ANALISIS TINGKAT PENERAPAN MANAJEMEN PENGETAHUAN DALAM MEMBANGUN ORGANISASI BERBASIS PENGETAHUAN (STUDI KASUS PT TRUBUS MITRA SWADAYA SE-JABODETABEK)
Oleh RANIASARI BIMANTI ESTHI H24060322
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN
Raniasari Bimanti Esthi. H24060322. Analisis Tingkat Penerapan Manajemen Pengetahuan dalam Membangun Organisasi Berbasis Pengetahuan (Studi Kasus PT Trubus Mitra Swadaya se-Jabodetabek). Di Bawah bimbingan Anggraini Sukmawati. PT Trubus Mitra Swadaya merupakan perusahaan yang bergerak di industri agribisnis yang menjual berbagai macam barang-barang pertanian. Perkembangan industri agribisnis khususnya toko pertanian kini kian ketat yang menyebabkan timbulnya persaingan. Namun, persaingan tersebut tidak terlalu signifikan karena pesaing-pesaingnya hanyalah para penjual barang-barang pertanian berskala kecil dan belum memiliki brand image yang dikenal oleh masayarakat luas. Meskipun demikian, PT Trubus Mitra Swadaya harus tetap waspada pada perkembangan bisnis saat ini dan mendatang, sehingga ketika pesaing berskala besar masuk ke dalam pasar, perusahaan dapat mengantisipasinya. Oleh karena itu, PT Trubus Mitra Swadaya memerlukan manajemen pengetahuan untuk mengintegrasikan dan memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki karyawan, sehingga dapat memajukan usaha sebagai perusahaan berkelanjutan. Tujuan penelitian ini: (1) Mengidentifikasi tingkat manajemen pengetahuan pada PT Trubus Mitra Swadaya, (2) Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang berhubungan dengan manajemen pengetahuan pada PT Trubus Mitra Swadaya, dan (3) Menganalisis persepsi karyawan terhadap penerapan manajemen pengetahuan pada PT Trubus Mitra Swadaya. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Penarikan responden dilakukan dengan teknik quota sampling, pengolahan data dilakukan dengan analisis deskriptif, analisis perhitungan nilai rata-rata, dan analisis uji tabulasi silang. Karakteristik responden dalam penelitian ini mayoritas berjenis kelamin laki-laki, berusia 20-30 tahun, pendidikan terakhir (SMA)/Sederajat, masa kerja di bawah lima tahun, bekerja di unit kerja Umum dan HRD serta unit kerja Retail, masa penempatan terlama di unit kerja Pengadaan selama 19 tahun, bekerja di sub unit kerja Toko, masa penempatan terlama di sub unit MD Tanaman selama 19 tahun, dan bekerja sebagai merchidiser (MD). Tingkat penerapan manajemen pengetahuan berada pada penilaian yang baik dan ditemukan komponen yang dirasakan karyawan masih harus diperbaiki, yaitu waktu kerja. Tingkat aktivitas yang berhubungan dengan manajemen pengetahuan adalah berada pada penilaian yang kurang baik. Persepsi karyawan tentang manajemen pengetahuan berdasarkan karakteristik karyawan dimana mayoritas karyawan menyatakan manajemen pengetahuan telah berjalan dengan baik.
i
ANALISIS TINGKAT PENERAPAN MANAJEMEN PENGETAHUAN DALAM MEMBANGUN ORGANISASI BERBASIS PENGETAHUAN (STUDI KASUS PT TRUBUS MITRA SWADAYA SE-JABODETABEK)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA EKONOMI pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh RANIASARI BIMANTI ESTHI H24060322
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Analisis Tingkat Penerapan Manajemen Pengetahuan dalam Membangun Organisasi Berbasis Pengetahuan (Studi Kasus PT Trubus Mitra Swadaya se-Jabodetabek)
Nama
: Raniasari Bimanti Esthi
NIM
: H24060322
Menyetujui Dosen Pembimbing,
Ir. Anggraini Sukmawati, MM. NIP: 196710201994032001
Mengetahui Ketua Departemen,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc NIP: 196101231986011002
Tanggal lulus:
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 September 1988. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Suraje, S.H. dan Ibu Sri Kustiyah, B.A. Penulis memulai pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Tunas Asri 2 (1993), lalu melanjutkan ke SD Negeri Perwira Jaya 2 (1994). Pada tahun 2000, penulis melanjutkan pendidikannya di SLTP Negeri 3 Bekasi dan pada tahun 2003 dilanjutkan di SMA Negeri 1 Bekasi. Penulis menyelesaikan pendidikan SMA pada tahun 2006 dan pada tahun yang sama, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Setelah menempuh masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama 1 tahun, akhirnya penulis resmi menjadi mahasiswa di Mayor Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam beberapa keorganisasian kampus antara lain Anggota Tetap KSR PMI Unit 1 IPB, Tim Asistensi pada Mata Kuliah Pendidikan Agama Kristen Protestan (2007-2008), dan Tim Panti Asuhan Bina Harapan Komisi Pelayanan Anak (KPA) Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) IPB (2008-2009). Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan yang diadakan kampus antara lain Ketua Pelaksana pada acara Cuci Tangan Bersama Lifebuoy dan KSR PMI Unit 1 IPB (2006), Seksi Dana dan Usaha pada acara Kebaktian Awal Tahun Ajaran (2006-2007), Seksi Acara pada acara Retreat Angkatan 44 PMK IPB (2008), Koordinator Konsumsi pada acara Paskah Besar Anak (PBA) dan Retreat KPA PMK IPB (2008).
ii
KATA PENGANTAR
Puji Tuhan penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Tingkat Penerapan Manajemen Pengetahuan dalam Membangun Organisasi Berbasis Pengetahuan (Studi Kasus PT Trubus Mitra Swadaya se-JABODETABEK)”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Selama penulisan skripsi ini, penulis memperoleh bantuan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga kepada: 1.
Ir. Anggraini Sukmawati, MM. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan bimbingan, arahan, dan motivasi serta perhatiannya yang sangat berarti, sehingga penulis dengan lancar menyelesaikan skripsi ini.
2.
Dra. Siti Rahmawati, M.Pd. dan Ratih Maria Dhewi, SP., MM., selaku dosen penguji yang telah bersedia menguji pada sidang skripsi penulis.
3.
Staf
pendidik/dosen
dan
staf
kependidikan/karyawan
Departemen
Manajemen, terima kasih atas pengajaran dan bantuannya selama ini. 4.
Tuti Herawati selaku Kepala Bagian Personalia PT Trubus Mitra Swadaya yang telah memberikan ijin kepada penulis dalam melakukan penelitian.
5.
Yuni selaku staf SDM PT Trubus Mitra Swadaya yang telah membantu penulis selama proses penelitian berlangsung.
6.
Seluruh karyawan PT Trubus Mitra Swadaya yang telah bersedia menjadi responden dan membantu penulis selama proses penelitian.
7.
Suraje, S.H. (bapak), Sri Kustiyah, B.A. (mama), dan Hanung Jati Purbakusuma (kakak) yang telah memberikan kasih sayang, doa, semangat dan dukungan yang tiada henti-hentinya.
8.
Sahabatku Nourma Yunita Sigiro terima kasih atas dukungannya dalam doa. Semangat teman, kamu pasti bisa jadi dokter yang hebat.
iii
9.
Teman-teman satu bimbingan Windry Novera, Irma Melia, Wahyu, Fifin Friska, Windarti, dan Yudha.
10. Teman-temanku yang telah memberiku warna semasa kuliah Alik Pradita, Siti Mulyanti, Hana Tsurayya, Lisma Apriani, Ranti Pusparini, dan Nuri Pranika. 11. Teman-teman Mene 43 terima kasih atas pertemanannya selama ini. 12. Teman-teman sepelayanan di Komisi Pelayanan Anak UKM PMK IPB yang telah memberikan warna selama berada di IPB. 13. Teman-temanku sekosan Yenny M.S. Nababan, dan Lena Simamora, serta kak Icha Mene 42. Terima kasih atas dukungan dan doanya. 14. Pemuda-pemudi GKII-Rehobot, terima kasih atas dukungan doanya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terutama PT Trubus Mitra Swadaya.
Bogor, September 2010
Penulis
iv
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ..................................................................................................................
i
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................
iii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................
v
DAFTAR TABEL ......................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................
ix
I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 1.1 Latar Belakang ................................................................................................. 1.2 Perumusan Masalah ......................................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................. 1.4 Kegunaan Penelitian ........................................................................................ 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................
1 1 3 3 4 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 2.1 Tinjauan Teoritis ............................................................................................. 2.1.1 Definisi Pengetahuan ........................................................................... 2.1.2 Data, Informasi dan Pengetahuan ........................................................ 2.1.3 Tingkat Pengetahuan ........................................................................... 2.1.4 Pengetahuan sebagai Sub Sistem Learning Organization .................. 2.1.5 Manajemen Pengetahuan ..................................................................... 2.1.6 Konsep Manajemen Pengetahuan ....................................................... 2.1.7 Penerapan Manajemen Pengetahuan di Organisasi ............................. 2.1.8 Fokus Area Manajemen Pengetahuan ................................................. 2.1.9 Keterkaitan dan Peran Teknologi dalam OBP .................................... 2.1.10 Komponen-Komponen Manajemen Pengetahuan ............................... 2.1.11 Model Utama Proses Transformasi Pengetahuan ................................ 2.2 Penelitian Terdahulu .......................................................................................
5 5 5 5 7 7 11 13 14 15 16 16 31 32
III. METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian....................................................................... 3.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................................... 3.3 Metode Pengumpulan Data Penelitian ............................................................ 3.4 Metode Pengambilan Sampel ......................................................................... 3.5 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................................ 3.5.1 Skala Likert ............................................................................................ 3.5.2 Uji Validitas ........................................................................................... 3.5.3 Uji Reliabilitas ....................................................................................... 3.5.4 Analisis Statistik Deskriptif ................................................................... 3.5.5 Analisis Perhitungan Nilai Rataan ......................................................... 3.5.6 Analisis Uji Tabulasi Silang .................................................................
34 34 35 36 36 36 36 37 38 39 39 40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................... 4.1 Gambaran Umum Perusahaan ......................................................................
41 41
4.1.1 Sejarah Yayasan Bina Swadaya ............................................................. 4.1.2 Sejarah PT Trubus Mitra Swadaya ........................................................ 4.1.3 Visi dan Misi PT Trubus Mitra Swadaya .............................................. 4.1.4 Unit Kegiatan dan Produk PT Trubus Mitra Swadaya .......................... 4.2 Karakteristik Karyawan .................................................................................. 4.3 Analisis Penerapan Manajemen Pengetahuan ................................................ 4.3.1 Analisis Komponen Berbagi ................................................................. 4.3.2 Analisis Komponen Belajar .................................................................. 4.3.3 Analisis Komponen Inovasi .................................................................. 4.3.4 Analisis Komponen Knowledge ............................................................ 4.3.5 Analisis Komponen Motivasi ............................................................... 4.3.6 Analisis Komponen Komunikasi .......................................................... 4.3.7 Analisis Komponen Manfaat ................................................................ 4.3.8 Analisis Komponen Manajemen SDM ................................................. 4.3.9 Analisis Komponen Teknologi ............................................................. 4.3.10Analisis Komponen Culture ................................................................. 4.3.11Analisis Komponen Proses ................................................................... 4.3.12Analisis Komponen Suasana Kerja ....................................................... 4.3.13Analisis Komponen Waktu Kerja ......................................................... 4.4 Aktivitas Karyawan Terkait Manajemen Pengetahuan ................................... 4.5 Persepsi Karyawan terhadap Penerapan Manajemen Pengetahuan ................ 4.5.1 Persepsi Karyawan tentang Penerapan Manajemen Pengetahuan Berdasarkan Jenis Kelamin .................................................................. 4.5.2 Persepsi Karyawan tentang Penerapan Manajemen Pengetahuan Berdasarkan Kelompok Usia ................................................................ 4.5.3 Persepsi Karyawan tentang Penerapan Manajemen Pengetahuan Berdasarkan Pendidikan Terakhir ........................................................ 4.5.4 Persepsi Karyawan tentang Penerapan Manajemen Pengetahuan Berdasarkan Masa Kerja ...................................................................... 4.5.5 Persepsi Karyawan tentang Penerapan Manajemen Pengetahuan Berdasarkan Unit Kerja yang Sekarang Ditempati .............................. 4.6 Implikasi Manajerial .......................................................................................
41 42 43 43 45 51 54 56 59 60 61 63 65 66 69 71 75 80 81 82 83 83 84 84 85 85 86
KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 1. Kesimpulan ............................................................................................................. 2. Saran .......................................................................................................................
89 89 90
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................
91
LAMPIRAN................................................................................................................
93
vi
DAFTAR TABEL
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Halaman Hasil Survei Pengenalan Manajemen Pengetahuan ............................................ Penerapan Manajemen Pengetahuan................................................................... Komponen Berbagi ............................................................................................ Komponen Belajar .............................................................................................. Komponen Inovasi .............................................................................................. Komponen Knowledge ........................................................................................ Komponen Motivasi............................................................................................ Komponen Komunikasi ...................................................................................... Komponen Manfaat ............................................................................................ Komponen Manajemen SDM ............................................................................. Komponen Teknologi ......................................................................................... Komponen Culture.............................................................................................. Komponen Proses ............................................................................................... Komponen Suasana Kerja ................................................................................... Komponen Waktu Kerja ..................................................................................... Ukuran Kuantitatif .............................................................................................. Persepsi Karyawan terhadap Manajemen Pengetahuan ......................................
vii
2 51 54 56 59 61 62 64 65 67 70 72 76 80 81 82 83
DAFTAR GAMBAR
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Halaman Hubungan antara Data, Informasi dan Pengetahuan .......................................... Model Sistem Learning Organization ................................................................ Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian ....................................................... Jenis Kelamin ..................................................................................................... Kelompok Usia ................................................................................................... Pendidikan Terakhir ........................................................................................... Masa Kerja.......................................................................................................... Unit Kerja yang Sekarang Ditempati ................................................................. Masa Penempatan di Unit Kerja ......................................................................... Sub Unit Kerja yang Sekarang Ditempati .......................................................... Masa Penempatan di Sub Unit Kerja.................................................................. Jabatan Pekerjaan ...............................................................................................
viii
8 9 37 45 46 46 47 47 48 49 49 50
DAFTAR LAMPIRAN
No 1. 2. 3. 4. 5.
Halaman Kuesioner Penelitian ........................................................................................... Hasil Uji Validitas Kuesioner ............................................................................. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner ......................................................................... Hasil Uji Tabulasi Silang .................................................................................... Gambar Struktur Organisasi ...............................................................................
ix
93 99 102 103 105
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan strategik memberikan dampak yang tidak sedikit di dalam kehidupan organisasi. Perubahan lingkungan ini tentu saja mempengaruhi strategi dalam mengelola segala jenis sumberdaya yang ada di perusahaan, khususnya sumberdaya manusia. Strategi pengelolaan manusia ini sangat ditentukan oleh tuntutan lingkungan strategik terhadap organisasi. Perubahan lingkungan strategik ke arah yang baik dapat menyebabkan perubahan organisasi ke arah yang baik pula yang mengakibatkan akan muncul sumber keunggulan baru. Salah satu keunggulan baru tersebut adalah pengetahuan yang dimiliki individu. Menurut Francis Bacon’s diacu Sangkala (2007), di dalam era ekonomi baru di abad dua puluh satu ini kita telah bergerak ke suatu dunia di mana berbagi pengetahuan (sharing knowledge) adalah “power”. Oleh karena itu, sumber utama perusahaan pada hakikatnya berasal dari pengetahuan. Pengetahuan telah menjadi sesuatu yang sangat menentukan, sehingga perolehan dan pemanfaatannya perlu dikelola dengan baik dalam konteks peningkatan kinerja organisasi. Langkah ini dipandang sebagai sesuatu yang sangat strategis dalam menghadapi persaingan yang mengglobal, sehingga pengabaiannya akan merupakan suatu bencana bagi dunia bisnis. Oleh karena itu, diperlukan cara yang dapat mengintegrasikan pengetahuan dalam kerangka pengembangan sumberdaya manusia dalam organisasi, yaitu dengan menggunakan manajemen pengetahuan, sehingga seluruh pengetahuan yang dimiliki di dalam organisasi dapat diidentifikasi dan dimanfaatkan untuk meningkatkan kinerja dan menghasilkan berbagai inovasi, meskipun pengetahuan memang merupakan milik individu namun dapat dimanfaatkan oleh organisasi dengan tetap memberikan otonomi pengembangannya pada individu tersebut, yang nantinya pengetahuan tersebut menjadi milik organisasi. Implementasi manajemen pengetahuan dalam bisnis menunjukkan bahwa pengembangan manajemen pengetahuan merupakan variabel penting
2
dalam proses implementasi pembangunan keunggulan bersaing yang berbasis sumberdaya. Hal ini ditunjukkan dengan telah terjadinya perubahan pada orientasi manajemen sumberdaya manusia yang menitikberatkan pada tangible asset bergeser pada perhatian yang lebih menitikberatkan pada intangible asset. Hal ini juga berarti bahwa comparative advantage yang berbasis sumberdaya alam dalam bisnis bergeser pada competitive advantage yang berbasis kualitas sumberdaya manusia, dan dalam konteks inilah pengetahuan menjadi aset yang sangat penting dalam manajemen sumberdaya manusia. Tabel 1. Hasil Survei Pengenalan Manajemen Pengetahuan TIDAK PERNAH MENDENGAR MENGENAI MANAJEMEN PENGETAHUAN
PERNAH MENDENGAR MENGENAI MANAJEMEN PENGETAHUAN
BILA SUDAH MENDENGAR MENGENAI MANAJEMEN PENGETAHUAN: Akan Akan Sudah Memiliki Memiliki Memiliki dalam 3-4 dalam 1-2 Manajemen Tahun Tahun Pengetahuan Mendatang Mendatang
JENIS PERUSAHAAN
JUMLAH TOTAL
BUMN Swasta Nasional Skala Besar Swasta Nasional Skala MenengahKecil Multinasional
36 86
4 12
11% 14%
32 74
89% 86%
8 28
10 31
14 15
61
44
72%
17
28%
2
2
13
6
-
0%
6
100%
5
Sumber: Munir (2008)
Tidak begitu mudah untuk mencari perusahaan di Indonesia yang dengan sadar mencoba menerapkan manajemen pengetahuan. Survei yang telah dilakukan oleh PPM Manajemen yang dilakukan antara tahun 2005 hingga tahun 2007 menunjukkan bahwa masih cukup banyak organisasi berorientasi laba yang belum mengenal manajemen pengetahuan, terutama perusahaan kecil dan menengah (Munir, 2008). Survei tersebut juga menunjukkan bahwa dari organisasi yang telah mendengar mengenai manajemen
pengetahuan
namun
belum
menerapkannya,
kebanyakan
menyatakan berencana untuk memilikinya dalam satu-dua tahun mendatang (Tabel 1). Toko Trubus adalah toko yang berada di bawah naungan PT Trubus Mitra Swadaya di mana toko ini bergerak di industri agribisnis yang menjual berbagai macam barang-barang pertanian. Perkembangan industri agribisnis khususnya toko pertanian kini kian ketat, hal ini menyebabkan timbulnya persaingan di pasar yang cukup luas. PT Trubus Mitra Swadaya tetap
3
waspada pada perkembangan bisnis saat ini dan mendatang, sehingga ketika pesaing berskala besar masuk ke dalam pasar, PT Trubus Mitra Swadaya sudah bisa mengantisipasinya. Salah satu cara mengantisipasi persaingan yaitu dengan cara meningkatkan kualitasnya. PT Trubus Mitra Swadaya memerlukan karyawan-karyawan yang berpengetahuan luas dan memiliki kreativitas yang tinggi dalam meningkatkan kualitasnya, sedangkan pengetahuan yang dimiliki setiap karyawan berbeda-beda sehingga untuk mengintegrasikan dan memanfaatkannya PT Trubus Mitra Swadaya memerlukan
manajemen
pengetahuan
yang
dapat
diintegrasi
dan
dimanfaatkan dalam upaya untuk memajukan sebuah kesuksesan usaha sebagai perusahaan berkelanjutan. Selain itu, dengan menerapkan manajemen pengetahuan, perusahaan juga dapat melakukan inovasi-inovasi yang berasal dari kreativitas karyawan yang telah dikelola dengan baik. 1.2. Perumusan Masalah Merujuk pada hal di atas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Seberapa besar tingkat penerapan manajemen pengetahuan pada PT Trubus Mitra Swadaya? 2. Seberapa
besar
aktivitas
yang
berhubungan
dengan
manajemen
pengetahuan pada PT Trubus Mitra Swadaya? 3. Bagaimana saran yang diberikan kepada PT Trubus Mitra Swadaya tentang persepsi karyawan terhadap penerapan manajemen pengetahuan? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi tingkat manajemen pengetahuan pada PT Trubus Mitra Swadaya. 2. Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang berhubungan dengan manajemen pengetahuan pada PT Trubus Mitra Swadaya. 3. Menganalisis
persepsi
karyawan
terhadap
pengetahuan pada PT Trubus Mitra Swadaya.
penerapan
manajemen
4
1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian
ini
dapat
memberikan
kontribusi
konsep
manajemen
pengetahuan, dalam pengembangan strategis perusahaan. 2. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memperoleh gambaran mengenai konsep implementasi manajemen pengetahuan di PT Trubus Mitra Swadaya, dan juga dapat menjadi bahan masukan dalam meningkatkan kapasitas masing-masing elemen manajemen pengetahuan, yang bila dimanfaatkan dan dikelola dengan benar dapat memberi dampak terhadap keunggulan bersaing dunia bisnis. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian dilakukan di PT Trubus Mitra Swadaya yang terletak di Jl. Satelit No.81 Cimanggis, Depok. Penelitian ini dilakukan selama bulan Mei sampai Juli 2010. Ruang lingkup penelitian ini melihat tingkat penerapan manajemen pengetahuan dalam membangun organisasi berbasis pengetahuan pada PT Trubus Mitra Swadaya dengan menggunakan komponen manajemen pengetahuan menurut Suprapti (2004) yang dikembangkan berdasarkan Core Elements dari manajemen pengetahuan menurut Hylton (2002). Komponen manajemen pengetahuan menurut Suprapti (2004), yaitu komponen berbagi, belajar, inovasi, knowledge, motivasi, komunikasi, manfaat, manajemen SDM, teknologi, culture, proses, suasana kerja, dan waktu kerja. Core Elements dari manajemen pengetahuan menurut Hylton (2002), yaitu: Knowledge people (human resources, human capital); process by which people access; transfer dan berbagi pengetahuan; teknologi, efisiensi dan keamanan dokumen pengetahuan; kualitas dan relevansi isi sistem pengetahuan dan informasi perputaran penuh pengetahuan organisasi yang terukur dari akumulasi melalui cakupan pengetahuan dan proses kreasi.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1 Definisi Knowledge (Pengetahuan) Menurut Krough, Ichiyo, serta Nonaka dan Choo dikutip Setiarso et al. (2009) disampaikan ringkasan gagasan yang mendasari pengertian pengetahuan adalah sebagai berikut: 1. Pengetahuan merupakan kepercayaan yang dapat dipertanggungjawabkan (justified true believe), 2. Pengetahuan merupakan sesuatu yang eksplisit sekaligus terpikirkan (tacit), 3. Penciptaan inovasi secara efektif bergantung pada konteks yang memungkinkan terjadinya penciptaan tersebut, 4. Penciptaan inovasi yang melibatkan lima langkah utama yaitu: a. Berbagi pengetahuan terpikirkan (tacit), b. Menciptakan konsep, c. Membenarkan konsep, d. Membangun prototype, e. Melakukan penyebaran pengetahuan tersebut. 2.1.2 Data, Informasi dan Pengetahuan Kita mengenal adanya data, informasi dan pengetahuan. Menurut Davenport dan Prusak (1998), data adalah sebuah set diskrit, fakta-fakta objektif mengenai peristiwa. Menurut konteks organisasi, data yang paling berguna digambarkan sebagai catatan terstruktur transaksi. Mengumpulkan cukup data, argumen, keputusan yang benar dan obyektif akan secara otomatis menunjukkan diri mereka sendiri. Namun demikian, pengumpulan terlalu banyak data akan lebih sulit untuk mengidentifikasi dan memahami data yang penting. Tidak ada makna yang melekat dalam data. Data tidak memberikan penilaian atau interpretasi atau dasar tindakan. Informasi adalah pesan, biasanya dalam form atau dokumen atau terdengar atau terlihat melalui komunikasi. Memiliki pengirim dan penerima. Informasi ini dimaksudkan untuk mengubah cara penerima merasakan
6
sesuatu. Informasi bergerak di sekitar organisasi melalui jaringan lunak dan keras. Tidak seperti data, informasi memiliki makna. Data menjadi informasi ketika penciptanya menambah arti, misalnya dengan contextualising, condensing atau categorising. Contextualization adalah sekumpulan data dikaitkan dengan tujuan penggunaan, condensing adalah data diringkas dan data yang tidak relevan dihilangkan, sedangkan categorizing adalah dikategorisasikan ke dalam unit analisa. Kata
pengetahuan
sangat
sulit
untuk
didefinisikan
secara
komprehensif. Pengetahuan berasal dari informasi yang berasal dari data. Pengetahuan berharga karena dekat dengan tindakan. Pengetahuan harus dievaluasi oleh keputusan atau tindakan yang mengarah. Pengetahuan adalah mengetahui apa yang ia tidak tahu. Nilai-nilai dan kepercayaan merupakan bagian integral pengetahuan, menentukan sebagian besar apa yang pemilik pengetahuan lihat, serap dan simpulkan dari pengamatan. Orang dengan nilai yang berbeda melihat berbagai hal dalam situasi yang sama dan mengatur pengetahuan mereka dengan penilaian mereka. Sebagaimana telah dikatakan di atas, pengetahuan lebih dari sekedar informasi. Pengetahuan itu sendiri adalah informasi yang sudah dapat diterapkan dalam kegiatan. Gambar hubungan antara data, informasi dan pengetahuan dapat dilihat pada Gambar 1. Mekanisme pasar dari pasar uang Dilihat konsekuensinya
PENGETAHUAN
Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS
INFORMASI
Rp. 9000,-
DATA
Dikaitkan Dibuat struktur sebab akibat
Diberikan konteks Dikategorisasikan Diberi sintaks
SIMBOL 9, 0, 0, 0 Gambar 1. Hubungan antara Data, Informasi dan Pengetahuan (Munir, 2008)
7
2.1.3
Tingkat Pengetahuan Menurut Machlup (1980) diacu Munir (2008), membedakan adanya
tiga jenis pengetahuan, yaitu: 1. Knowing
That:
(prepositional),
berhubungan
misalnya
saja
dengan ‘kebenaran’
pengetahuan (truth).
proposisi
Knowing
that
mempunyai makna bahwa kita percaya bahwa sesuatu itu adalah demikian, bukan lainnya (something is so and not otherwise). 2. Knowing What: merupakan definisi yang lebih luas dan mengandung banyak knowing that. Kebanyakan orang yang merasa mengetahui tentang suatu hal yang kompleks sebenarnya hanya mengetahui sebagian saja dari keseluruhan pengetahuan-pengetahuan proposisi yang membentuk seluruh hal tersebut. 3. Knowing How: merupakan jenis pengetahuan yang paling banyak dimiliki oleh organisasi saat ini karena berhubungan dengan kemampuan melakukan suatu tugas atau kegiatan. 4. Know Why: merupakan level pengetahuan yang dapat membuat seseorang atau organisasi mampu memanfaatkan pengetahuan-pengetahuan di tingkat know-what
dan
know-how
untuk
menghasilkan
penyempurnaan-
penyempurnaan dan inovasi. 2.1.4
Pengetahuan sebagai Sub Sistem Learning Organization Mengelola pengetahuan secara umum tidak dapat dilepaskan dari
konsep Learning Organization seperti yang telah diungkapkan oleh Michael J. Marquardt diacu Batubara (2005), yaitu belajar, organisasi, manusia, pengetahuan dan teknologi. Pengetahuan dalam konsep ini merupakan salah satu sub sistem yang membangun Organisasi Pembelajaran tersebut. Gambar 2 menjelaskan mengenai sub sistem Learning Organization. Organisasi
Orang
Pembelajaran
Pengetahuan Teknologi
Gambar 2. Model Sistem Learning Organization (Sangkala 2007)
8
1. Sub Sistem Dinamika Pembelajaran Sub sistem pembelajaran berdasarkan teori Marquardt (1996) terdiri dari tiga, yaitu tingkatan belajar (levels), tipe belajar (types) dan keterampilan belajar secara organisasi (skills). a. Tingkatan Belajar (Levels) Tingkat belajar terdiri dari pembelajaran individu adalah pembelajaran yang
berkenaan
dengan
perubahan
keterampilan,
wawasan
pengetahuan, sikap dan tata nilai melalui belajar sendiri berdasarkan teknologi
dan
pengamatan.
