ANALISIS SEKTOR INDUSTRI SEBAGAI PENERIMA FASILITAS DI BIDANG PENANAMAN MODAL Oleh Gunawan Pribadi dan Syarif Ibrahim Busono Adi
I.
LATAR BELAKANG Terwujudnya akumulasi kapital di suatu negara merupakan salah satu faktor penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan. Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi, neoclassical growth model, dinyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi jangka panjang akan dipengaruhi oleh produktivitas, akumulasi modal, akumulasi pertumbuhan penduduk (labor), dan pertumbuhan teknologi. Teori ini juga berfokus pada positive externalities dan spillover effect dari knowledge-based economy yang akan mengarahkan pada pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, telah diamanatkan bagi Pemerintah untuk memberikan fasilitas termasuk fasilitas perpajakan untuk mendorong tumbuhnya penanaman modal di Indonesia. Saat ini Pemerintah telah menyediakan dua bentuk fasilitas di bidang Pajak Penghasilan yang dapat dimanfaatkan bagi penanaman modal baru, yaitu berupa fasilitas tax allowance dan fasilitas tax holiday. Pemberian insentif di bidang penanaman modal sendiri secara teori maupun empiris masih dipertanyakan efektifitasnya. James (2009) dalam salah satu bagian penelitiannya merangkumkan beberapa literatur mengenai keterkaitan insentif pajak terhadap investasi. Dari beberapa literatur tersebut menyatakan bahwa elastisitas antara pajak dengan investasi lebih dominan terjadi di negara maju, sementara bukti keterkaitan pajak dengan investasi di negara berkembang masih sangat kecil atau tidak ada korelasi sama sekali 1. Lebih lanjut berdasarkan penelitian mengenai faktor-faktor penentu foreign direct investment (FDI) yang dilakukan oleh Multilateral Investment Guarantee dengan bantuan Deloitte & Touche LLP menyatakan bahwa dari 20 faktor utama penentu lokasi FDI, faktor pajak suatu negara menempati ranking ke 11. Masih menurut penelitian tersebut 5 faktor yang paling dominan adalah faktor akses ke konsumen, stabilitas sosial politik, kemudahan menjalankan usaha, ketersediaan dan reabilitas dari infrastruktur, serta kemampuan mempekerjakan technical professional2 . Meskipun berdasarkan literatur tersebut masih menunjukkan pertentangan mengenai efektifitas insentif terhadap investasi, namun demikian pemberian fasilitas perpajakan di kawasan regional dan sekitarnya dapat menyebabkan persaingan dalam menarik FDI. Di kawasan Asia Tenggara, dengan kondisi masing-masing negara tidak terlalu berbeda, maka dalam hal faktor-faktor utama pendukung kegitan investasi di masing-masing negara bersifat identik maka faktor perpajakan akan menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan investor dalam menentukan tujuan investasinya. Dalam menentukan bentuk fasilitas di bidang penanaman modal di setiap negara perlu memperhatikan tujuan spesifik yang diharapkan. Terdapat beberapa tujuan dan dasar rasional/pemikiran dalam pemberian fasilitas perpajakan. Dengan memperhatikan tujuan dan dasar pemikiran tersebut, maka pemberian fasilitas dapat bersifat terbatas pada sektor industri tertentu dengan memperhatikan tujuan yang 1
James, S., 2009, Incentive and Investment: Evidance and Policy Implication, Investmen Climate Advisory of The World Bank Group. 2 MIGA-The World Bank Group, 2002, Foreign Direct Investment Survey, Multilateral Investment Guarantee-World Bank Group.
