIPSI untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
RICHA MISKIYYA 071211015
FAKULTAS DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) WALISONGO SEMARANG 2011
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum/tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang, 23 Desember 2011
Richa Miskiyya NIM. 071211015
MOTTO
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, periksalah dengan teliti (tabayyun) agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu” (al Hujuraat : 6) (Departemen Agama RI, 2006 : 516).
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan untuk... 1. Umi Siti Maunah, Ibu terhebat di dunia, Ibu yang di dalam setiap hela nafasnya adalah doa untuk anak-anaknya, terima kasih untuk segala curahan kasih Umi, untuk dekap kasih sayang Umi. 2. Abah Zuhri Ahmad, Abah nomor satu di dunia, terima kasih atas segala nasihat dan semangat yang Abah berikan. Terima kasih telah menanamkan kekuatan agar Icha selalu jadi perempuan yang kuat dan tak kalah dengan masalah. 3. Adik-adikku tersayang, Rosa Diyana dan Roghib Azhar Haqiqi yang dengan tawa dan senyum kalian memberikan pelajaran jika hidup ini terlalu indah untuk ditangisi. 4. Badrul Munir Chair, Putra Madura dan Purnama yang bercahaya terang di hatiku. Terima kasih untuk semua motivasimu yang selalu menanamkan kekuatan dan pembelajaran bahwa semua persoalan tak akan pernah selesai hanya dengan tangis dan air mata.
ABSTRAKSI Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konstruksi Surat Kabar Harian Kompas dalam pemberitaan tentang KH. Abdurrahman Wahid (study analisis edisi Januari 2010). Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif, spesifikasinya adalah deskriptif dan pendekatan wacana. Adapun model wacana yang dipilih adalah model wacana Teun A van Dijk dengan kognisi sosialnya. Sebagai mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam, penulis tertarik menggunakan pendekatan wacana ini, sekaligus untuk memperdalam bagaimana pola kerja dari analisis wacana utamanya model kognisi sosial Teun A van Dijk. Dalam meneliti dengan menggunakan model ini, profesor Universitas Amsterdam ini digambarkan memiliki tiga dimensi/bangunan ; teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah Kompas memiliki konstruksi berita yang cenderung pada sikap dukungan akan sepak terjang Gus Dur tentang Pluralisme dan dukungan terhadap pengajuan gelar Pahlawan terhadap Gus Dur. Kompas yang banyak mengangkat latar belakang sikap pluralisme Gus Dur semakin menegaskan jika Kompas lebih mengupas sosok Gus Dur dalam berita sebagai seorang Pluralis bukan sebagai seorang Mantan Presiden maupun Kyai. Dalam analisis keagamaannya, penulis melihat berita-berita yang ada apabila dilihat dari kaca mata keagamaan termuat sikap-sikap toleransi yang juga ada dalam Al Qur‟an dan Hadits. Kompas nampaknya menggunakan kesempatan praktik ideologinya untuk membangun citra positif seorang KH. Abdurrahman Wahid sebagai pahlawan pluralisme di mata masyarakat Indonesia.
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya. Sang Maha Pengasih dan tak pilih kasih. Segala kuasa milikNya, yang telah memberikan hamba segala petunjuk untuk menjalani hidup di jalan yang benar dan diridloi. Sholawat dan salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang diutus untuk menyebarkan Islam di dunia ini. Semoga kelak kita mendapatkan syafaatnya serta diakui menjadi umatnya kelak di yaumil akhir. Penulis yakin, tanpa bantuan dari pihak-pihak terkait, skripsi dengan judul Orientasi Pengembangan Wacana Pemberitaan Tentang KH. Abdurrahman Wahid (Study Analisis Pemberitaan SKH Kompas Edisi Januari 2010) tidak mungkin akan selesai. Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis meminta maaf sekiranya tidak dapat menyebut satu persatu semua pihak yang telah membantu dalam proses penggarapan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih, utamanya kepada : 1. Prof. Dr. H. Muhibbin, M.A, selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang. 2. Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang. 3. Dra. Hj. Siti Solihati, MA, selaku dosen wali sekaligus Dosen Pembimbing Bid. Metodologi yang selalu sabar memberikan waktu serta nasihat di tahuntahun pembelajaran bagi penulis serta memberikan pelajaran tentang arti penting semangat dan kesabaran dalam menuntut ilmu. 4. Dr. H. Moh Zuhri, selaku Dosen Pembimbing Bid. Materi yang dengan sabar telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Dosen Fakultas Dakwah yang selama ini telah menjadi guru yang sabar mendidik mahasiswanya di bangku kuliah. Segenap karyawan yang telah
membantu menyelesaikan administrasi. 6. Abah H. Zuhri Ahmad dan Umi Siti Maunah, yang selalu memberikan doa restu, selalu mengajarkan arti penting sebuah keluarga. Menghapus air mata anak-anaknya dengan doa di tiap detiknya. 7. Adikku tersayang Rosa Diyana dan Roghib Azhar Haqiqi, my partner in crime at home, terima kasih untuk semua tawa yang kalian berikan, karena tawa dan kepolosan kalian menjadi semangat yang tak pernah padam untukku. 8. Keluarga besar Eyang H. Faidloni, Simbah Saidah, Budhe Kah, Budhe Ah, Om In, Mbak Pur, Om Wing, Mbak Umi, semua kakak dan adik sepupuku, terima kasih untuk semua kehangatan yang diberikan untukku. 9. Seseorang yang selalu menghiasi hari-hariku menjadi berwarna, selalu membuatku tersenyum di setiap sedihku, membuatku tegar di setiap rapuhku, membuatku tetap semangat menjalani hari-hari terberatku, Purnama yang selalu bersinar terang di hatiku, Badrul Munir Chair di kota cinta, Yogyakarta. 10. Teman-teman KPI A angkatan 2007, Zuni Indana Zulfa, Andika, Ruru, Ririn, Nia, Nisa, Iswati, Hanik, Irna, Jono, Mukti, Soleh. 11. Sahabat-sahabat terbaikku, Zuni, Usfy, Ruru, terima kasih untuk semua kebahagiaan yang telah kalian berikan, kalian adalah sahabat terhebat. 12. Kawan-kawan LPM MISSI yang selalu setia mendengar ocehan dan keluh kesahku, Mas Oji, Yudi, Diah, Sarx, Anam, Jibril, Arifah, Virly, Budiman, Anif, Fitri, Meiwan, Sasa, Kiki, Ririn, Tien-tien, dan teman-teman yang tidak bisa aku sebutkan satu persatu. 13. Anak Koz Crazy House, Mbak Izza, Yuyun, dan Mbak Nana, terima kasih untuk ketulusan kalian, kita adalah keluarga yang indah. 14. Sohib-sohib KKN Dusun Pakisan Desa Patean, Mbak Dian, Mega, Ida, Umi, Ika, Mas Bro, Mas Said, Mas Azani, Mas Sunawar. Terima kasih untuk semua pembelajaran di setiap permasalahan. 15. Sahabat-sahabat di kelas Cendol (Cerita Nulis Diskusi On Line) Universal Nikko, untuk Kepsek Mayoko Aiko, Suker Donatus A. Nugroho, Suker Putra Gara, Sekretaris seksi Divin Nahb, semua cendolers di Jateng-DIY, Aceh, Medan, Jakarta, Bandung, Cirebon, Surabaya, Hongkong, Singapura,
Melbourne, terima kasih untuk semua tawa stres kalian yang membangkitkan inspirasi, untuk semua pelajaran menulis juga nasihat kehidupan, kalian adalah keluargaku yang dengan setia selalu ada, satu untuk semua, bukan semua untuk satu. Semoga segala kebaikan yang telah diberikan mendapat balasan yang sesuai dari Allah. Amin. Penulis menyadari ada banyak kesalahan dalam skripsi ini. Oleh karenanya kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan sebagai pembelajaran untuk pencapaian yang lebih baik di masa mendatang.
Semarang, 23 Desember 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ..............................................................................
i
NOTA PEMBIMBING ...........................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN ...............................................................
iv
HALAMAN MOTTO ............................................................................
v
PERSEMBAHAN ..................................................................................
vi
ABSTRAKSI ..........................................................................................
vii
KATA PENGANTAR ...........................................................................
viii
DAFTAR ISI ..........................................................................................
xi
DAFTAR TABEL ..................................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ......................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .............................................................
7
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................
7
1.4. Tinjauan Pustaka .................................................................
8
1.5. Metode Penelitian ................................................................
14
1.6. Sistematika Penulisan ..........................................................
27
BAB II DAKWAH DAN MEDIA MASSA 2.1. Pengertian dan Tujuan Dakwah ...........................................
29
2.2. Materi dan Media Dakwah ..................................................
32
2.3. Surat Kabar Sebagai Media Dakwah ..................................
38
BAB III GAMBARAN UMUM SKH KOMPAS, PROFIL GUS DUR DAN DATA PEMBERITAAN WAFATNYA GUS DUR 3.1. Profil SKH Kompas ............................................................
62
3.2. Profil Gus Dur ……………………………………………..
75
3.3. Gambaran Umum Pemberitaan Kompas...............................
79
3.4. Data Pemberitaan Wafatnya Gus Dur ..................................
80
BAB IV ANALISIS WACANA TERHADAP PEMBERITAAN WAFATNYA GUS DUR
4.1. Analisis Teks dan Kognisi Sosial ........................................
90
4.2. Analisis Konteks Sosial ........................................................
167
4.3. Analisis Keagamaan .............................................................
168
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ..........................................................................
176
5.2. Saran ....................................................................................
178
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
179
LAMPIRAN BIODATA PENULIS
BIODATA Nama
: Richa Miskiyya
NIM
: 071211015
TTL
: Grobogan, 08 November 1989
Alamat Asli
: Meubel STM, Jl. Ahmad Yani 139, Gubug-Grobogan 58164
E-mail
:
[email protected]
No. HP
: 08985 696 246
Pendidikan
:
1. SD Negeri 05 Gubug 2. SLTP Negeri 01 Gubug 3. MA NU Banat Kudus 4. IAIN Walisongo Semarang Fakultas Dakwah Jurusan KPI Prestasi
: 1. Juara II Lomba Cipta Cerpen Mahasiswa Tingkat Nasional di STAIN Purwokerto 2010 2. Juara II Lomba TV News Reader di IAIN Walisongo 2010 3. 10 Besar Lomba Cipta Puisi Peksimida Jateng 2010 4. 10 Besar Lomba Cipta Cerpen Mahasiswa Tingkat Nasional di UNTIRTA Banten 2011 5. Juara I Lomba Cerpen All About Grobogan 2011 6. Juara Favorit Lomba Cerpen Nasional Rohto 2011
BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kepergian mantan Presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) telah menciptakan kekosongan eksistensial bagi para sahabat, murid, dan pengagumnya. Kepergian Gus Dur pun tidak hanya menyentuh rasa duka yang mendalam, tetapi sekaligus menyingkap reputasinya sebagai tokoh agama, pejuang demokrasi, pemimpin politik, pembela kaum minoritas, pengusung hak asasi, dan pahlawan pluralisme (Kompas, Senin, 31 Desember 2009). Berbagai kalangan pun berduka, tak hanya dari kalangan Nahdliyyin saja, masyarakat dari kalangan minoritas Tiong hoa pun merasakan duka yang mendalam. Selain warga Nahdliyyin, para pemuka agama lintas agama juga hadir di kompleks Ponpes. Mereka duduk di tenda tamu pelayat. Di antara mereka, tampak biksu yang mengenakan pakaian warna kuning dan merah hati (Hadi, 2010 : 96). Meninggalnya Gus Dur menjadi sesuatu yang berbeda tatkala pemakamannya dihadiri tak hanya dari lintas kalangan, tapi juga dari lintas agama. Setelah wafatnya Gus Dur wacana pemberian gelar pahlawan nasional untuk Gus Dur pun bergulir (Kompas, 06 Januari 2010). Berita mengenai Gus Dur menjadi headline di berbagai media massa. Selama hampir sebulan berita-berita terkait pun menghiasi media, khususnya media cetak pada bulan Januari 2010. Tak hanya berita bela sungkawa, namun juga berita-berita seputar
wacana gelar pahlawan Gus Dur. Para pakar
komunikasi mengakui bahwa pengaruh media massa tidak seampuh peluru tajam. Tidak selalu apa yang dikehendaki dan diinformasikan oleh media massa terjadi dan berpengaruh, baik itu positif maupun negatif pada diri si penerima informasi. Namun dalam jangka panjang daya pengaruh itu diyakini akan berdampak, sebagaimana air yang menitik dari langit-langit goa membentuk stalagtit dan stalagmit (Baso, 1992 : xi). Media massa menjalankan fungsi untuk mempengaruhi sikap dan perilaku masyarakat. Melalui media, masyarakat dapat menyetujui atau menolak kebijakan pemerintah. Lewat media pula, berbagai inovasi atau pembaruan bisa dilakukan oleh masyarakat. Berbagai keinginan, aspirasi, pendapat, sikap juga bisa disebarluaskan melalui media. Sosialisasi kebijakan tentang devaluasi mata uang rupiah atau kenaikan tunjangan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang perlu diketahui secara cepat oleh masyarakat, tidak perlu dilakukan secara tatap muka. Pemerintah cukup melakukan press release ke media atau mengundang wartawan untuk jumpa pers. Dalam waktu singkat informasi itu akan terebar luas ke masyarakat (Nuruddin, 2004 : 69). Indonesia kini memang sedang memasuki era baru, era demokrasi. Pers dan media massa muncul bak jamur di musim hujan. Penampilannya pun jelas jauh lebih berani bersikap kritis terhadap penguasa dibanding masa-masa Orde Baru. Media massa selama era Orde Baru memang jauh dari fungsinya sebagai penegakan suatu public sphere. Pers dan berbagai lembaga pendidikan serta lembaga publik lainnya, diupayakan oleh penguasa agar sepenuhnya bisa berfungsi sebagai aparatus ideologi negara berpasangan dengan sejumlah
aparatus represif negara, seperti militer dan kelompok-kelompok political thugs (preman-preman politik) yang dibina penguasa. Setelah Orde Baru lengser, pers memang tampil beda. Pers menjadi lebih agresif dan kreatif dalam memberi nilai tambah suatu berita, dan juga dalam mengeksplorasi isuisu permasalahan untuk diolah menjadi komoditi informasi (Dedy N Hidayat dalam Sudibyo, 2001 : viii). Masa transisi yang kita alami sekarang membuat sebagian pers menderita semacam krisis identitas atau gegar budaya. Mereka tercerabut dari fondasi yang lama, akan tetapi belum berpijak pada fondasi baru yang kokoh. Tidak mengherankan jika era reformasi sering didefinisikan sebagai era kebebasan tanpa batas, sehingga banyak pers, terutama media baru yang muncul pada masa transisi ini kebablasan dalam pemberitaan dan penyajiannya (Mulyana, 2008 : 100). Sesungguhnya tugas mulia media adalah menyampaikan kebenaran, namun tugas menyampaikan kebenaran itu tidaklah sederhana. Ada berbagai kepentingan yang ”berbicara” yang pada gilirannya memberi bentuk pada kebenaran yang disampaikan. Selalu saja ada ketegangan di antara pihak yang memiliki kepentingan dan masyarakat umum sebagai konsumen berita. Media massa menyampaikan segala bentuk informasi sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Seiring dengan berkembangnya zaman, media menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat. Keberadaan media massa nasional maupun lokal merupakan suatu bentuk tuntutan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Perbedaan mendasar dari
keduanya adalah jangkauan wilayah yang berdampak pada berita yang dihasilkan. Berita bukanlah foto kopi dari realitas. Ia hanyalah rekonstruksi dari realitas. Sedangkan rekonstruksi, tidak mungkin sama dan sebangun dengan apa yang dikonstruksi ini, yaitu realitas. Hasil dari rekonstruksi bagaimanapun banyak tergantung pada orang yang mengerjakan rekonstruksi tadi, yaitu wartawan pada tahap permulaannya dan gatekeeper atau redaktur pada tahap berikutnya (Shobur, 2002 :vii-viii). Pers punya tugas besar dan mulia, yakni untuk mengembangkan wacana yang sehat demi kepentingan rakyat banyak. Melalui penyajiannya, pers seyogyanya lebih berempati terhadap pihak-pihak yang dirugikan dan menderita. Pada gilirannya wacana yang sehat dapat dikembangkan untuk mencari solusi atas persoalan yang ada (Mulyana, 2008 : 104 ). Melalui studi wacana kritis ini, akan diketahui kontruksi berita yang ditampilkan oleh Surat Kabar Harian (SKH) Kompas. Penulis akan berusaha menemukan konstruksi yang ditampilkan Kompas dalam pemberitaan tentang KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Bagi sebagian insan pers, Gus Dur barangkali menjadi makluk yang paling menggemaskan. Di satu sisi, sejarah telah menunjukkan Gus Dur adalah gabungan dari kualitas negarawan, politisi, budayawan, agamawan, dan intelektual dengan sumbangan pemikiran dalam proses demokratisasi selama Orde Baru. Pers pun mengakui kepeloporan Gus Dur dalam memperjuangkan
gagasan-gagasan keterbukaan politik, pluralisme, inklusivisme, pemberdayaan sipil, dan lain-lain. Tingkah laku Gus Dur yang ”semau gue”, tak acuh terhadap kritik-kritik yang datang dari berbagai penjuru menjadi kurang bersahabat di mata pers. Sebagai kekuatan sosial yang telah sedemikian rupa terbuai oleh ”ideologi” reformasi, pers tak bisa tinggal diam melihat polah tingkah Gus Dur (Sudibyo, 2009 : 243-244) Dalam pemberitaan Kompas ketika Gus Dur masih memegang tampuk kekuasaan Kompas melakukan pemberitaan dengan memberikan ruang yang relatif berimbang antara sumber berita yang pro maupun yang kontra Gus Dur (Sudibyo, 2009 : 289) Pada akhir tahun 2009 tokoh kontroversial yang terkenal dengan kalimat ”Gitu Aja Kok Repot” telah tiada, tak hanya umat Islam saja yang mengiringi kepergiannya, berbagai elemen masyarakat terdiri dari Kiai, Biksu, serta masyarakat Tionghoa pun juga turut menghadiri pemakamannya (http://www.inilah.com/read/detail/252742/gus-dur-dimakamkan-pukul-1300wib/ diakses 06 Maret 2011) Gus Dur dipandang sebagai salah satu tokoh yang paling garang menyerukan persamaan kaum minoritas, khususnya kaum Tionghoa. Tak hanya dalam hal sosial dan ideologi saja, tapi Gus Dur juga dipandang sebagai tokoh penting dalam bidang seni dan budaya. Sehingga itulah yang menyebabkan Gus Dur bisa dekat dengan semua kalangan dan banyak orang merasa kehilangan karena kepergiannya. Kompas pun menampilkan foto Gus
Dur penuh dalam halaman depannya sehari setelah wafatnya Bapak Pluralisme tersebut. Bagaimana Kompas memaknai peristiwa wafatnya Gus Dur? Apakah Kompas menyorot Gus Dur sebagai tokoh Islam di Indonesia atau lebih menyorot Gus Dur sebagai tokoh nasional yang inklusif? Penelitian ini berusaha mengkaji seputar pemberitaan tentang tema tersebut dalam harian Kompas. Penulis akan berusaha menemukan kecenderungan sikap Kompas dan bagaimana Kompas mengkonstruksikan berita dan mengembangkan wacana pemberitaan Gus Dur di tengah masyarakat pasca Gus Dur wafat. Alasan kenapa penulis memilih Kompas sebagai subyek penelitian ini adalah karena Kompas dianggap sebagai representasi kaum Nasrani. Harian ini diterbitkan atas inisiatif partai Katolik dan sejumlah jurnalis Katolik. (Akbar, 1995 : 52). Ketika partai Katolik difusikan ke dalam PDI tahun1973 Kompas mulai berusaha menjadi koran yang independen (Nugroho, 1999 : 7). Subyek ini penulis anggap relevan karena mengkaji media yang memiliki ideologi berbeda dengan tokoh besar agama dalam peristiwa tersebut. Peneliti meneliti masalah di atas dengan judul “Orientasi Media dalam Pengembangan Wacana Pemberitaan Wafatnya KH. Abdurrahman Wahid (Study Kasus Pemberitaan dalam Surat Kabar Harian Kompas Edisi Januari 2010)”
1.2 Perumusan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, dapat dirumuskan permasalahan yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana konstruksi berita dalam pemberitaan KH. Abdurrahman Wahid di SKH Kompas? 2. Bagaimana Orientasi media dalam pengembangan wacana pemberitaan KH. Abdurrahman Wahid dalam SKH Kompas ? 3. Bagaimana pemberitaan KH. Abdurrahman Wahid dalam SKH Kompas ditinjau dari sudut pandang keagamaan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui konstruksi berita dalam pemberitaan tentang KH. Abdurrahman Wahid di SKH Kompas. 2. Untuk mengetahui orientasi SKH Kompas dalam mengembangkan wacana pemberitaan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). 3. Untuk meninjau pemberitaan tentang KH. Abdurrahman Wahid dalam SKH Kompas ditinjau dari keagamaan / dakwah b. Manfaat penelitian yang bisa diperoleh dalam penelitian ini : 1. Manfaat Akademis Memberikan sumbangsih bagi Ilmu Komunikasi khususnya penelitian dengan menggunakan metode analisis wacana kritis yang menjelaskan
bahwa media massa mempunyai ideologi dan politik yang berbeda – beda dalam setiap pemberitaannya.
2.
Manfaat Praktis a). Untuk media, diharapkan agar lebih objektif, berimbang dan netral dalam penyusunan berita. b). Untuk masyarakat, agar mengetahui bagaimana sebuah berita diproduksi sehingga diharapkan dapat lebih kritis dan selektif dalam memahami berita yang disajikan oleh sebuah media tidak selalu bersifat netral.
1.4 Tinjauan Pustaka Dalam penelitian ini penulis menyadari bukanlah satu-satunya orang yang mengangkat tema tentang pemberitaan di media massa. Setelah penulis teliti, baik di perpustakaan maupun media-media lain, ternyata telah ada beberapa pihak yang mengangkat penelitian pemberitaan media cetak. Namun dalam penelitian ini tentu saja berbeda dengan yang lainnya, terutama masalah tema dan obyek penelitian. Di antara penelitian yang pernah dilakukan antara lain :
a. Januri Cholis (2006) Dalam penelitian tersebut penulis mengangkat Studi Kritis terhadap Wacana Jaringan Islam Liberal (Pendekatan Critical Discourse Analysis atas Teks rubrik Kajian Utan Kayu Jawa Pos). Dalam penelitiannya Januri menggunakan Pendekatan yang digunakan adalah Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analyisis).
meneliti tentang pemikiran yang bisa dikatakan layak diteliti apabila teks yang akan diteliti itu menjadi perbincangan dan perdebatan publik, menjadi referensi banyak orang dan kebenaran tunggal (dogmatisme), bahkan menjadi pusat kebenaran (logosentrisme) oleh sebagian orang (bagi pendukungnya). Atas kebekuan logosentrisme dan otoritas dogmatisme itulah diperlukan kajian ulang terhadap teks-teks (wacana) yang demikian itu. Ulil sebagai representasi dari JIL telah menjadi tokoh publik yang diperdebatkan banyak orang, pendapatnya dikutip di sanasini, ia dipuji dan dibela banyak kalangan intelektual, agamawan dan yang berkepentingan dengannya. Di sisi lain, ia dihujat, difitnah, dan dihalalkan darahnya untuk dibunuh. Di sinilah kajian terhadap teks rubrik Kajian Utan Kayu Jawa Pos menjadi penting, mengingat teksteks yang diwacanakan merupakan wacana-wacana Islam Liberal dan kontroversial. Adapun hasil dari penelitian ini adalah dari analisis gagasan-gagasan JIL rasanya sulit untuk mengatakan bahwa JIL sedang berdakwah, melainkan sedang mencari keuntungan dari proyek liberalisme, karena gagasan-gagasan yang disampaikannya itu tidak sesuai dengan cita-cita JIL, kebutuhan masyarakat paling mendasar dan merupakan tuntutan proyek Liberalisme Jika disepakati bahwa proses komunikasi JIL melalui Jawa Pos proses dakwah Islamiah, yang menyampaikan pesanpesan dakwah, maka para penulis dalam rubrik Kajian Utan Kayu merupakan juru dakwah(seorang da‟i). Namun demikian, dalam Islam
telah digariskan bagaimanaseorang da‟i yang ideal dalam membimbing umat Islam.Ada istilah “penulis islami”, atau “penulis muslim”. Kedua istilah ini bisa disamakan dengan “juru dakwah” atau “da‟i”. Penulis islami selalu memadukan profesionalisme jurnalistik dan mendasarkan pada prinsip-prinsip amar ma’ruf-nahi mungkar. Penulis Muslim selalu mengabarkan kebenaran Islam dan berpegang teguh pada nilai-nilai Islam. Juru dakwah selalu menghindari gambar-gambar porno, tidak menebar fitnah, dan memutar balikkan fakta, tidak berbohong, tidak menebar gosip, mendukung kemaksiatan dan kezaliman. Beberapa teori di atas dapat dikaitkan dengan kenyataan sesungguhnya dari apa yang dilakukan oleh JIL dan tangggapan masyarakat. Secara sekilas, benar jika JIL dikatakan bahwa JIL sedang berdakwah, karena menyampaikan materi-materi dakwah, namun jauh dari konsep yang ideal tentang dakwah islamiah itu sendiri. b.
Jami‟atus Safi‟iyah (2006) berjudul Kecenderungan Media Cetak dalam Memberitakan Terorisme di Indonesia (Analisis Harian Kompas dan Republika Edisi Oktober-Desember 2002). Dalam penelitian ini penulis dalam menganalisis menggunakan metode induktif, yang berangkat dari hal-hal khusus kemudian ditarik kesimpulan secara umum. Untuk pendekatannya sendiri, penulis menggunakan analisis framing yang mencoba mengungkap rahasia perbedaan maupun pertentangan media dalam mengungkapkan fakta.
Adapun hasil sementara penelitian ini adalah Kompas cenderung memaknai peristiwa peledakan bom di Bali (12 Oktober 2002) merupakan tindakan terorisme. Hal ini dipertegas Kompas dalam mengambil kutipan Menkopolkam Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai judul berita tanggal 14 Oktober 2002. Ini semakin mempertegas Kompas dalam memaknai terorisme, dengan menurunkan berita tersebut Kompas memberikan tekanan terhadap peristiwa bom Bali adalah perbuatan kelompok biadab sehingga mempertegas bahwa Indonesia sebagai sarang teroris. Tidak hanya kutipan dari Yudhoyono yang mengarah peristiwa bom Bali sebagai tindakan terorisme, Kompas juga menurunkan beberapa berita yang membenarkan pandangan tersebut c.
Ahmad Nurdin (2006), penulis mengangkat penelitian dengan judul Pemberitaan Aktifis Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP) di Majalah Tempo Edisi 5-11 September 2005 Paska Tragedi Penutupan Gereja-gereja di Bandung, penulis memilih majalah TEMPO disebabkan media yang terbit perminggu ini mempunyai kekhasan dibanding dengan majalah lain, antara lain bentuk penulisan majalah TEMPO yang investigatif (indepth news) dan lugas juga memiliki sejarah yang unik dibanding media-media yang lain. Tempo dalam pemberitaannya cenderung menggunakan bahasa yang kritis sehingga sering mampu membuat telinga merah para pejabat. Karena kekritisannya tersebut majalah TEMPO dua kali mengalami pelarangan terbit atau “pembredelan” oleh rezim orde baru pada tahun 1982 dan 1994. Tidak hanya itu, selepas orde baru TEMPO juga pernah
berurusan dengan Tomy Winata. Sehingga dalam menyikapi banyaknya media yang beredar dengan berita yang hampir sama dan banyak kecenderungan berbeda maka, kekritisan masyarakat dalam menikmati sebuah media sangat diperlukan. Hal ini diperlukan guna menyaring kebenaran pemberitaan dalam sebuah media. Dalam penelitiannya ini penulis menggunakan penulis menggunakan pendekatan analisis wacana Teun Van Dijk yang mencakup analisis teks, analisis sosial dan analisis kognisi sosial. Hasil dari penelitian ini adalah Berdasarkan data yang telah penulis teliti, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1). SKB dua menteri antara Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri tahun 1969 dianggap sebagai batu sandungan oleh umat Nasrani dalam mendirikan tempat peribadatan. 2). Banyaknya aliran dalam gereja Protestan menjadikan tuntutan kebutuhan tempat ibadah. 3).Pemberitaan tentang AGAP (Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan) cenderung negatif. Hal ini karena kepiawaian penulis ditambah pihak Nasrani, mereka cenderung memanfaatkan citra anarkisme dalam memberitakan AGAP. 4). Informasi tentang Nasrani cenderung mendorong kesan “Nasrani sebagai pihak yang teraniaya”. 5). Wacana yang dikembangkan pihak Nasrani cenderung mendominasi.
d.
Teguh Wibisono (2008), penulis mengangkat judul skripsi Analisis Pemberitaan Al Jama’ah Al Islamiyah dalam Peristiwa Bom Bali II di
Majalah
Gatra
Edisi
Oktober-Desember
2005.
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa psikologis GATRA menolak jihad versi AL-Jama'ah Al-Islamiyah dan menentang keras perilaku aksi teror, baik atas nama idiologi tertentu maupun atas nama agama (Islam). GATRA dalam membentuk berita lebih memfokuskan dan menyudutkan sekumpulan dari anggota Al-Jama'ah Al-Islamiah sebagai pelaku teror di Indonesia. Secara sosiologis GATRA, menampilkan dan memuat berita yang aktual, tajam dan akurat, namun terdapat beberapa kejanggalan didalamnya bahwa berita yang dimuat selalu menampilkan narasumber dari pihak pemerintah, sehingga kebijakan yang muncul secara tidak langsung akan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah pula. Meski GATRA berupaya menampilkan berita yang akurat, aktual, tajam tanpa ada tendensi dari pihak manapun. Dari telaah pustaka yang penulis deskripsikan di atas ada beberapa perbedaan mendasar yang perlu digarisbawahi. Mengapa peneliti mengambil
rujukan dari beberapa peneliti terdahulu karena peneliti anggap cukup relevan dalam pemilihan data dan media yang diteliti dengan penelitian yang peneliti teliti. Adapun hal yang membedakan antara penelitian diatas dengan yang akan penulis teliti yaitu terletak pada subjek, objek, waktu penelitian dan metode analisis data. Sedangkan pada penelitian ini, mengangkat sisi-sisi yang belum pernah dibahas oleh peneliti-peneliti terdahulu yaitu dengan mengambil penekanan pada format konstruksi pemberitaan media cetak dan orientasi pengembangan wacana dalam masyarakat dengan menggunakan pendekatan analisis wacana Van Dijk
guna
mengetahui
bagaimana kecenderungan, penonjolan, maupun
frekuensi pemberitaan berkenaan dengan wafatnya Gus Dur dalam SKH Kompas.