Pembelajaran
kelompok
adalah
pembelajaran yang menekankan pada peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dilakukan melalui dan dengan kelompoknya. Pembelajaran organisasi adalah pembelajaran yang menekankan pada kemampuan memperbesar wawasan intelektual dan produktivitas yang menghasilkan komitmen menyeluruh dan peluang perbaikan yang berkelanjutan terhadap organisasi. b. Tipe Pembelajar di Organisasi (Type) Tipe dinamika pembelajar mencakup: pembelajar adaptif, artinya belajar dari pengalaman dan refleksi; pembelajar antisipatif, artinya proses perolehan pengetahuan dengan perkiraan ke depan/pendekatan visi-tindakan-refleksi; pembelajaran generatif, dengan menciptakan melalui refleksi analisis kreativitas; pembelajaran single-loop, doubleloop, dan deuteron yang dibedakan melalui derajat refleksi dalam intensitas kegiatan atau kejadian yang ada dalam organisasi; dan pembelajaran tindakan, yang diperoleh melalui tindakan dan refleksi dalam memecahkan permasalahan yang nyata dengan formula L (learning) = P (keberadaan pengetahuan yang diprogram) + Q (pertanyaan tentang wawasan). c. Keterampilan/Disiplin Pembelajar (Skills) Keterampilan belajar secara organisasi yang diperlukan untuk dapat memaksimalkan pembelajaran secara organisasi adalah “Kelima Disiplin” yang dikemukakan oleh Senge (1996), yaitu berpikir sistem (system thinking), yakni disiplin yang mengintegrasikan disiplin-
9
disiplin, menggabungkannya menjadi suatu bangunan teori yang koheren dan praktis; keahlian pribadi (personal mastery), yaitu suatu disiplin yang mengklarifikasikan secara kontinu dan memperdalam visi pribadi; model mental (mental model), merupakan asumsi yang sangat dalam melekat, umum atau bahkan gambaran dari bayangan/citra yang berpengaruh pada bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita mengambil
tindakan;
pembelajaran
tim
(team
learning),
mengembangkan keterampilan kelompok individu untuk mencari gambaran paling utama yang ada di luar perspektif individu; visi bersama (shared vision), merupakan visi yang terjadi sebagai akibat visi-visi individu dalam organisasi dapat ditransformasikan menjadi visi bersama; dialog (ditambahkan oleh Marquardt), yang dilakukan secara intens yang melibatkan semua unsur dalam organisasi, yang merupakan pusat dari organisasi pembelajaran. 2. Sub Sistem Transformasi Organisasi Sub sistem transformasi organisasi mempunyai empat komponen kunci, yaitu visi, budaya, strategi dan struktur. a. Visi (Vision): visi organisasi merupakan harapan, tujuan dan arah pada masa depan organisasi yang menggambarkan bayangan masa depan dan upaya belajar inovatif dalam perbaikan produk dan layanan. b. Budaya (Culture): budaya dalam suatu organisasi diartikan sebagai cara yang unik yang dimiliki organisasi mengenai kepercayaannya, cara berpikir dan bertindak, yang dimanifestasikan dalam bentuk simbol, kepahlawanan, ritual, ideologi dan nilai-nilai. c. Strategi
(Strategy):
strategi
terkait
dengan
rencana
tindakan,
metodologi, taktik dan langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan dan visi perusahaan. d. Struktur
(Structure):
struktur
meliputi
departemen-departemen,
tingkatan-tingkatan dan konfigurasi dari perusahaan atau organisasi yang bersangkutan. Struktur merupakan kekuatan yang dapat mengarahkan kehidupan karyawan dan perusahaan.
10
3. Sub Sistem Pemberdayaan Manusia (Empowerment People) Sub sistem pemberdayaan manusia adalah kelompok-kelompok yang merupakan aset organisasi yang diberdayakan untuk belajar. Kelompok-kelompok
tersebut
adalah
karyawan,
manajer/pimpinan,
supplier, masyarakat, mitra aliansi dan pelanggan. 4. Sub Sistem Pengelolaan Pengetahuan Sub
sistem
pengetahuan
merujuk
pada
pengelolaan
dan
pertumbuhan pengembangan pengetahuan dalam organisasi. Sub sistem ini mencakup: a. Pemerolehan Pengetahuan (Acquisition): organisasi pembelajar dapat mencari pemerolehan pengetahuan melalui dua sumber, yaitu eksternal dan internal. b. Penciptaan Pengetahuan (Creation): berpedoman pada pendapat Nonaka dan Takeuchi (1995) yang menulis buku The Knowledge-Creating Company diacu Batubara (2005), terdapat beberapa cara untuk menciptakan pengetahuan, yaitu tacit to tacit merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang yang ditularkan kepada orang lain melalui bekerja bersama sehingga sang pelajar dapat melihat dan mencontoh keahlian sang guru. Explicit to explicit merupakan pengetahuan yang didapat
dari
mengombinasikan dan
memperbaiki
pengetahuan-
pengetahuan eksplisit yang telah ada. Tacit to explicit merupakan pengetahuan yang didapat dari memformalkan pengetahuan yang ada pada diri seseorang. Explicit to tacit merupakan pengetahuan yang didapat dengan cara menanamkan pengetahuan tertulis atau formal kepada seseorang. c. Penyimpanan dan Pencarian Pengetahuan (Storage): Pengetahuan yang telah didapat baik melalui refleksi, riset dan eksperimen sangat penting untuk disimpan dan suatu waktu dipergunakan kembali. d. Penyebaran dan Penggunaan Pengetahuan (Transfer and Utilization): Pengetahuan yang baru harus disebarluaskan agar semua pihak ikut belajar, di antaranya dengan cara pencatatan seperti memo, surat,
11
laporan, buletin, training, pertemuan internal, brifing, publikasi internal seperti video, print, audio, job rotation/transfer dan mentoring. 5. Sub Sistem Teknologi Sub sistem teknologi sangat menunjang sebagai alat dalam mengintegrasikan jaringan kerja dan informasi sehingga mudah dalam mengakses informasi pembelajaran. Komponen sub sistem ini terdiri dari: teknologi
informasi,
membantu
organisasi
pembelajaran
dalam
mengoptimalisasikan dan menginformasikan data-data yang berkaitan dengan pekerjaan; pembelajaran berbasis teknologi, teknologi sebagai sarana belajar lebih banyak akan dikendalikan oleh karyawan dan karyawan akan belajar lebih banyak dari informasi yang didapatkannya tersebut; Electronic Performance Support Systems (EPSS), adalah perangkat lunak yang digunakan untuk meningkatkan efektivitas kerja para pekerja dalam belajar, sehingga dapat membantu pencapaian kinerja organisasi dalam waktu singkat. 2.1.5
Manajemen Pengetahuan Pengetahuan belumlah bermakna bila belum dikelola dengan baik
menjadi suatu nilai, sehingga diperlukan suatu usaha dan pola dalam mengelola pengetahuan. Pengelolaan pengetahuan tersebut disebut dengan manajemen pengetahuan. Manajemen pengetahuan adalah pengelolaan pengetahuan organisasi untuk menciptakan nilai dan menghasilkan keunggulan bersaing atau kinerja prima.
Organisasi
mengidentifikasikan
melalui
manajemen
pengetahuan
pengetahuan-pengetahuan
yang
secara dimiliki
sadar dan
memanfaatkannya untuk meningkatkan kinerja dan menghasilkan berbagai inovasi.
Organisasi
juga
aktif
mengidentifikasi
dan
mengakuisisi
pengetahuan-pengetahuan berkualitas yang ada di lingkungan eksternal organisasi untuk memperoleh manfaat manajemen pengetahuan yang sebesarbesarnya (Munir, 2008). Menurut Sangkala (2007), beberapa ahli mencoba memberikan definisi mengenai manajemen pengetahuan, namun masing-masing definisi tersebut bila dicermati ternyata memiliki makna yang berbeda-beda. Hal ini
12
dipengaruhi oleh sudut pandang dari masing-masing ahli tersebut. Munculnya pemaknaan yang berbeda-beda tersebut pada hakikatnya tidak salah karena dikemukakan dalam perspektif individual. Berbagai definisi yang dikemukakan oleh para ahli terlihat memiliki sudut pandang yang berbeda-beda. Oleh karena itu, Tannebaum dikutip Sangkala (2007) menawarkan definisi berikut ini yang dapat dijadikan sebagai suatu konsensus, sehingga kita mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif terhadap definisi manajemen pengetahuan. 1. Manajemen
pengetahuan
mencakup
pengumpulan,
penyusunan,
penyimpanan dan pengaksesan informasi untuk membangun pengetahuan. Pemanfaatan dengan tepat teknologi informasi seperti komputer yang dapat mendukung manajemen pengetahuan, namun teknologi informasi tersebut bukanlah manajemen pengetahuan. 2. Manajemen pengetahuan mencakup berbagi pengetahuan (sharing knowledge). Tanpa berbagi pengetahuan, upaya manajemen pengetahuan akan gagal. Kultur perusahaan, dinamika dan praktik-seperti sistem penggajian-dapat memengaruhi berbagi pengetahuan. Kultur dan aspek sosial dari manajemen pengetahuan merupakan tantangan yang signifikan. 3. Manajemen pengetahuan terkait dengan pengetahuan orang. Pada suatu saat, organisasi membutuhkan orang-orang yang kompeten untuk memahami dan memanfaatkan informasi dengan efektif. Organisasi terkait dengan individu untuk melakukan inovasi dan memberi petunjuk kepada organisasi. Organisasi juga terkait dengan persoalan keahlian yang menyediakan input untuk menerapkan manajemen pengetahuan. Oleh karena itu, organisasi mesti mempertimbangkan bagaimana menarik, mengembangkan dan mempertahankan pengetahuan anggota sebagai bagian dari domain manajemen pengetahuan. 4. Manajemen pengetahuan terkait dengan peningkatan efektivitas organisasi. Kita berkonsentrasi dengan manajemen pengetahuan karena dipercaya bahwa manajemen pengetahuan dapat memberikan kontribusi kepada vitalitas dan kesuksesan perusahaan. Upaya untuk mengukur modal intelektual dan untuk menilai efektivitas manajemen pengetahuan harus
13
dapat membantu kita memahami secara luas pengelolaan pengetahuan yang telah dilakukan. 2.1.6
Konsep Manajemen Pengetahuan Grover dan Davenport (2001) mengemukakan bahwa manajemen
pengetahuan memiliki beberapa konsep kunci, yaitu: Tacit vs Explicit Knowledge. Hal ini menunjukkan bahwa ada dua tipe pengetahuan: tacit, yang tertanam di otak manusia dan tidak dapat dinyatakan mudah dan Explicit Knowledge, yang dapat dengan mudah dikodifikasi. Kedua jenis pengetahuan ini adalah penting, tetapi sebagian perusahaan Barat telah berfokus pada pengelolaan Explicit Knowledge. Knowledge Processes. Knowledge Processes terletak di suatu tempat antara informasi dan perusahaan sumber pendapatan, produk dan jasa. Proses ini dapat secara umum direpresentasikan sebagai tiga sub proses: knowledge generation, knowledge codification dan knowledge transfer/realization. Knowledge generation memuat segala sesuatu yang terlibat dalam proses akuisisi dan pengembangan pengetahuan. Knowledge Codification melibatkan konversi pengetahuan menjadi accessible dan format yang applicable. Knowledge transfer/realization termasuk gerakan pengetahuan dari sudut generasi atau bentuk kodifikasi ke titik penggunaan. Codification and personalization. Perbedaan ini terkait dengan tacit dan explicit concept. Hal ini melibatkan pendekatan utama transfer pengetahuan organisasi. Perusahaan menggunakan pendekatan codification terutama mengandalkan pada repositori knowledge explicit. Pendekatan personalisasi menyiratkan bahwa modus utama transfer knowledge adalah interaksi langsung antarmasyarakat. Keduanya diperlukan dalam kebanyakan organisasi, tetapi fokus pada peningkatan satu pendekatan atau yang lain pada waktu tertentu dalam suatu spesifik organisasi mungkin sesuai. Knowledge Markets. Konsep ini mengakui bahwa individu memiliki kepentingan dalam memegang pengetahuan yang mereka miliki dimana perlu menerima suatu pertukaran. Setiap organisasi adalah Knowledge Markets dimana pengetahuan dipertukarkan dengan hal-hal lain seperti nilai uang, penghargaan, promosi atau pengetahuan lainnya.
14
Communities of Practice. Gagasan ini, dikembangkan dalam gerakan Learning Organization, berpendapat bahwa pengetahuan mengalir melalui jaringan terbaik orang-orang yang mungkin tidak berada dalam bagian yang sama dari organisasi, tetapi memiliki pekerjaan yang sama. Beberapa perusahaan telah berusaha untuk memformalkan komunitas ini, walaupun teori
berpendapat
bahwa
mereka
harus
muncul
dalam
mode
mengorganisasikan diri tanpa hubungan dengan struktur organisasi resmi. Intangible Assets. Banyak pengamat baru-baru ini menunjukkan bahwa sistem akuntansi formal tidak mengukur pengetahuan berharga, modal intelektual dan aset berwujud lainnya dari suatu perusahaan. Hal ini dapat disangkal kebenarannya. Beberapa analis berpendapat bahwa sistem akuntansi harus berubah untuk menggabungkan intangible assets dan bahwa modal pengetahuan harus direfleksikan dalam neraca. Namun, esoterik dan sifat subjektif pengetahuan memungkinkan untuk menetapkan nilai tetap dan permanen untuk pengetahuan. 2.1.7
Penerapan Manajemen Pengetahuan di Organisasi Menurut Setiarso et al. (2009), penerapan knowledge management
pada suatu organisasi merupakan proses panjang dan lama, yang mencakup perubahan
perilaku
semua
karyawan.
Beberapa
teknik
knowledge
management sudah dilakukan sejak dulu, seperti pengaktifan komunitas praktisi, pangkalan data pengetahuan harus memperhatikan ciri-ciri yang sama dengan pangkalan data dalam sistem informasi dan bagaimana teknikteknik “tradisional” yang kemudian menjadi relevan dengan perubahan organisasi. Selain ketiga hal tersebut, Birkinsaw diacu dalam Setiarso et al. (2009), juga menggarisbawahi tiga kenyataan yang sangat mempengaruhi berhasil tidaknya knowledge management, yaitu: 1. Penerapannya tidak hanya menghasilkan pengetahuan baru, tetapi juga mendaur-ulang pengetahuan yang sudah ada. 2. Teknologi informasi belum sepenuhnya bisa menggantikan fungsi-fungsi jaringan sosial antaranggota organisasi. 3. Sebagian besar organisasi tidak pernah tahu apa yang sesungguhnya mereka ketahui. Banyak pengetahuan penting yang harus ditemukan lewat
15
upaya-upaya khusus, padahal pengetahuan itu sudah dimiliki sebuah organisasi sejak lama. 2.1.8 Fokus Area Manajemen Pengetahuan Menurut Suprapti (2004), fokus manajemen pengetahuan untuk setiap organisasi tentunya berbeda, berdasarkan kebutuhan dari masing-masing organisasi dan aktivitas yang berhubungan dengan pencapaian visi dan misi organisasi. Apa yang harus kita lakukan untuk implementasi manajemen pengetahuan? 1. Deciding Whom to Share: siapakah audiens kita? Internal customer atau external customer. Internal sharing biasanya bertujuan untuk memperbaiki proses bisnis yang ada saat ini, efisiensi, membuat kualitas produk yang lebih baik, pengetahuan yang bersifat just-in-time dan mudah diakses untuk melakukan segala macam pekerjaan, sehingga memberikan nilai tambah untuk external stakeholder. External sharing dibutuhkan sebagai media komunikasi antar organisasi dan publik, sehingga tidak ada jurang antara perusahaan dan pihak eksternal. 2. Deciding What to Share: apa yang harus dibagi, tentunya berdasarkan tujuan, misi dan visi dari suatu organisasi. Pertanyaan yang biasanya muncul adalah pengetahuan apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan dari organisasi. Adakalanya sesuatu yang dibagi akan bersifat generik (gestalt) yang kemudian dibatasi berdasarkan fungsi yang lebih spesifik atau keahlian yang sangat spesifik. 3. Deciding How to Share: dimensi yang digunakan adalah dimensi connecting dan collecting. Connecting dimension menghubungkan antara individu yang ingin tahu dan individu yang ahli di bidangnya dan meningkatkan
kapabilitas
atau
kompetensi
seseorang.
Connecting
dimension menjadi sangat penting karena pengetahuan melekat pada masing-masing individu. Collecting berhubungan dengan menangkap dan diseminasi pengetahuan melalui teknologi informasi dan komunikasi. Kesimpulannya, jelaslah bahwa yang terbaik adalah kombinasi dari keduanya.
16
4. Deciding to Share: melalui dukungan dan komitmen manajemen dan juga struktur insentif yang berdasarkan pada kinerja yang berdasarkan kelompok. 2.1.9 Keterkaitan dan Peran Teknologi dalam OBP Peran dari penggunaan teknologi yang paling bermanfaat dalam Knowledge Management adalah kemampuan teknologi dalam meningkatkan keterlibatan manusia dan mempercepat proses transfer pengetahuan. Berarti, teknologi dibutuhkan untuk member kemudahan dalam menghubungkan manusia dengan manusia sebagai sumber tacit knowledge, sehingga dapat mempercepat proses knowledge transfer di antara mereka baik secara vertikal dalam sebuah satuan kerja maupun secara horizontal lintas satuan kerja atau bahkan kepada para ahli di luar organisasi. Lebih jauh, teknologi yang dibutuhkan dalam Knowledge Management harus mampu mendukung terciptanya kondisi (environment) yang membuat individu mudah dan bersemangat untuk mengembangkan budaya belajar dan berbagi pengetahuan (Suprapti, 2004). 2.1.10 Komponen-komponen Manajemen Pengetahuan Manajemen pengetahuan dilaksanakan dengan cara yang berbeda berdasarkan tipologi dan karakteristik perusahaan. Masing-masing memiliki aset pengetahuan dan tantangan yang unik di dalam organisasi mereka sendiri. Masing-masing memiliki proses dan mengukur sukses dengan cara berbeda. Oleh karena itu, solusi manajemen pengetahuan merupakan hal yang unik bagi perusahaan-perusahaan yang menerapkannya. Perusahaan tidak hanya mengidentifikasikan dan menyingkirkan hambatan kultural untuk menerapkan manajemen pengetahuan. Mereka harus menyejajarkan solusi manajemen pengetahuan mereka dengan proses bisnisnya (Suprapti, 2004). Suprapti
menetapkan
13
komponen
manajemen
pengetahuan
yang
dikembangkan dari core elements yang dikembangkan oleh Hylton (2002). Komponen-komponen manajemen pengetahuan tersebut adalah: 1.
Komponen Berbagi Menurut Setiarso et al. (2009), berbagi knowledge (knowledge sharing) merupakan salah satu metode dalam knowledge management
17
yang digunakan untuk memberikan kesempatan kepada anggota suatu organisasi, instansi atau perusahaan untuk berbagi ilmu, teknik, pengalaman dan ide yang mereka miliki kepada anggota lainnya. Menurut Suprapti (2004), karyawan yang berada dalam kondisi berbagi yang baik sekali mengindikasikan bahwa karyawan berada dalam lingkungan yang berhasil menumbuhkan kesadaran karyawan akan arti pentingnya manajemen informasi dan sharing dalam menunjang pekerjaan masing-masing. Pencapaian tingkat penerapan komponen berbagi yang tinggi dimungkinkan karena didukung oleh meratanya skill based dan knowledge karyawan yang sudah baik. Hasil recruitment karyawan
yang
ketat,
diperkuat
oleh
program
pelatihan
dan
pengembangan yang diterapkan oleh perusahaan. Reward system yang fair dan memuaskan dapat pula memacu motivasi karyawan untuk saling berbagi pengetahuan. Tjakraatmadja
dan
Donald
(2006)
mengacu
Goleman,
menyatakan bahwa dunia kerja menuntut 80 persen kecerdasan emosional dibandingkan dengan kecerdasan intelektual yang hanya 20 persen. Selain itu, mereka juga mengacu Suseno yang mengemukakan bahwa kecerdasan spiritual membantu meningkatkan kompetensi seseorang untuk mengambil keputusan. Terakhir, mereka menyatakan bahwa tiap individu harus memiliki kecerdasan intelektual dan emosional secara seimbang dan harmonis dan untuk itu dibutuhkan kecerdasan spiritual. Kecerdasan spiritual berfungsi untuk mengintegrasikan dan mengharmoniskan kecerdasan intelektual dan emosional individu, yang kerap berbeda pendapat. 2.
Komponen Belajar Menurut Tjakraatmadja dan Donald (2006), budaya belajar didefinisikan sebagai nilai-nilai atau kepercayaan yang diyakini atau kebiasaan kerja sehari-hari, yang melandasi perilaku dan persepsi karyawan dalam proses pertukuran dan/atau kombinasi pengetahuan diantara anggota organisasi atau diantara anggota dengan mitra kerjanya, sehingga organisasi menjadi lebih adaptif dalam menghadapi perubahan-
18
perubahan lingkungannya. Lebih lanjut, mereka mendifinisikan budaya belajar diacu menurut Hartanto, mendifinisikan budaya belajar sebagai kebiasaan yang penuh keterbukaan, bebas dari rasa saling curiga dan rasa takut, serta kondusif bagi terjadinya proses berbagi pengetahuan yang akan menjadi “pelicin dan sekaligus perekat” untuk efektifnya proses berbagi pengetahuan sebagai prasyarat terjadinya organisasi pembelajar, di antara para anggota organisasi. Menurut mereka, adalah fakta bahwa manusia itu pada dasarnya adalah malas belajar. Sebabnya sederhana, belajar itu pada dasarnya susah, membutuhkan niat (motif) yang kuat dan usaha yang pantang menyerah, serta kemauan atau keberanian untuk berubah. Mereka juga mengatakan bahwa pembelajar yang efektif harus memiliki dan memelihara learning spirit, yaitu cinta pengetahuan dan pengertian; menerima tanggung jawab bahwa dirinyalah faktor utama yang menjadi penentu kemajuannya; bersedia menunda kesenangan, tahan dalam penderitaan, tidak mengumbar kesenangan-kesenangan dalam proses berburu pengetahuan itu; dan bersedia untuk selalu tunduk pada kenyataan bahwa tidak merasa sudah paling tahu dan tidak memutlakkan apa yang diketahui dan diyakininya. Menurut Sangkala (2007), dengan bekerja sebagai anggota tim, karyawan menyatukan kapabilitas intelektualnya dan keterampilannya lintas fungsi untuk memahami lingkungan tugas yang kompleks. Menurut Subagyo diacu Setiarso (2009), forum diskusi sebaiknya digunakan untuk memberikan
kesempatan
yang
luas
kepada
anggotanya
dalam
menyampaikan kesulitan yang dihadapi dalam pekerjaannya; kritikan dan saran terhadap organisasi, instansi atau perusahaan dalam rangka menciptakan
lingkungan
kerja
yang
kondusif;
menyampaikan
pengalaman yang mungkin berguna bagi rekannya yang lain; dan lainlain. Saling mempengaruhi antarpersonal dalam forum diskusi dapat pula menciptakan pengetahuan baru. 3.
Komponen Inovasi Inovasi merupakan sutau proses dari ide melalui penelitian dan pengembangan akan menghasilkan prototipe yang bisa dikomersialkan
19
(Setiarso et al., 2009). Menurutnya Suprapti (2004), inovasi dalam konteks knowledge management memegang peranan sentral dalam membidani lahirnya manajemen pengetahuan. Inovasi dalam konteks knowledge management memegang peranan sentral dalam membidani lahirnya manajemen pengetahuan. Tercapainya manajemen pengetahuan yang baik, pada akhirnya akan melahirkan intellectual capital yang dahsyat dan menguntungkan organisasi. Menurut Sangkala (2007), bagi karyawan hal ini merupakan pekerjaan yang membosankan, pengulangan yang berlangsung terus-menerus, gambaran pekerjaan yang sangat sempit. 4.
Komponen Knowledge Menurut Suprapti (2004), knowledge yang harus ada di dalam sistem manajemen pengetahuan adalah knowledge of development (berhubungan dengan generic technical competency); knowledge of infrastructure (berhubungan dengan specific technical competency); knowledge to ensure additionality (berhubungan dengan external stakeholders); dan knowledge to support organizational sustainability (berhubungan dengan soft competency). Menurut Sangkala (2007), dalam wacana manajemen pengetahuan, pengetahuan dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu tacit knowledge (pengetahuan implisit) dan explicit knowledge
(pengetahuan
eksplisit).
Tacit
knowledge
merupakan
pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dan sangat sulit untuk diformalisasikan, sulit dikomunikasikan atau dibagi dengan orang lain. Explicit knowledge sangat berbeda dengan tacit knowledge karena explicit knowledge dapat diekspresikan dalam bentuk kata-kata, dapat dijumlahkan serta dapat dibagi dalam bantuk data, formula ilmu pengetahuan,
spesifikasi
produk,
manual-manual,
prinsip-prinsip
universal. Pengetahuan ini senantiasa siap untuk ditransfer kepada orang lain secara formal dan sistematik. 5.
Komponen Motivasi Menurut Tjakraatmadja dan Donald (2006), manusia inovatif memiliki motif dan semangat untuk selalu belajar dan berkreasi secara
20
terus-menerus. Menurut Sangkala (2007), pekerja berpengetahuan terlibat di dalam pekerjaan yang tidak rutin dan ingin sekali mendapatkan umpan balik dari kelompoknya, anggota tim serta pimpinannya. Dia menginginkan seseorang di sekitarnya membicarakan terobosan idenya ketika dia melakukan satu terobosan ide. Reaksi awal terhadap kreativitasnya merupakan hal yang sangat penting untuk memelihara motivasi dan momentum pekerja berpengatahuan. Demikian juga pekerja berpengetahuan perlu dan mengharap segera dan sering kali dihargai karena pekerjaannya bagus. Kesuksesan usaha tergantung kepada bagaimana pekerja berpengetahuan menerima keadilan baik berupa pengakuan maupun penghargaan yang diterima merupakan wujud dari kreativitasnya. Menurut Tjakraatmadja dan Donald (2006), dalam bahasa manajemen, ketika kita sudah terperangkap dalam wilayah yang menyenangkan (comfortable zone of mind), maka kita akan terjebak dalam bingkai hidup kenikmatan masa lalu dan sanggup mencari suasana lain yang belum tentu memberi kenyamanan sebagaimana masa lalu, sebab ketika ada manusia yang berani keluar dari zona kenyamanan akan dicap sebagai manusia yang berani keluar dari kebiasaan umum. Namun, jika setiap anggota organisasi mau dan mampu membekali dirinya masing-masing untuk mampu beradaptasi dengan tuntutan perubahan, maka organisasi dapat terus berjalan di masa sekarang dan mendatang. Hal ini dapat dilakukan dengan cara perusahaan mengajak para karyawannya untuk melakukan refleksi dan perenungan diri, untuk membangkitkan semangat baru dalam menemukan paradigma baru tentang hidup dan kehidupan. 6.
Komponen Komunikasi Menurut Setiarso et al. (2009), knowledge sharing terjadi dengan komunikasi, sedangkan komunikasi terjadi bermacam-macam dalam bentuk pertemuan formal, informal dan seminar. Menurut Tjakraatmadja dan Donald (2006), kemampuan berkomunikasi adalah kemauan dan kemampuan pekerja untuk menyampaikan pemikiran dan gagasan secara
21
lisan atau tertulis, untuk kemudian didiskusikan atau didialogkan sehingga terbentuk kesamaan persepsi. Menurut Sangkala (2007), esensi daripada aktivitas organisasi adalah berkomunikasi, berkomunikasi di antara para anggota, dengan pihak luar organisasi baik dengan pemasok, pelanggan maupun dengan stakehorlder lainnya. Menurut Setiarso et al. (2009), knowledge sharing terjadi dengan komunikasi, sedangkan komunikasi terjadi bermacammacam dalam bentuk pertemuan formal, informal dan seminar. Tools yang dapat digunakan untuk berkomunikasi melalui jaringan elektronik, di antaranya: a. Blog: suatu tool, tempat personal organisasi dapat mengaktualisasikan dirinya dengan web, menuangkan ide-ide, menceritakan pengalaman dan membangun pemikiran. Pengguna lain dapat mengomentarinya, sehingga terbangunlah diskusi-diskusi di antara mereka. Fungsi lain adalah untuk membangun jaringan sosial personal dapat dibangun pula blogsphere dengan memanfaatkan jaringan blog yang telah ada, seperti technorati serta dapat pula menghubungkan dengan situs-situs blogger yang lain seperti www.blogger.com, 360.yahoo.com dan lainlain sehingga semakin memperluas jaringan sosial. b. Wiki:
mewujudkan
proses
authoring-collaboration,
penulisan
bersama dalam satu tema. Kontribusi setiap penulis akan terekam secara otomatis, sehingga menghormati para pencetus ide. Setiap revisi dapat dilacak sehingga memudahkan kita melacak siapa berkontribusi apa, siapa mengedit apa dan memonitor setiap perubahan yang ada. c. Forum Diskusi Berbeda dengan blog yang berbasis pada author maka forum diskusi berbasis pada “judul/tema” diskusi, di antaranya chatting, mailing-list dan newsgroup. 1) Chatting: tool ini digunakan untuk berkomunikasi secara langsung dan tidak “beraturan”, disesuaikan dengan kondisi dan kemauan dari masing-masing chatter.