1
diharapkan untuk tercapai. Dalam kajian ini mencoba untuk menganalisis sektor-sektor industri apa saja yang layak dijadikan target pemberian fasilitas dengan memperhatikan rasionalisasi dari tujuan pemberian fasilitas. Kajian dilakukan terbatas pada 25 sektor industri yang merupakan sebagian dari industri prioritas sebagaimana diatur melalui Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Penilaian kelayakan dengan cara penentuan proxy yang didasarkan dari tujuan dan rasionalitas fasilitas dan menghitung proxy tersebut dengan data industri, input-output table, serta data trade balance industri terkait. II. METODOLOGI DAN DATA Dalam menentukan bentuk fasilitas di bidang penanaman modal di setiap negara perlu memperhatikan tujuan spesifik yang diharapkan. Terdapat beberapa tujuan dan dasar rasional/pemikiran dalam pemberian fasilitas perpajakan, sebagaimana pada table 1. Dengan berdasarkan tujuan dan rasionalitas tersebut ditentukan beberapa proxy yang akan digunakan sebagai dasar penilaian kelayakan suatu industri dalam negeri sebagai target pemberian fasilitas. Tabel 1. Tujuan dan Rasionalitas Pemberian Fasilitas Tujuan
Rasionalitas
Peningkatan performa: Peningkatan export
Skala ekonomis dalam export, pembangunan image negara, perbedaan antara nilai tukar aktual dengan equilibrium. Spillover effects, risk evasion Ketidaksempurnaan pasar tenaga kerja, seperti tingginya upah minimum; spillover effects. Permasalahan pertumbuhan supplier, downstream spillover effect. Spillover effects industrial strategy and policy, national security Penggunaan infrastruktur bersama; pertimbangan kesamaan
Transfer teknologi Peningkatan performa: Employment/training Peningkatan performa: Domestic Value Addition Sectoral investment Regional incentives Sumber: UNCTAD-UN 3
Untuk menilai spillover effect dan downstream effect spillover digunakan proxy tingkat backward dan forward linkage dari sektor terkait. Untuk menilai domestic value addition digunakan proxy persentase nilai value added terhadap nilai input. Untuk menilai national security, performa penguatan nilai tukar dan export digunakan proxy kondisi trade balance atas produk yang dihasilkan masing-masing industri. Sedangkan untuk menilai permasalahan pertumbuhan supplier digunakan proxy kondisi kebutuhan domestik dan kemampuan industri. Data yang digunakan untuk menilai masing-masing proxy tersebut terdiri dari data Input-Output Table, Nilai Produksi, Input, dan Value Added sektoral, serta data nilai export-import dari masing-masing sektoral. Penentuan jenis barang export-import ke dalam masing-masing sektor industri dilakukan dengan
3
UNCTAD-United Nation, 2000, Tax Incentives and Foreign Direct Investment-A Global Survey, United Nations Conference on Trade and Development-United Nation.
2
melakukan konvergensi Harmonized System (HS) ke Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) berdasarkan Buku Klasifikasi Baku komoditas Indonesia (KBKI) yang diterbitkan Badan Pusat Statistik (BPS).
Terdapat keterbatasan dalam menilai kondisi dari industri, mengingat ketersediaan data yang terbatas baik dari sisi time series maupun dari sisi kualitas dan jenis data nya. Data-data yang tersedia dan digunakan untuk melakukan analisis meliputi: Jenis Data Sumber Keterangan Jumlah pelaku industri Kementerian Perindustrian Tahun 2006-2010 Nilai Produksi Industri Kementerian Perindustrian Tahun 2006-2010 Nilai Utilisasi Industri Kementerian Perindustrian Tahun 2006-2010 Nilai Value Added Industri Kementerian Perindustrian Tahun 2006-2010 Input-Output Tabel BPS I-O Table 2005 175 sektor Nilai Ekspor BPS dan WITS 2009-2012 Nilai Impor BPS dan WITS 2009-2012 Dengan keterbatasan data tersebut akan menyebabkan analisis tidak dapat dilakukan secara presisi. Sebagai contoh, data nilai produksi, dan utilisasi hanya tersedia sampai tahun 2010, sehingga tidak dapat diketahui pasti kondisi terakhir dari industri bersangkutan. Lebih lanjut, data yang tersedia untuk menilai backward dan forward linkage adalah data I-O tabel tahun 2005 yang terinci pada 175 sektor, dan bukan terinci untuk setiap KBLI. Dengan data ini maka nilai backward dan forward linkage tidak presisi menggambarkan nilai masing-masing KBLI. Selain itu data kebutuhan domestik atas suatu produk dalam KBLI tertentu juga tidak tersedia, sehingga untuk menilai kebutuhan domestik digunakan asumsi dan perkiraan. III. ANALISIS A. Backward Linkage dan Forward Linkage Backward dan forward linkage adalah ukuran deskriptif economic interdependence dari industri berdasarkan tingkat transaksi nya. Linkage menunjukkan perkiraan peningkatan langsung maupun tidak langsung dari output yang disebabkan kenaikan demand. Backward linkage menggambarkan tingkat penyerapan sektor tertentu terhadap output sektor lainnya. Sedangkan Forward linkage menggambarkan tingkat penyerapan sektor lain terhadap output dari suatu sektor tertentu. Untuk menghitung nilai backward dan forward linkage digunakan pendekatan model Leontief Inverse Matrix. Backward linkage (BL) dinilai dengan notasi:
Sedangkan forward linkage (FL) dinilai dengan notasi:
Dan Lij adalah Leontief Inverse Matrix, yaitu:
3
Data yang digunakan untuk menghitung nilai backward dan forward linkage adalah data Input-Output Table (I-O Tabel) 175 sektor tahun 2005. Dengan I-O table 2005 yang terdiri dari 175 sektor tersebut maka tidak dapat dilakukan penilaian secara presisi atasi nilai backward dan forward linkage dari masing-masing industri/KBLI. Meskipun nilai yang dihasilkan merupakan nilai dari sektor yang terdiri dari beberapa KBLI, akan tetapi nilai yang dihasilkan tersebut dapat dijadikan gambaran kondisi dari industri terkait. Hasil penghitungan backward dan forward linkage adalah sebagaimana pada lampiran I. Berdasarkan hasil penilaian backward dan forward linkage, dilakukan pengkategorian tingkatan rendah, sedang dan tinggi. Penilaian rendah apabila nilai linkage lebih rendah dari rata-rata nilai linkage seluruh sektor dikurangi standard deviasi nya. Penilaian tinggi apabila nilai linkage lebih tinggi dari rata-rata nilai linkage seluruh sektor ditambah standard deviasi nya, dan penilaian sedang apabila nilai linkage diantara batasan nilai rendah dan nilai tinggi. B. Tingkat Nilai Tambah Industri Tingkat nilai tambah industri digunakan sebagai salah satu indikator industri untuk menilai seberapa besar tingkat nilai tambah yang dapat dihasilkan apabila industri tersebut tumbuh lebih besar di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan nilai keekonomian dan daya saing nasional. Tingkat nilai tambah industri dihitung dengan menggunakan data yang tersedia di Kementerian Perindustrian yaitu data nilai tambah nominal dan nilai input nominal dari industri pada periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Tingkat nilai tambah industri dihitung berdasarkan rata-rata dari persentase nilai tambah nominal terhadap nilai input nominal nya. Tingkat nilai tambah industri adalah sebagaimana pada lampiran II. Besarnya tingkat nilai tambah menunjukkan bauran tingkat surplus usaha, tingkat pemanfaatan tenaga kerja yang ditunjukkan dengan upah/gaji dan tingkat investasi yang ditunjukkan dengan depresiasi. Semakin besar persentase tingkat nilai tambah menunjukkan tingginya tingkat surplus usaha, pemakaian tenaga kerja, dan kebutuhan investasi dari industri. Namun demikian, karena keterbatasan data, tingkat surplus usaha, penggunaan tenaga kerja, dan investasi tidak dapat dinilai secara terpisah dan presisi. C. Trade Balance Salah satu permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah tekanan pada trade balance. Salah satu strategi jangka menengah-panjang untuk mengurangi tekanan pada trade balance, adalah dengan mengembangkan industri dalam negeri untuk men substitusi impor. Sesuai dengan arah kebijakan jangka menengah-panjang tersebut, maka untuk menentukan industri yang perlu lebih dikembangkan dapat dinilai dari kondisi trade balance dari produk yang dihasilkan oleh industri tersebut. Untuk menentukan kondisi trade balance dari industri tertentu, perlu diidentifikasi jenis barang sesuai dengan kode Harmonized System (HS) dari industri tersebut. Untuk menentukan jenis barang dari industri tertentu digunakan tabel korelasi berdasarkan Klasifikasi Baku Komoditas Indonesia (KBKI) 2012, yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Hasil pengelompokan HS dan kondisi trade balance tahun 2009-2012 dari masing-masing industri sebagaimana pada lampiran III. Industri yang menunjukkan net ekspor negatif menunjukkan bahwa kebutuhan domestik masih tergantung pada impor. Sebaliknya, dalam hal net ekspor positif menunjukkan industri dalam negeri dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan telah mempunyai daya saing untuk menembus pasar internasional.