1.5 Metode Penelitian a. Jenis dan Pendekatan Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka. Dalam hal ini penulis memanfaatkan riset pustaka yang mana dalam riset pustaka tidak hanya sekedar membaca dan mencatat literatur namun juga berkenaan dengan kegiatan mengolah bahan penelitian (Mestika Zed, 2004 : 3). Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah Wacana. Menurut Van Dijk, penelitian analisis wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu praktik produksi. Pemahaman produksi teks pada akhirnya akan memperoleh pengetahuan mengapa teks bisa demikian. Van Dijk juga melihat bagaimana struktur sosial, dominasi, dan kelompok kekuasaan yang ada dalam masyarakat dan bagaimana
kognisi/pikiran
dan
kesadaran
yang
membentuk
dan
berpengaruh terhadap teks-teks tertentu. b. Sumber Data 1). Sumber data primer Sumber data primer adalah berita pada SKH Kompas yang terbit pada bulan Januari 2010. Alasan mengapa rentang waktu ini yang
penulis pilih adalah karena intensitasnya dalam pemberitaan tema tersebut lebih banyak dibandingkan dengan waktu-waktu yang lain. 2). Sumber data sekunder Dalam penelitian ini, penulis menggunakan segala data tertulis yang berhubungan dengan tema yang bersangkutan baik itu dari buku, jurnal, skripsi, tesis, surta kabar dan penelitian-penelitian lain c. Definisi Operasional Berita pada penelitian ini hanya tertuju pada pengertian berita menurut jurnalistik, yaitu seperti didefinisikan oleh William J. Bleyer, berita adalah sesuatu yang aktual yang dipilih wartawan untuk dimuat dalam surat kabar, karena ia dapat menarik atau mempunyai makna bagi pembaca, atau karena ia dapat menarik pembaca tersebut. Dengan demikian berita dalam penelitian ini hanya mencakup berita aktual atau berita lempang (stright news). Berita lempang (stright news) yang diteliti dalam kajian ini khusus seputar pemberitaan KH. Abdurrahman Wahid di SKH Kompas edisi Januari 2010. d. Tehnik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini akan kami kumpulkan menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surta kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda, dan sebagainya (Suharsimi Arikunto, 1998 : 236).
Data-data tersebut tak hanya penulis kumpulkan tetapi juga penulis olah sesuai dengan metodologi analisi wacana yang digunakan. Data yang kami maksud dalam penelitian ini adala data primer yang telah disebutkan di atas. e. Tehnik Analisis Data Data dalam penelitian ini akan penulis analisis menggunakan analisis wacana model Teun Van Dijk. Wacana digambarkan oleh Van Dijk mempunyai tiga dimensi/bangunan yaitu teks, kognisi sosial, dan konteks sosial. Inti analisis model Van Dijk adalah menggabungkan tiga dimensi wacana tersebut dalam satu kesatuan analisis. Dimensi teks yang diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan. Sedangkan aspek konteks mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah. Analisis Van Dijk menghubungkan analisis tekstual ke arah analisis yang komprehensif bagaimana teks diproduksi, baik dalam hubungannya dengan individu wartawan dan masyarakat. Teks menurut Van Dijk terdiri dari atas beberpa struktur/tingkatan yang saling mendukung yang terdiri struktur. Pertama, struktur makro yaitu makna global/umum dari teks. Meminjam istilah Halliday disebut topik/tema yang diangkat, misalnya teks tentang
IPDN (Institut
Pemerintahan Dalam Negeri). Kedua, superstruktur yaitu kerangka suatu
teks, seperti bagian pendahuluan, isi, penutup dan kesimpulan. Ketiga, makna suatu teks yang dapat diamati dari pilihan kata, kalimat, dan gaya yang dipakai dalam suatu teks. Kekhasan Van Dijk dalam melihat struktur berita dalam surat kabar memfokuskan pada struktur tema (thematics structures) dan skemata surat kabar (News scemata). Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Disebut juga gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Teks juga mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Bagaimana bagian-bagian dari teks disusun dan diurutkan
sehingga membentuk kesatuan arti. Wacana percakapan
misalnya, memiliki skema perkenalan, isi pemberitaan, dan penutup. Demikian pula jurnal ilmiah memiliki skema tertentu. Meskipun mempunyai skema yang beragam berita umumnya secara hipotetik mempunyai dua kategori yaitu summary yang umumnya ditandai oleh elemen judul dan lead dan kedua story yakni isi berita secara keseluruhan. Teks tidak hanya didefinisikan suatu pandangan tertentu atau topik tertentu tetapi suatu pandangan umum yang koheren. Van Dijk menyebut sebagai koherensi global (global coherence) yaitu bagian dari teks jika dirunut menunjukkan pada suatu titik gagasan umum, dan bagian-bagian itu saling mendukung satu sama lain untuk menggambarkan topik umum (Eriyanto, 2001 : 28). Inti analisis Van Dijk adalah menggabungkan ketiga dimensi wacana tersebut ke dalam satu kesatuan analisis. Dalam dimensi teks, yang
diteliti adalah bagaimana struktur teks dan strategi wacana yang dipakai untuk menegaskan suatu tema tertentu. Van Dijk melihat suatu teks terdiri atas beberapa struktur/ tingkatan yang masing-masing bagian saling mendukung, ia membagi dalam tiga tingkatan, yaitu struktur makro, superstruktur, dan struktur mikro. Pada level kognisi sosial dipelajari proses produksi teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan, sedangkan aspek ketiga mempelajari bangunan wacana yang berkembang dalam masyarakat akan suatu masalah (Eriyanto, 2001 : 224). Adapun penjelasan dari tiga tingkatan dalam dimensi teks menurut Van Dijk adalah sebagai berikut : 1). Sruktur Makro Struktur makro merupakan makna global/umum dari suatu teks yang dapat diamati dengan melihat topik atau tema yang dikedepankan dalam suatu berita. Elemen tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan oleh wartawan dalam pemberitaannya (Eriyanto, 229). Menurut Van Dijk, seperti dikutip Sobur, dari topik kita bisa mengetahui masalah dan tindakan yang diambil oleh komunikator dalam mengatasi suatu masalah. Tindakan, keputusan, atau pendapat dapat diamati pada struktur makro dari suatu wacana. Topik akan di
dukung oleh beberapa sub-topik. Masing-masing sub topik ini mendukung, memperkuat, bahkan membentuk topik utama. (Sobur, 2009 : 76). Gagasan Van Dijk ini didasarkan pada pandangan ketika wartawan meliput suatu peristiwa dan memandang suatu masalah didasarkan pada suatu mental/pikiran tertentu. Kognisi atau mental ini secara jelas dapat dilihat dari topik yang dimunculkan dalam berita. Karena topik disini dipahami sebagai mental atau kognisi wartawan, makanya tak heran jika semua elemen dalam berita mengacu dan mendukung topik dalam berita (Eriyanto, 2001 : 231). 2). Superstruktur Superstruktur merupakan struktur wacana yang berhubungan dengan kerangka suatu teks, bagaimana bagian-bagian teks tersusun ke dalam berita secara utuh. Teks atau wacana umumnya mempunyai skema atau alur dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan hingga membentuk kesatuan arti (Eriyanto, 2001 : 232). Arti penting dari skematik adalah strategi wartawan untuk mendukung topik tertentu yang ingin disampaikan dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan tertentu. Skematik memberikan tekanan mana yang didahulukan, dan bagian mana yang bisa kemudian sebagai strategi
untuk
menyembunyikan
informasi
penting.
Upaya
penyembunyian itu dengan menempatkan dibagian akhir agar terkesan kurang menonjol (Eriyanto, 2001 : 234). 3). Struktur mikro Struktur mikro merupakan makna wacana yang dapat diamati dari bagian kecil dari suatu teks yakni kata, kalimat, proposisi, anak kalimat, paraphrase, dan gambar. Ada empat hal yang diamati dalam struktur mikro ini, yaitu semantik, sintaksis, stilistik, dan retoris. a). Semantik Semantik adalah makna yang ingin ditekankan dalam teks. Dalam studi linguistik konvensional, makna kata dihubungkan dengan arti yang terdapat dalam kamus, sedangkan dalam analisis wacana, makna kata adalah praktik yang ingin dikomunikasikan sebagai suatu strategi. Semantik dalam skema Van Dijk dikategorikan sebagai makna lokal (local meaning), yakni makna yang muncul dari hubungan antarkalimat, hubungan antarproposisi yang membangun makna tertentu dalam suatu bagunan teks. Semua strategi semantik selalu dimaksudkan untuk menggambarkan diri sendiri atau kelompok sendiri secara positif, sebaliknya menggambarkan kelompok lain secara buruk, sehingga menghasilkan makna yang berlawanan (Sobur, 2009 : 78). Ada bebrapa elemen yang diamati dalam semantik ini, yaitu latar, detil, maksud, praanggapan, dan nominalisasi
a.1. Latar Latar merupakan elemen wacana yang dapat dijadikan alasan pembenar gagasan yang diajukan dalam suatu teks. Oleh karenanya, latar teks dapat digunakan untuk membongkar apa maksud yang ingin disampaikan wartawan (Eriyanto, 2001 : 235). a.2. Detil Berhubungan
dengan
kontrol
ditampilkan seseorang (komunikator).
informasi
yang
Komunikator akan
menampilkan secara berlebihan informasi yang menguntungkan dirinya atau citra yang baik (Eriyanto, 2001 : 238). a.3. Maksud Elemen maksud melihat apakah teks itu disampaikan secara eksplisit ataukah tidak. Umumnya, informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit dan tersembunyi. Tujuan akhirnya adalah kepada publik hanya disajikan
informasi
yang
menguntungkan
komunikator
(Eriyanto, 2009 : 240).
a.4. Praanggapan Praanggapan merupakan pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya. Ia merupakan fakta yang belum
terbukti kebenarannya, tetapi dijadikan dasar untuk mendukung gagasan tertentu (Eriyanto, 2001 : 256). a.5. Nominalisasi Berhubungan dengan pertanyaan apakah wartawan memandang objek sebagai suatu kelompok. b). Sintaksis Secara etimologis, kata sintaksis berasal dari kata Yunani (sun = “dengan” + tattein = “menempatkan”). Sintaksis secara etimologis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat (Sobur, 2009 : 80). Berkaitan dengan bagaimana pendapat disampaikan. Elemen-elemen yang diamati antara lain bentuk kalimat, koherensi, dan kata ganti. b.1. Bentuk Kalimat Bentuk
kalimat
adalah
segi
sintaksis
yang
berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Terdapat unsur subyek dan predikat dalam setiap kalimat. Bentuk kalimat ini menentukan apakah subyek diekspresikan secara eksplisit atau implisit di dalam teks berita (Sobur, 2009 : 81). b.2. Koherensi Webster, sebagaimana dikutip Sobur memberikan keterangan koherensi dengan dua pengertian, yaitu kohesi dan
koneksi.
Kohesi
adalah
perbuatan
atau
keadaan
menghubungkan, mempertalikan. Sedangkan koneksi adalah hubungan yang cocok dan sesuai atau kebergantungan satu sama lain yang rapi, beranjak dari hubungan-hubungan alamiah bagian-bagian atau hal-hal satu sama lain, seperti dalam argumen suatu rentetan penalaran (Sobur, 2009 : 80). Dalam analisis wacana, koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata, proposisi atau kalimat. Dua buah kalimat atau proposisi yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan memakai koherensi, sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat menjadi berhubungan ketika komunikator menghubungkannya (Sobur, 2009 : 81). b.3. Kata Ganti Elemen
kata
ganti
merupakan
elemen
untuk
memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai komunikator untuk menunjukkan dimana posisi seseorang dalam wacana (Eriyanto, 2001 : 253). c). Stilistik Alex Sobur mengutip pendapat Panuti Sudjiman yang mengatakan bahwa pusat perhatian stilistika adalah style, yaitu cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarana. Dengan
demikian style dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa (Sobur, 2009 : 83). Elemen yang diamati dalam stilistik adalah leksikon. Pada analisis wacana, leksikon pada dasarnya menandakan bagaimana seseorang melakukan pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia (Eriyanto, 2001 : 255) d). Retoris Berkaitan dengan bagaimana cara wartawan Kompas menyampaikan pendapat terhadap berita pasca wafatnya KH. Abdurrahman Wahid. Retoris mempunyai fungsi persuasif, dan berhubungan erat dengan bagaimana pesan itu ingin disampaikan kepada khalayak (Sobur, 2009 : 84). Elemen yang diamati meliputi grafis, metafora, dan ekspresi. d.1. Grafis Bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan (yang berarti dianggap penting) oleh seseorang yang dapat diamati dalam teks (Eriyanto, 2001 : 258). d.2. Metafora Berisi kata-kata berupa kiasan, ungkapan, metafora, yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu teks. Akan tetapi pemakaian metafora tertentu bisa jadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks (Eriyanto, 2001 : 259). d.3. Ekspresi
Bentuk mensugestikan
intonasi
komunikator
komunikan
untuk
yang
memperhatikan
dapat atau
mengabaikan bagian tertentu, dalam sebuah pesan gagasan yang dikehendaki komunikator. Selain meneliti teks, Teun Van Dijk juga memberikan gagasan tentang kognisi sosial. Kognisi sosial terutama dihubungkan dengan proses produksi berita. Menurutnya, titik kunci dalam memahami produksi berita adalah dengan meneliti proses terbentuknya berita. Ia juga menambahkan bahwa produksi berita sebagian besar dan terutama terjadi pada proses mental dalam kognisi seorang wartawan (Eriyanto, 2001 : 266). Analisis
kognisi
sosial
menekankan,
bagaimana
peristiwa dipahami, didefinisikan, dianalisis, dan ditafsirkan dalam suatu model dalam memori. Model ini menggambarkan bagaimana : tindakan atau peristiwa yang domain, partisipan, waktu dan lokasi, keadaan, objek yang relevan, atau perangkat tindakan
dibentuk
dalam
struktur
berita.
Wartawan
menggunkana model untuk memahami peristiwa yang telah diliputnya. Model itu memasukkan opini, sikap, perspektif, dan informasi lainnya. Menurut Van Dijk, sebagaimana dikutip Eriyanto, ada beberapa strategi besar yang dilakukan (Eriyanto, 2001 : 268).
Pertama, seleksi. Seleksi adalah strategi yang kompleks yang menunjukkan bagaimana sumber, peristiwa, informasi diseleksi oleh wartawan untuk ditampilkan ke dalam berita. Kedua, reproduksi. Kalau strategi seleksi berhubungan dengan pemilihan informasi apa yang dipilih untuk ditampilkan, reproduksi berhubungan dengan apakah informasi dikopi, digandakan, atau tidak dipakai sama sekali oleh wartawan. Ketiga, penyimpulan berita. Penyimpulan ini berhubungan dengan bagaimana realitas yang kompleks dipahami dan ditampilkan dengan diringkas. Keempat, transformasi lokal. Transformasi lokal berhubungan dengan bagaimana peristiwa akan ditampilkan, misalnya dengan penambahan (addition), atau dengan
menggunakan
perubahan
urutan
(permutation)
(Eriyanto, 2001 : 269-270). Dimensi ketiga dari analisis Van Dijk adalah analisis sosial. Titik penting dari analisis ini adalah untuk menunjukkan bagaimana makna yang dihayati bersama, kekuasaan sosial diproduksi lewat praktik diskursus dan legitimasi. Menurut Van Dijk sebagaimana dikutip Eriyanto, dalam analisis mengenai masyarakat ini, ada dua poin yang penting : kekuasaan (power) dan akses (acces) (Eriyanto, 2004 : 271).
Tabel 1.1 STUKTUR WACANA Struktur Makro
Superstruktur
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Struktur Mikro
Struktur Mikro
HAL YANG DIAMATI
ELEMEN
Tematik Tema / topik yang dikedepankan dalam suatu berita Skematik Bagaimana bagian dan urutan berita diskemakan dalam teks berita utuh Semantik Makna yang ingin ditekankan dalam teks berita. Misal dengan memberi detil pada satu sisi atau membuat eksplisit satu sisi dan mengurangi detil yang lain
Topik
Skema
Latar, Detil, Maksud, Praanggapan, Nominalisasi
Sintaksis Bagaimana kalimat (bentuk, susunan) yang dipilih
Bentuk Kalimat, Koherensi, Kata Ganti
Stilistik Bagaimana pilihan kata yang dipakai dalam teks berita
Leksikon
Retoris Bagaimana dan dengan cara penekanan dilakukan
Grafis, Metafora, Ekspresi
1.6 Sistematika Penulisan Penelitian ini akan menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut: O Bagian muka, berisikan: halaman judul, nota pembimbing, halaman pengesahan, halaman motto, halaman persembahan, kata pengantar dan daftar isi.
o Bagian isi, berisi lima bab yang setiap bab memiliki sub bab tersendiri, dengan rincian sebagai berikut: BAB I Berisikan Pendahuluan, yaitu mengungkap segala sesuatu yang mengarah pada pembahasan, yakni: berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian yang meliputi jenis dan pendekatan penelitian, definisi operasional, sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Sedangkan bagian akhir dari pendahuluan ini ialah sistematika penulisan penelitian. BAB II Dalam bab ini akan dibahas tentang Dakwah, pengertian-pengertian dakwah, unsur-unsur dakwah, dan surat kabar sebagai media dakwah. BAB III Pada bab ini akan kami tampilkan data tentang SKH Kompas, Profil KH. Abdurrahman Wahid dan data pemberitaan KH. Abdurrahman Wahid. BAB IV Bab ini membahas analisis sikap SKH Kompas terhadap pemberitaan KH. Abdurrahman Wahid yang terdiri dari KH. Abdurrahman Wahid sebagai tokoh Islam, KH. Abdurrahman Wahid sebagai Bapak Bangsa dan Tokoh Pluralisme. Juga menganalisa pemberitaan Kompas dari kacamata keagamaan. BAB V Bab penutup ini akan berisikan tentang: kesimpulan, saran-saran dan penutup
BAB II DAKWAH DAN MEDIA MASSA 2.1 Pengertian dan Tujuan Dakwah Dakwah menurut bahasa berasal dari bahasa Arab (da’a – yad’u – da’watan) yang mempunyai arti seruan, ajakan, atau panggilan (Syamsul, 2003:5). Sedangkan pengertian dakwah menurut istilah, secara garis besar ada dua pola pengertian. Pertama, bahwa dakwah merupakan tabligh atau penyebaran atau penerangan agama. Kedua, menurut Amrullah Ahmad (dalam Abdullah, 1998 : 7) definisi dakwah adalah semua usaha untuk merealisir ajaran Islam dalam semua segi kehidupan manusia. Definisi tersebut di atas, mengandung dua unsur : a. Unsur usaha pengembangan Islam bagi manusia (obyek) yang beragama lain atau yang tidak beragama sama sekali agar mereka simpati dan memeluk Islam. b. Unsur usaha merealisir ajaran agama Islam bagi manusia (obyek) yang sudah mengakui dan memeluk Islam agar mengamalkan ajarannya Secara terminologis, pengertian dakwah dimaknai dari aspek positif, yaitu ajakan kepada kebaikan dan keselamatan dunia akhirat. Sementara itu, para ulama memberikan definisi yang bervariasi, antara lain : a.
Syaikh Ali Mahfuzh mengatakan dalam kitabnya Hidayatul Mursyidin :
ََي ََوالَ َْم هَر َبَاَلْمَ َْعَهرَْوفَ ََوالنَ َْه هَي َعَنَ َاَلْ هَمَْنكَر َْ ََال َْي ََوا َْلهد َْ حَثَ َالنَاسَ َعَلَى َ .َلَيَ هَفَْوَهزَْواَبَسَعَادَةََاَلْعَاجَلَََوالَجَل
(Syaikh Ali Mahfuzh, 1979 : 17) Dakwah adalah mendorong manusia untuk berbuat kebajikan dan mengikuti petunjuk (agama), memerintahkan kebaikan dan mencegah dari kemungkaran agar memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat b.
Thoha Yahya Umar (dalam Sulthon, 2003 :8) mengatakan, Dakwah adalah mengajak manusia dengan cara bijaksana kepada jalan yang benar sesuai dengan perintah Tuhan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.
Islam adalah agama dakwah. Islam harus disebarkan kepada seluruh umat manusia. Dengan demikian, umat Islam bukan saja berkewajiban melaksanakan ajaran Islam dalam keseharian hidupnya, melainkan juga harus menyampaikan (tabligh) atau mendakwahkan kebenaran ajaran Islam terhadap orang lain. Para pemeluk Islam digelari Allah SWT sebagai umat pilihan, sebaikbaik umat (khairu ummah), yang mengemban tugas dakwah, yaitu mengajak kebaikan dan mencegah kemungkaran. Oleh karena itu, aktivitas dakwah harus menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari seorang muslim. Dakwah
sendiri
secara
umum
bertujuan
untuk
menunjukkan
kebenaran, menyelamatkan umat manusia dari lembah kegelapan dan dan jalan yang sesat menuju tauhid yang menjanjikan kebahagiaan seperti yang difirmankan Allah dalam Al Qur‟an Surat Ali Imran ayat 110:
“Kalian (umat Islam) adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (Departemen Agama RI, 1994 : 94) Selain tujuan umum, dakwah juga memiliki tujuan secara khusus yang dapat dijelaskan sebagai berikut : a).
Terlaksananya ajaran Islam secara keseluruhan dengan cara yang benar dan berdasarkan keimanan, sehingga terwujud masyarakat yang
menjunjung
tinggi
kehidupan
beragama
dengan
merealisasikan ajaran Islam secara penuh dan menyeluruh. b).
Terwujudnya masyarakat muslim yang diidam-idamkan dalam suatu tatanan hidup berbangsa dan bernegara, adil, makmur, damai, sejahtera di bawah limpahan rahmat karunia dan ampunan Allah SWT.
c).
Mewujudkan sikap beragama yang benar dari masyarakat (Pimay, 2006 : 9 -11). Pada hakikatnya dakwah adalah menyaru kepada umat manusia
untuk menuju kepada jalan kebaikan, memerintahkan yang ma‟ruf dan mencegah dari yang munkar dalam rangka memperoleh kebahagiaan, sehingga setiap muslim diwajibkan menyampaikan dakwah Islam kepada seluruh umat manusia yang didasarkan pada hadits Nabi SAW :
َْ َفَإَ َْن َ َل،َستَطَ َْع َفَبَلَسَانَو َْ َمَ َْن ََرأَى َمََْن هَك َْم َ هَمَْنكًََرا َفَاَلْيهَغَيََْرَهه َبَيَدَهَ َفَإَ َْن َ َلْ َي َ .َفَالََْيان َضعَ ه َْ ََوذلَكََا، َ َستَطَ َْعَفَبَقََْلبَو َْ َي “Barang siapa di antara kamu melihat kemunkaran, hendaklah merubahnya dengan tangan, jika tidak mampu dengan lisan, jika tidak mampu dengan hati dan itu selemah-lemahnya iman”(HR.Ahmad) (Pimay, 2006 : 15).
2.2. Materi dan Media Dakwah Membicarakan dakwah tentu saja tak pernah bisa dilepaskan dari unsur-unsur dakwah. Unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang membentuk perilaku dakwah itu sendiri sehingga menghasilkan suatu kegiatan dakwah yang utuh. Ada pun unsur-unsur tersebut Ialah: a. Da‟i (Pelaku dakwah), Nasaruddin Lathief mendefinisikan bahwa dai adalah muslim dan muslimat yang menjadikan dakwah sebagai suatu amaliah pokok. Ahli dakwah adalah da’i, mubaligh mustami’in (juru penerang) yang menyeru, mengajak, memberi pengajaran, dan pelajaran agama Islam. (dalam Munir, 2006 : 22). Sejarah mencatat para juru dakwah yang tangguh dengan berbekal keteguhan iman kepada Allah SWT, antara lain Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, Khalid bin Walid, Sa‟ad bin Abi Waqash dan lain sebagainya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, Pertama, para juru dakwah harus memiliki bekal pengetahuan , pemahaman dan pengalaman keagamaan yang baik agar proses dakwah berjalan lancar. Kedua, para juru dakwah harus memiliki sifat-sifat kepemimpinan (qudwah) dan karenanya jiwa
para juru dakwah perlu ditempa terlebih dahulu agar mereka tabah, sabar, dan tidak putus asa menghadapi berbagai cobaan (Pimay, 2006 : 25).
b.
Mad‟u (Penerima dakwah/Audient) Mad‟u adalah manusia yang menjadi sasaran dakwah, atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama Islam maupun tidak. Bagi yang belum beragama Islam adalah bertujuan untuk mengajak mereka mengikuti agama Islam; sedangkan kepada orang-orang Islam adalah untuk meningkatkan lagi kualitas iman, Islam, dan ihsan (Aziz, 2004 :90). Mengenali tipologi manusia adalah salah satu faktor penentu suksesnya tugas dakwah. Muhammad Abduh (dalam Wahyu, 2010 : 91) membagi mad‟u menjadi tiga golongan : 1). Golongan cerdik cendekiawan yang cinta kebenaran, dan dapat berpikir kritis, cepat menangkap persoalan. 2) Golongan awam, yaitu kebanyakan orang yang belum dapat berpikir secara kritis dan mendalam, belum dapat menangkap pengertian-pengertian yang tinggi. 3). Golongan yang berbeda dengan golongan di atas mereka senang membahas sesuatu, tetapi hanya dalam batas tertentu, tidak sanggup mendalam benar.
c. Maddah (Materi Dakwah) Maddah adalah isi pesan atau meteri yang disampaikan Da‟i kepada Mad‟u. Secara umum materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu: 1)
Masalah akidah (Keimanan) Ruang lingkup akidah sebagai materi dakwah erat hubungannya dengan i’tiqad bathiniyyah (keyakinan dalam batin) atau keimanan. Masalah ini di dalam Islam terangkum dalam enam rukun dasar keimanan umat Islam atau lebih dikenal dengan Rukun Iman
2)
Masalah syariah (Hukum) Pembahasan masalah syariah atau tata hukum dan aturan yang berlaku dan harus ditaati oleh umat Islam terbagi menjadi dua yakni berupa hukum yang berkaitan dengan segala sesuatu yang harus dikerjakan dan hukum atas segala sesuatu yang harus ditinggalkan. Hukum bagi umat Islam terangkum dalam sumber-sumber hukum Islam yaitu Al Qur‟an, Hadits, dan Ijma‟ para fuqaha.
3)
Masalah muamalah (Hubungan social) Segala sesuatu yang menyangkut aktivitas manusia muslim dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti jual beli dan hutang-piutang.
4)
Masalah Akhlak (Tingkah laku) Akhlak dapat dibedakan ke dalam dua kelompok. Pertama, adalah akhlak yang baik (akhlaqul karimah) dan akhlak yang buruk (akhlaqul madzmumah). Akhlak menjadi bagian dari ruang lingkup materi dakwah karena akhlak merupakan bagian nyata (implementasi) seorang muslim dalam memahami dan menjalankan iman sesuai dengan hukum Islam. (Munir, 2006 : 24-31)
d. Wasilah (Media Dakwah). Dalam Ilmu Komunikasi, media adalah alat yang digunakan komunikator untuk menyampaikan pesan kepada penerima (Mulyana, 2007 : 70). Sedangkan arti dakwah adalah ajakan untuk berbuat kebajikan dan menjauhi larangan, sehingga tidaklah berlebihan jika disebutkan media dakwah adalah alat yang digunakan da‟i untuk menyampaikan maddah (materi dakwah) yang berisikan ajakan beramar ma’ruf nahi munkar kepada mad‟u. Media terbagi ke dalam dua jenis yaitu media massa dan media nirmassa : 1) Media massa adalah media yang digunakan untuk kepentingan massa dan pada lingkup luas sehingga menimbulkan efek yang lebih besar pada penerima. Misal : Televisi, Radio, Surat Kabar.
2) Media nirmassa adalah media yang digunakan tidak untuk kepentingan massa dan pada lingkup yang lebih kecil sehingga tidak menimbulkan efek yang besar. Misal : Buletin komunitas, majalah komunitas, radio komunitas (Mulyana, 2007 : 70).
e. Thariqah (Metode dakwah) Metode adalah jalan atau cara yang dipakai untuk menyampaikan ajaran materi dakwah Islam. Dalam menyampaikan suatu pesan dakwah, metode sangat penting peranannya, karena suatu pesan walaupun baik, tetapi jika disampaikan lewat metode yang tidak benar, maka pesan itu bisa saja ditolak oleh si penerima pesan. Secara garis besar ada tiga pokok metode dakwah, yaitu: 1)
Bi al-hikmah, yaitu berdakwah dengan memperhatikan situasi dan kondisi sasaran dakwah dengan menitik beratkan pada kemampuan mereka, sehingga mudah dimengerti dan mereka tidak merasa bosan dan apa yang da‟i sampaikan.
2)
Mau’idzatul hasanah, yaitu berdakwah dengan memberikan nasihat-nasihat atau menyampaikan ajaran Islam dengan rasa kasih sayang (lemah lembut), sehingga apa yang disampaikan dai tersebut bisa menyentuh hati si mad‟u.
3)
Mujadalah billati hiya ahsan, yaitu berdakwah dengan cara bertukar fikiran atau tanya jawab dengan cara sebaikbaiknya dengan tidak memberikan tekanan-tekanan yang
memberatkan pada sasaran dakwah. Dengan ini dai bisa mengetahui apa yang menjadi pertanyaan oleh sekelompok orang/individu tentang suatu masalah dalam kehidupan. (Munir, 2006 : 34)
f. Atsar (Efek) Aktifitas dakwah pasti akan menimbulkan efek atau reaksi. Artinya jika dakwah telah dilakukan oleh seorang da‟i dengan materi dakwah, wasilah dan thariqah tertentu maka akan timbul respon dan efek pada si mad‟u. Kebanyakan da‟i menganggap bahwa setelah berdakwah, maka selesailah dakwah,. Padahal, atsar sangat besar artinya dalam penentuan langkahlangkah dakwah berikutnya. Jalaluddin Rahmat (2003 : 223- 252) menyatakan bahwa efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan
dengan
transmisi
pengetahuan,
keterampilan,
kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan apa yang dirasakan, disenangi atau dibenci khalayak, yang meliputi segala yang berhubungan dengan emosi, sikap serta nilai. Sedangkan efek behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi pola-pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan perilaku.
