KONSTRUKSI PEMBERITAAN MEDIA TENTANG REKOMENDASI BADAN KOORDINASI PENGAWAS ALIRAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT (BAKOR PAKEM) MENGENAI PENGHENTIAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) (Analisis Framing Pemberitaan Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif Edisi April – Juni 2008)
CONSTRUCTION OF MEDIA NEWS ABOUT RECOMMENDATION OF BADAN KOORDINASI PENGAWAS ALIRAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT (BAKOR PAKEM) TO TERMINATE THE ACTIVITIES OF JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) (Framing Analysis of Republika Online, Kompas.com, and Tempo Interaktif News in April – Juni 2008 Edition)
SKRIPSI
Disusun oleh: SUSILAWATI 20040530169
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2009
KONSTRUKSI PEMBERITAAN MEDIA TENTANG REKOMENDASI BADAN KOORDINASI PENGAWAS ALIRAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT (BAKOR PAKEM) MENGENAI PENGHENTIAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) (Analisis Framing Pemberitaan Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif Edisi April – Juni 2008)
CONSTRUCTION OF MEDIA NEWS ABOUT RECOMMENDATION OF BADAN KOORDINASI PENGAWAS ALIRAN KEPERCAYAAN MASYARAKAT (BAKOR PAKEM) TO TERMINATE THE ACTIVITIES OF JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI) (Framing Analysis of Republika Online, Kompas.com, and Tempo Interaktif News in April – Juni 2008 Edition)
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik (S.IP) Program Studi Ilmu Komunikasi
Disusun oleh: SUSILAWATI 20040530169
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2009
i
ii
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Telah dipertahankan dan disahkan di depan Tim Penguji Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Pada: Hari
: Jum’at
Tanggal : 30 Januari 2009 Jam
: 08.00 – 09.30 WIB
Tempat
: Ruang Negosiasi
Susunan Tim Penguji, Ketua Tim Penguji
Fajar Junaedi, S.Sos., M.Si.
Penguji I
Penguji II
Firly Annisa, S.IP.
Fajar Iqbal, S.Sos., M.Si.
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana (S-1) Tanggal: 10 Februari 2009
Fajar Iqbal, S.Sos., M.Si. Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi
ii
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.S. Al Hasyr: 18). “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain, dan hanya kepada Tuhan-mulah hendaknya kamu berharap.” (Q.S. Alam Nasyrah: 5-8). “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (Q.S. Ar Rad: 11). “Maka bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar dan sekalikali janganlah orang-orang yang tidak meyakini (kebenaran ayat-ayat) itu menggelisahkan kamu.” (Q.S. Ar Rum: 60). Hadist Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam: “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap umat Islam laki-laki maupun perempuan.” “Ilmu dinilai bermanfaat bila disertai amal. Yang paling bodoh adalah manusia bodoh yang tidak berusaha menambah ilmunya; yang paling pandai ialah manusia yang mengandalkan diri pada ilmunya, dan yang paling utama ialah manusia yang bertakwa.” (Sufyan at Tsauri). “Kesuksesan 99 persen dipengaruhi oleh kerja keras, 1 persen dipengaruhi oleh kejeniusan.” (Thomas Alfa Edison).
iii
Skripsi ini kupersembahkan untuk orang-orang yang berarti dalam hidupku: ¾ Kedua orang tuaku: • Almarhum St. Azwir (Papa) • Ramayni (Mamak) ¾ Kakak-kakakku: • Nurhayati, AMK • Julyanas • Ade Irma Yani, AMD ¾ Adik-adikku: • Valentina • Firmansyah • Zulkifli Amri ¾ Keluarga besarku di Martapura ¾ Almamaterku
iv
¾ Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Dengan segala Rahmat, nikmat (iman, Islam, dan kesehatan), dan Ridha-Mu hamba dapat menyelesaikan skripsi ini hanya dengan waktu 3 bulan 5 hari. Terima kasih ya Rabb.., Engkau telah memberikan hamba kemudahan dan kelancaran dalam menyusun skripsi ini, baik dalam proses menyusun hingga menghadapi ujian skripsi. I love you Alloh Subhanahu Wa Ta’ala... Allahu Akbar!! ¾ Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, dengan suri tauladanmu menjadi tolak ukur untukku dalam menjalani kehidupan ini yang penuh dengan ilmu pengetahuan. ¾ Kedua orang tuaku. Papa (almarhum) yang selalu memberikan dukungannya kepadaku ketika masih hidup, baik moril maupun materiil, cinta dan kasih sayangnya yang tak ternilai, dan selalu memperjuangkan semuanya untukku. Walaupun engkau telah tiada, tapi semua nasehatmu, dan kenangan bersamamu Insya Allah akan ku ingat dan ku kenang selalu. Dan mamakku, yang selalu mendo’akanku dalam setiap sujudnya, selalu mengingatkanku agar tetap sabar, dan selalu memberikan dukungan, baik moril, materiil, cinta dan kasih sayangnya yang tak ternilai, dan selalu memperjuangkan semuanya untukku. Papa, mamak.., jazakallah khairan katsiran atas semuanya. Berkat didikan kalian berdua, sehingga menjadikanku seorang yang berakhlak dan berilmu. ¾ Kakak-kakakku sayang (Uni Yati, Abang Anas, dan Kak Ema) dan adik-adikku sayang (Valen, Firman, dan Amri). Merekalah yang selalu mendukungku dan mengingatkanku agar tetap sabar dan tetap semangat. Jazakallah khairan katsiran kakak-kakak dan adik-adikku atas semua dukungan, nasehat, dan do’anya selama ini. ¾ Kakak-kakak iparku (Bang Zakir dan Bang Ary). Jazakallah.. atas semua ilmu, dukungan, dan do’anya. ¾ Keponakanku Naufal yang pintar dan lucu.., yang selalu membuat bundo tertawa. Semoga menjadi anak yang sholeh ya sayang.. Aamiiin... ¾ Pak Irman dan Bu Mina. Jazakallah khairan katsiran atas semua ilmu, nasehat, dukungan dan doanya nya selama ini. ¾ Bu Mufid. Jazakillah atas semua ilmu yang diberikan, dukungan, dan do’anya selama ini..! ¾ Temanku Kenan. Jazakallah atas bantuan, dukungan, dan do’anya selama ini. Afwan.., belum bisa memberikan harapan banyak maupun sedikit. Aku tidak berani memberikan kepastian, karena jodoh di tangan Allah. Jika ingin berikhtiar, tafadol! Itu merupakan hakmu. Apabila
v
berjodohan alhamdulillah, apabila tidak berjodohan jangan kecil hati! Wallahu ‘alam Bishowab! ¾ Dek Isti. Jazakillah atas semua bantuan dan dukungannya selama ini. ¾ Keluarga besar di Martapura, Danau Ranau, Pekan Baru, Medan, Aceh, Padang, Bandung, dan Yogyakarta Jazakallah khairan katsiran atas semua dukungan dan do’anya. ¾ Teman-teman Komunikasi angkatan 2003 UMY: (Mbak Alliah, Mbak Arum, Mbak Dania Mas Sardi) thanks atas sharing, dukungan dan do’anya. (Acies, Holly, Mas Lukman, Mbak Lalita) ayo semangat ngerjain skripsinya!! Cepat nyusul ya..! ¾ Teman-teman Komunikasi angkatan 2004 UMY:
(Anto, Ari, Delima, Kholis, Lala, Lia, Miftah, Tya) akhirnya aku bisa nyusul kalian juga. Thanks atas sharing, dukungan, dan doanya.
(Desy, Indah, Lia, Maria, Minie, Mira, Ucha, Sofi, Yeni) subahanallah.., akhirnya kita bareng juga pake toganya.
(Aini, Angga, Anggie, Dias, Eross, Krisna, Ian, Ive, Mega, Novi, Nimas, Phiti, Rossy, Siska, Sinta, Teddy, Tomo, Widya) ayo semangat ngerjain skripsinya!! Ayo kalian harus punya target buat ngejar Juni..!! Semoga Allah memberikan kemudahan dan kelancaran dalam semua urusan kalian. Aamiiin...
¾ Teman-teman kos ‘Aquatic Garden’: (Mbak Erni) jazakillah atas bantuan, dukungan, nasehat, dan do’anya selama ini. Oya cepat nyusul juga ya Mba Erni..!! (Astrid, Citra, Diah, Ifa, Imah, Maya, Ovi, Ratna, Suci, Yuni) yang rajin dan semangat kuliahnya ya dek..!! Thanks ya dukungan dan do’anya. ¾ Teman-teman MTs: (Aan, Ana, Ary, Bowo, Hadi, Ira, Gusriadi, Joni, Mia, Maya, Nina, Ratna, Rika, Rina, Sari, Yandri) aku kangen sama kalian semua. Thanks ya atas dukungan dan do’anya. ¾ Teman-teman SMA: (Angga, Febri, Fauzi, Lamtiur, Lia, Marjiono, Rika) aku rindu sama kalian semua. Thanks ya atas dukungan dan do’anya. ¾ Teman-teman OKU Timur Sumatera Selatan: (Afrie, Dian, Handoko, kak Ridho, Miko, Nanang, Ningsih, Ridwan, Tuti, Yando, Wawan, Wida) subahanallah.., akhirnyo kito ketemu dan biso saling kenal. Asyik dan seru bertemanan dengan kalian. ¾ Saudari-saudariku: (Afni dan Diah) ayo semangat ngerjain skripsinya!! Aku yakin kalian pasti bisa. Cepat nyusul ya..!! ¾ Saudara-saudara yang jauh di mata tapi lekat di hati: (Akh Aril, Akh Danu, Akh Teguh Bang Erwin, Mas Gunawan, Mas Yono, dan Mbak Rum) jazakallah atas dukungan dan do’anya.
vi
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas segala rahmat, hidayah dan inayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “KONSTRUKSI PEMBERITAAN MEDIA TENTANG REKOMENDASI
BADAN
KOORDINASI
KEPERCAYAAN
MASYARAKAT
(BAKOR
PENGAWAS PAKEM)
ALIRAN MENGENAI
PENGHENTIAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA (JAI), (Analisis Framing Pemberitaan Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif Edisi April–Juni 2008)”. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi wa Sallam, keluarga, para sahabat dan seluruh pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Dan juga sebagai sarana untuk mempraktekkan secara langsung ilmu dan teori yang telah diperoleh selama menjalani masa studi di Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan baik materil maupun spirituil dari berbagai pihak. Maka, dalam kesempatan ini
vii
dengan segala kerendahan hati, peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: a. Sang penguasa segala yang ada di langit dan di bumi, sumber segala ilmu pengetahuan dan kebenaran, Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Puji syukur yang tak terhingga atas segala karunia dan hidayah. b. Bapak Ir. HM. Dasron Hamid Msc., selaku Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. c. Bapak Dr. H. Tulus Warsito, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. d. Bapak Fajar Iqbal S.Sos., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi. Terima kasih atas kemudahan dan dukungan yang telah diberikan, serta selaku dosen penguji, terima kasih atas semua masukan dan kesediaannya untuk menjadi salah satu tim Penguji Ujian Skripsi. e. Mas Fajar Junaedi, S.Sos., M.Si., selaku dosen pembimbing pertama, dan Mbak Firly Annisa, S.IP., selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan arahan, serta kemudahan kepada peneliti dengan penuh kesabaran dan keikhlasan serta senantiasa memberikan semangat, motivasi, dan nasehat sehingga karya tulis ini dapat terselesaikan. f. Semua dosen Jurusan Ilmu Komunikasi UMY. Terima kasih atas semua ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada peneliti selama kuliah. g. Pak Jono dan Mbak Siti. Terima kasih telah membantu kelancaran dan kesuksesan dalam penyusunan skripsi hingga menuju ujian skripsi.
viii
h. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu kelancaran, dan kesuksesan dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari sempurna, maka dengan segala keterbukaan peneliti mengharapkan segala kritik dan saran untuk membantu proses penyempurnaan di masa mendatang. Besar harapan peneliti, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Yogyakarta, 10 Februari 2009
Susilawati
ix
ABSTRAKSI
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Konsentrasi Public Relations Susilawati (20040530169) Konstruksi Pemberitaan Media tentang Rekomendasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) Mengenai Penghentian Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), (Analisis Framing Pemberitaan Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif Edisi April – Juni 2008) Tahun skripsi: 2009 + 134 halaman + 12 halaman lampiran + 9 tabel + 7 gambar + Daftar Kepustakaan: 29 buku + 1 jurnal + 6 karya ilmiah + 5 majalah + 31 sumber online.
Penelitian ini menganalisis konstruksi pemberitaan media tentang Rekomendasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) mengenai penghentian kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) di media Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif edisi April – Juni 2008. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana media Republika online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif mengkonstruksi pemberitaan tentang rekomendasi Bakor Pakem mengenai penghentian kegiatan JAI pada edisi April – Juni 2008; dan untuk mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi konstruksi pemberitaan media Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif tentang rekomendasi Bakor Pakem mengenai penghentian kegiatan JAI pada edisi April – Juni 2008. Kerangka teori dalam penelitian ini dengan menggunakan perspektif interpretif dalam komunikasi; tradisi kritis dalam ilmu komunikasi; media dan konstruksi realitas; dan faktorfaktor yang mempengaruhi konstruksi pemberitaan media, serta media online. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis framing dari model Robert N. Entman. Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa Republika Online membingkai masalah rekomendasi Bakor Pakem merupakan langkah awal yang tepat yang sepenuhnya akan didukung. Sedangkan Kompas.com membingkai masalah keputusan Bakor Pakem merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan hukum yang tidak akan didukung. Sementara itu, Tempo Interaktif membingkai masalah keputusan Bakor Pakem melanggar konstitusi dan hukum sehingga pembubaran Ahmadiyah disesalkan. Adanya perbedaan tersebut ternyata dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang meliputi faktor internal media yaitu, faktor organisasi, dan faktor eksternal media yang meliputi, faktor sumber berita dan ideologi. Artinya, berita yang disajikan di media hendaknya tidak diterima begitu saja, tetapi dicerna dan disaring terlebih dahulu, sehingga kita tidak terjebak oleh kepentingan media.
x
ABSTRACT
University of Muhammadiyah Yogyakarta Faculty of Social and Political Studies Department of Communication Studies Concentration on Public Relations Susilawati (20040530169) Construction of Media News about Recommendation of Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) to Terminate the Activities of Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), (Framing Analysis of Republika Online, Kompas.com, and Tempo Interaktif News in April – Juni 2008 Edition) Year of Thesis: 2009 + 134 pages + 12 pages of annexation + 9 tables + 7 pictures + Bibliography: 29 books + 1 journal + 6 scientific papers + 5 magazines + 31 online resources.
This research analyzes the construction of media news about recommendation of Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) to terminate the activities of Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) in the media such as Republika Online, Kompas.com, and Tempo Interaktif in April – June 2008 edition. The intention of this research is to describe how Republika Online, Kompas.com, and Tempo Interaktif construct the news about recommendation of Bakor Pakem to terminate the activities of JAI in April – June 2008 edition and to describe what factors influence the construction of the news about recommendation of Bakor Pakem on to terminate the activities of JAI in Republika Online, Kompas.com, and Tempo Interaktif in April – June 2008 edition. The theories used in this research are interpretive perspective in communication, critical tradition in communication, media and construction of reality, and the factors which influence media news construction, as well as online media. Research method used in this research is Robert N. Entman’s model of framing analysis. The research indicates that Republika Online frames an issue that Bakor Pakem has taken the right first step and will be supported. Kompas.com frames an issue that the decision of Bakor Pakem breaks the constitusion and law which will not be supported. And Tempo Interaktif frames an issue that the decision of Bakor Pakem breaks the constitution and law, and termination of Ahmadiyah is regretted. This difference is influenced by several factors, including internal factors namely organizational factors, and the external factors including sources of news and ideology. It means that the news written in those media should not be taken without any consideration, but should first be analyzed and filtered, so that we won’t be entrapped in the interests of the media.
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................ii HALAMAN MOTTO.............................................................................................. iii HALAMAN PERSEMBAHAN...............................................................................iv KATA PENGANTAR.............................................................................................. vii ABSTRAKSI.............................................................................................................x ABSTRACT.............................................................................................................. xi DAFTAR ISI.............................................................................................................xii DAFTAR TABEL.............................................................................................. ......xvi DAFTAR GAMBAR................................................................................................xvii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.....................................................................1 B. Rumusan Masalah...............................................................................11 C. Tujuan Penelitian ................................................................................11 D. Manfaat Penelitian..............................................................................12 E. Kerangka Teori ...................................................................................13 E.1. Perspektif Interpretif dalam Komunikasi....................................14 E.2. Tradisi Kritis dalam Ilmu Komunikasi .......................................17 E.3. Media dan Konstruksi Realitas Sosial ........................................20 E.4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konstruksi Pemberitaan Media......................................................................24
xii
E.5. Media Online...............................................................................29 F. Metode Penelitian................................................................................32 F.1. Analisis Framing .........................................................................32 F.2. Jenis Penelitian............................................................................36 F.3. Objek Penelitian ..........................................................................37 F.4. Teknik Pengumpulan Data ..........................................................37 a. Studi Pustaka........................................................................... 37 b. Metode Dokumentasi.............................................................. 38 F.5. Teknik Analisis Data...................................................................38 F.6. Sistematika Penulisan..................................................................41
BAB II
PROFIL MEDIA A. Profil Republika ...............................................................................42 1. Sejarah dan Perkembangan Republika ........................................42 2. Visi dan Misi Republika..............................................................51 2.1. Visi Republika…………………………………………….. 51 2.2. Misi Republika……………………………………………. 51 3. Republika Online.........................................................................51 4. Pengelola PT Republika Media Mandiri .....................................52 B. Profil Kompas ..................................................................................55 1. Sejarah dan Perkembangan Kompas ...........................................55 2. Visi dan Misi Kompas.................................................................61 2.1. Visi Kompas......................................................................... 61 2.2. Misi Kompas........................................................................ 61
xiii
3. Kompas.com ...............................................................................62 4. Susunan Redaksi PT Kompas Cyber Media................................64 C. Profil Tempo ....................................................................................66 1. Sejarah dan Perkembangan Tempo .............................................66 2. Tempo Interaktif ..........................................................................76 2.1. Layanan dalam Tempo Interaktif..........................................76 2.2. Kewajiban Registrasi............................................................77 3. Visi dan Misi Tempo...................................................................77 3.1. Visi Tempo........................................................................... 77 3.2. Misi Tempo.......................................................................... 77 4. Susunan Redaksi Tempo .............................................................78
BAB III
PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA A. Frame Republika Online: Rekomendasi Bakor Pakem Merupakan Langkah Awal yang Tepat yang Sepenuhnya akan Didukung .........83 B. Frame Kompas.com: Keputusan Bakor Pakem Merupakan Pelanggaran terhadap Konstitusi dan Hukum yang tidak akan Didukung...........................................................................................94 C. Frame Tempo Interaktif: Keputusan Bakor Pakem Melanggar Konstitusi dan Hukum sehingga Pembubaran Ahmadiyah Disesalkan .........................................................................................105 D. Perbandingan Frame Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif ............................................................................................115
xiv
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konstruksi Pemberitaan Media Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif .. .....118 E.1. Republika Online .......................................................................119 E.2. Kompas.com...............................................................................123 E.3. Tempo Interaktif.........................................................................126
BAB IV
PENUTUP A. Kesimpulan........................................................................................129 B. Saran..................................................................................................133
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Dari Cetak ke Layar: Penulisan Berita di Web..........................................30 Tabel 2. Skema Framing Analysis Model Robert N. Entman.................................39 Tabel 3. Deskripsi Empat Berita Republika Online tentang Rekomendasi Bakor Pakem Mengenai Penghentian Kegiatan JAI ............................................83 Tabel 4. Frame: Kasus Rekomendasi Bakor Pakem Merupakan Langkah Awal yang Tepat yang Sepenuhnya akan Didukung ..........................................89 Tabel 5. Deskripsi Empat Berita Kompas.com tentang Rekomendasi Bakor Pakem Mengenai Penghentian Kegiatan JAI ............................................92 Tabel 6. Frame: Kasus Keputusan Bakor Pakem Merupakan Pelanggaran terhadap Konstitusi dan Hukum yang tidak akan Didukung.....................99 Tabel 7. Deskripsi Empat Berita Tempo Interaktif tentang Rekomendasi Bakor Pakem Mengenai Penghentian Kegiatan JAI ............................................104 Tabel 8. Frame: Kasus Keputusan Bakorpakem Melanggar Konstitusi dan Hukum sehingga Pembubaran Ahmadiyah Disesalkan.............................110 Tabel 9. Perbandingan Frame Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif ....................................................................................................111
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Tradisi Komunikasi ..........................................................................14 Gambar 2. Peta Ideologi.............................................................................................27 Gambar 3. Group Mahaka Media...............................................................................45 Gambar 4. Mayoritas Pembaca Republika.................................................................46 Gambar 5. Profesi Pembaca Republika......................................................................47 Gambar 6. Sebaran Koran Republika.........................................................................47 Gambar 7. Usia Pembaca Republika..........................................................................48
xvii
xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini persoalan yang terjadi di Indonesia tiada habis-habisnya. Satu masalah belum selesai, muncul masalah lainnya. Masalah lain itu adalah persoalan yang menyangkut Ahmadiyah. Sejak awal kehadirannya di Indonesia pada 1924, keberadaan Ahmadiyah sudah memicu kontroversi. Pada masa itu, para perintis Ahmadiyah berdebat dan menjelaskan teologi agamanya di hadapan para penantang. Sekarang perseteruan tersebut masih ada meski tak melalui dialog, melainkan amuk massa (Majalah Tempo, 5–11 Mei 2008). Pada April 2008, aliran ini kembali banyak diberitakan di berbagai media massa. Banyaknya pemberitaan tentang aliran ini muncul ketika Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) mengeluarkan rekomendasi kepada Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama untuk membubarkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) (Yogaswara, 2008: 86). Hasil rekomendasi Bakor Pakem tersebut berdasarkan pada pemantauan dan evaluasi yang dilakukan oleh Bakor Pakem terhadap ajaran Ahmadiyah selama 3 bulan terhitung sejak bulan Januari hingga April 2008. Pemantauan dan evaluasi itu dilakukan di 33 kabupaten, 55 komunitas, dan 277 warga Ahmadiyah. Atas rekomendasi dari Bakor Pakem, pemerintah
1
pun berjanji akan segera mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) (Yogaswara, 2008: 87). Walhasil banyak muncul kontroversi dari berbagai pihak dalam menanggapi rekomendasi Bakor Pakem tersebut. Bahkan, kontroversi itu dilakukan dengan tindakan anarkis dalam menyikapi masalah Ahmadiyah ini, yakni sekelompok anggota masyarakat Desa Parakan Salak Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, 28 April lalu, merusak masjid milik pengikut Ahmadiyah
(http://republika.co.id/koran_detail.asp?id=330600&kat_id=3,
Sabtu, 7 Juni 2008). Kontroversi tentang persoalan JAI di media memang sudah muncul sejak tahun 2005 silam. JAI menjadi sorotan di berbagai media, baik cetak maupun elektronik. Banyak pendapat beragam yang menanggapi persoalan itu (Majalah Suluh, September–Oktober 2005). Bahkan, belakangan ini persoalan JAI semakin mencuat di media ketika rekomendasi Bakor Pakem mengenai penghentian kegiatan JAI dikeluarkan. Peristiwa ini mengundang perhatian beberapa media, termasuk dalam hal ini adalah media online, yaitu Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif. Ketiga media online tersebut menunjukkan perspektif yang berbeda dalam mengkonstruksi realitas atau peristiwa tersebut, kecuali Kompas.com dan Tempo Interaktif yang perspektifnya tidak jauh berbeda dalam mengkonstruksi realitas atau peristiwa tersebut. Konstruksi pemberitaan Republika Online menyatakan, bahwa Ormas Islam mendesak pemerintah agar segera mengeluarkan Keputusan Presiden
2
(Keppres) mengenai pembubaran aliran Ahmadiyah pasca rekomendasi Bakor Pakem. Dalam teks pemberitaan media online ini menentukan pendapat dari Ketua Forum Umat Islam Mashadi. FUI mendesak kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar segera mengeluarkan Keppres mengenai pembubaran organisasi Ahmadiyah, menyita aset-asetnya dan meminta kepada seluruh pengikut dan anggotanya untuk membubarkan diri serta bertaubat kembali kepada agama Islam yang benar (http://republika.co.id/ Online_detail.asp?id=330698&kat_id=23, Jum’at, 18 April 2008). Rekomendasi Bakor Pakem tersebut disambut baik oleh berbagai kalangan. Sebagaimana pernyataan Munarman bahwa keputusan yang dibuat Bakor Pakem merupakan langkah awal yang tepat yang akan didukung sepenuhnya oleh FUI (http://republika.co.id/Online_detail.asp?id= 330743& kat_id=23, Jum’at, 18 April 2008). Akibat dari dikeluarkannya rekomendasi Bakor Pakem tersebut, Ahmadiyah kemudian melawan karena dianggap sesat dari ajaran Islam sebenarnya. Konstruksi pemberitaan Kompas.com dengan narasumber juru bicara Ahmadiyah, Ahmad Mubarik, dengan tegas mengatakan: Apa yang selama ini diyakini oleh Ahmadiyah sudah dilecehkan dan secara sengaja telah diputarbalikkan dari fakta sebenarnya oleh pihakpihak tertentu. Mubarik kemudian membantah, bila dikatakan Ahmadiyah tidak mengakui Nabi Muhammad SAW, sebagai Nabi akhir. Hal ini, adalah salah satu dari 12 butir yang dikeluarkan oleh Bakor Pakem yang merekomendasikan agar aliran Ahmadiyah Indonesia menghentikan ajaran dan seluruh kegiatannya (http:// kompas.com/index.php/read/xml/2008/04/16/20025056/ahmadiyah.ma u.lapor.pbb, Kamis, 17 April 2008). Konstruksi pemberitaan Kompas.com menyatakan, puluhan orang yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) menyatakan sikap penolakan terhadap rekomendasi
3
Bakor Pakem tersebut. Keputusan Bakor Pakem yang melarang keberadaan Ahmadiyah dinilai melanggar konstitusi dan juga hukum internasional. Keputusan tersebut dinilai hanya didasarkan pada penilaian ajaran agama tertentu. Hal ini dianggap bertentangan dengan prinsip negara hukum yang dianut Indonesia (http://kompas.com/index.php/read/xml/2008/04/17/1645249 249/dukung.ahmadiyah.desak.cabut.keputusan.rakor.pakem, Jum’at, 18 April 2008). Sementara itu, konstruksi pemberitaan Tempo Interaktif juga tidak jauh berbeda seperti apa yang diberitakan Kompas.com. Dalam pemberitaannnya, Tempo Interaktif menyatakan penolakan terhadap rekomendasi Bakor Pakem tersebut, sebagaimana pernyataan Koordinator Lembaga Bantuan Hukum Aswinawati. Dasar negara menjatuhkan vonis kepada suatu ajaran berdasarkan rujukan kitab suci, pendapat lembaga agama tertentu dan ahli agama, artinya tidak sesuai dengan hukum. "Hal itu akan mengarah pada negara teokrasi," katanya. Sehingga, kata dia, keputusan dari Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan di Masyarakat sudah melanggar konstitusi dan hukum (http://www.tempointeraktif.com/ hg/nasional/2008/04/18/brk,20080418-121550,id.html, Sabtu, 19 April 2008). Akhirnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang peringatan dan perintah kepada penganut, anggota, dan/atau pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan warga masyarakat, yang disusun oleh Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agungpun dikeluarkan tanggal 9 Juni 2008. Namun, menurut Menteri Agama Maftuh Basyuni, setelah terbitnya SKB, masih tersisa ketidakpuasan dari kedua belah pihak yang merasa pemerintah
4
belum memberikan ketegasan dalam tuangan SKB dalam format terbaiknya (Yogaswara, 2008: 98). Berdasarkan apa yang sudah tertulis di atas, yaitu dari isi berita dan pernyataan dari para narasumber terlihat sangat berbeda, disampaikan oleh ketiga media online tersebut. Republika Online menentukan sumber berita dari kalangan ummat Islam yang terdiri dari para ulama dan ormas Islam sehingga otomatis mereka akan mendukung rekomendasi Bakor Pakem tersebut. Sedangkan Kompas.com menentukan sumber berita dari orang-orang yang berada di belakang Ahmadiyah, yaitu dari para pendukungnya, yang tentunya akan menolak rekomendasi Bakor Pakem tersebut. Sementara itu, Tempo Interaktif juga menentukan sumber berita yang sama seperti Kompas.com, walaupun pemberitaan Tempo Interaktif dianggap terlalu kritis dalam menyikapi peristiwa ini. Tapi, di balik kekritisan itu Tempo Interaktif ada keberpihakan dengan suatu kelompok tertentu, sebab tidak ada media manapun yang netral dalam memberitakan suatu peristiwa. Ketertarikan peneliti pada peristiwa ini karena peristiwa ini memunculkan banyak asumsi dan masih menimbulkan kontroversi antara Bakor Pakem (sebagai pihak yang mengeluarkan rekomendasi mengenai penghentian kegiatan JAI) dengan pihak Ahmadiyah yang menolak keputusan Bakor Pakem tersebut. Obyek penelitian ini akan melibatkan tiga media online yang berskala nasional, yaitu Republika Online, Kompas.com dan Tempo Interaktif. Hal ini kemudian menjadi relevan jika kita lihat dari latar belakang ideologi ketiga
5
media online tersebut. Republika Online merupakan media online dari Surat Kabar Harian (SKH) Republika yang merupakan salah satu surat kabar nasional yang terkemuka di tanah air yang dilahirkan oleh kalangan komunitas Muslim bagi publik di Indonesia (http://republika.co.id/launcher/view/mid/23, Selasa, 10 Juni 2008). Sementara, Kompas.com merupakan media online dari SKH terbesar di Indonesia, yaitu Kompas, yang telah terbit sejak 28 Juni 1965 yang digawangi oleh Jakob Oetama dan Auwjong Peng Koen (P. K. Ojong). Sejak awal 1960-an Auwjong dan Jakob keduanya sama-sama menjadi pengurus Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (Suprichusnul, 2008). Kompas sangat
kompromistis
terhadap
rezim
Presiden
Soeharto.
Tekanan
pemerintahan Soeharto berlangsung sangat efektif dalam tubuh Kompas, sehingga menghasilkan gaya penulisan yang penuh kehati-hatian. Pembaca Kompas diajak berputar-putar dulu ketika membaca berita atau opini Kompas (Haryanto, 2008). Sedangkan, Tempo Interaktif merupakan media online dari Koran Tempo yang salah satu pendirinya adalah Goenawan Mohammad yang adalah mantan Pemimpin Redaksi Majalah Berita Tempo. Goenawan Mohammad adalah tokoh yang paling berperan bagi tumbuhnya bibit-bibit Islam Liberal di Indonesia melalui perannya di media. Ia membidangi, atau setidaknya memfasilitasi terbentuknya kelompok Jaringan Islam Liberal (JIL) di markas teater Utan Kayu, jalan Utan Kayu 69 H Jakarta Timur (Handrianto, 2007: 110). Dengan demikian, asumsi yang berkembang saat ini adalah bahwasanya
ketiga
media
online
6
tersebut
masing-masing
memiliki
keberpihakan atas dasar ideologi yang dianut oleh pemilik media. Menurut Louis Althusser, ideology actually forms the individual’s consciousness and creates the person’s subjective understanding of experience. In this model the superstructure (social organization) creates ideology, which in turn affects individual’s notions of reality (Littlejohn, 2002: 211). Apabila dilihat dari latar belakang ketiga media online tersebut, maka Republika Online dalam teks pemberitaannya dinilai akan berpihak kepada Bakorpakem
untuk
mendukung
rekomendasi
tersebut.
