ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
ANNA MARIA NGABALIN
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini menyatakan bahwa tesis Analisis value chain system dan strategi pemasaran rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Anna Maria Ngabalin NIM H251100371
RINGKASAN ANNA MARIA NGABALIN. Analisis Value Chain System dan Strategi Pemasaran Rumput Laut di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku. Dibimbing oleh MA‟MUN SARMA dan WILSON H. LIMBONG. Analisis value chain system merupakan alat analisis strategi yang digunakan untuk memahami secara lebih baik keunggulan kompetitif yang terdapat pada kegiatan-kegiatan dari hulu sampai dengan hilir, yaitu dari proses pembibitan rumput laut sampai pada proses pemasaran rumput laut yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari sistem rantai nilai produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara saat ini dan menganalisis serta menentukan strategi pemasaran produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara dan dapat menciptakan proses pemasaran yang efisien. Data primer diperoleh dari pengamatan langsung kegiatan operasional dan wawancara dengan tiap pelaku rantai nilai. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling, dengan jumlah responden 41 orang. Pengolahan data menggunakan analisis value chain system untuk proses dari hulu ke hilir, analisis nilai tambah dengan melihat pada faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang di gunakan dan tenaga kerja, sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, dan nilai input yang disesuaikan dengan margin tataniaga serta analisis SWOT untuk merumuskan strategi pemasaran produksi rumput laut. Alternatif strategi pemasaran yang di analisis menggunakan metode SWOT dengan memperhatikan tiap uraian pemetaan rantai nilai yang diharapkan dapat memperbaiki tataniaga sehingga lebih terstruktur serta pengolahan komoditi unggulan di masing-masing daerah percontohan yang dampaknya adalah memaximalkan hasil komoditi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa aktivitas utama adalah proses pembibitan, operasional, logistik keluar, serta tahap pemasaran dan penjualan, yang di dukung juga dengan infrastruktur, manajemen sumber daya manusia, serta pengembangan teknologi rumput laut. Hasil analisis nilai tambah per kg rumput laut pada nelayan Rp. 287.67, pedagang pengumpul kecil Rp. 550 dan pedagang pengumpul besar Rp. 850 hasil analisis SWOT yang di peroleh analisis internal skor tertimbang 2.474 dan hasil dari analisis eksternal 2.634. Sehingga gabungan faktor internal dan eksternal tersebut memperlihatkan posisi objek yang sedang diteliti berada pada ruang V yaitu stabilitas (menjaga dan mempertahankan) sehingga strategi yang layak ditawarkan untuk posisi stabil tersebut yaitu para nelayan dapat melakukan kegiatan penetrasi pasar dan langkah penyempurnaan strategi pengembangan produk untuk mempertahankan dan memelihara kinerja yang sudah dicapai. Kata Kunci : Nilai tambah, value chain system, pemasaran rumput laut, SWOT.
SUMMARY ANNA MARIA NGABALIN. Analysis of Value Chain System And Marketing Strategy Seaweed In Southeast Maluku Regency, Maluku Province, Supervised by MA‟MUN SARMA and WILSON H. LIMBONG. Analysis of value chain system is a strategic analysis tool that is used to better understand the competitive advantage found in the activities of upstream to the downstream, from the nursery to the seaweed marketing process in Southeast Maluku district. The purpose of this researchs to study the system of seaweed products value chain in Southeast Maluku regency at present and analyze and determine the marketing strategy of seaweed products in Southeast Maluku regency to create efficient marketing processes. Primary data were obtained from direct observations and interviews with the operational activities of each value chain actors. Sampling was purposive sampling method, the number of respondents is 41 people. Data processing used to analysis of value chain system for the process from upstream to downstream, value added analysis to look at the technical factors that influence the production capacity, the amount of raw materials used and labor, while the factors that influence the market price of output, wage labor, and the input values are adjusted for margin trading system as well as a SWOT analysis to formulate marketing strategies seaweed production. Alternative marketing strategies are analyzed by using SWOT method with respect to any description of the expected value chain mapping that can improve the trading system that is more structured and commodity processing in each of the pilot areas is to maximize the impact of commodity. These results indicate that the main activity of which is the process of breeding, outbound logistics, marketing and sales as well as the stage, which is also supported by the infrastructure, human resources management, as well as technology development of seaweed. The analysis of value added of seaweed on fishermen Rp. 287.67, small traders Rp. 550 and large traders Rp. 850 SWOT analysis of the results obtained from the internal analysis of 2.474 weighted score and external analysis of the results of 2.634. The combination of internal and external factors shows the position of the object being studied is located in the space V of stability (keep and maintain) that offered a viable strategy for the stable position of the fishermen are able to do the activities and measures market penetration improving product development strategy to sustain and maintain the performance that has been achieved. Keywords: Value added, value chain system, marketing seaweed, SWOT.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
ANNA MARIA NGABALIN
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Manajemen
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Mukhamad Najib, STP. MM
Judul Tesis Nama NIM
: Analisis value chain system dan strategi pemasaran rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku : Anna Maria Ngabalin : H251100371
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Ma‟mun Sarma, MS.,M.Ec Ketua
Prof Dr Ir Wilson H Limbong, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi lmu Manajemen
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Abdul Kohar Irwanto, M.Sc.
Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc Agr
Tanggal Ujian : 29 April 2013
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan adalah Analisis Value Chain System dan Strategi Pemasaran Rumput Laut di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku. Pada kesempatan ini, dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Ma‟mun Sarma, MS., M.Ec dan Bapak Prof. Dr. Ir. Wilson H. Limbong, MS selaku pembimbing, yang telah memberikan arahan, kritik dan saran dalam menyelesaikan tesis. 2. Dr. Mukhamad Najib, STP, MM selaku penguji luar komisi atas saran, kritik demi kesempurnaan tesis ini. 3. Seluruh Dosen dan staf sekretariat pada program pascasarjana Ilmu Manajemen yang telah membagi ilmu, pengalaman serta kemudahan selama menempuh studi. 4. Bapak Dr.rer.nat.Ir.E.A. Renjaan,. M.Sc selaku Direktur Politeknik Perikanan Negeri Tual 5. Kedua orang tuaku tercinta Bapak Drs. M. Ngabalin dan Ibu Monica Elsoin serta adik-adikku tersayang T. Vita Ngabalin, SH dan J. Grand Ngabalin, ST, yang senantiasa dengan sabar mendoakan, memberikan semangat, perhatian baik moral dan spiritual. Semoga selalu menjadi yang terbaik bagi mereka. 6. Keluarga besarku serta mereka semua yang menyayangiku dan telah memberikan doa, semangat, bantuan dan kasih sayang. 7. Teman- teman program studi Ilmu Manajemen yang senantiasa memberikan semangat dan rasa kebersamaannya. 8. Serta semua pihak yang telah membantu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas kerjasamanya dalam penyelesaian tesis ini Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013
Anna Maria Ngabalin
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teoritis Tinjauan Hasil Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran Penelitian 3 METODE PENELITIAN Lokasi, dan waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Penentuan Jumlah Sampel dan Metode Pemilihan Sampel Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Daerah Penelitian Pemetaan Pelaku dalam Value Chain System Budidaya Rumput Laut Struktur Value Chain System Budidaya Rumput Laut Analisis Nilai Tambah Hasil Analisis SWOT 5
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
ix x x 1 1 3 3 3 4 5 5 15 16 18 18 18 18 19 20 26 26 34 36 44 47 55 57 61 119
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Hasil produksi rumput laut kering di KabupatenMaluku Tenggara Tahun 2008-2011 (DKP Kab. Malra 2011) Contoh aplikasi nilai tambah metode Hayami Tinjauan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan Sebaran responden rantai nilai budidaya rumput laut diKabupaten Maluku Tenggara Provinsi Maluku Aktivitas pendukung Matrix SWOT Luas Kabupaten Maluku Tenggara menurut Kecamatan Ibukota Kecamatan, banyaknya Desa induk anak Desa dan Kelurahan menurut Kecamatan. Kondisi musim, curah hujan, suhu dan kelembaban Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk Distribusi penduduk menurut jenis kelamin Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan Jumlah nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara Pendapatan masyarakat pembudidaya rumput laut Pertumbuhuan sektoral di Kabupaten. Maluku Tenggara Lokasi pengembangan dan komoditi budidaya yang dikembangkandi Kabupaten Maluku Tenggara Produksi komoditas budidaya Kabupaten Maluku Tenggara Kondisi pembudidayaan dan kelompok budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara Pemanfaatan lahan budidaya rumput laut dan peningkatan jumlah pembudidayaan Aktivitas pendukung Analisis nilai tambah rumput laut di tingkat nelayan Analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul kecil Analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang Pengumpul besar Perbandingan analisis nilai tambah nelayan, pedagang Pengumpul skala kecil dan pedagang pengumpul skala besar Hasil analisis matriks IFE Hasil analisis matriks EFE Matrix SWOT
2 9 15 19 22 25 26 26 27 28 29 29 29 30 32 33 34 40 42 43 44 45 46 47 50 50 52
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Diagram rantai nilai Nilai margin Kerangka pemikiran Value chain rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara Rantai pemasaran Matrix IE Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Malra Pemanenan rumput laut di Desa Letvuan Penjemuran rumput laut dengan tenaga matahari Pabrik rumahan dan pembangunan pabrik yang terdapat di Desa Letvuan Pola alur rantai nilai Peta pengembangan rumput laut di Kabupaten. Maluku Tenggara Hasil matriks IE
8 10 17 21 24 25 31 38 38 39 40 41 51
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Kuesioner 1a Supplier bibit Kuesioner 1b Supplier pupuk dan obat-obatan Kuesioner 2 Nelayan rumput laut Kuesioner 3 Pengolah rumput laut Kuesioner 4a Pedagang pengumpul lokal (Skala Besar) Kuesioner 4a Pedagang pengumpul lokal (Skala Kecil) Kuesioner 5 Instansi pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Kuesioner bobot faktor penilaian peringkat Kuesioner daftar pertanyaan untuk mendapat bobot faktor strategi internal Kuesioner daftar pertanyaan untuk mendapat bobot faktor strategi eksternal Gambar peta perencanaan pengembangan kluster budidaya Kabupaten Maluku Tenggara Gambar peta budidaya rumput laut di Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Tabel rencana pengembangan budidaya rumput laut TA 20112015 Tabel anggaran pengembangan budidaya rumput laut APBN pusat, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten TA 2011-2015 Gambar aktifitas selama penelitian
63 72 75 83 90 96 101 104 108 109 111 112 113 116 118
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsep rantai nilai yang dipopulerkan oleh Michael E. Porter pada tahun 1985 dalam buku Competitive Advantage, Creating and Sustaining Superior Performance memberikan pemahaman rantai nilai sebagai sebuah kombinasi dari sembilan aktivitas operasi penambahan nilai umum dalam sebuah perusahaan. Rantai nilai (value chain) adalah pola yang digunakan perusahaan untuk memahami posisi biayanya dan untuk mengidentifikasi cara-cara yang dapat digunakan untuk memfasilitasi implementasi dari strategi tingkat-bisnisnya dan menggambarkan berbagai kegiatan yang diperlukan untuk membawa produk atau jasa dari konsepsi. Pengembangan rantai nilai merupakan proses partisipatif yang mengarah pada intervensi menyeluruh dan terkoordinasi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang pro-masyarakat miskin bagi semua pelaku rantai nilai, termasuk produsen yang miskin sumber daya. Analisis sistem rantai nilai membuat kita memahami tantangan kompetisi internasional, mengidentifikasi hubungan dan mekanisme koordinasi, dan memahami bagaimana pelaku rantai berhubungan dengan kekuasaan (Porter 1990). Dapat dikatakan bahwa tujuan dari analisis value chain adalah untuk mengidentifikasi tahap-tahap value chain di mana perusahaan dapat meningkatkan value untuk pelanggan atau untuk menurunkan biaya. Bentuk value chain yang ada pada produksi rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara melibatkan lebih dari satu lembaga pemasaran yang menghubungkan nelayan rumput laut ke konsumen maupun eksportir (Porter 1990). Usaha untuk mempertahankan keunggulan kompetitif membutuhkan rencana jangka panjang. Keberhasilan jangka pendek tidak lagi merupakan ukuran yang utama tentang kesuksesan, karena kesuksesan jangka panjang membutuhkan rencana dan tindakan jangka panjang yang stratejik. Rumput laut merupakan salah satu komoditi ekspor yang potensial untuk dikembangkan. Saat ini Indonesia masih merupakan salah satu negara eksportir penting di Asia karena rumput laut tumbuh dan tersebar hampir diseluruh perairan Indonesia. Rumput laut masih banyak diekspor dalam bentuk bahan mentah yaitu berupa rumput laut kering tetapi tidak semua bermanfaat bagi manusia. Rumput laut yang banyak dimanfaatkan adalah dari jenis ganggang merah dan ganggang cokelat karena mengandung agar-agar, keraginan, porpiran, dan furcelaran. menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2010) sebanyak 70% produksi bahan mentah rumput laut kering di ekspor ke China, Uni Eropa, dan Filipina. Pasar dalam negeri masih menyerap 30 persen bahan mentah rumput laut kering. Jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Maluku Tenggara adalah jenis Eucheuma cottonii. Rumput laut jenis Eucheuma cottonii
2
ini juga dikenal dengan nama Kappaphycus alvarezii. Genus Eucheuma popular di bidang niaga untuk jenis rumput laut penghasil karaginan. Potensi lain yang dihasilkan dari budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara dengan luas kepulauan sebesar 40.213.6 km3, memiliki jumlah tenaga kerja pada sektor budidaya rumput laut kurang lebih 30.000 orang saat ini (30% jumlah penduduk Kabupaten Maluku Tenggara) dapat dikatakan bahwa Rumput Laut merupakan salah satu jenis sumber daya laut yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan pekerjaan yang sesuai dengan keadaan masyarakat pesisir sehingga mampu mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan secara bertahap di Kabupaten Maluku tenggara. Produksi rumput laut kering di Kabupaten Maluku Tenggara dihasilkan dari pengolahan Budidaya rumput laut dalam masa tanam 45 hari dan dalam 1 Tahun dilakukan 6 kali panen. Hasil produksi rata-rata rumput laut kering Kabupaten Maluku Tenggara pada tahun 2008 yang sebesar 2.364 Ton yang dihasilkan dari jumlah hasil produksi panen 45 dikali 6 kali panen, jika dibandingkan dengan tahun 2011 yang menghasilkan 7.944 Ton (DKP 2011) maka sangat jelas terlihat bahwa ada peningkatan yang cukup tinggi pada produksi rumput laut dalam jangka waktu 3 tahun sehingga memiliki peluang pada pengembangan serta mencapai tujuan di bidang ekonomi dan sosial yakni meningkatkan kualitas sumberdaya masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai salah satu potensi pembangunan serta mewujudkan peningkatan dan keterpaduan pendayagunaan potensi sumberdaya alam kawasan pesisir dan laut secara berkelanjutan untuk menunjang perekonomiam kawasan pesisir. Tabel 1 Hasil produksi rumput laut kering di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun
Produksi
Pertumbuhan
Hasil Produksi
(Ton)
(%)
(Ton/Tahun)
2008
394
24.37
2364
2009
521
57.29
3126
2010
1220
1323
7320
2011
1324
-
7944
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Malra (2010-2011) Walaupun dalam dua tahun terakhir ini produksi rumput laut kering sangat bagus, namun kondisi perdagangan rumput laut sangat berpotensi besar menjadi permainan pedagang pengumpul. Ini terjadi karena peran pedagang pengumpul sangat besar bagi terlaksananya perdagangan rumput laut dari petani ke pedagang besar dan pasar ekspor. Secara empiris dilapangan seringkali dijumpai bahwa para nelayan produsen tampaknya tetap saja menghadapi fluktuasi harga terutama saat melakukan aktifitas penjualan dalam pemasaran. Proses pemasaran yang efisien menjadi tujuan utama dari aktifitas pemsaran budidaya rumput laut. Suatu proses pemasaran dikatakan berjalan dengan efisien apabila terciptanya kepuasan bagi semua pelaku rantai pemasaran baik bagi nelayan sebagai produsen, konsumen dan lembaga pemasaran yang
3
menghubungkan antara nelayan dengan konsumen dalam hal ini pedagang pengumpul. Sistem pemasaran yang efisien juga harus dapat membentuk harga pasar yang saling berkaitan dengan perubahan tempat melalui biaya pengangkutan, dengan perubahan bentuk melalui biaya pengolahan dan dengan perubahan waktu melalui biaya penyimpanan. Dalam konteks ini, analisis sistem rantai nilai sangat penting untuk meningkatkan akses pasar dan memastikan arus produk yang lebih efisien, serta menjaga agar semua pelaku mendapat manfaat yang proporsional sesuai dengan kontribusinya.
Perumusan Masalah Kemampuan produksi Rumput Laut yang tinggi tidak akan berarti apabila tidak didukung oleh sistem pemasaran yang tepat serta struktur rantai nilai yang efisien. Strategi pemasaran yang tepat akan membuat usaha rumput laut berkembang dan menguntungkan. Akan tetapi realitas yang terjadi, peningkatan hasil budidaya rumput laut tidak secara signifikan meningkatkan pendapatan nelayan budidaya. Ada beberapa kekurangan dalam rantai nilai rumput laut yang dapat diperhatikan antara lain misalnya pada aktifitas utama dalam opersional teknologi pengolahan, mengubah rumput laut menjadi produk akhir yang langsung dapat dikonsumsi, distribusi dan pemasaran ke pelanggan yang didukung informasi, tata kelola dan praktik usaha yang baik dengan perbaikan berkelanjutan Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah sistem rantai nilai produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara saat ini? 2. Bagaimana bentuk strategi pemasaran produk rumput laut yang harus digunakan agar dapat terciptanya proses pemasaran yang efisien?
Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Mempelajari sistem rantai nilai produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara saat ini. 2. Menganalisis dan menentukan strategi pemasaran produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara agar dapat menciptakan proses pemasaran yang efisien.
Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan masukan dan evaluasi oleh pemerintah daerah dalam pengembangan industri budidaya rumput laut yang berkelanjutan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir, terutama pembudidaya.
4
2. Bahan informasi kepada pembudidaya rumput laut tentang sistem dan strategi pemasaran yang efektif dalam pengembangan usaha budidaya rumput laut. 3. Sebagai acuan penentuan strategi pemasaran yang efisien dalam pengelolaan industri budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada analisis rantai nilai produksi dan pemasaran rumput laut yang terdiri dari aktifitas utama maupun aktifitas pendukung yang dikhususkan di desa percontohan di Kabupaten Maluku Tenggara serta alternatif strategi pemasaran yang dapat menciptakan efisiensi sistem pemasaran yang di dasarkan atas hasil analisis Strenghts, Weaknesses, Opportunities, dan Threats (SWOT).
5
2 TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Teoritis
1
Rumput laut
Budidaya di laut (marikultur) yang biasanya digunakan berupa perairan laut yang terlindung, yakni berupa teluk, selat dan shallow sea. Pada daerah terlindung tersebut selanjutnya dikaji aspek aksesibilitas, legalitas, hidrooseanografi, kualitas air, ekosistem dan sosekbud untuk menduga daya dukung dan kesesuaian lingkungan untuk marikultur (Effendi, 2004). Sirkulasi air banyak dipengaruhi oleh arus akibat pasut air laut. Teluk yang memiliki pasut laut dengan kisaran yang kecil umumnya memiliki arus laut yang relatif lambat (0,01 – 0,10 m/detik) sehingga sirkulasi air di perairan ini relatif kecil. Teluk demikian sering kali sangat subur bahkan terlampau subur (eutrofikasi) bila banyak menerima nutrien dari daratan (Effendi 2004). Rumput laut (seaweed) merupakan nama dalam perdagangan nasional untuk jenis alga yang dipanen dari laut. Dari segi morfologisnya, rumput laut tidak memperlihatkan adanya perbedaan antara akar, batang dan daun. Secara keseluruhan, tumbuhan ini mempunyai bentuk yang mirip. Walaupun sebenarnya berbeda, yaitu berbentuk thallus. Budidaya rumput laut di Indonesia banyak dilakukan karena memiliki manfaat antara lain: sebagai pupuk organik, bahan baku industri makanan dan kosmetik, sampai obat-obatan (Nontji 1993). Ada beberapa jenis rumput laut yang dianggap potensial. rumput laut potensial yang dimaksud disini adalah jenis-jenis rumput laut yang sudah diketahui dapat digunakan di berbagai industri sebagai sumber karagin, agar-agar dan alginat. Karaginofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida karagin, agarofit adalah rumput laut yang mengandung bahan utama polisakarida agar-agar keduanya merupakan rumput laut merah (Rhodophyceae). Alginofit adalah rumput laut coklat (Phaeophyceae) yang mengandung bahanutama polisakarida alginat. Selain itu ada juga jenis alga hijau (Chlorophyceae) kebanyakan bermanfaat sebagai makanan manusia, pakan hewan dan obat (Atmadja 1989). Rumput laut di Indonesia sekarang sudah merupakan komoditi ekspor, terlihat dari semakin meningkatnya nilai ekspor terutama jenis Rhodophyceae dan Chlorophyceae. Potensi ini ditunjang oleh keadaan wilayah perairan dan ketersediaan alami yang cukup banyak serta lahan budidaya yang luas. Di Indonesia rumput laut yang bernilai ekonomis penting adalah Rhodophyceae, namun Chlorophyceae dan Phaeophyceae juga mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan. Rumput laut yang mengandung karaginan adalah dari marga Eucheuma. karaginan ada tiga macam, yaitu iota karaginan dikenal dengan tipe spinosum, kappa karaginan dikenal dengan tipe rumput laut dan lambda karaginan. Eucheuma rumput laut dan Eucheuma spinosum dibudidayakan oleh masyarakat
6
pantai. Dari kedua jenis tersebut Eucheuma rumput laut yang paling banyak dibudidaya, karena permintaan pasar sangat besar. Pemilihan lokasi merupakan hal yang sangat menentukan berhasil tidaknya usaha budidaya bila kegiatan budidaya rumput laut dilakukan. Jika ingin memperoleh hasil yang memuaskan dari usaha rumput laut, hendaknya dipilih lokasi yang sesuai dengan persyaratan tumbuhnya rumput laut (Aslan 1998). Selain pemilihan lokasi untuk budidaya rumput laut, metode penanaman perlu juga diperhatikan. Menurut Aslan (1998), terdapat tiga metode penanaman rumput laut berdasarkan posisi tanam terhadap dasar perairan, yaitu: (i) metode dasar (bottom method), (ii) metode lepas dasar (off bottom method) dan (iii) metode apung (floating metod). Syamsudin (2004), menyatakan bahwa pemilihan metode budidaya rumput laut memiliki korelasi terhadap produktivitas dan pertumbuhan thallus rumput laut yang dibudidayakan. Hal ini didasarkan dengan hasil penelitian yang dilakukan dengan membandingkan produktivitas 3 (tiga) metode budidaya rumput laut, yaitu metode tali rawai/ long line, metode lepas dasar dan metode dasar. Selanjutnya dikatakan bahwa metode tali rawai/ long line merupakan metode budidaya rumput laut yang paling produktif dengan laju pertumbuhan harian thallus rata-rata 7.67% per hari, metode lepas dasar mencapai laju pertumbuhan harian rata-rata 7.54% per hari dan metode dasar mencapai laju pertumbuhan harian rata-rata sebesar 2.12 % per hari. 2 Teori value chain (rantai nilai) Menurut Pietrobelli dan Rabelloti (2006), rantai nilai mencakup semua kegiatan yang diperlukan untuk membuat produk, mulai dari konsepsi hingga produk tersebut dipasarkan. Kegiatan tersebut meliputi pengembangan produk, tahap produksi yang berbeda-beda antar produk, ektraksi bahan mentah, bahan setengah jadi, produksi komponen dan perakitan, distribusi, pemasaran, bahkan hingga daur ulang produk. Sedangkan Shank dan Govindarajan (1992), mendefinisikan analisis rantai nilai, merupakan alat untuk memahami rantai nilai yang membentuk suatu produk. Rantai nilai ini berasal dari aktifitas-aktifitas yang dilakukan, mulai dari bahan baku sampai ke tangan konsumen, termasuk juga pelayanan purna jual. Porter (1985) menjelaskan, analisis rantai nilai merupakan alat analisis stratejik yang digunakan untuk memahami secara lebih baik terhadap keunggulan kompetitif, untuk mengidentifikasi dimana nilai pelanggan dapat ditingkatkan atau penurunan biaya, dan untuk memahami secara lebih baik hubungan perusahaan dengan pemasok, pelanggan dan perusahaan lain dalam industri. Sifat rantai nilai tergantung pada sifat industri dan berbeda-beda untuk perusahaan manufaktur, perusahaan jasa dan organisasi yang tidak berorientasi pada laba. Analisis rantai nilai merupakan analisis aktifitas-aktifitas yang menghasilkan nilai, baik yang berasal dari dalam dan luar perusahaan. Konsep rantai nilai memberikan perspektif letak perusahaan dalam rantai nilai industri. Analisis rantai nilai membantu perusahaan untuk memahami rantai nilai yang membentuk produk tersebut. Nilai yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan produk setelah dijual kepada konsumen.
7
Perusahaan harus mampu mengenali posisinya pada rantai nilai yang membentuk produk atau jasa tersebut. Hal ini sangat penting untuk mengidentifikasi kesempatan dari persaingan. Setelah mengidentifikasi posisinya, maka perusahan mengenali aktifitas-aktifitas yang membentuk nilai tersebut. Aktifitas-aktifitas tersebut dikaji untuk mengidentifikasi apakah memberikan nilai bagi produk atau tidak. Jika aktifitas tersebut memberikan nilai, maka akan terus digunakan dan diperbaiki untuk memaksimalkan nilai. Sebaliknya, jika aktifitas tersebut tidak memberikan nilai tambah maka harus dihapus. Schmitz (2005) menyampaikan alasan perlunya dilakukan analisis rantai nilai, sebagai berikut: 1. Kegiatan dalam rantai nilai sering dilakukan dalam bagian atau divisi yang berbeda sehingga bersifat global. 2. Beberapa kegiatan penambahan nilai dalam rantai nilai bersifat menguntungkan. 3. Beberapa pelaku (aktor) dalam rantai nilai memiliki kekuasaan atas pelaku yang lain (lead firm). Sementara itu, parameter kunci dalam analisis rantai nilai ialah sebagai berikut: 1. Produk jasa atau apa saja yang akan dihasilkan, termasuk desain produk dan spesifikasinya. 2. Bagaimana barang atau jasa tersebut dihasilkan. Hal ini melibatkan defenisi proses produksi yang mencakup unsur-unsur seperti teknologi yang akan digunakan, sistem kualitas, standar tenaga kerja serta standar lingkungan. 3. Berapa banyak jumlah yang harus diproduksi serta kapan produk tersebut di produksi. Hal ini mengacu kepada penjadwalan produksi dan logistik. Porter (1990) menyatakan bahwa rantai nilai merupakan cara sistematik untuk menganalisis sumber keunggulan bersaing dengan memeriksa semua aktifitas yang dilakukan dan bagaimana semua aktivitas itu berinteraksi satu sama lainnya. Rantai nilai terdiri atas sembilan kategori generik aktifitas yang dikaitan menjadi satu dengan cara yang khas. Aktivitas nilai dibagi menjadi dua yaitu aktifitas utama (primary activities) dan aktivitas pendukung (supporting activities). Porter (1990) menjelaskan bahwa aktifitas primer adalah aktifitas yang terlibat dalam penciptaan fisik produk dan penjualan ke pembeli. Dibagi menjadi kategori generik yang diperlukan dalam bersaing di berbagai industri, yaitu : input, operasi, output, pemasaran dan penjualan, dan jasa. Kemudian Porter (1990) menjelaskan yang dimaksud dengan aktivitas pendukung adalah aktifitas yang mendukung aktifitas primer dan mendukung satu sama lainnya. Dibagi menjadi empat kategori generik, yaitu pembelian, pengembangan teknologi, manajemen sumber daya manusia, dan infrastruktur perusahaan. Uraian dalam bagan rantai nilai yang di kemukakan oleh Porter adalah sebagai berikut: 1. Profil sektor/ komoditi unggulan yakni rumput laut mencakup ukuran, produktifitas, kondisi pasar, jaringan pasar, ekspor, serta industri dan struktur pendukung. 2. Aktifitas utama dari komoditi unggulan yang terdiri dari : hal-hal logistik ke dalam dan keluar, operasional, pemasaran, penjualan dan pelayanan.