2.3. Surat Kabar Sebagai Media Dakwah 2.3.1. Media Massa Kata media berasal dari bahasa Latin “medius-medium” (tunggal) “media”
(jamak) yang secara harfiah berarti : (1)
pertengahan, (2) perantara, (3) penghubung, (4) pengantar, (5) alat jalur, (6) pusat. (Kasman, 2010 : 48). Media massa adalah institusi yang berperan sebagai agent of change, yaitu sebagai institusi pelopor perubahan untuk mendidik masyarakat supaya cerdas, terbuka pikirannya, dan menjadi masyarakat yang maju (Kasman, 2010 : 50). Media massa menjadi hasil karya budaya masyarakat manusia yang semakin
berkembang dan
meluas,
sehingga
keperluan
berekspresi dan berkomunikasi tidak lagi memadai jika tidak dibantu instrumen yang sanggup menyampaikan pesan secara serentak, cepat, menjangkau luas. Instrumen itu adalah media massa. Thomas L. Friedmen (dalam Abdalla, 2010 :2) menyatakan “The world is flat”, dunia telah “didatarkan” kembali oleh inovasi teknologi. Sejak bangun tidur kemudian melakukan aktivitas harian hingga tidur kembali, kita tidak lepas dari terpaan atau menerpakan diri terhadap media massa. Dalam era kompetisi, era komunikasi, era perang citra atau lebih dikenal dengan era globalisasi, luberan informasi menjadi hal yang tidak dapat dibendung lagi (Ardianto & Erdiyana, 2004 : vii).
Sebagai suatu alat untuk menyampaikan berita, penilaian, atau gambaran umum tentang banyak hal, ia mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik, antara lain, karena media juga dapat berkembang menjadi kelompok penekan atas suatu ide atau gagasan, dan bahkan suatu kepentingan atau citra yang ia representasikan untuk diletakkan dalam konteks kehidupan yang lebih empiris (Sobur, 2004 : 31) Sehubungan dengan hal tersebut, sebenarnya media massa berada pada posisi mendua, dalam pengertian bahwa ia dapat memberikan pengaruh-pengaruh ”positif” maupun ”negatif”. Tentu saja, atribut-atribut normatif ini bersifat sangat relatif, bergantung pada dimensi kepentingan yang diwakili. Media massa merupakan sebuah kekuatan raksasa yang sangat diperhitungkan. Dalam berbagai analisis tentang kehidupan sosial, ekonomi, dan politik, media sering ditempatkan sebagai salah satu variabel determinan. Bahkan, media, terlebih dalam posisinya sebagai suatu institusi informasi, dapat pula dipandang sebagai faktor yang paling menentukan dalam proses-proses perubahan sosial-budaya dan politik. (Sobur, 2004 : 31). McQuail (dalam Subiakto, 2001 :10-11) merangkum pandangan khalayak terhadap peran media massa. Setidaknya ada enam perspektif dalam hal melihat peran media : Pertama, media sebagai window on events and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak “melihat” apa
yang sedang terjadi di luar sana. Media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa. Kedua, media sebagai a mirror of events in society and the world, implying a faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Ketiga, media massa sebagai filter yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih issue, informasi, atau bentuk content yang lain berdasar standar para pengelolanya. Disini khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui, dan mendapat perhatian. Keempat, media massa acap kali pula dipandang sebagai guide atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian, atau alternatif yang beragam. Kelima, melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik. Keenam, media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi yang interaktif Gambaran tentang realitas yang “dibentuk” oleh isi media massa inilah yang nantinya mendasari respons dan sikap khalayak terhadap berbagai objek sosial. Informasi yang salah akan memunculkan gambaran yang salah pula pada khalayak (Subiakto, 2001 :11).
Media massa secara umum dibagi pada dua jenis yakni media cetak dan media elektronik. Sekurang-kurangnya media cetak terdiri dari surat kabar, majalah, tabloid. Sedangkan pers adalah media massa
tempat jurnalistik disalurkan. Pers sama dengan media massa (Ermanto, 2005 : 66). Istilah pers berasal dari bahasa Belanda, yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara dicetak (printed publications) (Uchjana, 2006 : 145). Pengertian pers menurut UU Nomor 40 tahun 1999 adalah sebagai berikut : Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis aturan yang tersedia (UU No.40 tahun 1999). Kenyataan bahwa pengertian pers berdasarkan UU tersebut di atas adalah pada penerbitan secara tertulis, dapat disimak dari pengertian berikutnya (pasal 1 ayat 2) yang menyatakan bahwa perusahaan pers adalah perusahaan surat kabar harian, penerbitan berkala, kantor berita, buletin dan lain sebagainya (Wahidin, 2006 :49). Dalam penelitian ini objek penelitian adalah media massa cetak berupa surat kabar, kata pers diartikan sama dengan media cetak surat kabar.
2.3.2. Surat Kabar Surat Kabar atau Koran secara leksikal berarti lembaranlembaran kertas bertuliskan kabar (berita) dan sebagainya, terbagi dalam kolom-kolom yang terbit setiap hari atau secara periodik (DEPDIKBUD, 1995 : 525). Berbicara tentang surat kabar, kata Agee sebagaimana dikutip Ardiyanto dan Komala, orang akan tertuju kepada Sunday Time yang terbit di New York, dengan oplah nasional setiap minggunya. Korandengan sirkulasi nasional ini dikenal dengan surat kabar metropolitan, yang selain terbit di New York, terdapat pula di Washington, Chicago, Los Angeles (Ardianto & Erdiyana, 2004 : 97). Kehidupan media cetak ditentukan oleh “kondisi di mana ia hidup”, yakni : “system politik, system kekuasaan, serta kultur kekuasaan.” Media cetak di Indonesia amatlah dekat dengan hal itu. Tiap presiden punya aroma kekuasaan tertentu. Di fase Soekarno, Orde Lama, dan Fase Soeharto, Orde Baru. Intinya setiap perubahan system politik akan merubah system pers, sekaligus dan serentak, sesuai yang dikehendaki kekuasaan. (Santana, 2005 : 85). Deddy N. Hidayat (dalam Rahabeat, 2004 : 167) menyebutkan bahwa perubahan diri pers menjelang Soeharto “lengser” bukanlah perubahan yang terjadi tiba-tiba, tetapi bagian dari sebuah proses panjang dinamika industri media di tanah air. Hal ini menandakan
adanya hubungan yang erat antara industri pers dan kebijakan negara Orde Baru. Perkembangan Surat Kabar, menurust ENCYCLOPEDIA BRITANNICA (dalam Santana, 2005 :87-88) bisa dilihat dari tiga fase : Fase pertama : fase para pelopor yang mengawali penerbitan surat kabar yang muncul secara sporadic, dan secara gradual kemudian menjadi penerbitan yang regular, yang teratur waktu terbit dan materi pemberitaan serta khalayak pembacanya. Fase kedua : pertumbuhan kemapanan jurnal-jurnal regular yang masih rentan terhadap berbagai tekanan masyarakat. Sistem otokrasi yang masih menguasai masyarakat membuat surat kabar kerap ditekan kebebasan menyampaikan laporan pemberitaannya. Penyensoran terhadap berbagai subyek materi informasinya kerap diterima surat kabar. Setiap pendirian surat kabar mesti memiliki izin (lisensi) dari berbagai pihak yang berkuasa. Semua itu akhirnya mengurangi independensinya sebagai instrument media informasi. Ini bisa dilihat dari peristiwa 1 Oktober 1965 yang mana tentara di bawah kendali pemerintah melarang semua media cetak untuk terbit, tentara hanya memberi izin terbit kepada koran atau lembaga pemberitaan milik tentara. Fase ketiga : masa penyensoran telah tiada namun berganti dengan berbagai bentuk pengendalian. Kebebasan pers memang telah didapat. Berbagai pemberitaan sudah leluasa disampaikan. Akan tetapi,
sistem kapitalisasi industri masyarakat kerap jadi pengontrol. Ini dilakukan antara lain melalui pengenaan pajak, penyuapan, dan sanksi hukum yang dilakukan kepada berbagai media dan pelaku-pelakunya. Berdasar itulah kemandirian surat kabar ditentukan masyarakat. Kebebasan pers diwarnai dengan kehidupan demokrasi.
2.3.2.1 Karakteristik Surat Kabar Karekateristik dari surat kabar adalah sebagai berikut : a) Publisitas; surat kabar itu diperuntukkan untuk umum, karenanya berita, tajuk rencana, artikel, dan lain-lain harus menyangkut kepentingan umum (Uchjana, 2006 : 154). Asumsinya ialah setiap orang memiliki hak untuk mengetahui segala pernak-pernik kejadian. Karena dari bekal informasi itulah, setiap orang dapat turut urun rembug berpartisipasi di dalam kehidupan masyarakat. Untuk mendapatkan kepastian informasi dan kemampuan urun rembug tersebut, surat kabar melakukan publisitas (Santana, 2005 : 87). b) Universalitas ; surat kabar harus memuat aneka berita mengenai kejadian-kejadian di seluruh dunia dan tentang segala aspek kehidupan manusia (Uchjana, 2006 : 154).
c) Aktualitas ; merupakan kecepatan penyampaian laporan mengenai
kejadian
di
masyarakat
kepada
khalayak
(Uchjana, 2006 : 155) d) Periodesitas ; artinya pers (surat kabar) harus secara teratur, periodik, misalnya setiap hari, seminggu sekali, dua minggu sekali, satu bulan sekali, atau tiga bulan sekali (Sumadiria, 2006 : 36). e) Objektivitas ; merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh oleh surat kabar dalam menjalankan profesi jurnalistiknya (Rachmadi, 1990 : 5). Disamping memiliki ciri khas, surat kabar juga mempunyai sifat sebagai berikut: a) Menimbulkan perangkat mental, karena berita-berita yang dikomunikasikan kepada khalayak menggunakan bahasa dengan huruf yang tercetak “mati” di atas kertas, maka untuk
dapat
mengerti
maknanya
pembaca
harus
menggunakan perangkat mental secara aktif b) Pesan menyangkut kebutuhan komunikan, mengingat sifat surat
kabar
adalah
satu
arah
(one-way
traffic
communication), maka pesan yang disampaikan dirancang menarik perhatian pembaca dengan menggunakan tandatanda yang tertuju kepada pengalaman yang sama antara sumber dan
sasaran sehingga dapat membangkitkan
kebutuhan pribadi
pembaca, dengan demikian pesan
memberikan jalan untuk membangkitkan respon pembaca. c) Efek sesuai dengan tujuan,
yang dirumuskan dengan
pemberian informasi agar pembaca tahu, untuk membuat pembaca berubah sikap dan perilakunya serta
untuk
membuat pembaca meningkat intelektualitasnya. (Uchjana, 2006 : 157-158) Demikianlah
karakteristik
dari
surat
kabar
yang
membedakan dengan media massa lainnya. Dari karakteristik tersebut dapat diketahui bahwa media massa cetak (surat kabar) harus selalu berpegang teguh pada identitas dirinya, karena dari karakteristik itulah lahir sebuah identitas.
2.3.2.2. Fungsi Surat Kabar Fungsi utama pers adalah melayani kebutuhan informasi masyarakat. Dalam keadaan ini, pers mempunyai dua posisi, yaitu
sebagai media komunikasi dan lembaga
sosial.
media
Sebagai
komunikasi,
pers
merupakan
perpanjangan tangan dan perluasan kemampuan jasmani dan rohani manusia, sehingga ia harus
senantiasa mengikuti
kemajuan teknologi komunkasi. Sedangkan sebagai lembaga sosial, pers merupakan bagian integral dari
masyarakat,
sehingga ia dipengaruhi oleh lembaga-lembaga sosial yang
terdapat dalam satu sistem sosial. Pengaruh paling utama pers menurut Pamela J. Shoemaker sebagimana dikutip Fisher (1986 : 70) adalah pembentukan peta kognitif tentang dunia ini. Sebagai lembaga sosial, pers sering dirumuskan sebagai sub sistem dari sistem sosial. Karena itu, pers selalu tergantung dan berkaitan erat dengan masyarakat di tempat pers itu berada. Salah satu implikasinya adalah pers harus beroperasi sesuai dengan kehendak masyarakat di tempat pers itu berada. Kehendak
masyarakat ini, bisa dilihat dari
keyakinan mereka tentang hakekat
manusia, hakekat
masyarakat dan negara, hubungan manusia dengan negara, serta hakekat pengetahuan dan kebenaran. (Fisher, 1986 : 71) Konsep atau pengertian fungsi pers yang lebih luas adalah
sebagai penjaga gerbang (gatekeeper). Dalam
perannya sebagai kekuatan luar biasa
penjaga gerbang, pers memperlihatkan terhadap kehidupan suatu masyarakat
dalam mengatur arus butir informasi, mereka akan membuang butir-butir informasi yang tidak
laik disampaikan kepada
masyarakat. Ukuran benar menurut
seorang gatekeeper,
biasanya diperoleh dari penggabungan nilai berita yang dianut media tempat ia bekerja, ditambah dengan
keinginan
menyajikan berita yang terbaik untuk khalayak menurut
ukuran perusahaan pers tempat ia bekerja. Berarti seorang gatekeeper menggunakan parameter ini dalam melakukan seleksi (Fisher, 1986 : 72). Terdapat lima fungsi utama surat kabar (pers) yang berlaku universal. Disebut universal, karena kelima fungsi tersebut dapat ditemukan pada setiap negara di dunia yang menganut paham demokrasi, yakni : Fungsi pertama pers adalah menyampaikan informasi (to inform) secepat-cepatnya kepada masyarakat (Sumadiria, 2005 : 32). Fungsi kedua adalah to educate. Sebagai sarana pendidikan massa, surat kabar dan majalah memuat tulisantulisan yang mengandung pengetahuan sehingga khalayak pembaca bertambah pengetahuannya (Uchjana, 2006 : 149) Fungsi ketiga adalah sebagai alat untuk mempengaruhi (to influence), artinya pers adalah pilar demokrasi keempat setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif (Sumadiria, 2005 : 33). Fungsi keempat pers adalah menghibur. Pers harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana rekreasi yang menyenangkan sekaligus yang menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat. Fungsi pers yang terakhir adalah mediasi yang artinya penghubung. Bisa juga disebut fasilitator atau mediator. Sehingga dengan fungsi ini, diharapkan pers mampu
menghubungkan tempat satu dengan tempat lain, peristiwa satu dengan yang lain dan sebagainya (Sumadiria, 2005 : 34). Fungsi yang paling menonjol pada surat kabar adalah informasi. Hal ini sesuai dengan tujuan utama khalayak membaca surat kabar, yaitu keingintahuan akan setiap peristiwa yang terjadi di sekitarnya. Karenanya sebagian besar rubrik surat kabar terdiri dari berbagai jenis berita (Ardianto & Erdiyana, 2004 : 104).
2.3.3. Berita 2.3.3.1. Pengertian Berita Berita berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Vrit yang dalam bahasa Inggris disebut write, arti sebenarnya adalah ada atau terjadi. Sebagian ada yang menyebut dengan Vritta, artinya “kejadian” atau “yang telah terjadi”. Vritta dalam bahasa Indonesia kemudian menjadi berita (Djuroto, 2004 : 46).
Menurut
Kamus
Bahasa
Indonesia
karya
WJS
Poerwadarminta (2006 : 144) “berita” berarti kabar atau, sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka (1994 : 123), arti berita diperjelaskan menjadi “laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat”. Jadi berita dapat dikaitkan dengan kejadian/peristiwa yang terjadi.
Para ahli publisistik dan jurnalistik memang belum ada yang mampu mendefinisikan berita secara khusus dan bisa diterima secara umum. Namun secara sederhana para pakar jurnalistik mendefinisikan berita sebagai apa yang ditulis surat kabar, apa yang disiarkan radio, dan apa yang ditayangkan televisi (Sumadiria, 2005 : 63). Dean M. Lyle Spencer sebagaimana dikutip Djuroto (2004 :46) mendefinisikan berita sebagai suatu
kenyataan
atau ide yang benar dan dapat menarik perhatian sebagian besar pembaca. Pendapat lain dikemukakan oleh Williard C. Bleyer (dalam Djuroto, 2000 : 46), bahwa berita adalah sesuatu yang aktual yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar karena ia dapat menarik/ mempunyai makna bagi pembaca. Sedangkan, berita menurut Sumadiria adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media on line internet (Sumadiria, 2005 : 65). Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa berita bukan hanya merujuk pada pers atau media massa dalam
arti sempit dan “tradisional” melainkan juga pada radio dan televisi. Untuk membuat berita, paling tidak harus memenuhi dua syarat, yaitu, 1). Faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa sehingga kebenaran tinggal sebagian saja, 2). Berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap. Dalam menulis berita, dikenal semboyan “Satu masalah dalam satu berita”. Artinya, suatu berita harus dikupas dari satu masalah saja (monofacta) dan bukan banyak masalah (multifacta)karena akan menimbulkan kesukaran penafsiran, yang menyebabkan berita tidak sempurna (Djuroto, 2004 : 48)
2.3.3.2. Jenis – jenis berita Dalam dunia jurnalistik, berita berdasarkan jenisnya dapat dibagi ke dalam tiga kelompok, yaitu elementary, intermediate, dan advance. Berita elementary mencakup berita langsung (straight news), berita mendalam (depth news report), dan berita menyeluruh (comprehensive news report). Berita intermediate meliputi pelaporan berita interpretatif (interpretative news report), dan pelaporan karangan khas (feature story report). Sedangkan untuk kelompok advance menunjuk pada pelaporan mendalam (depth reporting),
pelaporan penyelidikan (investigative reporting), dan penulisan tajuk rencana (editorial writing) (Sumadiria, 2005 : 69). Berikut akan dijelaskan secara singkat tentang beberapa jenis berita tersebut yang telah dikutip Sumadiria dari Rivers. 1. Straight news report Straight news report adalah laporan langsung mengenai suatu peristiwa. Biasanya, jenis berita ini ditulis dengan unsur-unsur yang dimulai dari what, who, when, where, why, dan how (5W + 1H). Misalnya pemberitaan tentang seminar. 2. Depth news report Depth new report merupakan yang sedikit berbeda dengan straight news report. Reporter menghimpun informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri sebagai informasi tambahan untuk peristiwa tersebut. Jenis laporan ini memerlukan pengalihan informasi, bukan opini reporter. Fakta-fakta yang nyata masih tetap besar. 3. Comprehensive news report Comprehensive news report merupakan laporan tentang fakta yang bersifat menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita menyeluruh mencoba menggabungkan berbagai serpihan fakta itu dalam satu bangunan cerita peristiwa
sehingga benang merahnya terlihat dengan jelas (Sumadiria, 2005 : 69) 4. Interpretative report Berita intepretatif biasanya memfokuskan sebuah isu, masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Namun demikian,
fokus
laporan
beritanya
masih
berbicara
mengenai fakta yang terbukti bukan opini. Laporan interpretatif biasanya untuk menjawab pertanyaan mengapa. 5. Feature story Dalam berita berbentuk feature, reporter mencari fakta untuk
menarik
perhatian
pembacanya,
tidak
begitu
menyajikan informasi yang penting untuk pembacanya. Penulis feature menyajikan suatu pengalaman pembaca yang lebih bergantung pada gaya (style) penulisan dan humor daripada pentingnya informasi yang disajikan. 6. Depth reporting Depth reporting merupakan pelaporan jurnalsitik yang bersifat mendalam, tajam, lengkap dan utuh tentang suatu peristiwa fenomenal atau aktual. Pelaporan mendalam disajikan
dalam
beberapa
judul
untuk
kejenuhan pembaca (Sumadiria, 2005 : 70). 7. Investigative reporting
menghindari
Investigative reporting berisikan hal-hal yang tidak jauh berbeda dengan laporan interpretatif. Namun demikian, dalam laporan investigasi, para wartawan melakukan penyelidikan untuk memperoleh fakta yang tersembunyi demi tujuan. 8. Editorial writing Editorial writing merupakan pikiran sebuah institusi yang diuji di depan sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta dan opini yang menafsirkan berita-berita yang
penting
dan
memengaruhi
pendapat
umum
(Sumadiria, 2005 : 71).
2.3.3.3. Kriteria umum nilai berita Secara detail nilai-nilai berita (news value) tersebut antara lain : 1. Terkini (Actual), yakni aktual atau terkini. Dalam unsur ini terkandung makna harfiah berita (news) yakni sesuatu yang baru (new) (Romli, 2005 : 5) 2. Nyata (faktual), yaitu informasi tentang segala fakta (fact) bukan fiksi atau karangan. Dalam pengertian ini juga terkandung pengertian
bahwa
sebuah
berita
harus
mempunyai informasi tentang sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya.
3. Penting (Significance), artinya penting bagi banyak orang. Misalnya
peristiwa
yang
akan
berpengaruh
pada
kehidupan masyarakat secara luas, atau dinilai perlu untuk diketahui dan diinformasikan kepada orang banyak seperti kebijakan pemerintah, kenaikan harga, dan lain-lain (Romli, 2005 : 6) 4. Luas (magnitude), yaitu seberapa luas pengaruh suatu peristiwa bagi khalayak. Contoh : Berita tentang kanaikan harga BBM lebih luas pengaruhnya terhadap seluruh masyarakat Indonesia ketimbang berita tentang gempa bumi di Jawa Tengah (Sugiarto, 2006) 5. Kedekatan (proximity) ; Stieler dan Lippmann (dalam Kusumaningrat,
2005
:62)
menyebutkan
bahwa
maksudnya adalah kedekatan secara geografis. Unsur kedekatan ini tidak harus dalam pengertian fisik seperti yang disebutkan Stieler dan Lippmann, tetapi juga kedekatan emosional. Contoh : Bagi warga Jawa Barat, berita tentang gempa bumi di Bandung lebih menarik ketimbang berita tentang gempa bumi di Surabaya. 6. Keterkenalan (prominence) ; berita adalah tentang orangorang penting, orang-orang ternama, tersohor, selebriti, figur
publik.
Orang-orang
penting,
orang-orang
terkemuka, dimana pun selalu membuat berita.
7. Akibat (impact) ; berita adalah sesuatu yang brdampak luas. Suatu peristiwa tidak jarang menimbulkan dampak besar dalam kehidupan masyarakat (Sumadiria, 2005 : 82). 8. Human Interest ; dalam berita, hendaknya terkandung unsur yang menarik empati, simpati, atau menggugah perasaan khalayak yang membacanya (Kusumaningrat, 2005 : 64) 9. Konflik (conflict) ; berita adalah konflik atau segala sesuatu yang mengandung unsur atau sarat dengan dimensi
pertentangan.
Konflik
atau
pertentangan,
merupakan sumber berita yang tak pernah kering dan tak akan pernah habis (Sumadiria, 2005 : 87). Meskipun terdapat perbedaan istilah dan penekanan di antara para ahli komunikasi dan media massa, umumnya nilai berita tersebut berlaku universal. Berlaku di seluruh dunia.
2.3.4. Pers Dakwah Pers berasal dari bahasa Inggris (press) artinya mencetak. Dalam
pengertian
operasional,
pers
berarti
publikasi
atau
pemberitahuan secara tercetak. Pers dalam arti sempit mencakup media cetak (surat kabar dan majalah), sedangkan dalam arti luas ia berarti seluruh bentuk komunikasi massa yang menggunakan media, baik media cetak maupun media elektronik.
Pers memiliki fungsi dan peranan, yang secara umum terdiri dari; memberi informasi (to inform), mendidik (to educate),menghibur (to entertain) dan mempengaruhi (to influence) (Onong Uchjana, 1998 : 149). Lalu, apa yang dimaksud dengan pers dakwah dan peran apa yang bisa dimainkannya untuk mewujudkan cita-cita khaira ummah sebagaimana idealisasi fungsi pers di atas? “Pers
dakwah
adalah
proses
meliput,
mengolah,
dan
menyebarluaskan berbagai peristiwa yang menyangkut umat Islam dan ajaran Islam kepada khalayak” (Djamaluddin, 1989 : 168) Ciri khas sistem komunikasi massa Islam adalah menyebarkan (menyampaikan) informasi kepada pendengar, pemirsa, atau pembaca tentang perintah dan larangan Allah SWT (Al Qur‟an dan Hadits Nabi). Pada dasarnya agama sebagai kaidah dan sebagai perilaku adalah pesan (informasi) kepada warga masyarakat agar berperilaku sesuai perintah dan larangan Tuhan (A. Muis, 1989 : 4). Pers Islam – secara konseptual – tentu memiliki perbedaan normatif dengan jenis-jenis pers lainnya. Pers Islami adalah pers yang Islami, atau media cetak umum yang bernafaskan Islam dan berpedoman pada nilai-nilai Islam (Romli, 2001 :90). Pers Islami terasa lebih lunak dan adaptif, terutama bila dihadapkan pada persoalan pluralitas keagamaan dan heterogenitas frame of reference yang dimiliki umat. Saat ini memang dakwah
melalui pers Islami lebih bisa diterima oleh audien dan mudah dilakukan oleh seorang da‟i, karena tidak membutuhkan dana yang besar serta manajemen yang lebih profesional (Rahmat, 1997 :57). Dalam konteks ini pers dakwah (Mafri Amir, 1999 :13) secara konsepsional tentunya memiliki perbedaan normatif dengan pers-pers lain, walaupun secara operasional tentu sama. Pers dakwah merupakan salah satu institusi dalam proses transformasi intelektual dan kultural masyarakat Muslim. Dengan demikian batasan mengenai pers dakwah, sejauh ini merupakan percikan pemikiran dan pengalaman yang lebih terfokus pada sejumlah tantangan dan kendala yang tengah dan akan dihadapi. Bila kita sependapat dan konsisten dengan paparan di atas, tampaknya kebutuhan defenisi tidak menjadi persoalan.
Andaipun diperlukan,
maka pemahaman harus berangkat dari kenyataan objektif dan jati diri Islam itu sendiri, yang dalam hal ini telah melahirkan karya intelektual yang sangat besar dan bernas. Dalam hal ini Asep Syamsul M. Romli mengukur pers dakwah itu
dengan kriteria “media khusus berita
tentang agama dan umat Islam, beratribut Islam, atau media massa umum yang bernafaskan Islam dan berpedoman pada nilai-nilai Islam” (Syamsul, 2000 : 90). Pers jenis apapun merupakan bagian dari kegiatan jurnalistik. Adapun jurnalistik dakwah menurut Sutirman Eka Ardhana adalah suatu kegiatan menyampaikan pesan berupa dakwah kepada khalayak
ramai melalui saluran media. Tekanannya tentu pada media cetak, baik surat kabar, majalah, maupun tabloid. Karena melalui media cetak, pesan dakwah itu tentu saja disampaikan
melalui karya tulisan (
Ardhana, 1995 : 26). Sederhananya, jurnalistik dakwah adalah kegiatan berdakwah melalui tulisan, baik dalam bentuk feature, artikel, laporan, tajuk dan karya jurnalistik lainnya. Karena dimaksudkan sebagai pesan dakwah, sudah barang tentu karya jurnalistik tersebut berisi ajakan dan seruan mengenai amr ma 'ruf nahy munkar. Pakar-pakar komunikasi semisal Harold Laswell, Wilbur Schramm, Lazarsfeld mengklasifikasi lima peranan utama pers, yaitu surveilliance, correlation,
ethicizing function,
interpreter,
dan
watchdog. Tidaklah berlebihan seandainya fungsi dan peran pers dakwah terinspirasi dari rumusan di atas. Pertama, pers dakwah harus bersifat kritis terhadap lingkungan luar, sanggup menyaring informasi Barat yang relevan dan tidak bias terhadap Islam. Kedua, pers dakwah harus mampu merangsang terjadinya perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat. Ketiga,
pers dakwah
hendaknya sanggup
melakukan proses sosialisasi sebagai upaya untuk memelihara dan mengembangkan khazanah intelektual Islam. Keempat, pers dakwah harus mampu menjadi penerjemah bagi pembaharuan dan gagasangagasan kreatif
kontemporer. Dalam hal ini dakwah perlu
diorientasikan ke depan
agar sanggup berbicara dengan berbagai
problema sosial dewasa ini. Kelima, karena pers dakwah merupakan salah satu institusi dalam proses transformasi intelektual dan kultural, pers dakwah harus mampu menjadi pengawas terhadap kebijakankebijakan pemerintah (Sihombing, 2003 : 133) . Paralel
dengan
itu,
pers
dakwah
harus
mampu
mengembangkan sikap profesionalismenya sehingga tidak dijadikan sebagai komoditi politik tertentu, dijadikan sebagai kenderaan untuk kepentingan golongan tertentu, tetapi dengan sikap netralnya mampu memposisikan diri sebagai the fourth of estate (kekuatan keempat setelah legislatif, eksekutif dan yudikatif). Untuk itu pers dakwah harus bersifat dinamis, progresif dan
antisipatif bagi proses
pembentukan kepribadian Muslim yang tangguh, membangun tatanan kehidupan searah dengan ajaran Islam (Sihombing, 2003 : 134). Secara umum ciri-ciri pers (baik cetak maupun elektronik) adalah menyangkut proses komunikasinya yang berlangsung satu arah,
komunikatornya
melembaga, pesannya
bersifat
umum,
medianya menimbulkan keserempakan dan komunikannya heterogen. Antara media cetak dengan media elektronik memiliki perbedaan yang khas. Onong Uchjana Effendy menjelaskan; Pertama, pesanpesan yang disiarkan oleh media massa elektronik diterima oleh khalayak hanya sekilas dan khalayak harus selalu berada di depan pesawat, sedangkan pesan-pesan yang disiarkan media cetak dapat dikaji ulang dan dipelajari serta disimpan untuk dibaca pada tiap
kesempatan.Kedua, pada media elektronik pesan-pesan yang disampaikan harus mudah dicerna pendengar atau pemirsa, sedangkan pada media cetak dapat sophisticated dan ilmiah. Ketiga, pada media cetak sering terjadi polemik pemikiran yang panjang, sedangkan pada media elektronik tidak pernah terdapat. Keempat, media cetak memiliki daya persuasi yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan media elektronik karena pesan-pesan persuasif media cetak lebik ditujukan kepada rasio atau pikiran, sedangkan pada media elektronik lebih banyak ditujukan kepada (Onong Uchjana, 1998 :145-146).
perasaan
BAB III GAMBARAN UMUM SKH KOMPAS, PROFIL KH. ABDURRAHMAN WAHID DAN PEMBERITAAN TENTANG KH. ABDURRAHMAN WAHID
3.1. Profil Surat Kabar Harian Kompas 3.1.1. Sejarah dan Latar Belakang Kompas Kompas mulai terbit di Jakarta pada 28 Juni 1965. Harian ini diterbitkan oleh sejumlah wartawan yang waktu itu telah cukup sukses menerbitkan majalah bulanan Intisari ; antara lain P.K. Ojong dan Jakob Oetama. Surat kabar Kompas dalam sejarah pers Indonesia menduduki tempat yang unik, karena Kompas hidup dalam tiga periode yang berlainan, yaitu masa Orde Lama, Orde Baru dan era reformasi (Kasman, 2010 : 147). Akhmad Zaini Abar, sebagaimana dikutip Darmanto (2005 : 60) mengatakan bahwa pemerintahan pada masa akhir 1960-an adalah periode terburuk bagi sejarah pers di Indonesia. Penguasa memandang pers semata-mata dari sudut kemampuannya dalam memobilisasi massa dan opini publik. Pers seakan-akan dilihat seperti senapan yang siap menembakkan peluru (informasi) ke arah massa atau khalayak yang tidak berdaya. Pers dianggap sebagai alat “revolusi” yang besar pengaruhnya untuk menggerakkan atau meradikalisasi massa untuk menyelesaikan sebuah revolusi.