22
2) Mailing-List: tool ini digunakan untuk group diskusi, setiap orang bisa mendaftar dan berpartisipasi melalui e-mail orang lain dan kemudian mengirimkan balasannya. Secara sederhana, mailing list adalah sebuah daftar alamat-alamat e-mail yang mempunyai kesukaan atau kepentingan yang sama. 3) Newsgroup: hampir sama dengan mailing-list, hanya berbeda dari segi content (isi) dan media yang digunakan. Newsgroup menggunakan format web sebagai media komunikasinya. Dilihat dari sudut bagaimana budaya kita berkomunikasi, maka budaya lisan kita lebih kental dan kuat dibandingkan dengan budaya tulis. Proses creating-knowledge dan transfer knowledge banyak dihasilkan dari percakapan dan sedikit yang berdasarkan tukar-menukar dokumen tertulis, seperti sharing-knowledge melalui jurnal ilmiah ataupun presentasi ilmiah melalui dokumen lainnya. Percakapan yang dilakukan oleh anggota organisasi pada dasarnya dapat menjadi cermin bagi dirinya sendiri karena ketika perilaku seorang anggota tidak diterima, mereka akan bercermin dari reaksi yang diberikan oleh anggota lain. Reaksi tersebut bisa berbentuk bahasa tubuh, komentar yang bersifat mengoreksi dan sebagainya (Sangkala, 2007). 7.
Komponen Manfaat Menurut Suprapti (2004), penerapan manajemen pengetahuan sesungguhnya bukan merupakan hal yang baru. Perusahaan-perusahaan kaliber dunia, seperti Nokia dan Astra Graphia – Fuji Xerox telah menerapkan konsep manajemen pengetahuan secara komprehensif. Beberapa best practices perusahaan tersebut dapat ditarik banyak pelajaran berharga mengenai latar belakang, problem solving, strategi penerapan dan evaluasi dari penerapan manajemen pengetahuan tersebut. a. Nokia: implementasi dari manajemen pengetahuan di Nokia dimulai sejak tahu 1990. Implementasi ini tidak menimbulkan usaha yang besar karena kebutuhan untuk implementasi ini bersifat bottom-up. Artinya karyawan yang berinisiatif untuk melakukan kegiatan
23
knowledge sharing. Hal ini sesuai iklim bisnis dari Nokia itu sendiri. Bisnis telekomunikasi membuat Nokia harus selalu sadar dengan kebutuhan pasar dan Kompetitor harus bisa menjawab keinginan pasar. Hal yang harus dilakukan tidak lain adalah dengan membagi pengetahuan di masing-masing negara. Strategi yang digunakan juga sangat sederhana, sehingga membuat karyawan merasa tidak terbebani untuk melakukan tugas tambahan. Setiap karyawan Nokia yang telah selesai mengerjakan dokumen dan akan menyimpannya dalam file pribadi secara otomatis dalam menunya akan tertera pertanyaan apakah akan disimpan dalam repository atau tidak jika ya, maka secara otomatis dokumen tersebut dapat diakses oleh seluruh karyawan melalui repository. Hal yang menarik dari Nokia adalah pembentukan Knowledge Management Team yang lebih bersifat adhoc. Mereka mendapat jabatan sebagai KM Team secara fungsional, tetapi beberapa orang dari mereka tetap memegang jabatan struktural. Contohnya: pimpinan dari KM Team jabatan strukturalnya adalah sebagai Director of Policy and Compliance walaupun demikian dia bertanggung jawab terhadap KM System di Nokia. Sistem yang dianut Nokia bersifat sentralisasi di Head Office dan penggunaan teknologi yang mendukung sangat membantu seluruh karyawan di Nokia untuk berkomunikasi dan berbagi pengetahuan bahkan untuk hal-hal kecil. Sebagai contoh menyambut Idul Adha, Human Resource (HR) Nokia di negara-negara Islam berkomunikasi untuk mendiskusikan berapa besar kurban yang harus disumbangkan, dan sebagainya. Teknologi yang digunakan di Nokia adalah SAP, yang sangat membantu automasi pekerjaan karyawan dari back office sampai dengan front office dan setiap karyawan mendapat akses sesuai dengan kewenangan yang berlaku. Pada saat ini pengembangan manajemen pengetahuan di Nokia sudah sangat maju, sehingga mereka sudah tidak lagi berpikir cara memotivasi karyawan untuk sharing karena semua dilakukan melalui sistem, yang mereka pikirkan adalah bagaimana membuat ruang kerja yang bisa memunculkan ide kreatif dan inovatif atau
24
bagaimana membuat kantin menjadi tempat favorit untuk bertukar pikiran dan sebagainya. b. Astragraphia-Fuji Xerox Indonesia: sebagai Document Company, Fuji Xerox telah melaksanakan inisiatif pengembangan manajemen pengetahuan sejak tahun 1997. Inisiatif tersebut diturunkan dari salah satu misi perusahaan, yaitu “membangun kondisi untuk penciptaan dan penggunaan pengetahuan secara efektif”. Konsep manajemen pengetahuan yang diterapkan adalah “Ba”, yang definisinya adalah suatu
tempat
berbagi
untuk
tujuan
mempererat
hubungan
antarmanusia baik secara fisik, virtual, maupun mental. “Ba” digunakan sebagai tempat untuk menggunakan, menciptakan, membagi, dan mengamalkan pengetahuan. Hal ini menjadi esensi fundamental dari pengembangan manajemen pengetahuan di Fuji Xerox. Penerapan “Ba” melalui internet dilakukan melalui enam forum, yaitu: (1) knowledge web (knowledge design initiative), yaitu “Ba” untuk berbagi pemikiran dan konsep-konsep pengetahuan; (2) corporate quality, yaitu berbagi best practices dalam Fuji Xerox dan berfungsi sebagai quality control; (3) NSC (nandemo sodan center), yaitu membuat FAQ untuk sales representative dan menghubungkan sales representative dengan pakar-pakar di seluruh Fuji Xerox; (4) knowledge sharing center, yaitu tempat berbagi dokumen-dokumen proposal dan menyediakaan bantuan untuk penjualan; (5) dialogue directly between sales reps and R&D people (memberikan fasilitas online untuk sarana komunikasi antara SR dan R&D); (6) Musashi, yaitu berbagi informasi konsumen dan mengakumulasi aktivitas sales representative dan memungkinkan kerjasama antar SR untuk meningkatkan customer value. Keuntungan atau manfaat yang bersifat tangible selalu menjadi pertanyaan dan perdebatan dalam implementasi manajemen pengetahuan. Mengacu pada Mc Kinsey, perihal the cost of not knowing yaitu jika kita tidak mampu mengakses informasi untuk membuat keputusan agar tetap kompetitif atau efisiensi maka harga yang harus dibayar organisasi
25
tersebut sangat besar. Namun sayangnya, implementasi manajemen pengetahuan dalam suatu organisasi tidak dapat terjadi dalam semalam, biasanya manajemen pengetahuan dapat berjalan dengan lancar dalam hitungan tahun. 8.
Komponen MSDM (Manajemen SDM) Apabila ada kesenjangan desentralisasi pengambilan keputusan, komunikasi yang terbuka, kepemimpinan yang memfasilitasi dan pengurangan struktur birokrasi, lingkungan tidak mungkin akan kondusif bagi pengetahuan untuk bebas mengalir di dalam organisasi (Sangkala, 2007). Suprapti (2004) membagi komponen MSDM menjadi tiga sub komponen, yaitu: a. Sub Komponen Birokrasi: berbicara mengenai desain organisasi yang sesuai bukanlah hal yang mudah. Apalagi dengan penerapan manajemen pengetahuan dalam organisasi yang sangat hirarkis. Cara masing-masing individu berinteraksi di dalam organisasi yang bersifat hirarki maupun tanggung jawab yang diterima akan sangat berbeda dengan organisasi yang bersifat knowledge-based. Desain organisasi yang berbasis pengetahuan ini biasanya lebih flat sehingga membutuhkan waktu untuk dapat diterapkan dan melalui beberapa tahapan. Menurut Sangkala (2007), munculnya organisasi berjejaring sekaligus mendeklarasikan tidak sesuainya lagi gaya manajemen yang bertumpu pada hierarki perintah dan pengawasan. Menurut Chan Kim dan Mauborgne diacu Sangkala (2007), penciptaan dan berbagi pengetahuan merupakan aktivitas yang dapat diawasi namun tidak memberdayakan karyawan. b. Sub Komponen Leadership: Leadership/top management support adalah faktor utama yang menentukan kesuksesan implementasi manajemen pengetahuan dalam organisasi. Mc Kinsey (2001) dalam artikelnya Creating a Knowledge Culture, mengatakan less successful companies tend to take a top-down approach; pushing knowledge to where it is needed. Successful companies, by contrast, reward employees for seeking, sharing and creating knowledge. It requires
26
effort to develop what we call “knowledge pull” – a grassroots desire among employees to tap into company’s intellectual resources. Dengan kata lain, untuk mencapai sebuah kesuksesan, dibutuhkan sebuah sikap yang proaktif dari pimpinan untuk menghasilkan kreativitas. Potensi kesuksesan akan berkurang jika pimpinan bersikap menunggu. c. Sub Komponen Placement: menurut Sangkala (2007), pentingnya tacit knowledge dalam seluruh pekerjaan di dalam ekonomi berbasis pengetahuan memiliki dampak kepada divisi manajemen sumberdaya manusia, utamanya dalam memilih dan menempatkan karyawan untuk tugas-tugas tertentu. 9.
Komponen Teknologi Menurut Suprapti (2004), ada dua hal yang harus diperhatikan dalam Knowledge Management System yaitu: Teknologi dalam Knowledge Management (KM) atau Organisasi Berbasis Pengetahuan (OBP) pada dasarnya hanya merupakan salah satu Enabler atau pendukung, karena kembali lagi teknologi bukanlah suatu solusi akhir. Teknologi memang mempunyai peranan penting namun bukan solusi yang memastikan transfer pengetahuan akan terjadi dalam organisasi. Banyak cerita kegagalan dimana suatu sistem teknologi dibuat, namun tidak digunakan sebagimana mestinya, sehingga sisi lain dari OBP seperti aspek manusia dan budaya menjadi fokus yang lebih penting. Diharapkan dengan adanya bantuan teknologi tersebut, proses dari KM akan lebih sinergi, efektif dan efisien mengingat teknologi mampu menghubungkan antar manusia dengan lebih mudah di tempat dan waktu yang berbeda.
10. Komponen Culture a. Kompetensi: menurut Tjaraatmadja dan Donald (2006), kompetensi dalam dunia kerja didefinisikan sebagai aspek yang penting dan menentukan performasi pekerja. Berbagai tipe kompetensi kerja dapat dinyatakan dan dikelompokkan dalam dua kategori, yaitu kompetensi teknikal dan kompetensi perilaku. Kompetensi teknikal adalah tipe
27
kompetensi yang diekspresikan dalam keterampilan kerja atau sering juga disebut hard competence atau hard skills. Kompetensi perilaku adalah tipe kompetensi yang diekspresikan dalam perilaku seseorang saat bekerja atau sering juga disebut soft competence atau soft skills. b. Transparansi: menurut Davenport (1998) dan Choo (1995) diacu Sangkala (2007), iklim keterbukaan sangat penting diciptakan di dalam organisasi, sehingga memungkinkan setiap orang mampu menciptakan, menampakkan, berbagi dan menggunakan pengetahuan. Selain itu, Sangkala juga mengacu Gephart (1996) dan Powel (1997), yang mengemukakan bahwa iklim keterbukaan mendorong orang untuk senang berdialog, kreatif, bereksperimen dan berani mengambil resiko. c. Kebersamaan: berbagi bersama adalah tindakan yang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Berbagi bersama knowledge dalam sebuah organisasi akhirnya seringkali menjadi impian, sebab kita sering pula berharap semua knowledge akan dipakai bersama dan semua orang dengan rela akan berbagi knowledge antarsesama. Padahal, mungkin hanya orang yang benar-benar suci dan murah hatilah yang dapat melakukan itu, sementara sebagian besar dari kita adalah orang-orang yang enggan berbagi knowledge. Seringkali kita harus membatasi harapan tentang berbagi bersama agar lebih realistis dan pragmatis. Tidak semua knowledge dapat dibagi bersama. Knowledge praktis (know how) adalah knowledge yang paling sering dibagi bersama pada organisasi. Berbeda dengan knowledge teoritis (know
what),
knowledge
praktis
berkaitan
langsung
dengan
kemampuan kompetitif sebuah organisasi (competitive edge). Berbagi bersama knowledge praktis ini akan sangat berguna jika dilakukan dalam konteks kegiatan bersama (team work). Sangatlah penting bagi sebuah organisasi untuk membedakan mana knowledge pribadi dan mana knowledge kolektif yang diperlukan untuk kepentingan bersama (Setiarso et al., 2009).
28
11. Komponen Proses Menurut Suprapti (2004), proses dalam manajemen pengetahuan adalah kombinasi dari alur kerja individu dan lifecycle pengetahuan. Halhal yang penting dalam proses adalah bagaimana sebuah pengetahuan dibuat, diorganisasikan, disimpan dan diseminasi. Kemudian proses juga membantu untuk mencari fokus dalam manajemen pengetahuan. Selain itu, proses juga melihat apa yang harus dilakukan pada pengetahuanpengetahuan yang bersifat eksplisit. Sementara itu, bagaimana agar pengetahuan tersebut dapat tersedia just-in-time? Apa yang harus dilakukan untuk menggali pengetahuan tacit yang ada di benak masingmasing
individu?
Tentunya
proses
bisnis
dan
peraturan
yang
berhubungan dengan sharing adalah sesuatu yang dapat dijadikan panduan dalam mendefinisikan proses dalam manajemen pengetahuan. Pada prinsipnya, proses dalam manajemen pengetahuan adalah bagaimana tersedianya suatu proses formal di mana karyawan mampu memberikan pengetahuan yang tepat (right knowledge) untuk individu yang tepat (right people) pada waktu yang tepat (right time) dan membantu masing-masing individu untuk menghasilkan dan berbagi pengetahuan dan bertindak berdasarkan pengetahuan. Proses knowledge management suatu organisasi secara garis besar merupakan suatu siklus yang terdiri dari beberapa fase utama, yaitu: a. The creation of knowledge: proses ini termasuk assembly, analisis, sintesis dari seluruh data dan informasi yang tersedia, kemudian dikembangkan berdasarkan insight yang dimiliki oleh individu yang membuat, tentunya berdasarkan dan mempunyai tujuan untuk support kegiatan organisasi, business process and output-nya organisasi. b. The dissemination of knowledge: proses sharing merupakan proses yang memfasilitasi adanya knowledge dalam suatu institusi. Kunci utama dari aktivitas ini adalah mengembangkan proses internal yang memfasilitasi pembuatan melalui budaya learning dan sharing. Sharing akan menjadikan lembaga tersebut mempunyai keahlian yang
29
bersifat multidisiplin, sehingga dalam memandang suatu masalah dapat dilihat dari pendekatan multidisipliner. c. The applying of knowledge: proses menggunakan pengetahuan dalam organisasi untuk mengembangkan produk dan services, berhubungan dengan external stakeholders dan mengembangkan proses yang mendukung pada pencapaian misi dan visi organisasi. Pengetahuan melekat dalam produk, service dan proses dalam suatu organisasi yang dikembangkan untuk meyakinkan bahwa aktivitas yang dilakukan bertujuan untuk pencapaian misi dan visi organisasi. Dokumentasi
menjadi
sangat
penting
dalam
knowledge
management karena tanpa dokumentasi semuanya akan tetap menjadi tacit knowledge dan knowledge itu menjadi sulit untuk diakses oleh siapa pun dan kapan pun dalam organisasi (Setiarso et al., 2009). Penyimpanan dan
mekanisme
penemuan
kembali
pengetahuan
yang
efektif
memungkinkan organisasi dengan cepat menemukan pengetahuan yang dicari, sehingga seyogyanya organisasi dapat menciptakan, menangkap dan menempatkan pengetahuan organisasi dengan cara yang lebih mudah. Selain itu, pengetahuan organisasi dan pengetahuan para ahli harus juga bisa dibagi dengan mudah baik antar individu, tim maupun antarunit yang ada di dalam organisasi (Sangkala, 2007). Menurut Maholtra diacu Setiarso et al. (2009), banyak organisasi memiliki sistem informasi yang pada umumnya memakai model manajemen informasi untuk keperluan: (1) mengupayakan agar pangkalan data knowledge dan para pemiliknya secara terus-menerus disesuaikan dengan perubahan lingkungan eksternal; (2) memberitahukan kepada para karyawan atau anggota organisasi tentang perubahanperubahan terakhir, baik dalam produk maupun prosedur untuk menghasilkan sebuah produk baru. 12. Komponen Suasana Kerja Setiarso et al. (2009) mengatakan bahwa permasalahan utama dalam manajemen pengetahuan bukanlah masalah-masalah teknologi, tetapi pada manusia dan proses pengelolaan pengetahuan, namun diskusi
30
yang berkembang saat ini masih berkisar kepada bagaimana menciptakan lingkungan
yang
pengetahuan
dan
memadai berbagi
untuk
memfasilitasi
pengetahuan.
Knowledge
penangkapan management
bukanlah sebuah proyek yang berawal dan berakhir. Knowledge management merupakan perubahan yang terus-menerus dan berkembang pada cara organisasi kerja. Pekerja knowledge harus mendapatkan lingkungan
yang
mampu
mendorong
mereka
secara
bebas
mengemukakan ide-idenya, berkomunikasi dengan yang lainnya, mengetes dan membagi ide, belajar melalui interaksi dengan yang lainnya, dan akhirnya menciptakan serta menambah niai pada informasi atau knowledge sebelumnya. Semua alat bantu yang digunakan haruslah dapat mendukung proses perubahan organisasi secara sedikit demi sedikit, sehingga akhirnya menjadi organiasi yang secara penuh menerapkan cita-cita knowledge management yang menyebabkan semua individu dan organisasinya menjadi knowledge-worker. Menurut Tjakraatmadja dan Donald (2006), masalah kritikal bagi organisasi masa depan adalah bagaimana agar organisasi memiliki kondisi suasana kerja serta mekanisme terciptanya pengetahuanpengetahuan eksplisit dan tasit seluruh anggotanya, sehingga terjadi inovasi yang mampu memaksimumkan nilai tambah organisasi. Efektivitas proses berbagi pengetahuan sangat ditentukan oleh kualitas suasana dan habitat lingkungan belajar yang kondusif akan mendorong individu-individu dalam organisasi tersebut untuk berbagi pengetahuan secara
berkelanjutan,
untuk
meningkatkan
nilai
tambah
bagi
organisasinya. 13. Komponen Waktu Kerja Menurut Sangkala (2007), pekerja berpengetahuan menyadari bahwa profesionalitas maupun prospek karier mereka tergantung kepada bagaimana pengetahuan yang dimiliki saat ini dan di masa yang akan datang. Mereka menginginkan alokasi dari pekerjaannya menjamin tidak kehilangan keuntungan dari pengetahuan yang dia miliki.
31
Menurut Panggabean (2002) diacu Indriana (2009), analisis beban kerja adalah suatu proses penentuan jumlah jam kerja orang (man hours) yang dipergunakan atau yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu beban kerja tertentu dalam waktu tertentu. Jumlah jam kerja setiap karyawan akan menunjukkan jumlah karyawan yang dibutuhkan, sedangkan analisis tenaga kerja adalah suatu proses penentuan kebutuhan tenaga kerja yang dipergunakan untuk dapat mempertahankan kontinuitas jalannya perusahaan secara normal. Oleh karena itu, pada dasarnya selain jumlah karyawan yang telah ditentukan dengan menggunakan analisis beban kerja, juga harus dipertimbangkan persediaan tenaga kerja, tingkat absensi dan tingkat perputaran karyawan. Metode yang sangat akurat dalam peramalan kebutuhan personil jangka pendek adalah dengan menggunakan informasi mengenai beban kerja (work lead) yang sebenarnya berdasarkan analisis pekerjaan terhadap kegiatan yang perlu disesuaikan. Teknik analisis beban kerja memerlukan pedoman penyusunan staf standar untuk menentukan kebutuhan personalia. Analisis beban kerja sangat berguna untuk menentukan personel yang dibutuhkan dalam menyelesaikan suatu beban kerja tertentu pada waktu tertentu pula. Hasil yang diperoleh bukanlah merupakan suatu angka yang pasti, dimana prestasi kerja personel sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. 2.1.11 Model Utama Proses Transformasi Pengetahuan Menurut Nonaka dan Takeuchi diacu Munir (2008), interaksi dinamis antara satu bentuk pengetahuan ke bentuk lainnya disebut konversi pengetahuan. Ada empat cara konversi pengetahuan, yaitu sosialisasi (socialization), eksternalisasi (externalization), kombinasi (combination), dan internalisasi (internalization). Sosialisasi merujuk pada konversi pengetahuan terbatinkan ke pengetahuan terbatinkan (terbatinkan → terbatinkan). Istilah sosialisasi ini digunakan untuk menekankan pada pentingnya kegiatan bersama antara sumber pengetahuan dan penerima pengetahuan dalam proses konversi pengetahuan terbatinkan. Oleh karena pengetahuan terbatinkan sangat
32
dipengaruhi oleh konteksnya dan sulit sekali diformalkan, maka untuk menularkan pengetahuan terbatinkan dari satu individu ke individu lain dibutuhkan pengalaman yang terbentuk melalui kegiatan-kegiatan bersama. Eksternalisasi merujuk pada konversi pengetahuan terbatinkan ke peengetahuan eksplisit (terbatinkan → eksplisit). Melalui cara ini, pengetahuan menjadi terkristalkan sehingga dapat didistribusikan ke pihak lain dan menjadi basis bagi pengetahuan baru. Pengetahuan terbatinkan diekspresikan dan diterjemahkan menjadi metafora, konsep, hipotesis, diagram, model atau prototipe sehingga dapat dimengerti oleh pihak lain. Kombinasi
merujuk pada konversi pengetahuan eksplisit ke
pengetahuan eksplisit (eksplisit → eksplisit). Pengetahuan dipertukarkan dan dikombinasikan melalui media seperti dokumen-dokumen, rapat-rapat, percakapan telepon dan komunikasi melalui jaringan komputer. Kombinasi bergantung pada tiga proses. Pertama, pengetahuan eksplisit dikumpulkan dari dalam dan dari luar perusahaan, kemudian dikombinasikan. Kedua, pengetahuan eksplisit disunting atau diproses agar dapat lebih bermanfaat bagi perusahaan. Ketiga, pengetahuan-pengetahuan eksplisit tersebut disebarkan ke seluruh perusahaan melalui berbagai media. Internalisasi merujuk pada konversi pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan terbatinkan (eksplisit → terbatinkan). Cara ini mirip sekali dengan kegiatan yang disebut dengan belajar sambil melakukan atau learning by doing. Menginternalisasikan pengetahuan digunakan untuk memperluas, memperdalam serta mengubah pengetahuan terbatinkan yang dimiliki oleh setiap anggota perusahaan. Bila pengetahuan berhasil diinternalisasikan ke dalam pengetahuan terbatinkan para individu dalam bentuk model mental bersama, maka pengetahuan ini akan menjadi aset yang luar biasa berharga bagi perusahaan. Pengetahuan terbatinkan di tingkat individu yang terakumulasi ini, selanjutnya ditularkan ke individu lain melalui sosialisasi, sehingga spiral proses kreasi pengetahuan pun terus berputar. 2.2. Penelitian Terdahulu Penelitian sebelumnya telah dilakukan oleh Faqih (2005) yang berjudul Penerapan Manajemen Pengetahuan pada PT Padutama Technology
33
System. Penelitian ini menggunakan metode Analytic Network Process (ANP) dan Balanced Scorecard dengan hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa model proses pembuatan pengetahuan yang dipilih untuk digunakan adalah externalization dan media yang dipilih adalah exercising. Penelitian juga disepakati beberapa indikator yang dipilih dalam mengukur keberhasilan penerapan manajemen pengetahuan. Suprapti (2004) melakukan penelitian berjudul Analisis Tingkat Penerapan Manajemen Pengetahuan dalam Upaya Membangun Organisasi Berbasis Pengetahuan pada Direktorat Sumber daya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat Jakarta. Penelitian ini menggunakan analisis perhitungan nilai rataan dengan hasil tingkat aplikasi manajemen pengetahuan pada Direktorat Sumber Daya Manusia Bank Indonesia berada pada tingkat antara excellent (sangat baik) 33,05 persen, sedangkan yang menilai kurang baik 11,04 persen dan yang menilai tidak baik 11,67 persen.
III.
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian PT Trubus Mitra Swadaya merupakan perusahaan yang bergerak di industri agribisnis yang menjual berbagai macam barang-barang pertanian. Perusahaan ini memiliki visi dan misi yang ingin dicapai. Perusahaan merancang suatu strategi perusahaan yang terdiri dari kebijakan, sasaran dan tujuan perusahaan untuk mencapai sasarannya. Namun, berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan, perusahaan belum memiliki strategi perusahaan tersebut. Perusahaan hanya memiliki visi dan misi perusahaan. Adapun komponen manajemen pengetahuan menurut Suprapti (2004), yaitu komponen berbagi, belajar, inovasi, knowledge, motivasi, komunikasi, manfaat, manajemen SDM, teknologi, culture, proses, suasana kerja dan waktu kerja. Core Elements dari manajemen pengetahuan menurut Hylton (2002), yaitu: Knowledge people (human resources, human capital); process by which people access; transfer dan berbagi pengetahuan; teknologi, efisiensi dan keamanan dokumen pengetahuan; kualitas dan relevansi isi sistem pengetahuan dan informasi perputaran penuh pengetahuan organisasi yang terukur dari akumulasi melalui cakupan pengetahuan dan proses kreasi. PT Trubus Mitra Swadaya memiliki aset pengetahuan yang dapat diukur berdasarkan komponen manajemen pengetahuan di atas. Hasil yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis perhitungan nilai rataan, sehingga dapat diketahui tingkat penerapan manajemen pengetahuan. Selain itu, komponen manajemen pengetahuan dapat digunakan untuk mengetahui persepsi karyawan terhadap manajemen pengetahuan, dengan menggunakan analisis uji tabulasi silang. Melalui alat analisis ini, dapat diketahui persepsi karyawan terhadap penerapan manajemen pengetahuan. Dengan demikian, perusahaan dapat memperoleh masukkan (rekomendasi) dari karyawan. Adapun bagan kerangka pemikiran konseptual penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.
35
Visi dan Misi PT Trubus Mitra Swadaya Aset Pengetahuan yang dimiliki perusahaan
Analisis Perhitung an Nilai Rataan
Komponen Manajemen Pengetahuan: 1. Berbagi 2. Belajar 3. Inovasi 4. Knowledge 5. Motivasi 6. Komunikasi 7. Manfaat 8. Manajemen SDM 9. Teknologi 10. Culture 11. Proses 12. Suasana Kerja
Tingkat Penerapan Manajemen Pengetahuan
Analisis Uji Tabulasi Silang
Persepsi Karyawan terhadap Manajemen Pengetahuan
REKOMENDASI Gambar 3. Kerangka Pemikiran Konseptual Penelitian 3.2. Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari responden (karyawan perusahaan) dengan pengisian kuesioner dan metode wawancara. Data sekunder diperoleh melalui dokumen, data perusahaan, buku, skripsi dan artikel yang berkaitan dengan penelitian ini.