4
D. Kemampuan dan Kebutuhan Domestik Dalam menentukan industri yang dapat diberikan fasilitas tax holiday, perlu ditinjau kondisi kemampuan produksi dari industri dan kebutuhan domestik atas produk yang dihasilkan. Analisis kemampuan produksi domestik dilakukan untuk menggambarkan kemampuan industri domestik dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dalam hal kebutuhan dalam negeri lebih tinggi dari kemampuan maksimal dari kapasitas terpasang, maka adanya investasi baru pada industri tersebut akan memberikan dampak positif pada trade balance mendatang. Apabila kebutuhan dalam negeri lebih rendah daripada kemampuan maksimal dari kapasitas terpasang maka perlu dipelajari terlebih dahulu penyebab tidak maksimalnya produksi dari kapasitas terpasang tersebut. Sebagai contoh, kapasitas terpasang tidak berproduksi secara maksimal dapat disebabkan karena tingginya harga input yang menyebabkan produksi tidak ekonomis. Dalam hal ini terjadi, maka fasilitas fiskal lebih tepat diberikan pada industri hulu nya sehingga lebih memberikan efek pengganda lebih besar. Mengingat tidak tersedia data mengenai kuantitas kapasitas terpasang, kuantitas kapasitas produksi, dan kuantitas kebutuhan domestik, maka untuk memberikan gambaran kemampuan produksi dan kebutuhan domestik digunakan asumsi dan pendekatan tidak langsung, dengan menggunakan data-data yang tersedia. Dengan menggunakan data tersedia berupa nilai nominal produksi, tingkat utilitas, dan data nominal ekspor-impor dalam mata uang US Dollar, maka untuk menilai tingkat kapasitas terpasang dan kebutuhan domestik digunakan pendekatan sebagai berikut:
Mengingat data nilai produksi dalam mata uang Rupiah sedangkan ekspor-impor dalam mata uang US Dollar, untuk menentukan kebutuhan domestik dilakukan translasi dari mata uang US Dollar ke Rupiah dengan menggunakan kurs rata-rata dalam setahun. Lebih lanjut mengingat data nilai produksi dan tingkat utilisasi tersedia hanya sampai tahun 2010, maka sebagai gambaran kebutuhan domestik dihitung hanya atas kondisi tahun 2010 yang dianggap merupakan gambaran kondisi terakhir yang tersedia. Hasil perkiraan kapasitas terpasang dan perkiraan kebutuhan domestik adalah sebagaimana pada lampiran IV. Dengan membandingkan perkiraan kapasitas terpasang, kapasitas produksi, dan kebutuhan domestik dalam negeri, diperoleh hasil bahwa terdapat beberapa industri yang kapasitas produksi ataupun kapasitas terpasang nya lebih rendah daripada kebutuhan dalam negeri. Untuk industri-industri tersebut cukup layak untuk dipertimbangkan masuk dalam kategori industri yang perlu dikembangkan. Namun demikian terdapat juga beberapa industri yang perkiraan kapasitas terpasang atau kapasitas produksi nya lebih tinggi daripada perkiraan kebutuhan dalam negeri. Untuk industri-industri tersebut perlu dikaji ulang kelayakannya untuk masuk industri yang perlu diberikan fasilitas di bidang penanaman modal.
IV. KESIMPULAN Dalam memilih sektor-sektor industri sebagai target penerima fasilitas di bidang penanaman modal, perlu dilandasi dengan penilaian terhadap kelayakan suatu industri tersebut untuk diberikan fasilitas berdasarkan kondisi dari industri itu sendiri serta tujuan ataupun rasionalitas dari pemberian fasilitas. Berdasarkan penilaian terhadap proxy sebagaimana diuraikan dalam bagian III beserta lampiran, dari 25
5
jenis sampel industri yang dilakukan kajian terdapat beberapa industri yang dinilai layak, kurang layak ,atau tidak layak untuk diberikan fasilitas di bidang penanaman modal. Rangkuman industri yang layak dan tidak layak beserta alasannya adalah sebagaimana dalam tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Penilaian Kelayakan Industri Sebagai Target Pemberian Fasilitas No
Industri
Kelayakan
Alasan
1 Industri besi dan baja dasar (iron and steel making)
Layak
2 Industri penggilingan baja (steel rolling)
Layak
3 Industri pipa dan sambungan pipa dari baja dan besi
Layak
4 Industri pembuatan logam dasar bukan besi 5 industri penggilingan logam bukan besi 6 industri pipa dan sambungan pipa dari logam bukan besi dan baja
kurang
BL-FL: sedang-sedang; Perkiraan kapasitas produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; value added sedang. BL-FL: sedang tinggi; Perkiraan kapasitas produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; value added sedang. BL-FL: tinggi-sedang; Perkiraan kapasitas produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; value added tinggi. Net ekspor positif
kurang
Net ekspor positif
Layak
7 Industri kimia dasar organik yang bersumber dari migas dan batu bara
Layak
8 Industri kimia dasar organik lainnya
Cukup
9 Industri damar buatan (resin sintesis) dan bahan baku plastik
Cukup
BL-FL: sedang-sedang; Perkiraan kapasitas produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; value added tinggi. BL-FL: sedang-tinggi; Perkiraan kapasitas produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; value added tinggi BL-FL: sedang-tinggi; Perkiraan kapasitas produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; value added sedang; Trade balance bisa memburuk apabila sektor hulunya (kimia dasar organik dalam negeri) belum berkembang. BL-FL: sedang-tinggi; Perkiraan kapasitas produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; Trade balance bisa memburuk apabila sektor hulunya (kimia dasar organik dalam negeri) belum berkembang. BL-FL: sedang-tinggi; Perkiraan kapasitas produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; Trade balance bisa memburuk apabila sektor hulunya (kimia dasar organik dalam negeri) belum berkembang. BL-FL: sedang-sedang; Perkiraan kapasitas produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; Trade balance bisa memburuk apabila sektor hulunya (kimia dasar organik dalam negeri) belum berkembang.
