ANALISIS STRATEGI DAYA SAING DAN DAYA TARIK INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA
NURFIKRIYADI
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi berjudul Analisis Strategi Daya Saing dan Daya Tarik Industri Kelapa Sawit Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2014
Nurfikriyadi NIM H24100155
4
ABSTRAK NURFIKRIYADI. Analisis Strategi Daya Saing dan Daya Tarik Industri Kelapa Sawit Indonesia. Dibimbing oleh JONO M MUNANDAR. Indonesia memiliki banyak potensi untuk berkembang karena lahan yang masih banyak tersedia dan upah pekerja yang relatif rendah, namun minim dari segi infrastruktur dan dukungan supporting industries, yaitu industri jasa (pelabuhan, transportasi, lembaga penelitian) dan juga industri logistik (pupuk, bahan kimia, alat berat) (Hagi, 2010). Penelitian ini perlu dilakukan untuk menentukan strategi daya saing industri kelapa sawit Indonesia. Tujuan dari penelitian untuk : 1) Mengetahui daya saing ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar internasional apabila dibandingkan dengan Malaysia, 2) Menganalisis daya saing dan daya tarik industri kelapa sawit Indonesia untuk mempengaruhi faktor yang paling dominan yang menjadi daya saing dan daya tarik Industri kelapa sawit Indonesia, 3) Merumuskan strategi baru dalam rangka merencanakan pengembangan Industri kelapa sawit Indonesia kedepannya, sehingga hasil produk dari kawasan Indonesia dapat bertahan dan dapat bersaing dengan produk Negara lain, khususnya Malaysia. Kata kunci: blue ocean strategy, daya saing, daya tarik, GE 9 cell matrix, industri kelapa sawit ABSTRACT NURFIKRIYADI. Analysis of Competitiveness and Attractions Strategy Indonesian Palm Oil Industri. Supervised by Jono M Munandar. Indonesia has a lot of potential to develop because the land is still widely available and relatively low labor costs, but weak in terms of supporting infrastructure and support industries, the service industri (ports, transport, research institutes) as well as the logistics industri (fertilizers, chemicals, heavy equipment) (Hagi 2010). This research needs to be done to determine the competitiveness strategy Indonesian palm oil industri. The purpose of the research: 1) Determine the competitiveness of Indonesian palm oil exports in the international market when compared to Malaysia, 2) Analyze the competitiveness and attractiveness of Indonesian palm oil industri to influence the most dominant factor that into the competitiveness and attractiveness of the palm oil industri Indonesia, 3) To formulate a new strategy in order to plan the development of Indonesian palm oil industri in the future, so that the product of the Indonesian region can survive and products can compete with other countries, especially Malaysia. Keywords: attractiveness, blue ocean strategy, competitiveness, GE 9 cell matrix, palm oil industry
5
ANALISIS STRATEGI DAYA SAING DAN DAYA TARIK INDUSTRI KELAPA SAWIT INDONESIA
NURFIKRIYADI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
6
7
Judul Skripsi : Analisis Strategi Daya Saing dan Daya Tarik Industri Kelapa Sawit Indonesia Nama : Nurfikriyadi NIM : H24100155
Disetujui oleh
Dr Ir Jono M Munandar, M Sc Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Mukhamad Najib, STP, MM Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
8
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian berjudulAnalisis Strategi Daya Saing dan Daya Tarik Industri Kelapa Sawit Indonesiayang juga sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Jono M Munandar, M Sc. selaku pembimbing skripsi.Tak lupa terima kasih disampaikan kepada orang tua tercinta (Adin Imaduddin Nur dan Euis Aminah) yang selalu mendukung penuh penulis selama studi, adik tercinta Dwiarti Rachma Nuramalia, dan juga Nurul Adilah atas segala doa, semangat, dan kasih sayangnya. Terima kasih pula kepada sahabat-sahabat terbaik Manajemen 47 dan teman-teman BEM FEM IPB, BEM KM IPB, Young On Top, dan StudentsxCEOsatas dukungan dan doa yang diberikan. Terima kasih untuk seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2014 Nurfikriyadi
9
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
Ruang Lingkup Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Kelapa Sawit
3
Industri Pengolahan Kelapa Sawit
3
Konsep Segmen Pasar
3
METODOLOGI PENELITIAN
4
Kerangka Pemikiran Penelitian
4
Lokasi dan Waktu Penelitian
6
Jenis dan Sumber Data
6
Pengolahan dan Analisis Data
7
Metode Analisis Blue Ocean Strategy
7
Metode GE 9 Cell
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Gambaran Umum Persaingan Industri Kelapa Sawit Indonesia dan Malaysia
8
Hasil Analisis GE 9 Cell
8
Hasil Analisis Blue Ocean Strategy
15
Implikasi Manajerial
15
SIMPULAN DAN SARAN
19
DAFTAR PUSTAKA
19
LAMPIRAN
21
vi 10
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Rating daya tarik industri kelapa sawit Indonesia dan Malaysia Volume ekspor dan impor minyak sawit Indonesia tahun 2008-2012 Jumlah impor CPO Belanda, Tiongkok, India, dan Pakistan, tahun 2008-2012 Rating daya saing kelapa sawit Indonesia dan Malaysia Perbandingan indeks kualitas infrastruktur 2010
10 10 11 13 13
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
Kerangka pemikiran General Electric Business Screen Posisi daya saing dan daya tarik industri berdasarkan penilaian pakar
6 7 10
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Contoh kuesioner Data ekspor dan impor CPO beserta turunannya, tahun 2008-2012 Data ekspor CPO Indonesia tahun 2012 Daftar berbagai olahan yang telah dihasilkan Malaysia dari kelapa sawit Gambar hasil pencarian kata kunci Screenshot yang diambil dari situs mpob.gov.my Urutan nilai daya tarik dan daya saing industri kelapa sawit Indonesia dan Malaysia Kurva kompetisi industri kelapa sawit Indonesia Kurva usulan strategi baru industri kelapa sawit Indonesia Kurva sanding usulan strategi baru industri kelapa sawit Indonesia dengan Malaysia
21 28 28 29 30 30 31 32 33 34
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan unggulan dan utama di Indonesia. Tanaman yang produk utamanya merupakan minyak sawit (CPO) ini memiliki nilai ekonomis tingi dan menjadi salah satu penyumbang devisa negara tertinggi dari sektor pertanian. Tren neraca ekspor-impor, luas lahan, dan jumlah produksi yang positif dari tahun ke tahun menunjukan betapa menjanjikannya industri ini. Selama periode 2008-2012 volume ekspor minyak kelapa sawit dari Indonesia selalu meningkat dari 14 291 ton pada tahun 2008 menjadi 18 845.1 ton pada tahun 2012 (BPS, 2013). Volume ekspor yang cukup besar tersebut didukung oleh luas lahan yang memadai dan produksi yang cukup tinggi. Pada tahun 2008, Indonesia memiliki total luas lahan perkebunan kelapa sawit seluas 7 491 000 hektar dengan produksi sebesar 17.54 juta ton. Luas ini bertambah pada tahun 2012 menjadi 9 572 715 hektar dengan produksi 26.015 juta ton (BPS, 2013).Perkembangan ekspor dan impor minyak sawit, minyak inti sawit dan lainlain di Indonesia tahun 2008-2012 secara rinci disajikan pada Lampiran 2. Pasar ekspor minyak sawit mentah asal Indonesia masih mengalami pertumbuhan positif meskipun kerap menerima isu negatif terhadap industri kelapa sawit Indonesia. Menurut BPS, permintaan minyak sawit produksi Indonesia mayoritas berasal dari India dengan pembelian sebesar sebesar 5 407 juta ton pada tahun 2012. Permintaan minyak sawit lainnya berasal dari Tiongkok, Belanda, Malaysia, Singapura, dan negara lainnya.Data permintaan minyak sawit ke negara tujuan ekspor secara rinci terdapat pada Lampiran 3. Dalam persaingan minyak kelapa sawit di tingkat global, Malaysia merupakan pesaing utama Indonesia. Bahkan produksi dan mutu minyak sawit Malaysia lebih baik. Namun, perkembangan ekspor minyak sawit produksi Malaysia diperkirakan akan stagnan di masa yang akan datang mengingat keterbatasan lahan yang dimiliki dan tingkat upah pekerja yang tinggi yang diberlakukan oleh Malaysia. Indonesia memiliki banyak potensi untuk berkembang karena lahan yang masih banyak tersedia dan upah pekerja yang relatif rendah. Buruh di perkebunan Malaysia rata-rata mendapatkan upah sebesar RM900 atau Rp3 200 000 per bulan. Sementara di Indonesia, buruh dengan tugas yang sama mendapat Rp2 500 000. Sektor minyak sawit di Indonesia diperkirakan mempekerjakan 0.4 orang per hektar, artinya 8 juta hektar perkebunan minyak sawit yang berdiri pada 2011 menyediakan lapangan kerja langsung hingga sekitar 3.2 juta orang. Potensi penyediaan lapangan kerja ini dipandang penting bagi pengurangan kemiskinan di Indonesia yang memiliki sekitar 30 juta orang (atau 15 persen dari populasi) hidup di bawah garis kemiskinan (Obidzinski 2013). Perluasan perusahaan perkebunan minyak sawit juga dipandang penting bagi pembangunan infrastruktur pedesaan Indonesia. Hal ini terutama berlaku di pedalaman dan pulau luar yang memiliki infrastruktur publik (jalan, listrik, telekomunikasi) terbatas dan pembangunannya menjadi mahal jika ditanggung oleh pemerintah sendiri. Selain itu, kebijakan pemerintah yang terpadu perlu
2
dihadirkan, agar bisa membuat suatu pedoman pengembangan industri kelapa sawit Indonesia agar bisa lebih bersaing dengan negara lain. Perumusan Masalah Rumusan masalah untuk penelitian ini adalah: 1. Bagaimana daya saing ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar Internasional? 2. Apa saja kelebihan dan kelemahan kelapa sawit Indonesia, serta peluang dan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia baik dalam produksi maupun dalam proses ekspor ke luar negeri? 3. Bagaimana strategi yang sebaiknya dilakukan oleh Indonesia dalam meningkatkan daya saingnya? Tujuan Penelitian 1. Mengetahui daya saing ekspor kelapa sawit Indonesia di pasar internasional apabila dibandingkan dengan Malaysia 2. Menganalisis faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap daya saing dan daya tarik industri kelapa sawit Indonesia 3. Merumuskan strategi baru dalam rangka merencanakan pengembangan Industri kelapa sawit Indonesia. Kedepannya, sehingga hasil produk dari kawasan Indonesia dapat bersaing dengan produk Negara lain, khususnya Malaysia Manfaat Penelitian Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan masukan bagi pihak terkait untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi peningkat daya saing produk minyak kelapa sawit di pasar ekspor sehingga pihak terkait akan dapat senantiasa menyusun strategi dalam rangka memenuhi kondisi persaingan yang ada. Bagi penulis, selain sebagai syarat menyelesaikan pendidikan, juga dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan bidang ilmu manajemen pemasaran, dan melatih penulis untuk dapat menerapkan teori-teori yang diperoleh dari perkuliahan. Selain itu, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perbandingan dan referensi untuk penelitian selanjutnya. Ruang lingkup penelitian Penelitian ini dibatasi pada industri kelapa sawit Indonesia sebagai model yang dikaji dari aspek yang telah di bahas pada sub bab perumusan masalah untuk menciptakan daya saing industri kelapa sawit di Indonesia. Sebagai bahan perbandingan untuk menciptakan stratergi daya saing industri kelapa sawit Indonesia, digunakan yakni industri kelapa sawit Malaysia. Pertimbangan dipilihnya Indonesia karena saat ini Indonesia adalah negara penghasil kelapa kawit terbesar di dunia, namun belum mampu menjadi penguasa pasar.
