ANALISIS TATANIAGA CENGKEH DI KECAMATAN AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH, PROVINSI MALUKU
YENI PURNAMASARI
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014
Yeni Purnamasari NIM H34087033
ABSTRAK YENI PURNAMASARI. Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI. Syzygium aromaticum atau yang lebih dikenal sebagai cengkeh merupakan tanaman obat yang juga banyak digunakan dalam industri rokok nasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai, menganalisis besarnya margin pemasaran dan tingkat efisiensi pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai dan menganalisis biaya dan keuntungan pemasaran pada tingkat lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai. Data dianalisis menggunakan pola saluran pemasaran, besarnya margin pemasaran, rasio biaya dan keuntungan pemasaran pada tingkat lembaga pemasaran di Kecamatan Amahai untuk mendapatkan seberapa efisien tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai. Analisis margin tataniaga dan farmer’s share menunjukkan bahwa saluran tataniaga I lebih efisien karena walaupun tidak memiliki marjin tataniaga terkecil dan farmer’s share terbesar tetapi memiliki volume perdagangan yang lebih tinggi dibanding saluran II. Sedangkan berdasarkan analisis rasio keuntungan dan biaya, saluran pemasaran I relatif lebih efisien karena memiliki rasio keuntungan dan biaya terbesar yakni 19.37. Kata kunci: cengkeh, tataniaga, efisiensi
ABSTRACT YENI PURNAMASARI. Clove Trading System Analyze in Amahai District, Central Moluccas Regency, Moluccas Province. Supervised by ANNA FARIYANTI. Syzygium aromaticum or better known as clove is a medicinal plant that is also widely used in the national cigarette industry. The purpose of this study was to analyze the pattern of clove marketing channels in the District Amahai, to analyze the magnitude of marketing margins and marketing efficiency levels in the District Amahai and to analyze the costs and benefits of marketing on the level of the marketing channel marketing agency cloves in the District Amahai. Data were analyzed using a pattern of marketing channels, the magnitude of the marketing margin, the ratio of costs and benefits of marketing on the level of marketing agencies in the District Amahai how efficient trading system to get the cloves in District Amahai. Analyze margin trading system and farmer’s share trading system shows that the channel one is more efficient because although do not have smallest margin trading system and biggest farmer’s share but has the trading volume is higher than the second channel. While based on the ratio of benefit and cost analyze, marketing channels one are relatively more efficient because have the greatest cost benefit ratio and the 19.37. Keywords: cloves, trading system, efficiency.
ANALISIS TATANIAGA CENGKEH DI KECAMATAN AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH, PROVINSI MALUKU
YENI PURNAMASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku Nama : Yeni Purnamasari NIM : H34087033
Disetujui oleh
Dr Ir Anna Fariyanti M.Si Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Dwi Rachmina, M.Si Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2011 ini ialah tataniaga, dengan judul Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku pembimbing, serta Dr.Ir. Netti Tinaprilla, MM dan Amzul Rifin, PhD yang telah memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Camat dari Kecamatan Amahai, Bapak Hafis Karepesina, SP sebagai Kabid Bina Produksi Perkebunan Kabupaten Maluku Tengah , Bapak Umar Sonalitu sebagai ketua kelompok tani di Desa Sepa dan Tamilao yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, mama, suami, almiraku serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014 Yeni Purnamasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
4
Tujuan Penelitian
5
Manfaat Penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA
6
Gambaran Usahatani Cengkeh
6
Gambaran Tataniaga
8
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka Pemikiran Operasional METODE PENELITIAN
9 9 16 17
Lokasi dan Waktu
17
Data dan Instrumentasi
18
Metode Penentuan Responden
18
Analisis Lembaga dan Fungsi Tataniaga
19
Analisis Saluran Tataniaga
19
Analisis Struktur Pasar
19
Analisis Marjin Tataniaga
20
Analisis Farmer’s Share
20
Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
20
Karakteristik Petani Responden
21
Karakteristik Pedagang Responden
23
Gambaran Usahatani Cengkeh di Kecamatan Amahai
24
Sistem Tataniaga
24
Saluran Pemasaran
25
Fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Pemasaran
27
Struktur Pasar
32
Analisi Marjin Tataniaga
36
Farmer’s Share
39
Rasio Keuntungan dan Biaya SIMPULAN DAN SARAN
40 41
Simpulan
41
Saran
42
DAFTAR PUSTAKA
42
RIWAYAT HIDUP
44
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Perkembangan kontribusi PDB lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2006-20101 Persentase kontribusi sub sektor pertanian dalam PDB atas dasar harga konstan 2000, tahun 2009-2014 Perkembangan volume ekspor dan impor cengkeh tahun2007-2012 Perkembangan luas areal, produksi, ekspor, dan impor, Tahun 20072012 Perkembangan produksi cengkeh di beberapa provinsi di Indonesia Tahun 2012-2014 Perkembangan harga cengkeh di pasar dalam negeri dan pasar dunia Tahun 2007-2012 Standar mutu cengkeh America Spice Trade Association Karakteristik struktur pasar untuk pangan dan serat Karakteristik petani responden komoditi cengkeh di Kecamatan Amahai Karakteristik pedagang responden komoditi cengkeh di Kecamatan Amahai Fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh lembaga pemasaran cengkeh Marjin tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai, 2011 Farmer’s share dan marjin tataniaga pada saluran tataniaga cengkeh di kecamatan Amahai 2011 Rasio keuntungan dan biaya untuk setiap saluran pemasaran di Kecamatan Amahai
1 2 3 3 4 5 8 13 21 23 28 38 39 40
DAFTAR GAMBAR 1 Saluran pemasaran barang konsumsi 2 Konsep marjin pemasaran 3 Kerangka pemikiran operasional analisis tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku 4 Saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai
12 15 17 25
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan dalam pengadaan pangan, bahan baku industri, meningkatkan penerimaan devisa, menciptakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan pendapatan petani. Hal ini berarti sektor pertanian turut serta dalam menggerakkan perekonomian bangsa. Kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku sekitar 14.44 persen pada tahun 2012, menempati posisi kedua setelah industri pengolahan. Namun dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan. Terlihat pada Tabel 1. tentang perkembangan kontribusi PDB beberapa lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun 2009-2012. Tabel 1. Perkembangan kontribusi Produk Domestik Bruto beberapa lapangan usaha atas dasar harga berlaku, Tahun 2009-2012 (persen) Lapangan Usaha Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik gas, dan air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel, dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, real estate dan jasa Jasa-jasa PDB PDB tanpa migas
2009
2010
2011*)
2012**)
15.29
15.29
14.70
14.44
10.56
11.16
11.85
11.78
26.36 0.83 9.90
24.80 0.76 10.25
24.33 0.77 10.16
23.94 0.79 10.45
13.28
13.69
13.80
13.90
6.31
6.56
6.62
6.66
7.23
7.24
7.21
7.26
10.24 100.00 88.90
10.24 100.00 89.50
10.56 100.00 89.40
10.78 100 91.70
Sumber: BPS (2013) Keterangan: * = angka sementara ** = angka sangat sementara
Berdasarkan bidang usahanya, sektor pertanian terbagi atas subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan perikanan. Peranan sub sektor perkebunan menyumbang 14.44 persen dari sektor pertanian pada tahun 2012. Peranan sub sektor perkebunan sebesar 1.94 persen dalam menyumbang PDB sektor pertanian tahun 2012 dapat dilihat dalam Tabel 2. Persentase kontribusi sub sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku, Tahun 2009-2012.
2 Tabel 2. Persentase kontribusi sub sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto atas dasar harga konstan 2000, Tahun 2009-2012 Sektor Pertanian Pertanian Sempit (Sub Sektor) a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan hasilhasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Sektor Pertanian
2009r)
2010r)
2011*)
2012**)
7.48
7.48
7.14
6.97
1.99 1.89
2.11 1.85
2.07 1.74
1.94 1.77
0.80
0.75
0.70
0.67
3.15
3.09
3.05
3.10
15.29
15.29
14.70
14.44
Sumber: BPS (2013) Keterangan: r = angka diperbaiki * = angka sementara ** = angka sangat sementara
Dari beberapa komoditas perkebunan, cengkeh memiliki karakteristik yang unik yakni kebutuhan dalam negeri yang tinggi hingga membuat pemerintah harus melakukan impor pada kondisi panen dalam negeri rendah. Dilain pihak kualitas cengkeh dalam negeri yang bagus dan tingginya permintaan pasar luar negeri juga membuat pemerintah tergiur untuk melakukan ekspor. Hal ini terlihat dari data pada Tabel 3. Volume ekspor-impor cengkeh Tahun 2000-2012. Tabel 3. Volume ekspor-impor cengkeh Tahun 2000-2012 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Ekspor Volume(Ton) Nilai(000US$) 4 655 8 281 6 324 10 670 9 399 25 973 15 688 24 929 9 060 16 037 7 680 14 916 11 270 23 533 14 094 33 951 4 251 7 251 5 142 5 586 6 008 12 581 5 397 16 304 5 941 24 767
Impor Volume(Ton) Nilai(000US$) 20 873 52 390 16 899 17 365 796 653 172 151 9 8 1 1 1 1 0 0 0 0 31 112 277 1 336 14 979 345 151 7 164 110 793
Sumber : Pusdatin Kementerian Pertanian (2014)
Volume dan nilai ekspor yang rendah dari komoditas cengkeh bila dibandingkan dengan komoditi perkebunan lainnya dapat dimaklumi karena sebagian besar produksi cengkeh diserap untuk keperluan dalam negeri. Konsumsi cengkeh di Indonesia dipenuhi dari produksi dalam negeri maupun impor. Perkembangan konsumsi cengkeh selama tahun 1970 - 2008 meskipun berfluktuasi namun cenderung meningkat (Pusdatin Kementerian Pertanian 2010).
3 Produksi cengkeh nasional digunakan untuk memenuhi kebutuhan baik untuk kebutuhan ekspor maupun pemenuhan konsumsi domestik. Selengkapnya perkembangan luas areal, produksi, ekspor, dan impor cengkeh untuk tahun 20042008 dapat dilihat dalam Tabel 4. Perkembangan produksi, ekspor, impor, dan konsumsi cengkeh Indonesia, Tahun 2004-2008. Tabel 4. Perkembangan Luas Areal, Produksi, Ekspor dan impor cengkeh, Tahun 2007-2012 Tahun 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Luas Areal (Ha) 453 292 456 471 467 316 470 041 485 191 493 888
Produksi (Ton) 80 404 70 535 81 988 98 386 72 207 99 890
Ekspor (Ton) 14 094 4 251 5 142 6 008 5 397 5 941
Impor (Ton) 0 0 31 277 14 979 7 164
Sumber : Pusdatin Kementerian Pertanian (2014)
Berdasarkan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) tahun 2014 Kementerian Pertanian produksi cengkeh pada tahun 2010 dan 2012 lebih tinggi dibanding pada tahun-tahun lainnya. Bahkan pada periode 2012 produksi cengkeh mencapai 99 890 ton. Hal ini disebabkan sesuai dengan karakter sifat cengkeh yang akan mengalami panen raya setiap dua tahun sekali juga adanya pertambahan luasan perkebunan yang diusahakan. Tanaman cengkeh merupakan salah satu tanaman yang menginginkan kondisi agroklimat tertentu. Walaupun dapat hidup di iklim tropikal seperti di Indonesia, belum tentu tanaman cengkeh tersebut dapat berproduksi dengan baik. Sehingga dalam perkembangan produksi cengkeh terdapat beberapa provinsi yang menjadi sentra produksi cengkeh. Sejak tahun 2012-2014 telah memberikan kontribusi kumulatif yang tinggi hingga mencapai 15.008 persen, yakni Provinsi Sulawesi Utara. Selanjutnya Maluku memiliki kontribusi 12.64 persen menyumbang produksi cengkeh nasional pada tahun 2012-2014. Berturut-turut Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Kepualauan Riau dan Bali adalah beberapa provinsi yang memiliki produksi cengkeh yang relatif tinggi dibanding provinsi lain di Indonesia. Data beberapa provinsi sebagai sentra penghasil cengkeh di Indonesia tahun 20122014 dapat dilihat pada Tabel 5. Perkembangan produksi cengkeh di beberapa provinsi, Tahun 2012-2014. Peningkatan produksi cengkeh nasional tidak terlepas dari semakin meningkatnya industri rokok nasional. Pada tahun 1942, harga 1 kg cengkeh kering sama dengan 1 gr emas murni. Tertarik dengan harga yang tinggi, maka pada waktu itu petani berlomba-lomba menanam cengkeh. Bahkan gabungan pengusaha pabrik rokok Indonesia mempelopori pendirian perkebunan besar cengkeh yang sebelumnya tidak ada di Indonesia. Sejak saat itu, tanaman cengkeh dikembangkan secara besar-besaran dan pengembangannya hampir diseluruh wilayah Indonesia. Namun dengan semakin luasnya areal pengembangan cengkeh dan meningkatnya produksi, sejak tahun 1982 keadaan mulai berubah.
4 Tabel 5. Perkembangan produksi cengkeh di beberapa provinsi, Tahun 2012-2014 Provinsi Sulawesi Utara Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Jawa Timur Sulawesi Tenggara Jawa Tengah DKI Jakarta Kepulauan Riau Bali Lainnya Total Indonesia
Produksi (Ton) 2012 2013*) 2014**) 14 965 15 116 15 288 12 669 12 734 12 823 10 690 10 710 10 736 10 536 10 552 10 572 10 146 10 337 10 522 6 692 6 699 6 719 6 500 6 565 6 656 5 628 5 652 5 677 3 247 3 262 3 282 3 092 3 101 3 111 18 972 15 997 12 684 99 890 100 725 101 670
Rata-rata 45 369 38 226 32 136 31 660 31 005 20 110 19 721 16 957 6 544 9 304 51 253 302 285
Share (%) 15.008 12.64 10.63 10.47 10.25 6.65 6.609 5.60 2.16 3.07 17.00 100.00
Sumber: Kementerian Pertanian 2014
Perumusan Masalah Adanya kebebasan menentukan pasar cengkeh setelah BPPC dihentikan, maka telah mengembalikan harga cengkeh kembali normal. Hal ini merangsang kembali masyarakat untuk membudidayakan tanaman cengkeh tersebut. Semakin banyaknya yang membudidayakan cengkeh menyebabkan jumlah produksi cengkeh meningkat. Dengan peningkatan produksi tanaman cengkeh, maka pemasaran sangat diperlukan guna menjual hasil produksi yang bertambah. Apalagi rantai pemasaran yang dulunya dikuasai oleh BPPC telah dihapuskan maka para petani harus mencari sistem saluran pemasaran sendiri dan berdasarkan pertimbangan yang tepat. Pertimbangan tersebut meliputi jumlah panen atau besaran panen, jarak tempuh dan pertimbangan lainnya sehingga dapat memaksimalkan pendapatan petani. Mekanisme tataniaga cengkeh yang mana petani bebas menentukan pasar yang dituju, panjangnya rantai tataniaga dan rendahnya produksi pada tahun 2008, menyebabkan harga cengkeh pada 2008 mencapai 53 000 rupiah per kilogram. Rentang harga cengkeh dalam negeri dan luar negeri dalam kurun waktu 20042008 menyebabkan kekhawatiran tersendiri bagi pelaku usaha cengkeh di dalam negeri, khususnya petani dan pedagang cengkeh. Karena jika pengusaha rokok sudah merasa tidak mampu dan tidak mau lagi membeli cengkeh dari petani lokal, maka mereka akan meminta pemerintah untuk melakukan impor cengkeh. Impor cengkeh dipilih karena harga cengkeh dunia yang lebih murah daripada harga cengkeh produksi dalam negeri. Jika benar terjadi, maka hal ini tentu sangat merugikan petani. Perkembangan harga cengkeh di pasar dalam negeri dan pasar dunia antara tahun 2007 – 2012 dapat dilihat pada Tabel 6. Perkembangan harga cengkeh di pasar dalam negeri dan dunia. Harga rata-rata di perusahaan rokok sebagai konsumen akhir yang tinggi pada tahun 2011 mencapai 125 000 rupiah menimbulkan pertanyaan mengenai harga yang diterima petani sebagai produsen cengkeh. Sedangkan harga yang diterima petani jauh lebih rendah sebesar 43 000 rupiah dari pada harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada pedagang besar. Hal ini tidak terlepas dari
5 peranan lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran cengkeh. Perbedaan lokasi, perbedaan fungsi dan perbedaan perlakuan/kegiatan lembaga tataniaga menyebabkan harga di tiap lembaga tataniaga pun menjadi berbeda. Tabel 6. Perkembangan harga cengkeh di pasar dalam negeri dan dunia, Tahun 2007-2012 Tahun
Dalam Negeri Rp/Kg
Internasional
Pertumbuhan (%)
US$/lb
Pertumbuhan (%)
2007
39 304
-9.57
-
-
2008
53 005
34.85
-
-
2009
47 921
-9.59
-
-
2010
49 890
4.10
-
-
2011
125 756
152.06
7.10
2.20
2012
85 389
-32.09
-
-
Sumber: Kementerian Pertanian 2014
Adanya lembaga tataniaga juga akan menyebabkan harga produk berubah setelah sampai di konsumen. Hal ini dikarenakan setiap lembaga tataniaga berusaha melakukan fungsi tataniaga yang menambah nilai guna utilitas dari produk tersebut sehingga memperbesar biaya tataniaga. Besar biaya pemasaran biasanya dibebankan kepada pihak produsen dan konsumen, yaitu dengan meningkatkan harga konsumen atau menekan harga produsen. Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana lembaga dan fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. 2. Apakah proses tataniaga yang berlangsung sudah efisien berdasarkan analisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya Hal inilah yang mendorong peneliti mengadakan penelitian mengenai analisis pemasaran cengkeh di Maluku sebagai salah satu sentra penghasil cengkeh. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan : 1. Menganalisis pola saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah . 2. Menganalisis besarnya margin pemasaran dan tingkat efisiensi pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah. 3. Menganalisis biaya dan keuntungan pemasaran pada tingkat lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai.