10 Industri karet buatan
Cukup
11 Industri serat/benang/strip filamen buatan
Cukup
6
No
Industri
12 Industri serat stapel buatan
Kelayakan Tidak
Alasan
Net ekspor positif; perkiraan kapasitas produksi lebih besar dari kebutuhan DN. 13 Industri motor pembakaran dalam Layak BL-FL: tinggi-sedang; Perkiraan kapasitas produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; value added sedang 14 Industri mesin penambangan, Layak BL-FL: tinggi-tinggi; Perkiraan kapasitas penggalian dan konstruksi produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; value added tinggi 15 Industri mesin textile Tidak perkiraan kapasitas produksi lebih besar dari kebutuhan DN. 15 Industri minyak makan dan lemak Tidak Net ekspor positif; perkiraan kapasitas produksi nabati dan hewani lainnya lebih besar dari kebutuhan DN 16 Industri bubur kerta (pulp) Tidak Net ekspor positif; perkiraan kapasitas produksi lebih besar dari kebutuhan DN 17 Industri kertas budaya Tidak Net ekspor positif; perkiraan kapasitas produksi lebih besar dari kebutuhan DN 18 Industri kertas dan papan kertas Tidak Net ekspor positif; perkiraan kapasitas produksi bergelombang lebih besar dari kebutuhan DN 19 Industri kertas tissue Tidak Net ekspor positif; perkiraan kapasitas produksi lebih besar dari kebutuhan DN 20 Industri kimia dasar organik yang Kurang Net ekspor positif, BL-FL: sedang-tinggi; sebagai bersumber dari hasil pertanian alternatif kimia organik dari sumber terbarukan (harus selektif jenis produknya yang dapat diberikan fasilitas) 21 Industri bahan farmasi Layak BL-FL: sedang-sedang; Perkiraan kapasitas produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; value added tinggi 22 Industri komputer dan/atau Layak BL-FL: tinggi-sedang; Perkiraan kapasitas perakitan komputer produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; value added tinggi 23 Industri peralatan komunikasi tanpa Layak BL-FL: tinggi-sedang; Perkiraan kapasitas kabel (wireless) produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; value added tinggi 24 Industri peralatan komunikasi lainnya Layak BL-FL: tinggi-sedang; Perkiraan kapasitas produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; value added tinggi 25 Industri alat ukur dan alat uji Layak BL-FL: sedang-sedang; Perkiraan kapasitas elektronik produksi lebih kecil dari perkiraan kebutuhan DN; Net ekspor negatif; value added tinggi Analisis tersebut tidak bersifat mengikat, mengingat masih terdapat keterbatasan ketersediaan data tentang industri di Indonesia. Untuk menyempurnakan analisis ini perlu dilakukan dengan update data terkini dari kondisi industri di Indonesia. Lebih lanjut penilaian kelayakan pemberian fasilitas pada sektor tertentu perlu diuji kembali dengan memperhatikan pohon industri, serta dampaknya pada peningkatan impor dalam hal bahan baku industri sendiri masih harus dipenuhi dari luar negeri.