3
TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Umum Industri Kelapa Sawit dalam Perekonomian Indonesia Kelapa Sawit merupakan komponen vital strategi pembangunan Indonesia sekarang dan di masa depan.Indonesia adalah produsen dan eksportir minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia dan CPO menjadi komponen penting bagi ketahanan pangan Indonesia dan negeri-negeri konsumennya. Permintaan dunia akan minyak sawit, yang hasil per hektarnya sepuluh kali lebih banyak daripada tanaman minyak lainnya, tumbuh dengan pesat. Kawasan perkebunan sawit di Indonesia selama sepuluh tahun terakhir berlipat ganda dan kini menutupi lima persen dari total daratan negeri ini, dan pengembangan lebih lanjut sedang dilangsungkan guna memenuhi target pemerintah untuk meningkatkan produksi CPO sebesar dua kali lipat menjadi 40 juta metrik ton per tahun pada 2020. Indonesia sangat mungkin mencapai target ini dengan adanya iklim yang mendukung, berlimpahnya lahan yang cocok, keahlian sektor swasta, dan besarnya tenaga kerja pedesaan (Fauzi et al 2012). Konsep Daya Saing dan Daya Tarik Menurut Umar (1999), daya tarik industri merupakan penaksiran subjektif berdasarkan pada faktor-faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan yang direncanalan untuk menangkap informasi industri dan struktur persaingan di mana perusahaan beroprasi. Sedangkan dimensi kekuatan daya saing perusahaan merupakan penafsiran subjektif berdasarkan pada faktor-faktor yang kritis, yang dapat dikendalikan oleh perusahaan, yang menerangkan posisi persaingan suatu perusahaan yang ada di dalam industrinya. Konsep Persaingan Dalam Industri Struktur industri mempunyai pengaruh kuat dalam menentukan aturan main persaingan. Kekuatan-kekuatan di luar industri cukup berarti atau signifikan, dalam artian yang relatif; karena kekuatan luar pada umumnya mempengaruhi semua perusahaan yang ada dalam suatu industri, kuncinya terletak pada kemampuan yang berbeda diantara pelaku industri yang bersangkutan untuk menangulanginya (Porter 1999). Persaingan dalam suatu industri berakar pada struktur ekonomi yang mendasarinya dan berjalan di luar perilaku pesaingpesaing yang ada. Menurut Porter (2009), keadaan persaingan dalam suatu industri tergantung pada lima kekuatan persaingan dasar, yang terdiri dari: Intensitas Persaingan, Ancaman Pendatang baru, Kekuatan Tawar Pemasok, Kekuatan Tawar Pembeli, dan Ancaman Produk Substitusi. Konsep Segmen Pasar Menurut Kotler dan Armstrong (2008), pasar terdiri dari pembeli dan pembeli berbeda-beda dalam berbagai hal yang bisa membeli dalam keinginan, sumber daya, lokasi, sikap membeli, dan kebiasaan membeli. Melalui segmentasi pasar, perusahaan membagi pasar yang besar dan heterogen menjadi segmen yang
4
lebih kecil yang dapat dicapai secara lebih efisien dan efektif dengan kebutuhan unik mereka. Dalam hubungan ini Kotler (2009) mengklasifikasikan jenis-jenis variabel segmentasi menjadi empat, yaitu geografi, demografi, psikografi, dan tingkah laku. Segmentasi Geografi, yaitu segmentasi yang membagi pasar menjadi unit-unit geografi yang berbeda, seperti negara, propinsi, kabupaten, kota, wilayah, daerah atau kawasan. Dengan segmentasi ini, pemasar memperoleh kepastian kemana atau dimana produk ini harus dipasarkan. Segmentasi Demografi adalah segmentasi ini memberikan gambaran bagi pemasar kepada siapa produk ini harus ditawarkan. Jawaban atas pertanyaan kepada siapa dapat berkonotasi pada umur, jenis kelamin, jumlah anggota keluarga, siklus kehidupan keluarga seperti anak-anak, remaja, dewasa, kawin/ belum kawin, keluarga muda dengan satu anak, keluarga dengan dua anak, keluarga yang anak-anaknya sudah bekerja dan seterusnya. Dapat pula berkonotasi pada tingkat penghasilan, pendidikan, jenis pekerjaan, pengalaman, agama dan keturunanmisalnya: Jawa, Madura, Bali, Manado, Tiongkok, dan sebagainya. Segmentasi Psikografi membagi pembeli menjadi kelompok-kelompok berdasarkan: Status sosial, Gaya hidup , dan Kepribadian. Yang terakhir adalah Segmentasi Tingkah Laku. Segmentasi tingkah laku mengelompokkan pembeli berdasarkan pada pengetahuan, sikap, penggunaan atau reaksi mereka terhadap suatu produk. Banyak pemasar yakin bahwa variabel tingkah laku merupakan awal paling baik untuk membentuk segmen pasar.
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Dasar kerangka penelitian studi kasus ini adalah mengkaji daya saing dan daya tarik kelapa sawit Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik industri kelapa sawitnya, sehinga diperlukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang menjadi daya tarik dari industri tersebut, adapun skema kerangka pemikiran lebih lanjut, disajikan pada Gambar 1. Berdasarkan Gambar 1, kerangka pemikiran dari penelitian ini dijabarkan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi Tujuan Pembangunan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Indonesia (MP3EI) terhadap Kegiatan Ekonomi Utama, yang dimana Industri Kelapa Sawit termasuk didalamnya: Untuk mengidentifikasi hal tersebut dilakukan dengan menentukan aspek daya saing industri dan daya tarik industri dengan menggunakan analisis GE 9 Cell. 2. Setelah diketahui nilai dari masing-masing faktor daya tarik pasar dan daya saing, kemudian diplotkan ke dalam matriks kompetitif GE/McKinsey.
5
3. Setelah diketahui hasil nilai dari masing-masing variable daya tarik dan daya saing industri kemudian masing-masing nilai disandingkan berdasarkan variable dengan nilai tertinggi. 4. Untuk membuat strategy Blue Ocean Strategy, pertama yang dilakukan adalah mensorting nilai dari kedua negara, lalu dibuat grafik, sehingga akan terlihat pada variabel mana saja Indonesia tertinggal dari Malaysia. 5. Menciptakan lini baru yang belum ditawarkan oleh industri pesaing, sehingga menjadi tidak berarti. 6. Membuat kurva strategi baru dengan menyandingkan kurva rata-rata kompetisi industri pasar dengan nilai 1 sampai dengan 5 (1=nilai terendah 3=nilai sedang 5=nilai tertinggi), bertujuan untuk menggambarkan kompetisi industri pasar dengan strategi yang tidak melawan arus persaingan samudera merah. Sehingga Industri Kelapa Sawit Indonesia terhindar dari persaingan langsung melawan pesaing utama yang lebih kuat.