36
3.3. Metode Pengumpulan Data Penelitian 1. Penelitian Lapangan (Field Research) Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan penyebaran kuesioner kepada karyawan. Materi wawancara dan kuesioner meliputi pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan penerapan manajemen pengetahuan perusahaan. 2. Penelitian Kepustakaan (Library Research) Penelitian ini menggunakan dan mempelajari buku-buku, literatur-literatur, dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan topik yang diteliti, dengan tujuan untuk mendapatkan data sekunder yang berhubungan dengan penelitian. 3.4. Metode Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan menurut pendapat Gay diacu Umar (2003) yang menyatakan bahwa ukuran sampel dapat diterima berdasarkan pada desain penelitian yang digunakan, antara lain: a. Metode deskriptif, minimal 10 persen dari populasi. Populasi relatif kecil minimal 20 persen dari populasi. b. Metode deskriptif korelasional yaitu minimal 30 subjek. Jumlah populasi minimal yang diambil adalah 20 persen dari seluruh jumlah karyawan. Responden dari penelitian ini merupakan karyawan PT Trubus Mitra Swadaya. Jumlah populasi di perusahaan tersebut sebanyak 131 orang karyawan, jadi jumlah responden yang seharusnya diteliti adalah 26 orang, namun peneliti memutuskan untuk mengambil responden sebanyak 30 orang karena menurut Umar (2003), untuk dapat menguji validitas dan reliabilitas minimal responden sebanyak 30 orang. Teknik pengambilan sampel yang dilakukan adalah teknik non probability sampling dengan metode quota sampling. 3.5. Pengolahan dan Analisis Data 3.5.1
Skala Likert Skala Likert digunakan untuk mengubah data kualitatif menjadi data
kuantitatif. Skala ini mengukur tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan
37
responden terhadap serangkaian pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner (Istijanto, 2006). Kemungkinan jawaban tidak hanya “setuju” dan “tidak setuju”, melainkan dapat dibuat dengan banyak kemungkinan. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada kuesioner penelitian menurut Suprapti (2004). Pada kuesioner bagian kedua responden diminta untuk menyatakan sikapnya terhadap ukuran kuantitaf dalam skala Likert (1 = tidak pernah, 2 = kurang dari 5 kali, 3 = 5-10 kali, 4 = lebih dari 10 kali). Pada bagian ketiga responden diminta untuk menyatakan sikapnya terhadap 13 komponen Manajemen Pengetahuan dalam skala Likert (1 = sangat setuju, 2 = setuju, 3 = kurang setuju, 4 = tidak setuju). Kuesioner dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama terdiri dari identitas responden yang meliputi kode, jenis kelamin, kelompok usia, pendidikan terakhir, masa kerja, unit kerja yang sekarang ditempati, masa penempatan di unit kerja, sub unit kerja yang sekarang ditempati, masa penempatan di sub unit kerja, dan jabatan pekerjaan. Bagian kedua untuk mengetahui ukuran kuantitatif yang terdiri dari frekuensi dalam berbagi informasi kepada rekan-rekan kerja; frekuensi keterlibatan dalam forum diskusi; frekuensi kegiatan membaca artikel, buku, jurnal yang berkaitan dengan pekerjaan; frekuensi keterlibatan dalam forum organisasi profesional yang berkaitan dengan pekerjaan dalam; frekuensi usulan untuk perubahan dalam tata cara kerja yang diterima oleh pimpinan; dan frekuensi training yang mendukung pekerjaan. Bagian terakhir berisi pertanyaan dengan menggunakan komponen manajemen pengetahuan. 3.5.2
Uji Validitas Uji validitas dilakukan untuk mengukur apakah instrumen penelitian
(alat pengukur) yang digunakan dapa mengukur apa yang akan diukur. Menurut Umar (2005), uji validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur hal yang akan diukur. Rumus dari korelasi ialah sebagai berikut: r=
n(∑ XY ) − (∑ X ∑ Y )
(n∑ X
2
(
− (∑ X ) n∑ Y − (∑ Y ) 2
2
2
))
..................(1)
38
Keterangan: r = Angka korelasi n = Jumlah responden X = Skor masing-masing pertanyaan dari tiap responden Y = Skor total semua pernyataan dari tiap respoenden
Kesimpulan diperoleh dari hasil perhitungan (Lampiran 2) dengan cara membandingkan nilai r hitung dan nilai r tabel. Instrumen dinyatakan valid jika nilai r hitung lebih besar (>) dari nilai r tabel. Penulis menggunakan taraf kesalahan 10 persen, sehingga r tabel yang digunakan 0,361. Jumlah karyawan PT Trubus Mitra Swadaya yaitu 150 orang. Uji validitas dilakukan pada 30 karyawan PT Trubus Mitra Swadaya yang berlokasi di Jabodetabek. Uji validitas dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor masing-masing setiap variabel indikator dengan skor totalnya. Berdasarkan hasil perhitungan, dari total 122 pernyataan diperoleh bahwa semua pernyataan valid. Rincian pernyataan yang diajukan terdiri dari enam pernyataan tentang ukuran kuantitatif dan diperoleh semua pernyataan valid. Rincian pernyataan mengenai manajemen pengetahuan terdiri dari 116 pernyataan dan diperoleh hasil semua pernyataan valid. 3.5.3
Uji Reliabilitas Reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu
alat pengukur di dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2005). Reliabilitas menunjukkan suatu hasil pengukuran relatif konstan walaupun pengukuran dilakukan lebih dari satu kali. Teknik uji reliabilitas yang digunakan yaitu teknik alpha cronbach. Rumus pengujian reliabilitas ialah:
σ b2 ⎛ k ⎞⎛⎜ ∑ r11 = ⎜ ⎟ 1− σt2 ⎝ k − 1 ⎠⎜⎝
⎞ ⎟ ...........................................(3) ⎟ ⎠
Keterangan: = Reliabilitas instrumen r11 k = Banyak butir pertannyaan Σσb2 = Jumlah ragam butir = Ragam total Σt2
Kesimpulan diperoleh dengan cara membandingkan nilai hitung Alpha Cronbach dan nilai r tabel dari hasil perhitungan (Lampiran 3). Instrumen dinyatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach lebih besar (>) dari 0,60. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai Alpha Cronbach lebih besar (>) dari 0,60. Nilai r kritis pada signifikansi 10 persen dengan jumlah data (n)
39
= 30. Oleh karena nilainya lebih dari 0,60, maka dapat disimpulkan bahwa butir-butir instrumen penelitian tersebut reliabel, dengan nilai Alpha Cronbach 0,705. 3.5.4
Analisis Statistik Deskriptif Menurut Travers diacu Umar (2005), metode deskriptif bertujuan
untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu. Menurut Gay (1976), metode ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan yang menyangkut sesuatu pada waktu sedang berlangsungnya proses penelitian. Analisis ini digunakan untuk mengetahui karakteristik dari responden. Analisis ini digunakan pada saat mengolah data kuesioner pada bagian pertama yang meliputi kode responden, jenis kelamin, kelompok usia, pendidikan terakhir, masa kerja, unit kerja yang sekarang ditempati, masa penempatan di unit kerja, sub unit kerja yang sekarang ditempati, masa penempatan di sub unit kerja, dan jabatan pekerjaan. 3.5.5
Analisis Perhitungan Nilai Rataan Analisis perhitungan nilai rataan adalah analisis yang digunakan untuk
mendapatkan data nilai rataan keseluruhan dari penerapan manajemen pengetahuan. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan rumus perhitungan nilai rataan (Suprapti, 2004), yaitu: (ΣRn x Sn)/total responden…………….(4) Keterangan: Rn= banyaknya responden tiap skala ke-n Sn = nilai skala ke-n n = 1, 2, 3, dan 4
Data dari hasil perhitungan jawaban responden dikelompokkan ke dalam tabel per komponen dari manajemen pengetahuan. Data jumlah responden dan data jawaban tiap skala dijumlah untuk mendapatkan nilai rata-rata dan presentase per indikator, kemudian menghitung nilai rata-rata per komponen. Nilai rata-rata per komponen yang didapat dijumlah, lalu dibagi jumlah seluruh responden. Langkah ini dilakukan untuk mendapatkan data nilai rata-rata keseluruhan dari penerapan manajemen pengetahuan. Menurut Sugiyono rentang skor yang mungkin dapat diperoleh dan pemaknaannya adalah sebagai berikut:
40
76 – 100 Baik sekali
3.5.6
51 – 75
Baik
26 – 50
Kurang baik
0 – 25
Buruk
Analisis Uji Tabulasi Silang Menurut Cooper (2006), tabulasi silang adalah teknik untuk
membandingkan data dari dua atau lebih variabel kategori. Tabulasi silang digunakan dengan variabel demografis dan variabel target dari studi bersangkutan. Tabulasi silang adalah langkah pertama untuk mengidentifikasi hubungan antara variabel-variabel, ketika tabel disusun untuk pengujian statistika, disebut dengan tabel kemungkinan, dan pengujian tersebut menentukan apakah variabel-variabel klasifikasi tidak bergantung satu dengan yang lainnya. Penulis menggunakan persentase dimana penggunaan persentase ini mempunyai dua tujuan dalam penyajian data. Pertama, persentase menyederhanakan data dengan mengurangi semua angka ke dalam rentang dari 0 sampai 100. Kedua, persentase menerjemahkan data ke dalam bentuk standar, dengan basis 100, untuk perbandingan relatif. Tabel 2 dimensi, pemilihan baris atau kolom akan menekankan distribusi atau perbandingan tertentu. Kebanyakan program komputer member
pilihan
untuk
menyajikan
persentase
baik
arah
maupun
mempertukarkan baris dan kolom dalam tabel, akan tetapi dalam situasi di mana satu variabel dihipotesiskan sebagai penyebab yang diperkirakan, dianggap mempengaruhi atau memperkirakan suatu tanggapan, atau sekedar mendahului variabel yang satunya, disebut variabel bebas. Setelah itu, persentase harus dihitung dalam arah variabel ini. Jadi, apabila variabel bebas diletakkan pada baris, pilihlah persentase baris; apabila diletakkan pada kolom, pilihlah persentase kolom. Apabila hanya persentase kolom yang dilaporkan, berarti menyiratkan bahwa status penugasan berpengaruh terhadap jenis kelamin.
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Perusahaan 4.1.1 Sejarah Yayasan Bina Swadaya Bina Swadaya (Yayasan Pengembangan Swadaya Masyarakat) adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM) besar di Indonesia yang fokus pada pembangunan masyarakat. Bina Swadaya didirikan oleh Ikatan Petani Pancasila 24 Mei 1967, mulanya bernama Yayasan Sosial Tani Membangun. Pendirian Bina Swadaya dengan demikian terkait dengan keberadaan Gerakan Sosial Pancasila (buruh, tani, nelayan, paramedis dan usahawan) yang berdiri sejak 1954. Tujuan Gerakan Sosial Pancasila adalah untuk memperjuangkan keberdayaan masyarakat sesuai tujuan kemerdekaan Republik Indonesia. Bina Swadaya hadir kontekstual sebagai wahana Pemberdayaan Masyarakat yang mandiri dan konsisten, agar berfungsi optimal, bentuk organisasi dan cara kerja Bina Swadaya disusun sesuai situasi dan perkembangan sosial-ekonomi dan politik pada periode tertentu. Pada “Era Pergerakan Sosial” (1954 – 1973) khususnya dalam era Orde Lama, Bina Swadaya berbentuk Organisasi Massa dengan ciri kegiatan mengarusutamakan pemberdayaan masyarakat. Pada “Era pengembangan Sosial Ekonomi” (1974 – 1998) khususnya dalam era Orde Baru, Bina Swadaya berbentuk Lembaga Pengembangan Sosial Ekonomi dengan pendekatan mengembangkan laboratorium sosial dan bekerjasama dengan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat baik Pemerintah maupun Swasta di dalam dan luar negeri. Kemudian pada “Era Kewirausahaan Sosial" (1999 – sekarang), setelah dimulainya reformasi ke arah demokratisasi dan desentralisasi, Bina Swadaya bercirikan organisasi kewirausahaan sosial yang mengembangkan
keberdayaan
masyarakat
dengan
menyerasikan
kemandirian. Bina Swadaya merangkum kegiatan-kegiatan ke dalam tujuh bidang kegiatan dalam mencapai visi dan melaksanakan misinya, seperti berikut: 1. Pemberdayaan Masyarakat Warga: berbentuk kegiatan pengembangan daerah, kesehatan masyarakat, sanitasi, lingkungan, pertanian dan
42
ketenagakerjaan
melalui
pengkajian,
pelatihan,
konsultansi
dan
pendampingan (Pusat Pendidikan dan Pelatihan, Pusat Kajian, Bina Swadaya Konsultan dan Gugus Wilayah). 2. Pengembangan Keuangan Mikro: pelayanan keuangan mikro dilakukan melalui lembaga perbankan dan non bank, berusaha menyentuh masyarakat miskin dan terpinggirkan (Bina Arta Swadaya, Bank Perkreditan Rakyat, Kantor Cabang Pelayanan Keuangan Mikro). 3. Pengembangan Agribisnis: melalui kegiatan pemasaran produk dan sarana produksi pertanian, mengembangkan sistem franchise "Toko Trubus" bagi masyarakat Indonesia (Trubus Mitra Swadaya). 4. Komunikasi Pembangunan: memberikan informasi di berbagai bidang pembangunan melalui penerbitan majalah, buku, program radio, VCD dan TV (Trubus Swadaya, Penebar Swadaya, Puspa Swara, Trubus Media Swadaya dan Niaga Swadaya). 5. Pengembangan Wisata Alternatif: menyelenggarakan program wisata yang berorientasi pada pembangunan, antara lain pertanian, ekologi, budaya dan industri (Bina Swadaya Tours). 6. Pengembangan Jasa Percetakan: mengelola industri percetakan untuk menunjang
kegiatan
komunikasi
pembangunan
dan
peningkatan
pendapatan lembaga (Percetakan Penebar Swadaya). 7. Penyediaan fasilitas untuk pertemuan, pelatihan, workshop dan seminar (Wisma Hijau – Kampus Diklat Bina Swadaya). 4.1.2
Sejarah PT Trubus Mitra Swadaya Berawal dari tuntutan pembaca majalah pertanian Trubus yang
diterbitkan pada tahun 1969 berkenaan dengan pengadaan bibit dan sarana pertanian, maka pada tahun 1983, dibuka toko pertanian pertama yang terletak di jalan Gunung Sahari III/7, Jakarta Pusat yang lebih dikenal dengan nama Toko Trubus Gunung Sahari. Pada tahun yang sama dibangun Toko Trubus kedua yaitu Toko Trubus Cimanggis yang berlokasi di Desa Mekarsari, Cimanggis, Depok. Pada lokasi ini juga terdapat kegiatan pengadaan dan perawatan tanaman yang men-support suplay tanaman buah di Toko Trubus. Setelah beberapa kali mengalami perubahan manajemen, maka
43
terhitung sejak tahun 2006 Toko Trubus dikelola oleh PT Trubus Mitra Swadaya yang merupakan bagian dari Yayasan Bina Swadaya. PT Trubus Mitra Swadaya berkomitmen memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumen untuk mendapatkan produk dan jasa yang berkualitas, sehingga memiliki nilai tambah serta manfaat dari hobi dan kegiatan bisnis pertanian. 4.1.3
Visi dan Misi PT Trubus Mitra Swadaya Visi PT Trubus Mitra Swadaya adalah menjadi perusahaan agribisnis
yang diakui unggul dalam pemasaran produk dan jasa berkualitas tinggi. Selain itu, PT Trubus Mitra Swadaya juga memiliki misi, yaitu: a. Memperluas akses bagi konsumen untuk mendapatkan produk dan jasa yang dapat meningkatkan nilai tambah serta manfaat dari hobi dan kegiatan bisnis bidang pertanian. b. Memproduksi dan menjalankan fungsi retail, serta menjadi distributor produk dan sarana pertanian. c. Mempengaruhi
kebijakan
pembangunan
agar
lebih
mendukung
pengembangan produk, pemasaran produk dan sarana pertanian. d. Memperluas jangkauan pelayanan secara berkelanjutan. 4.1.4
Unit Kegiatan dan Produk PT Trubus Mitra Swadaya
1. Unit Kegiatan PT Trubus Mitra Swadaya merupakan unit pengelola pemasaran produk pertanian dan sarana produksi pertanian. Saat ini berupaya untuk mengembangkan sistem franchise toko pertanian bagi masyarakat Indonesia. PT Trubus Mitra Swadaya memiliki beberapa unit kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan masyarakat, khususnya unit pemasaran: a. Retail: unit kegiatan retail atau lebih dikenal dengan Toko Trubus merupakan unit pemasaran yang berfungsi sebagai penjualan langsung kepada konsumen. Produk-produk yang dipasarkan meliputi tanaman, sarana produksi pertanian, produk olahan dan media informasi. Saat ini Toko Trubus telah memiliki 18 Toko Trubus yang tersebar di Jabodetabek (Cimanggis, Makro Pasar Rebo, Gunung Sahari, Daan Mogot, Bintaro, Cikarang, Makro Ciputat, Makro Meruya, Bumi
44
Serpong Damai (BSD), Pondok Bambu, Citragran dan Bogor), Jawa Tengah (Semarang, Ungaran dan Purwokerto), Yogyakarta, Jawa Barat (Bandung) dan Jawa Timur (Sidoardjo). Toko Trubus berkomitmen untuk selalu memberikan yang terbaik bagi para konsumennya dan berusaha untuk terus menjalin hubungan yang baik. Kegiatan retail (toko pertanian) ini sebelumnya merupakan salah satu kegiatan yang berada di bawah koordinasi Niaga Swadaya. b. Distributor: merupakan aspek/unit pemasaran yang ada di PT Trubus Mitra Swadaya. Distributor menjadi perantara yang menyalurkan produk dari pabrikan (manufacturer) ke retail (outlet/agen/nursery) yang ada di seluruh Indonesia. Produk-produk yang disalurkan meliputi produk berlabel Toko Trubus, tanaman dan saprotan (sarana produksi tanaman). Saat ini unit distributor telah memiliki + 271 relasi yang terdiri dari 9 bazar, 50 agen dan 210 outlet yang tersebar di seluruh Indonesia. c. Pameran: merupakan salah satu kegiatan promosi yang rutin dilakukan/diikuti oleh PT Trubus Mitra Swadaya. Pameran ini bertujuan memperkenalkan produk-produk yang ada ataupun yang akan dipasarkan ke calon relasi atau pembeli. Adanya pameran yang dilaksanakan secara rutin di berbagai tempat, pameran juga diharapkan dapat memberi kontribusi terhadap pencapaian target bagi unit pemasaran. 2. Produk a. Tanaman: tanaman yang menjadi produk mata dagang di PT Trubus Mitra Swadaya meliputi tanaman buah, tanaman hias, tanaman obat dan tanaman aromatik. Tanaman buah adalah produk tanaman unggul PT Trubus Mitra Swadaya. b. Saprotan (Sarana Produksi Tanaman): saprotan lebih dikenal sebagai sarana produksi tanaman yang merupakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam budidaya tanaman. Saprotan ini meliputi bibit tanaman, pupuk, pestisida, media tanam, tempat tanam (pot, polybag) dan bibit tanaman.
45
c. Produk Olahan: merupakan produk pertanian herbal yang telah diolah dalam bentuk lain dan berfungsi untuk produk kesehatan. d. Media Informasi: merupakan produk-produk PT Trubus Mitra Swadaya yang terdiri dari majalah Trubus, bundel Trubus dan buku-buku pertanian. 4.2. Karakteristik Karyawan Responden dalam penelitian ini adalah karyawan pada PT Trubus Mitra Swadaya yang berjumlah 30 orang karyawan. Analisis karakteristik karyawan penting dilakukan karena karakteristik tersebut dapat mempermudah pihak manajemen dalam mengelola sumberdaya manusia dalam lingkungan organisasi. Karakteristik karyawan dalam penelitian ini ditinjau dari segi jenis kelamin, kelompok usia, pendidikan terakhir, masa kerja, unit kerja yang sekarang ditempati, masa penempatan di unit kerja, sub unit kerja yang sekarang ditempati, masa penempatan di sub unit kerja dan jabatan pekerjaan. 1. Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian, dapat diperoleh bahwa karyawan terdiri dari 25 orang laki-laki dan lima orang perempuan. Dilihat dari hasil penyebaran kuesioner, karyawan laki-laki lebih mendominasi yaitu 83,33 persen dan 16,67 persen perempuan. Hal ini menunjukkan karyawan mayoritas berjenis kelamin laki-laki.
Gambar 5. Jenis Kelamin 2. Kelompok Usia Usia merupakan salah satu faktor internal dalam diri karyawan yang mempengaruhi kemampuan mereka dalam menyerap informasi dan pengetahuan, tingkat kedalaman penguasaan kompetensi dan kinerjanya dalam bekerja, sehingga mempengaruhi persepsi mereka terhadap penerapan manajemen pengetahuan. Usia yang berbeda juga menunjukkan
46
kebutuhan yang berbeda, untuk itu unit kerja SDM perusahaan harus mampu
membaca
kebutuhan
pengetahuan
karyawan.
Gambar
6
menunjukkan bahwa 43,33 persen karyawan berusia 20 sampai dengan 30 tahun, 33,33 persen berusia 31 sampai dengan 40 tahun, 23,33 persen berusia 41 sampai dengan 50 tahun, dan tidak ada karyawan yang berusia 51 sampai dengan 60 tahun dan berusia di atas 61 tahun.
Gambar 6. Kelompok Usia 3. Pendidikan Terakhir Tingkat pendidikan karyawan merupakan salah satu hal yang mempengaruhi perusahaan dalam menentukan penempatan karyawan. Saat perusahaan melakukan penilaian, tingkat pendidikan karyawan menjadi salah satu pertimbangan perusahaan karena pengetahuan yang dimiliki setiap orang berbeda-beda. Gambar 7 menunjukkan bahwa karyawan didominasi oleh pendidikan SMA/sederajat yaitu 80 persen. Karyawan dengan tingkat pendidikan S1 20 persen, dan tidak ada karyawan dengan tingkat pendidikan S2 dan S3. Hal ini dikarenakan, diberbagai lapangan pekerjaan, banyak orang dengan kualifikasi pendidikan rendah, mampu menunjukkan
kecerdasan
tingkat
tinggi
dalam
menyelesaikan
pekerjaannya, termasuk membuat berbagai produk yang cukup rumit. Oleh sebab itu, PT Trubus Mitra Swadaya memiliki karyawan yang mayoritas berpendidikan SMA/Sederajat.
Gambar 7. Pendidikan Terakhir
47
4. Masa Kerja Masa kerja pada umumnya menunjukkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Pengetahuan seseorang akan mempengaruhi
persepsi
mereka
terhadap
penerapan
manajemen
pengetahuan. Gambar 8 menunjukkan bahwa masa kerja karyawan terbanyak berada antara 0-5 tahun 66,67 persen dan masa kerja terendah berada antara 11-15 tahun 3,33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas karyawan belum memiliki pengalaman dan pengetahuan yang cukup yang dapat dijadikan sebagai modal untuk saling berbagi informasi, pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan manajemen pengetahuan.
Gambar 8. Masa Kerja 5. Unit Kerja yang Sekarang Ditempati Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dipengaruhi oleh unit kerja yang sekarang karyawan tempati. Pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan dari unit kerja yang satu belum tentu dimiliki oleh karyawan dari unit kerja lain. Karyawan yang menempati unit kerja Akuntansi 3,33 persen dan karyawan yang menempati unit kerja Pengadaan 23,33 pesen. Sebagian besar karyawan menempati unit kerja Umum dan HRD, serta unit kerja Retail dimana masing-masing 36,67 persen.
Gambar 9. Unit Kerja yang Sekarang Ditempati
48
6. Masa Penempatan di Unit Kerja Masa penempatan di unit kerja pada umumnya menunjukkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Berdasarkan hasil
penelitian,
dapat
diperoleh
bahwa
karyawan
yang
masa
penempatannya terlama adalah karyawan yang bekerja di unit kerja Pengadaan, yaitu selama 19 tahun. Ada dua karyawan yang masa penempatannya kurang dari satu tahun, yaitu bekerja di unit kerja Retail. Gambar 10 menunjukkan bahwa karyawan yang bekerja di unit kerja Pengadaan mayoritas masa kerjanya lebih lama dibandingkan masa kerja karyawan di unit kerja Retail dimana sebagian besar memiliki masa kerja kurang dari satu tahun. Hal ini dikarenakan, pada unit kerja Pengadaan dibutuhkan kemampuan dan pengalaman khusus dimana kriteria inilah yang sangat dibutuhkan pada level unit kerja Pengadaan.
Gambar 10. Masa Penempatan di Unit Kerja 7. Sub Unit Kerja yang Sekarang Ditempati Pengetahuan yang dimiliki oleh karyawan dari sub unit kerja yang satu belum tentu dimiliki oleh karyawan dari sub unit kerja lain, karena pelatihan yang diterima oleh karyawan di masing-masing sub unit kerja berbeda-beda. Sebagian besar karyawan menempati sub unit kerja Toko 33,33 persen. Hal ini dikarenakan, total karyawan yang bekerja di toko 52 orang karyawan, sehingga karyawan yang diteliti mayoritas bekerja di sub unit kerja toko. Karyawan yang menempati sub unit kerja Security 23,33 persen. Karyawan yang menempati sub unit kerja Merchandiser (MD) Tanaman 10 persen. Karyawan yang menempati sub unit kerja Pengadaan
49
6,67 persen. Karyawan yang menempati sub unit kerja Umum, Admin HRD, Pelatihan, Promosi, Admin Retail, Kolektor, Supervisor Pengadaan dan Merchandiser (MD) Produk, masing-masing 3,33 presen.
Gambar 11. Sub Unit Kerja yang Sekarang Ditempati 8. Masa Penempatan di Sub Unit Kerja Masa penempatan di sub unit kerja pada umumnya menunjukkan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Berdasarkan hasil
penelitian,
dapat
diperoleh
bahwa
karyawan
yang
masa
penempatannya terlama adalah karyawan yang bekerja di sub unit kerja MD Tanaman, yaitu selama 19 tahun. Ada dua karyawan yang masa penempatannya kurang dari satu tahun, yaitu bekerja di sub unit kerja Toko.
Gambar 12. Masa Penempatan di Sub Unit Kerja Gambar 12 menunjukkan bahwa karyawan yang bekerja di sub unit kerja Toko mayoritas masa kerjanya kurang dari dan/atau satu tahun dibandingkan masa kerja di sub unit kerja MD Tanaman. Hal ini
50
dikarenakan, pada sub unit kerja Toko tidak dibutuhkan pengalaman dan pengetahuan khusus, sehingga masa penempatan di sub unit kerja Toko relatif sebentar. Namun berbeda dengan karyawan yang bekerja di sub unit kerja MD Tanaman yang harus memiliki pengalaman dan pengetahuan khusus. Oleh karena itu, pada sub unit kerja ini karyawan biasanya memiliki masa penempatan kerja yang cukup lama. 9. Jabatan Pekerjaan Karyawan yang bekerja sebagai merchandiser (MD) 13,33 persen. Selebihnya, masing-masing 3,33 bekerja sebagai staf Umum, staf Admin HRD, staf Pelatihan, staf Promosi, Admin Retail, koordinator Toko, staf Kolektor, supervisor Pengadaan, Kasir dan wakil kepala Toko. Berdasarkan Gambar 13 dapat dilihat bahwa mayoritas karyawan bekerja sebagai anggota Security dan staf Toko yang masing-masing tujuh orang.
Gambar 13. Jabatan Pekerjaan Karyawan yang bekerja sebagai staf Umum, Staf Admin HRD, Staf Pelatihan, staf Promosi, staf Admin Retail, staf Kolektor dan supervisor Pengadaan, masing-masing satu orang. Hal ini dikarenakan, jumlah karyawan di masing-masing jabatan tersebut hanya ada satu dan/atau dua orang saja, dimana menurut perusahaan jabatan tersebut memang hanya dibutuhkan satu orang karyawan saja. Selain itu, karyawan yang bekerja sebagai koordinator Toko, Kasir dan wakil kepala Toko masing-masing juga berjumlah satu orang. Hal ini dikarenakan karyawan dianggap dapat mewakili populasi yang memiliki pengetahuan yang seragam.