8
3. Kegiatan-kegiatan pendukung secara tidak langsung berkontribusi pada kegiatan operasional di kegiatan hulu-hilir komoditi tersebut. Hal-hal yang tercakup di dalamnya adalah infrastruktur di dalam organisasi, manajemen sumber daya manusia, serta pembangunan dan penerapan teknologi. Seluruh kegiatan-kegiatan ini saling berkaitan dan bekerja sama dalam suatu proses yang dapat digambarkan dalam sebuah diagram rantai nilai seperti dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram rantai nilai (Porter 1990) Rekomendasi strategi dari setiap tahapan kegiatan dalam rantai nilai komoditi: logistik ke dalam, operasional (produksi), logistik keluar, pemasaran & penjualan, pelayanan. 3 Konsep nilai tambah Menurut Marimin dan Maghfiroh (2011) konsep nilai tambah adalah suatu perubahan nilai yang terjadi karena adanya perlakuan terhadap suatu input pada proses produksi. Arus peningkatan nilai tambah komoditas perikanan terjadi di setiap mata rantai yang berawal dari nelayan dan berakhir di konsumen akhir. Nilai tambah setiap anggota rantai nilai berbeda-beda tergantung dari input perlakuan oleh setiap anggota rantai nilai tersebut. Nilai tambah komoditas perikanan di sektor hulu dapat dilakukan dengan penyediaan bahan baku berkualitas dan berkesinambungan yang melibatkan para pelaku pada mata rantai nilai pertama, antara lain nelayan, penyedia prasarana perikanan dan penyedia teknologi. Nilai tambah secara kuantitatif adalah nilai tambah dari meningkatnya kesempatan kerja, pengetahuan dan ketrampilan SDM. Menurut Hayami dalam Marimin dan Maghfiroh (2011) ada dua cara untuk menghitung nilai tambah, yaitu nilai tambah untuk pengolahan dan nilai tambah untuk pemasaran. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tambah untuk pengolahan dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu faktor teknis dan faktor pasar.
9
Faktor teknis yang berpengaruh adalah kapasitas produksi, jumlah bahan baku yang digunakan dan tenaga kerja, sedangkan faktor pasar yang berpengaruh adalah harga output, upah tenaga kerja, harga bahan baku dan nilai input lainnya. Menurut Sudiyono dalam Marimin dan Maghfiroh (2011) besarnya nilai tambah karena karena proses pengolahan didapat dari pengutangan biaya bahan baku dan input lainnya terhadap nilai produk yang dihasilkan, tidak termasuk tenaga kerja. Dengan kata lain, nilai tambah menggambarkan imbalan bagi tenaga kerja, modal dan manajemn yang dapat dinyatakan secara matematik sebagai berikut: Nilai Tambah= {K, B, T, U, H, h, L} di mana: K = Kapasitas produksi B = bahan Baku yang digunakan T = Tenaga kerja yang digunakan U = Upah tenaga kerja H = Harga output h = Harga bahan baku L = nilai input lain Kelebihan dari analisis nilai tambah oleh Hayami adalah: 1. Dapat di ketahui besarnya nilai tambah 2. Dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap pemilik factor produksi 3. Dapat diterapkan diluar subsistem pengolahan, misalnya kegiatan pemasaran (Marimin dan Maghfiroh 2011). Langkah-langkah yang dilakukan adalah: a. Membuat arus komoditas yang menunjukan bentuk-bentuk komoditas, lokasi, lamanya penyimpanan dan berbagai poerlakuan yang diberikan b. Mengidentifikasi setiap transaksi yang terjadi menurut perhitungan parsial c. Memilih dasar perhitungan, yaitu satuan input bahan baku bukan satuan output (Marimin dan Maghfiroh 2011). Konsep pendukung dalam analisis nilai tambah menurut Hayami untuk subsistem pengolahan adalah sebagai berikut: a. Faktor konversi, merupakan jumlah output yang dihasilkan suatu input. b. Koefesien tenaga kerja langsung, menunjukan jumlah tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk mengolah satu satuan input. c. Nilai output, menunjukan nilai output yang dihasilkan dari satu satuan input. (Marimin dan Maghfiroh, 2011). Tabel 2 Contoh aplikasi nilai tambah prosedur perhitungan nilai tambah Metode Hayami No Variabel Nilai Output, Input dan Harga 1 Output (Kg) (1) 2 Bahan Baku (Kg) (2) 3 Tenaga Kerja Langsung (HOK) (3) 4 Faktor Konversi (4)=(1)/(2) 5 KoefisienTenaga Kerja Langsung (HOK/Kg) (5)=(3)/(2) 6 Harga Output(Rp/Kg) (6) 7 Upah Tenaga Kerja(Rp/ HOK ) (7)
10
Lanjutan Tabel 2 No Variabel Penerimaan dan Keuntungan 8 Harga Bahan Baku (Rp/Kg) 9 Harga Input Lain (Rp/Kg) 10 Nilai Output (Rp/Kg) 11 a. Nilai Tambah (Rp/Kg) b. Rasio Nilai Tambah(%) 12 a. Pendapatan Tenaga Kerja Langsung (Rp/Kg) b. Pangsa tenaga kerja langsung (%) 13 a keuntungan (Rp/Kg) b Tingkat keuntungan (%) Balas Jasa pemilik Faktor Produksi 14 Margin (Rp/Kg) a. Pendapatan tenaga kerja langsung (%) b. Sumbangan input lain (%) c. Keuntungan perusahaan (%) Sumber : Marimin dan Maghfiroh (2011) 4
Nilai (8) (9) 10=(4)x(6) (11a) = (10)-(8)-(9) (11b) (11a)/(10)x100 (12a) =(5)*(7) (12b) = (12a)/(11a)x100 (13a) = (11a)-(12a) (13b) = (13a)/(10)x100 (14) = (10)-(8) (14a) = (12a)/(14)x100 (14b) = (9)/(14)x100 (14c) = (13a)/(140x100
Margin Tataniaga
Limbong dan Sitorus (1985), mendefinisikan margin tataniaga merupakan perbedaan harga pada tingkat yang berbeda dari system pemasaran/tataniaga. Margin tataniaga adalah juga perbedaan harga tingkat nelayan (pf) dan harga tingkat pengecer (Pr). Atau margin tataniaga tersebut juga dapat ditunjukan oleh perbedaan atau jarak vertikal antara kurva permintaan atau kurva penawaran seperti yang disajikan pada Gambar 2 . margin tataniaga berhubungan dengan perbedaan harga dan tidak membuat pernyataan tentang jumlah produk. Harga Marjin Tataniaga( Pr-Pf)
Nilai Marjin Tataniaga (PrPf) Qr,f
Sr
Sf
Pr Dr Pf Biaya Tataniaga
Df
Qr,f
.
Jumlah
Gambar 2 Nilai margin tataniaga (Limbong dan Sitorus 1985)
11
Nilai margin tataniaga adalah perbedaan harga pada dua tingkat sistem tataniaga dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan. Nilai margin tataniaga akan sama dengan (Pr-Pf)Qr,f. Margin terdiri dari ongkos tataniaga dan keuntungan tataniaga.
5
Pengertian pemasaran, lingkungan pemasaran
konsep
strategi
pemasaran
dan
analisis
Dewasa ini dunia usaha menghadapi tantangan dan persaingan yang semakin meningkat. Oleh karena itu, agar perusahan dapat mengatasi berbagai tantangan dan meraih peluang, pemasaran memiliki peran yang sangat penting karena salah satu fungsi pemasaran adalah untuk menarik dan mempertahankan pelanggan serta mengungguli pesaing dengan memenuhi dan memuaskan kebutuhan pelanggan. Rangkuti (2005) mengatakan bahwa pemasaran adalah suatu proses kegiatan yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, budaya, politik, ekonomi dan manajerial. Akibat dari berbagai pengaruh faktor tersebut adalah masingmasing individu maupun kelompok mendapatkan kebutuhan dan keinginan dengan menciptakan, menawarkan dan menukarkan produk yang memiliki nilai komoditas. Menurut Kotler (1997), Pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manejerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Rangkuti (2005) mengatakan bahwa segmentasi pasar merupakan tindakan mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli/ konsumen secara terpisah. Strategi adalah sebuah rencana yang memandu sumber-sumber investasi dimodalkan pada kesempatan bisnis yang potensial (Longenecker et al.,1991). Penerapan strategi harus di rancang sedemikian rupa, sehingga memungkinkan perusahaan menampilkan keunggulannya di bidang-bidang yang penting secara strategis. David (2009) menyatakan proses manajemen strategi juga telah banyak dikembangkan dengan baik oleh organisasi pemerintah dan organisasi nirlaba lainnya dalam mencapai efisiensi dan efektivitas. Menurutnya juga, strategi adalah cara untuk mencapai tujuan-tujuan jangka panjang pada situasi yang sangat kompetitif. Usaha untuk untuk mencapai suatu tujuan dan menciptakan keunggulan bersaing setiap perusahaan menggunakan strategi yang tepat. Dalam mendesain suatu strategi pemasaran, hal penting yang dilakukan oleh perusahaan adalah menerapkan konsep segmentation, targeting dan possitioning atau STP (Rangkuti 2005 dan Sumarwan 2004) dan bargaining (Purnomo dan Zulkiflimansyah, 1999). Menurut Rangkuti (2005), segmentasi pasar merupakan tindakan mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli/konsumen secara terpisah. Pendekatan umum dilakukan oleh produsen dalam mengidentifikasi segmen utama suatu pasar terdiri dari tiga langkah, yaitu (1) tahap survei adalah melakukan wawancara terhadap kelompok pengamat untuk mendapatkan pemahaman atas motivasi, sikat dan perilaku konsumen, (2) Tahap Analisis
12
dengan analisis faktor dan analisis kelompok untuk menghasilkan segmen yang berbeda, dan (3) tahap pembentukan yang bertujuan membentuk kelompok berdasakan perbedaan sikap, perilaku demografis, psikografis dan pola media (Kotler dan Susanto 1999). Strategi pemasaran adalah serangkaian tujuan dan sasaran, kebijakan dan aturan yang memberi arah kepada usaha-usaha pemasaran perusahan dari waktu ke waktu, pada masing- masing tingkatan dan acuan serta alokasinya, terutama sebagai tanggapan perusahaan dalam menghadapi lingkungan dan keadaan persaiangan yang semakin berubah. Strategi pemasaran harus didasarkan atas analisis lingkungan dan internal perusahaan melalui analisis keunggulan dan kelemahan perusahaan, serta analisis kesempatan dan ancaman yang dihadapi perusahan dari lingkungannya. Di samping itu strategi pemasaran yang telah ditetapkan dan dijalankan, harus dinilai kembali apakah masih sesuai dengan keadaan/ kondisi pada saat ini. Perusahan yang sukses merupakan perusahan yang dapat mengenali dan berinteraksi secara menguntungkan terhadap kebutuhan-kebutuhan dan kecenderungan-kecenderungan yang belum terpenuhi dalam lingkungannya (Kotler 1997). Lingkungan pemasaran adalah para pelaku dan kekuatan-kekuatan diluar pemasaran yang mempengaruhi kemampuan manajemen pemasaran untuk mengembangkan dan mempertahankan transaksi-transaksi yang berhasil dengan pelanggan sasarannya (Kotler dan Amstrong 2001). Wheelen dan Hunger (2010) membagi lingkungan perusahaan menjadi dua yaitu lingkungan eksternal dan lingkungan internal. 1. Analisis Lingkungan Internal Analisis internal menurut Wheelen dan Hunger (2010) adalah kegiatan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi atau perusahaan dalam rangka memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman. Hal ini menjelaskan analisis internal sangat berkaitan erat dengan penilaian terhadap sumberdaya organisasi. Analisis faktor internal perusahaan merupakan analisa terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi arahan dan tindakan perusahaan yang berasal dari dalam perusahaan. Analisa ini mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang menjadi landasan bagi strategi perusahaan. Dalam menganalisa pola kekuatan dan kelemahan, unit bisnis tidak harus mengoreksi semua kelemahan, karena beberapa diantaranya tidaklah penting. Pertanyaan yang penting adalah apakah bisnis tersebut harus membatasi dirinya terhadap peluang yang ada, yang dapat diraih dengan kekuatan yang dimiliki atau harus mempertimbangkan peluang dengan memanfaatkan atau mengembangkan kekuatan-kekuatan tertentu. Faktor internal dikelompokan menjadi faktor yang memberikan kekuatan dan yang memberikan kelemahan. Kekuatan dan kelemahan internal merupakan segala kegiatan dalam kendali organisasi yang bisa dilakukan dengan selang sangat baik atau buruk (David 2009). Tujuan dari menganalisis kemampuan perusahaan adalah untuk menunjukan dibidang apakah aktifitas perusahaan mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dan dalam hal apa perusahaan perusahaan lain sudah menguasai posisi keunggulan strategis. Analisis ini diharapkan juga dapat memberikan informasi tentang kesempatan melakukan sinergi yang dapat dimanfaatkan oleh strategi yang baru. Selain itu, dari analisis ini dapat diketahui ditingkat apakah perusahaan mempunyai dana dan sumber daya yang tersedia untuk strategi.
13
Kekuatan menurut Pearce dan Robinson (1997) adalah keunggulan sumber daya, ketrampilan atau keunggulan-keunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan pasar yang dilayani atau ingin ditangani oleh perusahaan. Sedangkan kelemahan adalah keterbatasan atau kekurangan sumber daya, ketrampilan dan kemampuan yang menghalangi kinerja efektif suatu perusahan. David (2009) menyebutkan ada beberapa faktor internal perusahaan yang dapat mempengaruhi perkembangan perusahaan antara lain: a. Manajemen Fungsi manajemen terdiri dari lima aktifitas dasar, dan semua aktifitas manejerial yang berkaitan dengan persiapan menghadapi masa depan. b. Pemasaran Pemasaran merupakan proses menetapkan, mengantisipasi, menciptakan dan memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan akan produk dan jasa. c. Sumber Daya Manusia Keberhasilan pengelolaan organisasi sangat ditentukan oleh kegiatan pendayagunaan sumberdaya manusia. d. Produksi dan Operasi Manajemen produksi terdiri dari lima fungsi yaitu proses, kapasitas, persediaan, tenaga kerja dan mutu proses menyangkut desain dari sistim produk fisik. e. Keuangan Menetapkan kekuatan keuangan usaha kecil dan kelemahan amat penting untuk memutuskan alternatif strategi secara efektif. 2. Analisis Lingkungan Eksternal Menurut David (2009) tujuan dilakukannya analisis eksternal adalah membuat daftar terbatas mengenai berbagai peluang yang dapat menguntungkan perusahaan dan berbagai ancaman yang harus dihindari, sehingga perusahaan dapat merespon faktor-faktor eksternal tersebut dengan merumuskan strategi yang dapat memanfaatkan peluang atau untuk meminimalkan dampak dari potensi ancaman. Analisis lingkungan ini meliputi (1) ekonomi, (2) demografi dan sosial/ psikologi, (3) politik dan hukum, (4) teknologi dan (5) ekologi. Arah dan stabilitas faktor –faktor politik merupakan pertimbangan penting bagi para manejer dalam merumuskan strategi perusahaan. Faktor-faktor politik menentukan parameter legal dan regulasi yang membatasi operasi perusahaan. David (2009) menambahkan bahwa dengan kebijakan pemerintah untuk memberikan subsidi pada industri dan perusahaan tertentu akan mempengaruhi keberadaan industri atau perusahaan lain. Untuk menghindari keuangan dan mendorong inovasi, perusahaan harus mewaspadai perubahan teknologi yang mungkin mempengaruhi industrinya. Adaptasi teknologi yang kreatif dapat membuka kemungkinan terciptanya produk baru, penyempurnaan produk yang sudah ada atau penyempurnaan dalam teknik produksi dan pemasaran. Terobosan teknologi dapat mempunyai dampak segera dan dramatik atas lingkungan perusahaan. Terobosan ini dapat membuka pasar dan produk baru yang canggih atau dapat juga mempersingkat usia fasilitas produksi. Lingkungan industri meliputi meliputi (1) pendatang baru, (2) pembeli (pelanggan), (3) pemasok, (4) produk substitusi dan (5) pesaing. Ancaman masuknya pendatang baru dalam industri tergantung pada rintangan masuk yang
14
ada, digabung dengan reaksi dari para pesaing yang sudah ada yang dapat diperkirakan oleh pendatang baru. Dalam hal ini, terdapat enam sumber utama rintangan masuk, yaitu (1) skala ekonomis, (2) diferensiasi, (3) kebutuhan modal, (4) biaya beralih pemasok, (5) akses ke saluran distribusi dan (6) biaya tak menguntungkan terlepas dari skala. 6 Matrik SWOT Analisis Strenghts, Weaknesses, Opportunities, dan Threats (SWOT) adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis matriks SWOT merupakan salah satu alat analisis yang dapat menggambarkan secara jelas keadaan yang dihadapi oleh perusahaan. Rangkuti (2005) menyatakan analisis SWOT adalah mengidentifikasi berbagai faktor yang secara sistematis utnuk merumuskan strategi yang didasarkan pada logika untuk memaksimalkan kekuatan yang dimiliki dan peluang yang ada dan secara bersamaan mampu meminimalkan kelemahan dan ancaman yang timbul yang berasal dari interen dan ekstern perusahaan. Matriks SWOT merupakan perangkat pencocokan yang penting yang membantu mengembangkan empat strategi: Strategi SO (StrenghtsOpportunities), Strategi WO (Weaknesses-Opportunities), Strategi ST (StrenghtsThreats), dan Strategi WT (Weaknesses-Threats). Strategi SO atau strategi kekuatan-peluang menggunakan kekuatan internal untuk memanfaatkan peluang eksternal. Strategi WO atau Strategi kelemahan-peluang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang eksternal. Strategi ST atau Strategi kekuatan-ancaman menggunakan kekuatan perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Sedangkan strategi WT atau strategi kelemahan ancaman merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal (David 2009). Teknik perumusan strategi yang digunakan untuk membantu menganalisa, evaluasi dan memilih strategi terdiri dari tiga tahap, yaitu: (1) tahap mengumpulkan data yang meringkas informasi input dasar yang diperlukan untuk merumuskan strategi, (2) tahap pencocokan, berfokus pada strategi alternatif yang layak dengan memadukan faktor-faktor eksternal dan internal, (3) tahap keputusan, merupakan tahap untuk memilih strategi yang spesifik dan terbaik dari berbagai strategi alternatif yang ada untuk diimplementasikan. Setelah diperoleh gambaran yang jelas mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dihadapi pelaku usaha rumput laut, maka selanjutnya dapat dipilih alternatif strategi pemasaran yang akan diterapkan dalam menjalankan usahanya. Proses pengambilan keputusan strategis berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi serta kebijakan perusahaan. Perencanaan strategis harus menganalisis faktor-faktor strategis pelaku usaha pada kondisi saat ini. Berbagai kelebihan dapat dimanfaatkan untuk menghadapi persaingan dan perkembangan bisnis yang dilaksanakannya.
15
Tinjauan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan Tabel 3 Tinjauan hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Peneliti & Judul Metode Analisis Nunung Parlinah, Bramasto - Value Chain Analysis Nugroho, Heny Purnomo (2011), - Analisis Manfaat Financial and Institutional Analysis of The Value Chain of Jepara Mahogany Furniture (Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan, Vol.8 No.3) Nik Muhammad Aslaam, - Value Chain Analysis Mohamed Abdul Gani, Jagan - Analisis SWOT Jevan, Kasypi Mokhtar dan Saharudin Abdul Hamid (2001) Pengembangan Pelabuhan: Faktor Kompetitif dalam Rantai Nilai (Jurnal Manajemen Global, Juli 2011 Vol. 2 No. 1) K. Clarke, J, Flanagan, S. O‟Neill - Value Chain Analysis (2010), Value Chain of Accounting Information, Reposised of Knowledge Accouunting (Australasia Accunting Business and Monetery Journal Vol. 2) Wang Aimin, Li Shunxi (2011), - Management Value A Model of Value Chain Chain Management Based on Customer - Customer Relationship Relationship Management Management. (Journal on Innovation and Sustainability, Sao Paolo, Vol.62, n, 63, p.17-21, 2011 ) Nazim U. ahmed and Sushil K. - Value Chain Analysis Sharma, Porter Value Chain (Porter) Model for Assesing the Impact of the Internet for Environmental Gains (2006) (International Journal Management and Enterprise Development, Vol.3, No. 3, 2006) Cahyani (Tesis), Analisis Rantai - Margin Rantai Nilai Nilai dan Determinan - Analisis Biaya Produksi Keunggulan Kompetitif Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Bogor Tahun 2006.
Relevansinya Menjelaskan Hubungan antar pelaku dalam analisis rantai niai dan mengidentifikasi kelmbagaan (regulasi) yang berlaku dalam rantai nilai Mempelajari tiap bagian rantai nilai dan Memberi Alternatif strategi pengembangan Pelabuhan dari logistik ke dalam sampai sistem pelayanannya
Mochamad Aji Narakusuma (Tesis), Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Buah Manggis Tahun 2011 Djuhria Wonggo, Penerimaan Konsumen Terhadap Selai Rumput Laut, (2010) (Jurnal Perikanan dan Kelautan Volume VI No. 1 April 2010)
Menghasilkan nilai tambah dalam rantai dengan menggunakan kriteria domain. Menghasilkan peningkatan hasil minat pada konsumen sehingga menambah nilai jual.
- Analisis Kesenjangan. - Analisis Rantai Nilai
- Analisis rantai Pasar, Analisis Deskriptif
Menguraikan tiap bagian informasi akuntasi dalam rantai nilai sehingga menghasilkan nilai tambah dari tiap uraian yang ada.
MVC memberikan arah strategis dan Menentukan struktur organisasi yang efektif pengembangan nilai pelanggan serta nilai tambah. Mempelajari tiap bagian rantai nilai yang saling berkaitan serta menghasilkan nilai tambah dari masing-masing kegiatan
Menghasilkan strategi peningkatan keunggulan kompetitif
16
Kerangka Pemikiran Aktivitas nilai merupakan balok pembangunan keunggulan bersaing, rantai nilai bukanlah sekumpulan aktivitas yang berdiri sendiri, melainkan sebuah aktivitas yang saling bergantung. Aktivitas nilai dihubungkan dengan keterkaitan di dalam rantai nilai. Keterkaitan adalah hubungan antara cara satu aktvitas nilai dilaksanakan dan biaya atau kinerja aktifitas lain. Berdasarkan peninjauan masalah perniagaan yang terjadi dalam pasar produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara ini maka sangat dibutuhkan kajian maupun analisis terhadap setiap kegiatan yang ada dalam proses pengolahan rumput laut. Rantai nilai budidaya rumput laut sangat perlu untuk di pelajari tiap-tiap unsur yang terdapat dalam aktifitas utama maupun kegiatan pendukungnya, karena dalam setiap proses memiliki kemungkinan untuk menghasilkan nilai tambah yang dapat dijadikan sebagai kelebihan maupun proses yang tidak menghasilkan nilai tambah dapat dilihat sebagai kekurangan maka analisis rantai nilai ini pun dapat menjawab permasalahan yang ada dalam proses pengolahan rumput laut yang ada. Sama halnya dengan mempelajari aktifitas tiap-tiap pelaku pengolahan produk rumput laut dari pemetaan pelaku dalam aktifitas utama maupun kegiatan pendukung yang diuraikan menciptakan satu ketergantungan aktifitas disebut sebagai rantai nilai pengolahan produk rumput laut, alternatif strategi pemasaran dianalisis dan ditentukan menggunakan metode SWOT dengan memperhatikan tiap uraian pemetaan rantai nilai yang diharapkan dapat memperbaiki tata niaga sehingga lebih terstruktur serta pengolahan komoditi unggulan di masing-masing daerah percontohan yang dampaknya adalah memaksimalkan hasil komoditi pada arah yang lebih baik. Gambar 3 manyajikan kerangka pemikiran sebagai berikut :
17
Rumput Laut
Pemetaan Pelaku Rantai Nilai
Aktifitas Penunjang:
Aktifitas Utama: 1. Logistik Ke Dalam: Persediaan pembibitan, penjadwalan transporatasi,persiapan perancangan pengolahan rumput laut 2. Operasi: Pengolahan budidaya, pemeliharaan dalam proses pengolahaan, proses pemanenan dan pasca panen, pengawasan dan pengendalian mutu 3. Logistik Keluar: Pengumpulan hasil, penyimpanan/penggudan gan, penerimaan pesanan hasil budidaya, perencanaan pengantaran produk. 4. Pemasaran Dan Penjualan: Penetapan harga, pengiriman hasil olahan kepada pedangan pengumpul, proses penjualan hasil olahan kepada konsumen lokal, pengeksporan hasil olahan kepada konsumen luar negeri.
1. Infrastruktur:
Value Chain
Pabrik, sarana transpotasi, ketersediaan akses jalan. 2. Manajemen Sumber Daya Manusia:
Alternatif Strategi Pemasaran SWOT
Pelatihan yang disediakan Dinas Kelautan dan Perikanan yang bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan pusat 3. Pengembangan Teknologi:
Rekomendasi Strategi Pemasaran
Bantuan alat-alat pabrik yangdisediakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Pusat 4. Pembelian: Sistem pemasaran, fluktuasi harga, kefesienan pemasaran yang belum maksimal.
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
18
3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Maluku Tenggara dikhususkan pada desa percontohan budidaya rumput laut yakni Desa Sathean Kecamatan Kei Kecil Timur dan Desa Letvuan Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara Provinsi Maluku. Lokasi penelitian di pilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Desa Sathean dan Desa Letvuan memiliki potensi yang tinggi untuk perkembangan produksi Rumput Laut. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2012.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari nelayan rumput laut, Pedagang pengumpul lokal, Pengecer yang merupakan pelaku rantai nilai budidaya rumput laut yang terdapat di Desa Sathean, Kecamatan Kei Kecil Timur dan Desa Letvuan, Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku dengan alasan bahwa dua Desa ini merupakan Desa percontohan yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara karena banyaknya hasil budidaya rumput laut. Data sekunder diperoleh dari studi dokumentasi, mempelajari data-data yang berasal dari Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan BPS Kabupaten Maluku Tenggara.
Penentuan Jumlah Sampel dan Metode Pemilihan Sampel Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling yaitu dengan sengaja memilih sampel yang diteliti sebagai responden dengan pertimbangan bahwa responden yang dipilih merupakan responden yang berkompeten dan memiliki pengalaman kerja minimal 1(satu) tahun dalam rantai nilai dapat memberi gambaran informasi tentang peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi serta disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Responden yang dipilih merupakan pelaku rantai nilai sebanyak 41 orang, sesuai dengan aktifitas utama meliputi supplier/penyedia sarana sebanyak 8 orang, nelayan rumput laut dan pengelola rumput laut sebanyak 24 orang yang diambil dari dua desa percontohan, pedagang pengumpul lokal 6 orang dan instansi pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara sebanyak 3 orang dari masingmasing dinas yang terkait yaitu dinas kelautan dan perikanan, dinas perindustrian dan perdagangan dan dinas badan pusat statistik. Tabel 4 menyajikan sebaran responden rantai nilai budidaya rumput laut.