6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada petani dan lembaga tataniaga, masyarakat, penulis, dan pembaca sebagai akademisi. Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas mengenai pemasaran cengkeh. 2. Bagi lembaga tataniaga, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan masukan dalam membuat keputusan dalam memasarkan produk cengkeh. 3. Bagi petani atau pedagang, hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam rangka peningkatan usaha dan mampu memperbaiki manajemen usaha. 4. Bagi perguruan tinggi, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi yang berguna sebagai acuan dalam melakukan penelitian lebih lanjut terhadap pemilihan saluran pemasaran.
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Usahatani Cengkeh Tanaman cengkeh mempunyai dua masa kritis dalam siklus hidupnya, yaitu masa sebelum berumur tiga tahun dan setelah umur delapan tahun, terutama pada awal dan sesudah panen pertama. Keadaan pertumbuhan tanaman tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh dan cara budidaya. Tanaman cengkeh dimasukkan dalam kategori tanaman manja dalam arti memerlukan lingkungan yang khusus dan pemeliharaan yang intensif (Ruhnayat, 2002). Cengkeh menghendaki iklim yang panas dengan curah hujan yang cukup merata, karena tanaman itu tidak tahan kemarau panjang. Tanaman cengkeh tumbuh dengan baik dengan suhu optimum 18o -30o C, kelembaban optimum antara 60-80 persen, ketinggian 600-900 meter dari permukaan laut dan curah hujan 2000-6000 mm tiap tahun (Hadiwijaya, 1989). Selain itu tanah yang sesuai adalah tanah yang gembur, solum yang tebal (minimal 1,5 meter) dan kedalaman air tanah lebih dari tiga meter dari permukaan tanah serta memiliki tingkat kemasaman 5.5 – 6.5 pH. Jenis tanah yang cocok antara lain latosol, podsolik merah, mediterian dan andosol (Ruhnayat, 2002). Menurut Kemala (1999), perkembangan luas areal tanaman cengkeh sangat dipengaruhi harga. Jika harga dan luas areal tanaman cengkeh dipertahankan dikuatirkan produktifitas akan terus menurun. Penurunan produktivitas ini disebabkan oleh keterbatasan modal yang dimiliki petani sehingga mereka tidak mampu mengelola usahatani cengkeh dengan baik. Hal tersebut berakibat terhadap menurunnya pasokan cengkeh pada tahun-tahun yang akan datang. Wahid dalam Yuhono (1997) menyatakan bahwa tanaman cengkeh termasuk tanaman yang berbunga terminal dalam arti mengenal siklus produksi dimana setiap tiga sampai empat tahun terjadi satu kali berbunga lebat, satu kali berbunga sedang dan satu kali berbunga sedikit. Disisi lain tanaman cengkeh mengenal kesesuaian lahan dan agroklimat dimana tiap daerah dapat berbeda satu
7 sama lain sehingga jatuh tempo dari siklus produksi dapat bervariasi bagi seluruh wilayah produsen cengkeh di Indonesia. Pengaruh simultan dari faktor tersebut menyebabkan fluktuasi produksi cengkeh nasional. Ruhnayat (1997) menyimpulkan penyebab utama fluktuasi produksi tanaman cengkeh adalah faktor iklim, genetis, fisiologis dan budaya. Untuk meningkatkan dan menekan variasi mutu akan diperlukan standar mutu cengkeh. Dengan adanya standar mutu yang telah disepakati antara produsen dan konsumen maka kepastian perdagangan dapat ditingkatkan. Konsumen dapat mengetahui dengan pasti mutu barang yang akan di beli dan produsen dapat mengarahkan mutu produksinya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar mutu cengkeh yang berlaku di Indonesia adalah SNI No. 01-33921994 yang dibuat oleh Dewan Standardisasi Nasional (DSN). Standar mutu cengkeh tersebut disusun berdasarkan hasil survei ke perkebunan rakyat dan swasta, pabrik rokok kretek, wawancara dengan pihak-pihak yang berkecimpung dalam perdagangan cengkeh, dan membandingkan dengan standar mutu cengkeh dari America Spice Trade Association (ASTA), beberapa negara importir dan negara eksportir cengkeh. Syarat mutu dari cengkeh terdiri dari ukuran, warna, bahan asing, gagang cengkeh, cengkeh inferior, cengkeh rusak, kadar air dan kadar minyak atsiri. Bahan asing dalam syarat mutu diartikan sebagai semua bahan yang bukan berasal dari bunga cengkeh. Cengkeh inferior adalah cengkeh keriput, patah dan cengkeh yang telah dibuahi. Sedangkan cengkeh rusak adalah cengkeh berjamur dan telah diekstraksi. Beberapa upaya perbaikan untuk menanggulangi permasalahan mutu cengkeh antara lain dapat dilakukan dengan perwilayahaan cengkeh sehingga penanaman dilakukan pada daerah yang sangat sesuai, penggunaan varietas unggul serta perbaikan dan standarisasi cara pengolahan. Perbaikan cara pengolahan antara lain dengan waktu panen yang tepat sehingga rendemen cengkeh kering dan minyak meningkat serta inferior dan menir berkurang. Untuk mengurangi kadar bahan asing, pengeringan sebaiknya dilakukan pada lantai jemur yang bersih atau di atas para-para menggunakan tampah atau dengan pengering buatan. Selain itu kadar bahan asing dan persentase gagang cengkeh dapat dilurangi dengan melakukan sortasi sebelum cengkeh disimpan atau dipasarkan. Tabel 7. Standar mutu cengkeh America Spice Trade Association Syarat Mutu Ukuran Warna Bahan Asing (%, b/b) maks. Gagang Cengkeh (%, b/b) maks Cengkeh inferior (%,b/b) maks Cengkeh rusak Kadar air (%,v/b) maks Kadar minyak atsiri (%, v/b) min Sumber: Ruhnayat, 2002
Mutu I Rata Coklat kehitaman 0.5 1 2 Negatif 14 20
Mutu Mutu II Rata Cokelat 1 3 2 Negatif 14 18
Mutu III Tidak rata Cokelat 1 5 5 Negatif 14 16
8 Menurut Sinaga (1999), tataniaga merupakan bagian perilaku ekonomi yang termasuk dalam kelompok distribusi. Tataniaga atau sistem pemasaran adalah suatu cara untuk menyalurkan barang yang diproduksi oleh produsen agar dapat sampai pada konsumen. Fungsi tataniaga merupakan peningkatan kegunaan suatu barang yang dikonsumsi oleh konsumen, dimana peningkatan kegunaan tersebut berhubungan dengan kegunaan waktu, bentuk dan harga. Pada prinsipnya fungsi tataniaga tersebut lebih menekankan pada peningkatan nilai guna tempat dari waktu suatu barang, di dalam pendistribusiannya diperlukan adanya perantara atau yang disebut pedagang perantara. Tataniaga cengkeh merupakan suatu sistem yang mengatur mekanisme transaksi perdagangan cengkeh hasil produksi dalam negeri dari tingkat produksi (perkebunan rakyat, perkebunan swasta dan perkebunan swasta) hingga ke tingkat konsumen yaitu industri (rokok dan obat-obatan) dan rumah tangga. Tataniaga cengkeh memiliki suatu keunikan karena produsennya banyak tapi jumlah industri rokok serta pabrik lainnya yang menggunakan cengkeh sebagai bahan baku hanya sedikit. Strategi terhadap tataniaga cengkeh di Indonesia yang bersifat oligopsoni, di samping cengkeh merupakan komoditi pertanian yang memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional maka tataniaga cengkeh diatur melalui kebijakan pemerintah dengan tujuan: a. Agar petani sebagai produsen cengkeh menerima harga yang wajar sehingga tingkat pendapatan petani dapat meningkat. b. Agar dapat menjamin ketersediaan stok cengkeh sebagai persyaratan terjaminnya serta berkesinambungan produksi pabrik rokok kretek. Gambaran Tataniaga Produk pertanian, khususnya produk yang dihasilkan oleh sub sektor perkebunan, memerlukan sejumlah perlakuan agar dapat dikonsumsi oleh konsumennya. Harus melalui proses pengolahan termasuk adanya proses sortasi atau grading. Jarak pusat produksi ke pusat konsumsi juga berpengaruh. Disinilah peranan sejumlah lembaga pemasaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi pertukaran terdiri atas kegiatan penjualan dan pembelian, dilakukan oleh semua pedagang kecuali petani yang hanya melakukan kegiatan penjualan. Fungsi-fungsi pemasaran lainnya juga dilakukan oleh masingmasing lembaga pemasaran adalah fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi fisik terdiri dari kegiatan-kegiatan pengangkutan, bongkar muat, penimbangan, pengemasan dan penyimpanan. Sedangkan fungsi fasilitas terdiri atas kegiatankegiatan sortasi, grading, penanggungan risiko, retribusi pasar dan informasi harga. Untuk fungsi fisik, hampir semua lemabaga pemasaran melakukan kegiatan tersebut kecuali pengemasan yang tidak dilakukan oleh petani, pedagang pengumpul tingkat desa dan pedagang pengumpul tingkat kecamatan. Sedangkan pada fungsi fasilitas, kegiatan sortasi tidak dilakukan oleh petani dan pedagang pengumpul tingkat desa. Grading hanya dilakukan oleh pedagang besar dan eksportir, sementara kegiatan penanggungan risiko hanya dilakukan oleh eksportir saja (Sallatu 2006). Mahaputra dkk(2006), menyatakan bahwa dari tiga lembaga tataniaga cengkeh di Bali, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang antar pulau malakukan beberapa fungsi pemasaran sekaligus yang masing-masing lembaga dapat sama maupun berbeda. Pedagang pengumpul di tingkat desa maupun
9 kecamatan selain melakukan fungsi pertukaran juga melakukan fungsi fisik. Fungsi fisik ini berupa penyimpanan untuk menghidari kerugiaan saat harga turun. Sementara pedagang besar dan pedagang antar pulau memegang peranan penting dalam hal fungsi fasilitas berupa informasi harga yang diperoleh dari konsumen. Berdasarkan hasil tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, diketahui bahwa terdapat lima lembaga tataniaga dalam sistem tataniaga ubi jalar di desa Gunung Malang. Setiap lembaga tataniaga tersebut melakukan fungsi tataniaga yang berbeda-beda. Struktur pasar pada petani dan pedagang grosir cenderung mendekati pasar persaingan sempurna, sedangkan pedagang pengumpul pertama, tingkat kedua dan pengecer cenderung menghadapi pasar oligopoli(Purba, 2010). Purba (2010), menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisa marjin tataniaga dan rasio keuntungan dan biaya pada tataniaga ubi jalar di Kecamatan Tenjolaya menyatakan saluran tataniaga I lebih efisien, karena memiliki rasio keuntungan dan biaya yang terbesar serta volume penjualan yang tinggu pula. Mahaputra dkk(2006), untuk mengetahui efisiensi tataniaga cengkeh menggunakan analisis distribusi margin. Berdasarkan hasil penelitiannya tersebut rantai tataniaga cengkeh yang relatif pendek belum tentu lebih efisien. Karena ternyata margin pemasaran cukup tinggi, namun bagian yang diterima petani cengkeh rendah, sedangkan margin keuntungan pedagang cukup tinggi. Hal ini karena pedagang menahan untuk tidak menjual cengkeh di saat harganya turun untuk mengurangi kerugian. Sementara petani tetap menjual hasil panennya berapapun harga yang diberikan oleh lembaga tataniaga selanjutnya. Sebelum BPPC dihapuskan tataniaga cengkeh memiliki kecenderungan bahwa sistem tataniaga yang dilaksanakan pada waktu itu belum efisien karena setiap lembaga tataniaga belum berperan sebagai mana mestinya. Sehingga petani belum memperoleh farmer’s share yang semestinya. Octavianus (2003), menyatakan bahwa setelah dihapuskannya BPPC dalam sistem tataniaga cengkeh, harga cengkeh yang diterima mengalami peningkatan. Namun pada penelitian yang dilakukan Mahaputra (2006), disebutkan ternyata saluran tataniaga dengan jumlah lembaga tataniaga yang relatif pendek pun belum menjamin efisiensi saluran tataniaga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa efisiensi saluran tataniaga cengkeh sehingga hasil dari penelitian ini bermanfaat bagi lembaga tataniaga yang berperan dalam sistem tataniaga cengkeh.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga atau pemasaran merupakan terjemahaan dari marketing, selanjutnya tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan bergeraknya barangbarang dan jasa dari produsen sampai konsumen. Dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir dari tataniaga adalah menempatkan barang-barang dan jasa ke tangan konsumen akhir.