Sedangkan
Kompas.com dinilai akan memihak pada kelompok Ahmadiyah yang tidak sepakat atas rekomendasi Bakor Pakem tersebut. Sementara itu, Tempo Interaktif dinilai sama seperti Kompas.com, yaitu berpihak pada kelompok Ahmadiyah yang tidak setuju dengan rekomendasi Bakor Pakem tersebut. Alasan peneliti menjadikan ketiga media online ini sebagai obyek penelitian, dalam hal ini adalah Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif, dikarenakan adanya perbedaan ideologi dari ketiga media online tersebut. Selain itu, ketiga media online tersebut paling gencar memberitakan kasus rekomendasi Bakor Pakem ini. Bahkan, ketiga media online tersebut paling banyak memberitakan kasus ini, di mana Republika Online memberitakan kasus ini dari edisi April–Desember 2008, Kompas.com dari edisi April–Oktober 2008, sedangkan Tempo Interaktif dari edisi April– November 2008. Sementara itu, alasan peneliti memilih pemberitaan dari media online adalah karena media online memiliki nilai lebih jika dibandingkan dengan media cetak. Nilai lebih yang dimiliki media online
7
antara lain: pertama, dari segi format berita yang disajikan oleh media online: ringkas tapi padat dengan format berita yang dikemas secara pendek atau tak bersambung (Majalah Cakram Fokus, Mei – Juni 2006). Kedua, dalam media online, berita terbaru langsung dapat dikonsumsi kapan saja atau dengan istilah lain adalah “waktu saji”. Waktu saji yang cepat ini jugalah yang membuat ralat atas satu berita pun dapat dilakukan dengan cepat, sehingga berita yang keliru tidak mengendap satu atau dua hari, seperti media cetak. Media online-lah yang memungkinkan peristiwa dapat tersaji dalam beberapa detik setelah terjadi (Hetami, 2008). Ketiga, para pembaca dapat mengakses informasi atau berita dengan cepat dan aktual. Keempat, informasi atau berita di media online memungkinkan berita masih tersimpan, sehingga para pembaca dapat mengakses kembali dengan mudah. Kelima, pembaca dapat berinteraksi dengan komunikator (sumber media) dengan memberikan komentar atau tanggapan terhadap pemberitaan yang dimuat secara langsung lewat kolom-kolom yang disediakan oleh media online bersangkutan. Nilai lebih yang keenam, kapasitas media online dalam menampung berita tidak terbatas sehingga informasi yang diperlukan dapat terpenuhi. Media adalah saluran pesan dari komunikator ke komunikan (penerima). Namun, media tidak hanya sebagai saluran yang bebas, ia juga agen konstruksi pesan. Pemberitaan dan pesan yang disajikan oleh media bukanlah realitas atau peristiwa yang sebenarnya. Yang benar adalah bahwa medialah yang membentuk atau mengkonstruksi realitas atau peristiwa sesungguhnya. Jadi, apa yang tersaji dalam berita, dan kita baca tiap hari,
8
adalah produk dari pembentukan realitas oleh media. Media adalah agen yang secara aktif menafsirkan realitas untuk disajikan kepada khalayak (Eriyanto, 2005: 23). Pada dasarnya, pekerjaan wartawan atau media adalah membentuk atau mengkonstruksi realitas. Perspektif atau cara pandang wartawan atau media inilah yang menentukan bagaimana sebuah pesan dikonstruksi dalam pandangan tertentu, sehingga berita yang disajikan oleh wartawan atau media bukanlah fakta yang sebenarnya. Jadi, dari perspektif inilah wartawan atau media berupaya untuk menyuguhkan berita kepada publik tentang pandangan tertentu agar pandangannya lebih dapat diterima. Sebab pada dasarnya, wartawan adalah tukang cerita, pewaris tradisi mendongeng yang sudah setua umat manusia. Cerita mempunyai latar, pelaku dan alur cerita. Diakui atau tidak, kami secara terus menerus mengarang tulisan yang menurut kami cocok untuk kejadian yang sedang kami liput (Broder, 1993: 29). Seluruh isi pemberitaan di media adalah hasil pembentukan atau konstruksi wartawan atau media. Dari hasil konstruksi itu media mampu menciptakan wacana di benak publik, sehingga secara tak sadar publik berhasil dipengaruhi oleh media. Sebagaimana yang dikemukakan Walter Lippmann bahwa fungsi media sebagai pembentuk gambaran realitas yang berpengaruh terhadap khalayak (Hamad, 2004: 25). Media tidak hanya mempengaruhi khalayak pasif, tapi juga khalayak aktif, sehingga media mampu mengajak publik untuk menerima apa yang dipikirkan. Hasilnya,
9
pesan media yang persuasif mampu membentuk opini publik yang diharapkan oleh pihak media yang bersangkutan. Fakta yang ditampilkan di media bukanlah cerminan realitas yang sesungguhnya. Setiap berita yang disajikan wartawan atau media merupakan hasil kontruksi. Karena merupakan hasil konstruksi, maka berita yang disajikan merupakan subyektifitas wartawan. Berita-berita yang disajikan pun tidak lepas dari unsur-unsur kepentingan, baik yang berkaitan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, bahkan agama. Ideologi apapun, dalam masyarakat manapun, senantiasa subyektif. Unsurnya yang dominan adalah “tujuan yang diharapkan” (Mallarangeng, dalam Sobur, 2004: 159). Pada prinsipnya, tidak satupun media memiliki sikap independensi dan obyektivitas absolut dalam setiap penyajian beritanya. Media dijadikan alat oleh kelompok-kelompok dominan untuk menyebarkan nilai, ideologi maupun kepentingan lainnya. Maka dari itu, untuk mengetahui sikap media, yang dimaksud disini adalah media Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif, dalam menyikapi kasus rekomendasi Bakor Pakem tersebut, akan terlihat dari pemberitaan oleh masing-masing media online tersebut. Dengan demikian, untuk mengetahui rahasia di balik pemberitaan dari ketiga media online tersebut maka peneliti dalam melakukan penelitian ini dengan menggunakan metode analisis framing. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Analisis framing juga dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media (Eriyanto, 2005: 10). Maka, dari analisis framing
10
inilah, akan diketahui bagaimana peristiwa atau realitas tersebut dikonstruksi, dipahami, dan dibingkai oleh masing-masing media online tersebut. Adapun topik yang diangkat oleh peneliti adalah tentang rekomendasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) mengenai penghentian kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam pemberitaan media Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif edisi April – Juni 2008.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diangkat oleh peneliti adalah: 1. Bagaimana Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif mengkonstruksi pemberitaan tentang rekomendasi Bakor Pakem mengenai penghentian kegiatan JAI pada edisi April – Juni 2008? 2.
Faktor-faktor apa yang mempengaruhi konstruksi pemberitaan media Republika
Online,
Kompas.com,
dan
Tempo
Interaktif
tentang
rekomendasi Bakor Pakem mengenai penghentian kegiatan JAI pada edisi April – Juni 2008?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan bagaimana media Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif mengkonstruksi pemberitaan tentang rekomendasi
11
Bakor Pakem mengenai penghentian kegiatan JAI pada edisi April – Juni 2008. 2. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi pemberitaan media Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif tentang rekomendasi Bakor Pakem mengenai penghentian kegiatan JAI pada edisi April – Juni 2008.
D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perkembangan disiplin ilmu komunikasi khususnya di bidang komunikasi massa yang berkaitan dengan analisis teks media khususnya metode analisis framing yang menjelaskan bagaimana media mengkonstruksi dan membingkai suatu peristiwa menjadi berita yang disajikan dan ditampilkan kepada khalayak. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada khalayak tentang wacana yang ditampilkan oleh Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif mengenai konstruksi pemberitaan media tentang rekomendasi Bakor Pakem mengenai penghentian kegiatan JAI yang masih menjadi kontroversi. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan suatu rujukan bagi siapapun yang berminat mengangkat suatu
12
permasalahan seputar analisis teks media khususnya pada kajian analisis framing.
E. Kerangka Teori Teori adalah asumsi, konsep, abstrak, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatian (Effendi dan Singarimbun, 1989: 37). Sedangkan, menurut Chaffe See Steven H., teori adalah pengertian luas yang terbatas sebagai suatu kumpulan yang diatur dari konsep-konsep dan penjelasan-penjelasan tentang sebuah kejadian (Littlejohn, 2002: 19). Dalam bagian kerangka teori ini, peneliti akan mendeskripsikan beberapa kerangka teori yang dipandang perlu untuk dijadikan pisau analisis dalam penelitian ini. Sehubungan dengan penelitian ini, maka kerangka teori yang akan digunakan terlebih dahulu adalah perspektif interpretif dalam komunikasi. Teori interpretif merupakan teori besar (grand theory) yang mencoba untuk menafsirkan teks dalam pemberitaan media. Sebab, dalam teks berita, ada nilai-nilai dan makna yang tersembunyi. Maka dari itu, teori interpretif ini perlu dibahas terlebih dahulu di dalam kerangka teori ini di mana teori interpretif lebih menjelaskan pada level makna dan nilai-nilai dalam teks. Kerangka teori berikutnya adalah tradisi kritis dalam ilmu komunikasi. Tradisi kritis masuk ke dalam wilayah interpretif. Dalam hal ini, tradisi kritis merupakan middle theory yang memiliki pengaruh besar dalam menyinggung aspek institusional dari media. Tridisi kritis menyatakan bahwa media
13
mempunyai fungsi dalam menciptakan realitas baru. Maka dari itu, tradisi kritis ini perlu dibahas dalam kerangka teori. Adapun untuk kerangka teori berikutnya adalah apa yang disebut dengan applied theory yang membahas mengenai media dan konstruksi realitas sosial; faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi pemberitaan di media; serta media online. Dalam bagian media dan konstruksi realitas sosial ini, peneliti ingin mendeskripsikan konstruksi media dalam realitas. Realitas sosial yang terjadi tidak dibentuk secara ilmiah, tetapi dibentuk dan konstruksi oleh media. Sebab, setiap orang mempunyai interpretasi yang tidak sama terhadap suatu realitas sosial. Sedangkan dalam faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi pemberitaan di media ini, peneliti ingin mendeskripsikan bahwa ada banyak faktor yang berpotensi mempengaruhi konstruksi pemberitaan di media. Sementara itu, karena peneliti dalam penelitian ini menggunakan media online, maka peneliti akan menguraikan perbedaan antara media online dengan media cetak.
E. 1. Perspektif Interpretif dalam Komunikasi Istilah perspektif sering kita kenal dengan sudut pandang atau cara pandang. Bagaimana seorang individu itu menilai, memandang suatu realitas atau peristiwa sosial yang terjadi. Perspektif atau cara pandang individu dalam memandang suatu realitas sosial tentunya akan berbeda-beda. Individu memiliki perspektif interpretif yang berbeda-beda dalam menginterpretasikan atau menafsirkan suatu peristiwa atau realitas sosial yang terjadi, sehingga dalam teks dari hasil perspektif interpretif individu tersebut memiliki berbagai
14
makna. Istilah interpretasi dapat merujuk pada proses penafsiran yang sedang berlangsung, atau hasilnya berasal dari sebuah perspektif atau cara pandang tertentu. Menurut Neuman, terdapat tiga pendekatan, yaitu positivisme, interpretif, dan kritis. Ketiga pendekatan tersebut memiliki tradisi yang berbeda dalam teori sosial dan teknik penelitiannya (Neuman, 1997: 62). Namun, di sini peneliti akan lebih banyak menguraikan pendekatan interpretif. Pendekatan interpretif berangkat dari upaya untuk mencari penjelasan tentang peristiwa-peristiwa sosial atau budaya yang didasarkan pada perspektif dan pengalaman orang yang diteliti. Interpretif mencoba melihat suatu fakta atau realitas sebagai sesuatu yang unik dan memiliki konteks dan makna khusus yang menjadi esensi dalam memahami makna sosial. Dalam peta tradisi komunikasi, terdapat dua kutub yang saling berlawanan, namun saling berkaitan, yaitu di antaranya adalah wilayah objektif dan wilayah interpretif. Peta tradisi komunikasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1. Peta Tradisi Komunikasi
Cybernetic
Objective Territory
Semiotic
Phenomenological
Critical Rhetorical Sociopsychological
Interpretive Territory
Socio-cultural
Sumber: (Griffin, A First Look At Communication Theory, 2003: 33)
15
Jika kita lihat dari peta tradisi komunikasi di atas bahwa tradisi kritis berada dalam wilayah interpretif. Dalam hal ini, wilayah interpretif lebih banyak menekankan pada makna dan nilai-nilai dalam teks. Karena meyakini bahwa makna itu hanya ada di pikiran bukan pada tanda verbal, semua sarjana interpretif setuju dengan pendapat bahwa sebuah teks dapat memiliki berbagai makna (Griffin, 2003: 11). Walaupun tidak ada model untuk teori-teori interpretif yang terbukti secara universal, pakar ilmu humaniora dan para penafsir lainnya berulangkali menekankan bahwa teori harus memiliki beberapa atau semua fungsi berikut ini: menciptakan pemahaman, mengidentifikasi
nilai,
mengilhami
penghargaan
terhadap
estetika,
memunculkan kesepakatan, dan mengubah masyarakat (Griffin, 2003: 44). Teori
Interpretatif
meliputi
teori-teori
yang
mencoba
untuk
menemukan makna dalam perilaku dan teks. Teori-teori interpretif mendeskripsikan proses terjadinya pemahaman, dan membedakan pemahaman dan penjelasan ilmiah. Teori interpretif mendeskripsikan proses di mana pikiran aktif mengungkap makna dengan cara apapun (Littlejohn, 1996: 1617). Dengan demikian bahwa teori interpretif ditujukan untuk memahami pengalaman hidup manusia, atau untuk menginterpretasikan makna-makna dalam teks. Interpretif berasumsi bahwa ilmu pengetahuan selalu dilihat dari sudutsudut tertentu. Kata, bahasa tubuh, atau tindakan yang mempunyai keterkaitan dengan apa yang telah diberikan oleh suatu kelompok, dalam hal ini, sangat
16
berbahaya untuk mengasumsikannya dengan hal yang berseberangan dengan hal tersebut (Griffin, 2003: 509). Komunikasi melibatkan proses pemaknaan pesan sehingga proses komunikasi melibatkan pula proses interpretasi. Interpretasi merupakan proses aktif pemberian makna pada suatu pengalaman (Littlejohn, 2002: 184). Tujuan interpretasi ini bukanlah untuk menemukan hukum yang mengatur peristiwaperistiwa, melainkan untuk mengungkap bagaimana sebenarnya masyarakat memahami pengalaman mereka sendiri (Littlejohn, 1996: 17). Kebenaran itu sebagian besar bersifat subyektif–yang berarti sangat interpretif. Sebab, dalam perspektif interpretif, tidak ada kebenaran yang mutlak ataupun kesalahan yang absolut. Semua hal dinilai dari perspektif tertentu sesuai dengan di mana ia berada dalam suatu kelompok. Penilaian terhadap suatu fakta, realitas atau peristiwa-peristiwa sosial tidak begitu saja menghasilkan suatu keputusan apakah itu baik atau buruk, benar atau salah. Semua tergantung dari perspektif yang diyakini.
E. 2. Tradisi Kritis dalam Ilmu Komunikasi Komunikasi adalah suatu proses di mana narasumber menyampaikan pesan kepada penerima melalui beragam saluran (Wiryanto, 2004: 6). Dalam kajian bidang ilmu komunikasi ada tujuh bidang tradisi yang dapat digunakan untuk memahami proses komunikasi tersebut. Seorang Profesor Komunikasi Universitas Colorado, Robert Craig, yang telah memetakan tujuh (7) bidang tradisi dalam teori komunikasi yang disebut sebagai 7 tradisi, yaitu antara lain: (1) Tradisi Sosiopsikologi (The Socio-Psychological Tradition), (2) Tradisi
17
Sibernetika (The Cybernetic Tradition), (3) Tradisi Retorika (The Rhetorical Tradition), (4) Tradisi Semiotik (The Semiotic Tradition), (5) Tradisi Sosiokultural (The Socio-Cultural Tradition), (6) Tradisi Kritis (The Critical Tradition), dan (7) Tradisi Fenomenologi (The Phenomenological Tradition). Dalam ranah kajian komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis fenomena-fenomena atau aktivitas komunikasi. Maka, dari ketujuh tradisi komunikasi di atas, analisis framing termasuk ke dalam tradisi kritis. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tradisi kritis untuk menganalisis konstruksi pemberitaan Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif tentang rekomendasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) mengenai penghentian kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) edisi April – Juni 2008. Dalam tradisi kritis, banyak hal yang mempengaruhi tradisi tersebut, antara lain teori kritis dari mazhab Marxisme dan mazhab Frankfurt. Teori Kritis terdiri dari sejumlah pemikiran yang dipegang bersama dengan suatu kepentingan bersama dalam kualitas dan kehidupan manusia. Teori-teori kritis memberi jawaban pada masalah ideologi, kekuasaan, dan dominasi. Wacana kritis meliputi hal-hal sebagai berikut: ideologi, dialektika, penindasan, kebangkitan kesadaran, penolakan, dan emansipasi (Littlejohn, 2002: 14). Ada beberapa macam ilmu sosial kritis yang secara garis besar mempunyai tiga sifat dasar yang utama, antara lain:
18
Pertama, tradisi kritis mencoba untuk memahami sistem yang taken for granted, struktur kekuasaan, dan kepercayaan atau ideologi, yang mendominasi kelompok. Kedua, para teoritisi kritis ingin mengungkap kondisi sosial yang menindas dan susunan kekuasaan yang bertujuan untuk memajukan pembebasan atau lebih bebas dan lebih memenuhi kelompok. Ketiga, ilmu sosial kritis melakukan sebuah upaya sungguh-sungguh untuk memadukan teori dengan praktek atau tindakan (Littlejohn, 2002: 47). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teori kritis berhubungan dengan distribusi kekuasaan dalam masyarakat dan dominasi kepentingan tertentu terhadap lainnya (Junaedi, 2007: 30). Teori sosial kritis memiliki ciri-ciri, yaitu sebagai berikut: a. Teori sosial kritis berlawanan dengan positivisme. Dia beranggapan bahwa pengetahuan adalah konstruksi aktif yang mereka pelajari sehingga tidak sepenuhnya bebas nilai. Sebaliknya, teori sosial kritis percaya bahwa masyarakat ditandai oleh kesejarahan (terus mengalami perubahan). b. Teori sosial kritis membedakan masa lalu dan masa kini, yang secara umum ditandai oleh dominasi, eksploitasi, dan penindasan. Dalam hal ini, teori sosial kritis mendorong kemungkinan akan kemajuan. Peran teori sosial kritis bersifat politis karena dia memiliki peran dalam mendorong perubahan sosial. c. Teori sosial kritis berpandangan bahwa dominasi bersifat struktural. Yakni, kehidupan masyarakat sehari-hari dipengaruhi oleh institusi sosial yang lebih besar seperti, politik, ekonomi, budaya, wacana, jender, dan ras. d. Teori sosial kritis berkeyakinan bahwa struktur dominasi direproduksi melalui kesadaran palsu manusia, dilanggengkan oleh ideologi, reifikasi, hegemoni, pemikiran satu dimensi, dan metafisika keberadaan. Teori sosial kritis mematahkan kesadaran palsu dengan meyakini adanya kuasa manusia, baik secara pribadi maupun secara kolektif untuk mengubah masyarakat. e. Teori sosial kritis berkeyakinan bahwa perubahan sosial dimulai dari rumah, dalam kehidupan sehari-hari manusia. Dalam hal ini, teori sosial kritis menghindari determinisme dan mendukung volunterisme. f. Menurut Marx, teori sosial kritis menggambarkan hubungan antara struktur dan manusia secara dialektis. Teori sosial kritis membangun jembatan dialektis ini dengan menolak determinisme ekonomi. g. Teori sosial kritis berkeyakinan bahwa manusia bertanggung jawab sepenuhnya atas kebebasan mereka sendiri serta mencegah mereka dari menindas sesamanya atas nama masa depan kebebasan jangka panjang (Agger, 2003: 7-10).
19
Dari ciri-ciri teori sosial kritis di atas, tidak ada satu teoripun yang secara eksplisit mendukung keseluruhan dari ketujuh unsur tersebut. Hal ini karena tradisi kritis itu terlalu luas cakupannya. Sebab, tidak ada skema yang sempurna. Banyak teoritisi percaya bahwa pertentangan, ketegangan, dan konflik merupakan aspek-aspek yang tidak dapat dielakkan dari tujuan sosial dan tidak akan pernah bisa dihapuskan (Littlejohn, 2002: 317). Kehidupan masyarakat yang terpinggirkan merupakan hasil dari sistem perekonomian. Masyarakat atau kelompok yang terpinggirkan tersebut berada di posisi menengah ke bawah, yakni, sebagai para pekerja, buruh dan kaum miskin. Kelas pekerja ditekan oleh kelompok yang lebih kuat yang mendapatkan keuntungan dari profit. Seluruh institusi yang mempertahankan dominasi dalam suatu masyarakat kapitalistik dibuat mungkin oleh sistem ekonomi ini. Tapi, ketika kelompok pekerja bangkit melawan kelompok dominanlah alat-alat produksi dapat diubah dan liberasi pekerja dapat tercapai. Karena, Marx berpikir bahwa alat-alat produksi dalam masyarakat menentukan sifat masyarakat tersebut (Littlejohn, 1996: 227-228).
E. 3. Media dan Konstruksi Realitas Sosial Sudah
saatnya
peran
media
menjalankan
fungsinya
dengan
sebagaimana mestinya. Media semestinya apabila menyampaikan suatu kebenaran harus sesuai dengan kejadian yang faktual. Sebagaimana dikemukakan Marshall McLuhan, peran media massa adalah sebagai the extension of man (media adalah ekstensi manusia). Dengan kata lain, media
20
adalah perpanjangan dan perluasan dari kemampuan jasmani dan rohani manusia (Rachmadi, dalam Nurudin, 2004: 69). Namun, dalam perkembangannya, media saat ini sudah tidak menjalankan fungsinya sebagaimana mestinya. Sudah semestinya apabila media menyampaikan suatu kebenaran yang sesuai dengan kenyataannya. Kesadaran itulah yang akhirnya memunculkan paradoks terhadap media. Hal ini karena media sesungguhnya berada di tengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam. Media merupakan saluran yang dapat memberikan pengaruh-pengaruh, baik positif maupun negatif. Bahkan, media juga dimanfaatkan untuk mengendalikan arah dan memberikan dorongan terhadap perubahanperubahan sosial-budaya, dan politik. Namun demikian, semua asumsi yang telah dikemukakan hanya merupakan refleksi yang tampak dalam teori. Masih ada beberapa asumsi lain yang menyangkut wujud dan kadar peranan komunikasi massa dalam masyarakat (McQuail, 1996: 4). Alex Sobur pun mengatakan bahwa media pada dasarnya adalah cermin dan refleksi dari masyarakat secara umum. Sebagaimana dikemukakan oleh Althusser dan Gramsci, mereka sepakat bahwa media massa bukan sesuatu yang bebas dan independen, tetapi memiliki keterkaitan dengan realitas sosial (Althusser dan Gramsci, dalam Sobur, 2004: 30). Berbagai kepentinganpun turut berperan dalam mempengaruhi agenda media dalam pemberitaannya. Karena itu, media bukanlah
saluran
yang
bebas,
dia
21
juga
merupakan
subyek
yang
mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya (Sobur, 2004: 39). Istilah konstruksi realitas menjadi terkenal sejak pertama kali diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann yang telah menghasilkan karya berupa tesis mengenai konstruksi sosial atau realitas. Konstruksi sosial atau realitas digambarkan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksinya, di mana individu secara intens menciptakan suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subyektif. Realitas, menurut Berger, tidak dibentuk secara ilmiah, bukan pula sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman semacam ini, realitas berwajah ganda / plural. Setiap orang bisa mempunyai penafsiran yang berbeda-beda terhadap suatu realitas sosial (Berger, dalam Eriyanto, 2005: 15). Lebih lanjut, menurut Berger, realitas sosial dikonstruksi melalui tiga proses, yaitu: Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun kegiatan fisik. Kedua, obyektivasi, yaitu hasil yang telah dicapai, baik mental maupun fisik dan hasil kegiatan eksternalisasi manusia tersebut. Ketiga, adalah internalisasi yang lebih merupakan penyerapan kembali dunia obyektif ke dalam kesadaran dengan sedemikian rupa sehingga subyektifitas individu dipengaruhi oleh struktur dunia sosial (Berger, dalam Eriyanto, 2005: 14-15). Pada hakikatnya pekerjaan media adalah mengkonstruksi realitas. Setiap upaya untuk menceritakan sebuah kejadian atau peristiwa, keadaan, benda, atau apapun, pada dasarnya adalah usaha mengkonstruksikan realitas. Baik buruknya realitas tergantung pada bagaimana media mengkonstruksikan realitas itu sendiri. Dengan demikian, benarlah apa yang dikatakan Tuchman
22
bahwa berita pada dasarnya adalah realitas yang telah dikonstruksikan (Sudibyo, Hamad, dan Qodari, dalam Sobur, 2004: 89). Begitu pula dengan profesi wartawan. Wartawan selalu terlibat dengan usaha-usaha
mengkonstruksi
realitas,
yakni
menyusun
fakta
yang
dikumpulkannya, ke dalam suatu bentuk laporan jurnalistik berupa berita (news), karangan khas (feature), atau gabungan keduanya (news feature) (Sobur, 2004: 88-89). Lebih lanjut gagasan Berger mengenai konteks berita harus dipandang sebagai konstruksi realitas. Oleh karena itu, sangat mungkin bahwa terjadi peristiwa yang sama namun dikonstruksi secara berbeda. Hasil reportase wartawan seperti berita, laporan hasil pengamatan, atau hasil analisis berupa artikel opini di media, pada dasarnya tidak lebih dari hasil penyusunan sejumlah realitas ke dalam bentuk sebuah cerita. Karena menceritakan berbagai peristiwa itulah maka tidak berlebihan apabila dikatakan bahwa seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality). Karena sifat dan faktanya adalah bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka pekerjaan utama media massa adalah mengkonstruksikan berbagai realitas yang disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi sehingga mampu membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna. Pembuatan berita di media pada dasarnya adalah penyusunan dari realitas-realitas sehingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian, seluruh isi media tiada lain adalah realitas yang telah dikonstruksikan dalam bentuk wacana yang bermakna (Hamad, 2004: 11).
23
E. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konstruksi Pemberitaan Media Berita-berita yang disajikan dan ditampilkan oleh media pada dasarnya merupakan akumulasi dari pengaruh yang beragam. Sebab, proses pembentukan berita merupakan sesuatu yang rumit dan banyak faktor berpotensi mempengaruhinya (Sudibyo, 2006: 7). Terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi isi pemberitaan di media, yaitu antara lain faktor internal atau disebut juga dengan faktor organisasional dan faktor eksternal. Faktor internal atau faktor organisasional dipengaruhi oleh rutinitas khusus produksi, struktur kepemilikan, baris editorial, budaya atau etos dari organisasi media tertentu (Devereux, 2003: 78). Sedangkan, faktor-faktor eksternal dipengaruhi oleh: Kekuatan ekonomi seperti pengiklan atau sponsor, hukum dan peraturan yang diberlakukan oleh negara yang terkait dengan pencemaran nama baik atau fitnah, kemauan (atau keengganan) dari orang yang kuat secara politis dan ekonomi, untuk bekerja sama dalam produksi jenis teks media tertentu seperti laporan berita, dokumentasi investigatif, dan program-program hubungan terkini (Devereux, 2003: 78). Posisi institusional sangat menentukan kekuasaan yang diberikan dalam sebuah peran, walaupun kekuasaan ini tidak seluruhnya berasal dari posisi seseorang dalam struktur organisasi. Kekuasaan yang diasosiasikan dengan peranan organisasi dan hubungan di antara keduanya, bervariasi baik lintas maupun di dalam media. Struktur organisasi memiliki dampak yang mendalam, jika tidak dapat diidentifikasi dengan mudah pada efek isi media (Shoemaker dan Reese, dalam Devereux, 2003: 91).
24
Dengan demikian, apapun medianya, kekuatan utamanya ada pada kepemilikan. Di sebagian perusahaan, kepemilikan saham berarti satu suara bagi para direktur pengurus yang menjalankan perusahaan. Manajemen tertinggi bukan hanya bagian dari pengurus, melainkan juga bertanggung jawab atas kepengurusan tersebut (Shoemaker dan Reese, dalam Devereux, 2003: 91). Di samping faktor-faktor yang telah disebut di atas, masih ada faktorfaktor lain yang berpotensi mempengaruhi konstruksi pemberitaan di media, yaitu kepentingan-kepentingan yang bisa bersifat tumpang tindih pada tingkat perorangan atau kelompok dalam sebuah organisasi media, entah itu kepentingan agama, kedaerahan serta struktur organisasi media itu sendiri (Shoemaker dan Reese, dalam Hamad, 2004: 27). Dari faktor internal ini, sosok jurnalis merupakan pihak yang paling disorot. Sebagai makhluk sosial, seorang wartawan juga mempunyai sikap, nilai, kepercayaan dan orientasi tertentu dalam politik, agama, ideologi, dan aliran di mana semua komponen itu berpengaruh terhadap hasil kerjanya (media content), sehingga kerap kali media tersebut terlibat dalam sebuah hegemoni (politik, budaya, atau ideologi). Di samping itu, latar belakang pendidikan, jenis kelamin, etnisitas, turut pula mempengaruhi wartawan itu dalam mengkonstruksi realitas (Shoemaker dan Reese, dalam Hamad, 2004: 27-28). Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi konstruksi pemberitaan media adalah faktor ideologi. Setiap kali kita berbicara tentang media, tidak bisa lepas dari latar belakang pendidikan wartawan dan ideologi. Hal ini karena media sarat dengan berbagai kepentingan yang semata-mata mencapai tujuan yang diharapkan. Media bukanlah sesuatu yang netral di mana berbagai kepentingan dan pemaknaan dari berbagai kelompok akan mendapatkan
25
perlakuan yang sama dan seimbang (Sudibyo, 2006: 55). Sebab, bagi media, menempatkan tujuan ideologis menjadi hal terpenting, sedangkan oplah jual yang tinggi bukan prioritas utama media. Namun, yang perlu digarisbawahi, praktek-praktek itu mencerminkan ideologi dari si wartawan atau media tempat ia bekerja (Hall, dalam Sudibyo, 2006: 54). Ada banyak pengertian ideologi yang telah dikembangkan oleh beberapa ahli. Dengan kata lain, ideologi digunakan dalam makna yang berbeda-beda. Raymond Williams (1977) menemukan tiga penggunaan utama ideologi, yaitu antara lain: 1. A system of beliefs characteristic of a particular class or group. 2. A system of illusory beliefs – false ideas or false consciousness – which can be contransted with true or scientific knowledge. 3. The general process of the production of meanings and ideas (Fiske, 1990: 165). Adapun menurut Jane Stokes dalam buku “How To Do Media and Cultural Studies”, ideologi adalah sistem gagasan atau keyakinan, dan seluruh artefak media adalah produk-produk sebuah ideologi (Stokes, 2006: 83). Istilah ideologi pertama kali digunakan oleh filsuf Perancis Destutt de Tracy pada tahun 1796 untuk menjelaskan ilmu baru yang dia rancang mengenai analisa sistematik tentang gagasan dan sensasi, tentang makna turunannya, kombinasinya dan akibat yang ditimbulkan (Thompson, 2004: 51). Selanjutnya, teori ideologi sebagai sebuah praktik dikembangkan oleh Louis Althusser pada tahun 1971.
26
For Althusser, ideology is present in the structure of society itself and arises from the actual practices undertaken by institutions within society. As such, ideology actually forms the individual’s consciousness and creates the person’s subjective understanding of experience. In this model the superstructur (social organization) creates ideology, which in turn affects individual’s notions of reality (Littlejohn, 2002: 211). Ideologi dianggap sebagai kesadaran palsu, sistem berpikir yang sudah terkena distorsi, baik disadari maupun tidak. Sebagaimana dikemukakan oleh Magnis Suseno, biasanya ideologi sekaligus dilihat sebagai sarana bagi kelas atau kelompok yang berkuasa untuk melegitimasikan kekuasaannya secara tidak wajar (Sobur, 2004: 66). Teori-teori klasik tentang ideologi di antaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok dominan dengan tujuan untuk mereproduksi dan melegitimasi dominasi mereka (Eriyanto, 2001: 13). Menurut Littlejohn, An Ideology is a set of ideas that structure a group’s reality, a system of representations or a code of meaning governing how individuals and groups see the (Littlejohn, 2001: 211). Daniel Hallin membuat ilustrasi dan gambaran menarik yang membantu menjelaskan bagaimana berita ditempatkan dalam bidang / peta ideologi (Shoemaker dan Reese, dalam Eriyanto, 2005: 127). Ia membagi dunia jurnalistik ke dalam tiga bidang, yaitu: bidang penyimpangan (sphere of deviance), bidang kontroversi (sphere of legitimate controversy), dan bidang konsensus (sphere of consensus) (Eriyanto, 2005: 127). Bidang / peta ideologi tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
27
Gambar 2. Peta Ideologi
Sumber: Eriyanto, Analisis Framing (Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, 2005: 127)
Bidang-bidang tersebut menjelaskan bagaimana realitas dipahami dan ditempatkan oleh wartawan dalam keseluruhan peta ideologis. Bidang penyimpangan memberikan gambaran di mana suatu peristiwa, gagasan, atau perilaku tertentu dikucilkan dan dipandang menyimpang. Secara umum, peristiwa ini dipandang sebagai sesuatu yang buruk, dan tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat. Bidang kontroversi memberikan gambaran di mana suatu peristiwa masih diperdebatkan / kontroversial. Tentu sebagai kontroversi ada yang setuju dan ada yang tidak setuju. Bidang ketiga adalah konsensus, menunjukkan bagaimana realitas tertentu dipahami dan disepakati secara bersama-sama sebagai realitas yang sesuai dengan nilai-nilai ideologi kelompok. Peta ideologi yang digambarkan Hallin ini membantu menjelaskan bagaimana peristiwa diberitakan oleh wartawan dalam pemberitaannya. Seperti dikatakan Matthew Kieran, berita tidaklah dibentuk dalam ruang hampa. Berita diproduksi dari ideologi dominan dalam suatu wilayah kompetensi tertentu. Penjelasan sosio–historis ini membantu menjelaskan
28
bagaimana dunia disistematisasikan dan dilaporkan dalam sisi tertentu dari realitas (Eriyanto, 2005: 130). Ketika berbicara mengenai ideologi media maka hal ini berkaitan erat dengan bagaimana isi media mengkonstruksikan realitas. Konstruksi realitas merupakan sarana bagaimana mereka mengemukakan ideologi mereka secara tersirat untuk dikonsumsi oleh khalayak. Hal ini akan memandu jalan pikiran khalayak dalam memahami isi yang dikembangkan suatu media. Apakah media tersebut pragmatis, partisan, independen atau agamis, status quo, reformis dan sebagainya. Hal ini dikonstruksi melalui pemilihan kata, simbol dan bahasa yang digunakan media dalam beritanya sehingga menunjukkan makna realitas sebenarnya yang ingin ditonjolkan kepada publik. Idealnya, suatu berita bertujuan untuk menyebarkan realitas sosial kepada masyarakat tetapi kenyataannya memang jauh dari realitas yang sebenarnya terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat. Berita lebih merupakan rekonstruksi tertulis dari realitas sosial (Abrar, 1999: 77).
E. 5. Media Online Media online merupakan new media (media baru) yang dapat kita temukan di internet. Menurut Itule dan Anderson, internet is an incredible source of information—good information that’s readily available, good information that’s hard to find and simply wrong information (Itule dan Anderson, 2007: 168). Perkembangan teknologi komunikasi di bidang elektronik, telah melahirkan teknologi internet yang semakin menjadikan dunia seolah tiada
29
batas. Semua orang mempunyai kesempatan untuk menyuarakan opininya melalui internet (Junaedi, 2007: 16). Media baru memiliki beberapa ciri utama. Ciri-ciri utamanya meliputi: Desentralisasi–pengadaan dan pemilihan berita tidak lagi sepenuhnya berada di tangan pemasok komunikasi; kemampuan baik–pengantaran melalui kabel dan satelit mengatasi hambatan komunikasi yang disebabkan oleh pemancar siaran lainnya; komunikasi timbal-balik (inter-activity)–penerima dapat memilih, menjawab, bertukar informasi dan dihubungkan dengan penerima lain secara langsung; kelenturan (fleksibilitas) bentuk, isi, dan penggunaan (McQuail, 1996: 16-17). Perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat terutama internet saat ini membawa pengaruh besar terhadap perubahan bentuk penulisan berita dari media cetak ke media online, misalnya Surat Kabar Harian Republika membuat media online dengan nama Republika Online, Surat Kabar Harian Kompas dengan nama Kompas.com, dan Koran Tempo dengan nama Tempo Interaktif. Secara umum, media baru bukan saja telah menjembatani perbedaan pada beberapa media, melainkan juga antara batasan kegiatan komunikasi pribadi dengan batasan kegiatan komunikasi publik. Bahan dan kegunaan media semacam itu dapat dipakai secara bergantian untuk kepentingan pribadi dan publik. Di masa mendatang kenyataan tersebut memberikan pengaruh bukan saja terhadap batasan media yang berbeda, melainkan juga terhadap batas peran institusi media (McQuail, 1996: 17-18). Perbedaan yang paling mencolok antara media online dan media cetak adalah pada mediumnya, yang satu virtual, satunya lagi tercetak. Oleh karena itu, secara teknis ada hal-hal tertentu yang pasti membuat keduanya berbeda. Perbedaan-perbedaan antara media online dengan media cetak dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
30
Tabel 1. Dari Cetak ke Layar: Penulisan Berita di Web Berita Cetak
Berita Mulitimedia
Liputan
• Akurat, dengan mencantumkan sumber. • Seimbang dan adil. • Jelas, singkat, padat/ lengkap.