19
Tabel 4 Sebaran responden rantai nilai budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku No. Jenis Responden Jumlah Keterangan (org) 1.
Supplier/Penyedia sarana
8
a.
Bibit
4
Kuisioner 1a (Lampiran 1 )
b.
Pupuk dan Obat-obatan
4
Kuisioner 1b (Lampiran 2)
2.
Nelayan Budidaya Rumput Laut
14
Kuisioner 2 (Lampiran 3)
3.
Pengolah Rumput Laut
10
Kuisioner 3 (Lampiran 4)
4.
Pedagang Pengumpul Lokal
6
5.
a.
Skala Besar
3
Kuisioner 4a (Lampiran 5 )
b.
Skala Kecil
3
Kuisioner 4b (Lampiran 6)
Kuisioner 5 (Lampiran 7)
Instansi Pemerintah (Kabupaten)
3
a.
Dinas Kelautan dan Perikanan
1
b.
Dinas Perindustrian dan Perdagangan
1
c.
Badan Pusat Statistik
1
Jumlah
41
Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode wawancara dengan kelengkapan kuesioner (Lampiran 1-7). Data Primer yang dikumpulkan adalah: 1. Rantai nilai produksi budidaya rumput laut dalam aktifitas utama yang meliputi: a. logistik ke dalam diantaranya persediaan dan pengendalian bibit rumput laut, penjadwalan transportasi/ kendaraan, persiapan perancangan pengolahan rumput laut dari nelayan rumput laut. b. operasional diantaranya pengolahan rumput laut, pemeliharaan dalam proses pengolahan, proses pemanenan dan pasca panen, pengawasan dan pengendalian mutu c. Logistik keluar diantaranya pengumpulan hasil setelah pasca panen, penyimpanan/penggudangan, penerimaan pesanan hasil produksi, perencanaan pengantaran produksi rumput laut. d. Penjualan dan pemasaran diantaranya penetapan harga oleh pedangan pengumpul, pengiriman hasil budidaya kepada pedagang pengumpul, proses penjualan hasil budidaya, proses penjualan hasil kepada konsumen lokal. e. Evaluasi pelayanan konsumen dalam kelompok nelayan budidaya rumput laut.
20
2. Rantai nilai produksi budidaya rumput laut dalam aktifitas pendukung yang meliputi: a. Infrastruktur produksi diantaranya transportasi, jalan, dan telekomunikasi, dan fasilitas seperti pabrik pengolahan rumput laut yang sementara dibangun. b. Sumber daya manusia meliputi ketersedian bantuan teknis budidaya (dari pemerintah, swasta, atau pendidikan dan penyuluhan yang praktis dapat dilaksanakan dengan model budidaya yang diintrodusir), pelatihan-pelatihan yang berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan sumber daya manusia. c. Pengembangan teknologi berupa bantuan alat-alat pabrik serta pembudidayaan rumput laut untuk daerah. d. Pembelian dalam konteks pemasaran kaitannya dengan harga produksi budidaya rumput laut yang tidak tetap atau tetap. 3. Strategi pemasaran yang meliputi analisis potensi berupa kekuatan dan peluang serta kelemahan dan ancaman dari proses pemasaran produksi budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara dari rantai pemasaran, serta strategi pemasaran yang tengah digunakan dalam pemasaran produksi budidaya rumput laut. Data sekunder yang dikumpulkan adalah perkembangan 5 tahun terakhir hasil produksi rumput laut, populasi masyarakat pesisir dari desa percontohan, dan perkembangan harga rumput laut yang di jual dari beberapa tahun terakhir di Kabupaten Maluku Tenggara, serta dengan studi dokumentasi dengan mempelajari data-data yang berasal dari BPS, Dinas perikanan dan Kelautan, Dinas perindustrian dan perdagangan.
Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Value chain analysis produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara Analisis rantai digunakan untuk mengetahui berbagai macam aktifitas dan kondisi rantai nilai produk industri rumput laut. Pola rantai nilai dari produk industri rumput laut dipetakan menggunakan metode survei dan wawancara terhadap aktor pelaku rantai nilai baik dalam aktifitas utama maupun aktifitas pendukung produksi rumput laut. Setelah diperoleh gambaran tentang rantai nilai, maka informasi tentang permasalahan dan peluang dapat terlihat pada rantai nilai tersebut. Rantai nilai produk rumput laut yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara dapat di bagi menjadi aktifitas utama dan aktifitas pendukung. Dalam aktifitas utama dapat dikaji dari persiapan dan pengendalian bibit rumput laut, penjadwalan transporasi dan perencanaan kegiatan pengolahan rumput laut sebagai awal berkembangnya proses budidaya dalam logistik kedalam.
21
Setelah kualitas mutu telah sesuai dengan standar yang ditetapkan maka hasil panen dapat dikumpulkan dan disimpan/ proses penggudangan hasil panen dilanjutkan dengan proses penerimaan pesanan hasil budidaya dan perencanaan pengiriman/ pengantaran hasil. Dalam bagian pemasaran dan penjualan yang merupakan bagian dari logistik keluar, masalah penetapan harga ditentukan oleh pedagang pengumpul karena pembudidaya rumput laut tidak memiliki akses dan pilihan unuk menjual ke alternatif lain, setelah itu pengiriman dilakukan ke pedagang pengumpul dilanjutkan proses penjualan hasil dari pedangan pengumpul ke konsumen lokal (Makassar dan Surabaya). Hasil budidaya rumput laut kemudian diekspor kembali ke luar negeri (China). Dengan mempelajari rantai nilai rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara, peningkatan nilai produksi rumput laut diharapkan dapat mencapai tingkat maksimal serta menata kembali struktur tataniaga pemasaran budiya rumput laut sehingga pendapatan asli daerah dapat meningkat dan kesejahteraan masyarakat pesisir dapat terjamin dengan baik. Berikut ini merupakan gambaran umum dari bentuk value chain dalam aktifitas utama dari produk rumput laut yang ada di Kabupaten Maluku Tenggara yang diuraikan dalam Gambar 4. Pembudidaya Rumput Laut
Logistik ke dalam
- Persediaan dan Pengendal ian Bibit Rumput Laut - Penjadwal an transporta si/ kendaraan - Persiapan perancang an pengolaha n rumput laut.
Operasi
- Pengolah an budidaya rumput laut - Pemelihar aan dalam proses pengolaha n - Proses pemanena n dan pasca panen budidaya rumput laut. - Pengawas an dan pengendal ian mutu oleh laboratori um yang ada di luar wilayah.
Logistik ke luar
Pemasaran & Penjualan
- Pengumpu lan hasil setelah pasca panen - Penyimpa nan/pengg udangan hasil olahan budidaya rumput laut - Proses penerimaa n pesanan hasil olahan. - Perencana an pengantar an produk rumput laut.
- Penetapa n harga oleh pedagang pengump ul - Pengirim an hasil olahan kepada pedagang pengump ul - Proses penjuala n hasil olahan kepada konsume n lokal - Konsume n lokal mengeks por hasil olahan kepada konsume n luar negeri.
Pelayanan
- Evaluasi layanan konsum en.
Gambar 4 Value chain rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara
22
Selain aktifitas utama, dalam penelitian ini perlu dianalisis juga aktifitas pendukung yang menunjang aktifitas utama produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara. Peranan lembaga pemerintahan dalam aktifitas pendukung ini lebih mendominasi diantaranya pada (1) Infrastruktur yang sedang dalam proses penyelesaian pabrik pengolahan rumput laut di Desa Levuan/ Ohoi Letvuan Kecamatan Kei Kecil Kabupaten Maluku Tenggara yang melibatkan kerjasama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara, (2) Sumber Daya Manusia dalam kaitannya dengan pengolahan rumput laut telah disediakan beberapa kegiatan pelatihan secara berkala bagi pembudidaya maupun tenaga penyuluh yang berasal dari pemerintah daerah yang bekerja sama dengan pemerintah pusat. Secara garis besar, aktifitas pendukung dari rantai nilai produk rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara pada Tabel 5. Tabel 5 Aktivitas pendukung
AKTIFITAS PENDUKUNG
Infrastruktur
Sumber Daya Manusia
Pengembangan Teknologi
Pembelian
Pabrik dalam proses penyelesaian, sarana transportasi cukup memadai, tetapi ketersedian jalan masih belum memadai. Adanya pelatihan-pelatihan yang disediakan Dinas Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan Pusat. Bantuan alat-alat pabrik serta pemudidayaan rumput laut untuk daerah telah disediakan oleh Kemnterian Kelautan dan Perikanan Pusat. Pangsa pasar hasil budidaya rumput laut di daerah masih sangat minim sehingga pembudidaya tidak memiliki alternatif untuk menjual hasil.
Sumber : Data diolah (2012)
b. Poin utama yang dievaluasi dalam rantai nilai produk rumput laut Beberapa poin penting yang dievaluasi dalam rantai nilai komoditi rumput laut meliputi: 1. Sarana – Prasarana dalam budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku, diantaranya: a. Ketersediaan bibit/ Jenis Bibit (sumber atau asal bibit, misalnya skala industri rumah tangga, atau skala industri besar, atau benih berasal dari alam untuk pengembangan jumlah stok atau sub sistem, nilai atau harga bibit) b. Ketersediaan bantuan teknis budidaya (dari pemerintah, swasta, atau pendidikan dan penyuluhan yang praktis dapat dilaksanakan dengan model budidaya yang diintrodusir) c. Ketersediaan bantuan finansial (ketersedian akses terhadap kredit bank, dan perencaanaan/ jasa finansial lokal atau LKM/ Lembaga Keuangan Mikro). d. Aksesibilitas terhadap sarana produksi e. Infrastruktur produksi diantaranya transportasi, jalan, dan telekomunikasi. f. Budidaya rumput laut yang menjadi aktifitas dari sebagian masyarakat wilayah pesisir diuraikan dalam profil komoditi produksi rumput laut Kabupaten Maluku Tenggara produksi rumput laut Kering secara umum dalam permusim (45) hari di tahun 2008 sebesar: 394 ton, 2009, 521 ton diperkirakan menjadi 600 ton, di tahun 2010 namun meningkat hingga
23
1.220 ton. Dengan demikian total produksi rumput laut Kering di Kabupaten Maluku Tenggara dalam tahun 2010 adalah sebesar 7.320 ton, yang didapat dari 1220 dikali minimal 6X musim panen. Jumlah tenaga kerja pada sektor budidaya rumput laut kurang lebih 30.000 orang saat ini (30% jumlah penduduk Malra), maka peluang untuk lebih meningkatkan hasil komoditi rumput laut sangat dimungkinkan dengan lebih meningkatkan keterkaitan dalam rantai nilai produk rumput laut. g. Pengolahan rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara yang dilakukan, akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan dan perlu untuk dievaluasi antara lain: h. Proses produksi rumput laut memiliki beberapa tahapan antara lain : i. Pemilihan lokasi dalam hal ini lokasi budidaya tidak beresiko aman, memiliki kemudahan dalam sarana budidaya serta keadaan ekologi diantaranya keadaan air, arus yg harus disesuaikan dan keadaan alam lainya. ii. Faktor pendukung diantaranya faktor musim, manajemen pemilikan budidaya serta kemampuan mengelola tanaman, juga tata letak arah arus maupun gelombang. Persiapan penanaman merupakan bagian dari faktor pendukung ini. iii. Pemilihan bibit harus berkualitas baik dan sesuai strandar sehingga proses pertumbuhannya lebih terjamin. iv. Metode Penanaman pada umumnya memiliki beberapa metode diantaranya metode dasar (bottom method) di dalam tambak dengan menebarkan bibit pada dasar tambak dan metode lepas dasar (off bottom method) seperti budidaya Echeuma sp, yaitu dengan cara mengikat bibit pada tali ris (ropeline) kemudian diikatkan pada patok-patok atau pada rakit. Dikembangkan pula budidaya gracilaria dengan metode rakit (floating rack method) dan metode rawai (longline method). Yang paling diminati adalah metode rawai . v. Pemeliharaan budidaya rumput laut diantaranya mengawasi perkembangan konstruksinya secara terus menerus, membersihkannya dan lainnya. vi. Penanganan panen dan pasca panen untuk produksi, rumput laut di panen jika berumur 6-8 minggu (45-60 hari) dan menggunakan metode pemanenan yang dianjurkan. Setelah di panen, dilakukan pencucian rumput laut dari kotoran-kotoran, pengeringan dan penjemuran 2-3 hari pada kondisi panas yang baik, sortasi dan pengepakan. Pengendalian mutu produksi hasil panen rumput laut sangat penting untuk diketahui, karena ukuran hasil panen berkualitas telah ditentukan oleh konsumen, sehingga diperlukan pengujian secara klinis di laboratorium guna mengetahui tingkat kualitas hasil panen yang ada. i. Pemasaran i. Profil pasar dan konsumen dalam produksi rumput laut perlu di evaluasi dengan metode rantai nilai baik dari penawaran maupun permintaan, karena belum adanya standar regulasi yang baku terhadap keadaan pasar produksi rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara sehingga dapat terjadi kemungkinan ketidak seimbangan dinamika harga pasar
24
walaupun informasi harga bisa saja terdapat di sarana komunikasi internet. ii. Rantai pemasaran produk rumput laut dalam keadaan kering di daerah penelitian Kabupaten Maluku Tenggara secara umum mempunyai 5 tahap dalam proses pemasaran yang meliputi: o Proses pembudidayaan rumput sampai panen dan penanganan pasca panen serta penggudangan laut oleh nelayan, o Setelah diperoleh hasil budidaya, maka nelayan menjual hasil tersebut kepada pedagang pengumpul lokal I dengan harga yang telah ditentukan sendiri oleh pedagang pengumpul. yang dimaksud dengan pedagang pengumpul lokal skala kecil disini adalah pedagang yang berada dekat dengan lokasi budidaya dan juga memiliki akses lanjutan untuk mengumpulkan dan mengantar hasil panenan ke pedagang pengumpul yang jauh dari lokasi pembudidayaan. o Hasil pembelian dan pengumpulan yang ada pada pedagang pengumpul skala kecil kembali dijual kepada pedagang pengumpul lokal skala besar. Dalam hal ini, pedangan pengumpul lokal skala besar dapat langsung membeli hasil panen budidaya rumput laut pada nelayan, karena rata-rata memiliki modal yang cukup besar untuk menjangkau lokasilokasi budidaya. o Hasil pembelian yang ada pada pedagang pengumpul seterusnya dijual dan dikirim kepada pengecer yang berada di luar daerah seperti Makassar dan Surabaya melalui transpotasi laut milik pribadi maupun sewaan. o Pengecer yang telah membeli hasil panen budidaya rumput laut dapat langsung mengekspor ke luar negeri misalnya china dengan harga yang lebih baik. Rantai Pemasaran hasil budidaya rumput laut dapat dilihat pada Gambar 5. NELAYAN
PEDAGANG PENGUMPUL
Skala Kecil
EKSPOR KE CHINA
PEDAGANG PENGUMPUL
Skala Besar
PENGECER (SURABAYA& MAKASAR)
Gambar 5 Rantai pemasaran j. Sarana prasarana dari hasil pengolahan produksi rumput laut dalam hal ini keadaan pasar serta promosi untuk pemasaran produksi rumput laut perlu di lakukan evaluasi mengingat bahwa sarana prasarana merupakan elemen penting dalam memberikan kemajuan hasil produksi serta pendapatan kepada setiap pelaku dalam keterkaitan rantai nilai.
25
c. Analisis matrik SWOT Matrik SWOT merupakan alat untuk merumuskan berbagai alternatif strategi yang diterapkan, dimana analisis ini menggambarkan secara jelas peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya. Matrik ini dapat menghasilkan empat tipe kemungkinan alternatif strategi, yaitu strategi SO merupakan srategi yang menggunakan kekuatan untuk memenfaatkan peluang, strategi ST merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk menghindari/mengurangi dampak ancaman, strategi WO bertujuan untuk memperbaiki kelemahan dengan memanfaatkan peluang dan strategi WT, yaitu meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman. Kombinasi dari faktor internal dan eksternal dalam matrik SWOT dapat disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Matrix SWOT IFE EFE OPPORTUNITIES (O) Tentukan 5 -10 faktorpeluang eksternal
THREATS (T) Tentukan 5 -10 faktor ancaman eksternal
STRENGHT (S) Tentukan 5 -10 faktorfaktor kekuatan internal STRATEGI (SO) Menciptakan strategi menggunakan kekuatan untuk mendapatkan peluang. STRATEGI (ST) Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman
WEAKNESSES (W) Tentukan 5 -10 faktor-faktor kelemahan internal STRATEGI (WO) Menciptakan strategi yang mengurangi kelemahan untuk memanfaatkan peluang STRATEGI (WT) Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman
Sumber : Rangkuti (2005)
Skor bobot tabel EFE
Analisis Matriks Internal – Eksternal (IE) Menurut David (2009) Matrik IE terdiri atas dua (2) dimensi, yaitu total skor dari matrik IFE pada sumbu x dan total skor dari matrik EFE pada sumbu y. Pada sumbu x dari matriks IE, skor bobot IFE total 1,0-1,99 menunjukkan posisi internal adalah lemah; skor 2,0-2,99 posisinya dianggap sedang; dan skor 3,0-4,0 adalah posisi kuat. Pada sumbu y, skor bobot EFE total 1,0-1,99 adalah posisi rendah; skor 2,0-2,99 dianggap posisi sedang; dan skor 3,0-4,0 adalah posisi tinggi. Matriks IE menurut David (2009) dapat dilihat pada Gambar 6.
Skor Bobot Total IFE Kuat Menengah Lemah I
II
III
Menengah(2,0)
IV
V
VI
Lemah (1,0)
VII
VIII
IX
Tinggi ( 3,0)
Gambar 6 Matrix IE (David 2009)
26
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Daerah Penelitian Kabupaten Maluku Tenggara, menurut geografis terletak pada koordinat 131°-133,5°Bujur Timur dan 5°-6,5° Lintang Selatan, dan menurut administrasi Kabupaten Maluku Tenggara berbatasan dengan : a. Sebelah utara berbatasan dengan Kota Tual dan Provinsi Papua Bagian Selatan; b. Sebelah selatan berbatasan dengan laut arafura; c. Sebelah barat berbatasan dengan Kota Tual, Laut Banda dan bagian Utara Kepulauan Tanimbar; d. Sebelah timur berbatasan dengan Kepulauan Aru. Luas wilayah Kabupaten Maluku Tenggara kurang lebih 7,856.70 km² yang terdiri atas luas lautnya kurang lebih 3,180.70 d km²an luas daratannya 4,676.00 km². Wilayah Kabupaten Maluku Tenggara terdiri atas satu gugusan kepulauan yaitu gugusan Kepulauan Kei yang terdiri atas Kepulauan Kei Kecil dan Pulau Kei Besar. Kecamatan yang paling luas wilayahnya adalah Kecamatan Kei Besar 1,272.05 km², sedangkan Kecamatan Kei Kecil Barat yang paling kecil wilayahnya yaitu 426.70 km². Tabel 7 menyajikan luas Kabupaten Maluku Tenggara menurut kecamatan. Tabel 7 Luas Kabupaten Maluku Tenggara menurut kecamatan Kecamatan Kei Kecil Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Utara Timur
Luas Daratan (km²)
Luas Perairan (km²)
Luas Total (km²)
Persentase (%)
1,167.69 426.70 547.04 1,272.05 721.86 540.67
492.52 629.30 497.35 523.78 328.42 709.32
1,660.21 1,056.00 1,044.39 1,795.83 1,050.28 1,249.99
21.13 13.36 13.29 22.85 13.36 15.90
7,856.70
99.89
Kei Besar Selatan 4,676.00 3,180.70 Jumlah Sumber : Bappeda Kabupaten Maluku Tenggara (2010)
Secara administrasi Kabupaten Maluku Tenggara terbagi menjadi 6 kecamatan yang meliputi 1 kelurahan, 87 desa induk dan 104 anak Desa/Dusun. Lebih terinci telihat pada Tabel 8. Tabel 8 Ibukota Kecamatan, Banyaknya Desa Induk Anak Desa dan Kelurahan menurut Kecamatan Kecamatan
Ibu Kota
Langgur Kei Kecil Ohoira Kei Kecil Barat Rumat Kei Kecil Timur Elat Kei Besar Holat Kei Besar Utara Timur Weduar Kei Besar Selatan Jumlah Sumber : Bappeda Maluku Tenggara (2010)
Desa Induk 21 8 13 21 9 14 87
Jumlah (unit) Anak Desa 15 2 16 41 21 9 104
Kelurahan 1 1
27
1
Topografi Kondisi topografi di Kabupaten Maluku Tenggara cukup beragam, mulai dari kondisi yang relatif datar, berbukit ataupun dataran tinggi. Secara umum kepulauan Kei Kecil relatif datar di mana kondisi berbukit hanya ditemukan dibagian utara pulau ters ebut. Puncak tertinggi adalah bukit masbait dimana ketinggian ±115 m diatas permukaan laut (di Desa Kelanit). Berbeda dengan kepulauan Kei Kecil, Pulau Kei Besar merupakan pulau yang berbukit dan bergunung yang membujur sepanjang pulau dari ujung Utara ke Selatan, ketinggian rata-rata 500 m dengan puncak tertinggi gunung dab, yang memiliki ketinggian 800 m dari permukaan laut. Sebaran rata-rata kedalaman perairan laut (4 mil dari garis pantai) di Kei Kecil (Nuhu Roe) adalah ≤ 100 m atau rata-rata slop ≤ 1,5 persen yaitu di Pulau Kei Kecil Bagian Barat. Sebaran rata-rata kedalaman di Pulau Kei Besar (Nuhu Yut), ≤ 100 m berada di bagian barat laut, sedangkan bagian barat daya dan bigian timur kedalaman rata-rata lebih dari 300 m. Kemiringan daratan pulau (Island Flat) di Pulau Kei Kecil berkisar antara 0 % - 40 %, sedangkan untuk Pulau Kei Besar kemiringan daratan pulau adalah curam (15 % – 40 %) sampai dengan sangat curam (> 40 %). 1.1 Kondisi musim, curah hujan, suhu dan kelembaban Berdasarkan data BPS Maluku Tenggara tahun 2010, musim kering (musim timur) berlangsung dari bulan juli sampai dengan oktober dimana angin bertiup dari Timur Tenggara ke utara barat laut. Musim hujan (musim barat) berlangsung dari desember sampai dengan maret, dimana angin bertiup dari utara barat laut ke timur tenggara. Pola angin lokal juga berpengaruh memodifikasi pola umum tersebut. Selama periode transisi, april sampai dengan juli dan nopember, komponen angin tidak menentu. Curah hujan tertinggi 597 mm maupun hari hujan terbanyak 24 hari terjadi pada bulan april. Suhu udara tertinggi terjadi pada bulan Nopember 29°C sedangkan oktober merupakan bulan yang mengalami penyinaran matahari terpanjang. Tabel 9 menyajikan kondisi musim, curah hujan, suhu dan kelembaban sebagai berikut. Tabel 9 Kondisi musim, curah hujan, suhu dan kelembaban di Kabupaten Maluku Tenggara Musim a.
Timur pada Bulan: April – Oktober (Musim Kemarau) b. Barat pada Bulan: Oktober – Februari c. Hujan pada bulan: Desember Februari
Keadaan Angin a. b.
c.
d.
e.
f.
Curah Hujan
Angin Barat Laut: a. Kei Kecil: Oktober-Maret 2.000 - 3.000 Pancaroba: mm per tahun. Maret, April dan Oktober, November b. Kei Besar: Angin Timur 3.000 mm per Tenggara pada Bulan: tahun. April-Oktober Angin kencang dan hujan deras pada bulan:JanuariFebruari Angin Timur tenggara dan Selatan pada bulan: AprilSeptember Angin Barat Laut pada bulan: Oktober
Suhu
Kelembaban
a. Suhu Rataa. Kelembaban Rata: 7,50 ºC rata-rata 83,30%, b. Suhu b. Penyinaran Minumum: Matahari rata22,20 ºC rata 66,30%, c. Suhu c. Tekanan Udara Maksimum: rata-rata 32,50 ºC. 1.010,20 milibar
28
1.2 Sebaran dan Kepadatan Penduduk Penyebaran penduduk tidak merata pada setiap wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara yang berpengaruh terhadap jalannya pembangunan pada wilayah tersebut. Hal ini terjadi karena tidak memperhatikan „faktor kebutuhan‟ maka dampaknya bisa menimbulkan kesenjangan pembangunan antar wilayah di Kabupaten Maluku Tenggara dan ujung-ujungnya mengarah kepada/keterisolasian. Umumnya di suatu daerah pada pusat kota, sebaran penduduk yang lebih banyak dibandingkan wilayah lain. Hal ini terjadi pula di wilayah Kei Kecil sebagai pusat kota di Kabupaten Maluku Tenggara. Tabel 10 menyajikan Sebaran dan kepadatan penduduk di Kabupaten Maluku Tenggara. Tabel 10 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kecamatan
Luas (km²)
Jumlah Penduduk (orang)
Kepadatan Penduduk (org/ km²)
Kei Kecil Kei Kecil Barat Kei Kecil Timur Kei Besar Kei Besar Utara Timur Kei Besar Selatan
1,167.69 426.70 547.04 1,272.05 721.86 540.67
39.400 6.280 11.137 26.896 11.905 9.463
34 15 20 21 16 18
Jumlah
4,676.00
105.081
20.66
Sumber: Bappeda Kabupaten Maluku Tenggara (2010)
Pada Tabel 10 terlihat bahwa sebaran penduduk terbesar ada di kecamatan Kei Kecil. Tingginya sebaran penduduk di kecamatan Kei Kecil merupakan konsekuensi dari keberadaannya sebagai pusat pemerintahan, politik, sosial budaya, pendidikan dan perekonomian, sehingga dijadikan daerah tujuan berbagai lapisan masyarakat. Sementara itu, jika jumlah penduduk dikaitkan dengan luas wilayah, maka akan terlihat kepadatan penduduk pada wilayah tersebut. Kepadatan penduduk berhubungan erat dengan daya dukung (carrying capacity) wilayah. Wilayah kecamatan yang kepadatan penduduknya tinggi adalah kecamatan Kei Kecil yang mencapai 34 jiwa per km² yang berarti setiap 1 (satu) km² didiami sekitar 34 jiwa. Kepadatan penduduk berikutnya yaitu kecamatan Kei Besar dengan tingkat kepadatan 21 per km². Sebaran kepadatan penduduk pada daerah Penelitian, Desa Sathean dan Desa Letvuan Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara dapat di sajikan dalam Tabel 10. Adapun distribusi penduduk menurut jenis kelamin di desa sathean sebesar 1,798 jiwa dan pada desa letvuan sebesar 1.190 orang dengan rincian untuk desa sathean jumlah laki lebih banyak dari jumlah perempuan pada desa tersebut sedangkan pada desa letvuan hanya terdapat perbedaan yang kecil untuk jumlah laki-laki dan perempuan. Tabel 11 menyajikan distribusi penduduk menurut jenis kelamin.