Kompas dilahirkan dalam situasi politik yang tak menentu. Partai politik diakui sebagai satu-satunya organisasi sosial yang boleh menyalurkan aspirasi politik masyarakat. Karena itu setiap surat kabar yang terbit diharuskan untuk mengaitkan dirinya (berafiliasi) dengan salah satu partai politik yang ada. Dalam hal ini Kompas memilih berafiliasi dengan Partai Katolik yang waktu itu dipimpin oleh IJ. Kasimo (setelah keharusan untuk berafiliasi ini ditiadakan, Kompas melepaskan diri dari Partai Katolik dan menjadi independen) (Malarangeng, 2010 : 51) Kehadiran surat kabar Kompas tidak lepas kaitannya dengan kelompok militer dan aktivis Katolik. Suatu hari awal tahun 1965, Letjen Ahmad Yani (1922-1965) selaku Menteri/Panglima TNI-AD menelepon rekannya yang sekabinet, Drs. Frans Seda. Ia melemparkan ide menerbitkan koran untuk membangkitkan semangat republik bagi rakyat juga tentara untuk melawan pers komunis ( Kasman, 2010 : 150) . PK Ojong dan Jakob Oetama kemudian menggarap ide tersebut dan mempersiapkan penerbitan Koran. Semula nama yang dipilih “Bentara Rakyat”, penggunaan nama itu dimaksudkan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa pembela rakyat yang sebenarnya bukanlah PKI. Dalam keperluan dinas Frans Seda sebagai Menteri Perkebunan (1964-1966) menghadap Presiden di Istana Merdeka (Kasman, 2010 : 152).
Presiden menanyakan nama koran yang akan terbit. Frans Seda mengatakan bahwa koran tersebut bernama Bentara Rakyat. Spontan Bung Karno memberikan komentar bahwa nama koran itu mirip koran PKI, “Harian Rakyat”. Soekarno pun akhirnya menyarankan nama Kompas “pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan atau hutan rimba”. Nama itulah yang kemudian dipakai untuk nama koran baru tersebut, sebuah surat kabar nasional, dalam arti hadir di semua provinsi dan isinya mencakup peristiwa berskala nasional (Kompas, Senin 28 Juni 2010). Maka jadilah nama harian Kompas hingga saat ini, sementara nama Yayasan Bentara Rakyat sebagai penerbit harian Kompas. Para pendiri Yayasan Bentara Rakyat adalah para pemimpin organisasi Katolik seperti : Partai Katolik, Wanita Katolik, PMKRI, dan PK. Ojong. Pengurus yaysan terdiri dari Ketua : I.J. Kasimo, Wakil Ketua: Drs. Frans Seda, Penulis I : F.C. Palaunsuka, Penulis II : Jakob Oetama, dan Bendahara : PK Ojong (Kasman, 2010 : 153). Walaupun restu dari Presiden Soekarno, berkat dari Mgr. Soegijapranoto, dan bantuan pimpinan Angkatan Darat, proses izin terbit mengalami kesulitan. PKI dan kaki tangannya menguasai aparatur, khususnya Departemen Penerangan Pusat dan Daerah. PKI tidak mentolerir sebuah harian yang akan menjadi saingan berat. Tahap demi tahap rintangan dapat diatasi, pusat memberi izin prinsip namuun harus dikonfirmasikan ke Daerah Militer V Jaya. Persyaratan terakhir
untuk dapat terbit, harus ada bukti 3000 (tiga ribu) orang pelanggan. Frans Seda punya inisiatif mengumpulkan tanda tangan anggota partai, guru sekolah, anggota-anggota koperasi Kopra Primer di Kabupaten Ende Lio, Kabupaten Sikka, dan Kabupaten Flores Timur. Dalam waktu singkat daftar 3.000 pelanggan lengkap dengan alamat dan tanda tangan terkumpul. Bagian perizinan Puskodam V Jaya menyerah dan mengeluarkan izin terbit. Pers PKI yang melihat kehadiran Kompas bereaksi
keras,
bahkan
mulai
menghasut
masyarakat
dengan
menggantikan Kompas sebagai “Komando Pastor” (Suf Kasman, 2010 : 153). PKI sejatinya sudah mencium maksud di balik pendirian Kompas. “PKI tahu rencana kami, lantas dihadang, namun karena Bung Karno setuju kita jalan terus hingga izinnya keluar,” ujar Seda. Jalan sudah lancar, dan akhirnya dengan karyawan dan wartawan yang direkrut dari Intisari, Yayasan Bentara Rakyat menerbitkan Kompas edisi percobaan pada 28 Juni 1965. Setelah tiga edisi percobaan, Kompas reguler pun terbit (Rahzen, 2007 : 237). Kompas edisi pertama dicetak oleh PN Grafika milik harian Abadi yang berafiliasi pada partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi)
(http://www.scribd.com/doc/12617610/Sejarah-Harian-
Kompas-Sebagai-Pers-Partai-Katolik diakses 28 Oktober 2011). Pada terbitan awal, Kompas menyajikan empat halaman. Berita utama pada edisi pertama berjudul “KAA II Ditunda Empat Bulan”.
Halaman pertama edisi ini memasang 11 berita luar negeri dan 7 berita dalam negeri. Tajuk rencana belum ada, dan iklan hanya enam buah. Oplah pertama Kompas sebanyak 4.800 eksemplar, dan kemudian dalam tempo tiga bulan dengan cepat meningkat menjadi 8.003 eksemplar (Malarangeng, 2010 :50). Di halaman pertama Kompas edisi perdana di pojok kiri atas tertulis nama : Pemimpin Redaksi, Drs. Jakob Oetama, Staf Redaksi : Drs. J. Adisubrata, Lie Hwat Nio SH, Marcel Beding, Th. Susilastuti, Tan Soei Sing, J. Lambangdjaja, Tan Tik Hong, Th. Ponis Purba, Tinon Prabawa, Eduard Liem (Kasman, 2010 : 155). Kedua perintis Kompas setiap saat terjun ke bawah. Mereka berusaha agar dari hari ke hari mutu Kompas kian baik. Karena itu, setelah sebulan dicetak di Eka Grafika, harian ini kemudian dicetak di Percetakan Masa Merdeka Jl. Sangaji, Jakarta. Setelah tahun 1980-an, oplah Kompas mengalami perkembangan pesat, misalnya 600.000 eksemplar tahun 1986 selama sebulan. Kompas mengalami turun naik dari segi penjualan, bahwa dalam sejarah harian Kompas pernah mencapai oplah terbesar di Asia, yaitu sejak perang teluk terjadi 19901991 tirasnya mencapai 700.000 eksemplar. Tahun 1995 oplah Kompas turun naik sekitar 460.000 eksemplar. Tahun 2004 oplahnya mulai naik lagi antara 550.000-600.000 eksemplar. Sekarang rata-rata 500.000 eksemplar (senin-jum‟at), sekitar 600.000 di hari Sabtu-Minggu. Kompas pernah mencapai oplah terbesar pada waktu ulang tahun Bung
Karno ke 100 tahun dengan oplah mencapai 750.000 eksemplar dalam edisi khusus (Kasman, 2010 : 156). Sirkulasi besar yang dimiliki oleh harian Kompas tentunya berkorelasi positif dengan banyaknya jumlah pembaca. Atau dengan kata lain, Kompas merupakan surat kabar terbedar di Indonesia. Apabila disimak secara mendalam Kompas sebagai surat kabar terbesar maka pendistribusian sebagai saluran komunikasi politik semakin besar pula dampaknya, apalagi berhubungan dengan pengaruh kekuasaan, sehingga biasanya Kompas sering dijadikan salah satu cermin atau barometer dalam melihat kehidupan sosial politik dan ekonomi masyarakatnya (Kasman, 2010 : 157). Menurut David T. Hill seperti yang dikutip oleh Darmanto, Kompas adalah koran berkualitas dengan tiras terbesar di Asia Tenggara. Penjualan meningkat secara konsisten karena Kompas berhasil meraih reputasi yang baik dari laporan mendalamnya (Darmanto, 2005 : 60). Meskipun begitu, Kompas pernah mendapat larangan terbit pada tahun 1965 karena adanya penyatuan informasi oleh Pemerintah Orde Baru yang mana hanya memberi izin terbit kepada koran atau lembaga pemberitaan milik tentara. Tanggal 1 Oktober 1965, tentara mendatangi percetakan dan melarang terbit semua koran, termasuk Kompas. Namun tanggal 6 Oktober 1965 Kompas diijinkan terbit kembali setelah mengantongi keputusan
Penguasa Perang Daerah Nomor Keputusan 04/P/X/1965 (Kompas, Senin 28 Juni 2010). Dalam usianya yang ke -35 (Tahun 2000), Kompas yang telah memiliki online di situs http//kompas.com mencoba terus memperbaiki kinerjanya. Hal ini dilakukan, misalnya dengan membuat Tim Ombusman Kompas, suatu lembaga independent yang anggotanya terdiri atas orang-orang yang berasal dari luar media ini. Tim ini bertugas mengevaluasi isi Kompas dan memberi saran perbaikan pada manajemennya (Zen, 2004:132) . Selama lebih dari 45 tahun Kompas ikut mewarnai perjalanan pers Indonesia. Berita yang mengisi halaman koran ini menjadi mozaik rekaman sejarah perjalanan bangsa. Memotret pergulatan hidup mereka yang papa dan berkekurangan. Menampilkan kekayaan alam yang tersebar di seantero Nusantara, juga mengangkat kegagalan dan keberhasilan
kekayaan
itu
dimanfaatkan
bagi
sebesar-besarnya
kesejahteraan rakyat. Selama kurun waktu itu, Kompas sebagai koran mengalami pasang surut dan perkembangan. Kompas membentuk dirinya menjadi koran nasional yang tangguh. Agar tak lekang ditelan zaman, Kompas harus berpandai-pandai beradaptasi. Kini Kompas secara sadar menyiapkan diri memasuki era multimedia. Semua itu dilakukan agar bisa memenuhi perannya sebagai amanat hati nurani rakyat (Kompas, Senin, 28 Juni 2010). 3.1.2. Visi dan Misi
1) Visi Kompas “Menjadi
institusi
yang
memberikan
pencerahan
bagi
perkembangan masyarakat Indonesia yang demokratis dan bermartabat, serta menjunjung tinggi asas dan nilai kemanusiaan” Dalam kiprahnya di industri pers “Visi Kompas” berpartisipasi membangun masyarakat Indonesia baru berdasarkan Pancasila melalui prinsip persatuan dalam perbedaan dengan menghormati individu demi terciptanya masyarakat adil dan makmur. Secara lebih spesifik prinsip tersebut bisa diuraikan sebagai berikut : Pertama, Kompas adalah lembaga pers yang bersifat umum dan terbuka ; kedua, Kompas tidak melibatkan diri dalam kelompok-kelompok tertentu baik politik, agama, sosial, atau golongan, ekonomi; ketiga, Kompas secara aktif membuka dialog dan berinteraksi positif dengan segala kelompok; keempat, Kompas adalah koran nasional yang berusaha mewujudkan aspirasi dan cita-cita bangsa; kelima, Kompas bersifat luas dan bebas dalam pandangan yang dikembangkan tetapi selalu memperhatikan konteks struktur kemasyarakatan dan pemerintahan yang menjadi lingkungan (Kasman, 2010 :168)
2) Misi Kompas “Mengantisipasi dan merespon dinamika masyarakat secara profesional, sekaligus memberi arah perubahan (Trend Setter) dengan menyediakan dan menyebarluaskan informasi terpercaya”.
Kompas berperan serta ikut mencerdaskan bangsa. Hal tersebut dicapai melalui etika usaha bersih dengan melakukan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan lain. Hal ini dijabarkan dalam 5 sasaran operasional. Pertama,Kompas memberikan informasi yang berkualitas dengan ciri ; cepat, cermat, utuh, dan selalu mengandung makna;kedua, Kompas memiliki bobot jurnalistik yang tinggi dan terus dikembangkan untuk mewujudkan aspirasi dan selera terhormat yang dicerminkan dalam gaya kompak, komunikatif, dan kaya nuansa kehidupan, dan kemanusiaan;ketiga,kualitas informasi dan bobot jurnalistik dicapai melalui upaya intelektual yang pernah empati dengan pendekatan rasional, memahami jalan pikiran dan argumentasi pihak lain, selalu berusaha mendudukan persoalan dengan penuh pertimbangan tetapi tetap kritis dan teguh pada prinsip;keempat,berusaha menyebarkan informasi seluas-luasnya dengan meningkatkan tiras. Untuk dapat merealisasikan visi dan misi Kompas harus memperoleh keuntungan dari usaha. Namun keuntungan yang dicari bukan sekedar demi keuntungan itu sendiri tetapi menunjang kehidupan layak bagi karyawan dan pengembangan usaha sehingga mampu melaksanakan tanggung jawab sosialnya sebagai perusahaan (Kasman, 2010 : 169) 3.1.3. Lembar Daerah Kompas dan Penghargaan yang Diterima Kompas 1).
Lembar Daerah Jawa Timur
Terbit sebagai halaman khusus per 9 Oktober 2000, kemudian sejak 2003 menjadi lembar terpisah. Lembar Daerah Jawa Tengah dan Jogja Setelah tiga tahun terbit sebagai halaman khusus bersamasama (sejak 28 Juni 2001), lembar Jawa Tengah dan lembar Jogja terbit berbeda. Namun, pada tahun 2010 lembar Jawa Tengah dan Jogja ditiadakan dan diganti koran lokal di bawah naungan Kompas bernama Warta Jateng dan Tribun Jogja karena kebutuhan informasi di wilayah Jateng dan Jogja semakin besar sehingga dibutuhkan media yang lebih mandiri. Lembar Daerah Jawa Barat Mulanya terbit sebagai halaman khusus sejak 1 Maret 2004, kemudian
menjadi
lembar
terpisah
bersamaan
dengan
dimulainya cetak jarak jauh di Bandung pada tahun 2006. Lembar Daerah Sumatera Utara dan Selatan Dirintis sebagai halaman khusus dalam satu edisi sejak 2 Februari 2005, lembar Sumbagut dan Sumbagsel terbit terpisah dua tahun kemudian.
2)
Beberapa Penghargaan yang diterima Kompas 1974 : Foto Pangeran Benhard (Belanda) menggendong orang utan dalam kunjungannya ke Jakarta tahun 1973 karya Kartono Riyadi memenangi penghargaan World Press Photo 1974.
1983 : Menjadi Juara Umum Penghargaan Jurnalistik Adinegoro PWI Jaya 1982/1983 dengan 3 trofi, 1 medali perak, 1 medali perunggu. Salah satu karya yang mendapatkan trofi adalah karikatur GM Sudarta. Februari 2008 : PWI memberikan “Lifetime Achievement Award”
kepada lima tokoh pers, termasuk Jakob Oetama
yang selama hidupnya telah membaktikan diri bagi pers Indonesia (Kompas, Senin 28 Juni 2010). 3.1.4. Struktur Redaksi Kompas Pemimpin Umum Jakob Oetama Wakil Pemimpin Umum Agung Adiprasetyo, St. Sularto Pemimpin Redaksi Rikard Bagun Wakil Pemimpin Redaksi Trias Kuncahyono, Taufik H. Mihardja Redaktur Senior Ninok Leksono Redaktur Pelaksana Budiman Tanuredjo Wakil RedPel Andi Suruji, James Luhulima Sekretaris Redaksi Retno Bintarti, M. Nasir Staf Redaksi
Sri Hartati Samhadi, Jimmy S. Harianto, Tri Harijono, P Tri Agung Kristanto, Myrna Ratna M, J. Osdar, Pieter P. Gero, Hariadi Saptono, Jhonny T. Gunardi, Mohammad Bakir, Banu Astono, Ninuk Pambudi, Chris Pujiastuti, Bambang Sigap Sumantri, Bre Redana, Maria Hartiningsih, Kenedi Nurhan, Simon Saragih, Johanes Waskita, Atika Walujani, Gesit Ariyanto, Mohammad Subhan, Sidik Pramono, Frans Sartono, Putu Fajar Arcana, Subur Tjahjono, A. Maryoto, M. Suprihadi, Agus Mulyadi, Yovita Arika, Nasrullah Nara, Jannes Eudes Wawa, Danu Kusworo, Ida Setyorini, Adi Prinantyo, Sutta Dhamasaputra, Sri Fitrisia Martisasi, Agus Hermawan, Tjahja Gunawan Diredja, Wisnu Nugroho, Maruli Tobing, Gunawan Setiadi, Diah Marsidi, Irwan Julianto, Yesayas Oktavianus, Budiarto Shambazy, Julian Sihombing, Mulyawan Karim, Yuni Ekawati, Rene L. Pattiradjawane, Brigitta Isworo Laksmi, Agnes Astiarini, AW Subarkah, Fandri Yuniarti, Ibrahimsyah Rahman, Soelastri, Ratih P. Sudarsono, Pepih Nugraha, Elly Roosita, Arbain Rambey, Anton Sanjoyo, R. Adhi Kusumaputra, Suhartono, Salomo Simanungkalit, C Windoro
AT, Rakarjan
Sukaryaputra, Alif Ichwan, Eddy Hasby, Clara Wresti, Korano Nicholas LMS, Pascal S. Bin Sadju, Ferry Santoso, Elok Dyah Meswati, Yunas Santhani Aziz, Joice Tauris Santi, Buyung Wijaya Kusuma, Pingkan Elita Dundu, Nasru Alam Aziz, Imam Prihadiyoko, Edna Caroline Pattisina, Osa Triyatna, Agus Susanto, Lusiana Indriasari, Dahono Fitrianto, Nawa Tunggal, Susana Rita, Iwan Santosa, Susi Ivvaty, Marcellus Hernowo, Luki Aulia, Cokorda Yudistira, Iwan Setiyawan, Yulia Septhiani, Dewi Indriastuti, Orin Basuki, Maria Susy Berindra A, Nur Hidayati, Wisnu Dewabrata, Antonius Tomy Trinugroho, Amir Sodikin, Evy Rachmawati, Indira Permanasari S, Gatot Widakdo, Budi Suwarna, lasti Kurnia, M. Yuniadhi Agung, Hamzirwan, Prasetyo Eko P, Samsul Hadi, Hermas Effendi Prabowo, Ester Lince Napitupulu, M. Fajar Marta, Sarie Febriane, Dwie As Setyaningsih, Affan Adenensi Riza Fathoni, Cyprianus Anto Saptowalyono, Anita Yossihara, Andi
Riza Hidayat, Khaeruddin, Emilius Caesar Alexey, Ahmad Arif, Neli Triani, Brigita Maria Lukita, Haryo Damardono, Ilham Khoiri, M. Zaid Wahyudi, Helena Fransisca Nababan, Fransisca Romana Ninik, Ambrosius Harto, Demitrius Wisnu Widiantoro, Aryo Wisanggeni Gentong, C. Wahyu Haryo P, R. Benny Dwi Koestanto, Bonivasius Dwi Pramudyanto, Mahdi Muhammad, Lucky Pransiska, Priyombodo, Totok Wijayanto, Agnes Rita Sulistyawati, Agung Setyahadi, Wisnu Aji Dewabrata, Ichwan Susanto.
Biro Cairo Mustafa Abdurrahman Biro Bandung Dedi Muhtadi Biro Semarang Sonya Hellen Sinombor, Winarto Herusansono Biro Yogyakarta Thomas Pudio Widjayanto Biro Magelang Regina Rukmorini Biro Surabaya Anwar Hudiono, Agnes Swetta Pandia Mojokerto Abdul Lathif Malang Dody Wisnu Pribadi Jember Syamsul Hadi Banyuwangi Siwi Yunita Cahyaningrum Denpasar Ayu Sulistyowati Mataram Khaerul Anwar Ende Samuel Oktora Kupang Frans Sarong, Kornelis Kewa Ama Manado Jean Rizal Layuck Palu Reny Sri Ayu Jayapura B. Josie Susilo Hardianto Jambi Irma Tambunan Medan Aufrida Wismi Warastri Pekanbaru Syahnan Rangkuti
GM Litbang F. Harianto Santoso GM SDM Umum Bambang Sukiartono Manajer Diklat Tony D. Widiastono.
Kantor Redaksi Jl. Palmerah Selatan 26-28, Jakarta 10270 Telepon 534 7710/20/30, 530 2200 Fax 548 6085/548 3581 Alamat Surat (Seluruh Bagian) PO BOX 4612 Jakarta 12046 Alamat Kawat Kompas Jakarta Penerbit PT Kompas Media Nusantara Surat Izin Usaha
Penerbitan
Pers
SK
Menpen
No.
013/SK/Menpen/SIUPP/A.7/1985 tanggal 19 November 1985, serta keputusan Laksus pangkopkamtibda No. 103/ PC/1969 tanggal 21
Januari
1969
Anggota
Serikat
Penerbit
Surat
Kabar
No
37/1965/11/A/2002 Percetakan PT. Gramedia ISSN 0215-207X ISI DI LUAR TANGGUNG JAWAB PERCETAKAN
3.2 Profil KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) a.
Data Pribadi Nama
: KH. Abdurrahman Wahid
Kewarganegaraan
: Indonesia
Lahir
: Jombang, 04 Agustus 1940
Wafat
: Jakarta, 30 Desember 2009
Istri
: Sinta Nuriyah
Anak
: 1. Alissa Qotrunnada 2. Zannuba Arifah Khafsoh 3. Annita Hayatunnufus 4. Inayah Wulandari
Alamat
: Jl. Warung Silah No. 10, Ciganjur Jakarta Selatan 12630
b.
Pendidikan 1966 – 1970 Universitas Baghdad, Irak Fakultas Adab Jurusan Sastra Arab 1964 – 1966 Al Azhar University, Cairo- Mesir. Fakultas Syari‟ah 1959 – 1963 Pesantren Tambak Beras, Jombang, Jawa Timur 1957 – 1959 Pesantren tegalrejo, Magelang, Jawa Tengah
c.
1956
SMEP, Yogyakarta
1953
SD, Jakarta
Perjalanan Karir - Guru Madrasah Mualliamat, Jombang (1959-1963) - Dosen Universitas Hasyim Asy‟ari, Jombang (1972-1974) - Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy‟ari, Jombang (1972- 1974) - Sekretaris Pesantren Tebuireng, Jombang (1974-1979) - Pengasuh Pondok Pesantren Ciganjur, Jakarta (sejak 1976) - Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama/PBNU (1984-1989, 1989-1994, 1994-1999, 2000-2005). - MPR dari utusan golongan (1987-1992, 1999-2004) - Presiden RI (20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001) - Ketua Umum Dewan Syuro PKB (2000-2005) - Ketua Umum Dewan Syuro PKB hasil Muktamar II, Semarang (2005-2010)
d.
Penghargaan - Bintang Tanda Jasa Kelas 1, Bidang Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan dari pemerintah Mesir - Tokoh 1990, Majalah Editor, Indonesia (1990) - Islamic Missionary Award, Pemerintah Mesir (1991) - Ramon Magsasay, Filipina (1993) - Pin Penghargaan Keluarga Berencana dari PKBI (1994)
- Bintang Mahaputra Utama (1998) - Man of The Year, Majalah REM, Indonesia (1998) - Doktor Honoris Causa Universitas Jawaharlal Nehru, India (2000) - Doktor Honoris Causa Bidang Hukum dari Universitas Thammasat Anant Anantukal, Thailand (2000) - Ambassador of Peace, International and Interreligious Federation for World Peace (IIFWP), New York, Amerika Serikat (2000) -
Public Service Award, Universitas Columbia New York, Amerika Serikat (2001)
- Doktor Honoris Causa Bidang Perdamaian dari Soka University, Jepang (2002) - Gelar Kanjeng Pangeran Aryo (KPA) dari Sampeyan dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Susuhunan Pakubuwono XII, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia (2002) - PIN Emas NU, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Jakarta, Indonesia (2002) - Global Tolerance Award dari Friends of The United Nations, New York (2003) - Dare to Fail Award, Billi PS Lim, penulis buku paling laris “Dare to Fail”, Kuala Lumpur, Malaysia (2003)
- World Peace Prize Award dari World Peace Prize Awarding Council (WPPAC), Seoul, Korea Selatan (2003) - Presiden World Headquarters on Non-Violence Peace Movement (2003) -
Global Tolerance Award dari Aliansi Jurnalis Independen (2003)
- Anugerah Mpu Peradah, DPP Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia, Jakarta, Indonesia (2004) - The Culture of Peace Distinguished Award 2003, International Culture of Peace Project Religions for Peace, Trento, Italia (2004) - Suardi Tasrif Award dari Aliansi Jurnalis Independen (2006) - Penghargaan dari Dewan Adat Papua (2006) - Penghargaan dari Simon Wiethemtal Center, Amerika Serikat (2008) - Penghargaan dari Mebal Valor, Amerika Serikat (2008) - Penghargaan dan kehormatan dari Temple University, Philadelphia, Amerika Serikat, yang memakai namanya untuk penghargaan terhadap studi dan pengkajian kerukunan antarumat beragama, Abdurrahman Wahid of Islamic Study (2008).
3.3 Gambaran Umum Pemberitaan Surat Kabar Harian Kompas
Rizal Malarangeng pernah melakukan penelitian tentang isi pemberitaan di Kompas secara umum, hasil dari penelitian tersebut menunjukkan beberapa hasil. a.
Dalam orientasi realitas Tajuk Rencana Kompas lebih banyak memperlihatkan realitas sosiologisnya daripada realitas psikologis dengan tidak mengulas dan memberitakan pendapat serta opini yang mendukung pemerintah dengan tidak menjadi pendukung salah satu partai dalam setiap pemberitaannya (Malarangeng, 2010 : 78). Realitas sosiologis adalah apa yang dilakukan oleh individu, kelompok, lembaga dalam interaksi sosial atau dalam bahasa populer, apa yang sungguh-sungguh terjadi dalam realitas (empiris). Sedangkan realitas psikologis adalah apa yang dipikirkan atau dikatakan oleh individu atau kelompok dalam suatu masyarakat (Malarangeng, 2010 : 137-138)
b.
Kompas paling banyak mengulas tentang politik dan ekonomi dibandingkan
Hukum,
Kebudayaan,
dan
berita
tema
lainnya
(Malarangeng, 2010 : 85). c.
Kompas lebih banyak menjadikan intelektual dan birokrat sebagai narasumber dan sumber berita (Malarangeng, 2010 : 89).
3.4. Data Pemberitaan Tentang KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) Surat Kabar Harian Kompas a. Berita pada hari Sabtu, 02 Januari 2010
b. Berita pada hari Minggu, 03 Januari 2010
c. Berita pada hari Senin, 04 Januari 2010
d. Berita pada hari Rabu, 06 Januari 2010
Tabel 3.1 Berita Surat Kabar Harian Kompas Tentang KH. Abdurrahman Wahid pada bulan Januari 2010 No.
Judul
Jml Hlm
1.
Gus Dur Penerobos Bidang Kelautan
1
02 Januari 2010
2.
Amin
1
02 Januari 2010
Rais
:
Gus
Dur
Ikon
Edisi
Pluralisme 3.
Belasungkawa dari LN
1
02 Januari 2010
4.
Doa Umat Lintas Agama untuk Gus
2
03 Januari 2010
1
04 Januari 2010
1
04 Januari 2010
1
04 Januari 2010
1
06 Januari 2010
Dur 5.
Gus Dur Diusulkan untuk Nama Jalan
6.
F. PKB Surati Presiden, PDI-P dan Partai Demokrat Dukung Gus Dur sebagai Pahlawan
7.
Yenny Wahid : Keluarga Akan Melanjutkannya
8.
85
Tokoh
Lintas
Iman
Pembersihan Nama Gus Dur
Tuntut
BAB IV ANALISIS WACANA TERHADAP PEMBERITAAN TENTANG KH. ABDURRAHMAN WAHID (STUDY KASUS KOMPAS EDISI JANUARI 2010)
Wacana (discourse) berasal dari bahasa latin discurrere (mengalir ke sana kemari) dari nominalisasi kata discursus (mengalir secara terpisah yang ditransfer maknanya menjadi terlibat dalam sesuatu, atau memberi informasi tentang sesuatu (Elisa Vass dalam Ibrahim (ed), 2009 : 42). Foucault, sebagaimana dikutip Eriyanto, mengatakan bahwa wacana kadangkala sebagai bidang dari semua pernyataan (statement), kadangkala sebagai sebuah individualisasi kelompok pernyataan, dan kadangkala sebagai praktek regulatif yang dilihat dari sejumlah pernyataan (Eriyanto, 2005 : 2). Sudah diterangkan di awal bahwa pada penelitian pemberitaan tentang KH Abdurrahman Wahid ini, penulis menggunakan Model Teun A. Van Dijk, seorang profesor di Universitas Amsterdam. Model yang dipakai Van Dijk ini sering disebut sebagai kognisi sosial (Social Cognition Analysis). Dari sekian banyak model analisis wacana yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh beberapa ahli, barangkali model ini adalah model yang banyak dipakai. Menurut Eriyanto, hal ini terjadi kemungkinan karena Van Dijk mengolaborasi elemen-elemen wacana, sehingga bisa digunakan dan dipakai secara praktis. Menurut Van Dijk, penelitian atas wacana tidak cukup hanya didasarkan pada analisis atas teks semata, karena teks hanya hasil dari suatu
praktik produksi yang harus juga diamati. Selain itu dalam penelitian atas wacana juga harus menganalisa secara kritis atas kognisi sosial dan konteks sosial yang turut membangunnya (Eriyanto, 2005 : 221). Dalam analisis teks ini, penulis mencoba mengurai makna wacana mengenai pemberitaan tentang KH Abdurrahman Wahid di Kompas yang dilihat dari struktur teks berita seperti tematik, skematik, semantik, sintaksis, stilistik dan retorik. Penelitian ini bersifat kualitatif dan bertujuan untuk meneliti secara kritis konstruksi dan makna berita mengenai pemberitaan wafatnya KH Abdurrahman Wahid di Kompas. Adapun berita-berita Kompas mengenai KH Abdurrahman Wahid pasca wafatnya sebanyak delapan berita, yang dimuat sejak tanggal 02 Januari sampai 06 Januari 2010. 4.1. Analisis Teks dan Kognisi Sosial 1.