51
4.3. Analisis Penerapan Manajemen Pengetahuan Berdasarkan Tabel 2, tingkat penerapan manajemen pengetahuan secara keseluruhan berada pada penilaian yang baik (67,01 persen), yang direpresentasikan dari jawaban sangat setuju 20,75 persen dan setuju 46,26 persen. Selebihnya, karyawan menyatakan buruk, yang direpresentasikan dari jawaban kurang setuju 19,97 persen dan tidak setuju 13,02 persen Tabel 2. Penerapan Manajemen Pengetahuan Jumlah
Pernyataan 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Berbagi Sub total berbagi Persentase Belajar Sub total belajar Persentase Inovasi Sub total inovasi Persentase Knowledge Sub total knowledge Persentase Motivasi Sub total motivasi Persentase Komunikasi Sub total komunikasi Persentase Manfaat Sub total manfaat Persentase Manajemen SDM (MSDM) Sub total MSDM Persentase Teknologi Sub total teknologi Persentase Culture Sub total culture Persentase Proses Sub total proses Persentase Suasana kerja Sub total suasana kerja Persentase Waktu kerja Sub total waktu kerja Persentase Total Persentase total
Hasil
penelitian
ini
Total
SS
S
KS
TS
89 32,96
119 44,07
27 10,00
35 12,96
270 100
65 18,06
148 41,11
84 23,33
63 17,50
360 100
82 22,78
211 58,61
45 12,50
22 6,11
360 100
47 31,33
68 45,33
23 15,33
12 8,00
150 100
85 47,22
60 33,33
25 13,89
10 5,56
180 100
50 27,78
111 61,67
13 7,22
6 3,33
180 100
54 36,00
78 52,00
8 5,33
10 6,67
150 100
57 21,11
137 50,74
50 18,52
26 9,63
270 100
27 9,00
173 57,67
69 23,00
31 10,33
300 100
122 21,40
260 45,61
106 18,60
82 14,39
570 100
59 11,57
228 44,71
123 24,12
100 19,61
510 100
11 12,22
36 40,00
37 41,11
6 6,67
90 100
11 12,22 722 20,75
22 24,44 1610 46,26
44 48,89 695 19,97
13 14,44 453 13,02
90 100 3480 100
menunjukkan
bahwa
tingkat
penerapan
manajemen pengetahuan secara keseluruhan di setiap unit kerja dinilai oleh karyawan berada pada tingkat penerapan yang sudah baik. Hal ini merefleksikan bahwa hampir semua komponen manajemen pengetahuan dinilai dan dirasakan oleh mayoritas karyawan (67,01 persen) sudah
52
diterapkan dengan baik. Namun demikian, ditemukan ada komponen yang masih dinilai dan dirasakan karyawan masih harus diperbaiki, yaitu waktu kerja. Waktu kerja. Komponen yang dinilai karyawan masih harus diperbaiki adalah waktu kerja. Hal ini dapat dilihat dari nilai presentase 36,66 persen. Nilai presentase tersebut dapat diinterpretasikan bahwa karyawan merasa pengaturan waktu kerja pada PT Trubus Mitra Swadaya dinilai kurang baik, karena dirasakan belum meratanya alokasi beban kerja di setiap unit kerja. Namun, setiap karyawan memiliki kompetensi yang berbeda-beda sehingga perusahaan mengalokasikan beban kerja yang berbeda-beda pada setiap karyawan. Oleh karena itu, untuk menanggulangi hal ini, maka karyawan harus dapat meningkatkan kompetensinya, sehingga tercipta keseimbangan dan tidak menimbulkan demotivasi karyawan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang dianggap perlu yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan di PT Trubus Mitra Swadaya. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase manajemen pengetahuan 76,84 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 33,05 persen dan setuju 43,79 persen). Angkaangka ini menunjukkan bahwa tingkat penerapan manajemen pengetahuan berada pada presentase yang baik sekali. Hal ini membuktikan bahwa tingkat penerapan manajemen pengetahuan pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta lebih baik daripada tingkat penerapan manajemen pengetahuan pada PT Trubus Mitra Swadaya. Oleh karena itu, penerapan manajemen pengetahuan PT Trubus Mitra Swadaya harus ditingkatkan. Menurut Nonaka dan Takeuchi diacu Munir (2008), terdapat empat cara konversi pengetahuan, yaitu sosialisasi (socialization), eksternalisasi (externalization), kombinasi (combination), dan internalisasi (internalization). Berdasarkan keempat konversi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa saat ini konversi yang paling sesuai untuk PT Trubus Mitra Swadaya adalah konversi pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan tasit (internalisasi). Hal ini dilakukan agar dokumen data, informasi dan knowledge yang sudah
53
didokumentasikan dapat dibaca oleh orang lain. Dengan perubahan inilah diharapkan PT Trubus Mitra Swadaya dapat mengalami peningkatan knowledge. Sumber-sumber pengetahuan eksplisit dapat diperoleh melalui media intranet (misal database organisasi), surat edaran/surat keputusan, papan pengumuman (harus dipergunakan dengan maksimal), dan internet serta media massa sebagai sumber eksternal. Untuk dapat mendukung proses perubahan ini, sistem perlu memiliki alat bantu pencarian dan pengambilan dokumen yang dapat memudahkan para penggunanya. Selain itu, pendidikan dan
pelatihan
(training)
dapat
mengubah
berbagai
pelajaran
tertulis/pengetahuan eksplisit menjadi pengetahuan tasit para karyawan. Rollet (2003) mengemukakan bahwa paling tidak ada lima tahapan dalam perkembangan di dalam organisasi, yakni knowledge-chaotic (tak sadar konsep, tak ada proses informasi, dan tak ada sharing informasi), knowledgeaware (sadar akan kebutuhan manajemen pengetahuan, ada beberapa proses manajemen pengetahuan, ada teknologi, ada isu tentang sharing informasi), knowledge-enabled (memanfaatkan manajemen pengetahuan, mengadopsi standar, isu-isu berkaitan dengan budaya dan teknologi), knowledge-managed (kerangka kerja yang terintegrasi, merealisasikan manfaat, isu-isu pada tahap sebelumnya teratasi), dan knowledge-centric (manajemen pengetahuan merupakan bagian dari misi, nilai pengetahuan diakui dalam kapitalisasi pasar, manajemen pengetahuan terintegrasi dalam budaya). Berdasarkan tahapan-tahapan tersebut dapat disimpulkan bahwa PT Trubus Mitra Swadaya berada pada tahap knowledge-aware, karena perusahaan sadar akan kebutuhan manajemen pengetahuan, di mana ada beberapa komponen manajemen pengetahuan yang telah diterapkan, seperti berbagi, belajar, inovasi, motivasi, komunikasi, manfaat, MSDM, teknologi, culture (budaya organisasi), proses, dan suasana kerja. Pada Tabel 2 dapat dilihat ringkasan penerapan manajemen pengetahuan
masing-masing
komponen.
komponen dapat dilihat di bawah ini.
Penjelasan
masing-masing
54
4.3.1
Analisis Komponen Berbagi Berdasarkan Tabel 3, didapat nilai presentase terbesar dari komponen
berbagi 77,03 persen (jumlah dari presentase sangat setuju 32,96 persen dan setuju 44,07 persen). Selebihnya 10 persen karyawan menjawab kurang setuju dan 12,96 persen tidak setuju. Angka-angka ini menunjukkan bahwa berbagi pengetahuan yang karyawan lakukan dinilai baik sekali. Hal ini mengindikasikan bahwa hanya karyawan dalam jumlah kecil saja yang menilai buruk tingkat penerapan berbagi di tempat kerjanya. Tabel 3. Komponen Berbagi Pernyataan 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Berbagi dan belajar telah dilakukan Budaya berbagi sudah menjadi bagian dari perilaku Kegiatan berbagi dan belajar yang dilakukan bersifat lintas unit kerja Pemanfaatan informasi dari unit kerja lain Pengembangan diri adalah tanggung jawab organisasi sepenuhnya Merujuk pada berbagai sumber informasi untuk menyelesaikan pekerjaan Setelah menyelesaikan suatu pekerjaan, mendistribusikannya kepada rekan kerja Mengetahui area apa yang perlu dikembangkan agar pengetahuan dapat sesuai dengan kebutuhan pekerjaan Diskusi kelompok dapat meningkatkan pengetahuan dan skill Total berbagi Persentase
SS 16 6
Jumlah S KS 13 0 21 2
13
10
2
5
30
5
20
3
2
30
6
6
12
6
30
11
11
2
6
30
4
15
3
8
30
6
15
3
6
30
22 89 32,96
8 119 44,07
0 27 10,00
0 35 12,96
30 270 100
TS 1 1
Total 30 30
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas karyawan meyakini dan menilai aktivitas-aktivitas berbagi pengetahuan dirasakan sudah diterapkan dengan baik sekali. Menurut Suprapti (2004), karyawan yang berada dalam kondisi berbagi yang baik sekali mengindikasikan bahwa karyawan berada dalam lingkungan yang berhasil menumbuhkan kesadaran karyawan akan arti pentingnya manajemen informasi dan sharing dalam menunjang pekerjaan masing-masing. Pencapaian tingkat penerapan berbagi yang tinggi dimungkinkan karena didukung oleh meratanya skill based dan knowledge karyawan yang sudah baik. Hasil recruitment karyawan yang ketat, diperkuat oleh program pelatihan dan pengembangan yang diterapkan oleh perusahaan. Reward system yang fair dan memuaskan dapat pula memacu motivasi karyawan untuk saling berbagi pengetahuan. Oleh karena itu, PT Trubus Mitra Swadaya perlu meningkatkan penerapan berbagi, mungkin dengan cara memfasilitasi belajar karyawan, sehingga mereka dapat lebih berkomitmen kepada perusahaan agar karyawan secara kontinu
55
memperbarui
pengetahuannya
dan
mengaitkan
keterampilan
dan
kompetensinya guna mempercepat perubahan bisnis yang dibutuhkan, sehingga diharapkan karyawan tidak menimbun tacit knowledge yang dimilikinya. PT Trubus Mitra Swadaya telah menerapkan program tersebut dengan cukup baik di mana program pelatihan dilakukan minimal sebulan sekali yang berfungsi baik untuk memperkenalkan produk baru maupun untuk me-refresh produk lama. Namun, untuk meningkatkan penerapan berbagi, perusahaan juga perlu memberikan pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan karyawan. Namun, diperlukan pelatihan lainnya, seperti pelatihan emosional dan spiritual, sehingga terdapat keseimbangan antara kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Goleman diacu Tjakraatmadja dan Donald (2006), bahwa dunia kerja menuntut 80 persen kecerdasan emosional dibandingkan dengan kecerdasan intelektual yang hanya 20 persen. Mereka juga mengacu Suseno yang mengemukakan bahwa kecerdasan spiritual membantu meningkatkan kompetensi seseorang untuk mengambil keputusan. Tjakraatmadja & Donald (2006) menyatakan bahwa tiap individu harus memiliki kecerdasan intelektual dan emosional secara seimbang dan harmonis, dan untuk itu dibutuhkan kecerdasan spiritual. Kecerdasan
spiritual
berfungsi
untuk
mengintegrasikan
dan
mengharmoniskan kecerdasan intelektual dan emosional individu, yang kerap berbeda pendapat. Ketiganya secara seimbang sesuai dengan konteksnya, maka individu yang bersangkutan akan mampu mengaktualisasikan seluruh potensi dirinya dalam berbagi hal kehidupan di dunia kerja maupun seharihari. Pelatihan-pelatihan lainnya yang penulis sarankan dapat dilihat pada sub bab Implikasi Manajerial. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase berbagi 96 persen (jumlah nilai presentase sangat setuju 48,89 persen dan setuju 47,11 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa berbagi pengetahuan yang dilakukan karyawan Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta, dinilai baik sekali. Hal ini berarti berbagi pengetahuan pada PT Trubus Mitra Swadaya perlu
56
ditingkatkan, meskipun memiliki dinilai sama baiknya dengan Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta, yaitu pada tingkat baik sekali. 4.3.2
Analisis Komponen Belajar Berdasarkan Tabel 4, didapat nilai presentase terbesar dari proses
belajar yaitu 59,17 persen (total presentase antara sangat setuju 18,06 persen dan setuju 41,11 persen). Selebihnya 23,33 persen karyawan merespon kurang setuju dan 17,50 persen menjawab tidak setuju. Angka-angka ini menunjukkan mayoritas karyawan menilai belajar berada pada presentase yang baik. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian karyawan menilai baik aktivitas belajar yang mereka lakukan di tempat kerjanya. Tabel 4. Komponen Belajar Pernyataan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Perilaku belajar sudah menjadi bagian dari budaya kerja Budaya belajar sudah menjadi bagian dari perilaku Belajar adalah kegiatan formal yang dilakukan di kelas Kesalahan merupakan hal yang memalukan di lingkungan unit kerja Saling memahami apa yang dilakukan secara lintas unit kerja bermanfaat untuk pelaksanaan pekerjaan Membantu sesuai dengan keahlian Permasalahan yang dihadapi dalam pekerjaan dapat diselesaikan melalui forum diskusi Berdiskusi dengan rekan-rekan kerja dalam proses penyelesaian pekerjaan Bekerja bersama teman dari unit kerja lain untuk menyelesaikan suatu tugas Bekerja sama dengan teman lain untuk membantu pencapaian keputusan yang lebih tepat Ide teman-teman dari unit kerja lain bermanfaat bagi pekerjaan Kekhawatiran mengatakan sesuatu yang salah menyebabkan enggan berbicara di forum diskusi/rapat Total belajar Persentase
SS 6 6 2
Jumlah S KS 21 2 4 10 6 10
TS 1 10 12
Total 30 30 30
5
14
4
7
30
6
6
8
10
30
5
18
4
3
30
8
12
6
4
30
5
16
5
4
30
5
13
11
1
30
11
13
6
0
30
4
21
5
0
30
2
4
13
11
30
65 18,06
148 41,11
84 23,33
63 17,50
360 100
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas karyawan meyakini dan menilai aktivitas-aktivitas belajar, seperti perilaku belajar sebagai budaya kerja di kantor, anggapan bahwa belajar merupakan kegiatan formal yang dilakukan di kelas, membantu teman dengan keahlian yang dimiliki, forum diskusi untuk pemecahan masalah, bekerjasama dalam pencapaian keputusan yang lebih tepat, berdiskusi dengan rekan kerja dalam proses penyelesaian masalah, bekerja sama dengan unit kerja lain untuk penyelesaian tugas dan pemanfaatan ide rekan kerja dari unit kerja lain, dirasakan sudah diterapkan dengan baik. Aktivitas-aktivitas belajar lain
57
seperti budaya belajar sebagai bagian dari perilaku karyawan, cara menyikapi kesalahan, saling memahami secara lintas unit kerja dan kemampuan berbicara di forum diskusi/rapat, dirasakan belum dianggap optimal penerapannya dalam pekerjaan. Menurut Tjakraatmadja dan Donald (2006), adalah fakta bahwa manusia itu pada dasarnya adalah malas belajar. Sebabnya sederhana, belajar itu pada dasarnya susah, membutuhkan niat (motif) yang kuat dan usaha yang pantang menyerah, serta kemauan atau keberanian untuk berubah. Oleh karena itu, wajar saja jika karyawan PT Trubus Mitra Swadaya tidak menjadikan budaya belajar sebagai bagian dari perilaku mereka. Namun, menjadi tidak wajar jika karyawan tidak ingin meningkatkan kompetensinya. Peningkatan kompetensi salah satunya dilakukan dengan cara menjadikan dirinya sebagai seorang pembelajar yang efektif, dimana menurut Tjakraatmadja dan Donald (2006), pembelajar yang efektif harus memiliki dan memelihara learning spirit, yaitu cinta pengetahuan dan pengertian; menerima tanggung jawab bahwa dirinyalah faktor utama yang menjadi penentu
kemajuannya;
bersedia
menunda kesenangan, tahan dalam
penderitaan, tidak mengumbar kesenangan-kesenangan dalam proses berburu pengetahuan itu; dan bersedia untuk selalu tunduk pada kenyataan bahwa tidak merasa sudah paling tahu dan tidak memutlakkan apa yang diketahui dan diyakininya. Menurut Sangkala (2007), dengan bekerja sebagai anggota tim, karyawan menyatukan kapabilitas intelektualnya dan keterampilannya lintas fungsi untuk memahami lingkungan tugas yang kompleks. Hal ini perlu mendapat perhatian dari pimpinan untuk terus ditingkatkan sehingga tercapai perilaku belajar yang menjadi bagian dari budaya kerja di PT Trubus Mitra Swadaya dan dengan adanya saling memahami antar lintas fungsi, maka diharapkan akan tumbuh kebiasaan untuk menyikapi kesalahan bukan sebagai hal yang memalukan. Selain itu, kemampuan berbicara di forum diskusi/rapat pun perlu mendapat perhatian. PT Trubus Mitra Swadaya dapat mengembangkan dan melatih skill karyawan sehingga karyawan mampu berbicara di forum
58
diskusi/rapat. Sama seperti yang dikatakan Subagyo diacu Setiarso (2009), forum diskusi sebaiknya digunakan untuk memberikan kesempatan yang luas kepada anggotanya dalam menyampaikan kesulitan yang dihadapi dalam pekerjaannya; kritikan dan saran terhadap organisasi, instansi atau perusahaan dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang kondusif; menyampaikan pengalaman yang mungkin berguna bagi rekannya yang lain dan lain-lain. Saling mempengaruhi antar-personal dalam forum diskusi dapat pula menciptakan pengetahuan baru. Menurut Suprapti (2004), pengetahuan dalam konteks pembelajaran adalah upaya-upaya dalam mengembangkan dan melatih cara memperoleh, penciptaan, penyimpanan dan pemindahan serta penggunaan, yang dilakukan baik oleh karyawan, manajer/pimpinan, pelanggan, pemasok maupun mitra aliansi. Kesadaran akan hal ini akan tumbuh bila difasilitasi oleh budaya, visi, strategi dan struktur organisasi yang dinamis, dengan didukung oleh sistem informasi yang berbasis teknologi tinggi dan modern. PT Trubus Mitra Swadaya sudah memiliki visi dan misi organisasi serta struktur organisasi, namun belum memiliki budaya dan strategi organisasi. Hal inilah yang dinilai karyawan belum optimal karena perusahaan ternyata belum memiliki nilainilai budaya yang dianut organisasi. Oleh karena itu, sebaiknya PT Trubus Mitra Swadaya merumuskan budaya organisasi, dimana budaya belajar dimasukkan ke dalam salah satunya, yang nantinya akan dianut oleh seluruh karyawan. Selain itu, strategi perusahaan pun harus dirumuskan dan disosialisasikan dengan baik. Hal ini dilakukan agar dokumen didistribusikan dengan baik pada setiap unit kerja perusahaan. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase komponen belajar 82,34 persen (jumlah nilai presentase sangat setuju 35,67 persen dan setuju 46,67 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa tingkat penerapan komponen belajar berada pada presentase yang baik sekali. Hal ini membuktikan bahwa tingkat penerapan komponen belajar pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta jauh lebih baik daripada tingkat penerapan komponen
59
belajar pada PT Trubus Mitra Swadaya. Oleh karena itu, PT Trubus Mitra Swadaya harus meningkatkan penerapan belajarnya. 4.3.3
Analisis Komponen Inovasi Berdasarkan Tabel 5, didapat nilai presentase terbesar dari komponen
inovasi 81,39 persen (jumlah dari sangat setuju 22,78 persen dan setuju 58,61 persen). Selebihnya, 12,50 persen karyawan menjawab kurang setuju dan tidak setuju 6,11 persen. Angka 81,39 persen menunjukkan bahwa mayoritas karyawan menilai inovasi yang mereka lakukan dalam pekerjaan berada pada penilaian yang baik sekali. Tabel 5. Komponen Inovasi Pernyataan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Inovatif dalam melaksanakan pekerjaan Ada banyak inefisiensi dalam proses pelaksanaan pekerjaan (waktu, uang, dll.) Pekerjaan dilakukan dengan cara yang sama sebagaimana yang telah dilakukan selama ini Mengungkapkan ide-ide baru yang dapat diterima oleh rekan kerja Hasil pemikiran diimplementasikan pada proses kerja di unit kerja Ide-ide baru yang diusulkan pada saat diimplementasikan membuahkan terobosan baru Hasil pemikiran dapat diimplementasikan dalam pekerjaan Terbuka pada ide-ide baru yang dilontarkan oleh rekan sekerja Saya adalah orang yang proaktif dan berorientasi ke masa depan Prediksi saya seringkali tepat Jenis pekerjaan saya tidak memungkinkan untuk menjadi kreatif dan inovatif Pekerjaan saya sudah overload Sub total inovasi Persentase
SS 7
Jumlah S KS 23 0
TS 0
Total 30
1
24
4
1
30
2
18
6
4
30
8
21
1
0
30
7
17
3
3
30
2
20
7
1
30
7 18 17 0
16 12 7 21
3 0 5 9
4 0 1 0
30 30 30 30
6
17
3
4
30
7 82 22,78
15 211 58,61
4 45 12,50
4 22 6,11
30 360 100
Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas karyawan meyakini dan menilai bahwa aktivitas-aktivitas yang berkaitan dengan inovasi, seperti pengakuan inovatif dan inefisiensi dalam proses pelaksanaan pekerjaan, pengungkapan ide-ide baru yang bermanfaat, pengimplementasian hasil pemikiran pada proses kerja, sikap keterbukaan terhadap ide-ide baru rekan kerja, sikap proaktif dan berorientasi ke masa depan, jenis pekerjaan dalam kaitan dengan kreativitas dan inovatif, dirasakan sudah diterapkan dengan baik sekali. Namun, untuk aktivitas-aktivitas inovasi lainnya, seperti pengulangan cara melakukan proses pekerjaan, ide-ide baru yang membuahkan terobosan baru, ketepatan prediksi karyawan, dirasakan masih perlu lebih diperbaiki.
60
Menurut Sangkala (2007), bagi karyawan hal ini merupakan pekerjaan yang
membosankan,
pengulangan
yang
berlangsung
terus-menerus
merupakan gambaran pekerjaan yang sangat sempit. Oleh sebab itu, perlu adanya rotasi pekerjaan di PT Trubus Mitra Swadaya, sehingga karyawan tidak merasakan kejenuhan yang mengakibatkan penurunan pada kinerja karyawan. Selain itu, PT Trubus Mitra Swadaya juga perlu meng-eksplore ide-ide karyawan dalam tata cara pelaksanaan pekerjaan, sehingga di masa yang akan datang karyawan dapat merubah tata cara pelaksanaan agar pekerjaan tidak terasa membosankan bagi karyawan. Menurut Suprapti (2004), inovasi dalam konteks knowledge management memegang peranan sentral dalam membidani lahirnya manajemen pengetahuan. PT Trubus Mitra Swadaya harus mendukung manajemen
sumberdaya
manusianya
dalam
menerapkan
manajemen
pengetahuan karena manajemen pengetahuan tidak akan bermakna apabila tidak didukung oleh karyawan-karyawan yang kreatif dan inovatif, sehingga organisasi akan menjadi stagnant dan mati perlahan karena sulit melakukan perubahan. Menurut Suprapti (2004), tercapainya manajemen pengetahuan yang baik, pada akhirnya akan melahirkan intellectual capital yang dahsyat dan menguntungkan organisasi. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase komponen inovasi 87,75 persen (jumlah nilai presentase sangat setuju 33 persen dan setuju 54,42 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa tingkat penerapan komponen inovasi berada pada presentase yang baik sekali. Hal ini berarti tingkat penerapan komponen inovasi pada PT Trubus Mitra Swadaya perlu ditingkatkan, meskipun memiliki makna nilai presentase yang sama baiknya dengan Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta, yaitu pada tingkat baik sekali. 4.3.4
Analisis Komponen Knowledge Berdasarkan Tabel 6, didapat nilai presentase dari komponen
knowledge 76,67 persen (jumlah dari presentase sangat setuju 31,33 persen dan setuju 45,33 persen). Selebihnya, kurang setuju 15,33 persen dan tidak
61
setuju 8,00 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa karyawan menilai baik sekali pemahaman knowledge dan di tempat kerjanya. Tabel 6. Komponen Knowledge Pernyataan 1 2 3 4 5
Pemahaman pengetahuan yang dimiliki Pemahaman kebutuhan informasi individu atau unit kerja sendiri Pengetahuan yang dimiliki sesuai dengan tuntutan pekerjaan Pemahaman kebutuhan informasi individu atau unit kerja lain Pemahaman pengetahuan yang dibutuhkan oleh unit kerja Sub total knowledge Persentase
SS 3 12 7 11 14 47 31,33
Jumlah S KS 4 14 16 2 17 3 17 2 14 2 68 23 45,33 15,33
TS 9 0 3 0 0 12 8,00
Total 30 30 30 30 30 150 100
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas karyawan meyakini dan menilai bahwa aktivitas yang berkaitan dengan komponen knowledge, seperti pemahaman karyawan akan kebutuhan informasi individu atau unit kerja sendiri, pemahaman karyawan akan kebutuhan informasi individu atau unit kerja lain dan pemahaman pada pengetahuan yang dibutuhkan oleh unit kerjanya serta pemahaman pengetahuan yang dibutuhkan unit kerja sendiri, dirasakan sudah dipahami karyawan dengan baik sekali. Selebihnya, karyawan merasa tidak memahami pengetahuan yang dimilikinya. Pada penelitian ini tidak dilakukan penyamaan persepsi pengetahuan antara penulis dengan karyawan, sehingga mayoritas karyawan menyatakan tidak memahami pengetahuan yang dimilikinya. Saran untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya dilakukan penyamaan persepsi terlebih dahulu. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase komponen knowledge 83,60 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 34,40 persen dan setuju 39,20 persen). Angkaangka ini menunjukkan bahwa tingkat penerapan komponen knowledge berada pada presentase yang baik sekali. Hal ini membuktikan bahwa tingkat penerapan komponen knowledge pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta sama baiknya dengan tingkat penerapan komponen knowledge pada PT Trubus Mitra Swadaya. 4.3.5
Analisis Komponen Motivasi Berdasarkan Tabel 7, didapat nilai presentase terbesar dari komponen
motivasi 80,55 persen (jumlah antara sangat setuju 47,22 persen dan setuju
62
33,33 persen). Selebihnya, menjawab kurang setuju 13,89 persen dan tidak setuju 5,56 persen. Tabel 7. Komponen Motivasi Pernyataan 1 2 3 4 5 6
Perilaku berbagi, belajar dan inovasi akan mendukung kinerja dan organisasi Berbagi informasi mengakibatkan pengetahuan bertambah Tidak mengharapkan imbalan atas pengetahuan yang dibagikan Tidak tahu mengapa harus berbagi, belajar dan inovasi Perubahan tidak membuat menjadi lebih baik Perubahan tidak diperlukan Sub total motivasi Persentase
SS
Jumlah S KS
18
12
0
0
30
20 9 14 8 16 85 47,22
10 9 12 8 9 60 33,33
0 12 1 10 2 25 13,89
0 0 3 4 3 10 5,56
30 30 30 30 30 180 100
TS
Total
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas karyawan meyakini dan menilai bahwa perilaku berbagi, belajar dan inovasi akan mendukung kinerja karyawan dan organisasi; dan berbagi informasi membuat pengetahuan karyawan bertambah sudah termotivasi dengan baik sekali. Selain itu, sikap tidak mengharapkan imbalan atas pengetahuan yang dibagikan; ketidaktahuan karyawan mengapa harus berbagi, belajar dan inovasi; anggapan bahwa perubahan tidak membuat karyawan menjadi lebih baik; dan ketidakmauan karyawan untuk berubah, hal-hal tersebut masih perlu dimotivasi agar hal-hal negatif tersebut tidak berkembang menjadi demotivasi karyawan. Menurut Sangkala (2007), dalam pengharapan imbalan, pekerja berpengetahuan terlibat di dalam pekerjaan yang tidak rutin dan ingin sekali mendapatkan umpan balik dari kelompoknya, anggota tim serta pimpinannya. Ketika dia melakukan satu terobosan ide, dia menginginkan seseorang di sekitarnya membicarakan hal tersebut. Reaksi awal terhadap kreativitasnya merupakan hal yang sangat penting untuk memelihara motivasi dan momentum pekerja berpengatahuan. Demikian juga pekerja berpengetahuan perlu dan mengharap segera dan sering kali dihargai karena pekerjaannya bagus.