Struktur
• Berita disusan secara • Berita dapat disusun berurutan, dengan awal, secara berurutan atau tengah, dan akhir. tidak berurutan, yang berarti pembaca dapat melakukan loncat halaman. • Penulis mengontrol • Penulis dan pembaca jalan cerita. mengontrol jalan cerita. • Piramida terbalik untuk • Berita disajikan dalam pemberitaan. bagian-bagian yang dapat dilihat.
Kedalaman
• Jumlah ruang yang terbatas.
• Ruang yang tidak terbatas.
Teks
• Pada umumnya lebih panjang daripada online. • Blok-panjang dari teks lanjutan.
• Biasanya lebih pendek daripada cetak.
• Informasi background terbatas.
• Subjudul semakin mudah dibaca dengan cepat.
31
• Akurat, dengan mencantumkan sumber. • Seimbang dan adil. • Jelas, singkat, padat/lengkap.
• Layar independen yang terhubung dengan linklink, setiap halaman berdiri sendiri, tidak berasumsi bahwa pengguna telah membaca halaman sebelumnya. • Informasi background yang tidak terbatas via link ke database, jadwal berita terkait, sidebar, dan lain-lain. • Subjudul semakin mudah dibaca dengan cepat. Begitu pula dengan katakata penting dan daftar bertanda dan bernomor.
Gaya penulisan
• Lebih formal.
Multimedia
• Foto, peta, grafik, diagram.
• Foto, peta, grafik, diagram, plus slide slow, audio, video, animasi.
Interaktifitas
• Passive—membalik halaman, menulis surat untuk editor.
• Lebih aktif—database, blogs, games, jajak pendapat, survey, kuis, dan lain-lain yang mudah dicari.
Ketepatan waktu
• Menjadi tidak berlaku begitu dicetak.
• Perlu di—up date terusmenerus.
• Kurang formal—tajam, percakapan, singkat. • Kalimat aktif, kata kerja • Kalimat aktif, kata kerja kuat. kuat. • Menghindari jargon dan • Menghindari jargon dan editorial. editorial. • Kalimat sederhana dan • Kalimat sederhana dan singkat. tajam. • Satu gagasan pokok per • Satu gagasan pokok per paragraf. paragraf.
Sumber: Bruce D. Itule & Douglas A. Anderson (News Writing & Reporting For Today’s Media, 2007: 266-267).
F. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah analisis framing yang mulai populer dan sering digunakan untuk mengkaji fenomena sosial yang ada. F. 1. Analisis Framing Analisis framing sebagai suatu metode analisis isi media, bisa dikatakan baru. Ia pertama kali berkembang berkat pandangan kaum konstruksionis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri terhadap media dan teks berita. Paradigma ini memandang, realitas sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi hasil dari konstruksi.
32
Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson pada tahun 1955. Frame awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan wacana, serta yang menyediakan kategori-kategori standar untuk menghargai realitas. Kemudian, frame ini dikembangkan lebih jauh oleh Goffman (1974) yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behaviour) yang memandu individu dalam membaca realitas (Sudibyo, 2006: 219-220). Menurut Eriyanto, analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagimana media melakukan konstruksi realitas. Analisis framing juga dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media (Eriyanto, 2005: 10). Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika memilih isu dan menulis berita (Sobur, 2004: 162). Dengan demikian, analisis framing membantu kita memahami bagaimana realitas peristiwa yang sama itu dikemas secara berbeda oleh wartawan sehingga menghasilkan berita yang berbeda (Nugroho, Eriyanto, dan Surdiasis, 1999: 23). Dalam prakteknya, framing dilakukan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu lain; dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacana penempatan yang mencolok (menempatkan di headline, depan atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang atau peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplikasi, dan lain-lain (Nugroho, Eriyanto, dan Surdiasis, 1999: 21).
33
Ada beberapa definisi framing yang disampaikan oleh berbagai ahli secara berbeda-beda. Walaupun berbeda dalam penekanan dan pengertian, ada titik temu utama dari definisi framing tersebut. Berbagai definisi framing dari berbagai ahli tersebut antara lain yaitu: Menurut Robert N. Entman, framing adalah proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingakan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain (Eriyanto, 2005: 67). Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas / isu. Penonjolan adalah proses menjadikan informasi lebih bermakna, lebih menarik, berharga, atau lebih diingat oleh khalayak (Eriyanto, 2005: 186). Menurut Entman, dengan menggunakan perangkat framing dalam menganalis teks berita di media dibagi menjadi empat elemen besar, yaitu: Define problems (pendefinisian masalah), Diagnose causes (memperkirakan masalah atau sumber masalah), Make moral judgement (melakukan pilihan moral), dan Treatment recommendation (menyarankan penyelesaian). Sedangkan menurut William A. Gamson, pengertian framing adalah: Cara bercerita atau gagasan yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dari peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan obyek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan tersebut adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan pesan-pesan yang ia terima (Eriyanto, 2005: 67).
34
Dalam pandangan Gamson, framing dipahami sebagai seperangkat gagasan atau ide sentral ketika seseorang atau media memahami dan memaknai suatu isu. Ada dua perangkat bagaimana ide sentral ini diterjemahkan dalam teks berita. Pertama, framing device (perangkat framing). Perangkat ini berhubungan dan berkaitan secara langsung dengan ide sentral atau bingkai yang ditekankan dalam teks berita. Perangkat framing ini ditandai dengan pemaknaan kata, kalimat, grafik / gambar, dan metafora tertentu. Kedua, reasoning devices (perangkat penalaran). Perangkat penalaran ini berhubungan dengan kohesi dan koherensi dari teks tersebut yang merujuk pada gagasan tertentu. Sebuah gagasan tidak hanya berisi kata atau kalimat, gagasan itu juga selalu ditandai oleh dasar pembenar tertentu, alasan tertentu, dan sebagainya (Eriyanto, 2005: 226-227 ). Adapun menurut Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, framing adalah strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam menentukan informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita (Eriyanto, 2005: 68). Dalam pendekatan ini, perangkat framing dapat dibagi ke dalam empat struktur besar. Pertama, struktur sintaksis. Sintaksis berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa–pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas peristiwa–ke dalam bentuk susunan umum berita. Kedua, struktur skrip. Skrip ini berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Ketiga,
35
struktur tematik. Tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat, hubungan antarkalimat yang membentuk teks secara keseluruhan. Keempat, struktur
retoris.
Retoris
berhubungan
dengan
bagaimana
wartawan
menekankan arti tertentu ke dalam berita. Keempat struktur tersebut merupakan suatu rangkaian yang dapat menunjukkan framing dari suatu media (Eriyanto, 2005: 255-256).
F. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis teks. Menurut Whitney metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat (Whitney, dalam Nazir, 1988: 63). Dalam analisis teks seorang peneliti berupaya untuk menginterpretasikan
teks
untuk
menemukan
bentuk-bentuk
simbol
komunikasi yang digunakan untuk menciptakan pemaknaan dan penafsiran. Sebagaimana menurut Jane Stokes, penelitian kualitatif merupakan nama yang diberikan bagi paradigma penelitian yang terutama berkepentingan dengan makna dan penafsiran. Peneliti kualitatif menekankan sifat realitas yang dibangun secara sosial, hubungan erat antara peneliti dengan apa yang dipelajari dan kendala situasional yang membentuk penyelidikan (Stokes, 2006: xi). Dengan demikian, penelitian kualitatif menekankan bagaimana pengalaman sosial diciptakan dan diberi makna (Salim, 2001: 11).
36
F. 3. Objek Penelitian Objek penelitian dalam penelitian ini adalah tiga media online, yaitu Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif pada edisi April – Juni 2008 berdasarkan isu yang berkembang dalam pemberitaan ketiga media online tersebut. Penelitian terhadap berita yang dimuat pada ketiga media online tersebut yaitu berkaitan dengan rekomendasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) mengenai penghentian kegiatan Jemaat Ahamadiyah Indonesia (JAI) adalah berdasarkan asumsi peneliti yang melihat perbedaan ideologi yang dianut oleh ketiga media online tesebut. Hal ini terlihat dari pemuatan berita Republika Online yang
cenderung
memihak
kepada
Bakorpakem
untuk
mendukung
rekomendasi Bakor Pakem tersebut. Sedangkan, Kompas.com dan Tempo Interaktif, sebaliknya, cenderung memihak kepada Ahmadiyah yang tidak mendukung atau menolak rekomendasi Bakor Pakem tersebut.
F. 4. Teknik Pengumpulan Data a. Studi Pustaka Studi pustaka merupakan kegiatan pengumpulan data yang dilakukan melalui
sumber-sumber
tertulis
(Subagyo,
1993:
109).
Dalam
pengumpulan data ini, teknik yang digunakan adalah studi pustaka yang diperoleh dari literatur-literatur seperti, buku, artikel, majalah, jurnal, surat kabar, dan tulisan-tulisan yang berhubungan dengan topik penelitian.
37
b. Metode Dokumentasi Metode dokumentasi yaitu, mencari data tentang hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan lain-lain (Arikunto, 1992: 200). Pengumpulan dokumentasi atau arsip ini seperti laporan tentang pemberitaan-pemberitaan media massa yang membahas tentang kasus rekomendasi Bakor Pakem mengenai penghentian kegiatan JAI. Metode dokumentasi ini dilakukan dengan mempelajari dokumendokumen yang ada dan catatan yang dimiliki oleh unit analisis sehingga dapat dimanfaatkan demi memperoleh dan melengkapi data. Untuk itu, peneliti mempelajari dokumen-dokumen dan catatan dari media online, yaitu Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif pada edisi April – Juni 2008.
F. 5. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah analisis framing. Analisis framing mencoba menangkap segala bentuk pemberitaan dan memperlihatkan suatu orientasi media dalam membingkai berita dan memperlakukan fakta. Dengan framing kita juga bisa mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif ini akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan hendak dihilangkan, dan hendak dibawa ke mana berita tersebut.
38
Model Robert N. Entman merupakan salah satu model analisis framing yang menjadi pilihan peneliti dalam mengolah dan menyajikan informasi yang diperoleh. Alasan peneliti memilih model Entman adalah karena dalam website National Communication Assosiation (NCA) dikatakan bahwa frame Entman berhubungan dengan bagaimana media “membingkai” pengungkapan kebijakan publik dan isu-isu sosial (http://www.natcom.org/research/Profiles/ entman.html, Kamis, 6 November 2008). Menurut Entman, framing adalah proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain (Eriyanto, 2005: 67). Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain (Eriyanto, 2005: 186). Entman melihat framing dalam dua dimensi besar, yaitu seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas / isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, bernilai, atau lebih diingat oleh khalayak (Entman, dalam Eriyanto, 2005: 186). Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir terhadap peristiwa yang diwacanakan (Eriyanto, 2005: 188). Konsepsi mengenai framing dari Entman tersebut menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandakan
39
oleh wartawan. Konsepsi mengenai framing dari Entman tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: a. Define problems (pendefinisian masalah) adalah elemen yang pertama kali dapat kita lihat mengenai framing. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami oleh wartawan. b. Diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah), merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab di sini bisa berarti apa (what), tetapi bisa juga berarti siapa (who). Dengan kata lain, pendefinisian sumber masalah ini menyertakan secara lebih luas siapa yang dianggap sebagai pelaku dan siapa yang dipandang sebagai korban. c. Make moral judgement (membuat pilihan moral) adalah elemen framing yang dipakai untuk membenarkan/memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang dibuat. d. Treatment recommendation (menekankan penyelesaian). Elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah (Eriyanto, 2005: 189-191). Perangkat framing yang dikemukakan oleh Entman tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Tabel 2. Skema Framing Analysis Model Robert N. Entman Define Problems (Pendefinisian Masalah )
Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat? Sebagai apa? Atau sebagai masalah apa?
Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa Diagnose Causes (Memperkirakan masalah atau yang dianggap sebagai penyebab dari suatu masalah? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai sumber masalah) penyebab masalah? Make Moral Judgement (Membuat keputusan moral)
Nilai moral apa yang disajikan untuk menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan?
Treatment Recommendation (Menekankan penyelesaian)
Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah/isu? Jalan apa yang ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi masalah?
Sumber:Eriyanto, Analisis Framing (Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, 2005: 188-189)
40
F. 6. Sistematika Penulisan Dalam penelitian ini oleh peneliti dibagi kedalam empat bab yang terdiri dari Bab I, Bab II, Bab III, dan Bab IV. Pada bab I peneliti akan menyajikan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II adalah berisi tentang profil-profil media. Dalam hal ini adalah media online, antara lain Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif. Bab III berisi mengenai pembahasan dan analisis data dari hasil penelitian tentang Rekomendasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) mengenai Penghentian Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam pemberitaan Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif pada edisi April – Juni 2008. Selanjutnya, pada akhir bab atau bab IV merupakan kesimpulan dan saran dari peneliti mengenai penelitian ini.
41
BAB II PROFIL MEDIA
A. Profil Republika 1. Sejarah dan Perkembangan Republika Republika adalah surat kabar nasional yang dilahirkan oleh kalangan komunitas Muslim bagi publik Indonesia. Harian umum Republika didirikan atas inisiatif Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang motor penggerak utamanya adalah Prof. Dr.-Ing. B. J. Habibie. Di mana saat itu, Republika terbit perdana tanggal 4 Januari 1993. Penerbitan Harian Umum Republika merupakan puncak dari upaya perpanjangan tangan bagi kalangan umat Islam, khususnya para wartawan muda profesional yang telah menempuh berbagai langkah. Para wartawan profesional muda yang dipimpin oleh mantan wartawan Tempo, Zaim Uchrowi yang telah menempuh berbagai langkah tersebut. Dengan kehadiran Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), yang dapat menembus pembatasan ketat pemerintah untuk memperoleh izin penerbitan saat itu, memungkinkan upaya-upaya tersebut untuk berhasil. Keberhasilan Republika menapaki usia 10 tahun merupakan buah kerja keras manajemen dan seluruh awak pekerja di PT Abdi Bangsa Tbk yang dilakukan oleh perusahaan yang menerbitkan koran ini sejak 1993 untuk mengelola segala kerumitan itu (http://republika.co.id/iklan/ index.html, Sabtu, 15 November 2008).
42
Penerbitan Republika menjadi berkah bagi umat Islam. Karena sebelum masa itu, aspirasi umat Islam tidak mendapat tempat dalam wacana nasional. Republika bukan hanya memberi saluran bagi aspirasi tersebut, namun juga menumbuhkan pluralisme informasi di masyarakat. Oleh karena itu, kalangan umat antusias memberi dukungan, antara lain dengan membeli saham sebanyak satu lembar saham per orang. Sehingga menjadikan PT Abdi Bangsa Tbk sebagai penerbit Republika maupun merupakan perusahaan media pertama yang menjadi perusahaan publik. Pada awal berdirinya, Republika, yang berafiliasi dengan Islam, sebenarnya tidak terlalu jauh dari pengaruh Soeharto yang saat itu sedang gencar-gencarnya membangun jalinan dengan kekuatan Islam, karena Soeharto beranggapan bahwa militer tidak bisa menjadi tumpuan harapan untuk semakin memperkuat kekuasaannya. Kelompok Islam saat itu mulai diperhitungkan dan akhirnya dibentuklah sebuah organisasi Islam yang bernama Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI). ICMI inilah yang nantinya akan menjadi tempat untuk menerbitkan surat kabar Republika melalui Yayasan Abdi Bangsa (Handoko, 2008: 58). Para pendiri Yayasan Abdi Bangsa berjumlah 48 orang, yaitu beberapa menteri pejabat tinggi negara serta pengusaha yang bergabung di dalamnya, seperti Ir. Drs. Ginandjar Kartasasmita, Ibnu Sutomo, Harmoko, Muhammad Hasan, Try Sustrisno, Nur Kholis Madjid, Rudini, Bob Hasan, Tien Soeharto, Probosutedjo, Ir. Aburizal Bakrie, dan lain-lain. Sedangkan Soeharto menjadi pelindung dari Yayasan Abdi Bangsa dan Prof. Dr.-Ing. B. J. Habibie yang
43
menjabat sebagai ketua umum ICMI juga bertindak sebagai ketua badan pembina Yayasan Abdi Bangsa. Sesuai dengan Undang-Undang Pokok Pers, penerbitan pers haruslah berbentuk badan usaha. Untuk itulah Yayasan Abdi Bangsa mendirikan PT Abdi Bangsa pada tanggal 28 November 1992, dan sebulan kemudian, yaitu tanggal 19 Desember 1992 Republika memperoleh SIUPP (Surat Izin Umum Penerbitan Usaha Pers) dan mulai resmi berdiri tanggal 4 Januari 1993. Republika lahir sebagai perwujudan salah satu program ICMI yang dibentuk pada tanggal 5 Desember 1990. Melalui Yayasan Abdi Bangsa yang dibentuk pada tanggal 17 Agustus 1992, ICMI menetapkan tiga program utama, yaitu: 1) Pengembangan Islamic Centre, 2) Pengembangan CIDES (Centre for Information and Development Studies), serta 3) Penerbitan Harian Umum Republika (Hamad, 2004: 120). Begitu eratnya hubungan antara Republika dengan ICMI, sehingga untuk memahami Republika, kita harus mengenal ICMI. Organisasi ini bukan sekedar perkumpulan cendekiawan Muslim melainkan juga merupakan perhimpunan kekuatan politik Islam yang pada periode 70-an dan 80-an banyak dipinggirkan oleh rezim Golkar dan militer. ICMI menyadari bahwa politik umat Islam sering kalah dalam bidang politik karena kalah dalam pemikiran dan opini, maka ICMI mendirikan CIDES sebagai tandingan terhadap lembaga think-think Golkar, CSIS (Central Studies for Indonesian Strategies) dan Republika sebagai penyeimbang dari pers non-Islam (Hamad, 2004: 121).
44
Setelah B.J. Habibie tidak lagi menjabat sebagai presiden dan seiring dengan surutnya kiprah politik ICMI selaku pemegang saham mayoritas PT Abdi Bangsa, akhir 2000, mayoritas saham koran Republika dimiliki oleh kelompok Mahaka Media. Namun, akhirnya, tahun 2001 Republika diakuisisi oleh Group PT Mahaka Media (GMM) yang dipimpin oleh Erick Thohir, karena pada saat itu koran ini mulai terancam kelangsungannya karena beban utang. Belakangan Presiden Direktur dari Mahaka Group ini terus mengembangkan sayap korporasinya dengan membeli saham PT Lativi Media Karya dan menambah bisnis medianya di bidang pertelevisian tanah air dengan nama tvOne (Handoko, 2008: 61). Akhirnya mulai tahun 2004, Republika dikelola oleh PT Republika Media Mandiri (RMM). Sementara, PT Abdi Bangsa sendiri naik menjadi perusahaan induk (Holding Company), dan Republika berada di bawah bendera PT Republika Media Mandiri, salah satu anak perusahaan PT Abdi Bangsa. Di bawah bendera Mahaka Media, kelompok ini juga menerbitkan majalah Golf Digest, koran Harian Indonesiaberbahasa Mandarin, majalah Parents, majalah a+, radio Jak FM, dan Jak TV. Mahaka Media juga melakukan kolaborasi dengan kelompok radio Prambors, terutama radio Female dan Delta, serta yang terakhir dengan unit bisnis yang lebih besar di bidang pertelevisian yaitu tvOne. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
45
Gambar 3. Group Mahaka Media
Sumber: (http://republika.co.id/iklan/group.html, Senin, 20 Oktober 2008)
Direktur Grup Mahaka Media, Erick Thohir menuturkan, total SDM grup Mahaka sudah hampir 700-an, di TV ada 210 orang, Republika 280 orang, Koran berbahasa Cina 50 orang, grup dari majalah total 40-an, radio banyak, kalau dengan Maxima yang merupakan aliansi partner kita, ada banyak. Radio One dan Attahiriyah ada 60-an (Majalah Cakram, Januari 2007). Sejak diakuisisi oleh Grup Mahaka Media yang dipimpin oleh Erick Thohir, Republika terus mengalami kemajuan yang sesuai dengan prinsipprinsip yang dianutnya. Sebagai media cetak yang telah lama berdiri dan mapan di bawah bendera Mahaka Media, maka Republika semakin memperkuat eksistensinya dengan berbagai macam inovasi baik dari segi pemberitaan, penerbitan edisi, penambahan konten informasi, bahkan membuka situs web di internet yang disampaikan maupun memperkuat
46
loyalitas konsumennya yang sebagaimana mayoritas beragama Islam sebagai strategi market yang terus mereka kembangkan dan disesuaikan dengan perkembangan zaman sehingga menjadi lebih moderat, edukatif dan berwawasan luas. Tentu saja strategi ini terkait dengan target audience Republika di mana mayoritas pembacanya beragama Islam. Hasilnya dapat dikategorikan bahwa 90 % mayoritas pembaca Republika adalah Muslim, dan 10 % adalah Non-Muslim. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 4. Mayoritas Pembaca Republika
Sumber : (http://republika.co.id/iklan/mayoritas.html, Senin, 20 Oktober 2008)
Berdasarkan gambar di atas tidak dapat dipungkiri bahwa komunitas yang dimaksud adalah komunitas Muslim. Ini terlihat dari pemberitaan Republika yang sangat rajin mengagendakan kepentingan umat Islam, termasuk rubrik-rubrik bertema Islam, semisal ”Kolom Hikmah”, ”Dialog Jum’at ”, ”Dompet Dhuafa”, ”Jurnal haji”, dan ”Bisnis Ekonomi Syariah”. Adapun profesi yang menjadi target audience Republika adalah berasal dari golongan profesional, manajer, eksekutif, pelajar / mahasiswa, dan
47
pengusaha sampai ibu rumah tangga, dengan mengambil pasar berskala nasional. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini: Gambar 5. Profesi Pembaca Republika
Sumber : (http://republika.co.id/iklan/profesi.html, Senin, 20 Oktober 2008)
Untuk pembaca berpendidikan akademi ke atas, Republika mencapai rating tertinggi (36,5%) dibanding Media Indonesia (34,3%), Kompas (30,6%), dan Suara Pembaruan (27,9%) (Hamad, 2004: 123). Sebaran koran Republika, 53 % berdomisili di Jakarta dan sekitarnya, Jabar (18%), Jateng (12%), Jatim (6%) dan luar Jawa (11%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam gambar berikut: Gambar 6. Sebaran Koran Republika
Sumber : (http://republika.co.id/iklan/sebaran.html, Senin, 20 Oktober 2008)
48
Adapun usia para pembaca Republika sangat beragam, antara lain usia di bawah 20 tahun sampai dengan usia di atas 50 tahun yang jenis kelaminnya adalah pria dan wanita. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini: Gambar 7. Usia Pembaca Republika
Sumber : (http://republika.co.id/iklan/pembaca.html, Senin, 20 Oktober 2008)
Sejak awal berdiri, Republika memang dekat dengan "sesuatu yang baru". Tatkala lahir, Republika menggebrak dengan tampilan "Desain Blok" yang tak lazim. Republika menjadi media pertama yang mengoperasikan Sistem Cetak Jarak Jauh (SCJJ) tahun 1997. Pendekatan tersebut juga dilakukan kepada komunitas pembaca lokal. Republika menjadi salah satu koran pertama yang menerbitkan halaman khusus daerah. Selalu dekat dengan publik pembaca adalah komitmen Republika untuk maju (http://republika.co. id/iklan/index. html, Sabtu, 15 November 2008). Kemudian, Republika mengalami kenaikan oplah dari 105 ribu menjadi 202 ribu eksemplar setelah memberikan warna global pada isi
49
tulisannya, bersinergi dengan The New York Times (AS) dan New Strait Times (Malaysia) (Anindhita, 2008). Republika pun tetap mempertahankan positioning-nya sebagai bacaan umat Islam sebagaimana diungkapkan oleh Erick Thohir, Direktur Utama Republika. “Erick menegaskan bahwa Republika masih mempertahankan positioning tersebut secara konsisten. Bagi Republika, umat Islam adalah segmen yang tetap menarik dan tentu saja dari sisi bisnis tetap basah mengingat populasinya paling besar di Indonesia” (Majalah Cakram Fokus, Mei – Juni 2006). Walaupun
Republika
berganti
kepemilikan,
Republika
tidak
mengalami perubahan visi maupun misi. Namun harus diakui, ada perbedaan gaya dibandingkan dengan sebelumnya. Sentuhan bisnis dan independensi Republika menjadi lebih kuat. Oleh karena itu, dari sisi bisnis, koran ini terus berkembang. Republika menjadi semakin profesional dan matang sebagai koran nasional untuk komunitas Muslim. Hal ini terbukti dengan penghargaan yang telah diperoleh oleh Republika, misalnya Republika mampu banyak meraih penghargaan, di antaranya: pada 1993 mampu menyabet gelar juara pertama Lomba Perwajahan Media Cetak, tahun 2005 koran terbaik 2004 dari Dewan Pers, yang menilai dari sisi penerapan kaidah jurnalistik, tahun 2006 koran terbaik 2005 dari Dewan Pers, tahun 2007 koran nasional terbaik 2006 dari Majalah Cakram, dan pemenang Cakram Award 2007 serta beberapa kali meraih penghargaan dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa sebagai
50
koran berbahasa Indonesia terbaik, peringkat 1 maupun peringkat di bawahnya.
2. Visi dan Misi Republika 2. 1. Visi Republika Visi Republika adalah: “Menjadikan Harian Umum Republika sebagai koran umat yang terpercaya dan mengedepankan nilai-nilai universal yang sejuk, toleran, damai, cerdas, dan profesional, namun mempunyai prinsip dalam keterlibatannya menjaga persatuan bangsa dan kepentingan umat Islam yang berdasarkan pemahaman Rahmatan lil ‘alamin”. 2. 2. Misi Republika Adapun misi Republika adalah: “Menciptakan dan menghidupkan sistem manajemen yang efisien dan efektif, serta dapat dipertanggungjawabkan secara profesional”.
3. Republika Online Bisnis surat kabar dunia akan terus menghadapi tantangan. Maka, untuk menghadapi tantangan tersebut, pihak media, khususnya Republika, berani melakukan perubahan tersebut. Sebab, perubahan adalah keniscayaan yang tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, tantangan demi tantangan yang ada di depan mata Republika adalah momentum terbaik untuk membuat koran ini senantiasa menjadi referensi utama masyarakat (Majalah Cakram Fokus, Mei – Juni 2006). Maka, Republika terus membenah diri dan mengembangkan bisnis cetaknya. Republika melakukan perubahan untuk menjawab tantangan
51
tersebut dengan melakukan berbagai langkah, mulai dari perubahan tim manajemen, merancang ulang format koran, isi berita hingga sistem pencetakan, serta sirkulasi. Seiring dengan membaiknya kinerja dan kualitas berita yang disuguhkan para awak Republika, membuat koran ini mendapatkan tempat di dalam masyarakat. Kebutuhan masyarakat akan informasi yang cepat, aktual dan berkualitas adalah hal mutlak yang harus diberikan, sehingga dibentuklah Republika Online (ROL). Selain versi cetak, Republika juga memiliki edisi online yang berisi berita-berita yang diperbarui secara aktual. Republika Online dibentuk pada tahun 1995 dengan membuka situs web di internet. Republikalah media yang pertama kali membuka situs berita di internet. Kemudian, di tahun 2007 institusi media ini mulai mengembangkan strateginya di dunia digital. Seperti yang dikatakan Erick Thohir, dia mengatakan: Salah satu strategi 2007 yang mulai dikembangkan. Kita bisa mendirikan atau mengambil alih perusahaan yang ahli di bidang itu seperti dot com atau IT base, kita sedang melihat pasar dan mencoba memikirkan. Saat ini kita fokus di media. Memang di era digitalisasi, content base tidak bisa dihindari. Kita tetap mencoba tetapi dengan perlahan sesuai dengan kekuatan masing-masing perusahaan (Majalah Cakram, Januari 2007).
4. Pengelola PT Republika Media Mandiri Dewan Komisaris Komisaris Utama
: Malik Sjafei Saleh.
Komisaris
: Drs. Chaerudin, R. Harry Zulnardy.
52
Direksi Direktur Utama
: Erick Thohir.
Direktur Operasional
: H. Daniel Wewengkang.
Direktur Pemasaran
: Nuky Surachmad.
Direktur Keuangan dan SDM
: Rachmat Yuliwinoto.
Kadiv Iklan dan Promosi
: Yulianingsih.
Kadiv Sirkulasi
: Dedik Supardiono.
Kadiv Produksi
: Nurrokhim.
Kadiv Riset dan Pengembangan : Arif Supriyono. Kadiv SDM
: Pryanggana.
Kadiv Keuangan
: Hery Setiawan.
Redaksi Pemimpin Redaksi
: Ikhwanul Kiram Mashuri.
Wakil Pemimpin Redaksi
: Nasihin Masha.
Redaktur Pelaksana
: Arys Hilman.
Redaktur Senior
: Anif Punto Utomo.
Wakil Redaktur Pelaksana
: Agung Pragitya Vazza, Selamat Ginting, Sri Kumara Dewatasari.
Asisten Redaktur Pelaksana
: Endro Cahyono, Subroto, Nina Chairani Ibrahim, Rakhmat Hadi Sucipto.
53
Staf Redaksi: Ahmadun Y. Herfandra, Alwi Shahab, Ismantoro, Budi Utomo, C. Purwatinigsih, Irianto Pandu Wibowo, Irwan Kelana, Neni Ridarineni, Priyantono Oemar, Purwadi Tjitrawijata, Damanhuri Zuhri, Khoirul Azwar Siregar, Taufiqurrahman Bachdari, Wachidah Handasah, Firkah Fansuri, Burhanuddin Bella, Muhammad Subarkah, Siwi Tri Puji Budiwiyati, Teguh Setiawan, Dharmawan, Teguh Indra, Nonang MR., Mohamad Amin Madani, Indah Wulaningsih, M. Irwan Ariefyanto, Maghfiroh Yenny, Natalia Endah Hapsari, Nurul S. Hamami, R. Hiru Muhammad, Rachmat Santosa Basarah, Siti Darojah Sri Wahyuni, Subroto, Susie Evidia Yuvidianti, Yeyen Rostiyani, Bidramnanta, Maman Sudiaman, Dewi Mardiani, Elba Damhuri, Lili Hermawan, Johar Arief, Yusuf Assidiq, Budi Rahardjo, Didi Purwadi, Endro Yuwanto, Ferry Kisihandi, Mohammad Akbar, Nur Hasan Murtiaji, Reiny Dwinanda, Mohammad Syakir, Rusdy Nurdiansyah, Iman F. Yuniarto, Harun Husein, Joko Sadewo, Asep K. Nurzaman, Lukmanul Hakim, Heri Ruslan, Khosyatillah Rullianti, Rahmad Budi Harto, Nidia Zuraya, Stevy Maradona, Darmawan Sepriyosa, Palupi Annisa Auliani, M Bahrul Ilmi, Cepi Setiadi, Prima Resti Ludfiani, Indira Rezkisari, Rima Ria Lestari, Wulan Tunjung Palupi, Zaky Al Hamzah, Andri Saubani, E.H. Islamil, Yogi Ardhi Cahyadi.
54
Biro DIY & Jawa Tengah: Yoebal Ganesha Rasyid (Kepala), Heri Purwata, Eko Widiyatno, Indra Wisnu Wardhana, M. As'adi, Edi Setyoko. Biro Jawa Timur: Sunarwoto, M. Anis Fathoni, Wardianto, M. Gufron. Jawa Barat: Yusuf Supriyatna (Kepala), Irfan Junaidi (Kepala Redaksi), Djoko Suceno, Agus Yulianto, Nian Poloan (Medan), Maspriel Aries (Palembang), Ahmad Baraas (Bali), Andi Nur Aminah (Makassar). Sekretaris Redaksi
: Fachrul Ratzi.
Redaksi
:
[email protected].
Sekretariat Redaksi
:
[email protected].
Webmaster ROL
:
[email protected].
Website
: www.republika.co.id.
Alamat Kantor Pusat: Jl.Warung Buncit Raya No. 37 Jakarta Selatan 12510. Telp:(021)7803747. Fax Redaksi: (021)7983623, Fax Usaha: (021) 7800649. Sumber: (http://republika.co.id/iklan/pengelola.html, Sabtu, 15 November 2008).