Berita pertama pada Sabtu, 02 Januari 2010 dengan judul : Gus Dur Penerobos Bidang Kelautan 1.1. Analisis teks a. Tematik : Elemen wacana yang diamati terdiri dari topik atau tema yang merupakan inti gagasan berita yang ingin disampaikan wartawan Kompas kepada khalayak. Struktur tematik ini meliputi headline dan lead. Leadnya: Tidak saja seorang ulama besar, tokoh pejuang kemanusiaan, dan tokoh politik, Abdurrahman Wahid juga penerobos pengelolaan laut Indonesia ketika masih menjabat sebagai Presiden RI keempat. Tahun 1999, ia
mendirikan Departemen Eksplorasi Laut, cikal bakal Departemen Kelautan dan Perikanan sekarang. Tema yang diangkat dalam berita ini mengenai Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai salah seorang sosok yang memberikan kontribusi khusus di Bidang Kelautan. Sarwono Kusumaatmadja memberikan pendapat yang menyatakan bahwa di bawah kepemimpina Gus Dur, kekayaan hasil kelautan Indonesia yang seringkali ditelantarkan menjadi lebih diperhatikan.
b. Skematik Elemen wacana yang diamati adalah skema teks, atau alur berita, dari pendahuluan sampai akhir. Alur tersebut menunjukkan bagaimana bagian-bagian dalam teks disusun dan diurutkan sehingga membentuk kesatuan arti. Alur berita pertama Kompas tentang Gus Dur sebagai penerobos bidang kelautan diawali dengan paragraf yang menyatakan bahwa selain sebagai seorang ulama besar, tokoh pejuang kemanusiaan, dan politikus. Gus Dur adalah seorang penerobos di bidang kelautan Indonesia. Pada
paragraf selanjutnya
wartawan
menuliskan
pendapat
Sarwono Kusumaatmadja, Menteri Eksplorasi Kelautan saat Gus Dur menjabat sebagai presiden. Ia berpendapat bahwa Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai sosok yang sangat menguasai sejarah kemaritiman, jauh sebelum menjabat sebagai presiden. Dari penguasaan sejarah itu lalu
memunculkan pemahaman kewilayahan dan akhirnya tahu Indonesia kurang memerhatikan masalah kelautan. Sarwono
juga
menambahkan
bahwa
dengan
dibentuknya
Departemen Eksplorasi Laut oleh Gus Dur, isu-isu akan pentingnya laut pun mulai terangkat ke permukaan. Menurutnya, dengan penggunaan nama eksplorasi laut menyadarkan banyak pihak bahwa persoalan laut saat itu ditelantarkan. Meskipun dalam bertindak seringkali Gus Dur melakukan tindakan yang tak lazim, namun dalam bidang kelauutan Gus Dur memang benar. Sejak kepemimpinan Gus Dur pula, berbagai penelitian dan pengembangan sumber daya laut banyak diungkap. Tahun 1999 pula, Direktorat Budidaya Perikanan di bawah Departemen Pertanian bergabung di bawah Departemen Eksplorasi Laut. Sedangkan menurut Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan
(Kiara)
2010,
Riza
Damanik,
Gus
Dur
tak
hanya
memperhatikan bidang kelautan saat menjabat saja. Tahun 2006, saat Gus Dur sudah tidak menjabat sebagai presiden, Gus Dur membantu langsung kesulitan nelayan tradisional Bengkalis, Riau, yang mengeluhkan kebijakan penggunaan jaring batu yang hanya menguntungkan pengusaha. Ia juga menyatakan bahwa Gus Dur menemui langsung Presiden Yudhoyono dan akhirnya Gubernur Riau mencabut kebijakan itu.
Pada pertengahan berita, Kompas kembali menuliskan pendapat Sarwono Kusumaatmadja bahwa jika departemen kelautan tidak didirikan, kesadaran kemaritiman dan kelautan Indonesia sangat susah bangkit. Di empat paragraf terakhir berita, Kompas beralih dengan Gus Dur sebagai tokoh yang berkontribusi aktif di bidang kebudayaan. Kompas mencatatkan
pendapat
budayawan,
Radhar
Panca
Dahana
yang
mengatakan bahwa tidak hanya saat menjadi presiden saja Gus Dur memberikan perhatian luas kepada dunia seni dan kebudayaan, tapi sudah sejak awal tahun 1980-an. Radhar Panca Dahana juga menambahkan jika saat Gus Dur menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta, Gus Dur berperan kuat untuk mengusik kesenian agar tidak terjebak dalam tempurung egoismenya sendiri. Selanjutnya wartawan Kompas menuliskan pernyatan Butet Kertaredjasa yang menilai Gus Dur sebagai sosok yang menjaga nilai kemajemukan yang otomatis menjaga nilai kebhinnekaan. Butet Kertaredjasa juga mengatakan bahwa Gus Dur adalah seorang pemimpin yang tidak antikritik. Ia memaparkan pengalamannya yang pernah mengkritik Gus Dur lewat penampilannya di panggung dan Gus Dur bisa terima dan tidak marah.
c. Semantik Semantik adalah makna yang ingin ditekankan dalam teks. Dikategorikan sebagai makna yang muncul dari hubungan antar kalimat,
yang akan disampaikan pada khalayak dari struktur teks yang dibangun Kompas. Elemen wacana yang diamati meliputi : c.1. Latar Latar yang dipilih Kompas untuk mendukung pemberitaannya mengenai Gus Dur sebagai pelopor di bidang kelautan adalah pernyataan Menteri Eksplorasi Laut era kepemimpinan Abdurrahman Wahid adalah sebagai berikut : Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai sosok yang sangat menguasai sejarah kemaritiman, jauh sebelum menjabat sebagai presiden. Dari penguasaan sejarah itu lalu memunculkan pemahaman kewilayahan dan akhirnya tahu Indonesia kurang memerhatikan masalah kelautan. Kompas menuliskan bahwa Gus Dur merupakan seorang pelopor dan pemerhati di bidang kelautan. Dari sini seolah wartawan ingin menyampaikan bahwa kelautan Indonesia tidak akan bisa bangkit tanpa adanya perhatian dan terobosan dari Gus Dur. Apalagi dipertegas dengan pendapat Sarwono Kusumaatmadja selaku Menteri Eksplorasi laut kala itu dan Riza Damanik, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara).
c.2. Maksud Elemen maksud melihat apa informasi yang disampaikan diuraikan secara eksplisit atau tidak. Informasi yang menguntungkan komunikator akan diuraikan secara eksplisit dan jelas. Sebaliknya informasi yang merugikan akan diuraikan secara tersamar, implisit
dan tersembunyi. Tujuan akhirnya publik hanya disajikan informasi yang menguntungkan komunikator. Sekjen Koalisi rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) mengatakan, “Karena keberanian Gus Dur, persoalan nelayan dan pesisir turut terangkat. Dialah penyedia kendaraan menuju pengarusutamaan peran laut yang akhirnya dibelokkan menjadi eksploitatif oleh generasi berikutnya”. Dalam hal ini wartawan menggunakan elemen maksud dengan mengutip pendapat Riza Damanik, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadlian Perikanan (Kiara) yang menyatakan bahwa ide Gus Dur untuk mendirikan Departemen yang mengurusi laut Indonesia merupakan ide yang brilian. Dari pernyataan tersebut wartawan bermaksud untuk menunjukkan bahwa Gus Dur adalah sosok yang penting dalam bidang kelautan Indonesia dengan mengutip pendapat Riza Damanik. Bisa ditarik kesimpulan bahwa wartawan Kompas terlihat berhati-hati untuk menjaga obyektifitasnya dalam penilaiannya terhadap sosok Gus Dur dengan hanya mengutip pendapat-pendapat tokoh.
c.3. Praanggapan Pernyataan yang digunakan untuk mendukung makna suatu teks dengan memberikan premis yang dipercaya kebenarannya sehingga tidak perlu dipertanyakan lagi. “Kalau saja departemen kelautan tidak didirikan, kesadaran kemaritiman dan kelautan Indonesia sangat susah bangkit. Gus Dur memahami betul masalah itu,” kata Sarwono.
Dalam kalimat tersebut, Kompas menekankan pernyataan Sarwono, yang menyatakan bahwa kemaritiman dan kelautan Indonesia akan susah bangkit jika Gus Dur tidak mendirikan departemen yang khusus menangani masalah kelautan.
d. Sintaksis d.1. Kata Ganti Elemen kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukkan di mana posisi seseorang dalam wacana. Menteri Eksplorasi Laut saat itu, Sarwono Kusumaatmadja, menyebut Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai sosok yang sangat menguasai sejarah kemaritiman, jauh sebelum menjabat sebagai presiden. Dalam paragraf berita di atas, komunikator atau wartawan menunjukkan posisi seseorang dalam wacana dengan menyebutkan nama lengkap sosok yang diwacanakan yaitu Abdurrahman Wahid dan nama yang lebih familiar yaitu Gus Dur. Hal ini dipakai wartawan untuk lebih mendekatkan sosok yang diwacanakan kepada pembaca dengan penyebutan nama familiarnya.
d.2. Koherensi
Pertalian atau jalinan antarkata, proposisi atau kalimat. koherensi mencoba menghubungkan dua buah kata, kalimat, atau proposisi yang menggambarkan fakta yang berbeda.
Tidak saja seorang ulama besar, tokoh pejuang kemanusiaan, dan tokoh politik, Abdurrahman Wahid juga penerobos pengelolaan laut Indonesia ketika masih menjabat sebagai Presiden RI keempat. Penulis melihat kalimat “tokoh pejuang kemanusiaan” dan “tokoh politik” tidak ada hubungannya. Tapi dengan kata sambung “dan”, dua kalimat tersebut tampak koheren untuk mendukung peranan Gus Dur di berbagai bidanng. Selain paragraf tersebut, wartawan Kompas juga menggunakan koherensi kondisional yang ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas. Seperti dalam paragraf berikut ini : Menteri Eksplorasi Laut saat itu, Sarwono Kusumaatmadja, menyebut Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai sosok yang sangat menguasai sejarah kemaritiman, jauh sebelum menjabat sebagai presiden. Dari paragraf tersebut, wartawan Kompas ingin lebih menjelaskan bahwa Gus Dur sudah menguasai ilmu kemaritiman jauh sebelum menjadi presiden. Kalimat kedua fungsinya dalam kalimat adalah penjelas (anak kalimat), kalimat kedua berupa kalimat “jauh sebelum menjabat sebagai presiden” memiliki fungsi sebagai penjelasan tambahan yang memiliki maksud lebih penting daripada induk kalimat karena pengetahuan masyarakat seputar penguasaannya terhadap dunia
maritim jauh sebelum menjabat sebagai presiden tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas. Koherensi kondisional yang digunakan wartawan Kompas dalam berita tersebut menunjukkan keterangan positif terhadap Gus Dur. Wartawan Kompas juga menggunakan koherensi pembeda yang berhubungan dengan pertanyaan bagaimana dua peristiwa atau fakta itu hendak dibedakan. Dua buah peristiwa dapat dibuat seolaholah saling bertentangan dan berseberangan (contrast) dengan menggunakan koherensi ini, seperti dalam kalimat di bawah ini : “Penggunaan nama eksplorasi laut menyadarkan semuanya dan berhasil memancing kenyataan bahwa persoalan laut hingga saat itu ditelantarkan. Jalan pikirannya memang kadang tidak lazim, tapi sering kali dia yang benar dan dalam soal kelautan dia memang benar,” kata Sarwono. Dalam paragraf berita di atas, terdapat kalimat “tapi seringkali dia yang benar dan dalam soal kelautan dia memang benar”, dari kalimat tersebut, Wartawan Kompas ingin menjelaskan bahwa meskipun tindakan Gus Dur seringkali tidak lazim, namun tindakantindakannya di bidang kelautan adalah benar.
d.3. Bentuk Kalimat Merupakan segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berpikir logis, yaitu prinsip kausalitas atau sebab akibat. Terdapat unsur subjek dan unsur predikat dalam setiap kalimat. Dalam kalimat
yang berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyatannya, sedangkan dalam kalimat pasif, seseorang dijadikan objek dari pernyataannya. Dalam kutipan di di bawah ini, Kompas menjadikan Gus Dur sebagai subjek dengan penggunaan kalimat aktif ditandai dengan kata “menemui” “Gus Dur menemui langsung Presiden Yudhoyono dan akhirnya Gubernur Riau mencabut kebijakan itu.” Dalam kalimat kutipan yang dipilih Kompas dari penyataan Riza Damanik, dituliskan secara eksplisit bahwa Gus Dur bertindak nyata dengan menemui langsung Presiden Yudhoyono. Dalam kalimat tersebut menggunakan kalimat aktif yang menjadikan Gus Dur sebagai subjeknya. Kalimat
tersebut
merupakan
kalimat
aktif
dengan
penempatan Gus Dur di awal kalimat yang menunjukkan posisi sentral dalam kalimat karena pada umumnya pokok yang dipandang penting selalu ditempatkan di awal kalimat.
e. Stilistik Elemen wacana teks yang diamati adalah : e.1. Leksikon Menandakan
bagaimana
seseorang
melakukan
pemilihan kata atas kemungkinan kata yang tersedia. Abdurrahman Wahid juga penerobos pengelolaan laut Indonesia ketika masih menjabat sebagai presiden RI keempat.
Kompas memilih kata “penerobos” untuk menuliskan bahwa Gus Dur adalah sebagai pemelopor di bidang kelautan Indonesia. Dari sini terlihat bahwa wartawan lebih memilih kata penerobos daripada pemelopor.
f. Retoris f.1. Grafis Merupakan bagian yang dicetak berbeda adalah bagian yang
dipandang
penting
oleh
komunikator,
dimana
ia
menginginkan khalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tersebut. Pada berita ini, Kompas menuliskan caption berupa kalimat seperti di bawah ini : “Jalan pikirannya memang kadang tidak lazim, tapi seringkali dia yang benar dan dalam soal kelautan dia memang benar”. Caption tersebut dicetak dengan font yang lebih besar dan tercetak tebal dan diletakkan di bagian tengah berita, ini digunakan untuk menarik pembaca pada kalimat tersebut karena kalimat tersebut dianggap penting oleh wartawan. Dari sini penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Kompas ingin menunjukkan kepada pembaca bahwa di tengah sikap Gus Dur yang sering tidak lazim, pemikiran Gus Dur sangat mempunyai peran besar, salah satunya di bidang kelautan.
Dalam berita ini juga digunaan sub judul berupa kalimat Ide brilian dan Kontribusi budaya. Melihat sub judul ini, penulis mengambil menunjukkan
kepada
kesimpulan bahwa Kompas ingin pembaca
tentang besarnya
dampak
pemikiran Gus Dur, juga peran Gus Dur di bidang kebudayaan.
f.2. Ekspresi Merupakan
elemen
untuk
memeriksa
apa
yang
ditekankan atau ditonjolkan (sesuatu yang dianggap penting) oleh seseorang dalam suatu teks. Wartawan Kompas dalam berita ini tidak berani berekspresi dengan lugas, wartawan Kompas hanya berani berekspresi dengan menuliskan pandangan dan pendapat beberapa tokoh terhadap kontribusi Gus Dur di berbagai bidang. Seperti ditulisnya kutipan pernyataan Sarwono Kusumaatmadja dalam berita ini yang mengatakan, “Gus Dur berhasil mengangkat isu kelautan ke permukaan karena nama itu. Waktu itu sama sekali bukan arus utama”. Selain pernyataan Sarwono Kusumaatmadja, wartawan Kompas juga menuliskan kutipan pernyataan Riza Damanik, “Karena keberanian Gus Dur, persoalan nelayan dan pesisir turut terangkat. Dialah penyedia kendaraan menuju pengarusutamaan
peran laut yang akhirnya dibelokkan menjadi eksploitatif oleh generasi berikutnya”
f.3. Metafora Kiasan atau ungkapan yang dimaksudkan sebagai ornamen atau bumbu dari suatu berita. Metafora tertentu dipakai oleh wartawan secara strategis sebagai landasan berfikir, alasan pembenar atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik. “Pada masa itu, dunia seni dan kebudayaan sebenarnya mendapatkan jenderal baru, yang dengan senjata katakatanya, rajin memperjuangkan posisi seni dan kebudayaan.”
Kompas memilih ungkapan jenderal baru dan senjata kata-kata dalam berita ini. Jenderal dan senjata merupakan kata yang dekat dengan dunia perjuangan. Penulis menilai bahwa Kompas ingin mengungkapkan bahwa Gus Dur adalah sosok seorang pejuang.
1.2. Analisis Kognisi Sosial Analisis wacana tidak hanya membatasi perhatiannya pada struktur teks, tetapi juga bagaimana suatu teks diproduksi. Dalam kerangka analisis wacana Van Dijk, perlu adanya penelitian mengenai kognisi sosial : kesadaran mental wartawan yang membentuk teks
tersebut. Pendekatan kognitif didasarkan pada asumsi bahwa teks tidak mempunyai makna, tetapi makna itu diberikan oleh pemakai bahasa. Pada berita pertama dengan judul Gus Dur Penerobos Bidang Kelautan ini, semua narasumber yang diwawancarai oleh wartawan Kompas adalah narasumber dengan pendapat positif tentang Gus Dur, khususnya di bidang kelautan dan kebudayaan. Terlihat dari empat narasumber, semuanya adalah pihak yang berpendapat bahwa Gus Dur adalah tokoh yang berperan penting di bidang kelautan dan kebudayaan. Wartawan
Kompas
banyak
menuliskan
kalimat-kalimat
langsung dari narasumber, sehingga wartawan ingin memberikan kesan pada pembaca bahwa banyak orang yang masih pro dan kagum akan pemikiran-pemikiran Gus Dur. Sikap wartawan Kompas yang lebih banyak mengutip pernyataan tokoh menunjukkan bahwa pengetahuan wartawan terhadap tema berita seputar sosok Gus Dur di bidang kelautan sangat minim. Namun, wartawan memilih menggunakan judul Gus Dur Penerobos Bidang Kelautan, juga untuk menunjukkan pribadi Gus Dur di bidang kelautan yang tidak banyak diketahui oleh masyarakat luas.
2. Berita kedua pada Sabtu, 02 Januari 2010, dengan judul : Amien Rais : Gus Dur Ikon Pluralisme 2.1. Analisis Teks a. Tematik Wartawan Kompas memberi judul “Amien Rais : Gus Dur Ikon Pluralisme” pada berita kali ini. Maksudnya dalam berita tersebut terdapat pernyataan langsung Amien Rais yang menyebutkan bahwa Gus Dur adalah ikon pluralisme. Lead yang ditulis adalah : Meskipun menilai KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai tokoh kontroversial, mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais sangat setuju apabila Gus Dur dianugerahi gelar pahlawan nasional. Amien Rais menilai Gus Dur adalah ikon pluralisme. Kesimpulan yang dapat ditarik dari tema berita kali ini adalah mengenai beberapa tokoh, salah satunya Amin Rais yang menyetujui dan mendukung pemberian gelar pahlawan kepada Gus Dur dan menyebut Gus Dur sebagai ikon pluralisme.
b. Skematik Alur berita kedua Kompas tentang KH. Abdurrahman Wahid diawali dengan paragraf yang menyebutkan pernyataan Amien Rais tentang Gus Dur sebagai ikon pluralisme. Pada paragraf selanjutnya wartawan menuliskan tindakan Amien Rais yang saat berceramah menyambut Tahun Baru di Masjid Gedhe, Keraton Yogyakarta, ia mengucapkan doa bagi Gus Dur.
Amien Rais juga berpendapat bahwa Gus Dur adalah tokoh yang diterima segenap bangsa Indonesia. Senada dengan Amien Rais, di paragraf selanjutnya juga ditampilkan pernyataan Arbi Sanit, pengamat politik dari Universitas Indonesia bahwa Gus Dur wajib menjadi pahlawan nasional. Pada pertengahan berita, wartawan menuliskan tentang kekhawatiran Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X akan terancamnya pluralisme di Indonesia sepeninggal Gus Dur. Menurutnya sampai saat ini belum ada satu tokoh pun yang mampu menggantikan Gus Dur. Kemudian
pada
paragraf
selanjutnya,
Kompas
masih
menampilkan pendapat yang berhubungan dengan pluralisme dengan pernyataan Budayawan, Garin Nugroho. Kompas mengutip pendapat Garin Nugroho yang menyatakan jika penetapan Gus Dur sebagai pahlawan nasional tidak saja akan merayakan pluralisme, namun juga akan melahirkan pahlawan-pahlawan baru yang menjunjung pluralisme. Di akhir berita Kompas juga mencatat pendapat Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia, Sofjan Wanandi yang juga memberikan dukungan untuk pemberian gelar pahlawan nasional pada Gus Dur. Menurutnya Gus Dur meletakkan dasar negara sipil, reformasi demokrasi, terutama bagi minoritas, hal ini terlihat diantaranya dari kebijakannya berkaitan dengan kebudayaan, surat kabar, dan Tahun Baru Cina.
c. Semantik c.1. Latar Latar
yang
diambil
Kompas
untuk
mendukung
pemberitaannya mengenai Gus Dur ikon pluralisme bisa dilihat pada paragraf berikut : Secara terpisah, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengaku khawatir sepeninggal Gus Dur, pluralisme di Indonesia akan terancam. Apalagi sampai saat ini belum ada satu tokoh pun yang mampu menggantikan posisi Gus Dur. Dalam paragraf di atas, Kompas mengutip pernyataan dari Gubernur DIY, Sultan Hamengku Buwono X yang mengungkapkan kekhawatirannya
akan
terancamnya
pluralisme
di
Indonesia
sepeninggal Gus Dur. Kompas memilih pernyataan Hamengku Buwono X ini untuk mendukung beritanya karena juga ingin menunjukkan betapa pentingnya sosok seorang Gus Dur sebagai tokoh pluralisme dan belum ada yang mampu menggantikan posisi Gus Dur.
c.2. Maksud Pada kalimat di bawah ini dituliskan secara eksplisit tentang persetujuan Amien Rais mengenai anugerah pahlawan nasional untuk Gus Dur. Meskipun menilai KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai tokoh kontroversial, mantan Ketua Mejelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais sangat setuju apabila Gus Dur dianugerahi gelar pahlawan nasional. Amien Rais menilai Gus Dur adalah ikon pluralisme.
Kalimat
tersebut
menyatakan
dukungannya
terhadap
rencana penganugerahan gelar pahlawan nasional kepada Gus Dur. Menurut penulis, kalimat tersebut sengaja dituliskan wartawan Kompas untuk menunjukkan sikap wartawan yang juga bermaksud mendukung penganugerahan gelar pahlawan tersebut, namun hal itu tidak terungkap secara eksplisit, hanya
terwakili dari pernyataan-
pernyataan yang dikutip wartawan dalam berita tersebut.
c.3. Praanggapan Praanggapan dalam berita ini bisa dilihat dalam kalimat berikut “Penetapan Gus Dur sebagai pahlawan nasional tidak saja akan merayakan pluralisme, tetapi juga akan melahirkan pahlawanpahlawan baru yang menjunjung pluralisme” kata Garin. Dapatlah dilihat dari kalimat tersebut, Kompas memilih mengutip
pendapat
Garin
Nugroho
karena
wartawan
ingin
menunjukkan betapa pentingnya penetapan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Meskipun penetapan tersebut belum terlaksana, namun sudah ada keyakinan bahwa dengan adanya penetapan Gus Dur sebagai pahlawan nasional akan memberikan dampak yang luar biasa, khususnya terhadap perkembangan pluralisme di Indonesia.
d. Sintaksis d.1. Koherensi
Dalam berita kedua ini koherensi yang digunakan dapat dilihat dalam paragraf di bawah ini : “Kita
kehilangan
mengidealisasikan
tokoh tidak
besar
hanya
yang
demokrasi,
selama tetapi
ini juga
pluralisme,” kata dia.
Dari paragraf di atas, wartawan menampilkan hubungan koherensi kondisional. Wartawan menuliskan anak kalimat sebagai penjelas dengan kata hubung (konjungsi) “yang”. Sebagai penjelas, anak kalimat tersebut sangat mempengaruhi arti kalimat. Kalimat tersebut memberikan penjelasan yang lebih mendalam dibandingkan kalimat yang induknya. Dengan adanya anak kalimat tersebut lebih menjelaskan tokoh besar seperti apa yang dimaksud, yaitu tokoh besar yang tidak hanya mengidealisasikan demokrasi tetapi juga pluralisme.
d.2. Kata Ganti Berita kedua tentang Gus Dur, wartawan menggunakan beberapa kata ganti seperti yang ada di bawah ini : “Kita kehilangan orang besar yang selama ini mengidealisasikan tidak hanya demokrasi, tetapi juga pluralisme,” kata Sultan Hamengku Buwono X. Kata ganti yang dipakai pada kalimat tersebut adalah „kita‟. Pemakaian kata ganti „kita‟ menciptakan komunitas antara
wartawan dengan para pembacanya. Pemakaian kata ganti „kita‟ menciptakan perasaan bersama si antara wartawan dan khalayak. Dalam paragraf di atas, wartawan menuliskan pernyataan Hamengku Buwono X yang menyebut Gus Dur dengan kata ganti “orang besar”. Menurut penulis, wartawan menuliskan pernyataan Hamengku Buwono dengan kutipan langsung agar terhidar dari klaim sepihak dari wartawan yang sebenarnya setuju dengan pernyataan tersebut.
d.3. Bentuk Kalimat Bentuk kalimat yang dipakai ketika menampilkan berita ini adalah sebagai berikut : Mantan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais sangat setuju apabila Gus Dur dianugerahi gelar pahlawan nasional Dalam kalimat tersebut, wartawan menggunakan struktur kalimat pasif, yang menjadikan seseorang sebagai objeknya. Dapat disimak bahwa yang menjadi objek adalah Gus Dur. Hal ini ditandai dengan penggunaan kata pasif “dianugerahi”. Sedangkan
pada
kalimat
di
bawah
ini
wartawan
menggunakan struktur kalimat aktif dalam penulisannya. Pada struktur kalimat aktif, seseorang menjadi subjeknya. Terlihat bahwa yang menjadi subjek dalam kalimat di bawah adalah Ketua Asosiasi
Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi. Wartawan menuliskan subjek yang dimaksud dalam berita ini secara eksplisit. Kalimat aktif di bawah ini ditandai dengan adanya kata bersifat aktif yaitu “memberikan”. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi juga memberikan dukungannya agar Gus Dur menjadi pahlawan nasional.
e. Stilistik e.1. Leksikon Perhatikan paragraf di bawah ini : Meskipun menilai KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sebagai tokoh kontroversial, mantan Ketua Mejelis Permusyawaratan Rakyat Amien Rais sangat setuju apabila Gus Dur dianugerahi gelar pahlawan nasional. Amien Rais menilai Gus Dur adalah ikon pluralisme. Kata yang digunakan wartawan dalam menampilkan berita ini adalah menulis dengan kata kontroversial. Wartawan memilih menggunakan kata kontroversial untuk mengungkapkan maksud kalimat yaitu menimbulkan banyak pro dan kontra.
f. Retoris f.1. Grafis Pada penulisan judul berita kedua, Kompas menuliskan kata PAHLAWAN di atas judul berita.
Ini menunjukkan bahwa berita tersebut seputar berita kepahlawanan. Judul berita ini menggunakan petikan kalimat seseorang, “Amien Rais : Gus Dur Ikon Pluralisme”. Kata
pahlawan
dan
pluralisme
yang
ditonjolkan
menunjukkan pemberitaan bahwa Gus Dur adalah pahlawan pluralisme.
f.2. Ekspresi Di berita kedua ini, wartawan kembali mengungkapkan ekspresinya hanya lewat petikan-petikan pernyataan narasumber yang mendukung pemberian gelar pahlawan terhadapa Gus Dur. Seperti pernyataan yang ditulis wartawan di bawah ini : Budayawan Garin Nugroho juga mengatakan, pada era ini pluralisme adalah isu yang sangat penting. Anarkisme terhadap minoritas dan agama akan tetap menjadi gejala yang dominan di masa depan. “Penetapan Gus Dur sebagai pahlawan nasional tidak saja akan merayakan pluralisme, tetapi juga akan melahirkan pahlawan-pahlawan baru yang menjunjung pluralisme,” kata Garin. Ekspresi yang digambarkan wartawan Kompas adalah ekspresi persetujuan terhadap pemberian gelar pahlawan terhadap Gus Dur. Hal ini dapat dilihat dari semua pernyataan yang ditampilkan adalah pernyataan dukungan terhadap hal tersebut.
f.3. Metafora
Penggunaan metafora dalam berita kedua
dapat dilihat
dalam paragraf berikut. Penetapan Gus Dur sebagai pahlawan nasional tidak saja akan merayakan pluralisme, tetapi juga akan melahirkan pahlawanpahlawan baru yang menjunjung pluralisme
Wartawan menggunakan kata merayakan dalam berita ini. Ungkapan merayakan biasanya digunakan untuk sebuah pesta atau perayaan kebahagiaan. Wartawan menggunakan kata ini dalam berita kedua menunjukkan bahwa pemberian gelar pahlawan kepada Gus Dur akan memberikan sebuah
kebahagiaan besar yang patut
dirayakan..