10 Tataniaga merupakan rangkaian tahapan fungsi yang diperlukan dalam penanganan/pergerakan input ataupun produk mulai dari titik produsen primer sampai konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut terdiri dari proses produksi, pengumpulan, pengolahan, dan penyaluran oleh pedagang grosir, pedagang pengecer sampai konsumen (Dahl dan Hammond 1977). Kohls dan Uhl (2002) mendefinisikan tataniaga pertanian sebagai suatu keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa komoditas pertanian mulai tingkat produksi(petani) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Kohls dan Uhl (2002) menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem tataniaga: 1. Pendekatan Fungsi (The Fungsional Approach) Pendekatan fungsi digunakan untuk mengetahui fungsi tataniaga apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan), serta fungsi fasilitas (standarisasi, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar). 2. Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach) Pendekatan kelembagaan digunakan untuk mengetahui berbagai macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Pendekatan kelembagaan juga membantu memahami mengapa ada spesialisasi pedagang perantara dalam sistem tataniaga, mengapa petani dan konsumen tidak dapat berhadapan pada satu tempat, bagaimana karakter dari berbagai jenis pedagang perantara (middlemen), hubungan agen perantara, serta susunan dan organisasi dari aktivitas tataniaga dalam produk pertanian. Pendekatan kelembagaan terdiri dari pedagang perantara (merchant middlemen), agen perantara (agent middlemen), spekualtor (speculative middlemen), pengolah dan pabrikan (processors and manufacturers), dan organisasi (facilitative organization). 3. Pendekatan Sistem (The Behavioral sistem approach) Pendekatan sistem merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan untuk mengetahui aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga, seperti perilaku lembaga yang terlibat dalam tataniaga dan kombinasi dari fungsi tataniaga. Pendekatan ini terdiri dari the input-output, the power system, dan the communication system. Konsep Lembaga Tataniaga Dalam prosesnya, dalam tataniaga terdapat berbagai pelaku ekonomi yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung, keterlibatan ini dilakukan dengan melaksanakaan fungsi-fungsi tataniaga. Menurut Hanafiah dan Saifudin (2006), lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dengan nama barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Sehingga dapat dikatakan bahwa semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan fungsi tataniaga adalah termasuk dalam bagian lembaga tataniaga, baik itu bentuknya kelompok ataupun perorangan. Menurut Sudiyono (2001), lembaga tataniaga adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga tataniaga ini adalah lembaga yang akan
11 menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Aliran produk pertanian dari produsen ke konsumen akhir disertai peningkatan nilai guna komoditi-komoditi pertanian akan ada apabila lembaga tataniaga ini menjalankan fungsi-fungsi tataniaganya. Konsep Fungsi Tataniaga Menurut Kohls dan Uhl (2002), fungsi tataniaga dikelompokkan menjadi tiga fungsi utama yaitu : (1) fungsi pertukaran; (2) fungsi fisik; dan (3) fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran merupakan kegiatan untuk memperlancar pemindahan hak milik atas barang dan jasa dari penjual kepada pembeli. Adapun fungsi pertukaran terdiri dari fungsi penjualan dan pembelian. Kegaitan fungsi penjualan ini diperlukan untuk mencari tempat dan waktu yang tepat untuk melakukan penjualan barang dan jasa sesuai dengan yang diinginkan konsumen baik dilihat dari jumlah, bentuk, dan mutunya. Kegiatan fungsi pembelian diperlukan untuk menentukan jenis barang yang akan dibeli yang sesuai dengan kebutuhan baik untuk dikonsumsi langsung maupun untuk kebutuhan produksi dengan cara menentukan jenis, jumlah, kualitas, tempat pembelian serta cara pembelian barang atas jasa yang akan dibeli. Fungsi fisik merupakan seluruh kegiatan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk, dan kegunaan waktu. Fungsi-fungsi fisik dari tataniaga yaitu fungsi penyimpanan yang bertujuan agar komoditas selalu tersedia pada saat dibutuhkan, fungsi pengankutan yang bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan permintaan, dan fungsi pengolahan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang yang bersangkutan baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang tersebut maupun dalam rangka peningkatan nilainya. Fungsi fasilitas adalah segala kegiatan yang memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari empat fungsi utama, yaitu : (1) fungsi standarisasi dan grading, dimana standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan mutu suatu barang dengan menggunakan berbagai ukuran atau kriteria tertentu, sedangkan grading adalah tindakan mengklasifikasikan hasil-hasil pertanian menurut suatu standarisasi yang diinginkan sehingga kelompok barang yang terkumpul sudah menurut satu ukuran standar; (2) fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk keperluan selama proses pemasaran dan juga kegiatan pengelolaan biaya tersebut; (3) fungsi penanggungan resiko, merupakan penanggungan resiko terhadap kemungkinan kehilangan selama proses tataniaga akibat resiko fisik maupun resiko ekonomi atau pasar; (4) fungsi informasi pasar, fungsi ini meliputi kegiatan pengumpulan informasi pasar serta menafsirkan data informasi pasar tersebut. Konsep Saluran Tataniaga Saluran pemasaran adalah organisasi-organisasi yang saling tergantung yang tercakup dalam proses yang membuat produk atau jasa menjadi tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi. Adanya jarak antara produsen dengan konsumen maka proses penyaluran produk dari produsen ke konsumen melibatkan beberapa perantara (Kotler dan Keller 2008). Terdapat empat macam saluran pemasaran yaitu saluran nol-tingkat terdiri dari produsen yang menjual langsung ke pelanggan akhir (konsumen). Saluran
12 satu-tingkat berisi satu perantara penjualan, seperti pedagang pengecer. Saluran dua-tingkat terdapat dua perantara, misalnya pedagang besar dan pedagang pengecer. Saluran tiga-tingkat terdapat tiga perantara, misalnya pedagang besar, pemborong, dan pedagang pengecer. Perincian mengenai empat saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 1. Saluran pemasaran barang konsumsi.
Saluran nol-tingkat Saluran satu-tingkat
Saluran dua-tingkat
Saluran tiga-tingkat
P R O D U S E N
Pengecer P.Besar P.Besar
Pengecer Pemborong
Pengecer
K O N S U M E N
Gambar 1. Saluran pemasaran barang konsumsi Sumber : Kotler (2003)
Konsep Struktur Pasar Menurut Dahl dan Hammond (1977), struktur pasar menggambarkan fisik dari industri atau pasar. Terdapat empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar, yaitu (1) jumlah atau ukuran perusahaan atau usahatani di dalam pasar, (2) kondisi atau keadaan produk yang diperjualbelikan, (3) hambatan keluar masuk pasar bagi pelaku tataniaga, dan (4) tingkat informasi pasar yang diketahui oleh partisipan (penjual dan pembeli) dalam tataniaga, misalnya biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan. Struktur pasar berkaitan dengan jumlah atau volume perusahaan di pasar (pangsa pasar), ukuran dan konsentrasi perusahaan secara umum dalam industry atau pasar tersebut. Secara garis besar ada dua struktur pasar yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Bentuk-bentuk lainnya, merupakan antara dari dua karakteristik jenis pasar tersebut. Pasar persaingan sempurna dikatakan jenis pasar yang efisien, sedangkan pasar persaingan tidak sempurna (monopoli atau monopsoni) merupakan pasar yang tidak efisien. Struktur pasar yang karakteristiknya cenderung mendekati pasar persaingan sempurna adalah struktur pasar persaingan monopolistik. Dimana struktur pasar tersebut dikatakan relatif efisien karena masih ada unsur persaingan di dalamnya. Karakteristik pasar yang mendekati pasar persaingan tidak sempurna (monopili atau monopsoni) cenderung dikatakan pasarnya tidak efisien (oligopoli atau oligopsoni). Secara terinci ada lima jenis struktur pasar pangan dan serat (Dahl dan Hammond 1977), seperti terdapat pada Tabel 8. Karakteristik struktur pasar untuk pangan dan serat. Struktur pasar persaingan sempurna memiliki ciri-ciri terdapat banyak pembeli dan penjual yang bertindak sebagai penerima harga (price taker), bebas keluar masuk pasar, produk yang dipasarkan homogen, dan tidak ada campur pihak ketiga. Pada pasar persaingan sempurna, jumlah yang diinginkan konsumen dan yang ditawarkan produsen adalah sama (market clearing).
13 Pasar monopolistik memiliki ciri-ciri terdapat banyak pembeli dan penjual yang melakukan transaksi pada berbagai tingkat harga dan bukan atas dasar satu harga pasar. Adanya beberapa macam harga disebabkan penjual dalam pasar monopolistik ini tidak homogen. Produk dapat dibedakan menurut kualitas, ciri atau gaya, pelayanan (service) yang berbeda, perbedaan pengepakan, warna bungkus, dan harga. Penjual melakukan penawaran yang berbeda untuk segmen pembeli yang berbeda dan bebas menggunakan merek, periklanan, dan personal selling. Tabel 8. Karakter struktur pasar untuk pangan dan serat Karakteristik Jumlah Perusahaan Sifat Produk
Struktur pasar Sisi Penjual
Sisi Pembeli
Banyak
Standardisasi
Persaingan murni
Persaingan murni
Banyak
Diferensiasi
Persaingan monopolistik
Persaingan monopsonistik
Sedikit
Standardisasi
Oligopoli murni
Oligopsoni murni
Sedikit
Diferensiasi
Oligopoli diferensiasi
Oligopsoni diferensiasi
Satu
Unik Monopoli Sumber : Dahl dan Hammond (1977)
Monopsoni
Pasar oligopoli terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka akan strategi pemasaran dan penetapan harga perusahaan lainnya. Produk dapat berupa produk homogen atau berupa produk heterogen. Sedikitnya jumlah penjual ini disebabkan oleh tingginya hambatan untuk memasuki industri yang bersangkutan. Hambatan tersebut dapat berupa paten, kebutuhan modal yang besar, pengendalian bahan baku, pengetahuan yang sifatnya perorangan, dan lokasi yang langka. Pasar monopoli memiliki ciri-ciri terdapat satu penjual yang berbentuk perusahaan monopoli, pemerintah atau swasta menurut undang-undang, dan dapat berupa monopoli swasta murni. Produk bersifat unik dan tidak dapat disubstitusikan barang lain, serta ada pengendalian harga dari penjual. Tindakan diskriminasi harga dengan menjual produk yang sama pada tingkat harga yang berbeda-beda dan pada pasar yang berbeda. Konsep Efisiensi Tataniaga Secara teoritis, tataniaga yang efisien adalah struktur pasar persaingan sempurna (perfect competition). Struktur pasar seperti ini secara realita tidak dapat ditemukan. Ukuran efisiensi adalah kepuasan dari konsumen, produsen, maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam mengalirkan barang dan jasa mulai dari petani sampai ke konsumen akhhir. Ukuran untuk menentukan tingkat kepuasan tersebut adalah sulit dan sangat relatif. Oleh sebab itu banyak pakar yang mempergunakan indikator efisiensi harga dan efisiensi operasional (teknis)(Asmarantaka, 2010). Efisiensi harga menekankan kepada kemampuan sistem tataniaga dalam mengalokasikan sumberdaya dan mengkoordinasikan seluruh produksi pertanian dan proses tataniaga sehingga efisien yang sesuai dengan keinginan konsumen. Analisis efisiensi harga dapat dianalisis dengan menggunakan tingkat keterpaduan pasar yaitu ada atau tidaknya keterpaduan (integrasi) harga di tingkat pasar acuan dengan harga di tingkat pasar pengikutnya(Asmarantaka 2010).
14 Efisiensi operasional berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas tataniaga yang dapat meningkatkan atau memaksimumkan rasio output-input tataniaga. Input tataniaga adalah sumberdaya (tenaga kerja, pengepakan, mesin-mesin, dan lain-lain) yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga. Output tataniaga termasuk didalamnya adalah kegunaan (utilities) waktu, bentuk, tempat, dan kepemilikan yang berhubungan dengan kepuasan konsumen. Oleh sebab itu, penggunaan sumberdaya dalam tataniaga adalah biaya, sedangkan kegunaan (utilities) adalah manfaat (benefits) dari efisiensi tataniaga. Analisis yang digunakan dalam kajian efisiensi operasional adalah analisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya (Dahl dan Hammond 1977). Konsep Marjin Tataniaga Margin tataniaga merupakan perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima produsen. Margin tataniaga dapat dikatakan juga sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Kohls dan Uhl (2002) mendefinisikan margin tataniaga sebagai harga dari kumpulan jasa-jasa tataniaga sebagai akibat adanya aktivitas produktif yang terjadi dalam proses tataniaga tersebut. Setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga memiliki tujuan atau motivasi untuk memperoleh keuntungan atau imbalan dari pengorbanan yang diberikan. Artinya, dengan pengorbanan tertentu yang disumbangkan, akan diusahakan untuk mendapatkan manfaat dan keuntungan yang maksimal atau dengan keuntungan tertentu akan diusahakan meminimumkan pengorbanan atau pengeluarannya. Marjin tataniaga adalah perbedaan harga yang terjadi antara lembaga satu dengan lembaga tataniaga lainnya dalam saluran tataniaga komoditas yang sama. Marjin tataniaga juga dapat didefinisikan sebagai jarak vertikal antara kurva permintaan dan penawaran tingkat petani dengan tingkat lembaga tataniaga yang terlibat yaitu tingkat pengecer. Teori marjin tataniaga (Tomek dan Robinson, diacu dalam Asmarantaka,2010) dapat menjelaskan konsep permintaan turunan (derived demand), yang menjelaskan bagaimana perubahan di setiap tingkat pasar (lembaga tataniaga) akan tercermin pada pasar yang lain, sedangkan permintaan awal (primary demand) yaitu permintaan dari konsumen akhir. Penawaran awal (primary supply) merupakan penawaran di tingkat petani, sedangkan penawaran turunan (derived supply) merupakan penawaran ditingkat pedagang atau pabrik pengolahan maupun penawaran di tingkat pedagang pengecer (retail), seperti yang dapat dilihat pada Berdasarkan Gambar 2. Marjin tataniaga dapat dilihat besarnya nilai marjin tataniaga adalah hasil perkalian dari perubahan harga dua tingkat lembaga tataniaga dengan jumlah produk yang dipasarkan. Besarnya nilai marjin tataniaga adalah sebesar segiempat (Pr-Pf) x Qr,f. Nilai (Pr-Pf) menunjukkan besarnya marjin tataniaga suatu komoditas per satuan atau per unit. Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa nilai dari marjin tataniaga adalah selisih harga di tingkat konsumen dan petani dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan. Secara matematika sederhana nilai dari marjin tataniaga adalah VMM= (Pr-Pf) Qr.f. Nilai dari marjin tataniaga (VMM) dapat dipandang
15 secara agregat atau ke dalam dua aspek yang berbeda. Aspek yang pertama dari VMM adalah penerimaan dari input yang dipergunakan dalam proses pengolahan atau jasa tataniaga yang dipergunakan dari tingkat petani sampai konsumen, marketing cost (returns to factors) termasuk dalam kelompok ini adalah upah, bunga, sewa, dan keuntungan. Aspek yang kedua adalah marketing charges (returns to institutions) yaitu aspek balas jasa terhadap kelembagaan tataniaga, dimana terdiri atas pedagang eceran, grosir, pengolah, pabrikan, dan pengumpul. P (Harga)
Sr
Pr Marjin Pemasaran
Sf Nilai Marjin = (Pr-Pf) Qrf
(Pr -Pf )
Dr Pf Df
O
Qr,f Q (Jumlah)
Gambar 2. Konsep Marjin Pemasaran Sumber : Tomek dan Robinson 1990 diacu dalam Asmarantaka 2010 Keterangan: Dr = kurva permintaan ditingkat konsumen akhir (primary demand) Df = kurva permintaan ditingkat petani (derived demand) Sf = kurva penawaran ditingkat petani (primary supply) Sr = kurva permintaan ditingkat konsumen akhir (derived supply) Pf = harga ditingkat petani Pr = harga ditingkat konsumen akhir Qr,f = jumlah produk ditingkat petani dan konsumen akhir