29
Tabel 11 Distribusi penduduk menurut jenis kelamin Nama Desa
Laki-Laki Perempuan Jumlah Rasio (orang) (orang ) (orang) 906 892 1.798 109 Sathean 599 591 1.190 105 Letvuan Kantor Kecamatan Kei Kecil, Proyeksi Tahun (2011), Kabupaten Maluku Tenggara
Untuk jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan di desa sathean dan desa letvuan banyak yang telah lulus sekolah menengah atas, bahkan ada di desa sathean yang lulus pada tingkat pasca sarjana, tabel 12 akan menyajikan jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan. Tabel 12 Jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan Belum STARA- STRATAtamat SD SMP SMA DII DIII Jumlah 1 2 SD (orang) (orang) (orang) (orang) (orang) (orang) (orang) (orang) (orang) Sathean 325 423 341 579 45 40 45 1 1.798 Nama Desa
Letvuan
147
339
320
350
4
10
20
1.190
0
Kantor Kecamatan Kei Kecil, Proyeksi Tahun (2011), Kabupaten Maluku Tenggara
1.3 Nelayan Pembudidaya Nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara menurut kategori nelayan, terdiri atas nelayan perorangan dan kelompok nelayan yang tersebar di 6 kecamatan. Kecamatan Kei Besar memiliki jumlah nelayan terbesar yaitu 882 orang dan Kecamatan Kei Kecil Barat memiliki jumlah nelayan terkecil yaitu 291 orang. Pada tahun 2007 secara keseluruhan jumlah nelayan perorangan mengalami peningkatan dari 257 orang namun terjadi peningkatan di tahun 2008 menjadi 735 orang dan terus mengalami peningkatan tahun 2009 menjadi 2.773 orang (Tabel 13). Sebagian besar nelayan perorangan memilih membentuk kelompok nelayan untuk dapat meningkatkan volume hasil budidaya dan memperluas lahan budidaya rumput laut Tabel 13 Jumlah nelayan di Kabupaten Maluku Tenggara Kecamatan
Jumlah RumahTangga Nelayan
Nelayan (Orang)
Jumlah Kelompok Nelayan
Rata-Rata (Nelayan/Klmpk)
Kei Kecil
594
980
258
610.67
Kei Kecil Barat
350
291
163
268
Kei Kecil Timur
414
220
182
272
1.007
882
293
727.33
Kei Besar Utara Timur
544
100
165
269.67
Kei Besar Selatan
465
300
177
Kei Besar
314
2009
3.374
2773
1.265
2470.67
2008
3.125
735
764
1541.33
2007
3.979
257
625
1620.33
2006
-
575
-
Sumber : DKP Kabupaten Maluku Tenggara ( 2010)
30
Berbeda dengan kelompok nelayan di mana terjadi peningkatan yang signifikan dari tahun 2006 sampai 2009. Berdasarkan hasil survei dapat dikatakan bahwa salah satu penyebab penurunan nelayan perorangan ini dipengaruhi oleh nelayan sambilan tambahan yang sudah beralih profesi. Sementara penyebab dari kelompok nelayan yang mengalami peningkatan adalah bantuan dari pemerintah daerah lebih ditujukan kepada kelompok nelayan dan bukan pada nelayan perorangan. Peningkatan Pendapatan dalam pengembangan budidaya rumput laut per orang per tahun dimulai dari Tahun 2007 dengan luas lahan pemanfaatan 3.68 Ha dengan jumlah pembudidaya 257 orang menghasilkan Rp. 857.900 per orang. Pada Tahun 2008 Nelayan pembudidaya bertambah menjadi 735 orang dan menghasilkan 7,777.950 per orang atau bertambah Rp. 6,437.700 dengan pemanfaatan lahan seluas 72 Ha. Tahun 2009 juga mengalami peningkatan pendapatan sebesar 14,215.650 seiring dengan bertambahnya jumlah nelayan pembudidaya sebanyak 2.773 orang. Tahun 2010 dengan jumlah nelayan pembudidaya menjadi 3.558 dengan perluasan pemanfaatan lahan sebesar 2,373.62 menghasilkan pendapatan per tahun senilai 13,695.641. Tabel 14 menyajikan tingkat pendapatan nelayan selama 4 tahun terakhir. Tabel 14 Pendapatan masyarakat pembudidaya rumput laut No.
Tahun
Pendapatan pembudidaya/Tahun (Rp)
1.
2007
857.900
Luas Lahan (Ha) 3.68
2.
2008
7,777.950
32
3.
2009
1,215.650
785.66
4.
2010
13,695.641
2,373.62
Sumber : Data DKP Kabupaten Maluku Tenggara tahun (2011)
1.4 Keadaan Ekonomi Perkembangan keadaan ekonomi Kabupaten Maluku Tenggara yang terus meningkat, belum menjamin pencapaian tujuan pembangunan yakni mewujudkan perekonomian tangguh dan berdaya saing demi terciptanya kesejahteraan rakyat. Perlu adanya peningkatan dari beberapa sektor penting yang dibarengi dengan berbagai kebijakan perekonomian penting sehingga diharapkan pertumbuhan ekonomi daerah akan berada dalam kisaran 10% di tahun 2025. Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Maluku Tenggara tahun 2010 atas dasar harga konstan 2000 adalah sebesar 5,71%, stabil jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2009 sebesar 5.06% dan tahun 2008 sebesar 4.61% (Gambar 6) meskipun ada kecenderungan mengalami perlambatan. Agregasi dari laju pertumbuhan ekonomi tiap-tiap sektor menggambarkan laju pertumbuhan ekonomi daerah/ region secara keseluruhan. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maluku Tenggara Tahun 2010 yang sebesar 5.71% tersebut, memiliki pertumbuhan sektoral dengan kisaran antara 3.69% - 15.82% dan secara rata-rata laju pertumbuhannnya cukup stabil dibandingkan dengan keadaan tahun 2009 dan tidak ada sektor mengalami perubahan signifikan.
31
Gambar 7 Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Maluku Tenggara (%) ( Bappeda Kabupaten Maluku Tenggara 2011)
Kisaran pertumbuhan yang cukup besar tersebut menunjukkan bahwa ada beberapa sektor yang tumbuh cukup pesat sementara ada sektor lain yang pertumbuhannya lambat meskipun secara agregat pertumbuhan ekonominya relatif stabil. struktur ekonomi Kabupaten Maluku Tenggara yang ditunjukan oleh distribusi persentase PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2010 tidak mengalami perubahan yang signifikan. Sedangkan secara sektoral, sektor pertanian adalah penyumbang terbesar dalam perekonomian daerah ini dengan sub sektor andalannya yakni perikanan. Perekonomian Maluku Tenggara secara garis besar merupakan perekonomian yang berbasiskan pada Sektor-sektor Jasa (Sektor Tertier) , yang memberikan kontibusi sebesar 57.03% (246.151.7 juta rupiah), dengan ditumpu oleh sektor primer sebesar 39.84% (166.269.5 Juta rupiah) sementara kontribusi sektor sekuder kecil hanya sebesar 3.12% (13,039.47 Juta rupiah) Secara sektoral, sektor pertanian adalah penyumbang terbesar dalam perekonomian daerah ini dengan sub sektor andalannya yakni perikanan. Pada tahun 2010 kontribusi sektor pertanian sebesar 39.39% dengan kontribusi terbesar dari sub sektor Perikanan yakni 23.66%. Sektor perdagangan, hotel dan restoran mempunyai kontribusi sebesar 33.63% dan didominasi oleh sub sektor perdagangan besar dan eceran sebesar 33.45%. Kontribusi sebesar 16.72% yang merupakan kontribusi terbesar ketiga diperoleh dari sektor jasa-jasa dan 15.16% diantaranya berasal dari sub sektor pemerintahan umum.
32
Tabel 15 Pertumbuhan sektoral di Kabupaten Maluku Tenggara. Sektoral Kontribusi (%) 1. Pertanian 39.39 2. Perdagangan: o Hotel dan Restoran 33.63 o Perdagangan besar dan eceran 33.45 3. Jasa: 4. Subsektor pemerintahan umum 16.72 5. Angkutan dan komunikasi 3.80 6. Keuangan, Persewaan dan Jasa 2.88 perusahaan. 7. Sektor lainnya 3.57 8. Sektor industri pengolahan 0.24 Sumber : Bappeda Kabupaten Maluku Tenggara (2011)
1.5 Lokasi pengembangan dan komoditi budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara Potensi sektor kelautan dan perikanan Maluku Tenggara yang besar jika dikelola dengan sebaik-baiknya diperkirakan di masa datang akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Secara umum di Kabupaten Maluku Tenggara memiliki penentuan kompetensi inti industri tahun 2010 yang diuraikan dalam lima komoditas unggulan yakni: Umbi-umbian, kelapa, ikan laut, rumput laut dan mutiara dengan dua produk unggulan diantaranya: rumput laut dan mutiara yang difokuskan kepada produk rumput laut. Rumput laut sebagai salah satu komoditas ekspor merupakan bagian dari sumber devisa bagi daerah dan budidayanya sebagai sumber pendapatan nelayan, dapat menyerap tenaga kerja, serta mampu memanfaatkan lahan perairan pantai di Kabupaten Maluku Tenggara yang sangat potensial. Perkembangan industri rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara sangat pesat ditandai dengan meningkatnya suplai bahan baku, yang saat ini mencapai 1200-1500 Ton. Budidaya rumput laut hasil produksi nelayan desa Sathean permusim panen (setiap 45 hari tambah penjemuran/ dua bulan) sekali panen ratarata adalah: 100 – 150 Ton dan terdapat 6-7 kali panen, sementara harga rumput laut kering di jual dengan harga: Rp. 7000 – 10.000 perkilogram. Untuk Desa Letvuan rata-rata 80 Ton permusim tanam. Daerah pengembangan dan komoditi budidaya di Kabupaten Maluku Tenggara yang potensial untuk dikembangkan disajikan pada Tabel 16. Secara umum daerah yang paling potensial untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya adalah kecamatan Kei Kecil, karena perairan di wilayah ini memenuhi persyaratan budidaya laut. Sedang kecamatan Kei Besar, luasan daerah terlindung dari pengaruh perubahan iklim terbatas sehingga kawasan yang cocok untuk budidaya hanya di sekitar Teluk Elat, Teluk Ngafan dan Teluk Wairat.
33
Tabel 16 Lokasi pengembangan komoditi budidaya yang dikembangkan di Kabupaten Maluku Tenggara. No.
Nama Desa/
Luas Lahan
Jumlah
Kecamatan
(Ha)
nelayan
Peruntukan Pemanfaatan
Keterangan
(Ha)
(org)
1.
2.
3.
4.
Kec. Kei Kecil: Sathean Letvuan Kelanit Letman P. Nai Rewav
Kec. Kei Kecil Timur: Wain Kec. Kei Kecil Barat: Warbal P. Tanimbar Kei Wab Ur Pulau Kec. Kei Besar: Elat Waer P. Ohoiwa P. Manir P. Tarwa
343.500 300 66 383.3 573.5 375
139 150 53 101 100 50
1, 2, 3, 4 1 1, 3 1, 2, 3 1, 3 1
288.21 225 18.78 383.3 229.4 130
225.6
60
1, 2, 3
78, 01
725.250 125 575 600
120 90 150 170
1, 2 1, 2 1, 2 1, 2
218 75 250 450
100 50 350 107 100
1, 2, 3 1, 2, 3 1, 2, 3 1, 2, 3 1, 2, 3
10 1 668.67 80 140
1, 2, 3 1, 2, 3 1, 2, 3
0.5 15 20
1, 2
12.3
50 211.36 929.300 306.300 377
Kec. Kei Besar Selatan: Ohoiraut 129.8 80 Rahareng 144.23 130 Sungai Ngafan 58.4 200 6. Kec. Kei Besar Utara Timur: Nerong 40 130 Sumber :DKP Kabupaten Maluku Tenggara (2010) 5.
1. Long Line Rumput Laut 2. Long Line Mutiara 3. Keramba Apung/ Kakap/ Kerapu 4. Keramba Tancap/ Molusca/ Teripang.
1. Long Line Rumput Laut 2. Long Line Mutiara 3. Keramba Apung/ Kakap/ Kerapu 4. Keramba Tancap/ Molusca/ Teripang
1.6 Produksi rumput laut Peningkatan yang relatif ditunjukan oleh hasil produksi rumput laut secara umum di Kabupaten Maluku Tenggara. Beberapa aspek pendukung produksi rumput laut masih belum memadai sehingga belum mencapai tingkat optimal pada tujuan pengembangan kesejahteraan masyarakat. Dalam Tabel 15 dapat dilihat hasil produksi rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara pada kondisi 4 tahun
34
terakhir. Upaya pemanfaatan secara terpadu berarti dengan mempertimbangkan berbagai keselarasan dengan aktivitas ekonomi lainnya yang sudah ada. Optimal berarti pemanfaatan potensi lahan yang ada harus sesuai dengan daya dukung lingkungan, sehingga usaha budidaya laut yang dikembangkan dapat dikembangkan dalam jangka panjang (berkelanjutan). Kondisi parameter lingkungan merupakan kriteria utama dalam penilaian kesesuaian lahan budidaya ikan kerapu dan budidaya rumput laut, disamping aspek lainnya seperti aspek sosial dan ekonomi masyarakat. Tabel 17 Produksi komoditas budidaya Kabupaten Maluku Tenggara Komoditi
Tahun
Produksi Volume (ton)
Rumput Laut
Kerapu
Siput Mutiara
Mutiara
Nilai (Rp)
2007
44.1
220,500.000,-
2008
381.12
3,811.200.000,-
2009
3,285
32,850.000.000,-
2010
4,872.9
48,729.091.250,-
2007
12.940
1,682.200.000,-
2008
10.265
1,334.450.000,-
2009
8.4
1,444.800.000,-
2010
11.695
1,520.350.000,-
2007
445.662
4,456.620.000,-
2008
528.700
5,287.000.000,-
2009
473.04
4,730.400.000,-
2010
41.116
411,160.000,-
2007
0.112
4,456.620.000,-
2008
0.11804
5,287.000.000,-
2009
0.10036
2,500.000.000,-
2010
-
-
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Maluku Tenggara tahun (2010)
2 Pemetaan pelaku dalam value chain system budidaya rumput laut 2.1 Nelayan budidaya rumput laut di Maluku Tenggara Potensi lahan budidaya Kabupaten Maluku Tenggara seluas 10.900,76 Ha, saat ini telah banyak dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya oleh masyarakat yakni budidaya rumput laut, kerapu dan teripang. Di Kabupaten Maluku Tenggara, seiring dengan upaya peningkatan kontribusi perikanan budidaya bagi peningkatan produksi dan kesejahteraan masyarakat maka perkembangan jumlah pembudidaya, rumah tangga produksi budidaya dan kelompok budidaya terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
35
Pada tahun 2010, keragaan aktivitas budidaya mengalami peningkatan yang signifikan dengan tingkat pemanfaatan lahan yang semakin tinggi. Pada dua desa percontohan diantaranya Sathean dan Letvuan, nelayan merupakan unsur penting yang ada dalam aktifitas budidaya rumput laut. Dari hasil pengumpulan data melalui kuesioner menjelaskan bahwa sebagaian besar penduduk mempunyai mata pencaharian utama sebagai nelayan. Desa Letvuan mencapai 820 orang dan Desa Sathean 485 orang yang tergabung dalam usaha perorangan atau kelompok. Rata-rata nelayan rumput laut memiliki tingkat pendidikan maksimal adalah sekolah menengah atas, sedangkan paling minimal adalah sekolah dasar. Dalam pembudidayaan rumput laut pada desa percontohan, nelayan budidaya rumput laut dapat terdiri dari penyedia bibit, nelayan pembudidaya rumput laut dan pengolah rumput laut yang juga biasanya menjadi tenaga kerja juga pada saat pasca panen. Ketiga jenis pekerjaan nelayan tersebut dapat juga ditemukan dalam satu orang nelayan karena dapat menghasilkan bibit, membudidayakan rumput laut dan mengolah rumput laut sekaligus. Tindakan ini diambil apabila nelayan ingin melakukan penghematan biaya modal kerja yang minim. 2.2 Pedagang pengumpul lokal budidaya rumput laut Berdasarkan hasil wawancara dengan 6 orang pedagang pengumpul lokal dalam dua desa percontohan, terdapat dua bentuk pedagang pengumpul lokal diantaranya pedagang pegumpul skala kecil dan pedangang pengumpul skala besar. Yang dimaksud dengan pedagang pengumpul skala kecil adalah pedagang pengumpul yang berada satu lokasi (satu desa) dengan para nelayan rumput laut, dengan fungsi sebagai penjual hasil budidaya rumput laut kering kepada pedagang pengumpul lokal skala besar dengan kisaran harga Rp. 6.500,- sampai dengan Rp. 7.500,-. Sedangkan pada pedagang pengumpul lokal besar merupakan pedagang pengumpul yang memiliki badan usaha dalam bentuk CV maupun koperasi. Selain memiliki akses yang setingkat lebih cepat dari pedangan pengumpul skala kecil, lokasi yang berada di daerah perkotaan memudahkan proses pengiriman terhadap eksportir. Ada juga beberapa pedagang pengumpul kecil yang merupakan perpanjangan tangan dari pedagang pengumpul skala besar. Penelitian yang dilakukan pada masing-masing desa terdapat pedagang pengumpul skala besar yang cukup dikenal dalam bentuk badan usaha diantaranya CV. Sumber Rejeki dan KUD Elomel. 2.3 Pengekspor hasil budidaya rumput laut Berdasarkan pengambilan data dalam satu tahun terakhir ini di Kabupaten Maluku Tenggara belum terdapat pengekspor hasil budidaya rumput laut ke luar negeri karena adanya beberapa hambatan yang menjadi kekurangan untuk akses eksport. Salah satunya masalah transportasi untuk sampai ke luar negeri serta pengurusan hal-hal administrasi pengiriman. Namun bukan hal tersebut yang menjadi perhatian utama melainkan permintaan dari Negara eksportir yang menginginkan hasil budidaya rumput laut yang telah menjadi bahan baku obatobatan, alat kosmetik dan lain-lain. Setelah dilakukan observasi lapangan pada dua desa percontohan ini maka ditemukan adanya satu industri rumahan yang memiliki alat teknologi untuk mengolah hasil budidaya rumput laut menjadi tepung karangenan di Desa Letvuan, namun kegiatan pengolahan tersebut tidak
36
maksimal karena ada faktor-faktor penghambat. Sedangkan pada desa Sathean pernah dilakukan ekspor langsung ke Negara China pada Tahun 2000 dengan jumlah 1000 ton rumput laut kering dalam 1 bulan, namun saat ini tidak lagi melakukan ekspor langsung karena kurangnya biaya serta transportasi dan harga pasar yang tidak tetap dengan kurangnya dukungan dari pemerintah. 2.4 Pemerintah daerah dan dinas terkait Dengan melihat peluang usaha serta income yang dihasilkan oleh budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara, maka pemerintah daerah mengupayakan program-program pembudidayaan rumput laut dalam hal ini instansi terkait seperti Dinas Kelautan dan Perikanan yang bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam rencana pembangunan jangka menengah diantaranya rencana pengembangan rumput laut 3 zona di Kabupaten Maluku Tenggara. Adanya rencana kerja seperti ini maka secara langsung dapat membantu pembudidaya rumput laut untuk lebih meningkatkan pengolahan produk unggulan. Pemerintah juga telah memberikan bantuan dana dalam bentuk KUR atau kredit usaha rakyat yang telah memudahkan proses usaha budidaya yang ada pada desa percontohan maupun desa-desa pengembangan rumput laut di daerah ini. Dari hasil penelitian ini ditemukan juga ada beberapa kegiatan dalam rangka mengembangkan produksi rumput laut yang berasal dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Maluku Tenggara dirangkai dalam beberapa rencana aksi yang telah dikerjakan dalam betuk kegiatan dan pelaksanaan kegiatan. 3 Struktur Value Chain System Budidaya Rumput Laut 3.1 Aktivitas Utama Aktifitas utama dari struktur value chain system budidaya rumput laut diantaranya: A.Logistik kedalam Pemerintah daerah telah memberikan bibit unggul yang berasal dari kebun bibit untuk meningkatkan produksi dan produktivitas usaha budidaya namun jumlahnya masih terbatas, namum dari hasil wawancara serta pengisian questioner kepada 6 orang pembibit yang di bagi 3 untuk tiap desa, 5 dari 6 orang menyatakan bahwa bibit yang didapat berasal dari nelayan budidaya itu sendiri. benih rumput laut yang berasal dari hasil pembibitan sendiri ini juga secara langsung telah menekan biaya pengeluaran dari modal usaha nelayan pembudidaya untuk membeli bibit dengan harga per kg sebesar Rp 1000,-. B.Operasi 1. Pengolahan Proses awal dari pengolahan budidaya rumput laut ini menggunakan metode long line system yaitu metode lepas dasar dengan menggunakan tali rawai, dilakukan dengan menanam bibit rumput laut pada bentangan tali yang terendam dan terletak disekitar permukaan air laut. Dengan perlengkapan yang telah disediakan maka, rata-rata lahan yang diolah sekitar ½ hektar mulai dibentangkan dengan tali utama dibentangkan sepanjang 25 m x 25 m dengan
37
setiap ujungnya dipasangkan pelampung besar. Tali ini berfungsi sebagai tempat mengikat tali-tali ris, dan juga sebagai batas kepemilikan lahan budidaya seorang petani. Tali-tali ris dibentangkan tegak lurus pada tali utama serta padanya diikatkan pelampung-pelampung kecil berjarak antara 1 – 2 m agar tanaman dapat berada disekitar permukaan air dengan jarak minimal 30 cm dari dari permukaan laut. Pada tali ris tersebut diikatkan bibit rumput laut oleh tali rafia dengan jarak antara simpul ikatan 25 cm. 2.Pemeliharaan Tanaman budidaya rumput laut dipelihara selama 30 – 60 hari tergantung beberapa faktor yaitu: (1) umur benih; untuk umur benih berumur sekitar 20 hari diperlukan waktu pemeliharaan antara 40 – 60 hari, sedangkan benih berumur sekitar 30 hari umumnya memerlukan waktu antara 30 – 40 hari, (2) kebutuhan nelayan akan uang dan harga jual rumput laut (3) musim yang diperkirakan akan berganti sehingga dikhawatirkan adanya serangan penyakit pada musim kemarau atau hasil panen dikhawatirkan tidak sempat dijemur pada saat musim hujan tiba, serta, (4) sarana pengangkutan dan penjemuran yang terbatas sehingga panen tidak dapat dilakukan seluruhnya. Selama masa pemeliharaan, nelayan melakukan kegiatan-kegiatan pengontrolan dengan menggunakan perahu sampan bertenaga manusia (perahu dayung) atau bertenaga motor. Kegiatan pemeliharaan rata-rata dilakukan 2 – 3 kali dalam seminggu, umumnya dapat dikerjakan oleh nelayan serta tenaga kerja secara bergantian. Masa pemeliharaan rumput laut dari awal tanam sampai panen selama 2 bulan. 3.Pemanenan dan pasca panen Pemanenan hasil cara lama memang lebih memudahkan nelayan dalam pengadaan bibit sehngga mengurangi biaya yang seharusnya dikeluarkan bagi pekerjaan pengikatan atau penanaman benih ke tali ris yang bagi nelayan cukup berarti besarnya. Produktivitas usaha budidaya rumput laut seorang nelayan selain ditentukan oleh biologis dan alam, secara praktis dapat ditentukan berdasarkan panjang tali ris yang dipergunakannya. 4.Pengawasan dan pengendalian mutu Dari hasil observasi daerah penelitian ditemukan adanya teknologi pengeringan atau pengolahan relatif tradisional sehingga mempengaruhi mutu produk rumput laut kering. Pengukuran kadar air yang belum tepat karena belum adanya fasilitas yang memadai. C. Logistik keluar Dari hasil pengeringan hasil budidaya rumput laut selama 30-60 hari, maka dilakukan pengumpulan hasil dan penggudangan oleh nelayan pengolah rumput laut. Biasanya nelayan langsung menghubungi pedagang pengumpul skala kecil yang berada satu desa untuk menjual hasil budidaya dan karena jarak yang ditempuh tidak terlalu jauh maka biaya untuk transportasi tidak diperlukan karena hanya menggunakan tenaga manusia untuk memindahkan rumput laut dari penggudangan ke pembeli yang dalam hal ini pedagang pengumpul skala kecil. Rata-rata hasil yang dijual berkisar antara 5- 10 ton per nelayan pembudidaya.
38
D. Pemasaran dan Penjualan 1. Penetapan harga Dari data kuestioner yang dibagikan pada nelayan pengolah rumput laut di dua Desa percontohan ditemukan bahwa rendahnya posisi tawar pembudidaya dalam penentuan harga mempengaruhi pengembangan budidaya rumput laut. Dari perbandingan harga per kg pada tahun 2007 – 2009 sebesar Rp. 8.000-15.000 kini mengalami penurunan pada tahun 2010 – 2011 sebesar Rp. 6.500 - 7.500,-. Harga terendah dengan nilai Rp. 6.500,- per kg yang diberikan dari pedagang pengumpul skala kecil ke nelayan pembudidaya, setelah itu dijual dengan harga yang sama ke pedagang pengumpul Skala besar dengan harga 7.500,-. Dengan harga demikian, tentunya pedagang pengumpul skala besar ini harus menjual lagi dengan harga Rp. 9.000,- per kg kepada pengecer di Surabaya Bagian dari aktifitas utama dalam proses pasca panen, terlihat bahwa proses pengeringan yang dilakukan masih menggunakan cara tradisional, rumput laut dijemur di atas ayakan yang dibuat sendiri oleh nelayan pembudidaya, dapat disajikan pada Gambar 7.
Gambar 8 Pemanenan rumput laut di Desa Letvuan
Hasil panenan rumput laut di Desa Sathean memiliki kualitas yang cukup baik, karena ukuran yang dihasilkan cukup besar walaupun proses pengeringan pasca panen masih menggunakan cara yang sama yakni mengandalkan tenaga matahari (Gambar 8).
Gambar 9 Penjemuran rumput laut dengan tenaga matahari
39
3.2 Aktivitas pendukung Bagian dari struktur value chain system pada aktifitas penunjang yang telah ditelaah antara lain diijelaskan sebagai berikut: a. Infrastruktur Pada lokasi penelitian, sarana infrastruktur seperti akses jalan yang dilalui cukup memadai sehingga proses pengangkutan cukup hasil budidaya rumput laut tidak mengalami hambatan, namun yang menjadi masalah adalah sarana transportasi baik dari pedagang pengumpul kecil ke pedagang pengumpul besar, dan pedagang pengumpul besar ke eksportir dimana mobil yang digunakan masih disewa dengan harga yang cukup tinggi mengakibatkan pengeluaran ekstra setiap kali pengiriman. Pemerintah dalam mendukung budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara dalam hal pembangunan pabrik pengolahan rumput laut serta infrastruktur, telah menjalankan program pengembangan sarana unit pengolahan dan pemasaran dengan peningkatan kualitas, nilai jual dan diversifikasi produk rumput laut dengan kegiatan : pengadaan alat pengering rumput laut, pembangunan depo penyimpanan, lantai penjemuran, dan pengembangan kawasan minapolitan rumput laut. Pengembangan budidaya rumput laut melalui pemberian paket sarana budidaya rumput laut kepada kelompok masyarakat pembudidaya. Pembangunan pabrik yang dimaksudkan untuk mengoptimalkan pengolahan produksi budidaya rumput laut sedang dalam penyelesaian pembangunan fisik yang disertakan dengan pengadaan dan pemasangan alat-alat pabrik (Gambar 9).
Gambar 10 Pabrik rumahan dan pembangunan pabrik yang terdapat di Desa Letvuan
Ada 3 Zona pengembangan rumput laut di Maluku Tenggara : 1. Pengembangan kebun benih/bibit Untuk menjamin tersedianya benih / bibit yang bekualitas yang dapat dijangkau dengan mudah dan murah maka pemerintah daerah akan mengembangkan kebun benih di (Zona I).