2.2. Analisis Kognisi Sosial Pada berita kedua yang berjudul Amien Rais : Gus Dur Ikon Pluralisme ini, wartawan Kompas menggunakan judul petikan pernyataan seorang tokoh. Wartawan memulai berita dengan menuliskan pendapat Amien Rais yang mendukung dianugerahinya Gus Dur gelar pahlawan nasional. meletakkan pendapat ini di awal beritanya untuk mendukung judul yang ditampilkan. Penggunaan petikan kalimat Amien Rais sebagai judul berita menjadi suatu hal yang menarik. Ini dikarenakan Amien Rais dan Gus Dur merupakan kubu yang berbeda dalam wilayah
kepartaian dan politik. Apalagi setelah Amien Rais yang pada waktu itu menjabat sebagai Ketua MPR RI memberhentikan Gus Dur dari jabatannya sebagai presiden., hubungan mereka menjadi semakin renggang. Wartawan Kompas berani menampilkan pernyataan Amien Rais sebagai judul menunjukkan bahwa wartawan ingin mengungkapkan betapa pentingnya sosok seorang Gus Dur hingga tokoh yang menjadi lawan politiknya pun memberikan dukungan untuk pemberian gelar pahlawan kepada Gus Dur.
3. Berita ketiga pada Hari Sabtu, 02 Januari 2010, dengan judul : Belasungkawa dari LN Gus Dur Dinilai sebagai Pejuang Besar Kemanusiaan 3.1. Analisis Teks a. Tematik Dalam pemberitaan ini, tema yang diambil oleh Kompas adalah mengenai belasungkawa untuk Gus Dur yang datang dari Luar Negeri. Lead berita tersebut adalah sebagai berikut : Ucapan belasungkawa terus mengalir dari negara-negara sahabat atas kepergian Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid. Wahid akan dikenang sebagai pejuang demokrasi, pembela kaum minoritas, dan berperan penting dalam reformasi menuju demokrasi modern di Indonesia. Tema yang diangkat dalam berita ketiga ini adalah tentang belasungkawa untuk Gus Dur yang datang dari negara-negara sahabat dan tokoh-tokoh penting dari luar negeri.
b. Skemantik Alur berita ketiga ini, diawali dengan pernyataan Perdana Menteri Australia Kevin Rudd atas nama pemerintah dan rakyat Australia yang menyampaikan dukasita yang tulus atas kepergian Wahid. Paragraf
selanjutnya,
wartawan
menuliskan
tentang
hubungan Gus Dur dengan Australia. Kunjungan Gus Dur pada tahun 2001 ke Australia menjadi kunjungan yang bersejarah karena menjadi kunjungan yang perama kali dilakukan oleh Presiden Indonesia sejak tahun 1975, kunjungan ini menjadi landasan positif bagi hubungan Indonesia-Australia. Selanjutnya, dituliskan pendapat Rudd tentang sosok Gus Dur yang sangat dikagumi tak hanya di Indonesia, tetapi juga oleh banyak warga Australia. Pada
paragraf
selanjutnya
juga
dituliskan
ucapan
belasungkawa dari Duta Besar Amerika Serikat Cemeron R Hume yang menyatakan bahwa Indonesia dan para sahabatnya, baik di AS maupun sahaba lainnya di seluruh dunia, telah kehilangan seorang pemimpin yang inspiratif dan pejuang besar kemanusiaan. Hume juga menegaskan bahwa Wahid memiliki banyak pengagum di AS dan akan selalu dikenang atas kelembutan hati, toleransi serta penghormatannya terhadap keadilan dan HAM, serta komitmen yang kuat terhadap demokrasi.
Paragraf selanjutnya menampilkan ungkapan belasungkawa dari Presiden Republik Rakyat Cina Hu Jintao. Menurut Hu Jintao, Wahid memberikan sumbangan penting dalam hubungan China dan Indonesia. Ucapan duka cita juga dinyatakan oleh Perdana Menteri Jepang Yukio Hatoyama melalui Presiden Yudhoyono. Hatoyama atas nama pemerintah dan rakyat Jepang menyampaikan penghormatan setingi-tingginya atas jasa-jasanya KH. Abdurrahman Wahid. Selanjutnya wartawan memunculkan ungkapan duka cita dari lima orang petinggi negara Singapura, Presiden Singapura SR Nathan, Perdana Menteri Lee Hsin Loong, Menteri Senior Goh Chok Tong, Mentor Menteri Lee Kuan Yew, dan Menteri George Yeo yang menulis surat dukacita kepada Shinta Nuriyah Wahid. Di akhir berita dituliskan ungkapan Lee Hsin Loong selaku Perdana Menteri Singapura yang mengenang Wahid sebagai penegak Islam moderat dan pembela kaum minoritas. Lee Kuan Yewe juga mengenang Wahid sebagai tokoh terkemuka Islam pada zamannya.
c. Semantik c.1. Latar Latar
yang
digunakan
wartawan
Kompas
dalam
pemberitaan belasungkawa dari luar negeri adalah paragraf berikut. Ucapan belasungkawa terus mengalir dari negara-negara sahabat atas kepergian Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman
Wahid. Wahid akan dikenang sebagai pejuang demokrasi, pembela kaum minoritas, dan berperan penting dalam reformasi menuju demokrasi modern di Indonesia. Dari paragraf di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa menurut wartawan Kompas, KH Abdurrahman Wahid akan dikenang sebagai pejuang demokrasi, pembela kaum minoritas, dan seseorang yang berperan penting dalam reformasi menuju demokrasi modern di Indonesia.
c.3. Maksud Maksud yang dituliskan wartawan untuk mendukung gagasannya tentang belasungkawa dari LN yang menilai Gus Dur sebagai pejuang besar kemanusiaan dapat dilihat di paragraf berikut ini : “Lee Hsien Loong menyatakan, Wahid akan dikenang sebagai penegak Islam moderat dan pembela kaum minoritas. Bahkan, ketika sudah tidak menjadi presiden pun Wahid masih terus menyuarakan toleransi dan antiekstremisme.” Secara eksplisit dan jelas, wartawan Kompas menuliskan bahwa menurut Lee Hsin Loong, Abdurrahman Wahid akan dikenang sebagai penegak Islam moderat dan pembela kaum minoritas.
Untuk
mendukung
pemberitaannya
dengan
menggunakan pernyataan-pernyataan yang sesuai dengan maksud wartawan, dalam hal ini adalah pernyataan yang menunjukkan
bahwa banyak tokoh-tokoh luar negeri yang kagum akan sosok Gus Dur. c.4.Praanggapan Praanggapan ini merupakan fakta yang belum terbukti kebenarannya, tetapi dijadikan dasar untuk mendukung gagasan tertentu. Adapun kalimat yang ditulis sebagai berikut : Ucapan belasungkawa terus mengalir dari negara-negara sahabat atas kepergian Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid. Wahid akan dikenang sebagai pejuang demokrasi, pembela kaum minoritas, dan berperan penting dalam reformasi menuju demokrasi modern di Indonesia.
Dalam paragraf di atas, wartawan Kompas menuliskan anggapan yang menyatakan Wahid atau Gus Dur akan dikenang sebagai pejuang demokrasi, pembela kaum minoritas, dan berperan penting dalam reformasi menuju demokrasi modern di Indonesia. Meskipun berupa anggapan, namun hal ini menunjukkan sikap wartawan Kompas terhadap Gus Dur karena kalimat dalam paragraf di atas bukan merupakan petikan dari pernyataan narasumber.
d. Sintaksis d.1. Koherensi Pada berita ketiga ini, ada koherensi dan pertautan antara paragraf satu dengan paragraf yang lain. Hal ini bisa dilihat dari
pertautan tiap paragraf yang merupakan pernyataan bela sungkawa dari tokoh berbagai negara. Perhatikan paragraf berikut :
Presiden Republik Rakyat China Hu Jintao, Kamis (31/12), menyampaikan surat belasungkawa kepada Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono atas wafatnya KH. Abdurrahman Wahid. Menurut Hu Jintao, Wahid memberikan sumbangan penting dalam hubungan China dan Indonesia. Paragraf tersebut mempunyai koherensi dengan paragraf selanjutnya yang juga menyatakan ungkapan bela sungkawa dari negara sahabat. Perhatikan paragraf berikut : Ucapan dukacita juga dinyatakan Perdana Menteri Jepang Yukio Hatoyama melalui Presiden Yudhoyono. Wahid dianggap sebagai pemimpin yang memiliki jiwa besar dan telah mendorong proses reformasi di Indonesia, antara lain di bidang politik, pendidikan, kebudayaan sosial, serta telah berjasa dalam meningkatkan hubungan persahabatan antara Jepang dan Indonesia.
d.2. Kata Ganti Pada berita ketiga yang berjudul Bela Sungkawa dari LN ini wartawan menggunakan kata ganti Wahid untuk menyebutkan nama Gus Dur. Perhatikan paragraf berikut : Perdana Menteri Australia Kevin Rudd atas nama pemerintah dan rakyat Australia menyampaikan dukacita yang tulus atas kepergian Wahid. Wahid dinilai berperan dalam melaksanakan reformasi penting bagi demokrasi modern di Indonesia. Ia juga merupakan pemimpin Islam moderat yang kukuh terhadap toleransi etnis dan keagamaan. Pada kalimat tersebut, wartawan menggunakan kata ganti ‟Wahid‟ untuk menyebut Gus Dur, penulis berpendapat bahwa
wartawan menyebut „Wahid‟ dikarenakan untuk menyelaraskan pemberitaan seputar belasungkawa dari luar negeri, karena di luar negeri saat menyebut nama seseorang biasanya disebutkan nama belakangnya, bukan nama depannya.
d.3. Bentuk Kalimat Dalam kalimat di bawah ini, wartawan menggunakan struktur kalimat pasif. Dari kalimat tersebut, Wahid menjadi objeknya. Wartawan menyampaikan Wahid sebagai objek secara eksplisit dengan menempatkannya di depan. Penggunaan kalimat pasif ditunjukkan dari penggunaan kata „dikenang‟ dalam kalimat. Wahid akan dikenang sebagai pejuang demokrasi, pembela kaum minoritas, dan berperan penting dalam reformasi menuju demokrasi modern di Indonesia Sedangkan
pada
kalimat
di
bawah
ini,
wartawan
menuliskannya dengan struktur aktif dengan penggunaan kata aktif „menyampaikan‟. Struktur kalimat aktif menempatkan subjek di awal kalimat. Adapun subjek yang dimaksud pada kalimat di bawah adalah Perdana Menteri Australia Kevin Rudd atas nama pemerintah dan rakyat australia. Perdana Menteri Australia Kevin Rudd atas nama pemerintah dan rakyat Australia menyampaikan dukacita yang tulus atas kepergian Wahid.
e. Stilistik e.1. Leksikon
Kata yang ditampilkan dan dipilih oleh wartawan dalam berita ketiga adalah „toleransi‟ dan „antiekstremisme‟ yang bisa dilihat dalam kalimat berikut, “Bahkan, ketika sudah tidak menjadi presiden pun Wahid masih terus menyuarakan toleransi dan antiekstremisme.” Dalam pemberitaan ini, wartawan memilih kata toleransi. Arti yang sepadan dengan kata tersebut adalah penghormatan beda agama. Sedangkan antiekstremisme mempunyai arti tidak ekstrim atau berpikiran terbuka, moderat. Dari pemilihan kata tersebut, Wartawan terlihat ingin menunjukkan sikap-sikap Wahid yaitu sikap toleransi dan antiekstremisme.
f. Retoris f.1. Grafis Pemberian judul Belasungkawa dari LN yang menggunakan font huruf lebih besar dan dicetak tebal daripada judul kedua, „Gus Dur Dinilai sebagai Pejuang Besar Kemanusiaan‟ menunjukkan bahwa wartawan lebih ingin mengedepankan reaksi dunia atau luar negeri atas wafatnya Abdurrahman Wahid dalam berita tersebut. Di samping kiri berita dengan judul „Belasungkawa dari LN‟ ditampilkan pula foto seorang wanita tionghoa yang sedang menangis dan tiga orang lelaki tionghoa di belakangnya sedang berdo‟a. Caption foto tersebut adalah “ Komunitas masyarakat
Tionghoa Kota Semarang turut mendoakan kepergian mantan Presiden KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di Klenteng Tay Kak Sie, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (31/12). Warga Tionghoa tersebut mengenang sosok Gus Dur sebagai tokoh yang membuka kebebasan dalam kebudayaan mereka yang sempat terpasung selama puluhan tahun”. Foto tersebut sama sekali tidak berkaitan dengan berita di sampingnya. Namun, dengan ditampilkannya foto tersebut di samping berita tentang belasungkawa dari luar negeri menunjukkan bahwa Kompas ingin menunjukkan bahwa Gus Dur adalah sosok yang penting bagi berbagai kalangan, tidak hanya bagi para tokoh dari negara sahabat, tetapi juga bagi para kaum minoritas Tionghoa di Indonesia.
f.2. Ekspresi Berita ketiga adalah berita mengenai belasungkawa yang datang dari luar negeri. Ekspresi Kompas dalam berita ini sangat terlihat dari penulisan lead yang mengungkapkan secara langsung pandangan wartawan terhadap Gus Dur tanpa menggunakan kutipan pernyataan dari narasumber. Lead tersebut sebagai berikut Ucapan belasungkawa terus mengalir dari negara-negara sahabat atas kepergian Presiden RI ke-4 KH. Abdurrahman Wahid. Wahid akan dikenang sebagai pejuang demokrasi, pembela kaum minoritas, dan berperan penting dalam reformasi menuju demokrasi modern di Indonesia.
Dari paragraf lead tersebut bisa dilihat ekspresi wartawan Kompas yang menyatakan secara lugas bahwa Gus Dur adalah pejuang demokrasi, pembela kaum minoritas, dan berperan penting dalam reformasi menuju demokrasi modern di Indonesia.
f.3. Metafora Pada berita yang berjudul Belasungkawa dari LN, Gus Dur Dinilai sebagai Pejuang Besar Kemanusiaan. Wartawan menggunakan kata pejuang dan pembela dalam berita ketiga ini. Ucapan belasungkawa terus mengalir dari negara-negara sahabat atas kepergian Presiden RI ke-4 KH. Abdurrahman Wahid. Wahid akan dikenang sebagai pejuang demokrasi, pembela kaum minoritas, dan berperan penting dalam reformasi menuju demokrasi modern di Indonesia. Wartawan menggunakan kata pejuang dan pembela dalam berita ini sehingga memberikan pemahaman bagi pembaca bahwa Gus Dur adalah seorang pahlawan yang berjuang dan membela kaum minoritas
3.2. Analisis Kognisi Sosial Hal serupa kembali ditunjukkan wartawan Kompas ketika menuliskan berita yang berjudul Belasungkawa dari LN, Gus Dur Dinilai sebagai Pejuang Besar Kemanusiaan. Wartawan kembali menuliskan pernyataan dari narasumber yang memberikan kesan positif terhadap Abdurrahman Wahid.
Wartawan
juga
menunjukkan
sikapnya
dan
pemahamannya tentang Gus Dur bahwa ia adalah seorang pejuang demokrasi, pembela kaum minoritas, dan seseorang yang punya banyak sahabat yang begitu kagum akan sosok Gus Dur. Hal ini ditunjukkan oleh wartawan dengan menampilkan pernyataanpernyataan positif dari tokoh-tokoh negara sahabat yang banyak menyanjung dan mengagumi perjuangan Gus Dur semasa hidup.
4. Berita keempat pada Minggu, 03 Januari 2010, dengan judul : Doa Umat Lintas Agama untuk Gus Dur 4.1. Analisis Teks a. Tematik Wartawan Kompas memberi judul “Doa Umat Lintas Agama untuk Gus Dur”. Dalam berita tersebut memberitakan tentang acara doa bersama berbagai umat beragama untuk Gus Dur. Lead yang ditulis adalah : Ratusan orang lintas agama dan suku bangsa bersetia melantunkan doa buat KH abdurrahman Wahid atau Gus Dur di tengah rinai hujan di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu (2/1) malam. Selain berdoa, mereka juga menyatakan tekad untuk meneruskan semangat pluralisme yang diwariskan Gus Dur. Kesimpulan yang dapat ditarik dari tema berita kali ini adalah acara doa bersama yang digelar umat lintas agama untuk Gus Dur.
b. Skematik
Alur berita keempat Kompas tentang wafatnya KH. Abdurrahman Wahid diawali dengan paragraf yang menyebutkan gelaran acara doa bersama untuk Gus Dur yang dilakukan oleh umat lintas agama. Pada paragraf selanjutnya wartawan menuliskan beberapa tokoh lintas agama yang hadir dalam acara “Sejuta Lilin Duka Lintas Iman untuk Gus Dur” tersebut. Tokoh-tokoh tersebut menyampaikan pikiran dan pengalaman mereka selama mengenal Gus Dur. Dalam paragraf berikutnya dituliskan pernyataan Inayah Wahid, putri bungsu Gus Dur tentang acara yang digelar untuk ayahnya. Inayah menyatakan jika ia sangat terharu karena begitu banyak orang yang mencintai ayahnya. Mewakili keluarga, Inayah juga menyampaikan ucapan terima kasih atas besarnya dukungan masyarakat, dan dia juga mengharapkan bahwa perjuangan ayahnya untuk kemanusiaan harus diteruskan. Pada pertengahan berita, wartawan menuliskan sub judul “Pejuang Pluralisme”. Wartawan selanjutnya juga menuliskan bahwa kesan yang paling kuat yang disampika para tokoh itu adalah sosok Gus dur sebagai pejuang pluralisme, demokrasi, dan kemanusiaan. Kemudian
pada
paragraf
selanjutnya,
Kompas
menampilkan pendapat Djohan Effendi yang menyatakan bahwa Gus Dur layak menjadi pahlawan nasional. Todung Mulya Lubis juga
menyebutkan jika Gus Dur sebagai tokoh gerakan sosial di Indonesia. Todung juga mengatakan bahwa Gus Dur sebagai presiden pernah dengan besar hati meminta maaf kepada korban dan keluarga korban pembunuhan massal tahun 1965 dan 1966, juga kepada korban kekerasan di Timor Timur hingga Aceh. Dituliskan juga pendapat Pendeta Albertus Pati yang menyatakan jika ia sangat setuju dengan pandangan Gus Dur membela perdamaian dan minoritas. Di pertengahan berita selain sub judul “Pejuang Pluralisme”, wartawan Kompas juga menuliskan sub judul “Cahaya” yang mana di paragraf selanjutnya dituliskan tentang aksi penyalaan lilin dalam acara serupa yang berlangsung di Tugu Muda Kota Semarang sebagai lambang bahwa Gus Dur selama ini menjadi cahaya di tengah kegelapan bangsa. Paragraf selanjutnya juga menyebutkan jika acara malam itu selain mengenang Gus Dur, juga mengenang wafatnya ekonom Frans Seda. Disebutkan Frans Seda dan Gus Dur memiliki komitmen yang sama, yaitu berjuang untuk keadilan. Pada akhir berita wartawan menuliskan tentang Franky Sahilatua menyanyikan lagu yang diciptakan khusus untuk KH Abdurrahman Wahid berjudul “Gus” pada acara “Kongkow Bareng Gus Dur : Spesial”. Lagu tersebut menceritakan tentang sosok pemimpin dan
sahabat
panembahannya”
yang
mengembalikan
makna
“cinta
kepada
c. Semantik c.1. Latar Latar
yang
diambil
Kompas
untuk
mendukung
pemberitaannya mengenai Doa Umat Lintas Agama untuk Gus Dur bisa dilihat pada paragraf berikut : Kesan yang paling kuat yang disampaikan para tokoh itu adalah sosok Gus Dur sebagai pejuang pluralisme, demokrasi, dan kemanusiaan. Selain itu, Gus Dur juga dikenang sebagai sosok yang punya pendirian yang keras dan berani melawan terhadap kezaliman, sekalipun itu harus melawan mainstream. Dalam paragraf di atas, Kompas memberikan latar pandangan tokoh-tokoh lintas agama dalam acara do‟a bersama tersebut dan alasan mereka kenapa mengadakan doa bersama untuk Gus Dur.
c.2. Maksud Pada berita keempat ini, wartawan menuliskan secara eksplisit maksudnya. Hal ini bisa dilihat dalam paragraf kelima sebagai berikut : Kesan yang paling kuat yang disampaikan para tokoh itu adalah sosok Gus Dur sebagai pejuang pluralisme, demokrasi, dan kemanusiaan. Selain itu, Gus Dur juga dikenang sebagai sosok yang punya pendirian yang keras dan berani melawan terhadap kezaliman, sekalipun itu harus melawan mainstream.
Kalimat tersebut menyatakan secara jelas maksud wartawan dalam pemberitaannya di berita keempat ini yaitu tentang sosok Gus Dur di mata para tokoh sebagai pejuang pluralisme, demokrasi, kemanusiaan juga sebagai sosok yang punya pendirian keras dan berani melawan terhadap kezaliman.
c.3. Praanggapan Praanggapan dalam berita ini bisa dilihat dalam kalimat berikut “....Integritas yang dia miliki layak dan boleh dicontoh kita semua. Rakyat Indonesia apa pun agama dan suku bangsanya mendoakan anda, Gus” kata Albetus.
Dapat dilihat dari kalimat tersebut, Kompas mengutip pendapat Pendeta Albertus yang menyatakan bahwa rakyat Indonesia apa pun agama dan suku bangsanya mendokan Gus Dur. Ini masih anggapan bahwa apa pun agama dan suku bangsa mendoakan Gus Dur, meskipun belum diketahui kebenarannya, namun hal ini bisa diterima karena menjadi praanggapan yang masuk akal dan logis sehingga tidak dipertanyakan kebenarannya.
d. Sintaksis d.1. Koherensi
Pada berita keempat ini, wartawan kembali menampilkan hubungan koherensi kondisional, seperti yang bisa dilihat dalam kalimat berikut Sementara Ulil Abshar Abdalla mengenang Gus Dur sebagai sosok demokrasi yang telah membangun kehidupan antar beragama di Indonesia Wartawan menuliskan anak kalimat sebagai penjelas dengan kata hubung (konjungsi) “yang”. Anak kalimat dalam kalimat di atas adalah „telah membangun kehidupan antar beragama di Indonesia. Anak kalimat di sini berfungsi untuk menjelaskan lebih mendetail kalimat induk di depannya. Pada berita keempat ini, wartawan tidak hanya menggunakan
koherensi
kondisional
saja,
wartawan
juga
menggunakan koherensi penghubung sebab akibat yang bisa dilihat dalam kalimat berikut : “Gus Dur sejak awal 1990-an mendengungkan demokrasi dan korban terbesar dari perjuangannya adalah NU.” Penggunaan konjungsi “dan” menjadi penghubung dua fakta yang berbeda. Proposisi “Gus Dur sejak awal 1990-an mendengungkan
demokrasi”
dan
“korban
terbesar
dari
perjuangannya adalah NU” adalah dua fakta yang berlainan. Dua buah kalimat itu menjadi berhubungan sebab akibat ketika ia dihubungkan dengan kata hubung “mengakibatkan” sehingga kalimatnya menjadi “Gus Dur sejak awal 1990-an
mendengungkan demokrasi mengakibatkan korban terbesar dari perjuangannya adalah NU.
d.2. Kata Ganti Kata ganti yang dipakai pada berita keempat ini adalah „dia‟ dan „anda‟ saat menyebutkan sosok Gus Dur dalam kalimat langsung, seperti yang tertulis dalam pernyataan berikut. Prinsip itu dirasakan betul oleh Romo Beni dan Pendeta Albertus Pati. “Saya pendeta, tetapi merasa sebagai anak ideologi Gus Dur. Artinya, saya sangat setuju dengan pandangan dia karena dia membela perdamaian dan minoritas. Integritas yang dia miliki layak dan boleh disontoh kita semua. Rakyat Indonesia apa pun agama dan suku bangsanya mendoakan Anda, Gus,” kata Albertus Kata
ganti
„dia‟
digunakan
dalam
kalimat
ini
menjadikan subjek Gus Dur sebagai orang ketiga dalam percakapan, sedangkan kata ganti „anda‟ di akhir kalimat menunjukkan seolah-olah Pendeta Albertus berhadapan langsung dengan Gus Dur, di sini terlihat bahwa wartawan ingin mengungkapkan kedekatan Pendeta Albertus dengan Gus Dur dengan penggunaan kata „anda‟ seolah-olah Gus Dur ada di hadapan Pendeta Albertus.
d.3. Bentuk Kalimat
Bentuk kalimat yang dipakai ketika menampilkan berita keempat ini adalah sebagai berikut : Beberapa tokoh menyampaikan pikiran dan pengalaman mereka selama mengenal Gus Dur dalam acara yang diberi tajuk “Sejuta Lilin Duka Lintas Iman untuk Gus Dur”. Para tokoh itu diantaranya Ulil Abshar Abdalla, Djohan Efendi, Pendeta Albertus Pati, Romo Beni Susetya, BM Billah, Todung Mulya Lubis, Syafii Anwar, dan Sudhamek. Dalam kalimat tersebut, wartawan menggunakan struktur kalimat aktif dalam penulisannya. Pada struktur kalimat aktif, seseorang menjadi subjeknya. Terlihat bahwa yang menjadi subjek dalam kalimat di bawah adalah Beberapa tokoh, yang kemudian dijelaskan di akhir paragraf siapa saja tokoh-tokoh tersebut. Di awal wartawan menuliskan subjek secara implisit, namun kemudian di akhir paragfar dijelaskan secara eksplisit.
e. Stilistik e.1. Leksikon Pada berita keempat ini, pemilihan kata yang digunakan wartawan terdapat dalam paragraf di bawah ini : Ratusan orang lintas agama dan suku bangsa bersetia melantunkan doa buat KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur di tengah rinai hujan di Tugu Proklamasi, Jakarta, Sabtu (2/1) malam. Selain berdoa, mereka juga menyatakan tekad untuk meneruskan semangat pluralisme yang diwariskan Gus Dur. Kata yang digunakan wartawan dalam menampilkan berita ini adalah menulis dengan kata bersetia. Makna yang sepadan adalah dengan setia, terus menerus. Dari pemilihan kata
tersebut terlihat bahwa wartawan ingin menunjukkan bahwa orangorang yang mencintai Gus Dur begitu setia melantunkan do‟a untuknya. Kata setia mempunyai efek yang lebih mendalam dibandingkan penggunaan kata terus-menerus.
f. Retoris f.1. Grafis Pada penulisan judul berita ini, Kompas menuliskan judul Doa Lintas Agama untuk Gus Dur. Ini menunjukkan bahwa berita tersebut seputar doa berbagai agama untuk Gus Dur. Penggunaan sub judul „Pejuang Pluralisme‟, „Cahaya‟, „Lagu buat Gus Dur‟ dengan font tebal menunjukkan arti penting seorang Gus Dur bagi para pengagumnya, seorang pejuang pluralisme dan cahaya untuk mereka. Pada berita keempat ini juga ditampilkan foto umat lintas agama yang berdoa sambil memegang lilin di tengah rinai hujan, ini terlihat dari objek dalam foto yang memegang payung dengan tangan kanannya dan lilin dengan tangan kirinya. Angle foto yang menunjukkan seorang memegang payung dan lilin menunjukkan jika wartawan ingin memberikan pandangan kepada pembaca begitu setianya pengagum Gus Dur, meskipun di tengah hujan, mereka tetap melanjutkan do‟a untuk Gus Dur.
f.2. Ekspresi Ekspresi yang digambarkan wartawan Kompas adalah dengan menampilkan aksi ratusan orang lintas agama dan suku bangsa yang tetap berdoa untuk Gus Dur meskipun berada di tengah rinai hujan, baik itu lewat kalimat dalam berita maupun lewat foto. Ekspresi ini sekaligus menunjukkan jika wartawan setuju dengan aksi yang dilakukan oleh para pengagum Gus Dur.
f.3. Metafora Wartawan menggunakan kalimat dalam bahasa arab rahmatan lil alamin dalam berita ini, seperti yang ada dalam paragraf berikut BM Billah menyebutkan, salah satu sumbangan terbesar Gus Dur adalah meletakkan fondasi Islam sebagai rahmatan lil alamin atau rahmat bagi alam, khususnya di Indonesia. Dengan prinsip itu, Gus Dur membawa umat Islam untuk menghormati secara tulus dan dalam iman terhadap umat agama lain. “Sehingga yang lain merasa aman dan dihormati,” katanya. Dalam sebuah berita, wartawan akan menggunakan kepercayaan
masyarakat,
ungkapan
sehari-hari,
peribahasa,
pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci-yang semuanya dipakai untuk memperkuat pesan utama.
Penggunaan ungkapan tersebut yang mempunyai arti rahmat untuk seluruh alam menjadi penguat berita bahwa Gus Dur milik semua golongan bukan milik golongan tertentu saja.
4.2. Analisis Kognisi Sosial Pada berita keempat yang berjudul Doa Umat Lintas Agama untuk Gus Dur wartawan memulai berita dengan deskripsi acara doa umat lintas agama tersebut. Wartawan
Kompas
menampilkan
pendapat-pendapat
tentang Gus Dur dari beberapa tokoh lintas agama. Tak hanya dari Islam, namun juga dituliskan pernyataan dari umat kristiani. Ini dilihat dari tiga pernyataan dari lima pernyataan tokoh lintas agama adalah dari tokoh non islam, yaitu Pendeta Albertus Pati, Romo Aloysius Budi Purnomo, dan Pandita Henry Basuki. Dua pendapat diantaranya dituliskan dengan kalimat langsung yang memperlihatkan penjelasan secara eksplisit. Dari penulisan petikan-petikan wawancara umat lintas agama tersebut bisa diketahui pemahaman wartawan tentang Gus Dur sebagai sosok yang dekat dengan umat lintas agama lain.