Konsep Farmer’s Share Farmer’s share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga yang dilihat dari sisi pendapatan petani. Kohls dan Uhl (1985) mendefinisikan farmer’s share sebagai persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen dari kegiatan usahatani yang dilakukannya. Farmer’s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin tataniaga. Marjin tataniaga yang semakin tinggi umumnya akan mengakibatkan farmer’s share akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, semakin kecil marjin tataniaganya maka farmer’s share akan semakin tinggi. Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio keuntungan dan biaya menunjukkan berapa besarnya keuntungan yang akan diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan tataniaga. Besarnya rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengukur
16 tingkat efisiensi tataniaga. Semakin menyebarnya rasio keuntungan dan biaya maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian dimulai dengan meninjau masalah-masalah yang terkait dengan tataniaga cengkeh di lokasi penelitian. Selanjutnya dilakukan analisis sistem tataniaga cengkeh yaitu dengan menganalisis saluran dan lembaga tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta analisis efisiensi operasional yang mencakup marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Fungsi-fungsi tataniaga yang dianalisis meliputi fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian; fungsi fisik berupa pengangkutan, penyimpanan, dan pengolaham; serta fungsi fasilitas berupa standarisasi dan grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Struktur pasar dapat diketahui dengan mengetahui jumlah pembeli dan penjual yang terlibat pada tataniaga cengkeh, heterogenitas produk yang dipasarkan, mudah tidaknya keluar masuk pasar, serta informasi perubahan harga pasar. Struktur pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur dengan efisiensi operasional yang mencakup analisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Dengan melihat hasil dari analisis tersebut, akan dapat diketahui apakan tataniaga cengkeh tersebut sudah efisien atau belum. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3. Kerangka pemikiran operasional tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
17 Sistem Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai
Pasca dihapuskannya BPPC terjadi Peningkatan harga cengkeh Bertambahnya saluran tataniaga cengkeh
Bagaimana Sistem Tataniaga Cengkeh di Kec. Amahai
Lembaga
Fungsi
Saluran
Struktur Pasar
Sistem Tataniaga Cengkeh Efisien
Analisis Marjin Tataniaga
Analisis Farmers Share
Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya
Efisiensi Tataniaga
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah yang dipilih merupakan salah satu sentra produksi Cengkeh di Provinsi Maluku. Kecamatan Amahai memiliki jumlah produksi cengkeh sebesar 2 039 ton pada tahun 2009. Kecamatan Amahai
18 selain sebagai sentra produksi cengkeh juga merupakan sentra produksi hasil perkebunan yang lain diantaranya, kelapa, kopi dan pala. Pengambilan cengkeh sebagai sampel komoditas untuk penelitian juga dipertimbangkan dengan melihat harga yang terjadi pada komoditas tersebut. Harga yang terjadi pada selang waktu penelitian untuk komoditas cengkeh sedang mengalami peningkatan harga yang terjadi di pasaran, dengan peningkatan harga yang terjadi di pasar sangat menguntungkan bagi pelaku usaha cengkeh di Kecamatan Amahai. Pengumpulan data dilapangan dilakukan pada bulan April – Juli 2011. Data dan Instrumentasi Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan (observasi) di lapangan dan wawancara langsung dengan pihak yang terkait dengan tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai, yaitu petani, pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang kabupaten. Data sekunder diperoleh dari instansi yang terkait yang berhubungan dengan penelitian seperti BPS Indonesia, Kementerian Pertanian Indonesia, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Maluku Tengah serta instansi terkait lainnya. Pengumpulan data dilakukan selama dua bulan, yaitu mulai bulan April Juli 2011. Metode yang digunakan selama pengumpulan data, antara lain metode observasi langsung, wawancara, kuesioner, maupun browsing internet. Metode Penentuan Responden Metode pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan panduan kuisioner dengan para responden. Pengambilan petani responden dilakukan secara sengaja (purposive) terhadap petani yang membudidayakan cengkeh di Kecamatan Amahai dan mengambil sampel sebanyak 19 orang. Pengambilan sampel 19 orang responden adalah mengacu kepada sumber informasi berdasarkan hasil wawancara dengan pegawai di Kecamatan Amahai yang menyebutkan daerah-daerah yang menjadi penghasil cengkeh, dari informasi tersebut dilakukan penelusuran ke daerah lokasi petani penanam cengkeh, kemudian dilakukan pengambilan sampel menggunakan metode kuisioner. Karakteristik petani di Kecamatan Amahai tergolong homogen, yaitu pengambilan responden 14 petani mempertimbangkan dengan pola pemasaran yang sama yaitu setiap petani cengkeh rata-rata melakukan pola pemasaran yang sama. Disamping itu saluran tataniaga yang digunakan pun sama yaitu dari petani, pedagang pengumpul desa, pedagang besar, dan supplier di Surabaya. Terdiri dari petani pertama (sebagai titik awal) yang menjadi responden, yakni petani yang memiliki pengalaman usahatani di bidang perkebunan cengkeh dan memiliki luas lahan cengkeh minimal 1 ha. Sementara penentuan responden pedagang dilakukan dengan menggunakan teknik snow ball sampling. Pedagang tersebut terdiri atas pedagang pengumpul desa, pedagang besar, dan supplier di Surabaya. Berdasarkan karakteristik tersebut, pengambilan sampel sebanyak 19 responden didasarkan pada sumber informasi yang didapat dari Kecamatan Amahai. Penentuan responden untuk lembaga pemasaran cengkeh didapat melalui metode snow ball sampling yaitu dengan cara mengikuti alur pemasaran hingga produk
19 sampai ke konsumen dengan menelusuri saluran pemasaran cengkeh di daerah penelitian berdasarkan informasi yang diperoleh dari pelaku pasar yaitu mulai dari tingkat petani sampai pedagang kabupaten. Diperoleh 14 responden petani dari dua Desa Sepa dan Desa Tamilao, terdiri dari 8 petani di Desa Sepa dan 6 petani di Desa Tamilao. Pedagang pengumpul desa terdiri dari 3 responden pedagang pengumpul desa, 2 di Desa Sepa dan 1 Desa Tamilao. Terdapat dua pedagang besar di Kabupaten Masohi. Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, lembaga dan fungsi-fungsi tataniaga, serta struktur pasar. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Analisis dengan metode kuantitatif diolah dengan bantuan kalkulator, software Microsoft excel dan sistem tabulasi data. Analisis Lembaga Dan Fungsi Tataniaga Analisis tataniaga ini digunakan untuk mengetahui fungsi-fungsi tataniaga yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga. Analisis fungsi-fungsi digunakan untuk mengetahui kegiatan tataniaga yang dilakukan oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan cengkeh dari petani sebagai produsen hingga ke konsumen dan digunakan untuk mengevaluasi biaya tataniaga. Analisis fungsi tataniaga dapat dilihat dari (1) fungsi pertukaran yang terdiri atas aktivitas penjualan dan pembelian; (2) fungsi fisik meliputi aktivitas penyimpanan, pengolahan, pengangkutan, dan pengemasan produk; serta (3) fungsi fasilitas berupa standarisasi dan grading, penanggungan resiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Analisis Saluran Tataniaga Analisis ini digunakan untuk mengetahui saluran tataniga yang dilalui oleh komoditas cengkeh dari produsen sampai konsumen. Dari analisis saluran tataniaga ini dapat diketahui berapa banyak jumlah lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga cengkeh tersebut. Selain itu juga dapat diketahui pola saluran tataniaga yang terjadi berdasarkan pelaku tataniaga yang terlibat, sehingga akan terbentuk peta rantai saluran tataniaga. Semakin panjang rantai saluran tataniaga, maka saluran tersebut akan semakin tidak efisien karena marjin tataniga yang terjadi antara produsen dan konsumen akan semakin besar. Analisis Struktur Pasar Analisis struktur pasar diperlukan untuk mengetahui apakah struktur pasar tersebut akan cenderung mendekati persaingan sempurna atau persaingan tidak sempurna dengan melihat komponen-komponen yang mengarahkan pasar tersebut ke suatu struktur tertentu. Struktur pasar dapat diidentifikasi dengan mengetahui jumlah pembeli dan penjual yang terlihat, sifat atau heterogenitas produk yang dipasarkan, kondisi atau keadaan produk, mudah tidaknya keluar masuk pasar, serta informasi perubahan harga pasar.
20 Analisis Marjin Tataniaga Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi tataniaga dari petani sampai konsumen akhir. Marjin tataniaga merupakan perbedaan harga di tingkat petani dnegan harga di tingkat konsumen akhir. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut: MT = Pr – Pf Keterangan : MT Pr Pf
= Marjin tataniaga = Harga di tingkat retail (konsumen akhir) = Harga di tingkat petani
Analisis Farmer’s Share Farmer’s share digunakan untuk menghitung efisiensi suatu saluran tataniaga dnegan membandingkan seberapa besar bagian yang diterima petani dari harga yang dibayarkan oleh konsumen. Berdasarkan farmer’s share akan dilihat apakah saluran tataniaga tersebut memberikan balas jasa yang seimbang kepada semua pihak yang terlibat dalam tataniaga. Secara matematis, farmer’s share dapat dirumuskan sebagai berikut: Fs=
Keterangan: Fs=farmer’s share Pf=harga di tingkat petani Pr= harga di tingkat retail (konsumen akhir)
Farmer’s share memiliki hubungan yang negatif dengan marjin tataniaga, sehingga semakin besar marjin tataniaga maka bagian yang diperoleh petani akan semakin rendah atau kecil. Analisis Rasio Keuntungan Dan Biaya Tingkat efisiensi sebuah sistem tataniaga dapat juga dilihat dari rasio keuntungan terhadp biaya tataniaga. Dengan semakin meratanya rasio keuntungan terhadap biaya tataniaga, maka secara teknis (operasional) sistem tataniaga tersebut semakin efisien. Untuk mengetahui penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing-masing lembaga tataniaga dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio keuntungan dan biaya (R/C)= Keterangan: Πi=keuntungan tataniaga pada tingkat lembaga ke-i Ci= biaya tataniaga pada tingkat lembaga ke-i
21
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Responden Pengambilan petani responden dalam penelitian ini meliputi beberapa aspek yang dikaji yaitu: umur responden, tingkat pendidikan, jenis kelamin, luas lahan pengusahaan cengkeh dan status kepemilikan lahan. Responden dipilih sebanyak 14 orang dalam satu kecamatan, yaitu petani yang melakukan usahatani cengkeh. Petani responden tidak hanya menanam cengkeh sebagai komoditi utama, tetapi juga menanam berbagai komoditi perkebunan antara lain seperti kelapa, coklat, dan pala. Dalam satu lahan, petani memisahkan berbagai komoditas dalam beberapa area lahan. Sehingga dapat dikatakan pula usahatani cengkeh merupakan mata pencaharian sampingan, karena musim panennya yang setahun sekali. Umur petani yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar 40-50 tahun yakni sekitar 42.85 persen. Luas penguasaan lahan berkisar antara 1-3 hektar dimana status lahan bukan milik sendiri. Sebagian besar petani sudah bertani selama minimal lima tahun terakhir. Tingkat pendidikan petani responden terendah yaitu tamatan SD sebesar 7.14 persen, sedangkan tamatan SLTP dan SMA masing-masing adalah 35.71 dan 57.14 persen. Sedangkan jenis kelamin petani responden yaitu semuanya laki-laki. Tabel 9. Karakteristik petani responden cengkeh di Kecamatan Amahai menyajikan jumlah petani responden berdasarkan kriteria umur, tingkat pendidikan, dan tingkat pengalaman. Tabel 9. Karakteristik petani responden komoditi cengkeh di Kecamatan Amahai Umur (tahun)
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
30-40 40-50 >50 Tingkat Pendidikan
4 6 4
28.57 42.85 28.57
Tamat SD Tamat SLTP Tamat SLTA Tingkat pengalaman
1 5 8
7.14 35.71 57.14
≤ 5 tahun ≥ 6 tahun
1 13
7.14 92.86
Dari Tabel 9. Karakteristik petani responden komoditi cengkeh di Kecamatan Amahai diatas diketahui bahwa tingkat pendidikan petani responden yang tamat sekolah dasar sebanyak 7.14 persen. Merupakan petani yang memiliki usia lebih dari 50 tahun. Hal tersebut terjadi karena kesadaran pentingnya pendidikan dimasa itu relatif masih rendah. Namun pada periode selanjutnya kesadaran akan pentingnya pendidikan semakin tinggi. Terlihat dari jumlah petani responden yang memiliki latar belakang pendidikan sekolah menengah pertama dan atas adalah sebesar 35.71 persen. Sebagian besar petani yang menjadi responden memiliki pengalaman bertani lebih dari lima tahun. Hal ini karena
22 kegiatan usahatani di Kecamatan Amahai telah dilakukan secara turun-temurun dan sifat dari tanaman cengkeh sendiri yang berbunga bagus setelah usia tanam lebih dari 4 tahun. Jenis kelamin yang diambil dalam penelitian ini adalah laki-laki dengan pertimbangan sebagai kepala keluarga dalam rumah tangga, untuk perempuan bertugas membantu suami dalam pengerjaan kegiatan pertanian terutama usahatani cengkeh yang dilaksanakan dengan anggota keluarga lainnya. Pengalaman bertani juga mempengaruhi keberhasilan usahatani cengkeh, petani yang sudah berpengalaman dalam usahatani cengkeh akan lebih mengerti dan memahami cara budidaya yang baik, namun hingga kini petani masih menggnakan teknik bertani yang masih tradisional secara turun-temurun. Petani responden di Kecamatan Amahai untuk berproduksi cengkeh belum dilakukan secara optimal hal ini dikarenakan karakteristik petani di Kecamatan Amahai masih sangat bergantung terhadap iklim. Karena cengkeh memiliki syarat tumbuh dan berbunga yang spesifik. Akibatnya apabila iklim tidak sesuai dengan syarat tumbuhnya, maka dapat satu tahun petani responden tidak panen. Hal ini yang menyebabkan sering terjadi fluktuatif produksi cengkeh dipasar, hal ini berimplikasi terhadap output yang tersedia dipasar terkadang untuk satu komoditi produksi belum memenuhi jumlah permintaan pasar sehingga mengakibatkan produk langka dan menjadikan harga suatu komoditi tersebut mengalami peningkatan harga. Hal sebaliknya terjadi terhadap komoditi yang banyak tersedia dipasar. Untuk menyiasati hal tersebut petani responden melakukan metode penanaman dengan sistem tumpangsari yaitu menanam beberapa komoditi dalam satu petak lahan, metode seperti ini yang dominan dilakukan oleh petani perkebunan di wilayah Kecamatan Amahai. Untuk proses penjualan hasil panen petani responden mayoritas menjual hasil panennya ke tengkulak atau pedagang pengumpul desa sehingga ketergantungan tehadap pedagang pengumpul desa dalam hasil penjualan panen masih sangat besar, walaupun terdapat beberapa petani yang menjual cengkeh langsung ke pasar atau ke beberapa pedagang besar. Beberapa petani yang menjual langsung ke pasar mempertimbangkan dengan volume hasil panen yang dihasilkan dan dihubungkan dengan biaya transportasi serta proses pengangkutan. Petani yang langsung menjual hasil panennya ke pasar atau pedagang besar mempertimbangkan biaya transportasi karena untuk volume hasil panen Cengkeh yang sedikit sekali pengiriman jika dijual kepasar akan banyak membutuhkan biaya transportasi yang besar, tidak efisien jika petani dengan hasil panen skala kecil dijual langsung ke pasar atau pedagang besar hal tersebut yang menyebabkan mayoritas petani dengan skala usaha kecil menjual hasil panennya melalui pedagang pengumpul desa. Hal kedua yang dipertimbangkan adalah proses pengangkutan, untuk petani cengkeh dengan skala usaha kecil melakukan pengangkutan hasil panen cengkeh digabungkan dengan hasil panen komoditi lain sehingga hal ini akan menghemat biaya transportasi melalui efisiensi proses pengangkutan. Petani dengan keterbatasan sarana dan prasarana khususnya dalam hal transportasi dan pengangkutan hasil panen ke pasar melakukan penyewaan kendaraan angkutan umum, yaitu angkutan kota untuk pasar terdekat.