7
LAMPIRAN I BACKWARD DAN FORWARD LINKAGE INDUSTRI NILAI No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Mean Stdev
SEKTOR INDUSTRI Industri besi dan baja dasar (iron and steel making) Industri penggilingan baja (steel rolling) Industri pipa dan sambungan pipa dari baja dan besi Industri pembuatan logam dasar bukan besi industri penggilingan logam bukan besi industri pipa dan sambungan pipa dari logam bukan besi dan baja Industri kimia dasar organik yang bersumber dari migas dan batu bara Industri kimia dasar organik lainnya Industri damar buatan (resin sintesis) dan bahan baku plastik Industri karet buatan Industri serat/benang/strip filamen buatan Industri serat stapel buatan Industri motor pembakaran dalam Industri mesin penambangan, penggalian dan konstruksi Industri Mesin Tekstil Industri minyak makan dan lemak nabati dan hewani lainnya Industri bubur kerta (pulp) Industri kertas budaya Industri kertas dan papan kertas bergelombang Industri kertas tissue Industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian Industri bahan farmasi Industri komputer dan/atau perakitan komputer Industri peralatan komunikasi tanpa kabel (wireless) Industri alat ukur dan alat uji elektronik
BL FL 1,994175 1,994175 0,461046 1,70986
Rendah Sedang Tinggi
BL FL < 1,53 <0,28 1,53-2,45 0,28-3,70 >2,45 >3,70
KBLI 2009
24101 24102 24103 24202 24203 24205 20117 20119 20131 20132 20301 20302 28112 28240 28263 10490 17011 17012 17021 17091 20115 21011 26210 26320 26513
Kd. Sektor 115 116 122 117 122 122 94 94 97 97 75 97 123 124 124 56 90 91 91 91 94 99 127 127 137
BL 2,19 2,55 2,41 2,18 2,41 2,41 1,98 1,98 2,13 2,13 2,36 2,13 3,09 3,28 3,28 2,28 2,66 2,34 2,34 2,34 1,98 2,44 2,57 2,57 2,36
TINGKAT FL 3,04 3,15 2,44 3,16 2,44 2,44 9,60 9,60 4,13 4,13 2,94 4,13 1,73 10,84 10,84 2,36 3,10 2,94 2,94 2,94 9,60 1,88 2,26 2,26 1,61
BL Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Sedang
FL Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang Tinggi Sedang Sedang Sedang Sedang
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
LAMPIRAN II TINGKAT NILAI TAMBAH INDUSTRI Value Added (miliar Rp) SEKTOR INDUSTRI KBLI 2009 2006 2007 2008 2009 Industri besi dan baja dasar (iron and steel making) 24101 2104,5 3578,6 5550,3 4928,3 Industri penggilingan baja (steel rolling) 24102 4529,1 5337,6 5748,7 9255,7 Industri pipa dan sambungan pipa dari baja dan besi 24103 5862,7 5319,2 4446,7 3905,8 Industri pembuatan logam dasar bukan besi 24202 2757,4 5283,0 6185,1 7283,6 industri penggilingan logam bukan besi 24203 1758,7 1277,2 5752,5 868,5 industri pipa dan sambungan pipa dari logam bukan besi dan baja 24205 347,4 292,4 247,6 142,1 Industri kimia dasar organik yang bersumber dari migas dan batu bara 20117 2598,9 4995,5 2634,1 1299,8 Industri kimia dasar organik lainnya 20119 1874,2 3300,8 2213,1 2667,9 Industri damar buatan (resin sintesis) dan bahan baku plastik 20131 3693,8 812,0 1755,8 4667,1 Industri karet buatan 20132 115,5 710,7 184,2 1622,5 Industri serat/benang/strip filamen buatan 20301 6,9 1248,3 3976,3 244,3 Industri serat stapel buatan 20302 3487,5 4285,4 4043,1 5539,8 Industri motor pembakaran dalam 28112 305,7 161,7 169,9 179,2 Industri mesin penambangan, penggalian dan konstruksi 28240 1756,5 1288,1 467,4 290,9 Industri Mesin Tekstil 28263 26,2 33,0 34,2 2539,8 Industri minyak makan dan lemak nabati dan hewani lainnya 10490 73,5 150,0 555,4 9,1 Industri bubur kerta (pulp) 17011 12960,9 7863,6 