5. Berita kelima pada Hari Senin, 04 Januari 2010 dengan judul : F-PKB Surati Presiden PDI-P dan Partai Demokrat Dukung Gus Dur sebagai Pahlawan 5.1. Analisis Teks a. Tematik Lead berita yang kelima berjudul F-PKB Surati Presiden, PDI-P dan Partai Demokrat Dukung Gus Dur sebagai Pahlawan. Ilegal, Lead pada berita ini adalah : Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (4/1) ini, akan mengirim surat resmi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengajukan permohonan pengangkatan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Tema yang dituliskan pada pemberitaan ini adalah mengenai Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa di DPR yang mengirim surat kepada Presiden mengenai permohonan pengangkatan Gus Dur sebagai pahlawan nasional.
b. Skematik Di awal penulisan berita dengan judul F-PKB Surati Presiden, PDI-P dan Partai Demokrat Dukung Gus Dur sebagai Pahlawan ini, wartawan mengemukakan tentang pengajuan surat permohonan pengangkatan KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur kepada Presiden yang akan dilakukan oleh F-PKB. Paragraf selanjutnya wartawan menuliskan pernyataan Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) DPR Marwan Ja‟far
tentang rencana pengajuan surat tersebut, jika sudah ditandatangani oleh Marwan Ja‟far, surat itu akan langsung dikirim ke Sekretariat Negara. Selanjutnya dituliskan kembali oleh wartawan tentang FPKB adalah fraksi di DPR yang pertama kali mengusulkan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Dituliskan pula bahwa langkah konkret ini diambil untuk merespons harapan publik yang kuat, meluas, dan merata di semua lapisan sosial. Pada paragraf ketiga, wartawan menuliskan isi Pasal 1 Ayat (4) Undang-undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Usulan gelar pahlawan tersebut ditujukan kepada presiden melalui Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Paragraf selanjutnya disebutkan bahwa menurut F-PKB DPR, Gus Dur memenuhi syarat umum ataupun khusus yang diatur dalam UU 20/1999. Di pertengahan berita, wartawan menuliskan dukungan yang mengalir untuk pemberian gelar pahlawan nasional kepada Gus Dur, khususnya dari kalangan politisi dan tokoh partai politik. Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan Sekjen PDI-P dalam siaran persnya, secara resmi mendukung dan mendorong penganugerahan pahlawan nasional bagi Gus Dur. Dalam paragraf
selanjutnya wartawan juga menuliskan alasan PDI-P mendorong pemberian gelar pahlawan kepada Gus Dur. Paragraf berikutnya adalah tentang dukungan Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR Anas Urbaningrum. Di paragraf selanjutnya juga dipaparkan tentang dukungan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) untuk memberikan gelar pahlawan kepada Gus Dur. Di akhir berita, wartawan menuliskan pernyataan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat dari PPP Lukman Hakim Saifuddin yang mengatakan bahwa salah satu jasa terbesar Gus Dur bagi bangsa ini adalah perannya dalam memberikan pemahaman yang utuh kepada warga Nahdlatul Ulama, khususnya, dan umat Islam Indonesia, umumnya, tentang keberadaan Pancasila adalah final dalam konteks kehidupan kenegaraan dan kebangsaan.
c. Semantik c.1. Latar Pada pemberitaan ini, latar yang dipakai wartawan terdapat dalam paragraf berikut ini : F-PKB adalah fraksi di DPR yang pertama kali mengusulkan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Langkah konkret ini juga diambil untuk merespons harapan publik yang kuat, meluas, dan merata di semua lapisan sosial. Kompas menuliskan paragraf ini untuk mendukung gagasan berita yang mengambil tema dukungan pemberian gelar pahlawan untuk Gus Dur.
c.2. Maksud Secara eksplisit Kompas menuliskan bahwa Gus Dur memenuhi syarat untuk meneriman gelar pahlawan. Ini tertulis dalam paragraf keempat, yaitu : F-PKB DPR menilai Gus Dur sangat memenuhi syarat umum ataupun khusus yang diatur dalam UU 20/1999. F-PKB juga mendorong pimpinan DPR dan semua fraksi di DPR ataupun kepada semua pihak untuk melakukan langkah serupa. Pada berita ini maksud wartawan untuk mendukung pemberian gelar kepada Gus Dur terlihat jelas, dengan diuraikannya secara eksplisit alasan-alasan dan dasar bahwa Gus Dur berhak mendapatkan gelar pahlawan tersebut.
c.3. Praanggapan Pada
berita
kelima
ini
terdapat
paragraf
yang
menunjukkan bahwa Kompas memberikan premis yang dipercaya kebenarannya untuk mendukung pendapat dalam berita bahwa dukungan yang diberikan sesuai dengan UU 20/1999 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, bisa dilihat dalam paragraf berikut :
F-PKB DPR menilai Gus Dur sangat memenuhi syarat umum ataupun khusus yang diatur dalam UU 20/1999. FPKB juga mendorong pimpinan DPR dan semua fraksi di DPR ataupun kepada semua pihak untuk melakukan langkah serupa.
d. Sintaksis d.1. Koherensi Dalam berita kelima ini, Kompas kembali menggunakan pola hubungan koherensi kondisional ditandai dengan penggunaa kata ‟yang‟. Anak kalimat menjadi cermin kepentingan wartawan untuk dapat memberikan keterangan baik/buruk terhadap suatu pernyataan. F-PKB adalah fraksi di DPR yang pertama kali mengusulkan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Langkah konkret ini juga diambil untuk merespons harapan publik yang kuat, meluas, dan merata di semua lapisan. Dalam paragraf di atas disebutkan jika usulan Gus Dur sebagai pahlawan adalah untuk merespons harapan publik, dengan adanya konjungsi „yang‟ bisa diketahui harapan publik yang dimaksud di induk kalimat adalah harapan publik yang kuat, meluas, dan merata di semua lapisan.
d.2. Kata Ganti Dalam berita kelima, Kompas menggunakan kata ganti „bapak pluralisme dan multikulturalisme‟. Ini terdapat dalam petikan pernyataan Anas Urbaningrum, “Sebagai bapak pluralisme dan multikulturalisme, kepahlawanan Gus Dur amatlah nyata.” Digunakannya
kata
ganti
bapak
pluralisme
dan
multikulturalisme dalam berita ini oleh wartawan Kompas, menunjukkan bahwa wartawan Kompas ingin menyatakan bahwa
Gus Dur adalah bapak atau sosok panutan dalam hal pluralisme dan multikulturalisme.
d.3. Bentuk Kalimat Bentuk kalimat dalam berita kelima ini adalah kalimat aktif, subjek diekspresikan secara eksplisit oleh Kompas. Wartawan memunculkan subjek tersebut untuk mendukung judul yang ada di berita yang menyebutkan bahwa F-PKB Surati Presiden. Bentuk kalimat aktif tersebut bisa dilihat di paragraf berikut F-PKB adalah fraksi di DPR yang pertama kali mengusulkan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Langkah konkret ini juga diambil untuk merespons harapan publik yang kuat, meluas, dan merata di semua lapisan sosial. Sedangkan struktur kalimat pasif dalam paragraf di bawah ini Kompas menuliskan proposisi kalimat yang mendukung usulan Gus Dur sebagai pahlawan, wartawan Kompas menuliskan proposisi berupa penjelasan tentang respons publik. Perhatikan kalimat di bawah : F-PKB adalah fraksi di DPR yang pertama kali mengusulkan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Langkah konkret ini juga diambil untuk merespons harapan publik yang kuat, meluas, dan merata di semua lapisan sosial.
e. Stilistik e.1. Leksikon
Kata yang dipakai Kompas di berita kelima ini untuk menggambarkan dukungan yang datang menggunakan kata mengalir, terdapat dalam kalimat berikut, “Dukungan pun mengalir dari berbagai elemen masyarakat.” Kata tersebut sama artinya dengan datang terus menerus serupa air yang mengalir. f. Retoris f.1. Grafis Berita kelima mengenai wafatnya Gus Dur membicarakan tentang dukungan berbagai pihak untuk menjadikan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Pada berita yang berjudul F-PKB Surati Presiden, PDI-P dan Partai Demokrat Dukung Gus Dur sebagai Pahlawan dituliskan dengan font yang lebih besar pada proposisi pertama judul tersebut. Pemberian judul yang lebih besar daripada berita usulan gelar pahlawan sebelumnya pada Sabtu, 02 Januari 2010 yang berjudul “Amien Rais : Gus Dur Ikon Pluralisme” menunjukkan bahwa wartawan ingin memberitukan kepada khalayak bahwa berita ini berisi tentang langkah konkret usulan tersebut daripada berita sebelumnya yang masih dalam taraf usulan dan wacana.
f.2. Ekspresi Kompas menuliskan ekspresi tentang F-PKB yang mendorong pimpinan DPR dan semua fraksi di DPR ataupun
kepada semua pihak untuk melakukan dukungan pemberian gelar pahlawan kepada Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. F-PKB DPR menilai Gus Dur sangat memenuhi syarat umum ataupun khusus yang diatur dalam UU 20/1999. F-PKB juga mendorong pimpinan DPR dan semua fraksi di DPR ataupun kepada semua pihak untuk melakukan langkah serupa. Penulisan ekspresi secara eksplisit ini menunjukkan ekspresi wartawan Kompas yang juga menyetujui bahwa Gus Dur memenuhi syarat untuk mendapatkan gelar pahlawan, namun wartawan Kompas lebih memilih untuk menggunakan pendapat FPKB untuk mengekspresikan sikapnya.
f.3. Metafora Metafora di berita kelima berjudul F-PKB Surati Presiden ini terdapat dalam paragraf berikut Partai Persatuan Pembangunan (PPP) juga mengusulkan kepada pemerintah agar memberikan gelar pahlawan atas peran Gus Dur yang luar biasa dalam membangun fondasi masyarakat sipil. Toleraransi kehidupan beragama, multikulturalisme, dan perdamaian abadi atas dasar humanisme universal. Ungkapan yang digunakan Kompas adalah fondasi yang mempunyai arti dasar atau landasan.
5.2. Analisis Kognisi Sosial Pada berita kelima yang berjudul F-PKB Surati Presiden, PDI-P dan Partai Demokrat Dukung Gus Dur sebagai Pahlawan.
Wartawan memunculkan pendapat berbagai tokoh politik mengenai dukungan pemberian gelar pahlawan kepada Gus Dur. Dalam berita ini, pada awal berita, dari paragraf pertama hingga keempat wartawan menuliskan seputar dukungan F-PKB (Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa). Selain untuk mendukung judul yang diangkat, wartawan secara implisit juga mendukung pemberian gelar tersebut dikarenakan satu-satunya Fraksi yang mengambil langkah kongkret dalam usulan pahlawan adalah Fraksi Kebangkitan Bangsa. Kognisi wartawan terhadap gelar pahlawan untuk Gus Dur tertulis secara eksplisit, wartawan menuliskan Pasal 1 Ayat (4) Undang-undanng Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, karena kognisi wartawan tentang gelar pahlawan ini, wartawan juga mendukung pemberian gelar tersebut.
6. Berita pertama pada Senin, 04 Januari 2010 dengan judul : Gus Dur Diusulkan untuk Nama Jalan 6.1. Analisis teks a. Tematik : Perhatikan Lead berita keenam berikut ini : Warga Tionghoa di Medan, Sumatera Utara, mengusulkan nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk nama jalan utama di kota ini. Usulan ini dianggap sebagai bentuk penghargaan konkret atas jasa dan peran mantan Presiden itu terhadap warga Tionghoa di Indonesia.
Tema yang diangkat dalam berita ini mengenai warga Tionghoa di Medan yang mengusulkan nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk nama jalan utama di Medan.
b. Skematik Alur berita keenam Kompas tentang Gus Dur tentang usulan warga Tionghoa Medan untuk menggunakan namanya sebagai nama jalan dengan paragraf yang menyatakan bahwa usulan tersebut merupakan penghargaan konkret atas jasa dan peran mantan Presiden itu terhadap warga Tionghoa di Indonesia. Pada paragraf selanjutnya wartawan menuliskan pendapat tokoh warga Tionghoa Medan, Karya Elly bahwa usulan tersebut diwacanakan oleh Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI). Karya juga menambahkan bahwa secara resmi organisasinya akan menyurati Pemerintah Kota Medan agar menjadikan nama Gus Dur sebagai nama salah satu jalan utama. Di paragraf selanjutnya, wartawan menuliskan pendapat anggota Komisi E DPRD Sumut, Brilian Moktar yang mengatakan akan meminta Gubernur Sumut Syamsul arifin dan Wali Kota Medan Rahudman Harahap untuk segera menjadikan nama Gus Dur sebagai
nama jalan. Menurut dia, warga Tionghoa Medan dan Sumut adalah salah satu komunitas yang tidak akan melupakan jasa besar Gus Dur. Pada pertengahan berita, Kompas menuliskan tentang kegiatan mengenang Gus Dur yang berlangsung di Gereja katolik Johanes Rasul, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Pastor Widiatmaka dalam khotbahnya menyatakan harapan munculnya tokoh semacam Gus Dur yang bisa melindungi kaum minoritas. Ia juga mengatakan, betapa bahagianya warga keturunan China di negeri ini karena barongsai bisa diadakan dan aliran konghucu diakui. Di tiga paragraf terakhir berita, Kompas beralih dengan berita diselenggarakannya sembahyang arwah khusus bagi Gus Dur oleh warga Konghucu di Jawa Timur. Semabahyang itu dilakukan sebagai penghormatan dan rasa kehilangan warga Konghucu. Doa tersebut diikuti umat Konghucu dari Tuban, Jombang, Sidorjo, Surabaya, Mojokerto, dan Bojonegoro.
c. Semantik c.1. Latar Latar
yang
dipilih
Kompas
untuk
mendukung
pemberitaannya mengenai usulan nama Gus Dur sebagai nama jalan adalah pernyataan tokoh warga Tionghoa dan anggota Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI), Karya Elly adalah sebagai berikut :
Karya, sesepuh PSMTI Sumut, mengutarakan, secara resmi organisasinya akan menyurati Pemerintah Kota Medan agar menebalkan nama Gus Dur sebagai nama salah satu jalan utama. “Jika boleh, jalan yang diberi nama Gus Dur itu di China Town (pecinan). Daerah itu merupakan pusat bisnis dan banyak nama jalan yang tak terlalu istimewa,” katanya. Kompas menuliskan jika organisasi Paguyuban Sosial Marga Tionghoa Indonesia (PSMTI) akan mengirim surat resmi permohonan menobatkan nama Gus Dur sebagai nama jalan.
c.3. Maksud Wartawan menjelaskan secara eksplisit dan jelas alasan pengusulan nama Gus Dur untuk nama jalan di Medan, Sumatera Utara di berita keenam ini. Penjelasan tersebut terdapat dalam paragraf berikut : Warga Tionghoa di Medan, Sumatera Utara, mengusulkan nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk nama jalan utama di kota ini. Usulan ini dianggap sebagai bentuk penghargaan konkret atas jasa dan peran mantan Presiden itu terhadap warga Tionghoa di Indonesia. Penjelasan secara eksplisit tersebut, menunjukkan maksud wartawan yang juga menyetujui penggunaan nama Gus Dur untuk nama jalan.
c.3. Praanggapan Pada berita keenam, wartawan Kompas menuliskan tentang harapan anggota Komisi E DPRD Sumut, Brilian Moktar dalam
mempelopori pemberian penghargaan atas jasa dan peran Gus Dur terhadap bangsa ini. Anggota Komisi E DPRD Sumut, Brilian Moktar, mengatakan akan meminta Gubernur Sumut Syamsul Arifin dan Wali Kota Medan Rahudman harahap segera menabalkan nama Gus Dur sebagai nama jalan. “Kami berharap Medan jadi pelopor dalam memberikan penghargaan atas jasa dan peran Gus Dur terhadap bangsa ini,” katanya. Harapan ini menjadi praanggapan dimana jika Medan menjadi yang pertama dalam penggunaan Gus Dur sebagai nama jalan, maka ada anggapan akan menjadi pelopor dalam pemberian penghargaan atas jasa kepada Gus Dur.
d. Sintaksis d.1. Kata Ganti Dalam menulis kata ganti di berita keenam ini, wartawan Kompas menggunakan kata ganti „mantan presiden‟. Hal ini terdapat dalam paragraf pertama berita keenam berikut ini : Warga Tionghoa di Medan, Sumatera Utara, mengusulkan nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk nama jalan utama di kota ini. Usulan ini dianggap sebagai bentuk penghargaan konkret atas jasa dan peran mantan Presiden itu terhadap warga Tionghoa di Indonesia. Penggunaan kata ganti mantan presiden ini menunjukkan jika jasa-jasa Gus Dur selama menjabat menjadi presiden begitu dikenang, khususnya bagi warga Tionghoa.
d.2. Koherensi
Wartawan Kompas menggunakan koherensi kondisional yang ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas „bisa melindungi kaum minoritas‟ Kegiatan mengenang Gus Dur masih terus berlangusng sampai Minggu, termasuk dalam misa kudus di Gereja Katolik Johanes Rasul, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dalam khotbahnya pada misa pukul 10.30, Pastor Widiatmaka SJ menyatakan harapan munculnya tokoh semacam Gus Dur yang bisa melindungi kaum minoritas. Wartawan Kompas menggunakan koherensi kondisional yang ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas „bisa melindungi kaum minoritas‟ Dari paragraf tersebut, wartawan Kompas ingin lebih menjelaskan bahwa Gus Dur bisa melindungi kaum minoritas.
d.3. Bentuk Kalimat Dalam keenam, Kompas menggunakan kalimat aktif dengan warga Tionghoa di Medan, Sumatera Utara sebagai subjeknya. Kalimat aktif tersebut terdapat dalam paragraf di bawah ini : Warga Tionghoa di Medan, Sumatera Utara, mengusulkan nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk nama jalan utama di kota ini. Usulan ini dianggap sebagai bentuk penghargaan konkret atas jasa dan peran mantan Presiden itu terhadap warga Tionghoa di Indonesia. Kalimat tersebut merupakan kalimat aktif dengan penempatan warga Tionghoa di Medan, Simatera Utara di awal kalimat yang menunjukkan posisi sentral dalam kalimat karena
pada umumnya pokok yang dipandang penting selalu ditempatkan di awal kalimat, dan penggunaan subjek tersebut sesuai dengan judul berita mengenai nama Gus Dur yang diusulkan untuk nama jalan.
e. Stilistik e.1. Leksikon Kompas memilih kata “Tionghoa” untuk menuliskan warga keturunan China. Warga Tionghoa di Medan, Sumatera Utara, mengusulkan nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk nama jalan utama di kota ini. Kompas memilih kata “Tionghoa” untuk menuliskan warga keturunan China. Dari sini terlihat bahwa wartawan berpendapat bahwa Tionghoa sudah termasuk bagian dari rakyat Indonesia sehingga tak perlu menggunakan sebutan keturunan China karena terlalu diskriminatif.
f. Retoris f.1. Grafis Pada berita ini, Kompas menuliskan caption berupa petikan pernyataan seperti di bawah ini :
“Kami berharap Medan jadi pelopor dalam memberikan penghargaan atas jasa dan peran Gus Dur terhadap bangsan ini.” Caption tersebut terletak di bagian kanan tengah berita dengan penggunaan font yang lebih besar dari font tulisan berita dan dicetak tebal. Dari sini penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Kompas ingin menunjukkan kepada pembaca bahwa selain untuk pemberian penghargaan terhadap Gus Dur, Kompas juga ingin menunjukkan harapan warga Medan untuk menjadi pelopor dalam pemberian penghargaan kepada Gus Dur. Dalam berita ini juga digunaan sub judul berupa kalimat Doa bersama. Melihat sub judul ini, penulis mengambil kesimpulan bahwa Kompas ingin menunjukkan kepada pembaca tentang adanya kegiatan doa bersama untuk Gus Dur. Selain adanya sub judul, di berita ini juga terdapat penulisan tema berita berupa kalimat PENGHARGAAN WARGA yang tertulis di atas judul utama, yang mana langsung menunjukkan kepada pembaca jika isi berita tersebut adalah seputar penghargaan warga untuk Gus Dur.
f.2. Ekspresi
Ekspresi wartawan Kompas tentang penghargaan untuk Gus Dur tertulis di paragraf pertama berita keenam ini, yaitu : Warga Tionghoa di Medan, sumatera Utara, mengusulkan nama KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk nama jalan utama di kota ini. Usulan ini dianggap sebagai bentuk penghargaan konkret atas jasa dan peran mantan Presiden itu terhadap warga Tionghoa di Indonesia. Ekspresi wartawan tersebut jelas menyetujui adanya penghargaan konkret untuk Gus Dur, karena kalimat di atas bukanlah kutipan dari narasumber berita.
f.3. Metafora Kompas menggunakan ungkapan minoritas dalam berita keenam ini, minoritas maknanya sama dengan kaum berjumlah minor atau kecil. Pastor widiatmaka mengakui memiliki pengalaman pribadi terkait perhatian dan pembelaan Gus Dur pada kaum minoritas. Wartawan lebih memilih menggunakan kata minoritas karena lebih mudah diingat daripada menggunakan kalimat masyarakat dengan jumlah sedikit.
6.2. Analisis Kognisi Sosial Pada berita keenam dengan judul Gus Dur Diusulkan untuk Nama Jalan. Wartawan Kompas kembali menuliskan narasumber dengan pendapat positif tentang Gus Dur, khususnya seputar penghargaan warga.
Wartawan Kompas dalam berita ini lebih banyak menuliskan pendapat dari tokoh-tokoh warga lintas agama dan suku, yaitu Tionghoa, Katolik, dan warga Konghucu. Pengetahuan kognitif wartawan yang mengetahui sepak terjang Gus Dur dengan umat lintas agama mempengaruhi penulisan berita keenam ini. Pada awal berita, wartawan menuliskan tentang penghargaan warga Medan yang ingin menabalkan nama Gus Dur sebagai nama jalan. Namun, karena pengetahuan kognitif wartawan tentang kedekatan Gus Dur dengan umat kristiani membuat wartawan juga menuliskan doa bersama umat kristiani di Gereja Katholik Johannes Rasul, Kebayoran Baru, Jakarta di tengah berita, yaitu di paragraf enam dan tujuh.
7. Berita kedua pada Senin, 04 Januari 2010, dengan judul : Yenny Wahid : Keluarga Akan Melanjutkannya 7.1. Analisis Teks a. Tematik Wartawan Kompas memberi judul “Yenny Wahid : Keluarga Akan Melanjutkannya” pada berita kali ini. Maksudnya dalam berita tersebut terdapat pernyataan langsung Yenny Wahid yang menyebutkan bahwa Keluarga akan melanjutkan cita-cita Gus Dur, ini juga bisa dilihat dari pemberian tema di atas judul yang bertuliskan CITA-CITA GUS DUR. Lead yang ditulis adalah :
Cita-cita Presiden Republik Indonesia (1999-2001) KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk mewujudkan Indonesia yang damai dan toleran akan diteruskan keluarga besarnya. Putri kedua Gus Dur, Zannuba Arifah Chafsoh Rahman atau Yenny Wahid, bersama suaminya, Dhohir Farisi, Sabtu (2/1) malam, menegaskan hal itu di Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Kesimpulan yang dapat ditarik dari tema berita kali ini adalah mengenai Keluarga Gus Dur yang akan meneruskan cita-cita Gus Dur untuk mewujudkan Indonesia yang damai dan toleran.
b. Skematik Alur berita ketujuh Kompas tentang wafatnya KH. Abdurrahman Wahid diawali dengan paragraf yang menyebutkan pernyataan Putri kedua Gus Dur, Zannuba Arifah Chafsoh Rahman atau Yenny Wahid bersama suaminya bahwa keluarga akan meneruskan cita-cita Gus Dur untuk mewujudkan Indonesia yang damai dan toleran. Pada paragraf selanjutnya wartawan menuliskan kutipankutipan langsung pernyataan Yenny Wahid tentang cita-cita Gus Dur. Yenny Wahid juga berpendapat bahwa pemikiran Gus Dur yang dulu dianggap kontroversial, saat ini justru menjadi arus besar pemikiran banyak kaum muda. Pada pertengahan berita, wartawan menuliskan tentang sikap Yenny Wahid yang meyakinkan jika sikap Gus Dur yang total pada kaum terpinggirkan akan diteruskannya. Ia menyebutkan jika
ingin mengadu, bisa mengadu kepada keluarga Gus Dur, yang nantinya akan dimintakan perlindungan kepada negara. Kemudian pada paragraf selanjutnya, Kompas masih menampilkan pendapat Yenny Wahid seputar rencana terdekat keluarga Gus Dur yaitu menata ulang koleksi buku Gus Dur yang mencapai ribuan judul dan tersebar di berbagai lokasi. Disebutkan pula jika koleksi buku tersebut nantinya akan diletakkan di lokasi khusus yang akan menjadi Perpustakaan Abdurrahman Wahid. Pada akhir berita Kompas juga mencatat pendapat adik kandung Gus Dur, KH Salahuddin Wahid atau Gus Solah yang mendukung keinginan sebagian masyarakat untuk menjadikan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Kompas mengakhiri berita dengan kalimat adanya Grup jejaring sosial facebook yang menggalang dukungan untuk pemberian gelar pahlawan nasional bagi Gus Dur sudah berangotakan ribuan orang.
c. Semantik c.1. Latar Latar
yang
diambil
Kompas
untuk
mendukung
pemberitaannya dalam berita ketujuh ini bisa dilihat pada paragraf berikut : Mengenai sikap pembelaan Gus Dur yang total pada kaum terpinggirkan semasa hidupnya, Yenny meyakinkan, sekarang sikap itu akan diteruskannya, “Bisa mengadu kepada kami
semua, dan kami meminta negara melindungi mereka,” tuturnya. Dalam paragraf di atas, Kompas ingin menuliskan latar berupa pernyataan langsung dari Yenny Wahid dan langkah konkret Yenny Wahid dalam upaya meneruskan cita-cita Gus Dur.
c.2. Maksud Pada kalimat di bawah ini dituliskan tentang akan diteruskannya cita-cita Abdurrahman Wahid oleh keluarga. Secara terpisah, adik kandung Gus Dur, KH Salahuddin Wahid atau Gus Solah, Sabtu, mendukung keinginan sebagian masyarakat untuk menjadikan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Grup di jejaring Facebook yang menggalang dukungan untuk pemberian gelar pahlawan nasional bagi Gus Dur sudah beranggotakan ribuan orang. Kalimat „sebagian masyarakat untuk menjadikan Gus Dur sebagai pahlawan nasional‟ menunjukkan maksud wartawan sebagai pendukung wacana untuk menjadikan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Maksud tersebut secara implisit diungkapkan melalui kalimat yang diutarakan KH Salahuddin Wahid atau Gus Solah.
c.3. Praanggapan Praanggapan dalam berita ini bisa dilihat dalam kalimat berikut,
“Saya rasa Gus Dur kini tersenyum,” ujar Yenny.
Dapatlah dilihat dari kalimat tersebut, Kompas menunjukkan
praanggapan
dengan mengutip pendapat Yenny Wahid tentang
anggapan bahwa Gus Dur kini tersenyum di alam kubur.
d. Sintaksis d.1. Koherensi Dalam berita ketujuh ini, terdapat ketidakkoherensian antara paragraf awal, tengah, dan akhir. Pada bagian awal dan tengah masih membicarakan cita-cita Gus Dur yang akan diteruskan oleh keluarga, namun di paragraf akhir tema tersebut melenceng dengan dibicarakannya keinginan masyarakat untuk menjadikan Gus Dur sebagai pahlawan nasional.
d.2. Kata Ganti Kata ganti yang dipakai pada berita ketujuh ini adalah digunakannya kata ganti „Bapak‟ untuk menyebutkan sosok Gus Dur. Kata ganti tersebut diucapkan oleh Yenny Wahid yang kemudian ditulis oleh wartawan Kompas dengan kalimat langsung sebagai berikut, “Cita-cita Bapak (Gus Dur) adalah Indonesia damai dan toleran. Kami berdua (Yenny dan Dhohir) akan meneruskannya,” kata Yenny. Penggunaan kata ganti Bapak yang ditulis dengan kalimat langsung oleh wartawan Kompas dalam berita bertema cita-cita Gus Dur yang akan diteruskan keluarga ini menunjukkan bahwa kalimat
tersebut diucapkan oleh keluarga, dalam hal ini adalah anak kandung Gus Dur.
d.3. Bentuk Kalimat Bentuk kalimat yang dipakai ketika menampilkan berita ini adalah sebagai berikut : Cita-cita Presiden Republik Indonesia (1999-2001) KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk mewujudkan Indonesia yang damai dan toleran akan diteruskan keluarga besarnya. Dalam kalimat tersebut, wartawan menggunakan struktur kalimat pasif, yang menjadikan seseorang sebagai objeknya. Dapat disimak bahwa yang menjadi objek adalah Keluarga Besar Gus Dur. Proposisi yang ditampilkan di awal adalah cita-cita Presiden Republik Indonesia (1999-2001) KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur untuk mewujudkan Indonesia yang damai dan toleran menunjukkan bahwa proposisi tersebut menjadi penting karena mendukung judul dan tema pemberitaan.
e. Stilistik e.1. Leksikon Kata yang digunakan wartawan dalam menampilkan berita ini adalah menulis dengan kata kontroversial. Makna yang sepadan adalah menimbulkan banyak pro dan kontra. Perhatikan paragraf di bawah ini :
Menurut Yenny, Gus Dur semasa hidupnya merasa lega, perdamaian dunia mulai terwujud. Hal lain yang juga patut dicatat adalah pemikiran Gus Dur yang dulu dianggap kontroversial, saat ini justru menjadi arus besar pemikiran banyak kaum muda. Wartawan lebih memilih kata kontroversial karena dinilai lebih menghemat kalimat dibandingkan menggunakan kalimat menimbulkan banyak pro kontra. f. Retoris f.1. Grafis Pada penulisan judul berita ini, Kompas menuliskan kalimat CITA-CITA GUS DUR di atas judul berita. Ini menunjukkan bahwa berita tersebut seputar cita-cita Gus Dur. Judul berita ini menggunakan petikan kalimat seseorang, “Yenny Wahid : Keluarga Akan Melanjutkannya” Penggunaan
kalimat
Keluarga
akan
melanjutkan
menunjukkan jika pemberitaan banyak menonjolkan pendapatpendapat dari keluarga Gus Dur.
f.2. Ekspresi Ekspresi wartawan tidak nampak dalam berita ketujuh ini, karena keseluruhan isi berita berisi kutipan dari Yenny Wahid dan KH Salahuddin Wahid (Gus Solah).
f.3. Metafora
Wartawan menggunakan kata total dalam berita ini, seperti yang tertulis dalam paragraf di bawah ini : Mengenai sikap pembelaan Gus Dur yang total pada kaum terpinggirkan semasa hidupnya, Yenny meyakinkan, sekarang sikap itu akan diteruskannya. “Bisa mengadu kepada kami semua, dan kami meminta negara melindungi mereka,” tuturnya. Wartawan menggunakan kata total dalam berita ini. Ungkapan ini mempunyai padanan arti tidak setengah-setengah, sepenuh hati. Jadi, diartikan bahwa perjuangan Gus Dur itu tidak setengah-setengah dan sepenuh hati.
7.2. Analisis Kognisi Sosial Pada berita ketujuh yang berjudul Yenny Wahid : Keluarga Akan Melanjutkannya, wartawan Kompas menggunakan judul petikan pernyataan seorang tokoh. Kognisi sosial wartawan dalam berita ini adalah ketika Gus Dur telah tiada dan belum ada orang yang sepadan sebagai pengganti Gus Dur. Wartawan pun mulai mencari tahu bagaimana sikap anggota keluarga yang secara tidak langsung adalah pewaris pemikiran Gus Dur dan penerus cita-cita Gus Dur semasa hidup.