40
2. Pengembangan produksi budidaya Penggunaan teknologi modern melalui metode budidaya tepat guna dapat meningkatkan produksi budidaya rumput laut. Zona pengemban produksi di Maluku Tenggara (Zona II). 3. Pengembangan industri pengolahan rumput laut Kedepan perlu dibangun industri pengolahan rumput laut untuk menghasilkan produk seperti chip dan tepung rumput laut melalui pengembangan industri pengolahan rumput laut pada (Zona III). Pola alur rantai nilai komoditas rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara
II.k I II.b
AKTIFITAS UTAMA
Gambar 11 Pola alur rantai nilai Keterangan: I : Nelayan II.k : Pedagang Pengumpul Kecil II.b : Pedagang Pengumpul Besar
Tabel 18 Kondisi pembudidaya dan kelompok budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara Tahun
Jumlah Pembudidaya (orang)
Jumlah (Klmpk)
Jumlah Yang Sudah Menerima Bantuan (Klmpk)
Jumlah Yang Belum Menerima Bantuan (Klmpk)
2009 2010
2.773 3.558
589 864
253 309
336 555
Sumber : DKP Kabupaten Maluku Tenggara (2011)
Pada Tabel 18 terlihat kondisi pembudidaya per orang dan per kelompok pada jumlah kelompok di tahun 2009 ada yang sudah mendapat bantuan sebanyak 45% sedangkan yang belum mendapat bantuan sebesar 37.71% dari jumlah kelompok sebesar 40.55%. Gambar 12 menyajikan peta pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara:
41
PETA PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT DI KAB.MALUKU PETA CLASTER PENGEMBANGAN RUMPUT LAUT TENGGARA DI KAB. MALUKU TENGGARA Sathean 343,5 Ha : 118,21 Ha Rata-rata Produksi : 50,99 Ton/45 Hari Letvuan Luas Lahan : 165 Ha Pemanfaatan : 48,14 Ha Rata-rata Produksi : 25,67 Ton/45 hari Luas Lahan :
Pemanfaatan
Ibra 52,3 Ha 21,83 Ha Rata-rata Produksi : 14 Ton/45 hari Luas Lahan :
Pemanfaatan :
Elat Luas Lahan :
28 Ha 15,25 Ha Rata-rata Produksi : 14 Ton/45 hari Pemanfaatan :
Warbal Luas Lahan :
725,25 Ha 28 Ha Rata-rata Produksi : 14 Ton/45 hari Pemanfaatan :
Kelanit Luas Lahan :
Sungai Ngafan Luas Lahan : 58,4
Pemanfaatan :
Pemanfaatan :
66 Ha 18,78 Ha Rata-rata Produksi : 5,22 Ton/45 hari
Ha 1,6 Ha Rata-rata Produksi : 0,81 Ton/45 hari
Gambar 12 Peta pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara
Terlihat pada Gambar 12 rata-rata produksi sangat berbeda secara signifikan pada tiap-tiap daerah di sebabkan karena luas lahan dan pemanfaatan dari tiap-tiap daerah yang berbeda sehingga rata-rata produksi masing-masing daerah berbeda-beda. b. Manajemen sumber daya manusia Peran serta masyarakat dan pemerintah maupun lembaga-lembaga terkait demi mendukung pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara sangat penting. Realitas SDM suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari realitas pendidikan sebagai system fundamental pengelolaan dan penghasil pengetahuan itu sendiri. Pada dasarnya, konsep SDM, setidak-tidaknya mengandung 3 pengertian yang maknanya tercemin pada kata awal yang mendahului istilah SDM tersebut (Tamin, 1998), yaitu : Pertama, Peningkatan SDM yaitu upaya menambah kemampuan SDM yang ada, agar lebih produktif hal ini terkait dalam dunia tenaga kerja; Kedua, Pengembangan SDM, yaitu upaya membina dan mengembangkan kemampuan dasar SDM agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal; Ketiga, Pembangunan SDM, yaitu menciptakan SDM secara berkesinambungan, yang meliputi seluruh aspek hidup manusia untuk dapat memenuhi ciri-ciri hidup manusia seutuhnya. Dalam keterkaitan dengan penjelasan tersebut maka pemerintah daerah Kabupaten Maluku Tenggara telah memberikan perhatiannya terhadap apa yang menjadi kebutuhan nelayan pembudidaya rumput laut dengan adanya program peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan melalui pelatihan dan magang pembudidaya yang telah dilaksanakan saat ini bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Perindustrian dan Perdagangan dengan melakukan ekstensifikasi areal budidaya, yang telah dilaksanakan dalam bentuk training / pelatihan kelompok-kelompok. Berikut ini adalah Tabel 19 pemanfaatan lahan untuk budidaya rumput laut dan peningkatan jumlah pembudidaya Tahun 20072010.
42
Tabel 19 Pemanfaatan lahan untuk budidaya rumput laut dan peningkatan jumlah pembudidaya No.
Tahun
Luas Lahan yang Dimanfaatkan
Persentase
Jumlah Pembudidaya
(%)
(Orang)
(Ha) 1.
2007
3.68
88.5
257
2.
2008
32
95.92
735
3.
2009
785.66
66.90
2.773
4.
2010
2,373.62
-
3.558
Sumber : DKP Kabupaten Maluku Tenggara (2011)
Berdasarkan Tabel dapat dilihat perkembangan yang sangat pesat pada jumlah pembudidaya sehingga lahan yang dibutuhkan semakin besar. Hal ini menunjukan bahwa keinginan serta minat yang ditunjukkan oleh masyarakat di Kabupaten Maluku Tenggara sangat tinggi, sehingga perlu dilakukan pendampingan serta dukungan dari Pemerintah dalam mengarahkan tujuan pengembangan budidaya rumput laut di daerah ini. c. Pengembangan teknologi Dalam penelitian ini dan berdasarkan observasi lapangan, selain pembangunan pabrik, bentuk dari pengembangan teknologi belum begitu terlihat untuk proses budidaya rumput laut secara keseluruhan, sehingga pengolahan budidaya rumput laut masih lebih cenderung menggunakan sistem tradisonal, sehingga belum mampu untuk bersaing dalam pasar global yang secara keseluruhan telah menggunakan sistem kerja yang modern dengan menggunakan teknologi yang setiap saat mengalami perkembangan pesat. Dibandingkan dengan wilayah yang telah menggunakan pengembangan teknologi yang sudah bisa mengekspor langsung hasil olahan rumput laut langsung ke Negara-negara konsumen. d.Pembelian Hasil penelitian yang dilakukan membuktikan bahwa sistem tata niaga yang belum terkoordinir dengan baik yang mengacu pada norma-norma industrialitas mempengaruhi laba yang dihasilkan dari penjualan. Koefisienan pasar yang belum maksimal sehingga pelaku rantai nilai belum menikmati prinsip win-win solution yang seharusnya ada dalam setiap kegiatan pasar. Dalam hal keefisienan pasar, diperlukan perhatian khusus dari pemerintah guna melakukan promosi investasi sampai kepada memfasilitasi kemitraan antara pembudidaya dengan investor terhadap akses teknologi, pasar dan modal usaha sehingga pemerataan fluktuasi harga dapat teratasi. Bagian dari struktur value chain system pada aktifitas pendukung yang telah ditelaah antara lain dijelaskan dalam Tabel 20.
43
Tabel 20 Aktivitas pendukung INFRASTRUKTUR
a. Sarana transportasi yang cukup memadai untuk mengoptimalkan proses pengangkutan hasil budidaya rumput laut antar pedagang pengumpul.
AKTIFITAS PENUDUKUNG
b. Ketersediaan sarana jalan yang cukup memadai karena sebagian jalan yang ada telah di hotmix c. Pembagunan fisik pabrik pengolahan rumput laut yang sudah mencapai 90%. SUMBERDAYA MANUSIA
a. Adanya program peningkatan kapasitas SDM dan kelembagaan melalui pelatihan dan magang pembudidaya yang bekerjasama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. b. Pembimbingan oleh tenaga professional untuk pekerjaan dalam pabrik pengolahan rumput laut yang didatangkan dari kementerian perindustrian dan perdagangan.
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBELIAN
1. Selain pembangunan pabrik, pengadaan alat-alat pabrik juga telah didatangkan didukung dengan pembangunan Depo, Penyimpanan dan Lantai Penjemuran, serta pengembangan kawasan minapolitan. 1. Sistem tata niaga yang belum terkoordinir dengan baik yang seharusnya mengacu pada norma industrialitas. 2. Kegiatan pasar belun maksimal pelaku rantai nilai belum menerapkan prinsip win-win solution. 3. Kurangnya promosi investasi sampai memfasilitasi kemitraan antara pembudidaya dengan investor terhadap akses teknologi, pasar dan modal usaha sehingga pemerataan fluktuasi harga dapat teratasi.
Sumber : Data diolah (2012)
3.3 Value chain system dalam budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara Hasil uraian penelitian dalam aktifitas utama: (1) logistik kedalam yang dimulai dari persediaan pembibitan yang memiliki nilai tambah karena bibit dihasilkan secara pribadi dan tidak dibeli, pembibitan ini pun secara terusmenerus dapat dihasilkan dengan demikian maka tidak ada biaya tambahan untuk pembelian bibit oleh nelayan pembudidaya sehingga persiapan untuk pengolahan dapat dimaksimalkan sesuai dengan modal yang cukup. (2) Operasi merupakan bagian yang memiliki banyak proses dengan persiapan modal yang harus cukup karena kurangnya infrastruktur yang memadai baik dalam proses pengolahan budidaya, maupun transportasi serta keadaan alam yang dapat mengakibatkan kerugian. Perlunya biaya-biaya tambahan bahkan modal yang tidak cukup untuk pengembangan usaha budidaya. Dalam hal ini, pemerintah seyogyanya mempunyai andil yang besar untuk melakukan kegiatan yang telah diprogramkan untuk pengembangan usaha ini secara berkesinambungan. Dimulai dari proses pengolahan dengan perlengkapan yang terbatas, pengawasan mutu produksi yang tidak ada, pemeliharaan budidaya rumput laut saat terserang hama dan penyakit yang hanya dengan tindakan seadanya karena minimnya sumber daya manusia sehingga dapat mengakibatkan gagal panen dan mengalami kerugian dan kurangnnya tenaga professional untuk tindakan pendampingan. (3). Logistik Keluar, nelayan pengolah budidaya rumput laut lebih berperan aktif dan lebih membutuhkan tenaga kerja ekstra pada saat pengumpulan maupun penyimpanan atau penggudangan hasil panen dikarenakan luas lahan yang mencapai 25 hingga 50 meter, dengan adanya penambahan tenaga kerja maka ada biaya sewa tambahan yang dihitung perbulan
44
dengan nilai Rp. 1,000.000 – 1,500.000,- jika dibayar perhari maka nilainya Rp. 100.000,- sampai dengan Rp.150.000,-. Begitu pula dengan pedagang pengumpul skala kecil maupun pedagang pengumpul skala besar yang seyogyanya telah menyiapkan modal yang cukup untuk melakukan penjualan maupun pengiriman ke daerah pengecer (Surabaya), namun kadang modal yang disediakan pun tidak cukup untuk mendapatkan keuntungan yang seharusnya karena fluktuasi harga yang sering terjadi serta biaya-biaya tambahan yang tidak terduga lainnya. 4). Pemasaran dan penjualan berdasarkan hasil penelitian belum mencapai tingkat optimal karena sistem tata niaga yang belum terkoordinir dengan baik, sehingga penetapan harga sering dilakukan secara sepihak tanpa melihat keefisienan pasar, menyebabkan kurangnya penghasilan yang diterima dari produsen utama yang dalam hal ini adalah nelayan pembudidaya rumput laut. Keuntungan yang dirasakan hanya ada pada sebagian pihak, minimnya informasi harga pasar oleh nelayan serta modal yang terbatas untuk langsung melakukan transaksi dengan pedagang pengumpul skala besar, menjadikan tidak tersedianya pilihan lain untuk penjualan. Begitu pula dengan permintaan pasar yang tidak dapat dilayani karena keterbatasan produksi dan pengolahan hasil budidaya rumput laut. 4 Analisis nilai tambah 4.1 Analisis nilai tambah nelayan Analisis nilai tambah pada nelayan menggunakan beberapa asumsi: a. Produksi rumput laut dalam 45 hari mencapai 1.000 Kg. b. Perhitungan Biaya Penyusutan menggunakan Matode garis lurus. c. Jumlah Output yang dihitung sebanyak jumlah siap panen yang dihasilkan dalam 45 hari. Tabel 21 Analisis nilai tambah rumput laut ditingkat nelayan Komponen Total Biaya Biaya rata-rata (Rp) (Rp/Kg) Biaya bahan baku Tali ris polietilen 8mm 2,000.000 2000 Tali polietilen 10mm 2,250.000 2.250 Tali raffia 15.000 15 Jangkar 200.000 200 Bibit 600.000 600 Pelampung utama 400.000 400 Pelampung kecil 40.000 40 Total biaya bahan baku (1) 5,505.000 5505 Biaya operasional Bbm 1,170.000 39 Upah tenaga kerja 100.000 3.33
Presentase (%) 32.19 34.61 0.23 3.07 9.23 6.15 0.61 86.09 0.6 0.05
45
Lanjutan Tabel 21 Komponen
Total biaya operasional (2) Total biaya produksi (Rp) = (1)+(2) Biaya penyusutan peralatan dan kendaraan Sampan Katinting Terpal Timbangan Keranjang Total biaya penyusutan (3) Perhitungan nilai tambah Nilai input (1)+(2)+(3) Nilai output Nilai tambah Sumber : Data diolah (2013)
Total Biaya (Rp)
Biaya rata-rata (Rp/Kg)
Presentase (%)
1,270.000 6,775.000
42.33 5547.33
0.65 86.74
125.000 400.000 60.000 75.000 5.000 665.000
125 400 60 50 5 665
1.92 6.15 0.92 0.76 0.07 9.82
6212.33 6500 287.67
95.57 100 4.43
Perhitungan nilai tambah pada nelayan dilihat berdasarkan kondisi rumput laut dari komponen-komponen pembentuk biaya bahan baku, operasional serta biaya penyusutan. Nilai input nelayan rumput laut adalah biaya-biaya hingga rumput laut siap di panen sedangkan outputnya rumput laut yang di jual ke pedagang pengumpul. Kondisi ini bertujuan untuk membandingkan nilai tambah yang diperoleh oleh masing-masing pihak disepanjang rantai tersebut. Tabel 21 menunjukan nilai input nelayan adalah 6212 per kg. sedangkan perolehan nilai tambah pada nelayan dari 1 kg rumput laut sebesar Rp. 287.67.
4.2 Analisis nilai tambah pedagang pengumpul skala kecil Pada Tabel 22 menunjukan bahwa nilai tambah oleh pedagang pengumpul skala kecil sebesar 550 per kg. nilai input didapat dari harga beli dari nelayan di tambah dengan biaya operasional dan penyusutan. Sedangkan output yang di terima dari pedagang pengumpul besar. Tabel 22 menyajikan analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala kecil. Tabel 22 Analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala kecil Komponen Total Biaya Rata-rata Presentase (%) Biaya (Rp) ( Rp/Kg) Biaya bahan baku Rumput laut kering 9,750.000 6.500 86.67 Total biaya bahan baku 9,750.000 6.500 86.67 (1) Biaya operasional Tempat penyimpanan 120.000 80 1.06
46
Lanjutan Tabel 22 Komponen
Karung Upah tenaga kerja Transportasi Total biaya operasional (2) Biaya penyusutan Timbangan Total biaya penyusutan (3) Perhitungan nilai tambah Nilai input (1)+(2)+(3) Nilai output Nilai tambah Sumber : Data diolah (2013)
Total Biaya (Rp)
Biaya Rata-rata ( Rp/Kg)
Presentase (%)
30.000 150.000 300.000 600.000
20 100 200 400
0.26 1.33 2.67 5.32
75.000 75.000
50 50
0.66 0.66
6.950 7.500 550
92.65 100 7.35
4.3 Analisis nilai tambah pedagang pengumpul skala besar Pada Tabel 23 menunjukan bahwa nilai tambah oleh pedagang pengumpul skala besar sebesar 550 per kg. nilai input didapat dari harga beli dari pedagang pengumpul kecil di tambah dengan biaya operasional dan penyusutan. Sedangkan output yang di terima dari pengecer. Tabel 23 menyajikan analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala besar. Tabel 23 Analisis nilai tambah rumput laut di tingkat pedagang pengumpul skala besar Komponen Biaya bahan baku Rumput laut kering Total biaya bahan baku (1) Biaya operasional Upah tenaga kerja Packing Transportasi Total biaya operasional (2) Biaya penyusutan Timbangan Total biaya penyusutan (3) Perhitungan nilai tambah Nilai input (1)+(2)+(3) Nilai output Nilai tambah Sumber : Data diolah (2013)
Total Biaya (Rp)
Biaya Rata-rata (Rp/Kg)
Persentase (%)
11,250.000 11,250.000
7.500 7.500
83.33 83.33
300.000 300.000 300.000 900.000
200 200 200 600
2.22 2.22 2.22 6.66
75.000 75.000
50 50
0.55 0.55
8150 9000 850
90.54 100 9.46
4.4 Analisis rantai nilai Organisasi rantai nilai merupakan sebuah hubungan manajemen atau system kerja yang terorganisir diantara anggota masing-masing sepanjang rantai nilai. Tabel 24 menyajikan perbandingan analisis nilai tambah pada nelayan, pedagang pengumpul skala kecil, dan pedagang pengumpul skala besar.
47
Tabel 24 Perbandingan analisis nilai tambah nelayan, pedagang pengumpul kecil, pedagang pengumpul skala besar Analisis Rantai Nilai Rumput Laut Jenis Kegiatan
Nelayan
Pengumpul Kecil Persentase Biaya Persentase (%) (Rp/kg) (%) 86.09 6500 86.67
Pengumpul Besar Biaya (Rp/kg) 7500
Persentase (%) 83.33
Produksi
Biaya (Rp/kg) 5505
Operasi
42.33
0.65
400
5.32
600
6.66
Biaya penyusutan
665
9.82
50
0.66
50
0.55
Total Biaya
6212.33
95.57
6950
92.65
8150
90.54
Harga jual
6.500
100
7500
100
9.000
100
Margin
287.67
4.43
550
7.35
850
9.46
Dapat dilihat pada Tabel 24 di sini dari nelayan sampai dengan pedagang pengumpul skala besar mempunyai perbandingan yang berbeda-beda dari hasil produksi sampai dengan memperoleh nilai tambah. 5 Hasil analisis SWOT Untuk memperoleh strategi pengembangan pemasaran yang baik, maka perlu dilakukan analisis SWOT. Analisis SWOT merupakan suatu alternatif dari pendekatan faktor internal meliputi kekuatan (strength) dan kelemahan (weaknesses) serta faktor eksternal yang meliputi peluang (opportunities) dan ancaman (threats). 5.1 Internal 1. Kekuatan a. Pemanfaatan lahan potensial b. Memiliki lahan yang potensial dengan luas sebesar: 5.103 Ha, lahan yang dimanfaatkan : 2,373.62 Ha atau 46.51% dan lahan yang belum dimanfaatkan sebesar : 2,729.38 Ha atau 53.49%. c. Kondisi perairan yang subur Kondisi perairan Kabupaten Maluku Tenggara yang subur dan semi tertutup (selat dan teluk) serta relative dangkal, bebas polutan, jernih dan kondisi hidrografi perariran yang mendukung usaha budidaya rumput laut. d. Program pemerintah yang mendukung pengembangan usaha budidaya rumput laut Program-program pemerintah berupa kemudahan pengurusan perijinan usaha, ketersediaan sarana prasarana jalan ke sentra–sentra produksi, bantuan sarana prasarana bagi pembudidaya dan peningkatan kualitas SDM melalui Pelatihan, Magang dan Pembinaan.
48
e. Nelayan memiliki motivasi yang tinggi masyarakat khususnya nelayan di Kabupaten Maluku tenggara memilki motivasi diri yang tinggi untuk berkembang dalam usaha budidaya rumput laut 2. Kelemahan a. Pengetahuan SDM masih rendah Sumber daya manusia yang belum memadai untuk pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara b. Keadaan alam Keadaan alam yang tidak mendukung proses pengolahan budidaya rumput laut pada musim pancaroba sehingga timbul biaya-biaya tambahan dari setiap pelaku rantai nilai dan juga tidak adanya kesadaran optimal dari masyarakat sekitar untuk menjaga dan melestarikan kebersihan lingkungan laut. c. Kurangnya sarana infrastruktur Kurangnya sarana infrastruktur dalam proses pembudidayaan rumput laut terutama dalam proses produksi dan tenaga professional. d. Keterbatasan modal Modal memiliki peranan yang sangat penting dalam menjalankan suatu usaha dan modal yang dimiliki seringkali tidak mencukupi untuk mengoptimalkan budidaya rumput laut e. Kurangnya kegiatan promosi Promosi merupakan strategi yang sangat penting untuk membuat produk dapat di pasarkan dengan baik dan optimal, jika promosi yang dilakukan tidak sampai ke konsumen maka produk yang akan di jual tidak akan bertahan, kurangnya kegiatanpromosi juga menjadi kendala dalam memasuki pasar dn mencari pemasok baru karena untuk memasuki suatu pasar baru tidak semudah yang di harapkan. f. Belum adanya arsip pembukuan Dalam urusan keuangan nelayan tidak ada pembukuan karena belum ada SDM yang dapat menangani secara khusus masalah keuangan dan administrasi sehingga sulit untuk melakukan penilaian kinerja keuangan. 5.2 Eksternal 1. Peluang a. Pasar rumput laut yang masih terbuka lebar Hal ini merupakan peluang untuk menarik minat masyarakat terhadap pasar rumput laut sehingga tidak menutup kemungkinan nelayan dapat memenuhi kebutuhan konsumen-konsumen di sekitarnya. b. Dukungan pemerintah Meskipun dukungan pemerintah masih kecil di rasakan oleh nelayan tetapi perlahan-lahan dukungan pemerintah sedikit demi sedikit diperlihatkan dengan mengadakan pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan proses produksi rumput laut, pemerintah juga membantu dengan tersedianya sarana produksi, dukungan pemerintah daerah berupa kemudahan pengurusan ijin usaha, ketersediaan sarana prasarana jalan ke sentra-sentra produksi, bantuan sarana prasarana bagi pembudidaya dan peningkatan kualitas SDM melalui pelatihan, magang dan pembinaan.
49
c. Dukungan dunia usaha dan perbankan Dukungan dunia usaha dan perbankan dalam pemberian kredit ke nelayan dalam bentuk pinjaman kredit yang disebut sebagai KUR (kredit usaha rakyat ). d. Akses sarana transportasi memadai Akses sarana transportasi laut dan darat dari dan ke Kabupaten Maluku tenggara terbuka bebas dan memadai. e. Spektrum pasar nasional dan internasional Spektrum pasar yang sngat luas meliputi pangsa pasar nasional dan internasional dalam bentuk produk : rumput laut basah, kering dan olahan rumput laut dalam skala industri kecil dan menegah seperti sirup, dodol, permen kerupuk dll. f. Memiliki peluang investasi Memiliki peluang investasi pengembangan bisnis rumput laut dalam bentuk skala rumah tangga dalam bentuk (home industri) dan industri pabrik pengolahan skala kecil dan menegah dengan pola kemitraan. g. Adanya loyalitas pelanggan Meskipun masih memiliki sedikit pasar dalam memasarkan produknya namun terdapat pelanggan yang setia membeli produk yang ditawarkan, hal ini dapat di jadikan peluang agar selalu menjaga mutu dari rumput laut sesuai selera dan menjaga kepercayaan yang diberikan. 2. Ancaman a. Hama dan penyakit yang menyerang Salah satu penyebab nelayan merasa takut gagal dalam menjalankan usaha rumput laut adanya serangan hama dan penyakit yaitu penyakit ice-ice yang di tandai dengan warna putih pucat, dan tindakan pencegahan yang dilakukan nelayan masih sangat minim karena hanya membersikan rumput laut dari kotoran-kotoran yang menempel. b. Fluktuasi harga penjualan yang tidak menentu Fluktuasi harga penjualan yang tidak menentu di akibatkan karena tidak adanya pengawasan dari pemerintah yang mengakibatkan adanya penentuan harga sepihak ke nelayan. c. Belum adanya lembaga yang mengawasi kualitas mutu Belum adanya lembaga di kabupaten Maluku tenggara yang dapat mengawasi kualitas dan mutu baku dari hasil budidaya rumput laut. d. Tidak adanya kegiatan yang bersifat kontinue Tidak adanya kegiatan yang bersifat continue dan merata dari pemerintah dalam meningkatkan sumber daya manusia. e. Kurang adanya kerjasama dengan perusahaan pengolahan Kurang adanya peningkatan kerjasama dengan perusahaan pengolahan. f. Iklim dan cuaca yang tidak menentu Iklim dan cuaca yang tidak menentu menjadi ancaman dalam menjalankan usaha budidaya rumput laut misalnya pada pergantian musim yang dapat mengakibatkan serangan hama dan penyakit sehingga nelayan harus paham benar apa yang harus dilakukan jika iklim dan cuaca tidak menentu ini sehingga gagal panen dapat di antisipasi.
50
5.3 Matriks internal dan eksternal Proses dari berbagai strategi pengembangan dapat menentukan prioritas strategi. Untuk menetapkannya perlu dibuat matriks Internal dan matriks Eksternal dari strategi pemasaran rumput laut hasil analisis matriks IFE dapat disajikan pada Tabel 25. Tabel 25 Hasil analisis matriks IFE Faktor Internal I. KEKUATAN A. Pemanfaatan lahan yang potensial B. Kondisi peraiaran yang subur C. Program pemerintah yang mendukung program pengembangan budidaya rumput laut D. Nelayan memiliki motivasi yang tinggi II. KELEMAHAN E. Pengetahuan SDM yang masih rendah F. Keadaan alam yang tidak mendukung proses pengolahan G. Kurangnya sarana infrastruktur H. Keterbatasan Modal I. Kurangnya kegiatan promosi J. Belum adanya arsip pembukuan TOTAL
Bobot A
Rating B
Skor AxB
0.091 0.100 0.107
4 4 4
0.363 0.400 0.430
0.111
4
0.444
0.122 0.089
1.333 2
0.163 0.178
0.107 0.115 0.094 0.063 1.000
2 1 1.667 0.167
0.214 0.115 0.157 0.010 2.474
Sumber : Data diolah (2013)
Tabel 26 Hasil analisis matriks EFE Faktor Eksternal
Bobot A
Rating B
Skor AxB
0.065 0.074 0.069 0.080 0.073 0.080 0.075
4 3.667 3 3 3.333 3.333 3
0.261 0.270 0.208 0.240 0.242 0.267 0.224
0.090
2
0.18
0.079
2
0.158
J. Belum adanya lembaga yang mengawasi kualitas 0.085 mutu
1.667
0.142
K. Tidak adanya kegiatan yang bersifat kontinu
0.058
1.667
0.096
L. Kurang adanya kerja sama dengan perusahaan pengelolah
0.076
2
0.152
M. Iklim dan cuaca yang tidak
0.096
2
0.192
1. PELUANG A. Pasar rumput laut dalam negeri masih terbuka B. Dukungan pemerintah C. Dukungan dunia usaha dan perbankan D. Akses sarana transportasi yang memadai E. Spektrum pasar nasional dan internasional F. Memiliki peluang investasi G. Adanya loyalitas pelanggan 2. ANCAMAN H. Hama dan penyakit yang menyerang I. Fluktuasi harga penjualan
Menentu TOTAL
Sumber : Data diolah (2013)
1.000
2.634
51
Setelah skor akhir diperoleh, langkah selanjutnya adalah memasukkan angka tersebut ke dalam Matrik Internal Eksternal untuk menentukan posisi perusahaan. Apabila posisi sudah diketahui, maka penyusunan formulasi strategi dapat segera dilakukan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 13.