12691,0 12696,8 Industri kertas budaya 17012 9880,7 2883,7 15559,1 20060,9 Industri kertas dan papan kertas bergelombang 17021 1134,2 2568,3 1336,1 6939,1 Industri kertas tissue 17091 839,1 5298,9 1216,5 829,0 Industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian 20115 700,5 336,2 566,5 1137,3 Industri bahan farmasi 21011 1098,3 749,2 715,0 727,5 Industri komputer dan/atau perakitan komputer 26210 112,8 244,8 284,4 314,5 Industri peralatan komunikasi tanpa kabel (wireless) 26320 1157,0 649,7 604,4 415,7 Industri alat ukur dan alat uji elektronik 26513 141,5 522,2 771,2 789,4
2010 2006 4493,7 3474,1 4914,2 37631,7 2466,3 4566,4 15835,6 6879,8 605,0 4205,8 440,6 1554,2 1551,6 9023,4 2358,4 5959,4 23067,0 9177,4 281,0 164,8 1733,7 9,1 5284,6 3703,0 142,1 616,1 345,6 1569,8 1738,6 261,9 8,3 69,9 11079,9 11330,3 21093,5 13477,3 3027,1 3053,0 1671,0 1070,6 1093,9 864,4 600,2 3617,2 348,9 50,8 595,6 791,4 1341,1 726,2
Nilai Input (miliar Rp) 2007 2008 2009 10587,1 10369,4 11487,5 30515,4 37494,8 38177,5 8053,6 4511,4 4272,1 14998,5 11551,8 13790,6 7201,4 12801,7 2610,9 721,2 587,4 84,2 3736,0 7375,6 2296,1 9905,9 6516,7 3580,1 4482,0 4344,7 6337,6 4054,0 561,5 486,0 5977,7 1691,0 638,1 3415,5 7160,7 7507,6 257,0 1431,1 350,7 1519,0 2751,7 218,7 46,6 37,8 181,4 377,9 1873,4 7,6 9131,8 7990,5 12751,5 8692,7 31014,6 27638,7 8144,8 5772,6 4913,9 15018,5 1776,7 1556,2 2166,6 1205,4 1849,2 737,6 618,5 1208,1 0,0 201,9 1,7 988,0 1266,3 71,4 399,9 174,3 318,8
2010 11131,4 69565,4 7522,1 10970,5 2162,2 749,5 2368,2 5239,7 82803,7 185,0 5382,5 4287,4 1177,6 713,3 1649,8 16,1 25380,8 20403,4 6509,5 1861,0 1693,7 626,1 1,0 1424,4 397,3
VA/Input % 46,24% 15,23% 83,44% 65,20% 33,15% 66,51% 64,07% 43,65% 40,06% 121,23% 80,33% 94,63% 37,52% 79,03% 335,31% 69,20% 100,51% 66,52% 55,91% 65,04% 53,93% 80,73% 13805,19% 176,79% 235,52%
LAMPIRAN III TRADE BALANCE No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
SEKTOR INDUSTRI Industri besi dan baja dasar (iron and steel making) Industri penggilingan baja (steel rolling) Industri pipa dan sambungan pipa dari baja dan besi Industri pembuatan logam dasar bukan besi industri penggilingan logam bukan besi industri pipa dan sambungan pipa dari logam bukan besi dan baja Industri kimia dasar organik yang bersumber dari migas dan batu bara Industri kimia dasar organik lainnya Industri damar buatan (resin sintesis) dan bahan baku plastik Industri karet buatan Industri serat/benang/strip filamen buatan Industri serat stapel buatan Industri motor pembakaran dalam Industri mesin penambangan, penggalian dan konstruksi Industri Mesin Tekstil Industri minyak makan dan lemak nabati dan hewani lainnya Industri bubur kerta (pulp) Industri kertas budaya Industri kertas dan papan kertas bergelombang Industri kertas tissue Industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian Industri bahan farmasi Industri komputer dan/atau perakitan komputer Industri peralatan komunikasi tanpa kabel (wireless) Industri alat ukur dan alat uji elektronik
IMPORT 09-12 (MILLION USD) 2009 2010 2011 2012 2.165 3.037 5.997 7.296 184 311 1.331 1.720 171 236 1.291 2.098 752 1.246 1.654 1.786 154 284 673 844 62 92 136 166 245 352 547 540 228 268 767 869 674 1.013 3.901 3.193 163 283 862 824 131 139 306 309 230 297 573 699 59 140 1.082 1.321 578 707 5.825 5.738 299 547 1 1 51 44 628 1.050 1.190 1.051 89 86 17 18 90 123 81 91 155 163 253 322 570 564 148 180 338 548 219 325 1.817 1.867 1.748 2.318 2.398 2.598 1.191 1.614 2.945 2.751