8. Berita kedelapan pada Rabu, 06 Januari 2010 dengan judul : 85 Tokoh Lintas Iman Tuntut Pembersihan Nama Gus Dur 8.1. Analisis teks a. Tematik :
Pada berita kedelapan ini terdapat lead berita di bawah ini : Sebanyak 85 tokoh komunitas lintas iman Indonesia yang berasal dari berbagai agama dan keyakinan mendesak pemerintah untuk segera memulihkan nama baik mantan Presiden abdurrahman Wahid atau Gus Dur terkait dengan kasus Buloggate dan Bruneigate yang pernah disangkakan kepadanya. Mereka juga mengusulkan agar Gus Dur segera dianugerahi gelar pahlawan nasional. Tema yang diangkat dalam berita ini mengenai tokoh komunitas lintas iman berbagai agama dan keyakinan yang mendesak pemerintah untuk memulihkan nama baik Gus Dur dan agar segera dianugerahinya gelar pahlawan nasional kepada Gus Dur.
b. Skematik Alur berita kedelapan Kompas tentang Gus Dur mengenai tuntutan 85 tokoh lintas iman Indonesia yang berasal dari berbagai agama dan keyakinan untuk memulihkan nama baik mantan Presiden Gus Dur, juga mendesak untuk segera dianugerahinya gelar pahlawan untuk Gus Dur. Pada paragraf selanjutnya wartawan memaparkan tentang pembacaan tuntutan para tokoh lintas iman di Kantor The Wahid Institute (TWI), Jakarta, Selasa (5/1) oleh Direktur Eksekutif International Centre for Islam and Pluralism M Syafii Anwar. Ia juga mengatakan bahwa pembersihan nama Gus Dur harus dilakukan sebelum pemberian gelar kepahlawanan.
Di paragraf selanjutnya, wartawan menuliskan pendapat Direktur Eksekutif TWI, Ahmad Suaedy bahwa MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) harus memberikan pernyataan resmi kenegaraan bahwa Gus Dur tidak terlibat dalam kasus Buloggate dan Bruneigate, apalagi MA (Mahkamah Agung) tidak pernah menyatakan Gus Dur terlibat dalam kasus tersebut. Pada pertengahan berita, Kompas menuliskan usulan gelar pahlawan untuk Gus Dur. Dipaparkan pula tentang tokoh lintas iman yang meminta negara menetapkan tanggal wafatnya Gus Dur, 30 Desember sebagai hari pluralisme Indonesia. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkarya, Franz Magnis Suseno dan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD yang ditulis wartawan dalam berita ini. Di paragraf terakhir berita, Kompas beralih dengan berita aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh massa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jombang yang meminta agar proses pemberian gelar pahlawan nasional kepada Gus Dur dipercepat dan menuntut untuk dipulihkannya nama Gus Dur yang tercitrakan terkait dengan kasus Buloggate dan Bruneigate.
c. Semantik c.1. Latar
Latar
yang
dipilih
Kompas
untuk
mendukung
pemberitaannya mengenai tokoh-tokoh iman yang menuntut pembersihan nama Gus Dur adalah sebagai berikut : “Gelar kepahlawanan itu juga merupakan upaya menghargai perjuangan Gus Dur yang gigih memperjuangkan terciptanya tatanan masyarakat yang menghormati, melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia, kebebasan beragama, demokrasi, dan keadilan sosial bagi semua. Kompas menuliskan latar peristiwa yang menyediakan hendak kemana teks dibawa, dan secara implisit menunjukkan persetujuan wartawan Kompas tentang penghargaan dan pemulihan nama baik Gus Dur.
c.2. Maksud Dalam berita ini terdapat maksud yang ingin diungkapkan wartawan seputar informasi pembersihan nama Gus Dur. Maksud tersebut terdapat dalam paragraf di bawah ini : “Negara, apakah itu Presiden atau MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) harus memberikan pernyataan resmi kenegaraan bahwa Gus Dur tidak terlibat dalam kedua kasus itu. Apalagi tidak ada putusan pengadilan ataupun MA (Mahkamah Agung) yang menyatakan Gus Dur terlibat,” tambah Direktur eksekutif TWI Ahmad Suaedy. Dari pernyataan tersebut wartawan mempunyai maksud memperjelas alasan dan dasar tuntutan pembersihan nama Gus Dur dengan mengungkapkan bahwa tidak adanya putusan pengadilan ataupun MA (Mahkamah Agung) yang menyatakan Gus Dur terlibat kasus buloggate dan Bruneigate.
c.3. Praanggapan Kompas menuliskan tentang pernyataan praanggapan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD bahwa Gus Dur akan ditetapkan
sebagai
pahlawan
nasional.
“Ketua
Mahkamah
Konstitusi Mahfud MD optimistis Gus Dur akan ditetapkan sebagai pahlawan nasional” Praanggapan tersebut menjadi bukti sikap optimisme Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD bahwa Gus Dur akan ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
d. Sintaksis d.1. Kata Ganti Dalam menuliskan sosok Gus Dur di berita kedelapan, wartawan menuliskan dengan kata ganti „Bapak Pluralisme‟, sebutan ini dikutip dari pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berikut ini Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme dan Multikulturalisme. Pemakaian kata ganti tersebut menunjukkan bukti jika pluralisme yang diperjuangkan Gus Dur telah menjadi kesadaran sejarah bangsa.
d.2. Koherensi Wartawan Kompas menggunakan koherensi kondisional yang ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas „tercermin melalui media massa agar menjadikan Gus Dur sebagai pahlawan nasional‟. Koherensi kondisional tersebut terdapat dalam paragraf di bawah ini :
Terkait gelar kepahlawanan, cendekiawan muda Nahdlatul Ulama, Ulil abshar Abdalla, mengatakan, tuntutan tokoh lintas iman itu merupakan upaya meneruskan permintaan masyarakat sipil yang tercermin melalui media massa agar menjadikan Gus Dur sebagai pahlawan nasional. Anak kalimat tersebut menjadi penjelas kalimat di depannya dan untuk memberikan pemahaman bagi pembaca maksud dari induk kalimat.
d.3. Bentuk Kalimat Dalam kalimat di bawah ini, Kompas menggunakan kalimat aktif dengan para tokoh lintas iman sebagai subjeknya. Kalimat aktif dalam kalimat di bawah ini ditandai dengan kata berawalan me- yaitu meminta Para tokoh lintas iman juga meminta agar negara menetapkan tanggal wafatnya Gus Dur, 30 Desember, sebagai hari pluralisme Indonesia.
Dari
kalimat
tersebut,
wartawan
menunjukkan
pentingnya tokoh lintas Iman sebagai subjek karena merujuk pada judul berita, oleh karena itu ditempatkan di awal kalimat.
e. Stilistik e.1. Leksikon Kompas
memilih
kata
“Multikulturalisme”
untuk
menuliskan berbagai budaya. Kata tersebut terdapat dalam pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di bawah ini : Pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono yang menyatakan Gus Dur sebagai Bapak Pluralisme dan Multikulturalisme merupakan bukti pluralisme yang diperjuangkan Gus Dur telah menjadi kesadaran sejarah bangsa. Pemilihan kata multikulturalisme juga bergantung pada kognisi wartawan dalam pemahaman ilmu budaya yang dia miliki dalam mengungkapkan masyarakat dengan berbagai budaya.
f. Retoris f.1. Grafis Pada berita ini, Kompas menuliskan judul dengan cetak tebal ‟85 Tokoh Lintas Iman Tuntut Pembersihan Nama Gus Dur‟ Kompas juga menempatkan tema dengan tulisan KEPAHLAWANAN di atas judul, dari sini penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa Kompas ingin menunjukkan kepada
pembaca bahwa berita tersebut selain seputar tuntutan pembersihan nama Gus Dur juga seputar kepahlawanan Gus Dur.
f.2. Ekspresi Wartawan Kompas menuliskan ekspresi optimismenya melalui pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD. “Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD optimistis Gus Dur akan ditetapkan sebagai pahlawan nasional.” Wartawan
tidak
mempunyai
keberanian
untuk
mengungkapkan optimismenya dan dukungannya secara langsung, namun dengan mengutip pernyataan dari para tokoh, salah satunya pernyataan sikap optimis Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD.
f.3. Metafora Kompas menggunakan ungkapan pemulihan, ungkapan tersebut terdapat dalam kalimat berikut, “Mereka juga menuntut pemulihan nama Gus Dur yang tercitrakan terkait dengan kasus Buloggate dan Bruneigate.” Kompas
menggunakan
ungkapan
pemulihan,
dikarenakan nama Gus Dur awalnya bersih, namun kemudian tercemar karena kasus yang disangkakan kepadanya, oleh karena
itu kata pemulihan dipilih untuk menunjukkan makna pembersihan kembali.
8.2. Analisis Kognisi Sosial Pada berita kedelapan dengan judul 85 Tokoh Lintas Iman Tuntut Pembersihan Nama Gus Dur, Kognisi sosial wartawan dalam pembuatan berita ini berdasar pada pengetahuan wartawan seputar kasus Buloggate dan Bruneigate yang pernah menyeret nama Gus Dur dalam kasus tersebut. Berita kedelapan ini menjadi representasi pemahaman wartawan terhadap kasus tersebut dan pemahamannya terhadap ketokohan seorang Gus Dur, hal ini terlihat dengan ditampilkannya pernyataan
Direktur
Eksekutif
TWI
Ahmad
Suaedy
yang
menyatakan bahwa tidak adanya putusan pengadilan ataupun MA (Mahkamah Agung) yang menyatakan Gus Dur terlibat.
4.2. Analisis Konteks Sosial Analisis wacana Teun Van Dijk, elemen ketiga yang diteliti adalah Konteks Sosial. Penelitian wacana Teun Van Dijk tak hanya meneliti teks semata, namun juga konteks yang melingkupinya, dalam hal ini yaitu, Kekuasaan dan Akses : a. Kekuasaan
Pemberitaan tentang KH. Abdurrahman Wahid sangat terpengaruh dengan adanya fakta bahwa KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur adalah Mantan Presiden RI. Fakta kekuasaan ini menimbulkan adanya keberpihakan dalam konstruksi berita yang tercipta. b. Akses Pemberitaan tentang Gus Dur pun dipengaruhi oleh akses wartawan untuk memperoleh berita dan narasumber dalam menyampaikan aspirasi. Ketidakdekatan Kompas dengan narasumber dari pihak masyarakat nahdliyin mengakibatkan pemberitaan dengan narasumber nahdliyin begitu sedikit.
4.3. Analisis Keagamaan terhadap Pemberitaan KH. Abdurrahman Wahid di Kompas edisi Januari 2010 Dalam analisis keagamaan, akan memandang dan mengaitkan pemberitaan wafatnya KH. Abdurrahman Wahid dalam kaca mata keagamaan. 1.
Berita pertama pada Sabtu, 02 Januari 2010 dengan judul : Gus Dur Penerobos Bidang Kelautan
Berita pertama membicarakan Gus Dur sebagai penerobos bidang kelautan. Dalam berita tersebut disebutkan bahwa sejak Gus Dur membentuk Departemen Eksplorasi Laut, Gus Dur berhasil mengangkat isu kelautan. Karena Gus Dur pula, kekayaan laut
Indonesia lebih diperhatikan, Hal ini sejalan dengan kandungan Al Qur‟an An Nahl ayat 14 :
Artinya : Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur (Departemen Agama RI, 1992 : 212)
2.
Berita kedua pada Sabtu, 02 Januari 2010 dengan judul : Amien Rais : Gus Dur Ikon Pluralisme Berita kedua membicarakan tentang sosok Gus Dur sebagai ikon pluralisme. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan berkewajiban mengabdi kepadaNya, untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Sejalan dengan peradaban manusia, maka kehidupan beragama mengalami juga perkembangan yang diwarnai dengan sering terjadinya persinggungan antar pemeluk agama yang beragam itu. Sesungguhnya tidak ada paksaan bagi manusia untuk masuk Islam, seperti yang tertulis dalam Al Qur‟an surah Al Baqarah ayat 256, yang berbunyi :
Artinya : Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barang siapa yang ingkar kepada Thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui (Departemen Agama RI, 1996 ; 33). Sesungguhnya
Islam
merupakan
agama
yang
sangat
menghormati kebebasan individu. Seseorang akan menjadi beriman atau tidak merupakan urusan Allah sebagai pemberi hidayah. Karena itu Allah hanya menyeru dengan memberikan dakwah tentang agama Nya yang hak, tanpa boleh memaksa dengan kekerasan. Kebebasan manusia untuk memilih agama tercantum dalam beberapa kisah di zaman Nabi, misalnya yang dilakukan Khalifah Umar bin Khaththab yang membebaskan kaum Illiya untuk tetap beragama sesuai keyakinannya saat negeri Illiya dikalahkan pasukan Umar bin Khaththab. Jaminan kebebasan seperti itu juga dilakukan Amr bin Ash saat ia memerintah negeri Mesir (Lopa, 1999 : 78)
3.
Berita ketiga pada Sabtu, 02 Januari 2010 dengan judul : Belasungkawa dari LN Berita ketiga memberitakan tentang ucapan belasungkawa yang disampaikan oleh negara sahabat untuk Gus Dur. Sebagai makhluk Allah, semua makhluk akan mati, begitu juga dengan Gus Dur. Namun, sebagai orang Islam, apabila ada orang meninggal dunia patutlah kita mengucapkan Innalillahi Wa Inna Ilaihi Rojiun. Allah telah berfirman dalam Al Quran Surat Al Baqarah ayat 156 :
Artinya : (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" (Departemen Agama RI, 1996 : 18). Arti dari "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun" adalah Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali.
4.
Berita ketiga pada Minggu, 03 Januari 2010 dengan judul : Doa Umat Lintas Agama untuk Gus Dur
Doa umat lintas agama yang ditujukan untuk Gus Dur ini menunjukkan sikap-sikap toleransi dan adanya rasa cinta antar sesama manusia, meskipun itu beda agama, suku, maupun ras. Hal ini diterangkan pula dalam Al Qur‟an Surat Al Hujurat ayat 13 :
Artinya : Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang lakilaki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersukusuku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Departemen Agama RI, 1996 : 412)
5.
Berita keempat pada Senin, 04 Januari 2010 dengan judul : F-PKB Surati Presiden Dalam berita keempat F-PKB Surati Presiden terdapat kalimat yang memaparkan sosok Gus Dur adalah seorang yang luar biasa dalam membangun fondasi masyarakat sipil, toleransi kehidupan beragama, multikulturalisme, dan perdamaian abadi, sikap Gus Dur
yang menghargai perbedaan ini merupakan perwujudan dari Firman Allah dalam Al Qur‟an Surat Al Hujurat ayat 11-13 :
Artinya : 11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang lakilaki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah orang-orang yang zalim. 12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. 13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal (Departemen Agama RI, 1996 : 412)
6.
Berita keenam pada Senin, 04 Januari 2010 dengan judul : Gus Dur diusulkan untuk Nama Jalan Dalam berita Gus Dur diusulkan untuk Nama Jalan, menjadi bukti betapa Gus Dur begitu membela kaum minoritas semasa hidupnya. Dalam Al Qur‟an surat Luqman ayat 18 :
Artinya : Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri (Departemen Agama RI, 1996 : 329).
Pembelaan Gus Dur terhadap kaum minoritas menunjukkan bahwa Gus Dur tidak pernah membeda-bedakan orang yang ada di hadapannya, Gus Dur membantu siapa saja, entah itu berbeda bangsa, suku, ras dan agama.
7.
Berita ketujuh pada Senin, 04 Januari 2010 dengan judul : Yenny Wahid : Keluarga Akan Melanjutkannya Dalam
berita
Melanjutkan, meneruskan
yang terdapat
cita-cita
berjudul
Yenny
pernyataan Gus
Dur
Wahid
Yenny untuk
:Keluarga
Akan
Wahid
yang
akan
membela
kaum
yang
terpinggirkan (kaum minoritas). Cita-cita Gus Dur yaitu menciptakan Indonesia damai dan toleran, selalu berbuat baik dan adil terhadap kaum minoritas, cita-cita Gus Dur ini sesuai dengan Surat Al Quran Surat Al Mumtahanah Imron ayat 8-9 :
Artinya : Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (Tafsir Al Ahkam, 2006 :587).
8.
Berita kedelapan pada Rabu, 06 Januari 2010 dengan judul :
85 Tokoh Lintas Iman Tuntut Pembersihan Nama Gus Dur Pada berita kedelapan terdapat pernyataan Guru Besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkarua, Franz Magnis Suseno yang menyebutkan bahwa momen yang menentukan seseorang adalah kematiannya. Setelah kematian, masyarakat akan mengenang semua budi baik yang telah diperbuatnya. Dan kita tidak boleh memaki atau membahas keburukan orang yang telah meninggal sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :
صلًَّ هللاُ َعلَ ْي ِو َو َسلَّ ْم ً هللاُ َع ْنهَا قَا َل َ ِ َع ْن َعاِئ َشةَ َر َ ض ْ ﻻتَ ُسب ُّْى ض ْىا ِإلًَ َما قَ َّذ ُم ْىا َ ااﻻَ ْم َىاتَ فَإِنَّهُ ْم قَ ْذ اَ ْف )(رواه البخري وابى داودواحمذ Artinya : Dari Aisyah ra, berkata : Nabi Muhammad SAW bersabda : Janganlah kamu memaki orang-orang yang telah meninggal karena mereka telah sampai pada apa yang mereka kerjakan (HR. Bukari, Abu Dawud, dan Ahmad) (Syakir, tt : 80). Dalam analisis keagamaannya, penulis melihat berita-berita Surat Kabar Harian Kompas tentang KH. Abdurrahman Wahid apabila dilihat dari kaca mata keagamaan termuat sikap-sikap toleransi yang juga ada dalam Al Qur‟an dan Hadits, seperti ayat-ayat tentang toleransi dan kebebasan beragama Surat Al Baqarah ayat 256 dan Surat Ali Imron ayat 8-9. Sikap toleransi tersebut menunjukkan jika agama Islam merupakan agama yang cinta damai dan menjadi agama yang Rahmatan lil alamin. Al Qur‟an yang menjadi dasar hukum agama pun mengungkapkan hal tersebut.
Sikap toleransi ini pun juga berhubungan dengan metode dakwah yaitu berdakwah dengan al hikmah (memperhatikan situasi dan sasaran dakwah), mau‟idzatul hasanah (memberi nasihat dengan cara yang baik), dan mujadalah billati hiya ahsan (berdakwah dengan cara bertukar fikiran dengan cara yang baik).
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan Penelitian mengenai pemberitaan tentang KH. Abdurrahman Wahid di Kompas edisi Januari 2010 ini dengan menggunakan analisis wacana sebagai alat untuk membedah teks media. Sedangkan pendekatan yang dipakai adalah analisis kognisi sosial (Sosial Cognition Analysis). Berdasarkan data yang telah diteliti maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Kompas memiliki konstruksi berita yang cenderung pada sikap dukungan akan sepak terjang Gus Dur tentang Pluralisme dan dukungan terhadap pengajuan gelar Pahlawan terhadap Gus
Dur.
Kompas
banyak
menampilkan pendapat-pendapat tokoh lintas agama dalam beritanya. Hal tersebut bisa kita lihat dalam berita berjudul Doa Umat Lintas Agama untuk Gus Dur, kemudian di berita berjudul Gus Dur Diusulkan untuk Nama Jalan, juga dalam berita 85 Tokoh Lintas Iman Tuntut Pembersihan Nama Gus Dur. 2. Hasil analisis penulis terhadap pengembangan wacana pemberitaan tentang KH Abdurrahman Wahid dalam SKH Kompas menunjukkan beberapa hasil : a. Kompas berulang kali menampilkan pendapat lintas agama terhadap sikap Gus Dur selama masih hidup. Sedangkan berita dari kalangan NU yang notabenenya adalah organisasi besar yang dipimpin Gus Dur
cenderung sedikit dan itupun hanya pendapat dari kalangan keluarga saja. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pemberitaan Kompas tentang wafatnya Gus Dur lebih banyak menyorot Gus Dur dari sisi sosial dan budayanya daripada sisi ketokohannya sebagai Kyai atau tokoh NU. b. Penggunaan elemen koherensi yang banyak digunakan adalah koherensi kondisional, memberikan pengaruh terhadap subjek yang diberitakan, karena banyaknya koherensi kondisional positif ini menunjukkan sikap wartawan yang ingin menggiring pembaca dalam memaknai positif subjek yang diberitakan yaitu Gus Dur. c.
Wartawan Kompas dalam hal ini lebih bersifat mendukung terhadap sepak
terjang
Gus
Dur
tanpa
mengungkap
secara
eksplisit
kekontroversialan pada diri Gus Dur. Dari berita –berita yang dimuat oleh Kompas, Kompas ingin mengatakan bahwa semua orang pro Gus Dur, dan tidak ada yang kontra terhadap semua sikapnya semasa hidup. Ini dilihat dari isi semua wawancara yang selalu menyanjung sosok Gus Dur, baik itu dari sisi agamanya, pemikirannya, maupun rasa toleransi dan jiwa pluralismenya. d. Kompas yang banyak mengangkat latar belakang sikap pluralisme Gus Dur semakin menegaskan jika Kompas lebih mengupas sosok Gus Dur dalam berita sebagai seorang Pluralis bukan sebagai seorang Mantan Presiden maupun Kyai. 3. Dalam analisis keagamaannya, penulis melihat berita-berita yang ada apabila dilihat dari kaca mata keagamaan termuat sikap-sikap toleransi
yang juga ada dalam Al Qur‟an dan Hadits, seperti ayat-ayat tentang toleransi dan kebebasan beragama Surat Al Baqarah ayat 256 dan Surat Ali Imron ayat 8-9
5.2. Saran Dalam menuliskan berita, seorang wartawan dipengaruhi oleh berbagai hal, termasuk pemahamannnya memandang suatu masalah. Oleh karenanya harus mampu memfilter informasi yang disebarkan oleh wartawan. Jangan sampai berita yang disajikan media massa justru merugikan kita. Penyerapan informasi di media massa hendaknya pembaca jangan hanya membaca satu surat kabar saja, tetapi beberapa surat kabar. Hal ini bertujuan agar pembaca mempunyai banyak referensi tentang suatu pemberitaan. Kepada seluruh mahasiswa yang membaca skripsi ini, khususnya mahasiswa Dakwah untuk melakukan pengkajian terhadap analisi isi dengan lebih serius. Analisis ini penting karena karena untuk melihat konstruksi penulisan berita, bagaimana berita itu diciptakan dan dituliskan. Dengan pengetahuan tersebut diharapkan mampu memanfaatkannya dalam berdakwah di jalan Nya sebagai implementasi dari keilmuan yang selama ini digeluti.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, D, 1989, Metodologi Dakwah, Semarang :Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Akbar, A. Z, 1995, Kisar Pers Indonesia 1966-1974, Yogyakarta : LKiS Amir, M, 1999, Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam, Jakarta: Logos Amrullah, A, 1983, “Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Suatu Kerangka Pendekatan dan Permasalahan,” dalam Amrullah Achmad (ed.), Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, Yogyakarta :PLP2M Ardhana, S. E 1995, Jurnalistik Dakwah ,Yogyakarta: Pustaka Pelajar Ardiyanto, E & Lukiati Komala Erdinaya. 2004. Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Arikunto, S, 1998, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta : Rineka Cipta Cholis, J, 2006, Studi Kritis terhadap Wacana Jaringan Islam Liberal (Pendekatan Critical Discourse Analysis atas Teks rubrik Kajian Utan Kayu Jawa Pos). (Tidak dipublikasikan, Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo). Danim, S, 2002, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung : Pustaka Setia Darmanto. 2005. Pemberitaan Media Massa Tentang Pengakuan Lembaga Internasional Worldhelp yang Membawa 300 Anak Korban Bencana Alam Tsunami di Aceh (Analisis Framing Harian Republika dan Kompas). (Tidak Dipublikasikan. Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo) Departemen Agama Republik Indonesia, 1994, Al Qur’an dan Terjemahnya (ed. Revisi), Jakarta Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1995, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka Djuroto, T, 2004. Menejemen Penerbitan Pers. Bandung : PT Remaja Rosda Karya Efendy, O.U, 2006. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdakarya
Eriyanto, 2001, Analisis Wacana : Pengantar Teks Media, Yogyakarta : LKiS Eriyanto. 2005. Analisis Wacana. Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta : LkiS Fisher, A, 1986, Teori-Teori Komunikasi, Bandung: Rosdakarya Hamka, 1983, Tafsir Al Azhar Juzu’XXV-XXVI, Jakarta : Pustaka Panjimas Hamka, R dan Rafiq (ed), 1989 Islam dan Era Reformasi, Jakarta : Pustaka Panji Mas Hamzah, A. V, 2001, “Demokratisasi Media Massa : Sebuah Trend Kebijakan Komunikasi Global,” dalam Antar Venus Hamzah Jurnal ISKI Pers Indonesia Era Transisi, Bandung : Rosdakarya http://www.inilah.com/read/detail/252742/gus-dur-dimakamkan-pukul-1300-wib/ Fidela Hasworini, diakses 03 Januari 2012 Pukul 06:26 http://www.scribd.com/doc/12617610/Sejarah-Harian-Kompas-Sebagai-PersPartai-Katolik, Gigih Sari Alam diakses 03 Januari 2012, Pukul 06 : 35 I Ilaihi, W, 2010, Komunikasi Dakwah, Bandung : Rosdakarya Kasman, S, 2010, Pers dan Pencitraan Umat Islam di Indonesia, Jakarta : Balai Litbang dan Diklat Kemenag ______, 2004, Jurnalisme Universal, Jakarta : Teraju Kompas, 31 Desember 2009 Kompas, Gus Dur Penerobos Bidang Kelautan, Edisi 02 Januari 2010 _______, 85 Tokoh Lintas Iman Tuntut Pembersihan Nama Gus Dur, Edisi, 06 Januari 2010 _______, Amin Rais : Gus Dur Ikon Pluralisme, Edisi 02 Januari 2010 _______, Belasungkawa dari LN, Edisi 02 Januari 2010 _______, Doa Umat Lintas Agama untuk Gus Dur, Edisi 03 Januari 2010 _______, F. PKB Surati Presiden, PDI-P dan Partai Demokrat Dukung Gus Dur sebagai Pahlawan, Edisi 04 Januari 2010 _______, Gus Dur Diusulkan untuk Nama Jalan, Edisi 04 Januari 2010 _______, Yenny Wahid : Keluarga Akan Melanjutkannya, Edisi 04 Januari 2010 _______, 2004, Sistem Komunikasi Massa, Jakarta : Raja Grafindo Persada
_______, 2008, Komunikasi Massa, Kontroversi, Teori, dan Aplikasi, Bandung : Widya Padjajaran Kurnia, S. S, 2005, Jurnalisme Kontemporer, Yayasan Obor Indonesia Mahfudh, S.A, 1399 H/1979 M, Hidayat- Al Mursyidin ila Thuruq Al Wa’zi wa Al Khitabat (h), Darul I‟tisham Malarangeng, R,2010, Pers Orde Baru, Jakarta : Kompas Mapattoto, A.B, 1992 Tehnik Menulis Feature (karangan khas), Jakarta Gramedia Pustaka Mulyana, D, 2002, Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Munir, M & Wahyu Ilaihi (ed.), 2009, Manajemen Dakwah, Jakarta : Kencana Nugroho, Bimo, dkk, 1999, Politik Media Mengemas Berita, ISAI, Jakarta Nurdin, Ahmad. 2006. Pemberitaan Aktifis Aliansi Gerakan Anti Pemurtadan (AGAP) di Majalah Tempo Edisi 5-11 September 2005 Paska Tragedi Penutupan Gereja-gereja di Bandung. (Tidak dipublikasikan, Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo) Nuruddin, 2003, Komunikasi Massa, Malang : Cespur Pimay, A, 2006, Metodologi Dakwah : Kajian Teoritik dari Khazanah Al Qur’an, Semarang : Rasail. Poerwadarminta, 2006, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka Rahzen, T, 2010, Tanah Air Bahasa : Seratus Jejak Pers Indonesia, Yogyakarta : I Boekoe Rakhmat, J, 2003, Psikologi Komunikasi ,Bandung: Remaja Rosda Samantho, A. Y, 2002, Jurnalistik Islami, Jakarta : Harakah Shobur, A, 2002, Analisis Teks Media, Bandung : Rosdakarya Sihombing, B. A, 2003, “Pemanfaatan Surat Kabar sebagai Media Dakwah” dalam Buyung A Sihombing, Jurnal Analytica Islamica vol 5 (1), Program Pascasarjana IAIN – SU Medan.
Sobur, A, 2009. Analisis Teks Media, Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Subiakto, H, 2001 “Menggagas Sistem Media yang Demokratis untuk Indonesia Baru,” dalam Henry Subiakto Jurnal ISKI Pers Indonesia Era Transisi, Bandung : Rosdakarya Sudibyo, A, 2009, Politik Media dan Pertarungan Wacana, Yogyakarta : LKiS, Cet IV Sulthon, M, 2003, Desain Ilmu Dakwah, Yogyakarta : Pustaka Pelajar Sumadiria, H.A, 2005. Jurnalistik Indonesia. Menulis Berita dan Feature, Panduan Praktis Jurnalis Profesional. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. Syakir, F, t.th, Washayar Rasul, Kairo : Maktabah at Turats al Islami Syafiatus, J. 2006. Kecenderungan Media Cetak dalam Memberitakan Terorisme di Indonesia (Analisis Harian Kompas dan Republika Edisi OktoberDesember 2002)(Tidak dipublikasikan, Skripsi, Fakulltas Dakwah IAIN Walisongo). Syamsul, A, 2003, Jurnalistik Dakwah, Visi dan Misi Dakwah bil Qolam, Bandung : Rosdakarya Umar, T.Y, 1971, Ilmu Dakwah, Jakarta : Wijaya Wahidin, S, 2006, Hukum Pers, Yogyakarta : Pustaka Pelajar Wibisono, T, 2008, Analisis Pemberitaan Al Jama’ah Al Islamiyah dalam Peristiwa Bom Bali II di Majalah Gatra Edisi Oktober-Desember 2005.(Tidak dipublikasikan, Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Walisongo). Ya‟qub, H, 1992, Publisistik Islam, Teknik Dakwah dan Leadership, Bandung : Diponegoro Zed, Mestika, 2004, Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta :Yayasan Obor Indonesia. Zen, F, 2004, NU Politik : Analisis Wacana Media, Yogyakarta : LKIS