B. Profil Kompas 1. Sejarah dan Perkembangan Kompas Kelahiran Kompas diusulkan pertama kali oleh Jenderal Ahmad Yani, Menteri dan Komandan Angkatan Bersenjata. Saat itu, dia mengusulkan kepada Frans Seda untuk menerbitkan sebuah surat kabar yang berimbang,
55
dapat dipercaya, dan independen. Frans Seda kemudian menyampaikan gagasan tersebut kepada kedua temannya, yaitu P. K. Ojong (Petrus Kanisius Ojong atau Ojong Peng Koen) dan Jakob Oetama. Ojong kemudian menyetujui gagasan tersebut dan menjadikan Jakob Oetama sebagai editor inchief pertamanya. Kompas terbit pertama kali tanggal 28 Juni 1965. Tapi sebelumnya, keduanya telah mendirikan majalah bulanan Intisari, yang terbit pertama kali tahun 1963. Jakob Oetama sendiri merintis kariernya sebagai wartawan mingguan Penabur pada tahun 1955. Setelah Ojong meninggal, Jakob Oetama-lah yang menjadi nahkoda yang membesarkan Kompas (Hamad, 2004: 116). Harian ini diterbitkan atas inisiatif Partai Katolik dan sejumlah jurnalis Katolik. Pada sejarah awalnya, Kompas memperlihatkan kedekatan dengan Partai Katolik (Nugroho, Eriyanto, dan Surdiasis, 1999: 7). Saat pertama kali terbit Kompas memilih Partai Katolik untuk dijadikan tempat yang dianggap paling representatif dan merupakan satu-satunya organisasi sosial yang diharuskan atau diakui oleh pemerintah pada masa itu dalam menyalurkan aspirasi masyarakat. Situasi politik pada saat itu memunculkan berbagai tanggapan dan stereotype tentang ideologi Katolik di belakang nama Kompas (Alliah, 2008: 57). Awalnya, harian ini diterbitkan dengan nama Bentara Rakyat, sesuai dengan badan usahanya yang terbentuk pada tahun 1965 yang terdiri dari tokoh-tokoh Katolik, seperti P. K. Ojong, Jakob Oetama, R.G. Doeriat, Frans
56
Seda, Policarpus Swantoro, R. Soekarsono bersama beberapa wakil elemen hierarkis dari Majelis Agung Wali Gereja Indonesia (MAWI), seperti Partai Katolik, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Pemuda Katolik, dan Wanita Katolik. Namun, pada tanggal 23 Juni 1965, Presiden Soekarno mengusulkan, nama Bentara Rakyat diubah menjadi Kompas, artinya penunjuk arah, sehingga diharapakan dengan menggunakan nama Kompas, harian ini dapat memberikan petunjuk informasi bagi masyarakat luas. Namun, nama Kompas sering diplesetkan menjadi Komando Pastor atau Komando Pak Seda (Seda, dalam Hamad, 2004: 116). Hal ini karena Kompas dilahirkan dari latar belakang orang-orang Katolik seperti P. K. Ojong, Jakob Oetama, J. Adisubrata, Lie Hwat Nio, Marcel Beding, Tan Soei Sing, J. Lambangdadja, Tan Tik Hong, Tinon Prabawa, August Parengkuan, Threes Susilastuti, Threes Phonis Purba, da Eduard Liem yang menjadi staf redaksi Kompas pada saat pertama kali terbit. Kehendak pemerintah Orde Baru akan kemandirian surat kabar dari ikatannya dengan partai politik serta ketika pada tahun 1973 Partai Katolik difusikan ke dalam PDI, menjadikan Kompas mulai melepaskan diri dari partai politik dan berusaha menjadi koran yang independen. Saat ini Kompas bukan hanya menghadirkan dirinya sebagai koran independen melainkan juga lebih berorientasi pada bisnis (Alliah, 2008: 58). Meskipun demikian, latar belakangnya
sebagai
koran
yang
dekat
dengan
kekuatan
Katolik
mempengaruhi posisi Kompas dalam berbagai perdebatan politik, terutama apabila perdebatan tersebut menyangkut atau menyinggung kekuatan politik
57
Islam (Nugroho, Eriyanto, dan Surdiasis, 1999: 7). Pada awal terbit, Kompas menampilkan berita utama di halaman satu yang berjudul “KAA II Ditunda Empat Bulan”. Pada edisi perdana ini Kompas menyajikan 4 halaman yang isinya berupa 7 berita dalam negeri dan 11 berita luar negeri, dan 800 eksemplar. Saat terbit Kompas belum ada tajuk rencana, tapi hanya memuat iklan sebanyak 6 kali. Dengan mengikuti perkembangan surat kabar harian pada waktu itu, Kompas bertambah menjadi 16 halaman. Kemudian, pada Juli 1986 bertambah lagi menjadi 20 halaman, dan pada akhirnya Kompas menjadi surat kabar harian pertama yang terbit dengan 24 halaman. Setelah P. K. Ojong meninggal pada tanggal 31 Mei 1980, kepemimpinan Kompas dipegang oleh Jakob Oetama yang membawa Kompas ke dalam sebuah industri dengan strategi diversifikasi dan investasi sepanjang 1980-an (Alliah, 2008: 59). Jakob mengatakan bahwa media cetak harus terus menerus melakukan adaptasi secara cerdas, kreatif, dan inovatif jika ingin bertahan. Kompas juga harus melakukan adaptasi. Dalam beradaptasi, rujukan utamanya ialah kebutuhan dan aspirasi khalayak pembaca (Oetama, 2001: 139). Pada perkembangannya, setelah pergantian pemerintahan dari Orde lama ke Orde Baru ada peraturan baru untuk surat kabar yaitu, surat kabar harus mandiri tanpa bergantung pada salah satu partai politik. Munculnya peraturan baru tersebut membuat Partai Katolik mendukung kebijakan politik tersebut dengan melepaskan Kompas untuk independen dan bebas dari Partai
58
Katolik. Tapi, meskipun Kompas sudah terlepas dari Partai Katolik, namun stereotype ideologi Kompas tidak mudah terhapus di benak khalayaknya. Ideologi akan menjadi normatif ketika pendiri dan pemilik media memiliki latar belakang ideologi yang sama, dan hal ini tentunya akan mempengaruhi pola dan gaya pemberitaannya. Latar belakang ideologi Kompas inilah yang menjadikannya menarik untuk dijadikan objek penelitian. Oplah Kompas mengalami pertumbuhan yang terus meningkat. Pertama kali oplah Kompas berjumlah 4.800 eksemplar, kemudian dalam waktu tempo tiga bulan oplahnya meningkat menjadi 8.003 eksemplar. Pada Mei 1998 oplah Kompas menembus angka 600 ribu per hari, dan pada tahun 2004 oplah Kompas mencapai 530.000 eksemplar, bahkan hingga saat ini oplah Kompas mencapai 550.000 eksemplar per hari. Khusus untuk edisi minggunya mencapai 610.000 eksemplar. Pembaca surat kabar ini semakin meningkat, yaitu telah mencapai 2,25 juta orang di seluruh Indonesia. Pendapatan Kompas dari iklan juga menempati tempat teratas. Pada awal 1985, surat kabar terbesar di Indonesia itu meraih jumlah Rp 1,5 milyar per bulan dari iklan. Kalau saja tidak ada pembatasan jumlah halaman (12 halaman) dan persentase halaman iklan (30%-35%), bukan tidak mustahil Kompas akanmeraih lebih banyak pendapatan dari iklan (http://www.tokoh indonesia.com/ensiklopedi/j/jakob-oetama/biografi/03.shtml, Senin 2 Juni 2008). Dengan mengusung idealisme tercapainya misi “Amanat Hati Nurani Rakyat” yang sekaligus menjadi merk dagang (brand market), Kompas
59
membidik pasar kelas menengah ke atas (kelas B hingga A-1). Pembaca Kompas dari segi umur, terbanyak pada umur 25 hingga 40 tahun, dengan pekerjaan dalam bidang white collar (Hamad, 2004: 117-118). Sejak tahun 1969, Kompas merajai penjualan surat kabar secara nasional. Sebagai koran nasional, peredaran Kompas meliputi hampir seluruh kota di Indonesia, dan selalu menjadi pemimpin pasar (Hamad, 2004: 118). AC Nielsen, salah satu lembaga riset menegaskan pada tahun 1999 pangsa pasar Kompas antara lain, Jakarta 46,77 %, Botabek (Bogor, Tanggerang, Bekasi) 13,02 %, Jawa Barat 13,02 %, Jawa Tengah dan Yogyakarta 6,67 %, Sumatera 8,81 %, Kalimantan 2,61 %, dan Indonesia Timur 4,32 % (Rachman, dalam Nurkholis, 2008: 55). Menurut Riset Media Nielsen, Kompas merupakan koran nasional dengan oplah 507 ribu eksemplar dan dibaca oleh 1,8 juta orang. Harian ini menempati urutan kedua terbesar secara nasional dengan oplah 2,2 juta eksemplar setelah Pos Kota, dengan keunggulan segmentasi umum dan beritaberita yang kerap ditulis secara mendalam (Cakram On Newspaper 2005, dalam Anindhita, 2008). Seiring dengan pesatnya pertumbuhan dan perkembangan bisnis perusahaan, Kompas menjadi salah satu raksasa di dunia pers. Kompas memiliki beberapa struktur organisasi yang dikenal dengan nama Kelompok Kompas Gramedia (KKG). Saat ini KKG terbagi menjadi beberapa anak perusahaan, antara lain: Kelompok Percetakan, Kompas, Majalah, Gramedia Pustaka Utama (GPU),
60
Penerbitan dan Multi Media (MMSP), Perdagangan dan Industri, Hotel Santika, Media Olahraga (Medior), Pers Daerah, Radio Sonora, PT. Kompas Cyber Media, serta Tabloid Kontan. Memiliki TV7 yang dibeli sahamnya oleh Para Group dan diubah namanya jadi Trans7 yang bernaung satu dengan Trans TV dalam Trans Corp. Pada 2005 mereka mempekerjakan sekitar 12.000 pegawai yang tersebar di seluruh Indonesia. Kelompok Kompas Gramedia yang mempunyai lebih dari 30 anak perusahaan di bidang media cetak, media elektronik, ritel, hotel, penerbitan, bisnis tisu dan sejalan dengan perkembangan grup ini telah menyediakan lapangan pekerjaan bagi 11.000 karyawan. Saat ini Kelompok Kompas Gramedia sedang menjajaki kemungkinan kemitraan dengan perusahaan internasional dan ekspansi regional (http://www.tokohindonesia.com/ensiklo pedi/j/jakob-oetama/biografi/03.shtml, Senin, 2 Juni 2008).
2. Visi dan Misi Kompas 2. 1. Visi Kompas Visi Indonesia
Kompas baru
adalah:
berdasarkan
“Berpartisipasi Pancasila
membangun
Melalui
prinsip
masyarakat humanisme
transendental (persatuan dalam perbedaan) dengan menghormati individu dan masyarakat adil dan makmur.” 2. 2. Misi Kompas Misi Kompas adalah: “Mengantisipasi dan merespon dinamika masyarakat secara profesional, sekaligus memberi arah perubahan (trend setter)
dengan
menyediakan
dan
61
menyebarluaskan
informasi
yang
terpercaya.” Meskipun Kompas telah menetapkan visinya sebagai pengontrol kekuasaan pemerintah, namun, pada kenyataannya visinya tersebut sangat terpengaruh oleh kondisi perpolitikan negara. Sebagai sebuah industri media yang memiliki oplah terbesar, Kompas cenderung bermain aman dengan memilih jalan kompromi dan menghindari konfrontasi dengan pemerintah terutama pada masa orde baru. Menanggapi hal itu, David T. Hill berasumsi bahwa Kompas becomes synonymous with a style of subtle, in direct and implicit criticism, often dubbed typically ‘Javanese’ (Hill, dalam Nurkholis, 2008: 59).
3. Kompas.com Perkembangan zaman yang semakin maju, menjadikan kehidupan masyarakat akan semakin bergantung pada teknologi komunikasi, dalam hal ini adalah melalui sistem komunikasi yang berbasis komputer dan internet, di mana kebutuhan masyarakat tersebut adalah ingin mendapatkan informasi yang aktual dan disajikan secara cepat. Maka, guna memenuhi kebutuhan masyarakat tersebut di akhir tahun 1997, manajemen Kompas memutuskan untuk membuat perusahaan yang fokus pada internet, sehingga didirikanlah Kompas Cyber Media (KCM). Kompas nampaknya ingin menyajikan berita terbaru dengan cepat dan akurat bagi para pembacanya dengan memanfaatkan teknologi internet yang memiliki jangkauan lebih luas daripada edisi cetaknya. Sebelumnya, Kompas Cyber Media dikenal sebagai Kompas Online, yang menyediakan edisi internet dari harian Kompas. Namun, sekarang ini
62
edisi internet dari harian Kompas untuk tampilan halaman depannya bukan Kompas Cyber Media lagi, tapi Kompas.com, yang sesuai dengan alamat situs web-nya, yaitu www.kompas.com. Kompas.com merupakan situs berita terpercaya di Indonesia. Di-up date selama 24 jam sehari, dengan total orang yang membacanya adalah lebih dari 15 juta orang. Tingkat kunjungan ke Kompas.com atau lebih dikenal dengan sebutan page view, rata-rata mencapai 40 juta setiap bulan (http://www.kompas.com/aboutus.php, Senin, 20 Oktober 2008). Sebagai situs berita terpercaya yang banyak dikunjungi di tanah air, Kompas.com seperti media lain juga menawarkan pemasangan iklan (banner) di internet (online advertising), di mana jenis iklan di sini berbeda dengan media konvensional lain. Iklan di internet menawarkan bentuk-bentuk iklan yang kreatif (Rich Media Ads), interaktif, dan sangat menarik (visualisasi) (http://www.kompas.com/aboutus.php, Senin, 20 Oktober 2008). Mulai dari banner yang telah akrab di mata pengunjung situs, Kompas.com pun memiliki berbagai jenis iklan lain yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan pemasang seperti e-mail blast (e-mail broadcast), microsite, advertorial, polling / kuis / games, e-ditorial marketing yang dapat digunakan untuk tujuan pendidikan, layanan publik, jasa khusus, dan lain-lain (http://www.kompas.com/aboutus.php, Senin, 20 Oktober 2008). Kompas.com juga memberikan layanan lain yang berhubungan dengan Internet dan Multimedia, seperti web services yang mencakup website development and maintenance, video profile, CD interaktif, serta berbagai
63
aplikasi pemograman, yang dapat digunakan dalam website maupun non website, seperti peluncuran produk, dan lain-lain (http://www.kompas.com/ aboutus.php, Senin, 20 Oktober 2008). Selama sembilan tahun, ratusan perusahaan dalam dan luar negeri telah menggunakan jasa dan iklan (banner) di Kompas.com. Berita di Kompas.com bukan hanya bisa diakses melalui internet, melainkan juga secara mobile (melalui telepon seluler) (http://www.kompas.com/aboutus.php, Senin, 20 Oktober 2008). Penulisan berita di dalam media online Kompas.com tidaklah berbeda bila dibandingkan dengan Koran Kompas versi cetak, gaya penulisannya pun masih tetap menggunakan gaya jurnalisme yang sama dengan versi cetaknya, yaitu “jurnalisme kepiting”, hanya saja pemberitaannya terlihat lebih ringkas, namun tidak mengurangi nilai serta isi beritanya.
4. Susunan Redaksi PT Kompas Cyber Media Redaksi Pemimpin Redaksi
: Taufik Hidayat Mihardja
Redaktur Pelaksana
: Achmad Subechi
Wakil Redaktur Pelaksana
: Markus Suprihadi
Wakil Redaktur Pelaksana
: Agustinus Wisnubrata
Dewan Redaksi: Benny N. Joewono, I Made Asdhiana, Bambang Putranto, Antonius Tjahjo Sasongko, Z. Retno Pudjisriastuti, Taslimah Widianti Kamil, Jimmy Hitipeuw, B.M. Adam, Jodhi Yudono, Willy Pramudya, Hasuna
64
Daylailatu, Adi Sasono, Glori Kyrious Wadrianto, Johanes Heru Margianto, Erlangga Djumena, Martian Damanik, Asep Candra, Eko Hendrawan Sofyan, Angelina Maria Donna Aryanti, Egidius Patnistik, Adi Sasono, Josephus Primus, Lusia Kus Anna Maryati, Hery Prasetyo, Fikria Hidayat, I.G.N. Sawabi, Gabriel Abdi Susanto, Aloysius Gonsaga A.E., Tri Wahono, Rita Ayuningtyas, Dianovita, Inggried Dwi Wedhaswary, Laksono Hari Wiwoho, Salvanus Magnus Satripatriawan, Heribertus Kristianto Purnomo, Wiwiek Juwono. Sekretaris Redaksi: Rosliana Valentina, Tania Frederika Titaley. Manajemen Direktur Eksekutif
: Taufik Hidayat Mihardja.
Wakil GM Bisnis
: Edi Taslim.
Manajer PSDM
: Umum M. Trinovita.
Koordinator Keuangan
: Holly Emaria Suwandi.
Manajer Sales & Marketing : Tiurmada Suryanti. Manajer IT
: Murfi Abbas Hatumena.
Manajer Kreatif
: Riki Kurniadi.
Penjualan dan Pemasaran Manajer Penjualan dan Pemasaran: Budi Setianto. Tim Penjualan: Anita Sari, Avelia Kartika, Dhanang Radityo, Erni Erawati, Kartika Sarie Fadillah, Laksmi Eraswati, Nur Komaria, Nurmala Indahsari,
65
Rinda Gustina, Ryano D. Indrabayu, Santi Rahayu, Veronica R. Sekar Wening, V. Widya Tania. Tim Pemasaran: Atharini Permatasari, Ricky Irawan Aditia, Sadam Amandar. Komunikasi: Tommy Anugroho, David Tansen, Okky Brahma Arimurti. Redaksi :
[email protected] /
[email protected]. Iklan
:
[email protected].
Alamat Kantor Pusat: Gedung Kompas Gramedia, Unit II Lt. 5. Jl. Pamerah Selatan No. 22-28 Jakarta 10270, Indonesia. Telp : 62-21 5350377 / 5350388. Fax : 62-21 5360678. Sumber: (http://www.kompas.com/abouts.php, Senin, 20 Oktober 2008).
C. Profil Tempo 1. Sejarah dan Perkembangan Tempo Majalah Tempo edisi perdana diterbitkan bulan Maret 1971 oleh sejumlah intelektual muda yang waktu itu gelisah melihat situasi sosial politik kian tak menentu. Salah satu gejala yang mencolok adalah politisasi pers untuk mendukung ideologi kelompok. Melihat gejala yang tak sehat itu, beberapa intelektual muda seperti Goenawan Mohammad, Nono Anwar
66
Makarim, dan Fikri Jufri tergerak untuk mendirikan media yang bebas dari politik dan menyuarakan informasi yang objektif (Al-Fayyadl, 2008). Sebelumnya, pada Mei 1970, mereka menerbitkan majalah Ekspres. Tapi percobaan tersebut gagal karena intervensi penguasa. Goenawan Mohammad keluar dari majalah Ekspres, lalu diikuti oleh teman-temannya, yaitu Fikri Jufri, dan Christanto Wibisono. Setelah menunggu hampir setahun, pada 1971, mereka akhirnya sepakat untuk menerbitkan majalah Tempo, sebuah majalah yang mengusung karakter jurnalisme majalah Time. Di sana Goenawan Mohammad banyak menulis kolom tentang agenda-agenda politik Indonesia. Jiwa kritisnya meggiringnya untuk melakukan kritik terhadap rezim Soeharto yang saat itu menekan pertumbuhan demokrasi di Indonesia. Tempo dianggap sebagai oposisi yang merugikan kepentingan pemerintah sehingga dihentikan penerbitannya pada 1994 (Handrianto, 2007: 108). Atas rekomendasi Menteri Luar Negeri, Adam Malik dan Menteri Penerangan, Budiardjo, akhir Desember 1970 SIT Tempo keluar menyusul pada tanggal 12 Januari 1971 keluar SIC-nya lalu pada bulan dan tahun itu juga nomor perkenalan Tempo muncul di pasaran. Majalah Tempo adalah majalah berita mingguan Indonesia yang umumnya meliputi berita politik. Majalah Tempo merupakan majalah pertama yang tidak memiliki afiliasi dengan pemerintah. Majalah ini pernah dilarang oleh pemerintah pada tahun 1982 dan 21 Juni 1994 karena dianggap sebagai oposisi yang merugikan pemerintah.
67
21 Juni 1994 adalah tanggal bersejarah bagi pers Indonesia. Pada tanggal itu turun perintah pencabutan SIUPP (Surat Izin Umum Penerbitan Usaha Pers) terhadap majalah Tempo, yang kemudian disusul dengan pembredelan tabloid Detik dan tabloid Editor. "Surat sakti" pembredelan itu diumumkan secara langsung oleh Menteri Penerangan, Harmoko, yang saat itu dikenal luas sebagai "tangan kanan" rezim Soeharto. Pembredelan majalah Tempo, maupun tabloid Detik dan Editor tidak pernah jelas apa penyebabnya. Tapi, banyak orang yakin bahwa Menteri Penerangan Harmoko, saat itu mencabut SIUPP majalah Tempo karena laporan majalah ini tentang impor kapal perang dari Jerman. Laporan majalah tersebut dianggap membahayakan “stabilitas negara”. Laporan utama membahas keberatan pihak militer terhadap impor oleh Menteri Riset dan Teknologi, B.J. Habibie. Sekelompok wartawan yang kecewa pada sikap Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) yang menyetujui pembredelan Tempo, Detik, dan Editor, kemudian mendirikan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI). Pembredelan majalah Tempo menorehkan noda hitam dalam sejarah pers Indonesia, karena sebelumnya nasib serupa juga telah menimpa harian Indonesia Raya asuhan Mochtar Lubis. Harus diakui, Tempo saat itu memang menjadi momok buat rezim. Majalah ini bukan saja populer dengan tingkat independensinya
yang
tinggi,
melainkan
juga
keberaniannya
untuk
mengungkap fakta di lapangan. Ketika banyak media memilih bungkam mengenai peristiwa tertentu, Tempo berbicara (Al-Fayyadl, 2008).
68
Majalah Tempo adalah anak kandung Orde Baru. Majalah ini muncul berbarengan dengan naiknya pamor Soeharto sebagai penguasa rezim. Tapi, walaupun lahir dari rahim Orde Baru, Tempo menempuh jalan yang berbeda. Tempo tetap menjaga integritasnya dengan mengambil jarak dari pusat-pusat kekuasaan, terutama terhadap pemerintah. Satu ilustrasi menarik dari adanya "jarak" ini tergambar dari pertemuan Jenderal Soemitro dengan sejumlah redaktur koran di Jakarta pada 19 Januari 1972. Pertemuan politis ini tampaknya dimaksudkan untuk mengawasi kinerja jurnalisme agar tak terlalu kritis terhadap pemerintah. Menanggapi hal tersebut, Goenawan menulis di Tempo, bahwa kritik adalah bagian dari kerja jurnalisme. Kerja wartawan, kata Goen, adalah "melayani dengan kritik" (Al-Fayyadl, 2008). Namun, usaha Tempo untuk menampilkan berita secara berimbang dan obyektif bukan tanpa tekanan. Tantangan pertama datang ketika meletus peristiwa Malari pada 15 Januari 1974. Peristiwa ini merupakan goncangan hebat terhadap rezim Orde Baru. Sehingga, akibat peristiwa tersebut sebanyak 11 orang, konon, tewas, dan ratusan lainnya terluka. Sepanjang Orde Baru, baru kali ini terjadi demonstrasi massal, disertai perusakan yang begitu hebat. Bagaimana Tempo menanggapi peristiwa Malari tersebut? Tempo lagilagi mencoba menyajikan porsi berita secara imbang. Kedua belah pihak yang "bermain" di balik peristiwa itu sama-sama dimuat opininya, yaitu antara pihak Widjojo yang pro-Jepang dan Ali Moertopo yang anti-Jepang. Tempo dianggap netral dalam konflik elit yang berebut pengaruh tersebut. Diakui Steele, pemberitaan yang relatif obyektif ini adalah sebagai faktor untuk menyelamatkan Tempo dari bredel rezim kala itu. Berbeda dengan Tempo, 12
69
surat kabar harian ibu kota sebutlah misalnya, Harian Kami, The Jakarta Times, Indonesia Pos resmi ditutup pada saat peristiwa itu. Perjuangan Tempo tidak berhenti di situ. Dalam hubungannya dengan rezim
Soeharto,
Tempo
memang
tak
mudah
ditundukkan.
Karena
pemberitaannya yang relatif imbang, rezim tak gampang menuduh Tempo dengan alasan yang masuk akal. Walaupun demikian, di mata sebagian pejabat, Tempo tetaplah "duri dalam daging". Di satu sisi, Tempo diakui kredibilitas pemberitaannya. Di sisi lain, ia tetap perlu diawasi. Pemerintah merasa waswas karena majalah ini terlalu kritis terhadap rezim (Al-Fayyadl, 2008). Tempo sendiri menyadari posisinya. Karena itu, agar tetap bertahan, ia harus menggunakan trik dan strategi. Steele menyebut beberapa di antaranya, seperti mengganti kalimat aktif menjadi pasif (konon, kabarnya, wallahu a’lam) atau mengutip komentar dari pejabat asing terhadap situasi dalam negeri. Strategi yang kedua ini biasa disebut pinjam mulut. Ini misalnya diterapkan ketika Tempo melaporkan insiden Santa Cruz pada 1991 dengan mengutip ucapan seorang pejabat PBB (Al-Fayyadl, 2008). Semua strategi itu dipakai untuk menjamin kelangsungan Tempo sebagai media yang independen dan terbuka. Tekanan bertubi-tubi dari rezim tidak meluluhkan semangat para wartawan Tempo untuk menghadirkan fakta secara lebih jernih ke hadapan publik. Ditambah lagi dengan kehadiran "Catatan Pinggir" Goenawan Mohamad pada setiap edisi, yang mencoba memberikan kritik terhadap perpolitikan tanah air dengan satir dan ironinya
70
yang khas, memperkaya Tempo menjadi lebih dari sekadar majalah yang "enak dibaca" (Al-Fayyadl, 2008). Akhir Maret 1982, Tempo memang sempat dibekukan karena berani melaporkan situasi Pemilu waktu itu yang ricuh. Adapun alasan pembekuan atas majalah ini disebabkan oleh pemberitaan Tempo mengenai insiden pemilu yang ricuh di Lapangan Banteng yang dimuat dalam edisi 27 Maret, serta pemuatan gambar yang dapat memanaskan situasi yang berkaitan dengan berita “UI mogok” dimuat dalam edisi 10 April (Winata, 2008: 55). Hal ini dinilai oleh Departemen Penerangan telah melanggar konsensus pemerintah dan pers nasional. Tetapi dua minggu kemudian, Tempo kembali diizinkan untuk terbit. Usaha pemerintah untuk menekan Tempo selalu menemui batu sandungan karena keberhasilan strategi Tempo untuk mengambil jarak dengan kekuasaan, sekaligus melobi kekuasaan untuk memberi jaminan. Pada tanggal 29 Juni 1982, Menteri Penerangan Ali Murtopo menyatakan pencairan Surat Izin Terbit Tempo. Bulan Juni Tempo kembali beredar di kalangan pembacanya. Di tengah persaingan penerbitan majalahmajalah berita yang ada di Indonesia, tahun 1984 Tempo semakin kuat posisinya sebagai market leader di jenisnya. Oplah majalah Tempo naik hingga 136.100 eksemplar dari 103.700 eksemplar (Winata, 2008: 55). Dalam perkembangannya, tanggal 11 Juli 1987, Majalah Tempo mengalami banyak cobaan. Majalah berita yang disebut sebagai majalah terbesar di Asia Tenggara ini mengalami masalah internal, yaitu sebanyak 32 wartawan Tempo bereksodus mendirikan tabloid Editor. Rencana eksodus itu
71
bermula dari ketidakpuasan yang terakumulasi di kalangan para wartawan Tempo, termasuk di situ adalah Syu’bah Asa, Saur Hutabarat, Eddy Harawanto, dan lain-lain. Dalam pandangan mereka, Tempo sudah kehilangan idealismenya, Tempo sudah merupakan industri. Permasalahan ini bermula karena para pendiri Tempo, yang sebagian adalah sastrawan atau seniman, pada satu sisi, tidak dapat menyesuaikan diri dengan sistem manajemen modern yang diterapkan oleh para senior di Tempo. Padahal, dalam manajemen redaksi, diterapkan kode etik, in house training, rapat untuk memutuskan berita dan lain-lain. Sementara itu, dalam pengelolaan sumber daya manusia, diterapkan sistem yang transparan menyangkut promosi dan pengelolaan, perekrutan reporter baru hanya dari universitas-universitas
ternama.
Manajemen
modern
ini
akhirnya
menyebabkan hilangnya keakraban antara manajer dan wartawan. Mungkin yang lebih divisif adalah isu uang. Kesuksesan yang dibarengi dengan sensor yang dilakukan oleh pemerintah yang berarti bahwa Tempo secara efektif menempati posisi monopoli, menyebabkan kenaikan gaji dan bonus, dan ini didistribusikan secara tidak merata di antara orang-orang yang bekerja di majalah tersebut. Dalam perjalanan sejarahnya, Tempo sering mengalami beberapa ujian. Mulai dari awal terbit tahun 1971, pergumulan dan pergulatan di dalamnya, perpecahan-perpecahan, manajemennya, sampai ditutup pada rezim Soeharto, hingga terbit kembali. Tempo kemudian belajar dari kesalahankesalahan yang pernah dialaminya tersebut. Salah satunya adalah aspek
72
bagaimana Tempo mengembangkan manajemen modern yaitu dengan melakukan pembenahan dalam organisasi. Tempo juga belajar dari Kompas, dengan cara bagaimana Jakob Oetama membagikan bonus kepada wartawan yang berdasarkan penilainnya sendiri. Kemudian, Tempo menyusun rencana karier bagi para wartawan Tempo mulai dari masa percobaan, beberapa tahun menjadi reporter, naik menjadi staf editorial atau penulis, dan kalau periode ini dilewati akan ada pelatihan lebih lanjut menjadi redaktur penyunting (desk editor). Posisi-posisi seperti pemimpin redaksi, redaktur eksekutif, dan asisten redaktur eksekutif dipilih oleh para wartawan yang ada dalam jajaran managing editors. Para wartawan senior yang tidak memiliki jabatan diberi posisi sebagai “senior editors” yang berarti mereka bebas mengembangkan sendiri gagasan-gagasan cerita. Dan pada setiap tahapan itu ada proses magangnya, di mana para kandidat harus menyelesaikan sejumlah penugasan guna membuktikan kemampuannya (Hartadi, 2008). Istirahat terpanjang Tempo terjadi setelah pembredelan 21 Juni 1994. Sejak itu wartawan Tempo melakukan gerilya, seperti dengan mendirikan sebuah versi online yang dikenal sebagai Tempo interaktif secara klandestin, atau mendirikan ISAI (Institut Studi Arus Informasi) pada 1995. Perjuangan ini membuktikan komitmen Tempo pada demokratisasi dan kebebasan pers, yang pada zaman Orde Baru dipasung secara sistematis (Al-Fayyadl, 2008). Akhirnya, pada tanggal 6 Oktober 1998 majalah Tempo diterbitkan kembali setelah jatuhnya Soeharto pada tahun itu. Majalah yang dibangun kembali tersebut telah menjadi kritikus yang paling tajam bagi pemerintahan di era reformasi. Berbagai perubahan dilakukan seperti perubahan jumlah halaman namun tetap mempertahankan mutunya. Selain menerbitkan majalah,
73
Tempo juga menerbitkan majalah bahasa Inggris yang bernama Tempo Magazine yang sudah terbit sejak 12 september 2000, dan pada 2 April 2001 Tempo juga menerbitkan surat kabar harian yang bernama Koran Tempo yang sirkulasinya sudah sebesar 100.000 setiap harinya. PT Tempo Inti media Tbk., juga meluncurkan Koran Tempo edisi Jawa Timur – Bali mulai Senin, 24 Maret 2008. Penetrasi usaha ini dilakukan seiring dengan sistem cetak jarak jauh di Surabaya. Direktur Utama dan Corporate Chief Editor Tempo Inti Media Bambang Harymurti menjelaskan, “keputusan cetak jarak jauh diambil semata untuk memenuhi kebutuhan para pelanggan di Jawa Timur dan Bali yang mengeluhkan keterlambatan sirkulasi. (Majalah Berita Indonesia, 1 Mei 2008). Apabila melihat proses perjuangan dalam membangun Tempo di atas, tidak bisa dilepaskan dari sentuhan tangan Goenawan Mohammad. Bisa dikatakan bahwa ketika berbicara tentang Tempo tidak akan lengkap tanpa membicarakan Goenawan Mohammad. Bahkan, Janet Steele menggambarkan bahwa Tempo adalah Goenawan Mohammad, sebagai orang yang paling banyak memberi warna kepada majalah berita ini (Hartadi, 2008). Goenawan Mohammad adalah seorang penulis besar berpengaruh, seorang jurnalis dan sastrawan, lahir di Karangasem, Batang, Jawa Tengah 29 Juli 1941. Pada masa mudanya, ia lebih dikenal sebagai seorang penyair. Pandangannya sangat liberal dan terbuka. Ia juga punya andil dalam pendirian Jaringan Islam Liberal (JIL).
74
Selama kurang lebih 30 tahun ia menekuni dunia pers. Beberapa karirnya di dunia pers, yaitu antara lain: Redaktur Harian KAMI (1969-1970), Redaktur Majalah Horison (1969-1974), Pemimpin Redaksi Majalah Ekspres (1970-1971), Pemimpin Redaksi Majalah Tempo (1971-sekarang), Pemimpin Redaksi Majalah Swasembada (1985-sekarang) (Handrianto, 2007: 106). Goenawan Mohammad menghasilkan berbagai karya tulis yang sudah diterbitkan, diantaranya kumpulan puisi dalam Parikesit (1973) dan Interlude (1976) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, Inggris, Jepang dan Perancis. Sebagian esainya terhimpun dalam Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1974), Seks, Sastra, Kita, dan Sinar Kasih (1980). Tetapi lebih dari itu, tulisannya yang paling terkenal dan populer adalah Catatan Pinggir (Grafitipers, 1982), sebuah artikel pendek yang dimuat secara mingguan di halaman paling belakang dari majalah Tempo. Popularitas Goenawan Mohammad dalam dunia pers tidaklah diragukan. Dia telah berjasa melahirkan mengader banyak jurnalis di Indonesia. Tapi, terlepas dari itu, Goenawan juga sukses menggerakkan proses sekularisasi di Indonesia (Handrianto, 2007: 112). Pertengahan Juni 1993, Goenawan Mohammad mengundurkan diri dari Tempo. Walaupun Goenawan Mohammad sudah keluar dari Tempo, namun pengaruhnya pada Tempo tidak terhenti setelah jabatannya dilepaskan, dan akhirnya ia menyerahkan jabatannya kepada Fikri Jufri hingga saat ini.