EXPORT 09-12 (MILLION USD) 2009 2010 2011 2012 451 699 1.057 687 42 22 253 134 34 102 723 779 3.613 5.417 6.305 4.066 429 765 985 1.245 18 29 38 42 111 232 470 477 92 132 262 304 43 48 650 688 2 1 63 61 2 7 9 7 336 489 657 501 19 25 269 337 185 193 820 807 1 4 483 17 16 26 366 261 867 1.466 1.555 1.546 2.363 2.218 13 13 183 124 97 107 124 162 489 784 2.007 2.253 121 149 127 232 3 3 23 17 3 15 10 14 315 253 440 521
Net Export Rata2 09-12 (3.900) (774) (540) 3.491 367 (83) (98) (336) (1.838) (501) (215) 46 (488) (2.711) (85) 143 379 1.102 21 0 956 (146) (1.045) (2.255) (1.743)
LAMPIRAN IV PERKIRAAN KAPASITAS PRODUKSI DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN DOMESTIK No
SEKTOR INDUSTRI
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Industri besi dan baja dasar (iron and steel making) Industri penggilingan baja (steel rolling) Industri pipa dan sambungan pipa dari baja dan besi Industri pembuatan logam dasar bukan besi industri penggilingan logam bukan besi industri pipa dan sambungan pipa dari logam bukan besi dan baja Industri kimia dasar organik yang bersumber dari migas dan batu bara Industri kimia dasar organik lainnya Industri damar buatan (resin sintesis) dan bahan baku plastik Industri karet buatan Industri serat/benang/strip filamen buatan Industri serat stapel buatan Industri motor pembakaran dalam Industri mesin penambangan, penggalian dan konstruksi Industri Mesin Tekstil Industri minyak makan dan lemak nabati dan hewani lainnya Industri bubur kerta (pulp) Industri kertas budaya Industri kertas dan papan kertas bergelombang Industri kertas tissue Industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian Industri bahan farmasi Industri komputer dan/atau perakitan komputer Industri peralatan komunikasi tanpa kabel (wireless) Industri alat ukur dan alat uji elektronik
Nilai KBLI 2009 Produksi 24101 24102 24103 24202 24203 24205 20117 20119 20131 20132 20301 20302 28112 28240 28263 10490 17011 17012 17021 17091 20115 21011 26210 26320 26513
15.294 69.927 9.191 25.998 2.679 1.115 3.865 6.906 104.385 370 6.902 8.712 1.254 554 3.327 23 36.220 41.398 8.643 3.135 2.721 933 2 2.015 1.706
Perkiraan Kapasitas Perkiraan KETERANGAN Terpasang Kebutuhan DN 2010 2010 24.510 36.533 Produksi dan terpasang kurang 89.193 72.552 produksi kurang 19.030 10.409 produksi kurang 38.009 (11.894) ?? 3.905 (1.688) ??? 1.349 1.695 Produksi dan terpasang kurang 5.105 4.951 produksi kurang 8.505 8.147 produksi kurang 340.016 113.145 produksi kurang 419 2.927 produksi dan terpasang kurang 7.071 8.100 produksi dan terpasang kurang 8.953 6.966 produksi cukup 1.742 2.299 produksi kurang 628 5.227 produksi dan terpasang kurang 4.271 3.293 produksi dan terpasang cukup 135 (206) ?? 37.111 32.437 produksi dan terpasang cukup 48.934 41.398 produksi dan terpasang cukup 10.145 8.691 produksi dan terpasang cukup 3.943 2.984 produksi dan terpasang cukup 3.240 (1.473) ?? 1.454 1.212 produksi kurang 8 2.927 produksi dan terpasang kurang 2.554 35.305 produksi dan terpasang kurang 2.233 2.505 produksi dan terpasang kurang
Catatan: 1. Nilai impor dan ekspor ditranslasi dengan menggunakan rata-rata satu tahun dari kurs tengah tahun 2010 2. Angka kapasitas terpasang dan kebutuhan dalam negeri merupakan angka perkiraan berdasar data yang tersedia. Hasil perkiraan kebutuhan domestik negatif dapat disebabkan karena realibilitas data atau perbedaan pengelompokan barang pada KBLI.