Kesuksesan
usaha
tergantung
kepada
bagaimana
pekerja
berpengetahuan menerima keadilan baik berupa pengakuan maupun penghargaan yang diterima merupakan wujud dari kreativitasnya. Menurut Tjakraatmadja & Donald (2006), dalam bahasa manajemen, ketika kita sudah terperangkap dalam wilayah yang menyenangkan (comfortable zone of mind), maka kita akan terjebak dalam bingkai hidup
63
kenikmatan masa lalu dan sanggup mencari suasana lain yang belum tentu memberi kenyamanan sebagaimana masa lalu. Sebab ketika ada manusia yang berani keluar dari zona kenyamanan, akan dicap sebagai manusia yang berani keluar dari kebiasaan umum. Namun, jika setiap anggota organisasi mau dan mampu membekali dirinya masing-masing untuk mampu beradaptasi dengan tuntutan perubahan, maka organisasi dapat terus berjalan di masa sekarang dan mendatang. Oleh karena itu, PT Trubus Mitra Swadaya perlu memotivasi karyawan-karyawannya sehingga tidak berkembang menjadi demotivasi karyawan. Selain itu, PT Trubus Mitra Swadaya perlu menambah reward baik berupa pengakuan, penghargaan maupun insentif yang diterima karyawan sehingga dapat membangkitkan semangat kerja yang dapat mengakibatkan meningkatnya kinerja karyawan. Terakhir, PT Trubus Mitra Swadaya perlu merubah mind set karyawannya bahwa berbagi, belajar, dan inovasi diperlukan dalam pengembangan kompetensi diri dan bahwa perubahan itu memang diperlukan untuk beradaptasi dengan tuntutan global ataupun nasional. Menurut Tjakraatmadja dan Donald (2006), hal ini dapat dilakukan dengan cara perusahaan mengajak para karyawannya untuk melakukan refleksi dan perenungan diri, untuk membangkitkan semangat baru dalam menemukan paradigma baru tentang hidup dan kehidupan. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase komponen motivasi 96,66 persen (jumlah nilai presentase sangat setuju 57,33 persen dan setuju 39,33 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa tingkat penerapan komponen motivasi berada pada presentase yang baik sekali. Hal ini berarti tingkat penerapan komponen motivasi pada PT Trubus Mitra Swadaya perlu ditingkatkan, meskipun memiliki makna nilai presentase yang sama baiknya dengan tingkat penerapan komponen motivasi pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta, yaitu pada tingkat baik sekali. 4.3.6
Analisis Komponen Komunikasi Berdasarkan Tabel 8, didapat nilai presentase terbesar dari komponen
komunikasi 89,45 persen (jumlah dari sangat setuju 27,78 persen dan setuju
64
61,67 persen). Selebihnya, nilai persentase kurang setuju 7,22 persen dan tidak setuju 3,33 persen. Tabel 8. Komponen Komunikasi Pernyataan 1 2 3 4 5 6
Mampu berkomunikasi secara tertulis Mampu berkomunikasi secara lisan Lawan bicara dapat memahami apa yang dikomunikasikan Tidak tahu ada media yang tepat untuk menyalurkan hasil pemikiran Mengenali lawan bicara Mencari inti dari pesan yang ingin disampaikan dalam berkomunikasi Sub total komunikasi Persentase
SS 8 12 7 6 6 11 50 27,78
Jumlah S KS 18 4 16 1 21 2 15 5 23 0 18 1 111 13 61,67 7,22
TS 0 1 0 4 1 0 6 3,33
Total 30 30 30 30 30 30 180 100
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas karyawan meyakini dan menilai bahwa kemampuan berkomunikasi tertulis dan lisan, kemampuan lawan bicara memahami hal-hal yang akan dikomunikasikan, pengenalan lawan bicara, mencari inti pesan yang disampaikan dalam berkomunikasi, dirasakan sudah memiliki komunikasi yang baik sekali. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sangkala (2007), esensi daripada aktivitas organisasi adalah berkomunikasi, berkomunikasi di antara para anggota, dengan pihak luar organisasi baik dengan pemasok, pelanggan maupun dengan stakehorlder lainnya. Hal lainnya seperti ketidaktahuan media yang tepat untuk menyalurkan hasil pemikiran, dirasakan perlu dicari media yang tepat agar tersedia media dalam menyalurkan hasil pemikiran karyawan dan juga tidak kalah penting adanya sosialisasi tentang keberadaan media tersebut sehingga diketahui oleh seluruh karyawan. Selama ini, PT Trubus Mitra Swadaya sudah memiliki beberapa media informasi seperti majalah Trubus, bundel Trubus dan buku-buku pertanian. Namun, media informasi tersebut bersifat umum (media tersebut berasal dari Yayasan Bina Swadaya), tidak bersifat internal. Sebaiknya PT Trubus Mitra Swadaya memiliki majalah internal yang dikhususkan bagi karyawan dan sebaiknya papan pengumuman yang sudah dimiliki dapat dipergunakan dengan optimal, sehingga komunikasi dapat berjalan dengan lancar meskipun intensitas tatap muka sedikit. Selain itu, dengan intensitas tatap muka yang sedikit, perusahaan dapat menggunakan tools yang disarankan oleh Setiarso et al. (2009) yang dapat digunakan untuk berkomunikasi melalui jaringan elektronik, di antaranya blog, wiki dan forum diskusi (chatting, mailing-list
65
dan newsgroups). Menurut Setiarso et al. (2009), dilihat dari sudut bagaimana budaya kita berkomunikasi, maka budaya lisan kita lebih kental dan kuat dibandingkan dengan budaya tulis. Proses creating-knowledge dan transfer knowledge banyak dihasilkan dari percakapan dan sedikit yang berdasarkan tukar-menukar dokumen tertulis, seperti sharing-knowledge melalui jurnal ilmiah ataupun presentasi ilmiah melalui dokumen lainnya. Oleh sebab itu, PT Trubus Mitra Swadaya perlu mempertimbangkan hal ini untuk meningkatkan penerapan komponen komunikasinya. Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase komponen komunikasi 95,67 persen (jumlah nilai presentase sangat setuju 30,00 persen dan setuju 65,67 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa tingkat penerapan komponen komunikasi berada pada presentase yang baik sekali. Hal ini berarti tingkat penerapan komponen komunikasi pada PT Trubus Mitra Swadaya perlu ditingkatkan, meskipun memiliki makna yang sama baiknya dengan Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta, yaitu pada tingkat baik sekali. 4.3.7
Analisis Komponen Manfaat Dalam menerapkan manajemen pengetahuan, organisasi dan karyawan
perlu mengetahui manfaat dari berbagi, belajar dan inovasi. Berdasarkan Tabel 9, didapat nilai presentase terbesar 88 persen (jumlah dari sangat setuju 36 persen dan setuju 52 persen). Selain itu, nilai presentase lainnya adalah kurang setuju 5,33 persen dan tidak setuju 6,67 persen. Tabel 9. Komponen Manfaat Pernyataan 1 2 3 4 5
Manfaat utama dari belajar, berbagi dan inovasi adalah ketersediaan best practices Belajar dan berbagi mempercepat proses pengambilan keputusan Belajar, berbagi dan inovasi bermanfaat bagi kinerja karyawan dan kinerja organisasi Perilaku belajar, berbagi dan inovasi akan menghapus fungsi pelaksanaan di unit kerja Belajar dan berbagi dapat memenuhi kebutuhan kompetensi dalam melaksanakan pekerjaan Sub total manfaat Persentase
SS
Jumlah S KS
TS
Total
8
22
0
0
30
15
15
0
0
30
14
15
0
1
30
8
9
6
7
30
9
17
2
2
30
54 36,00
78 52,00
8 5,33
10 6,67
150 100
Hasil penelitian ini menunjukkan mayoritas karyawan meyakini dan menilai bahwa manfaat dari belajar, berbagi dan inovasi sudah dirasakan manfaatnya oleh karyawan dengan baik sekali. belajar, berbagi dan inovasi
66
bermanfaat bagi kinerja organisasi. Ketersediaan best practice merupakan manfaat utama belajar, berbagi dan inovasi. Manfaat lainnya adalah belajar dan berbagi dapat mempercepat proses pengambilan keputusan serta belajar dan berbagi dapat memenuhi kebutuhan kompetensi karyawan dalam melaksanakan pekerjaan. Hal lainnya seperti perilaku belajar, berbagi dan inovasi akan menghapus fungsi pelaksanaan di PT Trubus Mitra Swadaya, dirasakan karyawan tidaklah demikian, karena fungsi pelaksanaan di PT Trubus Mitra Swadaya justru dituntut untuk dapat lebih mengembangkan program-program pelatihan yang relevan dengan perubahan dan perilaku belajar, berbagi dan inovasi karyawan tersebut. Karyawan dapat merasakan manfaatnya dengan adanya program-program pelatihan yang relevan tersebut. Hendaknya, PT Trubus Mitra Swadaya belajar dari perusahaan-perusahaan yang telah menerapkan konsep manajemen pengetahuan secara komprehensif, seperti Nokia dan Astra Graphia – Fuji Xerox. Beberapa best practices perusahaan tersebut dapat ditarik banyak pelajaran berharga mengenai latar belakang, problem solving, strategi penerapan dan evaluasi dari penerapan manajemen pengetahuan tersebut. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase komponen manfaat 80 persen (jumlah nilai presentase sangat setuju 70,4 persen dan setuju 9,6 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa tingkat penerapan komponen manfaat berada pada presentase yang baik sekali. Hal ini berarti tingkat penerapan komponen manfaat pada PT Trubus Mitra Swadaya perlu ditingkatkan, meskipun memiliki makna yang sama baiknya dengan Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta, yaitu pada tingkat baik sekali. 4.3.8
Analisis Komponen Manajemen SDM Hasil penelitian menunjukkan nilai sub total birokrasi 61,11 persen
(jumlah dari sangat setuju 21,11 persen dan 40 persen setuju). Selain itu, yang menjawab kurang setuju 21,11 persen dan 17,78 persen tidak setuju. Ini berarti karyawan menilai birokrasi di tempat kerjanya baik. Menurut Suprapti (2004), cara masing-masing individu berinteraksi di dalam organisasi yang bersifat hirarki, maupun tanggung jawab yang diterima akan sangat berbeda
67
dengan organisasi yang bersifat knowledge-based. Desain organisasi yang berbasis pengetahuan ini biasanya lebih flat sehingga membutuhkan waktu untuk dapat diterapkan dan melalui beberapa tahapan. Menurut Sangkala (2007), munculnya organisasi berjejaring sekaligus mendeklarasikan tidak sesuainya lagi gaya manajemen yang bertumpu pada hierarki perintah dan pengawasan. Karena menurut Chan Kim dan Mauborgne diacu Sangkala (2007), penciptaan dan berbagi pengetahuan merupakan aktivitas yang dapat diawasi namun tidak memberdayakan karyawan. Oleh karena itu, PT Trubus Mitra Swadaya perlu mengaji ulang desain organisasinya apakah hirarkinya sesuai sehingga dapat menjadi organisasi berbasis pengetahuan. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase birokrasi 98 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 64 persen dan setuju 34 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa tingkat penerapan birokrasi berada pada penilaian yang baik sekali. Hal ini membuktikan bahwa birokrasi pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta jauh lebih baik daripada birokrasi pada PT Trubus Mitra Swadaya. Oleh karena itu, birokrasi pada PT Trubus Mitra Swadaya perlu ditinjau kembali. Analisa data komponen manajemen SDM pada PT Trubus Mitra Swadaya disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Komponen Manajemen SDM Pernyataan 1 2 3
4 5 6 7 8
9
Bentuk organisasi saat ini terlampau birokratis Diperlukan waktu yang cukup panjang untuk menyampaikan ide ke pimpinan organisasi atau sebaliknya Sebagian besar tugas dan pekerjaan diselesaikan melalui kerja lintas unit kerja Sub total birokrasi Persentase Pimpinan adalah panutan Pimpinan membimbing dalam pelaksanaan pekerjaan Pimpinan menyebarluaskan hasil pertemuan yang dihadirinya Pimpinan melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan Pimpinan terbuka pada ide-ide baru Sub total kepemimpinan Persentase Penempatan telah sesuai dengan kompetensi Sub total penempatan Persentase Manajemen SDM (MSDM) Persentase
SS 9 4
Jumlah S KS 10 6 14
6
TS 5 6
Total 30 30
6
12
7
5
30
19 21,11 8 3 4
36 40,00 19 22 16
19 21,11 3 5 8
16 17,78 0 0 2
90 100 30 30 30
6
17
4
3
30
11 32 21,33 6 6 20,00 57 21,11
12 86 57,33 15 15 50,00 137 50,74
4 24 16,00 7 7 23,33 50 18,52
3 8 5,33 2 2 6,67 26 9,63
30 150 100 30 30 100 270 100
Aktivitas-aktivitas dalam sub total kepemimpinan, yaitu pimpinan sebagai panutan, pimpinan membimbing dalam pelaksanaan kerja, pimpinan
68
langsung melibatkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan berkaitan dengan pekerjaan dan pimpinan terbuka pada ide-ide baru, dirasakan karyawan sudah diterapkan dengan baik sekali. Kemudian hal yang menyangkut sub total kepemimpinan, yang masih perlu lebih dioptimalkan yaitu masih dirasakan oleh karyawan bahwa pimpinan tidak menyebarluaskan hasil pertemuan yang dihadirinya. Hal ini dapat dilihat dari nilai presentase kepemimpinan 78,66 persen (jumlah dari 21,33 persen sangat setuju dan 57,33 persen setuju). Selebihnya, memilih kurang setuju 16 persen dan 5,33 persen
tidak
setuju.
Oleh
karena
itu,
sebaiknya
para
pimpinan
menyebarluaskan hasil pertemuan yang dihadirinya secara ringkas, sehingga karyawan dapat mengerti maksud atau inti dari hasil pertemuan tersebut. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase kepemimpinan 84,80 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 17,60 persen dan setuju 67,20 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa kepemimpinan pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta dinilai baik sekali oleh karyawannya. Hal ini membuktikan bahwa kepemimpinan pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta sama baiknya dengan kepemimpinan pada PT Trubus Mitra Swadaya. Hasil penelitian menunjukkan nilai presentase penempatan 70 persen (jumlah dari presentase sangat setuju 20 persen dan 50 persen setuju). Selebihnya, menjawab kurang setuju 23,33 persen dan 6,67 persen menjawab tidak setuju. Hal ini mengindikasikan bahwa karyawan menilai penempatan di tempat kerjanya baik. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sangkala (2007), pentingnya tacit knowledge dalam seluruh pekerjaan di dalam ekonomi berbasis pengetahuan memiliki dampak kepada unit kerja manajemen
sumberdaya
manusia,
utamanya
dalam
memilih
dan
menempatkan karyawan untuk tugas-tugas tertentu. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase penempatan 81 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 16 persen dan setuju 80 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa penempatan pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta
69
dinilai baik sekali oleh karyawannya. Hal ini membuktikan bahwa penempatan pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta jauh lebih baik daripada penempatan pada PT Trubus Mitra Swadaya. Oleh karena itu, penempatan pada PT Trubus Mitra Swadaya harus ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara perencanaan karyawan yang baik dan melihat dengan cermat kompetensi yang dimiliki oleh masingmasing karyawan. Secara keseluruhan, didapat nilai persentase terbesar dari Manajemen SDM, yaitu 71,85 persen (jumlah dari presentase sangat setuju 21,11 persen dan setuju 50,74 persen). Nilai persentase lainnya adalah kurang setuju 18,52 persen dan tidak setuju 9,63 persen. Hal ini menunjukkan bahwa presentase manajemen SDM bernilai baik. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase manajemen SDM 91,20 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 36 persen dan setuju 55,20 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa manajemen SDM pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta dinilai baik sekali oleh karyawannya. Hal ini membuktikan bahwa manajemen SDM pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta jauh lebih baik daripada manajemen SDM pada PT Trubus Mitra Swadaya. Oleh karena itu, manajemen SDM pada PT Trubus Mitra Swadaya perlu diperhatikan birokrasi, kepemimpinan dan penempatan karyawannya. 4.3.9
Analisis Komponen Teknologi Berdasarkan Tabel 11, diperoleh nilai presentase terbesar 66,67 persen
(sangat setuju 9,00 persen dan setuju 57,67 persen). Nilai presentase lainnya adalah kurang setuju 23 persen dan tidak setuju 10,33 persen. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas karyawan meyakini dan menilai bahwa hal-hal yang menyangkut teknologi umum (pemanfaatan komputer untuk mengetik, browsing informasi dan email serta rasio komputer 1:1) dan hal-hal yang menyangkut manfaat cyber library (cyber library sebagai “one stop information shopping place” dan cyber library dapat dimanfaatkan sesuai kebutuhan data dan informasi), dirasakan karyawan sudah dimanfaatkan dengan baik. Selebihnya, hal-hal yang
70
menyangkut teknologi umum lainnya (kemampuan teknologi informasi dalam menjaga kerahasiaan informasi pekerjaan dan mengandalkan email dibanding pemakaian media komunikasi lainnya) dan hal-hal yang menyangkut manfaat cyber library lainnya (ketidaksesuaian isi cyber library dengan kebutuhan pekerjaan dan keperluan memasukkan data di cyber library untuk kebutuhan penelitian), dirasakan karyawan kemampuan teknologi belum berjalan dan belum digunakan dengan semestinya serta dirasakan karyawan bahwa data cyber library belum sesuai dengan kebutuhan pekerjaan dan penelitian. Tabel 11. Komponen Teknologi Pernyataan 1
2 3 4
5 6 7 8
Komputer paling banyak dimanfaatkan untuk hal-hal berikut: a. Mengetik b. Browsing untuk mencari informasi c. Email Rasio komputer adalah 1 : 1 Teknologi informasi yang ada sudah dapat menjamin kerahasiaan informasi Lebih mengandalkan email dibandingkan dengan media komunikasi lainnya Sub total umum Persentase Isi dari cyber library sesuai dengan kebutuhan pekerjaan Cyber library perlu memasukan data untuk kebutuhan penelitian Cyber library adalah "one stop information shopping place" Cyber library dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi Sub total manfaat cyber library Persentase Teknologi Persentase
SS
Jumlah S KS
TS
Total
8 8 4 3
20 20 23 9
0 0 0 15
2 2 3 3
30 30 30 30
0
18
9
3
30
0
2
23
5
30
23 12,78 3 1 0
92 51,11 16 17 24
47 26,11 7 8 3
18 10,00 4 4 3
180 100 30 30 30
0
24
4
2
30
4 3,33 27 9,00
81 67,50 173 57,67
22 18,33 69 23,00
13 10,83 31 10,33
120 100 300 100
Menurut Marquardt diacu Batubara (2005), komponen sub sistem teknologi terdiri dari: teknologi informasi, pembelajaran berbasis teknologi, dan Electronic Performance Support Systems (EPSS). Menurut Suprapti (2004), dengan bantuan teknologi diharapkan proses dari KM akan lebih sinergi, efektif dan efisien mengingat teknologi mampu menghubungkan antar manusia dengan lebih mudah di tempat dan waktu yang berbeda. Intensitas komunikasi yang dilakukan oleh pimpinan PT Trubus Mitra Swadaya lebih banyak dilakukan secara lisan dibandingkan dengan menggunakan email karena dianggap cukup efisien dan tetap menjaga suasana kekeluargaan. Namun, untuk karyawan yang berada di luar kantor, pimpinan perusahaan sebaiknya menggunakan fasilitas teknologi email agar komunikasi dapat berjalan lebih efisien. PT Trubus Mitra Swadaya belum
71
memiliki cyber library. Karyawan mencari informasi yang berkaitan dengan pekerjaannya dengan memanfaatkan cyber library milik Yayasan Bina Swadaya. Oleh karena itu, wajar saja karyawan belum merasakan isi cyber library sesuai kebutuhan pekerjaan dan belum optimal dalam pemenuhan kebutuhan penelitian. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase teknologi 96 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 35,60 persen dan setuju 60,40 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa penggunaan teknologi pada PT Trubus Mitra Swadaya dinilai baik sekali. Hal ini membuktikan bahwa penggunaan teknologi pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta jauh lebih baik daripada penggunaan teknologi pada PT Trubus Mitra Swadaya. Oleh karena itu, penggunaan teknologi pada PT Trubus Mitra Swadaya harus diperbaiki. 4.3.10 Analisis Komponen Culture (Budaya Organisasi) Berdasarkan Tabel 12, diperoleh nilai presentase terbesar dari culture 67,01 persen (sangat setuju 21,40 persen dan setuju 45,61 persen). Selebihnya, nilai presentase kurang setuju 18,60 persen dan tidak setuju 14,39 persen. Kompetensi. Menurut Tjakraatmadja dan Donald (2006), kompetensi dalam dunia kerja didefinisikan sebagai aspek yang penting dan menentukan performansi pekerja. Hasil penelitian menunjukkan nilai presentase kompetensi 80 persen (jumlah dari presentase sangat setuju 13,33 persen dan 66,67 persen setuju). Selebihnya, menjawab kurang setuju 10 persen dan 10 persen menjawab tidak setuju. Hal ini mengindikasikan bahwa karyawan menilai kompetensinya baik sekali. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas karyawan meyakini dan menilai bahwa hal-hal yang menyangkut kompetensi yang dimiliki karyawan yaitu pemahaman tingkat kompetensi yang dibutuhkan pekerjaan, dinilai karyawan baik sekali. Namun, karyawan menilai bahwa tingkat kompetensi mereka tidak sesuai dengan pekerjaannya. Menurut Sangkala (2007), pentingnya tacit knowledge dalam seluruh pekerjaan di dalam ekonomi berbasis pengetahuan memiliki dampak kepada
72
divisi manajemen sumberdaya manusia, utamanya dalam memilih dan menempatkan karyawan untuk tugas-tugas tertentu. Kesesuaian tingkat kompetensi karyawan dengan pekerjaan penting untuk diperhatikan. Tabel 12. Komponen Culture SS
Jumlah S KS
2
27
0
1
30
6 8 13,33
13 40 66,67
6 6 10,00
5 6 10,00
30 60 100
7
7
9
7
30
Pernyataan 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11
12
13 14
15 16 17 18
19
Pemahaman tingkat kompetensi yang dibutuhkan untuk pekerjaan Tingkat kompetensi sesuai dengan pekerjaan Sub total kompetensi Persentase Keterbukaan dalam berkomunikasi sudah menjadi bagian dari perilaku di unit kerja Keberanian mengungkapkan pendapat tanpa melihat jabatan Kebijakan perusahaan dipahami oleh stakeholder internal dan eksternal Takut melakukan kesalahan dalam mengungkapkan pendapat Stakeholder sulit memahami kebijakan yang dikeluarkan oleh unit kerja Informasi yang ada di unit kerja sebagian besar bersifat rahasia Data/informasi/pengetahuan adalah power Kebutuhan stakeholder akan data/informasi/pengetahuan dapat dipenuhi oleh unit kerja dalam waktu singkat Sebagian besar hasil pemikiran yang dibuat di satu unit kerja tidak perlu diketahui oleh unit kerja lain ataupun masyarakat eksternal Hasil pemikiran yang dihasilkan satu unit kerja perlu dikomunikasikan kepada unit kerja lain sebelum menjadi sebuah keputusan Unit kerja adalah salah satu sumber informasi utama di PT Trubus Mitra Swadaya Unit kerja telah mengidentifikasi informasi apa saja yang dibutuhkan oleh stakeholder Sub total transparansi Persentase Mendengarkan ide-ide yang disampaikan oleh rekan kerja Kerja dalam kelompok mempermudah proses pengambilan keputusan Kerja dalam kelompok membuat proses pengambilan keputusan menjadi lebih singkat Informasi yang dibutuhkan oleh sebagian besar unit kerja untuk pelaksanaan pekerjaan sebaiknya diberikan untuk seluruh unit kerja Kekhawatiran apabila informasi yang dimiliki diberikan kepada banyak orang akan mempengaruhi peran terhadap penguasaan informasi tersebut Sub total kebersamaan Persentase Culture Persentase
TS
Total
8
5
8
9
30
5
17
3
5
30
0
5
13
12
30
6
10
7
7
30
10 7
11 21
4 1
5 1
30 30
1
13
14
2
30
8
6
8
8
30
11
15
3
1
30
7
20
2
1
30
7
9
7
7
30
77 21,39 8
139 38,61 21
79 21,94 1
65 18,06 0
360 100 30
13
17
0
0
30
9
19
2
0
30
6
18
5
1
30
1
6
13
10
30
37 24,67 122 21,40
81 54,00 260 45,61
21 14,00 106 18,60
11 7,33 82 14,39
150 100 570 100
Oleh karena itu, PT Trubus Mitra Swadaya perlu memperhatikan kesesuaian tersebut, sehingga kompetensi yang dimiliki karyawan dapat dipakai
dengan
maksimal
sesuai
dengan
pekerjaannya.
Penulis
membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase kompetensi 98 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 54 persen dan setuju 44 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki karyawan pada Direktorat Sumberdaya Manusia
73
Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta dinilai baik sekali oleh karyawannya. Hal ini membuktikan bahwa kompetensi yang dimiliki karyawan pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta jauh lebih baik daripada kompetensi yang dimiliki karyawan pada PT Trubus Mitra Swadaya. Oleh karena itu, kompetensi pada PT Trubus Mitra Swadaya harus ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat dengan cermat kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing karyawan. Transparansi.
Hasil
penelitian
menunjukkan
nilai
presentase
transparansi 60 persen (jumlah dari presentase sangat setuju 21,39 persen dan 38,61 persen setuju). Selebihnya, menjawab kurang setuju 21,94 persen dan 18,06 persen menjawab tidak setuju. Hal ini mengindikasikan bahwa karyawan menilai transparansi di tempat kerjanya baik. Menurut Davenport (1998) dan Choo (1995) diacu Sangkala (2007), iklim keterbukaan sangat penting diciptakan di dalam organisasi sehingga memungkinkan setiap orang mampu menciptakan, menampakkan, berbagi dan menggunakan pengetahuan. Selain itu, menurut Gephart (1996) dan Powel (1997) diacu Sangkala (2007), iklim keterbukaan mendorong orang untuk senang berdialog, kreatif, bereksperimen dan berani mengambil resiko. Dengan demikian, PT Trubus Mitra Swadaya perlu memasukkan unsur transparansi dalam merumuskan budaya organisasi, agar transparansi tersebut menjadi bagian dari perilaku karyawan di setiap unit kerja PT Trubus Mitra Swadaya, sehingga stakeholder baik internal maupun eksternal dapat memperoleh informasi dengan mudah dan tepat waktu. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase transparansi 66 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 21,33 persen dan setuju 44,67 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa transparansi pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta dinilai baik oleh karyawannya. Hal ini membuktikan bahwa transparansi pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta sama baiknya dengan transparansi pada PT Trubus Mitra Swadaya. Kebersamaan.
Hasil
penelitian
menunjukkan
nilai
presentase
kebersamaan 78,67 persen (jumlah dari presentase sangat setuju 24,67 persen
74
dan 54 persen setuju). Selebihnya, menjawab kurang setuju 14 persen dan 7,33 persen menjawab tidak setuju. Hal ini mengindikasikan bahwa karyawan menilai kebersamaan di tempat kerjanya baik sekali. Berbagi bersama adalah tindakan yang lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Apalagi jika menyangkut knowledge dan apalagi jika kita sadar bahwa di dalam organisasi apapun akan terjadi power play yang dikaitkan dengan prinsip knowledge is power (Setiarso et al., 2009). Oleh sebab itu, wajar jika karyawan PT Trubus Mitra Swadaya menyatakan bahwa ada kekhawatiran apabila informasi yang mereka miliki diberikan kepada banyak orang akan mempengaruhi peran terhadap penguasaan informasi tersebut. Menurut Setiarso et al. (2009), tidak semua knowledge dapat dibagi bersama. Knowledge praktis (know how) adalah knowledge yang paling sering dibagi bersama pada organisasi. Berbeda dengan knowledge teoritis (know what), knowledge praktis berkaitan langsung dengan kemampuan kompetitif sebuah organisasi (competitive edge). Berbagi bersama knowledge praktis ini akan sangat berguna jika dilakukan dalam konteks kegiatan bersama (team work). Sangatlah penting bagi sebuah organisasi untuk membedakan mana knowledge pribadi dan mana knowledge kolektif yang diperlukan untuk kepentingan bersama. Oleh sebab itu, PT Trubus Mitra Swadaya sebaiknya meningkatkan terus intensitas kerja dalam kelompok bagi para karyawannya sehingga knowledge praktis dapat dibagi di dalam kelompok tersebut. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase kebersamaan 99,20 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 81,60 persen dan setuju 17,60 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa kebersamaan antarkaryawan pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta dinilai baik sekali oleh karyawannya. Hal ini membuktikan bahwa kebersamaan pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta jauh lebih baik dibanding kebersamaan karyawan pada PT Trubus Mitra Swadaya. Secara keseluruhan, didapat nilai persentase terbesar dari budaya organisasi, yaitu 67,01 persen (jumlah dari presentase sangat setuju 21,40 persen dan setuju 45,61 persen). Nilai persentase lainnya adalah kurang setuju
75
18,60 persen dan tidak setuju 14,39 persen. Hal ini menunjukkan bahwa presentase
budaya
organisasi
dinilai
baik
oleh
karyawan.