75
2. Tempo Interaktif Selain menyediakan berita dalam bentuk surat kabar, PT Tempo Inti Media Tbk., juga menyediakan berita dalam bentuk online yang bersinergi dengan versi cetaknya, di mana berita online-nya bisa diakses di alamat situs: www.tempo.co.id,
www.tempointeraktif.com,
dan
www.tempointeractive.
com. 2. 1. Layanan dalam Tempo Interaktif Layanan yang terdapat dalam Portal Tempo Interaktif adalah sebagai berikut: a. Blog, layanan ini adalah penyediaan fasilitas blog untuk para blogger sebagai media komunikasi. Fasilitas ini merupakan salah satu strategi Tempo Interaktif untuk menjalin pembaca melalui suatu jaringan komunitas. b. Berita Budaya, layanan ini mengemas berita-berita yang berkaitan dengan masalah budaya. c. Berita Digital, layanan ini mengemas berita-berita yang berkaitan dengan perkembangan dunia komputer maupun internet. d. Berita Ekonomi, layanan ini mengemas berita-berita yang berkaitan dengan perkembangan dunia ekonomi. e. Berita Internasional, layanan ini mengemas berita-berita yang berkaitan dengan perkembangan dunia internasional. f. Berita Iptek, layanan ini mengemas berita-berita yang berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. g. Berita Jakarta, layanan ini mengemas berita-berita yang berkaitan dengan kejadian-kejadian di seputar Jakarta. h. Berita Nasional, layanan ini mengemas berita-berita yang berkaitan dengan kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam konteks nasional. i. Berita Olahraga, layanan ini mengemas berita-berita yang berkaitan dengan perkembangan dunia olahraga. j. Majalah Tempo, layanan ini mengemas berita-berita yang ditampilkan di majalah Tempo. k. Koran Tempo, layanan ini mengemas berita-berita yang ditampilkan di koran Tempo. l. Pusat Data, layanan ini khusus mengupas berta-berita aktual yang ditampilkan secara komplit mulai dari data-data sampai dengan analisis yang tajam.
76
m. Tempat Foto, layanan ini memuat photo-photo yang sudah pernah ditampilkan di dalam majalah Tempo, Koran Tempo, maupun Tempo Interaktif. n. Indikator, merupakan layanan dalam bentuk survey kepada pembaca Tempo terkait dengan suatu kejadian yang aktual. . o. Layanan Dua Bahasa, merupakan layanan yang memungkinkan pembaca untuk menikmati Tempo dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris (Hardianto, 2008: 68-69). 2. 2. Kewajiban Registrasi Untuk dapat mengakses informasi di Tempo Interaktif maka pihak pengelola mensyaratkan kepada pembaca untuk memdaftar terlebih dahulu. Hal ini tentunya berbeda dengan Portal Media Online yang lain yang memperbolehkan pembaca untuk mengakses secara bebas informasiinformasi di dalam situs media.
3. Visi dan Misi Tempo 3. 1. Visi Tempo Visi Tempo adalah: “Menjadi acuan dalam proses meningkatkan kebebasan rakyat untuk berpikir dan mengutarakan pendapat serta membangun suatu masyarakat yang menghargai kecerdasan dan perbedaan pendapat.” 3. 2. Misi Tempo Misi Tempo antara lain adalah: 1) Menyumbangkan kepada masyarakat suatu produk multimedia yang menampung dan menyalurkan secara adil suara yang berbeda-beda. 2) Sebuah produk multimedia yang mandiri, bebas dari tekanan kekuasaan modal dan politik.
77
3) Terus-menerus meningkatkan apresiasi terhadap ide-ide baru, bahasa, dan tampilan visual yang baik. 4) Sebuah karya yang bermutu tinggi dan berpegang pada kode etik. 5) Menjadikan tempat kerja yang mencerminkan Indonesia yang beragam sesuai kemajuan jaman. 6) Sebuah proses kerja yang menghargai kemitraan dari semua sektor. 7) Menjadi lahan yang subur bagi kegiatan-kegiatan untuk memperkaya khasanah artistik dan intelektual.
4. Susunan Redaksi Tempo Pemimpin Redaksi
: Bambang Harymurti.
Wakil Pemimpin Redaksi : Toriq Hadad. Redaktur Eksekutif
: Wahyu Muryadi.
Redaktur Pelaksana
: Daru Priyambodo, M. Taufiqurraman, Dian Basuki.
Kepala Biro Daerah
: Prasidono Listiaji.
Redaktur TI
: Budi Setyarso.
Sidang Redaksi: Agus Hidayat, Ahmad Taufik, Ali Anwar, Elik Susanto, Fajar W.H., Grace S. Gandhi, Purwani Diyah Prabandari, Rommy Fibri, Sudrajat. Biro Jakarta: Agus Supriyanto, Agriceli H.W., Ami Afriatni, Angelus Tito, Badriah, Erwin Prima, Erwin Daryanto, Evy Flamboyan, Ewo Raswa, Fanny Febiana, Indriani Diah S., Khairunnisa, Maria Ulfah, Mawar Kusuma,
78
M. Fasabeni, M. Nafi, Rr. Ariyani, Suliyanti Pakpahan, Sunariyah, Suryani Ika Sari,Yuliawati. Daerah: L.N. Idayani (Yogyakarta), Rinny Srihartini (Bandung), Setiyardi (Bandung), Jalil Hakim (Surabaya), R. Fadjri (Yogyakarta), Zed Abidien (Surabaya). Fotografi: Agung Chandra, Arie Basuki, Santirta M. Riset: Aris Mustafa, Ngarto Februana, Indra Mutiara, Muchtar Wijaya, Sri Wahyuni, Titis Hutami, Viva Kusnandar. Penerbitan: Sri Indrayati, Sri Mulungsih. Informasi Iklan: Kebayoran Center Blok A11 - A15 Jl. Kebayoran Baru - Mayestik, Jakarta 12440 Telp (021) 725 5625 Faks (021) 720 6995 E-mail :
[email protected] Redaksi Tempo Interaktif: Kebayoran Center Blok A11 - A15 Jl. Kebayoran Baru - Mayestik, Jakarta 12440 Telp (021) 725 5625 Faks (021) 725 5645 E-mail :
[email protected]
79
Teknologi Informasi Tempo: Jl. Proklamasi No. 72, Jakarta 10320 Telp (021) 3916160, 39899361 Faks (021) 3921947, 3156331 E-mail :
[email protected] Sumber: (http://www.tempointeraktif.com, Selasa, 10 Juni 2008).
80
BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS DATA
Pada tanggal 16 April 2008 Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) mengeluarkan rekomendasi kepada Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama untuk menghentikan kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Keluarnya rekomendasi Bakor Pakem tersebut adalah hasil rapat Bakor Pakem yang dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto yang menyatakan bahwa dari hasil pemantauan selama tiga bulan, ternyata Ahmadiyah tidak melaksanakan 12 butir penjelasan Pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia yang dibuat tanggal 14 Januari 2008 secara konsisten dan bertanggung jawab. Anggota Bakor Pakem yang juga kepala Litbang dan Diklat Depag, Prof. Atho Mudzhar, menambahkan, dari pemantauan yang dilakukan di 33 kabupaten, 55 komunitas Ahmadiyah, dan 277 warga Ahmadiyah, ditemukan bahwa Ahmadiyah tetap mengakui ada nabi setelah nabi Muhammad saw. Sebagai tindaklanjutnya, Bakor Pakem kemudian merekomendasikan agar warga JAI diperintahkan dan diberi peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya di dalam Surat Keputusan Bersama Menteri Agama, Jaksa Agung, dan Menteri Dalam Negeri sesuai dengan UU No. 1 PNPS Tahun 1965.
81
Dua bulan setelah keluarnya rekomendasi Bakor Pakem tersebut, pemerintah akhirnya mengeluarkan SKB itu, tepat pada 9 Juni 2008. Namun, setelah SKB terbit, masih tersisa ketidakpuasan dari kedua belah pihak yang merasa pemerintah belum memberikan ketegasan dalam tuangan SKB dalam format terbaiknya. Pemerintah Indonesia sendiri seakan ragu-ragu dalam bertindak meskipun telah mendapatkan rekomendasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan (Bakor Pakem) agar melarang segala bentuk kegiatan aliran Jemaat Ahmadiyah di Indonesia. Tak ayal sikap ragu-ragu pemerintah ini semakin memperparah nasib kaum Ahmadi (Yogaswara, 2008: 18). Peristiwa ini menjadi sorotan di berbagai pemberitaan media, baik media cetak, elektronik maupun media online. Bahkan, akibat peristiwa ini muncullah perpecahan di antara ummat Islam. Perpecahan di antara ummat Islam semakin tajam. Perbedaan pendapat tentang sesat atau tidaknya Ahmadiyah telah membagi ummat Islam ke dalam dua kubu yang saling bertentangan (Yogaswara, 2008: 17). Maraknya pemberitaan peristiwa ini semakin menarik untuk diteliti. Hal ini disebabkan oleh pemberitaan yang berbeda-beda pada setiap media, dalam hal ini adalah media online, di antaranya Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif yang memiliki cara tersendiri dalam mengkonstruksi realitas atau peristiwa tersebut. Ketiga media online tersebut memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi realitas mengenai rekomendasi Bakor Pakem tersebut. Dari ketiga media
82
online tersebut menunjukkan perspektif yang berbeda dalam mengkonstruksi realitas
tersebut,
kecuali
Kompas.com
dan
Tempo
Interaktif
yang
perspektifnya tidak jauh berbeda dalam mengkonstruksi realitas tersebut. Ada perbedaan konstruksi pemberitaan yang terjadi di antara ketiga media online tersebut,
khususnya
mengenai
kontroversi
dengan
dikeluarkannya
rekomendasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) tentang penghentian kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Peneliti mengambil empat berita yang disajikan masing-masing dari ketiga media online tersebut. Berikut ini akan diuraikan masing-masing frame media online tersebut.
A. Frame Republika Online: Rekomendasi Bakor Pakem Merupakan Langkah Awal yang Tepat yang Sepenuhnya akan Didukung Republika Online menurunkan laporan tentang rekomendasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) mengenai penghentian kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) ini sejak mulai April sampai Desember 2008. Peneliti memilih empat berita dari edisi April – Juni 2008 yang dianggap paling representatif dari keseluruhan berita yang diturunkan Republika Online. Masing-masing dengan judul “FUI Desak Pemerintah Keluarkan Keppres Pembubaran Ahmadiyah” pada tanggal 17 April 2008, “Polri dan Pemerintah Jangan Diskriminasi” pada tanggal 18 April 2008, “Umat Islam Desak Pemerintah Keluarkan SKB Pelarangan Ahmadiyah” pada tanggal 09 Mei 2008, “PBNU: SKB Kurang Memuaskan”
83
pada tanggal 11 Juni 2008. Keempat berita tersebut oleh Republika Online semuanya ditempatkan pada rubrik “Nasional”. Problem Indentification. Ada beberapa alasan kenapa bingkai Republika Online melihat dikeluarkannya rekomendasi Bakor Pakem untuk menghentikan kegiatan JAI ini adalah sebagai berikut: Pertama, Bakor Pakem menilai bahwa JAI telah melakukan kegiatan dan penafsiran keagamaan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam serta menimbulkan keresahan dan pertentangan dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum. Selain itu, JAI telah nyata-nyata secara sengaja, sistematik, dan terorganisir melakukan penodaan dan penistaan terhadap agama Islam sehingga dikeluarkanlah rekomendasi Bakor Pakem tersebut. Maka, frame yang dikembangkan Republika Online adalah dengan memandang bahwa keputusan yang dilakukan Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) untuk menghentikan kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) merupakan langkah awal yang tepat yang sepenuhnya akan didukung. Sebagaimana yang dikatakan Ketua Tim Advokasi FUI, Munarman. Munarman mengatakan, keputusan yang dibuat Bakor Pakem merupakan langkah awal yang tepat yang akan didukung sepenuhnya oleh FUI (http://republika.co.id/Online_detail.asp?id=330698&katid=23, Jum’at, 18 Ap ril 2008). Hal ini diperkuat dengan adanya pernyataan dari beberapa kalangan umat Islam, bahwa rekomendasi Bakor Pakem mengenai penghentian seluruh
84
kegiatan JAI disambut baik oleh berbagai kalangan (http://republika. co.id/Online_detail.asp?id=330743&kat_id=23, Juma’at, 18 April 2008). Kedua, sebagai konsekuensi Republika Online melihat masalah ini, sumber berita yang diwawancarai adalah sumber berita yang berlatar belakang dari ulama dan berbagai Ormas Islam yang cenderung menginginkan agar organisasi JAI segera dibubarkan pasca rekomendasi Bakor Pakem tersebut. Ulama dan Ormas Islam tersebut antara lain seperti: Ketua Forum Umat Islam (FUI) Mashadi yang mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar segera mengeluarkan Keppres (Keputusan Presiden) untuk pembubaran organisasi Ahmadiyah; Forum Umat Islam Selamatkan Aqidah (Forsa) yang mendesak pemerintah menerbitkan SKB pelarangan Ahmadiyah; Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Medan, Andi Jamaro Dulung yang mengatakan sebaiknya pemerintah membubarkan JAI, dan Ketua Tim Pengacara Muslim Mahendra Data yang meminta Polri dan Pemerintah tidak bersikap diskriminatif terhadap Ahmadiyah, serta Koordinator Aliansi Ummat Islam (Alumi) Jabar, Hedi Muhammad mendesak pemerintah agar segera menyelesaikan kasus tersebut. Dalam pemberitaan Republika Online di atas, dengan berdasarkan para sumber berita tersebut Republika Online terlihat cenderung mendukung rekomendasi Bakor Pakem. Hal ini dikarenakan bahwa sumber berita yang dipilih Republika Online adalah berasal dari kalangan ummat Muslim yang terdiri dari ulama maupun Ormas Islam, sehingga para sumber berita yang sudah dipilih tersebut tentu akan menyatakan opininya dengan pernyataan
85
bahwa rekomendasi Bakor Pakem untuk menghentikan kegiatan JAI merupakan langkah awal yang tepat yang sepenuhnya akan didukung. Sumber berita yang telah dipilih dan menyatakan opininya tersebut tentunya berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang sudah dibuat oleh wartawan Republika Online sendiri yang menginginkan agar pandangannya didukung pembaca. Hal ini juga terkait dengan target audience Republika yang mayoritas pembacanya adalah ummat Islam, sehingga aspirasi ummat Islam mendapatkan posisi utama di pemberitaan Republika online. Argumen ini diperkuat dengan pernyataan Eriyanto yang menyatakan: Penempatan sumber berita yang menonjol dibandingkan dengan sumber lain; menempatkan wawancara seorang tokoh lebih besar dari tokoh lain; liputan yang hanya satu sisi dan merugikan pihak lain; tidak berimbang dan secara nyata memihak satu kelompok; kesemuanya tidaklah dianggap sebagai kekeliruan atau bias, tetapi dianggap memang itulah praktik yang dijalankan oleh wartawan. Konstruksi wartawan dalam memaknai realitas yang secara strategis menghasilkan laporan semacam itu (Eriyanto, 2005: 27-28). Sebenarnya, dibalik ini semua Republika Online ingin menunjukkan pandangan ideologisnya kepada para pembaca. Agar pandangan ideologisnya tersebut dapat diterima bahkan didukung oleh pembacanya. Apalagi segmen Republika adalah ummat Islam mengingat populasinya yang paling besar di Indonesia. Argumen ini diperkuat dalam tulisan Akhmad Zaini Abar di dalam bukunya yang berjudul: 1966–1974 (Kisah Pers Indonesia). Abar menyatakan, ”Pers Muslim adalah pers yang mengekspresikan pandangan ideologisnya lebih kepada kaum Muslimin pada umumnya (Abar, 1995: 58). Argumen ini juga semakin diperkuat dalam tulisan Bimo Nugroho, Eriyanto, dan Frans Sudiarsis di buku mereka yang berjudul: Politik Media
86
mengemas Berita. Dalam bukunya tersebut, mereka menyatakan, ”secara terbuka, Republika mendefinisikan dirinya sebagai koran Islam, yang mencoba menghadirkan pemberitaan dalam perspektif yang Islami. Kedekatan dengan ICMI mempengaruhi karakter pemberitaan Republika dan orientasi politiknya” (Nugroho, Eriyanto, dan Surdiasis, 1999: 7).
Tabel 3 Deskripsi Empat Berita Republika Online tentang Rekomendasi Bakor Pakem Mengenai Penghentian Kegiatan JAI
Edisi
Judul
Isi Berita/Wawancara
Sumber Berita
Kamis, 17 April 2008, 14:28:00
“FUI Desak Pemerintah Keluarkan Keppres Pembubaran Ahmadiyah”
Keputusan Bakor Pakem merupakan langkah awal yang tepat yang akan didukung sepenuhnya oleh FUI, yaitu dengan cara mendesak pemerintah mengeluarkan Keppres pembubaran aliran Ahmadiyah.
Mashadi (Ketua FUI), Munarman (Ketua Tim Advokasi FUI).
Jum’at, 18 April 2008, 22:11:00
“Polri dan Pemerintah Jangan Diskriminasi”
Wawancara Republika Online dengan berbagai sumber berita. Mahendra Data, Hedi Muhammad cenderung menginginkan Ahmadiyah dibubarkan sesuai peringatan dari Bakor Pakem. Arif Rahman, sebaliknya Ahmadiyah tetap menjalankan aktivitas. Rachmat KS seolaholah membela Ahmadiyah.
Mahendra Data (Ketua Tim Pengacara Muslim), Hedi Muhammad (Koordinator Aliansi Ummat Islam), Arif Rahman (Jubir Ahmadiyah), Rachmat KS (Kapolsek).
87
Sabiqul Imam (Koordinator lapangan dalam aksi Forsa).
Jum’at, 09 Mei 2008, 16:32:00
“Umat Islam Desak Pemerintah Keluarkan SKB Pelarangan Ahmadiyah”
SKB yang akan dikeluarkan pemerintah pada 23 April 2008 ditunda tanpa alasan yang jelas. Padahal, sudah jelas Ahmadiyah menyimpang. Karena itu, Forsa menuntut segera keluarkan SKB pelarangan aliran Ahmadiyah di Indonesia.
Rabu, 11 Juni 2008, 8:21:00
“PBNU: SKB Kurang Memuaskan”
Andi Jamaro Andi Jamaro Dulung menilai Dulung (Ketua SKB yang dikeluarkan pemerintah belum memuaskan. PBNU Medan). Menurut dia, sebaiknya pemerintah membubarkan JAI agar tidak menimbulkan polemik dikemudian hari terutama umat Islam yang merasa terganggu atas ajaran yang dibawa oleh aliran yang mengaku ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW.
Sumber: Republika Online edisi April – Juni 2008
Causal Interpretation. Dalam keseluruhan berita yang diturunkan Republika Online yang dianggap sebagai aktor atau penyebab masalah adalah pertama, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan orang-orang dibelakangnya. Aliran ini dan orang dibelakangnya ditempatkan sebagai sebab yang mengakibatkan berbagai masalah tersebut. Di sini letak dan masalah bukan pada Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) yang merekomendasikan penghentian kegiatan JAI. Masalah sebaliknya, diletakkan pada JAI, sebuah aliran yang secara sengaja melakukan penodaan dan penistaan terhadap agama Islam. Sebaliknya, orang Islam diposisikan sebagai korban, yang mana HAM-nya hak orang Islam dilanggar
88
oleh Ahmadiyah. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Ketua Tim Pengacara Muslim Mahendra Data dengan pernyataannya dalam pemberitaan media ini. Berikut kutipannya: Seperti diketahui, Bakor Pakem menggarisbawahi dua kesalahan yang dilakukan Ahmadiyah. Pertama, Ahmadiyah mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, padahal dalam Islam nabi terakhir adalah Rasulullah Muhammad Saw. Kedua, Ahmadiyah mengakui tadzkirah sebagai kitab suci. ''Yang HAM-nya dilanggar adalah hak orang Islam bukannya Ahmadiyah,'' cetus dia. ''Kami memberi peringatan keras terhadap Kontras, LBH Jakarta, YLBHI, dan lainnya, jangan mempelintir soal HAM, memang hanya mereka saja yang mengerti soal HAM, kami juga mengerti,'' katanya menandaskan. Sebenarnya, masih banyak kesalahan yang dilakukan Ahmadiyah. Namun dua kesalahan itu saja sudah dibilang fatal (http://republika.co.id/ Online_detail.asp?id=330916&kat_id=23, Sabtu, 19 April 2008). Berdasarkan pemberitaan Republika Online di atas tentu frame Republika Online akan mendukung pernyataan dari Mahendra Data, yang mana Mahendra Data merupakan tokoh Pengacara Muslim. Hal ini mengingat bahwa Harian Republika dikenal dengan Pers Islami-nya berkaitan dengan dasar pendirian media ini oleh Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), memilih untuk menempatkan diri diposisi kaum Muslim (Anindhita, 2008). Aktor kedua adalah pemerintah. Pemerintah tampaknya menundanunda pembubaran Ahmadiyah. Dalam pemberitaannya Republika Online menyitir pendapat Sabiqul Imam, yang mengatakan SKB mengenai pelarangan aliran Ahmadiyah di Indonesia, yang sedianya akan dikeluarkan pemerintah pada 23 April 2008 ternyata tidak dilakukan. "Pemegang wewenang keluarnya SKB, yaitu Menteri Agama, Mentri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung menunda keluarnya SKB tersebut tanpa alasan yang jelas," katanya. Padahal, katanya lebih lanjut, sudah
89
jelas aliran Ahmadiyah sudah menyimpang dari ajaran pokok agama Islam, sehingga harus dilarang dan dihentikan segala kegiatannya (http://www.republika.co.id/Online_detail.asp?id=333397&kat_id=23, Sabtu, 10 Mei 2008). Berdasarkan pemberitaan Republika Online di atas, terlihat bahwa tampaknya Republika Online menyalahkan pihak pemerintah yang menunda SKB mengenai pelarangan Ahmadiyah tersebut. Dalam pemberitaannya, secara tidak langsung Republika Online menyatakan bahwa pemerintah seolah-olah tidak mendukung pandangannnya untuk mewakili aspirasi dan kepentingan ummat Islam. Apalagi mengingat kekuasaan di era Susilo Bambang Yudhoyono, yang mana awal dan sampai saat ini pemerintahannya terlihat tidak berorientasi pada Islam. Hal ini juga dikarenakan mengingat ideologinya Republika yaitu Kebangsaan, Kerakyatan dan Keislaman, karena sebelumnya, Republika hadir diciptakan untuk mewakili aspirasi ummat Islam dan menciptakan bagaimana Republika membangun Presiden yang lebih berorientasi Islam dan mempunyai kekuatan politik dan bisnis, agar pandangan Republika dapat dukungan dari Presiden. Argumen ini diperkuat dengan pernyataan Hendri Oktariawan dalam karya ilmiahnya, dengan menyatakan: Di tengah pertentangan ideologi, Republika hadir setelah sebuah konsep diciptakan untuk mewakili aspirasi dan kepentingan seluruh ummat, dan untuk itu dalam seminar yang diprakarsai oleh ICMI tahun 1991 yang membahas tentang bagaimana membangun Presiden yang berorientasi Islam dan mempunyai kepentingan politik dan bisnis serta mengimbangi Koran Kristen sebelumnya, maka Republika didirikan atas ideologi tersebut (Oktariawan, 2008: 55). Moral Evaluation. Penilaian moral yang diambil Republika Online yang dikenakan kepada Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) menekankan
90
bahwa ada dua kesalahan yang dilakukan JAI di antaranya adalah, pertama, Ahmadiyah mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi, padahal dalam Islam Nabi terakhir adalah Rasulullah Muhammad Saw. Kedua, Ahmadiyah mengakui tadzkirah sebagai kitab suci, maka muncul lah tudingan bahwa Ahmadiyah telah melakukan kegiatan dan penafsiran keagamaan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam serta menimbulkan keresahan dan pertentangan dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum, sehingga Bakor Pakem merekomendasikan agar warga JAI diperintahkan dan diberi peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya. Berdasarkan isi pemberitaannya, Republika Online yang memiliki penilaian tersebut di atas dikarenakan bahwa mengingat Republika dikenal dengan pers Islami-nya yang lebih menempatkan diri di posisi kaum Muslim sehingga dalam pandangannya mendukung kaum Muslim yang menyatakan bahwa aliran Ahmadiyah menyimpang dari pokok ajaran ummat Islam yang benar. Apalagi dalam pemberitaan Republika Online, sumber berita yang sudah dipilih berasal dari kalangan ummat Islam agar pandangannya dapat diterima maupun dapat dukungan dari pembaca. Penilaian moral yang kedua, bagaimana pemerintah yang dianggap tidak tegas dalam menindaklanjuti rekomendasi Bakor Pakem untuk menghentikan kegiatan JAI yang dituangkan dalam SKB tiga menteri. Sikap pemerintah seolah-olah menunda-nunda pembubaran Ahmadiyah tanpa alasan yang jelas, sehingga dalam berita itu terlihat kecurigaan dalam diri Republika Online, dengan mengatakan “Sikap ini mengundang pertanyaan apakah
91
Ahmadiyah mempunyai kekhususan sehingga dibedakan dengan Ahmad Musadek dan Lia Edden”. Argumen ini juga diperkuat yang menyatakan bahwa pemerintah seperti ragu-ragu dalam bertindak. Ketidaktegasan ini akhirnya menjadi sebuah “bom waktu” yang siap meledak sewaktu-waktu. Akhirnya terjadilah Tragedi Monas pada tanggal 1 Juni 2008 (Yogaswara, 2008: 88). Treatment Recommendation. Rekomendasi Republika Online dalam kasus ini adalah pertama, agar Ahmadiyah segera dibubarkan sesuai dengan peringatan dari Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) yang menyatakan bahwa Ahmadiyah sesat. Kedua, agar berbagai Ormas Islam yang ada di tanah air memantau gerak-gerik dan mengajak Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) ke ajaran Islam yang benar sesuai dengan Al Qur’an dan As Sunnah. Namun, jika warga Ahmadiyah tidak berubah juga maka pemerintah harus membubarkan Ahmadiyah. Hal ini merupakan tindakan terbaik yang direkomendasikan Republika Online untuk menghilangkan pertentangan/perselisihan dari kalangan umat Islam seluruh Indonesia. Berikut ini adalah kutipan pemberitaan Republika Online dari pernyataan PBNU Andi Jamaro Dulung mengenai rekomendasi tersebut. Untuk itu, kata dia, kewajiban Ormas Islam di tanah air yang harus memantau gerak gerik dan mengajak JAI kembali ke ajaran Islam yang benar berdasarkan Al Qur'an dan Hadist. "Tugas kitalah sebagai Ormas Islam untuk memantau dan mengajak mereka kembali ke jalan yang benar dan jika tidak berubah juga maka pemerintah harus membubarkan Ahmadiyah," ujarnya (http://republika.co.id/Online_ detail.asp?id=337190&kat_id=23, Kamis, 12 Juni 2008).
92
Berdasarkan isi pemberitaannnya, tentu Republika Online akan memberikan rekomendasi dengan penjelasan seperti itu, hal ini karena mengingat ideologi yang dianut Republika. Argumen ini diperkuat dengan pernyataan Ibnu Hamad yang dengan menyatakan: Ideologi Republika adalah ideologi pemiliknya, PT Abdi Bangsa, yaitu Kebangsaan, Kerakyatan dan Keislaman, dengan tujuan mempercepat terbentuknya ‘civil society’. Orientasi inilah yang sehari-hari dituangkan Republika dalam bentuk informasi dan sajian lainnya. Republika menampilkan Islam dalam wajah moderat (Hamad, 2004: 122). Dengan demikian, berdasarkan Skema Framing Analysis dari model Robert N. Entman yang skemanya terdiri dari: problem identification, causal interpretation, moral evaluation, dan treatment recommendation berdasarkan frame Republika Online tersebut, maka dapat dirincikan berdasarkan tabel di bawah ini.
Tabel 4 Frame: Kasus Rekomendasi Bakor Pakem Merupakan Langkah Awal yang Tepat yang Sepenuhnya akan Didukung
Problem Identification
Masalah rekomendasi Bakor Pakem merupakan langkah awal yang tepat yang sepenuhnya akan didukung.
Causal Interpretation
Pertama, JAI. JAI dan orang-orang dibelakangnya adalah aktor penyebab, sedangkan orang Islam adalah korban. Kedua, pemerintah.
93
Moral Evaluation
Pertama, JAI telah melakukan kegiatan dan penafsiran keagamaan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam serta menimbulkan keresahan dan pertentangan dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum. Kedua, pemerintah yang dianggap tidak tegas dalam menindaklanjuti rekomendasi Bakor Pakem untuk menghentikan JAI yang dituangkan dalam SKB tiga menteri.
Treatment Recommendation
Pertama, agar Ahmadiyah segera dibubarkan. Kedua, agar berbagai Ormas Islam di tanah air memantau gerak-gerik dan mengajak JAI ke ajaran Islam yang benar sesuai Al Qur’an dan As Sunnah.
B. Frame Kompas.com: Keputusan Bakor Pakem Merupakan Pelanggaran terhadap Konstitusi dan Hukum yang tidak akan Didukung Kompas.com menurunkan laporan tentang rekomendasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) mengenai penghentian kegiatan Jemaat Ahmadiyah indonesia (JAI) ini sejak April sampai Oktober 2008. Peneliti memilih empat berita pada edisi April – Juni 2008 yang dianggap paling representatif dari keseluruhan berita yang diturunkan Kompas.com. Berita tersebut masing-masing dengan judul “AKKBB: Keputusan Bakor Pakem Langgar Konstitusi” pada tanggal 16 April 2008; “Dukung Ahmadiyah, Desak Cabut Keputusan Bakor Pakem” pada tanggal 17 April 2008; “Ratusan Orang Aksi Damai Dukung Ahmadiyah” pada tanggal 6 Mei 2008; “SKB Ahmadiyah Wajah Buruk SBY– YK” pada tanggal 12 Juni 2008. Berita-berita tersebut oleh Kompas.com
94
ditempatkan pada rubrik “Nasional”, kecuali berita pada tanggal 6 Mei 2008 ditempatkan Kompas.com pada rubrik “Megapolitan”. Problem Identification. Dalam keseluruhan berita yang diturunkan Kompas.com, frame yang dikembangkan media ini adalah bahwa keputusan yang dibuat Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) mengenai penghentian kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) merupakan suatu pelanggaran konstitusi dan hukum yang tidak akan didukung. Frame ini dikuatkan oleh Kompas.com dari pernyataan kelompok Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) yang mana aliansi ini merupakan pembela dan pendukung kelompok Ahmadiyah. Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) menyatakan, keputusan Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) yang melarang Ahmadiyah, merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan hukum, baik nasional maupun internasional (http://kompas.com/index.php/read/xml/2008/04 /16/22574964/akkb.keputusan.bakor.pakem.langgar.konstitusi, Kamis, 17 April 2008). Pada bagian lain, Kompas.com menyatakan keputusan tersebut dinilai hanya didasarkan pada penilaian ajaran agama tertentu. Hal ini dianggap bertentangan dengan prinsip negara hukum yang dianut Indonesia (http://kompas.com/index.php/read/xml/2008/04/17/16452493/dukung.ahmadi yah.desak.cabut.keputusan.rakor.pakem, Jum’at, 18 April 2008). Demikian disampaikan puluhan orang yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) saat menyatakan sikap penolakan terhadap rekomendasi Bakor Pakem soal
95
Ahmadiyah pada 16 April 2008 lalu di hadapan pengurus Komnas HAM di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (17/4) (http://kom pas.com/index.php/read/xml/2008/04/17/16452493/dukung.ahmadiyah.desak. cabut.keputusan.rakor.pakem, Jum’at, 18 April 2008). Berdasarkan isi pemberitaannya, tentu saja Kompas.com menyatakan bahwa rekomendasi Bakor Pakem merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan hukum. Hal ini mengingat visi yang dianut oleh Kompas, yaitu visi humanisme transendental, yang lagi-lagi sering dikaitkan dengan Katolik, sehingga tentu saja dalam konstruksi pemberitaannya mengenai kasus ini Kompas.com akan mengutamakan visinya tersebut. Seperti yang ditulis Frans Seda berikut ini tentang sosok Jakob Oetama sebagai nakhoda Kompas. “Jakob melihat posisinya sebagai pengusaha dan wartawan, sebagai pengabdian. Jakob adalah seorang Humanis; dan Humanis Kristiani. Pengabdian pada kemanusiaan. Ini kan arti yang paling inti dari penebusan dan penyelamatan Kristiani. Tuhan sendiri begitu menghargai manusia dan kemanusiaan hasil ciptaan-Nya, sehingga mengutus putera-Nya sendiri untuk datang hidup dengan dan di antara manusia (Emanuel) untuk mengabdi dan melalui pengabdian itu membawa penebusan dan penyelamatan bagi manusia. Pengabdian secara profesional sebagai Humanis Kristiani merupakan dasar dari religiositasnya Jakob” (Seda, dalam Hamad: 2004: 116). Argumen ini semakin diperkuat dengan pernyataan Jakob Oetama dalam tulisannya. Jakob Oetama menuliskan: Manusia dan kemanusiaan, serta karena itu juga cobaan dan permaslahannnya, aspirasi dan hasratnya, keagungan dan kehinaannya, adalah faktor yang ingin ditempatkan secara sentral dalam visi Kompas. Karena itu, manusia dan kemanusiaan senantiasa diusahakan menjadi nafas pemberitaan dan komentarnya. Apabila orang bicara soal manusia dan kemanusiaan, dalam konteks kebudayaan, sering konotasi yang timbul adalah humanisme sekuler dalam sejarah perkembangan Eropa. Konotasi itu membuat orang cemas, bahkan curiga (Oetama, 2001: 147).
96
Tabel 5 Deskripsi Empat Berita Kompas.com tentang Rekomendasi Bakor Pakem Mengenai Penghentian Kegiatan JAI
Edisi
Judul
Isi Berita/Wawancara
Sumber Berita
Rabu, 16 April 2008, 22:57 WIB
“AKKBB: Keputusan Bakor Pakem Langgar Konstitusi”
AKKBB menilai keputusan Bakor Pakem yang melarang Ahmadiyah merupakan pelanggaran konstitusi dan hukum. Lebih baik persoalan agama dikembalikan kepada internal agama dan pemerintah lebih baik jangan ikut campur.