Pemetaan hasil Matrix IE Kuat
Sedang
3,0 – 4,0 Tinggi
4,0
3,0 – 4,0
Sedang 2,0-2,99
Lemah
2,0 – 2,99 3,0
2.474
1,0 – 1,99 2,0
1,0
(I)
(II)
(III)
(IV)
(V)
(VI)
(VII)
(VIII)
(IX)
3,0 2.634
2,0 Rendah 1,0 – 1,99
1,0 Gambar 13 Hasil matrix IE Berdasarkan hasil analisis internal diperoleh skor tertimbang 2.474 sedangkan dari hasil analisis eksternal diperoleh skor tertimbang 2.634. Maka gabungan dari faktor internal dan faktor eksternal (Tabel IFE dan EFE) tersebut memperlihatkan posisi obyek yang sedang diteliti yaitu berada pada ruang V yaitu stabilitas (menjaga dan mempertahankan). Strategi yang layak ditawarkan untuk posisi stabil tersebut yaitu para nelayan dapat melakukan kegiatan penetrasi pasar dan langkah penyempurnaan strategi pengembangan produknya untuk mempertahankan dan memelihara kinerja yang sudah dicapai. 5.4 Formulasi Strategi Dalam merumuskan dan menetapkan alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh nelayan, maka terlebih dahulu dibuat matriks SWOT sebagaimana terlihat pada Tabel 27.
52
Tabel 27 Matrix SWOT Faktor – factor Internal
Eksternal
Kekuatan (S)
Kelemahan (W)
1. Ketersediaan lahan yang potensial 2. Kondisi perairan yang subur 3. Dukungan pemerintah 4. Nelayan memiliki motivasi yang tinggi
1. SDM yang belum memadai 2. Iklim dan cuaca yang tidak menentu 3. Kurangnya sarana infrastruktur 4. Keterbatasan modal 5. Kurangnya kegiatan promosi 6.Kurang adanya kerjasama dengan perusahaan pengelolah
PELUANG (O) 1.Pengembangan rumput laut dalam negeri masih terbuka lebar 2. Program pemerintah yang mendukung pengembangan usaha budidaya rumput laut 3.Dukungan dunia usaha dan perbankan 4.Akses sarana transportasi memadai 5.Spectrum pasar yang nasional dan internasional 6.Memiliki peluang investasi 7.Adanya loyalitas pelanggan
STRATEGI (SO) STRATEGI(WO) 1.Memberdayakan nelayan 1. Mengikutsertakan nelayan dalam program budidaya dalam program rumput laut pada lahan yang pengembangan dan ada (S1,S2,O1) ketrampilan serta melakukan 2.Memanfaatkan pendanaan yang pelatihan manajemen tersedia untuk keuangan dan strategi bisnis mengembangkan budidaya serta pengadministrasian rumput laut dan ketrampilan dengan melakukan kerjasama nelayan (S2,O2,O3) secara intensif dalam 3.Memperluas jaringan distribusi peningkatan SDM dan untuk memasuki pasar guna pinjaman modal mendapatkan konsumen serta (W1,W2,W3,O1,O2,O3) membuat program loyalitas 2. Meningkatkan dan melakukan pelanggan (S4,O4,O5,O6,O7) promosi secara continue untuk mendapatkan pasar dan loyalitas pelanggan(W4,W5,W6,O4,O5 ,O6,O7) ANCAMAN (T) STRATEGI (ST) STRATEGI (WT) 1. Hama dan penyakit yang1. Melakukan dan merencanakan 1. Meningkatkan menyerang pola tanaman yang baik untuk pengetahuan SDM untuk 2. Fluktuasi harga penjualan menghadapi hama yang mengatasi serangan hama yang tidak menentu menyerang dan dapat penyakit dan cuaca yang tidak 3. Belum adanya lembaga memanfaatkan harga yang menentu (W1,T1,T6) yang mengawasi kualitas kompetitif (S1,S2,S4,T1,T2,T6) 2. Menjamin usaha budidaya mutu 2. Bekerjasama dengan pemerintah rumput laut yang layak financial 4. Tidak adanya kegiatan dan swasta untuk memanfaatkan dan menbangun jaringan yang bersifat kontinu infrastruktur pengolahan dan kerjasama dengan perusahan lain 5. Belum adanya arsip sarana promosi (S3,T3,T4,T5) serta melakukan kegiatan pembukuan pelatihan yang continue 6. Keadaan alam yang tidak (W2,W3,W4.W5,W6,T2,T3,T4,T mendukung proses 5) pengolahan
Berdasarkan matriks SWOT di atas maka dapat diambil 9 alternatif strategi adalah sebagaimana terurai sebagai berikut: 1. Alternatif strategi pertama – strategi SO Strategi ini merupakan kombinasi antara menggunakan kekuatan internal dan memanfaatkan peluang yaitu terdiri dari:
53
a. Nelayan budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara pada kekuatan memiliki lahan yang potensial dan memilki kondisi perairan yang subur dimana pemasaran rumput laut dalam negeri masih terbuka lebar sehingga para nelayan sebaiknya diberikan pelatihan-pelatihan dalam program budidaya rumput laut agar lahan dan koindisi perairan dapat di manfaatkan, jaringan distribusi merupakan strategi yang baik untuk memanfaatkan pasar rumput laut yang masih terbuka lebar untuk mendapatkan konsumen baru. b. Nelayan membutuhkan dukungan pemerintah dan mengharapkan agar program pemerintah dapat mendukung pengembangan usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Maluku Tenggara dengan memanfaatkan pendanaan yang tersedia untuk mengembangkan budidaya rumput laut dengan ketrampilan nelayan. c. Nelayan budidaya rumput laut memiliki motivasi yang tinggi yang didukung dengan akses sarana transportasi yang memadai serta spektrum pasar yang luas sehingga dapat mempertahankan loyalitas pelanggan serta memiliki peluang untuk berinvestasi dimasa mendatang serta jaringan distribusi merupakan strategi yang baik untuk memanfaatkan pasar rumput laut yang masih terbuka lebar untuk mendapatkan konsumen baru. 2. Alternatif strategi kedua – strategi WO Strategi ini bertujuan untuk meminimalkan, atau memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil manfaat dari peluang eksternal. a. Untuk mengembangkan usaha budidaya rumput laut diperlukan manajemen pembukuan keuangan yang baik untuk dapat melakukan evaluasi, perencanaan dan pengadministrasian usaha, selain manajemen pembukuan keuangan, pengetahuan SDM yang memadai, modal yang tersedia dapat juga dilakukan dengan memanfaatkan program pelatihan dan pembinaan yang diadakan oleh dinas-dinas terkait. b. Dalam memasarkan produknya belum dilakukan secara optimal oleh karena itu perlu adanya peningkatan kegiatan promosi agar konsumen yang belum mengenal atau mengetahui sebelumnya dapat mengakses melalui media internet karena dapat menjangkau ke masyarakat luas. 3.Alternatif strategi ketiga – strategi ST Strategi ini diciptakan dengan menggunakan kekuatan untuk menghindari, atau mengatasi dampak ancaman eksternal, yaitu antara lain : a. Serangan hama dan penyakit datang pada saat tertentu, seperti pada musim panas tanaman akan sering terkena hama dan penyakit, sehingga nelayan dituntut untuk dapat mengatasi ancaman tersebut. Salah satunya dengan cara perencanaan pola tanam yang baik di setiap awal musim tanam membangun kerjasama dengan perusahaan lain untuk memperluas pasar, transportasi, dan menghadapi persaingan. Ancaman eksternal yang muncul dan senantiasa merongrong bisnis akan mudah teratasi jika dilakukan penggabungan kekuatan dari pelaku bisnis sejenis. Penggabungan kekuatan dimaksud adalah dilakukannya kerjasama antara koperasi atau pelaku bisnis sejenis sehingga persaingan dapat teratasi, perluasan pasar
54
dapat diwujudkan, biaya transportasi akan dapat direduksi sehingga menjadisehingga dapat mengatasi ancaman-ancaman yang ada lebih ringan dan kondisi lainnya yang tidak menciptakan kondisi bisnis yang lebih sulit dibandingkan sebelumnya. b. Dengan adanya kerjasama pemerintah dan swasta untuk memanfaatkan infrastruktur pengolahan dan sarana promosi pengembangan budidaya rumput laut di kabupaten Maluku tenggara, masyarakat maupun pemerintah seyogyanya terlibat dalam upaya pengembangan produk unggulan dengan meningkatkan SDM sebagai aspek fundamental sehingga dapat mengatasi ancaman-ancaman yang ada 4.Strategi keempat – strategi WT Strategi ini diciptakan untuk meminimalkan kelemahan dan menghindari ancamanyaitu antara lain adalah sebagai berikut: a. Dalam menghadapi ancaman serangan hama dan penyakit serta iklim yang tidak menentu maka nelayan harus memiliki pengetahuan yang memadai sehingga dapat melakukan pencegahannya. b. Dalam usaha menjamin usaha budidaya rumput laut yang layak secara financial, perlu terus dilakukan upaya pemberdayaan nelayan pembudidaya sehingga dapat melaksanakan intensifikasi usaha dengan secara baik. Pemberdayaan nelayan pembudidaya dapat dilaksanakan melalui peningkatan kualitas SDM maupun bantuan-bantuan permodalan yang disediakan serta membangun kerjasama dengan perusahaan pengelolah lain dan juga dapat melakukan pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan pemerintah sehingga diharapkan dapat saling melengkapi antara satu dengan lainnya dan dapat mengatasi ancaman tersebut.
55
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Nelayan pembudidaya sebagai pelaku pada sub sistem operasional dalam aktifitas utama value chain system rumput laut memiliki pengalaman kerja ratarata 2 tahun dan pengetahuan yang sederhana dalam mengatasi dan menghindari kerugian yang terjadi serta proses pengolahan maupun proses pemeliharaan akibat keadaan alam dan kurangnya pengetahuan formal tentang budidaya rumput laut yang baik. Bagian sub sistem pemasaran dan penjualan memiliki rantai tataniaga yang belum memiliki kinerja yang baik karena adanya penentuan harga secara sepihak oleh pedagang pengumpul lokal skala kecil kepada nelayan pembudidaya, begitu pula dengan investasi pasar yang belum dapat dijangkau oleh pemerintah daerah. Adanya program pengembangan sektor produk unggulan oleh pemerintah daerah dengan bantuan-bantuan materil serta pengembangan sumber daya manusia tidak berkesinambungan belum diimbangi dengan infrastruktur yang memadai dalam mengoptimalkan pemanfaatan lahan yang sangat potensial. 2. Hasil analisis SWOT diperoleh analisis internal skor tertimbang 2.474 sedangkan dari hasil analisis eksternal diperoleh skor tertimbang 2.634. Gabungan dari faktor internal dan faktor eksternal tersebut memperlihatkan posisi obyek yang sedang diteliti berada pada ruang V yaitu stabilitas (menjaga dan mempertahankan). Strategi yang layak ditawarkan untuk posisi stabil tersebut yaitu para nelayan dapat melakukan kegiatan penetrasi pasar dan langkah penyempurnaan strategi pengembangan produknya untuk mempertahankan dan memelihara kinerja yang sudah dicapai.
Saran
Saran yang dapat disampaikan bagi pengembangan budidaya rumput laut adalah sebagai berikut: 1. Untuk mewujudkan usaha budidaya rumput laut yang berkelanjutan perlu dilakukan penataan terhadap rantai tataniaga dan tidak beraturan, yang tidak sesuai dengan norma industri dan keefisienan pasar. Penataan budidaya rumput laut perlu memiliki legalitas yang kuat agar tidak memberi peluang timbulnya konflik melihat semakin meningkatnya pembudidaya rumput laut dalam 4 tahun terakhir ini. 2. Strategi pemasaran budidaya rumput laut yang memperhatikan peluang dan kekuatan internal dari value chain system dengan program strategis pengembangan rumput laut misalnya: a) Pengembangan teknologi melalui kerja sama dengan institusi litbang dan perguruan tinggi dalam hal pengadaan mesin/peralatan (teknologi terapan)
56
dan ahli teknologi yang spesifik untuk pengolahan rumput laut (contohnya teknologi dari luar negeri seperti Perancis) b) Fasilitasi pendidikan melalui pelatihan dan seminar/workshop dalam rangka peningkatan pengetahuan, keahlian dan teknologi SDM untuk mendukung industri pengolahan. c) Perlu adanya strategi pengembangan usaha rumput laut ke depan dari hulu ke hilir sebagai upaya mengontrol kualitas produk, mengoptimalkan nilai tambah produk, mengeliminasi intervensi harga dari luar, memberi peran kepada stakeholder secara proporsional dan membantu pemerintah daerah di dalam mengembangkan produk unggulan daerah. d) Memfasilitasi kemitraan antara pembudidaya dengan investor terhadap akses teknologi, pasar dan modal dan penjaminan kualitas rumput laut dengan mengembangkan laboratorium pengujian.
57
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, Liviawaty. 1993. Budidaya Rumput Laut dan Cara Pengolahannya. Jakarta (ID): Bhratara. Ahmed N U, Sushil KS. 2008. Poters Value Chain Model of the Internet for Environmental Gains. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 16] tersedia pada: http://www.knowledgeboard.com/download/3026/ijed_3_3_200. Aimin W, Li Shunxi. 2011. A Model of Value Chain Managemen Based on Customer Relationship Management [Internet]. [diunduh 2012 April 7]. Terdapat pada: http://www.research2008.uct.ac.za/pdfs/Research2008. Aslan L M.1998. Budidaya Rumput Laut. Yogyakarta (ID) : Kanisius. Aslaam NM. 2011. Pengembangan Pelabuhan: Faktor Kompetitif dalam rantai Nilai. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 10] Tersedia pada: http://www.globalreseach.com.my/journal/management_vol2no1. Atmaja W S. 1989. Potensi Alga Laut Sebagai Sumber Obat-obatan. Makalah disampaikan pada seminar nasional obat dan pangan kesehatan 26-27 Juni. Jakarta (ID). [Bappeda] Badan Perencanaan dan Pendapatan Daerah Malra. 2011. Kabupaten Maluku Tenggara. [BPS] Badan Pusat Statistik Malra. 2011. Kabupaten Maluku Tenggara. Cahyani. 2006. Analisis Rantai Nilai dan Determinan Keunggulan Kompetitif Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Bogor [Tesis] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Clarke K J, Flanagan, Neill SO. 2010. Value chain of Accounting information, Reposised of Knowledge Accounting. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 16] tersedia pada: http://www.forda-mof.org/jurnal.php?kategori=27. Dahuri R J dan Rais SP, Ginting dan Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta (ID): Pradya Paramita. David FR. 2009. Manajemen Strategis: Konsep-konsep. Edisi Kesembilan. Jakarta (ID): PT Indeks Kelompok gramedia _p278. [DKP] Departemen Kelutan Perikanan. 2010. [internet]. [diunduh 2012 April 12] tersedia pada: http://www.dkp.go.id/brs_file/pdb. [DKP] Dinas Kelautan dan Perikanan Malra. 2011. Kabupaten Maluku Tenggara.
58
Effendi I. 2004. Pengantar Akuakultur.Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Hidayat
A. 1994. Budidaya Rumput Laut. Surabaya (ID): Penerbit Usaha Nasional.
Hubeis M, Najib M. 2008.Manajemen Strategik dalam Pengembangan Daya Saing Organisasi. Jakarta (ID): PT Elex Media Komputindo. Indriani H E. Sumiarsih. 1999. Budidaya, Pengolahan, dan Pemasaran rumput laut. Jakarta (ID): PT. Penebar Swadaya. Kinnear, Taylor R. 1991. Marketing Research: An Applied Approach, 4th editoin, Prentice hall int, ed. Kotler P, G Amstrong. 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran (Terjemahan). Jakarta (ID): Erlangga. ----------1997. Manajemen Pemasaran, Analisis Perencanaan, Implementasi, dan Kontrol. Jakarta (ID): PT. Prehallind. ----------,AB Susanto. 1999. Manajemen Pemasaran di Indonesia: Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jakarta (ID): Salemba Empat. Limbong WH, Sitorus P. 1985. Pengantar Tata Niaga Pertanian. Bogor (ID) : Institut pertanian Bogor. Longenecker JG, Pringle CD. 1991. Management, 5th ed. Columbus (US): Merril Publishing Company. Marimin, Maghfiroh. 2011. Aplikasi Tehnik Pengambilan keputusan dalam manajemen rantai pasok. Bogor (ID) : IPB Press. Narakusuma AM. 2011. Analisis Rantai Nilai Produk Olahan Buah Manggis [Tesis] Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nontji A. 1993. Laut Nusantara. Jakarta (ID): Djambatan. Parlinah N, Bramasto Nugroho, Heny Purnomo.2011. Financial and Institutional Analysis of The Value Chain of Jepara Mahogany Furniture. [Internet]. [diunduh 2012 juni 3] Tersedia pada : http://www.knowledgeboard.com/download/3026/ijed_3_3_200. Pearce JA Robinson RB. 1997. Manajemen Startegik : Formulasi, Implementasi dan Pengendalian (Terjemahan, Jilid I). Jakarta (ID): Bina Rupa Aksara. Pietrobelli C, Rabelloti R. 2006. Upgrading of Global Value chain Lessons From LatinAmerican Clusters Elsevier LTD. Great Britain.
59
Puswati, Ida Ayu Juli. 2002 . Sianida Sampai Disini – Nelayan Desa Les Mereformasi Alat Tangkap. Bali (ID): Yayasan bahtera Nusantara. Purnomo SH, Zulkiflinamsyah. 1999. Manajemen Strategi Sebuah Konsep Pengantar. Jakarta (ID): Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Porter ME. 1985. The Competitive Advantage of Nations. New York (US): The Free Press. ---------1990. The Competitive Advantage of Nations. New York (US): The Free Press. Rahardjo MD. 1985. Masalah Komunikasi di Pedesaan dalam Pembangunan Desa dan LSM. Jakarta (ID): CV. Rajawali. Rangkuti F. 2005. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. Jakarta (ID): Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Siegel S. 1990. Statistik Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial (diterjemahkan oleh Zanzani Suyuti dan Landung Simatupang, 1994). Jakarta (ID): P.T. Gramedia. Suratmo F G. 1995. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta (ID): Gajahmada Press. Syamsudin R. 2004. Pertumbuhan dan Kualitas Rumput Laut Eucheuma rumput laut dengan Berbagai Metode Budidaya. Makasar (ID): Universitas Hasanuddin. Schmitz H. 2005. Value chain Analysis for Policy Makers and Racitoners. ILO working Paper. Geneva. Wang Aimin, Li Shunxi. 2011. A Model of Value Chain Managemen Based on Customer Relationship Management [Internet]. [diunduh 2012 April 7]. Terdapat pada: http://www.research2008.uct.ac.za/pdfs/Research2008. Wongo DJ. 2010. Jurnal Penerimaan Konsumen terhadap Selai Rumput Laut. [Internet]. [diunduh 2012 mei 12]. Wheelen TL, Hunger DJ. 2010. Strategic Management and Business Policy Twelfth Edition. New Jersey (US): Prentice Hall. Zatnika A. 2000. “Manfaat Pasca Panen dan Pengolahan Rumput Laut”. Mataram-NTB (ID): IPTEK Teknologi Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut.
61
LAMPIRAN
62
63
Lampiran 1 Kuesioner 1a Supplier bibit ANALISIS VALUE CHAIN SISTYEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
KUESIONER 1a SUPPLIER: BIBIT
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
64
Lanjutan Lampiran 1. ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
Kepada Yth.Bapak/Ibu responden Di tempat, Saya, Anna Maria Ngabalin,SE. Mahasiswa Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca Sarjana - Institut Pertanian Bogor, saat ini sedang mengadakan penelitian tentang ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU.
Mohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk mengisi kuesioner terlampir, tidak ada jawaban yang salah dalam kuesioner ini,data yang saya terima akan digunakan sepenuhnya untuk keperluan akademis. Atas kerjasama Bapak/Ibu saya sampaikan terimakasih. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : 2. Umur : 3. Alamat : Desa: Kecamatan 4. Pengalaman sudah melakukan kegiatan pembibitan (Tahun): 5. Kegiatan pembibitan sebagai pekerjaan: Utama/Tidak*), jika tidak, sebutkan pekerjaan lainnya: ...................................................... 6. Apakah pernah mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan pembibitan dalam 3 tahun terakhir? : Ya/Tidak*), jika ya, sebutkan pelatihan mengenai apa: .................................................................................................................. ......................
A. KEADAAN USAHA PEMBIBITAN 7. Dalam menjalankan usaha, dibantu oleh ...............orang dengan .................orang dibayar per bulan Rp ..........................(uang dan natura) dan .................orang dibayar per hari Rp ..........................(uang dan natura) 8. Luas Lokasi Pembibitan:...........ha 9. Metoda budidaya digunakan:
65
Lanjutan Lampiran 1 10. Jenis/varitas yang dibudidayakan: 11. Koordinasi dan kerjasama antara nelayan rumput laut dalam penyediaan bibit? 12. Jika ya, bagaimana bentuknya? 13. Jika tidak, mengapa? 14. Berapa modal usaha pembibitan budidaya rumput laut? Tuliskan: a. Bibit …. kg Rp. …. ; b. (b) Tali …... m Rp. ……; c. (c) Lainnya sebutkan ….. Rp. …….. 15. Jenis dan Frekuensi Kejadian Penyakit (a). Jenis ……………………………………….; (b) Frekuiensi sejak tanam-panen …… kali 16. Faktor Lingkungan yang menghambat Produksi (jumlah panenan), sebutkan: (a)……………………………………………….; (b) ……………………………………………; (c)………………………………………………..; (d) …………………………………………...; (e) ……………………………………………..; (f) ……………………………………………; 17. Faktor Lingkungan yang mempengaruhi kualitas budidaya rumput laut, sebutkan: (a)……………………………………………….; (b) ……………………………………………; (c)………………………………………………..; (d) …………………………………………...; B. PARTISIPAN DALAM USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT a. Pemasok (Supplier) i) Pemasok Bibit Unggul (1) Apakah ada kerjasama antar sesama pemasok Bibit Unggul, jenisnya …………? (a) Jika ya, bagaimana bentuk kerjasamanya? (b) Jika tidak, mengapa? (2) Sumber bibit rumput laut (unggul), berasal dari mana? (a) Dari sesama nelayan (andalan), ya, berapa jumlah nelayan demikian …… nelayan (b) Dari bibit milik sendiri; (c) Dari alam, berapa nelayan yang menggunakan bibit dari alam ……… nelayan (3) Berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk memperoleh bibit unggul
66
Lanjutan Lampiran 1 (a) Dari sesama nelayan (andalan) Rp. ……… berapa kg ………… kg ? (b) Dari bibit milik sendiri Rp. …………. Berapa jumlahnya …….. kg ? (c) Dari alam berapa Rp …………….. dan berapa banyak ……… kg (4) Kendala pemasokan bibit unggul (a) dari sesama nelayan (b) dari milik sendiri (c) dari alam (5) Keunggulan bibit unggul (a) dari sesama nelayan (b) dari milik sendiri (c) dari alam (6) Kelemahan pasokan bibit unggul ? (a) dari sesama nelayan (b) dari milik sendiri (c) dari alam? (7) Kendala yang dihadapi selama pemeliharaan bibit unggul ? (a) dari sesama nelayan (b) dari milik sendiri (c) dari alam? (8) Jenis dan frekuensi kejadian penyakit yang sering menyerang bibit ? (9) Biaya yang harus ditanggung/kerugian yang dialami akibat serangan penyakit? (10) Penguasaan cara/teknik penanggulangan dan penyembuhan penyakit bibit (11) Biaya yang dibutuhkan selama penanganan penyakit pada bibit ? (12) Biaya pemeliharaan untuk mencegah penyakit pada bibit ?
ii) Pemasok Benih (Bibit) Rumput laut (1) Apakah ada koordinasi dan kerjasama antara sesama pengolah bibit rumput laut? (a) Jika ya, bagaimana bentuk kordinasi dan kerjasamanya?
67
Lanjutan Lampiran 1 (b) Jika tidak, mengapa? (2) Apakah ada kerjasama antar sesama nelayan rumput laut dalam menyediakan bibit? (a) Jika ya, bagaimana bentuk kerjasamanya? (b) Jika tidak, mengapa? (3) Sumber bibit rumput laut berasal dari: (a) dari sesama nelayan (b) dari milik sendiri (c) dari Alam (4) Biaya yang harus dikeluarkan untuk pasokan bibit : (a) dari sesama nelayan (b) dari milik sendiri (c) dari alam (5) Keunggulan pasokan bibit dari Pengolah, sebutkan apa saja ? (a) ….. (b) ….. (c) ….. Dari bibit milik sendiri (a) ….. (b) ….. (c) ….. Dari alam (a) …. (b) …. (c) …. (6) Biaya yang harus dikeluarkan untuk menjaga kualitas bibit: (a) dari sesama nelayan (b) dari milik sendiri (c) dari alam (7) Kelemahan pasokan (a) Dari sesama nelayan (b) Dari milik sendiri (c) Dari alam (8) Biaya untuk mengatasi kelemahan dalam pemasokan bibit? (a) Dari sesama nelayan (b) Dari milik sendiri (c) Dari alam (9) Jenis dan frekuensi kejadian penyakit yang sering menyerang bibit ? (10) Biaya yang harus ditanggung/kerugian yang dialami akibat serangan penyakit?
68
Lanjutan Lampiran 1 (11) Penguasaan cara penanggulangan dan penyembuhan penyakit pada bibit? (12) Biaya yang dibutuhkan selama penanganan penyakit (13) Biaya pemeliharaan bibit untuk mencegah penyakit (14) Berapa lama waktu yang diperlukan untuk pemeliharaan bibit ? (a) Dari sesama nelayan (b) Dari milik sendiri (c) Dari alam (15) Selain penyakit, apa saja kendala lain yang dihadapi? Bagaimana mengatasinya? Berapa biaya yang dikeluarkan untuk setiap kendala yang teratasi? iii) Pemasok sesama nelayan pengadaan bibit (1) Apakah ada koordinasi dan kerjasama antara nelayan pemasok bibit ? (a) Jika ya, bagaimana bentuk kerjasamanya? (b) Jika tidak, mengapa? (2) Sumber bibit rumput laut sesama nelayan, asalnya bibit dari: (a) Milik sendiri (b) Alam (3) Biaya yang harus dikeluarkan untuk pemasokan bibit dari sesama nelayan: (a) Dari milik sendiri (b) Dari alam (4) Keunggulan pasokan bibit dari sesama nelayan (a) Dari milik sendiri (b) Dari alam (5) Biaya yang harus dikeluarkan untuk menjaga kualitas bibit dari sesama nelayan (a) Dari milik sendiri (b) Dari alam (6) Kelemahan pasokan bibit dari sesama nelayan pemasok? (a) Dari milik sendiri (b) Dari alam (7) Biaya harus dikeluarkan untuk mengatasi kelemahan sesama nelayan pemasok (a) Dari milik sendiri (b) Dari alam (8) Jenis dan frekuensi kejadian penyakit yang sering menyerang bibit dari nelayan pemasok bibit ? (9) Biaya yang harus ditanggung/kerugian yang dialami akibat serangan penyakit?