Penulis
membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase budaya organisasi 73,15 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 36,36 persen dan setuju 36,79 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa budaya organisasi pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta dinilai baik oleh karyawannya. Hal ini membuktikan bahwa manajemen SDM pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta sama baiknya dengan budaya organisasi pada PT Trubus Mitra Swadaya. 4.3.11 Analisis Komponen Proses Proses-umum. Menurut Davenport dan Prusak (1998), data adalah sebuah set diskrit, fakta-fakta objektif mengenai peristiwa. Pada konteks organisasi, data yang paling berguna digambarkan sebagai catatan terstruktur transaksi. ada makna yang melekat dalam data. Data tidak memberikan penilaian atau interpretasi atau dasar tindakan. Informasi adalah pesan, biasanya dalam form atau dokumen atau terdengar atau terlihat melalui komunikasi. Memiliki pengirim dan penerima. Informasi ini dimaksudkan untuk mengubah cara penerima merasakan sesuatu. Informasi bergerak di sekitar organisasi melalui jaringan lunak dan keras. Tidak seperti data, informasi memiliki makna. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas karyawan meyakini dan menilai bahwa dalam sub total prosesumum, yaitu relevansi data dan informasi yang tersedia dengan pekerjaan, ketersediaan kualitas data dan informasi untuk pelaksanaan pekerjaan, kesulitan akses informasi karena faktor kerahasiaan, ketepatan waktu tibanya data/informasi yang dibutuhkan dan penyebaran data/informasi dari setiap unit kerja secara tepat waktu ke unit kerja lainnya, seluruhnya masih perlu dioptimalkan agar dapat meningkatkan kualitas maupun aksesbilitasnya. karyawan yang menyatakan kurang baik penerapannya 48,89 persen (jumlah dari sangat setuju 6,67 persen dan setuju 42,22 persen). Nilai persentase lainnya adalah kurang setuju 27,78 persen dan tidak setuju 23,33 persen. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004),
76
nilai presentase sub total proses-umum 36,66 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 15,33 persen dan setuju 21,33 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa tingkat penerapan sub total proses-umum berada pada presentase yang kurang baik. Hal ini membuktikan bahwa tingkat penerapan sub total proses-umum pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta dan penerapan sub total proses-umum pada PT Trubus Mitra Swadaya sama-sama harus ditingkatkan. Tabel 13. Komponen Proses Pernyataan 1 2 3 4 5 6
7 8
9 10 11
12 13 14
15 16
Data dan informasi yang dibutuhkan tersebar di berbagai unit kerja dan tidak tersentralisasi Data dan informasi yang tersedia relevan dengan pekerjaan Kualitas data dan informasi yang tersedia untuk pelaksanaan pekerjaan sudah memadai Kesulitan memperoleh informasi disebabkan oleh faktor kerahasiaan Data/informasi yang diberikan oleh unit kerja lain tiba dengan tepat waktu Data/informasi yang dibuat dan disebarkan oleh satu unit kerja tepat waktu sesuai dengan kebutuhan unit kerja lain Sub total proses-umum Persentase Pemahami misi dan visi unit kerja Pemahami keterkaitan pekerjaan yang dilakukan dengan misi dan visi unit kerja Sub total misi visi unit kerja Persentase Tidak mengalami kesulitan mencari kembali dokumen yang dibutuhkan Sistem pengarsipan yang ada mempersulit dalam mencari dokumen Pemahaman akan sistem pengarsipan dokumen yang berlaku di unit kerja Sub total dokumentasi Persentase Proses pengambilan keputusan di unit kerja dilaksanakan dengan tepat waktu Pengambilan keputusan di unit kerja dilakukan secara individual tanpa didiskusikan terlebih dahulu Pengambilan keputusan akan lebih efisien bila dilakukan melalui forum diskusi Sub total pengambilan keputusan Persentase Informasi yang tersimpan di unit kerja dapat ditemukan kembali dengan mudah Pengklasifikasian unit kerja: a. Sebagai pengguna informasi yang diproduksi unit kerja lain b. Sebagai produsen informasi untuk unit kerja lain Sub total manajemen informasi Persentase Proses Persentase
SS
Jumlah S KS
TS
Total
0
9
13
8
30
6
14
5
5
30
0
19
9
2
30
5
11
6
8
30
0
8
13
9
30
1
15
4
10
30
12 6,67 6
76 42,22 21
50 27,78 2
42 23,33 1
180 100 30
5
7
11
7
30
11 18,33
28 46,67
13 21,67
8 13,33
60 100
0
23
5
2
30
5
8
9
8
30
2
22
4
2
30
7 7,78
53 58,89
18 20,00
12 13,33
90 100
3
17
7
3
30
6
7
9
8
30
5
11
5
9
30
14 15,56
35 38,89
21 23,33
20 22,22
90 100
5
13
6
6
30
5
13
7
5
30
5 15 16,67 59 11,57
10 36 40,00 228 44,71
8 21 23,33 123 24,12
7 18 20,00 100 19,61
30 90 100 510 100
Misi dan visi unit kerja. Pemahaman visi dan misi unit kerja dirasakan dan dinilai karyawan sudah dipahami dengan baik, sedangkan pemahaman keterkaitan pekerjaan yang dilakukan dengan visi dan misi unit kerja
77
dirasakan dan dinilai karyawan belum dipahami. Hal ini terlihat dari nilai presentase terbesar, yaitu 65 persen (jumlah dari presentase sangat setuju 18,33 persen dan setuju 46,67 persen). Selain itu, nilai presentase kurang setuju 21,67 persen dan 13,33 persen tidak setuju. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase misi dan visi unit kerja 100 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 38 persen dan setuju 62 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa pemahaman karyawan mengenai misi dan visi unit kerja pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta dapat dinilai baik sekali. Hal ini membuktikan bahwa pemahaman karyawan mengenai misi dan visi unit kerja pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta sangat baik dibanding pemahaman karyawan mengenai misi dan visi unit kerja pada PT Trubus Mitra Swadaya. Dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian, ada hal-hal yang dinilai karyawan perlu diperbaiki, yaitu sistem pengarsipan, karena sistem pengarsipan yang ada mempersulit karyawan dalam pencarian dokumen. Hal ini tidak sesuai dengan yang dikemukakan oleh Sangkala (2007) bahwa penyimpanan dan mekanisme penemuan kembali pengetahuan yang efektif memungkinkan organisasi dengan cepat menemukan pengetahuan yang dicari. Supaya tetap bersaing, seyogyanya organisasi dapat menciptakan, menangkap dan menempatkan pengetahuan organisasi dengan cara yang lebih mudah. Oleh sebab itu, PT Trubus Mitra Swadaya perlu membaiki sistem pengarsipan yang ada, sehingga karyawan dapat dengan mudah mengakses informasi yang dibutuhkan. Hal ini terlihat dari nilai persentase terbesar, yaitu 66,67 persen (jumlah nilai presentase sangat setuju 7,78 persen dan setuju 58,89 persen). Selebihnya, kurang setuju 20 persen dan 13,33 persen tidak setuju. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase dokumentasi 85,33 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 0 persen dan setuju 85,33 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa sistem pendokumentasian yang ada dinilai baik sekali. Hal ini membuktikan bahwa sistem pendokumentasian pada Direktorat
78
Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta sangat baik dibanding sistem pendokumentasian pada PT Trubus Mitra Swadaya. Pengambilan keputusan. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dilihat presentase pengambilan keputusan, yaitu sebesar 54,45 persen (jumlah presentase sangat setuju 15,56 persen dan setuju 38,89 persen). Nilai persentase lainnya adalah kurang setuju 23,33 persen dan tidak setuju 22,22 persen. Ini berarti proses pengambilan keputusan dirasakan dan dinilai baik. Namun, masih perlu diperbaiki dalam hal-hal sebagai berikut: pengambilan keputusan dilakukan secara individual tanpa didiskusikan dulu dengan pihak lain yang berkepentingan dan pengambilan keputusan tidak dilakukan melalui forum diskusi. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase pengambilan keputusan 34,67 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 28 persen dan setuju 6,67 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta dinilai kurang baik. Hal ini membuktikan bahwa proses pengambilan keputusan pada PT Trubus Mitra Swadaya lebih baik daripada proses pengambilan keputusan pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta. Manajemen informasi. Hasil penelitian menunjukkan nilai presentase dari manajemen informasi, yaitu 56,67 persen (jumlah presentase sangat setuju 16,67 persen dan setuju 40 persen). Sementara itu, 23,33 persen karyawan menyatakan kurang setuju dan 20 persen tidak setuju terhadap anggapan bahwa sudah diterapkannya manajemen informasi tersebut. Hal ini berarti perusahaan sudah mengelola manajemen informasi dengan baik. Namun, masih ada yang perlu diperbaiki dalam hal-hal sebagai berikut: kemudahan ditemukannya kembali informasi yang tersimpan di setiap unit kerja, pengklasifikasian sebagai pengguna informasi yang diproduksi unit kerja lain dan pengklasifikasian sebagai produsen informasi untuk unit kerja lain. Menurut Maholtra diacu Setiarso et al. (2009), banyak organisasi memiliki sistem informasi yang pada umumnya memakai model manajemen informasi untuk keperluan: (1) mengupayakan agar pangkalan data
79
knowledge dan para pemiliknya secara terus-menerus disesuaikan dengan perubahan lingkungan eksternal; (2) memberitahukan kepada para karyawan atau anggota organisasi tentang perubahan-perubahan terakhir, baik dalam produk maupun prosedur untuk menghasilkan sebuah produk baru. Hal ini merupakan masukan untuk setiap unit kerja di PT Trubus Mitra Swadaya agar lebih mengoptimalkan fungsi manajemen informasi dan masuk untuk perusahaan untuk terus memperbaiki pengelolaan manajemen informasi. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase manajemen informasi 65,33 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 16 persen dan setuju 49,33 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa pengelolaan manajemen informasi dinilai baik oleh karyawannya. Hal ini membuktikan bahwa pengelolaan manajemen informasi pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta sama baiknya dengan pengelolaan manajemen informasi pada PT Trubus Mitra Swadaya. Alangkah baiknya jika PT Trubus Mitra Swadaya lebih meningkatkan lagi pengelolaan manajemen informasinya. Secara keseluruhan, total presentase proses terbesar, yaitu 56,28 persen (jumlah presentase sangat setuju 11,57 persen dan setuju 44,71 persen). Sementara itu, 24,12 persen karyawan menyatakan kurang setuju dan 19,61 persen tidak setuju. Hal ini menunjukkan bahwa proses pada PT Trubus Mitra Swadaya sudah dianggap baik. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase proses sebesar 57,41 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 17,65 persen dan setuju 39,76 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa proses berada pada presentase yang baik. Hal ini membuktikan bahwa proses pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta sama baiknya dengan proses pada PT Trubus Mitra Swadaya. 4.3.12 Analisis Komponen Suasana Kerja Berdasarkan Tabel 14, diperoleh nilai presentase komponen suasana kerja 52,22 persen (jumlah presentase sangat setuju 12,22 persen dan setuju 40 persen). Nilai presentase lainnya adalah kurang setuju 41,11 persen dan tidak setuju 6,67 persen.
80
Tabel 14. Komponen Suasana Kerja Pernyataan 1 2 3
Kualitas ruang kerja mendukung kinerja Ketersediaan sarana fisik sudah memuaskan Lokasi unit kerja strategis untuk mendukung kerja Sub total suasana kerja Persentase
SS 4 4 3 11 12,22
Jumlah S KS 12 13 6 17 18 7 36 37 40,00 41,11
TS 1 3 2 6 6,67
Total 30 30 30 90 100
Menurut Tjakraatmadja dan Donald (2006), masalah kritikal bagi organisasi masa depan adalah bagaimana agar organisasi memiliki kondisi suasana kerja serta mekanisme terciptanya pengetahuan-pengetahuan eksplisit dan tasit seluruh anggotanya, sehingga terjadi inovasi yang mampu memaksimumkan nilai tambah organisasi. Efektivitas proses berbagi pengetahuan sangat ditentukan oleh kualitas suasana dan habitat lingkungan belajar yang kondusif akan mendorong individu-individu dalam organisasi tersebut
untuk
berbagi
pengetahuan
secara
berkelanjutan,
untuk
meningkatkan nilai tambah bagi organisasinya. Menurut Setiarso et al. (2009), pekerja pengetahuan harus mendapatkan lingkungan yang mampu mendorong mereka secara bebas mengemukakan ide-idenya, berkomunikasi dengan yang lainnya, mengetes dan membagi ide, belajar melalui interaksi dengan yang lainnya dan akhirnya menciptakan serta menambahkan nilai pada informasi atau pengetahuan sebelumnya. Semua alat bantu yang digunakan haruslah dapat mendukung proses perubahan organisasi secara sedikit demi sedikit, sehingga akhirnya menjadi organisasi yang secara penuh menerapkan cita-cita manajemen pengetahuan. Hal ini menyebabkan semua individu dan organisasinya menjadi knowledge-worker. Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian karyawan meyakini dan menilai bahwa lokasi setiap unit kerja strategis terhadap suasana kerja. Namun, daya dukung kualitas ruang kerja terhadap kinerja karyawan dan daya dukung ketersediaan sarana fisik, dinilai karyawan belum kondusif untuk bekerja dan belum mendukung proses berbagi pengetahuan yang dilakukan oleh karyawan. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase suasana kerja 82,67 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 44 persen dan setuju 38,67 persen). Angka-angka ini
81
menunjukkan bahwa suasana kerja pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta dinilai baik sekali dan sangat kondusif. Hal ini membuktikan bahwa suasana kerja pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta jauh lebih baik dan kondusif untuk berbagi pengetahuan daripada suasana kerja pada PT Trubus Mitra Swadaya. 4.3.13 Analisis Komponen Waktu Kerja Berdasarkan Tabel 15, diperoleh nilai presentase waktu kerja 36,66 persen (jumlah presentase sangat setuju 12,22 persen dan setuju 24,44 persen). Nilai presentase lainnya adalah kurang setuju 48,89 persen dan tidak setuju 14,44 persen. Tabel 15. Komponen Waktu Kerja Pernyataan 1 2 3
Pekerjaan menyita seluruh waktu kerja Alokasi beban kerja di unit kerja tidak merata Jumlah tenaga yang memahami fungsi pekerjaan di unit kerja terbatas Sub total waktu kerja Persentase
Jumlah S KS 4 23 10 8
SS 2 5
TS 1 7
Total 30 30
4
8
13
5
30
11 12,22
22 24,44
44 48,89
13 14,44
90 100
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa belum meratanya alokasi beban kerja di setiap unit kerja dirasakan dan dinilai kurang baik oleh karyawan. Namun, setiap karyawan memiliki kompetensi yang berbeda-beda sehingga perusahaan mengalokasikan beban kerja yang berbeda-beda pada setiap karyawan. Oleh karena itu, untuk menanggulangi hal ini, maka karyawan harus dapat meningkatkan kompetensinya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti pelatihan-pelatihan yang dianggap perlu yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan di PT Trubus Mitra Swadaya. Penulis membandingkan dengan penelitian sebelumnya oleh Suprapti (2004), nilai presentase waktu kerja 89,34 persen (jumlah nilai presentase antara sangat setuju 42,67 persen dan setuju 46,67 persen). Angka-angka ini menunjukkan bahwa pengaturan waktu kerja pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta dinilai baik sekali oleh karyawannya. Hal ini membuktikan bahwa pengaturan waktu kerja pada Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta jauh lebih baik daripada pengaturan waktu kerja pada PT Trubus Mitra Swadaya.
82
Oleh karena itu, kompetensi karyawan harus terus ditingkatkan sehingga tercipta keseimbangan dan tidak menimbulkan demotivasi karyawan. 4.4. Aktivitas Karyawan Terkait Manajemen Pengetahuan Analisis ukuran kuantitatif dilakukan untuk mengetahui frekuensi aktivitas-aktivitas yang karyawan lakukan yang berkaitan dengan manajemen pengetahuan. Berdasarkan pada Tabel 16, didapat nilai presentase dari ukuran kuantitatif 42,78 persen (total dari presentase lima sampai dengan sepuluh kali 22,78 persen dan presentase lebih dari sepuluh kali 20 persen). Selebihnya karyawan menjawab tidak pernah 30 persen dan menjawab kurang dari lima kali 20 persen. Tabel 16. Ukuran Kuantitatif Pertanyaan 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 1.6
Frekuensi berbagi informasi kepada rekan-rekan kerja Frekuensi keterlibatan dalam forum diskusi Frekuensi kegiatan membaca altikel, buku, jurnal yang berkaitan dengan pekerjaan Frekuensi keterlibatan dalam forum organisasi profesional yang berkaitan dengan pekerjaan Frekuensi usulan untuk perubahan tata cara kerja yang diterima oleh pimpinan Frekuensi training dalam negeri maupun luar negeri yang mendukung pekerjaan Jumlah Persentase
Frekuensi (kali per tahun) TP <5 5-10 >10 0 5 12 13 3 8 11 8
Total 30 30
6
4
10
10
30
14
10
6
0
30
11
14
1
4
30
20
8
1
1
30
54 30,00
49 27,22
41 22,78
36 20,00
180 100
Keterangan: TP = tidak pernah <5 = kurang dari lima kali 5-10 = lima sampai dengan sepuluh kali > 10 = lebih dari sepuluh kali
Angka-angka ini menunjukkan bahwa besar tingkat aktivitas yang berhubungan dengan manajemen pengetahuan berada pada presentase yang kurang baik. Hal ini terlihat pada 42,78 persen memilih jawaban antara lima sampai dengan sepuluh kali dan lebih dari sepuluh kali. Hal ini mengindikasikan bahwa hanya karyawan dalam jumlah kecil saja yang menilai baik besar aktivitas di tempat kerjanya. Hal yang perlu dipertahankan adalah frekuensi berbagi informasi kepada rekan-rekan kerja, sedangkan hal-hal yang perlu ditingkatkan adalah frekuensi keterlibatan karyawan dalam forum diskusi; frekuensi kegiatan membaca artikel, buku, jurnal yang berkaitan dengan pekerjaan; frekuensi usulan untuk perubahan
83
tata cara kerja yang diterima oleh pimpinan; dan frekuensi training dalam negeri maupun luar begeri yang mendukung pekerjaan. Analisis ukuran kuantitatif ini tidak dapat dibanding dengan penelitian terdahulu, yang telah dilakukan oleh Suprapti pada tahun 2004 di Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta, karena ukuran kuantitatif tersebut tidak dihitung dan dianalisis oleh peneliti sebelumnya. Peneliti tersebut hanya meminta responden (dalam hal ini adalah karyawan Direktorat Sumberdaya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat, Jakarta) untuk mengisi pernyataan-pernyataan yang ada di dalam kuesioner pada bagian ukuran kuantitatif tanpa menghitung dan menganalisisnya. 4.5. Persepsi Karyawan terhadap Penerapan Manajemen Pengetahuan Karyawan pada PT Trubus Mitra Swadaya memiliki persepsi yang berbeda terhadap penerapan manajemen pengetahuan yang mereka lakukan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh perbedaan karakteristik yang dimiliki setiap individu. Analisis penerapan manajemen pengetahuan dilakukan secara deskriptif dengan menggunakan tabulasi silang (crosstab). Tabel 17. Persepsi Karyawan terhadap Manajemen Pengetahuan Karakteristik Karyawan
Jenis Kelamin Kelompok Usia Pendidikan Terakhir
Masa Kerja
Unit Kerja yang Ditempati
Komponen Karakteristik Karyawan Laki-laki Perempuan 20-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun SMA/Sederajat Sarjana 0-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun 21-25 tahun Umum dan HRD Retail Akuntansi Pengadaan
Dalam Persentase (%) Sangat Setuju 4 0 7,7 0 0 4,2 0 5 0 0 0 0 0 9,1 0 0
Setuju 80 100 76,9 90 85,7 79,2 100 85 66,7 100 100 66,7 81,8 72,7 100 100
Kurang Setuju 16 0 15,4 10 14,3 16,7 0 10 33,3 0 0 33,3 18,2 18,2 0 0
4.5.1 Persepsi Karyawan Tentang Penerapan Manajemen Pengetahuan Berdasarkan Jenis Kelamin Hasil crosstab (Lampiran 4) menunjukkan bahwa 4 persen karyawan laki-laki menyatakan sangat setuju bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik, 80 persen setuju dan 60 persen kurang setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik, sedangkan 100 persen
84
karyawan perempuan menyatakan bahwa mereka setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan baik laki-laki maupun perempuan setuju bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik. 4.5.2 Persepsi Karyawan Tentang Penerapan Manajemen Pengetahuan Berdasarkan Kelompok Usia Hasil crosstab (Lampiran 4) menunjukkan 7,70 persen karyawan dengan usia 20 sampai dengan 30 tahun menyatakan sangat setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik, 76,90 persen setuju dan 15,40 persen kurang setuju; 90 persen karyawan dengan usia 31 sampai dengan 40 tahun menyatakan setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik dan hanya 10 persen saja yang menyatakan kurang setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik; 85,70 persen karyawan dengan usia 41 sampai dengan 50 tahun menyatakan setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik dan 14,30 persen yang menyatakan kurang setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menyatakan setuju bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik. 4.5.3 Persepsi Karyawan Tentang Penerapan Manajemen Pengetahuan Berdasarkan Pendidikan Terakhir Hasil crosstab (Lampiran 4) menunjukkan 4,2 persen karyawan lulusan SMA/Sederajat sangat setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik, 79,20 persen setuju dan 16,70 persen kurang setuju; 100 persen karyawan lulusan Sarjana menyatakan setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan baik lulusan SMA/Sederajat maupun lulusan Sarjana menyatakan setuju bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik.
85
4.5.4 Persepsi Karyawan Tentang Penerapan Manajemen Pengetahuan Berdasarkan Masa Kerja Hasil crosstab (Lampiran 4) menunjukkan 5,00 persen karyawan dengan masa kerja kurang dari lima tahun menyatakan sangat setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik, 85 persen setuju dan 10 persen kurang setuju; 66,70 persen karyawan dengan masa kerja antara enam sampai sepuluh tahun menyatakan setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik; 100 persen karyawan dengan masa kerja 11 sampai dengan 15 tahun dan 16 sampai dengan 20 tahun menyatakan setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik, sedangkan karyawan dengan masa kerja 21 sampai dengan 25 tahun 66,7 persen menyatakan setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik dan 33,30 persen menyatakan kurang setuju. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas karyawan dengan masa kerja mulai dari kurang dari lima tahun sampai dengan masa kerja 21 sampai dengan 25 tahun menyatakan setuju bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik. 4.5.5 Persepsi Karyawan Tentang Penerapan Manajemen Pengetahuan Berdasarkan Unit Kerja yang Sekarang Ditempati Hasil crosstab (Lampiran 4) menunjukkan 81,80 persen karyawan di unit kerja Umum dan HRD menyatakan setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik, dan 18,20 persen kurang setuju; 9,10 persen karyawan di unit kerja Retail menyatakan sangat setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik dan 72,70 persen menyatakan setuju, 18,20 persen kurang setuju; 100 persen karyawan di unit kerja Akuntansi dan unit kerja Pengadaan menyatakan setuju dengan pernyataan bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas karyawan di unit kerja Umum dan HRD, Retail, Akuntansi dan Pengadaan menyatakan setuju bahwa penerapan manajemen pengetahuan sudah baik.
86
4.6. Implikasi Manajerial Sebagian besar pengetahuan terletak pada manusia-manusia para anggota organisasi, maka hilangnya seorang anggota dari organisasi, baik karena mengundurkan diri, pensiun ataupun meninggal dunia akan berarti bahwa
organisasi
Manajemen
kehilangan
Pengetahuan
pengetahuannya.
secara
sadar
Organisasi
mengakuisisi
melalui
pengetahuan-
pengetahuan yang dimiliki dan memanfaatkannya untuk membangun organisasi berbasis pengetahuan. Oleh karena itu, pihak manajemen perusahaan perlu mengembangkan penerapan manajemen pengetahuan dalam membangun organisasi berbasis pengetahuan. Penelitian yang berjudul Analisis Tingkat Penerapan Manajemen dalam Membangun Organisasi Berbasis Pengetahuan merupakan hal yang diperlukan oleh PT Trubus Mitra Swadaya dalam rangka peningkatan kemampuan
perusahaan
dalam
menghadapi
perubahan
lingkungan.
Pembelajaran organisasi sangat berkaitan erat dengan upaya mencari jawaban bagaimana organisasi mengantisipasi perubahan lingkungan yang sangat cepat agar bisa bertahan dan tampil sebagai pemimpin di bidangnya. Penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan manajemen pengetahuan di PT Trubus Mitra Swadaya dinilai baik sekali oleh karyawan. Akan tetapi, penerapan manajemen pengetahuan ini harus terus ditingkatkan, karena untuk dapat memelihara posisi kompetitifnya, perusahaan perlu memberikan pelayanan terbaik dengan kandungan intelektual yang makin tinggi kepada lingkungan bisnisnya. Hal ini mungkin saja terwujud bila PT Trubus Mitra Swadaya mau terus-menerus belajar dan memperbaharui diri sendiri. Komponen yang perlu ditingkatkan yaitu waktu kerja. Komponen ini perlu ditingkatkan penerapannya agar terjadi keseimbangan antar komponen satu dengan komponen yang lain. Karyawan PT Trubus Mitra Swadaya menilai bahwa alokasi beban kerja di setiap unit kerja belum merata. Namun, kenyataannya, hal ini memang dilakukan oleh perusahaan karena kompetensi yang dimiliki oleh setiap karyawan berbeda-beda, sehingga perusahaan mengalokasikan beban kerja yang berbeda-beda kepada setiap karyawan. Selain itu, dalam aktivitas karyawan terkait Manajemen Pengetahuan, dapat
87
dilihat bahwa aktivitas yang perlu ditingkatkan adalah aktivitas keterlibatan dalam forum organisasi profesional yang berkaitan dengan pekerjaan, aktivitas usulan untuk perubahan tata cara kerja yang diterima oleh pimpinan dan aktivitas training dalam negeri maupun luar negeri yang mendukung pekerjaan. Oleh karena itu, untuk menanggulangi hal ini, maka perusahaan perlu mendorong karyawannya untuk mengikuti forum dan training yang dapat mendukung pekerjaan karyawan. Selain itu, perusahaan juga perlu mendukung karyawannya untuk terus memberikan usulan mengenai perubahan tata cara kerja, sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam perbaikan tata cara kerja yang selama ini telah dilakukan. Terakhir, perusahaan perlu meningkatkan kompetensi karyawannya dengan cara pendidikan dan pelatihan sehingga tercipta keseimbangan dan tidak menimbulkan demotivasi karyawan. Unit kerja Umum dan HRD khususnya sub unit kerja pelatihan dapat mengambil alih tugas tersebut. Pelaksanaannya dengan cara mengadakan pelatihan yang relevan untuk menghasilkan keterampilan, pengetahuan dan kompetensi yang dibutuhkan oleh perusahaan. Berikut beberapa keterampilan yang sebaiknya diberikan kepada para karyawan PT Trubus Mitra Swadaya, seperti: 1. Pelatihan keterampilan untuk belajar dari pengalaman atau belajar dari kesuksesan maupun belajar dari kesalahan masa lalu. 2. Pelatihan keterampilan untuk belajar (learning how to learn), mencakup keterampilan untuk berpikir positif dan terbuka untuk mendengar pendapat orang
lain
serta
keterampilan
untuk
melakukan
studi
banding
(benchmarking) dari praktisi terbaik (best practice) yang terjadi di antara unit-unit kerja di dalam perusahaan maupun yang dilakukan oleh para pesaing. 3. Pelatihan keterampilan untuk transformasi (berbagi) pengetahuan secara cepat dan efisien diantara karyawan internal perusahaan. 4. Pelatihan emosional dan spiritual, sehingga terdapat keseimbangan antara kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual.