Anick HT (Koordinator AKKBB), Jimly Asshiddiqie (Ketua Mahkamah Konstitusi).
Kamis, 17 April 2008, 16:45 WIB
“Dukung Ahmadiyah, Desak Cabut Keputusan Bakor Pakem”
AKKBB menyatakan sikap penolakan terhadap keputusan Bakor Pakem yang melarang Ahmadiyah. Sebab, keputusan Bakor Pakem tersebut dinilai melanggar konstitusi dan juga hukum internasional. Hal ini bertentangan dengan prinsip negara hukum yang dianut Indonesia.
Anick HT (Koordinator AKKBB).
Selasa, 6 Mei 2008, 10:29 WIB
“Ratusan Orang Aksi Damai Dukung Ahmadiyah”
Yendra Budiana Aksi ini dilakukan sebagai bentuk penentangan terhadap (Koordinator lapangan aksi). keputusan yang akan dibuat pemerintah terhadap keberadaan aliran Ahmadiyah."Dengan aksi damai ini kami ingin menunjukkan bahwa Indonesia dibangun berdasar kebhinekaan, bukan oleh satu suku atau satu agama”.
97
Kamis, 12 Juni 2008, 21:41 WIB
“SKB Ahmadiyah Wajah Buruk SBY–YK”
Terbitnya SKB tentang Ahmadiyah merupakan wajah buruk kepemimpinan SBY-JK yang diskriminatif, sekaligus juga mengingkari keberagaman yang merupakan fakta sosiologis bangsa Indonesia. Kami menolak secara tegas terbitnya SKB tersebut, karena pemerintah secara sengaja membiarkan ketidakpastian hukum atas Ahmadiyah.
Hendardi (Ketua Badan Pengurus SETARA Institute), Arbi Sanit (Pengamat Politik UI), Yuddy Latief (Paramadhina), Usman Hamid (Kontras).
Sumber: Kompas.com edisi April – Juni 2008
Causal Interpretation. Dalam keseluruhan berita yang diturunkan Kompas.com yang dianggap sebagai aktor atau penyebab masalah adalah Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) dan pihak pemerintah. Bakor Pakem dan pemerintah ditempatkan sebagai penyebab masalah yang mengakibatkan berbagai masalah tersebut. Disini letak dan awal masalah bukan pada Ahmadiyah (yang dituduh melakukan penodaan dan penistaan terhadap agama Islam). Masalah sebaliknya, diletakkan pada Bakor Pakem, yang pertama kali yang mengeluarkan rekomendasi mengenai penghentian kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), yang mana hasil rekomendasi ini merupakan hasil rapat Bakor Pakem yang menilai bahwa Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) telah melakukan kegiatan dan penafsiran keagamaan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam.
98
Berdasarkan causal interpretation di atas, pandangan Kompas.com sangat berbeda dengan pandangan Republika Online dalam melihat peristiwa ini. Hal ini sebabkan perbedaan visi pandangan di antara kedua media online tersebut. Argumen ini diperkuat dengan pernyataan Jakob Oetama yang menyatakan, “perbedaan juga disebabkan oleh yang disebut visi pandangan media yang bersangkutan tentang permasalahan masyarakat. Visi atau pandangan itu dijabarkan menjadi kebijakan editorial. Visi itu setiap kali sekaligus menjadi kerangka acuan surat kabar yang bersangkutan” (Oetama, 2001: 145). Selanjutnya, bagaimana pihak pemerintah yang dianggap jangan ikut campur dalam persoalan agama. Kecuali, apabila ada yang melakukan kekerasan terhadap warga Ahmadiyah barulah pemerintah melindunginya. Ini misalnya dapat dilihat dari bagaimana media ini menyitir pendapat dari Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie. Berikut ini kutipannya: Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, menilai persoalan agama lebih baik dikembalikan kepada internal agama dan pemerintah lebih baik jangan ikut campur. "Tetapi kalau ada kekerasan, barulah pemerintah melindunginya," katanya (http:// kompas.com/index.php/read/xml/2008/04/16/22574964/akkb.keputusa n.bakor.pakem.langgar.konstitusi, Kamis, 17 April 2008). Pada bagian lain, Kompas.com bahkan menentukan pendapat dari Yendra Budiana yang merupakan koordinator lapangan yang melakukan aksi sebagai bentuk penentangan terhadap keputusan pemerintah mengenai keberadaan Ahmadiyah. Berikut kutipannya: Aksi ini dilakukan sebagai bentuk penentangan terhadap keputusan yang akan dibuat pemerintah terhadap keberadaan aliran Ahmadiyah. "Dengan aksi damai ini kami ingin menunjukkan bahwa Indonesia
99
dibangun berdasar kebhinekaan, bukan oleh satu suku atau satu agama. Bagaimana Bhineka Tunggal Ika yang ada di Indonesia bisa dipertahankan," kata koordinator lapangan aksi, Yendra Budiana (http://www.kompas.com/read/xml/2008/05/06/1029250/ratusan.orang .aksi.damai.dukung.ahmadiyah, Rabu, 7 Mei 2008). Argumen ini semakin diperkuat dengan pernyataan juru bicara Ahmadiyah, Ahmad Mubarik, mengenai sikap pemerintah yang kurang mengakui status badan hukum yang diperoleh Ahmadiyah dari pemerintah RI. Ahmad Mubarik mengatakan, “Kami sedih dan malu dengan sikap pemerintah yang seperti ini. Kita sudah punya perangkat hukum yang cukup jelas, tapi dalam praktiknya kok seperti ini?” (Yogaswara, 2008: 81). Berdasarkan penilaian Kompas.com mengenai kasus ini, pemerintah juga diposisikan sebagai penyebab masalah. Dalam pemberitaannya, terlihat Kompas.com seolah-olah menyatakan bahwa pemerintah bersikap membedabedakan agama sesama warga negara. Pemerintah bersikap kurang adil dalam menangani kasus ini. Hal ini dikarenakan juga tergerakkan oleh visi Kompas tersebut. Sehingga argumen ini diperkuat oleh Jakob Oetama dalam tulisannya yang dengan menyatakan: “Jika misalnya diingatkan bahwa Pancasila pun berprinsip pada kemanusiaan yang adil dan beradab serta kemanusiaan yang bertakwa itu pula, yang berdimensi regiolitas itu pula, yang justru menjadi visi dan semangat surat kabar ini, kiranya jelas duduknya perkara. Apalah artinya kedaulatan dan kemerdekaan negara, jika rakyat atau masyarakatnya tidak ikut menikmati serta merasakannnya. Faham kerakyatan, faham demokrasi Indonesia, sejak zaman pergerakan menjadi bagian integral dari cita-cita serta tujuan Indonesia Merdeka” (Oetama, 2001: 148). Berdasarkan visinya tersebut sudah mulai kelihatan, bagaimana Bakor Pakem dan pemerintah ditempatkan dalam keseluruhan berita sebagai
100
penyebab masalah. Sebaliknya, Ahmadiyah secara tidak langsung dipandang sebagai korban dari keputusan yang diambil Bakor Pakem dan pemerintah. Hal ini dikarenakan bahwa pandangan Kompas tergerakkan oleh visi itu, berusaha pula senantiasa peka akan nasib manusia (Oetama, 2001: 147). Maksud Kompas.com berdasarkan kasus ini, nasib manusia disini adalah Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Moral Evaluation. Penilaian yang diberikan Kompas.com atas Bakor Pakem dan pemerintah sebagai sumber masalah ini datang dari dua hal yang sama-sama negatif terhadap Bakor Pakem dan pemerintah. Pertama, penilaian moral yang dikenakan kepada Bakor Pakem menekankan bahwa tindakan Bakor Pakem jelas bertentangan dengan Undang-Undang 1945, di pemberitaannya mengenai undang-undang tersebut disebutkan “bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk menjalankan agama dan beribadah agama dan keyakinannya masing-masing”. Bahkan juga bertentangan dengan Undang-Undang seperti UU 39/1999 dan UU 12/2005. Di pemberitaannya mengenai undang-undang tersebut disebutkan “bahwa setiap warga negara berkedudukan sama dan setara di depan hukum dan pemerintahan”. Kedua, berhubungan dengan bahwa keputusan Bakor Pakem tersebut dinilai hanya didasarkan pada penilaian ajaran agama tertentu. Argumen ini diperkuat dengan pernyataan Dawam Rahardjo, yang merupakan cendekiawan Muslim, mantan Rektor Unisma Bekasi, dan juga seorang tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL) yang mana dia menjelaskan: Bahwa pengakuan legal yang diperoleh Ahmadiyah didasarkan pada Pasal 29 ayat 1 dan 2 UUD 1945, yaitu bahwa: “Negara berdasarkan
101
Ketuhanan Yang Maha Esa” dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu” (Yogaswara, 2008: 82). Sedangkan, penilaian Kompas.com terhadap pihak pemerintah adalah pertama, berhubungan dengan terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Ahmadiyah yang mana terbitnya SKB tersebut merupakan wajah buruk kepemimpinan SBY–JK yang diskriminatif, sekaligus juga mengingkari keberagaman yang merupakan fakta sosiologis bangsa Indonesia. Dalam berita itu ditegaskan, “SKB ini benar-benar dibangun atas dasar tekanan dan kebencian sekelompok orang”. Sehingga pihak-pihak yang berada dibelakang Ahmadiyah secara tegas menolak terbitnya SKB tersebut, karena pemerintah telah dianggap secara sengaja membiarkan ketidakpastian hukum atas Ahmadiyah. Kedua, konstalasi politik akan mengambil dari polemik SKB Ahmadiyah pada menjelang tahun 2009. Atas rekomendasi Bakor Pakem tersebut, pemerintah pun berjanji akan segera mengeluarkan SKB. Kabar ini tentunya mengundang kritik dari kelompok yang berdiri di pihak Ahmadiyah. Argumen ini semakin diperkuat dengan pernyataan Direktur Eksekutif Wahid Institute, Ahmad Suaedy yang menilai negara semestinya tidak perlu turut campur terlalu jauh mengurusi keyakinan dan ibadah warganya (Yogaswara, 2008: 87). Dalam pemberitaannya, penilaian moral Kompas.com terhadap Bakor Pakem dan pemerintah seolah-olah ingin menunjukkan agar pandangannya dapat diterima oleh para pembaca mengenai kasus ini. Hal ini mengingat Jakob Oetama yang mana merupakan pendiri dan sekaligus pemilik Kompas,
102
menambahkan gaya jurnalismenya yang khas dengan nama “Jurnalisme Makna”. Argumen ini diperkuat oleh pernyataan Hendri Oktariawan dalam karya ilmiahnya, yang dengan menyatakan: Dengan gaya jurnalisme makna tersebut, Jakob dengan Harian Kompas-nya dinilai secara konsisten telah berupaya menyadarkan hati nurani para pembaca tentang perlunya bangsa ini menghapuskan nilainilai primordial dalam hubungan antar manusia dan kelompok, menanamkan etika dan moral demokrasi serta keadilan dalam kehidupan bernegara dan berbangsa (Oktariawan, 2008: 46-47). Treatment Recommendation. Ada beberapa rekomendasi yang disampaikan Kompas.com berkaitan dengan kasus ini, antara lain adalah: pertama, merekomendasikan agar persoalan tersebut dikembalikan kepada internal agama. Kedua, mendesak Bakor Pakem untuk mencabut keputusan tersebut dan mendesak Presiden untuk memerintahkan aparat di bawah jajarannya untuk menaati konstitusi dan undang-undang. Ketiga, mendesak aparat penegak hukum agar memberikan perlindungan kepada JAI dan asetasetnya, dan menindak tegas pelaku yang melakukan kekerasan terhadap anggota JAI. Hal ini diperkuat dengan pernyataan John Hardianto dalam karya ilmiahnya, yang dengan menyatakan: Filosofi yang mendasari para wartawan dan karyawan Kompas untuk mencapai tujuan itu adalah “humanisme transendetal”. Humanisme Transendental, menurut Jakob Oetama, adalah menempatkan manusia pada pusat filosofinya. Dengan berbagai latar belakang religinya, manusia harus aktif terlibat dalam pembangunan keadilan dan “human society” (Hardianto, 2007: 44). Dengan demikian, berdasarkan Skema Framing Analysis dari model Robert N. Entman yang skemanya terdiri dari: problem identification, causal
103
interpretation, moral evaluation, dan treatment recommendation berdasarkan frame Kompas.com tersebut, maka dapat dirincikan berdasarkan tabel di bawah ini.
Tabel 6 Frame: Kasus Keputusan Bakor Pakem Merupakan Pelanggaran terhadap Konstitusi dan Hukum yang tidak akan Didukung
Problem Identification
Masalah pelanggaran terhadap konstitusi dan hukum yang tidak akan didukung.
Causal Interpretation
Bakor Pakem dan pemerintah. Bakor Pakem dan pemerintah adalah penyebab, sedangkan JAI adalah korban.
Moral Evaluation
Pertama, tindakan Bakor Pakem bertentangan dengan UU 1945. Kedua, keputusan Bakor Pakem hanya didasarkan pada penilaian ajaran agama tertentu. Pertama, SKB soal Ahmadiyah merupakan wajah buruk kepemimpinan SBY–JK yang diskriminatif, dan mengingkari keberagaman. Kedua, konstalasi politik akan mengambil dari polemik SKB Ahmadiyah menjelang 2009.
Treatment Recommendation
Pertama, agar persoalan tersebut dikembalikan kepada internal agama. Kedua, mendesak Bakor Pakem mencabut keputusan tersebut dan mendesak Presiden untuk memerintahkan aparat di bawah jajarannya untuk menaati konstitusi dan UU. Ketiga, memberikan perlindungan kepada JAI dan aset-asetnya, dan menindak tegas pelaku yang melakukan kekerasan terhadap anggota JAI.
104
C. Frame Tempo Interaktif: Keputusan Bakor Pakem Melanggar Konstitusi dan Hukum sehingga Pembubaran Ahmadiyah Disesalkan Tempo Interaktif menurunkan laporan tentang rekomendasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) mengenai penghentian kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) ini sejak April sampai November 2008. Peneliti memilih empat berita dari edisi April – Juni 2008 yang dianggap paling representatif dari keseluruhan berita yang diturunkan Tempo Interaktif. Berita tersebut masing-masing dengan judul “Pembubaran Ahmadiyah Disesalkan” pada tanggal 17 April 2008; “AKKBB Desak Pemerintah Batalkan SKB Tiga Menteri soal Ahmadiyah” pada tanggal 18 April 2008; “AJI Damai Tolak Surat Keputusan Bersama untuk Ahmadiyah” pada tanggal 06 Mei 2008; “SKB Tiga Menteri Dinilai Pelanggaran Negara” pada tanggal 11 Juni 2008. Berita-berita yang diturunkan pada tanggal 17–18 April 2008, dan 11 Juni 2008 oleh Tempo Interaktif ditempatkan pada rubrik “Nasional”, sedangkan berita yang diturunkan pada tanggal 06 Mei 2008 ditempatkan pada rubrik “Nusa”. Problem Identification. Frame yang dikembangkan Tempo Interaktif pada kasus rekomendasi Bakor Pakem ini, frame-nya hampir sama seperti apa yang dikembangkan oleh Kompas.com yang mana masalah yang diangkat Tempo Interaktif adalah masalah pelanggaran konstitusi dan hukum sehingga rekomendasi Bakor Pakem mengenai pembubaran Ahmadiyah disesalkan oleh pihak-pihak yang berada dibelakang Ahmadiyah. Frame ini dikuatkan oleh
105
Tempo Interaktif berdasarkan pandangan Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Aswinawati. Berikut ini kutipannya: Dasar negara menjatuhkan vonis kepada suatu ajaran berdasarkan rujukan kitab suci, pendapat lembaga agama tertentu dan ahli agama, artinya tidak sesuai dengan hukum. "Hal itu akan mengarah pada negara teokrasi," katanya. Sehingga, kata dia, keputusan dari Badan Koordinasi Pengawas aliran Kepercayaan di Masyarakat sudah melanggar konstitusi dan hukum (http://www.tempointeraktif.com/ hg/nasional/2008/04/18/brk,20080418-121550,id.html, Sabtu, 19 April 2008). Hal ini diperkuat yang isinya menyatakan bahwa Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama juga menyampaikan rasa keberatannya atas rekomendasi Bakor Pakem tersebut yang dinilainya telah melanggar konstitusi (Yogaswara, 2008: 87). Pada bagian lain, Tempo Interaktif juga menentukan pendapat Gatot Rianto yang menyatakan bahwa dalam catatan Jaringan Kerja Pemantauan dan Advokasi
Kebebasan
Beragama
Berkeyakinan,
pelanggaran
terhadap
kebebasan beragama di Indonesia sudah sering terjadi. “Pelakunya bisa oleh negara maupun warga negara,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Bandung itu menunjukkan (http://tempointeraktif.com/, Kamis, 12 Juni 2008). Dalam pemberitaannya, Tempo Interaktif terlihat liberal. Maka, tentu saja Tempo Interaktif akan menolak terhadap keputusan Bakor Pakem tersebut. Tempo Interaktif yang menolak terhadap keputusan Bakor Pakem tersebut terlihat pada pernyataan yang menyatakan bahwa rekomendasi Bakor Pakem tersebut melanggar konstitusi dan hukum. Hal ini karena mengingat visi Tempo, yaitu: “menjadi acuan dalam proses meningkatkan kebebasan rakyat untuk berpikir dan mengutarakan pendapat serta membangun suatu
106
masyarakat
yang
menghargai
kecerdasan
dan
perbedaan
pendapat”
(www.tempointeraktif.com, Selasa, 10 Juni 2008). Berdasarkan visi yang dianut Tempo tersebut, yaitu ada kata seperti kebebasan rakyat, tentunya kebebasan tersebut tidak hanya kebebasan berpikir maupun kebebasan berpendapat, melainkan juga kebebasan untuk beragama dan berkeyakinan. Hal ini juga mengingat pendirinya Tempo adalah Goenawan Mohammad yang merupakan tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL). Walaupun Goenawan Mohammad sudah tidak menjabat di keredaksian Tempo lagi, namun, dia telah meninggalkan pengaruh yang besar terhadap keredaksian Tempo sekarang. Hal ini bisa dilihat dari pemberitannya Tempo yang cenderung liberal. Argumen ini semakin diperkuat dengan tulisan Budi Handrianto dalam bukunya yang berjudul: 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia (Pengusung Ide Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme Agama). Dalam bukunya Budi Handrianto menuliskan: “Meskipun Goenawan Mohammad merupakan mantan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo, yang berarti terlepas dari teknik jurnalistiknya, bisa dikatakan, Goenawan Mohammad merupakan sosok tokoh pers
yang
konsisten
dalam
meliberalkan
Islam
di
Indonesia
(www.hidayatullah.com, dalam Handrianto, 2007: 112). Kemungkinan juga termasuk karyawan-karyawan yang ada dalam struktur organisasi Tempo yang mana bisa terpengaruh terhadap pendiri / pemilik / pemimpin media tersebut. Sebagaimana yang dikemukakakan oleh Budi Handrianto dalam tulisannya berikut ini:
107
Tokoh tersebut bisa saja memimpin organisasi besar sehingga bisa mempengaruhi orang banyak dengan “kekuasaan” nya yang ia miliki. Bisa juga ia masuk dalam daftar karena ia seorang penulis aktif / tokoh media yang tulisannya bisa mempengaruhi orang banyak. Penulis tersebut aktif menulis artikel maupun buku yang tersebar di berbagai media, untuk menunjukkan bahwa pendapat tersebut konsisten (Handrianto, 2007: 4). Berdasarkan pernyataan Budi Handrianto di atas, walaupun, Goenawan Mohammad sudah tidak menjabat dikeredaksian Tempo lagi, namun Goenawan Mohammad hingga kini masih aktif menulis di kolom “Caping” (Catatan Pinggir) di Majalah Tempo maupun di Tempo Interaktif.
Tabel 7 Deskripsi Empat Berita Tempo Interaktif tentang Rekomendasi Bakor Pakem Mengenai Penghentian Kegiatan JAI
Edisi
Judul
Isi Berita/Wawancara
Sumber Berita
Kamis, 17 April 2008 14:37 WIB
“Pembubaran Ahmadiyah Disesalkan”
Sebelumnya Bakor Pakem mengusulkan agar Ahmadiyah dibubarkan bila tidak menghentikan kegiatannya.Yudi Latif menyesalkan pembubaran aliran Ahmadiyah. Menurut dia, kebijakan itu telah memasung kebebasan warga negara untuk menentukan pilihan agama dan aliran kepecayaan. Artinya, ada pelanggaran konstitusi pasal 28 dan pasal 29 UUD. "Pemerintah telah melanggar konstitusi".
Yudi Latif (Direktur Eksekutif Reform Institute).
108
Aswinawati (Koordinator Lembaga Bantuan Hukum).
Jum’at, 18 April 2008 13:19 WIB
“AKKBB Desak Pemerintah Batalkan SKB Tiga Menteri Soal Ahmadiyah”
AKKBB mendesak presiden membatalkan SKB tiga menteri yang menyatakan aliran Ahmadiyah menyimpang. SKB itu melanggar konstitusi dan UU No.39 tahun 1999 tentang HAM dan UU No.12 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang menjamin dan melindungi warga negara dalam beribadah dan berkeyakinan.
Selasa, 06 Mei 2008 19:04 WIB
“AJI Damai Tolak Surat Keputusan Bersama untuk Ahmadiyah”
AJI Damai melakukan demo Muhammad Subkhi Ridho (Koordinator menolak dikeluarkannya AJI Damai). SKB untuk membubarkan Ahmadiyah di Indonesia. Dalam aksi itu, AJI Damai meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menyelesaikan kasus Ahmadiyah berdasarkan konstitusi negara dan UU HAM.
Rabu, 12 Juni 2008 20:14 WIB
“SKB Tiga Menteri Dinilai Pelanggaran Negara”
SKB Tiga Menteri tentang pelarangan kegiatan JAI dinilai semakin menambah daftar pelanggaran yang dilakukan negara terhadap warganya. “SKB ini dapat dipahami sebagai upaya pengekangan terhadap warga negara, khususnya JAI.” Menurut Gatot, pemerintah terlihat bersikap dilematis dalam mengeluarkan kebijakan itu. Juga semakin menunjukkan lagi ditekan kelompok yang selama ini menginginkan pembubaran Ahmadiyah dilarang.
Gatot Rianto (Sekretaris Steering Comitee Jaringan Kerja Pemantauan dan Advokasi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan)
Sumber: Tempo Interaktif edisi April – Juni 2008
109
Causal Interpretation. Dalam keseluruhan berita Tempo Interaktif,, Bakor Pakem dan pihak pemerintah diposisikan sebagai aktor (penyebab masalah). Sebaliknya, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dipandang dan diposisikan sebagai korban. Berdasarkan isi pemberitaannya, Tempo Interaktif terlihat seolah-olah Bakor Pakem merupakan penyebab masalah. Hal ini, peneliti melihat bahwa Tempo Interaktif terlihat lebih liberal. Berbeda dengan Republika Online yang terlihat Islami. Sehingga Tempo Interaktif dalam pemberitaannya cenderung terlihat bahwa seolah-olah Ahmadiyah adalah pihak korban dari rekomendasi Bakor Pakem. Argumen ini pun semakin diperkuat dengan pernyataan Direktur Program Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Iskandar Zulkarnain, yang dengan menyatakan: “bagaimanapun, dampak dari keputusan Badan Koordinasi secara personal menimbulkan kecemasan, ketakutan, dan kekhawatiran bagi warga Ahmadiyah. Dikhawatirkan timbulnya kembali tindakan anarkitis melahirkan trauma, meski pemerintah telah memberikan jaminan keamanan” (Majalah Tempo, 5-11 Mei 2008). Namun, dari keseluruhan pemberitaan media ini yang paling dominan diposisikan sebagai aktor adalah pihak pemerintah. Dalam kasus ini, pihak pemerintah yang lebih banyak dipermasalahkan. Hal ini mengingat bahwa Tempo tetap menjaga integritasnya dengan mengambil jarak dari pusat-pusat kekuasaan, terutama terhadap pemerintah. Argumen ini diperkuat oleh pernyataan Sardi Winata dalam karya ilmiahnya. Sardi Winata menyatakan:
110
Tempo yang sejak jaman Orde Baru terkena represifitas dari aparat negara karena setiap pemberitaanya dianggap terlalu kritis di jaman itu, sampai sekarang pun Tempo merupakan media yang sangat kritis menyikapi setiap fenomena sosial. Sikap Tempo yang mengambil jarak dengan pemerintah membuat setiap ulasan beritanya berbeda dengan banyak media. Tempo lahir dan mati di zaman Orde Baru (Winata, 2008: 7). Argumen ini semakin diperkuat dengan pernyataan Muhammad AlFayyadl dalam artikelnya, yang dengan menyatakan: Satu hal yang mungkin membedakan Tempo dari media lainnya adalah cara mengemas kritik itu. Tempo melontarkan kritik dengan gaya bahasa yang renyah dan nyaman. Motto Tempo yang terkenal, "enak dibaca dan perlu", hingga kini mewarnai pemberitaan Tempo. Menurut Steele, gaya jurnalisme yang diusung Tempo ini, adalah ingin mendobrak kebekuan bahasa pada masa itu, yang terlalu kental dengan slogan dan bombasme (Al-Fayyadl, 2008). Ini misalnya dapat dilihat dalam teks berita Tempo Interaktif yang merupakan pernyataan Aswinawati bahwa menurut dia, keputusan pemerintah itu tidak sesuai dengan dasar negara hukum. "Kalau sesuai negara hukum, pastinya akan menjamin keberagaman agama," katanya (http://www.tempo interaktif.com/hg/nasional/2008/04/18/brk,20080418-1215 50,id.html, Sabtu, 19 April 2008). Pada bagian lain, Tempo Interaktif menyetir pendapat Gatot Rianto. Menurut Gatot, pemerintah terlihat bersikap dilematis dalam mengeluarkan kebijakan itu. Juga semakin menunjukkan lagi ditekan kelompok yang selama ini menginginkan pembubaran Ahmadiyah yang dilarang (http://tempo interaktif. com/, Kamis, 12 Juni 2008). Sementara, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang diposisikan sebagai korban ini terlihat dalam pemberitaan Tempo Interaktif yang misalnya
111
menceritakan JAI dengan panjang lebar yang mana berbagai pengekangan dan kekerasan yang dialami JAI. Berita itu berisi dimana markas Jemaah Ahmadiyah di Bogor sempat disegel oleh MUI, Ormas, dan sejumlah kelompok pemuda. Berbeda dengan Ahmadiyah, jika menyelesaikan polemik tidak pernah memakai cara-cara kekerasan. Dalam catatannya, pengikut Ahmadiyah di Indonesia yang jumlahnya sekitar dua juta, selalu berperilaku santun dalam mengembangkan gerakannya. Kemudian, SKB yang diterbitkan, yang mana SKB ini dipahami sebagai upaya pengekangan terhadap warga negara, khususnya Jemaah Ahmadiyah Indonesia. Argumen ini semakin diperkuat dalam rubrik opini Majalah Tempo, yang menyatakan: Kecemasan dimana-mana. Ketakutan merajalela. Majelis Ulama Indonesia harus bertanggung jawab atas semua ini. Juga Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat – sebuah “hakim” yang merekomendasikan mati-hidupnya sebuah keyakinan di Indonesia. Di atas itu semua patut pula kita bertanya: Dimanakah pemerintah yang pernah berjanji menjaga keamanan warga Ahmadiyah setelah munculnya vonis Majelis Ulama dan Badan Koordinasi (Majalah Tempo, 5–11 Mei 2008). Dari sini sudah mulai kelihatan, bagaimana Bakor Pakem dan pemerintah ditempatkan dalam keseluruhan berita sebagai tersangka atau penyebab masalah. Sebaliknya, Ahmadiyah secara tidak langsung dipandang sebagai korban dari keputusan yang diambil Bakor Pakem dan pihak pemerintah. Moral Evaluation. Penilaian moral yang diberikan Tempo Interaktif terhadap Bakor Pakem dan pemerintah sebagai sumber masalah ini adalah keputusan yang dibuat Bakor Pakem maupun pemerintah, baik mengenai
112
penghentian kegiatan JAI maupun SKB soal JAI ini semuanya dianggap sebagai melanggar konstitusi dan undang-undang. Ini misalnya bisa dilihat dalam teks pemberitaan Tempo Interaktif yang menyitir pendapat dari Yudi Latif. Berikut ini kutipannya: Menurut dia, kebijakan itu telah memasung kebebasan warga negara untuk menentukan pilihan agama dan aliran kepecayaan. "Padahal dalam konstitusi telah mengamanatkan hal itu," katanya. Artinya, ia melanjutkan ada pelanggaran konstitusi pasal 28 dan pasal 29 UUD. "Pemerintah telah melanggar konstitusi," katanya (http://www.tempo interaktif.com/hg/nasional/2008/04/17/brk,20080417-121475,id.html, Jum’at, 18 April 2008). Kemudian, seharusnya negara memberikan kebebasan pada suatu ajaran tertentu yang berkembang dan negara juga seharusnya lebih dewasa dalam mengeluarkan keputusan mengenai persoalan agama. Ini misalnya bisa dilihat dalam teks pemberitaan Tempo Interaktif yang menyitir pendapat Gatot Rianto. Berikut ini kutipannya: Seharusnya, kata Gatot, Negara lebih dewasa dalam mengeluarkan keputusan dengan menghormati hak beragama atau beribadah warganya. “Ini sudah diakui secara tegas dalam instrumen International Covenant On Civil and Political Rights (ICCPR) 1966 yang telah diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 15 tahun 2005,” kata Gatot (http://tempointeraktif.com/, Kamis, 12 Juni 2008). Berdasarkan kutipan pemberitaan Tempo Interaktif di atas, tentu saja Tempo Interaktif memberikan penilaian moral seperti itu dalam kasus ini. Hal ini dikarenakan mengingat ideologi yang terdapat pada Tempo, yaitu ideologi agama yang dianut oleh pendiri medianya, yaitu Islam liberal, yang mana pendiri media ini adalah Goenawan Mohammad (mantan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo) yang merupakan tokoh yang paling berperan bagi tumbuhnya
113
bibit-bibit Islam liberal di Indonesia melalui perannya di media (Handrianto, 2007: 110). Treatment Recommendation. Ada beberapa rekomendasi dari Tempo Interaktif mengenai masalah ini, yaitu pertama, dengan mendesak Presiden agar Surat Keputusan Bersama (SKB) soal Ahmadiyah dibatalkan. Kedua, meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, agar menyelesaikan kasus Ahmadiyah ini berdasarkan konstitusi negara dan Undang-Undang Hak Asasi Manusia. Ketiga, menyerukan kepada aparat keamanan, untuk menindak tegas para pelaku kekerasan yang mengatasnamakan agama. Sebenarnya rekomendasi di atas yang dituangkan dalam pemberitaan Tempo Interaktif mengenai kasus ini adalah dikarenakan pandangan ideologi agama yang dianut pendiri media ini, yaitu Goenawan Mohammad, dimana pendiri media ini selalu semangat mengusung kebebasan, termasuk kebebasan agama. Hal ini diperkuat dengan pemberitaan Kompas.com yang menyatakan bahwa Goenawan Mohammad, semangatnya akan sama dengan komunitas Utan Kayu untuk merawat kebebasan (http://www.kompas.com/index.php/ read/xml/2008/08/08/1051440/goenawan.mohamad.cs.bangun.komunitas.salih ara, Selasa, 30 Desember 2008). Argumen ini diperkuat dengan pernyataan Budi Handrianto yang menyatakan: Goenawan Mohammad adalah seorang jurnalis dan sastrawan yang kritis dan berwawasan luas. Tanpa lelah, ia memperjuangkan kebebesan berbicara dan berpikir melalui berbagai tulisan dan organisasi yang didirikannya. Tulisannya banyak mengangkat tema HAM, agama, demokrasi, dan sebagainya (Handrianto, 2007: 107).
114
Tabel 8 Frame: Kasus Keputusan Bakorpakem Melanggar Konstitusi dan Hukum sehingga Pembubaran Ahmadiyah Disesalkan
Problem Identification
Masalah pelanggaran konstitusi dan hukum sehingga pembubaran Ahmadiyah disesalkan.
Causal Interpretation
Bakor Pakem dan pemerintah. Bakor Pakem dan pemerintah adalah penyebab, sedangkan JAI adalah korban.
Moral Evaluation
Keputusan Bakor Pakem dan pemerintah mengenai penghentian kegiatan JAI maupun SKB soal JAI, semuanya dianggap melanggar konstitusi dan UU. Seharusnya negara memberikan kebebasan pada suatu ajaran tertentu dan juga lebih dewasa dalam mengeluarkan keputusan mengenai persoalan agama.
Treatment Recommendation
Pertama, mendesak Presiden agar SKB soal Ahmadiyah dibatalkan. Kedua, meminta kepada Presiden SBY, agar menyelesaikan kasus Ahmadiyah berdasarkan konstitusi negara dan UU HAM. Ketiga, menyerukan kepada aparat keamanan, untuk menindak tegas para pelaku kekerasan yang mengatasnamakan agama.
D. Perbandingan Frame Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif Berdasarkan pembahasan di atas menunjukkan bagaimana peristiwa atau realitas yang sama dimaknai dan didefinisikan secara berbeda. Pendefinisian yang berbeda tersebut disebabkan peristiwa atau realitas dikonstruksi dan tafsirkan secara berbeda pula. Dalam kasus rekomendasi
115
Bakor Pakem ini, antara Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif mempunyai definisi yang berbeda atas kasus ini. Republika Online mendefinisikan rekomendasi Bakor Pakem merupakan langkah awal yang tepat
yang
sepenuhnya
akan
didukung.
Sedangkan,
Kompas.com
mendefinisikan keputusan Bakor Pakem mengenai penghentian JAI merupakan suatu pelanggaran konstitusi dan hukum yang tidak akan didukung. Sementara itu, Tempo Interaktif mendefinisikan kasus ini sebagai masalah pelanggaran konstitusi dan hukum sehingga rekomendasi mengenai pembubaran Ahmadiyah disesalkan. Berikut ini adalah ringkasan antara frame Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif.