Gambar 1. Kerangka pemikiran
6
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan NovemberDesember 2013 dan bertempat di Medan, Lampung, Kalimantan, Jakarta, dan Bogor. Lokasi tersebut merupakan lokasi asal responden. Responden yang berada di luar pulau Jawa dihubungi melalui telepon dan surat elektronik. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari hasil wawancara dan pengisisan kuisioner oleh para pakar yang terdiri dari berbagai latar belakang, seperti akademisi, professional, dan pengusaha. Data sekunder diperoleh dari Departemen Perindustrian, Badan Pusat Statistik, dan UN Comtrade Database sebagai data pendukung dan pembanding yang melengkapi bagian pembahasan dalam penelitian ini. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data yang diambil berupa data primer dan sekunder. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data primer adalah survey langsung dengan penyebaran kuesioner kepada para pelaku dalam industri kelapa sawit Indonesia dan ahli di bidang perkelapa sawitan. Sedangkan metode dalam pengumpulan data sekunder adalah studi pustaka melalui data dari: Departemen Perindustrian, Departemen Perkebunan, Badan Pusat Statistik, UN Comtrade Database, FAO, serta lembaga lainnya. Teknik Pengambilan Contoh Untuk memperoleh hasil yang diinginkan serta memperoleh unit contoh yang dapat mewakili, maka teknik pengambilan contoh dilakukan pada para pelaku industri dan para ahli dalam menganalisis lingkungan industri. Mengingat keterbatasan kemampuan, waktu, dan biaya, maka penulis meggunakan metode purposive sampling dalam penelitian ini. Purposive sampling adalah metode pengambilan sampel yang dipilih dengan cermat sehingga relevan dengan struktur penelitian, dimana pengambilan sampel dengan mengambil sample orang-orang yang dipilih oleh penulis menurut ciri-ciri spesifik dan karakteristik tertentu (Kinnear 1991). Kriteria umum responden yang dipilih adalah berdasarkan reponden yang telah memiliki pengalaman paling sedikit lima tahun di bidang kelapa sawit. Sedangkan kriteria khusus dibagi kedalam lima kategori yang diwakili masingmasing responden. Yang pertama adalah responden yang berpengalaman meneliti tentang industri kelapa sawit di dunia akademis. Responden selanjutnya haruslah yang berkecimpung di dunia perdagangan atau memiliki usaha kelapa sawit, seperti pemilik kebun kelapa sawit yang menjual hasil sawitnya ke perusahaan yang lebih besar. Responden ketiga haruslah mewakili dunia korporasi dari Indonesia. Keempat, responden mewakili perusahaan dari Malaysia. Yang terakhir, responden mewakili sudut pandang dari sisi pemerintah. Atas dasar inilah, gambaran industri kelapa sawit Indonesia bisa digambarkan secara umum.
7
Adapun responden yang dipilih terdiri dari: Ir. Iranda Saleh (Direktur Pengembangan di PT. BW Plantation, Tbk.), Ir. Syarifuddin Nasution (Manajer Pemasaran pada PTPN 4), Ir. Agung Pambudi (Wakil Manajer Kebun di PT. Sajang Heulang), Syafwan Effendi, BBA (Pemilik CV. Jaya Ladang Koernia), dan Dr. Ir. Ani Suryani, M.Sc (Komisi Penelitian di Institut Pertanian Bogor). Pengolahan dan Analisis Data Metode GE 9 Cell Pada tahun 1980, General Electric dan perusahaan konsultan McKinsey bekerjasama untuk mengembangkansuatu metode untuk menganalisis portofolio perusahaan berkaitan dengan unit-unit bisnis atau lini produk yang disebut Metode GE 9 Cell Matrix. Matriks terdiri dari sembilan sel ini memperimbangkan daya tarik dari situasi pasar dan kekuatan daya saing dari bisnis tertentu (Gaspersz 2012). Menurut Umar (1999), daya tarik industri merupakan penaksiran subjektif berdasarkan pada faktor-faktor eksternal yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan yang direncanakan untuk menangkap informasi industri dan struktur persaingan di mana perusahaan beroprasi. Sedangkan dimensi kekuatan daya saing perusahaan merupakan penafsiran subjektif berdasarkan pada faktor-faktor yang kritis, yang dapat dikendalikan oleh perusahaan, yang menerangkan posisi persaingan suatu perusahaan yang ada di dalam industrinya. Lebih jelas mengenai bentuk matrik dapat dilihat di Gambar 2. Daya tarik dan daya saing dihitung dengan kriteria mengidentifikasi dari masing-masing faktor dengan cara membobotkan masing-masing faktor dan lalu memetakan kedalam matriks tersebut. Hasilnya adalah ukuran kuantitatif daya tarik dan daya saing objek penelitian tersebut. Cara penghitungan nilai daya tarik dan daya saing industri tertera pada persamaan (1) (Gasperzs 2012): Penentuan Nilai setiap Variabel ditentukan dengan rumus:
N! = b! ×R ! ………………………………………………………(1) Dimana: N! b! R!
: nilai variabel ke-i : bobot variabel ke-i : tingkat kepentingan (rating) variable ke-i
Metode Analisis Blue Ocean Strategy Metode Strategi Samudera Biru/Blue Ocean Strategy digunakan untuk menciptakan strategi daya saing Industri Kelapa Sawit Indonesia. Menurut Kim dan Mauborgne (2012), Samudera Biru adalah ruang pasar yang belum terjelajahi, penciptaan permintaan, dan peluang pertumbuhan yang sangat menguntungkan. Dalam samudera biru, kompetisi itu tidak relevan karena aturan-aturan permainan baru akan dibentuk. Jadi, Blue Ocean Strategy merupakan strategi dengan fokus utama pada diferensiasi, bertujuan untuk menciptakan ruang pasar baru dengan bentuk atau definisi bisnis yang berbeda agar bisa keluar dari persaingan yang
8
keras dan mampu menciptakan ruang pasar baru dimana persaingan didalamnya belum terlalu ketat/tidak relevan dengan menciptakan inovasi yang bernilai bagi perusahaan maupun konsumen.
Gambar 2 General Electric Business Screen
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Persaingan Industri Kelapa Sawit Indonesia dan Malaysia Persaingan industri kelapa sawit Indonesia dengan Malaysia berlangsung sangat ketat dari tahun ke tahun. Saat ini, Indonesia merupakan produsen sawit terbesar di dunia, mengalahkan Malaysia di urutan kedua. Pertumbuhan ekspor sawit Indonesia sebesar 5.35% per tahunnya didukung juga dengan ketersediaan lahan seluas11 500 000 hektar. Di Malaysia, lahan tanam yang tersedia lebih terbatas, yaitu seluas 5 000 000 hektar yang dapat memproduksi 18.7 juta metrik ton. Selain itu, Malaysia unggul di bagian manajemen industri yang sudah memiliki Malaysia Palm Oil Board, yaitu badan yang membawahi urusan industri kelapa sawit Malaysia langsung dibawah pemerintah Malaysia. Dengan MPOB, semua hal yang berkaitan dengan industri kelapa sawit berada dalam satu atap. Hal inilah yang dibutuhkan oleh Indonesia saat ini. Isu lingkungan juga kurang berpihak untuk Indonesia, yang produknya dikecam di Eropa dan Amerika Serikat. Di sisi lain, produk indusri sawit Malaysia diterima di Eropa dan Amerika Serikat. Untuk lebih jauh membahas mengenai kondisi industri kelapa sawit Indonesia saat ini dan strategi yang dibutuhkan untuk mengungguli Malaysia, pembahasan disajikan di analisis GE 9 Cell dan Blue Ocean Strategy dibawah ini.
9
Hasil Analisis GE 9 Cell Faktor-faktor yang menjadi aspek daya saing dan daya tarik industri dengan menggunakan metode analisis GE 9 Cell, sebagai dasar pembentukan strategi samudera biru.Hasil pembobotan faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik pasar dan daya saing industri yang diperoleh dari wawancara dan pengisian kuisioner kepada lima responden yang telah disebutkan diatas. Setelah dilakukan pembobotan maka langkah selanjutnya adalah melakukan rating dari faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik dan daya saing pasar tersebut. Setelah itu, penilaian dilakukan dengan cara mengalikan bobot dengan rating dari masing-masing faktor daya tarik, sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Dari hasil analisis dalam Tabel 1, menunjukkan bahwa Industri kelapa sawit di Indonesia termasuk kategori sedang dengan nilai daya tarik sebesar 3.34. Tingkat pertumbuhan dan ukuran pasar sangat berpengaruh dalam daya tarik industri. Tingkat pertumbuhan pasar kelapa sawit Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai produsen utama minyak sawit dunia, produksi minyak sawit Indonesia sebagian besar untuk diekspor. Namun demikian Indonesia juga melakukan impor namun dalam jumlah yang sangat kecil. Dengan demikian neraca perdagangan minyak sawit Indonesia selama 2008-2012 berada dalam kondisi surplus. Dalam informasi yang diperoleh dalam Tabel 2, di tingkat dunia produksi minyak sawit dunia menunjukkan peningkatan rata-rata 5.35% /tahun selama 2008-2012. Ukuran pasar industri minyak sawit Indonesia tergolong kecil, jika dilihat dari angka impor, jumlahnya sangat kecil dibandingkan negara importir besar seperti India, Tiongkok, Belanda, Pakistan. Ukuran pasar berarti jumlah potensial pembeli yang berada dalam suatu wilayah tertentu. Hal ini ditunjukan dalam Tabel 3. Dalam Tabel 3 dapat dilihat bahwa trend konsumsi keempat negara importir sawit menunjukan tren yang positif selama 5 tahun terakhir. Maka bisa disimpulkan bahwa ukuran pasar mereka tinggi. Isu lingkungan dan kebijakan (UU/Pajak/Ekspor-Impor) juga merupakan variabel penting dalam daya tarik industri. Menurut Suprayogo (2011), adanya kampanye negatif khususnya terkait dengan masalah lingkungan merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh Indonesia. Namun, hal ini tidak mempengaruhi tren positif dari angka ekspor kelapa sawit Indonesia. Dari tahun 2008 hingga tahun 2012 angka ekspor menunjukan peningkatan. Salah satu tantangan dalam pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia adalah terkait kebijakan-kebijakan yang justru tidak kondusif dan bersifat overlapping antara satu lembaga pemerintah dengan lembaga pemerintah lainnya. Misalnya, kebijakan rencana tata ruang wilayah kaitannya dengan kepastian lahan untuk ekspansi, bea keluar CPO, dan penanganan pajak ganda. Hal yang perlu dilakukan itu pemerintah adalah dapat memfasilitasi tumbuhnya industri hilir dan menciptakan suasana kondusif di tingkat birokrasi.