23 Karakteristik Pedagang Responden Pedagang responden yang ada dalam saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai sesuai dengan metode snow ball sampling adalah terdiri dari tiga pedagang desa, dua pedagang besar. Enam pedagang pengumpul desa berasal dari wilayah Kecamatan Amahai yang berdomisili dari Desa Sepa dan Tamilao. Sedangkan dua pedagang besar berasal dari Kota Masohi. Dari setiap lembaga pemasaran memiliki berbagai karakter yang berpengaruh terhadap kinerja dan usaha yang dilakukan dalam menjalankan usahanya. Pengalaman sangat dibutuhkan karena dengan pengalaman seseorang yang menjalankan suatu usaha dapat mengidentifikasikan kemungkinan yang terjadi, baik peluang maupun resiko yang akan dihadapi. Pendidikan formal pedagang memberikan sudut pandang yang berbeda dalam menekuni usaha berdagang hasil bumi khususnya cengkeh. Tabel dibawah ini menyajikan karakteristik pedagang responden komoditas cengkeh. Tabel 10. Karakteristik pedagang responden komoditas cengkeh di Kecamatan Amahai Pedagang Responden
Karakter
Pedagang Desa Orang % Umur(Tahun) 45-50 >50 Pendidikan Tamat SMA Diploma Pengalaman(Tahun) ≤5 ≥5
Pedagang Besar Orang %
3 0
100.00 0
1 1
50.00 50.00
3 0
100.00 0
1 1
50.00 50.00
2 1
66.67 33.33
0 2
0 100.00
Bedasarkan tabel 11 tentang karakteristik pedagang responden mayoritas berusia 45-50 tahun mulai dari pedagang desa sampai pedagang besar. Presentase terbesar terjadi pada pedagang Desa mencapai 100 persen. Selain karena usia kematangan sebagai pedagang, juga mengingat daur panen Cengkeh yang tidak setiap tahun Panen. Dengan demikian pedagang yang berusia antara 45-50 tahun memiliki pengalaman dalam berniaga cengkeh, serta mengetahui karakteristik komoditas cengkeh itu sendiri. Pedagang desa yang menjadi responden memiliki latar belakang pendidikan SMA sebesar 100 persen. Sementara pada pedagang besar 50 persen telah menyelesaikan pendidikan menengah atas. Pendidikan memberikan sudut pandang yang berbeda pada masing-masing tingkatan. Sementara pengalaman dalam melakukan perdagangan cengkeh, lembaga tataniaga memiliki pengalaman lebih dari lima tahun. Pedagang desa dan pedagang besar semua sudah berpengalaman lebih dari lima tahun.
24 Gambaran Usahatani Cengkeh di Kecamatan Amahai Budidaya cengkeh meliputi kegiatan pengolahan lahan, penanaman, perlindungan tanaman dan perawatan yang dilakukan hingga panen. Faktor-faktor produksi yang umumnya digunakan adalah bibit/benih, peralatan dan tenaga kerja. Pupuk kandang yang digunakan biasanya berasal dari kotoran ayam atau kambing, sedangkan petani jarang menggunakan pupuk kimia. Kegiatan budidaya cengkeh terdiri dari beberapa tahap antara lain persiapan lahan, pelubangan, pemberian pupuk kandang, penanaman, perawatan lahan tanaman, pemupukan dan panen. Untuk usahatani cengkeh di Kecamatan Amahai petani responden memiliki luasan lahan rata-rata sebesar 500-1000 m2. Namun tidak semuanya digunakan sebagai lahan budaya cengkeh, melainkan digunakan pula sebagai lahan budidaya kelapa, coklat, dan pala. Kegiatan pengolahan tanah, perawatan kebun dan panen dilakukan secara bergotong royong diantara petani, tidak ada sistem pengupahan disini. Hanya memberikan konsumsi kepada petani yang turut berpartisipasi dalam gotong royong tersebut. Tenaga kerja yang digunakan untuk pengolahan tanah dan perawatan kebun dilakukan oleh tenaga kerja dari keluarga. Tenaga kerja pria mengerjakan pengolahan tanah. Sedangkan petani menggunakan pekerja wanita untuk jenis pekerjaan perawatan kebun, perawatan kebun dilakukan pada saat tertentu yaitu ketika lahan yang ditanami tanaman ditumbuhi gulma atau alang-alang yang dapat menggangu pertumbuhan tanaman, dalam satu bulan petani melakukan proses perawatan kebun sebanyak 2 kali per bulan dan dilakukan selama satu hari. Sementara untuk pemanenan petani menggunakan sistem bagi hasil bagi yang bekerja untuknya. Artinya setiap hasil cengkeh yang dipetik selama memanen harus dibagi dua dengan pemilik kebun. Hal ini dikarenakan keterbatasan tenaga kerja dan masa panen cengkeh yang relatif singkat. Petani akan merasa rugi jika cengkeh akan tua di pohon dan terjatuh ke tanah. Sehingga menggunakan sistem bagi hasil untuk membayar upah untuk memanen cengkeh. Sistem Tataniaga Sistem tataniaga cengkeh di wilayah Kecamatan Amahai melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu petani yang berperan sebagai produsen, pedagang pengumpul desa, pedagang besar dan pedagang pengecer, serta tanpa melibatkan lembaga pemasaran lain. Pada umumnya cengkeh yang diproduksi di Kecamatan Amahai sebagian besar dipasarkan keluar kecamatan. Melalui pedagang yang berada di Kota Masohi, cengkeh dipasarkan ke Surabaya, hal ini disebabkan permintaan cengkeh banyak dipasok untuk industri rokok. Berdasarkan informasi yang didapat dari pelaku usaha atau lembaga pemasaran yang terlibat dalam alur sistem tataniaga cengkeh di wilayah Kecamatan Amahai, komoditi cengkeh merupakan komoditi yang hanya panen setahun sekali. Oleh sebab itu harga cengkeh di pasaran sangat berfluktuasi. Pada saat panen harga cenderung rendah, sementara disaat komoditi sudah tidak ada, harga cengkeh akan berada di harga yang tinggi. Komoditi cengkeh di Kecamatan Amahai merupakan salah satu komoditi yang memiliki nilai ekonomi tinggi dibandingkan dengan komoditi perkebuanan lain karena harga cengkeh yang relatif lebih tinggi. Namun karena tidak setiap tahunnya panen, maka cengkeh
25 dianggap sebagai bonus oleh petani. Harga yang berfluktuatif dipengaruhi ketersediaan Cengkeh di pasar. Pada saat pengambilan sampel dalam penelitian ini untuk cengkeh harganya sedang meningkat, disebabkan ketersediaan Cengkeh dipasar relatif terbatas dibandingkan komoditi lain. Saluran Pemasaran Saluran pemasaran adalah adalah serangkaian organisasi atau lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses alur produk barang dan jasa yang dipasarkan mulai dari tingkat produsen yaitu petani sampai kepada konsumen akhir yaitu konsumen. Pengambilan sampel konsumen sebagai konsumen akhir ketika cengkeh yang dijual pada tingkat konsumen belum berubah bentuk, dalam hal ini konsumen dibedakan menjadi konsumen domestik(pengguna dalam skala kecil) dan konsumen(supplier rokok di Surabaya). Berdasarkan hasil kuisioner, pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai memiliki dua pola saluran pemasaran dan melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Lembaga pemasaran yang terlibat diantaranya adalah petani, pedagang pengumpul desa, dan pedagang pengumpul besar. Jumlah produksi ratarata cengkeh berdasarkan sampel 14 petani responden untuk setiap kali produksi adalah sebesar 845 kg dengan masa produksi satu tahun dan masa panen 45 hari. Harga rata-rata yang diterima oleh petani rata-rata antara 49 000 rupiah per kilogram sampai 54 000 rupiah per kilogram. Pola saluran pemasaran cengkeh yang terbentuk di Kecamatan Amahai sebagai berikut: : Petani – Pedagang Pengumpul Desa – Pedagang Besar – 1. Saluran I Konsumen (Supplier di Surabaya) 2. Saluran II Surabaya) PETANI
: Petani – Pedagang Besar - Konsumen (Supplier di
PEDAGANG PENGUMPUL DESA
PEDAGANG BESAR
KONSUMEN/SUPPLIER
Gambar 4. Saluran Pemasaran Cengkeh di Kecamatan Amahai Tahun 2011 Proses tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai diawali dari penjualan oleh petani kepada pedagang pengumpul desa kemudian dijual ke beberapa lembaga pemasaran yang lain. Petani yang menjual ke pedagang pengumpul desa dikarenakan kondisi petani mengalami hal-hal sebagai berikut ; 1. Petani tidak perlu mencari pasar dan menghemat waktu 2. Volume penjualan petani yang relatif sedikit 3. Biaya yang dikeluarkan dalam pemasaran untuk transportasi tidak sedikit jika harus ke lembaga pemasaran yang lokasinya jauh 4. Terdapat ketergantungan petani akan kebutuhan sehari-hari kepada pedagang pengumpul desa, Sebanyak 8 orang petani melakukan penjualan cengkeh melalui pedagang pengumpul desa, namun ada 6 petani yang menjual cengkehnya melalui pedagang
26 besar. Komoditi cengkeh yang dijual melalui pedagang besar oleh petani dipertimbangkan dengan kondisi ketika petani akan pergi ke Kota Masohi, jika tidak beberapa petani berkumpul di desa tersebut untuk kemudian akan menjual hasil cengkehnya ke pedagang besar bersama-sama. Hal ini dilakukan dengan mempertimbangkan biaya angkut. Pola saluran 1 merupakan saluran terpanjang dalam rantai tataniaga cengkeh yang terdapat di Kecamatan Amahai, yang terdiri dari petani - Pedagang Pengumpul Desa (PPD) – Pedagang Besar – Konsumen (Supplier di Surabaya). Dari 14 petani responden dalam sampel yang diambil terdapat 8 petani responden atau 57.14 % yang menjual cengkeh melalui pedagang Pengumpul Desa (PPD), terdapat enam petani yang menjual hasil panen cengkeh tersebut ke pedagang besar dengan memperhatikan faktor harga dan biaya. Alasan petani kelompok pertama menjual keseluruhan hasil panennya melalui PPD adalah karena petani tidak perlu memasarkan sendiri hasil panennya, sehingga dapat menghemat biaya pengangkutan. Cengkeh yang dijual petani melalui PPD kemudian diangkut menuju lembaga pemasaran selanjutnya. Petani tidak bertanggung jawab atas kerusakan cengkeh yang dijual PPD kepada pedagang besar. Selain hal tersebut, hasil panen cengkeh dianggap sebagai bonus akhir tahun oleh petani, yang terkadang dijadikan jaminan petani kepada pedagang pengumpul desa saat akan meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan putra-putrinya sekolah atau kebutuhan produksi pertanian. Sementara kelompok kedua, petani yang menjual sebagian saja hasil panen cengkeh merupakan petani yang tidak memiliki keterikatan modal kepada PPD, sehingga petani dapat menjualnya ke pedagang besar ataupun pedagang pengumpul. Petani yang menjual hasil panen cengkeh ke pedagang besar mempertimbangkan faktor harga dan efisiensi pengiriman. Petani yang melakukan penjualan melalui pedagang besar mengkombinasikan dengan komoditi lain atau mengirim dengan volume pengiriman dan penjualan yang cukup besar yaitu 400 kg untuk komoditi. Sedangkan rata-rata penjualan cengkeh dari petani ke PPD adalah 300 kg saat musim panen. Harga rata-rata yang diterima petani untuk komoditi cengkeh selama musim panen adalah 45 000 rupiah sampai 55 000 rupiah per kilogram. Cengkeh yang terkumpul di PPD dalam saluran satu kemudian dipasarkan melalui pedagang besar yang berada di Kota Masohi. Berdasarkan hasil kuisioner pedagang besar di Kota Masohi, pada saat panen cengkeh yang dapat dipasarkan mencapai 2-3 ton untuk satu responden pedagang besar dengan kisaran harga 46 000 rupiah sampai 75 000 rupiah per kilogram. Komoditi cengkeh yang terkumpul di pedagang besar di Masohi kemudian dipasarkan kepada perusahaan pengumpul/supplier di Surabaya, yang mana cengkeh tersebut akan disuplai ke perusahaan rokok yang berada di Jawa Timur. Pedagang besar yang berada di Masohi mampu memasarkan Cengkeh mencapai 500 – 700 ton. Dengan kisaran harga yang diterima Pedagang Besar mencapai Rp. 56.000,00 – Rp. 125.000,00 per kilogram. Saluran pemasaran dua merupakan saluran yang terdiri dari Petani – Pedagang Besar - Konsumen (Supplier di Surabaya). Pada saluran dua terdapat jalur pemasaran cengkeh langsung dikirim dari petani ke pedagang besar yang di