Tabel 9 Perbandingan Frame Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif
Elemen
Frame
Kompas.com
Tempo Interaktif
Keputusan Bakor Pakem merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan hukum yang tidak akan didukung.
Keputusan Bakor Pakem melanggar konstitusi dan hukum sehingga pembubaran Ahmadiyah disesalkan.
Republika Online Masalah rekomendasi Bakor Pakem merupakan langkah awal yang tepat yang sepenuhnya akan didukung.
116
Problem Identification
Masalah rekomendasi Bakor Pakem merupakan langkah awal yang tepat yang sepenuhnya akan didukung.
Masalah pelanggaran terhadap konstitusi dan hukum yang tidak akan didukung.
Masalah pelanggaran konstitusi dan hukum sehingga pembubaran Ahmadiyah disesalkan.
Causal Interpretation
Pertama, JAI. JAI dan orangorang dibelakangnya adalah aktor penyebab, sedangkan orang Islam adalah korban. Kedua, pemerintah.
Bakor Pakem dan pemerintah. Bakor Pakem dan pemerintah adalah penyebab, sedangkan JAI adalah korban.
Bakor Pakem dan pemerintah. Bakor Pakem dan pemerintah adalah penyebab, sedangkan JAI adalah korban.
Moral Evaluation
JAI telah melakukan kegiatan dan penafsiran keagamaan yang menyimpang dari pokokpokok ajaran Islam serta menimbulkan keresahan dan pertentangan dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum.
Pertama, tindakan Bakor Pakem bertentangan dengan UU 1945. Kedua, keputusan Bakor Pakem hanya didasarkan pada penilaian ajaran agama tertentu. Pertama, SKB soal Ahmadiyah merupakan wajah buruk kepemimpinan SBY–JK yang diskriminatif, dan mengingkari keberagaman. Kedua, konstalasi politik akan mengambil dari polemik SKB Ahmadiyah menjelang 2009.
Keputusan Bakor Pakem dan pemerintah mengenai penghentian kegiatan JAI maupun SKB soal JAI, semuanya dianggap melanggar konstitusi dan UU. Seharusnya negara memberikan kebebasan pada suatu ajaran tertentu dan juga lebih dewasa dalam mengeluarkan keputusan mengenai persoalan agama.
117
Treatment Recommendation
Pertama, agar Ahmadiyah segera dibubarkan. Kedua, agar berbagai Ormas Islam di tanah air memantau gerak-gerik dan mengajak JAI ke ajaran Islam yang benar sesuai Al Qur’an dan As Sunnah.
Pertama, agar persoalan tersebut dikembalikan kepada internal agama. Kedua, mendesak Bakor Pakem mencabut keputusan tersebut dan mendesak Presiden untuk memerintahkan aparat di bawah jajarannya untuk menaati konstitusi dan UU. Ketiga, memberikan perlindungan kepada JAI dan aset-asetnya, dan menindak tegas pelaku yang melakukan kekerasan terhadap anggota JAI.
Pertama, mendesak Presiden agar SKB soal Ahmadiyah dibatalkan. Kedua, meminta kepada Presiden SBY, agar menyelesaikan kasus Ahmadiyah berdasarkan konstitusi negara dan UU HAM.. Ketiga, menyerukan kepada aparat keamanan, untuk menindak tegas para pelaku kekerasan yang mengatasnamaka n agama.
E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konstruksi Pemberitaan Media Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif Berdasarkan hasil penelitian di atas memperlihatkan bahwa setiap media online, baik Republika Online, Kompas.com, maupun Tempo Interaktif dalam mengkonstruksi pemberitaan tentang rekomendasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) mengenai penghentian kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) terlihat berbedabeda. Kecuali, Kompas.com dan Tempo Interaktif yang tidak jauh berbeda dalam mengkonstruksi peristiwa tersebut. Hal ini disebabkan karena ada
118
faktor-faktor yang berpotensi mempengaruhi konstruksi pemberitaan tersebut, sehingga menampilkan pemberitaan yang berbeda-beda. Berikut ini adalah faktor-faktor yang bisa diidentifikasi dari konstruksi pemberitaan ketiga media online tersebut.
E. 1. Republika Online a. Faktor Organisasi Faktor ini berhubungan dengan struktur organisasi yang terdapat dalam media yang tentunya mempunyai kepentingan dan tujuan sendiri-sendiri yang dapat mempengaruhi pemberitaan. Tujuan paling utama yang dicari organisasi media adalah keuntungan ekonomi. Pada kasus ini bingkai media yang terbentuk dari Republika Online mewakili kepentingan yang ingin dicapai oleh struktur organisasi yang ada di dalamnya. Langkah yang diambil Republika Online dalam kasus rekomendasi Bakor Pakem ini yang mana pemberitannya terdistorsi dengan latar belakang medianya yang sangat dekat dengan ummat Islam yang mana ummat Islam merupakan segmen media ini. Sebagaimana yang dikatakan Direktur Utama Republika, Erick Thohir yang dengan mengatakan bagi Republika, ummat Islam adalah segmen yang tetap menarik dan tentu saja dari sisi bisnis tetap basah mengingat populasinya yang paling besar di Indonesia (Majalah Cakram Fokus, Mei – Juni 2006).
b. Faktor Ekstramedia Faktor ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Meskipun berada di luar organisasi media, hal-hal di luar organisasi media ini
119
sedikit banyak dalam banyak kasus mempengaruhi pemberitaan media (Sudibyo, 2006: 10). Adapun faktor yang termasuk dalam lingkungan di luar Republika Online adalah sebagai berikut. Pertama, sumber berita. Sumber berita Republika Online sebagian besar adalah berasal dari kalangan ummat Islam dan Ormas Islam. Hal ini tentu saja pemberitaan yang terbentuk selalu memunculkan spekulasi tentang implikasi laporan ini terhadap aliran Ahmadiyah di bidang agama, khususnya keyakinan umum ummat Islam. Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang dinilai oleh Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) bahwa JAI telah melakukan kegiatan dan penafsiran keagamaan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam, dengan adanya laporan ini maka seakan-akan laporan ini menjadi bukti baru dalam menindaklanjuti fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada 1 Juni 1980 lalu, terutama berkaitan dengan kesesatan Ahmadiyah. Sumber berita yang dipilih Republika Online dari empat berita yang dianalisis adalah enam orang yang berasal dari kalangan Ormas Islam, yaitu Mashadi (Ketua FUI), Munarman (Ketua Tim Advokasi FUI), Hedi Muhammad (Koordinator Aliansi Ummat Islam), Sabiqul Imam (Koordinator lapangan dalam aksi Forsa), Andi Jamaro Dulung (Ketua PBNU Medan), Mahendra Data (Ketua Tim Pengacara Muslim), sedangkan dua sumber lainnya adalah Kaler AKP Rachmat KS (Kapolsek) dan Arif Rahman (Jubir Ahmadiyah).
120
Karena sumber berita yang dipilih oleh Republika Online sebagian besar dari Ormas Islam, disadari atau tidak oleh pihak media, sumber berita dari Ormas Islam tentu saja memberikan pernyataan yang bernada negatif dalam artian mereka memberikan pernyataan yang berkaitan dengan kesesatan dan menyimpangnya aliran Ahmadiyah di mana Ahmadiyah ini telah melakukan penistaan dan penodaan terhadap agama Islam, sehingga segala kegiatan aliran ini harus dilarang dan dihentikan dan aset-asetnya harus disita. Walaupun, ada pendapat sumber berita lain yaitu dari juru bicaranya Ahmadiyah sendiri yang memberikan pernyataan bernada kecaman dengan mengatakan bahwa apabila belum ada keputusan dari presiden, pihaknya akan terus menjalankan aktivitas, dan pihak luar juga tidak bisa dengan semenamena menyita aset Ahmadiyah, karena Ahmadiyah sudah memiliki badan hukum. Selain itu, sumber berita lain dari aparat keamanan yang mengatakan pengamanan masjid Ahmadiyah bukan permintaan dari Ahmadiyah, namun instruksi langsung dari atasan. Jadi, bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pihaknya sudah menyiapkan satu satuan setingkat peleton. Namun, pernyataan dari dua sumber berita tersebut hanya sebagai pelengkap saja, apalagi hanya dijelaskan secara sekilas dalam pemberitaan tersebut, bahkan, pernyataan sumber tersebut diletakkan di akhir pemberitaan. Kedua, ideologi. Ideologi disini diartikan sebagai kerangka berpikir atau kerangka referensi tertentu yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Ia berhubungan dengan
121
konsepsi atau posisi seseorang dalam menafsirkan realitas (Sudibyo, 2006: 12). Pers Islam adalah pers yang mengekspresikan pandangan ideologisnya lebih kepada ummat Islam pada umumnya. Secara terbuka, Republika mendefinisikan dirinya sebagai koran Islam, yang mencoba menghadirkan pemberitaan dalam perspektif yang Islami. Identitas Islami Republika merupakan daya tarik kuat bagi mayoritas penduduk Indonesia yang beragama Islam (Anindhita, 2008). Republika Online merupakan media online dari Surat Kabar Harian (SKH) Republika yang dengan berlandaskan kepada pernyataan pemilik medianya, yaitu Erick Thohir yang cenderung mempunyai kedekatan dan positioning dengan ummat Islam. Selain itu, dalam setiap pemberitaannya, media ini lebih memprioritaskan pada kepentingan dan aspirasi ummat Islam. Maka, frame yang dikembangkan oleh Republika Online dalam kasus ini adalah memberikan sikap kritis dan tegas terhadap pelarangan dan penghentian Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Sikap kekritisan dan ketegasan Republika Online dalam bingkai pemberitaannya ini adalah berdasarkan pendapat-pendapat kalangan ummat Islam yang menghendaki pelarangan dan kegiatan JAI tersebut. Apalagi para pembaca media ini adalah mayoritas dari ummat Islam, sehingga dalam pemberitaannya lebih cenderung kepada kepentingan dan aspirasi ummat Islam.
122
E. 2. Kompas.com a. Faktor Organisasi Pada faktor ini berhubungan dengan struktur organisasi yang secara hipotetik mempengaruhi pemberitaan. Masing-masing komponen dalam organisasi media bisa jadi mempunyai kepentingan sendiri-sendiri (Sudibyo, 2006: 9). Kekuatan media selalu berujung pada kekuatan untuk mencapai kepentingan yang kebijakannya ditentukan oleh pemilik media terhadap isi berita. Kepentingan tersebut tidak lain adalah mencari keuntungan ekonomi. Pada kasus ini bingkai media yang terbentuk dari Kompas.com mewakili kepentingan dan tujuan yang ingin dicapai struktur organisasi di dalamnya. Dalam kasus ini, yang mana Kompas.com menonjolkan pemberitaaan yang dapat memancing konflik antara pihak Ahmadiyah dan komunitas ummat Islam. Dari segi penonjolan inilah yang dapat menaikkan pasar pembaca. Apalagi saat ini, Kompas menghadirkan dirinya sebagai koran yang independen, dan lebih berorientasi pada bisnis (Nugroho, Eriyanto dan Sudiarsis, 1999: 7).
b. Faktor Ekstramedia Faktor ini berhubungan dengan faktor lingkungan di luar media. Adapun faktor yang termasuk dalam lingkungan di luar Kompas.com adalah sebagai berikut. Pertama, sumber berita. Pada Kompas.com sumber berita yang ditentukan lebih beragam jika dibandingkan Republika Online. Namun, walaupun beragam tapi, sumber berita yang ditentukan oleh Kompas.com
123
mayoritas adalah dari organisasi maupun kelompok-kelompok “keagamaan” yang mengusung kebebasan beragama, seperti Anick HT dan Yendra Budiana dari Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), Usman Hamid dari Kontras. Sumber berita yang lainnya adalah Jimly Asshiddiqie dari Mahkamah Konstitusi, Hendardi dari Badan Pengurus Setara Institute, Arbi Sanit Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, dan Yuddy Lattief dari Yayasan Paramadina yang mempunyai hubungan kerja sama dengan Surat Kabar Harian Kompas pada awal 1990-an mendirikan kelompok diskusi: Forum Indonesia Muda (Haryanto, 2008). Pada
pemilihan
sumber
beritanya
Kompas.com
memperkuat
konstruksinya dengan efek-efek yang memperkuat fungsi framing yang dikembangkannya bahwa rekomendasi Bakor Pakem tersebut dinilai melanggar konstitusi dan hukum. Keputusan Bakor Pakem tersebut hanya didasarkan pada penilaian ajaran agama tertentu. Hal ini dianggap bertentangan dengan prinsip negara hukum yang dianut di Indonesia. Menariknya dari keseluruhan sumber berita yang dikutip Kompas.com tersebut memberikan pernyataan yang menguatkan frame Kompas.com. Strategi Kompas.com untuk memperkuat fungsi framing-nya adalah dengan memberikan porsi dan detail yang lengkap dan jelas terhadap sumber berita yang menguatkan frame serta meletakkannya di awal-awal pemberitaan. Kedua, ideologi. Pihak media memiliki ideologi yang ingin mereka refleksikan melalui berita-berita yang mereka sampaikan, yang ditunjukkan
124
dalam cara penulisan berita, bentuk penceritaan suatu peristiwa, atau penentuan fakta mana yang harus ditekankan atau justru dihilangkan (Anindhita, 2008). Pers
kelompok
Kristiani
adalah
pers
yang
mengekspresikan
pandangana ideologis umat Kristen, baik Katolik maupun Protestan (Abar, 1995: 59). Secara umum sudah diketahui bahwa ideologi yang terdapat pada Surat Kabar Harian Kompas adalah ideologi agama yang dianut oleh pemilik sekaligus pendiri medianya, yaitu Katolik. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Ridwan menilai Kompas memang menjadi alat Katolik atau missi zending. “Jadi apa-apa yang merugikan umat Islam pasti dimuat” (http://swaramuslim.net/more.php?id=6091_0_1_0_M Jum’at, 26 Desember 2008). Begitu juga halnya dengan kasus seputar rekomendasi Bakor Pakem ini, yang mana dalam konstruksi pemberitaan Kompas.com yang merupakan media online dari Harian Kompas menjadi wacana yang dibicarakan dalam ruang publik. Kompas.com tidak hanya menyajikan informasi, tetapi juga telah melakukan praktek kewacanaan, yaitu praktek ideologi terhadap khalayak. Dalam hal ini nilai-nilai ideologi Kompas.com dapat dilihat dari posisi strategisnya, yaitu menolak terhadap rekomendasi Bakor Pakem tersebut, dan memilih posisi keberpihakannya terhadap Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Sikap tersebut tampaknya memang sudah menjadi ideologi Kompas.com selama ini.
125
E. 3. Tempo Interaktif a. Faktor Organisasi Faktor organisasi juga berpengaruh dalam penyajian berita. Faktor organisasi disini tidak hanya mencakup siapa saja yang berada pada tataran keredaksian mereka, akan tetapi lebih dari itu dimana salah satunya adalah pemilik saham atau pemilik modal yang bisa juga menentukan pola pemberitaan yang mereka sajikan. Pada kasus ini, Tempo Interaktif menonjolkan berita yang dapat menimbulkan konflik antara pihak Ahmadiyah (baik kelompok Ahmadiyah dan orang-orang dibelakangnya) dan kelompok ummat Islam. Penonjolan kasus ini merupakan motif ekonomi dari kepemilikan medianya. Menurut Saur Hutabarat, manajemen redaksi Tempo sudah tidak lagi melihat wartawan sebagai aset. Namun, akhirnya terungkap bahwa perpecahan ini juga ada motif ekonomi, yakni ketika Tempo mulai menjadi besar dan kaya, lalu muncul masalah-masalah mengenai siapa yang menguasai saham, menjadi pimpinan, dan seterusnya (Hartadi, 2008). Kepemilikan media ini karena alasan-alasan rumit, telah menjadi masalah yang diperdebatkan serta rasa bingung. Orangorang yang ternyata kurang dihargai cenderung pada opini bahwa mereka bukan hanya harus menerima lebih banyak uang, tetapi karena para pendirinya telah menjadi kaya, sebagaimana diiyakan semua orang, media tersebut tidak lagi mendukung rakyat kecil.
126
b. Faktor Ekstramedia Faktor ekstramedia yang terdapat pada Tempo Interaktif adalah sebagai berikut. Pertama, sumber berita. Dalam Tempo Interaktif sumber berita yang ditentukan juga lebih beragam. Sumber berita yang ditentukan oleh Tempo Interaktif
sebagian
besar
merupakan
LSM-LSM
Liberal,
yang
mengatasnamakan HAM, demokrasi, kebebasan berpendapat maupun beragama, seperti Yudi Latif (Direktur Eksekutif Reform Institute), Aswinawati (Koordinator Lembaga Bantuan Hukum), Muhammad Subkhi Ridho (Koordinator AJI Damai), Gatot Rianto (Sekretaris Steering Comitee Jaringan
Kerja
Pemantauan
dan
Advokasi
Kebebasan
Beragama
Berkeyakinan). Tempo Interaktif dalam pemilihan sumber beritanya memperkuat konstruksi pemberitaannya dengan praktek yang juga tidak konsisten, karena hanya menentukan opini dari LSM-LSM liberal yang mengusung demokrasi, HAM dan hak kebebasan. Tidak terlihat Tempo Interaktif yang punya itikad baik mau menyodorkan dari organisasi maupun lembaga yang berbeda dengan menampilkan opini yang terbukti mampu mematahkan argumen sumber berita tersebut. Sehingga dalam konstruksi pemberitaannya terlihat bahwa Tempo Interaktif cenderung menolak keputusan Bakor Pakem dan pemerintah tersebut, karena keputusan tersebut tidak sesuai dengan dasar negara hukum. Kedua, ideologi. Realitas yang dikonstruksikan oleh media sering kali diadopsi oleh masyarakat menjadi realitas sosial yang ada, sehingga unsur
127
objektivitas sedikit dipertanyakan akibat ada unsur kepentingan (Anindhita, 2008). Sikap ini memang sudah menjadi ideologinya media selama ini. Diketahui bahwa ideologi yang terdapat pada Tempo adalah ideologi agama yang dianut oleh pendiri medianya, yaitu Islam liberal. Yang mana pendiri media ini adalah Goenawan Mohammad (mantan Pemimpin Redaksi Majalah Tempo) yang merupakan tokoh yang paling berperan bagi tumbuhnya bibit-bibit Islam liberal di Indonesia melalui perannya di media (Handrianto, 2007: 110). Kemudian, Budi Handrianto melanjutkan: Popularitas Goenawan Mohammad dalam dunia pers tidaklah diragukan. Dia telah berjasa melahirkan mengkader banyak jurnalis di Indonesia. Tapi, terlepas dari soal itu, Goenawan juga sukses menggerakkan proses sekularisasi di Indonesia. Goenawan Mohammad merupakan sosok tokoh pers yang konsisten dalam meliberalkan Islam di Indonesia (www.hidayatullah.com, dalam Handrianto, 2007: 112). Berdasarkan uraian di atas, maka, jika dilihat dalam seputar kasus rekomendasi Bakor Pakem ini, dalam konstruksi pemberitaan Tempo Interaktif yang merupakan media online dari Harian Tempo telah menjadi wacana dalam ruang publik. Dalam teks pemberitaannnya, Tempo Interaktif telah melakukan praktek ideologi terhadap publik, dalam hal ini nilai-nilai ideologi Tempo Interaktif dapat dilihat dalam teks pemberitaannya yang mana posisinya menolak terhadap keputusan Bakor Pakem maupun pemerintah tersebut. Dalam teks pemberitaannya posisi Tempo Interaktif terlihat cenderung keberpihakannya terhadap JAI. Sikap tersebut tampaknya memang sudah menjadi ideologi Tempo Interaktif selama ini.
128
129
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan Analisis framing merupakan salah satu model analisis yang dapat dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Selain itu, analisis framing juga dapat dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis pada bab III tentang rekomendasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) mengenai penghentian kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) maka dapat ditarik suatu kesimpulan bagaimana teknik framing yang dilakukan oleh Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif dalam membingkai rekomendasi Bakor Pakem tersebut. Hasil pembahasan dan analisis tersebut dengan menggunakan analisis framing terlihat adanya perbedaan di antara ketiga media online tersebut dalam mengkonstruksi pemberitaan rekomendasi Bakor Pakem tersebut. Berdasarkan perangkat framing dari model Robert N. Entman, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa konstruksi pemberitaan Republika Online tentang rekomendasi Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat
(Bakor
Pakem)
mengenai
penghentian
kegiatan
Jemaat
Ahmadiyah Indonesia (JAI) terlihat cenderung mendukung rekomendasi Bakor Pakem tersebut. Konsepsi mengenai framing dari Entman tersebut
129
menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa rekomendasi Bakor Pakem tersebut dimaknai dan ditandakan oleh wartawan. Elemen framing analysis model Entman terdiri dari problem identification, causal interpretation, moral evaluation, dan treatment recommendation. Problem identification dalam konstruksi pemberitaan Republika Online adalah bahwa masalah rekomendasi Bakor Pakem mengenai penghentian kegiatan JAI merupakan langkah awal yang tepat yang sepenuhnya akan didukung. Causal interpretation dalam konstruksi pemberitaan Republika Online, terlihat bahwa JAI, dan orang-orang dibelakangnya, serta pihak pemerintah diposiskan sebagai aktor penyebab. Sedangkan orang Islam diposisikan sebagai korbannya. Moral evaluation yang disajikan Republika Online terhadap masalah ini, menganggap bahwa aliran Ahmadiyah sudah jelas menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama Islam serta menimbulkan keresahan dan pertentangan dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum, sehingga keberadaan aliran Ahmadiyah harus dilarang dan dihentikan segala kegiatannya. Treatment recommendation Republika Online terhadap masalah ini ada dua, yaitu pertama, agar Ahmadiyah segera dibubarkan. Kedua, agar berbagai Ormas Islam di tanah air memantau gerak-gerik dan mengajak JAI ke ajaran Islam yang benar sesuai Al Qur’an dan As Sunnah. Perspektif Republika Online memberitakan kasus rekomendasi Bakor Pakem ini dengan menggunakan pandangan kritis, tegas, dan berani serta selalu mendesak bahkan menuntut pemerintah segera melarang dan menghentikan segala kegiatan JAI.
130
Berbeda dengan perspektif Kompas.com. Berdasarkan pemberitaan Kompas.com tentang rekomendasi Bakor Pakem mengenai penghentian kegiatan JAI dapat disimpulkan bahwa Kompas.com cenderung tidak mendukung atau menolak terhadap rekomendasi Bakor Pakem tersebut. Problem identification dalam konstruksi pemberitaan Kompas.com, bahwa rekomendasi Bakor Pakem merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan hukum yang tentunya tidak akan didukung. Causal interpretation dalam konstruksi pemberitaan Kompas.com, terlihat bahwa Bakor Pakem dan pemerintah diposisikan sebagai penyebab masalah, sedangkan JAI diposisikan sebagai korban. Moral evaluation dalam konstruksi pemberitaan Kompas.com terhadap Bakor Pakem ada dua yaitu, pertama, tindakan Bakor Pakem bertentangan dengan UU 1945. Kedua, keputusan Bakor Pakem hanya didasarkan pada penilaian ajaran agama tertentu. Sedangkan terhadap pemerintah juga ada dua, yaitu pertama, SKB soal Ahmadiyah merupakan wajah buruk kepemimpinan SBY–JK yang diskriminatif, dan mengingkari keberagaman. Kedua, konstalasi politik akan mengambil dari polemik SKB Ahmadiyah menjelang 2009. Treatment recommendation Kompas.com terhadap masalah ini ada tiga, yaitu pertama, agar persoalan tersebut dikembalikan kepada internal agama. Kedua, mendesak Bakor Pakem mencabut keputusan tersebut dan mendesak Presiden untuk memerintahkan aparat di bawah jajarannya untuk menaati konstitusi dan UU. Ketiga, memberikan perlindungan kepada JAI dan aset-asetnya, dan menindak tegas pelaku yang melakukan kekerasan terhadap anggota JAI.
131
Sementara itu, perspektif Tempo Interaktif juga sama halnya seperti Kompas.com. Namun, berbeda dengan perspektif Republika Online. Dimana dalam pemberitaan Tempo Interaktif mengenai rekomendasi Bakor Pakem ini dapat disimpulkan bahwa media online ini juga cenderung menolak terhadap rekomendasi
Bakor
Pakem
tersebut.
Problem
identification
dalam
pemberitaan konstruksi Tempo Interaktif menilai, bahwa rekomendasi Bakor Pakem tersebut melanggar konstitusi dan hukum, sehingga pembubaran aliran Ahmadiyah disesalkan. Causal interpretation dalam pemberitaan konstruksi Tempo Interaktif, yaitu Bakor Pakem dan pemerintah. Bakor Pakem dan pemerintah adalah penyebab, sedangkan JAI adalah korban. Moral evaluation Tempo Interaktif terhadap masalah ini adalah bahwa keputusan Bakor Pakem dan pemerintah mengenai penghentian kegiatan JAI maupun SKB soal JAI, semuanya dianggap melanggar konstitusi dan UU. Seharusnya negara memberikan kebebasan pada suatu ajaran tertentu dan juga lebih dewasa dalam mengeluarkan keputusan mengenai persoalan agama. Sedangkan, treatment recommendation Tempo Interaktif terhadap masalah ini ada tiga yaitu, pertama, mendesak Presiden agar SKB soal Ahmadiyah dibatalkan. Kedua, meminta kepada Presiden SBY, agar menyelesaikan kasus Ahmadiyah berdasarkan konstitusi negara dan UU HAM. Ketiga, menyerukan kepada aparat keamanan, untuk menindak tegas para pelaku kekerasan yang mengatasnamakan
agama.
Dalam
pemberitaannya
Tempo
Interaktif
menggunakan pandangan yang lebih kritis, berani mengkritisi pihak pemerintah, bahkan berani memojokkan lembaga tertentu.
132
Perbedaan di antara ketiga media online tersebut, ternyata dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal maupun eksternal media online, dalam hal ini adalah Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif. Faktor-faktor yang mempengaruhi konstruksi pemberitaan media online, baik Republika Online, Kompas.com, maupun Tempo Interaktif adalah faktor internal media, yaitu faktor organisasi, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi konstruksi pemberitaan dari ketiga media online tersebut antara lain faktor sumber berita dan ideologi.
B. Saran Adapun saran dari peneliti untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Sesuai dengan fungsinya yang edukatif dan informatif, media online (Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif) hendaknya harus mendidik dalam menyajikan informasi dan pemberitaan kepada khalayak. 2. Media online dalam hal ini (Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif) dalam menyajikan informasi dan pemberitaan mengenai kasus rekomendasi Bakor Pakem ini hendaknya tidak memancing maupun menimbulkan konflik. 3. Media online (Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif) ketika dalam menyajikan berita online sebaiknya lebih teliti lagi, karena di beberapa teks berita terdapat kesalahan tulis atau ejaan. 4. Meskipun masing-masing media online (Republika Online, Kompas.com, dan Tempo Interaktif) memiliki perbedaan karakteristik (baik gaya pemberitaan, nilai, visi, ideologi, maupun kepentingan), dan kecondongan,
133
hendaknya objektivitas dan penghindaran manipulasi berita harus menjadi dasar dari penyajian pemberitaan setiap media online. 5. Bagi para pembaca berita di media online hendaknya jangan langsung diterima mentah-mentah maupun mudah percaya begitu saja dengan informasi dan pemberitaan yang disajikan oleh media online tersebut, karena informasi dan pemberitaan yang disajikan media online bukanlah realitas atau peristiwa yang sesungguhnya, justru media online tersebut mencoba mengkonstruksi realitas atau peristiwa menurut perspektif mereka sendiri. Media online bahkan terkadang tidak jujur terhadap realitas sosial yang diberitakan. Realitas atau peristiwa dikonstruksi oleh masing-masing media online yang berdiri di atas perbedaan ideologi dan kepentingan antara satu media online dengan media online lainnya. Jadi, hendaknya para pembaca diharapkan menjadi aktif dan kritis dalam membaca berita di media online. 6. Kepada peminat kajian media, penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi sekaligus rujukan untuk melakukan kajian pada media online lainnya. Memperbanyak referensi dari media online lain juga merupakan salah satu alternatif yang disarankan peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan, sehingga pembaca lebih cerdas, aktif, dan kritis dalam menghadapi realitas sesungguhnya, sebab media bukanlah cermin atas realitas yang sesungguhnya terjadi, melainkan hasil konstruksi media.
134
DAFTAR PUSTAKA
Buku Abar, Akhmad Zaini (1995). 1966–1974 (Kisah Pers Indonesia). Yogyakarta: LKiS. Agger, Ben (2003). Teori Sosial Kritis: Kritik, Penerapan dan Implikasinya. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Arikunto, Suharsimi (1992). Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Yogyakarta: Rineka Cipta. Broder, David S (1993). Berita Dibalik Berita (Analisis Mendalam di Belakang Layar Bagaimana Jadinya Laporan Jurnalistik). Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Devereux, Eoin (2003). Understanding The Media. London: Sage Publications. Effendi, Sofian dan Singarimbun, Masri (1989). Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ESD. Eriyanto (2005). Analisis Framing (Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media). Yogyakarta: LKiS. Fiske, John (1990). Introduction to Communication Studies. Second Edition. London and New York: Routledge. Griffin, EM (2003). A First Look At Communication Theory. 4th Edition. USA: McGraw-Hill Inc. Hamad, Ibnu (2004). Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa (Sebuah Studi Critical Discourse Analysis terhadap Berita-Berita Politik). Jakarta: Granit. Handrianto, Budi (2007). 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia (Pengusung Ide Sekularisme, Pluralisme, dan Liberalisme Agama). Jakarta: Hujjah Press. Itule, Bruce D. dan Douglas A. Anderson (2007). News Writing and Reporting. 7th Edition. New York: McGraw Hill. Junaedi, Fajar (2007). Komunikasi Massa, Pengantar Teoritis. Yogyakarta: Santusta.
Littlejohn, Stephen W (2002). Theories of Human Communication. 7th Edition. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company. Littlejohn, Stephen W (1996). Theories of Human Communication. 5th Edition. Belmont, California: Wadsworth Publishing Company. McQuail, Denis (1996). Tori Komunikasi Massa, Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Erlangga. Nazir, Mohammad (1988). Metode Penelitian Sosial. Jakarta: PT Ghalia Indonesia. Neuman, William Lawrence (1997). Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches. 3th Edition. USA: Allin and Bacon. Nugroho, Bimo, Eriyanto dan Frans Sudiarsis (1999). Politik Media Mengemas Berita. Jakarta: ISAI. Nurudin (2004). Sistem Komunikasi Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Oetama, Jakob (2001). Pers Indonesia (Berkomunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus). Jakarta: Kompas Media Nusantara. Salim, Agus (2001). Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (dari Denzin Guba dan Penerapannya). Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya. Sobur, Alex (2004). Analisis Teks Media (Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing). Bandung: Remaja Rosdakarya. Stokes, Jane (2006). How to do Media and Cultural Studies (Penerjemah, Santi Indra Astusti, Penyunting, Wendratama). Yogyakarta: Bentang. Subagyo, Jaka (1993). Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta: Rineka Cipta. Sudibyo, Agus (2006). Politik media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta: LKiS. Thompson, John B (2004). Ideology and Modern Cultur: Critical Social Theory in the Era of Mass Communication / John B. Thompson (Kritik Ideologi Global: Teori Sosial Kritis tentang Relasi Ideologi dan Komunikasi Massa), Penerjemah, Haqqul Yakin, Penyunting, Endang Hartatik dan Arif Fahrudin. Yogyakarta: IRCiSoD. Wiryanto (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo.
Yogaswara, A (2008). Heboh Ahmadiyah: Mengapa Ahmadiyah Tidak Langsung Dibubarkan?. Yogyakarta: Narasi.
Jurnal dan Karya Ilmiah Abrar, Ana Nadhya (1999). Prospek Berita Pemilu Dalam Membentuk Memori Kolektif Khalayak. Jurnal Ilmu Sosial dan Politik, Volume 3, No. 1 Juli, Fisipol, UGM. Yogyakarta. Alliah, Siti Nur (2008). Analisis Pemberitaan Nuklir Iran sebagai Isu Internasional dalam Pemberitaan Media Harian Kompas Edisi FebruariApril 2007. Yogyakarta. Skripsi. Handoko, Ari (2008). Analisis Framing “Kasus Pemberitaan Soeharto Urutan Pertama Pemimpin yang Diduga Mencuri Kekayaan Negara” Versi Stolen Asset Recovery (StAR) pada Harian Seputar Indonesia dan Republika Edisi September 2007. Yogyakarta: Skripsi. Hardianto, John (2007). Konstruksi Pemberitaan Media dalam Mengemas Berita Kebakaran Hutan (Analisis Framing Pemberitaan Kompas Online, Media Indonesia Online, dan Tempo Interaktif). Yogyakarta. Skripsi. Nurkholis (2008). Analisis Wacana Konstruksi Pemberitaan tentang Soeharto Pasca Wafat pada Headline Koran Kompas Edisi 28-29 Januari 2008. Yogyakarta. Skripsi. Oktariawan, Hendri (2008). Konstruksi Media dalam Mengemas Berita Embargo DK PBB terhadap Iran Melalui Resolusi 1747 (Analisis Framing Media Online Kompas Cyber Media dan Republika Online). Yogyakarta. Skripsi. Winata, Sardi (2008). Kontroversi Resuffle Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Jilid II di Media Indonesia (Analisis Framing www.media-indonesia dan www.tempointeraktif.com bulan AprilMei 2007). Yogyakarta. Skripsi.
Majalah Berita Indonesia, Koran Tempo Luncurkan Edisi Jawa Timur–Bali, Edisi 56 Tahun III, 1 Mei 2008. Cakram Fokus. Manfaatkan Momentum Perubahan, Mei – Juni 2006. Cakram. Inovasi Tiada Henti, Januari 2007.
Suluh. Ahmadiyah yang Kutahu..., Edisi 23 Tahun V September – Oktober 2005. Tempo. Sabda dari Qadian, 5 – 11 Mei 2008.