10
Tabel 1. Rating daya tarik industri kelapa sawit Indonesia dan Malaysia
Sumber: Data diolah (2014) Sebenarnya, apabila lebih menguntungkan untuk membangun industri hilir di dalam negeri maka dengan sendirinya investasi akan tumbuh. Tetapi, sekarang ini banyak pelaku usaha yang memiliki industri hilir di luar negeri seperti di Hongkong, Cina, Malaysia dan India. Gumbira (2010) menyatakan bahwa Malaysia lebih unggul dibandingkan dengan Indonesia dalam kancah perdagangan internasional kelapa sawit karena faktor dukungan koordinasi dan konsolidasi kebijakan pemerintah yang lebih baik, kondisi investasi swasta yang kondusif dan penguasaan teknologi dan pengetahuan yang lebih maju. Tabel 2. Volume ekspor dan impor minyak sawit Indonesia tahun 2008-2012 Surplus/Defisit Ekspor Impor Tahun (ribu ton) (ribu ton) (ribu ton) % 2008 18 141 11 18 130 99.94 2009 21 151 24.5 21 127 99.98 2010 20 394 48.5 20 346 99.76 2011 20 972 25 20 947 99.88 2012 23 811 7.9 23 803 99.97 Laju (%/th) 5.35 -6.42 5.36 0.01 Sumber : BPS (2014)
11
Tabel 3. Jumlah impor CPO Belanda, Tiongkok, India, dan Pakistan, tahun 20082012 Jumlah Impor (dalam ton) Negara 2008 2009 2010 2011 2012 No Quantity 1 696 912 1 472 701 2 335 367 Belanda 1 815 637 Tiongkok 584 147 590 119 202 315 91 933 59 044 India 4 149 248 4 751 729 4 485 743 4 973 000 6 052 882 Pakistan 568 308 451 820 491 000 745 744 429 416 Sumber : UN Comtrade Upaya pemerintah Malaysia untuk memperluas ekspor minyak sawit merupakan bagian dari upaya restrukturisasi ekonomi guna mengurangi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi. Dalam aspek sosial, industri kelapa sawit membawa dampak yang positif kepada masyarakat sekitar wilayah industri kelapa sawit, khususnya masyarakat pedesaan. World Growth (2011) mencatat bahwa selama dasawarsa terakhir, perluasan industri, khususnya minyak sawit, merupakan sumber yang signifikan dalam penurunan angka kemiskinan melalui budidaya pertanian dan pemrosesan selanjutnya. Pertumbuhan industri minyak sawit yang signifikan menyebabkan minyak sawit menjadi komponen kegiatan ekonomi di sejumlah negara di wilayah ini. Di wilayah tertentu, kelapa sawit merupakan tanaman yang dominan dan berperan besar dalam pembangunan ekonomi. Pada dasawarsa terakhir, areal perkebunan kelapa sawit terus bertambah luas, rata-rata 13 persen di Kalimantan dan 8 persen di Sulawesi. Penanaman dan panen kelapa sawit bersifat padat karya, sehingga industri ini berperan cukup besar dalam penyediaan lapangan kerja di banyak wilayah (World Growth 2011). Lampiran 3 merangkum statistik produksi kelapa sawit dan kemiskinan untuk sejumlah provinsi utama di Indonesia. Pasar terdiri dari pembeli dan pembeli berbeda-beda dalam berbagai hal yang bisa membeli dalam keinginan, sumber daya, lokasi, sikap membeli, dan kebiasaan membeli. Melalui segmentasi pasar, perusahaan membagi pasar yang besar dan heterogen menjadi segmen yang lebih kecil yang dapat dicapai secara lebih efisien dan efektif dengan kebutuhan unik mereka (Kotler dan Armstrong, 2008). Menurut Radian (2013), pengembangan pasar merupakan hal yang penting dilakukan tidak hanya mencari terobosan di pasar luar negeri, akan tetapi peluang pasar dalam negeri juga patut mendapat perhatian. Potensi pasar di Indonesia cukup besar. Dari 500 juta orang penduduk di ASEAN, hampir 50 persennya adalah penduduk Indonesia. Jika industri di dalam negeri tidak sigap mengambil pasar itu, industri negara lain akan memanfaatkan potensi tersebut. Keunggulan pemerintah Malaysia dalam mengembangkan pasar produk kelapa sawit dapat dilihat dari keberhasilan industri kelapa sawit Malaysia tahun 2008 dalam menerobos pasar minyak dan lemak nabati ke 155 negara tujuan ekspor di seluruh dunia dengan 105 macam produk turunan minyak sawit ke berbagai segmen pasar. Selain usaha pengembangan pasar yang efesien, hal-hal yang berkenaan dengan tuntutan standar mutu, spesifikasi produk, nilai gizi komposisi kimia produk, kemasan produk, pelayanan informasi serta ketepatan pengiriman, diolah dengan
12
menggunakan teknologi modern harus dilakukan di Indonesia agar permintaan konsumen terpenuhi. Gumbira (2010) menyatakan bahwa Malaysia lebih unggul dibandingkan dengan Indonesia dalam kancah perdagangan internasional kelapa sawit karena faktor dukungan koordinasi dan konsolidasi kebijakan pemerintah yang lebih baik, kondisi investasi swasta yang kondusif dan penguasaan teknologi dan pengetahuan yang lebih maju. Hal ini dibuktikan dengan jelasnya program pengembangan minyak sawit mereka. Dalam Program Transformasi Ekonomi Malaysia, industri minyak sawit dikelola berdasarkan kepada empat segmen. Segmen perkebunan termasuk pembibitan benih, penanaman, pemanenan, pengumpulan dan pembuatan.Segmen kedua temasuk kegiatan penyaringan, penyimpanan massal dan perdagangan. Dua segmen hilir yang tersisa adalah segmen hilir bukan makanan dan segmen hilir berbasis makanan dan kesehatan. Hal ini yang belum dijangkau Indonesia melalui MP3EI. Keterangan yang menjelaskan segmen yang dilayani Indonesia hanya terlihat dari informasi yang termuat di situs PTPN V. Produk utama yang dihasilkan Perseroan segmen kelapa sawit meliputi minyak sawit (CPO), dan Inti sawit PKO/PKM. Produk-produk tersebut masih bernilai tambah yang rendah. Dalam pemasarannya, Indonesia berada di tingkat segmentasi pemasaran massal. Pemasaran massal berfokus pada produksi massal, distribusi massal, dan promosi massal untuk produk yang sama dalam cara yang hampir sama keseluruh konsumen. Berbeda dengan Indonesia, Malaysia selangkah lebih maju dengan berada di tingkatan segmentasi pemasaran segmen. Pemasaran segmen menyadari bahwa pembeli berbeda dalam kebutuhan, persepsi, dan perilaku pembelian. Ekspor hasil kelapa sawit Indonesia, sebagian besar masihdalam bentuk CPO. Hal ini sangat berbeda dengan Malaysia dimana lebih dari 90% ekspornya telah dalam berbagai bentuk olahan lebih lanjut dari minyak sawit. Jenis-jenis produk olahan yang telah dihasilkan Malaysia dari kelapa sawit dapat dilihat pada Lampiran 4. Selain daya tarik industri, daya saing industri kelapa sawit Indonesia juga ditentukan oleh tujuh belas variabel yang terdapat di Tabel 2. Kekuatan daya saing Indonesia dalam industri kelapa sawit berada di kategori sedang dengan nilai 3.49. Untuk lebih jelasnya, kekuatan daya saing Indonesia dan Malaysia dapat dilihat di Tabel 4. Dengan adanya persaingan yang terus meningkat dalam industri kelapa sawit, diperlukan kemampuan manajemen yang baik. Menurut Munandar (2014), manajemen berarti proses mengoordinasi kegiatan atau aktivitas kerja sehingga dapat diselesaikan secara efisien serta efektif dengan dan melalui orang lain. Malaysia, dalam prakteknya, Gumbira-Sa’id (2010) telah menyatakan bahwa Malaysia lebih unggul dibandingkan dengan Indonesia dalam kancah perdagangan internasional kelapa sawit karena faktor dukungan koordinasi dan konsolidasi kebijakan pemerintah yang lebih baik, kondisi investasi swasta yang kondusif dan penguasaan teknologi dan pengetahuan yang lebih maju. Akses jaringan distribusi dan dukungan pemasok merupakan hal yang vital dalam kegiatan industri dan saling berkaitan satu sama lain. Yang dimaksud dukungan pemasok disini adalah tingkat pasokan Tandan Buah Segar (TBS) untuk memenuhi kebutuhan industriakan bahan baku CPO. Infrastruktur seperti jalan, pelabuhan dan kondisi sungai-sungai untuk distribusi dan pemasaran CPO
13
masih terbatas karena wilayah ini untuk pengangkutan TBS maupun CPO hanya mengandalkan angkutan darat dan laut yang infrastrukturnya masih terbatas. Tabel 4. Rating daya saing kelapa sawit Indonesia dan Malaysia