27 Kota Masohi. Terdapat dua pedagang besar responden yang mengirimkan cengkeh ke pihak supplier, dan harga cengkeh ditingkat pedagang besar untuk supplier adalah 56 000 – 125 000 rupiah per kilogram. Pedagang besar membeli komoditi cengkeh dari petani dengan harga 46.000 - 75.000 rupiah per kilogram, dan volume rata-rata pembelian yang dilakukan oleh pedagang besar adalah 700 kg per hari. Berdasarkan kuisioner dari 19 responden terdapat 5 petani yang menjual langsung hasil panennya langsung ke pedagang besar, selanjutnya cengkeh yang telah terkumpul di tingkat pedagang besar disortir kembali untuk dijual ke supplier di Surabaya. Diangkut menggunakan kapal yang berlabuh dari Pelabuhan Amahai menuju Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya. Khusus saluran dua, Supplier di Surabaya menjadi tujuan utama dari penjualan cengkeh tersebut. Berdasarkan dua sampel pedagang responden yang menjual hasilnya ke suplaier, cengkeh yang dijual adalah kualitas yang baik melalui penyortiran yang teliti sesuai standar yang ditentukan oleh supplier. Jika produk yang dihasilkan kurang baik maka cengkeh yang dikirim tersebut akan mendapat potongan lebih tinggi dari supplier, sehingga pihak pedagang akan mengalami kerugian. Salah satu pihak yang selama ini baik dalam lembaga pemasaran pedagang besar yang menjual hasil cengkehnya ke supplier Surabaya adalah Toko Yulia yang didirikan oleh Bapak Johny selaku pemilik dan pendiri. Untuk memenuhi permintaan cengkeh yang berkualitas dengan standar tinggi oleh supplier,maka Toko Yulia melakukan penyortiran, sehingga cengkeh yang kurang kering misalnya di keringkan terlebih dahulu sebelum dikirim. Pengiriman Toko Yulia ke supplier yakni sekitar 550-700 ton setiap kali pengiriman. Toko Yulia tidak memfokuskan diri pada satu komoditi, selain cengkeh terdapat komoditi lain pula yang diusahakan yakni pala, kopra, dan cokelat. Fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Pemasaran Fungsi tataniaga diperlukan dalam kegiatan tataniaga untuk memperlancar proses distribusi barang dan jasa dari setiap lembaga pemasaran yang terlibat didalam proses system tataniaga cengkeh. Lembaga yang terlibat dalam fungsi pemasaran antara lain, Pedagang pengumpul Desa, Pedagang Besar, dan Konsumen (Pedagang Pengecer dan Supplier. Lembaga-lembaga pemasaran di dalam sistem tataniaga melakukan fungsi-fungsi tataniaga yaitu fungsi fisik, fungsi pertukaran dan fungsi fasilitas. Fungsi fisik adalah kegiatan didalam fungsi tataniaga yang merupakan perlakuan fisik yang berhubungan dengan kegunaan bentuk, tempat dan waktu, yang diperlukan agar komoditas dapat tersedia pada tempat yang diinginkan, sehingga konsumen dapat mengaksesnya pada saat membutuhkan. Fungsi fisik meliputi pengolahan, penyimpanan dan pengangkutan. Fungsi pertukaran merupakan kegiatan yang memperlancar perpindahan atas hak milik produk komoditas dari barang dan jasa yang dipasarkan. Kegiatan fungsi pertukaran meliputi fungsi pembelian dan fungsi penjualan, fungsi pembelian merupakan penetapan berupa jumlah dan kualitas yang akan dibeli sedangkan fungsi
28 penjualan adalah fungsi yang meliputi keputusan penjualan, cara-cara penjualan yang dilakukan untuk mendapatkan pembeli pada tingkat harga yang menguntungkan. Fungsi fasilitas adalah segala aspek kegiatan yang bertujuan untuk memfasilitasi proses kegiatan pertukaran barang dan jasa antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas meliputi pembiayaan, penanggungan resiko dan informasi pasar. Fungsi pembiayaan merupakan kegunaan biaya untuk berbagai aspek-aspek yang memfasilitasi didalam proses tataniaga. Fungsi penanggungan resiko adalah penerimaan terhadap resiko yang akan dihadapi dari kerugian pemasaran produk yang terdiri dari resiko harga dan resiko fisik. Resiko fisik terjadi akibat kerusakan produk sedangkan resiko harga terjadi akibat perubahan nilai harga di pasar. Untuk menghindari hal tersebut dibutuhkan informasi pasar yang akurat yang diperlukan oleh produsen dan lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat didalam sistem tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai menjalankan fungsi tataniaga yang berbeda. Tabel 11. Fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh lembaga pemasaran cengkeh menjelaskan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh setiap lembaga pemasaran yang terlibat. Tabel 11. Fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh lembaga pemasaran cengkeh Saluran dan Lembaga Pemasaran
Pertukaran Jual Beli
Fungsi – fungsi Pemasaran Fisik Fasilitas Angkut Simpan Sortasi/ Resiko Biaya pengeringan
Informasi pasar
Saluran I Petani
√
_
*
_
√
_
√
√
Pedagang Pengumpul Desa Pedagang Besar Supplier Saluran II Petani Pedagang Besar Supplier
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
_
√
√
√
√
√
√ √
_ √
√ √
√ √
√ √
_ √
√ √
√ √
√
√
√
√
√ √ √ Keterangan: √ = Melakukan fungsi pemasaran * = Kegiatan terkadang dilakukan _ = Tidak melakukan fungsi pemasaran
Berdasarkan Tabel 11. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran cengkeh tersebut menjelaskan bahwa fungsi fisik yang dilakukan oleh masing-masing lembaga pemasaran berbeda, yang termasuk kedalam fungsi fisik adalah fungsi pengangkutan dan penyimpanan. Perlakuan untuk masing-masing saluran terhadap fungsi fisik relatif sama terhadap masing-masing lembaga pemasaran. Pada saluran I dan II, pedagang besar melakukan fungsi penyimpanan karena cengkeh pada kedua jalur tataniaga tersebut disimpan dalam jumlah besar oleh pedagang besar. Hal tersebut dipengaruhi oleh kepemilikan modal keuangan
29 guna melakukan proses penyimpan cengkeh dalam jumlah banyak dan dalam waktu agak lama. Fungsi pertukaran adalah kegiatan – kegiatan yang dilakukan untuk memperlancar distribusi barang dan jasa, yang termasuk kedalam fungsi pertukaran adalah fungsi penjualan dan pembelian. Lembaga pemasaran untuk masing – masing saluran terdapat pada Tabel 11. Fungsi pemasaran yang dilakukan oleh lembaga pemasaran cengkeh melakukan fungsi penjualan, dan terhadap fungsi pembelian tidak dilakukan oleh petani. Petani selaku produsen memiliki fungsi sebagai penyedia komoditas cengkeh yang melakukan budidaya dan menghasilkan produk cengkeh. Fungsi fasilitas adalah semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen yang terdiri dari fungsi standarisasi, pembiayaan, penanggungan resiko, informasi pasar dan juga fungsi grading. Fungsi standarisasi merupakan kegiatan pengelompokkan barang sesuai dengan penentuan mutu yang diinginkan konsumen. Kegiatan fungsi standarisasi ini di tempat penelitian akan dilakukan jika produk tersebut akan di pasok ke supplier sedangkan pasar lokal biasanya hanya dilihat secara keseluruhan dan tidak mengalami kerusakan dan kering. Fungsi pembiayaan merupakan penyediaan sejumlah uang untuk kegiatan transaksi pembayaran atau disebut juga dana lain atau simpanan sedangkan fungsi lainnya adalah penanggungan resiko atas penerimaan dari kerugian yang mungkin terjadi dan fungsi informasi pasar dilakukan untuk dapat mengetahui harga yang berlaku. Petani Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh petani cengkeh di Kecamatan Amahai terbagi menjadi ke dalam dua saluran pemasaran, hal ini disebabkan setiap saluran pemasaran petani akan melakukan berbagai fungsi tataniaga seperti fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. a. Fungsi Pertukaran Petani di Kecamatan Amahai pada saluran pemasaran hanya melakukan fungsi penjualan dan tidak melakukan fungsi pembelian. Petani responden yang melakukan penjualan langsung ke pedagang pengumpul desa sebanyak 8 orang dengan alasan karena telah memiliki kontrak sebelum panen dilakukan. Dengan kata lain petani mengambil modal terlebih dahulu di pedagang pengumpul desa dan setelah panen petani akan membayar menggunakan hasil panen cengkeh. Sementara terdapat enam petani yang menjual langsung ke pedagang besar di Kabupaten Masohi. Berdasarkan fungsi penjualan, petani tidak hanya melakukan penjualan cengkeh pada satu lembaga pemasaran artinya satu orang petani dapat melakukan proses penjualan ke beberapa lembaga pemasaran tergantung pada volume produksi yang dihasilkan. Dipengaruhi pula kontrak atau perjanjian antara petani dengan lembaga pertanian tertentu. b. Fungsi Fisik Fungsi fisik hanya dilakukan pada saluran pemasaran kedua yaitu angkut, hal ini karena petani menjual hasil panen cengkeh langsung ke pedagang pengumpul desa dengan menggunakan motor atau mobil yang disesuaikan dengan jumlah volume pengiriman. Fungsi fisik yang berupa
30 kegiatan penyimpanan cengkeh dari hasil panen tidak dilakukan petani karena selesai panen langsung dijual guna memenuhi kebutuhan dari petani sendiri. Dilihat dari sifat cengkeh merupakan hasil bumi yang mampu bertahan cukup lama, artinya tidak mudah rusak jika disimpan dalam keadaan kering. Namun petani langsung menjual cengkeh ke pedagang pengumpul desa tanpa melakukan fungsi penyimpanan. Hal ini membuat setiap kali panen, petani seperti membayar hutang kepada pedagang pengumpul desa. Padahal berdasarkan waktu pengambilan sampel di bulan April-Juli 2011 komoditas cengkeh sedang mengalami peningkatan harga yang mencapai 150 000 rupiah per kg. Dengan rata-rata harga 125 756 rupiah per kg, fluktuasi harga tersebut terjadi karena pada saat penelitian dilakukan cengkeh belum memasuki panen. Nilai permintaan yang tetap tinggi, sementara volume komoditas cengkeh sedikit menyebabkan harga cengkeh melambung. c. Fungsi Fasilitas Fungsi Fasilitas yang dilakukan oleh petani meliputi sortasi. Pada kedua saluran petani melakukan sortasi sesuai permintaan pedagang besar yakni mengeringkan cengkeh agar kadar airnya kurang dari lima persen. Informasi pasar di peroleh petani melalui petani lainnya yang telah menjual hasil panen terlebih dahulu dan mengikuti perkembangan permintaan konsumen terhadap produk yang diinginkan. Setelah mengetahui informasi pasar petani dapat memutuskan waktu penjualan hasil produksinya, hanya saja petani tidak dapat melakukan proses tawar menawar dan tidak mampu melakukan penyimpanan cengkeh terlalu lama. Artinya harga ditentukan oleh pedagang. Fungsi pembiayaan yang dilakukan petani meliputi pembiayaan untuk modal kegiatan produksi dan pemasaran. Modal petani berasal dari petani sendiri dan juga pinjaman dari pedagang pengumpul desa. Keuntungan sistem pembiayaan dengan meminjam adalah petani dapat segera memperoleh modal usaha. Namun terdapat kekurangan dari sistem pembiayaan dengan meminjam dari pedagang pengumpul desa adalah petani tidak dapat mendapatkan harga sesuai dengan harga pasar. Karena harga ditentukan oleh pedagang pengumpul desa. Pedagang Pengumpul Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pertukaran berupa fungsi pembelian dan penjualan, fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan, fungsi fasilitas berupa informasi pasar, resiko dan penangguhan biaya. a. Fungsi Pertukaran Kegiatan fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang pengumpul adalah fungsi pembelian dan penjualan. Pedagang pengumpul di Kecamatan Amahai melakukan fungsi pembelian dengan membeli cengkeh dari petani. Pedagang pengumpul desa di Kecamatan Amahai rata-rata memiliki langganan tetap dari satu pedagang responden memiliki 3-6 orang petani langganan tetap. Persediaan cengkeh yang tersedia di pasaran tidak semua berasal dari Kecamatan Amahai, pedagang pengumpul desa responden juga membeli cengkeh di kecamatan lain
31 diantaranya dari Desa Tehoru, Kecamatan Tehoru. Cengkeh tersebut kemudian dijual ke pedagang besar Kabupaten Masohi. Penentuan harga cengkeh dilakukan tanpa proses tawar menawar, namun berdasarkan harga yang telah ditentukan oleh pedagang besar. b. Fungsi Fisik Fungsi fisik yang dilakukan oleh pedagang pengumpul desa yaitu kegiatan pengangkutan. Pedagang pengumpul mengangkut cengkeh dengan menggunakan mobil bak terbuka sewa dengan membayar biaya pengangkutan. Besar biaya pengangkutan menuju Kabupaten Masohi jika hanya untuk mengangkut cengkeh saja besar, sehingga untuk mengurangi kerugian maka pedagang mengusahakan tidak hanya memuat satu komoditi cengkeh saja, tapi juga membawa serta kakao, pala dan kopra. Pada saluran tataniaga I, pedagang pengumpul melakukan fungsi penyimpanan sebelum dijual ke pedagang besar. c. Fungsi Fasilitas Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang pengumpul meliputi informasi pasar, sortasi, resiko dan pembiayaan. Informasi pasar diperoleh berdasarkan sesama pedagang lain di Kecamatan Amahai. Sortasi dilakukan dengan cara melakukan pengeringan cengkeh. Penanggungan resiko sepenuhnya ditanggung oleh pedagang pengumpul desa terhadap produk cengkeh apabila terjadi penurunan harga jual komoditi cengkeh di pedagang besar. Harga rendah yang diberikan oleh pedagang besar bisa terjadi karena kerusakan produk. Kerusakan produk adalah karena proses pengangkutan yang tidak sempurna dan mengakibatkan meningginya kerusakan produk yakni cengkeh menjadi patah. Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh pedagang pengumpul yaitu penyedia modal untuk membeli cengkeh dan biaya pengangkutan mulai dari petani sampai cengkeh siap jual ke pedagang besar. Pedagang Besar Pedagang besar yaitu pedagang yang menampung pasokan cengkeh dalam jumlah besar. Pedagang besar menerima pasokan cengkeh dari berbagai kelembagaan pemasaran antara lain, petani, PPD dan terkadang diantara pedagang besar saling melengkapi permintaan atas cengkeh. Transaksi penjualan cengkeh dilakukan dengan cara mengirimkan cengkeh menggunakan kapal menuju supplier yang berada di Surabaya. Pedagang besar menanggung biaya dari Pelabuhan Amahai hingga Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Berdasarkan kuisioner pedagang responden yang diambil dari pedagang besar, maka tidak ada pedagang besar yang memfokuskan pada komoditas cengkeh saja. Pedagang besar yang menjadi responden adalah sebanyak dua orang yang menjadi pemasok ke supplier rokok. Mengingat cengkeh merupakan salah satu bumbu penentu cita rasa rokok, maka pasokan cengkeh dari pedagang dituntut memiliki kualitas yang prima. Pedagang besar melakukan fungsi-fungsi tataniaga mulai dari fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fisik (pengangkutan dan penyimpanan) dang fungsi fasilitas (resiko, pembiayaan, sortasi dan informasi pasar).