Website Al-Fayyadl, Muhammad. Tempo Melawan dengan Kata. http://www.equinox publishing.com/Wars/default.htm, Senin, 17 November 2008. Anindhita. Konstruksi Realitas pada Media Cetak. http://one.indoskripsi.com/ judul-skripsi/ilmu-komunikasi/konstruksi-realitas-pada-media-cetak,Jum’at, 26 Desember 2008. Hartadi, Kristanto. Belajar dari Tempo. http://www.equinoxpublishing.com/Wars/ default.htm, Senin, 17 November 2008. Haryanto, Ignatius. Enak Dibaca, tetapi ini Sejarah dari Atas. http://www2. kompas.com/kompas-cetak/0509/17/pustaka/2053888.htm, Senin, 20 Okto ber 2008. Hetami, Tommy. Koran dan Masa Depan Cyber Media. http://www.suara merdeka.com/harian/0702/12/opi04.htm, Sabtu 7 Juni 2008. Suprichusnul, P. K. Ojong – Salah Satu Pendiri “Kompas”. http://suprichusnul. multiply.com/journal/item/236/P.K._OJONG_-_Salah_Satu_Pendiri_Kom pas, Senin, 21 Juli 2008. http://kompas.com/index.php/read/xml/2008/04/16/20025056/ahmadiyah.mau.lap or.pbb, Kamis, 17 April 2008. http://kompas.com/index.php/read/xml/2008/04/17/16452493/dukung.ahmadiyah. desak. cabut.keputusan.rakor.pakem, Jum’at, 18 April 2008. http://republika.co.id/Online_detail.asp?id= 330743&kat_id=23, Jum’at, 18 April 2008. http://republika.co.id/Online_detail.asp?id=330916&kat_id=23, Sabtu, 19 April 2008. http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/04/17/brk,20080417-121475, id.html, Jum’at, 18 April 2008. http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/04/17/brk,20080417-121472,id .html, Sabtu, 19 April 2008.
http://republika.co.id/Koran_detail.asp?id=331354&kat_id=3, Kamis, 24 April 2008. http://www.kompas.com/read/xml/2008/05/06/1029250/ratusan.orang.aksi.damai. dukung.ahmadiyah, Rabu, 7 Mei 2008. http://www.republika.co.id/Online_detail.asp?id=333397&kat_id=23, Sabtu, 10 Mei 2008. http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/j/jakob-oetama/biografi/03.shtml, Se nin, 2 juni 2008. http://republika.co.id/koran_detail.asp?id=330600&kat_id=3, Sabtu 7 Juni 2008. http://republika.co.id/launcher/view/ mid/23, Selasa, 10 Juni 2008. http://www.tempointeraktif.com, Selasa, 10 Juni 2008. http://republika.co.id/Online_detail.asp?id=337190&kat_id= 23, Kamis, 12 Juni 2008. http://republika.co.id/iklan/group.html, Senin, 20 Oktober 2008. http://republika.co.id/iklan/mayoritas.html, Senin, 20 Oktober 2008. http://republika.co.id/iklan/profesi.html, Senin, 20 Oktober 2008. http://republika.co.id/iklan/sebaran.html, Senin, 20 Oktober 2008. http://republika.co.id/iklan/pembaca.html, Senin, 20 Oktober 2008. http://www.kompas.com/aboutus.php, Senin, 20 Oktober 2008. http://www.natcom.org/research/Profiles/entman.html, Kamis, 6 November 2008. http://republika.co.id/iklan/index.html, Sabtu, 15 November 2008. http://republika.co.id/iklan/pengelola.html, Sabtu, 15 November 2008. http://swaramuslim.net/more.php?id=6091_0_1_0_M Jum’at, 26 Desember 2008. http://www.kompas.com/index.php/read/xml/2008/08/08/1051440/goenawan.moh amad.cs.bangun.komunitas.salihara, Selasa, 30 Desember 2008.
AKKBB: Keputusan Bakor Pakem Langgar Konstitusi Rabu, 16 April 2008 | 22:57 WIB JAKARTA, RABU - Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) menyatakan, keputusan Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) yang melarang Ahmadiyah, merupakan pelanggaran terhadap konstitusi dan hukum, baik nasional maupun internasional. "Tindakan Bakor Pakem jelas bertentangan dengan UUD 1945. Juga Undang Undang seperti UU 39/1999 dan UU 12/2005, bahwa setiap warga negara berkedudukan sama dan setara di depan hukum dan pemerintahan," kata Koordinator AKKBB, Anick HT, di Jakarta, Rabu (16/4). Menurut Anick, di dalam UUD 1945 sudah disebutkan bahwa setiap warga negara memiliki kebebasan untuk menjalankan agama dan beribadah menurut agama dan keyakinannya masingmasing. Oleh karena itu, AKKBB mendesak Presiden untuk memerintahkan aparat di bawah jajarannya untuk menaati konstitusi dan UU tentang Perlindungan kebebasan beragama, termasuk kebebasan menafsir dan mengamalkan ajaran agama sesuai dengan keyakinan dan hati nuraninya. Selain itu, AKKBB mendesak Presiden untuk memerintahkan aparat di bawah jajarannya untuk melindungi Jamaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan aset-aset yang dimilikinya dari segala bentuk tindak kekerasan dan gangguan keamanan lainnya. AKKBB juga mendesak aparat penegak hukum untuk menindak tegas pelaku kekerasan dan pengrusakan yang telah menyerang, mengancam, menganiaya anggota JAI, merusak aset-aset JAI di berbagai wilayah Indonesia. Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, menilai persoalan agama lebih baik dikembalikan kepada internal agama dan pemerintah lebih baik jangan ikut campur. "Tetapi kalau ada kekerasan, barulah pemerintah melindunginya," katanya. (ANT)
Sumber:http://kompas.com/index.php/read/xml/2008/04/16/22574964/akkb.keputusan.bakor.pakem .langgar.konstitusi, Kamis, 17 April 2008.
Dukung Ahmadiyah, Desak Cabut Keputusan Bakor Pakem
Kamis, 17 April 2008 | 16:45 WIB JAKARTA, KAMIS - Keputusan Bakor Pakem yang melarang keberadaan Ahmadiyah dinilai melanggar konstitusi dan juga hukum internasional. Keputusan tersebut dinilai hanya didasarkan pada penilaian ajaran agama tertentu. Hal ini dianggap bertentangan dengan prinsip negara hukum yang dianut Indonesia. Demikian disampaikan puluhan orang yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) saat menyatakan sikap penolakan terhadap rekomendasi Bakor Pakem soal Ahmadiyah pada 16 April 2008 lalu di hadapan pengurus Komnas HAM di Kantor Komnas HAM, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (17/4). Hadir pada kesempatan tersebut dari pihak Komnas HAM yakni Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim dan Komisioner HAM Ahmad Baso."Secara substantif, tindakan Bakor Pakem ini bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Nomor 39 Tahun 1999 dan UU Nomor 12 Tahun 2005. Setiap warga negara berhak berkedudukan sama dan setara di depan hukum dan pemerintahan," ujar Anick HT, Koordinator AKKBB. AKKBB mengatakan meskipun mengakui keberadaan beberapa agama, negara Indonesia bukanlah negara agama tetapi negara hukum. Keputusan negara harus didasarkan pada pertimbangan hukum, bukan ideologi agama tertentu. Untuk itu, pihak AKKBB mendesak Bakor Pakem untuk mencabut keputusan tersebut dan mendesak presiden guna memerintah jajarannya agar menaati konstitusi dan undang-undang berkaitan dengan perlindungan kebebasan beragama, termasuk di dalamnya menafsir dan mengamalkan ajaran agama sesuai keyakinan dan hati nuraninya. Desakan yang sama juga disampaikan kepada aparat penegak hukum agar memberikan perlindungan kepada Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan aset-asetnya dari segala bentuk gangguan keamanan dari pihak lain. 'Mendesak aparat hukum untuk menindak tegas pelaku kekerasan dan perusakan yang telah menyerang, mengancam, menganiaya anggota JAI, dan merusak aset-aset JAI di berbagai wilayah di Indonesia' demikian bunyi salah satu butir pernyataan AKKBB. SMS Sent from my BlackBerry © Wireless device from XL GPRS/EDGE/3G Network
Sumber:http://kompas.com/index.php/read/xml/2008/04/17/16452493/dukung.ahmadiyah.desak.cabut.ke putusan.bakor.pakem, Jum’at, 18 April 2008.
Ratusan Orang Aksi Damai Dukung Ahmadiyah
INGGRIED DWIWEDHASWARY Ratusan orang melakukan aksi damai di Bundaran HI, Jakarta, Selasa (6/5). Mereka mengenakan pakaian khas jawa, baju surjan.
Selasa, 6 Mei 2008 | 10:29 WIB JAKARTA, SELASA - Lebih dari 500 orang yang menamakan dirinya Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan melakukan aksi damai di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Selasa (6/5). Dalam aksinya, mereka menyerukan keberagaman Indonesia dan menolak segala bentuk pendiskriminasian dan pembatasan terhadap kelompok minoritas. Aksi ini dilakukan sebagai bentuk penentangan terhadap keputusan yang akan dibuat pemerintah terhadap keberadaan aliran Ahmadiyah."Dengan aksi damai ini kami ingin menunjukkan bahwa Indonesia dibangun berdasar kebhinekaan, bukan oleh satu suku atau satu agama. Bagaimana Bhineka Tunggal Ika yang ada di Indonesia bisa dipertahankan," kata koordinator lapangan aksi, Yendra Budiana. Yendra mengatakan, aksi akan diikuti oleh sekitar 1.500 orang, dengan mengitari Bundaran HI sambil menyanyikan berbagai lagu yang menyerukan aspirasi mereka. Puluhan spanduk dengan beragam tulisan, seperti "Save our freedom", "Konstitusi sumber hukum YES, Fatwa sumber hukum NO", mereka usung. Beberapa peserta aksi menggunakan baju khas Jawa, surjan, dan pita merah putih. Arus lalu lintas di kawasan Bundaran HI tidak mengalami hambatan berarti karena puluhan petugas kepolisian dengan sigap mengatur laju kendaraan. Menurut rencana, para peserta aksi akan melakukan longmarch ke Kantor PBB dan Istana Presiden. (ING)
Sumber:http://www.kompas.com/read/xml/2008/05/06/1029250/ratusan.orang.aksi.damai.dukung.a hmadiyah, Rabu, 7 Mei 2008.
SKB Ahmadiyah Wajah Buruk SBY-JK
KOMPAS/AGUSTINUS HANDOKO Stiker berisi penegasan mengenai muslim Non Ahmadiyah tertempel di rumah-rumah penduduk Parakansalak, Kabupten Sukabumi yang bukan Anggota JAI. Kalangan JAI khawatir, penempelan stiker yang dilakukan oleh orang tak dikenal itu bisa menimbulkan provokasi.
Kamis, 12 Juni 2008 | 21:41 WIB JAKARTA, KAMIS - Terbitnya Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Ahmadiyah merupakan wajah buruk kepemimpinan SBY-JK yang diskriminatif, sekaligus juga mengingkari keberagaman yang merupakan fakta sosiologis bangsa Indonesia. "SKB benar-benar dibangun atas dasar tekanan dan kebencian sekelompok orang," tegas Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Hendardi, dalam konperensi pers bersama pengamat politik UI Arbi Sanit, Yuddy Latief (Paramadhina), dan Usman Hamid (Kontras), Kamis (12/6). Hendardi mengatakan, SKB tersebut merupakan upaya pemerintah menjawab ketidakpastian tentang jaminan kebebasan beragama/berkeyakinan dengan ketidakpastian baru. Pemerintah juga telah memanfaatkan kontroversi Ahmadiyah tidak semata untuk membatasi dan mengancam hak jemaah Ahmadiyah, tapi juga mengancam setiap warga negara untuk melakukan tafsir atas agama. "Negara, melalui SKB ini tidak memberi ruang bagi setiap perbedaan dan merampas kemerdekaan berpikir warga negara, karena kebenaran tafsir atas agama menjadi otoritas negara," tegasnya. Disamping itu, kata Hendardi, SKB bukan produk hukum yang bisa mengikat dan menuntut kepatuhan publik, karena SKB tidak dikenal dalam tata perundang-undangan Indonesia. Kami menolak secara tegas terbitnya SKB tersebut, karena pemerintah secara sengaja membiarkan ketidakpastian hukum atas Ahmadiyah," tandas Hendardi. Sedangkan Yuddy Latief menyebutkan ada dua bentuk pelanggaran yang dilakukan negara terkait SKB tersebut. Pertama, pelanggaran terhadap hak sipil yang paling mendasar, yaitu hak untuk beragama. Padahal UUD secara jelas melindungi hak tersebut pada pasal 29. Kedua, pelanggaran hak kelompok komunitarian untuk menafsirkan agama. Dalam kasus Ahmadiyah ini telah terjadi perlakuan diskriminasi, yang semestinya negara memproteksinya dengan keyakinan mereka itu. "Negara seharusnya melindungi kebebasan beragama, tapi ternyata tidak. Presiden telah gagal sebagai penjaga konstitusi," ujar Yuddy. Adapun Arbi Sanit menilai SKB tersebut menunjukkan gejala dari negara demokrasi menuju negara teokrasi atau negara totaliter, yang mengatur segala hal, sehingga hukum agama dijadikan sebagai hukum negara. "Mulai tampak gejala radikalisme untuk membangun negara berdasarkan agama tertentu," tegas Arbi. Sementara Usman Hamid melihat menjelang 2009 konstalasi politik akan mengambil keuntungan dari polemik SKB Ahmadiyah. Para pihak yang berkepentingan akan memakainya sebagai senjata untuk menjatuhkan lawannya. (Persda Network/js) Sumber:http://www.kompas.com/index.php/read/xml/2008/06/12/21410596/skb.ahmadiyah.wajah.buruk.sby-jk Jum’at, 13 Juni 2008.
FUI Desak Pemerintah Keluarkan Kepres Pembubaran Ahmadiyah Kamis, 17 April 2008 14:28:00 Jakarta--RoL-- Forum Umat Islam (FUI) mendesak pemerintah segera mengeluarkan Keputusan Presiden pembubaran aliran Ahmadiyah setelah Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan Masyarakat (Bakor Pakem) merekomendasikan penghentian aktivitas Ahmadiyah. "FUI mendesak kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar segera mengeluarkan Keppres pembubaran organisasi Ahmadiyah, menyita aset-asetnya dan meminta kepada seluruh pengikut dan anggotanya membubarkan diri serta bertaubat kembali kepada agama Islam yang benar," kata Ketua FUI Mashadi kepada wartawan di Jakarta, Kamis. Mashadi memaparkan, Keppres tersebut sesuai dengan kewenangan Presiden berdasarkan Surat Penetapan Presiden Republik Indonesia No 1/1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama. Selain itu, FUI menuntut pemerintah agar mengambil tindakan tegas apabila pengurus organisasi Ahmadiyah tidak segera membubarkan diri dan menghentikan aktivitasnya. FUI, ujar Mashadi, juga meminta agar pengurus dan anggota Ahmadiyah bertaubat sesuai dengan ajaran Al Qur'an dan As Sunnah berdasarkan fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sementara itu, Ketua Tim Advokasi FUI, Munarman mengatakan, keputusan yang dibuat Bakor Pakem merupakan langkah awal yang tepat yang akan didukung sepenuhnya oleh FUI. "Kini, umat menunggu terbitnya Keppres (tentang pembubaran Ahmadiyah)," kata Munarman. Sebelumnya, Bakor Pakem yang berada di bawah koordinasi Kejaksaan Agung, merekomendasikan penghentian segala aktivitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI). Ketua Bakor Pakem yang juga Jaksa Agung Muda Intelijen (Jamintel), Wisnu Subroto, menyatakan hasil rapat Bakor Pakem pada Rabu (16/4), di Jakarta, menilai bahwa JAI telah melakukan kegiatan dan penafsiran keagamaan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran Islam serta menimbulkan keresahan dan pertentangan dalam masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum. "Bakor Pakem merekomendasikan agar warga JAI diperintahkan dan diberi peringatan keras untuk menghentikan perbuatannya," ujar Wisnu. Meski demikian, Bakor Pakem mengimbau masyarakat serta para pemuka agama dan organisasi kemasyarakatan Islam guna menjaga ketertiban dan keamanan masyarakat dengan menghormati proses penyelesaian masalah JAI. antara/abi
Sumber: http://republika.co.id/Online_detail.asp?id=330698&kat_id=23, Jum’at 18 April 2008.
Polri dan Pemerintah Jangan Diskriminasi Jumat, 18 April 2008 22:11:00 Laporan: Reni Susanti Bandung--RoL -- Sebanyak 40 ormas Islam dan tim pengacara muslim meminta Polri tidak bersikap diskriminatif terhadap ahmadiyah. Mereka mendesak ahmadiyah segera dibubarkan sesuai dengan peringatan dari Badan Koordinasi Pengawas Aliran Kepercayaan (Bakor Pakem) yang menyatakan ahmadiyah sesat. Seperti diketahui, Bakor Pakem menggarisbawahi dua kesalahan yang dilakukan ahmadiyah. Pertama, ahmadiyah mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi, padahal dalam Islam nabi terakhir adalah Rasulullah Muhammad Saw. Kedua, ahmadiyah mengakui tadzkirah sebagai kitab suci. ''Saat Ahmad Musadek dinyatakan sesat, sore harinya polisi langsung membubarkan Al Qiyadah di seluruh Indonesia. Lalu kenapa ahmadiyah tidak,'' ujar Ketua Tim Pengacara Muslim (TPM), Mahendra Data, dalam konferensi persnya di DPW Persis Jabar, Jalan Pungkur Bandung, Jumat (18/4). Mahendra mengatakan, pemerintah maupun Polri menunda-nunda pembubaran Ahmadiyah. Sikap ini mengundang pertanyaan apakah ahmadiyah mempunyai kekhususan sehingga dibedakan dengan Ahmad Musadek dan Lia Edden. Selain itu, dalam waktu dekat ini, pihaknya akan segera melakukan pertemuan dengan Komnas HAM. Pertemuan itu terkait dengan dukungan yang diberikan terhadap ahmadiyah atas laporan pelanggaran hak asasi manusia (HAM). ''Yang HAM nya dilanggar adalah hak orang Islam bukannya ahmadiyah,'' cetus dia. Rencana ahmadiyah yang didukung oleh beberapa organisasi untuk melapor ke PBB, ia tidak begitu ambil pusing. ''Kami memberi peringatan keras terhadap Kontras, LBH Jakarta, YLBHI, dan lainnya, jangan mempelintir soal HAM, memang hanya mereka saja yang mengerti soal HAM, kami juga mengerti,'' katanya menandaskan. Sebenarnya, masih banyak kesalahan yang dilakukan ahmadiyah. Namun dua kesalahan itu saja sudah dibilang fatal. Koordinator Aliansi Ummat Islam (Alumi) Jabar, Hedi Muhammad mendesak pemerintah menyelesaikan kasus tersebut. Karena jika tidak diselesaikan tidak menutup kemungkinan ada aksi ke jalanan. Saat ini, pihaknya masih menunggu sikap pemerintah. ''Kami sudah berkoordinasi untuk tidak ada tindakan anarkis baik di Jabar ataupun Indonesia,'' cetus dia. Semua kegiatan difokuskan di pusat. Orang yang berada di daerah hanya menunggu kebijakan pusat. Masjid Mubarak yang merupakan sekretariat Ahmadiyah di Bandung beberapa hari ini dijaga ketat Kepolisian. Kapolsek Cibeunying Kaler AKP Rachmat KS mengatakan penjagaan sudah dilakukan sejak Kamis (17/4). ''Pengamanan bukan permintaan dari Ahmadiyah namun instruksi langsung dari atasan,'' cetus dia. Bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pihaknya sudah menyiapkan satu satuan setingkat peleton atau sekitar 50 personel dalmas dari Polwiltabes Bandung dan Polresta Bandung Tengah. Ahmadiah Cabang Bandung Tengah sendiri masih melakukan aktivitasnya. Namun mereka mengecam rencana MUI yang akan mengambil alih aset Ahmadiyah. Jika itu terjadi, MUI akan digugat secara perdata. ''Ahmadiah memiliki badan hukum berupa SK dari menteri hukum dan HAM. sehingga, pihak luar tidak bisa dengan semena-mena menyita aset milik ahmadiah,'' ujar jubir ahmadiah, Arif Rahman. Arif menambahkan, jika belum ada keputusan dari presiden, pihaknya akan terus menjalankan aktivitas. Pur
Sumber: http://republika.co.id/Online_detail.asp?id=330916&kat_id=23, Sabtu, 19 April 2008.
Umat Islam Desak Pemerintah Keluarkan SKB Pelarangan Ahmadiyah Jumat, 09 Mei 2008 16:32:00
Bandarlampung--RoL-- Ratusan umat Islam yang tergabung dalam Forum Umat Islam Selamatkan Aqidah (Forsa), mendesak pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yakni Menteri Agama, Menteri Departemen Dalam Negeri, dan Jaksa Agung mengenai pelarangan Ahmadiyah di Indonesia. Aksi menuntut pembubaran aliran Ahmadiyah oleh ratusan umat Islam itu berlangsung di Tugu Adipura (gajah), Enggal, pusat Kota Bandarlampung, Jumat. Mereka memulai aksinya di Jln Raden Intan, depan Masjid Taqwa, usai melaksanakan salat Jumat, lalu melanjutkan perjalanan menuju Tugu Adipura dengan berjalan kaki. Sepanjang perjalanan mereka terus-menerus meneriakkan yel-yel berupa tuntutan pembubaran aliran Ahmadiyah. Spanduk dan kertas karton bertuliskan penolakan ajaran Ahmadiyah turut mewarnai aksi mereka. Mereka juga membagi-bagikan surat pernyataan sikap yang berisi menentang aliran tersebut dan tuntutan agar SKB tiga menteri itu segera diterbitkan. Koordinator lapangan, Sabiqul Iman, mengatakan, SKB mengenai pelarangan aliran Ahmadiyah di Indonesia, yang sedianya akan dikeluarkan pemerintah pada 23 April 2008 ternyata tidak dilakukan. "Pemegang wewenang keluarnya SKB, yaitu Menteri Agama, Mentri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung menunda keluarnya SKB tersebut tanpa alasan yang jelas," katanya. Padahal, katanya lebih lanjut, sudah jelas aliran Ahmadiyah sudah menyimpang dari ajaran pokok agama Islam, sehingga harus dilarang dan dihentikan segala kegiatannya. Karena itu, Forsa menuntut segera keluarkan SKB pelarangan aliran Ahmadiyah di Indonesia. Selanjutnya selamatkan aqidah umat Islam dari segala bentuk pendangkalan aqidah yang dilakukan Ahmadiyah. Selain itu mengajak seluruh elemen umat untuk melarang Ahmadiyah. antara/mim
Sumber: http://www.republika.co.id/Online_detail.asp?id=333397&kat_id=23, Sabtu, 10 Mei 2008.
PBNU: SKB Kurang Memuaskan Rabu, 11 Juni 2008 8:21:00
Medan--RoL-- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dikeluarkan pemerintah yang berisi tentang pelarangan penyebarluasan ajaran Ahmadiyah belum memuaskan. "Tentangnya pembubaran Ahmadiyah PBNU menyerahkan pada pemerintah, dan keluarnya SKB itu patut kita syukuri meski belum memuaskan," ujar Ketua PBNU, Andi Jamaro Dulung, di Bandara Polonia sesaat sebelum melanjutkan perjalanan menuju Gunung Sitoli, Kabupaten Nias, Sumut, Selasa. Menurut dia, sebaiknya pemerintah membubarkan Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) agar tidak menimbulkan polemik dikemudian hari terutama umat Islam yang merasa terganggu atas ajaran yang dibawa oleh aliran yang mengaku ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Dia juga menuturkan, sikap PBNU jelas terhadap Ahmadiyah yakni aliran tersebut menyimpang dari ajaran Islam, sesat dan di luar Islam. "Kami di PBNU telah memutuskan sejak tahun 1995 melalui Rapat Pleno Syuriyah PBNU di Bogor menyatakan bahwa aliran Ahmadiyah menyimpang, sesat dan di luar Islam. Hal yang sama juga dinyatakan dalam Rapat Pleno Syuriyah PBNU tahun 2005 dan Mei 2008," tegasnya. Untuk itu, kata dia, kewajiban ormas Islam di tanah air yang harus memantau gerak gerik dan mengajak JAI kembali ke ajaran Islam yang benar berdasarkan Al Qur'an dan Hadist. "Tugas kitalah sebagai ormas Islam untuk memantau dan mengajak mereka kembali ke jalan yang benar dan jika tidak berubah juga maka pemerintah harus membubarkan Ahmadiyah," ujarnya. Sehari sebelumnya pemerintah mengeluarkan SKB tentang peringatan dan perintah kepada penganut, anggota, dan/atau anggota pengurus JAI dan warga masyarakat untuk tidak meyebarluaskan aliran tersebut. Hal itu disampaikan Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni di Jakarta, yang menjelaskan tentang surat bernomor 3 tahun 2008, nomor Kep-033/A/JA/6/2008 dan nomor 199 tahun 2008, tanggal 9 Juni 2008 itu didampingi Mendagri Mardiyanto dan Jaksa Agung Hendarman Supandji. Jaksa Agung Hendarman Supandji menyatakan, SKB ini bukan pembubaran, tapi bisa berujung kepada penghentian kegiatan JAI. Tentu, jika peringatan tidak diindahkan, penganut JAI akan terkena sanksi sesuai peraturan perundang-undangan, ujarnya. Mendagri Mardiyanto mengatakan, harapan masyarakat sebenarnya meminta Ahmadiyah dibubarkan, tapi dalam SKB ini perlu adanya peringatan dan perintah kepada JAI. Jika dalam perjalanan SKB ini tidak diindahkan, maka aparat dapat mengambil tindakan. Antara/yto
Sumber: http://republika.co.id/Online_detail.asp?id=337190&kat_id=23, Kamis, 12 Juni 2008.
Pembubaran Ahmadiyah Disesalkan Kamis, 17 April 2008 | 14:37 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latif menyesalkan pembubaran aliran Ahmadiyah. "Negara tidak mempunyai hak untuk membubarkan," kata dia usai Seminar Islam, Nasionalisme dan Konsolidasi Ideologis Partai Politik di Perpustakaan Nasional, Kamis (17/4). Menurut dia, kebijakan itu telah memasung kebebasan warga negara untuk menentukan pilihan agama dan aliran kepecayaan. "Padahal dalam konstitusi telah mengamanatkan hal itu," katanya. Artinya, ia melanjutkan ada pelanggaran konstitusi pasal 28 dan pasal 29 UUD. "Pemerintah telah melanggar konstitusi," katanya. Badan Koordinasi Pengawasan Aliran Kepercayaan kemarin mengusulkan agar Ahmadiyah dibubarkan bila tidak menghentikan kegiatannya. Badan ini terdiri dari perwakilan kejaksaan, kepolisian, TNI, Badan Intelegen Negara, Kementrian Politik Hukum dan Keamanan, dan Departemen Agama. Majelis Ulama Indonesia (MUI), Yudi melanjutkan, tidak boleh meminta negara untuk menindak keras kelompok yang tidak sealiran. Ia tak yakin apa yang disimpulkan dalam fatwa MUI telah mewakili semua kelompok Islam. Karena Islam adalah polycentre, berbeda dengan sistem di Katholik dengan Vatikan sebagai pusat. (Eko Ari Wibowo)
Sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/04/17/brk,20080417-121475,id. html, Jum’at, 18 April 2008.
AKKBB Desak Pemerintah Batalkan SKB Tiga Menteri Soal Ahmadiyah Jum'at, 18 April 2008 | 13:19 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) mendesak presiden membatalkan Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga menteri yang menyatakan aliran Ahmadiyah menyimpang. Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta yang tergabung dalam aliansi, Aswinawati mengatakan SKB itu melanggar konstitusi dan Undang Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU nomor 12 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang menjamin dan melindungi warga negara dalam beribadah dan berkeyakinan. "Namun justru sebaliknya dan membatasi hak dan kebebasan," kata Aswi di Sekretariat ahmadiyah, Jakarta, Jumat (18/4). Menurut dia, keputusan pemerintah itu tidak sesuai dengan dasar negara hukum. "Kalau sesuai negara hukum, pastinya akan menjamin keberagaman agama," katanya. Dasar negara menjatuhkan vonis kepada suatu ajaran berdasarkan rujukan kitab suci, pendapat lembaga agama tertentu dan ahli agama, artinya tidak sesuai dengan hukum. "Hal itu akan mengarah pada negara teokrasi," katanya. Sehingga, kata dia, keputusan dari Badan Koordinasi Pengawas aliran Kepercayaan di Masyarakat sudah melanggar konstitusi dan hukum. Aswi menambahkan Negara juga tidak boleh menggolongkan suatu agama dengan adanya agama ordinat dan sub ordinat. "Karena setiap ajaran itu memiliki representasi berbeda," katanya. Negara seharusnya memberikan kebebasan kepada suatu ajaran itu berkembang. (Eko Ari Wibowo)
Sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/04/18/brk,20080418-121550,id. html, Sabtu, 19 April 2008
AJI Damai Tolak Surat Keputusan Bersama Untuk Ahmadiyah Selasa, 06 Mei 2008 | 19:04 WIB
TEMPO Interaktif, Yogyakarta: Sebanyak 32 elemen masyarakat, yang menamakan diri Aliansi Jogja untuk Indonesia Damai (AJI DAMAI) melakukan demo. Mereka berjalan dari Terminal Parkir Abu Bakar Ali, hingga Gedung Agung, Jalan Malioboro, Yogyakarta, menolak dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama untuk membubarkan Ahmadiyah di Indonesia. "Kalau SKB diberlakukan, Indonesia malah mundur ke belakang," kata Muhammad Subkhi Ridho, Koordinator AJI DAMAI, kepada Tempo, Selasa, (6/5). Alasannya, Ahmadiyah sudah eksis jauh sebelum Indonesia diproklamasikan. "Ahmadiyah salah satu kelompok, yang melahirkan RI. Pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya WR Supratman adalah warga Ahmadiyah," kata Ridho. Selain itu, Ridho mengatakan, Amadiyah tidak pernah memakai cara-cara kekerasan untuk menyelesaikan polemik. Dalam catatannya, pengikut Ahmadiyah di Indonesia yang jumlahnya sekitar dua juta, selalu berperilaku santun dalam mengembangkan gerakannya. Semula, Ridho dan kawan-kawannya akan menemui Sultan Hamengku Buwono ke X, untuk menceritakan keresahan mereka, menyangkut polemik Ahmadiyah. Terlebih di Yogyakarta, Ahmadiyah memiliki pengikut cukup banyak, sekitar 500 orang. "Karena itu kami mendukung Sri Sultan menciptakan kedamaian bagi masyarakat Yogyakarta," kata Ridho. Dalam aksi itu, AJI DAMAI meminta kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menyelesaikan kasus Ahmadiyah berdasarkan konstitusi negara dan UU HAM. "Pasal 29 jelas mengatakan menjamin kehidupan beragama dan kepercayaan di Indonesia," ujar Ridho. Mereka juga menyerukan kepada aparat keamanan, menindak tegas para pelaku kekerasan yang mengatasnamakan agama, seperti kasus pembakaran mesjid di Mataram, Sukabumi, Tasikmalaya. Aksi sempat tersendat karena hujan lebat. Selain AJI Damai, angkatan anak muda Ahmadiyah juga turut hadir dalam aksi ini. (Bernarda Rurit)
Sumber: http://www.tempointeraktif.com/hg/nusa/jawamadura/2008/05/06/brk,20080506122605, id.html, Rabu, 7 Mei 2008.
SKB Tiga Menteri Dinilai Pelanggaran Negara Rabu, 11 Juni 2008 | 20:14 WIB
TEMPO Interaktif, BANDUNG: Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri tentang pelarangan kegiatan jemaah Ahmadiyah dinilai semakin menambah daftar pelanggaran yang dilakukan negara terhadap warganya. “SKB ini dapat dipahami sebagai upaya pengekangan terhadap warga negara, khususnya Jemaah Ahmadiyah Indonesia,” kata Sekretaris Steering Comitee Jaringan Kerja Pemantauan dan Advokasi Kebebasan Beragama Berkeyakinan Gatot Rianto di Bandung, Rabu (10/9). Menurut Gatot, pemerintah terlihat bersikap dilematis dalam mengeluarkan kebijakan itu. Juga semakin menunjukkan lagi ditekan kelompok yang selama ini menginginkan pembubaran Ahmadiyah dilarang. Dalam catatan Jaringan Kerja Pemantauan dan Advokasi Kebebasan Beragama Berkeyakinan, pelanggaran terhadap kebebasan beragama di Indonesia sudah sering terjadi. “Pelakunya bisa oleh negara maupun warga negara,” kata Direktur Lembaga Bantuan Hukum Bandung itu menunjukkan, . Pelanggaran yang terjadi, kata Gatot, dibagi atas pelanggaran atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, kebebasan dari kekerasan, dan hak untuk menjalankan agama atau keyakinan. “Hak ini antara lain kebebasan untuk menjalankan ibadah atau ajaran agama, tempat ibadah, simbol agama, dan perijinan,” ujarnya. Gatot mengaku telah memantau kasus pelanggaran ini sejak tahun 2000 di berbagai kota di Jawa Barat. Setidaknya, kata Gatot, ada 54 kasus yang terjadi. “Kami mengumpulkan data seperti salinan SKB, surat pernyataan, visum dokter, rekaman foto, audio ataupun video,” katanya. Diantaranya, pelanggaran yang dilakukan pemerintah daerah dengan menerbitkan SKB masingmasing. “Misalnya, di Kabupaten Kuningan pada tahun 2002, diterbitkan SKB oleh Bupati Kuningan Aang Hamid Suganda bersama musyawarah pimpinan daerah dan sejumlah ormas,” ujarnya. Pelarangan serupa, juga terjadi di Bogor dan Bekasi. Bahkan pada Agustus tahun lalu, markas Jemaah Ahmadiyah di Bogor sempat disegel oleh MUI, ormas, dan sejumlah kelompok pemuda. Seharusnya, kata Gatot, Negara lebih dewasa dalam mengeluarkan keputusan dengan menghormati hak beragama atau beribadah warganya. “Ini sudah diakui secara tegas dalam instrumen International Covenant On Civil and Political Rights (ICCPR) 1966 yang telah diratifikasi melalui Undang-undang Nomor 15 tahun 2005,” kata Gatot. (Rana Akbari Fitriawan)
Sumber: http://tempointeraktif.com/, Kamis, 12 Juni 2008