Sumber : Data diolah Berdasarkan data yang dirilis oleh Global Competitiveness Report pada tahun 2010, skor indeks kualitas infrastruktur yang diperoleh Indonesia relatif tertinggal dibandingkan negara lainnya seperti India, Tiongkok, Malaysia, Singapura, dan Thailand seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 5. Tabel 5. Perbandingan indeks kualitas infrastruktur 2010 Infrasruktur
Indonesia Singapura Malaysia Thailand Cina
Jalan 3.5 6.6 Kereta Api 3 5.8 Transportasi 4.6 6.9 Udara Pelabuhan Laut 3.6 6.8 Listrik 3.6 6.7 Rataan Skor 3.7 6.6 Sumber: Global Competitiveness Report
India
5.7 4.7
5.1 3
4.3 4.3
3.3 4.6
5.9
5.9
4.4
4.6
5.6 5.7 5.5
5 5.7 4.9
4.3 5.3 4.1
3.9 3.1 3.8
Negara penghasil CPO terbesar di dunia adalah Indonesia dan Malaysia. Produksi CPO Indonesia menguasai 48% pangsa produksi CPO dunia sedangkan Malaysia mempunyai kontribusi sebesar 37% (Bernando et al 2012). Jika melihat
14
tren yang ada, diperkirakan hal ini akan terus berlangsung hingga beberapa tahun kedepan. Tentunya sebagai eksportir CPO dengan pangsa terbesar di dunia, Indonesia tidak bisa terus menerus memfokuskan diri dengan menjadi eksportir CPO. Menurut kajian tentang signifikansi bea keluar terhadap hilirisasi industri sawit dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Indonesia merupakan produsen minyak sawit (Crude Palm Oil) terbesar di dunia dengan volume mencapai 25 juta ton tahun 2012 dan devisa ekspor yang dihasilkan dari sektor kelapa sawit tahun 2012 tercatat US$ 19,65 miliar atau sekitar 200 triliun rupiah. Tingginya harga minyak sawit mendorong pelaku usaha menjual produknya ke luar negeri. Tindakan ini adalah konsekuensi logis pelaku untuk memperoleh margin keuntungan tinggi. Sebagai contoh, adalah naiknya harga minyak goreng di dalam negeri. Hal tersebut terjadi karena sulitnya industri minyak goreng dalam negeri mendapatkan pasokan bahan baku, karena hampir seluruh produksi CPO Indonesia diekspor untuk kebutuhan luar negeri. Untuk itu pemerintah menerapkan pengenaan bea keluar untuk mengendalikan laju ekspor minyak sawit. Minyak sawit mempunyai turunan produk sangat beragam dimana makin ke hilir nilai tambahnya makin tinggi dan menguntungkan. Pada tahun 2012 pemerintah menerbitkan kebijakan baru yakni PMK No. 75/PMK.011/2012 yang menetapkan tarif bea keluar atas kelapa sawit, CPO serta produk turunannya dan membagi jenis barang yang dikenakan bea keluar dalam lima kelompok, sesuai dengan jenjang hilirisasi produk kelapa sawit, CPO, dan turunannya. Indonesia harus berjuang cukup ekstra jika ingin memenangkan pasar CPO dunia karena pada periode ini juga terjadi penurunan permintaan CPO dari beberapa negara akibat perlambatan ekonomi yang terjadi di negara tujuan ekspor. Permintaan akan CPO asal Indonesia tentunya didasarkan pengetahuan pelanggan akan produk CPO yang diproduksi di Indonesia dan pelayanan Indonesia kepada para importir. Kedua hal ini belum dimaksimalkan dengan baik oleh Indonesia. Saat ini, pemerintah Indonesia belum mempunyai situs khusus yang melayani kebutuhan pelanggan akan informasi kelapa sawit dalam satu tempat. Di sisi lain, pemerintah Malaysia sudah menciptakan sebuah situs dengan alamat mpob.gov.my yang menampung informasi penting seperti harga sawit mulai dari harian hingga bulanan, publikasi ilmiah tentang kelapa sawit, hingga statistik yang berhubungan dengan industri kelapa sawit di Malaysia. Indonesia memang sudah mempunyai asosiasi yang aktif seperti Gabungan Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI). Namun, dalam hal ini dirasakan kehadiran pemerintah lebih vital dalam hal promosi dan pelayanan terhadap pelanggan. Untuk hal yang mudah seperti search engine optimization (SEO), Malaysia sudah melakukannya. Ketika memasukkan kata kunci “Malaysia palm oil” dalam kotak pencarian Google, maka situs Malaysia Palm Oil Board akan muncul diatas. Berbeda dengan kata kunci “Indonesia palm oil”, yang muncul di halaman pertama adalah definisi kelapa sawit dalam Wikipedia, dan berbagai berita dan asosiasi. Cuplikan gambar dari laman tersebut dicantumkan dalam Lampiran 5 dan Lampiran 6.
15
Lebih lanjut, posisi daya saing dan daya tarik industri diatas dapat dipetakan pada Gambar 3, dimana Indonesia berada pada posisi sedang.
Sedang$
Kuat
Rendah$
3.66$
Rendah$
Sedang$
44444444444444444444444444444444444444$ 3.34$ $ 4444444444444444444444444444444444$
D"a"y"a""T"a"r"i"k""
Tinggi$
4.99$
2.33$
3.49$
4.99$
3.66$
2.33$
1.00$ 1.00$
D"a"y"a"""S"a"i"n"g"
Gambar 3. Posisi daya saing dan daya tarik industri berdasarkan penilaian pakar Hasil Analisis Blue Ocean Strategy Dalam melakukan pemetaan kekuatan industri tiap negara, yang kemudian dilakukan adalah mengurutkan tiga puluh empat faktor yang ada. Ada tiga kelompok urutan, yakni kelompok kuning yang menandakan bahwa nilai Malaysia lebih unggul dari Indonesia, lalu warna hijau yang menandakan kedua negara memiliki nilai yang sama, lalu kelompok putih yang menandakan nilai Indonesia lebih tinggi dibanding Malaysia. Setelah diurutkan, Indonesia hanya unggul di delapan faktor. Untuk mengungguli pesaing, pemetaan kondisi ini diawali dengan melihat realitas saat ini, yang disajikan pada Lampiran 7. Dari Lampiran 7 dapat diamati bahwa 21 dari total 34 aspek (ditandai warna kuning), nilai industri kelapa sawit Indonesia berada di bawah Malaysia. Tiga belas aspek lainnya Indonesia unggul dan seimbang atas Malaysia. Langkah berikutnya setelah diurutkan faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing dan daya tarik industri, maka dapat dilihat faktor-faktor tersebut mempengaruhi posisi
16
kompetisi Industri kelapa sawit Indonesia dengan Malaysia sebagimana disajikan pada gambar yang terdapat pada Lampiran 8. Berdasarkan Lampiran 8, terlihat dari kurva nilai awal tersebut bahwa Industri Kelapa Sawit Indonesia berada dibawah Malaysia dan hanya unggul di beberapa aspek saja. Mengingat bahwa tingkat kompetisi Industri Kelapa Sawit Indonesia berada pada tingkat rata-rata, maka persaingan secara langsung dengan terjun ke samudera merah menjadi langkah yang tidak efektif dan efisien. Dari aspek tersebut di atas, maka dibuat usulan strategi baru dalam pengembangan industri kelapa sawit di Indonesia. Adapun strategi baru yang diusulkan adalah sebagaimana disajikan pada gambar yang terdapat pada Lampiran 9. Dari Lampiran 9 yaitu usulan strategi baru industri kelapa sawit Indonesia yaitu dengan memperhatikan aspek yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya. Meningkatkan daya tarik bisa dimulai dari menerapkan kebijakan yang ramah investor seperti kepastian hukum, penanganan pajak ganda, bea keluar CPO, dan lain-lain, sehingga akan banyak industri hilir berkembang di dalam negeri. Selanjutnya, mengurangi persaingan langsung dengan Malaysia dengan cara menciptakan strategi baru yang unik untuk meraih loyalitas konsumen atau mendapatkan konsumen baru. Hal yang perlu ditingkatkan lagi adalah diferensiasi produk hilir dari CPO yang dihasilkan di Indonesia. Untuk mewujudkan hal ini, inovasi dan segmentasi perlu dilakukan oleh industri kelapa sawit Indonesia agar bisa memetakan pasar, sehingga dapat memahami dan memproduksi produk yang dibutuhkan oleh konsumen. Selanjutnya, kurva usulan strategi baru yang telah disandingkan dengan Malaysia disajikan pada gambar yang terdapat pada Lampiran 10. Berdasarkan Lampiran 10, usulan strategi baru bertujuan agar industri kelapa sawit Indonesia bisa bersaing dengan Malaysia yang berada di