32 a. Fungsi Pertukaran Fungsi pertukaran yang dilakukan pedagang besar adalah pembelian cengkeh dari pengumpul desa, dan petani. Harga beli terhadap petani 43 555.56 rupiah per kg, pedagang pengumpul desa 59 333.33 rupiah per kg. Penentuan harga antara pedagang besar dan supplier disesuaikan dengan mekanisme pasar yang terjadi atau didasarkan pada harga yang berlaku untuk pasar lokal, dan perjanjian terhadap supplier Surabaya. b. Fungsi Fisik Fungsi penyimpanan yang dilakukan pedagang besar adalah jika terjadi pembayaran yang belum dibayarkan sehingga terjadi penundaan pengiriman dan menunggu jumlah cengkeh cukup jika dikirim. Cengkeh merupakan komoditas yang memiliki ketahanan jika disimpan dalam waktu yang agak lama. Sehingga alasan pedagang besar menyimpan cengkeh sedikit lama selain tersebut di atas, pedagang besar juga memanfaatkan fluktuasi harga cengkeh. Proses penyimpanan disimpan pada suhu kamar. Akibat dari proses penyimpanan ini terkadang pedagang besar mengalami resiko penyusutan berupa komoditas cengkeh yang rusak, penambahan biaya tenaga kerja akibat penyimpanan. Fungsi pengangkutan akan mengeluarkan biaya transportasi dan bongkar muat. Pedagang besar melakukan fungsi fisik berupa pengemasan untuk komoditi cengkeh. Cengkeh yang akan dikirim ke supplier dikemas dengan karung. c. Fungsi Fasilitas Kegiatan fungsi-fungsi fasilitas yang dilakukan pedagang besar adalah berupa kegiatan penyortiran. Kegiatan penyortiran dilakukan untuk menggolongkan ukuran, pemisahan akibat kerusakan serta tingkat kadar air cengkeh. Fungsi pembiayaan berupa modal yang disediakan untuk mendapatkan cengkeh, berupa biaya pembelian, retribusi, bongkar muat, sortasi, penyimpanan dan penyusutan. Untuk informasi pasar berupa perkembangan harga beli dan harga jual diperoleh dari beberapa supplier dari Surabaya. Adapun sistem pembayaran yang diterapkan oleh pedagang besar terhadap pedagang pengumpul desa dan pedagang pengecer adalah pembayaran tunai dan pemberian modal diawal kepada pedagang pemngumpul desa. Sementara pedagang besar memperoleh hasil pembayaran dari supplier melalui transfer langsung maupun bertahap. Struktur Pasar Struktur pasar didefinisikan sebagai sifat atau karakteristik pasar. Struktur pasar cengkeh dianalisis berdasarkan saluran pemasaran yang didukung peranan fungsi-fungsinya. Faktor penting yang diperlukan dalam penentuan struktur pasar meliputi jumlah lembaga pemasaran yang terlibat (penjual dan pembeli), sifat dan keadaan produk, kebebasan keluar masuk pasar dan informasi pasar(biaya, harga dan kondisi pasar). Jumlah Penjual dan Pembeli serta Kebebasan Keluar Masuk Pasar Saluran pemasaran di Kecamatan Amahai melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang membentuk beberapa pola saluran pemasaran mulai dari petani produsen, pedagang pengumpul desa, pedagang besar hingga cengkeh sampai ditangan konsumen akhir (Supplier). Lembaga pemasaran Pedagang Pengumpul
33 Desa yang terlibat dalam saluran pemasaran cengkeh berjumlah tiga responden. Pedagang pengumpul desa juga berprofesi sebagai petani. Pengambilan responden pedagang pengumpul desa diambil dari Desa Sepa masing-masing dua dan satu responden dari Desa Tamilao yaitu pedagang yang memiliki langganan dari petani yang menjual cengkeh dan hasil bumi lainnya. Dalam melakukan pembelian cengkeh pedagang pengumpul terkadang membeli di rumah atau di kebun petani. Artinya petani yang menghampiri dan menghantarkan cengkeh hasil panennya kepada pedagang pengumpul desa untuk di jual. Antara pedagang pengumpul desa tidak terjadi tawar menawar, karena sepenuhnya penawaran ditentukan oleh pembeli bukan oleh petani yang menjual cengkeh. Pada saat pengambilan sampel harga cengkeh sedang naik, hal ini disebabkan oleh cengkeh sedang tidak musim panen sehingga cengkeh sulit untuk di dapatkan. Pedagang pengumpul desa dalam melakukan pembelian menggunakan beberapa sistem pembayaran sebagian dan tunai. Pembayaran sebagian dilakukan sebelum masa panen cengkeh dan akan dilunasi ketika petani telah menjual hasil panen cengkehnya. Pedagang pengumpul desa melakukan pembelian tunai ketika petani menjual hasil panennya langsung. Berdasarkan hasil wawancara terhadap responden di Kecamatan Amahai adalah, petani akan lebih mengutamakan menjual hasil panen kepada pedagang yang membayar sebagian dan tunai terlebih dahulu. Karena disisi lain, pedagang pengumpul desa yang membayar sebagian juga sangat membantu petani pada masa produksi, sehingga menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul desa tersebut juga suatu keharusan. Terhadap pola pembayaran tunai yang diinginkan masing-masing lembaga pemasaran tidak begitu mempengaruhi pedagang besar dalam melakukan keputusan proses pembayaran yang akan dilakukan pedagang besar. Jumlah pedagang besar yang menjadi tujuan penjualan dari pedagang pengumpul desa relatif sedikit dibandingkan pedagang pengumpul desa yang jumlahnya banyak. Sehingga pedagang besar dapat memilih kemana akan membeli cengkeh yang akan diperdagangkan. Jumlah pedagang pengumpul desa yang banyak menyebabkan persaingan pedagang besar tidak terlalu kuat, sehingga pedagang besar memiliki posisi yang kuat dalam proses penawaran cengkeh. Pedagang besar yang berada di Kabupaten Masohi menjalin hubungan baik. Pedagang besar telah memiliki tujuan pasar tersendiri yakni supplier di Surabaya. Pasar yang melalui supplier tidak mudah ditembus oleh pedagang besar, karena selain harus dalam jumlah yang besar biasanya juga memerlukan modal yang besar. Sumber Informasi Sumber informasi pasar dalam rantai pasar cengkeh di Kecamatan Amahai belum tersedia sesuai kebutuhan pasar. Informasi pasar dibutuhkan oleh produsen, dan semua pihak yang terlibat dalam rantai pemasaran yaitu, sumber-sumber informasi tentang kondisi pasar, lokasi, jenis, mutu, waktu dan harga pasar. Informasi pasar yang diterima oleh petani pada umumnya petani sudah mengetahui dari informasi yang terjadi dipasar. Informasi yang terjadi dipasar yang telah diperoleh petani, tetapi dari sumber informasi tersebut petani tidak dapat memaksimalkan karena terkendala oleh pembiayaan dan terbiasa dengan sistem pemasaran yang terjadi pada saluran pemasaran I. Informasi yang diperoleh
34 didapatkan dari berbagai sumber yang relatif beragam dan bukan informasi yang sifatnya komersial, sehingga tidak perlu biaya khusus untuk memperoleh informasi pasar. Sumber informasi yang diterima pedagang besar didapat melalui langsung dari supplier. Pedagang besar bertindak sebagai pengambil harga yang ditentukan oleh supplier dari Surabaya. Struktur Pasar pada Kelembagaan Pemasaran Cengkeh di Kecamatan Amahai Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan atau korelasi antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategi mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar. berdasarkan ciri-ciri strategi pasar yang dihadapi keseluruhan lembaga pemasaran yang terjadi di Kecamatan Amahai mulai dari petani, Pedagang Pengumpul Desa, Pedagang Besar, Pedagang Pengecer dan Supplier dapat diketahui termasuk dalam struktur pasarnya dan dapat diidentifikasikan sebagai berikut: a. Struktur pasar yang dihadapi petani Berdasarkan ciri-ciri yang telah diidentifikasi bahwa struktur pasar yang dihadapi petani cengkeh di Kecamatan Amahai mengarah pasar persaingan sempurna. Hal ini dapat dilihat; 1. Jumlah petani(penjual yang cukup banyak jika dibandingkan dengan jumlah pedagang(pembeli). 2. Petani tidak dapat menentukan dan mempengaruhi tingkat harga yang terjadi di pasar. 3. Hambatan yang dihadapi petani dalam keluar masuk pasar adalah terkait permasalahan modal 4. Penentuan harga dilakukan oleh pedagang berdasarkan harga yang berlaku dipasar, karena kedudukan petani sebagai price taker dan memiliki bargaining position yang lemah. b. Struktur pasar yang dihadapi Pedagang Pengumpul Desa Struktur pasar yang dihadapi Pedagang Pengumpul Desa cenderung hampir seperti pasar persaingan sempurna, hal ini ditunjukan dari hal-hal sebagai berikut; 1. Jumlah penjual (pedagang pengumpul desa) lebih banyak dari jumlah (pedagang besar) 2. Pedagang pengumpul desa di Kecamatan Amahai tidak bebas menentukan pasar tujuannya, permasalahan yang dihadapi keluar masuk pasar adalah keterikatan permasalahan modal dengan pedagang besar. 3. Pedagang Pengumpul Desa tidak dapat mempengaruhi harga pasar. 4. Sumber informasi harga pasar diperoleh dari pedagang besar. 5. Produk ditawarkan bersifat homogen. c. Pedagang Besar Struktur pasar yang dihadapi pedagang besar cenderung mengarah kearah struktur oligopoli. Hal ini ditunjukkan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
35 1. Jumlah penjual besar lebih banyak daripada jumlah supplier di Surabaya. 2. Hambatan yang terjadi untuk menjadi pedagang besar adalah permasalahan modal. 3. Pedagang besar tidak dapat mempengaruhi harga yang terjadi, karena pedagang ini tidak mampu memprediksi harga. Pedagang Besar menerima harga dari supplier dari Surabaya. Perilaku Pasar Perilaku pasar adalah pola tingkah laku lembaga-lembaga pemasaran yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan penjualan dan pembelian serta bentuk-bentuk keputusan yang diambil dalam menghadapi struktur pasar. Perilaku pasar meliputi kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga dan kerjasama antara lembaga tataniaga. Praktek Pembelian dan Penjualan Pola saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang melakukan kegiatan pembelian dan penjualan kecuali petani yang tidak melakukan praktek pembelian serta. Saluran pemasaran yang terjadi dimulai dari petani yang menjual cengkeh dengan dua cara, yaitu penjualan kepada pedagang pengumpul desa (PPD), penjualan petani langsung ke pedagang besar. Proses pemanenan dilakukan oleh petani dibantu dengan sistem bagi hasil panen tergantung hasil prouksi. Setelah cengkeh di panen oleh petani kemudian dilakukan penjemuran untuk mengurangi kadar air. Cengkeh dijual kepada pedagang pengumpul desa (PPD) selanjutnya PPD menjual kembali cengkeh tersebut melalui pedagang besar, yang kemudian cengkeh di jual ke pedagang. Praktek pembelian ditingkat PPD dilakukan dengan petani. PPD memiliki langganan dengan beberapa petani, langganan tersebut tidak terikat dengan PPD sewaktu-waktu petani tersebut mendapatkan tawaran yang lebih tinggi mereka akan menjualnya ke PPD yang berani menjual dengan harga yang lebih tinggi. Namun ada beberapa petani yang terikat dengan PPD karena sudah mengambil modal yang sebenarnya digunakan untuk membiayai sekolah anaknya. dengan demikian petani harus menjual hasil buminya ke PPD tersebut untuk membayar modal yang telah diberikan PPD. Praktek penjualan PPD dilakukan ke pedagang besar, melalui pedagang besar adalah dengan sistem penjualan langsung. Sistem Penentuan Harga Harga ditingkat petani lebih ditentukan oleh pedagang pengumpul desa, karena sebagian besar petani mengandalkan PPD untuk memasarkan hasil panen cengkeh, dengan pertimbangan kemudahan dalam akses pengangkutan menuju pasar dan PPD lebih menguasai pasar. Sistem penentuan harga cengkeh di Kecamatan Amahai dilakukan dengan PPD yang menentukan harga berdasarkan informasi dari Pedagang Besar dan petani sebagai price taker. Harga cengkeh di setiap lembaga pemasaran juga dipengaruhi ketersediaan komoditi cengkeh di pasar. Pedagang besar dalam hal ini memiliki posisi yang sama dengan petani, yakni sebagai price taker dari supplier di Surabaya.
36 Sistem Pembayaran Lembaga – lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai melakukan berbagai sistem pembayaran yang beragam disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang terjadi di masing-masing lembaga pemasaran. Kondisi umum lembaga- lembaga pemasarn menghadapi proses transaksi yang beragam antara lain, sitem pembayaran tunai, sebagian dan hutang. Sistem pembayaran tunai adalah sistem yang cenderung banyak dilakukan masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat dalam saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai. Kedua adalah sistem pembayaran hutang adalah pembayaran yang terjadi setelah petani mengambil uang di awal sebelum panen, kemudian setelah panen petani mendapatkan sisa dari harga sisa hasil panen cengkeh. Sistem ini membantu petani dalam mencukupi kebutuhannya, namun juga merugikan karena mendapatkan harga yang dibawah harga normal. Kerjasama Antar Lembaga Pemasaran Kerjasama antara lembaga pemasaran yang terjadi mulai dari tingkat petani sampai pedagang besar untuk komoditi cengkeh sampai dengan pengambilan sampel terintregasi dengan baik. Pelaku – pelaku kelembagaan sudah menjalin kerjasama yang terjalin lama dan baik. Petani berlangganan dengan PPD, hal tersebut dilakukan untuk meringankan pembiayaan yang disebabkan oleh pengangkutan dan proses pencarian pasar. PPD dengan pedagang besar adalah PPD menjadikan pedagang besar tujuan utama dalam pemasaran. Analisis Margin Tataniaga Analisis margin tataniaga dilakukan untuk mengetahui efisiensi tataniaga suatu produk dari suatu sistem tataniaga. Marjin tataniaga adalah perbedaan harga yang terjadi di setiap lembaga pemasaran. Besar marjin tataniaga ditentukan oleh besarnya biaya dan keuntungan tataniaga yang terjadi di setiap lembaga tataniaga yang terlibat. Marjin pemasaran dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap lembaga pemasaran atau perbedaan harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan konsumen akhir. Besar marjin yang terjadi untuk komoditas cengkeh di Kecamatan Amahai dapat dilihat pada Tabel 12. Marjin tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai, 2011. Analisis marjin tataniaga terdiri dari komponen-komponen pemasaran antara lain biaya dan keuntungan pemasaran. Biaya pemasaran merupakan biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran dalam memasarkan komoditas cengkeh. Biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran meliputi biaya pengeringan, biaya transportasi, biaya packing, biaya sortasi, biaya pengemasan, retribusi, penyusutan dan bongkar muat. Keuntungan pemasaran adalah selisih antara harga jual dengan harga beli yang telahditambahakan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran tersebut. Berdasarkan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa saluran pemasaran I yaitu petani, pedagang pengumpul desa sampai ke tingkat supplier Surabaya memiliki marjin total pemasaran cengkeh sebesar 38 944 rupiah per kg, sedangkan pada saluran pemasaran kedua yaitu petani menjual langsung ke pedagang besar di Kabupaten Maluku Tengah dan berakhir ke eksportir di
37 Surabaya memperoleh marjin total pemasaran sebesar 23 944 rupiah per kg. Dari marjin total pemasaran memperlihatkan bahwa saluran I memiliki nilai majin yang tinggi dibandingkan dengan saluran II, karena pada saluran pemasaran I masih banyak melibatkan berbagai lembaga pemasaran. Akibatnya efisiensi pemasaran berkurang dan nilai pangsa harga di tingkat petani terhadap harga pembeli menjadi rendah. Pengangkutan cengkeh dari petani menuju pedagang pengumpul menggunakan kendaraan bermotor, sementara pedagang pengumpul menuju pedagang besar menggunakan truk atau mobil pick up terbuka. Pengangkutan cengkeh dari pedagang besar menuju ke Surabaya adalah menggunakan transportasi laut. Dengan membutuhkan waktu 5-6 hari yang dibutuhkan untuk sampai ke Surabaya. Pada Tabel 12. Marjin tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai, 2011 memperlihatkan, bahwa pedagang pengumpul selain membeli hasil cengkeh dari petani, juga melakukan sortasi, penjemuran ulang. Hal tersebut dilakukan karena kebanyakan cengkeh kering yang dijual petani mempunyai kadar air yang masih cukup tinggi, disamping itu juga cengkeh masih tercampur dengan kotoran (daun, krikil dll), sehingga pedagang pengumpul menanggung biaya penyusutan sebesar 80 rupiah per kg. Biaya penyusutan juga ditanggung oleh pedagang besar yaitu sebesar 310 rupiah per kg pada kedua saluran. Pada saluran pemasaran II harga ditingkat petani cukup tinggi bila dibandingkan dengan saluran pemasaran I yaitu sebesar 59 333.33 rupiah per kg dari harga tingkat supplier yaitu 82 500 rupiah per kg. Walaupun demikian, petani harus menanggung biaya dalam proses pemasaran sebesar 525.35 rupiah per kg, diantaranya biaya pengarungan, transportasi, bongkar muat, sortasi, dan timbang. Sehingga marjin pemasaran pada saluran pemasaran II ini petani mendapatkan harga bersih yaitu 58 807.98 rupiah per kg (71.28%). Sedangkan pedagang besar menanggung marjin biaya total 1 186.43 rupiah per kg dengan total marjin pemasaran 23 166.67 rupiah per kg. Hal tersebut lebih menguntungkan petani, Bila dibandingkan dengan saluran petani I.
38 Tabel 12. Marjin tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai, 2011 Saluran Pemasaran I Pelaku Pasar 1. Harga Jual Petani a.
Biaya Pemasaran
b.
Biaya pengarungan -Biaya transportasi
-Biaya bongkar-Muat -Biaya pengeringan dan timbang c. Total Biaya d.