88
Lebih jauh lagi, fokus keterampilan dan pengetahuan karyawan sebaiknya perlu diperluas sesuai dengan tuntutan perubahan, sehingga tidak hanya menyangkut keterampilan kerja dibidang tugasnya, namun sebaiknya mencakup pengetahuan tentang proses-proses kerja yang perlu diketahui karyawan, seperti kompetensi dalam pengembangan produk baru dan dibiasakan untuk bekerjasama atau mengikutsertakan konsumen dan para pemasok bahan baku maupun teknologi dalam proses perancangannya. Sebaiknya pelatihan-pelatihan tersebut dilaksanakan rutin yang berfungsi untuk me-refresh, sehingga karyawan dapat mengingat kembali informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan serta tugas dan fungsi pekerjaan di masing-masing unit kerja atau sub unit kerja. Pelatihan-pelatihan tersebut dilaksanakan oleh sub unit pelatihan dan dikontrol oleh manajer HRD PT Trubus Mitra Swadaya, sehingga dalam pelaksanaannya dapat berjalan dengan lancar dan semestinya. Selain itu, perusahaan juga perlu melakukan mentoring yang dapat bermanfaat bagi karyawan dan pimpinan agar dapat lebih sering bertemu. Hal ini dilakukan sebagai wadah pertemuan antarkaryawan dan juga antara karyawan dengan pimpinan. Mentoring ini dapat berfungsi untuk membantu karyawan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi, sehingga mampu mewujudkan ide menjadi usaha yang menghasilkan. Mentoring ini sebaiknya sering diadakan oleh pimpinan di mana pimpinan berkedudukan sebagai pembimbing.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil analisis pada pembahasan penelitian, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: a. Tingkat penerapan manajemen pengetahuan secara keseluruhan dinilai dan dirasakan mayoritas karyawan berada pada penilaian yang baik. Berdasarkan komponen manajemen pengetahuan, satu komponen berada pada taraf kurang baik penerapannya, yaitu komponen waktu kerja. Enam komponen berada pada taraf baik, yaitu komponen belajar, MSDM, teknologi, culture, proses, dan suasana kerja. Selebihnya, (enam komponen manajemen pengetahuan) berada pada taraf penilaian yang baik sekali, yaitu komponen berbagi, inovasi, knowledge, motivasi, komunikasi dan manfaat. b. Tingkat aktivitas yang berhubungan dengan manajemen pengetahuan adalah berada pada penilaian yang buruk. Berdasarkan aktivitas yang berhubungan dengan manajemen pengetahuan pada PT Trubus Mitra Swadaya, tiga aktivitas dinilai baik, yaitu aktivitas berbagi informasi kepada rekan-rekan kerja per tahun, aktivitas keterlibatan dalam forum diskusi per tahun dan aktivitas kegiatan membaca artikel, buku, jurnal yang berkaitan dengan pekerjaan per tahun. Tiga aktivitas lainnya dinilai kurang baik, yaitu aktivitas keterlibatan dalam forum organisasi profesional yang berkaitan dengan pekerjaan dalam setahun, aktivitas dalam mengusulkan perubahan tata cara kerja yang diterima oleh pimpinan dalam setahun dan aktivitas training dalam negeri maupun luar negeri yang mendukung pekerjaan dalam setahun. c. Persepsi
karyawan
karakteristik
tentang
karyawan
manajemen
menunjukkan
pengetahuan
bahwa
mayoritas
berdasarkan karyawan
menyatakan penerapan manajemen pengetahuan telah berjalan dengan baik.
90
2. Saran a. Sebaiknya PT Trubus Mitra Swadaya mendorong karyawannya untuk terlibat dalam forum diskusi yang berkaitan dengan pekerjaannya, dan lebih mendukung karyawannya untuk lebih berani menyampaikan pendapatnya mengenai tata cara kerja. b. Sebaiknya PT Trubus Mitra Swadaya mendorong karyawannya untuk mengikuti training yang dapat mendukung pekerjaan karyawan. c. Sebaiknya PT Trubus Mitra Swadaya mendukung karyawannya untuk terus memberikan usulan mengenai perubahan tata cara kerja, sehingga dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam perbaikan tata cara kerja yang selama ini telah dilakukan. d. Sebaiknya
PT
Trubus
Mitra
Swadaya
meningkatkan
kompetensi
karyawannya dengan cara pendidikan dan pelatihan sehingga tercipta keseimbangan dan tidak menimbulkan demotivasi karyawan. e. Sebaiknya pelatihan-pelatihan dilaksanakan rutin yang berfungsi untuk merefresh sehingga karyawan dapat mengingat kembali informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan serta tugas dan fungsi pekerjaan di masingmasing unit kerja atau sub unit kerja. f. Sebaiknya PT Trubus Mitra Swadaya melakukan mentoring yang dapat bermanfaat bagi karyawan dan pimpinan agar dapat lebih sering bertemu. Hal ini dilakukan sebagai wadah pertemuan antarkaryawan dan juga antara karyawan dengan pimpinan. Mentoring ini dapat berfungsi untuk membantu karyawan dalam mengatasi permasalahan-permasalahan yang dihadapi, sehingga mampu mewujudkan ide menjadi usaha yang menghasilkan. g. Sebaiknya penelitian selanjutnya melibatkan pimpinan atau manajemen level atas, sehingga mereka juga dapat memberikan persepsi mengenai manajemen pengetahuan yang ada di perusahaan tersebut. h. Sebaiknya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan alat analisis lain yang mungkin saja lebih baik hasilnya. i. Sebaiknya penelitian selanjutnya menggunakan jumlah sampel yang lebih banyak dan menggunakan metode probability sampling, sehingga hasilnya lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Batubara, F. H. 2005. Analisis Tingkat Penerapan Model Learning Organization pada Akademi Pimpinan Perusahaan [Tesis]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia. http://www.digilib.ui.ac.id/opac/ themes/libri2/detail.jsp?id=116582&lokasi=lokal [18 November 2009]. Cooper, D. R. and Pamela. S. S. 2006. Metode Riset Bisnis Ed. 9. PT Media Global Edukasi, Jakarta. Faqih, H. L. 2005. Penerapan Manajemen Pengetahuan pada PT Padutama Technology System [Tesis]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia. http://www.lontar.ui.ac.id//file?file=digital/116378-Penerapan% 20manajemen-Full%20text%20(T%2021678).pdf [10 November 2009]. Grover, V. and Thomas D. H. 2001. General Perspectives on Knowledge Management: Fostering a Research Agenda. Journal of Management Information Systems, vol. 18, no. 1, pp 5-21. http://www.slis.indiana.edu/faculty/hrosenba/www/l574/pdf/grover_kmresearch-agenda.pdf [13 November 2009]. Hardjana, A. M. 2001. Training SDM yang Efektif. Kanisius, Yogyakarta. Hylton, A. 2002. Measuring and Assessing Knowledge-Value and the Pivotal Role of the Knowledge Audit. http://www.providersedge.com/ docs/km_articles/Measuring_&_Assessing_K-Value_&_Pivotal_Role_of_ K-Audit.pdf [28 Oktober 2009]. Munir, N. 2008. Knowledge Management Audit. Sekolah Tinggi Manajemen PPM, Jakarta. Nasution, S. 2007. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Bumi Aksara, Jakarta. Sangkala. 2007. Knowledge Management. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Setiarso, B., Nazir H, Triyono, Hendra S. 2009. Penerapan Knowledge Management pada Organisasi. Graha Ilmu, Yogyakarta. Suprapti, E. 2004. Analisis Tingkat Penerapan Manajemen Pengetahuan dalam Upaya Membangun Organisasi Berbasis Pengetahuan pada Direktorat Sumber Daya Manusia Bank Indonesia Kantor Pusat Jakarta [Tesis]. Jakarta: Program Pascasarjana, Universitas Indonesia. http:// www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=80027&lokasi=lokal [28 Oktober 2009]. Suryana, A. 2004. Kiat dan Teknik Evaluasi Pelatihan. Progres, Jakarta.
92
Tjakraatmadja, J. N. and D. C. Lantu. 2006. Knowledge Management: dalam Konteks Organisasi Pembelajar. Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung, Bandung. Umar, H. 2003. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Walpole, R. E. 1997. Pengantar Statistika Ed. 3. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian RANIASARI BIMANTI ESTHI Mahasiswa Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor
ANALISIS TINGKAT PENERAPAN MANAJEMEN PENGETAHUAN DALAM MEMBANGUN ORGANISASI BERBASIS PENGETAHUAN (STUDI KASUS PT TRUBUS MITRA SWADAYA) Terima kasih atas partisipasi Anda menjadi salah satu responden dan secara sukarela mengisi kuesioner ini. Kuesioner ini merupakan salah satu instrumen penelitian yang dilakukan oleh Raniasari Bimanti Esthi, mahasiswa Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor untuk memenuhi tugas penyelesaian Skripsi Program Sarjana. Saya sangat menghargai kejujuran Anda dalam mengisi kuesioner ini dan menjamin kerahasiaan Anda. Atas kerjasama dan bantuan Anda, saya ucapkan terima kasih. Petunjuk Pengisian Kuesioner: Pada bagian ini Anda diminta untuk memberi tanda pada kotak jawaban yang paling sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Bagian I Bagian II Bagian III
: : :
: harus diberi centang < : Kurang dari 1 : Sangat Setuju 2 : Setuju
> : Lebih dari 3 : Kurang Setuju 4 : Tidak Setuju
BAGIAN I Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini. 1. Kode Responden : 2. Jenis Kelamin
:
Laki-laki 3. Kelompok Usia
Perempuan :
20 – 30 tahun
41 – 50 tahun
> 61 tahun
31 – 40 tahun
51–60 tahun
4. Pendidikan Terakhir: SMA/Sederajat
S1
S2
S3 s.d.
5.
Masa kerja
:
6.
Unit kerja yang sekarang ditempati
:
7.
Masa penempatan di unit kerja
:
8.
Sub unit kerja yang sekarang ditempati :
9.
Masa penempatan di sub unit kerja
10. Jabatan Pekerjaan
: :
s.d.
s.d.
Lanjutan Lampiran 1.
PERTANYAAN
PERNYATAAN (per tahun) Tidak 5-10 > 10 < 5 kali pernah kali kali
1. UKURAN KUANTITATIF 1.1 Frekuensi saya dalam berbagi informasi kepada rekan-rekan kerja 1.2
Frekuensi keterlibatan saya dalam forum diskusi
1.3
Frekuensi kegiatan membaca artikel, buku, jurnal yang berkaitan dengan pekerjaan saya
1.4
Frekuensi keterlibatan saya dalam forum organisasi profesional yang berkaitan dengan pekerjaan
1.5
Frekuensi usulan saya untuk perubahan tata cara kerja yang diterima oleh pimpinan
1.6
Frekuensi training dalam negeri maupun luar negeri yang mendukung pekerjaan
PERTANYAAN 2. BERBAGI 2.1
Berbagi dan belajar telah dilakukan di unit kerja kami
2.2 2.3
Budaya berbagi sudah menjadi bagian dari perilaku saya Kegiatan berbagi dan belajar yang dilakukan bersifat lintas unit kerja
2.4
Pemanfaatan informasi dari unit kerja lain untuk pelaksanaan pekerjaan saya
2.5
Pengembangan diri saya adalah tanggung jawab organisasi sepenuhnya
2.6
Saya sering merujuk pada berbagai sumber informasi yang tersedia di sekitar saya untuk menyelesaikan pekerjaan saya Setelah saya melakukan pekerjaan, saya mendistribusikannya kepada rekan kerja saya
2.7 2.8 2.9
Saya tahu area apa yang perlu dikembangkan agar pengetahuan saya dapat sesuai dengan kebutuhan pekerjaan saya Diskusi kelompok dapat meningkatkan pengetahuan dan skill yang saya miliki
3. BELAJAR 3.1 Perilaku belajar sudah menjadi bagian dari budaya kerja di unit kerja kami 3.2
Budaya belajar sudah menjadi bagian dari perilaku saya
Sangat Setuju
PERNYATAAN Kurang Setuju Setuju
Tidak Setuju
Lanjutan Lampiran 1. 3.3 3.4
Belajar adalah kegiatan formal yang dilakukan di kelas Kesalahan merupakan hal yang memalukan di lingkungan unit kerja saya
3.5
Saling memahami apa yang dilakukan secara lintas unit kerja bermanfaat untuk pelaksanaan pekerjaan
3.6
Saya membantu teman-teman yang membutuhkan bantuan keahlian saya
3.7
Permasalahan yang saya hadapi dalam pekerjaan dapat diselesaikan melalui forum diskusi
3.8
Dalam proses penyelesaian pekerjaan, saya mendiskusikannya dengan rekan-rekan kerja saya
3.9
Saya bekerja bersama teman dari unit kerja lain untuk menyelesaikan suatu tugas
3.10
Bekerja sama dengan teman lain membantu pencapaian keputusan yang lebih tepat
3.11
Ide teman-teman dari bagian lain bermanfaat bagi penyelesaian pekerjaan saya
3.12
Kekhawatiran mengatakan sesuatu yang salah menyebabkan saya enggan berbicara di forum diskusi/rapat
4. INOVASI 4.1 4.2
Saya cukup inovatif dalam melaksanakan pekerjaan Ada banyak inefisiensi dalam proses pelaksanaan pekerjaan (waktu, uang, dll.)
4.3
Saya melakukan pekerjaan dengan cara yang sama sebagaimana yang telah dilakukan selama ini
4.4
Saya mengungkapkan ide-ide baru yang dapat diterima oleh rekan kerja saya
4.5
Hasil pemikiran saya diimplementasikan pada proses kerja di unit kerja saya
4.6
Ide-ide baru yang saya usulkan pada saat diimplementasikan membuahkan terobosan baru
4.7
Hasil pemikiran dapat diimplementasikan dalam pekerjaan
4.8
Saya terbuka pada ide-ide baru yang dilontarkan oleh rekan sekerja saya
4.9
Saya adalah orang yang proaktif dan berorientasi ke masa depan
4.10 4.11
Prediksi saya seringkali tepat Jenis pekerjaan saya tidak memungkinkan untuk menjadi kreatif dan inovatif
4.12
Pekerjaan saya sudah overload
5. KNOWLEDGE 5.1 5.2
Saya memahami pengetahuan yang saya miliki Saya tidak paham kebutuhan informasi individu atau unit kerja sendiri
Lanjutan Lampiran 1. 5.3
Pengetahuan yang saya miliki sesuai dengan tuntutan pekerjaan saya
5.4
Saya tidak paham kebutuhan informasi individu atau unit kerja lain
5.5
Saya tidak paham pengetahuan apa yang dibutuhkan oleh unit kerja saya
6. MOTIVASI 6.1 Perilaku berbagi, belajar dan inovasi akan mendukung kinerja saya dan organisasi 6.2
Berbagi informasi mengakibatkan pengetahuan saya bertambah
6.3
Saya tidak mengharapkan imbalan atas pengetahuan yang saya bagikan
6.4
Saya tidak tahu mengapa harus berbagi, belajar dan inovasi
6.5
Perubahan tidak membuat saya menjadi lebih baik
6.6
Saya tidak perlu berubah
7. KOMUNIKASI 7.1
Saya mampu berkomunikasi secara tertulis
7.2 7.3
Saya mampu berkomunikasi secara lisan Lawan bicara saya dapat memahami apa yang saya komunikasikan
7.4
Saya tidak tahu media yang tepat untuk menyalurkan hasil pemikiran
7.5 7.6
Mengenali lawan bicara saya Saya mencari inti dari pesan yang ingin saya sampaikan dalam berkomunikasi
8. MANFAAT 8.1 Manfaat utama dari belajar, berbagi dan inovasi adalah ketersediaan best practices 8.2
Belajar dan berbagi mempercepat proses pengambilan keputusan
8.3
Belajar, berbagi dan inovasi bermanfaat bagi kinerja saya dan kinerja organisasi
8.4
Perilaku belajar, berbagi dan inovasi akan menghapus fungsi pelaksanaan di unit kerja kami
8.5
Belajar dan berbagi dapat memenuhi kebutuhan kompetensi saya dalam melaksanakan pekerjaan
9. MSDM 9.1. BIROKRASI 9.1.1 9.1.2
Bentuk organisasi saat ini terlampau birokratis Diperlukan waktu yang cukup panjang untuk menyampaikan ide ke pimpinan organisasi atau sebaliknya
Lanjutan Lampiran 1. 9.1.3
Sebagian besar tugas dan pekerjaan saya diselesaikan melalui kerja lintas unit kerja
9.2. LEADERSHIP 9.2.1 9.2.2
Pimpinan saya adalah panutan saya Pimpinan saya membimbing saya dalam pelaksanaan pekerjaan saya
9.2.3
Pimpinan di tempat saya menyebarluaskan hasil pertemuan yang dihadirinya
9.2.4
Pimpinan di tempat saya melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pekerjaan Pimpinan saya terbuka pada ide-ide baru
9.2.5
9.3. PLACEMENT 9.3.1
Penempatan saya telah sesuai dengan kompetensi saya
10. TEKNOLOGI 10.1. UMUM 10.1.1 Komputer paling banyak saya manfaatkan untuk hal-hal berikut: a. Mengetik b. Browsing untuk mencari informasi c. Email 10.1.2 10.1.3
Rasio komputer di tempat saya adalah 1 : 1 Teknologi informasi yang ada sudah dapat menjamin kerahasiaan informasi saya
10.1.4
Saya mengandalkan email dibandingkan dengan media komunikasi lainnya
10.2. MANFAAT CYBER LIBRARY 10.2.1 10.2.2
Isi dari cyber library sesuai dengan kebutuhan pekerjaan Cyber library perlu memasukan data untuk kebutuhan penelitian
10.2.3
Cyber library adalah "one stop information shopping place"
10.2.4
Cyber library dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan data dan informasi untuk saya
11. CULTURE 11.1. KOMPETENSI
Lanjutan Lampiran 1. 11.1.1
Saya memahami tingkat kompetensi yang dibutuhkan untuk pekerjaan saya
11.1.2
Tingkat kompetensi saya sesuai dengan pekerjaan saya
11.2. TRANSPARANSI 11.2.1 Keterbukaan dalam berkomunikasi sudah menjadi bagian dari perilaku di unit kerja saya 11.2.2
Saya berani mengungkapkan pendapat tanpa melihat jabatan
11.2.3
Kebijakan kami dipahami oleh stakeholder internal dan eksternal
11.2.4
Saya takut melakukan kesalahan dalam mengungkapkan pendapat
11.2.5
Stakeholder sulit memahami kebijakan yang dikeluarkan oleh unit kerja saya
11.2.6
Informasi yang ada di unit kerja saya sebagian besar bersifat rahasia
11.2.7 11.2.8
Data/informasi/pengetahuan adalah power Kebutuhan stakeholder akan data/informasi/pengetahuan dapat dipenuhi oleh unit kerja kami dalam waktu singkat
11.2.9
Sebagian besar hasil pemikiran yang dibuat di unit kerja kami tidak perlu diketahui oleh unit kerja lain ataupun masyarakat eksternal
11.2.10
Hasil pemikiran yang dihasilkan unit kerja saya perlu dikomunikasikan kepada unit kerja lain sebelum menjadi sebuah keputusan
11.2.11
Unit kerja kami adalah salah satu sumber informasi utama di PT Trubus Mitra Swadaya
11.2.12
Unit kerja saya telah megidentifikasi informasi apa saja yang dibutuhkan oleh stakeholder
11.3. KEBERSAMAAN 11.3.1 Saya mendengarkan ide-ide yang disampaikan oleh rekan kerja 11.3.2
Kerja dalam kelompok mempermudah proses pengambilan keputusan
11.3.3
Kerja dalam kelompok membuat proses pengambilan keputusan menjadi lebih singkat
11.3.4
Informasi yang dibutuhkan oleh sebagian besar unit kerja untuk pelaksanaan pekerjaan sebaiknya diberikan untuk seluruh unit kerja
11.3.5
Saya khawatir apabila informasi yang saya miliki diberikan kepada banyak orang akan mempengaruhi peran saya terhadap penguasaan informasi tersebut
12. PROSES
Lanjutan Lampiran 1. 12.1. UMUM 12.1.1 Data dan informasi yang saya butuhkan tersebar di berbagai unit kerja dan tidak tersentralisasi 12.1.2
Data dan informasi yang tersedia relevan dengan pekerjaan
12.1.3
Kualitas data dan informasi yang tersedia untuk pelaksanaan pekerjaan saya sudah memadai
12.1.4
Saya kesulitan memperoleh informasi disebabkan oleh faktor kerahasiaan
12.1.5
Data/informasi yang diberikan oleh unit kerja lain tiba dengan tepat waktu
12.1.6
Data/informasi yang dibuat dan disebarkan oleh unit kerja saya tepat waktu sesuai dengan kebutuhan unit kerja lain 12.2. MISI DAN VISI BAGIAN 12.2.1 12.2.2
Saya memahami misi dan visi unit kerja Saya memahami keterkaitan pekerjaan yang saya lakukan dengan misi dan visi unit kerja
12.3. DOKUMENTASI 12.3.1 Saya tidak mengalami kesulitan mencari kembali dokumen yang saya butuhkan 12.3.2 12.3.3
Sistem pengarsipan yang ada mempersulit saya dalam mencari dokumen Saya paham akan sistem pengarsipan dokumen yang berlaku di unit kerja saya
12.4. PENGAMBILAN KEPUTUSAN 12.4.1 Proses pengambilan keputusan di unit kerja saya dilaksanakan dengan tepat waktu 12.4.2
Pengambilan keputusan di unit kerja saya dilakukan secara individual tanpa didiskusikan terlebih dahulu
12.4.3
Pengambilan keputusan akan lebih efisien bila dilakukan melalui forum diskusi
12.5. MANAJEMEN INFORMASI 12.5.1 Informasi yang tersimpan di unit kerja saya dapat ditemukan kembali dengan mudah 12.5.2
Pengklasifikasian unit kerja saya: a. Sebagai pengguna informasi yang diproduksi unit kerja lain b. Sebagai produsen informasi untuk unit kerja lain
13. SUASANA KERJA 13.1 Kualitas ruang kerja saya mendukung kinerja saya 13.2
Ketersediaan sarana fisik sudah memuaskan
Lanjutan Lampiran 1. 13.3
Lokasi bagian strategis untuk mendukung kerja
14. WAKTU KERJA 14.1 Pekerjaan saya menyita seluruh waktu kerja saya 14.2 14.3
Alokasi beban kerja di unit kerja tidak merata Jumlah tenaga yang memahami fungsi pekerjaan di unit kerja terbatas
99
Lampiran 2. Hasil Uji Validitas Kuesioner Pertanyaan 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6. 2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. 2.7. 2.8. 2.9. 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7. 3.8. 3.9. 3.10. 3.11. 3.12. 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9. 4.10. 4.11. 4.12. 5.1. 5.2. 5.3.
r hitung 0,492 0,699 0,597 0,781 0,757 0,637 0,733 0,759 0,483 0,625 0,451 0,578 0,496 0,486 0,511 0,386 0,584 0,550 0,376 0,535 0,489 0,385 0,531 0,499 0,541 0,715 0,567 0,703 0,425 0,611 0,711 0,683 0,580 0,511 0,492 0,703 0,368 0,556 0,601 0,720 0,630 0,432
r tabel 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
100 Lanjutan Lampiran 2. 5.4. 5.5. 6.1. 6.2. 6.3. 6.4. 6.5. 6.6. 7.1. 7.2. 7.3. 7.4. 7.5. 7.6. 8.1. 8.2. 8.3. 8.4. 8.5. 9.1.1. 9.1.2. 9.1.3. 9.2.1. 9.2.2. 9.2.3. 9.2.4. 9.2.5. 9.3.1. 10.1.1.a. 10.1.1.b. 10.1.1.c. 10.1.2. 10.1.3. 10.1.4. 10.2.1. 10.2.2. 10.2.3. 10.2.4. 11.1.1. 11.1.2. 11.2.1. 11.2.2. 11.2.3. 11.2.4. 11.2.5.
0,813 0,752 0,739 0,652 0,743 0,481 0,676 0,565 0,853 0,852 0,433 0,617 0,668 0,651 0,790 0,491 0,730 0,540 0,845 0,718 0,698 0,502 0,563 0,620 0,746 0,774 0,855 0,529 0,805 0,796 0,744 0,681 0,730 0,735 0,767 0,758 0,743 0,813 0,542 0,448 0,424 0,386 0,595 0,428 0,603
0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
101 Lanjutan Lampiran 2. 11.2.6. 11.2.7. 11.2.8. 11.2.9. 11.2.10. 11.2.11. 11.2.12 11.3.1. 11.3.2. 11.3.3. 11.3.4. 11.3.5. 12.1.1. 12.1.2. 12.1.3. 12.1.4. 12.1.5. 12.1.6. 12.2.1. 12.2.2. 12.3.1. 12.3.2. 12.3.3. 12.4.1. 12.4.2. 12.4.3. 12.5.1. 12.5.2.a. 12.5.2.b. 13.1. 13.2. 13.3. 14.1. 14.2. 14.3
0,651 0,577 0,407 0,606 0,695 0,378 0,552 0,535 0,474 0,548 0,611 0,501 0,456 0,380 0,395 0,613 0,716 0,809 0,490 0,468 0,387 0,577 0,488 0,436 0,453 0,780 0,472 0,399 0,376 0,693 0,735 0,835 0,639 0,949 0,898
0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361 0,361
Valid Valid Valid valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
102
Lampiran 3. Hasil Uji Reliabilitas Kuesioner Case Processing Summary N Cases
% 100.0
Valid 30 Exclud 0 .0 ed(a) Total 30 100.0 a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha .705
N of Items 14
103 Lampiran 4. Hasil Uji Tabulasi Silang Jenis Kelamin * Manajemen Pengetahuan Crosstab
Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan
Total
Count % within Jenis Kelamin Count % within Jenis Kelamin Count % within Jenis Kelamin
Manajemen Pengetahuan Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju 1 20 4 4.0% 80.0% 16.0% 0 5 0 .0% 100.0% .0% 1 25 4 3.3% 83.3% 13.3%
Total 25 100.0% 5 100.0% 30 100.0%
Kelompok Usia * Manajemen Pengetahuan Crosstab
Kelompok Usia
20-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun
Total
Count % within Kelompok Usia Count % within Kelompok Usia Count % within Kelompok Usia Count % within Kelompok Usia
Manajemen Pengetahuan Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju 1 10 2 7.7% 76.9% 15.4% 0 9 1 .0% 90.0% 10.0% 0 6 1 .0% 85.7% 14.3% 1 25 4 3.3% 83.3% 13.3%
Total 13 100.0% 10 100.0% 7 100.0% 30 100.0%
Pendidikan Terakhir * Manajemen Pengetahuan Crosstab
Pendidikan Terakhir
SMA/Sederajat
Sarjana
Total
Count % within Pendidikan Terakhir Count % within Pendidikan Terakhir Count % within Pendidikan Terakhir
Manajemen Pengetahuan Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju 1 19 4
Total 24
4.2%
79.2%
16.7%
100.0%
0
6
0
6
.0%
100.0%
.0%
100.0%
1
25
4
30
3.3%
83.3%
13.3%
100.0%
104 Lanjutan Lampiran 4. Masa kerja * Manajemen Pengetahuan Crosstab
Masa kerja
0-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun 21-25 tahun
Total
Count % within Masa kerja Count % within Masa kerja Count % within Masa kerja Count % within Masa kerja Count % within Masa kerja Count % within Masa kerja
Manajemen Pengetahuan Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju 1 17 2 5.0% 85.0% 10.0% 0 2 1 .0% 66.7% 33.3% 0 1 0 .0% 100.0% .0% 0 3 0 .0% 100.0% .0% 0 2 1 .0% 66.7% 33.3% 1 25 4 3.3% 83.3% 13.3%
Total 20 100.0% 3 100.0% 1 100.0% 3 100.0% 3 100.0% 30 100.0%
Unit Kerja yang Ditempati * Manajemen Pengetahuan Crosstab
Nama Sub Bagian Yang ditempati
Umum & HRD
Retail
Akuntansi
Pengadaan
Total
Count % within Nama Sub Bagian Yang ditempati Count % within Nama Sub Bagian Yang ditempati Count % within Nama Sub Bagian Yang ditempati Count % within Nama Sub Bagian Yang ditempati Count % within Nama Sub Bagian Yang ditempati
Manajemen Pengetahuan Sangat Setuju Setuju Kurang Setuju 0 9 2
Total 11
.0%
81.8%
18.2%
100.0%
1
8
2
11
9.1%
72.7%
18.2%
100.0%
0
1
0
1
.0%
100.0%
.0%
100.0%
0
7
0
7
.0%
100.0%
.0%
100.0%
1
25
4
30
3.3%
83.3%
13.3%
100.0%
Struktur Organisasi PT Trubus Mitra Swadaya DIREKTUR
MGR Akuntansi
MGR
MGR HRD Pelatihan
Supervisor
EDP
Sales GL
Kolektor
Ad
Promosi Admin
A/R
Ad
Kasir
MGR Akuntansi
MGR Pengadaan
Koord. MD
Staf
Ad
MD Tanaman
MD Produk
Koord. Toko
MD Kepala. Toko
Admin
Ekspedisi
Penanggung Jawab Pameran
Pengolah
OB
MGR Akuntansi
Kasir
Staf Toko
Gambar 4. Struktur Organisasi PT Trubus Mitra Swadaya