puncak tanpa harus mengikuti persaingan secara langsung. Adapun strategi pengembangan industri kelapa sawit Indonesia yang diusulkan adalah menciptakan pusat pengembangan sawit untuk aplikasi dan pemasaran biodiesel sebagai jawaban atas kelangkaan ketersediaan dan meroketnya harga dari energi fosil. Saat ini pengembangan sawit untuk biodiesel masih sangat terbatas, sehingga dengan menggenjot riset dan pengaplikasian ini, diharapkan tercipta nilai tambah lain yang bisa meningkatkan daya saing dan daya tarik industri kelapa sawit di Indonesia. Ketersediaan energi merupakan isu yang krusial di masa kini dan masa yang akan datang. Eksploitasi mineral yang merusak lingkungan terjadi dimana-mana untuk mencari minyak dan gas. Solusi penciptaan pusat pengembangan dan pengaplikasian biodiesel diharapkan bisa mengurangi kegiatan yang merusak lingkungan tersebut. Selain itu, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, khususnya petani sawit, maka dipandang perlunya penciptaan program atau kebijakan yang mempermudah rakyat Indonesia mendirikan pabrik agro industri sawit skala kecil yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Pabrik ini akan menghasilkan produk hilir yang berstandar internasional sehingga layak ekspor. Menurut Departemen Perindustrian (2009), jenis industri hilir kelapa sawit spektrumnya sangat luas, hingga lebih dari 100 produk hilir yang telah dapat dihasilkan pada skala industri. Namun baru sekitar 23 jenis produk hilir (pangan
17
dan non pangan) yang sudah diproduksi secara komersial di Indonesia. Beberapa produk hilir turunan CPO dan PKO yang telah diproduksi diantaranya untuk kategori pangan: minyak goreng, minyak salad, shortening, margarine, Cocoa Butter Substitute (CBS), vanaspati, vegetable ghee, food emulsifier, fat powder, dan es krim. Adapun untuk kategori non pangan diantaranya adalah: surfaktan, biodiesel, dan oleokimia turunan lainnya. Diharapkan dengan adanya pabrikpabrik pengolahan akhir ini, akan meningkatkan nilai tambah dari kelapa sawit dan kesejahteraan rakyat, khususnya petani sawit. Dari keseluruhan aspek tersebut, dampak yang diharapkan adalah peningkatan nilai tambah hasil industri kelapa sawit Indonesia, peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia khususnya petani sawit, dan menjaga keseimbangan ekosistem dengan adanya sumber energi alternatif yang ramah lingkungan. Implikasi Manajerial Berdasarkan hasil pengolahan metode GE 9 Cell, Indonesia berada dalam posisi daya tarik industri dan daya saing bisnis sedang, yang harus mengidentifikasi pertumbuhan segmen, spesialisasi pada bidang tertentu, atau menanam modal secara selektif (Umar 1999). Indonesia memerlukan strategi baru untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik industri kelapa sawitnya. Dari strategi baru yang dihasilkan oleh pendekatan BOS, dapat dilakukan dengan pendekatan fungsi manajemen POAC (Planning, Organizing, Actuating, Controlling). Dalam Planning, pemerintah dapat menyempurnakan kembali MP3EI yang telah dicanangkan oleh pemerintahan bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Dalam MP3EI yang berlaku, perencanaan yang tertulis dalam masterplan tersebut belum tegas dalam penerapan rencana secara rinci dan peraturan apa saja yang diberlakukan. Yang tertera disana seharusnya bisa merencakan konsep industri kelapa sawit yang terperinci dan bernada tegas, sehingga para calon pelaku usaha mendapatkan gambaran seperti apa sistem industri kelapa sawit di Indonesia. Untuk meningkatkan produktifitas industri dalam negeri, diperlukan perencanaan untuk meningkatkan kuota distribusi produksi CPO untuk diolah di Indonesia. Selain itu, pemerintah juga perlu menyiapkan infrastruktur pendukung agar bisa menggenjot produktifitas industri dalam negeri. Yang tidak kalah penting, aspek akademis, khususnya riset dan pengembangan produk hilir seperti biodiesel juga perlu mendapat perhatian karena tingginya potensi yang dapat dikembangkan. Saat ini banyak pelaku usaha di industri kelapa sawit Indonesia mengeluhkan aturan yang tumpang tindih antar instansi pemerintahan. Sehinga diperlukan pengorganisasian yang baik agar birokrasi yang berlangsung tidak berbelit-belit dan tumpang tindih. Kondisi yang demikian dapat merangsang pertumbuhan industri kelapa sawit di Indonesia. Pengorganisasian yang baik juga dapat diwujudkan dalam bentuk pengelompokan industri hilir berdasarkan wilayah yang dekat dengan kebun kelapa sawit, sehingga dapat menghasilkan sentra produksi dari produk tertentu dalam satu wilayah yang bisa meningkatkan nilai tambah CPO dan bisa lebih mensejahterakan masyarakat. Contohnya seperti yang sudah dicanangkan di MP3EI, yang mengelompokan klaster Industri kelapa
18
sawit di Sumatera Utara, Riau, dan Kalimantan.Untuk keperluan riset dan pengembangan biodiesel, pemerintah sebaiknya memberikan wewenang sepenuhnya melalui Kementerian Riset dan Teknologi agar dapat ditangani orangorang yang tepat. Inti dari Actuating adalah menggerakkan semua stakeholder yang terlibat di industri kelapa sawit Indonesia untuk bekerja agar mencapai tujuan yang direncanakan di atas. Actuating (penggerakan) meliputi kepemimpinan dan koordinasi. Dalam kasus ini, presiden, sebagai pimpinan tertinggi di negeri ini harus mampu membagi tugas antar kementerian dengan rapih atau melalui pembentukan suatu lembaga pemerintah yang dikhususkan membawahi urusan industri kelapa sawit seperti untuk mempromosikan dan mengembangkan tujuan nasional, kebijakan dan prioritas untuk kesejahteraan industri kelapa sawit Indonesia. Dengan hadirnya lembaga ini, diharapkan pengembangan yang satu atap dan terfokus ini bisa membantu Indonesia mencapai kesejahteraan industri kelapa sawit nasional. Semua pihak akan bergerak dinamis apabila bisa digerakkan dengan pemimpin yang fokus, yang di kasus ini pemimpinnya dalah suatu lembaga pemerintah yang difokuskan di industri kelapa sawit Indonesia. Controlling bukanlah hanya sekedar mengendalikan pelaksanaan program dan aktivitas industri, namun juga mengawasi sehingga bila perlu dapat mengadakan koreksi. Dengan demikian apa yang dilakukan di lapangan dapat diarahkan kejalan yang tepat dengan maksud pencapaian tujuan yang telah direncanakan. Inti dari controlling adalah proses memastikan pelaksanaan agar sesuai dengan rencana.Dalam pengawasan ini, lembaga yang telah dijelaskan diatas mempunyai peran yang jelas. Lembaga tersebut menentukan standar yang akan digunakan sebagai dasar pengendalian, seperti mutu benih, volume CPO yang diekspor, atau target minimal pertumbuhan industri pengolahan hilir dalam negeri. Setelah itu, lembaga itu juga harus kembali membandingkan hasil pelaksanaan kegiatan dengan tujuan awal yang direncanakan, dan mengukur capaian keberhasilan, agar bisa diketahui hal apa yang dilakukan berikutnya.Yang terakhir adalah kembali membuat rencana baru jika terjadi penyimpangan yang mengakibatkan hasil tidk sesuai dengan tujuan awal. Namun jika hasilnya sesuai dengan tujuan program, maka perlu dibuatkan rencana lanjutan untuk melanjutkan program yang berhasil tersebut, sehingga tujuan nasional semakin dekat untuk dicapai. Fungsi manajemen perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan merupakan kekuatan pemerintah dalam melaksanakan fungsi manajerial negara. Jika pemerintah mampu secara baik merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan semua pihak yang terlibat segala sumber daya yang ada didalamnya, maka tujuan dari dari negara, yakni kesejahteraan industri kelapa sawit Indonesia akan lebih mudah tercapai.