Harga Bersih Petani
Harga (Rp/Kg) 43 555.56
Saluran Pemasaran II
-
Harga (Rp/Kg) 59 333.33
-
20.89
-
-
416.14
-
-
-
41.67
-
-
-
4.98
-
16.35
-
41.67
-
16.35
-
525.35
-
43 539.21
52.78
58 807.98
71.2
43 555.56
-
-
-
16.66
-
-
-
157.14
-
-
-
16.25
-
-
-
107.14
-
-
-
142.86
-
-
-
80.00
-
-
-
200.00
-
-
-
720.05
-
-
-
-
Pangsa (%)
Pangsa (%) -
2. Pedagang Pengumpul a. b.
Harga Beli Biaya sortasi dan timbang -Biaya penjemuran ulang - Biaya pengarungan/ packing -Biaya bongkar-muat dan timbang - Biaya transportasi ke pedagang besar - Penyusutan - Retribusi desa Total Biaya
c.
Harga jual
59333.30
18.25
-
-
d.
Keuntungan Bersih
15 057.71
19.12
-
-
e.
Marjin Pemasaran
15 777.77
7.93
-
-
59 333.33
-
59 333.33
-
81.25
-
81.25
-
9.68
-
9.68
-
-Biaya Pengeringan dan penyimpanan
139.04
-
150
-
- Biaya penyusutan
310.00
-
310
-
-Biaya pengarungan
52.50
-
52.5
-
-Biaya pajak -Biaya transportasi ke Surabaya Total Biaya
33.00
-
33
-
550.00
-
550
-
1 175.47
-
1 186.438
-
Harga Jual di Suplier
82 500.00
-
82500
-
Keuntungan bersih
21 991.19
26.65
21 980.23
26.64
Marjin Pemasaran
23 166.67
28.08
23 166.67
28.08
3. Pedagang Besar a.
Harga Beli
b.
Marjin Biaya Total
-Biaya muat dan timbang - Biaya sortasi
c.
39 Farmer’s Share Bagian yang diterima petani (farmer’s share) merupakan perbandingan harga yang diterima petani cengkeh di Kecamatan Amahai dengan harga yang dibayar konsumen. Bagian yang diterima petani dinyatakan dalam persentase. Farmer’s share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja suatu sistem tataniaga, tetapi farmer’s share yang tinggi tidak mutlak menunjukkan bahwa pemasaran berjalan dengan efisien. Hal ini berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan pada produk (added value) yang dilakukan lembaga perantara untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Farmer’s share yang diterima petani pada tiap saluran tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai dapat dilihat pada Tabel 13. Farmer’s share dan marjin tataniaga pada saluran tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai. Tabel 13. Farmer's share dan marjin tataniaga pada saluran tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai
Saluran Tataniaga
Harga di Tingkat Petani (Rp/Kg)
Saluran Tataniaga I Saluran Tataniaga II
43 555.56 59 333.33
Harga di Tingkat Suppier (Rp/Kg) 82 500.00 82 500.00
Marjin Tataniaga (Rp/Kg) 38 944.44 23 166.00
Farmer Share (%) 52.79 71.92
Volume (Kg) 515.00 330.00
Farmer’s share berhubungan negatif dengan marjin tataniaga artinya semakin tinggi margin tataniaga maka bagian yang akan diterima petani semakin rendah. Pada Tabel 13. Farmer’s share dan marjin tataniaga pada saluran tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai, 2011 menunjukkan bahwa bagian terbesar yang diterima petani terdapat pada saluran dua sebesar 71.92 persen, karena petani melakukan penjualan langsung ke pedagang besar di kabupaten. Umumnya bila petani meminjam modal atau uang kepada pedagang desa, maka petani harus menjual hasil produksinya kepada pedagang desa yang telah memberikan pinjaman modal tersebut. Petani hampir tidak memiliki modal yang cukup untuk menjalankan proses produksi atau usahataninya, sehingga mereka terpaksa meminjam kebutuhan modal kepada pedagang desa. Hal tersebut dilakukan karena tidak ada alternatif lain bagi petani untuk mendapatkan modal dalam waktu yang cepat dan tanpa banyak persyaratan. Oleh karena itu mereka mengharapkan adanya alternatif lembaga keuangan yang berfungsi sebagai tempat meminjam modal dengan persyaratan yang lebih fleksibel dibanding persyaratan yang diminta oleh perbankan. Lembaga tataniaga tersebut melakukan fungsi-fungsi tataniaga dalam proses penyaluran cengkeh. Sehingga ada biaya yang dikeluarkan untuk melakukan fungsi tersebut. Lebaga tataniaga mengambil sejumlah keuntungan sebagai balas jasa atas fungsi tataniaga yang dilakukan dan untuk mengimbangi biaya yang telah dikeluarkan. Berdasarkan hasil analisis marjin tataniaga dan farmer’s share di atas, dapat disimpulkan bahwa saluran tataniaga yang relatif lebih efisien adalah saluran tataniaga II karena memiliki marjin tataniaga terkecil yaitu sebesar 23 166 rupiah per kg dan farmer’s share terbesar yaitu 71.92 persen. Sementara saluran
40 tataniaga I merupakan saluran tataniaga yang relatif kurang efisien karena memiliki marjin tataniaga terbesar dan farmer’s share terkecil yaitu masingmasing sebesar Rp 38 944.44,- kg dan 52.79 persen. Rasio Keuntungan dan Biaya Tingkat keuntungan pada setiap lembaga pemasaran tersebar tidak merata, penyebaran keuntungan pada setiap lembaga tataniaga dapat diukur melalui analisis rasio keuntungan dan biaya. Biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai. Sedangkan keuntungan pemasaran yang terjadi disetiap lembaga merupakan selisih marjin pemasaran dengan biaya yang dikeluarkan selama proses pemasaran cengkeh. Besarnya rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga tataniaga pada setiap saluran tataniaga dapat dilihat pada Tabel 14 tentang rasio keuntungan dan biaya untuk setiap saluran pemasaran yang ada di Kecamatan Amahai. Tabel 14. Rasio keuntungan dan biaya untuk setiap saluran pemasaran yang ada di Kecamatan Amahai Lembaga Pemasaran 1 Petani Π Ci Rasio Π/ Ci Pedagang Pengumpul Desa Π Ci Rasio Π /Ci Pedagang Besar Π Ci Rasio Π /Ci Total Π Ci Rasio Π /Ci
Saluran Pemasaran 2 -
-
16.35 -
525.35 -
15057.71 720.05 20.91
-
21991.19 1175.47 18.70
21980.23
37048.90 1911.87 19.37
21980.23
1186.43
18.52
1711.78 12.84
Sumber : Wawancara petani yang di olah Keterangan : Ci : Biaya pemasaran untuk tiap lembaga pemasaran, Π : Keuntungan lembaga pemasaran
Berdasarkan Tabel 14, rasio keuntungan dan biaya pada saluran tataniaga I sebesar 19.37, artinya setiap satu rupiah biaya tataniaga yang dikeluarkan akan memberikan keuntungan sebesar 19.37 rupiah. Rasio keuntungan dan biaya pada
41 saluran tataniaga II sebesar 12.84, artinya setiap satu rupiah biaya tataniaga yang dikeluarkan akan memberikan keuntungan sebesar 12.84 rupiah. Berdasarkan Tabel 13 untuk mengetahui saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai yang paling efisien dapat ditinjau dari beberapa langkah analisis terhadap pola pemasaran cengkeh yang terjadi diantaranya ; 1). Mengetahui nilai margin yang terjadi di setiap saluran pemasaran yang terdiri dari lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran tersebut. Pada saluran I memiliki nilai margin terbesar, tetapi hal tersebut belum menentukan bahwa saluran I dapat dikatakan efisien karena pada saluran I penyebaran margin yang terjadi tidak merata terhadap lembaga pemasaran yang terlibat pada saluran tersebut. Margin terjadi dengan mengetahui nilai biaya dan keuntungan, pada saluran I terjadi ketidakseimbangan pada pengambilan keuntungan yang dilakukan oleh pedagang besar. 2). Mengetahui nilai farmer’s share pada setiap pola saluran pemasaran yang terlibat, berdasarkan Tabel 13, farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran II sebesar 71.92 persen tetapi hal ini belum menjadi indikator saluran pemasaran tersebut efisien, karena pada saluran II lembaga pemasaran yang dilibatkan terlampau sedikit dan dilihat dari segi volume yang dipasarkan pada saluran II rendah yakni sebesar 330 kg. 3). Penyebaran nilai rasio Π /Ci ratio yang merata. Dari Tabel 14, nilai terhadap rasio Π /Ci ratio menunjukan saluran I tertinggi dalam perolehan rasio Π /Ci ratio sebesar 19.37 persen, tetapi belum dapat dikatakan efisien karena penyebaran terhadap lembaga pemasaran yang terlibat tidak merata, terjadi ketimpangan dalam hal pengeluaran biaya dan pengambilan keuntungan dari masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Berdasarkan Tabel 14 maka, secara operasional dari dua pola saluran tataniaga yang ada saluran tataniaga I lebih efisien jika ditinjau dari penyebaran margin yang merata di setiap lembaga pemasaran yang terlibat dan dilihat dari penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya (Π /Ci ratio ratio) pada masingmasing lembaga pemasaran tersebar merata, dengan demikian meratanya penyebaran (Π /Ci ratio ratio) serta marjin pemasaran secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil analisis tataniaga cengkeh pada Kecamatan Amahai, Kabuaten Maluku Tengah, Propinsi Maluku maka di dapatkan hasil bahwa Sistem tataniaga cengkeh di wilayah Kecamatan Amahai melibatkan beberapa lembaga pemasaran yaitu petani yang berperan sebagai produsen, pedagang pengumpul desa, pedagang besar. Berdasarkan hasil kuisioner, pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai memiliki dua pola saluran pemasaran dan melibatkan beberapa lembaga pemasaran. Sumber informasi pasar dalam rantai pasar cengkeh di Kecamatan Amahai belum tersedia sesuai kebutuhan pasar. Informasi pasar dibutuhkan oleh produsen, dan semua pihak yang terlibat dalam rantai pemasaran yaitu, sumber-sumber informasi tentang kondisi pasar, lokasi, jenis, mutu, waktu dan harga pasar.
42 Secara operasional dari dua pola saluran tataniaga yang ada saluran tataniaga I lebih efisien jika ditinjau dari penyebaran margin yang merata di setiap lembaga pemasaran yang terlibat dan dilihat dari penyebaran rasio keuntungan terhadap biaya (Π /Ci ratio ratio) pada masing-masing lembaga pemasaran tersebar merata, dengan demikian meratanya penyebaran (Π /Ci ratio ratio) serta marjin pemasaran secara teknis sistem pemasaran tersebut semakin efisien.
Saran Berdasarkan hasil penelitian sistem tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai, hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki dalam upaya meningkatkan produksi cengkeh untuk mendukung kegiatan tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai yaitu ; perlunya lembaga simpan pinjam atau koperasi desa yang berfungsi sebagai lembaga keuangan yang dapat memberikan modal usahatani kepada para petani. Sehingga petani tidak terjerat kepada pedagang yang akan memberikan harga dibawah dari harga pasar. Melalui koperasi, petani dapat memiliki posisi tawar harga yang lebih tinggi, karena setiap pedagang yang akan membeli komoditinya melalui satu pintu, satu harga namun dengan jumlah yang lebih besar.
DAFTAR PUSTAKA Asmarantaka RW.2010. Pemasaran Agribisnis ( Agrimarketing). Bogor : IPB Press. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Indikator Pertanian 2013. Jakarta. Badan Pusat Statistik. Jakarta. ______________________. Laporan Perekonomian Indonesia 2013. Jakarta. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Dahl DC dan Hammond JW. 1977. Market and Price Analysis. The Agricultural Industries. Mc. Graw-Hill Book Company, Inc. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Komoditas Cengkeh di Indonesia 20122014. Kementerian Pertanian. Hadiwijaya. T. 1989.“Arti Ekonomi, Perkembangan Produksi dan Proses Cengkeh di Indonesia”. Forum Komunikasi Ilmiah Produksi dan Tataniaga Cengkeh di Indonesia Prosidin. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. ________________. “ Produksi dan Tataniaga di Indonesia”. Forum Komunikasi Ilmiah, 24-25 Februari 1989. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Hanafiah AM dan Saefudin AM. 2006. Tataniaga Hasil Perikanan. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Kemala, S dan E. R. Pribadi. 1999. Pengaruh Harga terhadap Produktivitas dan Pasokan Cengkeh. Perkembangan Penelitian Agroekonomi Tanaman Rempah dan Obat. Volume IX. Nomor 2. Bogor. Kohls RL dan Uhl JN. 2002. Marketing of Agricultural Products. Ninth Edition. Purdue University. New York : Macmillan Publishing Company.
43 Kotler P. 2003. Marketing Management Eleventh Edition. New jersey : PrenticeHall Inc. Kotler P. dan Keller KL. 2008. Manajemen Pemasaran Jilid 2 Cetakan II. Edisi 12. Benyamin M, penerjemah; Bambang S, editor. Jakarta : PT. Indeks. Terjemahan dari : Marketing Management. Lestari, Muji. 2006. Analisis Tataniaga Bengkuang. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Mahaputra, Ketut dan Rubiyo, Trisnawati. Kontribusi Pendapatan dan Efisiensi Tataniaga Cengkeh di Bali. Disampaikan dalam Prosiding Seminar Nasional dan Ekspose Hasil Penelitian di Kendari Sulawesi Tenggara, 18-19 Juli 2005. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan teknologi Pertanian. Purba, Sulaiman. 2010. Analisis Tataniaga Ubi Jalar (Studi Kasus: Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Fakultas Pertanian Bogor. Bogor. Rosmeilisa, P. dan Ermiati. 1997. Tataniaga Cengkeh di Indonesia. Monograf Cengkeh. Nomor 2. Monograf Tanaman Obat. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Bogor. Ruhnayat, A. 2002. Memproduktifkan Cengkeh Tanaman Tua dan Tanaman Terlantar. Cetakan 1. Penebar Swadaya. Jakarta. Rumagit, G. 2002. Kajian Ekonomi Keterkaitan Antara Perkembangan Industri Cengkeh dan Indutri Rokok Kretek Nasional. Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sallatu, Ima A. 2006. Analisis Pangsa Pasar dan Tataniaga Kopi Arabika di Kabupaten Tana Toraja dan Enrekang, Sulawesi Selatan. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Simamora, Sahat R. 2007. Analisis Sistem Tataniaga Pisang. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor: Bogor. Sinaga, B. M. 1999. Dampak Perubahan Faktor Ekonomi terhadap Permintaan dan Penawaran Cengkeh di Indonesia. Laporan Penelitian. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sudiyono A. 2001. Pemasaran Pertanian. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang Press. Sumargandi. 1983. Seleksi dan Pemuliaan Tanaman Cengkeh Perlu Digalakkan. Buletin Pertanian Cengkeh dan Tembakau, Juli-Oktober 1983. Pusat Penelitian Cengkeh dan Tembakau. Bogor. Taruli. 2002. Analisis Peluang Ekspor Agribisnis Cengkeh di Indonesia. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
44
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Sragen pada hari Jum’at tanggal 23 Januari 1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Parno dan Ibunda Tinuk Hartini (Almarhummah). Pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SMP Negeri 1 Kecamatan Sambirejo, Kabupaten Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada 2004 jurusan Ilmu Pengetahuan Alam di SMA Negeri 2 Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Penulis diterima pada Program Studi Diploma III Ekowisata Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2004. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fajuktas Kehutanan, merupakan anggota Agroedutourism, merupakan anggota Kelompok Pemerhati Ekowisata pada Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Alam di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Penulis menyelesaikan pendidikan Diploma III Kehutanan pada tahun 2007. Tahun 2009, penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.