69
Lanjutan Lampiran 1 (10) Penguasaan cara/teknik penanggulangan dan penyembuhan penyakit pada bibit yang bersumber dari sesama nelayan pemasok bibit rumput laut? (11) Biaya yang dibutuhkan selama penanganan penyakit? (12) Biaya pemeliharaan untuk mencegah penyakit? (13) Berapa lama waktu yang diperlukan untuk pemeliharaan memelihara bibit yang bersumber dari bibit sesama nelayan? (14) Selain penyakit, apa saja kendala lain yang dihadapi? Bagaimana mengatasinya? Berapa biaya yang dikeluarkan untuk setiap kendala yang teratasi? (15) Apakah ada koordinasi dan kerjasama antara pemasok tenaga kerja dengan pemasok bibit? (a) Jika ya, bagaimana system koordinasinya? Dan bagaimana sistem pembayaran upahnya? (b) Jika tidak, (i) mengapa? (ii) bagaimana system recruitment tenaga kerja oleh nelayan? (iii)Apakah nelayan menetapkan criteria? (iv) Bagaimana system pembayaran upahnya? (c) Berapa jumlah tenaga kerja pada pemeliharaan budidaya rumput laut? (16) Apakah ada koordinasi dan kerjasama antara pemasok tenaga kerja dengan sesama pemasok benih? (a) Jika ya, bagaimana system koordinasinya? Dan bagaimana system pembayaran upahnya? Masing-masing untuk: a. Dari buatan sendiri? (b) Jika tidak, (i) Mengapa? (ii) Bagaimana system recruitment tenaga kerja oleh nelayan? (iii)Apakah nelayan menetapkan kriteria? (iv) Bagaimana system pembayaran upahnya? (c) Berapa jumlah tenaga kerja pada pembuatan stok bibit? i. Apakah produksi rumput laut yang anda hasilkan? 1. Langsung dipasarkan? 2. Diolah menjadi produk lainnya? Jika jawaban (1), lanjut ke pertanyaan ke- xxxix), jika jawaban ii, lanjut ke pertanyaan ke- xviii) sampai ke- xxxviii). ii. Biaya yang dikeluarkan untuk penentuan lokasi budidaya rumput laut iii. Biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi kendala pembuatan bibit rumput laut?
70
Lanjutan Lampiran 1 iv. Selain penyakit, kendala apa saja yang dihadapi selama pemeliharaan budidaya rumput laut? v. Berapa kerugian yang ditimbulkan? vi. Bagaimana menangani, mengatasi penyakit budidaya rumput laut? vii. Berapa biaya penanganan penyakit dan kendala budidaya rumput laut? viii. Berapa biaya yang diperlukan untuk persiapan ekspor hasil panen rumput laut? ix. Kendala apa saja yang dihadapi selama proses persiapan x. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi kendala? xi. Nilai jual hasil rumput laut kering jika: 1. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 2. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 3. Dijual ke pengusaha exportir? xii. Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran rumput laut? xiii. Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? xiv. Adakah solusi menangani kendala tersebut? Jika ya, solusinya apa saja xv. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk setiap solusi? xvi. Apakah pemasaran rumput laut 1. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 2. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 3. Dijual ke pengusaha exportir? xvii. Alasan pemasaran rumput laut yang tidak olah? xviii. Berapa biaya yang diperlukan untuk pengiriman rumput laut? 1. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 2. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 3. Dijual ke pengusaha exportir? xix. Nilai jual rumput laut jika: 1. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 2. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 3. Dijual ke pengusaha exportir? xx. Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran rumput laut? xxi. Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? xxii. Adakah solusi menangani kendala tersebut?
71
Lanjutan Lampiran 1 xxiii. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk menangani kendala tersebut? C. PREPARASI PENGANGKUTAN BIBIT RUMPUT LAUT a) Berapa biaya preparasi pengangkutan: 1) Produksi Bibit rumput laut? b) Apakah teknologi preparasi untuk transportasi produksi bibit sudah sesuai dengan permintaan pasar? (1) Jika ya, berapa biaya yang dikeluarkan? (2) Jika tidak, apa kendalanya? (3) Bagaimana solusinya? (4) Berapa biaya yang diperlukan untuk setiap solusi? (5) Berapa % peningkatan keuntungan jika kendala teratasi?
72
Lampiran 2 Kuesioner 1b Supplier pupuk dan obat-obatan ANALISIS VALUE CHAIN SISTYEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
KUESIONER 1b SUPPLIER: PUPUK DAN OBATOBATAN
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
73
Lanjutan Lampiran 2 ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
Kepada Yth.Bapak/Ibu responden Di tempat, Saya, Anna Maria Ngabalin,SE. Mahasiswa Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca Sarjana - Institut Pertanian Bogor, saat ini sedang mengadakan penelitian tentang ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU.
Mohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk mengisi kuesioner terlampir, tidak ada jawaban yang salah dalam kuesioner ini,data yang saya terima akan digunakan sepenuhnya untuk keperluan akademis. Atas kerjasama Bapak/Ibu saya sampaikan terimakasih. A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : 2. Umur : 3. Alamat : Desa: Kecamatan 4. Pengalaman sudah melakukan kegiatan supplier sarana produksi (tahun): 5. Kegiatan supplier sarana produksi sebagai pekerjaan: Utama/Tidak*), jika tidak, sebutkan pekerjaan lainnya: ...................................................... 6. Apakah pernah mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan pembibitan dalam 3 tahun terakhir? : Ya/Tidak*), jika ya, sebutkan pelatihan mengenai apa: .................................................................................................................. ......................
B. KEADAAN USAHA SUPPLIER SARANA PRODUKSI 1. Dalam menjalankan usaha, dibantu oleh ...............orang dengan .................orang dibayar per bulan Rp ..........................(uang dan natura) dan .................orang dibayar per hari Rp .......................(uang dan natura) 2. Jenis produk yang dijual, serta berapa jumlah yang laku terjual
74
Lanjutan Lampiran 2 C. KEGIATAN USAHA SUPPLIER SARANA PRODUKSI i) Pemasok Input atau Pupuk untuk rumput laut (1) Apakah ada koordinasi dan kerjasama antara sesama pemasok input? (a) Jika ya, bagaimana bentuk kerjasamanya? (b) Jika tidak, mengapa? (2) Apakah ada koordinasi dan kerjasama antara pemasok dengan pemasok input? (a) Jika ya, bagaimana bentuk kerjasamanya? (b) Jika tidak, mengapa? (3) Apakah ada koordinasi dan kerjasama antara pemasok bibit dengan pemasok input? (a) Jika ya, bagaimana bentuk kerjasamanya? (b) Jika tidak, mengapa? (4) Apakah ada koordinasi dan kerjasama antara nelayan rumput laut dengan pemasok input? (a) Jika ya, bagaimana bentuk kerjasamanya? (b) Jika tidak, mengapa? (5) Apakah ada koordinasi dan kerjasama antar sesama pemasok input? (a) Jika ya, bagaimana bentuk kerjasamanya? (b) Jika tidak, mengapa? (6) Apakah budidaya rumput laut membutuhkan pupuk: (a) Jika ya, jenis apa saja yang di suplai? (b) Jika tidak, apa alasannya?
75
Lampiran 3 Kuesioner 2 Nelayan rumput laut
ANALISIS VALUE CHAIN SISTYEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
KUESIONER 2 NELAYAN RUMPUT LAUT
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
76
Lampiran lanjutan 3 ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
Kepada Yth.Bapak/Ibu responden Di tempat, Saya, Anna Maria Ngabalin,SE. Mahasiswa Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca Sarjana - Institut Pertanian Bogor, saat ini sedang mengadakan penelitian tentang ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU.
Mohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk mengisi kuesioner terlampir, tidak ada jawaban yang salah dalam kuesioner ini,data yang saya terima akan digunakan sepenuhnya untuk keperluan akademis. Atas kerjasama Bapak/Ibu saya sampaikan terimakasih. A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : 2. Umur : 3. Alamat : Desa: Kecamatan 4. Pengalaman sebagai nelayan rumput laut (tahun): 5. Kegiatan pembibitan sebagai pekerjaan: Utama/Tidak*), jika tidak, sebutkan pekerjaan lainnya: ...................................................... 6. Apakah pernah mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan budidaya rumput laut dalam 3 tahun terakhir? : Ya/Tidak*), jika ya, sebutkan pelatihan mengenai apa: .................................................................................................................. ...................... B. KEADAAN USAHA NELAYAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT 7. Dalam menjalankan usaha, dibantu oleh ...............orang dengan .................orang dibayar per bulan Rp ..........................(uang dan natura) dan .................orang dibayar per hari Rp ......................(uang dan natura) 8. Luas lokasi budidaya rumput laut: (a) yang menghasilkan ...........ha dan (b) yang belum menghasilkan:..............ha. 9. Metoda budidaya budidaya rumput laut digunakan:
77
Lanjutan Lampiran 3 10. Jenis/varitas yang dibudidayakan: 11. Koordinasi dan kerjasama antara nelayan budidaya rumput laut dalam penyediaan bibit? 12. Jika ya, bagaimana bentuknya? 13. Jika tidak, mengapa? 14. Berapa modal usaha budidaya rumput laut? Tuliskan: a. Bibit …. kg = Rp. …. ; b. (b) Tali …... m Rp. ……; c. (c) Lainnya sebutkan ….. Rp. …….. 15. Faktor Lingkungan yang menghambat Produksi (jumlah panenan), sebutkan: (a)……………………………………………….; (b) ……………………………………………; (c)………………………………………………..; (d) …………………………………………...; (e) ……………………………………………..; (f) ……………………………………………; 16. Faktor Lingkungan yang mempengaruhi kualitas budidaya rumput laut, sebutkan: (a)……………………………………………….; (b) ……………………………………………; (c)………………………………………………..; (d) …………………………………………...; C. TEKNOLOGI PRODUKSI DAN PEMASARAN a. Teknologi Produksi i. Berapa biaya, ukuran lahan dan jumlah tanaman untuk pemeliharaan? ii. Apa saja kendala yang dihadapi selama pembukaan lahan, pemeliharaan bibit untuk menghasilkan bibit unggul? Dan bagaimana mengatasinya? Apakah mendapatkan pembinaan atau upaya sendiri? iii. Berapa % kerugian yang dialami dengan adanya kendala? iv. Berapa % biaya yang dikeluarkan dari total biaya untuk penanggulangan kendala? v. Berapa % penghematan kerugian untuk setiap kendala yang teratasi? vi. Berapa % penambahan keuntungan yang diperoleh untuk setiap kendala yang teratasi?
78
Lanjutan Lampiran 3 vii.
Apa saja kendala yang dihadapi selama pembuatan kolam pengasuhan? Dan bagaimana mengatasinya? viii. Apakah bibit yang telah dihasilkan dari lahan sendiri? 1. Langsung dipasarkan? 2. Dimasukkan ke tempat pembibitan khusus budidaya rumput laut? ix. Jika jawaban (1), lanjut xvii Jika jawaban (2) lanjut ke (xii) x. Apa saja kendala yang dihadapi selama pembukaan lahan? Dan bagaimana mengatasinya? Apakah mendapatkan pembinaan atau upaya sendiri? xi. Berapa % kerugian yang dialami dengan adanya kendala? xii. Berapa % biaya yang dikeluarkan dari total biaya untuk penanggulangan kendala? xiii. Berapa % penghematan kerugian untuk setiap kendala yang teratasi? xiv. Berapa % penambahan keuntungan yang diperoleh untuk setiap kendala yang teratasi? xv. Apakah produksi budidaya rumput laut yang anda hasilkan? 3. Langsung dipasarkan? 4. Diolah menjadi produk lainnya? Jika jawaban (1), lanjut ke pertanyaan ke- xxxix), jika jawaban ii, lanjut ke pertanyaan ke- xviii) sampai ke- xxxviii). xvi. Biaya yang dikeluarkan untuk penentuan lokasi budidaya budidaya rumput laut xvii. Biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi kendala pembuatan bibit budidaya rumput laut? xviii. Selain penyakit, kendala apa saja yang dihadapi selama pemeliharaan budidaya rumput laut? xix. Berapa kerugian yang ditimbulkan? xx. Bagaimana menangani, mengatasi penyakit budidaya rumput laut? xxi. Berapa biaya penanganan penyakit dan kendala budidaya rumput laut? xxii. Berapa biaya yang diperlukan untuk persiapan ekspor hasil panen budidaya rumput laut? xxiii. Kendala apa saja yang dihadapi selama proses persiapan xxiv. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi kendala? xxv. Nilai jual hasil budidaya rumput laut jika: 5. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 6. Dijual ke pedagang pengumpul besar?
79
7. Dijual ke pengusaha exportir? Lanjutan Lampiran 3 xxvi. xxvii. xxviii. xxix. xxx.
xxxi. xxxii.
xxxiii.
xxxiv. xxxv. xxxvi. xxxvii.
Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran budidaya rumput laut? Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? Adakah solusi menangani kendala tersebut? Jika ya, solusinya apa saja Berapa biaya yang dikeluarkan untuk setiap solusi? Apakah pemasaran budidayarumput laut 8. dijual ke pedagang pengumpul kecil? 9. dijual ke pedagang pengumpul besar? 10. dijual ke pengusaha exportir? Alasan pemasaran budidaya rumput laut yang tidak olah? Berapa biaya yang diperlukan untuk pengiriman budidaya rumput laut? 11. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 12. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 13. Dijual ke pengusaha exportir? Nilai jual budidaya rumput laut per kg jika: 14. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 15. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 16. Dijual ke pengusaha exportir? Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran budidaya rumput laut? Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? Adakah solusi menangani kendala tersebut? Berapa biaya yang dikeluarkan untuk menangani kendala tersebut?
1. PREPARASI PENGANGKUTAN HASIL BUDIDAYA RUMPUT LAUT a) Berapa biaya preparasi pengangkutan: 1) Produksi bibit budidaya rumput laut? 2) Produksi budidaya rumput laut? c) Apakah teknologi preparasi untuk transportasi produksi bibit/budidaya rumput laut sudah sesuai dengan permintaan pasar? (1) Jika ya, berapa biaya yang dikeluarkan? (2) Jika tidak, apa kendalanya?
80
(3) Bagaimana solusinya? (4) Berapa biaya yang diperlukan untuk setiap solusi? (5) Berapa % peningkatan keuntungan jika kendala teratasi? i. Apakah produksi budidaya rumput laut yang anda hasilkan? Lanjutan Lampiran 3 1. Langsung dipasarkan? 2. Diolah menjadi produk lainnya? Jika jawaban (1), lanjut ke pertanyaan ke- xxxix), jika jawaban ii, lanjut ke pertanyaan ke- xviii) sampai ke- xxxviii). ii. Biaya yang dikeluarkan untuk pemilihan lokasi budidaya budidaya rumput laut iii. Biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi kendala pembuatan bibit budidaya rumput laut? iv. Selain penyakit, kendala apa saja yang dihadapi selama pemeliharaan budidaya rumput laut? v. Berapa kerugian yang ditimbulkan? vi. Bagaimana menangani, mengatasi penyakit budidaya rumput laut? vii. Berapa biaya penanganan penyakit dan kendala budidaya rumput laut? viii. Berapa biaya yang diperlukan untuk persiapan ekspor hasil panen budidaya rumput laut? ix. Kendala apa saja yang dihadapi selama proses persiapan x. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi kendala? xi. Nilai jual hasil budidaya rumput laut jika: 1. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 2. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 3. Dijual ke pengusaha exportir? xii. Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran budidaya rumput laut? xiii. Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? xiv. Adakah solusi menangani kendala tersebut? Jika ya, solusinya apa saja xv. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk setiap solusi? xvi. Apakah pemasaran budidaya rumput laut 1. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 2. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 3. Dijual ke pengusaha exportir? xvii. Alasan pemasaran budidaya rumput laut yang tidak olah? xviii. Berapa biaya yang diperlukan untuk pengiriman budidaya rumput laut? 1. Dijual ke pedagang pengumpul kecil?
81
2. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 3. Dijual ke pengusaha exportir? xix. Nilai jual budidaya rumput laut jika: 1. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? Lanjutan Lampiran 3
xx. xxi. xxii. xxiii.
2. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 3. Dijual ke pengusaha exportir? Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran budidaya rumput laut? Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? Adakah solusi menangani kendala tersebut? Berapa biaya yang dikeluarkan untuk menangani kendala tersebut?
xxiv. 2.
TENAGA KERJA (1) Apakah ada koordinasi dan kerjasama antara pemasok tenaga kerja dengan nelayan budidaya rumput laut? (a) Jika ya, bagaimana sistem koordinasinya? Dan bagaimana sistem pembayaran upahnya? (b) Jika tidak, (i) Mengapa? (ii) Bagaimana sistem rekrutmen tenaga kerja oleh nelayan? (iii) Apakah nelayan menetapkan kriteria? (iv) Bagaimana sistem pembayaran upahnya? (c) Berapa jumlah tenaga kerja pada pemeliharaan budidaya rumput laut? (2) Asal tenaga kerja dari daerah setempat atau luar daerah? (3) Kualitas/latar belakang tenaga kerja: (a) Teknisi belum berpengalaman (baru belajar) (b) Teknisi professional (sesuai latar belakang pendidikan) (c) Teknisi professional berdasarkan pengalaman (4) Upah/gaji tenaga kerja berdasarkan kualitas: (a) Teknisi belum berpengalaman (baru belajar) (b) Teknisi professional (sesuai latar belakang pendidikan) (c) Teknisi professional berdasarkan pengalaman (5) Keunggulan tenaga kerja: (a) Teknisi belum berpengalaman (baru belajar) (b) Teknisi professional (sesuai latar belakang pendidikan) (c) Teknisi professional berdasarkan pengalaman
82
(6) Penghematan biaya menggunakan tenaga kerja: (a) Teknisi belum berpengalaman (baru belajar) (b) Teknisi professional (sesuai latar belakang pendidikan) (c) Teknisi professional berdasarkan pengalaman (7) Kelemahan/kendala tenaga kerja: 2) Lanjutan Lampiran 3 (a) Teknisi belum berpengalaman (baru belajar) (b) Teknisi professional (sesuai latar belakang pendidikan) (c) Teknisi professional berdasarkan pengalaman (2) % beban biaya yang harus ditanggung menggunakan tenaga kerja: (a) Teknisi belum berpengalaman (baru belajar) (b) Teknisi professional (sesuai latar belakang pendidikan)
83
Lampiran 4 Kuesioner 3 Pengolah rumput laut ANALISIS VALUE CHAIN SISTYEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
KUESIONER 3 PENGOLAH RUMPUT LAUT
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
84
Lanjutan Lampiran 4 ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
Kepada Yth.Bapak/Ibu responden Di tempat, Saya, Anna Maria Ngabalin,SE. Mahasiswa Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca Sarjana - Institut Pertanian Bogor, saat ini sedang mengadakan penelitian tentang ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU.
Mohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk mengisi kuesioner terlampir, tidak ada jawaban yang salah dalam kuesioner ini,data yang saya terima akan digunakan sepenuhnya untuk keperluan akademis. Atas kerjasama Bapak/Ibu saya sampaikan terimakasih. A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : 2. Umur : 3. Alamat : Desa: Kecamatan 4. Pengalaman sebagai nelayan rumput laut (tahun): 5. Kegiatan pembibitan sebagai pekerjaan: Utama/Tidak*), jika tidak, sebutkan pekerjaan lainnya: ...................................................... 6. Apakah pernah mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan pengolahan rumput laut dalam 3 tahun terakhir? : Ya/Tidak*), jika ya, sebutkan pelatihan mengenai apa: .................................................................................................................. ...................... B. KEADAAN USAHA PENGOLAH RUMPUT LAUT 7. Dalam menjalankan usaha, dibantu oleh ...............orang dengan .................orang dibayar per bulan Rp ..........................(uang dan natura) dan .................orang dibayar per hari Rp .......................(uang dan natura) 8. Koordinasi dan kerjasama antara nelayan budidaya rumput laut dengan pengolah rumput laut? 9. Jika ya, bagaimana bentuknya? 10. Jika tidak, mengapa? 11. Berapa modal usaha untuk pengolahan rumput laut? Tuliskan:
85
Lanjutan Lampiran 4 a. Mesin/peralatan b. c. 12. Jenis dan Frekuensi Kejadian dalam melaksanakan kegiatan pengolahan (a). Jenis ……………………………………….; (b) Frekuensi kejadian …… kali 13. Faktor Lingkungan yang menghambat kegiatan pengolahan rumput laut, sebutkan: (a)……………………………………………….; (b) ……………………………………………; (c)………………………………………………..; (d) …………………………………………...; (e) ……………………………………………..; (f) ……………………………………………; 14. Faktor Lingkungan yang mempengaruhi kualitas pengolahan rumput laut, sebutkan: (a)……………………………………………….; (b) ……………………………………………; (c)………………………………………………..; (d) …………………………………………...;
C. TEKNOLOGI PENGOLAHAN RUMPUT LAUT DAN PEMASARAN b. Teknologi Pengolahan rumput laut i. Apakah proses pengolahan budidaya rumput laut seluruhnya menggunakan teknologi? Jika ya, bagaimana prosesnya serta pengeluaran biayanya, jika tidak apa alasannya serta seperti apa proses manualnya juga biaya yang dibutuhkan? ii. Berapa biaya, ukuran kapasitas mesin pengolahan dan biaya untuk pemeliharaan? iii. Apa saja kendala yang dihadapi selama melakukan pengolahan rumput laut? Dan bagaimana mengatasinya? Apakah mendapatkan pembinaan atau upaya sendiri? iv. Berapa % kerugian yang dialami dengan adanya kendala? v. Berapa % biaya yang dikeluarkan dari total biaya untuk penanggulangan kendala?
86
Lanjutan Lampiran 4 vi. vii. viii.
ix. x. xi. xii. xiii.
xiv.
xv. xvi. xvii. xviii. xix.
xx.
xxi.
Berapa % penghematan kerugian untuk setiap kendala yang teratasi? Berapa % penambahan keuntungan yang diperoleh untuk setiap kendala yang teratasi? Apa saja kendala yang dihadapi selama melakukan kegiatan pengolahan rumput laut? Dan bagaimana mengatasinya? Berapa % kerugian yang dialami dengan adanya kendala? Berapa % biaya yang dikeluarkan dari total biaya untuk penanggulangan kendala? Berapa % penghematan kerugian untuk setiap kendala yang teratasi? Berapa % penambahan keuntungan yang diperoleh untuk setiap kendala yang teratasi? Apakah produksi rumput laut yang anda hasilkan? 17. Langsung dipasarkan? 18. Diolah menjadi produk lainnya? Nilai jual hasil rumput laut RL jika: 19. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 20. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 21. Dijual ke pengusaha exportir? Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran rumput laut? Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? Adakah solusi menangani kendala tersebut? Jika ya, solusinya apa saja Berapa biaya yang dikeluarkan untuk setiap solusi? Apakah pemasaran rumput laut anda: 22. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 23. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 24. Dijual ke pengusaha exportir? Berapa biaya yang diperlukan untuk pengiriman rumput laut? 25. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 26. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 27. Dijual ke pengusaha exportir? Nilai jual rumput laut per kg jika: 28. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 29. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 30. Dijual ke pengusaha exportir?
87
xxii.
Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran rumput laut?
Lanjutan Lampiran 4 xxiii.
1.
Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? xxiv. Adakah solusi menangani kendala tersebut? xxv. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk menangani kendala tersebut? PREPARASI PENGANGKUTAN HASIL RUMPUT LAUT
a) Berapa biaya preparasi pengangkutan hasil olahan rumput laut? d) Apakah teknologi preparasi untuk transportasi produksi bibit/rumput laut sudah sesuai dengan permintaan pasar? (1) Jika ya, berapa biaya yang dikeluarkan? (2) Jika tidak, apa kendalanya? (3) Bagaimana solusinya? (4) Berapa biaya yang diperlukan untuk setiap solusi? (5) Berapa % peningkatan keuntungan jika kendala teratasi? i. Selain penyakit, kendala apa saja yang dihadapi selama melakukan pengolahan rumput laut? ii. Berapa kerugian yang ditimbulkan? iii. Bagaimana menangani, mengatasi penyakit budidaya rumput laut? iv. Berapa biaya penanganan penyakit dan kendala budidaya rumput laut? v. Berapa biaya yang diperlukan untuk persiapan ekspor hasil panen rumput laut? vi. Kendala apa saja yang dihadapi selama proses persiapan vii. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi kendala? viii. Nilai jual hasil rumput laut jika: 1. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 2. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 3. Dijual ke pengusaha exportir? ix. Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran rumput laut? x. Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? xi. Adakah solusi menangani kendala tersebut? Jika ya, solusinya apa saja xii. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk setiap solusi? xiii. Apakah pemasaran rumput laut
88
1. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 2. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 3. Dijual ke pengusaha exportir? xiv. Alasan pemasaran rumput laut yang tidak olah? Lanjutan Lampiran 4 xv. Berapa biaya yang diperlukan untuk pengiriman rumput laut? 1. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 2. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 3. Dijual ke pengusaha exportir? xvi. Nilai jual rumput laut jika: 1. Dijual ke pedagang pengumpul kecil? 2. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 3. Dijual ke pengusaha exportir? xvii. Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran rumput laut? xviii. Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? xix. Adakah solusi menangani kendala tersebut? xx. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk menangani kendala tersebut? 2.
TENAGA KERJA (1) Apakah ada koordinasi dan kerjasama antara pemasok tenaga kerja dengan nelayan rumput laut? (a) Jika ya, bagaimana sistem koordinasinya? Dan bagaimana sistem pembayaran upahnya? (b) Jika tidak, (i) mengapa? (ii) bagaimana sistem rekrutmen tenaga kerja oleh nelayan? (iii)Apakah nelayan menetapkan criteria? (iv) Bagaimana sistem pembayaran upahnya? (c) Berapa jumlah tenaga kerja pada pemeliharaan budidaya rumput laut? (2) Asal tenaga kerja dari daerah setempat atau luar daerah? (3) Kualitas/latar belakang tenaga kerja: (a) Teknisi belum berpengalaman (baru belajar) (b) Teknisi professional (sesuai latar belakang pendidikan) (c) Teknisi professional berdasarkan pengalaman (4) Upah/gaji tenaga kerja berdasarkan kualitas: (a) Teknisi belum berpengalaman (baru belajar) (b) Teknisi professional (sesuai latar belakang pendidikan)
89
(c) Teknisi professional berdasarkan pengalaman (5) Keunggulan tenaga kerja: (a) Teknisi belum berpengalaman (baru belajar) (b) Teknisi professional (sesuai latar belakang pendidikan) (c) Teknisi professional berdasarkan pengalaman Lanjutan Lampiran 4 (6) Penghematan biaya menggunakan tenaga kerja: (a) Teknisi belum berpengalaman (baru belajar) (b) Teknisi professional (sesuai latar belakang pendidikan) (c) Teknisi professional berdasarkan pengalaman (7) Kelemahan/kendala tenaga kerja: (a) Teknisi belum berpengalaman (baru belajar) (b) Teknisi professional (sesuai latar belakang pendidikan) (c) Teknisi professional berdasarkan pengalaman (8) % beban biaya yang harus ditanggung menggunakan tenaga kerja: (a) Teknisi belum berpengalaman (baru belajar) (b) Teknisi professional (sesuai latar belakang pendidikan) (c) Teknisi profesional berdasarkan pengalaman
90
Lampiran 5 Kuesioner 4a Pedagang pengumpul lokal (skala besar)
ANALISIS VALUE CHAIN SISTYEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
KUESIONER 4a PEDAGANG PENGUMPUL LOKAL (Skala Besar)
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
91
Lanjutan Lampiran 5 ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
Kepada Yth.Bapak/Ibu responden Di tempat, Saya, Anna Maria Ngabalin,SE. Mahasiswa Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca Sarjana - Institut Pertanian Bogor, saat ini sedang mengadakan penelitian tentang ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU.
Mohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk mengisi kuesioner terlampir, tidak ada jawaban yang salah dalam kuesioner ini,data yang saya terima akan digunakan sepenuhnya untuk keperluan akademis. Atas kerjasama Bapak/Ibu saya sampaikan terimakasih.
A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : 2. Umur : 3. Alamat : Desa: Kecamatan 4. Pengalaman sebagai pedagang pengumpul (tahun): 5. Kegiatan sebagai pedagang pengumpul lokal adalah pekerjaan: Utama/Tidak*), jika tidak, sebutkan pekerjaan lainnya: ...................................................... 6. Apakah pernah mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan perdagangan pengumpul lokal dalam 3 tahun terakhir? : Ya/Tidak*), jika ya, sebutkan pelatihan mengenai apa: .................................................................................................................. ...................... B. KEADAAN USAHA PEDAGANG RUMPUT LAUT DESA 7. Dalam menjalankan usaha, dibantu oleh ...............orang dengan .................orang dibayar per bulan Rp ..........................(uang dan natura) dan .................orang dibayar per hari Rp ......................(uang dan natura) 8.
Jenis rumput laut yang dibeli adalah:.......................... dengan rata-rata harga pada bulan ini adalah Rp ....................../kg.
92
Lanjutan Lampiran 5 9. Jumlah pembelian dalam rata-rata sebulan: a. Jenis.................................kg b. Jenis.................................kg 10. Penentuan harga beli rumput laut yang paling dominan: a. Lebih ditentukan oleh pembeli (anda sendiri) b. Lebih ditentukan oleh nelayan rumput laut c. Lebih ditentukan tawar menawar 11. Rumput laut yang anda beli dari nelayan, selanjutnya dilakukan sebagai berikut (jawaban dapat lebih dari satu): a. Dibawa ke:....................................dengan ongkos angkut Rp .........../kg 12. Rumput laut dijual ke (rata-rata sebulan) untuk jenis........................: a. Pedagang/pengumpul skala besar: .................% dengan harga Rp.............../kg, alasan: langgagan/kontrak/kerjasama*) b. Pedagang/pengolah lainnya .................% dengan harga Rp.............../kg, alasan: langganan/kontrak/kerjasama*) 13. Koordinasi dan kerjasama antara Saudara (sebagai pedagang/pembeli rumput laut) dengan nelayan rumput laut dalam pembelian rumput laut? a. Jika ya, bagaimana bentuknya? b. Jika tidak, mengapa? 14. Faktor Lingkungan yang menghambat dalam pembelian rumput laut sebutkan: (a)……………………………………………….; (b) ……………………………………………; (c)………………………………………………..; (d) …………………………………………...; (e) ……………………………………………..; (f) ……………………………………………; 15. Faktor Lingkungan yang mempengaruhi kualitas rumput laut, sebutkan: (a)……………………………………………….; (b) ……………………………………………; (c)………………………………………………..; (d) …………………………………………...;
93
Lanjutan Lampiran 5 C. GAMBARAN UMUM PEMASARAN i.
Nilai jual hasil rumput laut jika: 31. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 32. Dijual ke pengusaha exportir? ii. Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran rumput laut? iii. Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? iv. Adakah solusi menangani kendala tersebut? Jika ya, solusinya apa saja v. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk setiap solusi? vi. Apakah pemasaran rumput laut 33. Dijual ke pengusaha exportir? vii. Alasan pemasaran rumput laut yang tidak olah? viii. Berapa biaya yang diperlukan untuk pengiriman rumput laut? 34. Dijual ke pengusaha exportir? ix. Nilai jual rumput laut per kg jika: 35. Dijual ke pengusaha exportir? x. Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran rumput laut? xi. Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? xii. Adakah solusi menangani kendala tersebut? xiii. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk menangani kendala tersebut? 1. PREPARASI PENGANGKUTAN HASIL RUMPUT LAUT a) Apakah teknologi preparasi untuk transportasi rumput laut sudah sesuai dengan permintaan pasar? (1) Jika ya, berapa biaya yang dikeluarkan? (2) Jika tidak, apa kendalanya? (3) Bagaimana solusinya? (4) Berapa biaya yang diperlukan untuk setiap solusi? (5) Berapa % peningkatan keuntungan jika kendala teratasi? i. Apakah produksi rumput laut yang anda hasilkan? 1. Langsung dipasarkan? 2. Diolah menjadi produk lainnya? Jika jawaban (1), lanjut ke pertanyaan ke- xxxix), jika jawaban ii, lanjut ke pertanyaan ke- xviii) sampai ke- xxxviii). ii. Biaya yang dikeluarkan untuk penentuan lokasi budidaya rumput laut
94
iii. Biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi kendala pembuatan bibit rumput laut? Lanjutan Lampiran 5 iv. Kendala apa saja yang dihadapi selama proses persiapan v. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi kendala? vi. Nilai jual hasil rumput laut jika: 1. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 2. Dijual ke pengusaha exportir? vii. Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran rumput laut? viii. Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? ix. Adakah solusi menangani kendala tersebut? Jika ya, solusinya apa saja x. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk setiap solusi? xi. Apakah pemasaran rumput laut 1. Dijual ke pengusaha exportir? xii. Alasan pemasaran rumput laut yang tidak olah? xiii. Berapa biaya yang diperlukan untuk pengiriman rumput laut? 1. Dijual ke pengusaha exportir? xiv. Nilai jual rumput laut jika: 1. Dijual ke pengusaha exportir? xv. Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran rumput laut? xvi. Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? xvii. Adakah solusi menangani kendala tersebut? xviii. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk menangani kendala tersebut? 2. SISTEM TATANIAGA RUMPUT LAUT (Gambarkan)
3. KEBUTUHAN PASAR a. Local / Domestic market i. Di daerah mana saja? ii. Berapa volume produksi rumput laut (dalam bentuk apa?) dipasarkan? iii. Berapa volume produksi rumput laut yang dipasarkan? ……………………………………………………………… ……………..
95
b. International market i. Di negara mana saja? Lanjutan Lampiran 5 ii. Berapa volume produksi rumput laut (dalam bentuk apa?) dipasarkan? iii. Berapa volume produksi rumput laut yang dipasarkan? ……………………………………………………………………………..
96
Lampiran 6 Kuesioner 4a Pedagang pengumpul lokal (skala kecil)
ANALISIS VALUE CHAIN SISTYEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
KUESIONER 4b PEDAGANG PENGUMPUL LOKAL (Skala Kecil)
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
97
Lanjutan Lampiran 6 ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
Kepada Yth.Bapak/Ibu responden Di tempat, Saya, Anna Maria Ngabalin,SE. Mahasiswa Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca Sarjana - Institut Pertanian Bogor, saat ini sedang mengadakan penelitian tentang ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU.
Mohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk mengisi kuesioner terlampir, tidak ada jawaban yang salah dalam kuesioner ini,data yang saya terima akan digunakan sepenuhnya untuk keperluan akademis. Atas kerjasama Bapak/Ibu saya sampaikan terimakasih. A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : 2. Umur : 3. Alamat : Desa: Kecamatan 4. Pengalaman sebagai pedagang pengumpul (tahun): 5. Kegiatan sebagai pedagang pengumpul lokal adalah pekerjaan: Utama/Tidak*), jika tidak, sebutkan pekerjaan lainnya: ...................................................... 6. Apakah pernah mengikuti pelatihan yang berhubungan dengan perdagangan pengumpul lokal dalam 3 tahun terakhir? : Ya/Tidak*), jika ya, sebutkan pelatihan mengenai apa: .................................................................................................................. ...................... B. KEADAAN USAHA PEDAGANG RUMPUT LAUT DESA 7. Dalam menjalankan usaha, dibantu oleh ...............orang dengan .................orang dibayar per bulan Rp ..........................(uang dan natura) dan .................orang dibayar per hari Rp ......................(uang dan natura) 8. Jenis rumput laut yang dibeli adalah:.......................... dengan rata-rata harga pada bulan ini adalah Rp ....................../kg. 9. Jumlah pembelian dalam rata-rata sebulan:
98
Lanjutan Lampiran 6 a. Jenis.................................kg b. Jenis.................................kg 10. Penentuan harga beli rumput laut yang paling dominan: a. Lebih ditentukan oleh pembeli (anda sendiri) b. Lebih ditentukan oleh nelayan rumput laut c. Lebih ditentukan tawar menawar d. Lebih ditentukan oleh pedagang pengumpul 11. Rumput laut yang anda beli dari nelayan, selanjutnya dilakukan sebagai berikut (jawaban dapat lebih dari satu): a. Dibawa ke:....................................dengan ongkos angkut Rp .........../kg 12. Rumput laut dijual ke (rata-rata sebulan) untuk jenis........................: a. Pedagang/pengumpul skala besar: .................% dengan harga Rp.............../kg, alasan: langgagan/kontrak/kerjasama*) b. Pedagang/pengolah lainnya .................% dengan harga Rp.............../kg, alasan: langgagan/kontrak/kerjasama*) 13. Koordinasi dan kerjasama antara Saudara (sebagai pedagang/pembeli rumput laut) dengan nelayan rumput laut dalam pembelian rumput laut? a. Jika ya, bagaimana bentuknya? b. Jika tidak, mengapa? 14. Faktor Lingkungan yang menghambat dalam pembelian sebutkan: (a)……………………………………………….; (b) ……………………………………………; (c)………………………………………………..; (d) …………………………………………...; (e) ……………………………………………..; (f) ……………………………………………; 15. Faktor Lingkungan yang mempengaruhi kualitas rumput laut rumput laut, sebutkan: (a)……………………………………………….; (b) ……………………………………………; (c)………………………………………………..; (d) …………………………………………...;
99
Lanjutan Lampiran 6 C. GAMBARAN UMUM PEMASARAN i.
Nilai jual hasil rumput laut jika: 36. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 37. Dijual ke pengusaha exportir? ii. Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran rumput laut? iii. Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? iv. Adakah solusi menangani kendala tersebut? Jika ya, solusinya apa saja v. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk setiap solusi? vi. Apakah pemasaran rumput laut 38. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 39. Dijual ke pengusaha exportir? vii. Alasan pemasaran rumput laut yang tidak olah? viii. Berapa biaya yang diperlukan untuk pengiriman rumput laut? 40. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 41. Dijual ke pengusaha exportir? ix. Nilai jual rumput laut per kg jika: 42. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 43. Dijual ke pengusaha exportir? x. Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran rumput laut? xi. Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? xii. Adakah solusi menangani kendala tersebut? xiii. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk menangani kendala tersebut? 1. PREPARASI PENGANGKUTAN HASIL RUMPUT LAUT a) Apakah teknologi preparasi untuk transportasi rumput laut sudah sesuai dengan permintaan pasar? (1) Jika ya, berapa biaya yang dikeluarkan? (2) Jika tidak, apa kendalanya? (3) Bagaimana solusinya? (4) Berapa biaya yang diperlukan untuk setiap solusi? (5) Berapa % peningkatan keuntungan jika kendala teratasi? i. Apakah produksi rumput laut yang anda hasilkan? 1. Langsung dipasarkan? 2. Diolah menjadi produk lainnya?
100
Jika jawaban (1), lanjut ke pertanyaan ke- xxxix), jika jawaban ii, lanjut ke pertanyaan ke- xviii) sampai ke- xxxviii). Lanjutan Lampiran 6 ii. Biaya yang dikeluarkan untuk penentuan lokasi budidaya rumput laut iii. Biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi kendala pembuatan bibit rumput laut? iv. Kendala apa saja yang dihadapi selama proses persiapan v. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk mengatasi kendala? vi. Nilai jual hasil rumput laut jika: 1. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 2. Dijual ke pengusaha exportir? vii. Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran rumput laut? viii. Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? ix. Adakah solusi menangani kendala tersebut? Jika ya, solusinya apa saja x. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk setiap solusi? xi. Apakah pemasaran rumput laut 1. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 2. Dijual ke pengusaha exportir? xii. Alasan pemasaran rumput laut yang tidak olah? xiii. Berapa biaya yang diperlukan untuk pengiriman rumput laut? 1. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 2. Dijual ke pengusaha exportir? xiv. Nilai jual rumput laut jika: 1. Dijual ke pedagang pengumpul besar? 2. Dijual ke pengusaha exportir? xv. Kendala apa saja yang dihadapi selama pemasaran rumput laut? xvi. Berapa kerugian yang ditanggung akibat kendala tersebut? xvii. Adakah solusi menangani kendala tersebut? xviii. Berapa biaya yang dikeluarkan untuk menangani kendala tersebut? SISTEM TATANIAGA RUMPUT LAUT (Gambarkan)
101
Lampiran 7 Kuesioner 5 Instansi pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara
ANALISIS VALUE CHAIN SISTYEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
KUESIONER 5 INSTANSI PEMERINTAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA
NAMA INSTANSI:
............................................................................
PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
102
Lanjutan Lampiran 7 ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
Kepada Yth.Bapak/Ibu responden Di tempat, Saya, Anna Maria Ngabalin,SE. Mahasiswa Program Studi Ilmu Manajemen Sekolah Pasca Sarjana - Institut Pertanian Bogor, saat ini sedang mengadakan penelitian tentang ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU.
Mohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk mengisi kuesioner terlampir, tidak ada jawaban yang salah dalam kuesioner ini,data yang saya terima akan digunakan sepenuhnya untuk keperluan akademis. Atas kerjasama Bapak/Ibu saya sampaikan terimakasih. A. IDENTITAS RESPONDEN 1. 2. 3. 4. 5.
Nama Umur Alamat Masa Kerja Jabatan
: ................................................. : ................................................. : ................................................. : ................................................. : .................................................
B. KEADAAN UMUM INSTANSI 1.
Laporan Tahunan mohon agar dapat dilampirkan dalam kuesioner ini.
2. Apakah ada rencana kerja tahunan atau program kerja yang berhubungan dengan pengembangan rumput laut?Jika ada mohon dilampirkan dengan kuesioner ini. C. KEGIATAN INSTANSI YANG BERHUBUNGAN DENGAN NELAYAN RUMPUT LAUT. i) Apakah nelayan mendapatkan bantuan pembinaan untuk perbaikan teknologi? (1) Jika ya, apakah dari lembaga pemerintah? LSM?, atau lembaga asing? (a) Mana dari ketiga lembaga tersebut yang lebih diminati nelayan? Mengapa? (b) Jika tidak? Apa harapan nelayan? Bantuan pembinaan semacam apa yang diperlukan?
103
Lanjutan Lampiran 7 (c) Berapa % peningkatan keuntungan yang dapat diperoleh jika mendapatkan pembinaan? ii) Apakah nelayan mendapatkan bantuan modal? (1) Jika ya, bantuan modal berasal dari mana? Pemerintah? LSM? Atau lembaga asing? (a) Bantuan modal dalam bentuk apa? (i) Kucuran dana? (ii) Fasilitas? (iii)Atau bentuk lain, yaitu….. (b) Bagaimana sistem pembagian keuntungan dari masing-masing investor? (c) Apakah nelayan merasa diuntungkan? Apa harapan nelayan? (2) Jika tidak, (a) bantuan modal dari mana yang diharapkan nelayan? (b) Bantuan modal berupa apa yang diharapan nelayan? (c) Bagaimana system keuntungan yang diinginkan nelayan? D. SARAN/MASUKAN DALAM RANTAI NILAI RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA (dalam kertas terpisah). 1) Input 2) Agroproduksi 3) Agroindustri 4) Produk 5) Pemasaran dan jasa
E. GAMBARKAN SISTEM TATANIAGA RUMPUT LAUT DAN BERIKAN ULASAN BAGAIMANA INSTANSI DAPAT MENINGKATKAN KERAGAAN PEMASARAN RUMPUT LAUT AGAR PENDAPATAN NELAYAN RUMPUT LAUT MENINGKAT.
104
Lampiran 8
KUESIONER KEGIATAN PENELITIAN
ANALISIS VALUE CHAIN SYSTEM DAN STRATEGI PEMASARAN RUMPUT LAUT DI KABUPATEN MALUKU TENGGARA, PROVINSI MALUKU
Oleh : Anna M. Ngabalin Petunjuk khusus : 1. Pembobotan dengan metode paired comparison yaitu penilaian bobot (weight) dengan membandingkan setiap faktor strategi internal dan eksternal organisasi, dimana setiap bobot peubah menggunakan skala 1,2, dan 3, dengan keterangan : NILAI 1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal. NILAI 2 = Jika indikator horizontal sama penting dengan indikator vertikal. NILAI 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal. 2. Penentuan bobot merupakan pandangan masing-masing responden terhadap setiap faktor strategi internal dan eksternal kelompok nelayan
--------------------------------------------------------------------------------------------------I. IDENTITAS RESPONDEN Nama Responden
: _______________________________________________
Jabatan
: _______________________________________________
Tanggal Pengisian
: _______________________________________________
Alamat dan Tlp
: _______________________________________________
105
Lanjutan Lampiran 8 II. Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor-faktor strategik internal (Kekuatan dan Kelemahan) Petunjuk pengisian :
• Tentukan nilai peringkat/rating dari masing-masing faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman), berikut ini dengan memberi tanda check list () pada pilihan Bapak/Ibu. • Pilihan rating pada isian berikut terdiri dari : Nilai 4, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kekuatan utama. Nilai 3, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kekuatan kecil. Nilai 2, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kelemahan kecil. Nilai 1, jika faktor strategi tersebut dinilai menjadi kelemahan utama.
Faktor Internal Kekuatan
4
3
2
1
Pemanfaatan Lahan rumput laut yang Potensial Kondisi perairan yang subur Program pemerintah yang mendukung pengembangan usaha budidaya rumput laut Motivasi diri yang tinggi untuk berkembang dalam usaha budidaya rumput laut Kelemahan Pengetahuan SDM masih rendah Teknologi produksi masih sederhana
Keterbatasan modal Belum adanya arsip pembukuan keuangan yang baik
Keadaan alam yang kurang mendukung Belum adanya kesadaran untuk menjaga dan melestarikan lingkungan laut Belum adanya lembaga yang mengawasi kualitas dan mutu baku dari hasil budidaya
106
Lanjutan Lampiran 8
III. Pemberian nilai peringkat/rating terhadap faktor-faktor strategik eksternal (Peluang dan Ancaman) a. Petunjuk pengisian : 1. Pemberian nilai peringkat atau rating didasarkan pada kemampuan kelompok nelayan dalam meraih peluang yang ada. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 4= jika kelompok nelayan mempunyai kemampuan yang sangat baik dalam meraih peluang tersebut Nilai 3= jika kelompok nelayan mempunyai kemampuan yang baik dalam meraih peluang tersebut 2. Pengisian kolom penilaian peringkat/rating menggunakan tanda check list () Faktor Eksternal Peluang
4
3
Program pelatihan dan pembinaan dari Dinas setempat Kemudahan pengurusan ijin Tersedianya Sarana prasarana Adanya investasi pengembangan bisnis rumput laut Pasar rumput laut dalam negeri masih terbuka lebar
b. Petunjuk pengisian : 1. Pemberian nilai peringkat atau rating didasarkan pada kemampuan kelompok nelayan dalam menghindari ancaman. Pemberian nilai peringkat didasarkan pada keterangan berikut : Nilai 2
= jika faktor ancaman memberikan pengaruh biasa terhadap kelompok
nelayan. Nilai 1
= jika faktor ancaman tidak memberikan pengaruh terhadap kelompok
nelayan. 2. Pengisian kolom penilaian peringkat/rating menggunakan tanda check list ()
107
Lanjutan Lampiran 8 Faktor Eksternal Ancaman Serangan hama dan penyakit tanaman Tingkat persaingan dengan usaha sejenis Harga penjualan yang tidak menentu Iklim dan cuaca yang tidak menentu Kurang adanya peningkatan kerjasama dengan perusahaan pengelolahan
2
1
108
108
Lampiran 9 Pertanyaan untuk mendapatkan bobot faktor strategik internal pemasaran rumput laut Faktor Internal A. Pemanfaatan lahan yang potensial B. Kondisi perairan yang subur C. Dukungan pemerintah D. Nelayan memiliki motivasi yang tinggi E. Pengetahuan SDM yang masih rendah F. Iklim dan cuaca yang tidak menentu G. Kurangnya sarana infrastruktur H. Keterbatasan modal I. Kurangnya kegiatan promosi J. Kurang adanya kerjasama dengan perusahaan pengelolah Total
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
Total
x x x x x x x x x x
Contoh Pengisian : - “Pemanfaatan lahan yang potensial” (A) pada baris/horizontal lebih penting dari “kondisi perairan yang subur” (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya 3. - “Pemanfaatan lahan yang potensial” (A) pada baris/horizontal sama penting dari “kondisi perairan yang subur” (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya 2. - “Pemanfaatan lahan yang potensial” (A) pada baris/horizontal kurang penting dari “kondisi perairan yang subur” (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya 1.
109
Lampiran 10 Pertanyaan untuk mendapatkan bobot faktor strategik eksternal pemasaran rumput laut Faktor Eksternal A. Pasar rumput laut dalam negeri masih terbuka lebar B. Program pemerintah yang mendukung
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
Total
x X
pengembangan usaha budidaya rumput laut C. Dukungan dunia usaha dan perbankan D. Akses sarana transportasi memadai E. Spektrum pasar nasional dan internasional F. Memiliki peluang investasi G. Adanya loyalitas pelanggan H. Hama dan penyakit yang menyerang I.
Fluktuasi harga penjualan
J. Belum adanya lembaga yang mengawasi kualitas mutu K. Tidak adanya kegiatan yang bersifat kontinyu L. Kurang adanya kerjasama dengan perusahaan pengelolah M. Keadaan alam yang tidak mendukung proses pengolahan Total
x x x x x x x x x x x
109
110
110
Lanjutan Lampiran 10 Contoh Pengisian : - “Pasar rumput laut masih terbuka lebar” (A) pada baris/horizontal lebih penting dari “Dukungan pemerintah” (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya 3. Lanjutan Lampiran 10 - “Pasar rumput laut masih terbuka lebar” (A) pada baris/horizontal sama penting dari “Dukungan pemerintah” (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya 2. -
“Pasar rumput laut masih terbuka lebar” (A) pada baris/horizontal kurang penting dari “Dukungan pemerintah” (B) pada kolom/vertikal, maka nilainya 1.
111
Lampiran 11 Gambar peta perencanaan pengembangan kluster budidaya Kabupaten Maluku Tenggara.
112
Lampiran 12 Gambar Peta Budidaya Rumput Laut di Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara.
113
Lampiran 13 Tabel rencana pengembangan budidaya rumput laut TA 2011-2015.
Lanjutan Lampiran 13
114
114
115
Lanjutan Lampiran 13
115
116
116
Lampiran 14 Tabel anggaran pengembangan budidaya rumput laut APBN Pusat, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten TA 2011-2015:
NO 1.
URAIAN
KEBUTUHAN ANGGARAN (Rp. Juta) APBD I
APBD II
KEGIATAN 2011
2012
2013
1.462,487
1.295,8
1.425,3
54.45
2014
PUSAT
2015
2011
2012
2013
2014
2015
2011
2012
1.567
1.724,7
-
-
-
-
-
-
6.000,5
59.90
65.88
72.47
-
-
-
-
-
-
544.5
150.00
165.00
181,5
200.00
30
33 36.30 39.93
43.92
-
50.00
55.00
60.50
66.55
30
3 36.30 39.93
43.92
495,00
544,50
520,0
572.00
2013
2014
2015
PENGEMBANGAN BUDIDAYA PERAIRAN - Pengembangan Produksi Budidaya Rumput Laut BANTUAN SARANA DAN MODAL USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT PENGEMBANGAN KEBUN BIBIT RUMPUT LAUT (TP) MONITORING DAN PEMBINAAN USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT PEMBINAAN, PEMANTAUAN DAN PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT RUMPUT LAUT PENGEMBANGAN SARANA TRANSPORTASI USAHA BUDIDAYA RUMPUT LAUT PENGADAAN KENDARAAN OPERASIONAL BUDIDAYA (KENDARAAN RODA 4/MOBIL)
-
65,216
-
300,00
25.00
-
-
-
-
-
50
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
250
55.0
2,799.5
-
6.600,5 7.260,61 7.986,6
598.95
-
60.50
658.85
-
66.55
724.73
-
73.21
3,079.4 3,387.40 3,726.1
-
-
-
117
Lanjutan Lampiran 14 Tabel anggaran pengembangan budidaya rumput laut APBN Pusat, APBD Provinsi, dan APBD Kabupaten KEBUTUHAN ANGGARAN (Rp. Juta) NO
URAIAN
KEGIATAN Wirausaha Budidaya/ PUMP Budidaya (TP)
2.
PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN - PENGEMBANGAN SARANA UNIT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERIKANAN Pengadaan Kendaraan Roda Tiga untuk Transportasi Hasil Budidaya Pembangunan Gudang Penyimpanan & Lantai Penjemuran Rumput Laut (Depo) Pembangunan Pabrik Pengolahan Rumput Laut (SRC) Pembinaan dan Pengembangan Pengolah Hasil Perikanan Pelatihan Penanganan Hasil Perikanan - Pengembangan Kawasan Mina Politan Pengembangan Kawasan Minapolitan JUMLAH
APBD II
APBD I
PUSAT
2011
2012
2013
2014
2015
2011
2012
2013
2014
2015
2011
2012
2013
2014
2015
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
400
800
800
800
800
-
250
275
302,5
332,75
-
-
-
-
-
-
250
275
302,5
332,75
-
75
82,5
90,75
99,825
-
-
-
-
-
443
750
825
907,5
998,25
-
500.00
400.00
300.00
363.00
-
-
-
-
-
-
4.000
3.000
3.300
3.630
49,2375
53,161
59,577
65,535
72,088
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
52,8
58,08
63,888
70,276
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
150.00
100.00
121.00
121.00
-
-
-
1.200,00
1.210,00
48
-
1.949,941 2.976,21 3.224,86 3.338,55
-
3.694,66 60,00
36,00 72,60
79,86
-
87,84
-
1.500,0 1.000,00
1.143,00 16.699,50 16.239,35 17.883,41 19.481,64
117
118
Lampiran 15 Gambar aktifitas selama penelitian.
Proses penjemuran dengan cara tradisonal menggunakan tenaga matahari
Penjelasan pengisian kuesioner kepada nelayan pembudidaya.
Budidaya rumput laut dengan metode long line.
Rumput laut yang sedang dalam masa pengontrolan oleh nelayan pengolah.
Daerah panen raya rumput laut bersama Menteri PDT di Desa Letvuan.
Pabrik olahan rumput laut yang sedang dalam proses pembangunan.
Penjemuran rumput laut yang dialaskan jaring bekas diatas jalan raya.
Proses penggudangan rumput laut kering yang siap untuk dijual.
119
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Langgur, Maluku Tenggara pada Tanggal 13 Januari 1982 dari Ayah Drs. M. Ngabalin dan Ibu Monica Elsoin. Penulis merupakan putri sulung dari tiga bersaudara. Tahun 1999 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ambon dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke Universitas Sam Ratulangi Manado pada program DIII Akuntansi dan lulus pada Tahun 2002. Selanjutnya ditahun 2003 penulis melanjutkan S1 pada Universitas Katolik Widya Karya Malang dengan program studi yang sama yaitu Akuntansi dan lulus pada Tahun 2005. Penulis diterima sebagai mahasiswa pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada tahun 2010 program studi Ilmu Manajemen dengan beasiswa BPPS. penulis bekerja sebagai tenaga pendidik pada Politeknik Perikanan Negeri Tual dari Tahun 2008 hingga sekarang.