19
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Indonesia berada dalam posisi daya tarik industri dan daya saing bisnis sedang, yang harus mengidentifikasi pertumbuhan segmen, spesialisasi pada bidang tertentu, atau menanam modal secara selektif (Umar 1999). Indonesia memerlukan strategi baru untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik industri kelapa sawitnya. Faktor yang paling berpengaruh terhadap daya saing dan daya tarik Industri kelapa sawit terdiri atas enam faktor, yaitu segmentasi, ukuran pasar, pangsa pasar, industri yang menguntungkan, permasalahan/isu lingkungan, dan tingkat pertumbuhan pasar. Dari keenam faktor tersebut, Indonesia hanya unggul di satu faktor, yakni tingkat pertumbuhan pasar. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya yang sangat besar untuk dapat mengungguli pesaing terdekat, yaitu Malaysia melalui strategi baru yang bisa telah dirumuskan melalui metode Blue Ocean Strategy. Sasaran dari Analisis Blue Ocean Strategy adalah menciptakan nilai baru dari industri untuk menjadikan tidak relevan lagi dalam bersaing dan industri mempunyai keunikan yang sulit untuk ditiru. Bentuk rekomendasi dari penelitian ini adalah menjadikan Indonesia sebagai pusat pengembangan sawit untuk aplikasi dan pemasaran biodiesel. Selain itu, untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, diperlukan adanya Pabrik Produk Akhir Sawit Untuk Lokal untuk meningkatkan nilai tambah dari CPO dan pemberdayaan masyarakat lokal. Saran 1.
2.
3.
Saat ini Indonesia memiliki daya saing dan daya tarik yang sedang. Sebaiknya pemerintah harus segera berbenah dengan cepat dari segi infrastruktur jalan yang memudahkan akses ke pelabuhan dan aturan-aturan yang konsisten agar daya saing industri kelap sawit di Indonesia dapat menguat. Sebagai produsen CPO terbesar, pemanfaatan CPO di industri pengolahan dalam negeri harus ditingkatkan. Pengalokasian yang ditingkatkan untuk industri hilir di Indonesia dapat meningkatkan nilai tambah ekspor yang secara tidak langsung juga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan produksi industri sawit sebagi sumber energi alternatif, yakni biodiesel, untuk menyelamatkan lingkungan dari eksploitasi penambangan serta menjadi peluang yang dapat membawa perbedaan industri sawit di Indonesia dengan negara pesaing, yaitu Malaysia.
DAFTAR PUSTAKA Bernando FR et al. 2012. Commodities Update [Internet]. [diunduh 2014 Agustus 22]; 6(1). Tersedia pada: bankmandiri.co.id
20
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia [Internet]. [diunduh 2014 Agustus 20]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/aboutus.php?booklet=1 Fauzi Y, Widyastuti YE, Satyawibawa I, Paeru RH. 2012. Kelapa Sawit. Depok (ID) : Penebar Swadaya. Gaspersz V. 2012. All-in-one Management Tool Book. Bogor (ID): Tri-Al-Bros Publishing Gumbira-Sa’id, Rachmayanti, Muttaqin. 2004. Manajemen Teknologi Agribisnis : Kunci Menuju Daya Saing Global Produk Agribisnis. Jakarta (ID) : Penerbit Ghalia Indonesia Gumbira-Sa’id. 2010. Review Kajian, penelitian dan Pengembangan Agroindustri Strategis Nasional: Kelapa Sawit, Kakao dan Gambir. Jurnal Teknologi Pertanian [Internet]. [diunduh 2014 Juli 17]; 19(1): 45-55. Tersedia pada: http://journal.ipb.ac.id/index. php/jurnaltin/article/viewFile/1109/186 Hagi, Hadi S, Tety E. 2012. Analisis Daya Saing Ekspor Minyak Sawit Indonesia dan Malaysia di Pasar Internasional. Pekbis Jurnal Fakultas Pertanian Riau [Internet]. [diunduh 2014 Agustus 8]; 4(3): 180-191. Tersedia pada: portalgaruda.org Kim, W. Chan dan Mauborgne, Renée. 2012. Blue Ocean Strategy. Diterjemahkan oleh: Wahono, Satrio. Jakarta (ID): Serambi Ilmu Semesta Kinnear, Thomas C, James RT. 1991. Marketing Research: An Applied Approach, 4th edition, New Jersey (US): Prentice Hall Kotler P dan Armstrong G. 2008. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga Kotler P dan Keller KL. 2008. Manajemen Pemasaran. Jakarta (ID): Penerbit Erlangga Munandar JM, Kartika L, Permanasari Y, Indrawan RD, Andrianto MS, Siregar E. 2014. Pengantar Manajemen : Panduan Komprehensif Pengelolaan Organisasi. Bogor (ID): IPB Press Obidzinski K. 2013. Berkas Fakta – Indonesia Pimpin Produksi Minyak Sawit Dunia [Internet]. [diunduh 2014 Jun 20]. Tersedia pada: http://blog.cifor.org/17819/berkas-fakta-indonesia-pimpin-produksiminyak-sawit-dunia#.U6O-RxYsfbl Porter ME. 1998. Competitive Strategy : Tecniques for Analyzing Industries And Competitors. New York (US) : The Free Press Rifin A. 2010. Export Competitiveness of Indonesia’s Palm Oil Product. Trends in Agriculture Economics [Internet]. [diunduh 2013 Mei 24]; 3(1): 1-18. Tersedia pada: www.researchgate.net Suprayogo. 2011. Kampanye Negaif Kelapa Sawit Indonesia. Warta Ekspor [Internet]. [diunduh 2014 Agustus 19]; 6(2). Tersedia pada: nafed.go.id Umar H. 1999. Riset Strategi Perusahaan. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama Wahyuningsih S et al. 2013. Kinerja Perdagangan Komoditas Pertanian. Pusat Data Dan Informasi Pertanian Kementerian Pertanian; 4(2) World Growth. 2011. Manfaat Minyak Sawit Bagi Perekonomian Indonesia. Laporan World Growth [Internet]. [diunduh 2014 Agustus 19]; 2. Tersedia pada: worldgrowth.org
21
LAMPIRAN Lampiran 1 Contoh kuesioner
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
KUESIONER GE 9 CELL Pengantar: Tabel ini digunakan untuk mengumpulkan data / informasi untuk keperluan penelitian skripsi ‘Analisis Strategi Daya Saing Dan Daya Tarik Kelapa Sawit Indonesia’ Pada kuesioner ini tidak ada jawaban yang benar atau salah, keseluruhan jawaban merupakan data/informasi yang sahih, oleh karenanya Anda diharapkan untuk menjawab semua pertanyaan yang diberikan dengan seakurat mungkin berdasarkan pengalaman dan pengetahuan Anda. Terimakasih untuk bantuan data/informasi yang anda berikan. Hormat saya Nurfikriyadi || H24100155 Mohon memberikan persentase pengaruh yang ada di Kelapa Sawit Indonesia serta berikan tanda (✓) didalam kolom skala yang tersedia. Nilai dari posisi yang tertera pada GE 9 Cell Matrix dipengaruhi oleh 34 variabel yakni: Variabel Daya Tarik GE 9 Cell: 1. Market Growth Rate/ Tingkat Pertumbuhan Pasar : Variabel ini menjelaskan laju pertumbuhan pasar CPO di perdagangan internasional. 2. Industri Rivalry/Industri Pesaing : variable ini menjelaskan pesaing – pesaing Kelapa Sawit Indonesia untuk mengukur kelemahan dan peluangnya kedepan
22
Lanjutan Lampiran 1 3. Industri Profitability/Keuntungan Industri : variable ini menjelaskan seberapa besar keuntungan yang dapat dihasilkan oleh Kelapa Sawit Indonesia sebagai pertimbangan untuk investasi. 4. Entry Barrierrs/Hambatan Masuk : variabel ini menjelaskan seberapa besar faktor yang dapat menjadi hambatan masuk sehingga dapat mempengaruhi pasokan industri. 5. Regulation/Peraturan/Kebijakan/UU : variabel ini menjelaskan tentang pengaruh UU/Peraturan/Kebijakan Pemerintah dan Pemerintah Daerah terhadap perkembangan industri. 6. Global Opportunity/Peluang Global : variabel ini menjelaskan tentang jangkauan pasar secara global. 7. National Economic Issues/Isu Ekonomi Nasional : variabel ini menjelaskan tentang isu – isu perekonomian nasional yang sedang berkembang saat ini. 8. Market Size / Ukuran Pasar: variabel ini menjelaskan mengenai seberapa besar jumlah konsumen potensial yang terdapat di suatu negara. 9. Environmental Issues/Isu Lingkungan: variabel ini menjelaskan tentang dampak isu lingkungan yang mempengaruhi citra dari industri kelapa sawit di suatu negara 10. Demand variability/variasi permintaan: variabel ini menjelaskan keberagaman permintaan dari pelanggan terhadap komoditas kelapa sawit dari suatu negara. 11. Technology Development/Pengembangan Teknologi : variabel ini menjelaskan tentang perkembangan teknologi yang ada di industri kelapa sawit. 12. Social/Sosial : variabel ini menjelaskan tentang bagaimana keadaan sosial yang mempengaruhi keberadaan industri kelapa sawit terhadap aspek sosial. 13. Consumable Product/Produk Konsumsi : variabel ini menjelaskan tentang produk – produk konsumsi yang dihasilkan darikelapa sawit Indonesia. 14. Pricing Trends/Tren Harga : variabel ini menjelaskan tentang kecenderungan kenaikan dan penurunan harga yang terjadi di pasar kelapa sawit. 15. Opportunity to Differenciate Products and Service/Peluang untuk mendiferensiasi produk dan jasa: variabel ini menjelaskan tentang produk dan servis yang dapat dihasilkan olehkelapa sawit Indonesia apakah bisa terdiferensiasi dengan baik di pasaran. 16. Image/ Citra: variabel ini menjelaskan tentang pencitraan yang tertanam dari industrikelapa sawit di mata para konsumen dan masyarakat. 17. Segmentasi : variabel ini menjelaskan kemampuan industri membagi pasar yang besar dan heterogen menjadi segmen yang lebih kecil yang dapat dicapai secara lebih efisiendan efektif dengan kebutuhan unik mereka Variabel Daya Saing GE 9 Cell : 1. Supplier Support/Dukungan Pemasok: variabel ini menjelaskan tentang dukungan/kemampuan pemasok dalam memasok bahan baku untuk industri. 2. Distribution Channel Access/Akses Jalur Distribusi : variabel ini menjelaskan
23
Lanjutan Lampiran 1 3. tentang dukungan/kemudahan akses jalur distribusi pengiriman komoditas kelapa sawit. 4. Financial Strength/Kekuatan Finansial: variabel ini menjelaskan kekuatan finansial suatu negara untuk mengelola dan mengembangkan industri kelapa sawit 5. Management Strength/Kekuatan Manajemen : variabel ini menjelaskan tentang kekuatan manajemen dari pengelolaan industri oleh negara. 6. Market Share/Pangsa Pasar : variabel ini menjelaskan tentang pangsa pasar dari industri kelapa sawit dari suatu negara. 7. Market Share Growth/Laju Pertumbuhan Pangsa Pasar: variabel ini menjelaskan tentang pertumbuhan laju pangsa pasar dan mengidentifikasi kenaikan dan penurunan dari jumlah pelanggan dari industrikelapa sawit suatu negara. 8. Production Capacity/Kapasitas Produksi: variabel ini menjelaskan tentang kapasitas produksi, dalam hal ini berkenaan dengan daya tampung di industri kelapa sawit Indonesia. 9. Profit Margin Relative to Competitors/ Margin Keuntungan Berbanding dengan Pesaing : variabel ini menjelaskan tentang keuntungan yang didapatkan oleh suatu industri dibandingkan dengan para pesaingnya. 10. Product Variety/ Macam – macam Produk: variable ini menjelaskan tentang macam atau jenis yang dihasilkan oleh industrikelapa sawit di suatu negara. 11. Technical Capability/ Kelayakan Keteknikan: variabel ini menjelaskan tentang kemampuan mengelola dan menangani sarana dan prasarana industri kelapa sawit di negara terkait. 12. Product Innovation/Inovasi Produk: variabel ini menjelaskan tentang kemampuan industri kelapa sawit negara terkait dalam melakukan inovasiinovasi untuk menjual produknya. 13. Customer Service/Pelayanan Pelanggan: variabel ini menjelaskan tentang bagaimana industri kelapa sawit negara terkait dalam melayani pelanggan. 14. Customer Loyalty/Loyalitas Pelanggan: variabel ini menjelaskan tentang tingkat loyalitas pelanggan terhadap produk dari industri kelapa sawit negara terkait. 15. Cost Structure Compared With Competitors/Struktur Biaya Pesaing :variabel ini menjelaskan tentang besaran perbandingan ongkos yang dikeluarkan oleh suatu industri kelapa sawit terhadap negara pesaing. 16. Quality/Kualitas: variabel ini menjelaskan tentang kualitas produk yang dihasilkan oleh industri kelapa sawit negara terkait. 17. Knowledge of Customers & Markets/Pengetahuan tentang Konsumen dan Pasar: variabel ini menjelaskan tentang tingkat pengetahuan industri kelapa sawit negara terkait tentang konsumennya
24
Lanjutan Lampiran 1 KUEISIONER PEMBOBOT FAKTOR DAYA TARIK DAN DAYA SAING INDUSTRIKELAPA SAWIT
Catatan: - (Bobot) 5 = sangat besar; 4 = besar; 3 = sedang; 2 = kecil; 1 = sangat kecil - Berikan tanda ✓ pada kolom yang dianggap paling relevan
25 Lanjutan Lampiran 1 KUESIONER RATING FAKTOR DAYA TARIK INDUSTRI KELAPA SAWIT Kode Kuesioner
Nama Jabatan Instansi Usia
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Variabel Daya Tarik Pasar
Indonesia 5 4 3 2
Malaysia 1 5 4 3 2 1
Tingkat Pertumbuhan Pasar Industri yang Menguntungkan Industri Pesaing Hambatan Masuk Kebijakan (UU/Tax/export-Import) Global Opportunity Isu Ekonomi Nasional Permasalahan/isu Lingkungan Citra (Pasar) Permintaan tidak pasti/berubahubah Perkembangan Teknologi Sosial Produk Habis/Konsumsi Trend Harga Diverensiasi Produk dan Jasa Segmentasi Ukuran Pasar Jumlah
Catatan: - (Rating) 5 = sangat menarik 4 = menarik; 3 = netral; 2 = tidak menarik; 1 = sangat tidak menarik - Berikan tanda ✓ pada kolom yang dianggap paling relevan
26 Lanjutan Lampiran 1 KUEISIONER RATING FAKTOR DAYA SAING INDUSTRI KELAPA SAWIT
Kode Kuesioner
Nama Jabatan Instansi Usia
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Variabel Daya Saing Pasar
Indonesia 5 4 3 2
Malaysia 1 5 4 3 2 1
Dukungan Pemasok Akses Jaringan distribusi Kekuatan Keuangan Kekuatan Manajemen Pangsa Pasar Pertumbuhan Pangsa Pasar Pemilik Merk Kapasitas (Daya Tampung/Penataan) Laba Relatif terhadap marjin Pesaing Jenis/Variasi Produk Yang Dijual Kemampuan Teknis/Teknologi Inovasi Produk Layanan Pelanggan Loyalitas Pelanggan Pengeluaran dibanding Pesaing Kualitas Pengetahuan Pelanggan & Pasar Jumlah
Catatan: - (Rating) 5 = sangat kompetitif; 4 = kompetitif; 3 = sedang; 2 = tidak kompetitif; 1 = sangat tidak kompetitif - Berikan tanda ✓ pada kolom yang dianggap paling relevan
27 Lanjutan Lampiran 1 PERTANYAAN TAMBAHAN 1. Menurut Anda, apakah kelebihan yang dimilikiindustri kelapa sawit Indonesia dibandingkan dengan industri di Malaysia dan Nigeria?
2. Menurut Anda, apakah keunikan yang dimilikiindustri kelapa sawit Indonesia dibandingkan dengan industri di Malaysia dan Nigeria?
3. Menurut Anda, apakah kelemahan yang dimilikiindustri kelapa sawit Indonesia dibandingkan dengan industri di Malaysia dan Nigeria?
4. Apakah saran Anda untuk meningkatkan daya saing dan daya tarik dari industri kelapa sawit di Indonesia?
28
Lampiran 2. Data ekspor dan impor CPO beserta turunannya, tahun 2008-2012
Lampiran 3. Data ekspor CPO Indonesia tahun 2012
29
Lampiran 4. Daftar berbagai olahan yang telah dihasilkan Malaysia dari kelapa sawit
30
Lampiran 5. Gambar hasil pencarian kata kunci
Lampiran 6. Screenshot yang diambil dari situs mpob.gov.my
31
Lampiran 7. Urutan nilai daya tarik dan daya saing industri kelapa sawit Indonesia dan Malaysia
Sumber: Data diolah (2014)
32
Lampiran 8. Kurva kompetisi industri kelapa sawit Indonesia
33
Lampiran 9. Kurva usulan strategi baru industri kelapa sawit Indonesia
34
Lampiran 10. Kurva sanding usulan strategi baru industri kelapa sawit Indonesia dengan Malaysia
35
RIWAYAT HIDUP Nurfikriyadi, lahir di Cirebon pada 13 Januari 1992 merupakan anak pertama dari dua bersaudara yang merupakan bagian dari keluarga Adin Imaduddin Nur dan Euis Aminah. Penulis menempuh pendidikannya di SDI Al-Azhar Cirebon, SMPN 1 Cirebon, SMAN 1 Cirebon, hingga yang terkini adalah di Institut Pertanian Bogor. Diluar kegiatan akademiknya, penulis sangat aktif di berbagai organisasi dalam dan luar kampus, diantaranya adalah Kepala Departemen Budaya dan Seni BEM FEM IPB 2012 , Staff Kementerian Kebijakan Kampus BEM KM IPB 2013, Chief Marketing Officer di StudentsxCEOs Jakarta, dan juga terdaftar sebagai alumni Young On Top Campus Ambassador. Penulis terpilih sebagai salah satu Google Student Champions yang memiliki tanggungjawab untuk memperkenalkan Google Apps kepada mahasiswa IPB , khususnya mahasiswa baru angkatan 50 melalui kegiatan tutorial. Bulan April 2014, penulis juga terpilih sebagai salah satu peserta pelatihan kepemimpinan Forum Indonesia Muda angkatan 16 di Cibubur. Selain berorganisasi, penulis juga pernah mengikuti berbagai kompetisi dan mendapat beberapa prestasi seperti Juara III di Marketing Debate Competition 2012 COM@, Finalis (5 Besar) di Marketing Expo Se-Sumatera Jawa Bali yang diselenggarakan oleh UNIKA Atma Jaya Jakarta, dan penerima dana hibah program PKM Kewirausahaan yang diadakan oleh DIKTI.